Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa


sistem reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian
dalam bidang reproduksi hewan secara terus menerus dan berkesinambungan
dengan hasil berupa alat, metoda ataupun alat dan metoda yang dapat
diaplikasikan dengan tujuan tertentu. Terdapat banyak sekali teknologi reproduksi
yang bisa diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan usaha peternakan yang
ditujukan untuk meningkatkan populasi dan produksi. Beberapa diantaranya telah
dipakai di Indonesia namun sebagian besar masih merupakan teknologi yang
langka yang umumnya dikarenakan biaya perlakuannya dan peralatannya sangat
mahal.
Inseminasi Buatan sangat populer pada ternak saat ini. Keberhasilan yang
lebih besar daripada kawin alami merupakan salah satu faktor. Pada sapi,
kambing, babi, kuda telah dilakukan begitupula pada ayam. Permintaan semen
beku dari pejantan unggul menjadi semakin tinggi. Metode pembuatan semen
beku berkualitas pada sapi dan kambing menjadi topik di Indonesia.
Penggunaan vagina buatan adalah suatu metode yang dipakai secara umum
dan meluas untuk penampungan semen pejantan sapi perah atau sapi potong pada
pusat-pusat inseminasi buatan. Vagina buatan dapat mengatasi kerugian-kerugian
yang diperoleh dengan pengurutan dan elektroejakulator atau koleksi semen
langsung dari dalam vagina hewan betina. Vagina buatan mudah dibuat dengan
sederhana untuk dipakai. Dengan menggunakan vagina buatan dapat diperoleh
semen yang bersih, maksimal dan spontan ke luar.
Pada hewan ternak, alat kelamin jantan umumnya mempunyai bentuk yang
hampir bersamaan, terdiri dari testis yang terletak di dalam skrotum, saluran-
saluran alat kelamin, penis, dan kelenjar aksesoris. Alat kelamin jantan dibagi
menjadi alat kelamin primer berupa testis dan alat kelamin sekunder berbentuk
saluran-saluran yang menghubungkan testis dengan dunia luar yaitu vas deferent,

1
epididimis, vas deferent, dan penis yang di dalamnya terdapat uretra, dipakai
untuk menyalurkan air mani dan cairan aksesoris keluar pada waktu ejakulasi.
Ternak betina tidak hanya menghasilkan sel kelamin (ovum) yang penting
peranannya dalam membentuk individu baru, tetapi juga menyediakan tempat
beserta lingkungannya untuk perkembangan individu baru, mulai dari pembuahan
dan pemeliharaan selama awal kehidupan sampai melahirkan.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan praktikum teknologi reproduksi ternak ini adalah agar


praktikan dapat mengetahui anatomi organ kelamin betina dan jantan serta
histologi ovarium, selain itu juga praktikan mengetahui tentang inseminasi buatan
yang terdiri dari sinkronisasi birahi, penyuntikan, pengamatan birahi, dan
motilitas dan mortalitas sperma.

1.3. Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum teknologi reproduksi ternak ini adalah


memahami fungsi anatomi organ kelamin betina dan jantan serta cara menghitung
oosit pada ovarium, selain itu juga praktikan memahami bagaimana cara
melakukan inseminasi buatan yang terdiri dari sinkronisasi birahi, penyuntikan,
pengamatan birahi, dan menghitung motilitas dan mortalitas sperma.

2
BAB II

PROSEDUR KEGIATAN

2.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Reproduksi Ternak ini dilaksanakan pada tanggal 9


Mei - 13 Juni 2014 pukul 14.00 WIB di laboratorium fakultas peternakan
Universitas Jambi dan juga di Fapet Farm Universitas jambi.

2.2 Prosedur Kerja

Adapun materi yang digunakan pada praktikum pembuatan vagina buatan


ialah pipa paralon, penti ban, balon, gunting, amplas karet gelang, lem pipa. Pada
organ reproduksi sapi jantan dan betina ialah sepasang alat kelamin sapi, sarung
tangan, air. Pada histologi ovarium ialah mikroskop elektrik, cover dan objek
gelas, pisau, alat suntik, jarum. Pada inseminasi buatan ialah container besar,
straw, insemination gun, plastic gloves, pinset, gunting, sappi betina, CIDR, Dan
pada mortilitas dan motilitas ialah sperma sapi FH, limosin, simental, gunting,
tabung tailor, penjepit, cawan petri. Pada Mortilitas dan Motllitas adalah semen
sapi FH, Simental dan Limousin, air hangat, straw, tabung taylor-wharton,
penjepit, gunting, cawan petri, objek dan cover gelas, mikroskop.

2.3 Analisis Data

Adapun metode yang digunakan pada pembuatan vagina buatan ialah


siapkan piapa paralon yang telah diukur sebelumnya sesuai keinginan, bersihkan
bagian ujungnya dengan amplas sampai rata tidak ada toonjolah sedikitpun, dilap,
kemudian bolongi bagian atas piap dengan gunting atau pisau sebesar ukuran
pentil, masukkan pentil ke dalam lobang yang telah dibuat tadi lalu lem, kemudian
ikatkan bagian ujung sarung tangan kesalah satu ujung piapa dengan karet tarik
sampai ujung yang satunya lagi, kemudian potong bagian jari sarung tangan lalu
ikatkan bagian ujung sarung tangan ke bagian piap yang satunya lagi, potong
bagian bawah balon sedikit, ikatkan juga balon pada ujung pipa, terakhir tiup piap

3
hingga balon yang telah diikatkan ke pipa tadi mengembung dan vagian buatan
siap digunakan.

Untuk pengamatan organ reproduksi ternak sepertinya tidak ada cara kerja,
hanya saja kami para praktikan harus mendengarkan secara seksama penjelasan
para asdos tentang bagian dan bentuk alat kelamin/organ reproduksi ternak sapi
yang jantan maupun yang betina dan selanjutnya diadakan respon lisan/
penjelasan kembali kepada asdos dari praktikan untuk menguji daya ingat.

Sedangkan pada histologi ovarium ialah pertama diawali dengan dengan


penusukkan, pencacahan dan dikahiri dengan penyayatan. Penusukkan dimulai
dari ovarium ditaruh dicawan petri ditusukkan jarum suntik yang berisi impus,
folikelnya lalu ditaruh di mikroskop lalu ambil cairan impus cari di cawan petri
lalu ambil ovarium taruh di cawan petri setelah itu cacah ovarium sampai halus
agar bercampur dengan impus lalu amati di mikroskop.

Pada sinkronisasi ialah sterilkan dulu alat dnegan antiseptik, pastikan dulu
ternak tidak bunting, masuukkan CIDR kedalam alat reproduksi betina lewat
vulva, masukkan secara perlahan, setelah masuk lalu lepaskan dari alat perantara
secara horizontal agar mudah dikeluarkan, penanaman CIDR, pada hari ke 10
amati sapi yang melihatkan tanda-tanda birahi kalau sudah terlihat sapi siap
dikawinkan atau di IB.

Pada inseminasi buatan ialah pertama cairkan semen dengan


mengeluarkan semen beku dari nitrogen cair dan masukkan dalam air, keluarkan
straw dari air dan keringkan dengan tisu, masukkan straw dalam gun lalu gunting
ujungnya, masukkan plastik stealh pada gun yang telah berisi semen, masukkan
sarung tangan pada tangan yang akan memasukkan rektuk, masukkan tangan ke
rektum hingga memegang leher rahim, masukkan gun yang telah berisi semen lalu
suntikkan, keluarkan gun sambil memijat lembut sapi agar sapi teidak stres, dan
tambahkan suntukkan obat penenang bila perlu agar sapi tersebut tenang.

Sedangkan pada mortiitas dan motilitas ialah ambil spermatozoa dalam


tabung taylor-wharton menggunakan penjepit lalu masukkan kedalam airv selam
1 menit, kemudian gunting bagian ujungnya masukkan kedalam cawan petri,

4
ambil cairan semen menggunakan pipet AUTOCLAVABIE, letakkan diatas objek
gelas tutp dengan cover gelas, amati dibawah mikroskop lalu hitung mortalitasn
dan motalitas pada masing2 semen yang diamati, catat hasilnya.

5
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pembuatan Vagina Buatan

Perkawinan alami memilki berbagai kendala yang banyak merugikan bagi


sapi itu sndiri seperti terbatasnya kemampuan pejantan dalam membuahi sejumlah
betina sperma yang dikeluarkan pejantan saat perkawinan dan juga respon betina
(Hafes, 2003).
Penggunaan vagina buatan merupakan metode yang paling umum
digunakan untuk menanampung semen pejantan karena sangat mudah dalam hal
pembuatannya dan juga semen yang dihasilkan jika kita menggunakan vagina
buatan kualitasnya lebih baik dibandingkan cara penampungan dengan metode
yang lainnya. Tetapi meskipun hasil nya lebih baik dan cara pembuatannya sangat
mudah, jika kita ingin melakukan penampungan semen menggunakan vagina
buatan tentu saja memerlukan latihan khusus terlebih dahulu agar tidak terjadi
kecelakaan dari sapinya maupun dari kita yang akan melakukan penampungan
dengan vagina buatan.

gambar 1. vagina buatan

Vagian buatan ukurannya setiap hewan berbeda, tetapi bentuk fungsi


warna dan cara pembuatannya sama, panjang dan diameternya disesuaikan dengan
ukuran ternak (Maxwel, 2001).
Metode penampungan semen untuk dipergunakan dalam Inseminasi
Buatan ialah mengupayakan agar pejantan berejakulasi dengan vagina buatan dan

6
menampung semen dalam tabung untuk mencegah kerusakan spermatozoa karena
perubahan suhu. Penyimpanan sperma dalam larutan pengencer fisiologis
sebaiknya digunakan tidak lebih dari 60 menit setelah penampungan, untuk
memperpanjang waktu simpan semen diperlukan substitusi bahan pengencer lain
yang mengandung protein atau bahan-bahan yang dapat mempertahankan
motilitas spermatozoa. Oleh karena itu air kelapa dapat dipakai sebagai bahan
yang disubstitusikan pada pengencer larutan fisiologis karena air kelapa
mengandung nilai gizi yang dibutuhkan oleh spermatozoa (Garnama et al, 2011).

3.2. Anatomi organ kelamin Sapi Jantan dan Betina

Organ Kelamin Jantan

Gambar 2. Organ kelamin jantan

Alat Kelamin Sapi Jantan

Pada hewan yang melakukan fertilisasi secara interna organ reproduksinya


dilengkapi dengan adanya organ kopulatori, yaitu suatu organ yang berfungsi
menyalurkan sperma dari organisme jantan ke betina. Peranan hewan jantan
dalam hal reproduksi terutama adalah memproduksi sperma dan sejumlah kecil
cairan untuk memungkinkan sel sperma meluncur menuju rahim. Organ kelamin
jantan terdiri atas :

7
1. Testis

Testis merupakan gonad hewan yang dapat memproduksi sperma dan


hormone reproduksi (testosterone). Testis berada didalam skrotum dan digantung
oleh spermatic cord. Testis sebelah kiri cenderung lebih rendah. Permukaan testis
dilapisi oleh lapisan visceral tunika vaginalis kecuali bagian testis yang menempel
dengan epididimis dan spermatic cord. Testis mempunyai lapisan luar berupa
fibrosa yang kuat yang disebut tunika albuginea. Tunika albuginea akan menebal
membentuk mediastinum testis dan akan memanjang membentuk septa. Septa
membatasi lobula yang berada didalam testis. Testis dibagi menjadi 200-300
lobula, yang masing-masing lobula tersebut berisi 1-3 tubulus seminiferus. Bagian
posterior tubula terhubung dengan plexus yang masuk ke dalam rete testis yang
kemudian akan penetrasi kedalam tunika albuginea di bagian atas testis. Setelah
itu menuju bagian head epididimis yang dibentuk oleh duktus eferen. Duktus
eferen berfungsi untuk membentuk satu tuba yang akan membentuk body dan tail
epididimis.
Testis terdiri dari beberapa jaringan yaitu tubulus seminiferus, sel stroma,
dan sel interstitial. Tubulus seminiferus yaitu epitel yang terdiri dari dua macam
sel yang bebrbeda yaitu sel sertoli dan sel germinatif. Selsertoli adalah yang
mempunyai bentuk panjang dan kadang-kadang seperti pyramid. Sel ini terletak
dekat atau di antara sel-sel germinatif. Sel ini bersifat fagosit karena mereka
memakan sel-sel mani yang telah mati atau yang telah mengalami degenerasi. Sel
germinatif adalah yang akan mengalami perubahan-perubahan selama proses
spermatogenesis, sebelum mereka siap untk mengadakan fertilisasi. Tingkat
perkembangannya adalah sebagai berikut; spermatogonia (sel paling muda) akan
mengalami pembagian mitosis beberapa kali menjadi spermatosit primer.
Spermatosit primer membagi diri menjadi spermatosit sekunder. Tiap sel
spermatosit sekunder akan membagi lagi dirinya menjadi spermatid, pada saat ini
jumlah kromosom akan menjadi setengahnya (haploid). Tiap-tiap sel spermatid
akan mendewasakan diri menjadi sel-sel spermatozoa.
Di dalam testis terdapat saluran halus yang merupakan tempat pembentukan
sperma, disebut tubulus seminiferus. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari
jaringan epitelium dan jaringan ikat. Di dalam jaringan epitelium terdapat sel

8
induk spermatozoa (spermatogen) dan sel sertoli. Sel sertoli berfungsi memberi
nutrisi pada sperma. Di antara tubulus seminiferus terdapat sel-sel interstisiil yang
menghasilkan hormon testosteron dan hormon kelamin jantan lainnya.
Testis merupakan alat reproduksi primer bagi hewan jantan karena
menghasilkan spermatozoo (jamak; spermatozoa). Testis berbentuk bulat panjang
pada sapi, sumbu arah vertikal. Panjang testis sapi dewasa adalah 12 sampai 15
cm, diameter tengahnya 6 sampai 8 cm, dan beratnya 300 sampai 500 gr
(Widayati et al., 2008).

Testis berjumlah sepasang dan berada dalam kantong scrotum. Letak testis
berbeda beda, tergantung jenis hewan. Secara anatomis scrotum mempunyai dua
lapis dinding, yaitu dinding luar dan dinding dalam. Dinding luar terdiri dari kulit,
tunika dartos, dan fascia perinealis superfisial. Lapis kuit dibagi atas dua bagian
yang longitudinal oleh raphe scroti. Fungsi scrotum adalah sebagai pelindung
testis dan sebagai termoregulator (Feradis, 2010).
Testis dibagi atas lobulus lobulus. Setiap lobulus terdiri dari banyak tubuli
seminiferus. Bagain distal tubuli seminiferus saling beranatomose membentuk
tubuli rekti, kemudian anyaman seperti jala disebut rete testes. Dari rete testes
keluar saluran atau ductus efferen, epididimis, defferen dan uretra. Spermatozoa
dibentuk di dalam tubuli seminiferus. Didalam tubuli seminiferus terdapat sel sel
benbentuk poligonal, disebut sel Leydig atau sel interstitial yang menghasilkan
hormon testosteron. Di dalam tubuli seminiferus, langsung diatas membran basal
terdapat sel Sertoli yang berfungsi sebagai pemberi makan spermatozoa. Pada
keadaan criptorchid, spermatozoa tidak bisa dihasilkan oleh tubuli seminiferus
tetpi sel Leydig masih mampu menghasilkan hormon testosteron (Sukiya, 2001).
Testis dari sapi dan domba jantan berlokasi di sebelah crania fleksura
sigmoid penis (yang berbentuk huruf S). Sumbu longitudinal dari masing-masing
testis hampir vertikal, sehingga skrotum memanjang arah dorso ventral
(Frandson,2002).
2. Ductus epididimis

Merupakan struktur perpanjangan dari bagian posterior testis. Duktus eferen


yang berasal dari testis memindahkan sperma yang baru dibuat menuju epdidimis.

9
Epididimis dibentuk oleh duktus epididimis yang kecil dan melilit secara padat.
Saluran tersebut akan menjadi lebih kecil ketika melalui bagian atas epididimis
(head of epididimis). Epididimis berfungsi sebagai tempat pematangan,
penyimpanan dan sekresi. Epididimis terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
 Head of epididymis : dibentuk oleh lobule yang berisi 12—14 duktus
deferens.
 Body of epididymis
 Tail of Epididymis : bagian epididimis yang akan menu vas deferens.

Ductus epididimis terdiri lumen epididimis dan jaringan-jaringan yang


mengelilinginya. Kepala epididimis melekat pada bagian ujung dari testis di mana
pembuluh-pembuluh darah dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar dengan
aksis longitudinal dari testis dan ekor epididimis selanjutnya menjadi
duktus deferens yang rangkap dan kembali ke daerah kepala, di mana kemudian
sampai ke korda spermatic. Fungsi epididimis adalah sebagai transportasi sperma,
tempat pematangan/pemasakan sperma (mengalami perubahan fisiologi selama
perjalanan), tempat pemadatan sperma (mengalami penyerapan air), tempat
penimbunan sperma (ditimbun pada cauda epididimis).

Berbentuk bulat panjang dan melekat pada testis. Epididimis terbagi


menjadi 3, yaitu caput (kepala), corpus (badan), dan cauda (ekor).
Caput epididimis menelungkupi testis. Epididimis berisi duktus, mulai
caput berkelok-kelok rapat sekali. Panjang duktus epididimis bila direntangkan
adalah 36 m pada sapi dewasa dan 54 m pada babi dewasa (Andi, 2009).
3. Ductus defferens

Duktus deferens merupakan kelanjutan dari duktus epididimis yang setelah


membuat lengkung tajam pada ujung ekor, kemudian berlanjut lurus membentuk
ductus deferens dengan ciri histologinya. Bagian awal duktus deferens terdapat
dalam funiculus spermatikus. Mempunyai dinding otot yang tebal dengan lumen
yang halus sehingga memberikan struktur yang kuat. Dimulai dari bagian tail of
epididimis yang terletak di ujung bawah testis. Merupakan komponen utama
spermatic cord. Masuk ke dinding anterior abdomen melalui inguinal canal.
Berakhir dengan menyatu dengan duktus vesika seminalis untuk membentuk

10
duktus ejakulatori. Bagian ujung duktus deferens akan membesar yang disebut
Ampulla.
Duktus deferens terdiri dari lumen, musculus cirkuler, sel epitel, lamina
propia, musculus longitudinal dalam,musculus longitudinal luar, dan tunika
serosa. Duktus deferens meninggalkan ekor epididimis bergerak melalui canal
inguinal yang merupakan bagian dari korda spermatik dan pada cincin
inguinal internal memutar ke belakang. Terdapat pada beberapa hewan, ada yang
homolog dengan uterus, yaitu uterus masculinus yang merupakan lipatan genital
di antara dua duktus deferens. Struktur homolog tersebut mempunyai asal-usul
embriologi yang sama.
Terentang mulai dari cauda epididimis sampai ke uretra. Duktus deferens
(vas deferens) adalah pipa berotot yang pada saat ejakulasi mendorong
spermatozoa dari epididimis ke duktus ejakulatoris dalam uretra
prostatic (Frangky, 2003).
Saluran ini dibungkus oleh funiculus spermaticus atau spermatic cord
yang mengandung unsur pembuluh darah, otot polos, dan saraf, semuanya
terbungkus oleh peritonium.Pada ductus defferen terdapat ampula, yaitu
pembesaran di dekat uretra. Ampula berfungsi juga sebagai tempat penyimpanan
spermatozoa (Sutama, 2001)
4. Uretra
Uretra hewan jantan dibagi dalam segmen prostat, membranosa, dan
spingiosa. Segmen prostat menjulur dari kandung kemih ke pinggir
caudal kelenjar prostat. Segmen membranosa berawal dari daerah tersebut dan
berakhir di uretra yang memasuki bulbus penis, dari permukaan di mana segmen
spongiosa berlanjut ke gerbang luar uretra.
Mempunyai fungsi menyalurkan sperma dan urin. Menurut letaknya uretra
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pars pelvina, pars bulbouretralis dan pars penis.
Bagian belakang dari vesica urinaria terdapat colcullus seminalis. Bagian
depannya adalah muara bersama dari ampula dan saluran kelenjar vesikularis
(James, 2010).
Hanya ada satu dan terdapat pada pangkal uretra. Kelanjar ini terdiri dari
bagian corpus prostata dan pars diseminata. Kelenjar ini mempunyai banyak

11
saluran (ductuli prostatici). Kelenjar ini berfungsi untuk memberi bau khas pada
sperma Disebut juga dengan kelenjar Cowper, yang berjumlah sepasang dan
terletak di dekat apertura pelvis caudalis. Kelenjar in berfungsi untuk
membersihkan saluran uretra sebelum sperma melewatinya.
5. Penis
Penis adalah alat kopulasi yang terbentuk oleh jaringan erektil, yang disebut
corpus covernous. Penis berbentuk silindris yang terdapat didalam praeputium.
Penis terdiri atas 3 bagian yaitu radix penis, corpus penis dan gland penis.
Penis merupakan organ kopulatoris pada hewan jantan, berbentuk silinder
panjang dan bersifat fibroelastik. Penis membentang kedepan dari arcus
ischiadicus pelvis sampai ke daerah umbilicus pada dinding ventral perut. Penis
ditunjang oleh fascia dan kulit (Nuryadi, 2000).
Tipe penis ada dua yaitu fibroelastis dan kavernosus (vaskuler). Apad tipe
fibroelastis bentuknya kecil, panjang, waktu ereksi keras tapi tidak begitu
membesar karena kavernosanya sedikit. Pada waktu tidak ereksi melengkung
membentuk huruf ‘S’ disebut flexura sigmoidea. Terdapat pada ruminansia dan
babi. Sedangkan pada tipe kavernosus, bentuknya pendek, ketika ereksi bentuknya
membesar karena banyak terdapat kavernosa, tapi tidak begitu keras. Kaverna
terbai dua bagian yaitu corpus cavernosus penis dan corpus cavernosus uretra.
Terdapat pada manusia , kuda, dan anjing(Saliasbiry, 2005).
Penis dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, glans atau alat gerak bebas,
bagian utama atau badan dan akar yang melekat pada ischial arch pada pelvis
yang tertutup oleh otot ischiocavernosus (Frandson, 1992).
Preputium adalah lipatan kulit di sekitar ujung bebas penis. Permukaan
luar merupakan kulit yang agak khas, sementara lapisan dalam menyerupai
membrane mucose yang terdiri dari lapisan preputial dan lapisan penil yang
menutup permukaan ekskremitas bebas dari penis (Frandson, 1992).
Ejakulat mengandung spermatozoa dan cairan dari kelenjar aksesori yang
terdiri dari sekreta epididimis dan kelenjar aksesori hewan jantan. Terbagi tiga
yaitu Vesika seminalis, Prostat, dan Bulbouretralis. (Dellman, 2002).

12
Berfungsi untuk menyimpan spermatozoa dan juga sekretanya
ditumpahkan pada semen ketika terjadi ejakulasi. Sekretanya mengandung
protein, enzim, dan flavin.

6. Kelenjar aksesoris
 Vesikula Seminalis
Vesika seminalis mempunyai struktur memanjang yang berada diantara
bagian fundus bladder dan rectum. Vesika seminalis berada di atas kelenjar
prostat dan tidak menyimpan sperma. Ia hanya mensekresikan cairan kental yang
bersifat alkali, kelenjar tersebut juga mengandung fruktosa (sebagai sumber
energy untuk sperma) yang akan dicampurkan dengan sperma ketika melewati
duktus ejakulatori dan uretra.
 Prostata
Kelenjar prostat mempunyai panajng 3 cm dan lebar 4 cm, ia merupakan
kelenjar aksesori terbesar. Kelenjar prostat mempunyai kapsul yang padat dan
berisi banyak saraf dan pembuluh darah. Lobus prostat dibagi menjadi 3 bagian;
- Isthmus berada di bagian anterior uretra.
- Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh istmus pada bagian anterior. Lobus
kanan dan kiri ini dibagi menjadi empat :
1. Inferoposterior : merupakan bagian yang teraba saat rectal examination
(inferior-ejaculatory duct, posterior-uretra)
2. Inferolateral : bagian utama dari lobus kiri (lateral-uretra)
3. Superomedial : mengelilingi duktus ejakulatori
4. Anteromedial : lateral terhadap proximal prostatic uretra
Saluran prostat mengeluarkan cairan berwarna putih seperti susu dan
merupakan 20% dari keseluruhan cairan semen. Kelenjar prostat berperan dalam
aktivasi sperma.
 Bulbourethralis/cowper
Berada proximal terhadap intermediate uretra dan mensekresi cairan yang
bersifat alkali atau basa dan mukus sebagai lubrikasi uretra.

13
7. Preputium
Preputium adalah lipatan kulit di sekitar ujung bebas penis. Permukaan luar
merupakan kulit yang agak khas, sementara lapisan dalam menyerupai membrane
mucosa yang terdiri dari lapisan preputial dan lapisan penil yang menutup
permukaan ekskremitas bebas dari penis. Fungsi dari preputium adalah untuk
melindungi penis dari pengaruh luar dan kekeringan.

Organ Kelamin Betina

Gambar 3. Organ kelamin betina


Organ reproduksi betina, organ reproduksi primer, ovaria, menghasilkan
ovarium dan hormon-hormon kelamin betina. Organ-organ sekunder atau saluran
reproduksi terdiri dari tuba fallopi (oviduct), uterus, cervix, vagina dan vulva.
(Dellman, 1992).Secara anatomik alat reproduksi betina terdiri dari gonad atau
ovarium, saluran-saluran reproduksi, dan alat kelamin luar (Partodiharjo,1992).
Ovarium
Ovarium pada sapi berbentuk bulat telur. Ukurannya relatif kecil
dibanding dengan besar tubuhnya. Ukurannya adalah panjang 2 sampai 3 cm,
lebar 1 sampai 2 cm, tebal 1 sampai 2 cm, dan beratnya berkisar antara 15 sampai
19 gram. Ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum
utero ovarika (Hardjopranjoto, 1995). Ovarium tertinggal di dalam cavum
abdominalis. Ovarium mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang
mensekresikan hormon kelamin betina estrogen dan progesterone (Santoso, 2009).
Ovarium merupakan alat reproduksi betina yang berfungsi ovum (sel telur)
dan menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Menurut Widayati et. al.
(2008), ovarium terletak di rongga perut, tidak turun seperti halnya testes dan

14
berfungsi untuk menghasilkan sel telur dan hormon, yaitu estrogen, progesteron,
dan inhibin. Hal itu sesuai dengan pendapat Santoso (2010), bahwa ovarium
mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau
ovum dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina
estrogen dan progesteron. Ovarium digantung oleh mesovarium dengan panjang 2
cm. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa ovarium
digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovarika.
Hardjopranjoto (1995), bahwa ukuran ovarium sapi adalah panjang 2
sampai 3 cm, lebar 1 sampai 2 cm, tebal 1 sampai 2 cm, dan beratnya berkisar
antara 15 sampai 19 gram.
Ovum yang diovulasikan akan mengalami kematangan dengan tahapan
folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf (Widayati et
al.,2008). Ovulasi terjadi karena pecahnya folikel sehingga ovum keluar. Bekas
ovum yang keluar berwarna merah disebut corpus haemorrhagicum yang akan
berkembang menjadi corpus luteum. Segera setelah ovulasi, rongga folikel berisi
cairan limfa dan darah, membentuk struktur yang disebut corpus haemorrhagicum
kemudian sel-sel granulosa berganda secara cepat membentuk corpus luteum
(Frandson, 1992). Ovum yang telah diovulasikan akan ditangkap oleh ostium
abdominale pada oviduct dan diarahkan oleh fimbria masuk ke ampulla isthmic
junction dan menunggu spermatozoa untuk pembuahan.
Ovarium pada sapi berbentuk bulat telur. Ukurannya relatif kecil
dibanding dengan besar tubuhnya. Ukurannya adalah panjang 2 sampai 3 cm,
lebar 1 sampai 2 cm, tebal 1 sampai 2 cm, dan beratnya berkisar antara 15 sampai
19 gram. Ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum
utero ovarika (Hardjopranjoto, 2005). Ovarium tertinggal di dalam cavum
abdominalis. Ovarium mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang
mensekresikan hormon kelamin betina estrogen dan progesterone (Santoso, 2009).

Oviduct
Oviduct merupakan bagian yang berperan penting dalam peristiwa
kopulasi saat proses reproduksi. Oviduct terdapat sepasang (kiri dan kanan) dan

15
merupakan saluran kecil berkelok-kelok membentang dari depan ovarium
berlanjut ke tanduk uterus. Oviduct sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu
infundibulum, ampula, dan isthmus. Pada masing-masing bagian memiliki
keunikan tersendiri, seperti misalnya bagian infundibulum, bagian ujung
infundibulum terdapat jumbai-jumbai yang disebut fimbria. Bagian isthmus
dengan ampula dibatasi oleh suatu ampulari ismic junction yang berperan dalam
pembuahan, sedangkan batas antara isthmus dengan uterus adalah uteri tubal
junction.(Hafez, 1993)
Bagian ujung infudibulum membentuk suatu fimbria. Infudibulum ini
nampaknya berperan aktif dalam ovulasi, paling tidak dalam melingkupi sebagian
atau keseluruhan ovari dan mengarahkan ovum menuju kebukaan abdominal dari
tuba uterin. Panjang tuba uterin (oviduct) berkisar 25 cm (Frandson, 1992).
Ampula bagian cauda merupakan tempat terjadinya pembuahan. Dalam
ampula aktivitas silia merupakan kekuatan utama untuk menggerakkan ovum
kearah isthmus, tetapi pada beberapa spesies kontraksi otot juga berperan.
Meskipun spermatozoa berkembang dalam saluran reproduksi jantan, kemampuan
membuahi pada hewan piaraan hanya dapat dicapai setelah kapasitasi dalam tuba
uterina (Dellman dan Brown, 1992). Pembuahan yaitu persatuan antara sel telur
dan sperma, terjadi disepertiga bagian atas dari oviduct (Blakely dan Bade, 1991).
Tuba falopii (Oviduct) dibagi menjadi: infundibulum tubae yang
mempunyai pintu ke rongga abdominal disebut osteum tubae abdominale. Ampula
tubae adalah tempat terjadi pembuahan. Isthmus mempunyai rongga sempit dan
berkelok-kelok serta sangat panjang. Extremitas uterinae dengan osteum tubae
uterinae yang bermuara pada kornua uteri. Pada osteum ini terdapat benjolan-
benjolan atau papilla yang disebut papilla uterinae, khususnya pada kuda dan
anjing memiliki jumlah yang besar (Hardjopranjoto, 1995).
Menurut Frandson (1992), oviduct yang berada dekat dengan ovarium
adalah infundibulum yang ujungnya berjumbai disebut fimbria. Infudibulum
terletak didekat Ovarium yang berfungsi menangkap folikel yang telah masak
(ovum). Pergantungan oviduct disebut mesosalving.
Fungsi oviduct antara lain pertemuan ovum dengan spermatozoa atau
tempat terjadinya fertilisasi di bagian ampula. Blakely dan Bade (1991)

16
berpendapat bahwa pembuahan yaitu persatuan antara sel telur dan sperma, terjadi
disepertiga bagian atas dari oviduct. Transport ovum yang telah dibuahi (zygot)
menuju ke uterus. Hal itu sesuai dengan pendapat Dellman dan Brown (1992),
bahwa dalam ampula aktivitas silia merupakan kekuatan utama untuk
menggerakkan ovum kearah isthmus, tetapi pada beberapa spesies kontraksi otot
juga sangat berperan.
Fungsi oviduct antara lain pertemuan ovum dengan spermatozoa atau
tempat terjadinya fertilisasi di bagian ampula. Bade (2001) berpendapat bahwa
pembuahan yaitu persatuan antara sel telur dan sperma, terjadi disepertiga bagian
atas dari oviduct. Transport ovum yang telah dibuahi (zygot) menuju ke uterus.
Hal itu sesuai dengan pendapat Brown (2002), bahwa dalam ampula aktivitas silia
merupakan kekuatan utama untuk menggerakkan ovum kearah isthmus, tetapi
pada beberapa spesies kontraksi otot juga sangat berperan.
Uterus
Uterus merupakan bagian saluran alat kelamin betina yang berbentuk
buluh, berurat daging licin, untuk menerima ova yang telah dibuahi atau embrio
dari tuba falopii (Hardjopranjoto, 1995). Uterus merupakan tempat implantasi
konseptus (zigot yang telah berkembang menjadi embrio) (Dellman dan Brown,
1992). Fungsi uterus adalah sebagai jalannya sperma pada saat kopulasi dan
motilitas (pergerakan) sperma ke tuba falopii dibantu dengan kerja yang sifatnya
kontraktil. Uterus juga berperan besar dalam mendorong fetus serta membrannya
pada saat kelahiran (Hunter, 1995).
Panjang corpus uteri berkisar antara 2 sampai 4 cm, sedangkan panjang
cornua uteri berkisar 35 sampai 40 cm (Frandson, 1992). Dinding uterus terdiri
dari tiga lapis yaitu 1) endometrium, 2) tunica muscularis atau miometrium, 3)
tunica serosa atau perimetrium. Pada ruminansia, terdapat endometrim dengan
penebalan terbatas, disebut karankula. Karankula ini banyak mengandung
fibroblast dan vasikularisasinya ekstensif (Dellman dan Brown, 1992). Karankula
adalah tonjolan-tonjolan yang menyerupai bentuk cendawan dari permukaan
dalam uterus ruminansia yang merupakan tempat perlekatan membran fetus
(Frandson, 1992).

17
Miometrium merupakan lapisan di bawah endometrium, terdiri dari urat
daging licin melingkar (sirkuler) kuat disebelah dalam dan yang memanjang
(longitudinal) disebelah luar. Antara endometrium dan miometrium ada lapisan
vascular, yang banyak ditemukan pembuluh darah kapiler. Lapisan perimetrium
atau lapisan serosa adalah lapisan terluar dari dinding uterus (Hardjopranjoto,
1995).
Uterus pada sapi,babi dan domba perbedaannya terletak pada ukurannya.
Ukuran uterus pada babi lebih panjang dibandingkan dengan sapi dan domba,
sehingga babi dapat beranak lebih banyak dalam sekali melahirkan. Menurut
Hafez (1972) Sapi dan domba memiliki tipe uterus bipartitus. dangkal tubuh
rahim pada sapi dan domba tampak lebih besar daripada sebenarnya bisa karena
bagian-bagian ekor dari tanduk terikat bersama oleh ligamentum intercounal. Pada
ruminansia, tanduk uterus secara khusus berkembang dengan baik karena ini
adalah di mana janin berada. Bentuk serviks pada sapi dan domba yaitu berbentuk
spiral. Pada sapi, spiral ini berbentuk seperti cincin dan terdiri dari empat buah.
Sedangkan pada Babi bentuknya seperti pembuka botol (setengah spiral).
Menurut Lindsay et al., (1982), uterus pada sapi yang tidak bunting
memiliki diameter 5 sampai 6 cm. Ukuran dan panjang bagian-bagian uterus
tergantung dari umur dan jenis bangsa hewan tersebut sedangkan menurut
Frandson (1992) panjang corpus uteri yaitu berkisar antara 2 sampai 4 cm dan
panjang cornu uteri berkisar 35 sampai 40 cm
Uterus ternak yang tergolong mamalia terdiri dari korpus (badan), serviks
(leher), dan dua tanduk atau kornua. Proporsi relatif dari tiap-tiap bagian itu
bervariasi tergantung spesies, seperti juga halnya bentuk maupun susunan tanduk-
tanduk tersebut. Korpus (badan) uterus ukurannya paling besar daripada kuda,
lebih kecil pada domba dan sapi, dan pada babi serta anjing, kecil saja. Secara
superficial, badan uterus sapi tampak relatif lebih besar dibandingkan dengan
keadaan yang sebenarnya, karena bagian kaudal dari tanduk tergabung dengan
ligamen interkornual (Frandson, 1992).
Seperti halnya kebanyakan organ internal yang menyerupai tabung,
dinding uterin terdiri dari suatu lapis membrane mukosa, suatu lapis otot

18
intermediate, dan suatu lapis serosa bagian luar, yaitu perimetrium (peritoneum)
(Frandson, 1992).
Uterus berfungsi sebagai tempat implantasi embrio dan tempat tubuh serta
berkembangnya embrio. Hal itu sesuai dengan pendapat Dellman dan Brown
(1992), bahwa uterus merupakan tempat implantasi konseptus (zigot yang telah
berkembang menjadi embrio). Selain itu uterus juga berfungsi sebagai saluran
yang dilewati spermatozoa menuju oviduct, dan berperan dalam proses kelahiran.
Hunter (1995) menyatakan bahwa fungsi uterus adalah sebagai jalannya sperma
pada saat kopulasi dan motilitas (pergerakan) sperma ke tuba falopii dibantu
dengan kerja yang sifatnya kontraktil. Uterus juga berperan besar dalam
mendorong fetus serta membrannya pada saat kelahiran.
Apabila daerah cauda uteri disayat dan dilihat bagian dalamnya terdapat
tonjolan tempat implantasi mebrio yang disebut karankula. Hal itu sesuai dengan
pendapat Frandson (1992), bahwa karankula adalah tonjolan-tonjolan yang
menyerupai bentuk cendawan dari permukaan dalam uterus ruminansia yang
merupakan tempat perlekatan membran fetus. Batas antara uterus dan oviduct
disebut utero tuba junction.
Serviks
Serviks merupakan suatu struktur yang mempunyai sfingter (sphincter)
yang memisahkan rongga uterin dengan rongga vagina. Fungsi pokok serviks
adalah untuk menutup uterus guna melindungi masuknya invasi bakteri maupun
masuknya bahan-bahan asing. Sfingter itu tetap dalam keadaan tertutup kecuali
pada saat kelahiran (Hardjopranjoto, 1995)
Selama birahi dan kopulasi, serviks berperan sebagai jalan masuknya
sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan, saluran uterin itu tetutup dengan
sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat sebelum kelahiran, pintu itu
mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus dan membran dapat melaluinya
pada saat kelahiran (Hardjopranjoto, 1995).
Serviks pada sapi panjangnya antara 5 sampai 10 cm mempunyai diameter
antara 2 sampai 6,5 cm. Pada bagian depan terdapat mulut sebelah dalam
(orificium uteri internum) bagian belakangnya terdapat mulut sebelah luar

19
(orificium uteri eksterna) atau sering disebut juga disebut sebagai mulut vagina
(orificium vaginae) (Hardjopranjoto, 1995).
Serviks adalah urat daging sphincter yang terletak diantara corpus uteri
dan vagina. Fungsi serviks yaitu menutup lumen uterus sehingga tidak memberi
kemungkinan untuk masuknya jasad renik (mikroorganisme) ke dalam uterus, dan
untuk menyeleksi spermatozoa. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto
(1995), bahwa serviks merupakan suatu struktur yang mempunyai sfingter
(sphincter) yang memisahkan rongga uterin dengan rongga vagina. Fungsi pokok
serviks adalah untuk menutup uterus guna melindungi masukknya invasi bakteri
maupun masuknya bahan-bahan asing. Pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa
serviks pada sapi panjangnya antara 5 sampai 10 cm mempunyai diameter antara
2 sampai 6,5 cm.
Lumen serviks selalu tertutup kecuali waktu birahi (estrus) dan
melahirkan. Hardjopranjoto (1995) menyatakan bahwa sfingter itu tetap dalam
keadaan tertutup kecuali pada saat kelahiran. Selama birahi dan kopulasi, serviks
berperan sebagai jalan masuknya sperma. Jika kemudian terjadi kebuntingan,
saluran uterin itu tetutup dengan sempurna guna melindungi fetus. Beberapa saat
sebelum kelahiran, pintu itu mulai terbuka, serviks mengembang, hingga fetus dan
membran dapat melaluinya pada saat kelahiran. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Hardjosubroto (1994) bahwa perbedaan yang sering ditemukan antara
sapi dara dengan sapi beranak adalah pada bagian serviks, ukurannya menjadi
lebih besar daripada sapi yang telah beberapa kali melahirkan.
Menurut Hafez (1972) struktur serviks berbeda secara rinci antara mamalia
pertanian, dinding ditandai dengan berbagai keunggulan. Pada ruminansia ini
adalah dalam bentuk pegunungan melintang atau spiral saling dikenal sebagai
cincin melingkar, yang berkembang untuk berbagai degress pada spesies yang
berbeda. Mereka terutama menonjol dalam sapi (4 cincin) dan domba, di mana
mereka masuk ke dalam setiap dekat otherto serviks aman. Pada babi Betina,
cincin ini berada di pengaturan pembuka botol yang disesuaikan dengan memutar
spiral ujung penis babi hutan itu. Ovarium pada sapi, domba dan babi berbeda
darri segi bentuknya. Bentuk ovarium sapi dan domba berbentuk seperti kacang
almond, sedangkan pada babi seperti anggur. Menurut Hafez (1972) ovarium,

20
tidak seperti testis, tetap dalam rongga perut. Ini performans kedua eksokrin dan
sebuah fungsi endokrin. Bentuk dan ukuran ovarium spesies withnthe kedua dan
tahap siklus estrus. Pada sapi dan domba ovarium ini berbentuk almond. Pada
babi ovarium menyerupai sekelompok anggur, folikel nyata menonjol dan corpora
lutea.
Vagina
Vagina adalah bagian saluran peranakan yang terletak di dalam pelvis di
antara uterus (arah kranial) dan vulva (kaudal). Vagina juga berperan sebagai
selaput yang menerima penis dari hewan jantan pada saat kopulasi (Frandson,
1992). Vagina merupakan buluh berotot yang menjulur dari serviks sampai
vestibulum (Dellman dan Brown, 1992).
Vulva
Organ reproduksi bagian luar hewan betina terdiri atas vulva dan klistoris.
Vulva terdiri dari atas Labia mayora dan labia minora. Labia mayora berwarna
hitam dan tertutupi oleh rambut. Labia mayora merupakan bagian terluar dari
vulva. Sedangkan bagian dalam vulva yang tidak terdapat rambut yaitu labia
minora. (Bearden and Fuquay, 1997).

Klitoris
Alat reproduksi bagian luar terdapat banyak ujung syaraf perasa. Syaraf
perasa memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Klitoris terdiri dari
korpora kavernosa klitoridis yang bersifat erektil, glans klitoridis yang rudimenter
dan praeputium klitoridis. (Dellmann, 1992).
Antara labia di bagian ventral tepat di sebelah dalam lubang ureter
terdapat klitoris. Klitoris merupakan lubang kecil setelah vulva. Menurut Bearden
and Fuquay (1997), Klitoris berhomolog dengan gland penis pada hewan jantan,
berlokasi pada sisi ventral, sekitar 1 cm di dalam labia. Clitoris mengandung
erectile tissue sehingga dapat berereksi, juga dapat mengandung ujung syaraf
perasa, syaraf ini memegang peranan penting pada waktu kopulasi. Klitoris
bereaksi pada hewan yang sedang estrus, tetapi hal ini tidak cukup untuk
dijadikan sebagai pendeteksi estrus pada kebanyakan spesies.

21
3.3. Histologi Ovarium

Ovarium atau indung telur berfungsi menghasilkan gamet betina (sel


telur). Selain itu juga menghasilkah hormone-hormon kelamin seperti
progesterone dan estrogen. Ovarium terletak di rongga pelvis dan diikatkan pada
dinding bagian tubuh bagian dorsal oleh selaput jaringan ikat yang disebut
mesovarium. Ovarium pada mamalia terutama pada manusia memiliki ukuran
yang relative kecil dan diselaputi oleh selapis sel berasal dari peritoneum disebut
epitel germinal. Di sebelah dalam terdapat tunika albugenia (jaringan ikat
penyebab ovarium berwarna putih). Jaringan dasar ovarium disebut stroma.
Berbeda dengan testis, ovarium tertinggal didalam cavum abdimalis. Ia
mempunyai dwi fungsi sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur dan
sebagai hormon yang mneghasilkan hormon kelamin betina. Pada sapi dan domba
ovarium berbentuk oval.
Ovarium merupakan alat reproduksi betina yang berfungsi ovum (sel telur)
dan menghasilkan hormon esterogen dan progesteron. Menurut Widayati et. al.
(2008), ovarium terletak di rongga perut, tidak turun seperti halnya testes dan
berfungsi untuk menghasilkan sel telur dan hormon, yaitu estrogen, progesteron,
dan inhibin. Hal itu sesuai dengan pendapat Santoso (2010), bahwa ovarium
mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang menghasilkan sel telur atau
ovum dan sebagai organ endokrin yang mensekresikan hormon kelamin betina
estrogen dan progesteron. Ovarium digantung oleh mesovarium dengan panjang 2
cm. Hal itu sesuai dengan pendapat Hardjopranjoto (1995), bahwa ovarium
digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum utero ovarika.
Ovum yang diovulasikan akan mengalami kematangan dengan tahapan
folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, dan folikel de Graaf
(Partodihadjo, 2000). Ovulasi terjadi karena pecahnya folikel sehingga ovum
keluar. Bekas ovum yang keluar berwarna merah disebut corpus haemorrhagicum
yang akan berkembang menjadi corpus luteum. Segera setelah ovulasi, rongga
folikel berisi cairan limfa dan darah, membentuk struktur yang disebut corpus
haemorrhagicum kemudian sel-sel granulosa berganda secara cepat membentuk
corpus luteum(Worzicka, 2001). Ovum yang telah diovulasikan akan ditangkap

22
oleh ostium abdominale pada oviduct dan diarahkan oleh fimbria masuk ke
ampulla isthmic junction dan menunggu spermatozoa untuk pembuahan.

Ovarium pada sapi berbentuk bulat telur. Ukurannya relatif kecil


dibanding dengan besar tubuhnya. Ukurannya adalah panjang 2 sampai 3 cm,
lebar 1 sampai 2 cm, tebal 1 sampai 2 cm, dan beratnya berkisar antara 15 sampai
19 gram. Ovarium digantung oleh alat penggantung mesovarium dan ligamentum
utero ovarika (Hardjopranjoto, 2005). Ovarium tertinggal di dalam cavum
abdominalis. Ovarium mempunyai dua fungsi, sebagai organ eksokrin yang
menghasilkan sel telur atau ovum dan sebagai organ endokrin yang
mensekresikan hormon kelamin betina estrogen dan progesterone (Santoso, 2009).
Folikel-folikel pada ovarium mencapai kematangan melalui tingkatan
perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder dan tersier (yang sedang tumbuh),
serta folikel de graff (matang). Folikel primer terdiri dari satu bakal sel teluryang
disebut oogonium. Folikel sekunder berkembang kearah pusat stroma korteks
yang memperbanyak diri membentuk lapisan multiseluler sekeliling vittelus dan
membentuk membran antara oogonium dan folikelnya yaitu zona pellucida
Struktur histology ovarium, terdiri atas dua daerah :
Daerah korteks : mengandung banyak folikel telur yang masing-masing terdiri
dari sebuah oosit yang diselaputi oleh sel-sel folikel. Sel-sel folikel adalah oosit
beserta sel granulose yang mengelilinginya. Terdapat 3 macam folikel yaitu :
1. Folikel primordial : terdiri atas oosit primer yang berinti agak ke tepi yang
dialapisi sel folikel berbentuk pipih.
2. Folikel primer : terdiri oosit primer yang dilapisi sel folikel (sel granulose)
berbentuk kubus dan terjadi pembentukan zona pelusida. Adalah suatu lapisan
glikoprotein yang terdapat diantara oosit dan sel-sel granulose.
3. Folikel sekunder : terdiri oosit primer yang dilapisi sel granulose berbentuk
kubus berlapis banyak atau disebut staratum granulose.
4. Folikel tersier : terdiri dari oosit primer, volume stratum granulosanya
bertambah besar. Terdapat beberapa celah antrum diantara sel-sel granulose. Dan
jaringan ikat stroma di luar stratum granulose membentuk theca intern
(mengandung banyak pembuluh darah) dan theca extern (banyak mengandung
serat kolagen).

23
5. Folikel Graff : disebut juga folikel matang. Pada folikel ini, oosit sudah siap
diovulasikan dari ovarium. Oosit sekunder dilapisi oleh beberapa lapis sel
granulose berada dalam suatu jorokan ke dalam stratum disebut cumulus ooforus.
Sel-sel granulose yang mengelilingi oosit disebut korona radiate. Antrum berisi
liquor follicul yang mengandung hormone esterogen.
Setelah maturasi, oosit yang matang di pindahkan ke cawan petri yang
berisi medium vitrifikasi, masing-masing mengandung 30-40 oosit. Oosit didalam
krioprotektan ini dipaparkan pada suhu ruangan selama 10 menit, 20 menit, dan
30 menit. Selesai pemaparan, oosit siap dikemas dalam ministraw transparan 0,25
cc (French straw) yang sudah mengalami Open Pulled Straw (OPS) (Vajta et al.,
1998).
Cara pengemasan dilakukan sebagai berikut: aspirasi diluen 1M Sukrosa
ke dalam straw sepanjang 3 cm, kemudian dibuat rongga udara 0,25 cm.
Sebanyak 6-16 oosit diaspirasi sepanjang 3 cm, setelah itu dipisahkan kembal i
dengan rongga udara 0,25 cm. Rongga sisanya diisi dengan diluen 1 M Sukrosa
dalam PBS. Segera setelah pengemasan, ministraw langsung dicelupkan ke dalam
nitrogen cair, dan dibekukan selama 2 – 4 minggu. (Rimayanti, 2005)
Pencairan kembali dilakukan dengan memasukkan ministraw ke dalam
penangas air 30 °C. Oosit yang telah dikeluarkan dari ministraw dibilas 2 x
dengan sukrosa 0,5 M (Sun et al., 1995).
Oosit diperiksa di bawah mikroskop inverted untuk diamati kualitasnya
berdasarkan penilaian morfologis normal sebagai berikut: plasma membrane
intak, ooplasma bergranulasi homogen, zona pelusida dan ooplasma berbatas
jelas. Sedangkan morfologi oosit yang tidak normal menunjukkan bentuk yang
tidak teratur dan terjadi degenerasi dengan ooplasma gelap dan berfragmentasi.
Terhadap oosit ditambahkan bahan pewarnaan propidium iodide, kemudian
preparat ini diinkubasi dalam inkubator selama 30 menit.
Setelah maturasi, oosit yang matang di pindahkan ke cawan petri yang
berisi medium vitrifikasi, masing-masing mengandung 30-40 oosit. Oosit didalam
krioprotektan ini dipaparkan pada suhu ruangan selama 10 menit, 20 menit, dan
30 menit. Selesai pemaparan, oosit siap dikemas dalam ministraw transparan 0,25
cc (French straw) yang sudah mengalami Open Pulled Straw (OPS) (Vajta et al.,

24
2008). Cara pengemasan dilakukan sebagai berikut: aspirasi diluen 1M Sukrosa
ke dalam straw sepanjang 3 cm, kemudian dibuat rongga udara 0,25 cm.
Sebanyak 6-16 oosit diaspirasi sepanjang 3 cm, setelah itu dipisahkan kembal i
dengan rongga udara 0,25 cm. Rongga sisanya diisi dengan diluen 1 M Sukrosa
dalam PBS. Segera setelah pengemasan, ministraw langsung dicelupkan ke dalam
nitrogen cair, dan dibekukan selama 2 – 4 minggu. (Rimayanti, 2005)
Oosit diperiksa di bawah mikroskop inverted untuk diamati kualitasnya
berdasarkan penilaian morfologis normal sebagai berikut: plasma membrane
intak, ooplasma bergranulasi homogen, zona pelusida dan ooplasma berbatas
jelas. Sedangkan morfologi oosit yang tidak normal menunjukkan bentuk yang
tidak teratur dan terjadi degenerasi dengan ooplasma gelap dan berfragmentasi.
Terhadap oosit ditambahkan bahan pewarnaan propidium iodide, kemudian
preparat ini diinkubasi dalam inkubator selama 30 menit (Hunter, 2005).
Pengumpulan oosit dapat diperoleh melalui ternak yang masih hidup yakni
dengan metode Ovum Pick-up (OPU) menggunakan Transvaginal Ultrasound-
guide. Teknik ini merupakan salah satu teknik yang telah dibuktikan dapat
mengumpulkan oosit sapi yang belum matang dari ternak hidup. Pengumpulan
oosit juga dapat dilakukan pada ternak yang telah dipotong (berasal dari RPH)
yakni menggunakan metode aspirasi (pengisapan) dengan menggunakan jarum
khusus yang kemudian dimaturasi secara invitro (Reis, et al., 2002).

Uji statistik yang digunakan adalah Analisis Variansi (Anava), bila


terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan, maka akan dilanjutkan dengan
uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perlakuan terbaik (Steel dan
Torie, 1991).

Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan


koleksi oosit :
Aspirasi
1. Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan
menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%
2. Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5
ºC.

25
3. Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya
kotoran yang masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
4. Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan
jarum suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml
tersebut.
5. Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang
membentuk vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula
jarum ditusukkan melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk
menghindari terlepasnya oosit keluar dari permukaan ovarium melalui
permukaan folikel yang tipis.
6. Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya cairan
aspirasi yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam
petridish 35 mm yang telah dipersiapkan.
7. Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium
dicatat.
8. Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl
Fisiologis 0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang
sama untuk menunggu proses selanjutnya.
Teknik sayatan
1. Ovarium disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian
disayat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan
gunting/skapel dalam cawan petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9%
secukupnya. Dengan bantuan mikroskop pembesaran 200 kali dapat
diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium tadi.
2. Dengan menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah
diperoleh kedalam cawan petri lainnya.
3. Dihitung jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang
dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
4. Oosit yang dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam
Na Cl fisiologis 0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.
Teknik injeksi medium
1. Ovarium dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.

26
2. Isi disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-
tusukan dibuat merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan
jarum ukuran 21 g, kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.
3. Cairan medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di
dalam petridish.
4. Hitung dan amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu
yang dibutuhkan dari setiap ovarium dengan cara ini.
5. Oosit yang didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam
medium NaCl fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.

KLASIFIKASI OOSIT
Berikut ini merupakan klasifikasi oosit yang didasarkan atas Cumullus
Oophorus yang dapat dijadikan sebagai parameter kualitas oosit :
- Kualitas A, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus kompak
- Kualitas B, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus sebagian
- Kualitas C, adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus Oophorus
- Maturasi oosit dapat dilakukan pada oosit yang mempunyai kualitas A
dan B
Perkembangan folikel di dalam ovarium merupakan proses yang
berkesinambungan dan tidak hanya melibatkan satu folikel saja dalam siklus
estrus tetapi sekelompok folikel, sehingga dianalogikan dengan gelombang
folikel. Gelombang folikel didefinisikan sebagai perkembangan folikel dengan
diameter 4-5mm dalam jumlah besar secara serentak (Maidaswar, 2007).
Pertumbuhan folikel terdiri dari 3 proses yang terpisah yakni recruitment,
seleksi dan dominan folikel. Recruitmen adalah proses dimana kelompok folikel
mulai tumbuh di atas diameter 4 mm. Suatu folikel diseleksi dari kelompok
folikel untuk mengalami pertumbuhan menjadi folikel dominan sedang yang
lain menjadi folikel subordinat. Folikel dominan terhindar dari atresia,
menghambat rekruitmen kelompok folikel baru dan memperoleh kemampuan
untuk mencapai ovulasi. Jika folikel dominan berkembang pada fase folikuler,
maka folikel tersebut akan ovulasi. Folikel dominan yang berkembang selama

27
fase luteal siklus estrus, akan mengalami regresi disebabkan ketiadaan level LH
preovulatori
Beberapa peneliti melaporkan bahwa dalam satu siklus hanya ada dua
gelombang perkembangan. Dibawah ini adalah gambar perkembangan folikel
yang terjadi 2 gelombang selama siklus estrus.

Gambar 4. Siklus Estrus

Gambar 1. Dua Gelombang Folikel Selama Siklus Estrus(Anonim, 2001b)


Gelombang pertama hari 1 - 12 dan kedua hari 13 - 21. Peningkatan jumlah
folikel antrum besar (diameter lebih dari 5 mm) terjadi pada hari 1 - 18, sementara
peningkatan kecepatan atresia folikel-folikel besar lainnya terjadi pada hari 7 - 15
siklus estrus. Peneliti lain melaporkan bahwa pola paling umum adalah 3
gelombang (Putro, 2008). Berikut ini adalah skema 3 gelombang folikel yang
terjadi selama siklus estrus.
3.4. Inseminasi buatan
 Sinkronisasi birahi
Sinkronisasi adalah suatu pengendalian estrus yang dilakukan pada
sekelompok ternak betina sehat dengan memanipulasi mekanisme hormonal,
sehingga keserentakan estrus dan ovulasi dapat terjadi pada hari yang sama atau
dalam kurun 2 atau 3 hari setelah perlakuan dilepas, sehingga Inseminasi Buatan
dapat dilakukan serentak. Sikronisasi ini mengarah pada hambatan ovulasi dan
penundaan aktivitas regresi Corpus Luteum (CL).
Tujuan dalam melakukan sinkronisasi estrus yakni 1) untuk mendapatkan
seluruh ternak yang diberikan perlakuan mencapai estrus dalam waktu yang
diketahui dengan pasti sehingga masing-masing ternak tersebut dapat di IB dalam

28
waktu bersamaan. 2) untuk menghasilkan angka kebuntingan yang sebanding atau
lebih baik disbanding dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan yang
dikawinkan dengan IB atau oleh pejantan.
Praktikum ini dimulai dari penjelasan terlebih dahulu barulah kemudian
dilakukan sinkronisasi pada 4 ekor sapi tersebut, pertama tentu saja dosen yang
memulai melakukannya dan selanjutnya diteruskan oleh perwakilan mahasiswa
dan dibantu oleh petugas kandang. Kegiatan pertama dilakukan pengecekan
keadaan rahim sapi dilihat, apakah sapi tersebut hamil atau tidak, setelah
dipastikan bahwa sapi tersebut tidak hamil barulah dilakuakan sinkronisasi. Kami
sendiri melakukan sinkronisasi estrus bersamaan yang didampingi oleh dosen,
asdos dan petugas kandang. Sapi yang kami gunakan untuk mencapai estrus
dalam waktu bersamaan ialah 3 ekor sapi FH dan seekor sapi Bali.
Sinkronisasi adalah suatu pengendalian estrus yang dilakukan pada
sekelompok ternak betina sehat dengan memanipulasi mekanisme hormonal,
sehingga keserentakan estrus dan ovulasi dapat terjadi pada hari yang sama atau
dalam kurun 2 atau 3 hari setelah perlakuan dilepas, sehingga Inseminasi Buatan
dapat dilakukan serentak (Sukra, 2000)
Ada 2 tujuan sinkronisasi estrus pada sapi yakni : 1) untuk mendapatkan
seluruh ternak yang diberikan perlakuan mencapai estrus dalam waktu yang
diketahui dengan pasti sehingga masing-masing ternak tersebut dapat di IB dalam
waktu bersamaan. 2) untuk menghasilkan angka kebuntingan yang sebanding atau
lebih baik disbanding dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan yang
dikawinkan dengan IB atau oleh pejantan.
 Penyuntikan
Uji progesteron bertujuan untuk memeriksa kadar progesteron dalam
tubuh ternak betina. Progesteron adalah salah satu hormon steroid yang dihasilkan
tubuh ternak betina. Pada hewan betina hormon ini berfungsi antara lain pada
siklus estrus, untuk menyiapkan uterus untuk implantasi sel telur yang telah
dibuahi. Pada siklus estrus normal, kadar progesteron dalam darah sebelum
terjadi pelepasan sel telur < 5 ng/mL, kemudian setelah terjadi pelepasan sel telur
akan meningkat > 5 ng/mL, terus meningkat sampai 6-10 hari, untuk kemudian
menurun jika tidak terjadi bunting .

29
Uji progesteron biasanya dilakukan untuk mengetahui apakah ada siklus
menstruasi normal. Uji progesteron juga sering dilakukan untuk ternak yang
diberi obat untuk merangsang pelepasan sel telur, untuk memantau keberhasilan
terapi dan untuk mengetahui kapan pelepasan sel telur terjadi. Bagi peternak yang
menginginkan informasi “kapan terjadi pelepasan sel telur” ini sangat penting. Uji
progesteron juga dilakukan jika terjadi dugaan adanya kebuntingan di luar
kandungan. Untuk ternak yang tergolong resiko tinggi, uji ini kadang dilakukan
untuk memantau perkembangan fetus dan plasentanya.
Uji kebuntingan mendeteksi keberadaan beta-hCG (human Chorionic
Gonadotropin), suatu hormon yang dihasilkan oleh embrio segera setelah terjadi
konsepsi yang kemudian dilanjutkan oleh sel sinsitiotrofoblast (bagian dari
plasenta). Keberadaan hormon hCG hampir selalu mengindikasikan terjadinya
kebuntingan. Salah satu fungsi hormon ini adalah membantu menjaga keadaan
uterus agar sesuai untuk kebuntingan, dengan antara lain merangsang pengeluaran
hormon progesteron (Itulah kenapa, jika terjadi kebuntingan, hormon progesteron
akan meningkat sesuai dengan umur kebuntingan, dan akan mencapai 100-200
ng/mL ketika kebuntingan akhir).
Pemakaian progesteron dalam sinkronisasi estrus pertama kali dilapor oleh
Ulberg, Christian dan Casida(1951) yang menyatakan bahwa apabila dimulai kira-
kira 15 hari sesudah akhir estrus, penyuntikan 50 mg progesteron dalam minyak
setiap hari atau 500 mg dalam bentuk “repositor” setiap 10 hari akan menghambat
estrus dan ovulasi pada sapi. Estrus terjadi dalam waktu 4-6 hari, rata-rata 5,2
hari, sesudah penghentian penyuntikan. Menurut Trimberger dan Hansel (1955)
penyuntikan progesteron 50-100 mg setiap hari dari hari ke 15 – hari ke 19 siklus
birahi akan menyebabkan estrus normal pada 14 dari 25 sapi yang disuntik dalam
waktu rata-rata 4,6 hari sesudah penghentian penyuntikan dan hanya 50 % yang
mempunyai korpora lutea normal.
Suntikan-suntikan progesteron tidak selalu memberi respon yang seragam
karena perbedaan-perbedaan individual dalam kadar penyerapan hormon tersebut,
dan kadar penghambatan dan pemulihan kembali dari hambatan sesudah
persediaan hormon didalam tubuh habis (Toelihere, 1979).

30
Progesteron merupakan blokterhadap pembebasan hormon gonadotropin,
yang menyebabkan hewan tetap berada dalam keadaan anesterus karena tidak
terjadi pertumbuhan folikel. Jika progesteron digunakan untuk penyerentakan
berahi, dosisnya berayun antara 12.5 sampai 60 mg, dan disuntikkan secara
intramuskuler tiap hari. Berahi akan muncul 3 sampai 6 hari setelah suntikan
dihentikan. Hasilnya terjadi konsepsi 25 sampai 70% bila sapi yang berahi
diinmseminasi.
Pemberian progesteron dengan menyelipkan spons yang mengandung
progesteron ke dalam vagina selama 10 sampai 14 hari menghasilkan angka
konsoopsi yang rendahbila hewan dikawinkan kepada periode berahi setelah
spons ditarik keluar.
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan
untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien.
Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin F2a (PGF2a )
atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2a . Prosedur yang digunakan
adalah :
1. Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan
penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah
penyuntikan.
2. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a dilakukan
dua kali selang waktu 11-12 hari. Penyuntikan PGF2a pada ternak resipien harus
dilakukan satu hari lebih awal daripada donor. Keadaan ini disebabkan karena
pada ternak donor yang telah diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih
cepat yaitu 36 - 60 jam setelah penyuntikan PGF2a , sedangkan pada resipien
berahi biasanya timbul 48 - 96 jam setelah penyuntikan PGF2a
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium, sebagian
diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi di plasenta.
Progesteron menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik (fase sekresi)
pada endometrium uterus, yang mempersiapkan endometrium uterus berada pada
keadaan yang optimal jika terjadi implantasi.
Luteinizing Hormon (LH) berbeda beda menurut sifat kimia dan fisiknya
pada jenis hewan yang berbeda. Berat molekulnya mencapai 30.000 pada domba

31
dan 100.000 pada babi. LH adalah satuan glikoprotein tetapi unsur hidrat arang
tidak penting bagi aktivitas biologisnya karena pengrusakan atau
penyingkiranbagin hidrat arang dari molekul tidak menghilangkan aktivitas LH.
LH bekerja dengan FSH untuk menstimulasi pematangan folikel LH
menyebabklan ovulasai dengan menggertak pemerasan dinding sel dalam
pelepasan ovum. Kerja LH dan FSH untuk menstimulasi pematangan folikel LH
menyebabkan ovulasi dengan menggertak pemerasan didnding sel dalam
pelepasan ovum, yang mungkin juga ikut berpengaruh terhadap pembentukan
corpus luteum yang berasal dari folikel yang sudah pecah (Sigit, 2008).

Progesteron mempunyai peran dominan selama kebuntingan terutama


pada tahap-tahap awal. Apabila dalam uterus tidak terdapat embrio selang
beberapa hari maka PGF2α akan dikeluarkan dari endometrium dan disalurkan
melalui pola sirkulasi ke ovarium yang dapat menyebabkan regresinya corpus
luteum. Apabila PGF2α diinjeksikan pada awal kebuntingan , maka kebuntingan
tersebut akan berakhir. Oleh sebab itu, embrio pregnancy-specific protein B
(PSPB) dan kemampuannya nyata dalam meningkatkan sintesa endomerial dari
prostaglandin E2 (PGE2). PSPB juga cenderung untuk meningkatkan PGF2α,
tetapi peningkatannya tidak signifikan sehingga menghasilkan peningkatan rasio
PGE2 : PGF2α yang favourable bagi pemeliharaan corpus luteum (Marawali,
2001).
PGF2α adalah substansi yang luteotropik dan atau luteoprotektiv pada
sapi. Sebagaimana IFN- λ, PSPB juga berasal dari tropoblast dan sekresinya
dipengaruhi oleh progesteron dengan cara yang sama seperti pengaruhnya pada
IFN- λ. Oleh karena harus dapat berkomunikasi tentang kehadirannya kepada
sistem maternal sehingga dapat mencegah PGF2α yang dapat menginduce
luteolisis. Proses biokimia dimana embriomemberi sinyal kehadirannya inilah
yang disebut sebagai ” maternal recognition of pregnancy” (Hafez, 2000).
Pada sapi, unit embrionik memproduksi suatu protein, yang disebut bovine
interferon- λ dan ovine interferon- λ. Pada kedua spesies tersebut, protein ini
mempunyai perangkat antiluteolitik melalui pengubahan biosintesa prostaglandin
dan pengaturan reseptor uterin-oxytocin. Baik bovine interferon- λ pada sapi
maupun ovine interferon- λ pada domba, telah dilaporkan dapat menghambat

32
sintesa PGF2α dari endometrium. Pada domba, ovine interferon- λ telah terbukti
dapat meningkatkan konsentrasi PGE2 (sebuah hormon antiluteolitik) dalam
plasma darah pada kebuntingan hari ke 13. Sehubungan dengan hal itu, apakah
melalui peningkatan sintesa PGE2 atau penghambatan sintesis PGF2α, rasio
perbandingan yang tinggi antara PGE2 dan PGF2α adalah kondisi yang
mendukung pemeliharaan corpus luteum (fuquay, 2001).
Keberhasilan perkawinan dan proses fertilisasi , diikuti oleh konseptus
yang memberikan sinyal kehadirannya kepada sistem maternal serta memblok
regresi corpus luteum (CL) guna memelihara produksi progesterone oleh sel-sel
lutealnya. Pemeliharaan atau maintenance CL adalah penting untuk
berlangsungnya kebuntingan pada semua spesies ternak. Konseptus mensintesa
atau mensekresi steroid dan atau protein sebagai tanda atau sinyal kehadirannya
pada sistem maternal. Molekul-molekul ini mengatur sintesa dan atau merilis
luteolitik prostaglandin F2ά (PGF2α) dari uterus yang dapat mencegah terjadinya
regresi CL. Selama periode kritis sekresi PGF2α dari uterus, konseptus harus
dapat mengatasi sebagian besar endometrium maternal yang mengatur produksi
PGF2α (Lindsay, 2002).

 Pengamatan Birahi
1. Gejala – Gejala Berahi
Selama estrus, sapi betina menjadi sangat tidak tenang, kurang nafsu
makan, dan kadang – kadang menaiki sapi – sapi betina lain dan akan diam berdiri
bila dinaiki. Vulva tersebut akan membengkak. Memerah dan penuh dengan
sekresi mucus transparan yang menggantung dari vulva atau terlihat di pangkal
ekor. (Achyadi, K. R., 2009)
2. Lamanya Berahi
Lamanya berahi bervariasi pada tiap – tiap hewan dan antara individu
dalam satu spesies. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh variasi-variasi sewaktu
estrus, terutama pada sapi dengan periode berahinya yang terpendek di antara
semua ternak mamalia.
Berhentinya estrus sesudah perkawinan merupakan indikasi yang baik
bahwa kebuntingan telah terjadi. Akan tetapi dapat juga terjadi pada 3 sampai 5 %

33
sapi – sapi yang bunting selama 3 bulan pertama masa kebuntingan walaupun
dapat terjadi dalam bulan–bulan yang lebih tua. (Achyadi, K. R., 2009)
The estrus siklus (juga oestrous siklus; berasal dari bahasa Latin dan
berasal dari oestrus Yunani) terdiri dari berulang fisiologis perubahan yang
disebabkan oleh reproduksi hormon di sebagian besar mamalia plasenta betina.
Manusia mengalami siklus menstruasi sebagai gantinya. Siklus estrus dimulai
setelah pubertas di betina dewasa secara seksual dan disela oleh anestrous fase
atau kehamilan. Biasanya siklus estrus terus sampai mati. Beberapa hewan
mungkin menampilkan vagina berdarah, sering keliru untuk menstruasi, juga
disebut sebagai "periode". (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008)
Mamalia yang sama sistem reproduksi, termasuk regulasi hipotalamus
sistem yang melepaskan gonadotropin releasing hormone di pulsa, yang hipofisis
yang mengeluarkan hormon perangsang folikel dan hormon luteinizing, dan
indung telur itu sendiri melepaskan hormon seks, termasuk estrogen dan
progesteron. Namun, spesies bervariasi secara signifikan di rinci berfungsi. Satu
perbedaan adalah bahwa hewan yang memiliki siklus estrus reabsorb yang
endometrium jika pembuahan tidak terjadi selama siklus. Hewan yang memiliki
siklus haid menumpahkan endometrium melalui menstruasi sebagai gantinya.
Perbedaan lain adalah aktivitas seksual. Dalam spesies dengan siklus estrus,
betina umumnya hanya aktif secara seksual selama fase estrus siklus mereka (lihat
di bawah untuk penjelasan berbagai tahapan dalam siklus estrus). Ini juga disebut
sebagai "dalam panas." Sebaliknya, betina spesies dengan siklus menstruasi dapat
aktif secara seksual setiap saat dalam siklus mereka, bahkan ketika mereka tidak
akan ovulasi. Manusia, tidak seperti spesies lain, tidak memiliki tanda-tanda
eksternal jelas estral penerimaan sinyal pada saat ovulasi (ovulasi tersembunyi).
Penelitian terbaru menunjukkan, bagaimanapun, bahwa perempuan cenderung
memiliki lebih banyak pikiran seksual dan jauh lebih rentan terhadap aktivitas
seksual tepat sebelum ovulasi (estrus). (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008)
Empat fase yaitu :
1. Proestrus
Satu atau beberapa folikel dari ovarium mulai tumbuh. Jumlah mereka
spesifik untuk spesies. Biasanya fase ini bisa berlangsung sebagai sedikit sebagai

34
satu hari atau selama 3 minggu, tergantung pada spesies. Di bawah pengaruh
estrogen lapisan dalam rahim (endometrium) mulai berkembang. Beberapa hewan
mungkin mengalami vagina yang dapat berdarah. Perempuan belum seksual
reseptif. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008)
2. estrus
Estrus mengacu pada tahap bila betina seksual reseptif ( "dalam panas,"
atau "panas" di Inggris). Bawah peraturan oleh gonadotropic hormon, ovarium
folikel yang matang dan sekresi estrogen mengerahkan pengaruh terbesar mereka.
Hewan reseptif menampilkan perilaku seksual, sebuah situasi yang dapat ditandai
dengan perubahan fisiologis terlihat. Sebuah sinyal ciri estrus adalah lordosis
refleks, di mana hewan secara spontan mengangkat dirinya bagian belakangnya.
Dalam beberapa spesies, vulvae adalah memerah. Ovulasi dapat terjadi secara
spontan dalam beberapa spesies (misalnya sapi), sedangkan di lain itu disebabkan
oleh persetubuhan (misalnya kucing). Jika tidak ada persetubuhan dalam diinduksi
ovulator, estrus dapat terus selama beberapa hari, diikuti dengan 'interestrus,' dan
fase estrus mulai lagi sampai sanggama dan ovulasi terjadi. (Bindon, B. M. dan L.
R. Piper., 2008)
3. Metestrus
Selama fase ini, tanda-tanda rangsangan estrogen mereda dan korpus
luteum mulai terbentuk. The uterus lapisan mulai mengeluarkan sejumlah kecil
progesteron. Fase ini biasanya adalah singkat dan mungkin terakhir 1-5 hari.
Dalam beberapa hewan perdarahan dapat dicatat karena menurunnya tingkat
estrogen. (Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008)
4. Diestrus
Diestrus ditandai oleh aktivitas korpus luteum yang menghasilkan
progesteron. Dengan tidak adanya kehamilan pada fase diestrus (juga disebut
pseudo-kehamilan) berakhir dengan regresi korpus luteum. Lapisan di dalam
rahim bukanlah gudang, namun akan mereorganisasi untuk siklus berikutnya.
(Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008)
5. Anestrus
Anestrus mengacu pada fase siklus seksual ketika beristirahat. Ini biasanya
sebuah acara musiman dan dikendalikan oleh paparan cahaya melalui kelenjar

35
pineal yang melepaskan melatonin. Melatonin dapat menahan rangsangan
reproduksi-hari panjang peternak dan merangsang reproduksi di hari pendek
peternak. Melatonin berpikir untuk bertindak dengan mengatur hipotalamus
kegiatan denyut gonadotropin-releasing hormone. Anestrus diinduksi oleh waktu
tahun, kehamilan, laktasi, signifikan sakit, dan mungkin usia. (Bindon, B. M. dan
L. R. Piper., 2008)

 Inseminasi Buatan
Menurut Bandini (2004), Inseminasi Buatan adalah pemasukan atau
penyampaian semen ke dalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-
alat buatan manusia, jadi bukan secara alam. Dalam praktek prosedur IB tidak
hanya meliputi deposisi atau penyampaian semen ke dalam saluran kelamin
betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan pemeliharaan pejantan,
penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengangkutan semen,
Inseminasi, pencatatan dan juga penentuan hasil inseminasi pada hewan betina,
bimbingan dan penyuluhan pada ternak.
Menurut Baret (2004), keuntungan IB sangat dikenal dan jauh melampaui
kerugian-kerugiannya jika tidak demikian tentu perkembangan IB sudah lama
terhenti dan keuntungan yang diperoleh dari IB yaitu daya guna seekor pejantan
yang genetik unggul dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Terutama bagi
peternak-peternak kecil seperti umumnya ditemukan di Indonesia program IB
sangat menghemat biaya di samping dapat menghindari bahaya dan juga
menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan
terbaik untuk diternakkan, pejantan-pejatan yang dipakai dalam IB telah diseleksi
secara teliti dan ilmiah dari hasil perkawinan betina-betina unggul dengan
pejantan unggul pula, dapat mencegah penyakit menular dan calving Interval
dapat diperpendek dan terjadi penurunan jumlah betina yang kawin berulang.
Selama ini pelaksanaan Inseminasi Buatan masih memiliki hambatan antar
lain SK > 2 angka kebuntingan <60% (Affandy, 2006). Untuk meningkatkan
populasi dan mutu sapi perah maupun potong serta dengan memfokuskan
pengguanan bakalan diperlukan petunjuk praktis tentang managemen Inseminasi
Buatan dan juga cara penampungan semennya (Ismudiono, 2000).

36
Menurut Hafez (1993) Inseminasi Buatan (IB) adalah proses memasukkan
sperma ke dalam saluran reproduksi betina dengan tujuan untuk membuat betina
jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami. Konsep dasar dari teknologi ini
adalah bahwa seekor pejantan secara alamiah memproduksi puluhan milyar sel
kelamin jantan (spermatozoa) per hari, sedangkan untuk membuahi satu sel telur
(oosit) pada hewan betina diperlukan hanya satu spermatozoa. Potensi yang
dimiliki seekor pejantan sebagai sumber informasi genetik, terutama yang unggul,
dapat dimanfaatkan secara efisien untuk membuahi banyak betina.
Keberhasilan IB pada ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
kualitas semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan
IB, dan keterampilan tenaga pelaksana (inseminator). Faktor ini berhubungan satu
dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB
juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak
optimal (Toelihere, 1997).
Menurut Ihsan, (2002 : 51) saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi
betina menunjukkan tanda-tanda birahi, petani ternak pada umumnya mengetahui
tingkah laku ternak yang sedang birahi yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C,
4A, yang dimasud adalah abang, abu, anget, dan arep artinya alat kelamin yang
berwarna merah membengkak kalau diraba terasa anget dan mau dinaiki, 2B yang
dimaksud adalah bengak-bengok dan berlendir artinya sapi betina sering
mengeluh dan pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan atau jernih,
1C yang dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi akan
menaiki atau diam jika dinaiki sapi lain.

4.5. Mortilitas dan Motilitas

Mortilitas ialah persentase kehidupan suatu sperma yang hidup


dibandingkan dengan jumlah seluruh sperma yang ada dalam satu tetes atau satu
kali pengambilan. Sedangkan motilitas ialah persentase pergerakan normal
sperma yang digunakan dibandingkan dengan sperma yang hidup.
Sperma spai yang digunakan pada Mortilitas dan Motilitas ialah sperma
sapi Limosin FH Simental dan Bali. Semen yang digunakan yaitu 50 ml.

37
Perlakuan yang dilakukan setelah straw yang berisi sperma dikeluarkan
dari tabung taylor ialah dengan melakukan thawing, perlakuan tahwing tersebut :
o
 Thawing dengan air biasa 37 C dalam 3 detik/1menit

o
 Thawing dengan air hangat 27 C dalam 37 detik/ 1menit

Setelah dilakukan kerja didapatkan hasil sebagai berikut :

SAPI MORTILITAS (%) MOTILITAS (%)


FH 30 7
Simental 10 8

Berikut kriteria semen yang baik


 Sangat baik (+++) : Gelap, geraknya lurus dan berkumpul
 Baik (++) : Bergerak mundur, tipis dan terang
 Sedang (+) : Lebih banayk bergerak mundur
 Kurang baik/mati (0) : Tidak ada pergerakkan sama sekali
Pada sapi Simental setelah amati di bawah mikroskop terlihat bahwa
semen tersebut gelap dan berkumpul pergerakkannyapun lurus nilainya berarti
(+++) dan ini artinya semen sapi simental yang kami amati sangat baik.
Sedangkan pada sapi FH, semen tersebut kebanyak bergerak mundtidak
maju ke depan, tipis dan terang nilainya (++) dan artinya semen ini baik.
Menurut Affandi dan muhamad tang (2002) sperma tidak bergerak dalam
air mani . ketika masuk ke air akan aktif berenang. Pergerakan sperma normal
adalah seperti linear, biasanya pola pergerakanya berbentuk spiral. Daya tahan
hidup spermatozoa dipengaruhi oleh PH, tekanan osmotik, elktrolit, non elektrolit,
suhu dan cahaya. Pada umumnya sperma sangat aktif dan tahan hidup lama pada
ph sekitar 7,0. Motilitas partial dapat dipertahankan pada ph antara 5 dan 10. Suhu
mempengaruhi daya tahan hidup sperma , peningkatan suhu akan meningkatkan
kadar metabolism sehingga dapat menurangi daya tahan hidup sperma. Demikan
juga cahaya matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan memperpendek
umur sperma

38
Motilitas sperma sangat bergantung terhadap lingkungan dan proses
pengawetan serta pembekuan yang cepat dapat melindungi sperma dari kerusakan
akibat dari efek larutan dan pembentukan kristal es yang akan merusak sperma.
Kerusakan sperma juga dapat dipengaruhi oleh temperatur dan pada umumnya
dapat hidup lebih lama pada suhu rendah ( Melati et al 2011).
Terdapat hubungan antara volume semen dengan motilitas spermatozoa ,
yaitu semakin encer semen ikan maka motilitas spermatozoa semakin tinggi
karena spermatozoa memperoleh makanan yang cukupdari plasma semen.
Semakin encer semen maka kadar sodium yang terdapat dalam semen semakin
tinggi, sehingga motilitas dan fertilitas spermatozoa semakin tinggi (Effendi dan
Muhamad Tang 2002).

39
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulan bahwa vagina


buatan ialah metode yang biasa digunakan dan tentunya paling baik digunakan
dalam hal penampugan semen pada ternak. Cara pengerjaannya pun sangat mudah
tetapi harus memerlukan bimbingan yang baik. Organ reproduksi jantan disebut
organagenetitapia masculina, sedangakan betina disebut organagenitallia. Organ
reproduksi jantan terdiri atas testis, epidermis, vasdiferen, ampulla, uretra,
vaskularis, fostata, bulgouretraris, penis, reputium dan skrotum, sedangkan betina
ovarium yang menghasilkan sel telut dan hormon estrogen serta progesteron,
tubafallopi, uterus, servix, vagina dan vulva. Sinkronisasi ialah suatu
pengendalian estrus yang dilakukan pada sekelompok ternak betina sehat dengan
memanipulasi mekanisme hormonal sehingga keserentakkan estrus dan ovulasi
dapat terjadi pada hari yang sama atau dalam kurun waktu 2 sampai 3 hari setelah
perlakuan dilepas sehingga perkawinan atau IB dapat dilakukan. Dengan adanya
IB tentunya akan sangat membantu peternak mengatur jarak kelahiran ternak
dengan baik mencegah terjadinya kawin sapi sedarah. IB dilakukan untuk
menghindari kecelakaan fisik yang disebabkan karena ukuran tubuh pejantan yang
terlalu besar. Mortilitas ialah persentase kehidupan suatu sperma yang hidup
dibandingkan dengan jumlah seluruh sperma yang ada dalam satu tetes atau satu
kali pengambilan. Sedangkan motilitas ialah persentase pergerakan normal
sperma yang digunakan dibandingkan dengan sperma yang hidup.

4.2. Saran

Untuk praktikum selanjutnya diharapkan praktikan mendengarkan pada


saat asdos sedang menjelaskan atau menyampaikan materi yang akan
dipraktikumkan. Selain itu, praktikan juga harus memahami materi yang akan
dipraktikumkan.

40
DAFTAR PUSTAKA

Achyadi, K. R., 2009.Deteksi Birahi pada Ternak Sapi. Tesis MS Pascasarjana


IPB. Bogor.

Affandhy. 2006. Inseminasi Buatan pada Ternak penerbit Erlangga


Andi. 2009. The Male Reproductive system. http:nongue.gsnu . ac . kr / ~ cspark/
teaching/chap3.html
Ax, R. L., M. R. Dally, B . A. Didion, R. W. Lenz, C. C. Love, D . D . Varner, B .
Hafez, and M. E .Bellin . (2000) . Semen Evaluation. In E. S . E. Hafez
and B . Hafez . Reproduction in FarmAnimals. 7hed. Lippincott Williams
& Wilkins . Philadelphia, Baltimore, New 'fork, London,Buenos Aires,
Hongkong, Sydney, Tokyo
Bade. 2001. Fisiologi Reproduksi pada ternak. Angkasa; Bandung
Bandini. 2004. Buku Teks Histologi Veteriner II Edisi Ketiga. UI-Press. Jakarta
BARRET, M. A. and P. J. LARKIN. 2004. Milk and Beef Productions in the
Tropics. Oxford University, Oxford.
Bindon, B. M. dan L. R. Piper., 2008. Physiology Base of Ovarian Response to
PMSG in Sheep and Cattle, In Embryo Tranfer In Cattle, Sheep and
Goats. Aust.Soc. Passpart to the Year 2000. Alltech’s.

Blakely, James and David H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi ke-4. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Bowen, R. A. dan M. H. Pineda., 2010. Deteksion Estrus of Cow. In L. E. Mc
Donald dan M. H. Pineda : Veterinary Endocrinology and Reproduction.
Lea and Febiger. Philladelphia, London.

Brown, 2002. Reproduction in Farm Animal (second edition). Washington State


University Pullman, Washington.

Burhan. 2002. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Campbell, et al . 2003, Biologi, edisi kelima , jilid 2., Jakarta : Erlangga
Cowie, A. T., I. C. Forsyth and I. C. Hart., 2005. Hormon Control Estrus .Berlin
Heidelberg. New York.

Dellman, H. Dieter, Esther M. Brown. 2002. Histology Veteriner. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.
Fajta. 2008.acces from http://health.bayaw.com/. date December, 5, 2010
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta. Bandung.

41
Frandson, 2002. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Frangky, 2003. Anatomy and Physiology of Farm Animals 6th ed. Lippincott
Williams & Wilkins: Philadelphia
Fuquay, J. W. 2001. Applied Animal Reproductoin Fourth Edition. Prentice Hall,
Inc. USA

Gandasoebrata, R., 1984 , Penuntun Laboratorium Klinik , Jakarta : Penerbit Dian


Rakyat
Ganong, W. F., 2003, Fisiologi kedokteran, penerbit Buku Kedokteran EGC .
Jakarta
Guyton, Arthur., 1995 , Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit , Jakarta :
EGC
Hafez, 2000. Reproduction in Farm Animals edisi ke-7. Lea and Febiger.
Philadelphia
Hardjopranjoto, S. 2005. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University
Press. Surabaya
Hunter, F.H.R. 2005. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina
Domestik. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung.

Ihsan. 2002. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Mutiara. Bandung


Iman dan Fahriyan., 2002Siklus Estrus Of Cow. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi IPB. Bogor

Inonu, I. dan L.C. Iniguez., 2010. Sheep Performance at RIAP’s Bogor Research
Fasility, In : Sheep Proliferacy Small Ruminan. CRSP Progress Report
1990-1991

Ismudiono. 2000. Fisiologi Reproduksi Ternak edisi ketiga Fakultas Kedokteran


Hewan Universitas Airlangga Surabaya
James. 2010.acces from http://www.biolreprod.org/. date December, 5, 2010
Lindsay D.R., Entwistle KW and A.Winantea.2002.reproduction in Domestic
Livestock in Indonesia.University of Queenskand Press.Melbourne
Manalu, W. dan M. Y.2010. http://www.mengandung.com/artikel/artikel06-
06.html. BPT. Ciawi. Bogor. Pp:57-62.

42
Marawali, A. 2001. Dasar-Dasar Ilmu reproduksi Ternak. Departemen Pendidikan
Nasional Dirjen Pendidikan Tinggi Badan Kerjasama Pergiruan Tinggi
Negeri Indonesia Timur, Kupang.
Maxwel. 2001. Artificial Insemination of sheep anel Goats Butter Salamoris
Worth. Sydney
Mozes. 1999. Fisiologi Reproduksi TernakNal Bandov , A.V., 1990 , Fisiologi
Reproduksi Pada Mamalia dan Unggas , Jakarta : UI Press
Nuryadi. 2000. Dasar-dasar Reproduksi Ternak. Malang: Universitas Brawijaya
Partodihardjo, S. 2000. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, jakarta
Reis. 2002. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung.

Rimayati. 2005. Ilmu Peternakan Edisi keempat. Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.
Saliasbury, 2005. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah

Mada University Press, Yogyakarta.

Santoso, B.W. 2010. Sistem Reproduksi Sapi Termasuk Perbandingan dengan


Ruminansia Lainnya. available at bhimashraf.blogspot.com diakses
tanggal 4 Oktober 2010

Sigit. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sonjaya, H. 2005. Materi Mata Kuliah Ilmu Reproduksi Ternak. Fakultas


Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. Yogyakarta: FMIPA UNY.

Dellmann Dieter .H, & Brown E.M. 1992.BUKU TEKS HISTOLOGI

VETERINER.Jakarta. UI Press.

Sukra. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio, Benih Masa Depan Direktorat

Sun. 2005.acces. from http://instruction.cvhs.okstate.edu/. date December, 5, 2010

Sustina. 2000. Biologi Reproduksi Fakultas Biologi Unsoed Purwokerto

Sutama, 2001.Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa, Bandung

43
Widayati, D.T, Kustono., Ismaya., S. Bintara. 2008. Handout Ilmu Reproduksi
Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Wodzicka, M, I.K. Sutama, I. G. Putu, T.G. Chaniago. 2001. Reproduksi, Tingkah
laku dan Produksi Ternak Di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Yatim , D.Wildan., 1994 , Reproduksi dan Embryologi , Bandung : TARSITO

44
45
LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM
TEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK

OLEH :
JOKO ZURISTIANTO
E10012025

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2014

46
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan semester
ini tepat pada waktunya. Laporan ini disusun utuk memenuhi tugas dari praktikum
Teknologi Hasil Ternak. Tak lupa pula saya megucapka terimakasih kepada yag
telah memberika bimbingan kepada saya. Saya menyadari bahwa dalam penulisan
laporan ini masih terdapat bayak kesalahan dan kekuranga yang disebabkan oleh
faktor batasan pengetahuan penyusun, maka saya dengan senang hati menerima
kritik ataupun sara yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi generasi mendatang, khususnya bagi
mahasiswa/mahasiswi Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Akhir kata, melalui
kesempatan ini saya penyusun laporan mengucapkan banyak terimakasih.

Jambi, Juni 2014

Joko Zuristianto

47
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .............................................................................. iii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................... 1
1.2. Tujuan dan Manfaat ................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5
III. METODOLOGI PENGAMATAN .............................................. 12
3.1. Waktu dan Tempat ..................................................... 12
3.2. Materi ......................................................................... 12
3.3. Metoda ....................................................................... 12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 15
4.1. Pembuatan Vagina Buatan ......................................... 15
4.2. Alat Kelamin Ternak ................................................. 16
4.3. Histology Ovarium .................................................... 17
4.4. Inseminasi Buatan ..................................................... 18
4.5.Mortilitas dan Motolitas .............................................. 19
V. PENUTUP ..................................................................................... 24
5.1. Kesimpulan ................................................................ 24
5.2. Saran ........................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

48
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Pengawet Alami Pada Telur ................................................. 15


Tabel 2. Pengawetan Dengan Penggaraman ..................................... 16
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Pengawetan dengan Penggaraman . 16
Tabel 4. Hasil Pengamatan pada Praktikum curring ......................... 17
Tabel 5. Pengawetan Dengan Fermentasi ......................................... 18
Tabel 6. Pengawetan Dengan Pengemasan ....................................... 18
Tabel 7. Hasil Pengamatan pada Pengemasan Hasil Ternak dalam
Suhu Kamar ........................................................................ 19
Tabel 8. Hasil Pengamatan pada Pengemasan Hasil Ternak dalam
Suhu Refrigerator ................................................................ 20
Tabel 9. Pengawetan Dengan Pembekuan ........................................ 22
Tabel 10. Pengawetan Dengan Pengeringan ..................................... 23
Tabel 11. Penentuan Kadar Air dengan Infrared Digital Moisture
Balance ................................................................................ 23

49

Anda mungkin juga menyukai