Anda di halaman 1dari 24

Nama : Sulistio

Nim : PO.71.39.1.18.034

Kelas : Reguler 1A

Dosen Pembimbing : Tedi, S. PD, SKM, MM

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


JURUSAN FARMASI
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
II

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat, serta hidayah-Nya kepada saya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas
pada Mata Kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi dengan judul “Penyebab Korupsi “. Shalawat
serta salam selalu tercurah kepada junjungan kita nabi Muhammad Saw, serta keluarga dan
para sahabatnya, dan semoga sampai kepada kita selaku umat nya.

Dengan demikian saya menyampaikan terima kasih kepada semua orang yang telah
membantu dalam penyelesaian Modul ini.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan Modul ini. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua kalangan sangat saya harapkan.
Semoga dapat bermanfaat bagi kita.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Palembang, 28 Januari 2019

Penulis
III

Daftar isi
● Kata Pengantar……………………………………………………………………………………………………………………….II

● Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………………..III

● Latar Belakang……..……………………………………………………………………………………………………………….IV

A. Faktor-Faktor Umum yang Menyebabkan Korupsi…………………………………………………………………1

B. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi…………………………………………………………2

● Faktor Internal………………………………………………………………………………………………………………………..2

1 . Aspek Individu Pelaku…………………………………………………………………………………………………………...2

2. Aspek Sosial……………………………………………………………………………………………………………………………5

● Faktor Eksternal…………………………………………………………………………………………..…………………………5

1. Aspek Organisasi…………………………………………………………………………………………………………..………6

2. Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi………………………………………………………………….…….….8

3. Aspek Ekonomi…………………………………………………………………………………………………………….………..9

4. Aspek Politik atau Tekanan Kelompok…..…………………………………………………..…………………………10

5. Aspek Hukum………….……………………………………………………………………………………………………………10

C. Teori-Teori Perilaku Korup………………………………………………………………………………………..………….11

D. Penyebab Korupsi Di Indonesia……………………………………………………………………………………………13

● Daftar Pustaka……………………………………..
IV

Latar Belakang

Korupsi salah satu tindakan bersifat busuk, rusak, menggoyahkan,memutar balik, menyogok yang
dilakukan oleh pejabat public, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal atau illegal menyalahgunakan kepercayaan public
yang dikuasakan kepasa mereka untuk mendapat keuntungan sepihak.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korup adalah penyalahgunaan jabatan resmi. Untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya. Bereatnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk
member dan mnerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan menerima
pertolongan,smapai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun
tidak ada sama sekali.

Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau
tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang illegal di satu tempat namun ada juga yang
tidak legal di tempat lain. Jika ada korupsi, pasti ada penyebab-penyebabnya.
1

A. Faktor-Faktor Umum yang Menyebabkan Korupsi


Penyebab adanya tindakan korupsi bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri, perilaku korupsi
menyangkut berbagai hal yang sifatnya kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal
pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang mendukung bagi
seseorang untuk melakukan korupsi di sekitar. Berikut ini adalah beberapa pendapat
menyangkut penyebab seseorang berbuat korupsi.

Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Buologne atau sering disebut GONE Theory bahwa
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi sebagai berikut.

1. Greeds (keserakahan): berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial
ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities (Kesempatan): berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan.
3. Needs (Kebutuhan): Berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
4. Exposures (Pengungkapan): berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi
oleh pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan kecurangan.
Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor) korupsi yaitu
individu atau kelompok, baik dalam organisasi maupun di luar organisasi yang melakukan
korupsi dan merugikan pihak korban. Adapun Faktor-faktor Opportunities dan Exposures
berkaitan dengan korban perbuatan korupsi, yaitu organisasi, institusi, masyarakat yang
kepentingan dirugikan

Menurut Sarlito W. Sarwono , tidak ada jawaban yang persis, tetapi ada dua hal yang jelas,
yakni:

1. Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak dan sebagainya).
2. Rangsangan dari luar ( dorongan teman-teman, adanya kesempatan, kurang control dan
sebagainya)

Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni:

1. Kurang gajinya pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin meningkat.
2

2. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab
mulusnya korupsi.
3. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang
memberikan peluang orang untuk melakukan korupsi.
4. Modernisasi pengembangan tindakan korupsi.

B. Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi


Ditinjau dari hubungan pelaku korupsi dengan lingkungannya, tindakan korupsi pada
dasarnya bukan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri perilaku korupsi menyangkut
berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor penyebabnya bisa dari internal pelaku
korupsi itu sendiri, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang mendukung seseorang
untuk melakukan korupsi.

Analisa yang lebih jelas lagi tentang penyebab korupsi diutarakan oleh Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam bukunya berjudul “Strategi Pemberantas Korupsi”,
Antara Lain:

● Faktor Internal
Faktor ini merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri pelaku yang dapat
didentifikasi dari hal-hal berikut:

1. Aspek Individu Pelaku


a. Sifat tamak dan rakus manusia
Kemungkinan orang melakukan korupsi bukan karena orangnya miskin atau
penghasilan tak cukup. Kemungkinan orang tersebut sudah cukup kaya, tetapi masih
punya hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku
semacam itu timbul dari dalam diri sendiri, yaitu siafat tamak dan rakus.
Korupsi bukan kejahatan yang hanya kecil-kecilan karena membutuhkan makan.
Korupsi bisa terjadi pada orang yang tamak/rakus karena walaupun sudah
berkecukupan, tapi masih juga merasa kurang dan mempunyai hasrat besar untuk
memperkaya diri. Korupsi 9berkaitan dengan perbuatan yang merugikan
kepentingan umum (publik) atau masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau
kelompok tertentu (syarbaini, 2011).
Menurut Nursyam (2000) dalam Kemendikbud (2011) bahwa penyebab
seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau
kekayaan yang tidak mampu ditahan, sementara akses kearah kekayaan bisa
diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi.
3

Dan menurut teori GONE dari Jack Boulogne, korupsi disebabkan oleh salah satu
faktor atau lebih dari: keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan kelemahan
hukum. Karena adanya sifat keserakahan, pejabat akan tergoda dengan kekayaan
dan kebutuhan yang dimilikinya dan dia pasti akan melakukan tindakan seperti
korupsi apapun cara yang dipakai. Contohnya seorang pejabat mempunyai kekayaan
yang diperoleh dengan segala cara dan ia tetap melakukan korupsi walaupun gaji
yang lebih dari cukup dari kebutuhannya.

b. Moral yang kurang kuat


Seseorang yang moral tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, bawahannya atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk itu. Moral yang kurang kuat salah satu penyebabnya
adalah lemahnya pembelajaran agama dan etika.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (11995), etika adalah nilai mengenai
benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika merupakan
ajaran tentang moral atau norma tingkah laku yang berlaku dalam suatu lingkungan
kehidupan yang dimiliki oleh manusia. Seseorang yang menjunjung tinggi etika atau
moral pasti dapat menghindarkan perbuatan korupsi walaupun kesempatan ada.
Akan tetapi, kalau moralnya tidak kuat bisa tergoda oleh perbuatan korupsi, apalagi
ada kesempatan. Sebenarnya banyak ajaran dari orangtua kita mengenai apa dan
bagaimana yang seharusnya kita cara berperilaku, yang merupakan ajaran luhur
tentang moral yang diturun-menurun. Namun dalam pelaksanaannya sering
dilanggar karena kalah dengan kepentingan duniawi. Contohnya seorang siswa SMA
suka menyontek dan membuat kunci jawaban saat ujian dan ini bisa menjadi sifat-
sifat korupsi.

c. Penghasilan yang kurang mencukupi


Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi
kebutuhan hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha
memenuhinya dengan berbagai cara. Tetapi bila segala upaya dilakukan ternyata
sulit didapatkan, keadaan semacam ini yang akan memberi peluang untuk
melakukan tindakan korupsi, baik itu korupsi waktu, lembaga, pikiran dalam arti
semua curahan peluang itu untuk keperluan di luar perkerjaan yang seharusnya.
Menurut teori Jack Boulogne, korupsi disebabkan oleh salah satu faktor atau
lebih dari: keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan kelemahan hukum. Karena
adanya tuntunan kebutuhan yang tidak seimbang dengan penghasilan, akhirnya
pegawai yang bersangkutan dengan keserakahannya akan melakukan korupsi.
4

Contohnya seorang karyawan yang mempunyai perkerjaan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan keluarganya, dia menggunakan kesempatan dengan cara memperjual-
belikan dokumen perusahaannya untuk mendapatkan uang.

d. Kebutuhan hidup yang mendesak


Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang
untuk mengambil jalan pintas antaranya dengan melakukan korupsi.
Kehilangan perkerjaan dapat menyebabkan seseorang terdesak dalam segi
ekonomi. Orang bisa mencuri atau menipu untuk mendapatkan uang. Di samping
itu, untuk mencukupi kebutuhan keluarga orang mungkin juga mecari perkerjaan
atau jalan yang buruk. Untuk mencari perkerjaan orang menyuap karena tidak ada
jalan lain untuk mendapatkan perkerjaan kalau tidak menyuap, sementara tindakan
menyuap justru malah mengembangkan kultur korupsi (Wattimena, 2012).
Contohnya seorang bidan membuka jasa aborsi wanita hamil dengan bayaran yang
tinggi karena terdesak oleh kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, suaminya telah di PHK
dari perkerjaannya. Tidak ada pilihan lain baginya untuk malpraktik karena
mendapatkan bayaran tinggi.

e. Gaya hidup yang konsumtif


Kehidupan di kota-kota besar sering kali mendorong gaya hidup seseorang
berperilaku konsumtif. Perilaku konsumtif semacam ini bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan
tindakan dengan melakukan korupsi.
Menurut Yamamah (2009) dalam Kemendikbud (2011), ketika perilaku
materialistik dan konsumtif masyarakat serta system politik yang masih
mendewakan materi berkembang, hal itu akan memaksa terjadinya permainan uang
dan korupsi. Contohnya anak yang berteman dengan orang kaya yang barang-barang
mahal. Dia berusaha mengimbangi, karena uang jajan tidak cukup, ia pun meminjam
tabungan orang tuanya untuk membeli peralatan sekolah, tapi sebenarnya ingin
membeli barang kosmetik.

f. Malas atau tidak mau kerja


Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah perkerjaan tanpa keluar
keringat atau malas berkerja. Sifat semacam ini akan potensial melakukan apapun
dengan cara-cara mudah dan cepat, di antaranya dengan melakukan korupsi.
Contohnya seorang siswa yang tidak mengerjakan tugas dari gurunya, tiba-tiba
menyuruh temannya mengerjakan tugasnya.
5

g. Ajaran agama yang kurang diterapkan


Indonesia dikenal sebagai Bangsa Religius yang tentu akan melarang tindakan
korupsi dalam bentuk apapun. Kenyataan di lapangan menentukan bila korupsi
masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi Paradoks ini menandakan bahwa
ajaran agama kurang diterapkan dalam kehidupan.
Apa yang dikecam agama bukan saja perilaku korupnya, melainkan juga setiap
pihak yang iku terlibat dalam tindakan korupsi itu. Kenyataan di lapangan
menunjukan bahwa korupsi masih berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi
paradox ini menandakan bahwa ajaran agama kurang diamalkan dalam kehidupan.
Contohnya mahasiswa mencoba bolos dengan berbohong kepada dosennya
bahwa dia ada urusan keluarga, hal ini jelas merupakan perbuatan dosa.

2. Aspek Sosial
Perilaku Korup dapat terjadi karena dorongan keluarga atau perkelompok.
Menurut Kaum Behavioris mengatakan bahwa suatu lingkungan, keluargalah yang
secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan melupakan sifat
baik orang yang sudah menjadi sifat pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah
memberikan dorongan dan bukan hukuman kepada orang ketika ia
menyalahgunakan kekuasaannya.
Teori Solidaritas Sosial yang dikembangkan oleh Emile Durkheim (1858-1917)
memandang bahwa watak manusia sebenarnya bersifat pasif dan dikendalikan oleh
masyarakatnya. Emile Durkheim berpandang bahwa individu secara moral adalah
netral dan masyarakatlah yang menciptakan kepribadiannya.
Contohnya seorang karyawan baru yang dihargai oleh atasannya dan teman-
temannya, akibat ada dorongan dari keluargannya. Ia menyalahgunakan jabatan
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang konsumtif.

● Faktor Eksternal

Definisi korupsi secara formal ditunjukan kepada perilaku pejabat public, baik politikus
maupun pegawai negeri untuk memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan
wewenang dan jabatannya. Akan tetapi, korupsi juga bisa diartikan lebih luas ditujukan
kepada perilaku individu yang menimbulkan kerugian, baik material maupun immaterial
sehingga menimbulkan dampak merugikan kepentingan umum, baik secra langsung
maupun tidak langsung. Faktor esternal merupakan faktor dari luar yang berasal dari situasi
lingkungan yang mendukung seseorang untuk melakukan korupsi.
Berikut ini beberapa faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya korupsi.
6

1. Aspek organisasi

Organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisai yang menjadi korban korupsi atau
dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka
peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi. Korupsi bisa terjadi jika ada
kurangnya adanya sikap keteladanan pimpinan ,tidak adanya kultur organisasi yang
benar, sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah kurang memadai,
kelemahan system pengendalian manajemen, Manajemen cenderung menutupi korupsi
di dalam organisasi.
Menurut Baswir pada dasarnya perakar pada bertahannya jenis birokasi
patrinominal. Dalam biirokrasi ini, dilakukan oleh para birokrat memang sulit untuk
diuhindari. Sebab kendali politik terhadap kekuasaan dan birokrasi memang sangat
terbatas. Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam
filsafat kenegaraan bangsa ini , sehingga cenderung masih mentabukan sikap opopsisi.
Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik
tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merabaklah budaya
korupsi itu.
Di banyak negara berkembang muncul pandangan bahwa korupsi adalah akibat dari
perilaku-perilaku yang membudaya. Anggapan ini lama-lama akan berubah jika uang
pelicin yang diminta semakin besar, atau konsumen tahu bahwa kelangkaan yang
melandasi uang semir sengaja diciptakan atau justru prosedur dan proses yang lebih
baik bisa diciptakan, Berikut adalah pendorong tindakan korupsi dalam aspek organisasi:

a. Kurangnya adanya sikap keteladanan pimpinan


Pimpinan adalah orang yang mengatur atau memimpin bawahannya untuk
melakukan suatu perkerjaan yang dipimpinnya. Seseorang pemimpin harus
bertanggung jawab dan teladan terhadap kepada bawahannya dan perkerjaan yang
dilakukannya.
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai
pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pimpinan tidak bisa memberi keteladanan
yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi maka kemungkinan
besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar


Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap anggotanya. Apabila
kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan berbagai situasi
tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan
negatif, seperti korupsi.
7

Korupsi di Indonesia sebagai kejahatan sitemik (Wattimena, 2012). Artinya, yang


korup bukan hanya manusianya, melainkan juga system yang dibuat oleh manusia
tersebut yang memiliki skala lebih luas, dan dampak lebih besar. Latar belakang
kultur Indonesia yang diwarisi dari kultur colonial turut menyuburkan budaya
korupsi. Masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan sikap asertif (terbuka) atau
mungkin dianggap kurang “sopan” kalau terlalu banyak ingin tahu masalah
organisasi. Budaya nepotisme juga masih melekat karena juga mungkin ada
dorongan mempertahankan kekuasaan dan kemapanan individu serta keluarga.
Sikap ingin selalu membalas budi juga bisa berujung korupsi, ketika disalahgunakan
dengan melibatkan wewenang atau jabatan seperi yang tergambar dalam kasus
gratifikasi.
Satu hal yang menarik bahwa korupsi tidak pernah dilakukan sendirian, tetapi
melibatkan beberapa orang. Kerapkali para staf juga terlibat karena ketidakberanian
menolak perintah atasan untuk melakukan penyelewengan. Di sinilah perlunya
seorang staf atau pegawai itu memahami praktik korupsi dan berani bereaksi
terhadap tekanan yang diberikan atasan agar ia mau membantu tindakan korupsi.

c. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah kurang memadai


Pada insitusi pemerintahan umumnya belum merumuskan dengan jelas visi dan
misi yang diterapkan dan juga belum merumuskan dengan tujuan dari sasaran yang
harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Akibatnya,
terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut
berhasil mencapai sasarannya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya
perhatian pada evisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini
memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk praktik korupsi.

d. Kelemahan sistem pengendalian manajemen


Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan di dalam berbagai
jenis organisasi untuk membantu manajer memecahkan masalah organisasi
(Muninjaya, 2004).
Pengorganisasian adalah bagian manajemen, merupakan langkah untuk
menetapkan, menggolong-golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan,
menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh
pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004)
Manajemen adalah konsep, yang harus dikembangkan oleh pimpinan dan staf
sehingga bisa mencapai tujuan organisasi. Tujuan organisasi yang tidak dipahami
dengan baik dan benar oleh pimpinan dan staf karyawan membuka ruang terjadinya
penyalahgunaan yang termasuk kegiatan korupsi, sehingga membuat kerugian baik
8

material maupun immaterial, makanya pengendalian manajemen merupakan salah


satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.

e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi


Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang
dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi. Akbat sifat tertutup ini
pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai bentuk.

f. Kurangnya transparasi pengelolaan keuangan


Keuangan memegang peranan vital dalam sebuah organisasi. Dengan uang, salah
satunya, kegiatan organisasi akan berjalan untuk melaksanakan misi organisasi
dalam rangka mencapai visi telah ditetapkan. Pengelolaan keuangan yang baik dan
transparan menciptakan iklim yang kondusif dalam sebuah organisasi, sehingga
setiap orang organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing dapat ikut
bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran sesuai perencanaan yang telah
diterapkan.

2. Aspek Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi


Sikap masyrakat juga dapat menyuburkan tindakan korupsi, di antaranya sebagai
berikut.

1. Masyarakat tidak mau menelusuri asal usul pemberian. Seperti pergaulan yang
menghargai seseorang yang kaya, dan tidak pelit dengan kekayaannya, senang
memberikan hadiah. Masyarakat kerapkali senang ketika ada yang memberi,
apalagi nominalnya besar atau berbentuk barang berharga, tanpa memikirkan
dari mana sumber kekayaannya atau barang atau hadiah yang diberikannya
2. Masyarakat menganggap wajar kekayaan seseorang. Persepsi bahwa pejabat
pasti kaya menimbulkan anggapan kewajaran jika seseorang yang memiliki
jabatan memang bisa memiliki banyak harta kekayaan.
3. Masyarakat tidak menyadari bahwa yang dilakukannya juga termasuk korupsi
karena kerugian yang ditimbulkan tidak secara langsung. Sering dalam pelayanan
public, masyarakat sudah terbiasa untuk memberikan uang di luar biaya tarif
sebenarnya. Maksudnya untuk memudahkan dan mempercepat proses yang
sebenarnya merupakan tindakan koruptif.
4. Dampak korupsi tidak terlihat secara langsung sehingga masyarakat tidak
merasakan kerugian. Masyarakat kerapkali hanya menjadikan korupsi sebagai
9

obrolan karena tayangan media, tanpa berusaha untuk mencegah tindakan


tersebut dalam lingkungan terkecil masyarakat. Setiap korupsi biasanya dawali
dari lingkungan terkecil yang menjadi kebiasaan, lama-lama menjadi kebutuhan
dan dilegalkan.
5. Masyarakat memandang wajar hal-hal umum yang menyangkut kepentingannya.
Misalnya, menyuap untuk mendapatkan perkerjaan atau menyuap untuk dapat
berkuliah di PTN, istilah yang digunakan dikaburkan, bukan menyuap, tetapi
ucapan “terima kasih” karena sesuai dengan adat ketimuran.
6. Nilai-nilai di masyakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai
seseorang karena kekayaan yang dimilikinya, dan akhirnya menyeimbangkan
dengan cara apapun.
7. Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarkat
sendiri. Anggapan umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan
adalah negara. Padahal bila negara menjadi rugi, esensinya yang paling rugi
adalah masyarakat juga.
8. Masyarakat kurang menyadari dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan korupsi
pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat,
dikarenakan dirinya tidak merasa bahwa terlibat dari perbuatan korupsi.
9. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas
apabila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan.
Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalah
tanggung jawab pemerintah semata. Akan tetapi mereka harus berjuang juga
untuk tidak terjadinya korupsi.

3. Aspek Ekonomi
Pendapatan tidak menutupi kebutuhan. Hal ini dapat dijelaskan dari pendapatan
atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Selain rendahnya gaji atau pendapatan,
banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, di antaranya
adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor kesempatan bagi
pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan kroninya. Terkait
faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa
kemiskinan merupakan akar masalah korupsi.pernyataan tidak benar sepenuhnya,
sebab banyak korupsi yang dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka
tidak tergolong orang miskin. Dengan demikian korupsi bukan disebabkan oleh
kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan disebakan oleh korupsi (Pope: 2003).
Menurut Henry Kissinger korupsi politisi membuat sepuluh persen lainnya
terlihat buruk. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil, untuk
ketidakpercayaan dalam sistem peradilan, untuk ketidak stabilan lengkap dalam
10

identitas bangsa, ada banyak faktor motivasi orang kekuasaan, anggota parlemen
termasuk warga biasa, untuk terlibat dalam perilaku korup.
Dalam tentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi
terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka peluang bagi seseorang
untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi, dan juga
gaya hidup yang konsumtif dapat mendorong seorang menilai segala sesuatau
dengan uang sehingga penghasilannya pun sering dianggap tidak cukup untuk
memenuhi ongkos gaya hidupnya. Lingkungan pergaulan juga berperan mendorong
seseorang menjadi lebih konsumtif dan tidak dapat menetapkan prioritas
kebutuhan.

4. Aspek politik atau Tekanan Kelompok


Seseorang melakukan korupsi mungkin karena tekanan orang terdekatnya
seperti istri/suami, anak-anak, yang menuntut pemenuhan kebutuhan hidup.
Korupsi juga bisa terjadi karena tekanan pimpinan atau rekan kerja yang juga
terlibat. Bahkan korupsi cenderung dimulai dari pimpinan sehingga staf terpaksa
terlibat. “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”.
Kekuasahan itu cenderung ke korupsi, kekuasaan mutlak mengakibatkan korupsi
mutlak. Perilaku korup juga dipertontonkan oleh partai politik. Tujuan berpolitik
disalah artikan berupa tujuan mencari kekuasaan dengan menghalalkan berbagai
cara. Perilaku korup seperti uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Menurut
Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dulakukan untuk
mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku unuk mempengaruhi orang-orang
agar bertingkah laku sesuai harapan masyarakat. Dengan demikian instabilitas
politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi
menyebabkan perilaku korupsi.

5. Aspek Hukum
Jika dalam suatu Negara masih ditemukan aturan-aturan hokum yang
diskriminatif, berpihak, dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas sehingga menjadi
multitafsir, kontardiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat
maupun lebih tinggi), dapat dipastikan kepercayaan masyarakat akan luntur.
Masyarakt akan bersikap apatis terhadap aparat penegak hokum. Hal inilah yang
pernah terjadi di Indonesia pada masa-masa dahulu dan sekarang mulai membaik
dengan munculnya keterbukaan dan badab-badan pengawas, baik pemerintah
sendiri maupun masyarakat. Penyebab keadaan ini sangat beragam, namun yang
dominan adalah tawar-menawar dan pertarungan kepentingan antara kelompok dan
golongan di parlemen, sehingga muncul aturan yang bias dan diskriminatif, praktik
politik uang dalam pembuatan hukum berupa suap menyuap, utamanya
menyangkut perundang-undangan dibidang ekonomi dan bisnis. Akibatnya timbul
peraturan yang elastis dan multi tafsir serta tupang-tindih dengan aturan lain
11

sehingga mudah dimanfaat untuk menyelamatkan pihak-pihak pemesan. Susila


(dalam Hamzah: 2004) menyebut bahwa tindakan korupsi mudah timbul karena ada
kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang mencakup adanya
peraturan perundang-undangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak tertent,
kualitas peracuran perundang-undangan kurang memadai, peraturan kurang
disosialisasikan, sanksi yang terlalu ringan, peraturan sanksi yang tidak konsisten dan
pandang bulu, lemahnya lembaga evaluasi dan revisi peraturan perundang-
undangan.

C. Teori-Teori Perilaku Korup


Terdapat beberapa teori yang dapat memberikan jawaban mengenai mengapa
seseorang pejabat publik melakukan korupsi, yang akan dijelaskan berikut ini.

1. Rational Choice Theory


Dalam teori ini dinyatakan bahwa seseorang melakukan korupsi ketika manfaat
dari melakukan korupsi lebih besar dibandingkan dengan kerugian yang akan
diderita karena melakukan korupsi. Makna rasional dalam teori ini adalah cara
pandang pelaku korupsi yang ingin memperoleh manfaat berupa uang dalm jumlah
banyak tanpa harus menderita kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan
manfaat yang diterimanya.
Berdasarkan teori ini, manusia adalah pribadi yang rasional, penuh perhitungan
dan akan melakukan segala sesuatu berdasarkan perhitungan biaya dan manfaat
(cost-benefit calculation). Ketika pelaku korupsi sehingga dapat memperoleh uang
banyak(manfaat) tanpa dapat diketahui karena pengendalian yang lemah (kerugian),
maka dia akan melakukan korupsi.
Teori ini juga menjelaskan bahwa sebenarnya rasionalitas seseorang tidak
sepenuhnya bebas, namun merupakan rasonalitas yang terikat (bounded
rationality). Artinya, seseorang membuat keputusan dengan hanya
mempertimbangkan resiko-resiko jangka pendek dan berdasarkan informasi
terbatas yang diterima pada saat itu, yang mungkin akan menghasilkan keputusan
yang berbeda apabila diterima dalam waktu lain.

Prinsip utama dalam teori ini adalah:


a. Mayoritas pelaku criminal adalah orang-orang yang berpikiran rasional.
b. Rasionalitas adalah cara berpikir yang digunakan untuk membedakan anatara
tujuan dengan cara-cara yang harus digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Misalnya tujuan seseorang adalah memiliki kekayaan maka cara-cara yang dapat
12

dilakukan untuk memiliki kekayaan beraneka ragam, mulai dari berkerja hingga
mencuri agar dapat memperoleh kekayaan yang diinginkan.
c. Seseorang akan melakukan kulkulasi untuk smengetahui manfaat dan kerugian
apa yang akan diperoleh dari setiap cara yang ada.
d. Apabila manfaat yang diperoleh dari melakukan cara tertentu ternyata melebihi
kerugiannya, maka seseorang akan melakukan cara tersebut. Apabila manfaat
lebih kecil daripada kerugiannya, maka seseorang yang berpikiran rasional tidak
akan melakukannya.

2. Bad Apple Theories


Berdasarkan teori ini, korupsi terjadikarena adanya individu-individu yang
memiliki karakter yang buruk (bad or rotten apples). Karakter buruk yang dimaksud
seperti keserakahan, sifat tidak bermoral, dan tidak jujur. Karakter- karakter buruk
tersebut dapat diperoleh dari pembelajaran sejak kecil dalam keluarga atau melalui
interaksi di dalam lingkungan sosial.
Berdasarkan teori ini, sifat-sifat buruk yang ada dalam diri seseorang
(keserakahan dan tidak jujur) menjadi faktor utama yang menyebabkan seseorang
berperilaku korup. Perilaku korup dalam diri seseorang, terutam orang-orang yang
menjabat sebagai pejabat public, dapat memengaruhi individu-individu lain di dalm
organisasi tersebut untuk turut serta berperilaku korup.

3. Organizationsl Culture Theories


Menurut teori ini, perbuatan korupsi terjadi karena sistem dan budaya yang ada
dalam sebuah organisasilah yang mendorong seseorang didalam organisasi tersebut
untuk menjadi korup (bad bushels). Lingkungan yang korup dapat menjadikan
seseorang yang awalnya berintegritas menjadi pribadi yang korup.
Seseorang menjadi korup didasari pada faktor kesetiaan dan loyalitas kepada
organisasinya. Meskipun demikian, tidak dapat diambil kesimpulan bahwa semua
orang yang berada dalam organisasi yang korup pula. Berdasrkan teori ini maka
faktor pemimpinan dalam organisasi yang mengutamakan etika, kejujuran, dan
integritas sangat penting agar tidak terdapat budaya korup di dalam organisasi
tersebut.

4. Clashing Moral Value Theories


Berdasarkan teori ini, korupsi terjadi ketika terdapat konflik antara status
seseorang senbagai individu dalam lingkungan masyarakat dengan statusnya sebagai
pejabat public atau penyelenggara Negara. Kedua status tersebut terkadang
menimbulkan konflik moral. Konflik tersebut terjadi karena seorang pejabat public
13

mengalami kesulitan untuk memisahkah antara kehidupan pribadi dengan


perkerjaannya sebagai pejabat public.
Berdasarkan teori ini, seseorang melakukan korupsi tidak disadari atas
keserakahan, namun semata-mata untuk membantu teman atau keluarganya
sebagai bentuk loyalitas. Dalam hal ini, budaya gotong royong dan saling membantu
yang umumnya berlaku di Indonesia turut memengaruhi cara berpikir pejabat
public. Di luar hubungan social, hubungan kerja juga turut berpengaruh. Dalam hal
ini terkadang seseorang melakukan korupsi dalam rangka menunjukna rasa
solidaritas dengan rekan kerjanya yang korup.

5. The Ethos of Public Administration Theories


Menurut teori ini, buday dan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat dapat
mendorong atau memberikan tekanan kepada pejabat publik untuk melakukan hal-
hal tertentu, termasuk mendorong pejabat publik untuk melakukan korupsi agar
dapat memenuhi keinginan masyarakat.
Terkadang masyarakat yang memiliki banyak kepentingan aka mendorong
pejabat publik untuk membantu mereka dengan cara menetapkan kebijakan-
kebijakan tertentu yang akan menguntungkan mereka. Permasalahnnya, terkadang
dalam menetapkan kebijakan yang menguntungkan masyarakat, pejabat publik
harus melanggar aturan yang ada dan merugikan keuangan Negara.
Teori ini memandang perilaku korup bukan dari sisi pejabat public yang memiliki
kewenangan, melainkan dari sisi masyarakat dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan kewenangan yang dimiliki pejabat publik. Berdasarkan teori
ini, maka pencegahan korupsi dapat dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan
sosialisasi kepada masyarakat agar tidak memengaruhi pejabat publik untuk
melakukan korupsi.

D. Penyebab Korupsi di Indonesia


Menurut penasihat Komisi Pemberantas Korupsi Abdullah Hehamahua, berdasarkan
kajian pengalaman setidaknya ada delapan penyebab terjadinya korupsi di Indonesia,
Yaitu Sebagai Berikut.

1. Sistem penyelanggaraan Negara yang keliru


Sebagai Negara yang baru merdeka atau negara yang baru berkembang, seharusnya
prioritas pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun, mulai
dari Orde Lama, Orde Baru smapai Orde Reformasi ini, pembangunan difokuskan di
bidang ekonomi. Padahal setiap Negara yang baru merdeka, terbatas dalam memiliki
14

SDM, uang, manajemen, dan teknologi. Konsekuensinya, semuanya didatangkan dari


luar negeri yang pada gilirannya, menghasilkan penyebab korupsi yang kedua, yaitu:

2. Kompensasi PNS yang Rendah


Wajar saja Negara yang baru merdeka tidak memiliki uang yang cukup untuk
membayar kompensasi yang tinggi kepada pegawainya, tetapi disebabkan prioritas
pembangunan di bidang ekonomi, sehingga secara fisik dan cultural melahirkan pola
konsumerisme, sehingga sekitar 90% PNS melakukan KKN. Baik berupa korupsi
waktu, melakukan kegiatan pungli maupun mark up kecil-kecilan demi
menyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran pribadi/keluarga.

3. Pejabat yang serakah


Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh system pembangunan seperti di atas
mendorong penjabat untuk menjadi kaya secara instant. Lahirnya sikap serakah di
mana penjabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan mark up
proyek-proyek pembangunan, bahkan berbisnis dengan pengusaha, baik dalam
bentuk menjadi komisaris maupun sebagai salah seorang share holder dari
perushaan tersebut.

4. Law Enforcement Tidak Berjalan


Disebabkan para pejabat seraqkah dan PNS-nya KKN karena Gaji yang tidak cukup,
maka boleh dibilang penegakan hukum tidak berjalan hamper di seluruh kehidupan,
baik di instansi pemerintah maupun di lembaga kemsyarakatan karena segala
sesuatu diukur dengan uang. Lahirnya kebiasaan plesetan kata-kata seperti KUHP
(Kasih Uang Habis Perkara), Tin(Ten persen), Ketuhanan Yang Maha Esa(Keuangan
Yang Maha Kuasa), dan sebagainya.

5. Hukuman yang Ringan Terhadapap Koruptor


DIsebabkan law enforcement tidak berjalan di mana aparat penegak hokum bisa
dibayar, mulkai dari polisi, jaksa, hakim, dan pengacara, maka hukuman yang
dijatuhkan kepada para koruptor sangat ringan, sehingga tidak menimbulkan rasa
takut dalam masyarakat, sehingga penjabat dan pengusaha tetap melakukan proses
KKN.

6. Pengawasan yang Tidak Efektif


Dalam system manajemen yang modern selalu ada instrument yang disebut internal
control yang bersifat in build dalam setiap unit kerja, sehingga sekecil apa pun
penyimpana akan terdeteksi sejak dini dan secara otomatis pula dilakukan
15

perbaikan. Internal control di setiap unit tidak berfungsi karena penjabat atau
pegawai terkait ber KKN. Konon, untuk mengatasinya dibentuklah Irjen dan Bawasda
yang bertugas melakukan internal audit. Malangnya, siistem besar yang disebutkan
di butir 1 di atas tidak mengalami perubahan, sehingga Irjen dan Bawasda pun turut
bergotong royong dalam menyuburkan KKN.

7. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin


Ketika resesi ekonomi (1997), keadaan perekonomian Indonesia sedikit lebih baik
dari Thailand. Namun, pemimpin di thailand member contoh kepada rakyatnya
dalam pola hidup sederhana dan satunya kata dengan perbuatan, sehingga lahir
dukungan moral dan material dari anggota masyarakat dan pengusaha. Dalam waktu
relative singkat, Thailand telah mengalami recovery ekonominya. Di Indonesia, tidak
ada pemimpin yang bisa dijadikan teladan, maka bukan saja perkonomian Negara
yang belum recovery bahkan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara makin
mendekati jurang kehancuran.

8. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN


Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakat cendrung patemalistik. Dengan
demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari seperti mengurus
KTP, SIM, STNK, PBB, SPP, pendaftaran anak ke sekolah atau universitas, melamar
kerja, dan lain-lain dikarenakan meniru apa yang dilakukan oleh penjabat, elit politk,
tokoh masyarakat, pemeluk agam, yang oleh masyarakat diyakini sebagai perbuatan
yang tidak salam.

Dari penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi yang dilakukan
oleh oknum pejabat public di lembaga pemerintahan dapat terjadi karena hal-hal
berikut:

1. Manfaat melakukan korupsi lebih besar dibandingkan kerugian yang diderita


akibat melakukan korupsi.
2. Peribadi manusia yang rusak dan korup (bad apples).
3. Lingkungan organisasi pemerintahan yang korup(bad bushels).
4. Adanya konflik antara tanggung jawab seseorang sebagai penjabat public dengan
tanggung jawabnya sebagai anggota dalam masyarakat.
5. Adanya tekanan dan dorongan dari masyarakat kepada pejabat publik untuk
memenuhi keinginan masyarakat (pressure from society).
16

Soal dan Jawaban Materi


1. Menurut Andi Hamzah dalam disertainya menginventarisasikan beberapa penyebab
korupsi, kecuali….
a. Kurang gajinya pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin
meningkat.
b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau
sebab mulusnya korupsi.
c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif dan efisien, yang
memberikan peluang orang untuk melakukan korupsi.
d. Modernisasi pengembangan tindakan korupsi.
e. Dorongan dari dalam diri

2. Penghasilan seorang pegawai dari suatu pekerjaan selayaknya memenuhi kebutuhan


hidup yang wajar. Bila hal itu tidak terjadi maka seseorang akan berusaha memenuhinya
dengan berbagai cara, yaitu korupsi. Hal ini berupa penyebab korupsi karena….
h. Moral yang kurang kuat.
i. Penghasilan yang kurang mencukupi.
j. Kebutuhan hidup yang mendesak.
k. Gaya hidup yang konsumtif.
l. Sifat tamak dan rakus manusia.

3. Andi adalah mahasiswa yang ingin mendapatkan nilai yang besar pas ujian, tetapi dia
tidak mau belajar sebelum ujian, pas ujian andi menggunakan segala cara seperti
menyontek. Hal ini berupa penyebab korupsi karena….
a. Kebutuhan hidup yang mendesak.
b. Gaya hidup yang konsumtif.
c. Malas atau tidak mau kerja.
d. Ajaran agama yang kurang diterapkan.
e. Moral yang kurang kuat.

4. Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal mempunyai pengaruh
penting bagi bawahannya. Bila pimpinan tidak bisa memberi keteladanan yang baik di
hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi maka kemungkinan besar bawahannya
akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya. Hal ini berupa penyebab
korupsi karena….
a. Kurangnya adanya sikap keteladanan pimpinan.
17

b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar.


c. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah kurang memadai.
d. Kelemahan system pengendalian manajemen.
e. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi.

5. Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akbat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru
terus berjalan dengan berbagai bentuk. Hal ini berupa penyebab korupai karena….
a. Tidak adanya kultur organisasi yang benar.
b. Sistem akuntabilitas yang benar di instansi pemerintah kurang memadai.
c. Kelemahan system pengendalian manajemen.
d. Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi.
e. Kurangnya adanya sikap keteladanan pemimpin.

6. Korupsi bisa ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai


seseorang karena kekayaan yang dimilikinya. Sikap ini sering kali membuat masyarakat
tidak kritis pada kondisi, misalnya dari mana kekayaan itu didapatkan, hal ini penyebab
korupsi berupa….
a. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi.
b. Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif
e. Aspek peraturan perundang-undangan.

7. Berdasarkan teori ini, manusia adalah pribadi yang rasional, penuh perhitungan dan
akan melakukan segala sesuatu berdasarkan perhitungan biaya dan manfaat (cost-
benefit calculation). Ketika pelaku korupsi sehingga dapat memperoleh uang
banyak(manfaat) tanpa dapat diketahui karena pengendalian yang lemah (kerugian),
maka dia akan melakukan korupsi. Manakah teori ini yang benar sesuai dengan
penjelasan diatas…
a. Rational Choice Theory
b. Bad Apple Theories
c. Organizationsl Culture Theories
d. Clashing Moral Value Theories
e. The Ethos of Public Administration Theories
18

8. Prinsip utam dalam teori ini adalah:


a. Mayoritas pelaku criminal adalah orang-orang yang berpikiran rasional.
b. Rasionalitas adalah cara berpikir yang digunakan untuk membedakan anatara tujuan
dengan cara-cara yang harus digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya
tujuan seseorang adalah memiliki kekayaan maka cara-cara yang dapat dilakukan untuk
memiliki kekayaan beraneka ragam, mulai dari berkerja hingga mencuri agar dapat
memperoleh kekayaan yang diinginkan.
c. Seseorang akan melakukan kulkulasi untuk smengetahui manfaat dan kerugian apa yang
akan diperoleh dari setiap cara yang ada.
d. Apabila manfaat yang diperoleh dari melakukan cara tertentu ternyata melebihi
kerugiannya, maka seseorang akan melakukan cara tersebut. Apabila manfaat lebih kecil
daripada kerugiannya, maka seseorang yang berpikiran rasional tidak akan
melakukannya.

Dari penjelasan diatas manakah yang bersifat teori rational choice theory….
a. A dan B
b. C dan D
c. A, B, dan C
d. D
e. Semua benar

9. Berdasarkan teori ini, seseorang melakukan korupsi tidak disadari atas keserakahan,
namun semata-mata untuk membantu teman atau keluarganya sebagai bentuk
loyalitas. Dalam hal ini, budaya gotong royong dan saling membantu yang umumnya
berlaku di Indonesia turut memengaruhi cara berpikir pejabat public. Di luar hubungan
social, hubungan kerja juga turut berpengaruh. Dalam hal ini terkadang seseorang
melakukan korupsi dalam rangka menunjukna rasa solidaritas dengan rekan kerjanya
yang korup. Dari penjelasan di atas manakah teori yang benar….
a. Rational Choice Theory
b. Bad Apple Theories
c. Organizationsl Culture Theories
d. Clashing Moral Value Theories
e. The Ethos of Public Administration Theories

10. Pola hidup konsumerisme yang dilahirkan oleh system pembangunan seperti di atas
mendorong penjabat untuk menjadi kaya secara instant. Lahirnya sikap serakah di mana
penjabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya, melakukan mark up proyek-
proyek pembangunan, bahkan berbisnis dengan pengusaha, baik dalam bentuk menjadi
19

komisaris maupun sebagai salah seorang share holder dari perushaan tersebut.
Penyebab korupsi di atas di karenakan….
a. Sistem penyelanggaraan Negara yang keliru
b. Kompensasi PNS yang Rendah
c. Pejabat yang serakah
d. Law Enforcement Tidak Berjalan
e. Hukuman yang Ringan Terhadapa Koruptor
20

Daftar Pustaka
Ardeno Kurniawan. 2012. Korupsi membuka Pandora box perilaku korup dari dimensi etika,
budaya, dan keperilakuan. Yogyakarta .BPFE.

Maidin Gultom. 2018. Suatu analisis tentang tindak pidana korupsi di Indonesia, Bandung.: PT.
Refika Aditama.

Djaja, Ermansjah. 2009. Memberantas korupsi bersama KPK, Komisi Pemberantas Korupsi:
Kajian yuridis normative UU nomor 31 tahun 1999 juncto UU nomor 20 tahun 2001 versi nomor
30 tahun 2002 / Ermansjah Djaja, Jakarta : sinar Grafika.

Kemendikbud RI. 2011. Pendidikan anti korupsi untuk perguruan tinggi. Jakarta: Kemendikbud.

Komisi Pemberantas Korupsi. 2013. Strategi Komunikasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi.
Jakarta: Komisi Pemberantas Korupsi

Mukodi dan Afid Burhanuddin. 2014. Pendidikan Anti Korupsi: Rekonstruksi Interpretatif dan
Aplikatif di Sekolah. Yogyakarta: Aura Pustaka, Kerja sama dengan LPPM STKIP Pacitan.

Anda mungkin juga menyukai