Anda di halaman 1dari 10

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA DAN BAHASA INGGRIS

SEBAGAI PENGHELA ILMU PENGETAHUAN DI ERA


GLOBALISASI
Avika Putri Anggraini

Pendidikan bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret

anggrainiav@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris sebagai pengantar ilmu pengetahuan di era globalisasi. Dalam era global ini
penggunaan dwibahasa sebagai pengantar kegiatan pembelajaran semakin marak kita
temui. Dalam dunia pendidikan, siswa dituntut untuk bisa memahami bahasa Indonesia
dengan baik dan bahasa Inggris dengan baik pula. Bahkan ada Sekolah yang menetapkan
suatu hari memakai bahasa Inggris sepenuhnya baik di dalam pembelajaran maupun di
luar pembelajaran. Hal tersebut menunjukan bahwa bahasa Inggris dalam waktu
belakangan ini serig digencakan pemakaiannya. Walaupun mendapat tekanan dari
manapun, fungsi bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu dan teknologi harus tetap
dipertahankan dan ditingkatkan tampaknya sedang mendapat persaingan sengit dari
bahasa Inggris.

Kata kunci: bahasa, bahasa Indonesia, bahasa Inggris

ABSTRACT

This study aims to determine the position of Indonesian and English language as an
introduction to science in this modern era. In this global era, the use of bilingual as an
introduction to learning activities is increasingly widespread. In the world of education,
students are required to be able to understand both Indonesian language and English
well. There is even a school that determines one day to use English fully, both in learning
and outside learning. This shows that English has been used in recent times. Despite
pressure from anywhere, the function of the Indonesian language as a scorer of science
and technology must be maintained and improved seems to be getting fierce competition
from English.

Keyword: language, Indonesian language, English


1. Pendahuluan
Indonesia adalah negara yang wilayahnya sangat luas dengan penduduk yang terdiri
dari berbagai suku bangsa, dengan berbagai bahasa dan latar belakang yang beragam.
Berdasarkan kedudukan dan fungsi kemasyarakatan, ada tiga kategori bahasa di
Indonesia, yaitu: (1) bahasa Indonesia, (2) bahasa daerah, dan (3) bahasa asing.
Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional yang menjadi lambang dan kebanggan
bangsa dan negara (Halim dalam Dardjowidjojo, 1996).

Keadaan kebahasaan di Indonesia kini, pertama, ditandai dengan adanya sebuah


bahasa nasional yang sekaligus juga menjadi bahasa negara, yaitu bahasa Indonesia;
kedua, adanya ratusan bahasa daerah; dan ketiga, adanya sejumlah bahasa asing yang
digunakan atau diajarkan dalam pendidikan formal. Ketiga bahasa ini secara sendiri-
sendiri mempunyai masalah, dan secara bersama-sama juga menimbulkan masalah
yang cukup kompleks, dan perlu diselesaikan. Malasah yang dihadapi adalah
berkenaan dengan status sosial dan politik ketiga bahasa itu, masalah
penggunaannya, masalah saling pengaruh antara ketiganya, masalah pembinaan,
pengembangan, dan pengajarannya (Chaer, 2014: 225).

Status sosial dan politik, dalam arti kedudukan dan fungsi, ketiga bahasa itu telah
dirumuskan dalam Seminar Politik bahasa Nasional yang diadakan di Jakarta bulan
Februari 1975. Seminar tersebut menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Kedudukannya sebagai bahasa nasional
dimulai ketika Sumpah Pemuda dilaksanakan tanggal 28 Oktober 1928, para tetua
mengangkatnya dari bahasa Melayu, yang sejak abad ke-16 telah menjadi lingua
franca di seluruh Nusantara, menjadi bahasa persatuan, yang akan digunakan sebagai
alat perjuangan nasional. Kedudukannya sebagai bahasa negara ditetapkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 yang menyatakan bahwa bahasa
negara adalah bahasa Indonesia.

Bahasa-bahasa lain yang merupakan bahasa penduduk asli seperti bahasa Jawa,
bahasa Sunda, bahasa Bali, dan sebagainya berkedudukan sebagai bahasa daerah.
Kedudukan bahasa-bahasa daerah ini dijamin kehidupan dan kelestariannya seperti
dijelaskan pada Pasal 36 Bab XV Undang-Undang Dasar 1945.

Bahasa-bahasa lain yang bukan milik penduduk asli seperti bahasa Cina, bahasa
Arab, bahasa Jerman, bahasa Perancis, dan bahasa Inggris berkedudukan sebagai
bahasa asing. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa asing, bahasa-bahasa tersebut
bertugas sebagai (1) sarana perhubungan antarbangsa, (2) sarana pembantu
pengembangan bahasa Indonesia, dan (3) alat untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern bagi kepentingan pembangunan nasional. Jadi,
bahasa-bahasa asiing menjadi bahasa ketiga di dalam wilayah Indonesia.
Seperti telah diketahui di atas, peranan bahasa indonesia dan bahasa inggris
membawa kedua bahasa tersebut pada posisi yang strategis sebagai penghela ilmu
pengetahuan. Kedua bahasa tersebut menjadi bahasa rujukan dari suatu teori ilmu
pengetahuan yang ada saat ini. Bahasa Indonesia digunakan sebagai sarana
perhubungan sehari-hari, dan jika diusahakan dapat menjadi satu-satunya sarana
untuk menambah pengetahuan, sedangkan bahasa Inggris merupakan bahasa
internasional yang menuntut kita untuk menguasainya guna menambah pengetahuan
dari pustaka berbahasa asing (Sakri, 1988: 7).

2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan kajian deskriptif untuk menganalisis kedudukan bahasa
indonesia dan bahasa inggris sebagai penghela ilmu pengetahuan di era globalisasi.
3. Pembahasan

Sejak peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928 bahasa Indonesia mendapatkan


tempat yang terpenting di antara bahasa-bahasa lain yang ada dari Sabang sampai
Merauke. Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara. Hal ini
sebagaimana dikukuhkan dalam Bab XV, Pasal 36, UUD 1945, “Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia.” Realitas objektif tentang kedudukan bahasa Indonesia ini
menimbulkan konsekuensi bahwa bahasa Indonesia memiliki fungsi antara lain
sebagai alat pemersatu dan penanda kepribadian bangsa.

Menurut Muslich (2010), kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dapat dibagi
menjadi dua, yaitu (1) fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, dan (2) kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara/resmi.

Seminar Politik bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28
Februari 1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (1) lambang kebanggan nasional’ (2)
lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu masyarakat yang berbeda-beda latar
belakang sosial budaya dan bahasanya, dan (4) alat perhubungan antarbudaya
antardaerah. (Muslich, 2010:6)

Sedangkan dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi


sebagai: (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar dalam pendidikan, (3)
alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintahan, dan (4) alat
pembangunan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi (Kurniawan, 2012: 4).

Kedudukan bahasa Indonesia sudah tidak dapat dipungkiri lagi kebermanfaatannya.


Namun, seiring dengan perkembangan zaman, tantangan eksternal berupa masuknya
bahasa asing juga memengaruhi eksistensi bahasa Indonesia di bidang pendidikan
dan ilmu pengetahuan. Terbukti dengan maraknya bentuk-bentuk interferensi bahasa
dalam bidang ilmu pengetahuan yang sebagian istilahnya ‘meminjam’ dari bahasa
Inggris karena bahasa Indonesia dianggap tidak dapat mewakili maksud istilah
tersebut. Seiring berkembangnya teknologi yang menuntut adanya interaksi dengan
belahan dunia lain dan berinteraksi dengan bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris
yang berkedudukan sebagai bahasa resmi internasional, kita menghadapi penguasaan
bahasa asing yang kian meningkat.

Ketika rakyat Indonesia dihadapkan dengan kesibukan lain, yakni pembangunan di


segala bidang, hubungan dengan luar negeri menjadi lebih terbuka untuk berbagai
kegiatan perdagangan, politik, pendidikan, dan lain sebagainya. Kegiatan di bidang
pendidikan dan pengembangan ilmu dan teknologi meningkat pesat. Maka
membanjirlah pula kata asing ke dalam bahasa Indonesia, bersama-sama dengan
masuknya buku-buku berbahasa Inggris menguasai perpustakaan perguruan tinggi,
seakan-akan tidak ada kata Indonesia yang tepat dipakai untuk mengungkap
pengalaman-pengetahuan yang baru (Sakri, 1988: 4).

Awal tahun 70-an, pemerintah Orde Baru menyatakan berlakunya kembalinya


Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen. Salah satu imbasnya
adalah dilarangnya penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar dalam
pendidikan, kecuali pada sekolah internasional yang siswanya adalah anak-anak
diplomat negara asing. Namun, sebagai mata pelajaran bahasa Inggris malah sudah
diajarkan pada sejumlah sekolah dasar, dan Taman Kanak-Kanak. Akhir sembilan
puluhan pemerintahan Orde Baru tumbang, lalu digantikkan oleh pemerintah
reformasi. Tampaknya pemerintahan konsekuen. Buktinya, banyak Pasal-Pasal dalam
UUD’45 yang diamandemen dengan alasan tidak cocok lagi dengan kebutuhan
sekarang.

Kini, bahasa asing termasuk bahasa Inggris diatur dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 Pasal 1 yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan. Pada ayat 2 dinyatakan bahwa bahasa
asing, termasuk bahasa Inggris dapat digunakan dalam pengajaran yang mendukung
agar peserta didik mempunyai kompetensi menggunakan bahasa asing. Jadi,
misalnya guru atau dosen bahasa Inggris dapat mengajarkan bahasa Inggris dalam
mata pelajaran bahasa Inggris agar siswa terampil berbahasa Inggris. Ayat 3
disebutkan bahwa bahasa asing dapat digunakan disekolah asing yang mendidik
warga negara asing.

Sejalan dengan kesepakatan dalam seminar politik bahasa nasional yang


menyebutkan bahwa bahasa asing selain sebagai alat komunikasi antarbangsa, juga
berfungsi sebagai alat untuk menggali atau menimba ilmu. Juga berkenaan dengan
Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, maka sudah seharusnya
pengajaran bahasa Inggris sebagai mata pelajaran harus ditingkatkan kualitasnya,
agar anak-anak kita dapat menguasai bahasa Inggris dengan baik untuk kepentingan
menggali atau menimba ilmu yang ditulis dalam bahasa Inggris. Namun, hal ini akan
kurang perlu kalau sudah mempunyai lembaga atau badan penerjemah yang selau
siap menerjemahkan buku-buku asing ke dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang eksistensinya semakin hari
semakin dirasakan penting oleh masyarakat dunia. Hal ini dapat dipahami karena
bahasa Inggris tampil menjadi bahasa dunia dengan penyebaran wilayah
pemakaiannya sangat luas. Oleh karena itu, PBB menjadikan bahasa ini salah satu
bahasa resmi. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, penguasaan
bahasa Inggris sangat penting karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Unesco, lebih kurang 71% penulis ilmiah dilakukan dalam bahasa Perancis, Jerman,
dan Inggris, dengan bahasa Inggris menduduki 62% dari output (Alwasilah, 1993).

Seiring dengan perkembangan zaman, bahasa Indonesia mengalami perkembangan,


baik ke arah positif maupun negatif. Keadaan yang ada sekarang adalah fungsi
bahasa Indonesia mulai digantikan atau tergeser oleh bahasa asing dan adanya
perilaku yang cenderung menyelipkan istilah asing (Putri, 2017)

Era digital yang menuntut penguasaan teknologi dan bahasa asing pada berbagai
bidang kehidupan saat ini makin meminggirkan posisi bahasa Indonesia. Seharusnya,
posisi ini tidak berarti bahwa bahasa Indonesia tidak mampu bersaing dengan bahasa
lain di dunia, tetapi lebih pada sikap bangsa Indonesia sebagai pengguna bahasa
Indonesia yang cenderung menunjukkan sikap negatif. Jika bangsa Indonesia sebagai
pemilik dan pemakai bahasa Indonesia terus bersikap negatif terhadap bahasa
nasionalnya, bahasa Indonesia akan berkembang secara kacau dan tak pernah bahasa
ini menjadi bahasa yang mantap (Marsudi, 2009).

Selain tantangan persaingan dengan bahasa asing , bahasa Indonesia juga dihadapkan
dengan merekahnya bahasa alay. Bahasa alay biasanya marak digunakan di kalangan
remaja. Bahasa tersebut sering kali disebut dengan bahasa remaja. Bahasa remaja
secara langsung maupun tidak telah mengubah generasi Indonesia untuk tidak
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Keberadaan bahasa remaja
memang berpengaruh terhadap eksistensi bahasa Indonesia. Banyak di kalangan
mahasiswa yang sudah mulai meremehkan bahasa Indonesia dan banyak dari mereka
yang belum mengerti kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar (Indrayanti,
2015).

Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa negara yang ditetapkan dalam Pasal 36
Undang-Undang Dasar 1945, bahasa Indonesia juga berstatus sebagai bahasa
nasional yang disandangnya sejak munculnya gerakan kebangkitan nasional pada
awal abad ke-20, juga berstatus sebagai bahasa persatuan sebagaimana yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tahun 1928.

Keputusan dari Seminar Politik Bahasa Nasional tahun 1975 adalah bahasa asing
adalah bahasa yang menjadi alat komunikasi antarbangsa, dan sebagai alat untuk
menimba ilmu. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Lambang
Negara, dan Lagu Kebangsaan, dikatakan bahwa bangsa asing (termasuk bahasa
Inggris) dapat digunakan sebagai bahasa pengantar untuk tujuan yang mendukung
kemampuan berbahasa asing peseta didik (Pasal 29, ayat 2) dan sebagai bahasa
pengantar dalam satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing (Pasal
29, ayat 3).

Hal ini sejalan dengan UUD’45 Bab XV Pasal 36 yang menyebutkan bahasa negara
atau bahasa resmi kenegaraan adalah bahasa Indonesia, penggunaan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantar pada sekolah bilingual sudah merupakan pelanggaran
terhadap UUD’45 yang sampai kini menjadi Undang-Undang Dasar NKRI.

Jadi, jelas dalam bingkai NKRI bahasa Inggris adalah alat komunikasi antarbangsa,
alat untuk membina ilmu, dan digunakan dalam pendidikan yang anak didiknya
warga negara asing.Bangsa Indonesia adalah negara besar yang multietnis,
multikultular, dan multilingual. Diperkirakan bahasa Indonesia terdapat lebih dari
700 buah bahasa yang tersebar di seluruh wilayah dari Sabang sampai Merauke.
Sementara itu juga mempunyai bahasa Indonesia yang telah diakui sebagai bahasa
pemersatu, bahasa nasional dan bahasa negara.

Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar-mengajar


bertentangan dengan salah satu prinsip belajar. Prinsip itu adalah bahwa pelajar harus
diberikan dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami siswa sesuai dengan
tingkat pendidikan. Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 Pasal 41 Ayat 1,
pemerintah wajib mengembangkan, membina, melindungi bahasa Indonesia.
Mengembangkan artinya mengusahakan agar bahasa Indonesia menjadi sempurna,
sehingga bahasa Indonesia dapat digunakan untuk menjalankan fungsinya sebagai
bahasa negara, dan bahasa ilmu pengetahuan. Pengembangan dilakukan dengan
melengkapi bahasa Indonesia melalui kosakata atau dalam berbagai bidang ilmu dan
kegiatan. Membina artinya mengupayakan agar semua anggota masyarakat Indonesia
selain dapat berbahasa Indonesia dengan baik, juga merasa cinta dan bangga
memiliki bahasa Indonesia.

Mahasiswa yang belajar di Indonesia (termasuk mahasiswa asing) dituntut untuk


menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua mereka (Saddhono, 2012).
Mayoritas karya ilmiah di Indonesia tentu saja menggunakan bahasa Indonesia.
Maka dari itu, penguasaan bahasa Indonesia oleh semua orang sangat penting demi
menunjang proses pendidikan. Pilihan bahasa yang dilakukan oleh masyarakat yang
multilingual ditentukan oleh berbagai faktor dan mempunyai makna tertentu
(Saddhono, 2007).
Kemunculan kurikulum 2013, menurut Nuh (2013), memberi keistimewaan
tersendiri bagi bahasa Indonesia, yaitu menempatkannya sebagai penghela ilmu
pengetahuan. Peran itu berimplikasi pada ranah pendidikan yang tidak hanya
mewajibkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar, tetapi juga sebagai mata
pelajaran dan pengikat mata pelajaran lain. Mengingat peran penting bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi keilmuan begitu besar, kedudukan bahasa
Indonesia juga menjadi landasan dasar dari suatu keilmuan. Oleh karena itu,
perannya tidak lagi hanya sebagai bahasa nasional dan resmi negara, melainkan juga
sebagai wahana pencerdasan warga bangsa Indonesia dan sarana pengembangan
identitas diri dalam pergaulan global.

Apabila dikaitkan dengan pendidikan di Indonesia, bahasa Indonesia tentu


memegang peran vital, disamping peran bahasa daerah dan bahasa asing yang tidak
dapat diabaikan. Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran berbasis teks.
Pembelajaran berbasis teks selalu mempertimbangkan persoalan konteks, baik
konteks sistuasi maupun konteks budaya. Teks serbagai realiasasi atau wujud
perilaku verbal manusia selalu dilatarbelakangi oleh konteks, yaitru konteks situasi
dan konteks budaya (Zamzani, 2014)

Seiring dengan pendapat Nuh di atas, kajian Saddhono (2012) yang berjudul
Pengembangan Buku bahasa Indonesia untuk Penutur Asing: Studi Kasus di
Universitas Sebelas Maret (The Development of Indonesian Language Textbook for
Foreign Student: A Case Studies in Sebelas Maret University) menambahkan bahwa
dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran diperlukan buku teks agar
pembelajaran dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Demi mencapai tujuan
tersebut, penyusun perlu mempelajari sumber-sumber referensi yang selaras dengan
topik kajian. Tidak hanya dari segi konten, dari segi bahasanya pun juga harus
diperhatikan.

Adapun kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak


pada lunturnya pemakaian bahasa Indonesia dalam pendidikan dan pengajaran
ataupun dalam kehidupan sosial masyarakat. Apalagi dengan maraknya dunia
kalangan artis menggunakan bahasa gaul di media sosial (dalam Rahayu, 2014).
Masyarakat Indonesia harus memilah-milah bahasa baik dan buruk yang mereka
dengar di internet ataupun, media lainnya, sehingga mereka dapat membatasi
penggunaan bahasa yang berlebihan (Murti, 2015).

Pembinaan bahasa Indonesia adalah satu proses tindakan yang dilakukan dengan
sadar dan terus-menerus untuk menjadikan orang bahasa Indonesia menjadi bangga
memiliki bahasa Indonesia, menjadi cinta terhadap bahasa Indonesia, dan dapat
berbahasa Indonesia dengan tertib, baik, dan benar. Pembinaan dilakukan agar
pertama, bagi sebagian besar orang Indonesia, bahasa Indonesia bukanlah bahasa
pertama atau bahasa ibu. Bahasa pertama bagi sebagian besar orang Indonesia adalah
bahasa daerahnya masing-masing yang sehari-hari masih digunakan. Jadi, bahasa
Indonesia hanya digunakan apabila diperlukan saja, seperti berbicara dengan lawan
tutur yang berasal dari suku bangsa lain, atau untuk keperluan situasi formal. Kedua,
belum ada model yang dapat dijadikan panutan untuk berbahasa Indonesia dengan
tertib, baik, dan benar. Ketiga dari dulu sampai sekarang pengajaran bahasa
Indonesia belum dapat disebut memuaskan.

Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa penghela pengetahuan di samping bahasa Indonesia. Bagian terpenting adalah
kita sebagai masyarakat tutur Indonesia harus mampu memilih dan memilah unsur-
unsur bahasa Inggris yang hendak ‘masuk’ ke dalam bahasa Indonesia tanpa
melupakan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia sebagai
pengguna bahasa Indonesia, dalam menggunakan bahasa Indonesia.

4. Simpulan

Penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam dunia pendidikan di era
globalisasi sangat diperlukan. Walaupun penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar dalam proses belajar-mengajar bertentangan dengan salah satu prinsip
belajar, kita juga perlu memahami bahasa Inggris dengan baik agar dapat mengikuti
kemajuan ilmu pengetahuan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, artinya
bahasa Indonesia adalah salah satu jati diri atau identitas kenasionalan bangsa
Indonesia. Dikenal sebagai bangsa Indonesia adalah karena menggunakan bahasa
Indonesia. Mulai sekarang nampaknya sudah ditanamkan penggunaan bahasa Iggris
sebagai bahasa penghantar ilmu pengetahuan, hal tersebut dapat berdampak negatif
juga positif. Di sisi lain, hendaknya kita menyadari bahwa pemakaian bahasa
Indonesia bukan hanya sebagai sarana perhubungan sehari-hari, melainkan sebagai
satu-satunya sarana untuk menambah pengetahuan.

Daftar Pustaka

Alwasilah, C.A. (1993). Pengantar Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.


Chaer, A. & Agustina, L. (2014). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta
Dardjowidjojo, S. (Ed.). (1996). Bahasa Nasional Kita: Dari Sumpah Pemuda ke
Pesta Emas Kemerdekaan. Bandung: ITB
Indrayanti, Tri. (2015). Potret Penggunaan Bahasa Remaja dalam Perspektif
Kalangan Mahasiswa. Dalam Seminar Nasional PRASASTI II “Kajian
Pragmatik dalam Berbagai Bidang”.
Kurniawan, K. (2012). Bahasa Indonesia Keilmuan untuk Perguruan Tinggi.
Bandung: PT Refika Aditama
Marsudi. (2009). Jati Diri Bahasa Indonesia di Era Globalisasi Teknologi Informasi.
Jurnal Sosial Humaniora Vol. 2(2). 133-148

Murti, Sri. (2015). Eksistensi Penggunaan Bahasa Indonesia di Era Globalisasi.


Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa UNIB 2015, STKIP PGRI Lubuk
Linggau

Muslich, M. (2010). Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi: Kedudukan, Fungsi,


Pembinaan, dan Pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara
Nuh, M. (2013). Menyemai Kreator Peradaban: Renungan tentang Pendidikan,
Agama, dan Budaya. Jakarta: Zaman

Pawestri, U. (2013). Analisis Kesulitan Pembelajaran Matematika Dengan Pengantar


Bahasa Inggris Pada Materi Pokok Bentuk Logaritma Kelas X Imersi Sma
Negeri Karangpandan Karanganyar 2012/2013. Jurnal Pendidikan Matematika
Solusi, 1(1), 1-7

Putri, Nimas P. (2017). Eksistensi Bahasa Indonesia Pada Generasi Millenial.


Widyabastra, 5(1). 45-49
Rahayu, A P. (2014). Menumbuhkan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar dalam
Pendidikan dan Pengajaran. dalam Jurnal Paradigma Vol. 1(1). 1-15

Saddhono, K. (2007). Bahasa Etnik Pendatang di Ranah Pendidikan Kajian


Sosiolinguistik Masyarakat Madura di Surakarta. Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, 13 (66) 469-487.
Saddhono, K. (2012). Kajian Sosiolinguistik Pemakaian Bahasa Mahasiswa Asing
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di
Universitas Sebelas Maret. Kajian Linguistik dan Sastra, 24(2) 176-186.
Saddhono, K. (2012). Pengembangan Pengembangan Buku bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing: Studi Kasus di Universitas Sebelas Maret (The Development of
Indonesian Language Textbook for Foreign Student: A Case Studies in Sebelas
Maret University) dalam The 3rd AISOFOLL di Jakarta 30 Oktober - 1
November 2012 oleh SEAMEO QITEP

Sakri, A. (1988). Ilmuwan dan bahasa Indonesia. Bandung: ITB


Wibowo, W. (2001). Otonomi Bahasa 7 Strategi Tulis Pragmatik Bagi Praktisi
Bisnis dan Mahasiswa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Zamzani. (2014). Eksistensi bahasa Indonesia dalam Pendidikan Berbasis
Keragaman Budaya. dalam Jurnal Dialektika Vol.1(2). 225-244

Anda mungkin juga menyukai