Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Korupsi terjadi karena adanya faktor internal (niat) dan faktor eksternal
(kesempatan). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi
perilaku dan nilai-nilai yang dianut, seperti kebiasaan dan kebutuhan,
sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku.
Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan
nilai-nilai antikorupsi pada semua individu. Setidaknya ada sembilan
nilai-nilai antikorupsi yang penting untuk ditanamkan pada semua individu,
salahsatunya nilai inti antikorupsi tersebut adalah jujur.
Jujur didefinisikan tidak berbohong dan tidak curang, tanpa sifat
jujur seseorang tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Apakah pengaruh sikap jujur terhadap nilai budaya anti korupsi bagi
mahasiswa?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Mengetahui pengaruh sikap jujur terhadap nilai budaya anti korupsi bagi
mahasiswa.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Jujur didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong dan tidak
curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan
mahasiswa, tanpa sifat jujur mahasiswa tidak akan dipercaya dalam
kehidupan sosialnya (Sugono, 2008).
Kejujuran merupakan nilai dasar yang menjadi landasan utama bagi
penegakan integritas diri seseorang. Tanpa adanya kejujuran mustahil
seseorang bisa menjadi pribadi yang berintegritas. Seseorang dituntut
untuk bisa berkata jujur dan transparan serta tidak berdusta baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Kejujuran juga akan terbawa dalam
bekerja sehingga akan membentengi diri terhadap godaan untuk berbuat
curang atau berbohong.
2.2 DAMPAK KETIDAK JUJURAN
Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh oleh setiap mahasiswa
sejak awal untuk memupuk dan membentuk karakter sedini mungkin dalam
setiap pribadi mahasiswa.
Nilai kejujuran juga dapat diwujudkan dalam kegiatan organisasi
kemahasiswaan. Misalnya, membuat laporan keuangan dalam kegiatan
organisasi/kepanitiaan dengan jujur.
Permasalahan yang hingga saat ini masih menjadi fenomena di kalangan
mahasiswa yaitu budaya ketidakjujuran mahasiswa. Akar dari masalah
korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia antara lain faktor ketidakjujuran
pada waktu menjadi mahasiswa. Beberapa contoh budaya ketidakjujuran
mahasiswa, misalnya: menyontek, plagiarisme (penjiplakan karya tulis), titip
absen.
Pertama, contoh budaya ketidakjujuran adalah perilaku menyontek,
sehingga menyebabkan teman yang disontek tentunya telah terampas
keadilan dan kemampuannya. Ketika mahasiswa yang disontek belajar siang

malam, tetapi penyontek dengan gampangnya mencuri hasil kerja keras


temannya. Menyontek akan menghilangkan rasa percaya diri mahasiswa.
Apabila kebiasaan tersebut berlanjut maka percaya diri akan
kemampuan 85 nilai dan Prinsip antikorupsi diri menjadi luntur, sehingga
semangat belajar jadi hilang, mahasiswa akan terkungkung oleh pendapatnya
sendiri, yang merasuki alam pikirnya bahwa untuk pintar tidak harus dengan
belajar, tetapi menyontek.
Kedua, contoh perilaku ketidakjujuran adalah plagiarisme
(penjiplakan karya tulis) yang selalu menjadi momok bagi pendidikan di
Indonesia. Terungkapnya kasus plagiarisme di bebarapa perguruan tinggi,
menjadi tolok ukur bagi kualitas pendidikan. Tindakan copy paste
seakan menjadi ritual wajib dalam memenuhi tugas dari dosen. Banyak
mahasiswa bahkan peneliti yang ditengarai melakukan plagiat.
Ketiga, contoh perilaku ketidakjujuran mahasiswa adalah titip
absensi, absensi yang ditandatangani mahasiswa sering disalahgunakan.
Tanda tangan fiktif pun mewarnai absensi, padahal dalam satu
pertemuan ada kalanya jumlah kehadiran mahasiswa tidak sebanding
dengan tanda tangan yang hadir. Mahasiswa yang hadir terlihat tidak
banyak, tetapi tanda tangan di absensi penuh dan mahasiswa hadir semua.
Perilaku menyontek, plagiarisme, dan titip absen merupakan manifestasi
ketidakjujuran, dapat memunculkan perilaku korupsi. Persoalan
ketidakjujuran tersebut merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan dan
perlu perhatian serius. Hal ini berbanding terbalik dengan hakikat
pendidikan yang benar, yakni ingin menciptakan manusia yang berilmu dan
bermoral. Apabila budaya ketidakjujuran mahasiswa seperti menyontek,
plagiarisme, titip absen, dan lain-lain tidak segera diberantas, maka
perguruan tinggi akan menjadi bagian dari pembibitan moral yang
dekstruktif di Indonesia.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kejujuran merupakan nilai dasar. Tanpa adanya kejujuran mustahil
seseorang bisa menjadi pribadi yang berintegritas. Kejujuran juga akan
terbawa dalam bekerja sehingga akan membentengi diri terhadap godaan
untuk berbuat curang atau berbohong.
Akar dari masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia antara
lain faktor ketidakjujuran pada waktu menjadi mahasiswa. Beberapa
contoh budaya ketidakjujuran mahasiswa, misalnya: menyontek,
plagiarisme (penjiplakan karya tulis), titip absen.
Perilaku tersebut akan menghilangkan rasa percaya diri mahasiswa.
Prinsip antikorupsi diri menjadi luntur, sehingga semangat belajar jadi
hilang, mahasiswa akan terkungkung oleh pendapatnya sendiri, yang
merasuki alam pikirnya bahwa untuk pintar tidak harus dengan belajar.
3.2

SARAN
Mahasiswa sebagai pilar bangsa yang akan mengisi dan
memperjuangkan kejayaan bangsa Indonesia, sudah seharusnya memiliki dan
mengaplikasikan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari. Pengaplikasian
sikap jujur dapat dimulai dari hal-hal kecil dalam lingkungan rumah dan
lingkungan kampus, kemudian berlanjut ke hal-hal yang lebih besar dalam
lingkungan nasional sebagai upaya membudayakan nilai-nilai anti korupsi.

DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Pusat
Jakarta : Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai