ABSTRAK
Wafer atau feed complete blok yang dibuat menggunakan limbah perkebunan
berupa bagase tebu dapat mempertahankan sifat fisik wafer dan pada analisis atau sifat
kimia mengandung gizi yang baik apabila diberikan kepada ternak. Namun tidak bisa
diberikan secara satuan seperti hanya diberikan berupa bagase tebu saja namun harus ada
campuran yang dapat melengkapi gizi dalam wafer tersebut. Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas fisik dan kimia pada wafer yang berbasis bagase tebu dalam
berbagai lama penyimpanan yang berbeda. Perlakuan pada wafer yang digunakan yaitu
perlakuan 3 hari, 6 hari, dan 9 hari. Perubah yang diamati pada analisis fisik: bentuk fisik,
tekstur, warna, aroma dan kerapatan. Dan pada analisis kimia: kadar air, kadar bahan
kering, kadar abu, kadar protein kasar, dan kadar serat kasar. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa pada analisis fisik penggunaan bagase tebu dengan perbedaan lama
penyimpanan berpengaruh tehadap bentuk fisik, warna, aroma dan kerapatan, namun
tidak pada tekstur. Sedangkan pada analisis kimia lama penyimpanan berpengaruh
terhadap kandungan Kadar air,Abu,Protein Kasar,dan Serat Kasar. Dari percobaan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa feed complete blok berbasis bagase tebu
mempunyai kualitas fisik dan kimia yang berbeda sesuai dengan lama penyimpanan
dalam 3 perlakuan yang dilakukan.
Kata kunci : Wafer ransum komplit, bagase tebu, kualitas, daya simpan.
1
nilai tambah sebagaimana ringkas sehingga diharapkan dapat
memanfaatkan limbah dan mudah di memudahkan dalam penanganan dan
dapat pada musim kemarau. Menurut transportasi, disamping itu memiliki
Pangestu (2003), terdapat beberapa kandungan nutrisi yang lengkap, dan
keuntungan jika limbah tebu menjadi menggunakan teknologi yang relatif
pilihan sumber pakan bagi sederhana sehingga mudah diterapkan
pengembangan ternak ruminansia, yaitu (Trisyulianti et al., 2003).
toleran terhadap musim panas, tahan Percobaan ini dilakukan dengan
terhadap hama dan penyakit, serta tujuan untuk mengetahui kualitas wafer
mudah tersedia pada musim kemarau feed complete dari segi fisik dan dari
saat pakan hijauan yang lain kurang kandungan zat zat makanan yang
tersedia. terdapat dalam wafer feed complete
Wafer ransum komplit block berdasarkan perlakuan yang
merupakan suatu bentuk pakan yang berbeda.
memiliki bentuk fisik kompak dan
2
pembuatan Feed Complete Blok :
3
kertas saring whatman No. 41 di dalam cawan porselen bersih dan kering
oven 105OC selama 1 jam dan timbang dengan menggunakan oven. Cawan
(O). Timbang dengan teliti 1 gram ( P ) berisi sampel yang dikeringkan ke dalam
sampel masukkan kedalam gelas piala. oven 105oC sampai didapat berat yang
Tambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N dan konstan, didinginkan dalam eksikator
didihkan selama 30 menit. Cairan dan ditimbang ( Q ). Pijarkan sampel
disaring melalui kertas saring yang telah dalam cawan hingga tak berasap.
diketahui beratnya didalam corong Kemudian cawan bersama isinya
buchner yang telah dihubungkan dengan dimasukkan ke dalam tanur 600oC
pompa vokum. Kertas saring bersama selama 3-4 jam. Setelah isi cawan
residu dicuci berturut-turut dengan 50 berubah menjadi abu yang bewarna
ml H2O panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 putih, diangkat, didinginkan dan
ml H2O panas dan aseton. Kertas saring ditimbag ( R ).
berisi residu dimasukkan kedalam
Bentuk Fisik
4
mempengaruhi tingkat palatabilitas Aroma
wafer oleh ternak.Wafer dengan nilai
kerapatan yang tinggi tidak begitu Aroma pada wafer semakin
disukai oleh ternak,karena terlalu padat lama penyimpanan maka semakin
sehingga sulit untuk dikonsumsi ternak. tengik. Pada awal penyimpanan hari ke
3, wafer masih berbau seperti caramel
Warna tebu. Ketika mencapai penyimpanan
pada hari ke 6, aroma wafer mulai
Dilihat dari tabel 2. Hasil tengik hingga hari ke 9.
analisis fisik feed complete blok bila
dilihat dari hari ke 3 hingga hari ke 9 Kerapatan
mengalami sedikit perubahan. pada hari
ke 3 wafer berwarna coklat, karena Dilihat dari tabel 2. Hasil
mengandung ampas tebu, berbeda analisis fisik kerapatan pada wafer hari
dengan hari 6 dan 9 warna wafer coklat ke-3 sangat tinggi karena pada saat
keabuan karena wafer sudah ditumbuhi pembuatan mendapat tekanan dari botol
jamur karena nilai kelembaban yang sehingga wafer feed complete block
tinggi dan suhu yang beruba-ubah. menjadi padat, berbeda dengan hari ke-6
Menurut Williamson dan Payne, (1993). dan ke-9 bentuk fisik bulat tapi
Kerusakan bahan pakan dapat pinggirnya retak dan kerapatan rendah
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai karena dalam penyimpanan atau
berikut: pertumbuhan dan aktivitas transportasi terkena goncangan.
mikroba terutama bakteri, ragi dan Kerapatan wafer juga disebabkan oleh
kapang; aktivitas-aktivitas enzim di adanya perekat berupa molases dan
dalam pakan; serangga, parasit dan tepung tapioka yang dilarutkan dalam
tikus; suhu termasuk suhupemanasan air. Hal ini sesuai dengan pendapat
dan pendinginan; kadar air, udara; dan Paturau (1982) yang menyatakan bahwa
jangka waktu penyimpanan.Kadar air Molases mengandung 50-60 persen gula,
pada permukaan bahan pakan sejumlah asam amino dan mineral,
dipengaruhi oleh udara disekitarnya. sehingga baik digunakan sebagai
Bila kadar air bahan rendah sedangkan perekat.
RH sekitarnya tinggi,maka akan terjadi Setelah uji fisik dilakukan maka
penyerapan uap air dari udara sehingga bahan diambil sebagai sampel kemudian
bahan menjadi lembabatau kadar airnya di analisis di laboratorium untuk
menjadi lebih tinggi. mengetahui Kadar Air, Kadar Abu,
Kadar Protein Kasar dan Kadar Serat
Kasar. Maka diperoleh hasil sebagai
berikut :
5
Analisis Kadar Air keambaan pakan sehingga dapat
meningkatkan kemanfaatan limbah
Dari data diatas Tabel 3. Hasil pertanian dan memperpanjang masa
analisis kimia pada wafer didapatkan simpan pakan. Wafer merupakan salah
kadar air pada wafer di hari ke-3 satu bentuk pakan yang berbentuk
17,00%, hari ke-6 14,33% dan hari ke-9 kubus, dalam proses pembuatannya
14,33%. Pada penyimpanan di hari ke-3 mengalami proses pencampuran,
dan ke-6 mengalami penurunan pemadatan dan pemanasan pada suhu
sedangkan di hari ke-6 dan 9 tidak 120Oc selama 10 menit. Kadar air pada
mengalami perubahan. Terjadinya wafer yakni kurang dari 14%.
penurunan dari hari ke-3 ke hari ke-6 ini Pada kadar bahan kering wafer
disebabkan karena adanya proses Tabel 3. Hasil analisis kimia pada wafer
pengeringan dengan bantuan sinar didapatkan bahwa BK pada hari ke-3 ke
matahari maka mengakibatkan adanya hari ke-6 mengalami peningkatan dari
penurunan kadar air. Wafer yang akan 83,00% menjadi 85,67%. Sedangkan
terserang jamur lebih cepat adalah yang pada hari ke-6 ke hari ke-9 tidak
memiliki kadar air lebih tinggi. Hal ini mengalami perubahan.
sesuai dengan pendapat Basymeleh
(2008) yang menyatakan bahwa (1) Analisis Kadar Abu
kualitas nutrisi lengkap (wafer ransum
komplit), (2) mempunyai bahan baku Dari percobaan yang telah
bukan hanya dari hijauan makanan dilakukan, dari Tabel 3. Hasil analisis
ternak seperti rumput dan legum, tapi kimia pada wafer didapatkan hasil kadar
juga dapat memanfaatkan limbah abu pada wafer hari ke-3 sebesar 5,67
pertanian, perkebunan, atau limbah %, hari ke-6 6,67% dan pada hari ke-9
pabrik pangan, (3) tidak mudah 6,00%. Kadar abu pada hari ke-9
rusakoleh faktor biologis karena cenderung lebih rendah dibanding hari
mempuyai kadar air kurang dari 14%, ke-6. Dari data yang didapat baik
(4) ketersediaan nya ber-kesinambungan digunakan untuk pakan ternak karena
karena sifatnya yang awet dapat nilai kadar abu tidak terlalu tinggi. Pada
bertahan cukup lama sehingga dapat hasil penelitian Dwi K. Purnamasari dkk
mengantisipasi ketersediaan pakan pada (2016) yang didapat yaitu kadar abu
musim kemarau serta dapat dibuat pada pakan komplit (leaflet) berkisar 6,5-10%
saat musim hujan pada saat hasil-hasil atau rata-rata 7,19%, sedangkan kadar
hijauan makanan ternak dan produk abu (analisis) berkisar 5,21–17,41% atau
pertanian melimpah, (5) memudahkan rata-rata 8,15%. Menurut SNI (2015)
dalam penanganan, karena bentuknya Kadar abu pakan komplit (leaflet)
padat kompak sehingga memudahkan memenuhi standar mutu pakan yaitu
dalam penyimpanan dan transpotasi. maksimal 15%. Dari ketiga hasil diatas
Semakin sedikit kadar air dalam yang berbeda penyimpanan, jumlah
wafer maka semakin tahan lama apabila kadar abu berkisaran tidak terlalu jauh.
di simpan karena apabila kandungan air Semakin rendahnya kadar abu makan
sedikit maka mikroorganisme tidak ada kualitas pakan lebih baik. Hal ini sesuai
bekerja atau mempengaruhi wafer. Hal dengan pendapat Sudarmadji dan
ini sesuai dengan pendapat Ketaren Bambang (2003) yang menyatakan
(2010) yang menyatakan bahwa semakin bahwa kadar abu pada pakan
sedikit kadar air pakan akan semakin berhubungan dengan kadar mineral yang
baik, kadar air di bawah 10% lebih baik terdapat pada pakan tersebut. Semakin
dibandingkan kadar air di atas 14%. Dan tingggi kadar abu, semakin tinggi
diperkuat dengan pendapat Trisyulianti mineralnya. Namun pemenuhan
(1998) yang menyatakan bahwa kebutuhan mineral untuk ternak tidak
pengolahan bahan pakan menjadi wafer boleh terlalu tinggi karena mineral dan
bertujuan untuk mengurangi sifat vitamin diperlukan tubuh dalam jumlah
6
yang kecil. Oleh karena itu nilai kadar yang dibutuhkan 18,4 %. Ditambahkan
abu dalam pakan harus sesuai dengan oleh pendapat Tillmaan (2005) yang
standar kebutuhan pakan ternak yang mengemukakan bahwa Kadar serat kasar
telah ditetapkan. terlalu tinggi mengakibatkan komposisi
nutrien akan semakin lama dan nilai
Kadar Protein Kasar energi produktifnya semakin rendah.
7
Fisik Wafer. Fakultas Tillman, A. D., H. Hartadi, S.
Peternakan IPB, Bogor. Hal. 17- Reksohadiprodjo, S.
19 Prawirokusumo dan
Dwi, K. Purnamasari dkk. 2016. S.Lebdosoekojo. 2005. Ilmu
Evaluasi Kualitas Pakan Makanan Ternak Dasar. Penerbit:
Komplit dan Konsentrat Gadjah Mada University Press,
Unggas yang Diperdagangkan Yogyakarta.
di Kota Mataram. J. Trisyulianti, G. H. 1998. Pembuatan
Peternakan Sriwijaya. Vol. 5. wafer rumput gajah untuk pakan
No. 1. Hal. 30-38. ruminansia besar. Jurnal Seminar
Jayusmar, E. Trisyulianti & J. Jachja. Hasil-hasil Penelitian Institut
2002. Pengaruh suhu dan tekanan Pertanian Bogor. Jurusan Ilmu
pengempaan terhadap sifat fi sik Nutrisi dan Makanan Ternak.
wafer ransum dari limbah Fakultas Peternakan. Institut
pertanian sumber serat dan Pertanian Bogor, Bogor. hal : 12-
leguminosa untuk ternak 13.
ruminansia. Med. Pet. 24: 76-80. Trisyulianti, E., Suryahadi & V. N.
Ketaren, P.P. 2010. Kebutuhan gizi Rakhma. 2003. Pengaruh
ternak unggas di Indonesia. penggunaan molases dan tepung
Wartazoa, Vol.20 No. 4 Th 2010. gaplek sebagai bahan perekat
Pangestu, E. 2003. Evaluasi Potensi terhadap sifat fi sik wafer ransum
Nutrisi Fraksi Pucuk Tebu Pada komplit. Med.Pet. 26: 35-40.
Ternak Ruminansia. Med. Pet. Umiyasih, S. T. 2007 Pengolahan dan
5:65-70. Nilai Nutrisi Limbah Tanaman
Paturau, J. M. 1982. By-products of The Jagung sebagai Pakan Ternak
Cane Sugar Industry. 2nd Ed. Ruminansia. Penerbit Wartazoa.
Elsevier Publishing Co. hal 18 (3) : 127-136.
Amsterdam. Wahyono, D. E. dan R. Hardianto. 2004.
Sudarmadji, S. Dan H. Bambang. 2003. Pemanfaatan sumberdaya pakan
Prosedur Analisa Bahan Makanan lokal untuk pengembangan
Dan Pertanian. Liberty. usaha sapi potong. Jurnal Loka
Yogyakarta Karya Sapi Potong. Granti.
Tarmidi, A. R. 2004. Pengaruh Pasuruan.
Pemberian Ransum yang Williamson dan Paine. 1993.
mengandung Ampas Tebu Hasil Pemanfaatan Limbah Pertanian
Biokonversi oleh Jamur Tiram Untuk Menunjang Kebutuhan
Putih (Pleuretus ostreorus) Pakan Ruminansia. Proc.
terhadap Performans Domba Pertemuan Ilmiah Ruminansia
Priangan. Jurnal Penelitian Ilmu Besar. Fakultas Peternakan
Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Universitas Padjajaran. Bandung. Yogyakarta.
9:3:158.
8
9
10
11
12
13
14