“RANGKUMAN MATERI”
Disusun Oleh:
2. Proses
Tahapan dari PCR yaitu:
a. Denaturasi
Denaturasi dilakukan pada suhu 90-95°C, sehingga terjadi pemisahan utas
ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (template)
tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase. Hal ini
disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen diantara basa-basa yang komplemen.
Gambar 1. Proses Denaturasi pada PCR
b. Annealing
Selanjutnya, suhu diturunkan untuk penempelan primer oligonukleotida
pada sekuens yang komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ini
disebut annealing. Suhu campuran diturunkan sampai mencapai 55-65°C
Selama tahap ini, primer berpasangan dengan sekuens komplementernya di
dalam DNA cetakan. Primer oligonukleotida melekat pada masing-masing utas
tunggal DNA dengan arah yang berlawanan; satu primer melekat pada ujung
untai DNA sense, sedangkan primer yang lain melekat pada ujung utas DNA
antisense.
3. Aplikasi
a. Bidang Forensik
1) Munculnya sidik jari berbasis PCR
2) Pegujian Sidik jari DNA dengan metode Paternitas
3) Pengujian DNA pada putung rokok, helai rambut, dan lain-lain
b. Bidang Penelitian Mikologi dan Parasitologi
Teknologi PCR juga telah menemukan aplikasi dalam mikologi dan
parasitologi, dengan memungkinkan identifikasi awal mikroorganisme,
sehingga membantu diagnosis yang efisien dan pengobatan infeksi jamur dan
parasit.
c. Bidang Kedokteran
Teknik PCR telah menjadi alat diagnostik dan penelitian standar di bidang
kedokteran gigi. PCR dan teknik biologi molekuler lainnya memungkinkan
diagnosis mikroba infeksi yang menyebabkan infeksi maksilofasial. Ini
membantu dalam manajemen yang efektif dari kondisi seperti penyakit
periodontal, karies, kanker mulut, dan infeksi endodontik.
d. Bidang Virologi
Aplikasi Teknik PCR menggunakan Primer Degenerate dan Spesifik Gen
AV1 untuk mendeteksi Begomovirus pada tomat (Lycopersicon esculentum
Mill.). Tujuan dari penelitian adalah untuk mendeteksi begomovirus yang
menginfeksi tanaman tomat menggunakan teknik PCR dengan primer
degenerate dan spesifik. Selain itu, PCR konvensional dan Real Time PCR
digunakan untuk mendeteksi White Spot Syndrome Virus pada kepiting.
Tujuan dari penelitian adalah untuk mencari metode deteksi White Spot
Syndrome Virus yang terbaik pada kepiting sebagai Carrier WSSV yang
menginfeksi udang windu.
e. Bidang Mikrobiologi
Deteksi cepat bakteri Escherichia coli dalam sampel air dengan metode PCR
menggunakan primer 16e1 dan 16e2. DNA genomik Escherichia coli
diekstraksi menggunakan metode boiling, kemudian diamplifikasi
menggunakan primer 16e1 dan 16e2. Hasil PCR positif Escherichia coli
ditunjukkan dengan adanya fragmen DNA pada ukuran sekitar 584 pasang
basa pada gel elektroforesis. Langkah aplikasi PCR dalam kasus ini, yaitu:
1) Penyiapan template DNA Escherichia coli
2) Penyiapan template DNA dari sampel air dengan metode boiling
3) Amplifikasi template DNA dengan PCR
4) Analisis hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa
5) Deteksi Escherichia coli secara konvensional menggunakan media
perbenihan
f. Bidang Kesehatan
Teknik PCR dapat mendiagnosis penyakit influenza A (H1N1) yang
sebelumnya disebut flu babi dengan cepat dan akurat. Teknologi saat ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut
akurat karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan
ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau
makhluk lainnya. Selain itu, juga dapat mendeteksi virus dengue: DEN 1-4,
penentuan spesies Plasmodium dalam kasus infeksi malaria, identifikasi gen
Mycobacterium tuberculosis yang bertanggung jawab dalam pathogenesis,
serta Genotyping Salmonella enterica serovar Typhi sebagai penyebab demam
tifoid.
g. Bidang Farmasi
Deteksi cemaran babi pada sediaan kapsul suplemen kecantikan dengan
metode PCR. Penelitian bertujuaan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan
DNA babi pada sediaan kapsul suplemen kecantikan, melakukan verifikasi
hasil elektroforesis produk PCR sampel sediaan kapsul suplemen kecantikan
dengan metode sekuensing dan mengetahui primer yang lebih sensitif dalam
mengamplifikasi DNA babi pada sampel sediaan kapsul suplemen kecantikan
(Budiarto & Ratno, 2015).
B. KLONING
1. Pendahuluan
Secara etimologi kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dariyunani
“klon”, artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini
dipergunakan dalam dua pengertian, yaitu klon sel dan klon gen atau molekuler.
Secara terminologi kloning adalah proses pembuatan sejumlah besar sel atau
molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam
bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses seksual.
Itulah sebabnya, kloning juga dikenal dengan istilah rekombinasi DNA.
Kloning memiliki banyak manfaat diantaranya:
a. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya reproduksi-embriologi
dan diferensiasi
b. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
c. Untuk tujuan diagnostic dan terapi
d. Untuk keperluan pengobatan
e. Untuk menghidupkan maupun mematikan sel-sel. Manfaatnya itu mampu
untuk mengatasi kanker serta juga menghambat proses penuaan
Secara umum kloning dibagi menjadi :
a. Kloning Sel
b. Kloning Gen
Menurut Daulay dan Siregar, (2005) kloning gen dapat dibedakan menjadi 3
macam, berdasarkan cara kerja dan tujuan pembuahannya yaitu sebagai berikut ini.
Gambar 4. Plasmid
Plasmid memilki ciri-ciri antara lain :
1) Berbentuk lingkaran tertutup dan untaiannya ganda (double stranded)
2) Dapat melakukan replikasi sendiri di luar kromosom inti
3) Terdapat di luar kromosom
4) Secara genetik dapat ditransfer secara stabil
Adapun Keunggulan Plasmid antara lain :
1) Plasmid dapat bereplikasi sendiri di dalam sel inang karena mempunyai
suatu urutan DNA spesifik.
2) Plasmid telah memiliki sisi pengenalan beberapa enzim restriksi
sehingga dapat disisipi DNA asin
3) Plasmid mengandung gen resistensi terhadap antibiotik, yang berguna
untuk seleksi DNA rekombinan
d. Enzin Retrinsik
Enzim Restriksi ialah enzim yang berasal dari mikroba yang bekerja untuk
memotong sekuens atau urutan DNA rantai ganda secara spesifik. Sekuen
pengenalan merupakan sekuen DNA yang menjadi tempat menempelnya enzin
restriksi saat melakukan pemotongan. Enzim ini bekerja secara spesifik dengan
memotong 4 sampai dengan 6 pasangan basa. Enzim Restriksi yang sering
digunakan pada proses rekombinan DNA antara lain:
Tabel 1. Enzim Restriksi yang sering digunakan pada proses rekombinan DNA
e. Enzim Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang berfungsi untuk menyambung dua ujung
potongan DNA. Enzim ligase yang sering digunakan adalah DNA ligase dari
ligase bakteri termofilik dan termostable DNA ligase. Enzim ligase yang
sering digunakan adalah DNA ligase dari E. Coli dan DNA ligase dari Fage
T4. Berikut adalah prinsip kerja enzim ligase.
1) Enzim ligase menyambung dua ujung DNA yang semulanya terpotong
2) Penyambungan dilakukan dengan cara menyambung 2 ujung DNA melalui
ikatan kovalen antara ujung 3’OH dari utas satu dengan ujung 5’P dari utas
yang lain.
3) Penggunaan ligasi DNA ini mengkatalis ikatan fosfodiester antara kedua
ujung DNA sehingga kedua fragmen DNA yang berupa potongan bisa
bersatu menjadi satu.
f. Sel Inang
Sel inang merupakan tempat di mana gen atau plasmid rekombinan akan
diperbanyak dalam kloning. Sel inang yang dapat menjadi host cell dalam
kloning yaitu sel bakteri, ragi (yeast), sel mamalia, sel tumbuhan, dan serangga.
Sel yang biasa digunakan pada proses kloning adalah bakteri Escherichia coli,
karena bakteri ini relatif mudah untuk dikultivasi (menumbuhkan bakteri dalam
biakan murni) pada berbagai jenis medium, sehingga proses kloning mudah
dilakukan.
Tahapan-tahapan kloning gen sebagai berikut:
a. Isolasi DNA
Tujuan dari isolasi fragmen DNA ini adalah untuk memisahkan antara fragmen
DNA dan diambil fragmen DNA yang di inginkan untuk digunakan dan
dipasangkan dengan DNA yang di inginkan lainnya. Pada proses ini
setidaknya membutuhkan DNA primer, DNA polimerasi serta DNA yang
merupakan campuran dari 4 deoksiribonukleotida-trifosfat yang terdiri atas
dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.
b. Pemotongan DNA
Dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan ini
dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak
merusak DNA.
b. Kloning manusia
Kloning manusia dapat berlangsung dengan adanya laki-laki dan
perempuan. Proses ini dilaksanakan dengan mengambil sel dari tubuh laki-
laki dan digabungkan dengan sel telur perempuan yang telah dibuang
intinya, lalu detransfer ke rahim perempuan agar dapat memperbanyak diri,
berkembang dan berubah menjadi janin dan dilahirkan sebagai bayi yang
merupakan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan laki-laki
yang menjadi sumber pengambilan sel tubuh. Kloning manusia juga dapat
terjadi antar perempuan dengan mengambil sel dari tubuh seorang
perempuan, inti selnya diambil dan digabungkan dengan sel telur peempuan
yang telah dibuang inti selnya. Lalu ditransfer kedalam rahim perempuan
agar memperbanyak dirijaninbayi. Bayi lahir dengn keturunan kode
genetik yang sama dengan perempuan yg menjadi sumber pengambilan sel
tubuh.
Gambar 8. Kloning Manusia Antar Perempuan
c. Kloning pada hewan
Salah satu contoh kloning pada hewan yaitu kloning pada domba Dolly
yaitu pertama, suatu sel (sel donor) diseleksi dari sel kelenjar mammae
domba betina berbulu putih (Finn Dorset) untuk menyediakan informasi
genetis bagi pengklonan. Untuk studi ini, peneliti membiarkan sel
membelah dan membentuk jaringan in vitro atau diluar tubuh hewan. Suatu
sel donor diambil dari jaringan dan dimasukkan ke dalan campuran, yang
hanya memiliki nutrisi yang cukup untuk mempertahankan kehidupan sel.
Hal ini menyebabkan sel untuk menghentikan seluruh gen yang aktif dan
memasuki stadium GO. Kemudian sel telur dari domba betina Blackface
(domba betina yang mukanya berbulu hitam = Scottish Blackface)
dienokulasi dan diletakkan disebelah sel donor. Satu sampai delapan jam
setelah pengambilan sel telur, kejutan listrik digunakan untuk
menggabungkan dua sel tadi, pada saat yang sama pertumbuhan dari suatu
embrio mulai diaktifkan. Teknik ini tidaklah sepenuhnya sama seperti
aktivasi yang dilakukan oleh sperma, karena hanya beberapa sel yang
diaktifkan oleh kejutan listrik yang mampu bertahan cukup lama untuk
menghasilkan suatu embrio.
Jika embrio ini dapat bertahan, ia dibiarkan tumbuh selama sekitar
enam hari, diinkubasi di dalam oviduk domba. Ternyata sel yang diletakkan
di dalam oviduk lebih awal, di dalam pertumbuhannya lebih mampu
bertahan dibandingkan dengan yang diinkubasi di dalam laboratorium.
Akhirnya embrio tadi ditempatkan ke dalam uterus betina penerima
(surrogate mother). Induk betina tersebut selanjutnya akan mengandung
hasil kloning tadi hingga ia siap untuk dilahirkan. Domba yang baru lahir
tersebut memiliki semua karakteristik yang sama dengan domba yang lahir
secara alamiah (Reggio, 2002).
C. STRUCTUR OF GENES
1. Pendahuluan
Bagian utama sebuah sel adalah nukleus, di dalam nukleus terdapat benang-
benang halus yang disebut kromatin. Pada saat sel akan mulai membelah diri,
benang-benang halus tersebut menebal, memendek dan mudah menyerab warna
membentuk kromosom.Kromosom mengandung DNA. Total keseluruhan
informasi genetik yang disimpan didalam kromosom disebut genom. Genom DNA
tersusun atas gen-gen. Satu gen mengandung satu unit informasi mengenai suatu
sifat yang dapat diamati. Gen juga dianggap sebagai fragmen DNA didalam
kromosom (Suryo,2008).
Gen adalah bagian dari kromosom atau salah satu kesatuan kimia (DNA)
dalam kromosom yaitu dalam lokus yang mengendalikan ciri-ciri genetis dari
suatu makhluk hidup. Menurut Fred (2005) bahwa struktur gen tersusun dari:
a. Daerah Pengkode
Daerah pengkode yaitu ekson and intron yang mengkode RNA atau protein.
Intron(intervening sequences) merupakan sekuens yg tidak mengkode asam
amino sedangkan ekson merupakan merupakan bagian yang akan dikode
menjadi asam amino.
b. Promotor
Promotor adalah adalah urutan DNA spesifik yang berperan
dalammengendalaikan transkripsi gen struktural dan terletak di daerah
upstream (hulu) dari bagian struktural gen. Promotor berfungsi sebagai tempat
awal pelekatan enzim RNA polimerase yang nantinya melakukan transkripsi
pada bagian structural.
c. Operator
Operator merupakan urutan nukelotida yang terletak di antara promotor dan
bagian struktural dan merupakan tempat pelekatan protein represor (penekan
atau penghambat ekspresi gen). Jika ada represor yang melekat di operator
maka RNA polimerase bisa jalan trus ekspresi gen tidak bisa berlangsung.
Selain adanya supresor juga terdapat enhancer. Supresor digunakan untuk
menghambat sedangkan enhancer digunakan untuk meningkatkan proses
transkripsi dengan meningkatkan jumlah RNA polimerase. Namun letaknya
tidak pada lokasi yang spesifik seperti operator, ada yg jauh di upstream atau
bahkan downstream dari titik awal transkripsi.
d. Terminator
Terminator dicirikan dengan struktur jepit rambut / hairpin dan lengkungan
yang kaya akan urutan GC yang terbentuk pada molekul RNA hasil
transkripsi.
Struktur gen terbagi atas dua yaitu:
a. Prokariotik
Tersusun dari bagian pengkode, promotor, operator, terminor. Bagian
pengkodenya terdiri dari bagian intron yang tidak dapat diekspresikan
sehingga semuanya ekson, kecuali pada Archaebacteria dan bakteriofag
ada yang memiliki intron. Bagian struktur dari gen prokariotik yaitu:
Alur
a. Rho Independent
Dalam mekanisme ini, transkripsi dihentikan karena urutan spesifik
dalam terminator DNA.
Terminator DNA mengandung invert repeat yang menyebabkan
pasangan bebas sebagai transkrip RNA membentuk struktur pin
rambut.
Ulangi terbalik ini diikuti oleh jumlah TTTTTTTT (~ 8 bp) yang
lebih besar pada DNA templat. Urasil muncul dalam RNA. Beban
struktur pin rambut tidak ditoleransi oleh pasangan basa A = U
sehingga RNA terpisah dari heteroduplex RNA-DNA.
Gambar 16. Rho Independent
b. Rho dependent
Dalam mekanisme ini, transkripsi diakhiri oleh protein rho (ρ).
Ini adalah protein ATpase mengikat untai tunggal berbentuk cincin.
Protein yang mengikat RNA untai tunggal saat keluar dari kompleks
enzim polimerase dan menghidrolisis RNA dari kompleks enzim.
Protein rho tidak mengikat RNA yang proteinnya sedang
diterjemahkan. Sebaliknya itu mengikat RNA setelah terjemahan.
Pada bakteri transkripsi dan translasi terjadi secara bersamaan
sehingga protein rho mengikat RNA setelah terjemahan selesai tetapi
transkripsi masih ON.
3. Aplikasi
Salah satu aplikasi gen yaitu terapi gen, yang dilakukan oleh Ashanti De
Silva, Orang pertama yang menjalani terapi gen. Ashantii terlahir dengan
Kekurangan ADA (Adenosin Deaminase). Dia tidak memiliki enzim kritis untuk
sistem kekebalan. Dengan terapi gen, Ashantii hidup sehat dan produktif. Terapi
gen adalah suatu teknik yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen mutan
(abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu
penyakit. Sejarah Dari Terapi Gen pada awal 1970-an, para ilmuwan mengusulkan
apa yang mereka sebut “gen operasi” untuk mengobati penyakit warisan yang
disebabkan oleh gen yang cacat. Para ilmuwan melakukan percobaan di mana
sebuah gen yang memproduksi enzim untuk memperbaiki penyakit itu disuntikkan
ke sekelompok sel. Para ilmuwan berteori sel-sel kemudian bisa disuntikkan ke
orang dengan penyakit Lesch-Nyhan yang merupakan gangguan neurologis
langka.Terdapat dua tipe terapi gen, yaitu:
a. Terapi gen sel embrional (germ line gene therapy)
Pada terapi gen sel kelamin ini, digunakan sel kelamin jantan (sperma)
maupun sel kelamin betina (ovum) yang dimodifikasi dengan adanya
penyisipan gen fungsional yang terintegrasi dengan genomnya.
b. Terapi gen sel tubuh (somatic gene therapy)
Pada terapi gen sel tubuh ini, dilakukan transfer gen fungsional ke dalam sel
tubuh pasien sehingga malfungsi pada organ dapat diperbaiki. Singh et al.
(2016) menyatakan bahwa terapi gen sel tubuh spesifik untuk setiap pasien dan
tidak diturunkan ke generasi berikutnya. Pada terapi gen dengan sel somatik,
DNA yang mengandung gen untuk fungsi terapi ditransfer ke dalam sel
somatik baik secara in vivo maupun ex vivo. Pada ex vivo, gen dibungkus
vektor kemudian dikenalkan ke sel yang diambil dari pasien (sel target) dan
dikembangkan secara invitro dan kemudian di transformasi ke sel yang
diinjeksi kembali. Pada in vivo pengiriman gen dilakukan secara langsung ke
sel pasien tanpa dikembangkan dulu secara in vitro.
2. Proses
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang
dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Metode
Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA
untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam
dua tahap. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus
dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau
suatu nukleotida pada ujung 3’. Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong
secara parsial menggunakan piperidin. Selanjutnya, basa dimodifikasi
menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi
basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T,
tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada
C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing
dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
Dari hasil PAGE pada Gambar 19, dapat diketahui sekuens fragmen DNA
yang dipelajari atas dasar laju migrasi masing-masing pita. Lajur kedua berisi
fragmen-fragmen yang salah satu ujungnya adalah A atau G. Untuk
memastikannya harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika pada lajur kedua
terdapat pita-pita yang posisi migrasinya sama dengan posisi migrasi pada lajur
pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita tersebut merupakan fragmen
yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita yang merupakan
fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Dengan demikian, ukuran
fragmen pada contoh tersebut dapat diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya.
Jadi, kalau diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar, hasilnya adalah
fragmen-fragmen dengan ujung TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah
sekuens fragmen DNA yang dipelajari.
Gambar 21. Metode Sequencing DNA Maxam-Gilbert
Metode Sequencing DNA Sanger memerlukan beberapa komponen, yaitu:
a. DNA utas tunggal dalam jumlah cukup sebagai template DNA
b. Primer yang sesuai (sepotong kecil DNA yang berpasangan dengan template
DNA dan berfungsi sebagai starting point untuk replikasi
c. DNA polymerase (enzim yang mengkopi DNA
d. Menambahkan nukleotida baru ke ujung 3 dari template, sejumlah nukeotida
normal
e. Sejumlah kecil dideoxynucleotide yang dilabel (radioaktif atau dengan
pewarna fluorescent)
f. Template DNA direplikasi melibatkan nukeotida normal tetapi secara random
dideoxy (DD) nukleotida diambil (dipasangkan), penambahan dideoxy
nukeotida menyebabkan reaksi berhenti
g. Hasilnya DNA dengan panjang yang bervariasi , masing-masing berhenti pada
DDnukleotida tertentu yang dilabel. Karena tiap panjang yang berbeda
bergerak dengan kecepatan yang berbeda selama elektroforesis, maka
urutannya dapat ditentukan.
Berikut adalah tahapan sequencing metode Sanger, yaitu:
a. Menyediakan dsDNA (double strand DNA)
Gambar 22. dsDNA (double strand DNA)
b. Memotong dsDNA (double strand DNA) menjadi ssDNA (single strand DNA)
Gambar 26. Tabung Reaksi Berisi ddGTP, ddCTP, ddATP, dan ddTTP
f. Setelah masing-masing tabung diisi dengan ddNTP, kemudian masing-masing
tabung diisi dengan dNTP, yaitu dGTP, dCTP, dATP, dan dTTP.
Gambar 27. Tabung Reaksi pada Gambar 19. diisi dengan dNTP
g. Memasukkan dNTP ke dalam tabung reaksi tadi.
Gambar 28. Tabung Reaksi pada Gambar 20. diisi yang Telah Berisi dNTP
h. Kemudian memasukkan primer ke dalam tabung reaksi.
i. Setelah pemberian primer, juga dimasukkan enzim polimerase (taq-
polymerase)
Gambar 37. Tabung Reaksi yang akan dialirkan pada Gel Agarosa
r. Perbedaan panjang polinukleotida tersebut, mengakibatkan perbedaan letak
pada gel agarosa. Polinukleotida yang paling pendek bermigrasi/pergerakannya
paling cepat pada gel agarosa.
E. VECTOR
1. Pendahuluan
Vektor merupakan suatu mulekul DNA sirkular yang bertindak sebagai wadah
untuk membawa DNA sisipan masuk ke dalam sel inang dan bertanggung jawab
atas replikasinya. Syarat suatu vektor adalah :
1) Dapat dipotong dengan enzim restriksi
2) Mampu memasuki sel inang,
3) Bereplikasi sendiri (memiliki ori),
4) Menghasilkan jumlah copy yang banyak dan
5) Mempunyai ukuran yang relatif kecil (< 10 kb).
Komponen-komponen Vektor yaitu :
1) Ori (Origin of Replication)
Ori merupakan tempat awal replikasi DNA di sel Prokariot (tempat
pengenalan). Pada daerah ini banyak terdapat basa adenin (A) dan timin
(T), ikatan yang terjadi antara basa A dan T terdiri dari dua buah ikatan
hidrogen, memungkinan untuk memisahkan diri ketika replikasi DNA
akan lebih mudah dari pada pasangan G-C ikatan hidrogen.
b. Bakteriofag M13
Bakteriofag M13 mempunyai genom berupa DNA linier untai
tunggal (single stranded) berukuran sekitar 6,4 kb. Pada
bakteriofag M13 sintesis primer tidak dilakukan oleh primase
melainkan oleh enzim RNA polimerase sel inangnya.
F. GEN
1. Pendahuluan
Ekspresi gen merupakan rangkaian proses penerjemahan informasi genetik
(dalam bentuk urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, dan fenotipe.
Informasi yang dibawa oleh bahan genetik tidak bermakna apa pun bagi suatu
organisme jika tidak diekspresikan menjadi fenotipe. Ekspresi gen adalah proses
penentuan sifat suatu organisme oleh gen. Suatu sifat yang dimiliki oleh
organisme merupakan hasil metabolisme yang terjadi di dalam sel. Gen tersusun
dari molekul DNA, sehingga gen menentukan sifat suatu organisme. Langkah
pertama dalam ekspresi gen adalah transkripsi DNA menjadi RNA. Ekspresi gen
ini berkaitan dengan sintesis protein, yaitu proses transkripsi dan translasi. DNA
akan mengkode informasi genetik sesuai kebutuhannya:
a. Proses transkripsi yaitu Tahap pertama urutan rantai nukleutida tempale
(cetakan) dari suatu DNA untai ganda disalin untuk menghasilkan satu rantai
molekul RNA.
b. Proses translasi yaitu Tahap kedua merupakan sintesis polipeptida dengan
urutan spesifik berdasarkan rantai DNA yang dibuat pada tahap pertama,
menjadi protein
2. Proses
a. Transkripsi
Transkripsi berlangsung dalam 3 tahap, yaitu inisiasi, elongasi, dan teminasi.
Masing-masing tahap akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut.
1. Inisiasi, setelah mengalami pengikatan oleh promoter, RNA polimerase
akan terikat pada suatu tempat di dekat promoter, yang dinamakan tempat
awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation site). Tempat ini sering
dinyatakan sebagai posisi +1 untuk gen yang akan ditranskripsi.
Nukleosida trifosfat pertama akan diletakkan di tapak inisiasi dan sintesis
RNA pun segera dimulai.
2. Elongasi merupakan pengikatan enzim RNA polimerase beserta kofaktor-
kofaktornya pada untai DNA cetakan membentuk kompleks transkripsi.
Selama sintesis RNA berlangsung kompleks transkripsi akan bergeser di
sepanjang molekul DNA cetakan sehingga nukleotida demi nukleotida
akan ditambahkan kepada untai RNA yang sedang diperpanjang pada
ujung 3’ nya. Jadi, elongasi atau polimerisasi RNA berlangsung dari arah
5’ ke 3’, sementara RNA polimerasenya sendiri bergerak dari arah 3’ ke
5’ di sepanjang untai DNA cetakan.
3. Terminasi yaitu berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi
kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta
kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Begitu pula halnya dengan
molekul RNA hasil sintesis. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase
mencapai urutan basa tertentu yang disebut dengan terminator.Terminasi
transkripsi dapat terjadi oleh dua macam sebab, yaitu terminasi yang
hanya bergantung kepada urutan basa cetakan (disebut terminasi diri) dan
terminasi yang memerlukan kehadiran suatu protein khusus (protein rho).
Di antara keduanya terminasi diri lebih umum dijumpai. Terminasi diri
terjadi pada urutan basa palindrom yang diikuti oleh beberapa adenin (A).
Urutan palindrom adalah urutan yang sama jika dibaca dari dua arah yang
berlawanan. Oleh karena urutan palindom ini biasanya diselingi oleh
beberapa basa tertentu, maka molekul RNA yang dihasilkan akan
mempunyai ujung terminasi berbentuk batang dan kala (loop) (Yuwono,
2005).
b. Translasi
Translasi adalah tahap penerus dari transkripsi, dalam tahap ini terjadi proses
penerjemahan urutan kodon pada mRNA oleh tRNA menjadi urutan asam
amino. Proses ini terjadi di sitoplasma oleh ribosom. Ribosom terdiri atas 2
unit yaitu unit besar dan unit kecil. Penerjemahan satu kodon mengahsilkan
satu asam amino. Dalam proses translasi terjadi 3 tahap yaitu inisiasi, elongasi,
terminasi (Yuwono, 2005).
1. Inisiasi dimulai dengan pengenalan rangkaian AUG, kemudian
mengenal dan berikatan dengan molekul tRNA pada antikodon untuk
asam amino yang khusus, seperti ACC untuk tryptophan, dengan cara
ini activating enzymes mengikatkan molecules tRNA ke asam amino
tertentu, setelah itu baru fase pemanjangan dengan cara pembacaan
yang sama.
2. Elongasi yaitu proses penyusunan polipeptida yang dibawa oleh RNAt.
Proses tersebut terjadi pada saat RNAt masuk kedalam ribosom pada
posisi A kemudian bergeser ke posisi P untuk melepaskan asam amino
yang dibawanya . kemudian RNAt bergeser lagi ke posisi E untuk
keluar dari ribosom. Setelah satu RNAt keluar dari ribosom maka
ribosom bergeser satu rantai kodon ke arah ujung 3’ pada mRNA
sehingga RNAt lainnya akan menduduki posisi Apada ribosom yang
telah kosong. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai pada
kodon stop yaitu UGA atau UAA atau UAG. Kodon stop itu sendiri
adalah triplet yang menandai berakhirnya proses penyusunan rantai
polipeptida.
3. Terminasi merupakan tahap akhir dari proses translasi dan merupakan
tahap pelepasan rantai polipeptida dari ribosom. Dalam pelepasan
rantai polipeptida ada satu protein yang disebut sebagai faktor
pelepasan yang akan mengikatkan diri pada kodon stop di site A dan
menambahkan air pada rantai polipepida. Reaksi ini akan memutuskan
( menghidrolisis ) ikatan antara polipeptida yang sudah selesai tRNA
disitus P, sehingga polipeptida akan terlepas.
Ekspresi gen terjadi pada sel prokariotik dan eukariotik, perbedaan
keduanya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.
Tabel 3. Perbedaan Proses Transkripsi Pada Prokariotik Dan Eukariotik
No. Kriteria Sel Prokariotik Sel Eukariotik
1. Faktor transkripsi Tidak ada, RNA Memiliki satu set
mengenali promotor yang utama
promotor dengan merupakan kotak
membentuk RNA TATA
polimerase
holoenzim
2. Lokasi Sitoplasma Nukleus
3. Waktu terjadinya transkripsi Bersamaan Tidak bersamaan
dan translasi
4. Hasil RNA matang Pre-Mrna
5. Modifikasi RNA Tidak ada Penambahan tudung 5’
splicing
Penambahan poli A
diujung 3’
Modifikasi mRNA
pasca splicing
6. Jumlah mRNA yang Pasti 1 Bisa lebih dari 1
dihasilkan
7. Jumlah protein yang dikode Bisa lebih dari 1 Hanya 1
Mrna
8. Tahapan terminasi Ketika ada Beberapa nukleotida
terminator maka setelah terminator
langsung diakhiri sampai sekitar 100
nukleotida (ada protein
yang melepaskan RNA
polimerase dari DNA)
9. RNA polimerasi yang Hanya 1 Hanya 3
berperan
3. Aplikasi
a. Regulasi Ekspresi Gen
Pengaruh suatu gen dapat diamati secara visual misalnya pada anggur dengan
warna buah yang hijau, warna ungu muda sampai dengan warna ungu tua.
Dari pola tandan buah ada yang jarang, lebat hingga sangat lebat. Semua
perbedaan tersebut disebabkan oleh ekspresi gen yang berbeda.
.
Gambar 50. Contoh Regulasi Ekspresi Gen
Pengaruh suatu gen juga dapat dibedakan dari tingkat aktivitas ekspresi.
Misalnya aktivitas ekspresi gen kerdil AoX pada padi, menyebabkan
perbedaan tinggi tanaman. Makin tinggi aktivitas ekspresi gen AoX
menyebabkan tanaman padi makin kerdil.
G. SOUTHERN BLOTTING
1. Pendahuluan
Southern blotting adalah salah satu teknik sentral dalam biologi molekuler.
Pertama kali dirancang oleh EM Southern (1975). Metode ini digunakan dalam
bidang biologi molekuler untuk menguji keberadaan dari suatu sekuen DNA
dalam suatu sampel DNA dan berguna untuk 'deteksi fragmen restriksi spesifik
dengan latar belakang banyak fragmen restriksi lain. Blot Southern merupakan
proses perpindahan fragmen DNA yang terpisah secara elektroforesis dari gel ke
membran. Kemampuan bubuk nitroselulosa atau lembaran untuk mengikat DNA.
Prinsipnya adalah kapilaritas, dimana bufer yang merupakan fase gerak
diasumsikan akan membawa fragmen DNA dari gel ke membran. Karena muatan
DNA negatif sedangkan muatan membran positif maka fragmen DNA akan
menempel (blot) pada membran. Membran yang digunakan pada proses blot
southern adalah membrane nitroselulosa. Berikut ini adalah komponen southern
blotting, yang dapat dilihat pada Gambar 50. di bawah ini.
Gambar 52. Komponen Southern Blotting
Bahan-bahan yang diperlukan dalam southern blot antara lain:
1) Bubuk Nitroselulosa
2) Buffer
3) Gel elektroforesis agarosa
4) Paper towl
5) Fragmen DNA sampel
6) Probe
Adapun modifikasi terbaru untuk southern blotting berfungsi untuk meningkatkan
efisiensi transfer DNA dari gel ke membran.
a. Penggunaan Membran Nilon
Keunggulan
1) Lebih kuat
2) Dapat dikristalisasi ulang sampai dengan 10x lipat
3) Membran bermuatan (+) dan DNA (-) sehingga terjadi ikatan kovalen
4) Waktu transfer 2 jam
b. Metode Transfer Nonkapiler
Salah cntohnya adalah electroblotting dengan menggunakan elektroforesis
untuk memindahkan DNA dari gel ke membran. Teknik ini pada awalnya
dikembangkan untuk blotting poliakrilamida gel, yang ukuran pori-nya
terlalu kecil untuk transfer kapiler DNA yang efektif, dan juga telah
diterapkan pada gel agarosa (Bittner et al., 1980).
c. Vacuum blotting
Vacuum blotting adalah pilihan yang lebih populer untuk gel agarose,
tekanan vakum yang digunakan untuk menarik buffer melalui gel dan
membran lebih cepat daripada yang terjadi dengan aksi kapiler sederhana,
memungkinkan waktu transfer dikurangi hingga 30 menit.
Penggunaan southern blot perlu adanya persiapan yaitu
g. Deteksi DNA
Tahap ini Merupakan tahap lanjutan dari proses hibridisasi DNA yang
menggunakan pelacak/probe. Probe biasanya merupakan DNA yang
dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik radionukletida. Pada
tahap deteksi DNA digunakan Autoradiogram untuk melihat lokasi sinyal
DNA.
3. Aplikasi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah penyebab acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS), yang merusak sistem kekebebalan tubuh
sehingga tubuh mudah diserang penyakit lain. Berdasarkan data WHO/UNAIDS
tahun 2006, dinyatakan 39,5 juta orang hidup dengan HIV dan diantaranya
630.000 orang meninggal akibat AIDS. Di Indonesia infeksi HIV cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, pada akhir September 2006 dilaporkan jumlah
penderita AIDS ada 6987. Baru-baru ini PBB memperkirakan pengidap HIV-
AIDS di Indonesia telah mencapai 180.000 orang (WHO, 2007). Untuk
mengetahui apakah seseorang mengidap HIV diperlukan pemeriksaan penunjang
di laboratorium, salah satu teknik pemeriksaan tersebut yaitu menggunakan PCR
dan blotting. Pada teknik blotting, khususnya southern blotting, di mana untuk
mendeteksi keberadaan sepotong DNA dalam sampel. DNA yang terdeteksi HIV
dapat berupa gen tunggal, atau dapat menjadi bagian dari potongan DNA yang
lebih besar seperti genom virus. Kunci dari metode ini adalah Hibridisasi.
Hibridisasi adalah Proses pembentukan molekul DNA beruntai ganda antara
probe DNA beruntai tunggal dan DNA pasien target beruntai tunggal. Metode ini
mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA
berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk
selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Untuk mengidentifikasi ataupun
melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA
dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan
hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut
mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal
dengan menggunakan DNA sebagai pelacak. Apabila hasil menyatakan bahwa
positif terdapat DNA ynag mengandung virus HIV, maka dapat dipastikan bahwa
orang tersebut menderita penyakit HIV. Namun, apabila ingin diperiksa dengan
teknik lanjut, maka dapat dilakukan northern blotting untuk mendeteksi RNA
maupun westhern blotting untuk mendetekai protein (Abravaya, et al., 2000).
Metode reverse transcription - polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan
hibridisasi menggunakan pelacak DNA spesifik adalah metode deteksi alternatif
berdasarkan adanya RNA HIV, dapat mendeteksi adanya virus dalam darah secara
langsung baik secara kualitatif (ada atau tidak virus dalam darah) maupun
kuantitatif (jumlah virus/jumlah copy RNA dalam darah). Beberapa penelitian
menyatakan metode deteksi HIV yang sensitif dan spesifik adalah PCR yang
dilanjutkan dengan teknik hibridisasi menggunakan pelacak DNA spesifik
(Dickover, et al., 1998).
H. NORTHEN BLOTTING
1. Pendahuluan
Northern blotting adalah sebuah tekhnik yang digunakan dalam penelitian
molekul biologi untuk mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA.
Northern blot juga dikenal sebagai RNA blot, adalah salah satu teknik blotting
yang digunakan untuk mentrasfer RNA ke sebuah pembawa untuk pemisahan dan
identifikasi. Northern blotting mirip dengan sourthern blotting tetapi bukan DNA
melainkan RNA yang menjadi subjek analisis dalam teknik ini.
Teknik Northern blotting dikembangkan pada tahun 1977 oleh James
Alwine, David Kemp, dan Gorge Stark di Stanford University. J.C. Alwine,
seorang ahli biologi dengan selera humor, dikembangkan sebuah teknik berbasis
analog untuk Sourthern blotting, saat ini untuk mengidentifikasi secara spesifik
RNA dalam sebuah sampel kompleks RNA menggunakan sebuah probe DNA
Radiolabelled. Alwine memberi nama teknik ini Northern blotting.
Prinsip Northern blotting adalah sebuah metode yang digunakan untuk
mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA dalam sebuah samel.
Selanjutnya ini disebut RNA Blot. Sampel RNA diisolasi dari suatu organisme
yang ingin diteliti dan selanjutnya dielektroforesis pada agarosa gel yang
memisahkan fragmen-fragmen berdasarkan ukurannya. Fragmen RNA yang
terpisah dipindahkan ke membran pendukung (membran nitroselulosa) hal ini
dapat dilakukan dengan metode kapliter sederhana dengan adanya buffer tertentu.
Ini diikuti oleh hibridisasi dengan DNA yang dilabeli atau probe RNA. Jika
sampel berisi urutan RNA kontenporer, probe akan mengikat membran untuk
membentuk molekul hibrin DNA-RNA untai ganda antara DNA untai tunggal dan
target untai tunggal RNA. Langkah terakhir adalah deteksi RNA yang igin
diketahui pada membran menggunakan kromogen.
Komponen North Blotting, yaitu:
1) Agarosa gel untuk proses elektroforesis
2) Membran nylon / Diazo benzyl oxy methyl (DBM) filter paper.
3) Complementary Radioactive probe untuk hibridisasi
4) Formaldehyde (HCHO) untuk degradasi – reaksi grub karbonil
membentuk basa dengan gugus amno GAC, ini mencegah ikatan -H
normal dan menjaga RNA dalam Keadaan denaturasi.
5) X-ray film intuk identifikasi RNA
2. Proses
Prinsip northen blot adalah memisahkan RNA berdasarkan ukuran dan
terdeteksi pada membran menggunakan probe hibridisasi dengan urutan basa
komplementer untuk semua, atau sebgian, dari urutan mRNA target
Gambar 58. Proses North Blotting
a. Isolasi RNA
Isolasi RNA dapat dilakukan dengan beberapa tahap berikut, yaitu
1. Penghancuran dinding
Lisis dilakukan menggunakan detergen
Pengotor akibat lisis sel dipisahkan dengan cara sentrifugasi
Kemudian molekul nukleotida (DNA dan RNA) dipisahkan dari
protein menggunakan fenol
2. Penghilangan protein dan DNA
Enzim DNA digunakan untuk menghancurkan DNA sehingga RNA
diisolasi secara utuh
3. Pemurnian RNA
Purifikasi RNA dapat dilakukan denganmencampur larutan tersebut
dengan PCl yang berfungsi memekatkan, memisahkan RNA dari
larutan, dan mengendapkan.
b. Elektroforesis
Merupakan tahap dimana RNA di elektroforesis menggunakan gel
formaldehida. RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA,
oleh karena itu elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat
kimia yang bersifat melindungi (biasanya formaldehid).
c. Transfer ke membran dan imobilisasi
RNA yang sebelumnya berhasil diselesaikan kemudian ditransfer ke
membran nilon. Membran nilon dengan muatan positif paling efektif
digunakan di bagian utara karena asam nukleat bermuatan negatif
menghasilkan afinitas tinggi. Transfer buffer yang digunakan mengandung
formamida karena kehilangan suhu dari interaksi probe-RNA yang dapat
menyebabkan degradasi RNA. Setelah RNA ditransfer ke membran, maka
membran harus segera disiapkan untuk crosslink RNA dengan sinar UV.
Tujuan crosslink RNA adalah untuk membuat RNA terikat kuat di membran.
I. WESTHERN BLOTTING
1. Pendahuluan
Westhern blotting merupakan suatu teknik memindahkan bagian protein
yang telah dipisahkan, RNA atau DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks
membran agar bagian protein tersebut mengalami imobilisasi. Teknik ini
mendeteksi sampel protein yang secara spesifik dalam suatu jaringan homogen
atau ekstrak berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi.
Prinsip kerja gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang
polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein terpisah pada gel
poliakrilamid. Tujuan dari teknik ini yaitu mengetahui keberadaan dan berat
molekul protein sampel dalam suatu campuran, membandingkan reaksi silang
antar protein, mempelajari modifikasi protein selama sintesis.
2. Proses
Teknik westhern blotting dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
a. Protein gel elektroforesis
Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara
elektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein berdasarkan
ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis,
biasanya sampel yang mengandung protein dicampur dengan SDS. SDS
merupakan suatu detergen yang memiliki muatan negatif. Muatan negatif pada
SDS akan mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami
denaturasi. Akibatnya protein-protein yang ada dalam sampel membentuk
suatu rantai polipeptida yang lurus. Sampel dengan protein rantai polipeptida
lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri
arus listrik. Laju pergerakan protein dalam suatu membran poliakrilamid
tersebut berbeda-beda tergantung daya hambat antara protein dan membran.
Protein yang lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga
pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan protein berukuran kecil.
b. Elektrotransfer
Tahap ke dua dalam teknik ini yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid
menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik
sebagai faktor pendorong transfer protein. Gel transfer yang umum digunakan
pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi,
nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking
mudah dan cepat dilakukan. Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua
metode, yaitu:
1) Blotting semi kering
Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi
dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel
poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama
10-30 menit dengan arus listrik tertentu.
2) Blotting basah
Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid
dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam
buffer transfer. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit
hingga 1 malam (Bollag et al., 1996).
c. Deteksi
Tahap ke tiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran
transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan
antibodi yang bersifat spesifik. Variasi metode-metode terletak pada
penggunaan antibodi primer dan sekunder, serta penggunaan molekul
penanda. Deteksi dilakukan dengan antibodi yang telah dimodifikasi bersama
dengan sebuah enzim yang disebut reporter enzyme. Proses deteksi biasanya
berlangsung dalam dua tahap, yaitu:
1) Antibodi Primer
Antibodi yang digunakan di sini adalah antibodi yang pertama kali
dihasilkan sistem imun ketika terpajang protein target. Antibodi terlarut
kemudian diinkubasi bersama kertas membran paling sedikit selama 30
menit.
2) Antibodi Sekunder
Setelah diinkubasi bersama antibodi primer, kertas mebran dibilas terlebih
dahulu kemudian diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antobodi sekunder
adalah antobodi yang spesifik untuk suatu spesies pada antibodi primer.
Misalnya, anti-tikus hanya akan berikatan pada antibodi primer yang
berasal dari tikus. Antibodi sekunder ini kemudian akan menguatkan
sinyal yang dihasilkan oleh antibodi primer. Sekarang, proses deteksi
dapat dilakukan dengan satu langkah saja, yaitu dengan menggunakan
antibodi yang dapat mengenali protein yang diinginkan sekaligus memiliki
label yang mudah dideteksi.
a. Hormon Insulin
Proses pembuatan insulin dengan teknik DNA recombinan adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dan mengisolasi gen penghasil insulin dari sel pancreas manusia
dengan metode PCR :
a. Mula-mula mRNA yang telah disalin dari gen penghasil insulin diekstrak dari
sel pancreas. Kemudian enzim transcriptase ditambahkan pada mRNA
bersamaan dengan nukleotida penyusun DNA.
b. Enzim ini menggunakan mRNA sebagai cetekan untuk membentuk DNA
berantai tunggal.
c. DNA ini kemudian dilepaskan dari mRNA.
d. Enzim DNA polymirase digunakan untuk melengkapi DNA rantai tunggal
menjadi ranati ganda,disebut DNA komplementer (c- DNA), yang merupakan
gen penghasil insulin.
e. Sehingga didapatkan kode gen penghasil insulin.
2. Melepaskan salinan gen penghasil insulin tersebut dengan cara memotong
kromosom secara khusus menggunakan enzim retrikasi dan meletakannya
kedalam vektor.
Gambar 66. Proses Enzim Restriksi
10. Diberikan perlakuan pada saat kultur jaringan untuk meningkatkan aktivitas
pembelahan, perlakuan ini tergantung penggunaan vektor diawal. Perlakuan dapat
berupa penaikan pH, Suhu, penambahan garam.
11. Insulin hasil ekpresi gen akan diekspresikan keluar dari tubuh Saccharomyces
cerevisiae menuju medium pertumbuhan, sehingga perlu dilakukan pemurnian
untuk mendapatkan insulin bebas tanpa pengotor.
12. Insulin yang terbentuk, terdiri dari sebagian β -galaktosidase yang bergabung ke
salah satu rantai A atau B insulin yang kemudian diekstraksi dari fragmen B-
galaktosidase lalu dimurnikan.
13. Pemurnian dapat dilakukan dengan cara sentrifuse menggunakan kecepatan
rendah kemudian di lewatkan menuju membran silica gel, sehingga insulin akan
tertahan sedangkan medium pertumbuhan akan terpisah
14. Insulin yang tertahan di silica gel akan diberikan pelarut yang sesuai untuk
memisahkan silica gel dengan insulin
15. Kedua rantai A dan B insulin yang telah murni, kemudian direaksikan untuk
membentuk jembatan disulfida yang merupakan bagian dari struktur insulin,
sehingga akan diperoleh hormon insulin hasil rekombinan yang identik dengan
insulin yang terdapat pada manusia.
Gambar 68. Ekspresi Gen Insulin yang Bercampur dengan Β-Galaktosidase
Insulin bervariasi dari satu organisme ke organisme lainnya, namun hal ini
tidak membedakan aktivitasnya. Pada mulanya sumber insulin untuk penggunaan
klinis pada manusia diperoleh dari pankreas sapi atau babi. Insulin yang diperoleh dari
sumber- sumber tersebut efektif bagi manusia karena indentik dengan insulin
manusia. Insulin pada manusia, babi, dan sapi mempunyai perbedaan dalam susunan
asam aminonya, tapi aktivitasnya tetap sama.