Anda di halaman 1dari 15

RINGKASAN TATA LAKSANA PASTURA

MODUL 3 DAN MODUL 4

OLEH:

FLAVIANA KURFALA NIAN

1605030292

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018

1
MODUL 3: DASAR PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN
(METABOLISME DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERTUMBUHAN TANAMAN)

1.1 Dasar-Dasar Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah merupakan mutu tanah untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh
interaksi sejumlah sifat fisika, kimia dan biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-
akar aktif tanaman. Ada akar yang berfungsi menyerap air dan larutan hara, dan ada yang
berfungsi sebagai penjangkar tanaman.

Kesuburan tanah ditentukan oleh keadaan fisika, kimia dan biologi tanah sebagai
berikut :
a. Kesuburan Fisika
Sifat fisik tanah yang terpenting adalah solum, tekstur, struktur, kadar air tanah,
drainase dan porisitas tanah.
Pengaruh struktur dan tekstur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara
langsugung. Yaitu; Struktur tanah , Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak
yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman
makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Selain itu akar memiliki
kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandiangkan pada
tanah yang padat. Warna adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Biasanya perbedaan
warna permukaan tanah disebabkan oleh perbedaan kandungan bahan organik. Semakin gelap
warna tanah semakin tinggi kandungan bahan organiknya. Warna tanah dilapisan bawah yang
kandungan bahan organiknya rendah lebih banyak dipengaruhi oleh jumlah kandungan dan
bentuk senyawa besi (Fe).
b. Kesuburan Kimia
Sifat kimia tanah meliputi kadar unsur hara tanah, reaksi tanah (pH), kapasitas tukar
kation tanah (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kemasaman.
Salah satu sifat kimia tanah adalah keasaman atau pH (potensial of hidrogen),
Kemasaman tanah merupakan hal yang biasa terjadi di wilayah-wilayah bercurah hujan tinggi
yang menyebabkan tercucinya basa-basa dari kompleks jerapan dan hilang melalui air drainase.
Pada keadaan basa-basa habis tercuci, tinggallah kation Al dan H sebagai kation dominant yang
menyebaabkan tanah bereaksi masam (Coleman dan Thomas, 1970).

2
Di Indonesia pH tanah umumnya berkisar 3-9 tetapi untuk daerah rawa seeperti tanah
gambut ditemukan pH dibawah 3 karena banyak mengandung asam sulfat sedangakan di
daerah kering atau daerah dekat pantai pH tanah dapat mencapai di atas 9 karena banyak
mengandung garam natrium. pH tanah sangat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme
di dalam tanah. Pada pH 5.5 - 7 bakteri jamur pengurai organik dapat berkembang dengan baik
c. Kesuburan Biologi
Sifat biologi tanah meliputi bahan organik tanah, flora dan fauna tanah (khususnya
mikroorganisme penting seperti bakteri, fungi dan Algae), interaksi mikroorganisme tanah
dengan tanaman (simbiosa) dan polusi tanah.
Fungsi organisme dalam kesuburan tanah:
a. berperan dalam siklus energi
b. berperan dalam siklus hara
c. berperan dalam pembentukan agregat tanah
d. menentukan kesehatan tanah (suppressive / conducive terhadap munculnya penyakit terutama
penyakit tular tanah-soil borne pathogen)
1.2 Pengendalian kesuburan Tanah
 jenis tanahdi Timor umunya didominasi oleh tipe tanah Bobonaro dan endapan
alluvial viquequenya yang sangat miskin hara dan rentan terhadap eksploitasi karena
strukturnya yang mudah kering dan basah.
 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya pemupukan:
 Pemupukan hanya diperlukan jika fertilitas tanah rendah
 Pemupukan harus disesuaikan dengan kondisi iklim
 Penyesuaian teknologi pemupukan
 Perhatikan respons tanaman
 Perbaikan kesuburan tanah dapat dilakukan terintegrasi dengan pola-pola seperti
agroforestri sehingga serasah yang dihasilkan dapat membantu menaikkan tingkat
kesuburan tanah. Upaya penyebaran leguminosa yang dapat mengikat N bebas dari
udara juga merupakan cara biologis yang masuk akal. Bukan dengan penggunaan
pupuk buatan.
 Hasil penelitian Gordon (1980) tentang efisiensi penggunaan pertanaman campuran
rumput : legum dibandingkan dengan penggunaan pupuk Urea sebagai sumber N
dalam meningkatkan kesuburan tanah :
 Pertanaman campuran:

3
 Panen persatuan luas lahan lebih rendah dari pupuk Urea (9700 : 13.200 kg
BK/ha).
 Input energi yang diberikan dan biaya, jauh lebih efisien dalam
memperbaiki kesuburan tanah pastura (6814 : 37.940 MJ).
 Adapun alasan penggunaan leguminosa pada padang rumput alam adalah:
 karena leguminosa mampu meningkatkan kandungan nitrogen (N) tanah
sehingga produksi dan nilai nutrisinya akan meningkat.
 pembentukan padang rumput lebih cepat dan kemampuan menutup tanah
(covering) lebih baik sehingga erosivitas tanah dapat berkurang.
 legum juga mengandung fosfor dan kalsium yang lebih tinggi. Imbangan
antara rumput dan leguminosa di padang rumput yang dianggap ideal adalah
60:40
 Beberapa keuntungan penanaman campuran rumput dan leguminosa :
 Memperbaiki unsur Nitrogen dalam tanah, karena kemampuan leguminosa
untuk mengikat N dari udara.
 Memperbaiki mutu pakan ternak ruminansia, karena kandungan protein dan
mineral lebih tinggi.
 Daerah tropis yang lembab akan membatasi pertumbuhan rumput, namun
dengan percampuran rumput dan leguminosa, leguminosa dapat
memperbaiki pertumbuhan rumput, karena akarnya bisa lebih dalam.
 Tanaman campuran rumput dan leguminosa mampu meningkatkan
kapasitas tampung sehingga satuan ternak per hektar lebih banyak dan total
kenaikan berat badan lebih tinggi
 Pupuk-pupuk mineral
 Kalsium: Untuk mencapai reaksi tanah yang memuaskan, memperbaiki
strukur tanah, mengurangi pengikatan fosfat , memperbesar aktivitas mikro
yang menguntungkan dan menurunkan penyediaan unsur-unsur tambahan
yang penting, misalnya ferrum, mangan, kuprum, Zinkum dan borium
(kapur berlebihan).
 Nitrogen: memberikan hasil terbaik terhadap produksi bahan kering dan
protein kasar .
 Fosfat dan kalium: fosfat dapat mempertinngi kadar fosfor hijauan
sedangkan kalium menaikan produksi. Meningkatnya penyerapan kalium,

4
menurunkan penyerapan kalsium, magnesium dan natrium. Kadar kalium
yang tinggi pada rumput adalah suatu faktor yang dapat memperhebat tetani
rumput. Penurunan kadar magnesium dapat juga menyebabkan
hypomagnesia pada ternak.
 Perlakuan mekanis: dalam rangka pemeliharaan padang penggembalaan yang baik.
 Penggaruan: Tanah dapat digaru dengan ringan pada interval-interval yang teratur
 Untuk menyebarkan kotoran hewan,
 Untuk menghancurkan vegetasi yang telah menutup rapat dan jalinan stolon
yang rapat.
 Pemotongan: Pencegahan terbentuknya bunga dan mendorong pembentukan tunas-
tunas produksi dapat dipertinggi. Cara yang efektif untuk pembasmian tumbuhan-
tumbuhan pengganggu tetapi tidak praktis untuk padang rumput tropika
a) Rumput
Rumput termasuk family Gramineae atau Poaceae, sekitar 10000 spesies,
terbagi ke dalam beberapa subfamily, yang kemudian terbagi lagi ke dalam suku
(tribe), genus, spesies, dan varietas. Rumput-rumput yang sudah dibudidayakan
biasanya diklasifikasikan sebagai cultivar. Contoh dari kedudukan suatu
cultivar di dalam klasifikasi rumput adalah Panicum maximum var. trichoglume
cv. Petrie (green panic).
Subfamily : Panicoideae
Tribe : Paniceae
Genus : Panicum
Species : Maximum
Variety : Trichoglume
Cultivar : Petrie

Tabel 4. Suku (tribe) dan Genus Penting untuk Tanaman Pastura

Subfamily Suku Genus

Pooideae (= Festuceae Lolium, Festuca, Poa, Dactylis


Festucoideae) Aveneae Avena, Holcus
Agrostideae Agrostis
Phalarideae Phalaris

5
Panicum, Brachiaria, Digitaria,
Panicoideae Paniceae Paspalum, Setaria, Pennisetum,
Cenchrus
Imperata, Saccharum, Sorghum,
Andropogoneae
Zea
b) Leguminosa
Family Leguminosae atau Fabaceae merupakan terbesar ketiga (setelah
Orchideae dan Compositae) dari tanaman-tanaman berbiji, yaitu sekitar 17000
speies. Family ini termasuk ordo Leguminales dan terbagi ke dalam tiga
subfamily (Tabel 5).
Tabel 5. Subfamily dan Genus Penting Dalam Family Leguminosae
Subfamily Genus
Caesalpinioideae Bauhinia, Cassia, Calliandra, Caesalpinia
Mimosoideae Acacia, Mimosa, Leucaena
Papilionoideae Trifolium, Medicago, Centrosema,
Desmodium, Macroptilium, Stylosanthes

Caesalpinioideae dan Mimosoideae adalah pohon dan semak (shrub) utama


daerah tropis.. Subfamily terbesar dan terpenting adalah Papilionoideae dimana
kebanyakan spesies daerah temperate termasuk di dalamnya.

Tabel 6. Jumlah Genus dan Spesies, Persentase Pohon Dan Semak, Serta
Spesies Yang Terdapat Dalam Subfamily Leguminosae Di Daerah Tropis
Jumlah Persentase Persentase
Subfamily Jumlah Genus
Spesies pohon & semak daerah tropis
Caesalpinioideae 143 2.000 97 96
Mimosoideae 56 3.000 95 95
Papilionoideae 440 12.000 38 37
Total 639 17.000 55 53
Pusat dari tempat asal leguminosa daerah temperate adalah wilayah Mediterania bagian
timur (Trifolium, Medicago). Untuk spesies daerah tropis, berasal dari Amerika Tengah dan

6
amerika Selatan (Stylosanthes, Desmodium, Centrosema, Leucaena), dan beberapa genus
penting lainnya (Pueraria, Lotononis, Neonotonia) berasal dari Afrika dan Asia.
 Lemma.
 mempunyai kisaran ragam yang luas dalam hal struktur dibandingkan
dengan gluma atau palea pada rumput yang berbeda sehingga dapat
digunakan sebagai dasar identifikasi dari jenis rumput-rumputan.
 Struktur yang fertil akan melindungi biji, mempunyai janggut.; Janggut ini
merupakan rambut pendek yang keras dan kaku
 Palea
 Strukturnya lebih seragam dibanding dengan lemma.
 Pada sebagian besar rumput-rumputan palea lebih kecil atau lebih pendek
daripada lemma, lebih lemah strukturnya dengan semacam pisau tajam
dekat bagian pinggir tiap-tiap sisinya.
 Bunga.
 pada jenis rumput-rumputan sebagian besar terdiri dari lodikula, stamen
dan pistil.
 Pada umumnya terdapat dua buah lodikula. Penyerbukan biasanya terjadi
akibat lodikula menjadi bengkak (swollen) dan menekan bagian lemma dan
palea untuk mengeluarkan stamen dan pistil.
 Stamen biasanya berjumlah 3 buah dan sangat jarang berjumlah satu, dua
atau enam. Akan tetapi selalu hanya ada satu pistil yang menyanggah pada
atau dekat bagian ujung dua ovary style (jarang ada yang tiga atau satu) dan
berbulu atau seperti sikat pada stigma.

c) Biji
Buah rumput-rumputan umumnya disebut biji yang macamnya sangat
bervariasi. Tiap-tiap buah atau butiran berisi satu biji dan terdiri dari jaringan
padat berpati yang disertai berbagai lapisan tipis. Pada beberapa jenis rumput,
butiran buah ini bebas dari lemma dan palea, sedangkan pada beberapa jenis
lainnya melekat pada lemma dan palea atau mungkin melekat pada satu atau
kedua-duanya dari lemma dan palea tersebut.

7
MODUL 4: TATALAKSANA PADANG PENGGEMBALAAN ASPEK PENGENDALIAN
PENGGEMBALAAN

1. Pengaturan Stoking Rate


 Mengatur tekanan penggemballaan atau mengatur perumputan merupakan hal
terpenting dalam penggendalian ternak. Atau dikenal dengan istilah stocking rate.
 Stocking rate didefinisikan oleh Society for Range Management (1974) sebagai
jumlah lahan yang dialokasikan untuk setiap unit ternak pada satu periode
penggembalaan dalam setahun (UT/ha). Satuan stocking rate adalah UT/ha.
 Stocking rate menunjukkan hubungan antara jumlah ternak yang ada/ merumput pada
suatu saat tertentu & pada satuan luas tertentu (AU/ha).
 Pengaruh Tekanan Penggembalaan Terhadap Produktivitas Ternak
Penggembalaan berat :
 Penurunan nilai nutrisi pakan.
 Menekan pertumbuhan hijauan
 Menghasilkan berat badan yang rendah, baik persatuan luas maupun perekor ternak
 Erosi tanah.
 Di Timor Barat belum ada data yang valid & komprehensif tentang tingkat tekanan
penggembalaan di padang penggembalaan; Kenapa:
 Penggunaan padang penggembalaan secara komunal di Timor Barat
menyebabkan kesulitan dalam menduga jumlah ternak yang merumput di satu
wilayah tertentu.
 Padang penggembalaan selalu terinterupsi oleh pohon dan atau bentuk
penggunaan lahan yang lain, terutama ladang yang berpagar
 Under Grazing Suatu keadaan yang menunjukan bahwa jumlah ternak yang
dilepaskan pada suatu luasan padang rumput masih kurang bila dibanding dengan
jumlah hijauan yang tersedia.
Kerugian Under Grazing
 Jumlah hijauan yang tersedia tdk seluruhnya dimanfaatkan ttp terdpt sisa
hijauan yang tdk termakan.

 Terdpt tanah2 yang gundul, ttp dilain tempat terdpt luasan tanah yang
ditumbuhi hijauan yang tlh tua yang tdk dimakan ternak

8
 Over Grazing : Suatu keadaan yang menunjukan bahwa jumlah ternak yang
dilepaskan pada suatu padang rumput melebihi kemampuannya menyediakan Hijauan
atau suatu keadaan jumlah ternak yang dilepaskan melebihi daya tampung padang
rumput yang bersangkutan
 Over Grazing :Ternak akan mengkonsumsi rumput yang kualitasnya rendah, sehingga
produksi/animal rendah tapi karena jumlah hewan lebih banyak maka produksi /
luasan lahan tinggi, sehingga bisa menurunkan umur pastura
Kerugian Over Grazing
• Padang rumput berubah menjadi padang herba (weeds).

• Melemahkan pertumbuhan hijauan berumur panjang/perenial yang lebih palatabel yang


akar-akarnya lebih masuk ke dalam tanah, dan akan digantikan hijauan yang berumur
pendek (annual), akar dangkal dan nilai gizinya rendah.

• Padang rumput menjadi gundul dan bahaya erosi lebih besar.

Musim hujan : Under grazing

Musim kemarau : Over grazing

Kebutuhan (kg/ekor/hr) Tersedia Kesimpulan

50 40 over grazing

40 60 under grazing

2. Beberapa cara untuk mengontrol masalah overgrazing atau undergrazing


Pengaturan Metode Penggembalaan

• Hollechek et al (1989) pengaturan penggembalaan : upaya untuk mengatur masa


keseimbangan antara masa merumput (stay), menunda perumputan (deferment),
istirahat (rest) dan pergiliran (rotasi) pada suatu padang penggembalaan sehingga setiap
bagian lahan memiliki kesempatan untuk bertumbuh & menutupi permukaan tanah.
• Pada terminologi seperti diatas maka sebenarnya semua padang penggembalaan
memiliki masa istirahat.

9
Macam-macam Sistem Penggembalaan :

1. Sistem Penggembalaan kontinu (continous grazing/set stocking) : suatu sistem yang


sederhana dimn ternak dilepas di daerah padang penggembalaan yang sama untuk jangka
waktu yang lama & tanpa ada pembatasan/ pembagian untuk sepanjang musim.
• Pengelolaan sangat minim & peningkatan hanya melalui pemupukan.
Kerugian :

• Tingginya selektivitas merumput mengakibatkan kerusakan padang penggembalaan


akibat grazing akan lebih besar dibanding sistem lain, shg komposisi botanis menurun.
• Timbulnya caplak & serangan cacing nematoda yang menimbulkan kerugian pd ternak
yang digembalakan.
2. Sistem Penggembalaan Bergilir (rotational grazing) : suatu sistem tatalaksana
penggembalaan yang intensif dengan hijauan yang sengaja ditanam yang dilakukan pada
padang penggembalaan permanen yang telah diperbaiki/temporer.
• Pada sistem ini, sebagian besar pastura dibiarkan beristirahat & tumbuh, sedangkan
sebagian kecil digembalai & karenanya defoliasi berlangsung dengan cepat.
• Setiap petak digembalai selama 3-7 hari, secara bergillir dari satu petak ke petak
lainnya.
• Panjang periode penggembalaan tergantung dari jumlah ternak yang digembalakan &
kecepatan pertumbuhan hijauan.
Tujuan dari cara ini : untuk menggunakan padang penggembalaan pada waktu hijauan
masih muda & bernilai gizi tinggi serta untuk memberikan waktu yang cukup untuk
tumbuh kembali.

Keuntungan :

• Memberi kesempatan pada tunas2 & daun untuk peremajaan kembali.


• Hijauan yang dapat dimanfaatkan lebih banyak dengan memperkecil kerusakan padang
rmpt.
• Menghindari terjadinya overgrazing dan undergrazing .
• Dapat membantu dalam pengontrolan parasit ternak.
• Memudahkan pengawetan HMT.
• Dapat memberikan hijauan yang tinggi kandungan nutrisinya melalui penempatan pada
padang rumput yang ideal.

10
• Pola penggembalaan di Timor barat didominasi oleh penggembalaan kontinu. Akan
tetapi hal ini tidak berarti bahwa padang rumput tidak diberi kesempatan beristirahat,
hanya saja istirahat tidak ditentukan/diskenariokan sejak awal.
3. Sistem penggembalaan jalur (Strip grazing) : sistem penggembalaan bergilir yang lebih
intensif dengan menggunakan pagar listrik yang dapat dipindahkan 1x atau 2x sehari, dapat
di tempatkan di depan atau dibelakang. Dikenal dengan “ close folding “.
• Dengan demikian jumlah hijauan yang disediakan bagi ternak terbatas, kesempatan
ternak memilih hijauan ditekan serendah mungkin, penggunaan padang penggembalaan
merata & kerusakan karen injakan serta pencemaran kotoran ternak lebih sedikit.
• Penggembalaan jalur hanya bermanfaat di padang penggembalaan yang bernilai gizi
tinggi & sangat produktif.
• Agar hijauan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, maka strip yang digunakan harus
sempit & panjang. Hal ini untuk mencegah penghamburan hijauan karena injakan.
Keuntungan :

• Lebih efisien dalam pemanfaatan hijauan + 25%.


• Stabilitas susu dapat diperbaiki, sebab nilai gizi padang penggembalaan konstan.
4. Sistem penggembalaan berpantang (deffered grazing/ Stockpile grazing) :

• Suatu modifikasi dari rotational grazing yang dilakukan dengan menyisihkan petak-
petak tertentu untuk digunakan pd fase berikutnya
• Caranya : misalkan dari 4 paddock, salah satu dikecualikan dalam rotasi diawal musim,
untuk digunakan pd wkt yang akan datang ( ABC-ABC-DD).
• Pd wkt produksi hijauan tinggi mk hanya 3 paddock yang disertakan dalam rotasi,
sedangkan paddock ke 4 dibiarkan tumbuh.
• Setelah 2 grazing cycle pd masing-masing (3 paddock pertama), baru paddock ke 4
digembalai.
• Cara ini hanya diperhitungkan bahwa hijauan padang penggembalaan ke 4 akan tua &
kualitas rendah; untuk pembuatan “standing hay” (hay yang diperoleh dengan cara
membiarkan HMT menjadi kering di tempat tumbuhnya tanpa dipotong terlebih
dahulu).
• Cara tersebut juga digunakan sebagai usaha untuk memperbaiki padang
penggembalaan alam:
• dengan memberi kesempatan kepada tanaman-tanaman untuk menjadi tua sebelum
digembalai, ketegarannya dibangun, sistem perakarannya dapat berkembang &

11
kecambah yang berasal dari biji yang jatuh dengan sendirinya ke tanah dapat
berkembang.
5. Paddock grazing :

• Jumlah paddock (pastura kecil-kecil) berkisar antara 21-28, dengan luasan yang kecil-
kecil dan relatif terhadap total pastura.
• Setiap paddock dipagari & masing-masing diberi tempat air minum. Bila terdapat 28
paddock :1 paddock/hr & 27 hari istirahat. Bila stocking rate rata-rata keseluruhan 5
ekor/ha maka SR/paddock/hr menjadi 40 ekor.
• Bila pertumbuhan HMT cepat, satu atau beberapa paddock dapat dilewati. Pemupukan
diperlukan lebih banyak daripada sistim rotasi.
6. Rigid rotational grazing :

• Merupakan modifikasi dari rotasi grazing.


• Paddock dibagi 4, tapi luas untuk digembalai / hari dibatasi oleh pagar kawat berlistrik
(electric fence) berarus lemah yang dapat dipindah-pindah. 7-10 hr/paddock. Sistim ini
dikenal dengan wye college system (England).
Penggembalaan Anak - Induk Bergilir :

• Merupakan modifikasi penggembalaan bergilir.


• Untuk anak-anak domba yang masih menyusu, memungkinkan produksi berat hidup
yang sangat tinggi.
• Anak-anak domba tersebut diperbolehkan merumupt lebih dahulu pada padang
penggembalaan yang baru, sebelum domba-domba induknya, yang geraknya teratur
dengan pemagaran.
Zero grazing (cut and Carry) :

• Suatu sistem dimana hijauan dipotong dan diberikan kepada ternak yang dikandangkan.
Pengaturan Distribusi Ternak

• Diperlukan ketika pastura ingin dirumputi secara merata.


• DD maka efek perataan penggunaan dapat :
• Memperkecil resiko tekanan penggembalaan lebih & kurang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran ternak (Hollecheck et al., 1989) :

1. Jarak dr sumber air.


• Savana di Timor Barat memiliki keterbatasan sumber daya air; titik air sangat jarang.

12
• Jika ada titik air maka di tempat tersebut terjadi gejala overgrazing , erosi & reduksi
gain atau feed intake yang rendah.
• Barnes (1914) rekomendasikan : daya jelajah max 1,6 km di daerah topografi kasar &
3,2 km di daerah datar.
• Di daerah range pegunungan Oregon Goebel (1956) menyarankan 0,8-1,2 km.
• Hollecheck et al. memberi angka perbandingan bahwa sapi yang menjelajah 1,6 km
guna mencapai titik air mendapatkan ADG 0,76 kg/hr/ekor sedangkan sapi yang
menjelajah kurang dr jarak itu mendpt ADG 0,87 kg/hr/ekor.
• Di Timor Barat sumber air bagi ternak : parit-parit kecil yang berisi air hanya selama
musim hujan terdapat pada hampir semua padang savana, DAS besar yang hidup
sepanjang tahun, mata-mata air yang biasanya terdapat di kawasan hutan lindung
(dibatasi oleh regulasi kehutanan). Oleh karena daya jelajah ternak mendapat air bisa
lebih panjang dan jauh dari standar di atas.
• Kemungkinan lain : ternak memenuhi kebutuhan airnya dengan memanfaatkan air
metabolis dari pakan hijauan yang dikonsumsinya.
2. Topografi.
• Membatasi minat ternak untuk merumput, walaupun hal ini sangat tergantung kepada
agility ternak itu sendiri.
• Pada umumnya ternak lebih menyukai merumput di daerah datar dengan tipe
kemiringan tidak lebih dr 10% (Julander & Jeffrey, 1964).
• Semakin besar tingkat kemiringan lahan, semakin enggan ternak untuk merumput.
• Di Indonesia termasuk Timor Barat : tidak ada data tentang hal ini.
• Topografi Timor hampir 40% : lebih dari 15-40%. Ole karena itu ternak harus
mengeluarkan energi yang cukup besar ketika harus menjelajah di daerah miring seperti
itu.
3. Tipe Vegetasi.
• Pada dasarnya ternak lebih suka untuk merumput di komunitas yang menyediakan
hijauan yang palatabel dan bernilai nutrisi tinggi.
• Pada tempat-tempat yang terbuka ternak lebih suka merumput, dibanding tempat-
tempat yang agak ternaungi kanopi.
• Disini letak peluang penataan penggembalaan di kawasan savana : mula-mula ternak
merumputi daerah terbuka sementara daerah berkanopi ditunda dan baru dirumputi
pada giliran berikutnya.

13
• Hambatan bagi ternak untuk mencari tipe vegetasi kesukaannya semata hanya dibatasi
oleh pagar ladang, regulasi kehutanan dan api.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi ternak tersebut maka pola
penyebaran ternak yang disarankan untuk diadopsi di savana seperti di Timor Barat :

 menambah jumlah titik air,


 pemagaran,
 strategi suplementasi,
 rotasi perumputan,
 pembakaran terkontrol guna meningkatkan titik ketersediaan hijauan palatabel,
 fertilisasi atau upaya lain untuk meningkatkan kesuburan tanah serta mengubah
komposisi vegetasi agak lebih banyak tumbuh tanaman palatabel,
 kontrol hama dan penyebaran penaungan

DAFTAR PUSTAKA
Agustinus Jacob. 2008. Tanaman Dalam Mengevaluasi Status Kesuburan Tanah. Diambil
dari http://mursitoledi.multiply.com/journal/item/1/jurnal_ ilmu_kesuburan_tanah pada hari
Jumat, 4 Maret 2011
Anonim. 2008. Kesuburan Tanah. Diambil dari www.http://www.golden agro.net63.net pada hari Jumat,
4 Maret 2011
Dian Kusumanto. 2009. Memahami Konsep Kesuburan Tanah. Diambil
dari http://kebunaren.blogspot.com/ pada hari Jumat, 9 Maret 2018

14
15

Anda mungkin juga menyukai