NIM : P133742011337
a. Pra kemerdekaan yang dibagi lagi menjadi masa kerajaan dan masa kolonial
Belanda dan pasca kemerdekaan
b. Pasca kemerdekaan yaitu jaman orde lama, order baru, dan reformasi
1. Pra kemerdekaan
a. Masa kerajaan
Sejak Negara Republik Indonesia belum terbentuk masih berupa kerajaan-kerajaan,
korupsi sudah terjadi bahkan salah satu penyebab kehancuran kerajaan-kerajaan
besar seperti Sri Wijaya, Majapahit, dan Mataram adalah perilaku korupsi dari
sebagian besar bangsawannya. Gejala korupsi dan penyimpangan kekuasaan masih
didominasi para kalangan elit bangsawan, sultan, dan raja, sedangkan rakyat kecil
nyaris belum mengenal atau memahaminya.
b. Masa kolonial Belanda
Perilaku korup bukan hanya oleh masyarakat Nusantara saja, akan tetapi orang
Belanda, Portugis dan jepan pun gemar mengkorup harta-harta korpsnya, institusi,
atau pemerintahannya. Budaya yang sangat tertutup dan penuh keculasan tersebut
turut menyuburkan budaya korupsi di indonesia, seperti kebiasaan mengambil
upeti (pajak) dari rakyat. Pada era kolonialisme belanda, kebiasaan mengambil
"upeti" dari rakyat kecil yang dilakukan oleh para bangsawan (Raja) Jawa ditiru
oleh belanda ketika menguasai Nusantara. Akibatnya banyak terjadi perlawanan
rakyat terhadap Belanda seperti perlawanan Diponegoro (1825-1830), Imam
Bonjol (1821-1837), Perlawanan Aceh (1873-1904), dll.
2. Pasca kemerdekaan
a. Orde lama
1) Pasca kemerdekaan, Pemerintah telah melakukan berbagai gerakan
pemberantasan korupsi melalui badan pemberantasan korupsi dengan nama
yang berbeda-beda. Tahun 1959 Presiden Sukarno membentuk Badan
Pengawas Kegiatan Aparatur Negara (BAPEKAN) Lembaga ini diketuai oleh
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam masa kerjanya BAPEKAN berhasil
mengungkap praktik korupsi mulai kelas pegawai sampai pejabat
pemerintahan. Tahun 1962 BAPEKAN dibubarkan. Kemudian dibentuk
Panitia Retooling Aparatur negara (PARAN) diketuai oleh AH. Nasution,
berhasil membongkar korupsi oleh beberapa pejabat pemerintahan.
2) Kepres No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan
dengan membentuk lembaga yang bertugas meneruskan kasus-kasus korupsi
di meja pengadilan yang dikenal “Operasi Budhi”. Usaha PARAN akhirnya
mengalami deadlock karena kebanyakan pejabat berlindung di balik presiden,
sehingga diserahkan kembali ke pemerintah (kabinet juanda).
3) Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara
dapat diselamatkan, karena dianggap mengganggu prestise Presiden, akhirnya
Operasi Budhi di hentikan. Soebandrio mengumumkan pembubaran Operasi
Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi komando tertinggi Retooling
Aparat Revolusi (KOTRAR), diketahui langsung oleh presiden soekarno.
b. Orde baru
1) Dibentuknya tim pemberantasan korupsi (TPK) diketuai JAGUNG.
2) Dibentuk komite empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih
dan berwibawa seperti Prof Johannes, IJ Kasimo, Mr Wilopo dan A
Tjokroaminoto dengan tugas utama membersihkan Depag, Bulog, CV waringin
PT Mantrust, Telkom dan Pertamina. Namun komite ini hanya “Macan
Ompong” karena hasil temuannya tentang dugaan korupsi di BUMN tidak
direspon pemerintah.
3) Dibentuknya Operasi Tertib (Opstib) memberantas korupsi. Seiring dengan
berjalannya waktu (Opstib) pun hilang ditiup angin tanpa bekas.
c. Reformasi
Laksaman Sukardi sebagai Menneg BUMN tak luput dari pembicaraan di
masyarakat karena kebijaksanannya menjual aset-aset negara. Pada tahun 2003
dibentuk suatu komisi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi
di indonesia. Komisi ini dinamai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didirikan
berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002.
Nama Mohammad Hatta sudah tak asing lagi bagi bangsa Indonesia. Ia
adalah salah satu pahlawan proklamasi bersama Sukarno. Selain berjasa besar
bagi kemerdekaan Indonesia, Bung Hatta, sapaan akrabnya, juga memiliki
rekam jejak sebagai seorang sosok yang sangat anti terhadap korupsi.
Salah satu kisahnya ada pada 1970, ketika Bung Hatta dan rombongan
mengunjungi Tanah Merah, Irian Jaya, tempat ia sempat dibuang oleh kolonial
Belanda. Di Irian Jaya, Bung Hatta disodori amplop berisi uang. Uang tersebut
sebenarnya bagian dari biaya perjalanan Bung Hatta yang ditanggung
pemerintah.
b. Hoegeng
Ketika menjadi Kapolri, pemilik rumah yang disewa Hoegeng tidak mau
dibayar. Ia akhirnya harus membayarnya lewat wesel. Hoegeng memang sangat
menghindari politik balas budi meski dalam bentuk yang paling sederhana.
Hoegeng berpesan mengenai cara memberantas korupsi yang menurutnya
efektif.
c. Baharuddin Lopa
"Ya... boleh terima mobil darimu karena memang tidak ada urusan apa
pun. Tapi, suatu saat kau atau temanmu punya urusan kemudian datang dan
minta tolong. Saya tidak tegak lagi karena telah tersandera oleh pemberianmu
waktu itu," ungkap Lopa kepada Kalla di kemudian hari.
Baharuddin Lopa sangat anti terhadap suap. Lopa sering menerima parsel
ketika hari raya, tapi semua parsel yang dikirim ke rumahnya selalu
dikembalikan. Suatu kali, anak-anak Lopa mengambil cokelat dalam parsel dan
menutup kembali bungkus parsel tersebut. Namun hal ini ternyata diketahui
oleh Lopa.
"Jadi parsel itu mereka buka diambil cokelatnya, kemudian saya cari
bungkus cokelat itu di toko, kemasannya apa, mereknya apa harus sama, saya
masukkan kembali dan saya bungkus kembali parsel itu lalu saya kembalikan,"
kata Lopa bercerita kepada seorang sahabatnya.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad menganggap Lopa adalah sosok yang
sangat bersahaja dan sederhana. Sebagai seorang pejabat, Lopa pun tidak
memiliki harta melimpah sampai akhir hidupnya.
Pada tahun 1954 didirikanlah Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan
Siwabessy menjadi direkturnya. Dua tahun kemudian ia dikukuhkan sebagai
Guru Besar Radiologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Siwabessy juga pernah mengepalai Tim Dokter Kepresidenan. Pada Kabinet
Pembangunan ia menjadi Menteri Kesehatan selama dua periode.
b. Abdulracman Saleh
Rektor pertama Universitas Gadja Mada (UGM) ini patut disebut sebagai
pahlawan kesehatan. Sebab, semasa hidupnya Sardjito merupakan perintis
lahirnya Palang Merah Indonesia. Semasa perang dahulu, Sardjito berupaya
sekuat tenaga agar ketersediaan obat-obatan dan vitamin bagi para prajurit atau
tentara Indonesia selalu terpenuhi. Bahkan ia sempat mendirikan pos kesehatan
tentara di Yogyakarta dan sekitarnya. Kini, namanya telah menjadi nama satu
Rumah Sakit (RS) di Yogyakarta.
d. Moewardi
Hasri Ainun Besari atau Bu Ainun menikah dengan teman SMA nya, Rudy
Habibie yang kelak menjadi presiden ke-3 di Indonesia. Ia mendapatkan gelar
dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1961 dan
bekerja di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Semasa hidup, beliau
membangun bank mata yang memiliki manfaat cukup besar bagi
keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia. Tindakan mulia ini mendapat
apresiasi begitu besar dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia kala itu, Nila
F Moeloek. Beliau juga salah seorang yang getol memperjuangkan Indonesia
bebas rokok.
DAFTAR PUSTAKA
Karyanti, Tri. Prihati, Yani. Galih, Sinta Tridian. (2019). Pendidikan Anti Korupsi Berbasis
Multimedia. Yogyakarta : Deepublish CV Budi Utama
YUNIARTO, TOPAN. (2018). Kisah Tiga Tokoh Antikorupsi. Dalam Kompas, 15 Desember
2018 07:00 WIB