Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

DOSEN PENGAMPU : MARIYAM, S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh:

DINI ( 11308502200003 )

IRAWAN ( 11308502200005 )

VISAKHA ANGELINA THIOPUTRI ( 11308502200012 )

KELAS 3A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

KOTA SINGKAWANG

2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan ilmu
kepada kita semua. Kami berterima kasih kepada Dosen Mata Pendidikan Anti
Korupsi yang telah memberikan kepercayaan kepada kami dalam menyusun
makalah ini serta teman-teman yang memberi dukungan kepada kami dalam
penyelesaikan makalah ini.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Mata
Kuliah Pendidikan Anti Korupsi di Sekolah Tinggi Perguruan dan Ilmu Pendidikan
Singkawang. Makalah ini berjudul “ Upaya Pemberantasan Korupsi“ ini kami buat
agar pembaca dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca.

Dalam menyusun makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah


ini masih jauh dari kesempurnaan sebab pengetahuan dan pengalaman yang
dimiliki penulis masih terbatas, cukup banyak tantangan dan hambatan yang penulis
temukan dalam menyusun makalah ini. Kami mohon maaf apabila ditemukannya
kesalahan. Kami penulis menerima kritik dan saran dari pembaca.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya dan
bagi pembaca pada umumnya. Sekian kata pengantar dari kami, atas perhatiannya
kami ucapkan terima kasih.

Singkawang, 22 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ................................................................................................... 1

B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 3

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH .............................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 4

A. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI ..................................................................... 4

B. UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN ( KORUPSI ) DENGAN MENGGUNAKAN


HUKUM PIDANA ............................................................................................................. 6

C. STRATEGI / UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI .................................................... 9

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 155

A. KESIMPULAN ...................................................................................................... 155

B. SARAN ................................................................................................................ 166

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 177

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Untuk memberantas korupsi diperlukan konsep pemberantasan


korupsi. Korupsi bisa hidup dalam berbagai konteks kehidupan. Dia
mengubah kehidupan publik menjadi kehidupan individu. Korupsi
merupakan fenomena kehidupan modern. Pada abad pertengahan
eropa sebelum modern Max Weber memberi label patrimornial,
yaitu urusan publik bisa diturunkan secara privat terhadap anak
cucunya sehingga disini tidak ada korupsi.
Pada zaman pemerinthan Indonesia dibawah Presiden
Soeharto, pemberantasan korupsi tidak berjalan dengan baik. Ketika
aparat penegak hukum mengungkap suatu kasus korupsi, maka
muncul penghalang utama yang dari sesama aparat pemerintah, hal
ini bisa terjadi di pemerintahan daerah atau pemerintah pusat.
(Fauzi, 2018)
Alasan utama yaitu demi menjaga kewibawaan antar sesama
lembaga dan instansi, hal ini yang mengakibatkan berhentinya
proses pemberantasan korupsi, atau minimal penyidikan tidak
berjalan dengan normatifitas proses hukum dijalankan.
Pemberantasan korupsi di Indonesia berjalan dengan pesat
semenjak era pemerintahan Ibu Megawati sebagai Presiden, diawali
dengan pembuatan regulasi di era pemerintahan Presiden KH
Abdurrahman Wahid, bahkan sewaktu Prof. BJ Habibie menjadi
presiden sudah diinisiasi pemberantasan korupsi dengan
diproduknya UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
negara yang bebas dan bersih dari KKN. Ada refleksi dan evaluasi
terhadap pelaksanaan pemerintahan selama dipimpin oleh Presiden
Soeharto selama Orde Baru, keberadaan kejaksaan dan kepolisian
belum bisa menyelesaikan berbagai kasus korupsi yang semakin

1
parah pada praktek dan perilaku elit penguasa dan birokrasi
pemerintahan.
Pemerintahan Ibu Megawati mampu menghadirkan UU
pemberantasan korupsi, yaitu UU No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi. Sehingga keberadaan lembaga anti
koupsi mendapat tempat yang cukup berpengaruh dihadapan
masyarakat. KPK mempunyai trademark dan daya jual sendiri,
sehingga membawa dampak positif terhadap pembangunan
demokasi di Inodneisa. (Fauzi, 2018)
Kedua Presiden antara Ibu Megawati Soekarnoputi dan KH
Abdurrahman Wahid merupakan tonggak awal pelaksanaan
pemberantasan korupsi dengan massif dalam koridor prosedural
pemerintahan. Berbagai hambatan yang menghalangi bisa dilalui.
Birokrasi pemerintahan yang sudah terdoktrin dengan pola lama,
pelan-pelan bisa diperbaiki dengan membutuhkan waktu yang
cukup, sehingga KPK bisa berdiri tegak dan menjalankan tugas-
tugasnya.

Kehadiran dan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) pada tahun 2002 menjadi penguat aparat penegak hukum
dalam pemberantasan korupsi. Lembaga KPK hadir untuk
menyelamatkan keuangan negara dari para koruptor yang berbaju
birokrat, legislator, pihak ketiga atau subyek-subyek yang
mengkorup uang negara. Mendapat kepercayaan dari negara untuk
menggunakan keuangan milik negara, tetapi mereka tidak
bertanggungjawab terhadap keuangan negara tersebut. mereka
cenderung mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dibalik
pengelolaan keuangan negara.

2
B. RUMUSAN MASALAH

1. Seperti apa konsep pemberantasan korupsi ?


2. Bagaimana penanggulangan kejahatan ( korupsi ) dengan menggunakan
hukum pidana ?
3. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi ?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

1. Mengetahui konsep pemberantasan korupsi.


2. Mengetahui penanggulangan kejahatan ( korupsi ) dengan
menggunakan hukum pidana.
3. Mengetahui strategi pemberantasan korupsi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PEMBERANTASAN KORUPSI

Kedaulatan negara bisa tegak berdiri jika tindak pidana


korupsi diperangi dan tidak ada tempat untuk para koruptor hidup di
bumi pertiwi. Ia menjadi dambawaan seluruh rakyat Indonesia sebab
jika korupsi masih berkembang maka negara Republik Indonesia
tidak mungkin bisa bersaing dengan negara tetangga untuk meraih
kemajuan dalam membawa peradaban bangsa.
Ekonom sering mengaitkan kemiskinan dengan berbagai
penyebab yang sederhana, missal tidak adanya modal, teknologi
yang tidak efisien, pendidikan yang buruk, kekurangan perdagangan
bebas, pasar yang dimonopoli, dan tenaga kerja yang malas.
Penyebab yang sebenarnya terjadinya kemiskinan karena ada
korupsi yang menjadikan ketidakseimbangan pemerintah
berkembang menjalankan roda pemerintahan. Korupsi mengacu
pada ketidakjujuran, penyuapan atau kurangnya integritas pada
seorang individu. (Fauzi, 2018)
Korupsi bukan hanya pelanggaran ringan, atau pelanggaran
yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi cacat moral atau
kegagalan karakter. Korupsi lebih dari sekadar kesalahan, kejahatan
atau kesalahan penilaian tetapi menunjukan kualitas manusia.
Korupsi menyiratkan kerugian, pembusukan atau degenerasi.
Membentuk, lebih buruk, individu, perusahaan atau bahkan seluruh
pemerintahan yang terlibat.
Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk
menjawab mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif
di suatu negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat

4
penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga
akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan,
namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang
kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu
dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu,
korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau
masyarakat.
Sebelum melangkah lebih jauh membahas upaya
pemberantasan korupsi, berikut pernyataan yang dapat didiskusikan
mengenai strategi atau upaya pemberantasan korupsi (Fijnaut dan
Huberts : 2002):
It is always necessary to relate anti-corruption strategies to
characteristics of the actors involved (and the environment they
operate in). There is no single concept and program of good
governance for all countries and organizations, there is no ‘one
right way’. There are many initiatives and most are tailored to
specifics contexts. Societies and organizations will have to seek their
own solutions.

Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa sangat penting


untuk menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi
dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta
lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada
jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau
organisasi. Ada begitu banyak strategi, cara atau upaya yang
kesemuanya harus disesuaikan dengan konteks, masyarakat maupun
organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat mapun organisasi
harus mencari cara mereka sendiri untuk menemukan solusinya.

5
B. UPAYA PENANGGULANGAN KEJAHATAN ( KORUPSI )
DENGAN MENGGUNAKAN HUKUM PIDANA

Dalam rangka penegakan hukum pemberantasan tindak


pidana korupsi (TPK), ada beberapa hal yang perlu didiskusikan di
antaranya, perlunya kesamaan persepsi dan juga perlunya standar
pemidanaan dalam kasus pidana. Keperluan penyamaan persepsi
dimaksud terutama perlunya ditingkatkan usaha-usaha pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta TPK pada
khususnya. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 selanjutnya disingkat UUPTPK telah mengatur
berbagai ketentuan khusus di antaranya adalah sanksi pidana dan
ketentuan hukum acara pidana.
Sanksi (hukuman/ganjaran) yang berbeda dengan undang-
undang sebelumnya, dalam proses penerapan hukum diharapkan
dapat memberikan pengaruh positif untuk mencegah dan
memberantas TPK. Sanksi pidana memiliki peranan penting dalam
menciptakan kepatuhan hukum (compliance). Tirtaamidjaja, (1955)
menyatakan bahwa untuk menciptakan agar anggota masyarakat
mematuhi hukum maka diperlukan sanksi hukum. Sanksi hukum di
sini diartikan sebagai sarana untuk melindungi kepentingan individu
ataupun badan (jiwa, harta, hewan, dan badan) dengan
menganSanksi (hukuman/ganjaran) yang berbeda dengan undang-
undang sebelumnya, dalam proses penerapan hukum diharapkan
dapat memberikan pengaruh positif untuk mencegah dan
memberantas TPK. Sanksi pidana memiliki peranan penting dalam
menciptakan kepatuhan hukum (compliance). Tirtaamidjaja, (1955)
menyatakan bahwa untuk menciptakan agar anggota masyarakat

6
mematuhi hukum maka diperlukan sanksi hukum. Sanksi hukum di
sini diartikan sebagai sarana untuk melindungi kepentingan individu
ataupun badan (jiwa, harta, hewan, dan badan) dengan
menganhukuman (sebagai sanksi) terhadap setiap pelanggar hukum.
Sanksi hukum ini juga menurut Charles (1984), dimaksudkan agar
peraturan tersebut dipatuhi oleh anggota masyarakat. Sanksi ini
kemudian dipertahankan oleh pemerintah untuk menjadikan anggota
masyarakat mematuhi sebagaimana dikehendaki oleh peraturan.
Sanksi pidana dalam UUPTPK memiliki karakter khusus
yang dimaksudkan agar dengan penerapan sanksi dapat lebih efektif
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi yang
sangat masif kemunculannya. Ancaman pidana dimaksud terdiri atas
sanksi minimal dan sanksi maksimal. Selain itu sanksi pidana
tambahan yang berbeda dengan pidana tambahan dalam KUHP juga
diharapkan dapat mengembalikan kerugian negara (asset recovery).
Pengaturan yang demikian menjadi tidak berarti bilamana tidak
diikuti dengan penegakan hukum yang tegas dan konsisten terutama
dalam penjatuhan sanksi pidana sesuai politik hukum nasional.
Mahkamah Agung dengan terbentuknya sistem kamar (chamber
system) telah menyelenggarakan Rapat Kamar Pidana dengan salah
satu topik bahasannya adalah berkenaan dengan penerapan sanksi
hukum dalam perkara tindak pidana korupsi. Rumusan ini
diharapkan dapat dipahami dan dilaksanakan oleh jajaran
pengadilan di lingkungan Mahkamah Agung khususnya Pengadilan
Tipikor sehingga tercipta konsistensi, keadilan, dan kepastian
hukum dalam penanganan perkara Tipikor. (Prof. Dr. Mohammad
Askin, 2015)
Tindak Pidana korupsi pada UU No. 31 tahun 1999 diubah
menjadi tindak pidana korupsi dalam perundangundangan No. 31
tahun tindak pidana korupsi dalam aturan UU No. 31 tahun 1999
diubah dengan perundang-undangan No. 20 tahun 2001 tentang

7
pemberantasan tindak pidana korupsi (UUPTPK) tidak disebutkan
pengertian dari korupsi secara tegas. Aturan di Pasal 2 ayat (1)
bahwa: “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, akan dipidana dengan hukuman pidana di
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat
tahun dan hukuman paling lama dua puluh tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”
Tindak pidana pencucian uang dikenal dengan money
laundering dimana kejahatan menyembunyikan uang kekayaan
tindak pidana korupsi dari pemerintah atau organisasi dengan cara
memasukan uang ke sistem keuangan sehingga uang tersebut terlihat
seperti berasal dari kegiatan legal, sedangkan tindak pidana suap
yaitu seseorang memberi, menjanjikan sesuatu kepada orang lain
melakukan suatu perbuatan yang melanggar kewenangannya dan
orangyang menerima suapan juga termasuk tindak pidana suap yang
dimana diatur dalam undang-undang.
Berdasarkan arti korupsi di Pasal 2 ayat (1) UUPTPK diatas,
ada beberapa unsur tindak pidana korupsi, tiga unsur adalah: secara
melawan hukumnya adalah melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang bisa merugikan
negara/perekonomian negara; pasal 3 kemudian menyebutkan
bahwa tindak pidana korupsi dilakukan karena menguntungkan
pribadi diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang sudah
ada padanya karena adanya jabatan atau kedudukan yang merugikan
perekonomian negara; dan memberi hadiah atau janji-janji kepada
pegawai negeri dengan mengingat adanya kekuasaan yang melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut.

8
Pengembalian kerugian negara akibat tindak pidana korupsi,
juga dapat dijadikan sebagai upaya pemberantasan korupsi melalui
huku pidana. Dalam hal ini diperlukan upaya yang kompreherensif
untuk menanggulanginya yaitu melakukan upaya pengembangan
sistem hukum, karena pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan
sistemik berhubungan erat adanya kekuasaan. UU Tipikor
khususnya di Pasal 2 dan Pasal 3 tidak menyebutkan secara eksplisit
mengenai siapa instansi atau pihak mana berwenang menentukan
penghitungan kerugian negara, dalam praktik hakim dan jaksa
memperhitungkan kerugian keuangan negara dalam perkara
korupsi. (Aisyah & Pohan, 2020)
Meningkatnya pelaku tindak pidana korupsi yang tidak bisa
dikendalikan bisa membawa bencana, tidak saja bagi kehidupan
perekonomian nasional, tapi juga kehidupan bernegara dan
berbangsa juga. Negara Indonesia korupsi pada tingkat korupsi
politik (Hartanti, 2012).

C. STRATEGI / UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI

Supaya para penguasa daerah terhindar dari tindak pidana


korupsi ketika menjalankan amanah kepemimpinan maka perlu
menyatukan jiwa sang pemimpin dengan beberapa tindakan berikut:
a. Kepemimpinan merupakan trust public, jika kepercayaan
masyarakat umum hilang, maka legitimasi masyarakat
akan berkurang atau hilang pula, seandainya
mencalonkan diri pada periode kedua atau kepemimpinan
lainnya maka kecil kemungkinan mendapatkan
kepercayaan kembali.
b. Moralitas menjadi standar bagi seorang penguasa daerah,
seorang yang normal pasti bisa menilai tentang bermoral

9
atau tidak bermoral terkait dengan kepemimpinannya
yang berhubungan dengan keuangan negara.
c. Mental sebagai pemimpin harus dijaga mulai awal sampai
akhir dari kepemimpinan. Menghindari pikiran “aji
mumpung” atau peluang besar karena sedang
berkesempatan berkuasa.
d. Memahami semua regulasi dan aturan sebagai kepala
daerah sehingga tidak terjebak atau dijebak sewaktu
proses pengadaan barang oleh anak buah atau pihak
ketiga.
e. Menghindari dari kepemimpinan individu yang egois. Ke-
aku-an seseorang cenderung membawa ke keras kepala
dan ingin dipuja, padahal seorang kepala daerah
seharusnya sudah tuntas dalam pencarian jati diri.
f. Meletakkan ambisi pribadi dan kelompok sebab sering
menjadikan seorang kepala daerah tidak adil karena sifat
berat sebelah.
Ketika hal tersebut dipedomani maka tidak terjadi praktik
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penguasa daerah. Tanpa
melakukan korupsi seorang kepala daerah tidak berubah menjadi
miskin. Dengan perilaku yang anti korupsi maka peluang untuk
terpilih lagi pada periode kedua semakin besar, sebaliknya jika dia
tertangkap sebagai koruptor maka nama dia seketika itu langsung
hilang meski belum tentu bersalah. Jika terbukti bersalah maka
kebaikannya selama ini terhapus dan tergantikan label koruptor. Hal
yang ironi seharusnya amanah kepala daerah menjadikan seseorang
hebat dan bermanfaat untuk rakyat namun bagi beberapa oknum
menjadikan jabatan tersebut mengantarkan ke penjara dan
berakhirnya arti sebuah kehidupan. (Fauzi, 2018)
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang
dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh

10
United Nations yang dinamakan the Global Program Against
Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-
Corruption Toolkit (UNODC : 2004) .

1. Pembentukkan Lembaga Anti-Korupsi


Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah
dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus
menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara
didirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga
ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan
nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809.
Peran lembaga ombudsman yang kemudian
berkembang pula di negara lainantara lain menyediakan
sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa
yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.
Selain itu, lembaga ini juga memberikan edukasi pada
pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar
perilaku serta code of conduct bagi lembaga pemerintah
maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu
peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian
serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk
mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari
pegawai pemerintah.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah


dengan mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan
mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum
maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat
dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah
kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan

11
jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul
ketika kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi
dialihkan kepemilikannya kepada orang lain misalnya
anggota keluarga.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyaraka


Salah satu upaya memberantas korupsi adalah
memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan akses
terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem
harus dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk
media) diberikan hak meminta segala informasi yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan
keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan
menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki
kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai
kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.

4. Pengembangan dan Pembuatan berbagai Instrumen


Hukum yang mendukung Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi.

Untuk mendukung pencegahan dan pemberantasan


korupsi tidak cukup hanya mengandalkan satu instrumen
hukum yakni Undang-Undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan
atau instrumen hukum lain perlu dikembangkan. Salah satu
peraturan perundang-undangan yang harus ada untuk
mendukung pemberantasan korupsi adalah Undang-Undang
Tindak Pidana Money Laundering atau Pencucian Uang.
Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi,
perlu instrumen hukum berupa UU Perlindungan Saksi dan
Korban. Untuk memberdayakan Pers, perlu UU yang

12
mengatur mengenai Pers yang bebas. Bagaimana mekanisme
masyarakat yang akan melaporkan tindak pidana korupsi dan
penggunaan electronic surveillance juga perlu diatur supaya
tidak melanggar privacy seseorang. Selain itu hak warga
negara untuk secara bebas menyatakan pendapatnya harus
pula diatur. Pasal-pasal yang mengkriminalisasi perbuatan
seseorang yang akan melaporkan tindak pidana korupsi serta
menghalang-halangi penyelidikan, penyidikan dan
pemeriksaan tindak pidana korupsi seperti pasal mengenai
fitnah atau pencemaran nama baik perlu dikaji ulang dan
bilamana perlu diamandemen atau dihapuskan. Hal ini
bertujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat.
Masyarakat tidak boleh takut melaporkan kasus korupsi
yang diketahuinya. Selain itu, untuk mendukung
pemerintahan yang bersih, perlu instrumen Kode Etik atau
code of conduct yang ditujukan untuk semua pejabat publik,
baik pejabat eksekutif, legislatif maupun code of conduct
bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan).
5. Monitoring dan Evaluasi
Ada satu hal penting lagi yang harus dilakukan dalam
rangka mensukseskan pemberantasan korupsi, yakni
melakukan monitoring dan evaluasi. Tanpa melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap seluruh pekerjaan atau
kegiatan pemberantasan korupsi, sulit mengetahui capaian
yang telah dilakukan. Dengan melakukan monitoring dan
evaluasi, dapat dilihat strategi atau program yang sukses dan
yang gagal. Untuk strategi atau program yang sukses,
sebaiknya dilanjutkan. Untuk yang gagal, harus dicari
penyebabnya.

6. Kerjasama Internasional

13
Hal lain yang perlu dilakukan dalam memberantas
korupsi adalah melakukan kerjasama internasional atau
kerjasama baik dengan negara lain maupun dengan
International NGOs. Sebagai contoh saja, di tingkat
internasional, Transparency Internasional (TI) misalnya
membuat program National Integrity Systems. OECD
membuat program the Ethics Infrastructure dan World Bank
membuat program A Framework for Integrity. Pembahasan
mengenai gerakan dan kerjasama internasional
pemberantasan korupsi akan diuraikan dalam bab
berikutnya.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Kedaulatan negara bisa tegak berdiri jika tindak pidana korupsi


diperangi dan tidak ada tempat untuk para koruptor hidup di bumi pertiwi.
Ia menjadi dambawaan seluruh rakyat Indonesia sebab jika korupsi masih
berkembang maka negara Republik Indonesia tidak mungkin bisa bersaing
dengan negara tetangga untuk meraih kemajuan dalam membawa peradaban
bangsa.

Dalam rangka penegakan hukum pemberantasan tindak pidana


korupsi (TPK), ada beberapa hal yang perlu didiskusikan di antaranya,
perlunya kesamaan persepsi dan juga perlunya standar pemidanaan dalam
kasus pidana. Keperluan penyamaan persepsi dimaksud terutama perlunya
ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pada umumnya serta TPK pada khususnya. Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 selanjutnya disingkat UUPTPK telah mengatur
berbagai ketentuan khusus di antaranya adalah sanksi pidana dan ketentuan
hukum acara pidana.

Supaya para penguasa daerah terhindar dari tindak pidana korupsi


ketika menjalankan amanah kepemimpinan maka perlu menyatukan jiwa
sang pemimpin. Ada juga strategi lain yang dapat dilakukan yaitu
pembentukkan lembaga anti korupsi, pencegahan korupsi di sektor publik,
pencegahan social dan pemberdayaan masyarakat, pengembangan dan
pembuatan berbagai instrumen hukum yang mendukung pencegahan dan
pemberantasan korupsi, monitoring dan evaluasi serta kerja sama
internasional.

15
B. SARAN

Dari makalah ini dapat dipahami bahwa sangat penting untuk


menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat
karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana
mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program
tunggal untuk setiap negara atau organisasi. Ada begitu banyak strategi, cara
atau upaya yang kesemuanya harus disesuaikan dengan konteks,
masyarakat maupun organisasi yang dituju. Setiap negara, masyarakat
mapun organisasi harus mencari cara mereka sendiri untuk menemukan
solusinya.
Mahasiswa dimana merupakan para calon pemimpin, harus dapat
memahami betapa pentingnya mengetahui segala upaya pemberantasan
korupsi, hal ini bertujuan untuk membuat maju perekonomian Indonesia
tampa korupsi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. I., & Pohan, M. (2020). Pengembalian Kerugian Keuangan Negara


dalam Pelaksanaan Penegakan. Jurnal Mercatoria, 179-180.

Fauzi, A. M. (2018). Politik Kebijakan Pemberantasan Korupsi. Surabaya: Unesa


University Press.

Fijnaut, C. a. (2002). Corruption, Integrity and Law Enforcement, dalam Fijnaut,


Cyrille and Leo Huberts (ed). The Hague: Kluwer Law International.

Korupsi, T. P. (2011). Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Prof. Dr. Mohammad Askin, S. (2015). Penerapan Hukum oleh Hakim dan
Strategi Pemberantasan Korupsi. Jakarta: Perpustakaan Mahkamah
Agung Republik Indonesia.

Hartanti, E. (2012). Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafik

United Nations (2004), The Global Program Against Corruption : United Nations
Anti Corruption 2 Toolkit, Vienna: UNOD

17

Anda mungkin juga menyukai