Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH IMUNOLOGI SEROLOGI

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

Di Susun Oleh :
Desy Septyaniningsih
20124120534

POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK


JURUSAN ANALIS KESEHATAN
T.A. 2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kami
kesehatan, kesempatan, dan kenikmatan serta menolong kami dalam menyelesaikan tugas
ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Imunologi
Serologi yang telah memberikan tugas ini.
Adapun tujuan kami dalam membuat makalah ini adalah sebagai media
pembelajaran yang semoga bermanfaat bagi semua orang. Makalah ini membahas tentang
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan yang membuat makalah ini tidak sempurna. Kami selaku pembuat mohon maaf
atas kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing ataupun pembaca.

Pontianak, September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................... 2
C. TUJUAN ............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
A. PENGERTIAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) ....................... 3
B. KOMPONEN-KOMPONEN PCR ..................................................................... 3
C. TAHAPAN KERJA PCR .................................................................................... 8
D. APLIKASI PCR ................................................................................................... 9
E. PENYAKIT YANG BISA DIPERIKSA DENGAN PCR ................................ 12
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PCR ..................................................... 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia sekarang mengalami perkembangan teknologi secara besar-besaran. Hal ini
dapat kita rasakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kedokteran. Sebagai
contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah ditemukannya ilmu biologi
molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada
pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang
interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai
sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sistesa protein, dan bagaimana interaksi
tersebut diatur. Biologi molekuler memberikan kontribusi yang amat sangat nyata dalam
bidang kedokteran. Dahulu, untuk mengetahui penyakit yang diderita harus dengan
menemukan organisme penyebab penyakit tersebut di dalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan
pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan tindakan apapun. Padahal tidak semua penyakit
organisme penyebabnya dapat ditemukan dengan mudah. Namun dengan adanya biologi
molekuler dokter dapat memeriksa penyebab sampai dengan pada DNA pasien.
Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga
dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis serta penyakit menular.
Perkembangan biologi molekuler yang sangat hangat dibicarakan adalah Reaksi Polimerase
Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses
sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro.
Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun 1985. Metode ini
sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetic.
Pada awalnya pengembangan PCR sebenarnya merupakan penggandaan DNA secara in vitro,
tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk
melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan rumusan pada makalah ini
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Apakah pengertian PCR


Apakah komponen-komponen yang dibutuhkan
Apakah tahapan-tahapan kerja PCR
Apakah aplikasi dari PCR
Apakah penyakit yang dapat diperiksa dengan PCR
Apakah kelebihan dan kekuranan dari PCR

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Untuk mengetahui pengertian PCR


Untuk mengetahui komponen-komponen PCR
Untuk mengetahui tahapan-tahapan kerja PCR
Untuk mengetahui aplikasi dari PCR
Untuk mengetahui penyakit yang dapat diperiksa dengan PCR
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari PCR

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Polymerase Chain Reaction (PCR)


Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction
(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens
nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B.
Mulis pada tahun 1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan
untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga
dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA
ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa
nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan
diperoleh 2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah
menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan
amplifikasi urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen
dalam jumlah yang sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5g,
oligonukliotida yang digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam
volume 50-100 l. DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu
sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuens DNA dalam
genom bakteri.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA
yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan
tersebut dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk menyediakan primer,
yaitu suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA
dalam reaksi berantai polimerasi.

B. Komponen-komponen PCR
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. DNA cetakan
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi DNA
templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru
yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen
DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang
dituju.

Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi


DNA template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan
terpisah menjadi rantai tunggal (single stranded). Denatirasi DNA dilakukan dengan
menggunakan panas selama 1 2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi sekitar
sehingga primer akan menempel (annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi
rantai tunggal. Primer akan membentuk jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah
sekuen yang komplementer dengan dengan sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk
penempelan primer pada dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika
dilakukan pada suhu yang lebih rendah.
2. Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 25 basa
nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan
dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah
satu rantai DNA cetakan pada ujung 5-fosfat, dan oligonukleotida yang kedua identik
dengan sekuen pada ujung 3OH rantai DNA cetakan yang lain. Proses annealing biasanya
dilakukan selama 1 2 menit. Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan
DNA cetakan, suhu inkubasi dinaikkan menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA
polymerase akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi
yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan
membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk
dengan adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA yang baru
hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu ingkubasi
menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi sebagai cetakan bagi
reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sapai 25 30
klai (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda
yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah
DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung pada kosentrasi
DNA target di dalam campuran reaksi. Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk
melipatgandakan satu kopin sekuen DNA target di dalam genom mamalia agar hasilnya dapat
dilihat secara langsung, misalnya dengan elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada
umumnya kosentrasi DNA polimerasi Taq menjadi terbatas setelah 25 30 siklus amplikasi.
3. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
Shanghai ShineGene Molecular Biotech,Inc. (2009) menyatakan bahwa
campuran dNTP adalah larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP, dGTP dan
dTTP, masing-masing pada konsentrasi akhir baik 10mm atau 25mm. dNTP yang siap
digunakan merupakan solusi yang dirancang untuk menghemat waktu dan untuk
menyediakan reproduktifitas yang lebih tinggi dalam aplikasi PCR dan lainnya.

4. DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR
adalah fragmen Klenow DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia coli (Mullis dan
Fallona, 1989). Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah dihilangkan aktivitas
eksonuklease (5 3)-nya. Beberapa kelemahan fragmen Klenow antara lain adalah bahwa
enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase untuk menggabungkan nukleotida dengan suatu
primer secara terus-menerus tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan. Hampir
semua DNA polymerase mempunyai prosesivitas yang rendah sehingga akan terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan setelah menggabungkan kurang dari 10 nukleotida. Salah satu
perkecualian adalah T7 DNA polymerase yang mampu menggabungkan ribuan nukleotida
tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan.
a. Taq DNA Polimerase
Taq DNA polymerase yang beraasal dari bakteri Thermus aquaticus BM, yaitu
suatu strain yang tidak mempunyai endonuklease retriksi TaqI. Taq DNA polymerase
tersusun atas satu rantai polipeptida dengan berat molekul kurang lebih 95 kD. Enzim ini
mempunyai kemampuan polimerasi DNA yang sangat tinggi, tetapi tidak mempunyai
aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini paling aktif pada pH9 (pada suhu 200 C) dan suhu
aktivitas optimumnya sekitar 750C 800C.
Kelebihan enzim Taq DNA polimerase adalah bahwa enzim ini tahan terhadap
suhu tinggi yang diperlukan untuk memisahkan rantai DNA cetakan. Dengan kelebihan
semacam ini maka tidak diperlukan penambahan enzim pada tiap-tiap siklus PCR seperti
yang harus dilakukan kalau enzim yang dig unakan adalah fragmen Klenow DNA
polymerase I (Gelfand dan White, 1990). Kelebihan lain enzim Taq DNA polymerase adalah
laju polimerasinya yang sangat tinggi serta prosesivitasnya yang juga lebih tinggi disbanding
dengan fragmen Klenow.
aq DNA polymerase mempunyai suhu optimum yang tinggi untuk sintesis DNA
yaitu 5 0 C. aktivitas spesifik enzim ini dalam menggabungkan nukleotida mencapai 50
nukleotida per detik per molekul enzim. Waktu paruh (half-time) Taq DNA polymerase pada
suhu 95 C adalah 40 menit ( elfand dan hite 990). Deterjen non-ionik Tween 20 (0,5 -1
%) dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi Taq DNA polymerase. Senyawa tambahan
lain yang juga dapat meningkatkan efisiensi polimerasi Taq DNA polymerase adalah DMSO,
gelatin, gliserol, dan ammonium sulfat.
Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim tersebut
mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dalam menggabungkan nukleotida sehingga
ada kemungkinan terjadi mutasi pada fragmen gen hasil amplifikasi. Meskipun demikian
dengan kondisi yang tepat, kesalahan penggabungan nukleotida semacam itu tidak terjadi
seperti misalnya hasil amplifikasi fragmen gen HIV-1 (5400 nukleotida) dengan siklus
amplifikasi 30 kali. Demikian juga halnya dengan hasil amplifikasi gen -globin (14990
nukleotida). Dengan demikian , rata-rata frekuensi kesalahan penggabungan nukleotida

sekitar 5 X kesalahan per nukleotida yang digabungkan per siklus, dengan menggunakan 25
siklus.
Taq DNA polymerase mempunyai keunikan yaitu bahwa enzim ini mampu
menambahkan satu nukleotida,terutama dATP, pada ujung -3 fragmen DNA hasil
polimerasi meskipun tanpa ada cetakanya. Dengan demikian, ujung fragmen DNA hasil
polimerasi dengan metode PCR pada umumnya tidak pepat (blunt-ended), melainkan ada
tambahan satu nukleotida pada kedua ujungnya. Kenyataan semacam ini mempunyai
implikasi penting karena fragmen DNA hasil polimerasi dengan metode PCR dapet diligase
dengan suatu plasmid vector tertentu tanpa menggunakan enzim DNA ligase. Hal ini juga
perlu diperhatikan jika frag men DNA hasil PCR akan diligasikan dengan suatu plasmid
dengan metode ligasi pepat (blunt-ended ligation). Sebelum dilakukan ligasi , fragmen DNA
tersebut harus dibuat pepat/tumpul dengan menggunakan aktivitas polymerase 5 3
fragmen Klenow.
Aktivitas Taq DNA polymerase dipengaruhi oleh kosentrasi ion magnesium.
Aktivitas Taq DNA polymerase mencapai maksimal pada kosentrasi sebesar 2,0 mM jika
kosentrasi dNTP yang digunakan adalah 0,7 0,8 mM. kosentrasi lebih tinggi dari 2,0 mM
akan menghambat aktivitas Taq DNA polymerase. Di samping itu, aktivitas enzim
polymerase ini juga akan menurun 20-30% jika kosenrasi total dNTP yang digunakan
mencapai 4-6 mM.
b. Tth DNA polimerse
Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk melakukan PCR
adalah Tth DNA polimerse. Enzim ini diisolasi dari eubakteri thermofilik Thermus
thermophilus HB8. Tth DNA polimerse mempunyai prosesivitas yang tinggi dan tidak
mempunyai aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini menunjukkan aktivitas tertinggi pada
pH 9 (pada suhu 25 ) dan suhu sekitar . Selain aktivitas polymerase, enzim ini juga
mempunyai aktiviatas transcriptase balik (reverse transcriptase) intrinsik yang sangat efisien
dengan adanya ion mangan. Aktivitas trankriptase balik tersebut jauh lebih tinggi disbanding
dengan aktivitas serupa yang dimiliki oleh DNA polymerase I yang ada pada Escherichia coli
maupun pada Taq DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat menggunakan substrad
yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk melabel fragmen DNA dengan
radionukleotida, digoxigenin maupun biotin.
Oleh karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas transkiptase balik
yang tinggi pada suhu tinggi maka enzim ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya struktur skunder pada molekul RNA. Dengan demikian, enzim ini dapat
digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse Transkriptase PCR). Molekul cDNA yang
diperoleh dari hasil reaksi transkripsi balik dapat sekaligus diamplifikasi dengan
menggunakan Tth DNA polimerse dengan adanya ion . Enzim ini dapat dilakukan untuk
melakukan RT-PCR molekul RNA sampai ukuran 1000 pasangan basa.

c. Pwo DNA polymerase


Enzim Pwo DNA polymerase diisolasi dari archaebacterihiperthermofilik
Pyrococcus woesei. Enzim Pwo DNA polymerase mempunyai berat molekul sekitar 90 kD.
Enzim ini mempunyai prosesivitas polimerasi 5 3 yang tinggi mempunyai aktivitas
eksonuklease, dan tidak menunjukkan aktivitas eksonuklease .
Pwo DNA polymerase mempunyai stabilitas thermal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Taq DNA polymerase. Waktu paruh enzim ini lebih dari 2 jam pada
suhu , sedangkan Taq DNA polymerase hanya mempunyai waktu paruh 5 menit pada suhu
ini. Aktivitas eksonuklease 3 5 (aktivitas proof-reading dalam proses sintesis DNA) yang
dimiliki oleh Pwo DNA polymerase meningkatkan ketepatan (fidelity) proses sintesis DNA
sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan dengan ketepatan yang dimiliki oleh Taq DNA
polymerase. Jika Taq DNA polimerse digunakan untuk mengamplikasi sekuen DNA
sepanjang 200 bp sebanyak satu juta kali maka kurang lebih 56% produk amplifikasinya akan
mangandung satu atau lebih kesalahan. Sebalikya, jika enzim Pwo DNA polymerase yang
digunakan untuk amplifikasi maka hanya 10% produk amplifikasinya yang mengandung
kesalahan. Ketepatan proses polimerasi DNA secara in vitro merupakan salah satu parameter
paling penting dalam PCR. Hal ini terutama sangat penting jika DNA atau RNA cetakan yang
digunakan hanya berjumlah sangat sedikit.
Hasil amplifikasi menggunakan Pwo DNA polymerase adalah molekul DNA
dengan ujung pepat/tumpul (blunt-ended) sehingga dapat digunakan dalam proses ligasi
ujung tumpul secara langsung tanpa harus dilakukan modifikasi terhadap ujung-ujung
molekul DNA. Oleh karena sifat ketepatanya yang tinggi maka enzim ini sangat berguna
untuk aplikasi:
1) Cloning produk PCR
2) Studi polimorfisme alel dalam transkrip RNA individual
3) Karakterisasi mutasi yang jarang di dalam suatu jaringan
4) Karakterisasi status alel suatu sel tunggal atau DNA molekul tunggal
5) Karakterisasi populasi sel dalam suatu kultur

d. Pfu dan Tli DNA polymerase


DNA polymerase lain yang dapat digunakan untuk PCR adalah Pfu DNA
polymerase dan Tli DNA polymerase. Pfu DNA polymerase diisolasi dari Pyrococcus
furiosis, mempunyai berat molekul 92 kD, aktif pada suhu dan mempunyai aktivitas
eksonuklease . Enzim ini diketahui mempunyai laju kesalahan yang paling kecil disbanding
dengan enzim DNA polymerase yang lain. Produk amplifikasi dengan menggunakan enzim
ini adalah molekul DNA dengan ujung tumpul.

Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis, sangat stabil
terhadap panas, aktivitas optimum pada suhu dan dapat berfungsi meskipun diinkubasi pada
suhu . Berat molekul enzim ini dalah 90 kD. Enzim juga mempunyai aktivitas eksonuklease.
5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan
1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan
primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain.
Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2. Konsentrasi
ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal, karena
kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA
template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat
rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi
chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu
rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila
terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan.

C. Tahapan kerja PCR


Polymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari tiga proses, yaitu:
1. Denaturasi
Denaturasi merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap
denaturasi DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92 95 oC. Denaturasi awal
dilakukan selama 13 menit diperlukan untuk meyakinkan bahwa DNA telah terdenaturasi
menjadi untai tunggal.
Denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas
DNA terputus. Tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas
enzim polimerase.
2. Annealing
Annealing merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer
merupakan tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini
maka akan mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor
yang mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu annealing yang
terlalu rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik,
sedangkan suhu yang tinggi dapat meningkatkan kespesifikan amplifikasi. Kenaikan suhu
setelah tahap annealing hingga mencapai 70740C bertujuan untuk mengaktifkan enzim
TaqDNA polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension) biasanya dilakukan pada
suhu 72 oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain itu, pada masa peralihan
suhu dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga menyebabkan terputusnya
8

ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat
lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik
semakin banyak.
3. Extension
Extension merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau
sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan
primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari satu
siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template)
pada siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir
siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30
siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut:
1. Pra-denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan
denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif jika dipanaskan
terlebih dahulu).
2. Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72C) selama 5-15 menit
untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.

D. Aplikasi PCR
Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang
paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi
patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko
penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai
macam teknis berbasis PCR, antara lain :
1. RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara
umum teknik ini menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme
(RFLP), dan produk hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
9

Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment
lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda
berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi).
2. VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short
tandem repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan
menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang terdapat
pada DNA sampel dapat diketahui.
3. Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/ deteksi mutasi dapat dilakukan dengan PCR konvensional
(misalnya dengan BESS-T-Scan (Base Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi
mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk
mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
4. PCR kuantitatif
Untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan
pemeriksaan yang bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut
dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan housekeeping
gene(internal endogenous standard). Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk
PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.
PCR dirancang pada tahun 1985 dan telah memberikan dampak besar pada
penelitian biologis dan bioteknologi. PCR telah digunakan untuk memperkuat DNA dari
berbagai macam sumber misalnya fragmen DNA kuno dari gajah purba (mammoth) berbulu
yang telah membeku selama 40.000 tahun; DNA dari sedikit darah;, jaringan, atau air mani
yang ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal; DNA dari sel embrionik tunggal untuk
diagnosis kelainan genetik sebelum kelahiran dan DNA gen virus dari sel yang diinfeksi oleh
virus yang sulit terdeteksi seperti HIV.
Menurut Darmo dan Ari (2000), teknik PCR dapat didayagunakan (kadang
dengan modifikasi) guna fasilitasi analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak sekali
aplikasi praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan sebagai berikut:
kloning hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular; deteksi mutasi ( penyakit
genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian forensik (tersangka kriminal, tersangka
ayah pada kasus paternal); dan masih banyak lainnya.
Pendapat lain mengenai manfaat dan aplikasi PCR juga dikemukakan oleh
Sunarto (1996) yang menyebutkan bahwa PCR dapat digunakan sebagai alat diagnosis
penyakit thalesemia. Menurut Sunarto sebelum cara PCR ditemukan analisis DNA dilakukan
dengan prosedur yang panjang dan rumit, yaitu pertama-tama membentuk perpustakaan
(library construction) melalui digesti dengan endonuklease restriktif dan kloning, kemudian
skrining, mapping, subkloning dan terakhir sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam
waktu 24 jam sejak pencuplikan vili korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal
sudah dapat ditegakkan dan berdasarkan prinsip PCR telah dikembangkan cara diagnostik
molekular yang terbukti sangat akurat.
10

Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
1. Isolasi Gen
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA
manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.
Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik,
yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA,
RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari
sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen,
sisanya tidak menyandikan protein atau disebut junk DNA DNA sampah yang fungsinya
belum diketahui dengan baik.
Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen
tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari
pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu
saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar
sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil
insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli)
agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang
dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih
cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
mengorbankan sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama
probe yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini
bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
2. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method)
yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya
adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu
primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang
dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa
suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
3. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau
korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau
tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat
diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang
11

memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang
sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk
menelusuri orang tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
Selain itu pada bidang kedokteran forensik juga dapat digunakan seperti
mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen.

4. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah
saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan
diagnosa yang cepat dan akurat.
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan
diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR
mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1)
yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
5.
6.
7.
8.

Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.


Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami kelainan
sebelum dilahirkan.

E. Penyakit yang bisa diperiksa dengan PCR


Berikut adalah beberapa penyakit yang dapat diperiksa dengan PCR:
1. HIV
2. Gonore (Neisseria gonorrhoeae)
3. Thalasemia
4. Influenza A (H1N1)
5. Trikomoniasis vaginal (Trichomonas vaginalis)
6. Anemia sel sabit
7. Penyakit globin lainnya
8. Fenilketonuria
9. 1 Antitripsin ZZ
10. Sindroma Lesch-Nyhan
11. Penyakit Tai-Sachs

12

12. Distrofi otot Dunchenne


13. Penyakit Huntington
14. Distrofi miotonik
15. Sindroma Fragile-X
16. Kistik fibrosis
17. Penyakit Gaucher
18. Penyakit infeksi bermacam virus seperti sitomegalovirus, rotavirus, virus EpsteinBarr, dan lain-lain
19. Hepatitis B

F. Kelebihan dan Kekurangan PCR


1. Kelebihan

Memiliki spesifisitas tinggi


Sangat cepat, dapat memberikan hasil yang sama pada hari yang sama
Dapat membedakan varian mikroorganisme
Mikroorganisme yang dideteksi tidak harus hidup
Mudah di set up

2. Kelemahan

Sangat mudah terkontaminasi


Biaya peralatan dan reagen mahal
Interpretasi hasil PCR yang positif belum tervalidasi untuk semua penyakit infeksi
(misalnya infeksi pasif atau laten)
Teknik prosedur yang kompleks dan bertahap membutuhkan keahlian khusus untuk
melakukannya.

13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction
(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens
nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B.
Mulis pada tahun 1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan
untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga
dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Polymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari tiga proses, yaitu:
1. Denaturasi
2. Annealing
3. Extension
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Isolasi Gen
DNA Sequencing
Forensik
Diagnosa Penyakit
Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.
Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami kelainan
sebelum dilahirkan.

14

DAFTAR PUSTAKA

http://biologi-yudha.blogspot.com/2012/06/polymerase-chain-reaction-pcr.html
http://sciencebiotech.net/mengenal-pcr-polymerase-chain-reaction/
http://robbyprada.wordpress.com/2014/03/11/pcr-polymerase-chain-reaction/
http://aboutbiologytoday.blogspot.com/2013/09/aplikasi-praktis-teknologi-dna.html
http://dermatofarma.wordpress.com/2010/01/27/aplikasi-polimerase-chain-reactiondalam-deteksi-infeksi-gonore-klamidia-dan-trikomoniasis-vaginal-denganpengambilan-sample-specimen-secara-solvs-self-obtained-low-vaginal-swabs/
http://books.google.co.id/books?id=vpN4ksOeDroC&pg=PA406&lpg=PA406&dq=PEN
YAKIT+PCR&source=bl&ots=eEaLzilZEi&sig=moCCBpFTm_XV8ccXTKpoiEfcn4&hl=id&sa=X&ei=pWcMVL3MD9KdugSBnIC4C
A&ved=0CDcQ6AEwAw#v=onepage&q=PENYAKIT%20PCR&f=false

Anda mungkin juga menyukai