Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS FEED

COMPLETE BLOK BERBASIS BAGASE TEBU SEBAGAI BAHAN PAKAN


TERNAK RUMINANSIA

Husni Al Makmum120, Lisa Agustiani190, Mistiani041, Viki Seftiani A134


Fakultas Peternakan Universitas Jambi
Korespodensi e-mail: h.makmun22@gmail.com

ABSTRAK

Wafer atau feed complete blok yang dibuat menggunakan limbah perkebunan
berupa bagase tebu dapat mempertahankan sifat fisik wafer dan pada analisis atau sifat
kimia mengandung gizi yang baik apabila diberikan kepada ternak. Namun tidak bisa
diberikan secara satuan seperti hanya diberikan berupa bagase tebu saja namun harus ada
campuran yang dapat melengkapi gizi dalam wafer tersebut. Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui kualitas fisik dan kimia pada wafer yang berbasis bagase tebu dalam
berbagai lama penyimpanan yang berbeda. Perlakuan pada wafer yang digunakan yaitu
perlakuan 3 hari, 6 hari, dan 9 hari. Perubah yang diamati pada analisis fisik: bentuk fisik,
tekstur, warna, aroma dan kerapatan. Dan pada analisis kimia: kadar air, kadar bahan
kering, kadar abu, kadar protein kasar, dan kadar serat kasar. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa pada analisis fisik penggunaan bagase tebu dengan perbedaan lama
penyimpanan berpengaruh tehadap bentuk fisik, warna, aroma dan kerapatan, namun
tidak pada tekstur. Sedangkan pada analisis kimia lama penyimpanan berpengaruh
terhadap kandungan Kadar air,Abu,Protein Kasar,dan Serat Kasar. Dari percobaan yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa feed complete blok berbasis bagase tebu
mempunyai kualitas fisik dan kimia yang berbeda sesuai dengan lama penyimpanan
dalam 3 perlakuan yang dilakukan.

Kata kunci : Wafer ransum komplit, bagase tebu, kualitas, daya simpan.

PENDAHULUAN kawasan industri dan perkebunan.


Perubahan fungsi tersebut dapat
Pada usaha peternakan dalam menyebabkan areal yang digunakan
ketersediaan pakan yang cukup, untuk penamanan hijauan makanan
berkualitas, dan berkesinambungan ternak terbatas, akibatnya produksi
sangat menentukan keberhasilan ternak menurun. Dengan permasalahan
budidaya ternak. Biaya terbesar yang hijauan lainnya yaitu pada saat musim
dikeluarkan untuk bahan pakan (ransum) kemarau yang mana tanaman hijauan
pada peternakan ruminansia yaitu sulit tumbuh subur sebagaimana pada
berkisar 60 – 70% dari seluruh biaya saat musim penghujan yang mana untuk
produksinya. memenuhi kebutuhan hijauan untuk
Pembuatan wafer feed complete ternak ruminansia.
blok bertujuan untuk mengurangi Sehingga untuk memenuhi
keambaan pakan dan memanfaatkan kebutuhan nutrisi ternak yaitu dengan
limbah dari hasil pertanian atau membuat pakan ternak berupa wafer
perkebunan. Sebelumnya Sumber pakan atau feed complete blok dimana dengan
hijauan umumnya dari padang memanfaatkan sisa atau limbah
rumput/padang penggembalaan, yang perkebunan yang ada seperti bagase
luasnya semakin lama semakin tebu. Limbah pertanian tersebut pun
berkurang, karena secara bertahap telah ternyata masih memiliki nutrisi yang
terjadi perubahan fungsi dari padang berpotensi sebagai bahan baku pakan
rumput menjadi pemukiman penduduk, ternak ruminansia dengan memberikan

1
nilai tambah sebagaimana ringkas sehingga diharapkan dapat
memanfaatkan limbah dan mudah di memudahkan dalam penanganan dan
dapat pada musim kemarau. Menurut transportasi, disamping itu memiliki
Pangestu (2003), terdapat beberapa kandungan nutrisi yang lengkap, dan
keuntungan jika limbah tebu menjadi menggunakan teknologi yang relatif
pilihan sumber pakan bagi sederhana sehingga mudah diterapkan
pengembangan ternak ruminansia, yaitu (Trisyulianti et al., 2003).
toleran terhadap musim panas, tahan Percobaan ini dilakukan dengan
terhadap hama dan penyakit, serta tujuan untuk mengetahui kualitas wafer
mudah tersedia pada musim kemarau feed complete dari segi fisik dan dari
saat pakan hijauan yang lain kurang kandungan zat zat makanan yang
tersedia. terdapat dalam wafer feed complete
Wafer ransum komplit block berdasarkan perlakuan yang
merupakan suatu bentuk pakan yang berbeda.
memiliki bentuk fisik kompak dan

MATERI DAN METODA H2SO4 0,3 N, NaOH 0,3 N, dan


indikator campuran. Pada penentuan
Waktu dan Tempat Serat Kasar yaitu gelas piala, cawan
porselen, corong bucher, oven 105oC,
Percobaanteknologi pemanfaatan pompa vakum, tanur, pemanas listrik,
limbah pakan ternak Di laksanakan pada penjepit, kertas saring No. 41, H2SO4 0,3
hari sabtu jam 14.00 wib s/d selesai N, NaOH 1,5 N, dan aseton.
yang bertempat di Laboratorium gedung Metode pada pembuatan feed
C fakultas peternakan universitas jambi. complete blok ada beberapa tahap yaitu
dengan mencapurkan urea dengan
Alat dan Bahan premix diwadah yang beda,kemudian
bungkil dan dedak halus dihomogenkan
Alat yang digunakan pada lalu tambahkan jagung dikit demi sedikit
percobaan pembuatan Feed complete sampai homogen lalu tambah dan
blok adalah paralon dengan diameter campur dengan urea dengan premix
3inc dengan panjang 10cm, triplek untuk yang telah dicampur tadi lalu tambahkan
menutupi lobang paralon, triplek ukuran bagase dikit demi sedikit dan tambahkan
1m, botol kaca, dan terpal. Bahan yang molases dikit demi sedikit lalu larutkan
digunakan pada praktikum ini yaitu tepung dengan air sampai larut
ampas tebu 20%, rumput lapang 20%, kemudian tambahkan molases dan aduk
dedak 21%, bungkil kelapa 20%, jagung sampai homogen. Setelah homogen,
24%, molasses 5%, tapioca 8 %, urea cetak bahan pakan dengan menggunakan
1%, minera mix 1%. paralon dan triplek kemudian dipukul
Alat dan bahan pada percobaan sampai rata dan padat. Pastikan wafer
analaisis proksimat feed complete blok yang telah dicetak kuat dan tidak mudah
adalah : Pada Penetuan Kadar Air yaitu hancur saat dipegang. Setelah dicetak,
cawan porselen, eksikator, oven 105oC, wafer disimpan dengan 3 perlakuan
penjepit dan neraca analitik. Pada yaitu penyimpanan selama 3 hari, 6 hari,
Penentuan Kadar Abu yaitu cawan dan 9 hari. Pada masing-masing
porselen, eksikator, tanur, penjepit, penyimpanan tersebut dilakukan analisis
neraca analitik, pembakar bunzen. Pada fisik ( bentuk fisik, tekstur, warna
Penentuan Protein Kasar yaitu labu aroma, dan kerapatan ) dan analisis
dekstruksi, labu destilasi, destilator, kimiawi ( kadar air, kadar abu, protein
pemanas listrik, labu erlenmeyer 250 ml, kasar, dan serat kasar). Masning-maing
labu erlenmeyer 500 ml, biuret, corong, perlakuan tersebut bandingkan dengan
pipet, gelas ukur, neraca analitik, batu hari sebelumnya. Berikut adalah
didih, katalis campuran, H2SO4 pekat, persentase bahan yang digunakan pada

2
pembuatan Feed Complete Blok :

Tabel 1. Persentase penggunaan bahan pakan:


Bahan pakan Persentase
Bagasse tebu 20%
Rumput Lapang 20%
Dedak 21%
Bungkil Kelapa 20%
Jagung 24%
Molasses 5%
Tapioka 8%
Urea 1%
Mineral Mix 1%

Metoda pada percobaan Analisis dalam eksikator. Setelah dingin timbang


Proksimat pada feed complete blok ada dengan teliti ( H ).
beberapa cara kerja yang perlu Penentuan Protein Kasar,
diperhatikan : Penentuan Kadar Air, adapun cara kerjanya antara lain :
adapun cara kerjanya adalah cawan timbang sampel dengan teliti sejumlah
porselen yang telah dicuci bersih, 0,3 gram ( I ) dan masukkan kedalam
dikeringkan di dalam oven selama 1 jam tabung destruksi. Tambahkan kira-kira
dengan temperatur 105 oC. Kemudian 0,2 gram katalis campuran dan 5 ml
didinginkan di dalam eksikator sekitar H2SO4 pekat. Panaskan campuran
10-20 menit dan ditimbang ( C ). tersebut dalam lemari asam. Perhatikan
Sampel dihitung sebanyak 0,5-1 gram ( proses destruksi selama pemanasan agar
D ) dan dimasukkan ke dalam cawan tidak meluap. Destruksi dihentikan bila
porselen. Kemudian cawan dan sampel larutan sudah menjadi hijau terang atau
tersebut dikeringkan dalam open 105oC jernih, lalu dinginkan dalam lemari
selama 112-16 jam. Cawan dan sampel ( asam. Larutan dimasukkan ke dalam
E ) dikeluarkan dari oven dan labu destilasi dan diencerkan dengan 60
didinginkan dalam eksikator selama 10- ml aquades. Masukkan beberapa buah
20 menit sampai diperoleh berat tetap. batu didih. Tambahkan pelan-pelan
Penentuan Kadar Abu, adapun cara melalui dinding labu 20 ml NaOH 40 %
kerjanya antara lain : cawan porselen dan segera hubungkan dengan destilator.
yang telah dicuci bersih, dikeringkan di Suling ( NH3 dan air ) ditangkap oleh
dalam oven sekitar 1 jam pada labu erlenmeyer yang berisi 25 ml
temperatur 105o C. Kemudian H2SO4 0,3 N dan 2 tetes indikator
didinginkan dalam eksikator sekitar 10- campuran ( methyl red 0,1 % dan
20 menit dan ditimbang dengan teliti ( F bromcresol green 0,2 % dalam alkohol ).
). Sampel ditimbang dengan teliti Penyulingan dilakukan hingga nitrogen
sebanyak 3 gram untuk sampel hijauan dari cairan tersebut tertangkap oleh
atau 5 gram untuk kosentrat ( G ) dan H2SO4 yang ada di dalam erlenmeyer (
dimasukkan ke dalam cawan porselen. 2/3 dari cairan yang ada pada labu
Pijarkan sampel yang terdapat dalam destilasi menguap atau terjadi letupan-
cawan porselen hingga berasap. Bakar letupan kecil atau erlenmeyer mencapai
cawan porselen berisi sampel dan tanur volume 75 ml ). Labu erlenmeyer berisi
bersuhu 600oC. Biarkan sampel terbakar sulingan diambil dan dititer kembali
selama 3-4 jam atau sampai warna dengan NaOH 0,3 N (J) .Perubahan biru
sampel berubah menjadi putih semua. ke hijau menandakan titik akhir titrasi.
Setelah sampel bewarna putih semua, Bandingkan dengan titer blanko ( K ).
kemudian dinginkan dalam tanur pada Dan Adapun cara kerja dari Penentuan
suhu 120oC sebelum dipindahkan ke Serat Kasar antara lain : keringkan

3
kertas saring whatman No. 41 di dalam cawan porselen bersih dan kering
oven 105OC selama 1 jam dan timbang dengan menggunakan oven. Cawan
(O). Timbang dengan teliti 1 gram ( P ) berisi sampel yang dikeringkan ke dalam
sampel masukkan kedalam gelas piala. oven 105oC sampai didapat berat yang
Tambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N dan konstan, didinginkan dalam eksikator
didihkan selama 30 menit. Cairan dan ditimbang ( Q ). Pijarkan sampel
disaring melalui kertas saring yang telah dalam cawan hingga tak berasap.
diketahui beratnya didalam corong Kemudian cawan bersama isinya
buchner yang telah dihubungkan dengan dimasukkan ke dalam tanur 600oC
pompa vokum. Kertas saring bersama selama 3-4 jam. Setelah isi cawan
residu dicuci berturut-turut dengan 50 berubah menjadi abu yang bewarna
ml H2O panas, 50 ml H2SO4 0,3 N, 50 putih, diangkat, didinginkan dan
ml H2O panas dan aseton. Kertas saring ditimbag ( R ).
berisi residu dimasukkan kedalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis fisik wafer

Tabel 2. Hasil analisis fisik

Parameter Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9


Bentuk fisik Bulat ,utuh Bulat,retak Bulat,retak
pinggirnya dan pinggirnya
berjamur Dan berjamur
Tekstur Kasar Kasar Kasar
Warna Coklat Coklat keabuan Coklat keabuan
Aroma Bau tebu karamel Tengik Tengik
Kerapatan Sangat tinggi/rapat kurang rapat Kurang rapat/retak

Bentuk Fisik

Dari tabel 2. Hasil analisis fisik mudah dalam penanganan baik


feed complete blok diatas dapat dilihat penyimpanan dan goncangan pada saat
bahwa wafer pada hari ke-3 bentuk fisik transportasi dan diperkirakan akan lebih
wafer tetap seperti pertama dibuat, yaitu lama dalam penyimpanan.
berbentuk padat dan bulat penuh (utuh).
Pada hari ke-6 dan ke-9 bentuk fisik Tekstur
sama yaitu bulat, bagian pinggir retak
dan bagian sisi salah satu wafer Tekstur pada wafer yang telah
berjamur. Padatnya suatu bahan pakan dilakukan analisis pada tabel 2. Hasil
yang telah dibentuk itu akibat adanya analisis didapatkan bahwa wafer
proses pemadatan yang dilakukan bertekstur keras dan kasar. Tekstur pada
dengan penekanan pada botol dan wafer dari hari ke-3 sampai dengan hari
adanya bahan yang banyak mengandung ke-9 tidak berubah tetap kasar dan keras.
serat seperti bagase tebu sehingga pakan Sebaliknya, wafer feed complete blok
tersebut mudah dibentuk. Hal ini sesuai yang terlalu keras tidak disukai oleh
dengan pendapat Trisyulianti (1998), ternak karena ternak sulit untuk
Wafer pakan yang mempunyai mengkonsumsinya. Hal ini sesuai
kerapatan tinggi akan memberikan dengan pendapat Jayusmar (2002),
tekstur yang padat dan keras sehingga Kerapatan wafer ransum komplit dapat

4
mempengaruhi tingkat palatabilitas Aroma
wafer oleh ternak.Wafer dengan nilai
kerapatan yang tinggi tidak begitu Aroma pada wafer semakin
disukai oleh ternak,karena terlalu padat lama penyimpanan maka semakin
sehingga sulit untuk dikonsumsi ternak. tengik. Pada awal penyimpanan hari ke
3, wafer masih berbau seperti caramel
Warna tebu. Ketika mencapai penyimpanan
pada hari ke 6, aroma wafer mulai
Dilihat dari tabel 2. Hasil tengik hingga hari ke 9.
analisis fisik feed complete blok bila
dilihat dari hari ke 3 hingga hari ke 9 Kerapatan
mengalami sedikit perubahan. pada hari
ke 3 wafer berwarna coklat, karena Dilihat dari tabel 2. Hasil
mengandung ampas tebu, berbeda analisis fisik kerapatan pada wafer hari
dengan hari 6 dan 9 warna wafer coklat ke-3 sangat tinggi karena pada saat
keabuan karena wafer sudah ditumbuhi pembuatan mendapat tekanan dari botol
jamur karena nilai kelembaban yang sehingga wafer feed complete block
tinggi dan suhu yang beruba-ubah. menjadi padat, berbeda dengan hari ke-6
Menurut Williamson dan Payne, (1993). dan ke-9 bentuk fisik bulat tapi
Kerusakan bahan pakan dapat pinggirnya retak dan kerapatan rendah
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai karena dalam penyimpanan atau
berikut: pertumbuhan dan aktivitas transportasi terkena goncangan.
mikroba terutama bakteri, ragi dan Kerapatan wafer juga disebabkan oleh
kapang; aktivitas-aktivitas enzim di adanya perekat berupa molases dan
dalam pakan; serangga, parasit dan tepung tapioka yang dilarutkan dalam
tikus; suhu termasuk suhupemanasan air. Hal ini sesuai dengan pendapat
dan pendinginan; kadar air, udara; dan Paturau (1982) yang menyatakan bahwa
jangka waktu penyimpanan.Kadar air Molases mengandung 50-60 persen gula,
pada permukaan bahan pakan sejumlah asam amino dan mineral,
dipengaruhi oleh udara disekitarnya. sehingga baik digunakan sebagai
Bila kadar air bahan rendah sedangkan perekat.
RH sekitarnya tinggi,maka akan terjadi Setelah uji fisik dilakukan maka
penyerapan uap air dari udara sehingga bahan diambil sebagai sampel kemudian
bahan menjadi lembabatau kadar airnya di analisis di laboratorium untuk
menjadi lebih tinggi. mengetahui Kadar Air, Kadar Abu,
Kadar Protein Kasar dan Kadar Serat
Kasar. Maka diperoleh hasil sebagai
berikut :

Analisis kimia wafer

Tabel 3. Hasil analisis kimia pada wafer


Parameter Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9
KA (%) 17,00 14,33 14,33
BK (%) 83,00 85,67 85,67
ABU (%) 5,67 6,67 6,00
PK (%) 18,00 26,25 14,88
SK (%) 11,00 16,00 16,00

5
Analisis Kadar Air keambaan pakan sehingga dapat
meningkatkan kemanfaatan limbah
Dari data diatas Tabel 3. Hasil pertanian dan memperpanjang masa
analisis kimia pada wafer didapatkan simpan pakan. Wafer merupakan salah
kadar air pada wafer di hari ke-3 satu bentuk pakan yang berbentuk
17,00%, hari ke-6 14,33% dan hari ke-9 kubus, dalam proses pembuatannya
14,33%. Pada penyimpanan di hari ke-3 mengalami proses pencampuran,
dan ke-6 mengalami penurunan pemadatan dan pemanasan pada suhu
sedangkan di hari ke-6 dan 9 tidak 120Oc selama 10 menit. Kadar air pada
mengalami perubahan. Terjadinya wafer yakni kurang dari 14%.
penurunan dari hari ke-3 ke hari ke-6 ini Pada kadar bahan kering wafer
disebabkan karena adanya proses Tabel 3. Hasil analisis kimia pada wafer
pengeringan dengan bantuan sinar didapatkan bahwa BK pada hari ke-3 ke
matahari maka mengakibatkan adanya hari ke-6 mengalami peningkatan dari
penurunan kadar air. Wafer yang akan 83,00% menjadi 85,67%. Sedangkan
terserang jamur lebih cepat adalah yang pada hari ke-6 ke hari ke-9 tidak
memiliki kadar air lebih tinggi. Hal ini mengalami perubahan.
sesuai dengan pendapat Basymeleh
(2008) yang menyatakan bahwa (1) Analisis Kadar Abu
kualitas nutrisi lengkap (wafer ransum
komplit), (2) mempunyai bahan baku Dari percobaan yang telah
bukan hanya dari hijauan makanan dilakukan, dari Tabel 3. Hasil analisis
ternak seperti rumput dan legum, tapi kimia pada wafer didapatkan hasil kadar
juga dapat memanfaatkan limbah abu pada wafer hari ke-3 sebesar 5,67
pertanian, perkebunan, atau limbah %, hari ke-6 6,67% dan pada hari ke-9
pabrik pangan, (3) tidak mudah 6,00%. Kadar abu pada hari ke-9
rusakoleh faktor biologis karena cenderung lebih rendah dibanding hari
mempuyai kadar air kurang dari 14%, ke-6. Dari data yang didapat baik
(4) ketersediaan nya ber-kesinambungan digunakan untuk pakan ternak karena
karena sifatnya yang awet dapat nilai kadar abu tidak terlalu tinggi. Pada
bertahan cukup lama sehingga dapat hasil penelitian Dwi K. Purnamasari dkk
mengantisipasi ketersediaan pakan pada (2016) yang didapat yaitu kadar abu
musim kemarau serta dapat dibuat pada pakan komplit (leaflet) berkisar 6,5-10%
saat musim hujan pada saat hasil-hasil atau rata-rata 7,19%, sedangkan kadar
hijauan makanan ternak dan produk abu (analisis) berkisar 5,21–17,41% atau
pertanian melimpah, (5) memudahkan rata-rata 8,15%. Menurut SNI (2015)
dalam penanganan, karena bentuknya Kadar abu pakan komplit (leaflet)
padat kompak sehingga memudahkan memenuhi standar mutu pakan yaitu
dalam penyimpanan dan transpotasi. maksimal 15%. Dari ketiga hasil diatas
Semakin sedikit kadar air dalam yang berbeda penyimpanan, jumlah
wafer maka semakin tahan lama apabila kadar abu berkisaran tidak terlalu jauh.
di simpan karena apabila kandungan air Semakin rendahnya kadar abu makan
sedikit maka mikroorganisme tidak ada kualitas pakan lebih baik. Hal ini sesuai
bekerja atau mempengaruhi wafer. Hal dengan pendapat Sudarmadji dan
ini sesuai dengan pendapat Ketaren Bambang (2003) yang menyatakan
(2010) yang menyatakan bahwa semakin bahwa kadar abu pada pakan
sedikit kadar air pakan akan semakin berhubungan dengan kadar mineral yang
baik, kadar air di bawah 10% lebih baik terdapat pada pakan tersebut. Semakin
dibandingkan kadar air di atas 14%. Dan tingggi kadar abu, semakin tinggi
diperkuat dengan pendapat Trisyulianti mineralnya. Namun pemenuhan
(1998) yang menyatakan bahwa kebutuhan mineral untuk ternak tidak
pengolahan bahan pakan menjadi wafer boleh terlalu tinggi karena mineral dan
bertujuan untuk mengurangi sifat vitamin diperlukan tubuh dalam jumlah

6
yang kecil. Oleh karena itu nilai kadar yang dibutuhkan 18,4 %. Ditambahkan
abu dalam pakan harus sesuai dengan oleh pendapat Tillmaan (2005) yang
standar kebutuhan pakan ternak yang mengemukakan bahwa Kadar serat kasar
telah ditetapkan. terlalu tinggi mengakibatkan komposisi
nutrien akan semakin lama dan nilai
Kadar Protein Kasar energi produktifnya semakin rendah.

Dari data diatas berdasarkan KESIMPULAN


percobaan yang telah dilakukan pada
Tabel 3. Hasil analisis kimia pada wafer, Beragam teknologi telah
wafer hari ke-3 18,00 %, pada hari ke-6 diterapkan oleh peternak dalam upaya
26,25% dan pada hari ke-9 14,88%. meningkatkan mutu bahan pakan. Salah
Menurut penelitian Dwi K. Purnamasari satu teknologi pakan yang belum lazim
dkk (2016) kadar protein pakan komplit dilakukan adalah pembuatan wafer yang
(leaflet) berkisar 13–22% atau rata-rata berasal dari limbah pertanian /
19,12%, sedangkan protein (analisis) perkebunan berupa ampas tebu dengan
berkisar 13,24–22,6%. Secara umum tambahan beberapa bahan lainya yang
kadar pakan komplit dengan pakan yang dijadikan wafer dari bahan limbah lokal
hanya diberi bagase tebu saja berbeda yang komplit. Wafer yang mengandung
kandungan nilai gizi didalamnya. bagase tebu mempunyai sifat fisik yang
Umiyasih (2007) menyatakan bahwa lebih baik, hal ini ditinjau dari kadar air
umumnya hasil sisa-sisa tanaman rendah, kerapatan wafer tertinggi,
pertanian mempunyai kualitas yang aktivitas air rendah.
rendah sehingga ternak yang Pakan yang dibentuk berupa
memperoleh pakan asal sisa-sisa wafer berguna untuk cadangan pakan
tanaman pertanian tersebut dalam waktu saat musim kemarau, karena pada saat
yang cukup lama, akan mempengaruhi musim kemarau tanaman atau rumput
produktivitas ternak yang dihasilkan kekurangan pasokan gizi dan layu serta
menjadi rendah. Dan Tarmidi (2004) susah dicari. Pada pakan wafer
menyatakan bahwa Ampas tebu secara mengandung zat gizi yang lengkap
umum mengandung protein kasar 3,1%, sehingga baik untuk pertumbuhan dan
lemak kasar1,5%, abu 8,8%, BETN produksi ternak. Berbagai komposisi
51,7% dan serat kasar 34,9%. limbah pertanian yang dijadikan sebagai
pakan feed complete blok seperti bagase
Analisis kadar serat kasar tebu dengan lama penyimpanan yang
berbeda mempengaruhi bentuk fisik,
Berdasarkan analisis yang telah warna, aroma dan kerapatan wafer yang
dilakukan pada Tabel 3. Hasil analisis dihasilkan. Wafer pada hari ke-3
kimia pada wafer, hasil kadar serat kasar memiliki analisis fisik yang baik
pada wafer hari ke-3 11,00%, pada hari dibandingkan hari ke-6 dengan hari ke-
ke-6 yaitu 16,00% dan pada hari ke-9 9. Sedangkan Pada analisis kimia pada
16,00%. Pada hari ke-6 dan ke-9 tidak wafer memiliki kandungan kadar bahan
mengalami perubahan. Pakan ini kering, kadar air, kadar abu, kadar
termasuk dalam pakan yang memiliki protein dan kadar serat kasar sesuai
kandungan serat yang baik karena dengan kebutuhan ternak dan semakin
kandungan serat pada wafer tidak terlalu lama penyimpanan semakin turun
tinggi sehingga ternak apabila kandungan pada wafer tersebut.
mengkonsumsi wafer tersebut tidak
mengalami gangguan pada pencernaan. DAFTAR PUSTAKA
Menurut Wahyono dan Hardianto
(2004) kadar serat kasar yang baik bagi Basymeleh. T. 2008. Pengaruh Jenis
sapi pembibitan yaitu 19,6 %, sedangkan Hijauan Pakan dan Lama
untuk sapi penggemukan serat kasar Penyimpanan Terhadap Sifat

7
Fisik Wafer. Fakultas Tillman, A. D., H. Hartadi, S.
Peternakan IPB, Bogor. Hal. 17- Reksohadiprodjo, S.
19 Prawirokusumo dan
Dwi, K. Purnamasari dkk. 2016. S.Lebdosoekojo. 2005. Ilmu
Evaluasi Kualitas Pakan Makanan Ternak Dasar. Penerbit:
Komplit dan Konsentrat Gadjah Mada University Press,
Unggas yang Diperdagangkan Yogyakarta.
di Kota Mataram. J. Trisyulianti, G. H. 1998. Pembuatan
Peternakan Sriwijaya. Vol. 5. wafer rumput gajah untuk pakan
No. 1. Hal. 30-38. ruminansia besar. Jurnal Seminar
Jayusmar, E. Trisyulianti & J. Jachja. Hasil-hasil Penelitian Institut
2002. Pengaruh suhu dan tekanan Pertanian Bogor. Jurusan Ilmu
pengempaan terhadap sifat fi sik Nutrisi dan Makanan Ternak.
wafer ransum dari limbah Fakultas Peternakan. Institut
pertanian sumber serat dan Pertanian Bogor, Bogor. hal : 12-
leguminosa untuk ternak 13.
ruminansia. Med. Pet. 24: 76-80. Trisyulianti, E., Suryahadi & V. N.
Ketaren, P.P. 2010. Kebutuhan gizi Rakhma. 2003. Pengaruh
ternak unggas di Indonesia. penggunaan molases dan tepung
Wartazoa, Vol.20 No. 4 Th 2010. gaplek sebagai bahan perekat
Pangestu, E. 2003. Evaluasi Potensi terhadap sifat fi sik wafer ransum
Nutrisi Fraksi Pucuk Tebu Pada komplit. Med.Pet. 26: 35-40.
Ternak Ruminansia. Med. Pet. Umiyasih, S. T. 2007 Pengolahan dan
5:65-70. Nilai Nutrisi Limbah Tanaman
Paturau, J. M. 1982. By-products of The Jagung sebagai Pakan Ternak
Cane Sugar Industry. 2nd Ed. Ruminansia. Penerbit Wartazoa.
Elsevier Publishing Co. hal 18 (3) : 127-136.
Amsterdam. Wahyono, D. E. dan R. Hardianto. 2004.
Sudarmadji, S. Dan H. Bambang. 2003. Pemanfaatan sumberdaya pakan
Prosedur Analisa Bahan Makanan lokal untuk pengembangan
Dan Pertanian. Liberty. usaha sapi potong. Jurnal Loka
Yogyakarta Karya Sapi Potong. Granti.
Tarmidi, A. R. 2004. Pengaruh Pasuruan.
Pemberian Ransum yang Williamson dan Paine. 1993.
mengandung Ampas Tebu Hasil Pemanfaatan Limbah Pertanian
Biokonversi oleh Jamur Tiram Untuk Menunjang Kebutuhan
Putih (Pleuretus ostreorus) Pakan Ruminansia. Proc.
terhadap Performans Domba Pertemuan Ilmiah Ruminansia
Priangan. Jurnal Penelitian Ilmu Besar. Fakultas Peternakan
Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,
Universitas Padjajaran. Bandung. Yogyakarta.
9:3:158.

8
9
10
11
12
13
14

Anda mungkin juga menyukai