Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BIOFORENSIK

“PRINSIP DASAR POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) SEBAGAI METODE


DETEKSI DI MASA PANDEMI COVID-19”

Oleh:
NI KOMANG WIDIASTUTI
19121301002
SEMESTER 5
PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS DHYANA PURA
BADUNG
2021
Kata Pengantar

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-
Nya penulis diberikan kesehatan sehingga dapat sampai pada tahap ini dan dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “Prinsip Dasar Polymerase Chain Reaction (PCR)
sebagai metode deteksi di masa pandemi Covid-19“. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioforensik. Penulis menyadari makalah ini masih
belum sempurna karena keterbatasan penulis, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan demi proposal penelitian yang lebih baik dan bermanfaat bagi
seluruh pembaca.

Badung, 27 Oktober 2021


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


COVID-19 merupakan virus yang menyerang sistem pernapasan, memberi dampak
buruk bagi kesehatan yang disertai dengan gejala yang ringan maupun yang berat, Middle
East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
merupakan gejala berat yang ditimbulkan. Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal
positif, berkapsul, tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga
Coroviridae (Wang, 2020).
Pada Desember 2019, kasus pneumonia misterius pertama kali dilaporkan di Wuhan,
Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui pasti, namun kasus
pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan (Rothan, 2020). Tanggal 18 Desember hingga
29 Desember 2019, terdapat lima pasien yang dirawat dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS) (Ren, 2020). Sejak 31 Desember 2019 hingga 3 Januari 2020 kasus ini
meningkat pesat, ditandai dengan dilaporkannya sebanyak 44 kasus. Tidak sampai satu bulan,
penyakit ini telah menyebar di berbagai provinsi lain di China, Thailand, Jepang, dan Korea
Selatan (Huang, 2019).
Sampel yang diteliti menunjukkan etiologi coronavirus baru (Ren, 2020). Pada
awalnya, penyakit ini sementara dinamakans sebagai 2019 novel coronavirus (2019-nCoV),
kemudian WHO mengumumkan nama baru pada 11 Februari 2020 yaitu Coronavirus Disease
(COVID-19) yang disebabkan oleh virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2
(SARS-CoV-2) (WHO, 2020).
Virus ini dapat ditularkan dari manusia ke manusia dan telah menyebar secara luas di
China hingga lebih dari 190 negara dan teritori lainnya. Pada 12 Maret 2020, WHO
mengumumkan COVID-19 sebagai pandemik. Hingga tanggal 29 Maret 2020, terdapat
634.835 kasus dan 33.106 jumlah kematian di seluruh dunia (WHO, 2020). Sementara di
Indonesia sudah ditetapkan 1.528 kasus dengan positif COVID-19 dan 136 kasus kematian
(Susilo et al, 2020).
Merebaknya kasus COVID-19 menjadi penanda bahwa penyebaran virus tersebut
semakin meluas. Penyebaran virus ini terjadi secara tidak sadar, hal ini menyebabkan
masyarakat perlu waspada terhadap gejala yang dialami dan perlunya pemeriksaan lanjut
secara medis. Salah satu pemeriksaan medis yang dilakukan yaitu dengan PCR test.
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu metode molekular untuk menggandakan
potongan DNA hingga berjuta kali lipat dalam waktu yang relatif singkat. Penggandaan
tersebut tidak terlepas dari penggunaan enzim dan sepasang primer yang bersifat spesifik
terhadap DNA target yang dilipatgandakan, sehingga nantinya dapat digunakan untuk
keperluan lain yang terkait dengan DNA (Erlich, 1989).

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimana awal mula metode PCR (Polymerase Chain Reaction)?
1.2.2 Bagaimana prinsip dasar PCR (Polymerase Chain Reaction)?
1.2.3 Bagaimana cara kerja PCR (Polymerase Chain Reaction)?
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Sejarah singkat perkembangan awal PCR


Sejak pertama kali ditemukan oleh Kary Banks Mullis 32 tahun silam,
teknologi PCR telah merevolusi semua aspek biologi molekular di seluruh dunia. Para
ilmuwan bersepakat bahwa penemuan teknologi PCR pantas disejajarkan dengan
penemuan utas DNA (Deoxyribonucleic acid) oleh James D. watson and Francis
Crick pada 1953. Teknologi PCR mampu memberidampak cukup signifikan diawal
dekade penemuannya terutamapada teknologi kloning gen yang semula tidak
mungkin dilakukan menjadi kenyataan yang membawa era baru bioteknologi kearah
yang lebih modern (Bartlett, 2003).
Kary B. Mullis memunculkan ide cemerlang tersebut ketika berkendara dari
San Francisco menuju Mendocin. Dua pasang fragmen oligonukleotida (primer) yang
saling berlawanan dan berkomplemen terhadap masing-masing utas DNAnya dengan
mengulang siklus (1) denaturasi dimana dua untas DNA dipisahkan secara fisik
menggunakan suhu tinggi, (2) annealingdimana suhu diturunkan untuk memfasilitasi
penempelan DNA polymerase secara spesifik pada untas tunggal DNA yang sudah
berkomplementasi dengan primer spesifiknya, dan (3) polimerasidimana utas tunggal
DNA dibaca oleh DNA polymerase dengan menambahkan basa-basa DNA
komplemennya maka fragmen DNA dapat diperbanyak secara eksponensial (Shampo,
2002).
Aplikasi dari prinsip dasar PCR ini terkendala ketika dicobakan diloratorium
dikarenakan beberapa hal berikut: (1) belum ditemukannya enzim DNA polimerase
yang tahan panas menyebabkan harus dilakukan penambahan enzim baru setiap siklus
polimerasi bertambah yang menyebabkan tidak efisiennya proses pengerjaan untuk
mendapatkan jumlah kopi DNA yang ideal dan (2) penggunaan tiga water bath
terpisah menyebabkan proses PCR secara teknis cukup sulitdilakukan (Mullis, 1992).
Penemuan enzim DNA polimerase tahan panas dari mikroba Thermophilus aquaticus
mampu mengatasi kendala pada pada proses penambahan enzim sekaligus
menurunkan biaya PCR yang sebelumnya cukup besar (Saiki, 1988). Tidak lama
setelah itu, revolusi mesin PCR dimana suhu tiap-tiap langkah PCR (denaturasi,
annealing, dan polimerasi) dikendalikan secara otomatis di dalam satu wadah reaksi
tertutup juga berhasil diciptakan dengan nama “Thermal Cycler” (Weier, 1988).
Otomatisasi ini selain memudahkan proses PCR hal ini juga berdampak pada
pemakaian tempat untuk mesin PCR menjadi lebih efisien.

2.2 Prinsip Dasar PCR


Secara teknis perbanyakan DNA dengan PCR memerlukan tujuh komponen
yaitu (1) template/cetakan DNA yang akan diperbanyak, (2) enzim DNA polimerase
tahan panas, (3) satu pasang primer, (4) dNTP, (5) kofaktor MgCl2, (6) larutan
penyangga dan (7) air. Ke-tujuh komponen tadi dicampurkan di dalam tubung ukuran
200 µL dalam kondisi dingin sebelum dilakukan PCR di dalam mesin thermal cycler.
Metode konvensional perbanyakan DNA dengan PCR terdiri dari tiga
langkah/stepyang diulang untuk suatu siklus tertentuyaitu (1) denaturasi
cetakan/template DNA pada suhu 94-95oC, (2) annealing/penempelan primerprimer
pada segmen tertentu DNA menggunakan suhu spesifik (suhu spesifik ini didapatkan
dari nilai - Tm primer dikurangi 5oC) dimana fragmen DNA akan diperbanyak, dan
(3) polimerasipada suhu 72oC yaitu suhu optimal enzim untuk memanjangkan primer-
primer yang sudah menempel tadi (Van, 2008).
Adapun waktu yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu langkah ke langkah
selanjutnya dalam satu kali siklus PCR adalah bergantung pada mesin PCR tetapi
secara umum durasi denaturasi biasanya paling lama 30 detik, durasi annealing sangat
bergantung pada spesifikasi dan panjang primer yang dibuat tetapi untuk mudahnya
durasi tidak kurang dari 15 detik dan tidak lebih lama dari 1 menit, sedangkan durasi
polimerasi sangat ditentukan oleh panjang fragmen DNA yang dihasilkan dan secara
kasar ditetapkan untuk memperbanyak fragmen DNA dengan ukuran 1 kb dibutuhkan
durasi 1 menit tergantung pada jenis enzim polimerase yang digunakan (Van, 2008).
Dari tujuh komponen PCR, perancangan primer yang baik adalah kunci
keberhasilan dalam proses amplifikasi DNA dengan metode ini. Adapun pasangan
primer yang optimal yaitu bila primer tersebut hanya menempel spesifik pada gen
targetnya dan bila proses amplifikasi DNA selesai tidak terbentuk dimer primer (He,
1994).

2.3 Cara Kerja PCR


Amplifikas DNA pada PCR dapat dicapai bila menggunakan primer
oligonukleotida yang disebut amplimers. Primer DNA suatu sekuens oligonukleotida
pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA. PCR memungkinkan
dilakukannya pelipatgandaan suatu fragmen DNA. Umumnya primer yang digunakan
pada PCR terdiri dari 20-30 nukleotida. DNA template (cetakan) yaitu fragmen DNA
yang akan dilipatgandakan dan berasal dari patogen yang terdapat dalam spesimen
klinik. Enzim DNA polimerase merupakan enzim termostabil Taq dari bakteri
termofilik Thermus aquaticus. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) menempel pada
ujung 3’ primer ketika proses pemanjangan dan ion magnesium menstimulasi aktivasi
polimerase (Dorado et al., 2019).
Ada tiga tahapan penting dalam proses PCR yang selalu terulang dalam 30- 40
siklus dan berlangsung dengan cepat, yaitu:
1. Denaturasi
Dalam proses PCR, denaturasi awal dilakukan sebelum enzim taq polimerase
ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Denaturasi DNA merupakan proses
pembukaan DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal. Ini biasanya
berlangsung sekitar 3 menit, untuk meyakinkan bahwa molekul DNA
terdenaturasi menjadi DNA untai tunggal. Denaturasi yang tidak lengkap
mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi)
secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Adapun waktu
denaturasi yang terlalu lama dapat mengurangi aktifitas enzim Taq polymerase.
Aktifitas enzim tersebut mempunyai waktu paruh lebih dari 2 jam, 40 menit, 5
menit masing-masing pada suhu 92,5; 95 dan 97,5oC (Dorado et al., 2019).
2. Annealing (penempelan primer)
Kriteria umum yang digunakan untuk merancang primer yang baik adalah
bahwa primer sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 % G+C
dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-
masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal
ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan
mengurangi efisiensi PCR. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR
adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi
temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara
36oC sampai dengan 72oC, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara 50
– 60oC (Dorado et al., 2019).
3. Pemanjangan Primer (Extention)
Selama berlangsungnya tahap ini, Taq polymerase memulai aktivitasnya
memperpanjang DNA primer dari ujung 3’. Kecepatan penyusunan nukleotida
oleh enzim tersebut pada suhu 72oC diperkirakan 35 – 100 nukleotida/detik,
bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam dan molekul DNA target. Dengan
demikian untuk produk PCR dengan panjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit
sudah lebih dari cukup untuk tahap perpanjangan primer ini. Biasanya di akhir
siklus PCR waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit
sehingga seluruh produk PCR diharapkan terbentuk DNA untai ganda.

Gambar 1. Siklus PCR

Sumber: (Dorado et al., 2019).


Keterangan:
(1) Denaturasi pada suhu 90o – 95oC;
(2) Annealing pada suhu 37o – 65oC;
(3) Elongasi pada suhu 72oC;
(4) Siklus pertama selesai.
Reaksi-reaksi tersebut di atas diulangi lagi dari 25 – 30 kali (siklus) sehingga
pada akhir siklus akan diperoleh molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru
yang merupakan hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus
amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA target dalam campuran reaksi
(Dorado et al., 2019).
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu metode yang
digunakan dalam pemeriksaan virus SARS Co-2 dengan mendeteksi DNA virus.
Proses amplifikasi DNA menjadi metode yang penting dalam proses PCR.
Perkembangan mesin ini dari tahun ke tahun telah banyak mengalami perubahan
hingga kini revolusi mesin PCR menggunakan suhu pada tiap langkah PCR yang
terdiri dari denaturasi, annealing, dan polimerasi.

3.2 Saran
Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,
untuk itu disarankan kepada pembaca untuk dapat mengkaji lebih lanjut mengenai
perkembangan PCR hingga saat ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bartlett, John MS, and David Stirling. "A short history of the polymerase chain reaction."
PCR protocols. Humana Press, 2003. 3-6.
Dorado, G., Besnard, G., Unver, T., & Hernández, P. (2019). Polymerase Chain Reaction
(PCR). Encyclopedia of Biomedical Engineering, 1–3(6), 473–492.
https://doi.org/10.1016/B978-0-12-801238-3.08997-2
Erlich. H.A. 1989. Polymerase Chain Reaction. Journal of Clinical Immunology 9: 437-447.
He, Q., et al. "Primers are decisive for sensitivity of PCR." Biotechniques 17.1 (1994): 82-84.
Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients infected
with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497-506.
Mullis, K. B., et al. "Specific enzymatic amplification of DNA in vitro: the polymerase chain
reaction." Biotechnology Series (1992): 17-17.
Ren L-L, Wang Y-M, Wu Z-Q, Xiang Z-C, Guo L, Xu T, et al. Identification of a novel
coronavirus causing severe pneumonia in human: a descriptive study. Chin Med J. 2020;
published online February 11. DOI: 10.1097/CM9.0000000000000722.
Rothan HA, Byrareddy SN. The epidemiology and pathogenesis of coronavirus disease
(COVID-19) outbreak. J Autoimmun. 2020; published online March 3. DOI:
10.1016/j.jaut.2020.102433.
Saiki, Randall K., et al. "Primerdirected enzymatic amplification of DNA with a thermostable
DNA polymerase." Science 239.4839 (1988): 487-491.
Shampo, Marc A., and Robert A. Kyle. "Kary B. Mullis—Nobel Laureate for procedure to
replicate DNA." Mayo Clinic Proceedings. Vol. 77. No. 7. Elsevier, 2002.
Susilo, A., Rumende, C. M., Pitoyo, C. W., Santoso, W. D., Yulianti, M., Herikurniawan, H.,
Sinto, R., Singh, G., Nainggolan, L., Nelwan, E. J., Chen, L. K., Widhani, A., Wijaya,
E., Wicaksana, B., Maksum, M., Annisa, F., Jasirwan, C. O. M., & Yunihastuti, E.
(2020). Coronavirus Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 7(1), 45. https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i1.415
Van Pelt-Verkuil, Elizabeth, Alex Van Belkum, and John P. Hays. Principles and technical
aspects of PCR amplification. Springer Science & Business Media, 2008.
Wang, Z., Qiang, W., Ke, H. (2020). A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and
Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China
Weier, Heinz Ulrich, and Joe W. Gray. "A programmable system to perform the polymerase
chain reaction." DNA 7.6 (1988): 441-447.
World Health Organization. Naming the coronavirus disease (COVID-19) and the virus that
causes it [Internet]. Geneva: World Health Organization; 2020 [cited 2020 March 29].
Available from:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novelcoronavirus-2019/technical-guidance/
naming-the-coronavirusdisease-(covid-2019)-and-the-virus that-causes-it.
World Health Organization. Coronavirus disease 2019 (COVID-19) Situation Report – 70
[Internet]. WHO; 2020 [updated 2020 March 30; cited 2020 March 31]. Available from:
https://www.who.int/ docs/default-source/coronaviruse/situation-reports/20200330-
sitrep-70-covid-19.pdf?sfvrsn=7e0fe3f8_2
World Health Organization. WHO Director-General’s opening remarks at the media briefing
on COVID-19 - 11 March 2020 [Internet]. 2020 [updated 2020 March 11]. Available
from: https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-director-generals-opening-remarks-
at-the-media-briefing-on-covid-19---11- march-2020.

Anda mungkin juga menyukai