Anda di halaman 1dari 30

KUTIPAN DAN CATATAN KAKI

MAKALAH
Ditulis untuk Memenuhi Tugas Bahasa Indonesia

oleh
Ridhani Rida Ramadhan (115061100111009)
David Johan (115061100111013)
Afida Khofsoh (115061100111031)
Febrika Larasati (115061101111001)
Dewi Ariesi R. (115061105111007)
Adit Iqbal Iskandar (115061105111005)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

KATA PENGANTAR
Kutipan dan catatan kaki merupakan salah satu hal yang penting
untuk dipahami, sehingga dapat diterapkan pada penulisan makalah atau
skripsi dengan tujuan untuk menegaskan isi uraian atau untuk
membuktikan apa yang dikatakan. Penjelasan tersebut penulis berikan
dengan bentuk makalah yang berjudul Kutipan dan Catatan Kaki.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang kaitan
kutipan dan catatan kaki, yang kami sajikan berdasarkan dari berbagai
sumber referensi.
Segala puji hanya milik Allah SWT. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Bahasa Indonesia. Dalam penyusunan tugas atau materi ini,
tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan ibu dosen, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para
mahasiswa Teknik Kimia Universitas Brawijaya. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jau dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing saya meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah saya di masa yang akan datang dan mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca.

Malang, 8 April 2013


Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul ...............................................................................................................
Kata Pengantar ...............................................................................................................
Daftar Isi .........................................................................................................................
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................
D. Manfaat Hasil Penulisan ...........................................................................................
BAB II Pembahasan .......................................................................................................
A. Kutipan ......................................................................................................................
1. Tujuan Pembuatan Kutipan ..................................................................................
2. Jenis Kutipan ........................................................................................................
3. Prinsip-prinsip Mengutip ......................................................................................
4. Cara Mengutip ......................................................................................................
5. Tanggung Jawab Penulis ......................................................................................
B. Catatan Kaki ..............................................................................................................
1. Pengertian Catatan Kaki .......................................................................................
2. Tujuan Pembuatan Catatan Kaki ..........................................................................
3. Prinsip Membuat Catatan Kaki ............................................................................
4. Jenis Catatan Kaki ................................................................................................
5. Unsur-unsur Referensi ..........................................................................................
6. Cara Membuat Catatan Kaki ................................................................................
7. Singkatan-singkatan .............................................................................................
8. Penerapan Catatan Kaki dan Singkatan ................................................................
BAB III Penutup .............................................................................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................................................
B. Saran ..........................................................................................................................
Daftar Pustaka ................................................................................................................

i
ii
iii
1
1
1
1
1
2
2
2
2
3
4
11
12
12
12
13
15
15
17
23
24
26
26
26
27

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Penulisan suatu makalah, skripsi atau karya ilmiah yang lain tidak terlepas dari
pengutipan teori sebagai penunjang ataupun penguat pernyataan penulis dari berbagai
sumber. Sumber tersebut dapat berupa teori tertulis maupun pendapat seseorang yang
lebih ahli dalam bidangnya.
Penulisan kutipan telah menjadi hal yang umum dan tidak dilarang.Tulisan yang
mengandung kutipan dari sumber terpercaya terkadang lebih meyakinkan di mata
pembaca. Di sisi lain, pernyataan yang dikutip juga sering
Adanya pernyataan yang dikutip, tentu saja terdapat aturan-aturan dalam
penulisannya.Selain berfungsi sebagai kemudahan pencarian rujukan oleh pembaca,
aturan-aturan ini juga dapat menyatukan kutipan dengan tulisan.Sehingga tulisan lebih
terlihat padu dan meyakinkan pembaca.Aturan-aturan ini direalisasikan dalam kutipan
dan catatan kaki (footnote).

B.

Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kutipan dan catatan kaki?
2. Bagaimana prinsip kutipan dan catatan kaki?
3. Bagaimana cara penulisan kutipan dan catatan kaki?

C.

Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kutipan dan catatan kaki.
2. Mengetahui prinsip kutipan dan catatan kaki.
3. Mengetahui cara penulisan kutipan dan catatan kaki.

D.

Manfaat Hasil Penulisan


Pembaca dapat mengetahui tentang prinsip maupun aturan dalam penulisan
kutipan dan catatan kaki sehingga dapat mengaplikasikannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.

Kutipan
1.

Tujuan Membuat Kutipan


Dalam penulisan-penulisan ilmiah baik penulisan artikel-artikel ilmiah,
karya-karya tulis, maupun penulisan skripsi dan disertasi seringkali
dipergunakan kutipan-kutipan untuk menegaskan isi uraian, atau untuk
membuktikan apa yang dikatakan.
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seseorang pengarang,
atau ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku maupun
majalah-majalah. Adalah sangat membuang waktu bila sebuah kebenaran yang
telah diselidiki dan dibuktikan oleh seorang ahli dan sudah dimuat secara luas
dalam sebuah buku atau majalah, harus diselidiki kembali oleh seorang penulis
untuk menemukan kesimpulan yang sama. Di samping itu dalam keadaan tertentu
seorang penulis karya ilmiah tidak punya waktu untuk menyelidiki suatu segi
kecil dari tulisannya secara mendalam. Sebab itu hal-hal yang penting dan yang
sudah dikenal atau sudah ditulis dalam buku-buku tidak perlu diselidiki lagi.
Penulis cukup mengutip pendapat yang dianggapnya benar itu dengan
menyebutkan di mana pendapat iti dibaca, sehingga pembaca dapat mencocokkan
kutipan itu dengan sumber aslinya.
Walaupun kutipan atas pendapat seorang ahli itu diperkenankan tidaklah
berarti bahwa sebuah tulisan seluruhnya dapat terdiri dari kutipan-kutipan. Penulis
harus bisa menahan dirinya untuk tidak terlalu banyak mempergunakan kutipan
supaya karangannya jangan dianggap sebagai suatu himpunan dari berbagai
macam pendapat. Garis besar kerangka karangan, serta kesimpulan-kesimpulan
yang dibuat merupakan pendapat penulis sendiri, sebaliknya kutipan-kutipan
hanya berfungsi sebagai bahan bukti untuk menunjang pendapatnya itu.

2.

Jenis Kutipan
Menurut jenisnya, kutipan dapat dibedakan atas kutipan langsung dan
kutipan tak langsung (kutipan isi). Kutipan langsung adalah pinjaman pendapat
dengan mengambil secara lengkap kata demi kata, kalimat demi kalimat dari
sebuah teks asli. Sebaliknya, kutipan tak langsung adalah pinjaman pendapat
seorang pengarang atau tokoh terkenal berupa inti sari atau ikhtisar dari pendapat
tersebut.
Perbedaan antara kedua jenis kutipan ini harus benar-benar diperhatikan
karena akan membawa konsekuensi yang berlainan bila dimasukkan dalam teks.
Dalam hubungan ini cara mengambil bahan-bahan dari buku-buku pada waktu
mengumpulkan data, akan sangat membantu. Seperti sudah diuraikan pada bab
mengenai pengumpulan data, semua kutipan langsung yang dicatat pada kartu
tidak harus dimasukkan dalam tanda kutip. Dengan cara yang demikian, penulis
tidak akan mengalami kesulitan pada waktu memasukkannya dalam teks.
2

Dalam mengambil sebuah kutipan, hendaknya kutipan itu jangan terlalu


panjang, misalnya satu halaman atau lebih. Bila demikian halnya, pembaca sering
lupa bahwa apa yang dibacanya pada halaman tersebut adalah sebuah kutipan.
Sebab itu kutipan hendaknya diambil seperlunya saja, sehingga tidak merusak
atau mengganggu uraian yang sebenarnya. Bila penulis menganggap perlu
memasukkan kutipan yang panjang, maka lebih baik memasukkannya dalam
bagian Apendiks atau Lampiran.
Di samping kutipan yang diambil dari buku-buku atau majalah-majalah, ada
pula kutipan yang diambil dari penuturan lisan.Penuturan lisan ini bisa terjadi
melalui wawancara atau ceramah-ceramah. Namun kutipan semacam ini dalam
karya-karya ilmiah akan kurang nilainya kalau disajikan begitu saja. Agar nilainya
lebih dapat dipertanggungjawabkan, maka harus dimintakan pengesahannya lagi
dari orang yang bersangkutan.

3.

Prinsip-Prinsip Mengutip
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat kutipan adalah:
a. Jangan mengadakan perubahan
Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh
mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Bila pengarang menganggap
perlu untuk mengadakan perubahan tekniknya, maka ia harus menyatakan atau
memberi keterangan yang jelas bahwa telah diadakan perubahan tertentu.
Misalnya dalam naskah tidak ada kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan
dalam huruf miring (kursif) atau digaris-bawahi, tetapi oleh pertimbangan
penulis kata-kata atau bagian kalimat tertentu itu diberi huruf tebal, huruf
miring, atau direnggangkan. Pertimbangan untuk merubah teknik itu bisa
bermacam-macam: untuk memberi aksentuasi, contoh, pertentangan dan
sebagainya. Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan
dalam kurung segi empat [] bahwa perubahan teknik itu dibuat sendiri oleh
penulis, dan tidak ada dalam teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi empat
itu misalnya berbunyi sebagai berikut: [huruf miring dari saya, Penulis].
b. Bila ada kesalahan
Bila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan, entah dalam
persoalan ejaan maupun dalam soal-soal ketatabahasaan, penulis tidak boleh
memperbaiki kesalahan-kesalahan itu.Ia hanya mengutip sebagaimana adanya.
Demikian pula halnya kalau penulis tidak setuju dengan suatu bagian dari
kutipan itu.
Dalam hal terakhir ini kutipan tetap dilakukan, hanya penulis
diperkenankan mengadakan perbaikan atau catatan terhadap kesalahan
tersebut.Perbaikan atau catatan itu dapat ditempatkan sebagai catatan kaki, atau
dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung segi empat [...] seperti halnya
dengan perubahan teknik sebagai telah dikemukakan di atas. Catatan dalam
tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan di belakang kata atau unsur
yang hendak diperbaiki, diberi catatan, atau yang tidak disetujui itu. Misalnya,
kalau kita tidak setuju dengan bagian itu, maka biasanya diberi catatan singkat:
[sic!] Kata sic! Yang ditempatkan dalam kurung segi empat menunjukkan
3

bahwa penulis tidak bertamggungjawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip


sesuai dengan apa yang terdapat dalam naskah aslinya.
Coba perhatikan contoh berikut:
Demikian juga dengan tata bahasa yang lain dalam karya tulis ini
kami selalu berusaha mencari bentuk kata yang mengandung makan
[sic!] sentral/distribusi yang terbanyak sebagai bahan dari daftar
Swadesh.
Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak;
seharusnya makna.Namun dalam kutipan, penulis tidak boleh langsung
memperbaiki kesalahan itu. Ia harus memberi catatan bahwa ada
kesalahan dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks aslinya. Untuk
karya-karya ilmiah penggunaan sic! Dalam tanda kurung segi empat yang
ditempatkan langsung di belakang kata atau bagian yang bersangkutan
dirasakan lebih mantap.
c. Menghilangkan Bagian Kutipan
Dalam kutipan-kutipan diperkenankan pula menghilangkan bagianbagian tertentu dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu tidak boleh
mengakibatkan perubahan makna aslinya atau makna keseluruhannya.
Penghilangan itu biasanya dinyatakan dengan mempergunakan tiga titik
berspasi [. . .]. Jika unsur yang dihilangkan itu terdapat pada akhir sebuah
kalimat, maka ketiga titik berspasi itu ditambahkan sesudah titik yang
mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yang dihilangkan itu terdiri dari satu alinea
atau lebih, maka biasanya dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu
baris halaman. Dalam hal ini sama sekali tidak diperkenankan untuk
menggunakan garis penguhubung [ - ] sebagai pengganti titik-titik. Bila ada
tanda kutip, maka titik-titik itu baik pada awal kutipan maupun pada akhir
kutipan harus dimasukkan dalam tanda kutip sebab unsur dihilangkan itu
dianggap sebagai bagian dari kutipan.
Contoh:
Hal ini cocok dengan kehidupan para kepala itu sebagai pemimpin
masyarakat, tetapi juga sebagai pemimpin upacara-upacara keagamaan.
Kata Mallinckrodt: . . . in primitieve streken is werzaamheid van het
hoofd met betrekking tot do de godsdienst een zijner voornaamste
functies en de rechtspraak, op bovenbedoelde wijze opgevat, word teen
ten deele religieuze verrichting, die het magisch evenwicht der
gemeenschap herstellen moet.1

4.Cara-Cara Mengutip
Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi)
akan membawa akibat yang berlainan pada saat memasukkannya dalam teks.
Begitu pula cara membuat kutipan langsung akan berbeda pula menurut panjang
pendeknya kutipan itu. Agar tiap-tiap jenis kutipan dapat dipahami dengan lebih
jelas, perhatikanlah cara-cara berikut:
1 R. M. Koentjaraningrat, Beberapa Metode Antropologi, (Djakarta, 1958), hal. 355. Teks sudah
disesuaikan dengan ejaan yang disempurnakan.
4

a. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris


Sebuah kutipan langsung yang panjangnya tidak lebih dari empat baris
ketikan, akan dimasukkan dalam tekas dengan cara-cara berikut:
1) Kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;
2) Jarak antara baris dengan baris dua spasi;
3) Kutipan itu diapit dengan tanda kutip;
4) Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi
ke atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang,
tahun terbit, dan nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.
Nomor urut penunjukan mempunyai pertalian dengan nomor urut
penunjukan yang terdapat pada catatan kaki. Nomor penunjukan ini bisa
berlaku untuk tiap bab, dapat pula berlaku untuk seluruh karangan tersebut.
Masing-masing cara tersebut akan membawa konsekuensi tersendiri. Pada
nomor urutpenunjukan yang hanya berlaku pada tiap bab, maka pertama, pada
tiap bab akan dimulai dengan nomor urut 1; kedua, untuk penunjukan yang
pertama dalam tiap bab, nama pengarang harus disebut secara lengkap,
sedangkan penunjukan selanjutnya dalam bab tersebut cukup dengan menyebut
nama singkat pengarang, ditambah penggunaan singkatan-singkatan ibid., op.
cit., atau loc. cit.2 Sebaliknya bila nomor urut penunjukan berlaku untuk
seluruh karangan, maka hanya untuk penyebutan yang pertama, nama
pengarangditulis secara lengkap; penyebutan selanjutnya hanya
mempergunakan nama singkat, dan singkatan-singkatan sebagaimana tersebut
di atas.
Misalnya:
Guru tak dapat memperhatikan muridnya seorang demi seorang. Dalam
seminar The teaching of modern languages: oleh secretariat UNESCO di
Nuwar Eliya, Sailan, pada bulan Agustus 1953 dikatakan: Because of the very
special nature of language, teaching us well on general ed6ucational grounds, it
is vital that classes should be small (hal.50). Untuk waktu yang . . .3
Jadi kalimat Because of the very special nature of language, . . . dst.
merupakan suatu kutipan, tetapi kutipan itu tidak lebih dari empat baris
ketikan. Oleh karena itu kutipan itu harus diintegrasikan dengan teks, serta
spasi antara baris adalah spasi rangkap. Tetapi sebagai pengenal bahwa bagian
itu merupakan kutipan, maka bagian itu ditempatkan dalam tanda kutip.
Bila mempergunakan cara yang kedua, maka sesudah kutipan langsung
ditempatkan nama pengarang (singkat), tahun, dan halaman dalam kurung.
b.Kutipan Langsung yang Lebih dari Empat Baris
Bila sebuah kutipan terdiri dari lima baris atau lebih, maka seluruh kutipan
itu harus digarap sebagai berikut:
1) Kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi;
2) Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
2 Singkatan ibid.,op. cit., dan loc. cit. biasanya digunakan untuk menyebut karya yang sudah disebut
dalam penunjukan sebelumnya. Keterangan lebih lanjut lihat bab mengenai catatan kaki.
3 Harimurti Kridalaksana Seminar Bahasa Indonesia 1968, (Ende,1971), hal. 225 226.
5

3) Kutipan itu boleh atau tidak diapit dengan tanda kutip;


4) Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi
ke atas, atau
dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan
nomor halaman tempat terdapat kutipan itu;
5) Seluruh kutipan itu dimasukkan ke dalam 5 7 ketikan; bila kutipan
itu dimulai dengan alinea baru, maka baris pertama dari kutipan itu
dimasukkan lagi 5 7 ketikan.
Kadang-kadang terjadi bahwa kutipan itu terdapat lagi kutipan. Dalam hal
ini dapat ditempuh dua cara:
1) Mempergunakan tanda kutip ganda [. . .] bagi kutipan asli tanda
kutip tunggal [. . .] bagi kutipan dalam kutipan itu, atau sebaliknya;
2) Bagi kutipan asli tidak dipergunakan tanda kutip, sedangkan kutipan
dalam kutipan itu mempergunakan tanda kutip ganda.
Untuk jelasnya, perhatikanlah ketiga contoh berikut! Masing-masing
memperlihatkan kutipan langsung yang mempergunakan tanda kutip, yang
tidak mempergunakan tanda kutip, dan yang mempergunakan dua jenis tanda
kutip.
Contoh 1: Mempergunakan Tanda Kutip
.............................................................................................................................
Terjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia banyak yang tidak
memuaskan karena para penerjemah tidak terlatih dalam ilmu penterjemahan
(suatu aspek linguistik terapan yang telah menjadi disiplin ilmiah tersendiri).
Misalnya salah satu terjemahan buku ilmu pengetahuan popular
diprakatai dengan:
Suatu fikiran yang telah tersebat dengan luas sekali di kalangan
orang banyak menggambarkan buku-buku sebagai benda-benda yang tak
berjiwa, tidak efektif [sic!], serba damai yang pada tempatnya sekali berada
dalam kelindungan-kelindungan sejuk dan ketenangan akademis dari biarabiara dan universitas-universitas dan tempat-tempat pengasingan diri yang
lain yang jauh dari dunia yang jahat dan materialistis ini (Asrul Sani
1959:7).
Buku aslinya berbunyi. . .
.............................................................................................................................
Contoh 2: Tidak mempergunakan tanda kutip
Contoh di atas pula ditempatkan dalam bagian tersendiri dengan tidak
mempergunakan tanda kutip. Dalam hal ini tidak akan timbul keragu-raguan,
karena bagian yang dikutip ditempatkan agak ke dalam, serta jarak antara baris
adalah spasi rapat. Perhatikan bagaimana cara menulis kutipan di atas tanpa
mempergunakan tanda kutip:
.............................................................................................................................
Terjemahan karya ilmiah dalam bahasa Indonesia banyak yang tidak
memuaskan, karena para penerjemah tidak terlatih dalam ilmu penerjemahan
(suatu aspek linguistik terapan yang telah menjadi disiplin ilmiah tersendiri).
6

Misalnya salah satu terjemahan buku ilmu pengetahuan popular diprakatai


dengan:
Suatu fikiran yang salah yang tersebar dengan luas sekali di kalangan
orang banyak menggambarkan buku-buku sebagai benda-benda yang
berjiwa, tidak efektif, serba damai yang pada tempatnya sekali berada dalam
kelindungan-kelindungan sejuk dan ketenangan akademis dari biara-biara
dan universitas-universitas dan tempat-tempat pengasingan diri yang lain
yang jauh dari dunia yang jahat dan materialistis ini. (Asrul Sani, 1959:7).
Buku aslinya berbunyi. . .
.............................................................................................................................
Contoh 3: Mempergunakan dua jenis tanda kutip
Bila dalam sebuah kutipan terdapat pula kutipan, maka keduanya dibedakan
dengan mempergunakan tanda kutip yang berlainan. Untuk itu perhatikanlah
contoh berikut:
.............................................................................................................................
Masih ada pendapat lain tentang konflik itu. Untuk tidak salah tanggap,
pembicara kutip di sini sepenggal tanggapan Mh. Rustandi Kartakusuma
tentang apa itu sebenarnya yang disebut Dramatik, dalam prakatanya
dramanya: merah semua putih semua:
Dramatik timbul oleh pertentangan (konflik); pertentangan dengan
Alam atau Tuhan, dengan diri sendiri, dengan manusia sesama, dengan
lingkungan. Pertentangan menimbulkan lakon, menimbulkan plot (alur) atau
intrigue.
Akan tetapi pertentangan sendiri dimungkinkan oleh apa? Apa sumber
pertentangan?
Syahdan sumber pertentangan tiadalah lain selain jiwa manusia. Jiwa
manusia sebagai benda logam yang berat bermuatan listrik. Bila bertemu
dengan benda lain yang berlistrik maka timbullah dramatik: Sebelum
kutarik handle ini dan elektron berloncatan dari kutub ke kutub ungu gelora
panas-bangis. . .
Jadi, dasar dramatik yang paling dalam adalah kejiwaan manusia,
benda bermuatan listrik, yang voltasenya lebih dari seribu.
........................................................................................................................4
Seperti halnya dengan contoh b, maka contoh di atas pun dapat
ditempatkan dalam cara lain, yaitu tidak mempergunakan tanda kutip.
Dalam hal ini kutipan dalam kutipan itu dapat ditempatkan dalam tanda
kutip ganda.

c.Kutipan tak langsung


Dalam kutipan tak langsung biasanya inti atau sari pendapat itu yang
dikemukakan. Sebab itu kutipan itu tidak boleh mempergunakan tanda kutip.
Beberapa syarat harus diperhatikan untuk membuat kutipan tak langsung:
4 Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesusastraan Indonesia (Jakarta 1967), hal. 164 165.
7

1)
2)
3)
4)

Kutipan itu diintegrasikan dengan teks;


Jarak antar baris dua spasi;
Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;
Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi
ke atas, atau
dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan
nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.

Contoh
.............................................................................................................................
Pertama-tama harus dibedakan dahulu antara kata aksen dan tekanan.
Dalam tata istilah ilmu bahasa aksen tidak sama dengan tekanan. Aksen
lebih luas maknanya daripada tekanan. Tata aksen dalam suatu bahasa
memperbedakan suku-suku kata (yang sama bentuk fonemik-sementalnya)
dengan jalan titnada, kontur lagu, jangka bunyi, dan tekanan. Dengan perkataan
lain, tekanan itu hanya satu bagian dari tata aksen, di samping unsur titinada,
kontur dan jangka.21
.............................................................................................................................
Pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan 21 kita dapat membaca
penjelasan sebagai berikut:

21
Hockett, op. cit. hal. 33 35; dan selanjutnya juga Hockett, A Manual of
Phonology Indiana University Publications in Anthropology and Linguistics,
Memoir II, 1955; hal. 43 66.
Hal itu menunjukkan kepada kita bahwa inti dari teks tersebut di atas
sebenarnya adalah suatu sari dari uruian yang lebih panjang, sebagai dapat
dibaca dalam tulisan Hockett. Sebagai sudah diterangkan di atas, nomor pada
teks sama dengan nomor penunjukan yang terdapat pada catatan kaki halaman
yang bersangkutan.
d. Kutipan pada catatan kaki
Selain dari kutipan yang dimasukkan dalam teks seperti telah diuraikan di
atas, (baik kutipan langsung maupun kutipan tak langsung), ada pula kutipan
yang ditempatkan pada catatan kaki. Bila cara demikian yang dipergunakan,
maka kutipan demikian selalu ditempatkan dalam spasi rapat, biarpun kutipan
itu singkat saja. Demikian juga kutipan itu selalu dimasukkan dalam tanda
kutip, dan dikutip tepat seperti teks aslinya.
Walaupun di atas telah dikemukakan juga bahwa kutipan yang panjang
sekali lebih baik ditempatkan dalam Apendiks atau Lampiran, namun ada juga
pengarang yang beranggapan bahwa kutipan semacam itu lebih baik
ditempatkan pada catatan kaki, agar lebih mudah bagi pembaca untuk
memeriksanya.
Contoh:
.............................................................................................................................
Berbagai penyelidikan tentang akulturasi yang dilakukan oleh para sarjana
ilmu anthropologi-budaya bangsa Amerika memang telah menunjukkan bahwa
8

penyelidikan-penyelidikan akan perstiwa perpaduan kebudayaan yang


dipandang dari sudut kompleks-kompleks unsur-unsur yang khusus, telah
memberi hasil yang memuaskan. Karena itu Kerskovits beranggapan bahwa
pandangan serupa itulah pandangan yang paling berguna di dalam penyelidikan
akulturasi.2
.............................................................................................................................5
Pada catatan kaki halaman yang sama, di bawah nomor urut penunjukan 2,
dapat dibaca sebuah kutipan langsung seperti di bawah ini:

2
kata beliau: However desirable studies of change in whole culture may
thus be, it seems most advantageous in practice for the student to analyse into
its components the culture that has experienced contact. . . one can no more
study whole cultures than one take as the subject for a specific research
project the human body in its entirery. . . (M.J. Herskovits, 1948:536)
Sebagai tampak dari contoh di atas, kutipan itu dibuat dalam spasi rapat;
kata whole culture mempergunakan tanda kutip tunggal, karena tanda kutip
ganda sudah dipergunakan untuk seluruh kutipan itu. Begitu pula perhatikan
bagaimana bagian-bagian yang ditinggalkan dari teks asli diganti dengan tiga
titik berspasi.
e.Kutipan atas ucapan lisan
Dalam karya-karya ilmiah atau tulisan-tulisan lainnya sering pula dibuat
kutipan-kutipan atas ucapan-ucapan lisan, entah yang diberikan dalam
ceramah-ceramah, kuliah-kuliah atau wawancara-wawancara. Sebenarnya
kutipan atas sumber semacam ini sulit dipercaya, kecuali mungkin ucapan yang
disampaikan seorang tokoh yang penting dalam suatu kesempatan yang luar
biasa, sertaa dapat diikuti oleh masyarakat luas.
Bila penulis ingin memasukkan juga kutipan-kutipan semacam itu di
dalam tulisannya, maka sebaiknya ia memperlihatkan naskah kutipan itu
terlebih dahulu kepada orang yang memberi keterangan itu untuk mendapatkan
pengesahannya. Kalau ada kekurangan atau kesalahan dapat diadakan
perbaikan terlebih dahulu oleh yang bersangkutan. Dengan demikian tidak
perlu timbul bantahan atau hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Sumber ucapan-ucapan lisan itu dapat dimasukkan langsung dalam teks,
dapat pula dimasukkan dalam catatan kami seandainya akan mengganggu
jalannya teks itu sendiri.
Cara yang pertama
............................................................................................................................
Dalam menjawab nota Keungan & RAPBD Daerah Khusus Ibukota tahun
1973, tanggal 2 Pebruari 1973, Gubernur Ali Sadikin mengatakan a.l.:. . .
Tetapi apabila kita jujur berkenan melihat persoalan itu pada perspektif yang
lebih luas dan pada proporsi yang wajar, maka aka terlihat bahwa kepentingan
umum memang benar menuntut adanya pengorbanan-pengorbanan itu. . .
............................................................................................................................

5 R. M. Koentjaraningrat, Op. Cit., hal. 432-433.


9

Cara yang kedua


.............................................................................................................................
Dalam usaha meremajakan Ibukota, Pemerintah DKI Jaya selalu berusaha
memperkecil pengorbanan.Pengorbanan inilah yang pada instansi pertama
sering dirasakan membawa akibat yang kurang menyenangkan bagi sementara
pihak yang terkena ketentuan itu. Kepentingan umum akhirnya menuntut yang
demikian, sebagaimana ditegaskan dengan kata-kata berikut:. . . Tetapi apabila
kita jujur berkenan melihat persoalan itu pada perspektif yang lebih luas dan
pada proporsi yang wajar, maka akan terlihat bahwa kepentingan umum
memang benar menuntut adanya pengorbanan-pengorbanan itu. . .2
.............................................................................................................................
Pada catatan kaki dengan nomor urut penunjukan 2 dapat dibaca
keterangan sebagai berikut:

2
Guberbur Ali Sadikin, dalam menjawan nota Keuangan % RAPBD 1973,
tanggal 2 Pebruari 1973.
Jadi keterangan mengenai sumber dan kesempatan sumber itu diucapkan
dapat diintegrasikan dengan teks (cara pertama), dapat pula ditempatkan
sebagai keterangan pada catatan kaki (cara kedua).
f. Variasi membuat kutipan
Walaupun telah diuraikan secara terperinci cara-cara membuat kutipan
sebagaimana dapat dilihat dalam uraian di atas, namun perlu kiranya diingat
bahwa sebuah pola yang terus-menerus dipakai akan menimbulkan kebosanan.
Sebab itu pola-pola membuat kutipan akan lebih efektif kalau mengandung
variasi; variasi antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung, variasi antara
kutipan yang dimasukkan dalam teks dan kutipan yang dimasukkan dalam
catatan kaki.
Di samping itu masih ada beberapa cara lain untuk membuat kutipankutipan itu dirasakan lebih mantap. Salah satu cara (terutama untuk kutipan
yang singkat) adalah langsung mulai dengan materi kutipan hingga perhentian
terdekat (bisa koma, frasa yang bebasm bisa juga titik) disusul dengan sisipan
penjelas tentang ucapan atau pendapat itu, untuk mengetahui siapa yang
berkata demikian. Untuk itu perhatikan contoh berikut:
.............................................................................................................................
Jelaslah, demikian tulis Ny, Haryati Soebadio, bahwa pola tatabahasa
bahasa-bahasa fleksi sukar gpergunakan untuk bahasa Indonesia. Dengan pola
tersebut kita mendapat kesan, bahwa perasaan untuk membedakan kata kerja
dengan kata nama dalam bahasa Indonesia tidak sangat bertumbuh. . .
.............................................................................................................................

5.

Tanggung-jawab Penulis
Sebuah kutipan hendaknya dibuat dengan penuh tanggungjawab. Dalam
hubungan dengan persoalan tanggungjawab ini, harus diingat bahwa kutipan itu
dapat dibuat sekurang-kurangnya untuk dua tujuan yang berlainan; pertama,
10

kutipan dibuat untuk mengadakan sorotan, analisa, atau kritik, dan kedua, kutipan
dibuat untuk memperkuat sebuah uraian.
Kutipan jenis pertama tidak begitu banyak yang menuntut
pertanggunganjawab penulis. Pertanggungjawab penulis hanya bekisar pada
persoalan apakah bagian yang dikutip itu sepenuhnya mencerminkan gagasan
pengarang secara bulat, dan kutipan itu dikutip tanpa membuat kesalahan.
Di pihak lain, kutipan kedua di samping menuntut pertanggungan jawab
sebagai diuraikan di atas meminta pertanggunganjawab yang lebih besar.
Mengutip pendapat seseorang, berarti penulis menyetujui pendapat itu. Dengan
menyetujui pendapat itu berarti ia bertanggungjawab pula atas kebenarannya, dan
bersedia pula memberikan bukti-bukti untuk mempertahankan pendapat itu. Sebab
itu penulis harus dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan kebenaran
pendapat yang dikutip itu dari segala sudut. Kutipan-kutipan itu akan turut
meletakkan dasar-dasar bagi kesimpulan yang akan diturunkannya, baik dalam
bab tersebut, maupun yang akan direkapitulasinya dalam kesimpulan terakhir dari
tulisan itu.
Kadang-kadang orang-orang terpesona dengan ucapan-ucapan atau faktafakta yang diajukan oleh orang-orang yang tinggi kedudukannya seolah-olah itu
dalah seluruh kebenaran yang harus diikuti tanpa mengadakan penilaian sejauh
mana ucapan itu dapat diterima. Begitu pula ahli-ahli yang kenamaan bisa saja
membuat kesalahan tertentu. Semua yang ditulis dalam buku, belum tentu dapat
diterima seluruhnya. Sebab itu mengutip sebuah pendapat harus disertai
kebijaksanaan dan ketajaman, untuk bisa mempertanggungjawabkannya seolaholah pendapat sendiri, bukan lagi pendapat pengarang yang dikutip.

11

Catatan Kaki
1.

Pengertian
Yang dimaksud dengan catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks
karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan. Bila
keterangan semacam itu ditempatkan pada akhir bab atau akhir karangan, maka
catatan atau keterangan semacam itu disebut saja keterangan.
Seperti telah diuraikan di atas (lihat kutipan), semua kutipan, entah kutipan
langsung maupun kutipan tak langsung, harus dijelaskan mengenai sumber
asalnya dalam sebuah catatan kaki, kalau memang cara ini yang dipergunakan.
Catatan kaki sementara itu bukan semata-mata dimaksudkan untuk menunjuk
sumber tempat terdapatnya sebuah kutipan, tetapi dapat juga dipakai untuk
memberi keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Sebab itu catatan kaki dan
bagian dari teks yang akan diberi penjelasan itu terdapat suatu hubungan yang
sangat erat.
Hubungan antara catatan kaki dan teks yang dijelaskan itu biasanya
dinyatakan dengan nomor-nomor penunjukan yang sama, baik yang terdapat
dalam teks maupun yang terdapat dalam catatan kaki itu sendiri. Selain
mempergunakan nomor-nomor penunjukan, hubungan itu kadang-kadang
dinyatakan pula dengan mempergunakan tanda asterik atau tanda bintang [*]. Dan
kadang-kadang dengan mempergunakan tanda salib [] pada halaman yang
bersangkutan. Bila pada halaman yang sama terdapat dua catatan atau lebih, maka
dipergunakan satu tanda asterik atau tanda salib untuk catatan yang pertama, dan
dua tanda untuk catatan yang kedua, dan seterusnya.

2.

Tujuan
Lepas dari persoalan hubungan antara kutipan dan catatan kaki yang
dinyatakan secara formal dengan tanda-tanda itu, apa sebenarnya tujuan sebuah
catatan kaki? Tujuan catatan kaki di sini tentu tidak akan terlepas dari kaitannya
dengan isi teks yang akan diberi penjelasan itu.
Pada dasarnya sebuah catatan kaki dibuat untuk maksud-maksud berikut:
a. Untuk menyusun pembuktian
Semua dalil atau pernyataan yang penting, yang bukan merupakan
pengetahuan umum harus didukung oleh pembuktian-pembuktian. Pembuktian
itu dapat dibeberkan dalam teks, dapat pula dimasukkan dalam catatan kaki,
atau kedua-duanya. Khususnya dalam hal ini, kita menunjukkan kembali
kebenaran-kebenaran yang pernah dicapai oleh seorang pengarang lain dalam
bukunya atau tulisan-tulisannya. Sebab itu referensi atau penunjukan dalam
catatan kaki itu dimaksudkan untuk menunjukkan tempat atau sumber di mana
suatu kebenaran telah dibuktikan oleh orang lain.

b. Menyatakan utang budi


12

Di samping tujuan pertama di atas, penunjukan sumber pada catatan kaki


dimaksudkan pula untuk menyatakan utang budi kepada pengarang yang
dikutip pendapatnya.
Sebuah catatan kaki wajib dibuat untuk setiap dalil, pendapat, atau
pernyataan yang penting, atau bagi setiap kesimpulan yang dipinjam dari
pengarang lain, entah pinjaman itu berupa kutipan langsung atau kutipan tak
langsung. Dengan menyebut nama pengarang yang dikutip pendapatnya itu,
sekurang-kurangnya kita telah menyatakan utang budi kita kepadanya.
Sebaliknya semua hal yang umum, yang sudah diketahui oleh semua orang
atau semua pembaca, tidak perlu diberi catatan kaki.
c. Menyampaikan keterangan tambahan
Catatan kaki dapat pula dimaksudkan untuk menyampaikan keterangan
tambahan untuk memperkuat uraian di luar persoalan atau garis-garis yang
diperkenankan oleh laju teks.
Prinsip yang umum untuk hal ini adalah bahwa gerak atau laju dari teks
karangan tidak boleh diganggu oleh referensi atau keterangan tambahan. Sebab
itu keterangan-keterangan tambahan yang dimaksud untuk memperkuat teks
karangan, dapat berbentuk:
1) menyampaikan inti atau sari sebuah fragmen yang dipinjam;
2) menyampaikan uraian teknis, keterangan incidental, atau materi yang
memperjelas teks, atau informasi tambahan terhadap topik yang disebut
dalam teks;
3) menyampaikan materi-materi penjelas yang kurang penting, seperti
perbaikan, atau pandangan-pandangan lain yang bertentangan.
d. Merujuk bagian lain dari teks
Di samping itu catatan kaki dapat dipergunakan untuk menyediakan
referensi kepada bagian-bagian lain dari tulisan itu. Dalam hal ini, penulis
misalnya memberi catatan untuk melihat atau memeriksa uraian pada halaman
atau bab lain sebelumnya, atau halaman-halaman atau bab lain yang akan
diuraikan kemudian. Begitu pula penunjukan kepada Apendiks atau Lampiran
harus melalui catatan kaki. Untuk maksud ini sering dijumpai singkatansingkatan seperti: cf. atau conf. yang berarti bandingkan dengan, ut supra yang
berarti seperti di atas, infra yang berarti di bawah, dsb.
3.

Prinsip membuat catatan kaki


Untuk membuat catatan kaki, perlu diperhatikan beberapa prinsip berikut:
a. Hubungan catatan kaki dan teks
Seperti sudah dikemukakan di atas, hubungan antara keterangan pada
catatan kaki dengan teks dinyatakan dengan mempergunakan nomor urut
penunjukan baik yang terdapat dalam teks maupun yang terdapat pada catatan
kaki. Baik nomor penunjukan dalam teks maupun nomor penunjukan pada
catatan kaki selalu ditempatkan agak ke atas setengah spasi dari teks.
b. Nomor urut penunjukan
13

Hal kedua yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menuliskan nomor


urut penunjukan. Sama sekali tidak praktis untuk memulai nomor urut yang
baru pada tiap halaman. Dalam hal yang demikian lebih baik mempergunakan
tanda asterik atau tanda salib. Bila mempergunakan nomor urut, maka
sebaiknya nomor urut itu berlaku untuk tiap bab, atau untuk seluruh karangan.
Pemakaian nomor urut yang berlaku untuk seluruh karangan, masing-masing
mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri.
Bila nomor urut penunjukan hanya berlaku untuk tiap bab, maka
konsekuensi yang pertama adalah bahwa untuk tiap bab selalu dimulai dengan
nomor urut 1 untuk catatan yang pertama, yang kemudian dilanjutkan dengan
nomor urut berikutnya sampai pada akhir bab. Konsekuensi yang kedua adalah
bahwa nama pengarang dan sumber yang untuk pertama kali disebut dalam
satu bab, harus disebut secara lengkap. Penunjukan berikutnya atas sumber
yang sama dalam bab tersebut akan mempergunakan singkatan Ibid., atau nama
singkat pengarang dengan singkatan Op. cit., atau loc. cit. (lihat bagian 7).
Sebaliknya bila nomor penunjukan itu berlaku untuk seluruh karangan,
maka penunjukan sumber secara lengkap hanya dipergunakan untuk
penyebutan yang pertama kali. Penunjukan berikutnya atas sumber yang sama
dalam seluruh karangan itu akan mempergunakan singkatan Ibid., atau nama
singkat pengarang ditambah singkatan Op. cit., atau Loc. cit. tanpa
mempersoalkan apakah itu terdapat pada penyebutan yang pertama dalam bab
berikutnya.
c. Teknik pembuatan catatan kaki
Prinsip lain yang harus diketahui adalah teknik pembuatan catatan kaki itu
sendiri. Untuk sebuah naskah yang diketik, penempatan catatan kaki meminta
pula persyaratan-persyaratan teknis tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut:
1) harus disediakan ruang atau tempat secukupnya pada kaki halaman
tersebut sehingga margin bawah tidak boleh lebih sempit dari 3 cm
sesudah diketik baris terakhir dari catatan kaki;
2) sesudah baris terakhir dari teks, dalam jarak 3 spasi harus dibuat
sebuah garis, mulai dari margin kiri sepanjang 15 ketikan dengan
huruf pika, atau 18 ketikan dengan huruf elite [];
3) dalam jarak dua spasi dari garis tadi,dalam jarak 5 7 ketikan dari
margin kiri diketik nomor penunjukan;
4) langsung sesudah nomor penunjukan, setengah spasi ke bawah mulai
diketik baris pertama dari catatan kaki;
5) jarak antar baris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan
jarak antar catatan kaki pada halaman yang sama (kalau ada) dalam
dua spasi;
6) baris kedua dari tiap catatan kaki selalu dimulai dari margin kiri.

4.

Jenis catatan kaki


14

Sebuah catatan kaki terdiri dari dua bagian, yaitu pertama, angka
penunjukan yang ditempatkan agak ke atas setengah spasi, dan kedua, isi dari
catatan kaki itu. Isi dari catatan kaki akan memberi corak pula terhadap jenis atau
macam catatan kaki.
Sejalan dengan tujuan catatan kaki sebagai telah dikemukakan di atas, maka
dapatlah dikemukakan sekali lagi bahwa jenis catatan kaki ada tiga macam, yaitu:
a. Penunjukan sumber (referensi)
Macam catatan kaki yang pertama adalah menunjuk sumber tempat
sumber kutipan terdapat. Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai
referensi. Referensi itu harus dibuat oleh penulis bila:
1) mempergunakan sebuah kutipan langsung;
2) mempergunakan sebuah kutipan tak langsung;
3) menjelaskan dengan kata-kata sendiri apa yang telah dibaca;
4) meminjam sebuah tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber;
5) menyusun sebuah diagram berdasarkan data-data yang diperoleh dari
suatu sumber, atau beberapa sumber tertentu;
6) menyajikan sebuah evidensi khusus, yang tidak dianggap sebagai
pengetahuan umum;
7) menunjuk kembali kepada bagian lain dari karangan itu.
b. Catatan penjelas
Ada pula catatan kaki yang dibuat dengan tujuan untuk membatasi suatu
pengertian, atau menerangkan dan memberi komentar terhadap suatu
pernyataan atau pendapat yang dimuat dalam teks. Penjelasan ini harus dibuat
dalam catatan kaki, dan tidak dimasukkan dalam teks karena akan mengganggu
jalannya uraian dalam teks itu. Catatan semacam ini disebut catatan penjelas,
karena fungsinya hanya akan memberi penjelasan tambahan.
c. Gabungan sumber dan penjelas
Jenis yang ketiga adalah gabungan dari kedua macam catatan di atas, yaitu
pertama menunjuk sumber di mana dapat diperoleh bahan-bahan dalam teks,
dan kedua memberi komentar atau penjelasan seperlunya tentang pendapat
atau pernyataan yang dikutip tersebut, atau keterangan-keterangan tambahan
yang ada hubungan dengan sumber itu.

5.

Unsur-unsur Referensi
Unsur-unsur catatan kaki yang menyangkut referensi, sama dengan materi
bibliografi; perbedaannya terletak dalam penekanan. Di samping itu ada suatu
perbedaan yang cukup penting yaitu referensi selalu mencantumkan nomor
halaman, di mana kutipan itu dapat diperoleh. Dalam bibliografi hal itu tidak ada,
kecuali penyebutan jumlah halaman dari karya itu.
Sebelum mengikuti secara terperinci cara pembuatan catatan kaki bagi tiap
jenis kepustakaan, hendaknya diketahui terlebih dahulu ikhtisar-ikhtisar unsurunsur referensi di bawah ini. Di samping unsur-unsur catatan kaki tersebut,
hendaknya diperhatikan pula konvensi-konvensi yang berlaku bagi catatan-catatan
kaki.
15

a. Pengarang
1) Nama pengarang dalam catatan kaki dicantumkan sesuai dengan urutan
biasa yaitu: gelar (kalau ada), nama kecil, nama keluarga. Misalnya: Prof.
Dr. Muhammad Thalib, Dr. B.C. Hansip, dsb. Pada penunjukan yang
kedua dan selanjutnya cukup dipergunakan nama singkat misalnya: Thalib,
Hansip, dsb.
2) Bila terdapat lebih dari seorang pengarang maka semua nama pengarang
dicantumkan kalau ada dua atau tiga nama pengarang, sebaliknya kalau
ada empat nama atau lebih cukup nama pertama yang dicantumkan,
sedangkan bagi nama-nama lain digantikan dengan singkatan et al. (et alii
= dan lain-lain). Pada penyebutan kedua dan selanjutnya cukup nama
singkat pengarang pertama, sedangkan nama-nama lain digantikan dengan
et al.
3) Penunjukan kepada sebuah kumpulan (bunga rampai, antologi), sama
dengan nomor (1) dan (2) ditambah singkatan ed. (editor) di belakang
nama penyunting atau penyunting terakhir, dipisahkan oleh sebuah tanda
koma. Singkatan ed. boleh ditempatkan dalam tanda kurung, boleh juga
tidak.
4) Jika tidak ada nama pengarang atau editor, maka catatan kaki dimulai
dengan judul buku atau judul artikel.
b. Judul
1) Semua judul mengikuti peraturan yang sama seperti pada bibliografi: judul
buku, judul majalah, harian, atau ensiklopedi digarisbawahi atau dicetak
dengan huruf miring; judul artikel ditempatkan dalam tanda kutip.
2) sesudah catatan kaki pertama, maka pada penyebutan kedua dan
seterusnya atas sumber yang sama, judul buku dsb. tidak perlu disebut lagi,
dan digantikan dengan singkatan: Ibid., Op. cit., atau Loc. cit. Bila ada dua
karya atau lebih dari seorang pengarang digunakan, maka satu bentuk yang
singkat dari judul biasanya dipergunakan untuk menghilangkan keraguraguan.
Misalnya: Thalib, Kemakmuran, hal. 76.
3) sesudah penunjukan pertama kepada sebuah artikel dalam majalah atau
harian, maka untuk selanjutnya cukup dipergunakan judul majalah atau
harian tanpa judul artikel, misalnya: Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia,
hal. 76; Kompas, hal. 6. Bila ada lebih dari satu nomor yang dipergunakan,
maka cara di atas tidak bisa dipergunakan.
c. Data Publikasi
1) Tempat dan tahun penerbitan sebuah buku dapat dicantumkan pada
referensi pertama; referensi-referensi selanjutnya (dalam kesatuan nomor
urut itu) ditiadakan. Dalam referensi yang pertama, tempat dan tahun terbit
ditempatkan dalam tanda kurung dan dipisahkan dengan sebuah koma,
misalnya: (Jakarta, 1973). Nama penerbit yang juga merupakan sebuah
data publikasi biasanya ditinggalkan dalam referensi pertama, terutama
kalau ada bibliografi yang menyajikan semua data secara lengkap. Jika
nama penerbit harus dicantumkan juga, maka harus ditempatkan sesudah
16

nama tempat dengan didahului sebuah tanda titik dua, misalnya: (Jakarta:
Djambatan, 1967).
2) Data publikasi bagi sebuah majalah, tidak perlu memuat nama tempat dan
penerbit, tetapi harus mencantumkan nomor jilid dan nomor halaman,
tanggal, bulan (tidak boleh disingkat), dan tahun. Semua keterangan
mengenai penanggalan biasanya ditempatkan dalam tanda kurung,
misalnya: (April, 1970).
3) Data sebuah publikasi bagi artikel sebuah harian terdiri dari: bulan, hari,
tanggal, tahun, dan nomor halaman. Penanggalan tidak boleh ditempatkan
dalam tanda kurung.
d. Jilid dan nomor halaman
1) Untuk buku yang terdiri dari satu jilid, maka singkatan halaman (hal.)
dipakai untuk menunjukkan nomor halaman, misalnya: hal. 78.
2) Jika sebuah buku terdiri dari beberapa jilid, maka harus dicantumkan
nomor jilid dan nomor halaman. Untuk nomor jilid dipergunakan angka
romawi, sedangkan untuk nomor halaman dipergunakan angka Arab, tanda
singkatan hal. Untuk karya-karya ilmiah biasanya dipergunakan cara lain,
yaitu baik normor jilid maupun nomor halaman ditulis dengan angka Arab
yang dipisahkan oleh titik dua. Misalnya: MISI, 1 (April, 1963) hal. 47 58 atau: MISI, 1: 47 - 58 (April, 1963).

6.

Cara membuat catatan kaki


Dengan memperhatikan prinsip-prinsip tentang catatan kaki serta unsurunsur catatan kaki seperti yang telah diuraikan di atas, maka marilah kita
memperhatikan cara membuat catatan kaki bagi tiap jenis referensi dan catatancatatan lainnya, sebagai diuraikan di bawah ini. Karena cara membuat catatan kaki
mempunyai hubungan pula dengan teks pada halaman yang sama, maka dalam
dua contoh pertama disertakan pula bagian terakhir dari teks yang menunjuk
kepada catatan kaki, sehingga dapat dilihat sekaligus cara menempatkan nomor
penunjukan yang terdapat dalam teks, garis pemisah antara teks dan catatan kaki,
serta cara membuat catatan kaki itu sendiri. Titik-titik berspasi yang mendahului
dan mengikuti contoh teks berarti ada lebih dari satu alinea yang dihilangkan
sebelum dan sesudah teks yang dikutip tersebut.
a. Referensi kepada buku dengan seorang pengarang
.............................................................................................................................
kekerabatan umat manusia di seluruh dunia menyebabkan bahwa di dalam
menganalisa suatu sistim kekerabatan di dalam suatu masyarakat itu, mereka
memandang akan istilah-istilah itu sebagai proses-proses hubungan
kemasyarakatan. 12 Demikian sistim-sistim kekerabatan itu. . .
.............................................................................................................................6

12
F. Graebner, Etnologie in die Kultur der Gegenwart (Leipzig, 1923), hal.
544.

6 R. M. Koentrjaraningrat, Op. Cit., hal. 291.


17

Perhatikan:
1) Nama pengarang ditulis lengkap, tidak dibalik (karena referensi yang
pertama kali);
2) Antara nama pengarang dan judul buku dipergunakan tanda koma (pada
bibliografi dipergunakan titik). Antara judul buku dan data publikasi tidak
ada titik atau koma;
3) Tempat dan tahun terbit ditempatkan dalam tanda kurung; Penerbit tidak
perlu diikut-sertakan.
b. Referensi kepada buku dengan dua atau tiga pengarang
.............................................................................................................................
dan menganalisa riwayat-riwayat hidup dari beberapa individu yang dipilih
dari antara semua penduduk desa Atimelang di Alor itu 5 dan dengan metodemetode penguji isi jiwa atau projective tests method. Hasil . . .
.............................................................................................................................

5
L. Gottschalk, C. Kluckhohn, R. Angell, The Use of Personal documents
in History, Anthropology and Sociology (New York: Social Science Research
Council, 1945), hal. 82 - 173. 2
Perhatikan:
Nama penerbit dimasukkan, sebab itu antara nama tempat dan penerbit diberi
titik dua. Yang lain-lain seperti pada nomor 1.
c. Referensi kepada buku dengan banyak pengarang
Mulai contoh ini dan seterusnya, kutipan teks beserta garis pemisah
ditiadakan, langsung diberikan bentuk dari referensi itu.
7

Alton C. Morris, et al., College English, the first year (New York, 1964),
hal. 51 - 56.
Perhatikan:
1) Hanya nama pengarang pertama yang disebut, nama-nama lainnya diganti
dengan singkatan et al.;
2) Antara nama pengarang dan singkatan et al., serta antara singkatan et al.
dan judul buku diberi tanda pemisah koma.
d. Kalau edisi berikutnya mengalami perubahan
8
H. A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics (rev. ed.; New
York, 1961), hal. 56.
1) Keterangan tentang ulang-cetak atau edisi yang diperbaharui diletakkan
dalam kurung sebelum tempat terbit;
2) Antara tempat terbit dan keterangan tentang ulang-cetak atau edisi yang
diperbaharui diberi tanda pemisah berupa titik koma.
e. Buku yang terdiri dari dua jilid atau lebih
9
A. H. Lightstone, Concepts of Calculus (Vol.I; New York: Harper & Row,
1966), hal. 75.
18

atau
A. H. Lightstone, Concepts of Calculus (New York: Harper & Row, 1966),
I, 75.
1) Keterangan tentang nomor jilid ditempatkan dalam kurung sebelum tempat
terbit, atau
2) ditempatkan di luar tanda kururng sebelum nomor halaman;
3) nomor jilid selalu dengan angka Romawi sedangkan nomor halaman
dengan angka Arab.
9

f. Sebuah edisi dari karya seorang pengarang atau lebih


10
Lukman Ali, ed., Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin
Manusia Indonesia Baru (Djakarta, 1967), hal. 84 - 85.
atau
10
Harimurti Kridalaksana, Pembentukan istilah Ilmiah dalam Bahasa
Indonesia, Bahasa dan Kesusastraan Indonesia, sebagai Tjermin Manusia
Indonesia Baru, ed. Lukman Ali (Djakarta; 1967), hal. 84 - 85.
1) Bila yang lebih ditekankan adalah editornya, maka nama editor yang
dicantumkan lebih dahulu; bila penulis artikel atau karya itu yang
dipentingkan, maka nama pengarang itu didahulukan.
2) Bila nama pengarang didahulukan maka harus disertakan judul artikel dan
judul bukunya, baru menyusul singkatan ed. dan nama editornya.
3) Jika editornya lebih dari seorang, maka caranya sama seperti nomor b dan
c.
g. Sebuah Terjemahan
11
Multatuli, Max Havelaar, atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang
Belanda, terj.H.B. Jassin (Djakarta, 1972), hal. 50.
1) Nama pengarang asli ditempatkan di depan;
2) Keterangan tentang penerjemah ditempatkan sesudah judul buku,
dipisahkan oleh sebuah tanda koma.
h. Artikel dalam sebuah Antologi
12
David Riesman, Character and Society, Toward Liberal Education, eds.
Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms (New York, 1962), hal.
572 - 573.
1) Sama dengan nomor 6, contoh yang kedua;
2) Judul artikel dan judul buku harus dimasukkan; begitu pula nama penulis
dan editornya harus dimasukkan.
i. Artikel dalam Ensiklopedi
Ketiga contoh berikut memperlihatkan cara membuat catatan kaki yang
menunjuk kepada artikel yang diambil dari sebuah ensiklopedi. Cara pertama
menunjuk kepada sebuah ensiklopedi yang terkenal, sebab itu penerbit dan
tempat terbit bisa diabaikan. Contoh yang kedua mencantumkan tempat dan
nama penerbit. Contoh yang ketiga memperlihatkan sebuah artikel ensiklopedi
yang tidak ada nama penulisnya.
13
Robert Ralph Bolgar, Rhetoric, Encyclopaedia Britannica (1970), XIX,
257 - 260.
19

14

T. Wright, Language Varieties: Language and Dialect, Encyclopedia of


Linguistics, Information and Control (Oxford: Pergamon Press Ltd., 1969), hal.
243 - 251.
15
Vaccination, Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII, 921 - 923.
1) Dalam Encyclopaedia Britannica, nama-nama pengarang ditulis dengan
inisialnya. Untuk mengetahui nama yang lengkap harus dicari keterangan
tentang singkatan-singkatan nama itu pada jilid I.
2) Bila tidak ada nama pengarang, maka judul artikel yang didahulukan.
3) Bila dicantumkan penanggalan tanpa tempat terbit dan penerbit, maka
tahun terbit atau nomor edisi itu ditempatkan dalam kurung sesudah judul
ensiklopedi.
j. Referensi pada artikel Majalah
Ada tiga cara yang dapat dipergunakan untuk membuat catatan kaki yang
merujuk kepada artikel dalam sebuah majalah, yaitu:
16
Ny. H. Soebadio, Penggunaan Sansekerta dalam Pembentukan Istilah
Baru, Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I (April, 1963), hal. 47 - 58.
17
Harimurti Kridalaksana, Perhitungan Leksikostatistik atas delapan
Bahasa Nusantara Barat serta Penentuan Pusat Penyebaran Bahasa-bahasa itu
berdasarkan Teori Migrasi, Madjalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, 2: 319 352, Oktober, 1964.
18
Samsuri, M.A., Sistim Fonem Indonesia dan suatu penyusunan Edjaan
Baru, Medan Ilmu Pengetahuan, Oktober, 1960, hal. 323 - 341.
1) Contoh pertama memperlihatkan bentuk yang standar. Nomor jilid
ditempatkan sesudah judul majalah, dipisahkan oleh tanda koma,
penanggalan ditempatkan dalam kurung, nomor halaman dengan angka
Arab sesudah penanggalan, dipisahkan dari kurung penutup dengan sebuah
koma.
2) Contoh yang kedua adalah contoh yang biasa dipakai untuk karya-karya
ilmiah; baik nomor jilid maupun nomor halaman dicantumkan dalam
angka Arab, tetapi dipisahkan oleh sebuah titik dua; sesudah jilid dan
nomor halaman baru dicantumkan bulan dan tahun.
3) Contoh yang ketiga memperlihatkan suatu referensi yang tidak menyebut
nomor jilid. Dianggap tidak perlu mencantumkan nomor jilid karena sudah
jelas pada bulan dan tahunnya.
k. Referensi pada Artikel Harian
19
Tajuk Rencana dalam Kompas, 19 Januari, 1973, hal. 4.
20
S.A. Arman, Sekali lagi Teroris, Kompas, 19 Januari, 1973, hal. 5.
1) Bila nama pengarang jelas, maka catatan kaki itu dimulai dengan nama
pengarang yang menulis artikel tersebut.
2) Dalam hal-hal lain cukup ditulis jenis rubrik (topik) yang ada dalam harian
tersebut: Berita Ekonomi, Tajuk Rencana, Ruang Kebudayaan dsb.
l. Tesis dan Disertasi yang belum diterbitkan
Tesis, disertasi, atau skripsi merupakan tulisan-tulisan ilmiah yang
biasanya belum diterbitkan, dan masih tersimpan dalam perpustakaan
Universitas atau Fakultas. Bila sudah diterbitkan maka sumber-sumber tersebut
20

diperlakukan sebagai buku. Termasuk dalam kelompok tesis, disertasi dan


skripsi yang belum diterbitkan adalah semua tulisan lainnya yang belum
diterbitkan sebagai buku, maupun sebagai artikel dalam majalah atau harian.
Walaupun belum diterbitkan, bahan-bahan tersebut sangat berharga bagi
tulisan-tulisan ilmiah, sebab itu sering dipergunakan. Seperti halnya dengan
bibliografi, bahan-bahan tersebut diperlakukan sebagai artikel, sehingga harus
ditempatkan dalam tanda kutip. Yang dianggap sebagai data publikasi adalah
nama Fakultas atau Universitas tempat karya itu dihasilkan, kota dan tahun
penulisan karya itu.
21
Jos. Dan. Parera, Fonologi Bahasa Gorontalo (Skripsi Sarjana, Fakultas
Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 1964), hal. 30.
22
Harimurti Kridalaksana, Implikasi Sosiolinguistik dalam Pengajaran
Bahasa Indonesia (Prasarana yang disampaikan dalam Seminar Pengajaaran
Bahasa Indonesia di IKIP Sanata Dharma, Jogjakarta, 6 Juli 1972).
1) Judul Skripsi, Tesis, Disertasi, atau Prasaran ditempaatkan dalam tanda
kutip.
2) Keterangan tentang jenis karya itu, nama Fakultas/Universitas atau
kesempatan prasaran itu disampaikan, tempat dan tahun ditempatkan
dalam kurung langsung sesudah judul, tanpa koma.
m. Referensi kepada dua sumber atau lebih
Kadang-kadang terjadi bahwa referensi pada catatan kaki bukan saja
menunjuk kepada sebuah sumber, tetapi lebih dari satu sumber. Dalam hal ini
catatan kaki tersebut dapat memuat semua sumber itu, dengan dipisahkan oleh
sebuah titik koma. Perhatikan contoh berikut:
23
M.J. Herskovits, Man and His Works: The Science of Cultural
Anthropology (New York: Alfred A. Knopf, 1948), hal. 501; A.A.
Goldenweiser, The Principles of Limited Possibilities in the Development of
Cultural (London: Kegan Paul, Trench, Trubner & Co., 1933), hal. 35 - 55.
n. Referensi dari sumber kedua
Pada umumnya catatan kaki menunjuk kepada sumber asli yang diambil
oleh penulis dan memang selalu dibuat oleh semua penulis. Semua karya
ilmiah menghendaki sumber pertama, tetapi kadang-kadang menjadi sulit
untuk mendapat sumber aslinya. Sebab seorang penulis hanya akan mengutip
pendapat seorang dari sumber kedua. Dalam hal demikian akan timbul bahaya
bahwa penulis yang mengutip pendapat itu tidak memahami konteks secara
keseluruhan, sehingga ia bisa membuat kesalahan. Tetapi kalau terpaksa untuk
mengutipnya juga, maka sumber kedua itu harus dinyatakan secara jelas dalam
catatan kakinya, seperti tampak pada contoh berikut:
24
M.Ramlan, Parkikel-partikel Bahasa Indonesia, Seminar Bahasa
Indonesia 1968 (Ende: Nusa Indah, 1971), hal 122, Mengutip charles F.
Hockett, A Course in modern Linguistics (New York: The MacMillan
Company, 1959), hal.222.
atau
25
Charles F. Hockett, A Course in modern linguistics (New York: The
MacMillan Company,1959), hal. 222, dikutip oleh M. Ramlan, Partikel21

partikel bahasa Indonesia, Seminar Bahasa Indonesia 1968 (Ende: Nusa


Indah, 1971), hal. 122.
Cara diatas dengan jelas memperlihatkan bahwa penulis tidak membaca
buku aslinya A Course Modern Linguistic, tetapi sekedar mengambilnya dari
kutipan M. Ramlan. Kedua cara diatas dapat digunakan. Bila penulis
menganggap karangan Hockett yang lebih dipentingkan maka ia memakai cara
yang kedua, tetapi sebaliknya bila ia menganggap bahwa tulisan M. Ramlan
yang lebih penting, maka ia mempergunakan cara yang pertama.
o. Catatan Penjelas
Semua cara di atas mempersoalkan catatan kaki yang menunjukan kembali
kepada semua sumber referensi. Tetapi seperti sudah dijelaskan, catatan kaki
dapat pula dimaksudkan untuk memberi komentar atau menjelaskan sesuatu
yang diuraikan dalam teks. Dalam hal yang demikian tidak ada sumber yang
perlu dimasukkan ke dalam catatan kaki. Contoh dibawah ini sekaligus
memperlihatkan bagian terakhir dari teks, garis pemisah, dan catatan kaki yang
dimaksud. Dengan demikian wujud dari catatan kaki itu akan lebih jelas.
.............................................................................................................................
Adapun metode-metode yang dipakai oleh C. Bateson dan M. Mead untuk
mengumpulkan bahan keterangan tentang modal personality structur orang
Bali adalah metode menyelidiki cara-cara asuhan kanak-kanak didalam
masyarakat orang Bali2 Hasil fieldwork M. Mead dan G. Bateson menghasilkan
juga beberapa karangan tentang tabiat orang Bali . . .
.............................................................................................................................

2
Metode tersebut terakhir ini, yang biasanya disebut Child training studies
sebenarnya berdasarkan jalan pikiran pokok dalam individu psychoanalyse,
ialah jalan pikiran bahwa tabiat seorang individu yang dewasa ini telah
dibangun oleh bahan-bahan pengalaman yang diterima oleh si individu dari
sejak waktu ia masih kanak-kanak. Ilmu Anthopologi-budaya melanjutkan
jalan pikiran ini dengan anggapan bahwa bahan pengalaman yang diterima oleh
anak-anak itu ditentukan oleh susunan dari lingkungan tempat kanak-kanak
bertumbuh; sedangkan susunan lingkungan itu tentu mendapat pengaruh
daripada masyarakat dan kebudayaan. Demikian apabila si penyelidik dapat
mempelajari bagaiman susunan hidup darpada kanak-kanak dalam
masyaarakat, maka ia akan mendapat keterangan tentang tabiat umum daripada
individu-individu dewasa di dalam masyarakat obyek penyelidikan itu.
p. Referensi dan Catatan Penjelas
Jenis catatan yang ketiga adalah penunjukan kepada sebuah sumber
ditambah penjelasan atau komentar-komentar. Seperti halnya dengan catatan
penjelas diatas, maka agar komentar dalam catatan kaki itu bisa lebih jelas
posisinya contoh berikut disertai pula oleh bagian terakhir dari teks yang
mengandung hal yang perlu dijelaskan itu.
.............................................................................................................................
Di dalam rangka kompleks pengertian yang dimaksud didalam faham tersebut,
J. Mallinckrodt menganggap amat penting, kepercayaan kepada kekuatan sakti
22

atau kekuatan Magic 2 yang meliputi seluruh alam semesta. Kepercayaan


serupa itu, yang disebut oleh Mallinckrodt kepercayaan.......
.............................................................................................................................

2
J. Mallickrodt, Het Adatrecht Van Borneo (Leiden: M. Dubbeldeman,
1928), I, 50. Demikianlha Mallinckrodt memberi pengertian yang lain sama
sekali kepada istilah magie, daripada misalnya J.G. Frazer atau sebagian besar
daripada sarjana ilmu anthropologi-budaya akan mengartikannya. Menurut
Mallinckrodt, kekuatan magie itu adalah kekuatan sakti. Menurut Frazer, magie
adalah ilmu gaib.

7.

Singkatan-singkatan
Dalam catatan kaki biasanya dipergunakan pula singkatan-singkatan yang
oleh para sarjana sudah diketahui maksudnya. Oleh sebab itu hendaknya
diperhatikan benar-benar bagaimana mempergunakan angkatan-singkatan itu
dalam setiap catatan kaki.
Singkatan yang paling penting yang harus diketahui adalah ibid., op. cit.,
dan loc. cit.
Ibid.: Singkatan ini berasal dari kata latin ibidem yang berarti pada tempat
yang sama. Singkatan ini dipergunakan bila catatan kaki yang berikut menunjuk
kepada karya atau aartikel yang telah disebut dalam catatan nomor sebelumnya.
Bila halamanya sama, maka hanya dipergunakan singkatan Ibid.; bila halamanya
berbeda maka sesudah singkatan Ibid. Dicatumkan pula nomor halamannya.
Singkatan Ibid. Selalu digarisbawahi atau dicetak dengan huruf miring.
Op. Cit.: Singkatan ini berasal dari kata Latin Opere Citato yang berarti
pada karya yang telah dikutip. Singkatan ini dipergunakan bila catatan itu
menunjuk kepada semua sumber lain. Dalam hal ini sesudah nama pengarang
(biasanya nama keluarga atau nama singkat) terus dicatumkan singkatan op. cit.
Bila ada penunjukan kepada halaman atau jilid dan halaman, maka nomor dan
jilid halaman ditempatkan sesudah singkatan op cit.
Loc. Cit.: Singkatan ini berasal dari bahasa latin Loco Citato yang berarti
pada tempat yang telah dikutip. Singkatan ini biasanya dipakai untuk menyebut
atau menunjuk kepda semua artikel majalah, harian atau ensiklopedi yang telah
disebut sebelumnya, tetapi diselingi oleh sumber lainya. Karena artikel itu
merupakan sebagian dari buku, majalah, atau ensiklopedi, maka ia tidak
merupakan sebuah karya atau opus. Sebab itu hanya boleh dipergunakan kata
Locus yang berarti tempat.
Walupun demikian kadang-kadang loc. cit. dipakai juga untuk
menggantikan singkatan op. cit. Dalam hal ini singkatan loc. cit. tidak boleh
diikuti oleh nomor halaman, karena penunjukan itu tidak kepada karya atau opus
secara keseluruhan, tetapi merujuk bahwa kepada halaman tersebut.
Bagaimanapun juga pemakaian singkatan loc.cit. dengan pengertian pertama di
ataslah merupakan pemakaian yang paling baik.
Disamping singkatan-singkatan di atas, ada pula beberapa singkatansingkatan lainnya yang perlu diketahui karena biasa dipergunakan dalam naskahnaskah atau buku-buku, baik dalam catatan kaki maupun dalam teksnya.
23

Supra
Infra

: diatas, sudah terdapat lebih dulu pada teks yang sama.


: di bawah, lihat pada artikel atau karangan yang sama
dibawah.
c. atau ca
: singkatan dari circa yang berarti kira-kira atau sekitar;
dipakai untuk menunjuk untuk menunjukan tahun,
tetapi diragukan ketepatannya.
Cap atau chap
: Singkatan dari kata Caput (Latin) atau chapter
(Inggris) yang berarti bab
Ed.
: singkatan dari editor (penyuting) atau edisi (edition)
et. al.
: singkatan dari et alii yang berrti dan lain-lain, dipakai
untuk menyatakan atau mengartiakan pengarangpengarang yang tidak disebut namanya.
et seq. atau et seqq. : singkatan dari et sequens atau et sequntes yang berarti
dan halaman-(halaman) berikutnya. Singkatan ini
dipakai sesudah menyebut nomor halaman, misalnya:
hal. 205 et seq
Ms.
: Manuscript, atau naskah; menurut arti katanya
manuscript berarti tulisan tangan, karena dahulu
memang semua naskah ditulis dengan tangan.
Passim
: tersebar di sana-sini. Di pakai untuk menyatakan
bahwa bahan yang dipergunakan atau yang dimaksud
tersebar pada suatu majalah atau tempat tertentu.
Ser.
: Seri
[Sic!]
: Demikianlah, seperti pada asalnya. Dipergunakan
untuk menunjukkan bahwa suatu kesalahan tertentu
terdapat dalam naskah aslinya, dan bahwa kutipan itu
diambil tepat seperti itu.
cf. atau conf.
: confer berarti dibandingkan, atau bandingkan dengan.
Vol.
: volume, atau jilid

8.

Penerapan catatan kaki dan singkatan


Bagaimana cara mempergunakan singkatan-singkatan di atas, terutama
singkatan-singkatan Ibid. , Op. Cit. dan loc. cit. Dan kenyataan? Untuk itu
perhatikanlah contoh-contoh berikut. Semua catatan kaki dibawah ini sebenarnya
tersebar pada halaman-halaman yang berkelainan, namun semuanya termasuk
dalam kesatuan nomor urut dalam sebuah bab.
1 Edgar Sturtevant, An Introduce to Linguistics Science (New
Haven,1947), hal. 20 et seq.
2 Ibid
3 Ibid. Hal. 30.
4 Richard Pittman, Nauhatl Honorifics, Internasional Journal of
American Linguistics, XI (April,1950), 374 et seqq
5 H.A. Gleason, An Introduction to Descriptive Linguistics, (Rev. Ed.; New
York: Holt, Rinehart and Winston, 1961), hal. 51-52.
6 Ibid.
7 Ibid. Hal. 56.
8 Sturtevant, Op. Cit., hal. 42 et Seq.
24

9. M. Ramlan, Partikel-partikel Bahasa Indonesia, Seminar Bahasa


Indonesia 1968 (Ende: Nusa Indah, 1971), hal. 122, mengutip Charles F. Hockett,
A Course in Modern Linguistics (New York: The Mac Millan Company, 1959),
hal. 222.
10 Robert Ralph Bolgar, Rhetoric, Encyclopedia Britannica (1970), XIX,
257-260
11 Sturtevant, Op. Cit. Hal. 50.
12 Ibid.
13 Bolgar, loc. cit., hal. 260.
14 Pitman, loc. cit., hal. 376.
15 Ramlan, loc. cit., hal. 122.
16 Gleason, op. Cit., hal. 54 et seq.
Karena referensi kedua dan ketiga menunjuk kembali kepada referensi
pertama yang mempunyai nomor urut berurutan, maka cukup dipergunakan
singkatan Ibid. Demikian pula referensi keenam dan ketujuh yang menunjuk
kembali pada referensi nomor lima. Sebaliknya referensi kedelapan yang
menunjuk kembali kepada referensi pertama, dan referensi kesebelas yang
menunjuk kembali kepada referensi pertama, maka masing-masingnya
mempergunakan singkatan op. Cit., karena sudah diselang-selingi oleh karya atau
sumber-sumber lainnya. Tetapi referensi keduabelas yang menunjuk kepada
referensi kesebelas, dan bersama-sama menunjuk kepada referensi pertama,
mempergunakan singkatan Ibid.
Referensi keempatbelas menunjuk kembali kepada referensi keempat.
Karena referensi keempat merupakan penunjukan kepada sebuah artikel, maka
referensi keempatbelas tersebut mempergunakan singkatan loc. cit. Bukan op. Cit.
Hal yang sama berlaku pula untuk referensi ketigabelas yang menunjukkembali
referensi kesembilan. Referensi keenambelas mempergunakan singkatan op. Cit.
Karena dua alasan: pertama, ia menunjuk kepada sebuah karya, dan kedua, karya
itu sudah diselingi oleh sumber-sumber lainnya.
Singkatan-singkatan lain yang dipergunakan dalam contoh di atas adalah et
seq. Dan seqq. Hal 20 et seq. Berarti halaman 20 dan 21. Sebaliknya dalam
referensi keempat terdapat penunjukan nomor halaman dengan angka 374 et seqq.
Itu berarti paling kurang tiga halaman 374, 375, dan 376; sampai halaman ke
berapa tidak jelas. Sebab itu untuk memberi batasan halaman yang lebih jelas,
lebih baik dipergunakan cara lain misalnya: hal. 374-379. Ini jauh lebih jelas
daripada mempergunakan singkatan hal .374 et seqq.

25

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kutipan merupakan Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seseorang
pengarang, atau ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku-buku
maupun majalah-majalah. Sedangkan catatan kaki merupakan keteranganketerangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang
bersangkutan.
2. Pada penulisan kutipan tidak diperbolehkan untuk mengganti isi kutipan atau
merubah tulisan tersebut. Namun diperbolehkan dalam menghilangkan sebagian
dari kutipan, selama tidak merubah makna dari tulisan tersebut.
3. Perbedaan antara kutipan langsung dan kutipan tak langsung (kutipan isi) akan
membawa akibat yang berlainan pada saat memasukkannya dalam teks. Begitu pula
cara membuat kutipan langsung akan berbeda pula menurut panjang pendeknya
kutipan itu.
4. Catatan kaki sementara itu bukan semata-mata dimaksudkan untuk menunjuk
sumber tempat terdapatnya sebuah kutipan, tetapi dapat juga dipakai untuk
memberi keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Sebab itu catatan kaki dan
bagian dari teks yang akan diberi penjelasan itu terdapat suatu hubungan yang
sangat erat.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, seharusnya pembaca langsung mengaplikasikannya
agar lebih memahami materi ini.

26

DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. 1984. KOMPOSISI Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.
Yuwono, Trisno. 1994. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis. Surabaya: Arkola.

27

Anda mungkin juga menyukai