Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“Pancasila sebagai Dasar Negara”

PENYUSUN:

AGUNG RIZQY KARIM

MUH. RIVALDI SETIAWAN

NUR RIZKY INAYAH

TASYA INDAR PRAMIASTARI

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI

POLITEKNIK AKADEMI KIMIA ANALISIS

TAHUN AJARAN 2017/2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat Rahmat
dan Karunia-Nya lah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
harapan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita terhadap
kehidupan manusia terutama dalam hubungan pengamalan nilai Pancasila.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila, adapun judul makalah ini adalah “Pancasila sebagai Dasar Negara”.
Dalam membuat makalah ini, tidak jarang kami menemukan beberapa
kendala karena keterbatasan ilmu yang kami miliki. Tetapi kami berusaha untuk
mencari informasi di internet. Kegiatan penyusunan makalah ini memberikan
kami tambahan ilmu pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan
kami,dan bagi para pembaca makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu per satu, yang sangat
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Sebagai manusia biasa, kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami berharap akan adanya masukan
yang membangun sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri
maupun pembaca makalah ini.
Penyusun masih membuka pintu kritik dan saran atas isi makalah ini.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
makalah di masa mendatang.

Bogor, Mei 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 2

C. Metodologi Penulisan ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................. 3

A. Pancasila Sebagai Dasar Negara ............................................................................. 3

B. Hubungan Pancasila dengan UUD 1945 ................................................................. 5

C. Hubungan dan Penjabaran Pancasila dalam Batang Tubuh UUD 1945 ................. 8

BAB III STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN ......................................................... 14

A. Studi Kasus Penyimpangan Pancasila sebagai Dasar Negara .............................. 14


B. Pembahasan Mengenai Hubungan Kasus Orde Baru dan Pancasila sebagai
Dasar Negara ........................................................................................................ 26
BAB VI PENUTUP ........................................................................................................ 27

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 27

B. Saran ..................................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28

LAMPIRAN .................................................................................................................... 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar Negara dan telah diterima
oleh seluruh warga Negara Indonesia seperti yang tercantum pada
Pembukaan UUD 1945 yaitu merupakan kepribadian Negara dan cara
pandang hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuannya,
sehingga tak ada satu kekuatan apapun dan manapun juga yang mampu
memisahkan Pancasila dan Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara memberikan pengertian
bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti
bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya
dalam seluruh perundang-undangan. Dalam hal ini Pancasila digunakan
sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyelenggaraan negara.
Berdasarkan pengamatan terhadap kehidupan masyarakat, mulai
nampak berbagai peristiwa yang mencerminkan penyimpangan-
penyimpangan terhadap nilai luhur pancasila sebagai dasar negara, salah
satunya pada masa Orde Baru.
Di masa Orde Baru yang paling dikenal ialah penuh dengan
kediktatoran dari pemerintahan. Pemerintahan masa itu kebanyakan
melakukan kebohongan- kebohongan publik untuk menutupi kelemahan dan
kegagalan mereka. Pemerintah juga menghalalkan berbagai cara untuk
mempertahnkan kekuasaan mereka. Mulai dari pemenjaraan para musuh
mereka sampai penghilangan nyawa pada siapa saja yang menentang
kebijakan pemerintah. Banyak terjadi KKN dimana-mana, pelanggaran
HAM dilegalkan, dan pembekuan demokrasi impian rakyat yang kesemua
itu merupakan kejadian yang sangat memperihatinkan dalam perkembangan
tatanan hidup Indonesia.

1
2

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami pengertian Pancasila Sebagai Dasar Negara
2. Mengetahui hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945
3. Mengetahui hubungan dan penjabaran nilai-nilai Pancasila dengan
Batang Tubuh UUD 1945
4. Mengetahui contoh kasus Penyimpangan Pancasila sebagai Dasar
Negara

C. Metodologi Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penyusun mengambil beberapa
ketentuan yang diharapkan mampu melengkapi penulisan makalah ini dan
telah memenuhi ketentuan umum antara lain :
1. Metode Studi Literatur
Metode ini dilakukan dengan mengambil bahan pustaka untuk
mengetahui dasar Negara Pancasila dan Penyimpangannya. Bahan
pustaka tersebut dapat berupa buku khusus Pancasila dan Sejarah serta
literatur Internet.
2. Metode Diskusi
Metode ini dilakukan bila terdapat ketidakjelasan dalam bahan
pustaka yang ada, maka penyusun mengambil langkah lain yaitu diskusi
bersama teman dan tetua yang hidup di era Orde Baru.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Pancasila dan Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama
pancasila ini terdiri dari dua kata dari sansekerta. Panca berarti lima
dan sila berarti prinsip atau asas. Istilah Pancasila telah dikenal sejak zaman
Majapahit pada abad XIV yang terdapat dalam buku Nagara Kertagama
karangan Prapanca dan buku Sutasoma karangan Tantular, dalam buku
Sutasoma ini, selain mempunyai arti “Berbatu sendi yang lima” (dari bahasa
Sangsekerta) Pancasila juga mempunyai arti “Pelaksanaan kesusilaan yang
lima” (Pancasila Krama), yaitu sebagai berikut:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan.
2. Tidak boleh mencuri.
3. Tidak boleh berjiwa dengki.
4. Tidak boleh berbohong.
5. Tidak boleh mengonsumsi minuman keras/obat-obatan terlarang.
Menurut Notonegoro, Pancasila adalah dasar falsafah negara Indosia,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa pancasila merupakan dasar
falsafah dan ideologi negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup
bangsa Indonesia sebagai pemersatu, lambang persatuan dan kesatuan serta
sebagai pertahanan bangsa dan negara Indonesia.
Menurut Muhammad Yamin, Pancasila berasal dari kata panca yang
berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas, dasar atau peraturan tingkah
laku yang penting dan baik. dengan demikian pancasila merupakan lima
dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting
dan baik.
Menurut Ir. Soekarno, Pancasila adalah isi jiwa bangsa indonesia
yang turun temurun yang sekian abad lamanya terpendam bisu oleh
kebudayaan barat. dengan demikian, pancasila tidak saja falsafah negara.
tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa indonesia

3
4

Menurut panitia lima pancasila adalah lima asas yang merupakan


ideologi negara. Kelima sila itu merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Hubungan antara lima asas erat sekali,
berangkaian, dan tidak berdiri sendiri.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah ketuhanan yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan)
Undang-undang dasar 1945.
Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea
keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam
Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI
atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.
Memorandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan
No.XX/MPRS/1966.
Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR
No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai
dasar negara (philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila
yang terkandung dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut
ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia
yang merdeka.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan
ditegaskan keseragaman sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12
Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal. Setiap sila (dasar/ azas)
memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain
sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila
5

dan mencari pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh
karena itu, Pancasila pun harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha memisahkan sila-sila
dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara memberikan pengertian
bahwa negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti
bahwa negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya
dalam seluruh perundang-undangan. Dalam hal ini Pancasila digunakan
sebagai dasar mengatur pemerintahan atau penyelenggaraan negara.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia mempunyai beberapa
fungsi pokok, yaitu:
1. Pancasila dasar negara sesuai dengan pembukaan UUD 1945 dan yang
pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum atau
sumber tertib hukum. Hal ini tentang tertuang dalam ketetapan MRP
No. XX/MPRS/1966 dan ketetapan MPR No. V/MP/1973 serta
ketetapan No. IX/MPR/1978. merupakan pengertian yuridis
ketatanegaraan.
2. Pancasila sebagai pengatur hidup kemasyarakatan pada umumnya
(merupakan pengertian Pancasila yang bersifat sosiologis).
3. Pancasila sebagai pengatur tingkah laku pribadi dan cara-cara dalam
mencari kebenaran (merupakan pengertian Pancasila yang bersifat etis
dan filosofis).

B. Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD Tahun 1945


Dalam kedudukan dan fungsi pancasila sebagai dasar Negara
Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas
kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara termasuk dalam
penyusunan tertib hukum Indonesia. Maka kedudukan pancasila
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
6

sumber tertib hukum Indonesia, dalam pengertian perundang-undangan


Indonesia.
Berdasarkan hakikat Pembukaan UUD 1945 sebagai norma dasar
negara yang intinya adalah Pancasila seagai dasar filsafat negara maka
Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu Cita Hukum
(Rechtsidee),yang menguasai hukum dasar tertulis maupun hukum dasar
tidak tertulis.
Sesuai dengan tempat keberadaan Pancasila yaitu pada Pembukaan
UUD Tahun 1945, maka fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara pada
hakikatnya adalah sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib
hukum di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 (Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978). Hal ini mengandung
konsekuensi yuridis, yaitu bahwa seluruh peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Praturan-peraturan Pelaksanaan
lainnya yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia)
harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila. Dengan kata lain, isi dan tujuan
Peraturan Perundang-undangan RI tidak boleh menyimpang dari jiwa
Pancasila.
Berdasarkan penjelasan diatas hubungan Pancasila dengan
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dapat dipahami sebagai hubungan yang
bersifat formal dan material.
1. Hubungan Secara Formal
Dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam
Pembukaan UUD 1945, maka Pancasila memporelehi kedudukan
sebagai norma dasar hukum positif. Dengan demikian tata kehidupan
bernegara tidak hanya bertopang pada asas-asas social, ekonomi,
politik, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religigius dan asas-asas
kenegaraan yang unsurnya terdapat dalam Pancasila.\
Jadi berdasarkan tempat terdapatnya Pancasila secarta formal
dapat disimpulkan sebagai berikut :
7

a. Bahwa rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Republik


Indonesia adalah seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 alinea IV.
b. Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah,
merupakan pokok kaedah Negara yang Fundamental dan terhadap
tertib hukum Indonesia mempunyai dua macam kedudukan yaitu :
1) Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang
memberi factor-faktor mutlak bagi adanya tertib hukum
Indonesia.
2) Memasukkkan dirinya di dalam tertib hukum sebagai tertib
hukum tertinggi.
c. Bahwa dengan demikian Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan
berfungsi, selain sebgai Mukaddimah dan UUD 1945 dalam
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, juga berkedudukan sebagai
suatu yang bereksistensi sendiri, yang hakikat kedudukan
hukumnya berbeda dengan pasal-Pasalnya. Karena Pembukaan
UUD 1945 yang intinya adlah Pancasila tidak tergantung pada
batang tubuh UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.
d. Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai
hakikat,sifat,kedudukan dan fungsi sebagai pokokkaedah negara
yang fundamental, yang menjelmakan dirinya sebagai dasar
kelangsungan hidup negara Republik Indonesia yang di
proklamirkan tanggal 17 Agustus 1945.
e. Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD 1945, dengan
demikian mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan tidak dapat
di ubah dan terletak pada kelangsungan hidup Negara Republik
Indonesia.
2. Hubungan secara material
Hubungan pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain
hubungan yang bersifat formal, sebagaimana di jelaskan di atas juga
hubungan secara material sebagai berikut:
8

Bilamana kita tinjau kembali proses perumusan Pancasila dan


pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis, materi yang di bahas
oleh BPUPKI yang pertama-tama adalah dasar filsafat Pncasila baru
kemudian Pembukaan UUD 1945. Setelah pada sidang pertama
pembukaan UUD 1945 BPUPKI membicarakan dasar filsafat negara
Pancasila berikutnya tersusunlah piagam jakarata yang di susun oleh
panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama pembukaan UUD 1945.
Jadi berdasar urut-urutan tertib hukum Indonesia Pembukaan
UUD 1945 adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib
hukum Indonesia bersumber pada Pancasila, atau dengan kata lain
sebagai sumber tertib hukum Indonesia. Hal ini berarti secara material
tertib hukum Indonesia dijabarkan dari nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila. Pancasila sebagai sumber tertib hukum indonesia
meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.
Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan
pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fubdamental,
maka sebenarnya secara material yang merupakan esensi atau inti sari
dari pokok kaidah negara fundamental tersebut tidak lain adalah
pancasila.

C. Hubungan dan Penjabaran Pancasila dalam batang tubuh UUD 1945


Pembukaan UUD tahun 1945 mengandung pokok-pokok pikiran
yang meliputi suasana kebatinan, cita-cita dan hukum dan cita-cita moral
bangsa Indonesia. Pokok-pokok pikiran tersebut mengandung nilai-nilai
yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia karena bersumber dar
pandangan hidup dan dasar negara, yaitu Pancasila. Pokok-pokok pikiran
yang bersumber dari Pancasila itulah yang dijabarkan ke dalam batang
tubuh melalui pasal-pasal UUD tahun 1945.
Hubungan Pembukaan UUD tahun 1945 yang memuat Pancasila
dalam batang tubuh UUD 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan
kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD tahun 1945 merupakan
9

penyebab keberadaan batang tubuh UUD tahun 1945, sedangkan hubungan


organis berarti Pembukaan dan batang tubuh UUD tahun 1945 merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dengan dijabarkannya popok-pokok
pikiran Pembukkan UUD tahun 1945 yang bersumber dari Pancasila ke
dalam batang tubuh, maka Pancasila tidak saja merupakan suatu cita-cita
hukum, tetapi telah, menjadi hukum positif.
Sesuai dengan penjelasan UUD tahun 1945, pembukaan
mengandung 4 pokok pikiran yang diciptakan dan dijelaskan dalam batang
tubuh. Keempat pokok pikiran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pokok pikiran pertama berintikan “Persatuan”, yaitu “negara
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2. Pokok pikiran kedua berintikan “Keadilan sosial”, yaitu “negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.”
3. Pokok pikiran ketiga berintikan “Kedaulatan Rakyat”, yaitu “negara
yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan”
4. Pokok pikiran keempat berintikan “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yaitu
negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adali dan beradab”.
Pokok pikiran pertama menegaskan bahwa aliran pengertian negara
persatuan diterima dalam Pembukaan UUD NRI tahun 1945, yaitu negara
yang melindungi bangsa Indonesia seluruhnya. Negara, menurut pokok
pikiran pertama ini, mengatasi paham golongan dan segala paham
perorangan. Demikian pentingnya pokok pikiran ini maka persatuan
merupakan dasar negara yang utama. Oleh karena itu, penyelenggara negara
dan setiap warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas
kepentingan golongan atau perorangan.
Pokok pikiran kedua merupakan causa finalis dalam Pembukaan
UUD tahun 1945 yang menegaskan suatu tujuan atau suatu cita-cita yang
10

hendak dicapai. Melalui pokok pikiran ini, dapat ditentukan jalan dan
aturan-aturan yang harus dilaksanakan dalam UUD sehingga tujuan atau
cita-cita dapat dicapai dengan berdasar kepada pokok pikiran pertama, yaitu
persatuan. Hal ini menunjukkan bahwa pokok pikiran keadilan sosial
merupakan tujuan negara yang didasarkan pada kesadaran bahwa manusia
Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pokok pikiran ketiga mengandung konsekuensi logis yang
menunjukkan bahwa sistem negara yang terbentuk ke dalam UUD harus
berdasar atas kedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan. Menurut
Bakry (2010: 209), aliran sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
kedaulatan rakyat dalam pokok pikiran ini merupakan sistem negara yang
menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Pokok pikiran keempat menuntut konsekuensi logis, yaitu UUD
harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian taqwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab
sehingga mengandung maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang
luhur dan budi pekerti kemanusiaan yang luhur.
Dasar negara Pancasila adalah jiwa, inti sumber dan landasan UUD
1945. Secara teknis dapat dikatakan bahwa pokok-pokok pikiran yang
terdapat dalam pembukaan UUD 1945 adalah garis besar cita-cita yang
terkandung dalam Pancasila. Batang tubuh UUD 1945 merupakan pokok-
pokok nilai-nilai Pancasila yang disusun dalam pasal-pasal. Pasal-pasal
dalam UUD 1945 adalah penjabaran dari pokok-pokok pikiran yang ada
dalam Pembukaan UUD 1945.
Contoh Penjabaran Pancasila dlm Batang Tubuh UUD 1945 :
1. Sila pertama, dijabarkan di pasal 29 UUD 1945, pasal 28 (UUD 1945
amandemen)
11

2. Sila kedua, dijabarkan di pasal-pasal yang memuat mengenai hak asasi


manusia.
3. Sila ketiga, dijabarkan di pasal 18, pasal 35, pasal 36 UUD 1945
4. Sila keempat dijabarkan pada pasal 2 s.d 24 UUD 1945
5. Sila kelima dijabarkan pada pasal 33 dan 34 UUD1945
Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang berhubungan dengan sila-sila
Pancasila.
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
a. Pasal 28E
Ayat (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut
agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
Ayat (2) Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
b. Pasal 29
Ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa,
Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
a. Pasal 14
1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung.
2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
b. Pasal 18B
Ayat (2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
12

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur damam


undang-undang
c. Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
undang.
3. Sila Persatuan Indonesia
a. Pasal 25A
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara
kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas
dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
b. Pasal 35
Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
c. Pasal 36
Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
d. Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
e. Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
4. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
a. Pasal 2
(1) Majelis Permusyawaratan rakyat terdiri atas anggota-anggota
Dewan Perwakilan rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari
Daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang
ditetapkan dengan Undang-Undang.
(2) Majelis Permusyawaratan rakyat bersidang sedikitnya sekali
dalam lima tahun di ibu-kota Negara.
(3) Segala putusan Madjelis Permusyawaratan rakyat ditetapkan
dengan suara yang terbanyak.
13

b. Pasal 3
Majelis Permusjawaratan rakyat menetapkan Undang-Undang
Dasar dan garis-garis besar daripada haluan Negara.
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a. Pasal 33
Ayat (3) Bumi dan air dn kekajaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
b. Pasal 34
Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
BAB III

STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Studi Kasus Penyimpangan terhadap Pancasila sebagai Dasar Negara


Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi dalam
peradaban umat manusia eksistensi pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi sesuai
dengan kepentingan penguasa. Pancasila tidak lagi digunakan sebagai
pedoman hidup bangsa. Sedikit demi sedikit mulai muncul adanya indikasi
degradasi nilai-nilai luhur pancasila. Penyimpangan terhadap nilai-nilai
pancasila mulai marak terjadi dimasyarakat. Hal ini tentu dapat berakibat
sangat fatal terhadap bangsa ini yang jika tidak segera ditangani dapat
melemahkan peranan ideologi serta yang lebih serius dapat mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang telah lama dibina dan
dipelihara sejak dulu.
Berdasarkan pengamatan terhadap kehidupan masyarakat, mulai
nampak berbagai peristiwa yang mencerminkan penyimpangan-
penyimpangan terhadap nilai luhur pancasila. Pancasila sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia idealnya menjadi acuan tingkah laku warga
Negara dalam penyelengaraan Negara.
Dalam memenuhi tugas Pendidikan Pancasila, kami akan
membahas mengenai kasus penyimpangan Pancasila sebagai dasar
negara pada masa Orde Baru.
Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa, dan
negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD
1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang
terjadi pada masa demokrasi terpimpin atau orde lama. Namun tujuan untuk
memperbaiki tatanan pada masa lalu dan kembali pada Pancasila dan UUD
1945 hanya retorika semata agar penguasa baru saat itu Soeharto mendapat
dukungan dari rakyat. Pada awal-awal pemerintahan berjalan secara wajar,
tapi selanjutnya pemerintahan berjalan dengan lebih menonjolkan

14
15

kediktatorannya yang tak jauh beda dengan masa Orde Lama. Orde Lama
pun tak seburuk apa yang telah dilakukan waktu itu. Orde Baru merupakan
masa pemerintahan paling kejam di Indonesia setelah masa kemerdekaan
dengan Soeharto sebagai nahkodanya.
Satu-satunya masa pemerintahan yang dalam sejarah Indonesia
paling lama memimpin Indonesia ialah Orde Baru, yang memimpin
Indonesia kurang lebih 32 tahun. Pemerintahan selama itu tentunya ada hal
positif serta negatifnya. Dalam kurun waktu lama itu Orde Baru lebih
banyak mencatatkan sejarah buruk dalam perjalanan Indonesia merdeka.
Dari kasus KKN yang terjadi dimana-mana serta melibatkan orang-orang
terdekat penguasa. Pelanggaran HAM dilakukan tanpa ada tindakan tegas
dari pemerintah untuk mengusut bahkan terkesan membiarkan hal tersebut
terjadi berulag-ulang. Demokrasi yang di idam-idamkan rakyat ditutup
dengan rapat, diganti demokrasi terpusat yang diktator.
1. KKN Merajalela
KKN merupakan singkatan dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerjacorrumpere = busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok)
menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik
politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan
tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam
melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian
uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya
menjadi lancar. Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman
akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya.
Kita ketahui bersama bahwa pada masa orde baru terjadi KKN tipe
akut. KKN terjadi di setiap lini pemerintahan. Soeharto pun sebagai
presiden RI tak berdaya melihat situasi ini dan terkesan melegalkan
16

KKN yang terjadi atas sepengetahuannya. Dalam berbagai kasuspun


Soeharto di indikasikan terlibat dalam kasus tersebut. Kejahatan
kemanusian yang terselubung itu selalu menguntungkan anak-cucunya,
kerabat dekat Soeharto, orang-orang terdekat Soeharto, dan para
konglomerat yang dekat dengan sang presiden. Berikut ini beberapa
paparan kasus KKN pada masa ini yang akan kami bahas.
a. Kasus ini diduga melibatkan orang dekat keluarga Cendana. Pada
akhir 1995, CEPA Internasional berhasil memenangi tender Proyek
Listrik Tanjung Jati B senilai US$ 1,77 miliar dan kemudian juga
memenangi tender Proyek Listrik Tanjung Jati C dengan cara agak
akrobatik. Pada saat memenangi tender anggota konsorsiumnya
adalah CEPA Hongkong dan PT International Manufacturing
Producer Association (Impa) Energy-milik pelobi ulung Djan
Faridz yang dikenal dekat dengan Mbak Tutut (Siti Hadijanti
Rukmana) (Rafick,2007:140). Kedekatan Djan Faridz dengan salah
satu putri Soeharto dimungkinkan akan mempermudah dia
memperoleh proyrek-proyek dari pemerintah.
b. Berikut ini kasus yang melibatkan salah satu anggota keluarga
Cendana. Sebuah proyek air bersih raksasa Umbulan berkapasitas 4
ribu liter/detik yang ditenderkan sejak 1986 namun terkatung-
katung hingga 10 tahun lebih karena soal tarif, akhirnya dapat
diperoleh pemenangnya. Diluar dugaan konsorsium Tommy
Soeharto (Hutomo Mandala Putra) - raja properti Ciputra berhasil
mendapatkan proyek ini. Padahal tarif yang diajukan Rp 888/m3
dan konsensi 25 tahun, jauh diatas tawaran Grup Citra
Lamtorogung Persada (CLP) yang meminta konssi 15 tahun,
dengan pola BOT (Build Operete & Transfer) mengajukan harga
Rp 630/m3 yang dulu ditolak. Padahal PDAM menetapkan angka
Rp 618/m3, namun menurut pemerintah mengatakan secara
rasional penghitungan konsorsium Tommy memang masuk akal
(Rafick,2007:148). Dalam kasus ini dimungkinkan ada KKN dalam
17

proses tendernya. Dikarenakan nilai proyek yang disepakati kedua


belah pihak tidaklah rasional.
c. Pada 1996, BUMN PT Kertas Leces mengalihkan garapannya dari
memproduksi kertas koran ke produksi kertas HVS. Padahal kertas
koran memiliki pangsa pasar dan pertumbuhan pasar yang jauh
lebih besar dibanding kertas HVS. Setelah Leces meninggalkan
lapangan, Aspex Paper milik Bob Hasan yang notabene orang
dekat Soeharto mengambil alih tempatnya, sehingga 80%
kebutuhan dalam negeri akan kertas koran kemudian dipenuhi
Aspex. Banyak kalangan menduga Leces sengaja mengalihkan
bidang garapannya ke HVS, bila tak mau disebut dipaksa, untuk
memeberi jalan kepada Aspex menguasai pasar kertas koran
(Rafick,2007:153). Peran pemerintah dalam alih jenis produksi
Leces dimungkinkan sangat besar. Hal ini karena Bob Hasan
memeiliki hubungan baik dengan Soeharto.
d. Berikut ini adalah penyalahgunaan Dana Reboisasi (DR) untuk
kegiatan di luar reboisasi diperkirakan di atas 2 triliun. Separuh
digunakan pengusaha di luar sektor kehutanan. Setengahnya lagi
dipakai mendanai proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) pulp dan
non pulp, termasuk HTI trans. Semuanya berdasarkan Keppres.
Dana sebanyak itu tidak semuanya berasal dari DR. Sebagian besar
berasal dari bunga jasa giro. Salah satu pengeluaran dana DR
diberikan sebesar Rp 250 miliar untuk PT Kiani Kertas (Pabrik
Kertasn dan pulp) milik Bob Hasan (Rafick,2007:160). Bau KKN
sangat terasa dalam kasus ini. Mungkin ini salah satu bagian
terkecil penyelewengan keuangan negara yang dimanfaatkan oleh
keluarga dan kroni-kroni Soeharto.
e. Ari Sigit, cucu presiden lengser Soeharto misalnya, tercatat
mendapatkan dana bujagi (bunga jasa giro) dengan cara halus.
Mulanya Dephutbun melalui Keppres diminta menempatkan dana
Rp 80 miliar di Bapindo dan BNI untuk jangka waktu 7 tahun.
18

Dana itu kemudian dipinjamkan kedua bank plat merah tersebut


kepada Ari Sigit untuk usaha pupuk urea tablet (Rafick,2007:162).
Dimungkinkan ini ialah salah satu cara bagi-bagi uang negara
untuk keluarganya ala Soeharto diantara puluhan kasus lainnya..
f. Adanya skandal Bapindo (Bank Pembangunan Indonesia) tahun
1993. Yaitu dengan kredit sebesar Rp 1,3 triliun yang dikucurkn
kepada seorang pengusaha bernama Eddy Tansil, adik kandung
Hendra Rahadrja (pemilik Bank Harapan Sentosa yang sudah
collapse). Kasus ini sangat menghebohkan karena menyeret
sejumlah pejabat tinggi, termasuk Sudomo (orang kepercayaan
Soeharto) yang pernah menjadi Kopkamtib (Lesmana,2009:58).
Sudomo sebagai orang terdekat Soharto tidak akan mungkin
terseret dalam kasus tersebut. Hal itulah ciri khas hukum ala
Soeharto, orang-orang terdekatnya pasti akan aman.
Dari kasus-kasus yang telah diuraikan tadi nampak jelas bahwa
masa Orde Baru sangat buruk dalam sistem pemerintahannya. Presiden
Soharto nampaknya telah merestui adanya KKN tersebut. Ini dibuktikan
dengan makin merajalelanya KKN dari tahun ketahun di masa Orde
Baru. Walaupun ada upaya pemberantasan KKN, tapi koruptor-
koruptor yang dekat dengan kekuasaan tampaknya tak pernah disentuh
sama sekali.

2. Suburnya Pelanggaran HAM


HAM ( Hak Asasi Manusia) adalah hak yang melekat pada diri
setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan
tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik
kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-
bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Pada
masa orde baru pelanggaran HAM sepertinya menjadi hal yang legal
dengan enggannya pemerintah mengusut kasus-kasus yang terindikasi
terjadi pelanggaran HAM yang melibatkan pemerintah. Setiap ada suatu
19

permasalahan, pemerintah dan ABRI dalam penyelesaiannya selalu


menggunakan kekerasan. Hal itu terjadi berulang-ulang dan tidak ada
yang dapat menghentikannya. Hal ini diperparah dengan enggennya
Presiden Soeharto menjabut UU anti-subversi yang telah di usulkan
Komnas HAM. Berikut merupakan kasu-kasus pelanggaran HAM
masa Orde Baru yang masih menjadi misteri:
a. Penahanan sejumlah mahasiswa dan masyarakat akibat demo anti
Jepang yang meluas di Jakarta yang disertai oleh pembakaran-
pembakaran pada peristiwa Malari. Kasus 15 Januari 1974 yang
lebih dikenal “Peristiwa Malari”, tercatat sedikitnya 11 orang
meninggal, 300 luka-luka, 775 orang ditahan. Sebanyak 807 mobil
dan 187 sepeda motor dirusak/dibakar, 144 bangunan rusak.
Sebanyak 160 kg emas hilang dari sejumlah toko perhiasan.
Peristiwa Malari dapat dilihat dari berbagai perspektif. Ada yang
memandangnya sebagai demonstrasi mahasiswa menentang modal
asing, terutama Jepang. Beberapa pengamat melihat peristiwa itu
sebagai ketidaksenangan kaum intelektual terhadap Asisten pribadi
(Aspri) Presiden Soeharto (Ali Moertopo, Soedjono Humardani,
dan lain-lain) yang memiliki kekuasaan teramat besar. Soehartopun
seperti menutup mata melihat kasus berdarah ini. Beliau malah
menyalahkan para mahasiswa.
b. Kasus Balibo 1975, terbunuhnya lima wartawan asing secara
misterius. Agar dapat menghilangkan jejak, mayat pata wartawan
asing ini harus dibakar habis. Mereka juga diberi pakaian Fretilin.
Kasus ini dianggap sudah selesai oleh pemerintah dan tidak dibuka
lagi.
c. Kasus Kedung Ombo 1989, kasus Kedung Ombo merupakan borok
sejarah pemerintah orde baru. Pemerintah membangun Kedung
Ombo dari bantuan Bank Dunia. Sampai saat ini uang ganti rugi
tanah masih belum diterima. Atau adapun warga yang dibayar
sangat rendah untuk tanah yang tergusur. Kasus Kedung Ombo
20

juga melibatkan kekerasan secara sistematis oleh aparat negara.


Keterlibatan oknum bersenjata masa Orde Baru itu, harusnya
menjadi kasus HAM hari ini. Warga Kedung Ombo masih
mengalami trauma akibat baik itu represi secara fisik ataupun
psikologis. Warga Kedung Ombo banyak yang mati ngenes.
d. Kasus tanah Lampung, 100 orang tewas oleh ABRI. Peristiwa ini
dikenal dengan dengan peristiwa Talangsari. Peristiwa Talangsari
Lampung menjadi kisah tragis yang dilupakan negara. Ratusan
orang yang saat itu menjadi korban seakan tidak berhak
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, serta mendapatkan
keadilan lewat penghukuman pelaku dan pemulihan hak-haknya.
e. Peristiwa 27 Juli 1996 tidak lain adalah kasus penyerbuan paksaan
ABRI terhadap para pendukung PDI pro Megawati di kantor DPP
PDI di Jalan Diponegoro. Penyerbuan itu dilakukan dalam upaya
membungkam aksi-aksi yang digelar kubu Megawati. Tindakan
kekerasan itu juga berakibat situasi chaos dibeberapa wilayah
Ibukota, antara lain ditandai dengan pembakaran sejumlah gedung
oleh masa. Menurut hasil investigasi Komnas HAM, 5 orang tewas,
149 menderita luka-luka dan 23 hilang dalam insiden berdarah itu
(Lesmana,2009:65).\
f. Kerusuhan kelam Mei 1998 tidak mudah kita lupakan. Banyak
nyawa yang hilang dan darah berceceran. Namun belum ada titik
terang dalam kasus ini hingga 13 tahun lebih era reformasi. Kasus
ini dumulai dari aksi-aksi rakyat yang semula bermotifkan ekonomi
dengan cepet berkembang menjadi aksi politik, yaitu menuntut
pengunduran diri Soeharto. Pada 12 Mei 1998, pecah insiden
berdarah Trisakti. Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas
terkena tembakan senjata aparat keamanan di dalam kampus.
Tragedi Trisakti inilah yang men-trigger “Kerusuhan Mei”, dan
berujung pada pengunduran diri Presiden Soeharto. Dalam
kerusuhan Mei, muncul pula 2 (dua) tokoh militer sentral: Jendral
21

TNI Wiranto sebagai Menhankam/Pangab dan Letnan Jendral TNI


Prabowo Subianto selaku Pangkostrad (yang sebelumnya menjabat
Komandan Jendral Kopasus, pasukn elite TNI-AD). Sedangkan
dalam laporan resmi Komnas HAM mengatakan kerusuhan 13-14
Mei memang dipicu oleh kelompok-kelompok terorganisasi
(Lesmana,2009:117-122). Kasus ini tak akan terunggakap tanpa
adanya kejujuran dari kedua tokoh militer tersebut.
Dari kasus-kasus diatas diketahui bahwa pada masa Orde Baru
banyak terjadi kasus pelanggaran HAM. Dari kasus-kasus tersebut
kebanyakan belum diketahui siapa pelaku dan dalang utama dalam
kasus-kasus tersebut. Bahkan belum ada tindakan hukum bagi pelaku
pelanggaran HAM di Orde Baru. Bahkan para korban yang masih hidup
dan keluarga korban masih menunggu kejelasan hukum kasus tersebut
yang nampaknya terlupakan oleh pemerintah.

3. Demokrasi Mati Suri


Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan dari/oleh/untuk
rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik
dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat
didefinisikan sebaga warga negara. Masa Orde Baru merupakan masa
yang suram bagi kehidupan demokrasi. Demokrasi yang diharapkan
sejak awal orde baru tidak semakin bagus malah semakin melorot
hingga terjun bebas. Demokrasi politik yang di idam-idamkan oleh
rakyat Indonesia ketika awal pemerintahan Soeharto lama kelamaan
mulai di kebiri. Dalam hal demokrasi berpendapat rakyat juga tidak
mendapatkan. Kediktatoran yang terus menonjol pada masa ini hingga
akhir orde baru.
Bagi orang-orang yang mengkritik pemerintah pastinya akan
mendapatkan hadiah berupa kurungan penjara. Bagi pejabat
pemerintahan yang mengkritik pemerintahan akan dikucilkan dari
panggung politik. Begitu pula orang-orang yang tidak disukai Orde
22

Baru akan menerima getahnya, terutama orang-orang dari Orde Lama.


Seperti halnya yang dialami Sohario Padmodiwiryo yang akrab
dipanggil Hario Kecik. Beliau dijadiakn tahanan politik oleh Orde Baru
sejak kepulngan Hario Kecik dari Moskow pada 1977. Hario Kecik
sempat bermukim di “kapal selam” yaitu sebutan untuk sel isolasi
dalam rumah tahanan militer. Tahun 1981, Hario Kecik dibebaskan
tanpa pengadilan bahwa dia bersalah atau tidak. Hario Kecik
merupakan bagian dari Orde Lama yang pada Januari 1965 atas
perintah dari Jendral A.Yani berangkat ke Moskow (Adam,2007:206-
211). Sedangkan media masa yang melakukan kritikan keras akan
dibredel. Seperti kasus majalah Tempo yang berakhir denagan bredel
pada pertengahan 1994 karena eksposurnya yang kritis dan terus
menerus sejak November 1992 terhadap kebijakan pemerintah Soeharto
yang membeli 36 kapal perang eks Jerman Timur (Lesmana,2009:83).
Pemerintahan era ini sangat mengintervensi organisaai-
organisasi sosial maupun paratai-partai politik. Pemerintah selalu
memberikan pengawasan ketat terhadap pergerakan organisasi-
organisasi tersebut. Bahkan pimpinan organisasi tersebut harus
mendapat persetujuan dari pemerintah. Seperti kasus penghalangan
Megawati Soekarnoputri untuk menjadi ketua umum PDI (Partai
Demokrasi Indonesia). Megawati dianggap dapat memberiakan
ancaman bagi kelangsungan kekuasaan Soeharto. Sehingga pemerintah
memperalat Soerjadi ntuk menghadang Megawati di Kongres PDI yang
berlangsung kacau di Medan maupun Musyawarah Nasional di
Surabayayang berakhir deadlock. Mayor Jendral TNI AM
Hendropriyono selaku Panglima Kodam Jaya dan Brigadir Jendral TNI
Agum Gumelar, salah satu Direktur Badan Intelejen Strategis ABRI
(BIA), kabarnya, “diterjunkan” oleh pimpinan ABRI untuk tugas dan
tujuan yang sama, yaitu menjegal Megawati agar putri Bung Karno ini
tidak menjadi pimpinan tertinggi PDI (Lesman,2009:101-103).
23

Di masa Orde Baru ada sebuah Undang-undang partai politik


yang tidak memperbolehkan adanya partai lain selain tiga partai yang
telah ditentukan oleh pemerintah. Di sini ada pembatasan jumlah partai,
yaitu dua partai dan satu golongan karya. Partai yang berhaluan Islam
dikumpulkan dalam sebuah wadah PPP (Partai Persatuan
Pembangunan). Sedangkan partai yang nasionalis dan lain-lainnya
dikumpulkan dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Dan satu lagi
organisasi yang pada awalnya tidak mau dianggap sebagai partai politik
yaitu, Golongan Karya (Golkar). Golkar merupakan partai pemerintah
yang memenagkan pemilu sejak 1971 hingga 1998. Partai yang berada
diluar Golkar bisa dibilang hanya sebagai “penggembira” dalam
demokrasi Orde Baru. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari
sebutan bahwa pemerintahan Soeharto sebagai otoriter dan tidak
demokratis. Untuk melanggengkan kekuasaan Golkar di pemerintahan,
mereka melakukan berbagai politisasi dan pembodohan politik kepada
rakyat.
Ketika terjadi pemilu pemerintahan Orde Baru juga sangat
mengintervensi. Merekalah yang menentukan jalannya pemilu dan
bagaiman hasil dari pemilu itu. Sebagai contoh pemilu terkahir Orde
Baru ini berjalan sangat tertutup. Penyelenggaraan pemilu 100%
ditangan pemerintah, dalm hal ini Departemen Dalam Negeri. Ketua
Pelaksananya adalah Menteri Dalam Negeri, Rudini. Lembaga
Pengawas bisa dibilang nol. Pada pemilu ini memang pengawas swasta
mulai ikut meramaikan dengan mendirikan Komite Independen
Pengawas Pemilu (KIPP), tapi mereka ini mendapat perlakuan yang
tidak menyenagkan dari rezim Orde Baru. Hasil pemilu inipun
menghasilkan wakil-wakil rakyat kelas arisan kampung
(Rafick,2007:274-275).
Pada rezim ini ada lima paket undang-undang politik anti
demokrasi karya Soeharto bersama wakil-wakil rakyat yang telah
dikebiri pada 1985. Kelima undang-undang itu ialah UU No. 1/1985
24

tentang Pemilu, Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU
No. 2/1985), Partai Poitik dan Golkar (UU No. 3/1985), Referendum
(UU No. 5/1985), dan tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU No.
8/1985). Undang-undang tersebut ditujukan sebagai alat anti demokrasi
yang sengaja dibuat pemerintah untuk mengebiri semua kekuatan sosial
politik nasional. Sebagai contoh diambil dari Undang-undang
Organisasi Kemasyarakatan (UU No.8/1995). Pada tahun 1987 Gerakan
Pemuda Marhein tidak dianggap ada keberadaannya oleh pemerintah
dan kasus Pelajar islam Indonesia, yang telah berkiprah sejak 1947 pun
tidak diakui keberadaannya, karena tidak mau merubah azas Islaminya
dengan Pancasila (Rafick,2007:147-148). Terbukti dengan jelas bahwa
Orde Baru telah menghalangi kebebasan dan pengartikulasian
kepentingan kelompok atau individu.

4. Rekayasa Sejarah
Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu. Yakni apa saja yang
sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh
orang. Sejarah juga memiliki definisi lain, Sejarah adalah ilmu yang
mandiri. Mandiri, artinya mempunyai filsafat ilmu sendiri,
permasalahan sendiri, dan penjelasan sendiri (Kuntowijoyo,2008:2).
Sejarah tidak dapat dipisahkan dalam hal apapun, termasuk masa Orde
Baru. Masa Orde Baru berusaha merekayasa sejarah yang ada untuk
dimanfaatkan sebagai legitimasi kekuasaan pemerintah. Banyak
sejarah-sejarah yang direkayasa demi kepentingan pemerintah. Sebagai
contoh kecil ialah kasus di monumen Angkatan Udara di Yogyakarta.
Disana dipajang foto-foto KSAU dari setiap periode, namun foto KSAU
yang kedua, Omar Dani tidak terpasang. Omar Dani merupakan musuh
dari Soeharto. Sedangkan di Monas, menurut Nurcholis Madjid
mengeluhkan diorama di Monas yang mengesankan orang Islam
sebagai penyebab disentegrasi bangsa (Adam,2007:149).
25

Peristiwa pembelokan sejarah lain adalah muslihat yang


mencoba menghilangkan gambar Soekarno dalam sebuah foto
mengenai pengibaran bendera saat proklamasi kemerdekaan. Usaha
lainnya berupa tindakan politik untuk melarang ajaran Soekarno.
Termasuk dalam hal ini pelarangan pendirian Universitas Bung Karno
oleh seorang putrinya (Adam,2007:155).
Rekayasa sejarah yang lain ialah Serangan Umum 1 Maret 1949
yang dibesar-besarkan bahkan dibuatkan monumen untuk mengenang
peristiwa itu. Di dalm buku-buku pelajaran sejarah dikesankan bahwa
konseptor serangan itu adalah Soeharto, padahal dua minggu
sebelumnya Soeharto diminta oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX ke
Kraton Yogya. Jadi, ide serangan itu sebtulnya dari Sri Sultan
Hamengkubuwono IX, Foto yang merekam pertemuan ini juga tidak
dipasang pada monumen (Adam,2007:155). Peristiwa sejarah yang
seharusnya objektif, pada masa Orde Baru berubah menjadi sejarah
yang dipelintirkan untuk kepentingan penguasa. Sangat disesalkan
sekali sejarawan-sejarawan yang mau diperalat Orde Baru untuk
mengorbankan keprofesionalitasan mereka. Mereka diperintahkan
menyusun sejarah berdasarkan kepentingan penguasa. Ironis, sejarawan
yang seharusnya mengulas suatu peristiwa berdasrkan buki-bukti yang
ada, malahan menganalisa suatu peristiwa berdasar perintah penguasa.

Dari semua materi yang telah dipaparkan diatas dapat


disimpulkan bahwa pada masa Orde Baru terjadi banyak pelanggaran
hukum, HAM, dan konstitusi. Banyak kejadian pelanggaran hukum
yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintahan, keluarga-keluarga
presiden dan kawan para penguasa. Hak Asasi Manusiapun diakui
secara terbatas, bahkan tidak dakui. Demokrasi dipeti eskan, diubah
menjadi otoriterisme. Walaupun pemerintah tidak mau dianggap
otoriter, dengan segala tipu muslihat mereka mencoba menutup-nutupi.
Walaupun sangat terlihat bahwa mereka sangat otoriter. Pemerintahan
26

juga berusaha membodohi rakyat, mereka selalu menjajikan


kesejahteraan kepada rakyat untuk menutupi kebusukan pemerintahan
Orde Baru.

B. Pembahasan Mengenai Hubungan Kasus Orde Baru dan Pancasila


sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara memberikan pengertian bahwa
negara Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa
negara harus tunduk kepadanya, membela dan melaksanakannya dalam
seluruh perundang-undangan. Dalam hal ini Pancasila digunakan sebagai
dasar mengatur pemerintahan atau penyelenggaraan Negara.
Namun berdasarkan fakta yang diperoleh pada masa Orde Baru,
terdapat banyak penyimpangan Pancasila sebagai Dasar Negara, dimana
Pancasila dijadikan sebagai alat legitimasi atau kekuasaan politik sehingga
sangat menyimpang dari sila-sila Pancasila. Adanya KKN menyimpang dari
sila 5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, suburnya
pelanggaran HAM tidak sesuai dengan sila 2 yaitu kemanusiaan yang adil
dan beradab, serta Pemerintahan Otoriter dan Demokrasi mati suri tidak
sesuai dengan sila 4 yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Para pelaku korupsi
yang telah banyak merugiakan negara pada masa Orde Baru hendaknya
segera diproses hukum dan diadili dengan hukuman setimpal.
Saat ini Indonesia sangat mengharapkan seorang pemimpin yang
adil dan berdemokrasi. Kita sebagai generasi muda Indonesia memiliki
tanggung jawab besar untuk mewujudkan Indonesia yang sesuai dengan
Pancasila karena Pancasila merupakan dasar Negara, tujuan dan cita-cita
dari bangsa Indonesia yang lahir dari kepribadian dan nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia itu sendiri. Sejatinya kita adalah penerus perjuangan
tokoh bangsa untuk memperkuat dan memajukan bangsa ini secara
serempak berlandaskan Pancasila.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar Negara menjadi acuan dalam
menjalankan dan menyelenggarakan pemerintahan. Tetapi pada
kenyataannya, banyak pemerintah di Indonesia yang tidak memperhatikan
nilai-nilai pancasila. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penyimpangan
terhadap pancasila seperti Pancasila dijadikan sebagai alat kekuasaan,
pelanggaran HAM dan sikap otoriter pemerintah. Hal ini terjadi karena
kurangnya pemahaman dan penjiwaan tiap individu terhadap nilai-nilai
pancasila yang seharusnya mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.

B. Saran
Saat ini Indonesia sangat mengharapkan seorang pemimpin yang
adil dan berdemokrasi. Kita sebagai generasi muda Indonesia memiliki
tanggung jawab besar untuk mewujudkan Indonesia yang sesuai dengan
Pancasila karena Pancasila merupakan dasar Negara, tujuan dan cita-cita
dari bangsa Indonesia yang lahir dari kepribadian dan nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia itu sendiri. Sejatinya kita adalah penerus perjuangan
tokoh bangsa untuk memperkuat dan memajukan bangsa ini secara
serempak berlandaskan Pancasila.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Sejarah Orde


Baru. (Online), http://www.pustakasekolah.com/sejarah-orde-baru.html,
diakses tanggal 7 Juni 2017

Anonim. 2012. Potret Hitam Orde Baru dalam Sejarah. http://garuda-


bangsa.blogspot.co.id/2012/03/potret-hitam-orde-baru-dalam-sejarah.html.
Diakses tanggal 8 Juni 2017

Ithum, 2008. Data-Data Kasus Pelanggaran HAM Semasa


Orde Baru. (Online),http://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-
kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru/, diakses tanggal 7 Juni 2017

Kaelan.2014.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta : Paradigma

Lesmana, Tjipta. 2009. Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik & Lobi Politik Para
Penguasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Rafick, Ishak. 2007. Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia. Jalan Baru
Membangun Indonesia. Jakarta: Ufuk Perss

Widjaya,H.A.W. 2002 Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila.Jakarta :


Raja Grafindo Persada.

28
LAMPIRAN

Peristiwa di balik 98 https://www.youtube.com/watch?v=bl0YOvDKUNw

Tragedi Mei 1998 https://www.youtube.com/watch?v=3nNEgaIu-mA

29

Anda mungkin juga menyukai