Anda di halaman 1dari 74

BIOMOLEKUL DAN REKAYASA GENETIKA

“RANGKUMAN MATERI”

Disusun Oleh:

Nama : Sonya Monica Liunokas


NIM : 19728251049
Prodi / Kelas : Pendidikan Kimia / C
Mata Kuliah : Biomolekul dan Rekayasa Genetika
Dosen : Dr. Rer.Nat Senam, M.Si.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
A. POLIMERASE CHAIN REACTION
1. Pendahuluan
Polimerase chain reaction adalah reaksi berantai polimerase atau lebih umum
dikenal sebagai PCR (polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau
metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan
organisme. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 Oleh seorang
biokimia Amerika Serikat. Metode PCR dilakukan dengan menyalin sejumlah
kecil DNA, sehingga didapatkan jutaan cetak dari tiap segmen dalam
beberapa jam. Metode ini menjadi penerobosan revolusioner di bidang biokimia
dan genetika serta memungkinkan adanya metode diagnostik baru di
bidang kedokteran dan forensik.
PCR digunakan untuk melipat gandakan satu molekul DNA. Metode ini juga
sering digunakan untuk memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok
sekuen genom. Dengan menggunakan metode PCR dapat diperoleh pelipatgandaan
suatu fragmen DNA (110 bp, 5×109 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan
20 siklus reaksi selama 220 menit. Berikut komponen dari PCR, yaitu:
a. Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek
yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau
polimerisasi DNA. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada
daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik
tertentu bisa sampai 40000 bp.
b. dNTP (deoxynucleoside triphosphate)
dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang
baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA,
yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
c. Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk
mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim
DNA poly
d. Ion Logam
Ion logam bivalen, umumnya Mg2+, fungsinya sebagai kofaktor bagi
enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak
dapat bekerja. Ion logam monovalen, kalsium (K+).
Berdasarkan pasangan primer yang digunakan dalam teknik PCR, maka ada
dua macam teknik PCR yaitu:

a. Metode yang menggunakan sepasang primer (primer yang ditempatkan di


awal dan di akhir unit transkripsi) dimana primer-primer tersebut sangat
spesifik urutannya untuk menyambungkan dirinya dengan segmen DNA.
b. Metode yang menggunakan primer tunggal (primer yang ditempatkan di
awal unit transkripsi atau di akhir unit transkripsi).

Adapun kelemahan dari PCR, yaitu:

a. Sangat mudah terkontaminasi


b. Biaya peralatan dan reagen mahal
c. Interpretasi hasil PCR yang positif belum tervalidasi untuk semua
penyakit infeksi. misalnya infeksi pasif atau laten
d. Teknik prosedur yang kompleks dan bertahap membutuhkan keahlian
khusus untuk melakukannya
Adapun kelebihan PCR, yaitu:
a. Memiliki spesifitas tinggi
b. Sangat cepat dapat memberikan hasil yang sama pada hari yang sama
c. Dapat membedakan varian mikroorganisme
d. Mikroorganisme yang dideteksi tidak harus hidup
e. Mudah di set up

2. Proses
Tahapan dari PCR yaitu:
a. Denaturasi
Denaturasi dilakukan pada suhu 90-95°C, sehingga terjadi pemisahan utas
ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (template)
tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase. Hal ini
disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.
Gambar 1. Proses Denaturasi pada PCR

b. Annealing
Selanjutnya, suhu diturunkan untuk penempelan primer oligonukleotida
pada sekuens yang komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ini
disebut annealing. Suhu campuran diturunkan sampai mencapai 55-65°C
Selama tahap ini, primer berpasangan dengan sekuens komplementernya di
dalam DNA cetakan. Primer oligonukleotida melekat pada masing-masing utas
tunggal DNA dengan arah yang berlawanan; satu primer melekat pada ujung
untai DNA sense, sedangkan primer yang lain melekat pada ujung utas DNA
antisense.

Gambar 2. Proses Annealing pada PCR


c. Ekstensi
Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi
3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA
polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi
oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang
berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan
dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul
DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah
satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3
siklus akan menjadi 8 copy dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan
berlangsung secara eksponensial.

Gambar 3. Proses Ekstensi pada PCR

3. Aplikasi
a. Bidang Forensik
1) Munculnya sidik jari berbasis PCR
2) Pegujian Sidik jari DNA dengan metode Paternitas
3) Pengujian DNA pada putung rokok, helai rambut, dan lain-lain
b. Bidang Penelitian Mikologi dan Parasitologi
Teknologi PCR juga telah menemukan aplikasi dalam mikologi dan
parasitologi, dengan memungkinkan identifikasi awal mikroorganisme,
sehingga membantu diagnosis yang efisien dan pengobatan infeksi jamur dan
parasit.
c. Bidang Kedokteran
Teknik PCR telah menjadi alat diagnostik dan penelitian standar di bidang
kedokteran gigi. PCR dan teknik biologi molekuler lainnya memungkinkan
diagnosis mikroba infeksi yang menyebabkan infeksi maksilofasial. Ini
membantu dalam manajemen yang efektif dari kondisi seperti penyakit
periodontal, karies, kanker mulut, dan infeksi endodontik.
d. Bidang Virologi
Aplikasi Teknik PCR menggunakan Primer Degenerate dan Spesifik Gen
AV1 untuk mendeteksi Begomovirus pada tomat (Lycopersicon esculentum
Mill.). Tujuan dari penelitian adalah untuk mendeteksi begomovirus yang
menginfeksi tanaman tomat menggunakan teknik PCR dengan primer
degenerate dan spesifik. Selain itu, PCR konvensional dan Real Time PCR
digunakan untuk mendeteksi White Spot Syndrome Virus pada kepiting.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mencari metode deteksi White Spot
Syndrome Virus yang terbaik pada kepiting sebagai Carrier WSSV yang
menginfeksi udang windu.
e. Bidang Mikrobiologi
Deteksi cepat bakteri Escherichia coli dalam sampel air dengan metode PCR
menggunakan primer 16e1 dan 16e2. DNA genomik Escherichia coli
diekstraksi menggunakan metode boiling, kemudian diamplifikasi
menggunakan primer 16e1 dan 16e2. Hasil PCR positif Escherichia coli
ditunjukkan dengan adanya fragmen DNA pada ukuran sekitar 584 pasang
basa pada gel elektroforesis. Langkah aplikasi PCR dalam kasus ini, yaitu:
1) Penyiapan template DNA Escherichia coli
2) Penyiapan template DNA dari sampel air dengan metode boiling
3) Amplifikasi template DNA dengan PCR
4) Analisis hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa
5) Deteksi Escherichia coli secara konvensional menggunakan media
perbenihan
f. Bidang Kesehatan
Teknik PCR dapat mendiagnosis penyakit influenza A (H1N1) yang
sebelumnya disebut flu babi dengan cepat dan akurat. Teknologi saat ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut
akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan
ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau
makhluk lainnya. Selain itu, juga dapat mendeteksi virus dengue: DEN 1-4,
penentuan spesies Plasmodium dalam kasus infeksi malaria, identifikasi gen
Mycobacterium tuberculosis yang bertanggung jawab dalam pathogenesis,
serta Genotyping Salmonella enterica serovar Typhi sebagai penyebab demam
tifoid.
g. Bidang Farmasi
Deteksi cemaran babi pada sediaan kapsul suplemen kecantikan dengan
metode PCR. Penelitian bertujuaan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan
DNA babi pada sediaan kapsul suplemen kecantikan, melakukan verifikasi
hasil elektroforesis produk PCR sampel sediaan kapsul suplemen kecantikan
dengan metode sekuensing dan mengetahui primer yang lebih sensitif dalam
mengamplifikasi DNA babi pada sampel sediaan kapsul suplemen kecantikan
(Budiarto & Ratno, 2015).

B. KLONING
1. Pendahuluan
Secara etimologi kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dariyunani
“klon”, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini
dipergunakan dalam dua pengertian, yaitu klon sel dan klon gen atau molekuler.
Secara terminologi kloning adalah proses pembuatan sejumlah besar sel atau
molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam
bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses seksual.
Itulah sebabnya, kloning juga dikenal dengan istilah rekombinasi DNA.
Kloning memiliki banyak manfaat diantaranya:
a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya reproduksi-embriologi
dan diferensiasi
b. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
c. Untuk tujuan diagnostic dan terapi
d. Untuk keperluan pengobatan
e. Untuk menghidupkan maupun mematikan sel-sel. Manfaatnya itu mampu
untuk mengatasi kanker serta juga menghambat proses penuaan
Secara umum kloning dibagi menjadi :
a. Kloning Sel
b. Kloning Gen
Menurut Daulay dan Siregar, (2005) kloning gen dapat dibedakan menjadi 3
macam, berdasarkan cara kerja dan tujuan pembuahannya yaitu sebagai berikut ini.

a. Kloning Embrional (Reproduktif)


b. Kloning DNA dewasa
c. Kloning Terapeutik
Berdasarkan teknik membuat keturunan dengan kode genetik yang samadengan
induknya pada makhluk hidup tertentu, maka cloning dapat
dilakukan pada tumbuhan, hewan, maupun manusia. Maka contoh kloning pada ma
khluk hidup tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kloning Hewan
Suatu proses dimana keseluruhan organisme hewan dibentuk dari satu sel yang
diambil dari oganisme induknya dan secara genetika membentuk individu baru
yang identik sama.
b. Kloning Manusia
Kloning manusia merupakan sebuah cara/teknik untuk membuat keturunan
terhadap kode genetik yang sama dari induknya merupakan manusia.
c. Kloning Tumbuhan
Suatu proses dimana keseluruhan organisme tumbuhan dibentuk dari satu sel
yang diambil dari oganisme induknya dan secara genetika membentuk individu
baru yang identik sama.
Adapun terdapat 2 metode kloning, yaitu:
a. Artificial Embryo Twinning
Metode ini relatif murah dan mudah. Proses ini meniru proses alamiah
terjadinya kembar identik. Berasal dari zigot yang sama. Embrio yang masih
dini mengalami pemisahan manual menjadi sel-sel individu kemudian
ditempelkan pada inang pengganti.
b. Somaticcellnuclear Transfer (SCNT)
cara berbbeda tapi hasilnya sama. Sel somatik yang dipakai adalah sel dalam
tubuh selain sel sperma dan sel telur. Inti sel somatik menjadi sel telur bedahan
menjadi zigot dan dimaukkan ke inang pengganti.
Terkait dengan adanya kloning, terdapat pro dan kontra kloning
a. Pro terhadap Kloning
1. Memiliki potensi membawa perubahan yang diinginkan dalam susunan
genetik individu.
2. Sifat genetik baik akan terus dipelihara dan yang negatif bisa dihilangkan,
misalnya produk tumbuhan yang tahan penyakit.
3. Dapat diaplikasikan dapat pembuatan organ manusia, sehingga mengurangi
donor organ.
b. Kontra terhadap Kloning
1. Mengurangi keragaman yang ada di bumi.
2. Berkaitan dengan etik, kepercayaan/agama, dan hukum.
Berikut kelebihan dan kekurangan kloning
a. Kelebihan Kloning
1. Penggantian reproduksi alam
2. Memberikan bantuan dalam penelitian genetika
3. Mendapatkan sifat khusus dalam organisme
b. Kekurangan Kloning
1. Merugikan keragaman genetika
2. Keterjangkauan biaya
3. Potensi malpraktik
2. Proses
Proses cloning melibatkan lima komponen utama, yaitu:
a. DNA Sisipan
DNA Sisipan merupakan Fragmen DNA ( gen ) yang akan di kloning. Tujuan
cloning adalah memperbanyak suatu fragmen DNA suatu organisme dalam
suatu sel inang. Namun tujuan akhirnya bisa bermacam-macam, diantaranya:
produksi protein penting dengan skala besar, untuk deteksi patogen atau sel
abnormal, dan identifikasi DNA sidik jari pada kasus forensik dan hubungan
kekerabatan antara individu. Fragmen DNA yang akan dikloning, diperoleh
dengan cara, yaitu:
1) Produk PCR
2) Hasil pemotongan DNA dengan enzim restriksi
b. DNA Vektor
Vektor merupakan suatu mulekul DNA sirkular yang bertindak sebagai wadah
untuk membawa DNA sisipan masuk ke dalam sel inang dan bertanggung
jawab atas replikasinya. Syarat suatu vektor adalah :
1) Dapat dipotong dengan enzim restriksi
2) Mampu memasuki sel inang,
3) Bereplikasi sendiri (memiliki ori),
4) Menghasilkan jumlah copy yang banyak dan
5) Mempunyai ukuran yang relatif kecil (< 10 kb)
c. Plasmid
Plasmid merupakan DNA rantai ganda yang berbentuk sirkular dan terdapat
bebas di dalam sel. Plasmid dapat bereplikasi sendiri di dalam sel inang karena
mempunyai suatu urutan DNA spesifik yang disebut ori (origin of replication/
titik awal replikasi).

Gambar 4. Plasmid
Plasmid memilki ciri-ciri antara lain :
1) Berbentuk lingkaran tertutup dan untaiannya ganda (double stranded)
2) Dapat melakukan replikasi sendiri di luar kromosom inti
3) Terdapat di luar kromosom
4) Secara genetik dapat ditransfer secara stabil
Adapun Keunggulan Plasmid antara lain :
1) Plasmid dapat bereplikasi sendiri di dalam sel inang karena mempunyai
suatu urutan DNA spesifik.
2) Plasmid telah memiliki sisi pengenalan beberapa enzim restriksi
sehingga dapat disisipi DNA asin
3) Plasmid mengandung gen resistensi terhadap antibiotik, yang berguna
untuk seleksi DNA rekombinan
d. Enzin Retrinsik
Enzim Restriksi ialah enzim yang berasal dari mikroba yang bekerja untuk
memotong sekuens atau urutan DNA rantai ganda secara spesifik. Sekuen
pengenalan merupakan sekuen DNA yang menjadi tempat menempelnya enzin
restriksi saat melakukan pemotongan. Enzim ini bekerja secara spesifik dengan
memotong 4 sampai dengan 6 pasangan basa. Enzim Restriksi yang sering
digunakan pada proses rekombinan DNA antara lain:
Tabel 1. Enzim Restriksi yang sering digunakan pada proses rekombinan DNA

Enzyme Source Recognition Cut


Sequence
EcoRI Escherichia coli 5’GAATTC 5’--G AATTC--3’
3’CTTAAG 3’--CTTAA G--5’
EcoRII Escherichia coli 5’CCWGG 5’-- CCWGG--3’
3’GGWCC 3’--GGWCC --5’
BamHI Bacillus 5’G GATCC 5’--G GATCC--3’
amyloliquefaciens 3’CCTAGG 3’--CCTAG G--5’
HindIII Haemophilus influenzae 5’A AGCTT 5’--A AGCTT--3’
3’TTCGAA 3’--TTCGA A--5’
TaqI Thermus aquaticus 5’T CGA 5’--T CGA--3’
3’AGC T 3’--AGC T--5’

e. Enzim Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang berfungsi untuk menyambung dua ujung
potongan DNA. Enzim ligase yang sering digunakan adalah DNA ligase dari
ligase bakteri termofilik dan termostable DNA ligase. Enzim ligase yang
sering digunakan adalah DNA ligase dari E. Coli dan DNA ligase dari Fage
T4. Berikut adalah prinsip kerja enzim ligase.
1) Enzim ligase menyambung dua ujung DNA yang semulanya terpotong
2) Penyambungan dilakukan dengan cara menyambung 2 ujung DNA melalui
ikatan kovalen antara ujung 3’OH dari utas satu dengan ujung 5’P dari utas
yang lain.
3) Penggunaan ligasi DNA ini mengkatalis ikatan fosfodiester antara kedua
ujung DNA sehingga kedua fragmen DNA yang berupa potongan bisa
bersatu menjadi satu.
f. Sel Inang
Sel inang merupakan tempat di mana gen atau plasmid rekombinan akan
diperbanyak dalam kloning. Sel inang yang dapat menjadi host cell dalam
kloning yaitu sel bakteri, ragi (yeast), sel mamalia, sel tumbuhan, dan serangga.
Sel yang biasa digunakan pada proses kloning adalah bakteri Escherichia coli,
karena bakteri ini relatif mudah untuk dikultivasi (menumbuhkan bakteri dalam
biakan murni) pada berbagai jenis medium, sehingga proses kloning mudah
dilakukan.
Tahapan-tahapan kloning gen sebagai berikut:
a. Isolasi DNA
Tujuan dari isolasi fragmen DNA ini adalah untuk memisahkan antara fragmen
DNA dan diambil fragmen DNA yang di inginkan untuk digunakan dan
dipasangkan dengan DNA yang di inginkan lainnya. Pada proses ini
setidaknya membutuhkan DNA primer, DNA polimerasi serta DNA yang
merupakan campuran dari 4 deoksiribonukleotida-trifosfat yang terdiri atas
dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
b. Pemotongan DNA
Dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan ini
dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak
merusak DNA.

Gambar 5. Pemotongan DNA


c. Penyambungan DNA
Penyisipan fragmen DNA atau ligasi merupakan tahapan penggabungan antara
fragmen DNA satu dengan yang lainnya sehingga nantinya akan tercipta DNA
rekombinan. Cara penyambungan DNA, yaitu:
1) Cara I – Cara pertama adalah dengan menggunakan enzim DNA ligase
yang berasal dari bakteri.
2) Cara II – Cara kedua adalah dengan menggunakan DNA ligase yang
berasal dari bakteri E-Coli yang sudah terinfeksi oleh bakteriofag T4
atau biasa disebut enzim T4 ligase.
3) Cara III – Cara ketiga adalah dengan cara memberi enzim
deoksinukleotidil transferase agar fragmen DNA tersebut dapat
tersintesis dengan baik.
Proses ligase ini biasanya akan berlangsung pada suhu 4-15 derajat Celcius
dalam jangka waktu 24 jam.

Gambar 6. Penyambungan DNA


d. Transformasi DNA
Perpindahan molekul DNA yang berasal dari pendonor yang berada diluar
lingkup sel atau memasukan DNA ke dalam sel inang.
Transformasi dapat dilakukan dengan cara :
1) Heat Shock (kejutan Panas), dimana campuran sel dan DNA plasmid
rekombinan didinginkan dalam waktu yang lama, kemudian di panaskan
dengan segera pada suhu 42°C.
2) Elektroporasi (kejutan listrik) menggunakan suatu alat yang dialiri arus
listrik.

Gambar 7. Transformasi DNA


e. Seleksi Klon Rekombinan
Seleksi klon rekombinan bertujuan untuk menentukan koloni mana yang
membawa plasmid rekombinan. Terdapat beberapa cara seleksi klon
ekombinan, diantaranya :
1) Seleksi berdasarkan sifat resistan terhadap antibiotik.
2) Seleksi dengan melibatkan gen LacZ.
3. Aplikasi
a. Transgenesis
Pengaplikasin cloning dengan cara transgenesis yaitu:
Tabel 2. Aplikasi Kloning Transgenesis

Golden rice mengandung provitamin A


(betakaroten) dalam jumlah tinggi. Gen
berasal dari tumbuhan narsis
(Narcissus), jagung, dan bakteri Erwinia
disisipkan pada kromosom padi.
Jagung Bt dan kapas Bt tahan terhadap
hama ulat Lepidoptera.
Gen toksin Bt berasal dari
bakteri Bacillus thuringiensis ditransfer
ke dalam tanaman.

Pepaya tahan terhadap virus tertentu


(Papaya ringspot virus (PRSV). Gen
yang menyandikan selubung virus
PRSV ditransfer ke dalam tanaman
pepaya.

b. Kloning manusia
Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan
perempuan. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh laki-
laki dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang
intinya, lalu detransfer ke rahim perempuan agar dapat memperbanyak diri,
berkembang dan berubah menjadi janin dan dilahirkan sebagai bayi yang
merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan laki-laki
yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Kloning manusia juga dapat
terjadi antar perempuan dengan mengambil sel dari tubuh seorang
perempuan, inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur peempuan
yang telah dibuang inti selnya. Lalu ditransfer kedalam rahim perempuan
agar memperbanyak dirijaninbayi. Bayi lahir dengn keturunan kode
genetik yang sama dengan perempuan yg menjadi sumber pengambilan sel
tubuh.
Gambar 8. Kloning Manusia Antar Perempuan
c. Kloning pada hewan
Salah satu contoh kloning pada hewan yaitu kloning pada domba Dolly
yaitu pertama, suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae
domba betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi
genetis bagi pengklonan. Untuk studi ini, peneliti membiarkan sel
membelah dan membentuk jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Suatu
sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran, yang
hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan sel.
Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan
memasuki stadium GO. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface
(domba betina yang mukanya berbulu hitam = Scottish Blackface)
dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor. Satu sampai delapan jam
setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik digunakan untuk
menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan dari suatu
embrio mulai diaktifkan. Teknik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti
aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang
diaktifkan oleh kejutan listrik yang mampu bertahan cukup lama untuk
menghasilkan suatu embrio.
Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar
enam hari, diinkubasi di dalam oviduk domba. Ternyata sel yang diletakkan
di dalam oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu
bertahan dibandingkan dengan yang diinkubasi di dalam laboratorium.
Akhirnya embrio tadi ditempatkan ke dalam uterus betina penerima
(surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan mengandung
hasil kloning tadi hingga ia siap untuk dilahirkan. Domba yang baru lahir
tersebut memiliki semua karakteristik yang sama dengan domba yang lahir
secara alamiah (Reggio, 2002).

Gambar 9. Kloning Pada Hewan

d. Kloning Pada Tumbuhan

Gambar 10. Kloning Pada Tumbuhan


e. Pembuatan Insulin
Insulin adalah suatu hormon polipeptida yang diproduksi didalam sel-
sel β kelenjar Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam
regulasi kadar gula darah (kadar gula darah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter).
Kekurangan hormon insulin dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus
tergantung insulin (diabetes tipe 1). Insulin terdiri dari 51 asam amino.
Molekul insulin disusun oleh 2 rantai polipeptida A dan B yang
dihubungkan dengan ikatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino
dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Hormon ini bekerja mengatur
kadar glukosa dalam darah dengan cara mempermudah masuknya glukosa
ke dalam semua jaringan tubuh. Jika jumlah insulin yang diproduksi tidak
memadai, kadar glukosa dalam darah akan meningkat dan sebagai
akibatnya glukosa akan di ekskresi dalam urine.
Insulin memungkinkan sel–sel tubuh mengabsorbsi glukosa dari darah
untuk digunakan sebagai sumber energi, diubah menjadi molekul lain yang
diperlukan, atau untuk disimpan. Insulin juga merupakan sinyal kontrol
utama konversi glukosa menjadi glikogen untuk penyimpanan internal di
hati dan sel otot. Apabila jumlah insulin yang tersedia tidak mencukupi, sel
tidak merespon adanya insulin (tidak sensitif atau resisten), atau bila insulin
itu sendiri tidak diproduksi oleh sel–sel β akibat rusaknya sel –sel β pada
pankreas, maka glukosa tidak dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh ataupun
disimpan dalam bentuk cadangan makanan dalam hati maupun sel otot.
Akibat yang terjadi adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah,
penurunan sintesis protein, dan gangguan proses metabolisme dalam tubuh.
Insulin pertama kali di ekstraksi dari jaringan pankreas anjing pada tahun
1921 oleh para ahli fisiologi asal kanada Sir Federick Glant Banting dan
Charles Hebert Best serta ahli fisiologi asal Inggris John James Richard
Macleod. Seorang ahli boikimia James Betram Collip kemudian
memproduksi dengan tingkat kemurnian yang cukup baik untuk digunakan
sebagai obat pada manusia. Pada tahun 1965 insulin manusia telah berhasil
disintesis secara kimia. Tahun 1981 telah terjadi perbaikan secara berarti
cara produksi insulin yaitu melalui teknik rekayasa genetika. Insulin yang
diperoleh dengan cara ini mempunyai struktur mirip dengan insulin
manusia. Melalui teknologi DNA rekombinan, insulin diproduksi
menggunakan sel mikroba yang tidak patogen. Karena kedua hal tersebut
diatas, insulin dari hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping
yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari
ekstrak pankreas hewan, karena tidak menimbulkan efek alergi serta tidak
mengandung kontaminan yang berbahaya (Delo, 1981).
f. Pembuatan Vaksin
Vaksin hepatitis B yang diproduksi sel ragi rekombinan telah
menjalani pengujian keamanan, imunogenisitas dan evaluasi klinis. Hasil
menunjukkan bahwa vaksin ini aman, antigenik dan relatif bebas efek
samping yang merugikan, bahkan vaksin ini telah dilisensikan dan
diproduksi diberbagai negara. Salah satu keuntungan vaksin dari sel ragi
dibanding dari plasma yaitu siklus produksinya dapat dikurangi, dan
konsistensi dari batch ke batch lebih mudah diperoleh. Vaksin Hepatitis B
rekombinan (Recombivax HB).
Vaksin Hepatitis B rekombinan ini berasal dari Hepatitis B surface
antigen (HBsAg) yang diproduksi dalam sel yeast. Bagian virus yang
mengkode HBsAg dimasukkan kedalam yeast, dan selanjutnya dikultur.
Antigen kemudian dipanen dan dipurifikasi dari kultur fermentasi yeast
Saccharomyces cereviceae, antigen HBsAg mengandung gen adw subtype.
Proses fermentasi meliputi pertumbuhan Saccharomyces cereviceae pada
medium kompleks yang mengandung ekstrak yeast, soy pepton, dextrose,
asam amino, dan garam mineral. Protein dilepaskan dari sel yeast melalui
pengrusakan sel kemudian dipurifikasi dengan metode fisika dan kimia.
Selanjutnya potein dimasukkan ke larutan buffer fosfat dan formaldehid,
dipercepat dengan menggunakan alum (potassium aluminium sulfat).
Vaksin rekombinan ini memperlihatkan kesamaan dengan vaksin yang
diperoleh dari plasma darah.
Engerix-B merupakan DNA rekombinan yang dikembangkan dan
dibuat oleh perusahaan Glaxo Smith Kline. Biological. Mengandung
antigen permukaan virus Hepatitis B (HBsAg) yang telah dipurifikasi dan
dikultur dalam sel Saccharomyces cereviceae. HBsAg yang diekspresikan
oleh Saccharomyces cereviceae dipurifikasi dengan cara fisika-kimia dan
aluminium hidroksida Engerix-B vaccine mengandung antigen hepatitis B
yang telah dimurnikan, aluminum hidroksida, sejumlah yeast protein dan
thimerosal yang digunakan dalam proses produksi, serta 2 phenoxyethanol
sebagai pengawet. Gen yang mengkode senyawa penyebab penyakit
(antigen) diisolasi dari mikrobia yang bersangkutan. Kemudian gen ini
disisipkan pada plasmid bakteri yang sama, tetapi telah dilemahkan (tidak
berbahaya). Bakteri atau mikroba ini menjadi tidak berbahaya karena telah
dihilangkan bagian yang menimbulkan penyakit, misalnya lapisan
lendirnya. Bakteri yang telah disisipi gen ini akan membentuk antigen
murni. Bila antigen ini disuntikkan pada manusia, sistem kekebalan
manusia akan membuat senyawa khas yang disebut antibodi. Munculnya
antibodi ini akan mempertahankan tubuh dari pengaruh senyawa asing
(antigen) yang masuk dalam tubuh (Anonimous, 2007).

C. STRUCTUR OF GENES
1. Pendahuluan
Bagian utama sebuah sel adalah nukleus, di dalam nukleus terdapat benang-
benang halus yang disebut kromatin. Pada saat sel akan mulai membelah diri,
benang-benang halus tersebut menebal, memendek dan mudah menyerab warna
membentuk kromosom.Kromosom mengandung DNA. Total keseluruhan
informasi genetik yang disimpan didalam kromosom disebut genom. Genom DNA
tersusun atas gen-gen. Satu gen mengandung satu unit informasi mengenai suatu
sifat yang dapat diamati. Gen juga dianggap sebagai fragmen DNA didalam
kromosom (Suryo,2008).
Gen adalah bagian dari kromosom atau salah satu kesatuan kimia (DNA)
dalam kromosom yaitu dalam lokus yang mengendalikan ciri-ciri genetis dari
suatu makhluk hidup. Menurut Fred (2005) bahwa struktur gen tersusun dari:
a. Daerah Pengkode
Daerah pengkode yaitu ekson and intron yang mengkode RNA atau protein.
Intron(intervening sequences) merupakan sekuens yg tidak mengkode asam
amino sedangkan ekson merupakan merupakan bagian yang akan dikode
menjadi asam amino.
b. Promotor
Promotor adalah adalah urutan DNA spesifik yang berperan
dalammengendalaikan transkripsi gen struktural dan terletak di daerah
upstream (hulu) dari bagian struktural gen. Promotor berfungsi sebagai tempat
awal pelekatan enzim RNA polimerase yang nantinya melakukan transkripsi
pada bagian structural.
c. Operator
Operator merupakan urutan nukelotida yang terletak di antara promotor dan
bagian struktural dan merupakan tempat pelekatan protein represor (penekan
atau penghambat ekspresi gen). Jika ada represor yang melekat di operator
maka RNA polimerase bisa jalan trus ekspresi gen tidak bisa berlangsung.
Selain adanya supresor juga terdapat enhancer. Supresor digunakan untuk
menghambat sedangkan enhancer digunakan untuk meningkatkan proses
transkripsi dengan meningkatkan jumlah RNA polimerase. Namun letaknya
tidak pada lokasi yang spesifik seperti operator, ada yg jauh di upstream atau
bahkan downstream dari titik awal transkripsi.
d. Terminator
Terminator dicirikan dengan struktur jepit rambut / hairpin dan lengkungan
yang kaya akan urutan GC yang terbentuk pada molekul RNA hasil
transkripsi.
Struktur gen terbagi atas dua yaitu:
a. Prokariotik
Tersusun dari bagian pengkode, promotor, operator, terminor. Bagian
pengkodenya terdiri dari bagian intron yang tidak dapat diekspresikan
sehingga semuanya ekson, kecuali pada Archaebacteria dan bakteriofag
ada yang memiliki intron. Bagian struktur dari gen prokariotik yaitu:

Gambar 11. Struktur Gen Prokariotik


b. Eukariotik
Tersusun dari bagian pengkode, promotor, operator, terminor. Sedangkan
bagian pengkode pada eukariotik terdiri dari ekson dan intron. Ekson
merupakan bagian yang akan dikode menjadi asam amino sedangakan
intron merupakan bagian yang tidak mengkode asam amino.

Gambar 12. Struktur Gen Eukariotik

Perbedaan struktur gen prokariotik dan eukariotik terletak pada bagian


pengkode. Bagian pengkode pada prokariotik terdapat bagian intron yang tidak
dapat diekspresikan sehingga semuanya ekson. Sedangkan bagian pengkode pada
eukariotik terdiri dari ekson dan intron.
2. Proses (Promotor, ORF dan Terminator)
Struktur gen terdiri dari dua macam, yaitu struktr gen eukariotik dan
struktur gen prokariotik. Perbedaan utama antara struktur gen eukariotik dan
prokariotik adalah bahwa pada bagian struktural gen eukariotik terdapat intron,
sedangkan pada struktur gen prokariotik tidak ada sekuens intron (yang tidak
dapat diekspresikan) sehingga semuanya berupa ekson. Namun kadang pada
archaebacteria dan bakteriofag ada yg memiliki intron, yang dijelaskan sebagai
berikut.
a. Struktur Gen Prokariotik
Pada prokariot gennya secara umum tersusun atas promoter, bagian struktural,
dan terminator.
Gambar 13. Proses Struktur Gen Prokariotik
1) Promoter
Promoter adalah urutan DNA spesifik yang berperan dalam mengendalikan
transkripsi gen struktural dan terletak di daerah upstream (hulu) dari
bagian struktural gen. Fungsi promoter adalah sebagai tempat awal
pelekatan enzim RNA polimerase yang nantinya melakukan transkripsi
pada bagian struktural.

Gambar 14. Promoter


2) Operator
Operator merupakan urutan nukelotida yang terletak di antara promotor
dan bagian struktural dan merupakan tempat pelekatan protein represor
(penekan atau penghambat ekspresi gen). Jika ada represor yang melekat di
operator maka RNA polimerase kearah ekspresi gen tidak bisa
berlangsung.

Gambar 15. Operator

3) Coding Region (Bagian Struktural) (ORF)


Gen struktural yaitu bagian yang mengkode urutan nukleotida RNA.
Transkripsi dimulai dari sekuens inisiasi transkripsi (ATG) sampai kodon
stop (TAA / TGA / TAG). Pada prokariot tidak ada sekuens intron (yg
tidak dapat diekspresikan) sehingga semuanya berupa ekson. Namun,
kadang pada archaebacteria dan bakteriofag ada yg memiliki intron.
Kode genetika merupakan suatu pengkodean urutan triplet basa
nitrogen DNA RNA pada proses sintesis protein. Suatu kode triplet basa
nitrogen akan menghasilkan suatu jenis asam amino. Urutan dan jenis
asam amino di dalam sel akan menetukan jenis dan fungsi protein yang
dihasilkan. Kodon merupakan susunan kombinasi dari tiga basa nitrogen
yang terdapat pada mRNA. Karena jumlah basa nitrogen ada 4 jenis, maka
kemungkinan jumlah kodon ada sebanyak 43 atau 64 macam, artinya
kemungkinan asam amino yang terbentuk ada sebnayak 64 jenis. Jumlah
asam amino yang demikian menjadi belebih mengingat jumlah asam amino
di dalam sel adalah 20 jenis.
Hal demikian menunjukkan bahwa ada beberapa jenis asam amino
yang mempunyai lebih dari satu macam kodon. Contohnya asam amino
jenis leusin mempunyai kodon SUU, SUS , SUA, SUG. Artinya asam
amino leusin dapat digunakan dengan menggunakan keempat kodon
tersebut.
4) Terminasi pada transkripsi prokariout (Terminator)
Terminasi yaitu berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi
kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta
kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya dengan
molekul RNA hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase
mencapai urutan basa tertentu yang disebut dengan terminator.Terminasi
transkripsi dapat terjadi oleh dua macam sebab, yaitu terminasi yang hanya
bergantung kepada urutan basa cetakan (disebut terminasi diri) dan
terminasi yang memerlukan kehadiran suatu protein khusus (protein rho).
Di antara keduanya terminasi diri lebih umum dijumpai. Terminasi diri
terjadi pada urutan basa palindrom yang diikuti oleh beberapa adenin (A).
Urutan palindrom adalah urutan yang sama jika dibaca dari dua arah yang
berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini biasanya diselingi oleh
beberapa basa tertentu, maka molekul RNA yang dihasilkan akan
mempunyai ujung terminasi berbentuk batang dan kala (loop) (Yuwono,
2005).

Alur
a. Rho Independent
 Dalam mekanisme ini, transkripsi dihentikan karena urutan spesifik
dalam terminator DNA.
 Terminator DNA mengandung invert repeat yang menyebabkan
pasangan bebas sebagai transkrip RNA membentuk struktur pin
rambut.
 Ulangi terbalik ini diikuti oleh jumlah TTTTTTTT (~ 8 bp) yang
lebih besar pada DNA templat. Urasil muncul dalam RNA. Beban
struktur pin rambut tidak ditoleransi oleh pasangan basa A = U
sehingga RNA terpisah dari heteroduplex RNA-DNA.
Gambar 16. Rho Independent

b. Rho dependent
 Dalam mekanisme ini, transkripsi diakhiri oleh protein rho (ρ).
 Ini adalah protein ATpase mengikat untai tunggal berbentuk cincin.
 Protein yang mengikat RNA untai tunggal saat keluar dari kompleks
enzim polimerase dan menghidrolisis RNA dari kompleks enzim.
 Protein rho tidak mengikat RNA yang proteinnya sedang
diterjemahkan. Sebaliknya itu mengikat RNA setelah terjemahan.
 Pada bakteri transkripsi dan translasi terjadi secara bersamaan
sehingga protein rho mengikat RNA setelah terjemahan selesai tetapi
transkripsi masih ON.

Gambar 17. Rho Dependent


c. Struktur Gen Eukariotik
Karakteristik mRNA hasil transkripsi pada jasad eukariotik yakni berupa
pre-mRNA (transkrip primer) yang merupakan sekuens yang tidak
diterjemahkan atau disebut dengan intron dan adanya sekuens yang
diterjemahkan yang disebut dengan ekson. Peristiwa pemotongan segmen
sekuens intron dan pembentukan mRNA matang (mature) dari penggabungan
dari berbagai sekuens ekson disebut sebagai peristiwa RNA splicing.

Gambar 18. Bagian Stukrural Gen Eukariotik

Proses Splicing RNA polimerase mentranskripsi intron maupun ekson dari


DNA. Splicing merupakan proses pembuangan intron dan penyambungan ekson.
Intron adalah bagian penyela, merupakan segmen asam nukleat bukan pengkode dan
terletak diantara daerah pengkode. Sedangkan ekson adalah daerah yang yang
diekspresikan atau ditranslasi menjadi asam amino. Dalam penyambungan RNA,
intron dikeluarkan dan ekson bergabung. Penyambungan RNA dikatalis oleh
ribonukleoprotein nucleus kecil (snRNP), yang beroperasi de dalam susunan yang
lebih besar disebut spliosom. Setelah dilakukan berbagai modifikasi di atas, jadilah
mRNA matang (mature mRNA).
Gambar 19. Proses Splicing

3. Aplikasi
Salah satu aplikasi gen yaitu terapi gen, yang dilakukan oleh Ashanti De
Silva, Orang pertama yang menjalani terapi gen. Ashantii terlahir dengan
Kekurangan ADA (Adenosin Deaminase). Dia tidak memiliki enzim kritis untuk
sistem kekebalan. Dengan terapi gen, Ashantii hidup sehat dan produktif. Terapi
gen adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen mutan
(abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu
penyakit. Sejarah Dari Terapi Gen pada awal 1970-an, para ilmuwan mengusulkan
apa yang mereka sebut “gen operasi” untuk mengobati penyakit warisan yang
disebabkan oleh gen yang cacat. Para ilmuwan melakukan percobaan di mana
sebuah gen yang memproduksi enzim untuk memperbaiki penyakit itu disuntikkan
ke sekelompok sel. Para ilmuwan berteori sel-sel kemudian bisa disuntikkan ke
orang dengan penyakit Lesch-Nyhan yang merupakan gangguan neurologis
langka.Terdapat dua tipe terapi gen, yaitu:
a. Terapi gen sel embrional (germ line gene therapy)
Pada terapi gen sel kelamin ini, digunakan sel kelamin jantan (sperma)
maupun sel kelamin betina (ovum) yang dimodifikasi dengan adanya
penyisipan gen fungsional yang terintegrasi dengan genomnya.
b. Terapi gen sel tubuh (somatic gene therapy)
Pada terapi gen sel tubuh ini, dilakukan transfer gen fungsional ke dalam sel
tubuh pasien sehingga malfungsi pada organ dapat diperbaiki. Singh et al.
(2016) menyatakan bahwa terapi gen sel tubuh spesifik untuk setiap pasien dan
tidak diturunkan ke generasi berikutnya. Pada terapi gen dengan sel somatik,
DNA yang mengandung gen untuk fungsi terapi ditransfer ke dalam sel
somatik baik secara in vivo maupun ex vivo. Pada ex vivo, gen dibungkus
vektor kemudian dikenalkan ke sel yang diambil dari pasien (sel target) dan
dikembangkan secara invitro dan kemudian di transformasi ke sel yang
diinjeksi kembali. Pada in vivo pengiriman gen dilakukan secara langsung ke
sel pasien tanpa dikembangkan dulu secara in vitro.

Gambar 20. Transfer Gen Secara a) Ex vivo dan b) In vivo

D. RESTRICTION SITE AND SEQUENCING


1. Pendahuluan
Restriction site adalah lokasi pada molekul DNA yang mengandung urutan
nukleotida spesifik (4-8 pasangan panjang), yang dikenali oleh enzim restriksi.
Perkembangan teknologi DNA rekombinan sangat dimungkinkan karena
penemuan enzim yang dapat memotong molekul DNA pada lokasi-lokasi spesifik
yang jumlahnya terbatas. Enzim-enzim tersebut dikenal sebagai enzim restriksi.
Enzim tersebut ditemukan pertama kali di bakteri pada akhir tahun 1960-an.
Enzim restriksi adalah enzim yang bekerja untuk memotong fragmen DNA pada
situs spesifik. Kerja enzim tersebut dalam tubuh inangnya adalah mengenali dan
memotong DNA (termasuk DNA fage tertentu) yang asing bagi bakteri tersebut.
Enzim restriksi memiliki tiga tipe, Tipe I memotong DNA secara acak dan jauh
dari sekuens pengenalannya, tipe II memotong DNA dekat atau pada situs
pengenalan, enzim tipe II yang umum digunakan adalah HhaI, HindIII, EcoRI.
Tipe III tidak digunakan dalam laboratorium. Hal ini dikarenakan enzim ini
memotong di luar situs pengenalan dan membutuhkan dua sekuen dengan
orientasi berlawanan pada DNA yang sama untuk menyelesaikan pemotongan
sehingga enzim ini jarang menghasilkan potongan sempurna. Hasil pemotongan
enzim restriksi ada dua jenis, yaitu blunt end (hasil pemotongan yang
menghasilkan ujung tumpul) dan sticky end (hasil pemotongan yang menghasilkan
ujung lancip/lengket).
Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul
DNA yang relatif pendek, yang memungkinkan untuk dapat mengetahui kode
genetik dari molekul DNA. Pada mulanya, Sequencing DNA dilakukan dengan
mentranskripsikannya ke dalam bentuk RNA terlebih dahulu karena metode
Sequencing RNA telah ditemukan sebelumnya. Pada tahun 1965, Robert Holley
dan timnya dari Cornell University di New York, Amerika Serikat,
mempublikasikan sekuens tRNA alanin dari khamir yang terdiri atas 77
nukleotida. Sequencing tRNA tersebut membutuhkan waktu 7 tahun dan hasilnya
merupakan sekuens molekul asam nukleat yang pertama kali dipublikasikan.
DNA sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain
Reaction) sebagai pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGTnya
dijadikan sebagai template untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim
dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan
beberapa pereaksi tertentu, Proses ini dinamakan cycle sequencing. Perbedaan
cycle sequencing dengan PCR biasa yaitu primer yang digunakan hanya satu
untuk satu arah pembacaan, tidak dua (sepasang) seperti PCR dan ddNTPs
(dideoxy-Nucleotide Triphosphate) adalah modifikasi dari dNTPs dengan
menghilangkan gugus 3′OH pada ribose.
Saat proses ekstensi, enzim polimerase akan membuat rantai baru DNA
salinan dari template dengan menambahkan dNTP-dNTP sesuai dengan urutan
pada DNA cetakannya. Jika yang menempel adalah ddNTP, maka otomatis proses
polimerisasi akan terhenti karena ddNTP tidak memiliki gugus 3′-OH yang
seharusnya bereaksi dengan gugus 5′-Posfat dNTP berikutnya membentuk ikatan
posfodiester. Pada akhir cycle sequencing, yang dihasilkan adalah fragmen-
fragmen DNA dengan panjang bervariasi. Jika fragmen-fragmen tersebut
dipisahkan dengan elektroforesis, maka akan terpisah-pisah dengan jarak antar
fragmennya satu basa- satu basa.

2. Proses
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang
dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Metode
Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA
untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam
dua tahap. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus
dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau
suatu nukleotida pada ujung 3’. Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong
secara parsial menggunakan piperidin. Selanjutnya, basa dimodifikasi
menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi
basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T,
tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada
C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing
dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
Dari hasil PAGE pada Gambar 19, dapat diketahui sekuens fragmen DNA
yang dipelajari atas dasar laju migrasi masing-masing pita. Lajur kedua berisi
fragmen-fragmen yang salah satu ujungnya adalah A atau G. Untuk
memastikannya harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika pada lajur kedua
terdapat pita-pita yang posisi migrasinya sama dengan posisi migrasi pada lajur
pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita tersebut merupakan fragmen
yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita yang merupakan
fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Dengan demikian, ukuran
fragmen pada contoh tersebut dapat diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya.
Jadi, kalau diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar, hasilnya adalah
fragmen-fragmen dengan ujung TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah
sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Gambar 21. Metode Sequencing DNA Maxam-Gilbert
Metode Sequencing DNA Sanger memerlukan beberapa komponen, yaitu:
a. DNA utas tunggal dalam jumlah cukup sebagai template DNA
b. Primer yang sesuai (sepotong kecil DNA yang berpasangan dengan template
DNA dan berfungsi sebagai starting point untuk replikasi
c. DNA polymerase (enzim yang mengkopi DNA
d. Menambahkan nukleotida baru ke ujung 3 dari template, sejumlah nukeotida
normal
e. Sejumlah kecil dideoxynucleotide yang dilabel (radioaktif atau dengan
pewarna fluorescent)
f. Template DNA direplikasi melibatkan nukeotida normal tetapi secara random
dideoxy (DD) nukleotida diambil (dipasangkan), penambahan dideoxy
nukeotida menyebabkan reaksi berhenti
g. Hasilnya DNA dengan panjang yang bervariasi , masing-masing berhenti pada
DDnukleotida tertentu yang dilabel. Karena tiap panjang yang berbeda
bergerak dengan kecepatan yang berbeda selama elektroforesis, maka
urutannya dapat ditentukan.
Berikut adalah tahapan sequencing metode Sanger, yaitu:
a. Menyediakan dsDNA (double strand DNA)
Gambar 22. dsDNA (double strand DNA)
b. Memotong dsDNA (double strand DNA) menjadi ssDNA (single strand DNA)

Gambar 23. dsDNA (single strand DNA)


c. Mengambil template (cetakan) DNA dari ssDNA hasil potongan dari dsDNA
tadi

Gambar 24. Template DNA


d. Menyediakan seluruh alat dan bahan untuk sekuensing DNA. Bahan untuk
sekuensing adalah template (cetakan) DNA, primer, dNTP, ddNTP dan enzim
polymerase
Gambar 25. Alat dan Bahan sequencing DNA
e. Menyiapkan 4 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diberikan ddNTP,
yaitu ddGTP, ddCTP, ddATP, dan ddTTP. Masing-masing tabung reaksi diisi
dengan ddNTP yang berbeda.

Gambar 26. Tabung Reaksi Berisi ddGTP, ddCTP, ddATP, dan ddTTP
f. Setelah masing-masing tabung diisi dengan ddNTP, kemudian masing-masing
tabung diisi dengan dNTP, yaitu dGTP, dCTP, dATP, dan dTTP.
Gambar 27. Tabung Reaksi pada Gambar 19. diisi dengan dNTP
g. Memasukkan dNTP ke dalam tabung reaksi tadi.

Gambar 28. Tabung Reaksi pada Gambar 20. diisi yang Telah Berisi dNTP
h. Kemudian memasukkan primer ke dalam tabung reaksi.
i. Setelah pemberian primer, juga dimasukkan enzim polimerase (taq-
polymerase)

Gambar 29. Proses Pemberian Enzim Polimerase (taq-polymerase)


j. Enzim polymerase terus mengkatalisis pembentukan polinukleotida dari
nukleotida dNTP (deoksi nukleotida tri phospat)
Gambar 30. Proses Katalisis Pembentukan Polinukleotida
k. Pada saat enzim taq-polymerase mengkatalisis pembentukan ikatan antara
nukleotida, deoksi-nukleotida (ddNTP) hadir berikatan dengan polimer
nukleotida sebelumnya.

Gambar 31. Proses Pengikatan ddNTP dengan Polimer Nukleotida


Sebelumnya
l. Kehadiran ddNTP (deoksinukleotida) mengakibatkan terhentinya/terminasi
proses polimerase, sehingga dihasilkan rantai polinukleotida yang berbeda
panjangnya.

Gambar 32. Hasil Rantai Polinukleotida yang Berbeda Panjangnya


m. Berikut ini gambar perbedaan struktur dNTP (deoksinukleotida tri phospat) dan
ddNTP (dideoksinukleotida tri phospat).

Gambar 33. Struktur dNTP dan ddNTP


n. Keberadaan ddNTP menghalangi terbentuknya ikatan phospodiester antara satu
nukleotida dengan nukleotida berikutnya, sehingga mengakibatkan
terminasi/pengakhiran proses polimerisasi.

Gambar 34. Proses Terminasi atau Pengakhiran Proses Polimerisasi


o. Kehadiran ddNTP menghasilkan beberapa rantai polinukleotida berbeda

Gambar 35. Beberapa Rantai Polinukleotida Berbeda


p. Kegiatan nomor i sampai nomor m dilakukan pada semua tabung reaksi

Gambar 36. Tabung Reaksi Kegaiatan i hingga m


q. Keempat tabung reaksi tersebut dipersiapkan untuk dialirkan pada gel agarosa

Gambar 37. Tabung Reaksi yang akan dialirkan pada Gel Agarosa
r. Perbedaan panjang polinukleotida tersebut, mengakibatkan perbedaan letak
pada gel agarosa. Polinukleotida yang paling pendek bermigrasi/pergerakannya
paling cepat pada gel agarosa.

Gambar 38. Perbedaan Letak Polinukleutida pada Gel Agarosa


s. Hasil pembacaan sekuensing dari arah 5’ ke 3’ adalah rantai kompemen, yaitu
5’ AGCCGATCC 3’. Sehingga DNA templatenya adalah 5’ GGATCGGCT 3’

Gambar 39. Hasil Pembacaan Sequencing DNA


4. Aplikasi
Pada restriksi DNA, yaitu:
a. Kloning
Dalam kombinasi dengan ligase DNA, REases memfasilitasi alur kerja
"potong dan tempel" yang kuat di mana fragmen DNA yang didefinisikan
dapat dipindahkan dari satu organisme ke organisme lain. Enzim restriksi juga
berguna sebagai alat konfirmasi pasca-kloning, untuk memastikan bahwa
penyisipan telah terjadi dengan benar. Alur kerja kloning tradisional, bersama
dengan teknologi amplifikasi DNA, seperti PCR dan RT-PCR, telah menjadi
aplikasi utama untuk REASE dan memfasilitasi studi tentang banyak
mekanisme molekuler.
b. DNA Mapping
Pada awal 1970-an hanya dengan segelintir REASE , Daniel Nathans
memetakan unit fungsional DNA SV40 (8), dan memulai era "Restriction
Map" dan perbandingan genom kompleks. Sejak itu telah berkembang menjadi
metodologi canggih yang memungkinkan deteksi polimorfisme nukleotida
tunggal (SNP) dan penyisipan / penghapusan (Indels) (9), mendorong aplikasi
yang termasuk mengidentifikasi lokus gangguan genetik, menilai keragaman
genetik populasi dan pengujian orang tua.
c. DNA Fingerprints
DNA Fingerprints merupakan tekik forensik yang digunakan untuk
mengidentifikasi seseorang berdasarkan variasi dari DNA sekuen. DNA
Fingerprints menggunakan enzIm restriksi merupakan versi perpanjangan dari
Mapping DNA dengan enzim restriksi. DNA Fingerprints sering digunakan
dalam forensik untuk identifikasi pelaku kriminal.
Pada sekuensing DNA, yaitu:
a. Bidang Forensik
1) Digunakan untuk mengidentifikasi pelaku criminal dengan mencari
beberapa bukti yang tertinggal pada TKP berupa sampel rambut, kuku,
kulit atau darah.
2) Digunakan untuk menentukan orang tua dari seorang anak.
3) Digunakan untuk mengidentifikasi spesies langka dan dilindungi.
4) Digunakan untuk mengetahui identitas dari korban bencana maupun
kecelakaan.
b. Bidang Kedokteran
1) Digunakan untuk mendeteksi gen yang terkait dengan beberapa faktor
keturunan atau penyakit yang diperoleh.
2) Digunakan untuk mengidentifikasi gen yang cacat dan menggantinya
dengan yang sehat.
3) Digunakan untuk mengidentifikasi, mendiagnosis, dan mengembangkan
pengobatan penyakit genetik.
c. Bidang Pertanian
1) Pemetaan dan sekuensing seluruh genom mikroorganisme telah
memungkinkan agriculturist memanfaatkan mereka dalam pengendalian
hama/ penyakit tanaman secara hayati.
2) Pada contoh lain, gen spesifik dari beberapa tanaman pangan digunakan
untuk meningkatkan hasil produktivitas dan nilai nutrisi tanaman
pangan. Demikian pula, telah berguna dalam produksi ternak dengan
peningkatan kualitas daging dan susu.
d. Bidang Taksonomi
Salah satu kegiatan dibidang taksonomi adalah mengklasifikasikan makhluk
hidup kedalam kelompok-kelompok tertentu sehingga dari pengelompokkan
tersebut memudahkan kita untuk mempelajari keanekaragaman makhluk
hidup di alam. Pengelompokan makhluk hidup dapat digunakan berbagai
pendekatan. Dunia ilmu pengetahuan saat ini mengenal tiga aliran dalam
mengklasifikasikan mahkluk hidup yaitu aliran fenetik, kladistik, dan
phyologenetik evolusioner.

E. VECTOR
1. Pendahuluan
Vektor merupakan suatu mulekul DNA sirkular yang bertindak sebagai wadah
untuk membawa DNA sisipan masuk ke dalam sel inang dan bertanggung jawab
atas replikasinya. Syarat suatu vektor adalah :
1) Dapat dipotong dengan enzim restriksi
2) Mampu memasuki sel inang,
3) Bereplikasi sendiri (memiliki ori),
4) Menghasilkan jumlah copy yang banyak dan
5) Mempunyai ukuran yang relatif kecil (< 10 kb).
Komponen-komponen Vektor yaitu :
1) Ori (Origin of Replication)
Ori merupakan tempat awal replikasi DNA di sel Prokariot (tempat
pengenalan). Pada daerah ini banyak terdapat basa adenin (A) dan timin
(T), ikatan yang terjadi antara basa A dan T terdiri dari dua buah ikatan
hidrogen, memungkinan untuk memisahkan diri ketika replikasi DNA
akan lebih mudah dari pada pasangan G-C ikatan hidrogen.

Gambar 40. Origin of Replication


2) ARS (Autonomous Replication Sequence)
ARS merupakan tempat awal replikasi untuk DNA di sel eukariot. Pada
daerah ini banyak mengandung basa adenin dan timin.

Gambar 41. Autonomously Replicsting Sequence


3) Gen AmpR
Gen AmpR dapat mengkode enzim β-laktamase yang dapat merusak
cincin β-laktam pada molekul antibiotik ampisilin. Jika cincin pada β-
laktam Mengalami kerusakan maka kinerja antibiotik ampisilin
tidakberfungsi lagi, sehingga sel bakteri tetap mampu membentuk dinding
sel dan mampu hidup dalam media yg mengandung antibiotik ampisilin.

Gambar 42. Gen AmpR


4) Gen Marker
Gen marker ini bermanfaat untuk seleksi transforman mikroorganisme
eukariot. Apakah gen yang ingin diekspresikan telah masuk dalam inang
atau belum.
Jenis vektor berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Vektor Ekspresi
Plasmid atau virus yang didesain untuk ekspresi protein. Digunakan
misalnya untuk menghasilkan protein, misalnya insulin. Vektor
ekspresi harus memiliki element ekspresi seperti: Promotor, RBS,
terminator, start codon.

Gambar 43. Vektor Ekpresi


Ekpresi dari vektor menyebabkan segmen DNA dapat ditranslasikan di sel inang.
Berikut tipe vektor dan inang yang sesuai:
 Bakteri: plasmid, faga.
 Sel serangga: Baculovirus, plasmid
 Mamalia: SV40, Vaccinia virus, Adenovirus, Retrovirus dan CHO,
HEK293.
2. Vektor Kloning
Vektor kloning digunakan untuk mendapatkan DNA. Vektor kloning
hanya berfungsi untuk memperbanyak fragmen DNA yang disisipkan,
sehingga fragmen DNA tersebut hanya direplikasi, tidak di transkripsi.
Vektor ini digunakan untuk tujuansekuensing atau untuk perbanyakan
DNA yang nantinya akan di sisipkan ke vektor ekspresi.
3. Plasmid
Secara umum plasmid dapat didefinisikan sebagai molekul DNA
sirkuler untai ganda di luar kromosom yang dapat melakukan replikasi
sendiri.

Gambar 44. Plasmid


Agar dapat digunakan sebagai vektor kloning, plasmid harus
memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1) Mempunyai ukuran relatif kecil bila dibandingkan dengan pori
dinding sel inang sehingga dapat dengan mudah melintasinya,
2) Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen marker yang dapat
menandai masuk tidaknya plasmid ke dalam sel inang,
3) Mempunyai tempat pengenalan restriksi sekurang-kurangnya di
dalam salah satu marker yang dapat digunakan sebagai tempat
penyisipan fragmen DNA.
4) Mempunyai titik awal replikasi (ori) sehingga dapat melakukan
replikasi di dalam sel inang.
4. Bakteriofag
Bakteriofag adalah virus yang sel inangnya berupa bakteri. Dengan
daur hidupnya yang bersifat litik atau lisogenik bakteriofag dapat
digunakan sebagai vektor kloning pada sel inang bakteri.
Jenis Bakteriofag yang dapat dijadikan vektor yaitu
a. Bakteriofag λ
Bakteriofag λ atau fag λ merupakan virus kompleks yang
menginfeksi bakteri E. coli. DNA λ yang diisolasi dari partikel
fag ini mempunyai konformasi linier untai ganda dengan panjang
48,5 kb. Masing-masing ujung fosfatnya berupa untai tunggal
sepanjang 12 pb yang komplementer satu sama lain sehingga
memungkinkan DNA λ untuk berubah konformasinya menjadi
sirkuler. Dalam bentuk sirkuler, tempat bergabungnya kedua
untai tunggal sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos.

Gambar 45. Bakteriofag λ

b. Bakteriofag M13
Bakteriofag M13 mempunyai genom berupa DNA linier untai
tunggal (single stranded) berukuran sekitar 6,4 kb. Pada
bakteriofag M13 sintesis primer tidak dilakukan oleh primase
melainkan oleh enzim RNA polimerase sel inangnya.

Gambar 46. Bakterifage M13


5. Kosmid
Dikembangkan dari plasmid, dilengkapi dengan sekuens cos dan gen
ori. Kosmid memiliki ukuran fragmen yang diinsersi 35-57 kbp dan
bersifat seperti plasmid dan faga.

Gambar 47. Kosmid


6. BAC
Vektor BAC mengandung sekuens dari plasmid F E.Coli dan mempu
nyai kemampuan untuk meng-kloning sampai dengan 75-200 kb
fragmen.
Gambar 48. BAC
2. Proses
Pertama yang dibutuhkan untuk mengkonstruksi veKtor adalah
ekstracrhomosomal yang mereplikasi plasmid sikular. Selain itu, juga
membutuhkan nzim restriksi yang digunakan untuk memotong restriction site di
mana gen yang diinginkan akan terikat dan sebuah DNA ligase untuk
menggabungkan gen dalam plasmid pada restriction site.

Gambar 49. Proses Konstruksi Vektor


3. Aplikasi
a. Pengobatan Terapi Gen
Penyisipan gen menggunakan vektor virus maupun non viru. Virus yang
dimanfaatkan sebagai vektor dalam terapi gen adalah retrovirus, adenovirus
(tipe 2 dan 5), adenoassociated virus (AAV), virus herpes, virus cacar, human
foamy virus (HFV), lentivirus, serta beberapa jenis virus lainnya. Terapi gen
dapat berupa in vivo, dilakukan dengan cara menyuntikkan vektor langsung
ke dalam tubuh penderita. Sedangkan ex vivo dilakukan di laboratorium. Gen
asing dibungkus dengan vektor, kemudian diperkenalkan dengan gen target,
dikembang biakkan, ditransformasikan, kemudian disuntikkan kembali ke
dalam tubuh penderita. Vektor yang akan digunakan harus memiliki
spesifitas yang tinggi, efisien menyisipkan satu atau lebih gen dengan ukuran
tertentu, tidak dikenali oleh sistem imun tubuh penderita, dan dapat
dipurifikasi dalam jumlah yang besar.
b. Pemanfaatan Plasmid Ti Agrobacterium tumefaciens untuk pembuatan
Tanaman Transgenik
1) Tanaman Kapas
Untuk mengendalikan hama penyakit pada tumbuhan kapas
menggunakan teknologi rekayasa genetika dengan cara
pemanfaatan plasmid Ti Agrobacterium tumefaciens.
Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen pada tanaman
yang banyak digunakan untuk memasukkan gen asing ke dalam sel
tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman transgenik.
2) Tanaman Rumput Laut
Peningkatan kandungan karagenan pada rumput laut merupakan
salah satu target rekayasa gen yang sangat potensial untuk
dilakukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menyisipkan gen
penyandi enzim κ-Carrageenase yang terlibat dalam biosintesis
karagenan. Agrobacterium tumefaciens sebagai bakteri yang
digunakan untuk memasukan gen asing ke dalam rumput laut.
Setiap gen yang dimasukan ke dalam tanaman berbeda–beda
tergantung tujuan dilakukan transgenik.
3) Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh cendawan Phytopthora
infestans merupakan suatu penyakit yang merusak tanaman dan
memengaruhi hasil umbi kentang. Salah satu usaha untuk
mengendalikan penyakit ini, yaitu dengan menggunakan kultivar
tahan yang dapat dibuat melalui rekayasa genetika dengan
mentransfer gen ke dalam Agrobacterium tumefaciens.

F. GEN
1. Pendahuluan
Ekspresi gen merupakan rangkaian proses penerjemahan informasi genetik
(dalam bentuk urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, dan fenotipe.
Informasi yang dibawa oleh bahan genetik tidak bermakna apa pun bagi suatu
organisme jika tidak diekspresikan menjadi fenotipe. Ekspresi gen adalah proses
penentuan sifat suatu organisme oleh gen. Suatu sifat yang dimiliki oleh
organisme merupakan hasil metabolisme yang terjadi di dalam sel. Gen tersusun
dari molekul DNA, sehingga gen menentukan sifat suatu organisme. Langkah
pertama dalam ekspresi gen adalah transkripsi DNA menjadi RNA. Ekspresi gen
ini berkaitan dengan sintesis protein, yaitu proses transkripsi dan translasi. DNA
akan mengkode informasi genetik sesuai kebutuhannya:
a. Proses transkripsi yaitu Tahap pertama urutan rantai nukleutida tempale
(cetakan) dari suatu DNA untai ganda disalin untuk menghasilkan satu rantai
molekul RNA.
b. Proses translasi yaitu Tahap kedua merupakan sintesis polipeptida dengan
urutan spesifik berdasarkan rantai DNA yang dibuat pada tahap pertama,
menjadi protein
2. Proses
a. Transkripsi
Transkripsi berlangsung dalam 3 tahap, yaitu inisiasi, elongasi, dan teminasi.
Masing-masing tahap akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
1. Inisiasi, setelah mengalami pengikatan oleh promoter, RNA polimerase
akan terikat pada suatu tempat di dekat promoter, yang dinamakan tempat
awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation site). Tempat ini sering
dinyatakan sebagai posisi +1 untuk gen yang akan ditranskripsi.
Nukleosida trifosfat pertama akan diletakkan di tapak inisiasi dan sintesis
RNA pun segera dimulai.
2. Elongasi merupakan pengikatan enzim RNA polimerase beserta kofaktor-
kofaktornya pada untai DNA cetakan membentuk kompleks transkripsi.
Selama sintesis RNA berlangsung kompleks transkripsi akan bergeser di
sepanjang molekul DNA cetakan sehingga nukleotida demi nukleotida
akan ditambahkan kepada untai RNA yang sedang diperpanjang pada
ujung 3’ nya. Jadi, elongasi atau polimerisasi RNA berlangsung dari arah
5’ ke 3’, sementara RNA polimerasenya sendiri bergerak dari arah 3’ ke
5’ di sepanjang untai DNA cetakan.
3. Terminasi yaitu berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi
kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta
kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya dengan
molekul RNA hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase
mencapai urutan basa tertentu yang disebut dengan terminator.Terminasi
transkripsi dapat terjadi oleh dua macam sebab, yaitu terminasi yang
hanya bergantung kepada urutan basa cetakan (disebut terminasi diri) dan
terminasi yang memerlukan kehadiran suatu protein khusus (protein rho).
Di antara keduanya terminasi diri lebih umum dijumpai. Terminasi diri
terjadi pada urutan basa palindrom yang diikuti oleh beberapa adenin (A).
Urutan palindrom adalah urutan yang sama jika dibaca dari dua arah yang
berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini biasanya diselingi oleh
beberapa basa tertentu, maka molekul RNA yang dihasilkan akan
mempunyai ujung terminasi berbentuk batang dan kala (loop) (Yuwono,
2005).
b. Translasi
Translasi adalah tahap penerus dari transkripsi, dalam tahap ini terjadi proses
penerjemahan urutan kodon pada mRNA oleh tRNA menjadi urutan asam
amino. Proses ini terjadi di sitoplasma oleh ribosom. Ribosom terdiri atas 2
unit yaitu unit besar dan unit kecil. Penerjemahan satu kodon mengahsilkan
satu asam amino. Dalam proses translasi terjadi 3 tahap yaitu inisiasi, elongasi,
terminasi (Yuwono, 2005).
1. Inisiasi dimulai dengan pengenalan rangkaian AUG, kemudian
mengenal dan berikatan dengan molekul tRNA pada antikodon untuk
asam amino yang khusus, seperti ACC untuk tryptophan, dengan cara
ini activating enzymes mengikatkan molecules tRNA ke asam amino
tertentu, setelah itu baru fase pemanjangan dengan cara pembacaan
yang sama.
2. Elongasi yaitu proses penyusunan polipeptida yang dibawa oleh RNAt.
Proses tersebut terjadi pada saat RNAt masuk kedalam ribosom pada
posisi A kemudian bergeser ke posisi P untuk melepaskan asam amino
yang dibawanya . kemudian RNAt bergeser lagi ke posisi E untuk
keluar dari ribosom. Setelah satu RNAt keluar dari ribosom maka
ribosom bergeser satu rantai kodon ke arah ujung 3’ pada mRNA
sehingga RNAt lainnya akan menduduki posisi Apada ribosom yang
telah kosong. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai pada
kodon stop yaitu UGA atau UAA atau UAG. Kodon stop itu sendiri
adalah triplet yang menandai berakhirnya proses penyusunan rantai
polipeptida.
3. Terminasi merupakan tahap akhir dari proses translasi dan merupakan
tahap pelepasan rantai polipeptida dari ribosom. Dalam pelepasan
rantai polipeptida ada satu protein yang disebut sebagai faktor
pelepasan yang akan mengikatkan diri pada kodon stop di site A dan
menambahkan air pada rantai polipepida. Reaksi ini akan memutuskan
( menghidrolisis ) ikatan antara polipeptida yang sudah selesai tRNA
disitus P, sehingga polipeptida akan terlepas.
Ekspresi gen terjadi pada sel prokariotik dan eukariotik, perbedaan
keduanya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 3. Perbedaan Proses Transkripsi Pada Prokariotik Dan Eukariotik
No. Kriteria Sel Prokariotik Sel Eukariotik
1. Faktor transkripsi Tidak ada, RNA Memiliki satu set
mengenali promotor yang utama
promotor dengan merupakan kotak
membentuk RNA TATA
polimerase
holoenzim
2. Lokasi Sitoplasma Nukleus
3. Waktu terjadinya transkripsi Bersamaan Tidak bersamaan
dan translasi
4. Hasil RNA matang Pre-Mrna
5. Modifikasi RNA Tidak ada Penambahan tudung 5’
splicing
Penambahan poli A
diujung 3’
Modifikasi mRNA
pasca splicing
6. Jumlah mRNA yang Pasti 1 Bisa lebih dari 1
dihasilkan
7. Jumlah protein yang dikode Bisa lebih dari 1 Hanya 1
Mrna
8. Tahapan terminasi Ketika ada Beberapa nukleotida
terminator maka setelah terminator
langsung diakhiri sampai sekitar 100
nukleotida (ada protein
yang melepaskan RNA
polimerase dari DNA)
9. RNA polimerasi yang Hanya 1 Hanya 3
berperan

3. Aplikasi
a. Regulasi Ekspresi Gen
Pengaruh suatu gen dapat diamati secara visual misalnya pada anggur dengan
warna buah yang hijau, warna ungu muda sampai dengan warna ungu tua.
Dari pola tandan buah ada yang jarang, lebat hingga sangat lebat. Semua
perbedaan tersebut disebabkan oleh ekspresi gen yang berbeda.

.
Gambar 50. Contoh Regulasi Ekspresi Gen
Pengaruh suatu gen juga dapat dibedakan dari tingkat aktivitas ekspresi.
Misalnya aktivitas ekspresi gen kerdil AoX pada padi, menyebabkan
perbedaan tinggi tanaman. Makin tinggi aktivitas ekspresi gen AoX
menyebabkan tanaman padi makin kerdil.

Gambar 51. Contoh Regulasi Ekspresi Gen


b. Regulasi Transkripsional Pada Kanker
Sebagian besar promotor gen mengandung daerah CpG dengan banyak situs
CpG. Ketika banyak situs CpG promotor gen dimetilasi, gen menjadi tidak
teraktifkan (dihilangkan). Kanker kolorektal biasanya memiliki 3 hingga 6
mutasi dan 33 hingga 66 atau mutasi penumpang. Namun, penghilangan
transkripsi mungkin lebih penting daripada mutasi dalam menyebabkan
perkembangan menjadi kanker. Sebagai contoh, pada kanker kolorektal,
sekitar 600 hingga 800 gen secara transkripsi dihilangkan oleh metilasi daerah
CpG. Represi transkripsional pada kanker juga dapat terjadi dengan
mekanisme epigenetik lainnya, seperti perubahan ekspresi RNA-mikro.Pada
kanker payudara, represi transkripsional BRCA1 dapat terjadi lebih sering
oleh microRNA-182 yang diekspresikan secara berlebihan dibandingkan
dengan hipermetilasi promotor BRCA1 (lihat Ekspresi rendah BRCA1 pada
kanker payudara dan ovarium).
c. Ekspresi Gen Myostatin
Gen myostatin yaitu anggota dari superfamili gen pertumbuhan dan berfungsi
menekan pertumbuhan otot. Myostatin adalah anggota dari superfamili
transforming growth factor (TGF)-β dan memegang peranan penting dalam
mengatur pertumbuhan otot dan kualitas daging. Pengidentifikasian Double
Muscling ditentukan berdasarkan derajat hipertropi yang dapat diamati dari
luar.
d. Mendeteksi Penyakit
Penyediaan protein (ekspresi gen) masing-masing individu dapat dilacak
terhadap data microarray untuk mengetahui gambaran satu gen dan
mengidentifikasi gen-gen apa saja yang aktif dalam tubuh. Pertama mRNA
yang diisolasi dikembalikan dalam bentuk DNA menggunakan reaksi reverse
transkripsi. Selanjutnya melalui proses hibridisasi, hanya DNA komplementer
yang akan berikatan dengan DNA di atas chip. DNA yang telah diberi label
warna berbeda akan menunjukkan pola yang unik. Dengan memanfaatkan
teknologi pengolahan citra, pola ini selanjutnya ditransfer ke dalam ekspresi
numerik untuk diolah dengan berbagai metode pattern recognition.

G. SOUTHERN BLOTTING
1. Pendahuluan
Southern blotting adalah salah satu teknik sentral dalam biologi molekuler.
Pertama kali dirancang oleh EM Southern (1975). Metode ini digunakan dalam
bidang biologi molekuler untuk menguji keberadaan dari suatu sekuen DNA
dalam suatu sampel DNA dan berguna untuk 'deteksi fragmen restriksi spesifik
dengan latar belakang banyak fragmen restriksi lain. Blot Southern merupakan
proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis dari gel ke
membran. Kemampuan bubuk nitroselulosa atau lembaran untuk mengikat DNA.
Prinsipnya adalah kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase gerak
diasumsikan akan membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan
DNA negatif sedangkan muatan membran positif maka fragmen DNA akan
menempel (blot) pada membran. Membran yang digunakan pada proses blot
southern adalah membrane nitroselulosa. Berikut ini adalah komponen southern
blotting, yang dapat dilihat pada Gambar 50. di bawah ini.
Gambar 52. Komponen Southern Blotting
Bahan-bahan yang diperlukan dalam southern blot antara lain:
1) Bubuk Nitroselulosa
2) Buffer
3) Gel elektroforesis agarosa
4) Paper towl
5) Fragmen DNA sampel
6) Probe
Adapun modifikasi terbaru untuk southern blotting berfungsi untuk meningkatkan
efisiensi transfer DNA dari gel ke membran.
a. Penggunaan Membran Nilon
Keunggulan
1) Lebih kuat
2) Dapat dikristalisasi ulang sampai dengan 10x lipat
3) Membran bermuatan (+) dan DNA (-) sehingga terjadi ikatan kovalen
4) Waktu transfer 2 jam
b. Metode Transfer Nonkapiler
Salah cntohnya adalah electroblotting dengan menggunakan elektroforesis
untuk memindahkan DNA dari gel ke membran. Teknik ini pada awalnya
dikembangkan untuk blotting poliakrilamida gel, yang ukuran pori-nya
terlalu kecil untuk transfer kapiler DNA yang efektif, dan juga telah
diterapkan pada gel agarosa (Bittner et al., 1980).
c. Vacuum blotting
Vacuum blotting adalah pilihan yang lebih populer untuk gel agarose,
tekanan vakum yang digunakan untuk menarik buffer melalui gel dan
membran lebih cepat daripada yang terjadi dengan aksi kapiler sederhana,
memungkinkan waktu transfer dikurangi hingga 30 menit.
Penggunaan southern blot perlu adanya persiapan yaitu

a. Persiapan DNA genom dengan cara memfragmen DNA


1) Melakukan gangguan sel
Sampel Reagen
Sel kultur jaringan dan ssampel darah Diinkubasi dalam buffer + detergent
+SDS
Bakteri (punya dinding sel) Lisozim + EDTA
Lisozim + EDTA + detergent

Ragi dan jamur Lisozim

Tanaman Dengan penghancuran secara fisik

2) Menghilangkan biokimiawi utama selain DNA


b. Persiapan DNA plasmid
Penambahan alkali yang mengendapkan DNA linier tetapi meninggalkan
plasmid dalam larutan.
2. Proses
Tahapan southern blotting dijelaskan sebagai berikut.
a. Isolasi DNA dan Pemotongan DNA
Isolasi DNA merupakan tahap untuk memperoleh DNA yang akan dideteksi.
Pemotongan DNA yang ingin diperoleh dilakukan dengan menggunakan
enzim retriksi (endonukleaseretriksi) yang bersifat spesifik terhadap DNA.

Gambar 53. Proses Pemotongan DNA Menggunakan Enzim Restriksi


b. Fragmentasi DNA dengan Elektroforesis gel
Fragmentasi DNA merupakan tahap di mana fragmen-fragmen dari DNA
akan terpisah berdasarkan ukuran berat molekulnya. Berdasarkan prinsip
elektroforesis, fragmen DNA yang ukuran berat molekulnya lebih kecil akan
lebih cepat bergerak dari kutub negatif kekutub positif dibandingkan dengan
fragmen DNA dengan berat molekul lebih besar.

Gambar 54. Pergerakan Fragmen DNA


c. Denaturasi DNA
Proses denaturasi DNA dilakukan dengan merendam gel dalam larutan
denaturan (NaOH ). NaOH bersifat basa sehingga dapat menyebabkan
rusaknya ikatan hidrogen antar untai DNA. ikatan hidrogen antar untai DNA
yang putus menyebabkan struktur DNA yang semula double heliks menjadi
DNA single strand.
d. Transfer DNA ke Membran nitroselulosa
DNA yang telah diperoleh kemudian ditransfer ke membran nitroseluloasa,
tahap inilah yang disebut dengan blotting.

Gambar 55. Transfer DNA Berdasarkan Prinsip Kapilaritas dan Elektroforesis


e. Gel agarosa dijiplak pada membrane nitroselulosa
Metode ini merupakan tahapan transfer DNA ke membran nitroselulosa yang
berdasarkan pada prinsip kapilaritas. Kapilaritas adalah peristiwa naiknya zat
cair pada pembuluh, celah atau pori-pori kecil. Fragmen DNA yang telah
terjiplak pada membran nitroselulosa kemudian dipanaskan pada suhu 60oC
kemudian membran diberi radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan
permanen antara pita-pita DNA dengan membran.

Gambar 56. Transfer DNA ke Membran Nitroselulosa


f. Hibridisasi
Hibridisasi DNA adalah proses pembentukan molekul double helix dari single
strand DNA probe dan single strand DNA target. Tahap ini terjadi ketika
membran nitroselulosa direndam dalam larutan yang berisi probe DNA Ss*
(diberi radioisotop).
Gambar 57. Proses Hibridisasi

g. Deteksi DNA
Tahap ini Merupakan tahap lanjutan dari proses hibridisasi DNA yang
menggunakan pelacak/probe. Probe biasanya merupakan DNA yang
dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik radionukletida. Pada
tahap deteksi DNA digunakan Autoradiogram untuk melihat lokasi sinyal
DNA.
3. Aplikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS), yang merusak sistem kekebebalan tubuh
sehingga tubuh mudah diserang penyakit lain. Berdasarkan data WHO/UNAIDS
tahun 2006, dinyatakan 39,5 juta orang hidup dengan HIV dan diantaranya
630.000 orang meninggal akibat AIDS. Di Indonesia infeksi HIV cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, pada akhir September 2006 dilaporkan jumlah
penderita AIDS ada 6987. Baru-baru ini PBB memperkirakan pengidap HIV-
AIDS di Indonesia telah mencapai 180.000 orang (WHO, 2007). Untuk
mengetahui apakah seseorang mengidap HIV diperlukan pemeriksaan penunjang
di laboratorium, salah satu teknik pemeriksaan tersebut yaitu menggunakan PCR
dan blotting. Pada teknik blotting, khususnya southern blotting, di mana untuk
mendeteksi keberadaan sepotong DNA dalam sampel. DNA yang terdeteksi HIV
dapat berupa gen tunggal, atau dapat menjadi bagian dari potongan DNA yang
lebih besar seperti genom virus. Kunci dari metode ini adalah Hibridisasi.
Hibridisasi adalah Proses pembentukan molekul DNA beruntai ganda antara
probe DNA beruntai tunggal dan DNA pasien target beruntai tunggal. Metode ini
mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA
berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk
selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Untuk mengidentifikasi ataupun
melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA
dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan
hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut
mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal
dengan menggunakan DNA sebagai pelacak. Apabila hasil menyatakan bahwa
positif terdapat DNA ynag mengandung virus HIV, maka dapat dipastikan bahwa
orang tersebut menderita penyakit HIV. Namun, apabila ingin diperiksa dengan
teknik lanjut, maka dapat dilakukan northern blotting untuk mendeteksi RNA
maupun westhern blotting untuk mendetekai protein (Abravaya, et al., 2000).
Metode reverse transcription - polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan
hibridisasi menggunakan pelacak DNA spesifik adalah metode deteksi alternatif
berdasarkan adanya RNA HIV, dapat mendeteksi adanya virus dalam darah secara
langsung baik secara kualitatif (ada atau tidak virus dalam darah) maupun
kuantitatif (jumlah virus/jumlah copy RNA dalam darah). Beberapa penelitian
menyatakan metode deteksi HIV yang sensitif dan spesifik adalah PCR yang
dilanjutkan dengan teknik hibridisasi menggunakan pelacak DNA spesifik
(Dickover, et al., 1998).

H. NORTHEN BLOTTING
1. Pendahuluan
Northern blotting adalah sebuah tekhnik yang digunakan dalam penelitian
molekul biologi untuk mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA.
Northern blot juga dikenal sebagai RNA blot, adalah salah satu teknik blotting
yang digunakan untuk mentrasfer RNA ke sebuah pembawa untuk pemisahan dan
identifikasi. Northern blotting mirip dengan sourthern blotting tetapi bukan DNA
melainkan RNA yang menjadi subjek analisis dalam teknik ini.
Teknik Northern blotting dikembangkan pada tahun 1977 oleh James
Alwine, David Kemp, dan Gorge Stark di Stanford University. J.C. Alwine,
seorang ahli biologi dengan selera humor, dikembangkan sebuah teknik berbasis
analog untuk Sourthern blotting, saat ini untuk mengidentifikasi secara spesifik
RNA dalam sebuah sampel kompleks RNA menggunakan sebuah probe DNA
Radiolabelled. Alwine memberi nama teknik ini Northern blotting.
Prinsip Northern blotting adalah sebuah metode yang digunakan untuk
mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA dalam sebuah samel.
Selanjutnya ini disebut RNA Blot. Sampel RNA diisolasi dari suatu organisme
yang ingin diteliti dan selanjutnya dielektroforesis pada agarosa gel yang
memisahkan fragmen-fragmen berdasarkan ukurannya. Fragmen RNA yang
terpisah dipindahkan ke membran pendukung (membran nitroselulosa) hal ini
dapat dilakukan dengan metode kapliter sederhana dengan adanya buffer tertentu.
Ini diikuti oleh hibridisasi dengan DNA yang dilabeli atau probe RNA. Jika
sampel berisi urutan RNA kontenporer, probe akan mengikat membran untuk
membentuk molekul hibrin DNA-RNA untai ganda antara DNA untai tunggal dan
target untai tunggal RNA. Langkah terakhir adalah deteksi RNA yang igin
diketahui pada membran menggunakan kromogen.
Komponen North Blotting, yaitu:
1) Agarosa gel untuk proses elektroforesis
2) Membran nylon / Diazo benzyl oxy methyl (DBM) filter paper.
3) Complementary Radioactive probe untuk hibridisasi
4) Formaldehyde (HCHO) untuk degradasi – reaksi grub karbonil
membentuk basa dengan gugus amno GAC, ini mencegah ikatan -H
normal dan menjaga RNA dalam Keadaan denaturasi.
5) X-ray film intuk identifikasi RNA
2. Proses
Prinsip northen blot adalah memisahkan RNA berdasarkan ukuran dan
terdeteksi pada membran menggunakan probe hibridisasi dengan urutan basa
komplementer untuk semua, atau sebgian, dari urutan mRNA target
Gambar 58. Proses North Blotting
a. Isolasi RNA
Isolasi RNA dapat dilakukan dengan beberapa tahap berikut, yaitu
1. Penghancuran dinding
 Lisis dilakukan menggunakan detergen
 Pengotor akibat lisis sel dipisahkan dengan cara sentrifugasi
 Kemudian molekul nukleotida (DNA dan RNA) dipisahkan dari
protein menggunakan fenol
2. Penghilangan protein dan DNA
Enzim DNA digunakan untuk menghancurkan DNA sehingga RNA
diisolasi secara utuh
3. Pemurnian RNA
Purifikasi RNA dapat dilakukan denganmencampur larutan tersebut
dengan PCl yang berfungsi memekatkan, memisahkan RNA dari
larutan, dan mengendapkan.
b. Elektroforesis
Merupakan tahap dimana RNA di elektroforesis menggunakan gel
formaldehida. RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA,
oleh karena itu elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat
kimia yang bersifat melindungi (biasanya formaldehid).
c. Transfer ke membran dan imobilisasi
RNA yang sebelumnya berhasil diselesaikan kemudian ditransfer ke
membran nilon. Membran nilon dengan muatan positif paling efektif
digunakan di bagian utara karena asam nukleat bermuatan negatif
menghasilkan afinitas tinggi. Transfer buffer yang digunakan mengandung
formamida karena kehilangan suhu dari interaksi probe-RNA yang dapat
menyebabkan degradasi RNA. Setelah RNA ditransfer ke membran, maka
membran harus segera disiapkan untuk crosslink RNA dengan sinar UV.
Tujuan crosslink RNA adalah untuk membuat RNA terikat kuat di membran.

Gambar 59. Proses Transfer ke membran dan imobilisasi


d. Prehibridisasi dan hibridisasi dengan probe
Tujuan pemulihan prehibridisasi sebelum hibridisasi adalah memblok bagian
tidak spesifik untuk mencegah probe yang untai tunggal dari mengikat
sembarang bagian pada membran. Hibridisasi asam nukleat mensyaratkan
bahwa probe ini melengkapi semua atau sebagian, dari urutan mRNA target.
Probe harus diberi label baik dengan isotop radioaktif (32P) atau dengan
chemiluminescence di mana alkali fosfatase atau horseradish peroxidase
(HRP) memecah chemiluminescent substrat menghasilkan emisi terdeteksi
cahaya.
Gambar 60. Proses Prehibridisasi dan hibridisasi dengan probe
e. Pencucian
Tujuan dari pencucian membran adalah untuk memastikan bahwa probe telah
terikat secara khusus dan untuk mencegah sinyal balik yang timbul . Hal ini
juga dilakukan untuk menghilangkan unhibridisasi probe, dengan larutan
buffer misalnya dengan sodium citrate.
f. Deteksi
Jika probe radiolabeled selesai digunakan, blot disimpan dalam bungkus
plastik agar tidak kering kemudian membran di autoradiografi dengan X-ray.
Tahapan deteksi dalam northern blot dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Radioaktivitas
Probe ditandai dengan 32P (atau 33P)
2. Non Radioaktivitas
Deteksi dilakukan dengan pewarnaan, misalnya dengan teknik
chemiluminescence.
3. Aplikasi
a. Mendeteksi Chemokine
Chemokie adalah keluarga sitokin kecil atau protein pemberi signal yang
disekresikan oleh sel. Dinamakan kemokin karena kemampuannya untuk
menginduksi kemotaksis tearah pada sel responsif terdekat. Penelitian yang
dilakukan oleh Irifune et al (2005) dengan judul Adoptive transfer of T-Helper
Cell Type 1 Clones Attenuates an Asthmatic Phenotype in Mice mendeteksi
chemokine menggunakan Northen Blotting. Deteksi chemokine yang
dilakukan di jurnal ini bertujuan untuk melihat perbandingan efek pemberian
Th 1 terhadap chemokine yang dihasilkan antara tikus yang terkena asma dan
tikus normal. Ada 2 chemokine yang dilihat eotaxin dari RANTES. Hasil dari
penelitian ini transfer Th 1 pada cell memiliki effect dalam ekpresi chemokine
secara in vivo. Th1 selakan menghambat ekspresi eotaxin, dimana eotaxin ini
diekpresikan sangat kuat pada model asthma. RANTES akan diinduksi secara
kuat pada model yang ditransfer Th 1, dan tidak terinduksi pada model
asthma. Eotaxin diketahui berpotensi sebagai kemoatarkatan untuk
eosinophils. Kesimpulan dalam penelitian ini pemberian TH 1 dapat
digunakan dalam terapi asthma.
b. Mempelajari pola ekspresi
Northern Blotting dapat digunakan untuk mempelajari pola ekspresi dari jenis
tertentu molekul RNA sebagai denaturasi RNA elektroforesis gel, dan sebuah
noda. Dalam proses ini RNA dipisahkan berdasarkan ukuran dan kemudian
ditransfer ke membran yang kemudian diperiksa dengan pelengkap berlaber
untuk kepentingan. Pola ini digunakan untuk menentukan pada waktu apa dan
dalam kondisi apa, gen-gen tertentu yang dinyatakan dalam jaringan hidup.

I. WESTHERN BLOTTING
1. Pendahuluan
Westhern blotting merupakan suatu teknik memindahkan bagian protein
yang telah dipisahkan, RNA atau DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks
membran agar bagian protein tersebut mengalami imobilisasi. Teknik ini
mendeteksi sampel protein yang secara spesifik dalam suatu jaringan homogen
atau ekstrak berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi.
Prinsip kerja gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang
polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein terpisah pada gel
poliakrilamid. Tujuan dari teknik ini yaitu mengetahui keberadaan dan berat
molekul protein sampel dalam suatu campuran, membandingkan reaksi silang
antar protein, mempelajari modifikasi protein selama sintesis.
2. Proses
Teknik westhern blotting dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a. Protein gel elektroforesis
Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan
ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis,
biasanya sampel yang mengandung protein dicampur dengan SDS. SDS
merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif pada
SDS akan mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami
denaturasi. Akibatnya protein-protein yang ada dalam sampel membentuk
suatu rantai polipeptida yang lurus. Sampel dengan protein rantai polipeptida
lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri
arus listrik. Laju pergerakan protein dalam suatu membran poliakrilamid
tersebut berbeda-beda tergantung daya hambat antara protein dan membran.
Protein yang lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga
pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan protein berukuran kecil.
b. Elektrotransfer
Tahap ke dua dalam teknik ini yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid
menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik
sebagai faktor pendorong transfer protein. Gel transfer yang umum digunakan
pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi,
nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking
mudah dan cepat dilakukan. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu:
1) Blotting semi kering
Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi
dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel
poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama
10-30 menit dengan arus listrik tertentu.
2) Blotting basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid
dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam
buffer transfer. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit
hingga 1 malam (Bollag et al., 1996).
c. Deteksi
Tahap ke tiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran
transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan
antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode terletak pada
penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul
penanda. Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama
dengan sebuah enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya
berlangsung dalam dua tahap, yaitu:
1) Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali
dihasilkan sistem imun ketika terpajang protein target. Antibodi terlarut
kemudian diinkubasi bersama kertas membran paling sedikit selama 30
menit.
2) Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih
dahulu kemudian diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder
adalah antobodi yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer.
Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan pada antibodi primer yang
berasal dari tikus. Antibodi sekunder ini kemudian akan menguatkan
sinyal yang dihasilkan oleh antibodi primer. Sekarang, proses deteksi
dapat dilakukan dengan satu langkah saja, yaitu dengan menggunakan
antibodi yang dapat mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki
label yang mudah dideteksi.

Gambar 61. Primary Antibody


Gambar 62. Secondary Antibody

Gambar 63. Proses Deteksi dan Visualisasi


3. Aplikasi
Salah satu penerapan westhern blotting yaitu untuk memastikan bahwa
seseorang menderita HIV. Biasanya sebelum dilakukan pendeteksian dengan
teknik ini, orang tersebut telah dideteksi DNA dan RNA nya menggunakan teknik
southern blotting dan northern blotting. Westhern blotting merupakan suatu teknik
memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA atau DNA dari gel ke
lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut mengalami
imobilisasi. Teknik ini mendeteksi sampel protein yang secara spesifik dalam
suatu jaringan homogen atau ekstrak berdasarkan kemampuan protein tersebut
berikatan dengan antibodi. Prinsip kerja gel elektroforesis untuk memisahkan
protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein
terpisah pada gel poliakrilamid. Tujuan dari teknik ini yaitu mengetahui
keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam suatu campuran,
membandingkan reaksi silang antar protein, mempelajari modifikasi protein
selama sintesis.

J. APLIKASI EKSPRESI GEN EUKARIOT (INSULIN)

Rekayasa genetika adalah proses mengidentifikasi dan mengisolasi DNA dari


suatu sel hidup atau mati dan memasukkannya dalam sel hidup lainnya. Rekayasa
genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk
hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga
pencangkokan gen atau rekombinasi DNA. Dalam rekayasa genetika digunakan DNA
untuk menggabungkan sifat makhluk hidup. Hal itu karena DNA dari setiap makhluk
hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkombinasikan. Prinsip
dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan
susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur
DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja sehingga akan mengekspresikan protein yang telah
diselipkan.

a. Hormon Insulin

Gambar 64. Hormon Insulin

Insulin merupakan protein sederhana yang terdiri atas 51 asam amino, 21 di


antaranya merupakan satu rantai polipeptida dan 30 di antaranya terdiri dari rantai
kedua. Dua rantai ini dihubungkan oleh ikatan disulfida. Coding sequences untuk
insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas dari lengan pendek kromosom ke-11
yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam sebuah rantai/chain A dan 90 dalam rantai
lainnya/chain B). Kedua rantai ini berbentuk heliks. Hormon insulin yang diproduksi
oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar
pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat
inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan
manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen

b. Proses Sintesis Insulin

Pada proses penyisipan gen diperlukan tiga faktor utama yaitu :


1. Vektor, yaitu pembawa gen asing yang akan disisipkan, biasanya berupa plasmid,
yaitu lingkaran kecil AND yang terdapat pada bakteri. Plasmid diambil dari bakteri
dan disisipi dengan gen asing.
2. Bakteri, berperan dalam memperbanyak plasmid. Plasmid di dalam tubuh bakteri
akan mengalami replikasi atau memperbanyak diri, makin banyak plasmid yang
direplikasi makin banyak pula gen asing yang dicopy sehingga terjadi cloning gen.
3. Enzim, berperan untuk memotong dan menyambung plasmid. Enzim ini disebut
enzim endonuklease retriksi, enzim endonuklease retriksi yaitu enzim
endonuklease yang dapat memotong ADN pada posisi dengan urutan basa nitrogen
tertentu.
Gambar 65. Produksi Insulin

Proses pembuatan insulin dengan teknik DNA recombinan adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengisolasi gen penghasil insulin dari sel pancreas manusia
dengan metode PCR :
a. Mula-mula mRNA yang telah disalin dari gen penghasil insulin diekstrak dari
sel pancreas. Kemudian enzim transcriptase ditambahkan pada mRNA
bersamaan dengan nukleotida penyusun DNA.
b. Enzim ini menggunakan mRNA sebagai cetekan untuk membentuk DNA
berantai tunggal.
c. DNA ini kemudian dilepaskan dari mRNA.
d. Enzim DNA polymirase digunakan untuk melengkapi DNA rantai tunggal
menjadi ranati ganda,disebut DNA komplementer (c- DNA), yang merupakan
gen penghasil insulin.
e. Sehingga didapatkan kode gen penghasil insulin.
2. Melepaskan salinan gen penghasil insulin tersebut dengan cara memotong
kromosom secara khusus menggunakan enzim retrikasi dan meletakannya
kedalam vektor.
Gambar 66. Proses Enzim Restriksi

3. Digunakan promotor tertentu yang termasuk promotor kuat


4. Mengekstrak plasmid dari sel bakteri, kemudian membuka plasmid dari sel
bakteri dengan menngunakan enzim retrikasi lain. Sementara itu, di dalam
serangkain tabung reaksi atau cawan petri, gen penghasil insulin manusia (dalam
bentuk c- DNA disiapkan untuk dipasangkan pada plasmid yang terbuka tersebut.
5. Memasang gen penghasil insulin kedalam cincin plasmid. Supaya vektor bisa
masuk kedalam plasmid, sebelumnya plasmid telah dilukai pada bagian membran
selnya. Diberikan kejutan listrik yang menyebabkan masuknya vektor secara
paksa kedalam plasmid
6. Mula-mula ikatan yang terjadi masih lemah, kemudian enzim DNA ligase
memperkuat ikatan ini sehingga dihasilkan molekul DNA recombinan/plasmid
recombinan yang bagus.
7. Memasukkan plasmid recombinan kedalam bakteri Saccharomyces cerevisiae.Di
dalam sel bakteri ini plasmid mengadakan replikasi
8. Pemilihan bakteri Saccharomyces cerevisiae, dikarenakan bakteri ini termasuk
eukariot yang akan mengalami proses pasca transkripsi pada saat proses ekspresi
gen, yaitu insulin.
9. Mengultur bakteri Saccharomyces cerevisiae yang akan berkembang biak dengan
cepat menghasilkkan klon-klon bakteri yang mengandung plasmid recombinan
penghasil insulin.
Gambar 67. Mitosis Pada Saccharomyces cerevisiae

10. Diberikan perlakuan pada saat kultur jaringan untuk meningkatkan aktivitas
pembelahan, perlakuan ini tergantung penggunaan vektor diawal. Perlakuan dapat
berupa penaikan pH, Suhu, penambahan garam.
11. Insulin hasil ekpresi gen akan diekspresikan keluar dari tubuh Saccharomyces
cerevisiae menuju medium pertumbuhan, sehingga perlu dilakukan pemurnian
untuk mendapatkan insulin bebas tanpa pengotor.
12. Insulin yang terbentuk, terdiri dari sebagian β -galaktosidase yang bergabung ke
salah satu rantai A atau B insulin yang kemudian diekstraksi dari fragmen B-
galaktosidase lalu dimurnikan.
13. Pemurnian dapat dilakukan dengan cara sentrifuse menggunakan kecepatan
rendah kemudian di lewatkan menuju membran silica gel, sehingga insulin akan
tertahan sedangkan medium pertumbuhan akan terpisah
14. Insulin yang tertahan di silica gel akan diberikan pelarut yang sesuai untuk
memisahkan silica gel dengan insulin
15. Kedua rantai A dan B insulin yang telah murni, kemudian direaksikan untuk
membentuk jembatan disulfida yang merupakan bagian dari struktur insulin,
sehingga akan diperoleh hormon insulin hasil rekombinan yang identik dengan
insulin yang terdapat pada manusia.
Gambar 68. Ekspresi Gen Insulin yang Bercampur dengan Β-Galaktosidase

16. Setelah Mendapatkan Insulin Murni maka dilakukan peningkatan konsentrasi


dengan cara menurunkan volumnya
17. Didapatkan Insulin dengan Konsentrasi yang tinggi.

Gambar 69. Insulin Sintetik

Insulin bervariasi dari satu organisme ke organisme lainnya, namun hal ini
tidak membedakan aktivitasnya. Pada mulanya sumber insulin untuk penggunaan
klinis pada manusia diperoleh dari pankreas sapi atau babi. Insulin yang diperoleh dari
sumber- sumber tersebut efektif bagi manusia karena indentik dengan insulin
manusia. Insulin pada manusia, babi, dan sapi mempunyai perbedaan dalam susunan
asam aminonya, tapi aktivitasnya tetap sama.

Anda mungkin juga menyukai