“LIMBAH B3”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengolahan Limbah Industri
KELOMPOK 3
1
2.5.6 Pengankutan ….…...…...………..……..…...….. 15
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
kasih kepada teman-teman, terutama Orang tua kami yang telah memberikan
ini.Besar harapan semoga rangkuman materi yang telah kami susun dapat
Makassar, 02 Oktober2020
Penulis
3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara garis besar,hal tersebut menjadi salah satu patokan bahwa segala
sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab bersama untuk
menanggulanginya,khususnya pada masalah limbah B3. Limba-limbah B3 sangat
berbahaya dan berdampak sangat buruk dalam jangka panjang sehingga perlu
dilakukan identifikasi untuk mengetahui kategori bahaya limbah B3 tersebut.
Dengan mengetahui kategori dan karakteristik, maka penanganan, pengolahan dan
pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan.
1.3 Tujuan
4
II
PEMBAHASAN
5
limbah kategori 2, dan limbah non B3 perlu dilakukan uji karakteristik dan/atau
uji toksikologi limbah.
6
c. Beracun, kemampuan suatu bahan dalam limbah yang dapat menyebabkan
potensi bahaya pada kesehatan manusia maupun lingkungan. Organisme
dapat terpapar dengan cara terhirup, tertelan, atau penyerapan melalui kulit.
Paparan tersebut dapat menyebabkan dampak langsung dan tidak langsung.
Paparan itu dapat dikategorikan sebagai efek karsinogenik, mutagenik, dan
teratogenik, membahayakan sistem reproduksi, pernapasan dan sistem saraf.
d. Korosif, yaitu kemampuan bahan dalam limbah untuk menyebabkan korosi
pada logam karena tingkat asam dan alkalinitas. Limbah dengan sifat seperti
ini perlu penanganan khusus serta ditampung dalam wadah seperti drum,
tangki atau tong.
7
Limbah B3 kadaluarsa, B3 yang tumpah, B3 yang tidak memenuhi
spesifikasi produk yang akan dibuang, bekas kemasan B3. Limbah-limbah
yang sumbernya demikian masuk dalam kategori limbah akut.
Kode Kategori
Nomor CAS1) Zat Pencemar
Limbah Bahaya
Akrolin atau 2-
A2003 107-02-8 1
Propenal
Aluminium
A2006 20859-73-8 1
Fosfida
A2013 542-621 Barium Sianida 1
A2015 7440-41-7 Bubuk Berilium 1
A2021 75-15-0 Karbon disulfida 1
8
dan lapisan filter pencemaran
5. IPAL yang udara
mengolah efluen Limbah iron
dari proses sponge yang
produksi pupuk B301-6 digunakan pada 2
dan bahan unit
senyawa nitrogen desulfurisasi
B301-7 Sludge IPAL 2
9
bergabung membentuk senyawa seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol dan
sebagainya.
10
dari ibu yang mempunyai kadar racun yang sudah menembus plasenta. Para bayi
yang memiliki kandungan racun limbah dapat menderita tuli, kebutaan, kerusakan
otak yang berujung retardasi mental atau celebral palsy.
2.5.1 Pengurangan
Pengurangan adalah kegiatan penghasil limbah B3 dengan mengurangi jumlah
dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari limbah B3 sebelum
dihasilkan dari suatu kegiatan atau usaha. Pengurangan dapat dilakukan melalui
subtitusi bahan, modifikasi proses atau penggunaan bahan yang ramah lingkungan
(PP 101 Tahun 2014).
2.5.2 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan penampungan sementara limbah B3
hingga jumlahnya mencukupi untuk diangkut atau diolah. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan efisien ekonomis. Penyimpanan dalam jumlah banyak dapat
dikumpulkan di pengumpulan limbah. Limbah B3 padat maupun cair dapat
dimasukkan ke drum dan disimpan dalam gudang yang terlindungi dari panas dan
hujan. Limbah B3 padat/lumpur disimpan dalam bak penampung yang dasarnya
dilapisi dengan lapisan kedap air.
11
Limbah B3 Yang Dapat Disimpan
Kategori 2
No Fasilitas Sumber
Kategori 1 Spesifik Spesifik
Tidak
Umum Khusus
Spesifik
1 Bangunan
Tangki dan/atau
2
kontainer
3 Silo
Penumpukan limbah
4
(waste pile)
5 Waste Impoundment
Bentuk lainnya
sesuai dengan
6 perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi
12
a. Rancang bangun dan luas penyimpanan yang sesuai dengan jenis,
karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan atau disimpan
b. Bebas banjir dan tidak rawan bencana alam
c. Terlindung dari air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung
d. Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas dalam ruang penyimpanan serta memasang kasa
atau bahan lain untuk mencegah masuknya hewan ke dalam ruang
penyimpanan
e. Memilki sistem penerangan yang memadai. Lampu penerangan dipasang
minimum 1 m di atas kemasan dan saklar dipasang di luar bangunan
f. Dilengkapi dengan sistem penangkal petir
g. Bagian luar tempat penyimpanan dilengkapi dengan simbol sesuai dengan
peraturan yang berlaku
h. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan
tidak retak.
Tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan lebih dari 1 jenis limbah
B3 dengan karakteristik yang berbeda maka syarat ruang penyimpanan :
a. Harus terdiri dari beberapa ruangan untuk menyimpan satu jenis limbah B3
atau limba-limbah yang saling cocok
b. Antara bagian penyimpanan satu dengan yang lainnya harus dibuat tembok
pemisah untuk menghindari tercampurnya bahan atau masuknya tumpahan
limbah B3 ke bagian penyimpanan lainnya
13
d. Kemasan juga harus dalam kondisi yang baik, tidak berkarat, tidak rusak, dan
tidak bocor
2.5.3 Pewadahan
Bahan yang digunakan untuk wadah dan sarana lainnya dipilih berdaarkan
karakteristik buangan. Contoh untuk buangan yang korosif disimpan dalam wadah
yang terbuat dari fiber glass. Berikut ini merupakan persyaratan yang harus
dipenuhi :
a. Bahan kontainer harus sesuai dengan karakter dari limbah B3
b. Semua kontainer harus disimpan di area yang tertutup untuk melindungi dari
hujan dan berventilasi
c. Lantai dasar bangunan harus kedap air untuk menghindari meresapnya
ceecran atau bocoran
d. Drum yang berisi limbah yang dapat bereaksi harus disimpan terpisah, untuk
mengurangi kemungkinan kebakaran, ledakan dan keluarnya gas beracun
e. Semua drum yang disimpan harus dalam keadaan baik yaitu tertutup dan
tidak bocor
f. Semua drum harus diberi label yang memuat informasi jelas tentang
pernyataan bahwa limbah adalah limbah B3. Simbol limbah B3 adalah
gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3. Label limbah B3 adalah
keterangan mengenai limbah B3 yang berbentuk tulisan mengenai informasi
limbah, diantaranya penghasil dan alamatnya, waktu dilakukannya
pengemasan, jumlah serta karakteristik limbah B3.
2.5.4 Pelabelan
Semua limbah harus segera diberi label setelah dimasukkan ke dalam kontainer.
Kontainer harus diberi label dan tanda yang jelas dengan mendeskripsikan isi dari
limbah B3 tersebut. Unsur-unsur kimia seharusnya ditulis secara lengkap dalam
format persentase. Jika bahan kimia yang ditemukan tidak diketahui komposisinya
maka akan diberi label dengan “bahan kimia berbahaya yang belum diketahui”.
14
Menurut Permen LH Nomor 14 Tahun 2013, pelabelan berfungsi memberikan
informasi terkait asal-usul limbah B3, identitas limbah B3, serta kuantitas limbah
B3. Limbah B3 yang disimpan pada wadah wajib diberi label sesuai dengan
karakteristik limbah yang ditampung. Karakteristik dominan adalah karakteristik
yang terlebih dahulu ditangani dalam keadaan darurat.
Simbol limbah B3 yang dilekatkan pada wadah harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
a. Jenis simbol limbah B3 yang ditempel harus sesuai dengan karakteristik
limbah yang ditampung
b. Simbol diletkatkan pada sisi wadah yang tidak terhalang oleh wadah lain dan
mudah dilihat
c. Simbol limbah B3 tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol
limbah B3 lain sebelum wadah atau kemasan dikosongkan.
2.5.5 Pengumpulan
Berdasarkan PP nomor 101 Tahun 2014, pengumpulan limbah B3 merupakan
kegiatan mengumpulkan limbah dari penghasil limbah B3 sebelum diserahkan
kepada pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3, dan/atau penimbun limbah
B3. Pengumpul adalah badan usaha yang melakukan pengumpulan limbah B3
sebelum dikirim ke tempat pengolahan limbah B3. Setiap kegiatan atau usaha
yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengumpulan limbah yang
dihasilkan, melakukan segresi limbah dan penyimpanan limbah B3. Segresi
limbah B3 dilakukan sesuai dengan nama dan karakteristik limbah B3.
2.5.6 Pengangkutan
Apabila tidak ditangani di tempat, limbah B3 diangkut ke sarana penyimpanan,
pengolahan atau pembuangan akhir. Sarana pengangkutan yang digunakan dapat
berupa truk, kereta api dan kapal. Untuk limbah B3 cair dengan jumlah besar
digunakan kapal tanker sedangkan limbah B3 padat menggunakan lugger box dari
baja. Untuk menjaga agar limbah B3 ditangani sesuai prosedur yang benar, harus
dilakukan tracking system sejak pengangkutan hingga ke tempat pembuangan
15
akhir. Ketika penuh, wadah yang ada di tempat penyimpanan sementara diangkut
menuju pihak yang telah memiliki izin untuk pembuangan limbah B3.
Berdasarkan kategori bahaya, cara pengangkutan limbah B3 sebagai berikut :
Pengangkutan limbah B3 dengan Dilakukan dalam alat angkut yang
kategori bahaya 1 bersifat tertutup
Pengangkutan limbah B3 dengan Dilakukan dengan alat angkut
kategori bahaya 2 yang bersifat tidak tertutup
Pengangkutan limbah non B3 tidak terikat pada regulasi limbah B3
(seperti menggunakan simbol dan label serta manifes)
16
Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi. Oleh karena itu, kedua
senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh
aliran, dengan penambahan garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida
yang memiliki karakteristik pengendapan yang baik. Pengendapan fosfat,
terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk mencegah eutrofikasi dari
permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu penambahan slaked lime, garam besi, atau garam alumunium.
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani hampir
seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau
toksik, dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi. Pengolahan kimia dapat
meningkatkan jumlah garam pada efluen, meningkatkan jumlah lumpur sehingga
memerlukan bahan kimia tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.
17
2.6.2 Proses Pengolahan Limbah B3 Secara Fisika
Proses Adsorbsi. Proses ini biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk
menyisihkan senyawa aromatik misalnya fenol dan senyawa organik terlarut
lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali air buangan
tersebut.
18
karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator dilengkapi dengan
alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi standar emisi.
Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume)
dan 75% (berat). Teknologi ini bukan solusi terakhir dari sistem pengolahan
limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat
yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi
menghasilkan energi dalam bentuk panas.Kelebihan metode pembakaran adalah
metode ini merupakan metode hemat uang di bidang transportasi dan tidak
menghasilkan jejak karbon yang dihasilkan transport seperti pembuangan darat.
Menghilangkan 10% dari jumlah limbah cukup banyak membantu mengurangi
beban tekanan pada tanah. Rencana pembakaran waste-to-energy (WTE) juga
memberikan keuntungan yang besar dimana limbah normal maupun limbah B3
yang dibakar mampu menghasilkan listrik yang dapat berkontribusi pada
penghematan ongkos. Pembakaran 250 ton limbah per hari dapat memproduksi
6.5 megawatt listrik sehari (berharga $3 juta per tahun).
Kerugian metode pembakaran adalah adanya biaya tambahan dalam
pembangunan instalasi pembakaran limbah. Selain itu pembakaran limbah juga
menghasilkan emisi gas yang memberikan efek rumah kaca.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi atau heating
value limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan
berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya
energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling
umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple
hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste
injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary
kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair,
dan gas secara simultan.
19
2.6.3 Proses Pengolahan Limbah B3 Secara Biologis
Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang saat ini dikenal
dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi. Bioremediasi adalah penggunaan
bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/mengurai limbah B3.
Sedangkan fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan
mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini sangat
bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang
diperlukan lebih murah dibandingkan metode kimia atau fisik. Namun, proses ini
juga masih memiliki kelemahan. Proses bioremediasi dan fitoremediasi
merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk
membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena
menggunakan makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-
senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam ekosistem.
20
diperhatikan dalam pemilihan tempat ialah strktur dan kestabilan geologi serta
hidrogeologi wilayah setempat.
21
digunakan kembali, dan Recovery yaitu mengambil kembali material berguna dari
limbah B3.
Berikut ini merupakan contoh-contoh pemanfaatan limbah B3 :
2.8.1 Pemanfaatan Oli Bekas Sebagai Bahan Bakar
Limbah dari oli bekas merupakan masalah bagi lingkungan dan tergolong
dalam limbah B3 karena limbah oli bekas merupakan bahan yang tidak dengan
mudahnya dapat terurai. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
limbah oli yaitu dengan dimanfaatkan kembali sehingga tidak mencemari
lingkungan. Limbah industri automotif saat ini dibuang ke lingkungan dalam
jumlah yang cukup banyak, penanganan limbah oli bekas ini dapat dijadikan
sebagai bahan bakar alternatif seperti diesel.
Proses pengolahan oli bekas yaitu tahap pertama merupakan pemisahan air dari oli
bekas pada suhu 1500C, proses ini menghasilkan limbah air yang berasal dari
campuran oli bekas. Tahap kedua memisahkan kotoran dan aditifnya
(penambahan bahan kimia).Tahap ketiga dilakukan untuk perbaikan warna,
menghasilkan bahan dasar pelumas dan limbah lempung. Dan terakhir proses
pengolahan bahan dasar tersebut atau disebut juga dengan blending. Alat dalam
pengolahan limbah oli menjadi bahan bakar alternatif yaitu dengan menggunakan
alat destilasi. Hasil daur ulang oli bekas menggunakan H2SO4 sebesar 5%
memiliki sifat-sifat yang paling mendekati bahan bakar mesin diesel.Nilai
viskositas dan flash point hasil daur ulang berada dalam rentang bahan bakar solar
standar.
22
Fly Ash dicampur dengan bahan lainnya seperti pasir dan air lalu diaduk
merata. Setelah melalui proses homogenitas, dilakukan pencetakan dengan
menggunakan alat press bata beton. Bata beton dari campuran fly ash kemudian
diangin-anginkan kurang lebih selama 1 hari untuk memastikan batako tersebut
kering dan tidak hancur jika dipindah. Selanjutnya disimpan pada tempat yang
terlindung dari sinar matahari agar penguapan dapat terjadi secara perlahan.
Langkah terakhir yaitu dengan menguji toksisitas bata beton yang telah dibuat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggantian semen oleh fly ash tidak
berpengaruh terhadap dimensi dan kuat tekan pada produk batako sehingga
disimpulkan bahwa limbah fly ash dapat dimanfaatkan menjadi salah satu bahan
baku pembuatan batako.
23
mulut, gusi membengkak, dan diare terdapat secara meluas.Kematian terjadi
infeksi sekunder maupun kelemahan yang semakin parah.
3. Keracunan Cadmium
Limbah ini biasanya digunakan untuk proses stabilizer dalam pembuatan
Polyvynil Khlorida. Di masa silam Cadmium malah digunakan dalam
pengobatan Sypilis dan Malaria. Hasil Otopsi di Amerika Serikat
menunjukkan akumulasi Cadmium dalam tubuh masyarakat umum secara
24
rata-rata di dapat 30 mgCd di dalam tubuh, 33% di dalam ginjal, 14% di
dalam hati, 2% di dalam paru-paru dan 0,3% di dalam pankreas. Cadmium
dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara langsung maupun titik
langsung lewat ginjal, sebagai akibatnya terjadi kenaikan tekanan
darah.Percobaan hewan menunjukkan bahwa kematian dapat terjadi karena
gagal jantung, kasus keracunan Cadmium secara epidemis terjadi di Kota
Toyama Jepang.Sekelompok masyarakat mengeluh tentang sakit pinggang
selama beberapa tahun.Penyakit tersebut kemudian menjadi parah, tulang-
tulang punggung terasa sangat nyeri yang diikuti oleh osteomalacia
(pelunakan tulang) dan fraktur tulang punggung yang multiple kematian dapat
diakibatkan oleh gagal ginjal.
25
Utara.Laporan audit internal Newmont yang dibeberkan dalam harian New
York Times (22/12), juga ditemukan oleh Tim Terpadu Penanganan kasus
Buyat. Pembuangan sebanyak 33 ton merkuri langsung, sudah dicurigai oleh
tim terpadu dalam laporannya tertanggal November 2004. Kecurigaan tim
terpadu terbukti pada laporan audit internal Newmont yang dipaparkan dalam
artikel New York Times berjudul "Mining Giant told It Put Toxic Vapors Into
Indonesia's Air". Dalam laporan tersebut ditunjukkan pada 1998 mercury
scrubber tidak berfungsi dengan baik, dan baru diperbaiki pertengahan tahun
2001, sehingga merkuri menguap ke udara dan tidak ditangkap sebagai
kalomel. Dalam laporan audit internal yang dibeberkan oleh harian New York
Times itu juga disebutkan 33 ton merkuri yang seharusnya dikumpulkan dan
dikirim ke PPLI selama 4 tahun ternyata, 17 ton di antaranya terlepas di udara
dan 16 ton dilepaskan ke Teluk Buyat.
26
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnyadapat mencemarkan dan merusak kesehatan dan lingkungan
hidup.Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3
adalah hal yang penting dan mendasar.Dengan mengetahui kategori dan
karakteristik, maka penanganan, pengolahan dan pemanfaatan limbah B3 dapat
dilakukan.
Pengaruh limbah B3 terhadap mahluk hidup, khususnya manusia terdiri atas 2
kategori yaitu : (1) efek akut dan (2) efek kronis. Efek akut dapat menimbulkan
akibat berupa kerusakan susunan syaraf, kerusakan sistem pencernaandan
kematian.Sementara itu, efek kronis dapat menimbulkan efek karsinogenik
(pendorong terjadinya kanker), efek mutagenik (pendorong mutasi sel tubuh), efek
teratogenik (pendorong terjadinya cacat bawaan), dan kerusakan sistem
reproduksi.
3.2 Saran
Dengan ini penulis menyarankan agar limbah B3 dari perusahaan, pabrik, rumah
tangga, sekolah/universitas dan perkantoran sebaiknya ditampung dalam
penampungan khusus dan diolah terlebih dahulu agar tidak langsung terbuang ke
saluran pembuangan yang akan masuk ke gorong-gorong,tanah, sungai bahkan
laut yang nantinya akan menimbulkan dampak buruk khususnya bagi kesehatan
manusia dan lingkungan. Penulis juga berharap agar penanganan limbah B3 ini
tidak dianggap mudah mengingat dampaknya yang sangat luar biasa.
Permasalahan limbah ini harus ditangani oleh kita semua, bukan hanya
pemerintah melainkan kerja sama dengan masyarakatnya juga.
.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N.H., Megi, S., Prihatiningsih. 2014. Pengelolaan dan Karakterisasi Limbah
B3 di PAIR Berdasarkan Potensi Bahaya. Majalah Ilmiah Aplikasi Isotop dan
Radiasi.
Ciptaningayu, T.N. 2017. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Laboratorium Di Kampus ITS. Surabaya. Departemen Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Gunawan, Y. 2006. Peluang Penerapan Produksi Bersih Pada Sistem Pengolahan Air
Limbah Domestik Waste Water Treatment Plant #48, Studi Kasud di PT Badak NGL
Bontang. Universitas Diponegoro
Menteri Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 101 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah B3.
Voaindonesia.com. Limbah Tambang Emas Cemari Sungai di Colorado, AS. Diakses
pada 23 September 2020, dari https://www.voaindonesia.com/a/limbah-tambang-
emas-cemari-sungai-as-/2909869.html
Majalah Sungai Colorado. Diakses pada 23 September 2020, dari
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/08/150811_majalah_sungai_colorado
Academia.edu. Makalah Limbah B3. Diakses pada 24 September 2020, dari
https://www.academia.edu/9647190/Makalah_limbah_B3
Blog.ub.ac.id. Limbah B3 Bahan Berbahaya Beracun. Diakses pada 24 September 2020,
dari https://blog.ub.ac.id/yusriadiblog/2012/10/11/limbah-b3-bahan-berbahaya-
beracun-makalah/
Jurnal.unismabekasi.ac.id. Kasus Newmont. Diakses pada 24 September 2020, dari
http://jurnal.unismabekasi.ac.id/index.php/kybernan/article/download/662/545
28