Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PEMBIBITAN TERNAK

“EVALUASI PEMBIBITAN TERNAK KAMBING”

Nama : Jackha Arya Rahmad


NIM : 11980114603
Kelas : C Peternakan

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur marilah kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya saya mampu untuk menyelesaikan
laporan praktikum saya yang merupakan tugas dari mata kuliah Manajemen
Pembibian Ternak.
Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Laporan praktikum ini saya buat yang pertama untuk menyelesaikan tugas
yang di berikan dan untuk menginformasikan kepada pembaca semua mengenai
evaluasi pembibitan ternak kambing yang akan saya bahas dalam laporan
praktikum ini.

Selanjutnya dengan rendah hati saya meminta kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat saya revisi kembali. Karena
saya sangat menyadari, bahwa makalah yang telah saya buat ini masih memiliki
banyak kekurangan.

Saya ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak


yang telah mendukung serta membantu saya selama proses penyelesaian laporan
praktikum ini hingga rampungnya laporan ini.

Demikianlah yang dapat saya haturkan, saya berharap supaya laporan


praktikum yang telah saya buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap
pembacanya.

Pekanbaru,24 Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kambing Peranakan Ettawa (PE), merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging dan susu yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, dan penting artinya bagi masyarakat. Seiring hal tersebut
budidaya kambing memiliki peluang yang cukup besar dengan semakin
sadarnya masyarakat akan kebutuhan gizi perlu segera dipenuhi. Berat tubuh
bangsa kambing PE sekitar 32-37 kg dan produksi susunya 1 - 1,5 liter per
hari.
Pemerahan adalah tindakan mengeluarkan susu dari ambing. Pemerahan
bertujuan untuk mendapatkan produksi susu yang maksimal. Terdapat tiga
tahap pemerahan yaitu pra pemerahan, pelaksanaan pemerahan dan pasca
emerahan. Metode pemerahan dengan tangan antara lain yaitu whole hand
milking, kneevelen dan strippen, diantara ketiga metode tersebut yang terbaik
adalah dengan menggunakan metode whole hand milking. Panjang pendeknya
interval pernerahan akan mempengaruhi produksi susu. Kualitas susu dapat
dijaga salah satu diantaranya dengan melakukan perlakuan dipping. Dipping
adalah suatu tindakan dengan mencelupkan puting susu ke dalam desinfektan
setelah pemerahan berakhir, yang bertujuan untuk mencegah
terkontaminasinya susu oleh bakteri yang dapat merusak kualitas susu dan
menyebabkan mastitis. Perlakuan dipping dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dengan cara merusak dinding sel bakteri bagian luar dan membran sel
sehingga desinfektan dapat masuk kedalam sitoplasma sampai kedalam
nukleus, akibatnya bakteri tidak dapat berkembang biak, sehingga terhambat
sampai akhirnya bakteri mati. Jenis desinfektan diantaranya adalah: a. Povidon
Iodine mengandung bahan aktif polivinilpirolidn (PVP) Iodine yang
merupakan antiseptik yakni dapat mengahambat kerja mikroorganisme atau
bakteri. b. Kaporit (calcium hyphochoride) yang digolongkan ke dalam
senyawa halogen, seperti bromine, fluorine dan iodine. Aksi bakteriosidal
golongan halogen adalah dengan cara menginaktivasi protein melalui oksidasi
gugus sulfhidril pada protein dan tersusun atas asam amino yang mengandung
ikatan sulfur, sehingga merubah konformasi dan aktivitas protein. c. Destasan
merupakan desinfektan yang terdiri dari benzalkonium chloride dan
isopropanol yang efektif sebagai penghambat sel bakteri dan memutus jalur
hidup dari sel bakteri.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui Evaluasi Pembibitan
Ternak Kambing Perah . Kambing Peranakan Etawa (PE).
1.3 Manfaat
Hasil praktikum ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
pembelajaran bagi Mahasiswa tentang pembibitan ternak kambing perah
Peranakan Etawa (PE).
BAB II
ISI
2.1 Sarana dan Prasarana
A. Sarana
Sarana untuk usaha pembibitan kambing dan domba yang baik
meliputi bangunan, alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan, bibit,
pakan, dan obat hewan.
1. Bangunan
a. Jenis Bangunan
1) Kandang:
a) kandang pejantan
b) kandang induk (kawin, beranak)
c) kandang pembesaran
d) kandang isolasi ternak yang sakit
e) kandang laktasi (untuk kambing perah)
b. Persyaratan Kandang
1) Tata letak kandang antara lain:
a) tempat kering dan tidak tergenang air saat hujan
b) mudah memperoleh sumber air
c) sirkulasi udara baik dan cukup sinar matahari pagi
d) tidak mengganggu lingkungan hidup
e) mudah diakses transportasi
2) Konstruksi kandang antara lain:
a) konstruksi harus kuat
b) untuk kandang panggung, jarak antar slat/papan/ bambu tidak
terlalu jarang, tidak terlalu rapat untuk menghindari agar kaki
tidak terperosok dan kotoran bisa jatuh serta lantai di bawah
panggung miring, agar kotoran mudah dibersihkan.
c) drainase dan saluran pembuangan limbah baik
d) memenuhi persyaratan sanitasi
e) luas kandang memenuhi persyaratan daya tampung sebagai
berikut :
NO Kondisi Ternak Luasan Kandang
1 Jantan dewasa 1-1,2 m²/ekor
2 Betina dewasa 0,7-1m²/ekor
3 Induk laktasi 0,7-1m²/ekor +
0,5m²/ekor anak
4 Jantan/betina muda (7-12 0,75 m²/ekor
bln)
5 Jantan/betina sapihan (4-7 0,5 m² /ekor
bln)

2. Alat dan Mesin Peternakan dan Kesehatan Hewan


Dalam melakukan pembibitan kambing dan domba yang baik
diperlukan alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan antara lain:
a. Pada Peternak, Kelompok, atau Koperasi
1) alat pensuci hama
2) alat pembersih kandang
3) timbangan, pengukuran, dan pencatatan
4) alat penerangan
5) mesin pencacah rumput (chopper)
b. Pada Perusahaan, Pemerintah, Pemerintah Daerah (Provinsi atau
Kabupaten/Kota)
Selain alat dan mesin sebagaimana dimaksud dalam huruf a, untuk
perusahaan, Pemerintah, Pemerintah Daerah (Provinsi atau
Kabupaten/Kota) perlu memiliki:
1) Laboratorium
2) penyimpanan dan penanganan susu
3) distribusi pakan
4) pengolahan limbah
5) pemotong tanduk dan kuku; dan
6) kesehatan hewan.

3. Bibit
Bibit yang digunakan untuk pembibitan kambing dan domba harus
memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Setiap usaha pembibitan kambing dan domba harus menyediakan pakan
dengan jumlah cukup dan berkualitas yang berasal dari:
a. hijauan pakan, antara lain rumput (rumput budi daya dan rumput
alam), dan legume
b. hasil samping tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura
dengan kualitas tergantung dari umur pemotongan, palatabilitas
dan ada tidaknya zat toksik (beracun) serta tidak bersifat anti
nutrisi
c. pakan konsentrat sebagai sumber protein dan/atau sumber energi
serta tidak boleh mengandung bahan pakan yang berupa darah,
daging dan/atau tulang serta tidak boleh dicampur dengan hormon
tertentu atau antibiotik imbuhan pakan
d. pakan yang berasal dari pabrik harus memiliki nomor pendaftaran
dan diberi label, sedangkan pakan yang dibuat sendiri harus
memenuhi nutrisi.
5. Obat Hewan
a. obat hewan yang dipergunakan dalam pembibitan kambing dan
domba harus memiliki nomor pendaftaran
b. obat hewan yang dipergunakan sebagai imbuhan dan pelengkap
pakan meliputi premiks dan sediaan obat alami sesuai dengan
peruntukannya; dan
c. penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang obat hewan.

B. Prasarana
1. Lahan dan Lokasi
Lahan dan lokasi pembibitan kambing dan domba harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
(RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/ Kota
(RTRWK), atau Rencana Detail Tata Ruang Daerah (RDTRD)
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL/UPL
c. mempunyai potensi sebagai sumber bibit kambing dan domba
d. letak dan ketinggian lahan dari wilayah sekitarnya
memperhatikan topografi dan fungsi lingkungan, sehingga
kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari
lingkungan serta tidak ditemukan penyakit hewan menular
strategis terutama yang berhubungan dengan reproduksi dan
produksi ternak; dan
e. mudah diakses atau terjangkau alat transportasi.
2. Air dan Sumber Energi
Tersedia cukup air bersih sesuai dengan baku mutu dan sumber
energi yang cukup sesuai kebutuhan dan peruntukannya, seperti
listrik sebagai alat penerangan.
2.2 Perkembangan Populasi Ternak
Populasi kambing di Indonesia terbilang cukup besar dan tersebar luas
dengan jenis kambing kacang menempati urutan pertama diikuti jenis
kambing lain diantaranya kambing Peranakan Etawa (PE). Walaupun
jenis kambing sangat banyak di Indonesia namun dalam pemeliharaannya
hanya dapat dibedakan untuk tiga tujuan utama, yakni sebagai penghasil
daging (kambing potong), penghasil susu (kambing perah), dan dwiguna
(Mulyono dan Sarwono 2008). Produksi utama kambing kacang adalah
penghasil daging (Erlangga 2013; Doloksaribu 2005). Kambing
Peranakan Etawa (PE) merupakan salah satu kambing perah yang cukup
potensial sebagai penyedia protein hewani (daging dan susu) (Arief dan
Rahim 2007; Widodo 2012 et al.). Produksi susu kambing PE berkisar antara
0,5-0,7 liter/ekor/hari (Middatul 2010; Zurriyati 2011 et al.). Bobot badan
dikategorikan sebagai sifat yang mempunyai nilai tinggi dan sangat baik
untuk meningkatkan mutu genetik ternak dengan seleksi individu (Tanius
2003). Ukuran dewasa pada kambing beragam dari 20 Kg pada kambing
kacang sampai 100 Kg pada kambing PE (Subandriyo 2004).

Menurut data Badan Pusat Statistik Indonesia, populasi domba di


Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 9.30 persen per tahun, sedangkan populasi kambing rata-rata juga
mengalami pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 1,30 persen per tahun.
(Peternakan dalam angka 2020, BPS) .Tahun 2013 populasi kambing di
Indonesia tercatat 13,6 juta ekor dan melaju hingga 15,3 juta ekor pada tahun
2020. Pulau Jawa menempati urutan tertinggi secara regional untuk populasi
kambing. Berdasarkan data BPS Indonesia, Provinsi Jawa Timur menepati
urutan pertama dengan jumlah populasi kambing sebanyak 4,13 juta ekor
sedangkan Jawa tengah (3,24 juta ekor) dan Lampung (2,54 juta ekor)
menempati urutan kedua dan ketiga.

Jumlah ternak berdasarkan jenis kelamin :

 Pedet jantan :7
 Pedet betina : 21
 Dara :3
 Muda jantan : 19
 Induk : 34
 Pejantan :2 +
Total : 86

2.3 Sistem Pemeliharaan

A. Pemeliharaan Intensif
Sistem pemeliharaan semi ekstensif merupakan pemeliharaan
ternak dengan pengembalaan secara teratur di wilayah yang masih
dibatasi. Memiliki kandang sebagai tempat berlindung dan tempat
tidur ternak pada malam hari. Masa pengembalaan berlangsung
selama 8 jam setiap hari cerah (Astuti, 2008). Kuswandi, dkk(2000)
menyatakan selain rerumputan kambing juga diberi makanan
tambahan sebagai penguat seperti dedak padi, ampas tahu, ubi jalar, dan
lain sebagainya. Garam mineral dan gula merah juga diberikan sebagai
campuran pada air minum kambing atau biasa juga dicampur pada pakan
penguat kambing.Cara ini tidak merugi karena ongkos produksi
hampir nol, akan tetapi secara nasional akan kebutuhan daging sistem
ini tidak diharapkan.Berikut adalah gambar pemeliharaan secara intensif
dan semi intesif (Sarwo, 2010).

B. Perkandangan
Kandang merupakan tempat yang digunakan oleh kambing untuk
hidup dan berkembangbiak. Ada beberapa macam
tipekandangdiantaranya (Rismaniah, 2001) :
1) Kandang koloni:ternak kambingditempatkan dalam satu
kandang, kandang seperti ini akan menimbulkan
perkawinan yang tidak direncanakan, terjadi perkelahian yang
dapat menimbulkan cedera dan persaingan makanan.
2) Kandang kelompok:ternak kambingdikelompokkan berdasarkan
umur/ukuran tubuh,dipisahkanantara anak,dara dan dewasa.
Kandang seperti ini sangat cocok untuk usaha pembibitan kambing.
3) Kandang individu : kandang individu merupakan kandang
pemisahan / penempatan ternak satu ekor setiap satu
kandang,kandang ini sangat cocok untuk usaha
penggemukan.
2.4 Alat dan Perlengkapan Yang Dimiliki serta Fungsi

A. Alat – alat kebersihan kandang


1) Sapu : untuk membersihkan sisa pakan yang berserakan
dikandang ternak.
2) Cangkul : untuk mengeruk kotoran ternak.
3) Sekop : untuk memindahkan kotoran ke dalam tempat
pengumpulan (karung)
4) Karung : wadah pengumpulan kotoran.
5) Selang : untuk mempermudah proses penyiraman kotoran
dalam kandang
6) Sprayer : untuk disenfeksi kandang.

B. Alat – alat panen dan pemotong rumput


Sabit / arit : untuk memotong hijauan yang akan dijadikan pakan
ternak.
C. Alat-alat dan mesin penunjang
Bentor : untuk mengangkut hijauan pakan ternak.
2.5 Pakan
Beberapa pengertian tentang ilmu nutrisi secara mendasar dikemukakan
oleh para ahli di bidangnya. Agar Anda siap mempelajari ilmu ini secara benar
dan dapat memahaminya dengan baik, Anda harus memahami pengertian ilmu
nutrisi dan bahan makanan ternak. Menurut Tillman, dkk., (1989) pengertian
ilmu nutrisi adalah ilmu yang mempelajari serangkaian proses di mana suatu
organisme mulai mengambil dan mengasimilasikan pangan untuk keperluan
pertumbuhan sel-sel tubuhnya dan mengganti sel yang telah rusak dan mati
atau sebagai ilmu yang menerangkan tentang hubungan antara organisme dan
lingkungannya dalam arti hubungan antara organisme dengan pangan dalam
rangka melestarikan tugas organisme tersebut. Dalam pengertian tersebut yang
dimaksud organisme adalah makhluk hidup. Tentang hubungan antara
makhluk hidup dengan makanan dimulai sejak makhluk hidup mengambil
atau memakan makanan, membebaskan dan menggunakan energi yang berasal
dari makanan, mengeluarkan sisa hasil metabolisme dan pembentukan zat-zat
di dalam badan dari bahan-bahan yang masuk untuk mempertahankan hidup,
tumbuh dan melipatkan diri. Mengenai istilah nutrisi (nutrition) dikemukakan
oleh Maynard, dkk. (1984) adalah berbagai reaksi kimia dan proses fisiologis
yang terjadi dalam mengubah bahan-bahan makanan menjadi jaringan tubuh
dan energi untuk aktivitas makhluk meliputi pengunyahan, pencernaan, dan
penyerapan berbagai zat makanan, pengangkutan zat-zat tersebut ke seluruh
sel tubuh, dan pembuangan (ekskresi) zat-zat dan bahan-bahan sisa hasil
metabolisme. Sementara itu menurut Anggorodi (1987) bahwa ilmu makanan
adalah suatu ilmu yang berhubungan dengan bahan-bahan makanan dan
menurut Anggorodi (1987), ilmu makanan ternak merupakan ilmu
pengetahuan yang luas, tidak hanya terbatas pada pengetahuan tentang bahan-
bahan makanan dan zat-zat yang terkandung di dalamnya serta bagaimana
pengaruhnya 1.4 Nutrisi dan Makanan Ternak  terhadap kesehatan manusia
dan hewan atau suka tidaknya ternak itu memakannya, melainkan juga
meliputi atau berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan lainnya, di
antaranya ilmu faal dan ilmu kimia faali. Lebih jauh dijelaskan oleh
Anggorodi (1989) pula bahwa ilmu nutrisi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari pemilihan-pemilihan dan konsumsi makanan serta pemanfaatan
zat-zat makanan untuk kelestarian hidup makhluk hidup dan pembaharuan sel-
sel tubuh yang aus atau terpakai serta untuk memenuhi tujuan-tujuan produksi.
A. Jenis pakan hijauan
1. Rumput Gajah
Rumput gajah yang dikenal dengan napier grass atau elephant grass
berasal dari Afrika tropika, kemudian menyebar dan diperkenalkan ke
daerah tropika di dunia dan tumbuh alami di seluruh Asia Tenggara
yang bercurah hujan lebih dari 1.000 mm dan tidak ada musim panas
yang panjang. Kegiatan pemuliaan menghasilkan banyak kultivar,
terutama di Amerika, Filipina dan India. Cook et al. (2005)
menyebutkan terdapat dua kultivar rumput gajah yakni Merkeron dan
Mott, yang dikembangkan di Tifton Station, Georgia Amerika Serikat,
masingmasing tahun 1955 dan 1988. Kultivar Mott diperoleh dari hasil
seleksi terbaik keturunan kultivar Merkeron, memiliki rasio daun
dengan batang yang tinggi serta kualitas hijauan yang lebih baik.
Rumput gajah yang mulai dibudidayakan di Loka Penelitian Kambing
Potong (Lolitkambing) Sei Putih sejak tahun 2013 berasal dari Jawa
Timur, tempat dimana pertama kali rumput ini dikembangkan oleh
seorang peternak kambing. Di Indonesia, rumput gajah merupakan
tanaman hijauan utama pakan ternak yang penanaman maupun
introduksinya direkomendasikan oleh berbagai kalangan.
2. Lamtoro
Lamtoro merupakan tanaman yang mampu tumbuh dengan baik,
banyak ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Pemanfaatan yang
telah dilakukan masyarakat Indonesia yaitu sebagai pohon peneduh,
pencegah erosi, sumber bahan kayu dan sebagi bahan pakan ternak. 9
Lamtoro merupakan perdu yang memiliki tinggi mencapai 2-10 m.
Lamtoro memiliki batang pohon yang keras dan berukuran tidak besar
dengan bentuk silindris. Daun majemuk terurai dalam tangkai, menyirip
genap ganda dua sempurna dan anak daun kecil-kecil terdiri dari 5-20
pasang. Daun berbentuk lanset memiliki ujung runcing tepi yang rata.
Memiliki daun dengan panjang 6-21 mm dan lebar 2-5 mm. Bunga
majemuk terangkai berbentuk bongkol yang bertangkai panjang dan
berwarna putih kekuningan. Tanaman lamtoro memiliki buah mirip
petai tetapi ukurannya lebih kecil dan berpenampang lebih tipis, biji
yang berjumlah cukup banyak. Termasuk buah polong-polongan yang
pipih, tipis bertangkai pendek, memiliki panjang 10-18 cm dan lebar 2
cm serta memiliki sekat antar biji. Biji terdiri dari 15-30 butir, terletak
secara melintang berbentuk bulat telur, panjang 8 mm, lebar 5 mm dan
berwarna hijau kecoklatan jika sudah tua. 10 Tanaman Leucaena
termasuk tanaman Leguminoseae yang multiguna karena seluruh bagian
tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia ataupun
hewan. Tanaman Leguminoseae adalah tanaman polong-polongan
memiliki sistem perakaran yang mampu bersimbiosis dengan bakteri
Rhizobium dan membentuk bintil akar yang mempunyai kemampuan
mengikat nitrogen dari udara.
B. Limbah pertanian yang diberikan
1. Kulit kedelai
Kulit ari kedelai ini masih sangat potensial dimanfaatkan sebagai
pakan ternak mengingat kandungan protein dan energinya yang cukup
tinggi. Bahwa kulit ari biji kedelai ini mengandung protein kasar 17,98
%, lemak kasar 5,5 %, serat kasar 24,84 % dan energy metabolis 2898
kkal/kg.
2. Air rebusan kedelai
Limbah industri tempe berupa whey (air rebusan kedelai) dan kulit ari
(kulit kedelai), limbah tersebut mengandung protein yang cukup tinggi
untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan ikan, hal ini sesuai
pendapat M. Gempur Adnan (2006:3),
2.6 Manajemen Perkawinan
Di daerah tropis, seperti Indonesia, siklus berahi ternak kambing terjadi
sepanjang tahu Hal ini berarti ternak akan dapat kawin dan beranak sesuai
dengan ritme reproduksinya sepanjang kondisi tubuh ternak cukup baik untuk
melakukan proses reproduksi tersebut. Siklus estrus pada kambing berkisar
18-22 hari (rataan 20 hari) dan pada domba 14-18 hari (rataan 17 hari)dengan
lama berahi sekitar 12-48 jam. Umur pertama estrus bervariasi 6-12 bulan.
Kambing sebaiknya dikawinkan sekitar akhir masa estrus atau hari kedua
setelah onset estrus dan diulang 12 jam kemudian. Untuk kambing dan domba
betina, perkawinan pertama sebaiknya dilakukan setelah ternak mencapai
bobot hidup 28-35 kg atau umur sekitar 12-15 bulan. Sementara itu, jantan
dikawinkan pertama kali pada umur sekitar 1,5 tahun. Adapun cara
mengawinkan kambing dan domba ada 2 cara, yaitu secara alami dan buatan.
A. Mengawinkan secara alami
Cara mudah untuk mendapatkan angka kebuntingan yang tinggi
adalah dengan sistem kawin alami, baik dengan cara hand mating maupun
perkawinan bebas dalam sekelompok ternak. Rasio jantan dengan betina
dalam perkawinan alam ini dapat 1 : 10-50 ekor. Bahkan, dapat lebih besar
lagi dengan suatu manajemen yang baik. Setiap pejantan dapat mengawini
3-4 ekor induk per minggu. Dengan pengaturan perkawinan yang baik,
setiap pejantan dapat melayani 12-16 ekor perbulan. Jika interval beranak
adalah 8 bulan, sebenarnya rasio jantan/betina dapat mencapai (secara
teoritis) 1: 74-112. Penggunaan pejantan harus diperhatikan agar jangan
terjadi perkawinan kerabat dekat.Perkawinan secara alami dapat dilakukan
dalam dua cara, yaitu kawin kelompok dan kawin secara hand mating.
a) Kawin kelompok
Perkawinan secara kelompok dilakukan dengan menempatkan
seekor atau lebih pejantan dengan sejumlah betina dalam satu pen
kandang atau dilepas bebas pada pasutra (padang penggembalaan).
Pada perkawinan kelompok ini umumnya rasio jantan : betina
adalah 1 : 10-20 ekor. Untuk meyakinkan terjadinya kebuntingan,
penempatan pejantan dengan betina dapat dilakukan selama 2
siklus berahi (35-40). Selanjutnya, pejantan dikeluarkan dari
kelompok untuk menghindari kemungkinan terjadinya abortus
karena dikejar-kejar atau ditabrak pejantan.
Kelemahan dari sistem perkawinan ini adalah adanya kesenangan
pejantan terhadap betina tertentu. Apabila hal ini terjadi, pejantan
tersebut akan mengawini betina yang disukainya dan melupakan
betina lainnya. Jika terjadi berahi yang bersamaan pada sejumlah
betina, besar kemungkinannya ada betina yang tidak dikawini
sampai akhir masa estrusnya. Dengan demikian, kegagalan bunting
akan tinggi. Untuk mengatasi hal ini, pada sekelompok ternak
diberi beberapa pejantan.
b) Kawin secara dituntun (hand mating)
perkawinan alami secara dituntun mengharuskan intervensi
pemilik/peternak yang sangat besar. Caranya, ternak betina yang
berahi dibawa ke tempat pejantan atau sebaliknya. Jika perkawinan
sudah terjadi, pejantan dan betina dipisahkan kembali. Perkawinan
sebaiknya dilakukan sekitar 12-24 jam setelah onset berahi dan
diulang 10-12 jam kemudian.
Melalui perkawinan secara dituntun dengan pengaturan
perkawinan yang baik, setiap pejantan akan dapat melayani 3-4
ekor/minggu. Jadi, dengan meperhatikan jarak beranak 8 bulan,
berarti setiap 74-112 ekor induk hanya memerlukan seekor
pejantan.
B. Mengawinkan secara buatan
Perkawinan secara buatan atau lebih populer disebut dengan
inseminasi buatan (IB) pada kambing dan domba belum sepopuler seperti
pada sapi. Beberapa kendala yang dihadapi IB pada kambing dan domba,
diantaranya adalah sulitnya menetrasi serviks untuk dapat mendeposisikan
semen di dalam uterus. Deposisi semen pada IB kambing dan domba
umumnya hanya dapat dilakukan di depan serviks atau dalam vagina
sehingga tingkat kebuntingan yang diperolah adalah rendah.Berbagai
usaha telah dilakukan untuk memperbaiki kesuksesan IB pada kambing
dan domba. Namun, hasilnya masih belum memuaskan.Teknologi IB
terkait dengan sinkronisasi berahi dan penyimpanan semen. Secara teknis,
semen kambing dan domba telah dapat disimpan dalam bentuk semen
beku, dan dari beberapa penelitian diketahui bahwa pengencer tris-sitrat
cukup efektif dalam mempertahankan kualitas spermatozoa yang disimpan
dalam bentuk beku.Waktu IB mempengaruhi tingkat kebuntingan yang
diperoleh. Dua faktor penting yang terkait dengan ini adalah waktu
terjadinya ovulasi yang selalu terkait dengan periode berahi dan waktu
yang diperlukan spermatozoa untuk kapasitasi dalam saluran reproduksi
betina agar mampu membuahi sel telur. Ovulasi pada kambing dan domba
terjadi pada 24-36 jam sesudah onset berahi. Semenrata itu, waktu
kapasitasi pada spermatozoa kambing dan domba belum diketahui secara
pasti tapi diperkirakan sama dengan waktu kapasitasi spermatozoa sapi,
yaitu 5-6 jam.Untuk meningkatkan angka kebuntingan dalam program IB,
dapat dilakukan 2 kali inseminasi dalam selang waktu 12 jam atau dengan
mendeposisikan semen didalam serviks. Sementara itu, IB intra uterine
(dalam uterus) dapat menghasilkan tingkat kebuntingan hingga 46,7%,
tetapi teknologi ini kurang praktis ditingkat lapang.Jumlah spermatozoa
yang diperlukan unruk IB sangat tergantung dari metode inseminasi yang
digunakan, yaitu tempat deposisi semen (vagina, servix atau intra-uterine).
IB intra-urine akan memerlukan jumlah spermatozoa yang lebih sedikit
mengingat lokasi deposisi semen ini tidak terlalu jauh dari tempat
terjadinya pembuahan. Umumnya jumlah spermatozoa per dosis yang
umum dipakai adalah 100-200 juta.Rendahny tingkat kebuntingan yang
diperloleh pada IB kambing dan alasan teknis lainnya merupakan faktor
yang menyebabkan penerapan IB pada kambing kurang berkembang di
masyarkat. Namun teknologi ini mempunyai kontribusi yang cukup besar
dalam meningkatkan produktifitas ternak, terutama dalam memanfaatkan
pejantan unggul (superior).Manajemen perkawinan/IB yang tepat sangat
diperlukan agar tidak merugikan petani akibat rendahnya tingkat
kebuntingan yang diperoleh. Bagi ternak yang tidak bunting, pilihan kawin
alam/IB kembali pada siklus berikutnya perlu dipertimbangkan dengan
baik.Beberapa langkah kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan IB
pada kambing dan domba, yaitu sebagai berikut.
a) Persiapan pejantan
untuk tujuan kawin secara inseminasi buatan (IB) pejantan perlu
dilatih untuk dapat ejakulasi dalam vagina buatan (AV). Umumnya
semua pejantan dapat dilatih untuk ejakulasi pada AV dan mau
menaiki/ menunggangi bertina asli (teaser) atau betina tirauan
(dummy). Pejantan yang sangat aktif akan sangat mudah dan mau
menaiki betina teaser bahkan ternak jantan pun dinaikinya, serta
dapat ejakulasi di vagina buatan.
Kambing atau domba betina yang digunakan sebagai teaser
sebaiknya yang sedang birahi. Selanjutnya, pejantan dibiarkan
mencoba menaiki betina tersebut beberapa kali, tetapi tidak sampai
terjadi kopulasi. Dengan demikian, pejantan tersebut secara seksual
semakin terangsang dan frustasi. Setelah saatnya ejakulat ingin
ditampung masukan penis pejantan dengan halus ke dalam AV
yang sudah disiapkan ketika pejantan menaiki betina.
b) Evaluasi ejakulat dan pengenceran
ejakulat/semen yang baru ditampung dengan AV atau dengan
elektro ejakulator (EE) dilihat kualitasnya untuk menentukan layak
tidaknya untuk diproses lebih lanjut. Ejakulat kambing atau domba
umumnya mempunyai karakteristik, seperti volume ejakulat 0.5-2
ml/ejakulat, konsentrasi sperma 1-3 milyar/ml, motilitas > 70%,
spermatozoa hidup 60-90%, dan sperma abnormal 8-15%.
Penampungan ejakulat sebaiknya dilakukan tidak terlalu sering,
cukup sekali per minggu. Setiap penampungan dapat diambil
sebanyak 2-3 ejakulat.
Ejakulat yang memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut.
Ejakulat tersebut diencerkan dalam larutan pengencer sampai
konsentrasi spermatozoa yang diinginkan. Jenis larutan pengencer
berbeda-beda sesuai jenis semen. Semen cair dapat langsung
dipergunakan untuk IB atau disimpan pada suhu 4C dan masih
layak dipakai IB dalam waktu 2-5 hari. Sementara itu, semen beku
disimpan dalam larutan N2 cair pada temperatur 196?C dan dapat
disimpan dalam waktu yang cukup lama (beberapa tahun)
sepanjang tetap terendam dalam larutan N2 cair.
2.7 Manajemen Kesehatan
Manajemen kesehatan ternak dapat diartikan sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian faktor-faktor produksi
melalui optimalisasi sumberdaya yang dimilikinya agar produktivitas ternak
dapat dimaksimalkan, kesehatan ternak dapat dioptimalkan dan kesehatan
produk hasil ternak memiliki kualitas kesehatan sesuai dengan standar yang
diinginkan. Manajemen kesehatan ternak harus melalui suatu proses yaitu
suatu cara yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Penyakit
merupakan salah satu hambatan yang perlu diatasi dalam usaha ternak.
Melalui penerapan manajemen kesehatan ternak yang dilakukan secara
berkelanjutan, diharapkan dampak negatif dari penyakit ternak dapat
diminimalkan. Penyakit-penyakit yang dijadikan prioritas untuk diatasi adalah
penyakit parasiter, terutama skabies dan parasit saluran pencernaan
(nematodiasis). Sementara itu, untuk penyakit bakterial terutama anthrax, pink
eye, dan pneumonia. Penyakit viral yang penting adalah orf, dan penyakit
lainnya (penyakit non infeksius) yang perlu diperhatikan adalah penyakit diare
pada anak ternak, timpani (kembung rumen) dan keracunan sianida dari
tanaman. Pengendalian penyakit parasit secara berkesinambungan (sustainable
parasite controle) perlu diterapkan agar infestasi parasit selalu di bawah
ambang yang dapat mengganggu produktivitas ternak. Vaksinasi terhadap
penyakit Anthrax (terutama untuk daerah endemis anthrax), dan orf
merupakan tindakan preventif yang dianjurkan.
Masalah kesehatan ternak juga dapat disebabkan oleh tidak cukupnya nutrisi
yang masuk ke dalam tubuh ternak. Ternak tidak akan tumbuh maksimal bila
pakan kurang baik atau kurang menerima nutrisi seperti protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, mineral dan air yang tidak seimbang. Tidak cukupnya nutrisi
dapat mengakibatkan penyakit seperti grass tetany, milk fever, ketosis, white
muscle dissease. Selain itu pakan yang kurang akan menimbulkan masalah
parasit, gangguan pencernaan, kegagalan reproduksi dan penurunan produksi.
Penanganan kesehatan merupakan salah satu hal yang memiliki peranan
penting dalam memperoleh pejantan yang sehat. Selain itu ternak juga penting
untuk diperiksa, agar dapat mendeteksi infeksi penyakit-penyakit tertentu.
Penyakit pada masing-masing jenis juga berbeda, misalnya pada sapi Bali
yang paling umum adalah Jembrana (Gregory, 1983). Adapun upaya yang
dilakukan untuk menjaga kesehatan ternak meliputi tindakan karantina,
pemeriksaan kesehatan harian, penanganan kesehatan hewan, pemotongan
kuku, desinfeksi kandang, kontrol ektoparasit, pemberian vaksin, pemberian
obat cacing, biosecurity maupun otopsi.

A. Tindakan Karantina
Ternak yang baru tiba di lokasi peternakan tidak langsung ditempatkan
pada kandang/ tempat pemeliharaan permanent, tetapi tempatkan dahulu
pada kandang sementara untuk proses adaptasi yang memerlukan waktu
sekitar beberapa minggu. Dalam proses adaptasi ternak diamati terhadap
penyakit cacing (dengan memeriksa fesesnya), penyakit orf, pink eye,
kudis, diare, dan sebagainya. Apabila positif terhadap penyakit tertentu
segera diobati dan lakukan isolasi. Dalam adaptasi ini juga termasuk
adaptasi terhadap jenis pakan yang akan digunakan dalam usaha ternak
kambing. Pada adaptasi ini biasanya harus disiapkan berbagai obat-obatan
untuk mengantisipasi terhadap kemungkinan timbulnya berbagai penyakit.
Setelah 7-21 hari ternak dalam keadaan sehat, maka siap untuk
dipindahkan dalam kandang utama
Tujuan dari karantina adalah untuk memastikan ternak yang baru datang
dari luar wilayah peternakan terbebas dari penyakit. Kandang karantina
harus terletak jauh dari lokasi perkandangan ternak pejantan yang lain, hal
ini bertujuan untuk menghindari penularan penyakit oleh ternak yang baru
di datangkan.

B. Pemeriksaan Kesehatan Harian


Pengamatan kesehatan harian dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan
sore hari. Pengamatan kesehatan harian ini bertujuan untuk memantau
kondisi kesehatan ternak dan mengetahui ada tidaknya abnormalitas pada
ternak sehingga jika ditemukan ternak yang sakit atau mengalami kelainan
dapat segera ditangani. Pada pagi hari pemeriksaan kesehatan hewan
dilakukan sebelum kandang dibersihkan. Sedangkan pada sore hari,
pemeriksaan dilakukan sesudah sapi diberi makan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan
pemeriksaan kesehatan harian antara lain nafsu makan dari ternak,
mengamati keadaan sekitar ternak (mengamati feses, urin, dan keadaan
sekitar kandang apakah terdapat bercak-bercak darah atau tidak),
mengamati keadaan tubuh ternak normal atau tidak (bisa dilihat dari
hidung, kejernihan mata, telinga dan bulu ternak), mengamati cara ternak
berdiri atau bergerak, ada tidaknya luka atau pembengkakan serta ada atau
tidaknya eksudat pada luka. Kondisi feses feses yang tidak normal (encer)
mengindikasiakan adanya kelainan atau suatu penyakit pada sistem
pencernannya. Adanya pengamatan kesehatan harian diharapkan
abnormalitas yang ada dapat ditangani sesegera mungkin dan apabila ada
pejantan yang sakit dapat segera diobati. Saat pengamatan kesehatan
harian juga dilakukan recording atau pencatatan abnormalitas yang terjadi
sehingga terdapat data yang lengkap mengenai riwayat penyakit yang
pernah di alami oleh pejantan.

C. Penanganan Kesehatan Hewan


Penanganan kesehatan hewan bertujuan untuk melakukan pemeriksaan
dan penanganan medis pada pejantan yang sakit sehingga pejantan yang
sakit secepatnya dapat ditangani sesuai dengan gejala klinis yang timbul.
Penanganan kesehatan hewan dilakukan saat ditemukan adanya kelainan
atau gejala klinis yang terlihat pada hewan setelah dilakukan pengontrolan
rutin.
a) Pemeriksaan Klinis
Ternak yang terlihat menunjukkan adanya gejala klinis maka akan
dilakukan pemeriksaan klinis. Pemeriksaan klinis tersebut
dilakukan Sebelum pengobatan. Pemeriksaan klinis dapat
dilakukan didalam dan diluar kandang (di kandang jepit).
Pemeriksaan klinis meliputi :
1) Pengukuran suhu tubuh melalui rektum dengan cara
memasukkan thermometer kedalam rektum dan dibiarkan
selama 3 menit, kemudian dibaca suhunya.
2) Pengukuran pulsus dilakukan dengan menggunakan
stetoskop.
3) Pengukuran frekuensi pernafasan dan lapang paru-paru untuk
mengetahui apakah frekuensi pernafasan hewan normal atau
tidak.
4) Palpasi dilakukan dengan sentuhan atau rabaan pada bagian
yang akan diperiksa apakah normal atau tidak.
b) Pengobatan
Pengobatan dilakukan apabila telah ditemukan ternak yang di
diagnosa sakit berdasarkan pengamatan harian. Pengobatan ternak
dilakukan sesuai diagnosa yang telah ditentukan, dengan dosis obat
yang telah diperhitungkan sesuai kebutuhan ternak tersebut. Ternak
yang sakit diistirahatkan di kandang karantina hingga dinyatakan
sehat oleh bagian kesehatan hewan.
c) Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin pada ternak dilakukan secara rutin sebulan
sekali. Vitamin yang diberikan antara lain adalah vitamin A, D,
dan E. Pemberian vitamin dilakukan untuk menjaga kondisi
kesehatan ternak sehingga produkstifitasnya terjaga.
D. Pemotongan Kuku
Pemotongan kuku pada setiap ternak umumnya dilakukan secara rutin
yaitu setiap 6 bulan sekali. Tetapi apabila ditemukan masalah seperti
ternak yang kukunya sudah panjang atau antara kuku luar dan dalam
panjangnya tidak seimbang maka pemotongan kuku dapat dilakukan
sewaktu-waktu sesuai kondisi ternak tersebut. Kegiatan ini bertujuan
untuk mengembalikan posisi normal kuku, membersihkan kotoran pada
celah kuku, menghindari pincang, mempermudah pada saat penampungan
dan deteksi dini terhadap laminitis dan kemungkinan terjadinya infeksi
pada kuku.
Kuku harus mendapat perhatian terutama pada ternak yang selalu berada
di dalam kandang. Hal ini dapat menyebabkan kuku menjadi lebih lunak
karena sering terkena feses dan urine serta luka akibat terperosok dalam
selokan pembuang kotoran yang menyebabkan infeksi busuk kuku.
Biasanya ternak yang berada di kandang dengan lantai karpet pertumbuhan
kukunya lebih cepat dibandingkan dengan ternak yang berada di kandang
berlantai semen. Hal ini karena setiap hari ternak berpijak pada permukaan
lantai yang kasar, sehingga kuku sedikit demi sedikit akan terkikis dengan
sendirinya. Alat-alat yang digunakan adalah mesin potong kuku, kama
gata teito (pisau pemotong kuku), rennet, gerinda, mistar ukur, dan tali
hirauci. Bahan dan obat-obatan yang diperlukan adalah perban, kapas,
Providon iodine, Gusanex, antibdiotik, antiinflamasi, dan salep. Langkah-
langkah dalam pemotongan kuku yaitu sebagai berikut :
a) Siapkan peralatan untuk memotong kuku kemudian atur tali pada
mesin potong kuku.
b) Keluarkan ternak dari kandang, pastikan ternak sudah dimandikan
dan diberi pakan.
c) Ternak dimasukkan kedalam mesin potong kuku yang bentuknya
seperti kandang jepit kemudian ternak di restrain dengan tali
penompang tubuh sapi dibagian tengah, depan dan belakang tubuh
sapi yang sudah dikaitkan pada mesin potong kuku dengan cara
melingkarkan tali pada bagian perut dan dada kemudian
dikencangkan.
d) Kemudian tekan tombol hidrolik untuk mengangkat sapi ke atas
meja dan dibaringkan terlebih dahulu. Proses pengangkatan tubuh
sapi menggunakan sistem hidrolik dengan 2 buah silinder sehingga
proses pengangkatan lebih halus dan lebih bertenaga.
e) Setelah itu ikat kaki ternak dengan tali pada tiang mesin potong
kuku yang terangkat tadi. Perlu diperhatikan bahwa pada saat
pemotongan kuku sebaiknya ternak ditali dengan model Halter (tali
kepala) yang ditambat kuat, sedangkan tali nose ring ditambat
sedikit longgar. Tujuannya supaya apabila ternak berontak maka
hidungnya tidak terluka atau bahkan terputus.
f) Ukur panjang kuku ternak dengan mistar ukur, setelah dicatat
kemudian bersihkan kotoran-kotoran atau batu pada kuku. Setelah
itu kuku diberi desinfektan dan dibersihkan lagi menggunakan
sikat.
g) Selanjutnya Buatlah pola dengan gerinda.
h) Gerakan tangan memotong kuku ternak adalah mengiris, yaitu
kama ditarik vertikal dari atas ke bawah, bukan mencabik.
Lakukan pemotongan menurut garis pola yang sudah dibuat secara
rata sampai kedua belah kuku betul-betul simetris dan rata.
i) Bila dinding kuku masih terlihat tebal, gunakan gerinda atau alat
kikir hingga 0,5 cm dari batas garis putih
j) Mesin potong kuku yang telah selesai dipakai kemudian di sanitasi
agar mesin tetap terawat dan terjaga kebersihannya.

E. Desinfeksi Kandang
Desinfeksi kandang dilakukan setiap dua kali dalam sebulan dengan
menggunakan sprayer yang telah terisi larutan desinfektan dan
disemprotkan ke seluruh lantai, dinding, palungan dan halaman kandang.
Tujuan dari desinfeksi kandang adalah untuk mengendalikan populasi
mikroorganisme yang berpotensi menimbulkan penyakit sehingga
merugikan kesehatan ternak. Kegiatan desinfeksi dapat menggunakan
desinfektan Bestadest dengan dosis 2,5 s/d 5 ml/liter (untuk 4m2) atau
Benzaklin dengan dosis 60 ml/10 liter air disemprotkan keseluruh lantai,
dinding, halaman kandang, dan kuku pejantan.
F. Kontrol Ektoparasit
Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya menumpang pada bagian luar
atxau permukaan tubuh inangnya, seperti berbagai jenis serangga (lalat,
dll) serta jenis akari (caplak, tungau dll). Keberadaan ektoparasit akan
mengakibatkan ternak merasa tidak nyaman, sehingga nafsu makan ternak
menurun dan akan berdampak pada kualitas produk ternak. oleh karena itu
penyemprotan anti ektoparasit sangat penting dalam agenda pencegahan
penyakit. Penyemprotan anti ektoparasit merupakan suatu tindakan
pengendalian terhadap parasit-parasit dari luar tubuh yang dapat
mengganggu kesehatan ternak. Ektoparasit dapat menyebabkan stres pada
pejantan, serta dapat bertindak sebagai vektor mekanik maupun biologis
penyakit hewan.
Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali
menggunakan sunschin dengan obat anti ektoparasit cyperkiller 25 WP
(25% Cypermethrin dengan dosis 30 gr/50 liter air) dan disemprotkan ke
bagian tubuh ternak, seperti bagian perut, pantat, kaki dan punggung.
Penyemprotan anti ektoparasit dilakukan sebaiknya tidak mencemari
pakan, tempat pakan, dan air minum. Cypermethrin adalah piretroid
sintetis yang digunakan untuk keperluan rumah tangga. Ini berperan
sebagai neurotoksin cepat bertindak pada serangga. Dalam hal ini mudah
terdegradasi di tanah dan tanaman. Cypermethrin sangat beracun untuk
ikan, lebah dan serangga air, menurut National Pestisida Jaringan
Telekomunikasi (NPTN). Cypermethrin banyak ditemukan dalam
pembunuh semut, dan pembunuh kecoa, termasuk Raid dan kapur semut.
Anti ektoparasit lain yang digunakan untuk ternak adalah gusanex. Cara
pemakaiannya yaitu dengan menyemprotkan gusanex pada bagian tubuh
ternak yang mengalami luka. Tujuannya agar luka tersebut segera kering
dan tidak dihinggapi oleh lalat yang selanjutnya akan menjadi tempat
berkembangnya telur lalat dan ektoparasit lainnya.

G. Biosecurity
Menurut Winkel (1997) biosekurity merupakan suatu sistem untuk
mencegah penyakit baik klinis maupun subklinis, yang berarti sistem
untuk mengoptimalkan produksi ternak secara keseluruhan, dan
merupakan bagian untuk mensejahterakan hewan (animal welfare).
Biosecurity adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama
untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua
kemungkinan kontak/ penularan dengan peternakan tertular dan
penyebaran penyakit (Dwicipto, 2010) .
Biosecurity merupakan tindakan perlindungan terhadap ternak dari
berbagai bibit penyakit (bakteri dan virus) melalui pengamanan terhadap
lingkungannya dan orang atau individu yang terlibat dalam siklus
pemeliharaan yang dimaksud. Tujuannya yaitu supaya bibit penyakit
(bakteri dan virus) yang terbawa dari luar tidak menyebar dan menginfeksi
ternak. Tindakan biosecurity meliputi :
a) Lokasi peternakan harus terbebas dari gangguan binatang liar yang
dapat merugikan.
b) Melakukan desinfeksi dan penyemprotan insektisida terhadap
serangga, lalat, nyamuk, kumbang, belalang disetiap kandang
secara berkala.
c) Setiap kendaraan yang akan masuk ke areal peternakan harus
melewati bak biosecurity dan disemprot, yang mana cairan yang
digunakan adalah cairan desinfektan (lysol).

H. Pemberian Obat Cacing


Pemberian obat cacing secara per oral dan dilakukan terhadap seluruh
ternak setiap pergantian musim. Ternaki yang mengidap parasit cacing
sulit diprediksi bila dilihat dari kondisi fisiknya sehingga untuk
mengantisipasi terjadinya infeksi dan berkembang biaknya cacing dalam
tubuh ternak maka diperlukan pemberian obat cacing. Dosis yang
diberikan terhadap ternak ialah menurut berat badannya. Pemberian obat
cacing dilakukan terhadap seluruh ternak setiap 6 bulan sekali. Obat
cacing yang digunakan adalah Albendazole dengan dosis 1 ml/10 kg berat
badan ternak
d) Setiap petugas yang akan masuk ke kandang diharuskan
mencelupkan sepatu boot ke dalam bak biosecurity yaitu wadah
berisi desinfektan yang sudah disediakan.
e) Segera mengeluarkan ternak yang mati untuk diotopsi lalu dikubur
atau dimusnahkan.
f) Selain petugas dilarang memasuki areal kandang.
g) Membatasi kendaraan yang masuk ke areal kandang.
h) Meyediakan kendaraan khusus bagi tamu yang berkunjung,
contohnya seperti kereta biosecurity.
i) Untuk aktivitas di dalam laboratorium harus menggunakan pakaian
khusus berupa jas dan alas kaki khusus untuk laboratorium.

I. Otopsi
Bila terjadi kasus kematian ternak maka dilakukan otopsi atau bedah
bangkai pada hari yang sama. Setelah itu dilakukan patologi anatomi,
diambil potongan kubus 1 cm pada organ yang terjadi kelainan, kemudian
dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan formalin 10%. Sampel
tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut,
baru kemudian dilakukan pencatatan atau laporan mortilitas ternak.
2.9 Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson, sumber daya manusia (SDM) merupakan
suatu rancangan sistem-sistem formal dalam suatu organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat dan potensi manusia secara efektif dan efisien
agar bisa mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja (Sakernas) pada 2019 jumlah
tenaga kerja sektor pertanian (sub sektor peternakan, tanaman pangan,
perkebunan, hortikultura) sebesar 31,9 %, angka tersebut menunjukkan bahwa
potensi sektor pertanian memberikan kontribusi sumber pendapatan bagi
masyarakat Indonesia.Dewasa ini, banyak isu yang bermunculan bahwasanya
usaha bidang pertanian kurang diminati para generasi muda saat ini. Tenaga
kerja sektor peternakan didominasi oleh masyarakat berusia 60 tahun.
Berdasarkan data statistik Peternakan dan kesehatan Hewan 2019, tenaga kerja
sektor peternakan berusia di atas 60 tahun sebanyak 1,1 juta orang (23,75 %),
berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 1,6 juta orang (33,78 %), dan
berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 66 ribu orang (0,72 %).
Tenaga kerja sektor peternakan tidak hanya didominasi di atas usia 60
tahun, berpendidikan Sekolah Dasar, dan Perguruan Tinggi akan tetapi, dapat
dilihat berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu peternakan rakyat skala kecil dan
industri peternakan. Diantara peternakan rakyat dan industri peternakan, yang
paling banyak menyerap tenaga kerja didominasi oleh peternakan rakyat skala
kecil. Hal tersebut berkaitan dengan adanya unsur budaya dimana beberapa
peternak memiliki ternak karena peninggalan dari turunan dan tidak bertujuan
untuk skala usaha. Namun, berdasarkan hal tersebut peternak rakyat skala
kecil masih termasuk dalam kategori pelaku tenaga kerja di sektor peternakan
berdasarkan segi ekologi dan sosial.
Peternak merupakan penyedia bahan pangan, artinya salah satu sektor
penghasilan yang dapat bertahan apabila terjadi keadaan yang merugikan
keadaan sekitar. Pelaku usaha yang dapat dikatakan sebagai tenaga kerja
sektor peternakan ialah semua pelaku usaha baik di peternakan rakyat maupun
di industri peternakan termasuk operator kandang.
Adapun faktor minimnya dan upaya meningkatatkan SDM di bidang
peternakan antara lain :
a) Minat yang Rendah
Regenerasi tenaga kerja di sektor peternakan ini sangat dibutuhkan,
karena secara umum masyarakat cenderung menganggap bidang ini
tidak menarik terkait permasalahan modal finansial, pasar, dan harga
yang tidak stabil menjadikan alasan rendahnya minat masyarakat.
Secara umum, masyarakat cenderung menganggap bidang peternakan
tidak memiliki prospek yang baik ke depannya.
Kondisi tenaga kerja atau pelaku usaha sektor peternakan saat ini
terancam tidak sejahtera, disebabkan kurangnya pemahaman
pemerintah akan pentingnya penyediaan peternakan. Semangat
pemerintah dalam penyediaan pangan sektor peternakan hanya sebatas
memenuhi kebutuhan pangan, tidak melihat tentang kedaulatan
pangan. Hal tersebut dapat menimbulkan efek negatif yang pada
akhirnya masyarakat Indonesia akan menjadi sumber pasar oleh pihak
luar, berikutnya akan terjadi pengurangan devisa saat impor yang akan
berpengaruh terhadap ketersediaan potensi tenaga kerja.
Ditambah dengan banyaknya persoalan yang terjadi di sektor
peternakan menyebabkan usaha tani berkurang, munculnya inflasi
kenaikan harga produk pertanian yang kemudian pemerintah
sedemikian rupa melakukan intervensi agar harga tersebut turun.
Seperti halnya pada sapi potong dimana pada saat kenaikan harga
terjadi, kemudian dilakukan impor daging sehingga menyebabkan
harga tertekan dan turun. berlaku pula pada ayam pedaging dimana
harga terus terusan berada jauh di bawah Harga Pokok Produksi (HPP)
dari 2018 hingga saat ini.
Jika dibandingkan antara peternakan rakyat skala kecil dengan industri
peternakan, dampak kesejahteraan tenaga kerja paling besar dirasakan
oleh peternakan rakyat skala kecil, disebabkan minimnya modal usaha
dan tidak adanya acuan aturan kebijakan pengelolaan manajemen
usaha serta belum adanya serikat pekerja yang dapat menjadi wadah
sebagai tempat perlindungan dan juga acuan. Keterampilan yang tidak
dimiliki oleh sebagian peternak yang menyebabkan turunnya minat
serta melemahnya usaha yang dijalankan, di perparah sebagian besar
peternak berada di usia 60 tahun ke atas yang tidak memiliki
keterampilan dan minim pengetahuan mengenai peternakan.
b) Upaya Perbaikan
Peternakan merupakan salah satu sektor yang standar gaji di
Indonesia relatif lebih murah dibanding bidang yang lain. Padahal
peternak merupakan penyedia bahan pangan hewani yang seharusnya
lebih diperhatikan. Apabila penyedia pangan diperhatikan oleh
pemangku kebijakan maka kegiatan impor tidak perlu diadakan
sehingga tenaga kerja sektor peternakan lebih ramai peminat karena
dianggap sejahtera.
Terdapat tiga upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki
kesejahteraan tenaga kerja di sektor peternakan, khususnya pada
peternakan skala kecil. Pertama, adanya perbaikan dari sisi teknis
karena secara umum sumber daya manusia masih kurang di bidang
peternakan (termasuk penyuluh) yang dimana hanya terdapat satu
orang penyuluh di satu kecamatan, padahal jumlah kelompok peternak
pada satu kecamatan bisa mencapai 60-100 kelompok. Langkah yang
harus dilakukan ialah perlu adanya rekayasa seperti yang dilakukan
negara Thailand dimana terdapat tiga orang pendamping dalam satu
wilayah yang bertugas dari segi internal dan eksternal. Di internal
bertugas sebagai penanggung jawab teknis dan sosial, sedangkan
eksternal dari sisi finansial dan pengembangan pasar.
Kedua, perlu adanya financial engineering untuk meningkatkan
sumberdaya finansial, tanpa adanya dukungan dari lembaga
pembiayaan peternak rakyat skal kecil akan berat dalam menjalankan
usaha dan mengembangkan peternakan. Artinya, perlu ada koperasi
untuk peminjaman modal usaha bagi peternak dengan skema
pengembalian biaya pinjaman setelah 3 tahun usaha berjalan, karena
usaha peternakan contohnya pada sapi potong membutuhkan waktu
kurang lebih 3 tahun untuk meraih keuntungan. Peran pemerintah
diperlukan juga disini.
Ketiga, perlu adanya penjamin dan penyediaan pasar (off-taker
product), apabila dua hal tersebut sudah dilaksanakan, selanjutnya ada
penjamin pasar hasil ternak menjadi hal yang penting untuk membantu
pengembangan peternakan dan penyerapan tenaga kerja. Upaya ini
harus lebih fokus ke peternakan rakyat skala kecil, karena industri
peternakan sudah memiliki penjaminan dari off-taker produknya
sendiri.
Langkah berikutnya untuk memperbaiki kondisi tenaga kerja
peternakan adalah ketersediaan data yang valid. Selama ini yang selalu
menjadi pokok permasalahan adalah data (penguatan informasi),
terdapat kebijakan impor akan tetapi landasan data kurang. Selanjutnya
harus melakukan peningkatan kapasitas teknis untuk peternak. Jika
sudah dilakukan barulah bisa menciptakan peternak yang sudah lebih
kompeten dan memahami jaringan model pasar di peternakan.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Kambing Peranakan Ettawa (PE), merupakan salah satu sumber daya
penghasil bahan makanan berupa daging dan susu yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, dan penting artinya bagi masyarakat. Seiring hal tersebut
budidaya kambing memiliki peluang yang cukup besar dengan semakin
sadarnya masyarakat akan kebutuhan gizi perlu segera dipenuhi. Berat tubuh
bangsa kambing PE sekitar 32-37 kg dan produksi susunya 1 - 1,5 liter per
hari.
3.2 Saran
Setelah melakukan praktikum, menurut saya Populasi kambing di
Indonesia terbilang cukup besar dan tersebar luas dengan jenis kambing
kacang menempati urutan pertama diikuti jenis kambing lain
diantaranya kambing Peranakan Etawa (PE). Walaupun jenis kambing
sangat banyak di Indonesia namun dalam pemeliharaannya hanya dapat
dibedakan untuk tiga tujuan utama, yakni sebagai penghasil daging
(kambing potong), penghasil susu (kambing perah), dan dwiguna.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, & F. Rahim. 2007. Hubungan Bobot Badan, Lingkar Ambing, dan Umur
Induk Terhadap Produksi Susu Sapi Fries Holland di Kelompok Tani
Permata Ibu Padang. Universitas Andalas Padang.

Astuti, M. 2008. Parameter produksi kambing dan domba di daerah dataran tinggi,
Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Dalam : Domba dan
Kambing di Indonesia. Pros Pertemuan Ilmiah Penelitian Ruminansia
Kecil, Bogor, 22-23 November 2008. Puslitbang Peternakan, Bogor.

Anggorodi, R. (1990). Ilmu Makanan Ternak Hewan. Jakarta: Gramedia.

Cook BG, Pengelly BC, Brown SD, Donnelly JL, Eagles DA, Franco MA,
Hanson J, Mullen BF, Partridge IJ, Peters M, Schultze-Kraft R. 2005.
Tropical forages: An interactive selection tool. Brisbane (AUS): CSIRO.

Erlangga, B. A. Nasich, M. Nugroho, & Kuswati. 2013. Kacang Goats Doe


Productivity in Kedungadem Sub-District Bojonegoro Regency.
Universitas Brawijaya. Malang

https://kumparan.com/talumaulana07/kambing-dan-domba-herculeskesejahteraan-
peternak-indonesia-1vMqDHYtxJZ/full. (26 Juni 2021)

https://www.ilmuternak.com/2016/05/manfaat-kulit-ari-kedelai-sebagai-pakan-
ternak.html#:~:text=Kulit%20ari%20kedelai%20ini%20masih,energy
%20metabolis%202898%20kkal%2Fkg. (26 Juni 2021)

https://www.ilmuternak.com/2017/01/manfaat-dan-kandungan-air-rebusan-
kedelai-untuk-ternak.html. (26 Juni 2021)

http://www.susukambingbubuk.com/proses-perkawinan-kambing/. (26 Juni 2021)

https://www.brilio.net/serius/11-pengertian-sumber-daya-manusia-menurut-para-
ahli-200416b.html#:~:text=Menurut%20Mathis%20dan%20Jackson%2C
%20sumber,agar%20bisa%20mencapai%20tujuan%20organisasi.(26 Juni
2021)

http://troboslivestock.com/detail-berita/2020/06/01/72/13072/muhammad-
qomarun-najmi-dinamika-sdm-peternakan- (26 Juni 2021)

https://www.ilmuternak.com/2015/06/manajemen-kesehatan-pada-ternak.html.
(26 Juni 2021)

Jama, Palrq C.A., Bures, R.J., Niang,A., Gachengo, C., Nzigrheba, G., and
Amandalo, B, “Tithonia diversifolia as a Green Manure for soil Fertility
Improvement in Wesern Kenya: A Review”, Agroforestry system, 49(2),
2000

Kementrian Pertanian. 2014. Pedoman Pembibitan Kambing Dan Domba Yang


Baik. Direktorat Jendral Peternakan Dan Kesehatan Hewan Direktorat
Perbibitan Ternak

Kuswandi, M. Martawidjaja, Zulbadri M., B. Setiadi dan D.B. Wiyono.


2000. Penggunaan N mudah tersedia pada pakan basal rumput
lapangan pada kambing lepas sapih. JITV5(4): 219–23

Mulyono, & Sarwono. 2008. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Middatul, S. 2010. Performans Reproduksi Ternak Kambing PE


(Peranakan Etawa) di PT. Reanindo Perkasa Kenagarian Barulak
Kecamatan Tanjung Baru Kabupaten Tanah Datar.

Mawardi, H. P. P. N. S. (2016). Pembuatan Pupuk Organik Cair Fermentasi Dari


Urin Sapi (Ferunsa) Dengan Variasi Penambahan Limbah Darah Sapi
Terhadap Kualitas Pupuk Organik Cair. Teknis, 10(3), 107-112.

Peternakan dalam angka 2020. 2020. Livestock in Figure 2020. Badan Pusat
Statistik
Rismaniah, I. 2001. Sistem Pemeliharaan Ternak Kambing dan Domba.
Ciawi, Bogor. Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran, Bandung.

Rismunandar. (1992). Hormon Tanaman dan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta

Sulardi & Sany, TAM. (2019). Uji Pemberian Limbah Padat Pabrik Kopi Dan
Urine Kambing Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Tomat
(Lycopersicum esculentum Mill). Jasa Padi, 3(2), 7-13

Sofyan, “Teknologi Hidroponik Dengan Menggunakan Limbah Ternak Dan


Ekstrak Tanaman Sebagai POC Pada Tanaman Tomat”, J. Agrotan 3(1),
2017

Sarwo, B. 2010. Petunjuk Teknis, Budidaya Ternak Kambing, BPTP


Sumatera Selatan.

Subandriyo. 2004. Strategi Pemanfaatan Plasma Nutfah Kambing Lokal dan


Peningkatan Mutu Genetik Kambing di Indonesia. Makalah Seminar
5 Agustus. Balitvet. Bogor.

Sudjatmogo, Mahardhika O dan Suprayogi T. H. .2012. Tampilan Total Bakteri


Dan pH Pada SusuKambing Perah Akibat Dipping Desinfektan Yang
Berbeda (Total Bacteria anda pH of Goat Milk with Various Udder
Dipping Methods). Jurnal Animal Agrikultur. 1(1) : 819-828.

Tillman, A, D; Hari Hartadi; Soedomo Reksohadiprojo; Soeharto Pr; Soekanto


Sebdo Sukojo. (1989). Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.

Tanius, T.S.A. 2003. Beternak Kambing Perah Peranakan Etawa. Press,


Surakarta.
LAMPIRAN
Lampiran kuesioner

Anda mungkin juga menyukai