Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia di SD Kelas Rendah
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Suprani, M.Pd dan Rina Yuliana, M.Pd
Disusun Oleh:
Kelas 4A
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan
rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan. Makalah
akhir mata kuliah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas Rendah.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian
makalah akhir ini, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan, serta kami berterimakasih atas bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Untuk itu dengan segala hormat kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan
dan penyusunan tugas ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.
Akhir kata penulis berharap bahwa tugas ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis pribadi dan dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang kami miliki, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
D. Hubungan Menyimak dengan Berbicara .........................................................
E. Tujuan Menyimak ...............................................................................................
F. Ragam Menyimak ...............................................................................................
G. Teknik Pengajaran Menyimak ..........................................................................
H. Perilaku Menyimak.............................................................................................
I. Mengapa Orang Tidak Menyimak ....................................................................
BAB VII PEMBELAJARAN BERICARA DI KELAS RENDAH
A. Pengertian Berbicara ..........................................................................................
B. Batasan dan Tujuan Berbicara ..........................................................................
C. Hubungan Berbicara dengan Menyimak .........................................................
D. Strategi Pembelajaran Berbahasa Lisan dan Penerapannya ..........................
E. Penyusunan Bahan Pembelajaran Menyimak dan Berbicara ........................
BAB VIII PEMBELAJARAN SASTRA DI KELAS RENDAH
A. Pengertian Sastra dan Hakikatnya ....................................................................
B. Nilai Sastra bagi Anak .................................................................................
C. Pembelajaran Sastra bagi Pendidikan Anak SD .............................................
D. Pentingnya Pembelajaran Sastra di Kelas Rendah .........................................
E. Manfaat Sastra Anak-Anak ...............................................................................
F. Bentuk-bentuk Karya Sastra Anak ..................................................................
BAB IX PENILAIAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH
A. Hakikat Penilaian ................................................................................................
B. Fungsi dan Tujuan Penilaian .............................................................................
C. Keterkaitan Antara Penilian dan Proses Pembelajaran ..................................
D. Karakteristik Penilaian Siswa Sekolah Dasar .................................................
E. Jenis-Jenis Penilaian ...........................................................................................
F. Alat Penilaian Bahasa .........................................................................................
BAB X PENGEMBANGAN MEDIA BAHASA INDONESIA
A. Pengertian Media Bahasa di Kelas Rendah ....................................................
B. Manfaat Media Dalam Proses Pengembangan Bahasa di Kelas Rendah ...
C. Fungsi Media Dalam Proses Pengembangan Bahasa di Kelas Rendah ......
iv
D. Kriteria Umum dan Khusus Dalam Memilih Media Pengembangan
Bahasa di Kelas Rendah .....................................................................................
E. Jenis-Jenis Penggunaan Media Pengembangan Bahasa di Kelas Rendah ...
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
v
BAB I
PSIKOLINGUISTIK
C. Pengertian Psikolinguistik
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan
kata linguistic, yakni dua bidang ilmu yang berbeda, yang masing-masing
berdiri sendiri dengan prosedur dan metode yang berlainan, namun keduanya
sama-sama meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Linguistik, mengkaji
struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses
berbahasa. Adapun pengertian psikolinguistik menurut para ahli:
Harley (2001: 1) psikolinguistik merupakan suatu studi tentang proses-
proses mental dalam pemakaian bahasa. Diebold (Slama, 1973: 39)
menyatakan bahwa psikolinguistik dalam hubungan luas membicarakan antara
pesan-pesan dengan sifat-sifat kemandirian manusia yang menyeleksi dan
menafsirkan pesan-pesan.Psikolinguistik adalah psikologi yang diorientasikan
secara llinguistik atau linguistik yang diorientasikan secara psikolog.
Sementara itu, Clark dan Clark (1977: 4) menyatakan bahwa psikologi bahasa
berkaitan dengan tiga hal utama: komprehensi, produksi, dan pemerolehan
bahasa. Dengan merujuk kepada berbagai pedapat ahli, Pateda (1990: 13)
mengemukakan beberapa konsep penting terkait pengertian psikolinguistik,
yakni:
1. Membahas hubungan bahasa dan otak
2. Menelaah hubungan langsung proses mengode dan menafsirkan kode
3. Menelaah pengetahuan bahasa, pemakaian bahasa, dan perubahan bahasa
4. Membicarakan proses yang terjadi dengan pembicara dan pendengar
dengan kaitannya dengan bahasa
5. Menitikberatkan pada pembahasan mengenai akuisisi dan tingkah laku
linguistik.
Dari definisi-definisi ini dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah
ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia dalam
berbahasa.
1
2
bentuk bahasa ini karena adanya tekanan emosi yang sangat kuat, maka
muncullah ucapan (kalimat) ekslamasi. Jika pengalaman ini lahir oleh
keinginan berkomunikasi maka lahirlah ucapan (kalimat) deklarasi. Jika
keinginan bekomunikasi ini bertukar menjadi keinginan untuk mengetahui
maka muncul ucapan (kalimat) interogasi. Kemudian, sejak 1925,
Bloomfield meninggalka psikologi mentalisme Wundt, lalu menganut
paham psikologi behaviorisme Watson dan Weiss. Beliau menerapkan teori
psikologi behaviorsme dalam teori bahasanya yang kini dikenal sebagai
“linguistik struktural” atau “linguistik taksonomi”.
Otto Jerpersen, pakar linguistic berkebangsaan Denmark, telah
menganalisis bahasa menurut psikologi mentalistik yang juga sedikit berbau
behaviorisme. Jespersen berpendapat bahwa bahasa bukanlah sutu wujud
dalam pengertian satu benda seperti sebuah meja atau seekor kucing,
melainkan merupakan satu fungsi manusia sebagai lambing-lambang di
dalam otak yang melambangkan pikiran atau yang membangkitkan pikiran
itu. Beliau juga berpendapat bahwa berkomunikasi harus dilihat dari sudut
perilaku. Jadi, juga brsifat behavioristic. Malah beliau juga berpendapat
bahwa satu kata dapat dibandingkan dengan suatu kebiasaan berperilaku
seperti mengangkat topi, melirik, atau perbuatan lain.
2. Linguistik dalam Psikologi
Dalam sejarah perkembangan psikologi ada sejumlah pakar psikologi
yang menaruh perhatian pada linguistik. Di antara mereka yang patut
diketengahkan adalah John Dewey, Watson, dan Weiss.
John Dewey (1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika,
seorang empirisme murni. Beliau telah mengkaji bahasa dan
perkembangannya dengan cara menafsirkan analisis linguistik bahasa
kanak-kanak berdasarkan prinsip-prinsip psikologi. Umpamanya, beliau
menyarankan agar penggolongan psikologi akan kata-kata yang diucapkan
kanak-kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang dipahami kanak-
kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan bentuk-
bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini, maka berdasarkan
4
ahli psikologi yang beralih menjadi ahli linguistik, dan Moritz Lazarus
seorang ahli linguistik yang beralih menjadi ahli psikologi
Menurut Steinthal, sebuah ilmu psikologi tidak mungkin dapat hidup
tanpa sebuah ilmu bahasa. Juga dikatakannya bahwa satu satunya jalan
untuk masuk ke dalam akal manusia adalah melalui hukum hukum asal
bahasa dan bukan melalui pancaindra manusia.
Dasar-dasar psikolinguistik menurut beberapa pakar adalah sebagai
berikut.
a. Psikolinguistik adalah satu teori linguistik berdasarkan bahasa yang
dianggap sebagai sebuah sistem elemen yang saling berhubungan
b. Psikolinguistik adalah satu teori pembelajaran berdasarkan bahasa yang
dianggap sebagai satu sistem tabiat dan kemampuan yang
menghubungkan isyarat dengan perilaku.
c. Psikolinguistik adalah satu teori informasi yang menganggap bahasa
sebagai sebuah alat untuk menyampaikan suatu benda.
4. Tiga generasi dalam Psikolinguistik
Sehubungan dengan perkembangan disiplin psikolingusitik ada artikel
dari Mehler dan Noizet berjudul “Vers Une Modelle Psycholinguistique du
Locuteur” yang dimuat dalam Text Pour Une Psycholinguistique (Paris,
1974). Isinya tentang adanya tiga generasi dalam psikolinguistik.
a. Psikolinguistik Generasi Pertama
Psikolinguistik generasi pertama adalah psikolinguistik dengan
para pakar yang menulis artikel dalam kumpulan karangan berjudul
psycholinguistics: A survey of Theory and Research Problems yang
disunting oleh C. Osgood dan T. Sebeok. (Cetakan pertama 1954, cetak
ulang 1965). Titik pandang Osgood dan Sebeok berkaitan erat dengan
aliran behaviorisme (aliran perilaku) atau lebih tepat lagi dengan aliran
neobehaviorisme. Teori-teori perilaku atau behaviorisme ini
mengidentifikasikan bahasa sebagai satu sistem respons yang langsung
dan tidak langsung terhadap stimulus verbal atau nonverbal. Orientasi
7
C. Pemerolehan Bahasa
Menurut Ghazali (2012:3-4), setidak-tidaknya ada tiga fakta tentang
belajar bahasa yang tidak bisa kita tolak kebenarannya. Pertama, semua anak
bayi yang dilahirkan normal akan menguasai bahasa yang dipergunakan oleh
9
lingkungannya. Ini tanpa melihat dimana bayi itu dilahirkan, siapa yang
melahirkan, dan bagaimana ia dilahirkan. Kenyataannya ini terjadi secara
universal sehingga hal tersebut menolak anggapan bahwa bahasa adalah
warisan sosial. Pemerolehan bahasa ini tumbuh secara bertahap, yaitu mulai
dari penguasaan bunyi-bunyi prabahasa, kemudian muncul “kalimat satu kata”.
Selanjutnya muncul “kalimat dua kata”, kalimat sederhana, dan kalimat-
kalimat yang strukturnya lebih kompleks. Kedua, waktu yang dipergunakan
seorang anak untuk menguasai kaidah bahasa yang sangat kompleks terjadi
pada waktu yang relatif singkat dan sangat menakjubkan karena peristiwa
belajar bahasa itu seakan-akan dialami oleh anak-anak tanpa kesulitan apapun.
Ketiga, fakta lain yang membuat peneliti perkembangan bahasa anak
tercengang adalah kemampuan anak menyimpulkan kaidah, membuat
kategorisasi kata, memilah-milah morfem penanda kata, jenis kelamin, jumlah
dan sebagainya.
Sejarah studi bahasa anak dibagi dalam dua periode, yaitu periode
sebelum tahun 1960 dan sesudah 1960 (Mar’at, 2005: 58). Minat terhadap
bahasa anak mulai timbul pada dekade pertama abad ke-20 yang dipelopori
oleh ilmuwan di bidang psikologi ataupun pedagogi, antara lain W. Stern, W.
Preyer, dan G. Stumpf. Pada umumnya, mereka mempelajari buku harian dari
anak-anaknya, kemudian membandingkan hasilnya. Maka timbul argumentasi-
argumentasi tentang perolehan bahasa pada anak-anak yang mempertanyakan
apakah perolehan bahasa pada anak-anak semata-mata merupakan hasil imitasi
terhadap lingkungannya atau karena kreativitas yang timbul secara spontan.
Akhirnya juga dibahas interaksi antar kedua konsep tersebut (lingkungan dan
bawaan). Penelitian sebelum tahun 1960 lebih menitikberatkan pada urutan
kata yang dipakai anak-anak, kesalahan anak pada pemakaian dan
pengucapannya, dan kurang mencari sistematika kesalahan-kesalahan atau
kurang untuk menjelaskan sebab-sebab kesalahan tersebut. Pada periode
sesudah tahun 1960, terjadi perubahan yang cukup berarti. Dimulai sejak
munculnya Chomsky, seorang linguis dengan teori barunya, yaitu
Transformational Generative Grammer (Tatabahasa Transformasi Generatif)
10
secara formal dan eksplisit menguasai bahasa yang dipelajari, terutama yang
berkenaan dengan pengetahuan tentang kaidah-kaidah. Ada dua proses yang
terjadi ketika seorang kanak-kanak sedang memperoleh bahasa pertamanya,
yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini merupakan
dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses penggunaan tata bahasa
yang berlangsung secara tidak disadari. Proses kompetensi ini menjadi syarat
untuk terjadinya proses performansi yang terdiri atas dua buah proses, yakni
proses pemahaman dan proses penerbitan atau proses menghasilkan kalimat-
kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan atau kepandaian
mengamati atau kemampuan mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar.
Adapun penerbitan melibatkan kemampuan mengeluarkan atau menerbitkan
kalimat-kalimat. Kedua proses kompetensi ini apabila telah dikuasai kanak-
kanak akan menjadi kemampuan linguistik kanak-kanak. Jadi, melahirkan atau
menerbitkan kalimat-kalimat baru yang dalam linguistik transformasi generatif
disebut perlakuan, atau pelaksanaan bahasa, atau performansi (Chaer, 2003:
167).
Persoalan mendasar dalam pemerolehan bahasa pertama adalah
keterkaitan antara pemerolehan bahasa di satu sisi dan produksi bahasa pada
sisi lain. Kedua aspek dalam pemerolehan bahasa anak tersebut secara
mendasar tidak dapat dipisahkan karena ketika anak memperoleh bahasa tentu
akan diikuti oleh produksi bahasa yang akan diperolehnya itu. Kanak-kanak
mengembangkan kompetensi linguistik dalam pengertian bahwa dia
mengembangkan gambaran intern tata bahasa dari bahasanya yang akhirnya
mengizinkannya untuk membuat jenis pertimbangan/keputusan linguistik yang
dapat dibuat oleh orang dewasa, yaitu keputusan-keputusan mengenai
ketatabahasaan, kedwimaknaan, parafrasa, dan sebagainya (Tarign, 1985: 253).
Begitu kanak-kanak mengembangkan kompetensi linguistik, dia pun
mengembangkan kemampuan performansi linguistik, yang mengizinkannya
menjadikan pikiran-pikiran sendiri menjadi ucapan-ucapan yang dapat
dipahami dan mengalih sandikan (men-decoding) ujaran orang lain sehingga
dia mencapai beberapa tingkat pemahaman.
13
otot dan 140.000 rentetan neuromuskuler yang terlibat. Motor korteks juga
harus mempertimbangkan tidak hanya urutan kata dan urutan bunyi, tetapi juga
urutan dari fitur-fitur pada tiap bunyi yang harus diujarkan. Ambillah perkataan
dia pada kalimat
(1) Dia belum pulang.
Karena bunyi /d/ mempunyai fitur [+vois], di samping fitur-fitur lain
seperti [+konsonatal], [+anterior], [-bilabial, [+alveolar], [- nasal], maka
korteks motor harus memerintahkan pita suara untuk bergetar 30 milidetik
lebih awal daripada perintah- perintah yang lain. Hal ini disebabkan karena
pita suara letaknya paling jauh dibandingkan dengan alat-alat penyuara
yang lain. Sebaliknya, untuk bunyi /p/ pada kata pulang di kalimat (1) di
atas, pita suara harus diperintahkan untuk bergetar paling awal 25
milidetik setelah bunyi /p/ itu diucapkan. Ini untuk menjamin bahwa bunyi
bilabial yang keluar itu benar-benar /p/ dan bukan /b/ Perpindahan dari
bunyi /d/ ke /i/ dan kemudian ke /a/ untuk kata dia juga memerlukan
koordinasi yang sangat akurat. Ujung lidah yang menempel pada daerah
alveolar di mulut untuk bunyi /d/ yang kemudian harus dengan tepat
berubah bentuk menjadi lengkung dan tinggi-depan untuk /i/, misalnya,
harus dikoordinasi dengan rapi sekali sehingga hasilnya benar-benar
mencerminkan bunyi yang natif. Tanpa ketepatan ini maka pembicara akan
kedengaran seperti orang asing. Bila input yang masuk bukan dalam
bentuk lisan, tetapi dalam bentuk tulisan, maka jalur pemrosesannya agak
berbeda.
Masukan tidak ditanggapi oleh korteks primer pendengaran, tetapi
oleh korteks visual di lobe osipital. Masukan ini tidak langsung dikirim ke
daerah Wernicke, tetapi harus melewati girus anguler yang
mengkoordinasikan daerah pemahaman dengan daerah osipital. Setelah
tahap ini, prosesnya sama, yakni, input tadi difahami oleh daerah
Wernicke, kemudian dikirim ke daerah Broca bila perlu tanggapan verbal.
Bila tanggapannya juga visual, maka informasi itu dikirim ke daerah
parietal diproses visualisasinya.
18
pada anak yang berusia kurang lebih empat tahun.Pada tahap itu, kemampuan
anak merespons stimulus dari lingkungannyasemakin berkembang. Anak sudah
menguasai kalimat- kalimat yang lebih lengkap. Hubungan sintaksis sudah
mulai tampak dengan jelas, meskipun yang menjadi topik pembicaraan adalah
hal-hal yang berkenaan dengan dirinya. Leneberg (dalam Pateda, 1990: 57),
membagi tahapan penguasaan bahasa pada anak berdasarkan tentang hubungan
gerakan motorik dengan vokalisme bahasa. Berikut ini adalah tabel yang
menggambarkan hubungan gerakan motorik dengan vokalisme bahasa.
Dari berbagai tahapan menurut para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa manusia dalam menguasai bahasa mengalami beberapa tahap dan
tingkatan kesukaran dari tingkatan termudah sampai dengan tingkatan tersukar.
Mulai umur 2,6 tahun anak telah bisa diajak berkomunikasi sederhana
menguasai kalimat tanya, kalimat negasi, dan kalimat empat kata. Pada umur
empat tahun anak sudah menguasai kalimat- kalimat yang lebih lengkap,
hubungan sintaksis sudah mulai tampak dengan jelas, ujaran lancar dan
menguasai kalimat sederhana yang tepat tetapi masih terbatas. Anak secara
sempurna menguasai konstruksi morfologis dan sintaksis pada usia lima tahun.
Dardjowidjojo (2003: 241) mengemukakan bahwa pemerolehan bahasa
berkaitan dengan bagaimana manusia dapat mempersepsi dan kemudian
memahami ujaran orang lain yang berupa unsur pertama yang harus dikuasai
manusia dalam berbahasa. Penelitian mengenai pemerolehan bahasa manusia
terbagi menjadi dua kubu.Pembagian tersebut yaitu berdasarkan pandangan
behavioristik dan mentalis.Teori behavioristik menganggap bahwa anak yang
lahir dianggap kosong dari bahasa. Skinner (dalam Dardjowidjojo: 2003)
mengungkapkan bahwa pemerolehan pengetahuan, termasuk pemerolehan
bahasa, didasarkan pada adanya stimulus, kemudian diikuti oleh respon.
Pengertian bahasa menurut Skinner merupakan seperangkat kebiasaan yang
diperoleh dengan latihan secara berulang-ulang. Anak memperoleh
kemampuan berbahasanya dengan mengulang kata hasil dari lingkungan
sekitarnya. Teori mentalistik, berbeda halnya dengan teori behavioristik,
menganggap bahwa anak yang lahir ke dunia telah membawa kapasitas atau
potensi bahasa. Chomsky (Dardjowidjojo:2003), menyatakan bahwa bahasa
bukan merupakan suatu kebiasaan tetapi merupakan sistem yang diatur oleh
seperangkat keteraturan. Menurut Chomsky manusia akan dengan sendirinya
memperoleh kesempurnaan bahasa tanpa adanya pembiasaan. Chomsky
24
2) Berbicara propulsif
Artikulasi sangat terganggu karena elastisitas otot lidah, otot wajah
dan pita suara, sebagian besar lenyap. Dalam pada itu suaranya kecil,
iramanya datar. Suaranya mula-mula tersendat-sendat, kemudian
terus-menerus, dan akhirnya tersendat-sendat kembali.
3) Berbicara mutis
Sebagian dari mereka mungkin masih dapat dianggap membisu, yakni
memang sengaja tidak mau berbicara. Mutisme ini sebenarnya bukan
hanya tidak dapat berkomunikasi secara verbal saja, tetapi juga tidak
dapat berkomunikasi secara visual maupun isyarat, seperti dengan
gerak-gerik dan sebagainya.
c. Gangguan psikogenik
1) Berbicara manja
Disebut berbicara manja karena ada kesan anak (orang) yang
melakukannya meminta Perhatian untuk dimanja.
2) Berbicara kemayu
Berbicara kemayu (istilah dari Sidharta 1989) berkaitan dengan
perangai kewanitaan yang berlebihan.
3) Berbicara Gagap
Berbicara yang kacau karena sering tersendat-sendat, mendadak
berhenti, lalu mengulang-ulang suku kata pertama, kata berikutnya,
dan setelah berhasil mengucapkan kata-kata itu kalimat dapat
diselesaikan.
4) Berbicara latah
Suatu sindrom yang terdiri atas curahverbalrepetitive yang bersifat
jorok (koprolalla) dan gangguan lokomotorik yang dapat dipancing.
27
2. Gangguan berbahasa
a. Afasia motorik
Kerusakan pada belahan otak yang dominan yang menyebabkan
terjadinya afasia motorik dapat terletak pada lapisan permukaan daerah
Broca. Atau pada lapisan di bawah permukaan atau juga di daerah otot
antara daerah Broca dan daerah Wernicke.
1) Afasia motorik kortikal
Hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran dengan
menggunakan perkataan. Penderita ini masih bisa mengerti bahasa
lisan dan bahasa tulisan. Namun, ekspresi verbal tidak bisa sama
sekali; sedangkan ekspresi visual masih bisa dilakukan.
2) Afasia motorik subkortikal
Tidak dapat mengeluarkan isi pikirannya dengan menggunakan
perkataan; tetapi masih bisa mengeluarkan perkataan dengan cara
membeo. Selain itu, pengertian bahasa verbal dan visual tidak
terganggu, dan ekspresi visual pun berjalan normal.
3) Afasia motorik transcortical
Penderita dapat mengutarakan perkataan yang singkat dan tepat;
tetapi masih mungkin menggunakan perkataan substitusinya.
b. Afasia sensorik
Penyebab terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya
kerusakan pada reaksi kortikal di daerah Wernicke pada hemispherium
yang dominan. Daerah itu terletak di kawasan asosiatif antara daerah
visual, daerah sensorik, daerah motorik, dan daerah pendengaran.
Kerusakan di daerah Wernicke ini menyebabkan bukan saja pengertian
dari apa yang didengar terganggu, tetapi juga pengertian dari apa yang
dilihat ikut terganggu. Jadi penderita ini kehilangan pengertian bahasa
lisan dan bahasa tulis. Namun dia masih memiliki curah verbal meskipun
hal itu tidak dipahami oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
28
3. Gangguan berpikir
a. Pikun
Orang yang pikun menunjukkan banyak sekali gangguan seperti agnosia,
apraksia, amnesia, perubahan kepribadian, perubahan perilaku, dan
kemunduran dalam segala macam fungsi intelektual.
b. Sisofrenik
Para penderita ini dapat mengucapkanword-salad ini dengan lancar,
dengan volume yang cukup, atau lemah sekali. Curah verbalnya penuh
dengan kata-kata neologisme. Irama serta intonasinya menghasilkan
curah verbal yang melodis.
c. Depresif
Volume curah verbanya lemah lembut dan kelancarannya terputus-putus
oleh interval yang cukup panjang. Namun, arah arus isi pikiran tidak
terganggu.
29
30
31
32
2. Variasi Bahasa
Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang
dilakukan oleh masyarakatatau kelompok yang sangat beragam dan
dikarenakan oleh para penuturnya yang tidak homogen. Variasi bahasa ada
beberapa macam yaitu :
a. Variasi Bahasa Dari Segi Penutur
Variasi bahasa yang muncul dari setiap orang baik individu maupun
sosial.
b. Variasi Bahasa Dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut
fungsiolek atau register adalah variasi bahas yang menyangkut bahasa itu
digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang jurnalistik,
militer, pertanian, perdagangan, pendidikan, dan sebagainya. Variasi
bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tampak cirinya adalah hal
kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanyay mempunyai kosakata khusus
yang tidak digunakan dalam bidang lain.
c. Variasi Bahasa Dari Segi Keformalan
Variasi bahasa dari segi keformalan ada beberapa macam yaitu :
1) Variasi baku (frozen)
Variasi bahasa yang paling formal yang digunakan pada situasi hikmat
seperti upacara kenegaraan dan khotbah.
2) Variasi resmi (formal)
Variasi bahasa yang digunakan pada kegiatan resmi atau formal seperti
surat dinas dan pidato kenegaraan.
38
BAB III
TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJAR
D. Definisi Teori
Menurut Snelbecker (1974), dalam penggunaan secara umum, teori-teori
berarti sejumlah proposisi yang terintegrasi secara sintaktik (artinya kumpulan
proposisi ini mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat menghubungkan
secara logis proposisi yang satu dengan proposisi yang lain, dan juga pada data
yang diamati), serta yang digunakan untuk memprediksi dan menjelaskan
peristiwa peristiwa yang diamati (Dahar, 2011). Snelbecker juga
mengungkapkan bahwa konstruksi teori merupakan suatu bagian proses
keberlangsungan dalam psikologi dan pendidikan, apakah yang diperhatikan
itu suatu proses, belajar misalnya, ataukah suatu individu. Kenyataan bahwa
manusia itu belajar merupakan fakta yang nyata, yang tidak nyata ialah
“Bagaimana manusia itu belajar?” atau “Mengapa manusia belajar?” Suatu
teori dapat menolong kita menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sedangkan
menurut Suyono dan Hariyanto dalam bukunya yang berjudul Belajar dan
Pembelajaran mengemukakan bahwa teori adalah suatu penjelasan tentang
hubungan antara dua atau lebih konsep, atau variabel yang berupa sekumpulan
hukum, gagasan, prinsip, dan teknik-teknik tentang subjek tertentu (Suyono
dan Hariyanto, 2014:28).
39
40
perilaku. Perilaku yang nampak tidak dapat diamati dan diukur apabila
tidak melibatkan proses mental seperti kesadaran, motivasi, keyakinan
dan proses mental lainnya.
Teori belajar kognitif adalah teori yang menjelaskan proses
pemikiran dan perbedaan kondisi mental serta pengaruh faktor internal
dan eksternal dalam menghasilkan belajarnya seorang individu. Apabila
proses kognitif bekerja dengan normal, maka perolehan informasi dan
penyimpanan pengethauan akan bekerja dengan baik pula. Namun
apabila proses kognitif tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka
terjadilah masalah dalam belajar.
e. Albert Bandura
Bandura menghasilkan sebuah teori dari turunan teori belajar kognitif
yang disebut “belajar sosial” bermula dari pendapatnya tentang teori
kognitif, sosial dan juga perilaku mempunyai peran penting dalam
pembelajaran. Ini berarti bahwa faktor kognitif merupakan ekspetasi
berarti bahwa faktor kognitif merupakan keberhasilan sedangkan faktor
sosial mencakup pengamatan dan pengalaman pembelajaran terhadap
perilaku orang-orang disekitar lingkungannya.
f. Robet Gagne (1977)
Berlandaskan teori belajar kognitif, maka Gagne menghasilkan suatu
model pembelajaran yang disebut “Peristiwa pembelajaran”. Dalam
model peristiwa pembelajaran tidak meperhatikan apakah proses belajar
terjadi melalui proses penemuan (Discovery) atau proses permainan
(Reception) sebagaimana yang dikenalkan oleh Bruner dan Ausubel,
menurutnya yang terpenting adalah kulitas penetapan (daya simpan) dan
kegunaan belajar.
3) Ivan Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov (14 September 1849 – 27 Februari 1936)
adalah seorang fisiolog dan dokter dari Rusia. Karya yang membuat
Pavlov memiliki reputasi sebenarnya bermula sebagai studi dalam
pencernaan. Ia sedang mencari proses pencernaan pada anjing,
khususnya hubungan timbal balik antara air ludah dan kerja perut. Ia
sadar kedua hal itu berkaitan erat dengan refleks dalam sistem saraf
otonom. Tanpa air liur, perut tidak membawa pesan untuk memulai
pencernaan. Pavlov ingin melihat bahwa rangsangan luar dapat
memengaruhi proses ini, maka ia membunyikan metronom dan di saat
yang sama ia mengadakan percobaan makanan anjing. Setelah
beberapa saat, anjing itu -- yang hanya sebelum mengeluarkan liur
saat mereka melihat dan memakan makanannya -- akan mulai
mengeluarkan air liur saat metronom itu bersuara, meskipun ketika
tidak ada makanan. Pada 1903 Pavlov menerbitkan hasil
53
4) John B. Watson
John Broadus Watson (lahir di Greenvile 9 Januari 1878;
meninggal 25 September 1958) adalah seorang ahli psikologi
(psikolog) Amerika Serikat. Watson mempromosikan sebuah
perubahan psikologi melalui karyanya Psychology as the Behaviorist
Views it (pandangan perilaku psikologi), yang ia dedikasikan kepada
Universitas Kolumbia pada tahun 1913. Ia menjelaskan bahwa tingkah
laku seseorang dapat dijelaskan atas dasar reaksi fisiologis terhadap
suatu rangsangan atau stimulus. Aliran ini tidak menerima paham
tentang alam sadar dan alam bawah sadar pada kegiatan mental
manusia. Watson adalah guru besar dan direktur laboratorium
psikologi Universitas Johns Hopkins (tahun 1908-1920).
Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara
stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus
dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia
mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang
selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai
hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi
yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu
sejauh mana dapat diamati dan diukur.
5) Edwin Guthrie
Asas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu
gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu
timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell,
Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
55
7) Robert Gagne
Pada tahun 1956 Robert Wills Gagne mengemukakan delapan
cara untuk belajar. Urutan ini didasarkan pada tingkat kerumitan
proses mental, disarankan suatu sistem untuk menganalisis berbagai
kondisi atau tingkat pembelajaran dari yang sederhana hingga yang
kompleks. Menurut Gagné, tatanan pembelajaran yang lebih tinggi
dalam hierarki dibangun di atas tingkat yang lebih rendah, yang
membutuhkan jumlah pengetahuan sebelumnya yang lebih besar
untuk berhasil berkembang. Ini menganalisis kemampuan akhir
menjadi keterampilan bawahan dengan urutan sedemikian rupa
sehingga tingkat yang lebih rendah dapat diprediksi untuk transfer
positif pembelajaran tingkat yang lebih tinggi. Empat tatanan yang
lebih rendah fokus pada aspek perilaku belajar, sedangkan tatanan
empat yang lebih tinggi fokus pada aspek kognitif. Dalam penelitian
orisinalnya tentang pengajaran, melalui studi yang berasal dari analisis
pembelajaran tugas menyusun rumus untuk jumlah seri angka, Gagne
mengaitkan perbedaan individu atau perbedaan kecerdasan dalam
belajar.
a. Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara
stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia
57
2) Kekurangan
Adapun kekurangan dari pembelajaran berdasarkan
Konstruktivistik adalah sebagai berikut:
a) Siswa mengkontruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa
hasil kontruksi siswa tidak cocok dengan hasil kontruksi para
ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi.
b) Konstruktivistik menanamkan agar siswa membangun
pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang
lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda.
c) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua
sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan
dan kreativitas siswa.
d) Ketidaksiapan murid untuk merancang strategi, berfikir dan menilai
sendiri pengajaran berdasarkan pengalamannya sendiri. Tidak
semua murid mempunyai pengalaman yang sama, masalah ini
kadang menyebabkan aktivitas pengajaran menjadi tidak bermakna
bagi siswa.
Jadi, disini guru berperan sebagai yang serba bisa dan sumber belajar.
Pembelajaran tradisional ini dikenal dengan pembelajaran behavioristik.
Sistem pembelajaran tradisional memiliki ciri bawah pengelolaan
pembelajaran ditentukan oleh guru. Peran siswa hanya melakukan
aktivitas sesuai dengan petunjuk guru. Model tradisional ini lebih menitik
beratkan upaya atau proses menghabiskan materi peajaran, sehingga
model tradisional lebih berorientasi pada teks materi pelajaran. Guru
cenderung menyampaikan materi saja, masalah pemahaman atau kualitas
penerimaan materi siswa kurang mendapatka perhatian secara serius.
Sedangkan pembelajaran modern adalah salah satu hasil dari
pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah
konsepsi dan cara berfikir belajar manusia. Semakin meningkatnya
perkembangan teknologi dan informasi tersebut mengakibatkan teori
pembelajaran behavioristik dipandang kurang cocok lagi untuk
dikembangkan bagi anak didik sekolah. Oleh karena itu, muncul sebuah
teori pembelajaran Konstruktivistik sebagai jawaban atas berbagai
persoalan pembelajaran dalam masa kontemporer.
Teori konstruktivistik beranggapan bahwa pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterprestasikan sendiri oleh
masing-masing individu. Pengetahuan juga merupakan sesuatu yang
sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.
Dalam proses itu, keaktifan peserta didik sangat menentukan dalam
mengembangkan pengetahuannya. Ia harus aktif melakukan kegiatan,
aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal
yang dipelajari. Disisi lain, kenyataannya masih banyak peserta didik
salah menangkap apa yang diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan, melainkan harus
dikontruksikan sendiri oleh peserta didik tersebut.
Peran guru dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan,
tetapi hanya sebagai fasilitator ia menyediakan stimulus baik berupa
strategi pembelajaran, bimbingan, dan bantuan ketika peserta didik
65
mendalam atau lebih dikuasai lebih lama tersimpan atau diingat dalam
setiap individu. Karena menurut pendekatan Konstruktivistik,
pengetahuan bukanlah tumpuan fakta dari suatu kenyataan yang
sedang dipelajari, melainkan sebagai kontruksi kognitif seseorang
terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Pengetahuan
bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang
lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu
pembentukan yang terus-menerus oleh seseorang yang setiap saat
mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari
pikiran seseorang yang telah mempunyai pengetahuan kepada fikiran
orang lain yang belum memiliki pengetahuan tersebut. Bila guru
bermaksud untuk mentransfor konsep, ide, dan pengetahuan tentang
sesuatu kepada siswa, pentransferan itu akan diinterprestasikan dan
dikontruksikan oleh siswa itu sendiri melalui pengalaman dan
pengetahuan mereka sendiri.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh
secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan,
perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka
aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidak seimbangan dan keadaan
keseimbangan. Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan
kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun
kemampuan anak mengkontruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan
kematangan intelektual anak.
BAB IV
PEMBELAJARAN MEMBACA DI KELAS RENDAH
70
71
konsonan. Misalnya am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini baru bisa dilanjutkan
dengan 3 huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: man, bas dan lain-lain.
Pengajaran membaca permulaan pertama bertujuan agar Siswa memiliki
pengetahuan dasar dapat digunakan sebagai dasar untuk membaca bahasa
Indonesia. Kedua pengajaran diarahkan untuk memperkuat kemampuan
berbahasa lisan siswa. Untuk sampai tujuan pertama diajarkan sistem bunyi
yang terdapat dalam bahasa, Pola tata bahasa sederhana, kosakata, makna
kata yang berhubungan dengan kalimat maupun wacana. Bahan pengajaran
diusahakan adalah bahan yang akrab dengan lingkungan siswa. Misalnya
tentang lingkungan keluarga lingkungan alam sekitar dimana anak
tinggal.Lingkungan budaya dimana anak tinggal. Bahan ajar seperti ini
dimaksudkan agar anak mudah memahami bahan ajar dan semakin memahami
lingkungan alam dan budayanya. Dalam Pelaksanaanya pembelajaran
membaca permulaan di bagi menjadi 5 yaitu:
1. Metode Abjad / Alfabet Metode abjad atau eja (spell method)
Metode abjad adalah metode membaca permulaan tertua. Metode ini
sudah jarang digunakan. Yang dimaksud dengan metode Abjad atau Alfabet
ialah metode pengajaran dengan memperkenalkan huruf yang harus
dihafalkan dengan dilafalkan menurut bunyinya dalam abjad. Huruf yang
telah dilafalkan itu kemudian dirangkaikan menjadi suku kata, suku kata
menjadi kata, dan kata akhirnya menjadi kalimat. Pelafalan tidak dilakukan
dengan cara fonetis. Misalnya huruf / b / dilafalkan /be/,/c/ dilafalkan /ce/, /d
dilafalkan / de / dan seterusnya.
Contoh:
Inimeri
i ni me ri
ini meri
Kebaikan metode ini adalah siswa yang memahami bentuk bahasa
yang paling sederhana. Yang dapat menghafal bunyi huruf yang ada dalam
abjad bahasa yang dipelajari. Disamping kebaikan metode ini juga memiliki
kelemahan sebagai berikut:
74
b. Dari gambar-gambar itu dipilih 1 atau 2 gambar yang akan dijadikan kata
lembaga
c. Kata yang telah dipilih diuraikan menjadi satu kata
d. Suku kata diuraikan menjadi huruf huruf
e. Huruf-huruf itu kemudian dirangkai menjadi suku kata kembali
f. Suku kata itu dirangkaikan menjadi kata
g. Kata dirangkaikan menjadi kalimat.
Demikian susunan atau urutan urutan pembelajaran metode kata lembaga
titik karena prosesnya mengupas dan merangkai metode ini juga dinamakan
metode kupas rangkai.
Contoh:
Mama Meri Ma ma me ri
mama Meri mama meri
ma ma me ri Mama meri
mamamerI Mama meri
seluruh kalimat dan seluruh kata. Sangat baik jika kata dan kalimat
disertai gambar.
c. Setelah dapat membedakan kalimat dari kata anak akan berangsur-angsur
dapat membedakan suku kata kemudian membedakan huruf dan
bunyinya
d. Setelah dapat menghafal dan mengerti bunyi huruf siswa akan dapat pula
merangkai huruf menjadi suku kata koma suku kata dirangkaikan
menjadi kata dan kata dirangkaikan menjadi kalima.
Pada dasarnya metode Global hanya sampai pada anak mengenal huruf
saja. Proses selanjutnya merangkai tidak dianjurkan. Uraian di atas dapat
dijabarkan dalam materi ajar metode global seperti berikut:
Contoh:
Ini Meri ini mama
ini meri
e. Penghilangan
Penghilangan yang dimaksud adalah menghilangkan (tidak dibaca) kata
atau frasa dari teks yang dibacanya. Biasanya disebabkan
ketidakmampuan anak mengucapkan huruf-huruf yang membentuk kata.
f. Pengulangan Kebiasaan anak mengulangi kata atau frasa dalam
membaca disebabakan oleh faktor tidak mengenali kata, kurang
menguasai huruf, bunyi, atau rendalh keterampilannya
g. Pembalikan
Beberapa anak melakukan kegiatan membaca dengan menggunakan
orientasi dari kanan ke kiri. Kata nasi dibaca isan. Selain itu, pembalikan
juga dapat terjadi dalam membunyikan huruf-huruf, misal huruf b dibaca
d, huruf p dibaca g. Kesulitan ini biasanya dialami oleh anak-anak kidal
yang memiliki kecenderungan menggunakan orientasi dari kanan ke kiri
dalam membaca dan menulis.
h. Penyisipan
Kebiasaan anak untuk menambahkan kata atau frase dalam kalimat yang
dibaca juga dipandang sebagai hambatan dalam membaca, misalnya,
anak menambah kata seorang dalam kalimat "anak sedang bermain
i. Penggantian
Kebiasaan mengganti suatu kata dengan kata lain disebabkan
ketidakmampuan anak membaca suatu kata, tetapi dia tahu dari makna
kata tersebut. Misalnya, karena anak tidak bisa membaca kata
mengunyah maka dia menggantinya dengan kata makan.
l. Kesulitan vocal
Dalam bahasa Indonesia, beberapa vokal dilambangkan dalam satu huruf,
misalnya e selain melambangkan bunyi e juga melambangkan bunyi é
(dalam kata keras, kepala, kerang, telah dan sebagainya) huruf-huruf
yang melambangkan beberapa bunyi seringkali menjadi sumber kesulitan
anak dalam membaca
m. Kesulitan kluster, diftong dan digraph
Dalam bahasa Indonesia dapat dijumpai adanya kluster (gabungan dua
konsonan atau lebih), diftong (gabungan dua vokal), dan digraf (dua
huruf yang melambangkan satu bunyi). Ketiga hal tersebut merupakan
sumber kesulitan anak yang sedang belajar membaca
n. Kesulitan menganalisis struktur kata
Anak seringkali mengalami kesulitan dalam mengenali suku kata yang
membangun suatu kata. Akibatnya anak tidak dapat mengucapkan kata
yang dibacanya.
o. Tidak mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya.
Hal ini disebabkan kurangnya penguasan kosakata, kurangnya
penguasaan struktur kata dan penguasaan unsur konteks (kalimat dan
hubunga antar kalimat).
p. Bimbingan terhadap anak yang kesulitan mengucapkan bunyi konsonan
dapat dilakukan bimbingan antara lain:
Kembangkan anak dalam mendengarkan konsonan yang sulit
misalnya tuliskan kata-kata yang dimulai dengan konsonan (depan,
adat, dapat, diri dan sebagainya).
Menyuruh anak mencari dan mengumpulkan kata yang didalamnya
terkandung konsonan tersebut.
Latih anak mengucapkan kata-kata yang didalamnya terkandung
konsonan.
q. Bimbingan terhadap anak yang mengalami kesulitan vocal dapat
dilakukan bimbingan antara lain:
81
Tanamkan pengertian pada diri anak bahwa huru huruf tertentu dalam
melambangkan lebih daristu bunyi misalnya : huruf e dapat melamba
bunyi e dan é.
Berikan contoh huruf e yang melambangkan bunyi e dan é dalam
kata-kata
Ajaklah anak mengumpulkan kata yang didalamnya terkandung huruf
tersebut.
D. Langkah-Langkah Pembelajaran
Sebelum kegiatan belajar-mengajar dimulai, ada beberapa hal yang perlu
disiapkan oleh guru, yaitu:
1. Guru mempersiapkan sumber bahan ajar, khususnya buku ajar. Guru juga
bisa mneggunakan sumber lain misalnya kalimat-kalimat sederhana yang
dibuat guru dalam kertas agak besar disertai gambar.
2. Guru membaca dan memahami standar kompetensi dan kompetensi dasar
materi yang akan diajarkan dan menjabarkannya sehingga materi yang akan
diajarkan jelas, rinci, serta mudah dipahami peserta didik.
82
Kelas II
a. Membaca dengan terang dan jelas
b. Membaca dengan penuh peraaan dan ekspresi
c. Membaca dengan tanpa tertegun-tegun, terbata-bata
87
Kelas III
a. Membaca dengan penuh perasaan dan ekspresi
b. Mengerti serta memahami bahan bacaan
Kelas IV
a. Memahami bacaan pada tingkat dasar
b. Kecepatan mata dan suara : 3 kata dalam satu detik
Kelas V
a. Membaca dengan pemahaman dan perasaan
b. Aneka kecepatan membaca dalam berbagai jenis bacaan
c. Dapat membaca tanpa terus menerus melihat bahan bacaan
Kelas VI
a. Membaca nyaring dengan penuh ekspresi/perasaan
b. Membaca nyaring dengan penuh percaya diri
c. Mempergunakn frasa atau makna majemuk yang tepat
d. jenis membaca nyaring
Pembelajaran membaca nyaring yang dapatditerapkan dikelas cukup
beragam. Ada reading alound, shared reading, guided readin, membaca
bersama, pidato dengan teks.
1) Reading aloud
Kegiatan membaca ini dilakukan oleh guru untuk siswanya atau dengan
kalimat lain guru membaca sisa mendengarkan. Jenis pembelajaran
seperti ini diterapkan dikelas rendah dan taman kanak-kanak dengan
88
menggunakan sumber bacaan dari buku atau teks bacaan lain. Meski
demikian kegiatan reading aloud juga dapat diterapkan di kelas tinggi
jika diperlukan bahkan di tingkat SLTP.
2) Shared reading
Shared reading adalah jenis kegiatan membaca nyaring yang dilakukan
antar guru dan siswa. Alam kegiatan ini antara guru dan siswa memegang
buku yang sama. Kegiatan membaca ini dapat dilakukan dikelas rendah
maupun dikelas tinggi.
3) Guided reading
Guided reading adalah salh satu jenis kegiatan membaca nyaring yang
memfungsikan guru sebagai pembimbing, pengamat dan
fasilitator.meskipun kegiatannya membaca nyaring namun penekananya
lebih kepada pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan.
Seluruh siswa membaca teks yang sama dengan guru kemudian
mendiskusikannya. Guru mengajukan peranyaan dan siswa menjawab
dengan kritis. Pertanyaan harus dibuat secara proposional. Kegiatan
demikian merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dilakukan
dalam kelas.
4. Memilih Bacaan
Kepentingan membaca bagi manusia dicanagkan oleh tuhan. Perintah
membaca oleh tuhan ini dikemas dalam ayat yang pertama kali diturunkan
Tuhan.dalam surat ini yakni al-alaq tertera lima ayat penting aturan
membaca bagi umat manusia untuk mencapai keberhasilan didunia maupun
diakhirat.
Banyak manfaat yang dapat dipetik dari kegiatan membaca. Manfaat
membaca bisa diperoleh oleh siapa saja dan dari tulisan apa saja. Sederetan
manfaat membaca dapat diuraikan seperti dibawah ini:
a. Mengusir rasa cemas dan gundah gulana
b. Tidak akan terjatuh kedalam lembah kebodohan
c. Menjernihkan pikiran
89
90
91
belajar menulis dengan tangan kiri. Urutan pelajarn menulis awal dilakuakan
sebagai berikut.
1. Penegnalan huruf dengan lagu ABC
2. Nengang pensil
3. Menggoreskan pensil (miring, tegak, datar, lingkaar)
4. Urutan pengenalan huruf c, d, g, ,j, y.
5. Asosisi huruf
6. Kreasi kata/ kalimat awal.
3. Metode Global
Sebagian orang mengistilahkan metode ini sebagai ‟Metode
Kalimat‟. Dikatakan demikian, karena alur proses pembelajaran MMP
yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian beberapa
kalimat secara global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud,
biasanya digunakan gambar. Di bawah gambar dimaksud, dituliskan sebuah
kalimat yang kira-kira merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai
contoh, jika kalimat yang diperkenalkan berbunyi ‟ini nani‟, maka gambar
yang cocok untuk menyertai kalimat itu adalah gambar seorang anak
perempuan.
Selanjutnya, setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat,
barulah proses pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula, guru mengambil
salah satu kalimat dari beberapa kalimat yang diperkenalkan di awal
pembelajaran tadi. Kalimat tersebut dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran
MMP. Melalui proses deglobalisasi (proses penguraian kalimat menjadi
satuan-satuan yang lebih kecil, yakni menjadi kata, suku kata, dan huruf),
selanjutnya anak menjalani proses belajar MMP.
Proses penguraian kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku
kata menjadi huruf-huruf, tidak disertai dengan proses sintesis (perangkaian
kembali). Artinya, hurufhuruf yang telah terurai itu tidak dikembalikan lagi
pada satuan di atasnya, yakni suku kata. Demikian juga dengan suku-suku
kata, tidak dirangkaikan lagi menjadi kata; kata-kata menjadi kalimat.
96
Sebagai contoh, di bawah ini dapat Anda lihat bahan untuk MMP
yang menggunakan Metode Gglobal.
a. Memperkenalkan gambar dan kalimat.
(tolong beri gambar dadu di sini) (tlg beri gambar kuda di sini)
4. Metode SAS
Menurut (Supriyadi, 1996: 334-335) pengertian metode SAS adalah
suatu pendekatan cerita disertai dengan gambar yang tidak terkandung unsur
analitik sintetik. Metode SAS menurut (Djuzak, 1996:8) adalah suatu
pembelajaran menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita
yakni cara memulai belajar menulis dengan menampil cerita yang diambil
dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa. Teknik pelaksanaan
pembelajaran metode SAS yakni keterampilan menulis kartu huruf, kartu
suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari
huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata
yang tersusun menjadi kalimat yang berarti (Subana).
Menurut Supriyadi metode yang cocok dengan jiwa anak-anak adalah
metode SAS. Alasannya adalah:
A. Metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, bahwa bentuk bahasa
yang terkecil adalah kalimat.
B. Metode ini memperhitungkan pengalaman bahasa anak, dan
C. Metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.
97
1. Papan Tulis, digunakan guru untuk memberikan contoh, dan oleh siswa
digunakan untuk menuliskan apa yang ditugaskan oleh guru. Misalnya,
menulis kata, kalimat, nama sendiri, dan sebagainya.
2. Papan Selip, digunakan oleh guru untuk menyelipkan gambar atau kartu
kata, kartu kalimat yang harus disalin oleh siswa atau gambar yang harus
dituliskan judulnya oleh siswa.
3. Papan Tali, digunakan untuk menggantungkan kartu kalimat, kartu-kartu
kata, dan huruf yang harus disalin oleh siswa, atau gambar yang perlu
dituliskan judulnya.
4. Majalah anak-anak, dapat digunakan untuk tugas menyalin kalimat
sederhana yang ada di dalamnya atau menyalin judul.
5. Papan Nama, kartu nama, label, dan sebagainya digunakan untuk tugas
menyalin
3. Latihan Menjiplak
Menjiplak adalah menggambar atau menulis garis-garis gambaran atau
tulisan yang akn ditiru (KBBI, 2008:586). Kegiatan menjiplak gambar
merupakan kegiatan awal dari kegiatan menulis. Berikan gambar-yang
mudah ditiru dan dalam ukuran yang lebih besar dari biasanya. Selain
menjiplak gambar, siswa mulai diarahkan menjiplak huruf. Hal ini penting
umtuk diketahui karena akan menentukan kualitas lisan.
4. Latihan Mengeblat
Menirukan atau menebalkan suatu tulisan dengan menindas tulisan yang
sudah ada. Ada beberapa cara mengeblat yang bisa dilakukan anak,
misalnya dengan menggunakan karbon, menggunakan kertas tipis,
menebalkan tulisan yang sudah ada.
9. Latihan Dikte/Imla
Latihan ini dimaksudkan untuk melatih siswa dalam mengordinasikan ucapan,
pendengaran, ingatan, dan jari-jarinya (ketika menulis), sehingga ucapan
seseorang itu dapat didengar, diingat, dan dipindahkan ke dalam wujud
tulisan dengan benar.
2. Menulis Mengeja
Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya
kreatifitas atau berfikir defergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf
untuk suatu kata yang dapat dianggap benar, tidak ada kompromi.
Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda jika
disusun secara berbeda. Kelompok huruf \b\, \i\, dan \u\ misalnya, dapat
disusun menjadi ibu, ubi, bui dan iub, tiga susunan pertama mengandung
makna yang berbeda sedangkan susunan terakhir tidak mengandung makna.
Oleh karena itu, mengeja pada hakikatnya memproduksi urutan huruf yang
benar baik dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata.
3. Menulis Ekspresif
Menulis ekspresif adalah mengungkapkan pikiran dan atau perasaan
kedalam suatu bentuk tulisan, sehingga dapat difahami oleh orang lain yang
sebahasa. Menulis ekspresif disebut juga mengarang atau komposisi.
Kesulitan menulis ekspresif mungkin yang terlalu banyak yang
dialami baik oleh anak maupun oleh orang dewasa. Agar dapat menulis
ekspresi seseorang harus terlebih dulu memiliki kemampuan berbahasa
ujaran, membaca, mengeja, menulis dengan jelas, dan memahami berbagai
aturan yang berlaku bagi suatu jenis penulisan, dengan menggunakan kata-
kata sendiri. ( Prof. Dr. Suprani, M.Pd. 2018:147. Pembelajaran Bahasa
Indonesia di Kelas Rendah Sekolah Dasar. Medan, Sumatra utara. Harapan
Cerdas.)
BAB VI
PEMBELAJARAN MENYIMAK DI KELAS RENDAH
A. Pengertian Menyimak
Menyimak dapat dibandingkan sebagai suatu sarana, sebagai suatu
keterampilan, sebagai seni, sebagai suatu proses, sebagai suatu respon, atau
sebagai suatu pengalaman kreatif. Menyimak dikatakan sebagai suatu sarana
sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu menyimak yang
harus melalui tahap mendengar bunyi bunyi yang telah dikenalnya dengan cara
seperti ini ia mampu mengimplementasikan dan memahami makna urutan
bunyi tersebut.
Menyimak menurut para ahli:
1. Tarigan djago (1991: 4) menyimak adalah suatu proses yang mencakup
kegiatan mendengarkan bunyi bahasa mengidentifikasi mengimplementasi,
menilai, dan merealisasi atas makna yang terkandung di dalamnya.
2. Harimurti K. 1981 dalam (Hariyadi 1996: 19) menyimak adalah
mendengarkan memerhatikan mengikuti menurut memindahkan dan
memperdulikan
3. Poerwadarminata (1984: 941) menyimak adalah mendengar atau
memerhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau yang dibaca orang.
4. Anderso, menyimak sebagai proses besar mendengar, mendengar, serta
menginterprestasikan lambang-lambang lisan.
Selain itu, menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan
bunyi-bunyi bahasa dan non-bahasa dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi dan interprestasi untuk memperoleh informasi, sekaligus menangkap
isi atau pesan, serta mampu memahami makna komunikasi yang telah
disampaikan oleh manusia dan atau sumber lainnya. Perlu kita camkan benar
bahwa menyimak adalah suatu penerimaan yang aktif terhadap informasi lisa.
Menyimak juga merupakan suatu perilaku yang dapat dianalisis dan
dimodifikasi, merupakan suatu yang dapat kita pilih untuk dilaksanakan atau
tidak dilaksanakan sama sekali, kita dapat menentukan apakah perlu diberi
104
105
wadah atau tidak, kita dapat menentukan tingkat efektifnya, dan kita dapat
menggantikan bahkan meningkatkan atau mengembangkannya. Demikian
dapat kita simpulkan bahwa perhatian adalah suatu proses penyelesaian dari
berbagai keragaman stimuli sebuah stimulus yang penting bagi seseorang pada
saat-saat tertentu. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa perhatian
bersinonim dengan persepsi selektif (webb, 1975: 130).
Bahwa menyimak adalah suatu proses mendengarkan bunyi baik bunyi
nonbahasa dan bunyi bhasa dengan penuh pemahaman, perhatian, apresiasi,
serta interprestasi, dengna menggunakan aktivitas telinga dalam menangkap
pesan yang di dengarkan untuk memperoleh informasi dan memahami isi yang
di sampaikan bunyi tersebut.
B. Proses Menyimak
Pemahaman menyimak menjadi lebih mudah apabila penyimak
mengetahui konteks wacana yang disimaknya. Hal tersebut memungkinkan
peserta didik menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki Untuk
menafsirkan dan memahami materi yang mereka sinar yang ada pada diri
penyimak sangat berperan dalam proses menyimak. Menyimak yang berhasil
adalah mereka yang memanfaatkan baik pengetahuan yang ditangkap dari
wacana yang disimak maupun pengetahuan yang telah mereka miliki yang
berhubungan dengan materi yang disimak. Dalam tahap mendengar, penyimak
berusaha menangkap pesan pembicara yang sudah diterjemahkan dalam bentuk
bunyi bahasa. Untuk menangkap bunyi bahasa itu diperlukan telinga yang peka
dan perhatian terpusat. Adapun faktor penting dalam menyimak adalah
keterlibatan penyimak dalam berinteraksi dengan pembicara.
Kegiatan menyimak perlu disesuaikan dengan kemampuan anak bagi
anak-anak yang tergolong rendah kemampuannya dalam menyimak setelah
menyimak teks yang sama dengan yang disimak oleh anak-anak yang lain
anak-anak tersebut dapat diberi tugas membuat ringkasan informasi yang
mereka simak anak-anak yang kemampuan menyimak nya rendah diberi tugas
menyebutkan jumlah pembicaraan atau jumlah kata-kata kunci.
106
kaum wanita saja atau terdiri dari pria saja ataupun campuran. Memang
harus diingatkan bahwa ada hal-hal yang tidak pantas disimak oleh kaum
pria dan wanita. jadi dengan singkat dapat kita katakan bahwa faktor
kelayakan ini tidak boleh diabaikan.
F. Tujuan Menyimak
Seperi yang sudah tertera pengertian menyimak berarti mendengarkan
dan memaknai serta bisa menyimpulkan apa yang telah disampaikan dari sang
pembicara melalui bahasa lisan atau ujaran. Tujuan seseorang menyimak
sesuatu itu beraneka ragam sebenarnya, antara lain;
1. Ada orang menyimak dengan tujuan agar dia dapat memperoleh
pengetahuan dari bahan ajar ujaran pembicara; dengan kata lain, dia
menyimak untuk belajar.
2. Ada orang yang menyimak dengan pendekatan pada penikmatan terhadap
sesuatu dari materi yang diujarkan atau yang diperdengarkan atau
109
pembelajaran dikelas tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa itu hal yang
tidak bisa dilakukan. Sebagai pendidik dan calon pendidik pun juga sudah
seharusnya menguasai segala strategi pembelajaran di kelas agar peserta didik
dapat menyimak dan memahami dengan cepat apa yang disamaikan oleh
gurunya. Semisal, membuat media pembelajaran yang menarik, membuat
games ditengah proses pembelaaran berlangsung, menanyakan apa saja yang
peserta didik sukai, dan sebagainya. Peserta didik khususnya di SD memang
tidak bisa secara instan memaknai apa yang telah disampaikan oleh guru
ataupun lawan bicara nya harus dengan berbagai tahapan agar dapat menyimak
apa yang telah didengar sebelumnya.
Berikut ada pula tahap-tahap menyimak yang dilakukan terhadap
kegiatan menyimak pada siswa Sekolah Dasar, Ruth G. Strickland
menyimpulkan adanya 9 tahap menyimak, mulai dari yang tidak berketentuan
sampai pada yang amat bersungguh-sungguh, kesembilan tahap iu, dapat
dilukiskan sebagai berikut:
Tahap-tahap menyimak
1. Menyimak berkala, yang terjadi pada saat-saat sang anak merasakan
keterlibatan langsung dalam pembiacaraan mengenai dirinya.
2. Menyimak dengan perhatiian dangkal, karena sering mendapat gangguan
dengan adanya selingan-selingan perhatiankepada hal-hal diluar
pembicaraan.
3. Setengah menyimak, karena terganggu oleh kegiatan menunggu kesempatan
untuk mengekspresikan isi hati ini merupakan penjaringan pasif yang
sesungguhnya.
4. Menyimak sekali-kali, menyimpan sebentar-sebentar apa yang disimak,
perhatian secara seksama berganti dengan keasyikan lain; hanya
memperhatikan kata-kata sang pembicara yang menarik hatinya saja.
5. Menyimak serapan, karena sang anak keasyikan menyerap atau
mengabsorpsi hal-hal yang kurang penting, hal ini merupakan penjaringan
pasif yang sesungguhnya.
111
F. Ragam Menyimak
Dalam pembicaraan terlebih dahulu telah dikemukakan bahwa tujuan
menyimak adalah memperoleh informasi, menangkap isi, serta memahami
makna komunikasi yang hendak disampaikan sang pembicara melalui ujaran.
Ini merupakan tujuan umum. Di samping tujuan umum terdapat pula tujuan
khusus yang menyebabkan adanya aneka ragam menyimak diantaranya:
1. Menyimak Ekstensil
Menyimak ekstensil adalah sejenis kegiatan menyimak mengenai hal-
hal yang lebih umum dan lebih bebas terhadap suatu ujaran, tidak perlu di
bawah bimbingan langsung dari seorang guru. Penggunaan yang paling
dasar islah menangkap atau mengingat kembali bahan yang telah dikenal
atau diketahui dalam suatau lingkungan yang baru dan suasana yang baru.
Menyimak ekstensif dapat pula memberi kesempatan dan kebebasan bagi
para siswa mendengar dan menyimak butir-butir kosa kata dan struktur-
struktur yang masih asing atau baru.
2. Menyimak Sosial
Pengalaman menunjukan bahwa anak kecil umumnya mempunyai
sedikit alasan untuk tidak menyimak secara tekun dan sungguh-sungguh
terhadap suatu hal cukup sang anak mempunyai jenis pilihan menyimak
secara acak (random) waktu dia mengobrol dengan temen-temen sebayanya
pada kegiatan bermain dia menyimak secara kebetulan. Menyimak secara
kebetulan seperti itu sangat penting sepanjang hidup kita dan dapat
113
3. Menyimak Sekunder
Menyimak sekunder adalah sejenis kegiatan menyimak secara
kebetulan dan secara ekstensif. Berikut ini ada dua contoh:
a. Menyimak pada musik yang mengiring ritme-ritme atau tari-tarian rakya
di sekolah dan acara-acar radio yang terdengar sayup-sayup sementara
kita menulis surat pada seorang teman di rumah.
b. Sambil menikmati musik kita beradaptasi, berpartisipasi dalam kegiatan
tertentu di sekolah seperti melukis, hasta karya tanah liat, membuat
sketsa dan latihan menulis indah.
4. Menyimak Estetik
Menyimak estetik ataupun yang disebut menyimak apresiatif adalah
fase terakhir dan kegiatan termasuk ke dalam menyimak secara kebetulan
dan menyimak secara ekstensif, mencakup:
a. Menyimak musik, puisi, membaca bersama, atau drama radio dan
rekaman-rekaman.
b. Menikmati cerita, puisi, teka-teki, gemerincing irama dan lakon-lakon
yang dibicarakan atau dicerikatakan oleh guru, siswa dan aktor.
5. Menyimak Pasif
Cara yang seolah-olah tidak memerlukan upaya bagi anak-anak dan
sejumlah penduduk pribumi mempelajari Bahasa asing dapat disebut
sebagai menyimak pasif, menyimak pasif adalah penyerapan suatu ujaran
tanpa upaya sadar yang biasanya menandai upaya-upaya kita pada saat
belajar dengan kurang teliti, tergesa-gesa, menghapal luar kepala, berlatih
santai, serta menguasai suatu Bahasa. Sebenarnya otak kita ‘bukan main’
aktifnya dalam menguasai, mendaftarkan, bunyi-bunyi, bau-bauan, bentuk-
bentuk dan rupa-rupa, walaupun kita seolah-olah mengarahkan perhatian
pada hal lain, bahkan pada saat kita tidur nyenyak.
114
6. Menyimak Intensif
Menyimak ekstensif lebih diarahkan pada kegiatan menyimak secara
lebih bebas dan lebih umum serta perlu dibawa bimbingan langsung para
guru, menyimak intensif diarahkan pada suatu kegiatan yang jauh lebih
diawasi, dinkontrol suatu hal tertentu. Dalam hal ini diharuslah diadakan
suatu pembagian penting sebagai berikut:
a. Menyimak Intensif ini terutama sekali dapat diarahkan sebagai bagian
dari program pengajaran Bahasa, atau
b. Terutama sekali dapat diarahkan pada pemahaman serta pengertian
secara umum. Jelas bahwa dalam butiran kedua ini makna Bahasa secara
umum sudah diketahui oleh para siswa.
7. Menyimak Keritis
Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan menyimak berupa pencarian
kesalahan atau kekeliruan bahkan juga butir-butir yang baik dan benar dari
ujaran seseorang pembicara dengan alasan-alasan yang kuat dapat diterima
oleh akal sehat. Pada umumnya menyimak keritis lebih cenderung meneliti
letak kekurangan, kekeliruan, dan ketidaktelitian yang terdapat dalam ujaran
atau pembicaraan seseorang. Anak-anak kita perlu belajar mendengarkan
dan menyimak secara kritis atas segala ucapan atau informasi lisan untuk
memperoleh kebenaran. Kegiatan-kegiatan menyimak secara kritis yaitu:
a) Memperhatikan kebiasaan-kebiasaan ujaran yang tepat, kata, pemakaian
kata, dan unsur-unsur kalimatnya.
b) Menentukan alasan mengapa?
c) Memahami aneka makna petunjuk konteks.
d) Membedakan fakta dari fantasi, yang relevan dari yang tidak relevan.
e) Membuat keputusan-keputusan.
f) Menarik kesimpulan-kesimpulan.
g) Menentukan jawaban bagi masalah tertentu.
h) Menentukan informasi baru atau informasi tembahan bagi suatu topik.
i) Menafsirkan, menginterpretasikan ungkapan, Bahasa yang belum umum
atau belum lazim dipakai.
115
8. Menyimak Konsentratif
Menyimak konsentratif sering juga disebut listening atau menyimak
sejenis telaah kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam menyimak
konsentratif ini yaitu:
a) Mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam pembicaraan.
b) Mencari dan merasakan hubungan-hubungan, seperti kelas, tempat, dan
waktu.
c) Mendapatkan atau memperoleh butiran-butiran informasi.
d) Memperoleh pemahaman dan pengertian yang mendalam.
e) Merasakan serta menghayati ide-ide sang pembicara.
f) Mencari dan mencatat fakta-fakta penting.
9. Menyimak Kreatif
Menyimak kreatif adalah sejenis kegiatan dalam menyimak yang
dapat mengakibatkan kesenangan rekonstruksi imajinatif para menyimak
terhadap bunyi, penglihatan, gerak, serta perasaan-perasaan yang dirasakan
atau dirangsang oleh sesuatu yang disimaknya. Menyimak kreatif
mencangkup kegiatan-kegiatan:
116
a) Nada suara,
Apakah turun atau naik ataupun tetap mendatar, jelas merupakan slah
satu dari hal-hal pertama yang harus diperhatikan oleh seorang anak
mengenai suatu Bahasa baru.
b) Bunyi-bunyi asing
Bagi seseirang menyimak secara selektif pada aneka variasi nada suatu
Bahasa yang biasanya memakan waktu paling sedikit seminggu atau
lebih, bunyi-bunyi asing tertentu, baik konsonsn maupun vocal tentu
sangat menarik perhatian.
c) Bunyi-bunyi yang bersamaan
Setelah menyimak secara selektif pada bunyi-bunyi yang asing, kita
hendaknya milai mengarahkan perhatian pada perangkat-perangkat bunyi
yang bersamaan. Bila kita terus menyimak perangkat bunyi yang
bersamaan baik konsonsn maupun vocal Bahasa mempunyai bunyi-bunyi
yang beraneka ragam.
d) Kata-kata dan frasa-frasa
Salah satu dari frasa yang paling penting dalam menyimak kata-kata
slektif ialah mencoba memahami makana yang dikandungnya.
5. Teknik Parafrase
Dalam penggunaan teknik ini, guru terlebih dahulu menyiapkan
sebuah puisi untuk disimak oleh siswa. Setelah itu, guru membacakan puisi
yang telah disiapkan dengan jelas. Kemudian setelah siswa selesai
menyimak, siswa secara bergiliran disuruh menceritakan kembali isi puisi
yang telah disimaknya dengan kata-kata sendiri.
Dalam menerapkan teknik ini, guru harus menyesuaikan dengan
perkembangan kebahasaan siswa, agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan
sesuai tujuan.
G. Perilaku Menyimak
Perilaku menyimak ada dua tipe perilaku dalam kegiatan menyimak
yaitu, menyimak faktual dan menyimak empatik setiap tipe perilaku menyimak
ini terutama kepentingan atau manfaatnya terdapat dalam kegiatan berbicara di
muka umum atau dalam public speaking.
1. Menyimak Faktual
Penguasaan yang mantap terhadap teknik-teknik menyimak faktual ini
justru memudahkan penyimak untuk menangkap serta memahami fakta-
fakta konsep-konsep serta Informasi yang disampaikan pembicara melalui
otak dan pikiran manusia hanya dapat memproses sejumlah fakta tertentu
dalam waktu tertentu selama kita tetap ingin bervariasi mau tak mau kita
harus memanfaatkan otak kita memilih serta mengorganisasikan semua
121
masukan yang kita terima dari para pembicara dalam hal ini otak kita
merupakan komputer yang memindahkan serta mengubah materi dan
membuatnya logis masuk akal dan mudah dipahami kalau kita
mempergunakan otak kita dengan cara ini pada prinsipnya kita tidak
mempraktikkan menyimak faktual yang juga dikenal sebagai menyimak
untuk mengingat pada saat ini menyimak kita mencoba menangkap ide-ide
pokok gagasan gagasan penting pembicara diantaranya.
a. Memusatkan perhatian pada pesan-pesan orang lain, dan
b. Berusaha mendapatkan fakta-fakta.
Perlu kita sadari benar bahwa menyimak faktual menuntut empat
keterampilan khusus yaitu:
1) Kita harus melibatkan diri secara total pada situasi komunikasi.
2) Kita harus menguasai seni atau kiat pembuatan catatan yang tepat.
3) Kita harus mencari serta menganalisis sarana sarana penunjang yang
diutarakan oleh sang pembicara.
4) Kita harus mencari pola organisasi dan struktur keseluruhan sang
pembicara.
Menyimak faktual ini merupakan suatu keterampilan dengan aneka
penerapan yang tidak terbatas kegunaannya bagi setiap situasi komunikasi
sangat berguna misalnya bagi para wartawan, guru, mahasiswa, hakim,
reporter, lembaga, konsumen, para juri dan sebagainya. Dalam diskusi
konferensi penataran seminar simposium kegunaan keterampilan menyimak
faktual ini sangat terasa sekali bagi para partisipan seluruhnya. Telah kita
perbincangkan serta sepintas mengenai pengertian kegunaan serta
keterampilan yang dituntut dalam kegiatan menyimak faktual. Terutama
mengenai 4 keterampilan khusus yang dituntut dari para penyimak yaitu:
1) Penyimak harus mencari pola organisasi dan struktur keseluruhan.
2) Penyimak harus melibatkan diri secara total.
3) Harus mencari dan menganalisis sarana penunjang.
4) Penyimak harus menguasai seni mencatat tepat guna.
122
2. Menyimak Empatik
Menyimak empatik dapat menolong kita untuk memahami sikap
psikologi dan emosional pembicara dan bagaimana sikap tersebut
mempengaruhi menyimak empatik ini dapat juga disebut menyimak aktif
atau menyimak pemahaman setiap pesan berisi dua bagian yaitu, materi
faktual dan perasaan atau sikap pembicara terhadap isi tersebut dengan
kegiatan menyimak demi pemahaman seseorang dapat menyerap serta
memahami pembicara. Ada beberapa perilaku yang dituntut dalam kegiatan
menyimak empatik diantaranya:
a. Memperhatikan isyarat isyarat non verbal
b. Menempat kan diri pada posisi orang lain, dan
c. perhatian pada pesan bukan pada penampilan.
F. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa
lisan. Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran,
gagasan, dan perasaan, Tarigan dalam (Haryadi, 1996: 54). Berbicara sering
dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial karena
berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan
faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, dan linguistik secara luas. Faktor-
faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara. Jadi tingkat
kemampuan berbicara seseorang tidak hanya ditentukan dengan mengukur
penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis, tetapi dengan
mengukur semua faktor tersebut secara menyeluruh. Dapat dikatakan bahwa
berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang
kelihatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia
demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan.
Kegiatan berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat
produktif artinya kegitan yang menyampaikan pesan, pemikiran, gagasan, dan
perasaan melalui bahasa lisan. Rancangan media pembelajaran disesuaikan
dengan tujuan pembelajaran, jenis tugas, dan respon yang diharapkan untuk
dikuasai siswa setelah pembelajaran berlangsung, dan konteks pembelajaran
termasuk karakteristik siswa. Media dalam proses pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesa, merangsang
pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa, sehingga dapat terdorong
untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Penggunaan media yang tepat
tentunya akan memaksimalkan hasil belajar siswa dan sesuai dengan yang
diharapkan. Hal ini didukung oleh pendapat Bretz (Martinis, 2005: 154)
membagi media menjadi tiga macam yaitu media suara, media bentuk visual,
dan media gerak. Media bentuk visual dibedakan menjadi tiga yaitu gambar
visual, garis (grafis dan symbol verbal). Salah satu media gambar yang dapat
125
126
digunakan untuk siswa adalah gambar seri. Gambar seri ini adalah kumpulan
dari beberapa gambar yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa yang
menarik yang disusun secara acak, atau berurut untuk dijaikan sebuah cerita.
1. Proses Berbicara
Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan
untuk melaksanakan suatu layanan. Dalam proses belajar berbahasa di
sekolah, anak-anak mengembangkan kemampuan secara vertikal. Mereka
sudah dapat mengungkapkan pesan secara lengkap meskipun belum
sempurna. Ellis dalam Roffi’uddin (1998: 12) mengemukakan adanya tiga
cara untuk mengembangkan secara vertikal dalam meningktakn kemampuan
berbicara :
a. Menirukan pembicaraan orang lain
b. Mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai
c. Mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran
sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa yang sudah benar.
Berikut ini proses pembelajaran berbicara dengan berbagai jenis
kegiatan, yaitu percakapan berbicara estetik, berbicara untuk menyampaikan
informasi atau untuk mempengaruhi, dan kegiatan dramatik (Tompkinss dan
Hoskisson dalam Rofi’uddin, 1998: 12)
1) Percakapan
Siswa mempelajari strategi dan keterampilan untuk melakukan
sosialiasi dan percakapan dengan teman-temannya ketika berpartisipsi
dalam kelompok kecil. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam
melakukan percakapan :
a) Memulai percakapan. Untuk memulai percakapan, seorang siswa
secara sukarela untuk membuka pembicaraan. Guru menyampaikan
petanyan yang didiskuikan, kemudian seorang murid mulai
percakapan dengan mengulangi pertanyaan tersebut, sedangkan
anggota kelompok menanggapinya.
b) Menjaga berlangsungnya percakapan. Siswa secara bergiliran
menyampaikan komentar atau mengajukan pertanyaan. Lewt
percakapan, siswa menuju pada tercapainya suatu tujuan. Tujuan
127
2) Berbicara Estetik
a) Memilih cerita. Hal yang paling penting dalam memilih cerita adalah
memilih cerita yang menarik. Pertimbangan lainnya : (a) cerita
tersebut sederhana, dengan alur cerita yang jelas, (b) memiliki awal,
pertengahan, dan akhir yang jelas, (c) tema cerita jelas, (d) jumlah
pelaku cerita tidak banyak, (e) cerita mengandung dialog, (f) cerita
menggunakan gaya bahasa perulangan, (g) cerita menggunakan
bahasa yang mengandung keindahan.
b) Menyiapkan diri untuk bercerita. Siswa hendaknya membaca kembali
dua atau tiga kali cerita yang akan diceritakan untuk memahami
perwatakan pelaku-pelakunya dan dapat menceritakan secara urut.
c) Menambahkan barang-barang yang diperlukan. Siswa dapat
menggunakan beberapa teknik untuk membuat ceritanya lebih hidup.
Siswa dapat menggunakan gambar-gambar yng ditempelkan di papan
planet, boneka, dan benda-benda yang menggambarkan pelaku
binatang atau barang-barang yang diceritakan agar cerita lebih
menarik.
d) Bercerita atau mendongeng. Kegiatan mendongeng dapat dilakukan
dalam kelompok-kelompok kecil sehingga penggunaan waktunya
dapat efisien.
4) Kegiatan Dramatik
Bermain drama merupakan media bagi sisw untuk menggunakan
bahasa verbal dan nonverbal dalam onteks yang bermakna. Kegiatan
drama memiliki kekuatan sebagai suatu teknik pembelajaran bahasa
karena melibatkan siswa dalam kegiatan berpikir logis dan kreatif,
memberikan pengalaman belajar secara aktif, dan memadukan empat
keterampilan berbahasa.
a. Substitution:
Para instruktur menyuruh para pembelajar memakai sinonim, paraphrase,
dan gerak-gerik untuk menjelaskan artinya dalam tugas penceritaan kembali
suatu teks.
b. Cooperation:
Sang instruktur menyuruh para pembelajar bekerja dalam kelompok
mengenai penugasan berbicara dan mendorong mereka saling menolong
satu sama lain mengerjakan tugas ini.
c. Self-evalution:
Para instruktur memberi kesempatan kepada para pembelajar untuk
mengecek seberapa baik mereka membuat keefektifan komunikatif mereka.
139
140
berbicara membaca dan menulis. Adapun pemilihan bahan ajar tersebut dapat
dicari pada sumber-sumber yang relevan (Depdiknas,2003).
Pembelajaran sastra di SD adalah pembelajaran sastra anak. Sastra anak
adalah karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan
berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia
antara 6 sampai 13 tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata bukan
berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak.
Hakikat sastra anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak
yang khas milik mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu
dan bermula pada penyajian nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai
Pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
Sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk
kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam
sastra anak memuat amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak,
mengembangkan imajinasi dan kreativitas, serta memberi pengetahuan
keterampilan praktis bagi anak. Fungsi hiburan dalam sastra anak dapat
membuat anak merasa bahagia atau senang membaca, senang dan gembira
mendengarkan cerita ketika dibacakan atau dideklamasikan, dan mendapatkan
kenikmatan atau kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosi nya.
Pengajaran sastra di sekolah dasar (SD) diarahkan terutama pada proses
pemberian pengalaman bersastra. Siswa diajak untuk mengenal bentuk dan isi
sebuah karya sastra melalui kegiatan mengenal dan mengakrabi cipta sastra
sehingga tumbuh pemahaman dan sikap menghargai cipta sastra sebagai suatu
karya yang indah dan bermakna. Karya sastra anak yang merupakan jenis
bacaan cerita anak-anak merupakan bentuk karya sastra yang ditulis untuk
konsumsi anak-anak.
Sebagaimana karya sastra pada umumnya, bacaan sastra anak-anak
merupakan hasil kreasi imajinatif yang mampu menggambarkan dunia rekaan,
menghadirkan pemahaman dan pengalaman keindahan tertentu. Anak usia SD
pada jenjang kelas menengah dan akhir sebagai pembaca sastra telah mampu
menghubungkan dunia pengalamannya dengan dunia rekaan yang
141
3. Perkembangan Kepribadian
Sastra mempunyai peranan penting dalam perkembangan kepribadian anak.
Tokoh-tokoh dalam karya sastra secara tidak sadar akan mendorong atau
mempengaruhi anak-anak mengendalikan berbagai emosi, misalnya: benci,
cemas, takut, bangga, angkuh, sombong, dan lainnya. Disini guru harus
pintar-pintar memilih bacaan untuk anak yang didalamnya terdapat pesan,
kesan moral bagi anak.
4. Perkembangan Sosial
Istilah sosialisasi mengacu pada suatu proses yang digunakan untuk anak-
anak dalam membentuk perilaku, norma-norma, dan motivasi, yang selalu
dipantau serta dinilai oleh keluarga dan kelompok budaya mereke. Ada tiga
proses yang sangat berpengaruh dalam sosialisasi dunia anak-anak.
Dalam perkemabngannya anak akan melakukan sesuatu sesuai
dengan keinginan mereka, untuk itu dalam pembelajaran sastra pada anak
yang harus dilakukan yaitu: pertama, proses hadiah dan hukuman.
Orangtua/orang dewasa kerap kali memberikan hadiah kepada anak atas
perilaku yang baik. Sebaliknya, mereka memberikan hukuman atas
perilaku yang tidak baik. Hal ini bermakna, anak disuruh melakukan hal-
hal yang baik dan melarang melakukan hal-hal yang tidak baik
Kedua,, proses imitasi/peniruan. Anak-anak meniru/menyontoh
perilaku atau respon orang dewasa atau teman sebaya. Pada masa ini
anak belajar tentang perilaku yang diterima dalam masyarakat.
Ketiga, proses identifikasi. Proses ini menuntut ikatan emosional
dengan model-model yang ada. Anak-anak menginginkan agar pikiran,
perasaan, dan sifat-sifat mereka sama dengan model yang disukai.
Karena itu dalam karya sastra yang dipilih untuk anak SD hendaknya
menampilkan tokoh model yang dapat membawa anak –anak kearah
yang lebih baik.
144
terutama dalam hal (1) perkembangan bahasa, (2) perkembangan kognitif, (3)
perkembangan kepribadian, dan (4) perkembangan sosial. Sastra yang terwujud
untuk anak-anak selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan
daya kognisi yang akan mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas
juga bertujuan mengarahkan anak pada pemahaman yang baik tentang alam
dan lingkungan serta pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri
maupun orang lain.
Komik adalah cerita yang bertekanan pada gerak dan tindakan yang
ditampilkan lewat urutan gambar yang dibuat secara khas dengan
paduan kata-kata.
b. Hikayat
150
2. Puisi Lama
a. Mantra
Mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmat dan kekuatan
gaib. Mantra sering diucapkan oleh dukun atau pawang.
b. Bidal
Bidal adalah pepatah atau peribahasa dalam sastra melayu lama
yang kebanyakan berisi sindiran, peringatan, nasihat dan sejenisnya.
Yang termasuk kategori Bidal adalah :
1) Ungkapan, yaitu kiasan tentang keadaan atau kelakuan yang
dinyatakan dengan sepatah atau beberapa patah kata.
2) Peribahasa, yaitu kalimat lengkap yang mengungkapkan keadaan
atau kelakuan seseorang dengan mengambil perbandingan alam
sekitar.
3) Tamsil, yaitu seperti perumpamaan tetapi diikuti bagian yang
menjelaskan.
4) Ibarat, yaitu seperti perumpamaan dan tamsil tetapi diikuti bagian
yang menjelaskan yang berisi perbandingan dengan alam.
5) Pepatah, yaitu kiasan tetap yang dinyatakan dalam kalimat selesai.
151
B. Hakikat Penilaian
Penilaian atau disebut juga Assasment dapat didefinisikan sebagai suatu
proses untuk menganbil keputusan dengan menggunakan informasi yang di
peroleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan instrumen
tes maupun non tes. Dikemukakan oleh Asmawi, Zainul dan Agus Mulyana
(2007: 7) bahwa asesmen (Penilaian) adalah memberikan nilai tentang kualitas
sesuatu. Hal senada dikemukakan oleh Nana Sudjana (1990: 3) asesmen atau
penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek
tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu.
Pada hakikatnya, penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang
proses dan hasil belajar siswa dalam rangka untuk membuat keputusan
berdasarkan kriteria pertimbangan tertentu (Arifin, 2012). Beliau juga
menjelaskan bahwa penilaian harus dipandang sebagai salah satu faktor
penting yang sangat menentukan keberhasilan proses dan hasil belajar, bukan
hanya sebagai yang digunakan untuk menilai hasil belajar. Penilaian harus
dapat menginformasikan kepada guru untuk meningkatkan kemampuan
mengajarnya dan membantu siswa mencapai perkembangan belajarnya secara
maksimal. Implikasinya adalah kegiatan penilaian harus dilakukan sebagai cara
atau teknik yang mendidik sesuai dengan prinsip pembelajaran.
Tiga istilah yang sering digunakan dalam dunia pendidikan serta tidak
jarang pula sering dikacaukan pemakaiannya atau disamakan begitu saja
pengertiannya. Ketiga istilah tersebut adalah Penilaian (Evaluation),
Pengukuran (Measurement) dan Tes (Test).
1. Penilaian
Penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui apakah suatu
kegiatan, proses suatu kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan
tujuan atau kriteria yang telah ditentukan (Tuckman dalam Nurgiyantoro,
152
153
2010 : 6). Untuk dapat memberikan penilaian secara tepat, kita memerlukan
data-data tentang kemampuan peserta didik. Data kemampuan yang
dimaksud biasanya diwujudkan dalam bentuk skor atau angka-angka. Untuk
mendapatkan data skor tersebut, kita memerlukan prosedur penilaian atau
kegiatan yang berupa pengukura. Melalui pengukuran tingkat kemampuan
peserta didik yang diwujudkan dalam angka.
2. Pengukuran
Hanya pada bagian atau alat penilaian saja yang selalu berhubungan
dengan data-data kuantitatif, misalnya berupa skor-skor peserta didik
(Tuckman dalam Nurgiyantoro, 2010 : 6). Untuk mendapatkan informasi
tentang kemampuan peserta didik yang berwujud data-data angka lewat
pengukuran tersebut, diperlukan cara dan alat yang sesuai dengan tujuan
pengukuran dan apa yang akan diukur. Cara dan alat yang dilakukan dapat
bermacam-macamsalah satunya adalah dengan tes. Dan data yang diperoleh
melalui pengamatan, pemberian angket, wawancara, penugasan, portopolio
dan lain-lain. Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka
atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan bila seorang
siswa telah mencapai karakteristik tertentu.” Hasil penilaian dapat berupa
nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif
(berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau
penentuan nilai kuantitatif tersebut. Tes adalah cara penilaian yang
dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu
serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas
(Depdiknas, 2006).
3. Tes
Tes merupakan sebuah intrumen atau prosedur yang sistematis untuk
mengukur suatu sampel tingkah laku, misalkan untuk menjawab pertanyaan
“Seberapa baik atau tinggi kinerja seseorang” yang jawabannya berupa
angka pengukuran dipihak lain, merupakan proses untuk memperoleh
154
g. Menjelang ahir-ahir ini telah ada minat terhadap hal-hal mata pelajaran
yang khusus.
h. Pada umumnya anak terhadap tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha
menyelesaikan sendirinya .
i. Pada masa ini anak memandang nilai atau angka nilai rapot sebgai
ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah.
j. Anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya biasanya untuk
bermain bersama-sama.
3) Bercerita
4) Menulis laporan
5) Berpidato
6) Membaca puisi
7) Membuat peta perjalanaan
c. Berkesinambungan
Penilaian berkesinambungandimaksudkan sebagai penilaian yang
di lakukan secara terus menerus dan berkelanjutan selama pembelajaran
berlangsung . Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh
mengenai perkembangan hasil belajar peserta didik, mematau
proses,kemajuan dan perbaikan hasil untuk terus menerus dalam
penilaian proses dan berbagai jenis ulangan secara berkelannjutan(
ulangan harian, ulanagan tengah semester, ulangan akhir semester).
d. Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tertulis, lisan,produk,
portofolio, unjuk kerja, projek pengamatan dan penilaian diri.
e. Berdasarkan acuan kriteria
Kemampuan peserta didik tidak tidak di bnadingkan dengan
kelompoknya tetapi dibandingakan kriteria yang di tetapkan, misalnya
ketentuan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masing-
masing. Penilaian didasarkan padaukuran pencapaian kometensi yang di
tetapkan. Kemampuan peserta didik tidak dibandingan terhadap kriteria
yang di tetapkan, misalnya ketentuan belajar minimal (KKM), yang di
tetapkan oleh satuan pendidikan masing-masingdengan
mempertimbangkan karaktristik kompetensi dasar yang akan dicapai,
daya dukung (sarana dan guru), dan karakteristik peserta didik.
KKM diperlukan agar guru mengetahui kompetensi yang sudah
dan belum di kuasai secara tuntas. Guru mengetahui sedini mungkin
kesulitan peserta didik, sehingga pencapaian kompetensi yang kurang
optimal dapat di perbaiki.
159
J. Jenis-Jenis Penilaian
Penilaian pembelajaran bahasa Indonesia dilaksankan melalui berbagai
cara, yaitu tes tertulis (paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa
melalui kumpulan hasil kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk,
penilaian proyek, dan penilaian unjuk kerja (performance) siswa.
1. Penilaian Tertulis
Penilaian tertulis biasanya diadakan untuk waktu yang terbatas dan
dalam kondisi tertentu.Dari berbagai alat penilaian tertulis, alat penilaian
jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang
hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat
(pengetahuan). Alat pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai
kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai
kelemahan, yaitu siswa tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi
cenderung hanya menerka jawaban yang benar. Hal ini menimbulkan
kecenderungan siswa tidak belajar memahami pelajaran tetapi
menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan
pemakainnya karena tidak menggambarkan kemampuan siswa yang
sesungguhnya.
Bentuk penilaian tertulis ini untuk kegiatan pembelajaran bahasa,
hanya digunakan untuk menilai hal-hal yang terkait dengan pengetahuan
bahasa. Hanya sedikit yang menggunakan bentuk ini, yang diajarkan dalam
bahasa Indonesia ialah keterampilan berbahasa, sehingga bila yang
ditanyakan hanya seputar kemampuan mengingat dan pemahaman, akan sia-
sia. Kalaupun akan menggunakan bentuk ini, soal harus dibuat sedemikian
rupa sehingga tetap yang diujikan mencakup kemampuan keterampilan.
4. Penilaian Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan hasil karya (hasil kerja) seorang
siswa dalam satu periode tertentu. Kumpulan karya ini menggambarkan
tarap kemampuan /kompetensi yang telah dicapai seorang siswa. Dengan
demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar
siswa. Perkembangan tersebut tidak dapat terlihat dari hasil pengujian.
Kumpulan karya siswa itu merupakan refleksi perkembangan berbagai
kompetensi. Portofolio menurut Tierney dkk ( 1991:41) adalah “ Systematic
collections by both students and teachers.” Atau koleksi atau kumpulan
161
sistematik karya yang dikembangkan oleh siswa dan guru. Karya yang
dikumpulkan bisa berupa gambar, karangan, puisi, dan sebagainya.
Kumpulan karya tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menelaah usaha,
perbaikan, proses, dan pencapaian kemampuan siswa. Melalui refleksi
terhadap koleksi-koleksi karya siswa, guru dan siswa dapat bekerjasama
untuk menentukan kekuatan-kekuatan dan kemajuan-kemajuan siswa.
Karya puisi, cerpen, ilustrasi puisi, kliping puisi atau cerpen, atau
tulisan tegak bersambung siswa kelas rendah dapat dijadikan portofolio.
Dengan portofolio, guru dan siswa secara kolaboratif dapat bekerja sama
untuk meneliti dan melihat kelebihan atau keunggulan-keunggulan karya
puisi atau cerepn siswa bahkan tulisan siswa selama satu semester. Apa
kelebihan siswa dalam karangannya atau apa kekurangan siswa dalam
karangan yang telah dibuatnya.
Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan,
ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester yang
diuraikan sebagai berikut:
a. Model Penilaian Berdasarkan Jenisnya
1) Penilaian Otentik
Merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk
menilai aspek sikap, pengetahuan, keterampilan mulai dari masukan
(input), proses, sampai keluaran (output), pembelajaran. Penilaian
otentik bersifat alami, apa adanya, tidak dalam suasana tertekan. Jhon
Mueller membandingkan penilaian tradisional dengan penilaian
otentik sebagai berikut :
PENILAIAN TRADISIONAL PENILAIAN OTENTIK
Memilih suatu tanggapan Mengerjakan tugas
Buatan Dunia nyata
Mengingat/mengenali Konstruksi/penerapan
162
166
167
visual yang tidak diproyeksikan dan media visual yang diproyeksikan. Media
visual yang tidak diproyeksikan seperti gambar diam, misalkan lukisan,
gambar, foto, dan lain-lain.
Sedangkan yang termasuk media visual yang diproyeksikan yaitu media
menggunakan alat proyeksi layar dan ada beberapa alat yang sering digunakan
dalam media pengembangan bahasa di kelas rendah di antaranya yaitu:
1. Media Audio
Media audio berfungsi untuk menyalurkan pesan ke penerima pesan. Media
audio berkaitan erat dengan indra pendengar. Contoh media audio yaitu:
pemutaran rekaman suara di laboratorium bahasa, radio, dan lain-lain.
2. Media Visual
Media visual yaitu media yang mengadakan indra penglihatan. Contoh
media visual di antaranya: gambar, lukisan, dan foto.
3. Media Audio Visual
Media audio visual merupakan media yang mampu menampilkan suara dan
gambar. Contoh media audio visual: penayangan video.
4. Media Serbaneka
Media serbaneka merupakan suatu media yang disesuaikan dengan daerah,
di sekolah atau lokasi lain atau di masyarakat yang dapat dimanfaatkan
sebagai media pengajaran. Contoh media serbaneka di antaranya: papan
tulis, media tiga dimensi, realita, dan sumber belajar pada masyarakat.
Adapun klasifikasi macam-macam media pembelajaran (Silabus.org):
1. Media Audio
Media audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio dari sumber pesan
ke penerima pesan. Media audio berkaitan erat dengan indra pendengaran.
Contoh media yang dapat dikelompokkan dalam media audio di antaranya:
radio, tape recorder, telepon, laboratorium bahasa, dan lain-lain.
2. Media Visual
Media visual yaitu media yang mengandalkan indra penglihatan. Media
visual dibedakan menjadi dua yaitu: (1) media visual diam; dan (2) media
visual gerak.
175
DAFTAR PUSTAKA