Anda di halaman 1dari 5

TUGAS INSTRUMENTASI NUTRISI DAN MAKANAN

TERNAK

PCR dan qPCR Serta Pemanfaatannya di Bidang


Peternakan

Oleh
RIZKI TIKADEWI NOVIANI
22/508540/PPT/01235

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
TAHUN 2023
Pengenalan Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR atau Polymerase Chain Reaction adalah suatu proses sintesis
enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in
vitro. Dengan PCR suatu fragmen DNA yang ada dalam komplek makromolekul
genum dari berbagai sumber makhluk hidup (bakteri, virus, tumbuhan, dan hewan)
menjadi 2n kali lipatnya secara enzimatis. Teknologi ini disebut sangat sensitif
karena hanya dengan secuplik DNA sudah dapat mendapatkan jutaan kopi DNA
baru. Sejak pertama kali ditemukan oleh Kary Banks Mullis 32 tahun silam,
teknologi PCR telah merevolusi semua aspek biologi molekular di seluruh dunia.
Para ilmuwan bersepakat bahwa penemuan teknologi PCR pantas disejajarkan
dengan penemuan utas DNA (Deoxyribonucleic acid) oleh James D. Watson and
Francis Crick pada 1953. Pada awalnya hanya digunakan untuk melipatgandakan
molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga akhirnya dapat
digunakan untuk melipatgandakan dan menentukan kuantitas molekul mRNA.
(Budiarto, 2015).
Prinsip Kerja PCR
Prinsip dasar PCR adalah sekuen DNA spesifik diamplifikasi menjadi dua
kopi selanjutnya menjadi empat kopi dan seterusnya. Pelipatgandaan ini
membutuhkan enzim spesifik yang dikenal dengan polimerase. Polimerase adalah
enzim yang mampu menggabungkan DNA cetakan tunggal, membentuk untaian
molekul DNA yang panjang (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014). Enzim ini
membutuhkan primer serta DNA cetakan seperti nukleotida yang terdiri dari empat
basa yaitu, Adenine (A), Thymine (T), Cytosine (C), dan Guanine (G) (Gibbs,
1990). Reaksi amplifikasi ini dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan
yang berantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian suhu diturunkan sehingga
terjadi penempelan primer (annealing) pada DNA cetakan yang berantai tunggal.
Selanjutnya suhu dinaikkan kembali sehingga enzim polimerase melakukan
proses polimerase rantai DNA yang baru. Rantai DNA yang baru tersebut
selanjutnya sehingga cetakan bagi reaksi polimerase berikutnya (Yuwono, 2006).
Secara teknis perbanyakan DNA dengan PCR memerlukan tujuh
komponen yaitu (1) template/cetakan DNA yang akan diperbanyak, (2) enzim DNA
polimerase tahan panas, (3) satu pasang primer, (4) dNTP, (5) kofaktor MgCl2, (6)
larutan penyangga dan (7) air. Ke-tujuh komponen tadi dicampurkan di dalam
tabung ukuran 200 µL dalam kondisi dingin sebelum dilakukan PCR di dalam
mesin thermal cycler. Metode konvensional perbanyakan DNA dengan PCR terdiri
dari tiga langkah yang diulang untuk suatu siklus tertentu yaitu (1) denaturasi
cetakan/template DNA pada suhu 94-95 oC, (2) annealing/penempelan primer-
primer pada segmen tertentu DNA menggunakan suhu spesifik (suhu spesifik ini
didapatkan dari nilai - Tm primer dikurangi 5 oC) dimana fragmen DNA akan
diperbanyak, dan (3) polimerasipada suhu 72 oC yaitu suhu optimal enzim untuk
memanjangkan primer-primer yang sudah menempel tadi (Budiarto, 2015).
Adapun waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu langkah ke
langkah selanjutnya dalam satu kali siklus PCR adalah bergantung pada mesin
PCR tetapi secara umum durasi denaturasi biasanya paling lama 30 detik, durasi
annealing sangat bergantung pada spesifikasi dan panjang primer yang dibuat
tetapi untuk mudahnya durasi tidak kurang dari 15 detik dan tidak lebih lama dari
1 menit, sedangkan durasi polimerasi sangat ditentukan oleh panjang fragmen
DNA yang dihasilkan dan secara kasar ditetapkan untuk memperbanyak fragmen
DNA dengan ukuran 1 kb dibutuhkan durasi 1 menit tergantung pada jenis enzim
polimerase yang digunakan (Pelt-Verkuil et al. 2008). Tahapan proses PCR dapat
dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Proses Polymerase Chain Reaction


Keberhasilan suatu proses PCR sangat tergantung dari primer yang
digunakan. Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen
DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-
OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA. Perancangan
primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui ataupun dari
urutan protein yang dituju. Data urutan DNA atau protein bisa didapatkan dari
database GenBank. Apabila urutan DNA maupun urutan protein yang dituju belum
diketahui maka perancangan primer dapat didasarkan pada hasil analisis homologi
dari urutan DNA atau protein yang telah diketahui mempunyai hubungan
kekerabatan yang terdekat (Handoyo dan Rudiretna, 2000).
Perbedaan dengan qPCR
Real time PCR atau quantitative real time PCR (qPCR) merupakan salah
satu metode PCR yang kini sudah banyak diaplikasikan dalam biologi molekuler.
Pada metode qPCR, peneliti tidak hanya dapat mendeteksi keberadaan suatu gen
tertentu tetapi juga mengetahui kuantitas gen target pada sampel hingga
membandingkan ekspresi gen pada sampel.
Sama dengan PCR biasa atau PCR konvensional, konsep PCR pada
qPCR berdasar pada kemampuan DNA polymerase untuk mensintesis DNA dari
template yang tersedia. Yang membedakan adalah bagaimana data hasil
amplifikasi dapat dianalisis oleh peneliti. Sebagai contoh, pada PCR konvensional
setelah proses termal (denaturasi, annealing/penempelan, dan elongasi) selesai,
biasanya produk PCR akan diproses lebih lanjut menggunakan gel elektroforesis
dan kemudian akan muncul band produk yang dapat dibandingkan dengan band
kontrol atau standar.
Pada qPCR, peneliti dapat mengobservasi proses akumulasi produk PCR
bersamaan dengan terjadinya proses amplifikasi sehingga ketika alat selesai
bekerja, data hasil amplifikasi dapat langsung dianalisis. Hal ini tentunya
mempersingkat waktu eksperimen dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kontaminasi karena meniadakan proses gel elektroforesis. Fluoresens yang
terdapat pada reagen PCR juga memungkinkan keseluruhan proses amplifikasi
terbaca, berbeda dengan jenis endpoint PCR dimana hanya hasil akhir amplifikasi
saja yang dapat diketahui.
Pemanfaataanya di Bidang Peternakan
Teknologi PCR mampu memberi dampak cukup signifikan diawal dekade
penemuannya terutama pada teknologi kloning gen ternak yang semula tidak
mungkin dilakukan menjadi kenyataan yang membawa era baru bioteknologi
kearah yang lebih modern (Bartlett dan Stirling , 2003). Signifikansi teknologi ini
telah menyentuh seluruh ranah penelitian hayati (kesehatan, lingkungan,
pertanian dan peternakan) yang kemudian berkat teknologi ini pula pengurutan
kode genetika ternak berhasil diselesaikan, berbagai jenis obat-obatan baru
ditemukan, spesies-spesies baru berhasil diidentifikasi dan penanganan penyakit-
penyakit berbahaya seperti kanker dan penyakit menular bisa lebih dini dideteksi
(Gibbs, 1990).
Di sisi lain, bidang pertanian terutama kaitannya dengan kebutuhan pokok
ternak seperti tanaman pakan, teknologi ini pun telah mampu berkontribusi nyata.
Perbaikan varietas-varietas hijauan melalui teknologi rekayasa genetika telah
mampu menciptakan hijauan dengan kualitas unggul baik dari sisi nutrisi yang
dikandungnya maupun daya adaptasi yang lebih mumpuni dibandingkan hijauan
sejenis hasil perkawainan alami. Selain aplikasi PCR yang semakin meluas,
teknologi PCR pun terus menurus mengalami perbaikan dan modifikasi mengikuti
tantangan penelitian yang terus berkembang dan dinamis dewasa ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bartlett, J.M.S., dan Stirling D. 2003. PCR protocols : A Short History Of The
Polymerase Chain Reaction. Humana Press. Online Publisher.
Budiarto, B.R. 2015. “Polymerase chain reaction (PCR): perkembangan dan
perannya dalam diagnostik kesehatan”. BioTrends. 6 (2): 29-38.
Gibbs, R. A. 1990. "DNA amplification by the polymerase chain reaction."
Analytical Chemistry. 62 (13): 1202-1214.
Handoyo D. dan Rudiretna A. 2000. Prinsip umum dan pelaksanaan polymerase
chain reaction (PCR). Unitas. 9 (1): 17-29.
Hewajuli, D.A. dan Dharmayanti N.L.P.I. 2014. “Perkembangan teknologi reverse
transcriptase-polymerase chain reaction dalam mengidentifikasi genom
avian influenza dan newcastle diseases”. Wartazoa. 24 (1). 16–29.
Key, S., Ma J.K-C., and Drake P.M.W. 2008. "Genetically modified plants and
human health". Journal of the Royal Society of Medicine. 101 (6): 290-
298.
Ma, X., Qian Q., dan Zhu, D. 2005. "Expression of a calcineurin gene improves
salt stress tolerance in transgenic rice”. Plant Molecular Biology. 58 (4):
483-495.
Pelt-Verkuil, Elizabeth, Alex Van Belkum, dan John P. Hays. 2008. Principles and
Technical Aspects Of PCR Amplification. Springer Science & Business
Media. Online Publishing.
Singh, A.K., Ansari, M.W., Pareek A., dan Singla-Pareek, S.L. 2008. "Raising
salinity tolerant rice: recent progress and future perspectives". Physiology
and Molecular Biology of Plants. 14(1-2): 137-154.
Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta:
Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai