Anda di halaman 1dari 13

CARA MENGUKUR KONSUMSI DAN KECERNAAN PAKAN TERNAK

YANG DIGEMBALAKAN DI PADANG PENGGEMBALAAN


(Tugas Teknik Penelitian Nutrisi dan Makanan Ternak)

Disusun oleh
RIZKI TIKADEWI NOVIANI
22/508540/PPT/01235

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah
berjudul “Cara Mengukur Konsumsi dan Kecernaan Pakan Ternak Yang
Digembalakan di Padang Penggembalaan” dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
saya mengucapkan terima kasih atas bantuan para pihak yang berkontribusi dengan
membantu pencarian data untuk makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi nilai tugas mata kuliah Teknik Penelitian Nutrisi dan Makanan Ternak.
Selain itu, pembuatan makalah juga memiliki tujuan agar menambah wawasan dan
pengetahuan bagi penulis maupun pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maka
saya yakin makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya
mengharapkan kritik dan saran agar makalah semakin lebih baik. Akhir kata, semoga
makalah dapat berguna.
Sleman, 18 Februari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Daftar Isi.....................................................................................................................iii
Daftar Tabel................................................................................................................iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2
II. PEMBAHASAN
2.1 Mengukur Konsumsi Pakan Ternak yang Digembalakan......................................3
a. Mengukur Konsumsi Pakan dengan Metode Perbandingan Berat Badan....3
b. Mengukur Konsumsi Pakan dengan Metode Fecal Techniques...................4
2.2 Mengukur Kecernaan Pakan Ternak yang Digembalakan .....................................5
III. KESIMPULAN.....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kebutuhan dan Konsumsi Energi dan Protein sapi Bali calon induk di
BPT.............................................................................................................................3
Tabel 2. Konsumsi hijauan di padang penggembalaan jika kebutuhan BK 3% dari
BB pada akhir musim
kemarau......................................................................................................................5
Tabel 3. Rataan Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik......................................7
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeliharaan ternak ada berbagai macam yaitu intensif, semi-intensif, dan
ekstensif. Untuk pemeliharaan secara ekstensif yaitu dengan cara digembalakan pada
lahan terbuka atau padang penggembalaan. Berbeda dengan pemeliharaan secara
intensif yang lebih mudah untuk mengatur manajemen pakan karena ternak tidak
berpindah-pindah dan hanya dikandangkan, pemeliharaan secara digembalakan
memerlukan beberapa metode untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut.
Tujuan diketahuinya konsumsi pakan adalah agar dapat mengetahui kondisi ternak
seperti tingkat palatabilitas, produktivitas dan kesehatan ternak. Pemeliharaan ternak
secara ekstensif juga sangat mengandalkan berbagai faktor seperti cuaca, produktivitas
tanaman, daya tampung dan rotasi manajemen pastura.
Sumber utama hijauan makanan ternak tersebut adalah padang rumput alam.
Sebagai sumber utama hijauan, padang rumput alam sering digunakan tanpa ada
mekanisme pengontrolan terhadap ternak. Hal ini sering terjadi jika penggunaan
padang rumput dilakukan secara ekstensif (tradisional) yang umumnya terjadi di
padang-padang rumput tropika. Akibat penggunaan tanpa kontrol tersebut sering
terjadi kasus-kasus penggembalaan berlebihan (over grazing) ataupun penggembalaan
kurang (under grazing) yang sama-sama berpotensi menurunkan produksi hijauan
padang rumput alam bahkan mengancam kelestarian sumber daya padang rumput itu
sendiri (Ati et al., 2018).
Lahan kering di musim kering merupakan lahan yang miskin unsur hara
sehingga produktivitas hijauan rendah. Kondisi demikian mengakibatkan ketersediaan
pakan ternak terbatas ditambahkan lagi peternak dengan tatalaksana pemeliharaan
secara tradisional sehingga produktivitas ternak yang dipelihara pada padang
penggembalaan relatif rendah, dengan tingkat pertumbuhan <5 kg/hari. Sehingga
pemeliharaan secara ekstensif memerlukan kehati-hatian khusus (Rauf et al., 2016).
Berdasarkan pemikiran ini maka telah dilakukan pencarian materi yang
bertujuan untuk mengukur konsumsi dan kecernaan ternak yang digembalakan di
padang penggembalaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengukur konsumsi pakan ternak yang digembalakan di padang
penggembalaan?
2. Bagaimana cara mengukur kecernaan pakan ternak yang digembalakan di padang
penggembalaan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah teknik penelitian nutrisi dan makanan ternak
2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang pemeliharaan ternak secara
ekstensif/digembalakan
3. Untuk mengetahui cara mengukur konsumsi pakan ternak yang digembalakan di
padang penggembalaan
4. Untuk mengetahui cara mengukur kecernaan pakan ternak yang digembalakan di
padang penggembalaan
II. PEMBAHASAN

2.1 Mengukur Konsumsi Pakan Ternak yang Digembalakan


a. Mengukur Konsumsi Pakan dengan Metode Perbandingan Berat
Badan
Pada penelitian Evaluasi Kecukupan Nutrisi Sapi Bali Dara di BPT-HMT
Serading di Kabupaten Sumbawa konsumsi pakan di padang penggembalaan diperoleh
dengan cara menghitung selisih antara berat ternak sebelum dan sesudah
digembalakan.
Pemberian pakan untuk sapi bali calon induk pada saat dikandangkan
bervariasi mulai dari jumlah dan jenis pakan. Hal ini disesuaikan dengan ketersediaan
pakan yang ada. Karena saat ini adalah musim kemarau, maka penyediaan pakan harus
benar-benar disesuaikan agar ternak yang lain tidak kekurangan pakan. Pada minggu
pertama sampai dengan minggu ke-5 pakan utama yang diberikan adalah 100% hanya
rumput raja. Mulai minggu ke-6 sampai minggu ke-8 pemberian rumput raja mulai
dikurangi namun ditambah dengan pemberian jerami jagung dan lamtoro dengan
persentase berturutturut sekitar 69%, 20% dan 11%.
Dikarenakan ketersediaan rumput raja mulai menipis, maka pada minggu ke-9
pemberian rumput raja dihentikan dengan alasan kurangnya ketersediaan. Sebagai
pengganti rumput raja petugas menyiasati dengan memberikan jerami jagung dalam
jumlah yang banyak ditambahkan dengan pemberian jerami padi dan lamtoro.
Penimbangan ternak dilakukan 3 kali yakni pada awal penelitian, bulan kedua
dan akhir penelitian. Setelah melakukan penimbangan maka lalu didapatkan rata-rata.
Pertumbuhan Bobot Badan Harian (PBBH) sapi bali calon induk adalah sebesar 0,11
kg dengan perhitungan sebagai berikut :

Perbandingan kebutuhan dan konsumsi Energi dan Protein sapi Bali calon
induk di BPT-HMT Serading
Tabel 1. Kebutuhan dan Konsumsi Energi dan Protein sapi Bali calon induk di BPT-
HMT

Hasil perhitungan kebutuhan dan konsumsi pakan sapi bali calon induk yang
dilakukan dengan cara interpolasi menunjukkan bahwa kebutuhan energi dan protein
untuk sapi bali calon induk dengan BB rata-rata 146 kg adalah sebesar 1,77 kcal/kg
dan 189.72 g. dan hasil perhitungan konsumsi pakan didapatkan hasil energi dan
protein sebesar 2,91 kcal/kg dan 251 g. hal ini berarti bahwa nilai konsumsi pakan
lebih besar daripada kebutuhan artinya energi dan protein sudah terpenuhi. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pertambahan bobot badan harian (PBBH) (Yanurianto et
al., 2021).

b. Mengukur Konsumsi Pakan dengan Metode Fecal Techniques


Pada penelitian Produktivitas Padang Penggembalaan Sabana Timor Barat
konsumsi pakan di padang penggembalaan diperoleh dengan metode Fecal
Techniques. Estimasi konsumsi bahan kering (dry matter=DM) di sabana dilakukan
dengan metode Fecal Techniques dengan rumus Minson (Manu et al., 2007):

Estimasi keluaran feses menggunakan external indicator (tracer) yaitu


chromic oxide (Cr2O3) dan dilakukan selama 10 hari.
Keluaran feses/hari = Q/C
Q = jumlah tracer yang diberikan per hari
C = konsentrasi tracer pada sampel feses
Estimasi bahan kering tercerna (digestible dry matter = DMD) dari hijauan
yang digembalakan menggunakan internal tracer (tracer alami) yang tidak tercerna,
dalam hal ini yang digunakan adalah lignin.
X1 = tracer alami di pakan
X2 = tracer alami di feses
Dari data konsumsi di sabana ini diketahui berapa kekurangan bahan kering
selama ternak kambing merumput.
Perhitungan konsumsi dilakukan pada puncak musim kemarau selama 10 hari
pada bulan Oktober. Tracer diberikan sebanyak 10 g/ekor/hari, sampel diambil dari
feses yang baru keluar dari rektum ternak sebanyak ± 10 g setiap pengambilan. Setiap
hari diambil sebanyak 4 kali yaitu pada pukul 06.00, 11.00, 17.00, dan 22.00. Sampel
selama 10 hari dikomposit dan diperiksa tracer alami (lignin) dan tracer chromic
oxide.

Konsumsi BK pada puncak musim kemarau (bulan Oktober)


Tabel 2. Konsumsi hijauan di padang penggembalaan jika kebutuhan BK 3% dari BB
pada akhir musim kemarau

Rata-rata konsumsi dari hasil perhitungan selama musim kemarau berkisar


antara 0,70% sampai 1,94% dari BB, jika kebutuhan BK dari ternak adalah 3% dari
BB, maka selama kemarau ada kekurangan sebanyak 1,06% sampai 2,30% dari BB.
Keadaan ini jelas sangat jauh dari kebutuhan ternak karena pada bulan Oktober ini
ketersediaan hijauan di lapangan sangat sedikit (Manu, 2014).

2.2 Mengukur Kecernaan Pakan Ternak yang Digembalakan


Pada penelitian Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Secara In Vitro
Hijauan Padang Penggembalaan Batu Beringin Desa Sumlili Kecamatan Kupang
Barat, Kabupaten Kupang kecernaan pakan di padang penggembalaan diperoleh
dengan cara prosedur in vitro.
Cairan rumen diambil dari ternak sapi bali jantan yang mengkonsumsi
rumput gajah milik fakultas peternakan Universitas Brawijaya Malang. Pengambilan
cairan rumen dilakukan 3-4 jam setelah pemberian pakan dengan cara memasukkan
selang plastik yang telah disambungkan dengan pompa vakum kedalam mulut ternak
hingga ke dalam rumen lalu di pompa hingga keluar, selanjutnya dimasukkan ke
dalam termos yang sebelumnya di isi air panas, dibawa ke laboratorium lalu, cairan
rumen disaring menggunakan glass – wool dengan kain kasa berlapis, kemudian
dicampur dengan saliva sesuai takaran 1: 4
Prosedur In vitro (sesuai petunjuk Tilley dan Terry, 1963).
1. Timbang sampel untuk kecernaan invitro. Tempatkan 0,5 gr sampel ke
dalam tabung sentrifugi yang telah diberi nomor (duplikat);
2. Tambahkan 50 ml larutan buffer dan cairan rumen (4:1) ke dalam setiap
tabung. Sebelum tabung ditutup dengan karet, dialiri lebih dengan CO2 agar kondisi
dalam tabung diusahakan anaerob. dahulu Kemudian di tabung–tabung ditempatkan
dalam penangas air temperatur 39oC selama 48 jam dan dikocok 2x setiap hari.
Dikerjakan dua tabung blangko, berisi larutan buffer dan cairan rumen;
3. Setelah 48 jam, tabung–tabung diangkat dari penangas air, lalu direndam
dalam air dingin, kadang–kadang dikocok;
4. Tabung diputar dalam sentrifugi pada 2000 rpm selama 15 menit, kemudian
supernatannya diambil untuk selanjutnya di ukur NH3 dan VFA rumen;
5. Tambahkan 2 ml pepsin 5%, kocok pelan dan tempatkan dalam penangas air
atau inkubator pada temperatur 39oC kocok pelan lagi 2 kali pada hari pertama dan 3
kali pada hari kedua. Untuk menghindari penguapan larutan media, tabung disumbat
dengan karet yang sama;
6. Setelah 48 jam tabung diambil, diputar dalam sentrifugi selama 15 menit
pada 2000 rpm, tuangkan supernatan dan tambahkan 50 ml pepsin 0,2% dan 0,1
NHCL;
7. Disiapkan gooch crucible dengan membuat lapisan glass – wool yang terdiri
dari 3- 4 lapis. Cuci glass – wool dengan air disedot dengan pompa vakum, kemudian
dikeringkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 5 jam, dinginkan dalam desikator
dan timbang;
8. Setelah didigesti selama 48 jam, pindahkan isi tabung sentrifugi kedalam
crucible yang kering dan sudah ditimbang. Cuci tabung dan residu dalam crucible
dengan aquades, letakkan crucible dalam oven pengering 105oC selama 1 malam,
dinginkan dalam desikator dan timbang;
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah : kecernaan bahan kering dan
bahan organik secara in vitro. Untuk mengukur kecernaan Bahan Kering (BK) dan
Bahan Organik (BO) menggunakan rumus seperti yang dikemukakan oleh (Tillman,
2001) yaitu:

Keterangan :
BKs dan BOs = Bahan Kering dan Bahan Organik sampel
BKr dan BOr = Bahan Kering dan Bahan Organik residu

Kecernaan Bahan Kering Bahan Organik Secara In Vitro Hijauan Padang


Penggembalaan
Tabel 3. Rataan Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik

Data yang disajikan pada Tabel 3. terlihat bahwa rataan kecernaan bahan
kering 45,72% dan kecernaan bahan organik 47,60%. Hal ini menunjukan bahwa
kecernaan bahan kering, bahan organik hijauan padang penggembalaan Batu
Beringin Desa Sumlili Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang pada musim
hujan tergolong rendah. Menurut Schneider et al., (1984) kecernaan suatu bahan
pakan dikatakan tinggi apabila nilainya di atas 70% dan rendah apabila nilainya lebih
kecil dari 50%.
Rendahnya kecernaan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dalam
penelitian ini disebabkan karena dalam penelitian ini dilakukan pada awal musim
penghujan sehingga rumput belum bertumbuh secara optimal dan masih tercampur
dengan sisa rumput kering pada musim kemarau dengan kandungan serat kasar yang
cukup tinggi sehingga menurunkan kecernaan zat-zat pakan lainnya seperti protein
kasar lemak kasar karbohidrat dan BETN yang merupakan komponen penyusun
bahan kering dan bahan organik (Ati et al., 2018).
III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut:
Cara mengukur konsumsi pakan ternak ada dua cara yaitu dengan melakukan
perbandingan selisih berat badan pada saat sebelum diberikan pakan dan sesudah
diberikan pakan. Lalu, ada juga dengan metode Fecal Techniques menggunakan alat
bantu seperti tracer yang sebagai penanda berwarna sehingga ketika ternak melakukan
defekasi dapat terlihat berapa banyak tracer yang tersisa maka dapat diketahui
konsumsi pakan ternak tersebut. Kemudian, cara mengukur kecernaan pakan ternak
yaitu salah satunya dengan cara melakukan prosedur in vitro. Mengambil cairan
rumen dari luar dengan menggunakan selang lalu dilakukan analisis di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Ati, A., Manggol, Y., dan Osa, D. 2018. Kecernaan bahan kering dan bahan organik
secara in vitro hijauan padang penggembalaan batu beringin desa sumlili
kecamatan kupang barat, kabupaten kupang. Jurnal Nukleus Peternakan.
5(2):155-162.
Manu, Arnold E. 2014. Produktivitas padang penggembalaan sabana timor barat.
Pastura. 3(1): 25 - 29.
Rauf A., Priyanto R., dan Karti P.D.M.H. 2016. Produktivitas sapi bali pada system
penggembalaan di kabupaten bombana. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan. 3(2): 100-105.
Schneider, P.L., Beede, D.K., Wilcox, C.J., Collier RJ. 1984. Influence of dietary
sodium and potassium bicarbonate and total potassium on heat-stressed
lactating dairy cows. Journal of Dairy Science. 67: 2546-2553.
Tilley, J.M.A. dan Terry, R.A. 1963. A two stage technique for the in vitro digestion
of forage crops. Journal of the British Grassland Society. 1(8): 104-111.
Tillman, A.D. 2001. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua. UGM-Press,
Yogyakarta.
Yanuarianto, O., Sofyan, Amin M., Dilaga S.H., Dahlanuddin dan Suhubdy. 2021.
Evaluasi kecukupan nutrisi sapi bali dara yang dipelihara di bpt-hmt serading
kabupaten sumbawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia. 7(1):
9-18.

Anda mungkin juga menyukai