Di Susun Oleh :
Desy Septyaniningsih
20124120534
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kami
kesehatan, kesempatan, dan kenikmatan serta menolong kami dalam menyelesaikan tugas
ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing mata kuliah Imunologi
Serologi yang telah memberikan tugas ini.
Adapun tujuan kami dalam membuat makalah ini adalah sebagai media
pembelajaran yang semoga bermanfaat bagi semua orang. Makalah ini membahas tentang
Polymerase Chain Reaction (PCR).
Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan yang membuat makalah ini tidak sempurna. Kami selaku pembuat mohon maaf
atas kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing ataupun pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia sekarang mengalami perkembangan teknologi secara besar-besaran. Hal ini
dapat kita rasakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kedokteran. Sebagai
contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah ditemukannya ilmu biologi
molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada
pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang
interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai
sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sistesa protein, dan bagaimana interaksi
tersebut diatur. Biologi molekuler memberikan kontribusi yang amat sangat nyata dalam
bidang kedokteran. Dahulu, untuk mengetahui penyakit yang diderita harus dengan
menemukan organisme penyebab penyakit tersebut di dalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan
pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan tindakan apapun. Padahal tidak semua penyakit
organisme penyebabnya dapat ditemukan dengan mudah. Namun dengan adanya biologi
molekuler dokter dapat memeriksa penyebab sampai dengan pada DNA pasien.
Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga
dapat mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis serta penyakit menular.
Perkembangan biologi molekuler yang sangat hangat dibicarakan adalah Reaksi Polimerase
Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses
sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida tertentu secara in vitro.
Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada tahun 1985. Metode ini
sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetic.
Pada awalnya pengembangan PCR sebenarnya merupakan penggandaan DNA secara in vitro,
tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk
melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan rumusan pada makalah ini
adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Komponen-komponen PCR
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. DNA cetakan
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi DNA
templat di dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru
yang sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen
DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang
dituju.
4. DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR
adalah fragmen Klenow DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia coli (Mullis dan
Fallona, 1989). Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah dihilangkan aktivitas
eksonuklease (5 3)-nya. Beberapa kelemahan fragmen Klenow antara lain adalah bahwa
enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase untuk menggabungkan nukleotida dengan suatu
primer secara terus-menerus tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan. Hampir
semua DNA polymerase mempunyai prosesivitas yang rendah sehingga akan terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan setelah menggabungkan kurang dari 10 nukleotida. Salah satu
perkecualian adalah T7 DNA polymerase yang mampu menggabungkan ribuan nukleotida
tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan.
a. Taq DNA Polimerase
Taq DNA polymerase yang beraasal dari bakteri Thermus aquaticus BM, yaitu
suatu strain yang tidak mempunyai endonuklease retriksi TaqI. Taq DNA polymerase
tersusun atas satu rantai polipeptida dengan berat molekul kurang lebih 95 kD. Enzim ini
mempunyai kemampuan polimerasi DNA yang sangat tinggi, tetapi tidak mempunyai
aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini paling aktif pada pH9 (pada suhu 200 C) dan suhu
aktivitas optimumnya sekitar 750C 800C.
Kelebihan enzim Taq DNA polimerase adalah bahwa enzim ini tahan terhadap
suhu tinggi yang diperlukan untuk memisahkan rantai DNA cetakan. Dengan kelebihan
semacam ini maka tidak diperlukan penambahan enzim pada tiap-tiap siklus PCR seperti
yang harus dilakukan kalau enzim yang dig unakan adalah fragmen Klenow DNA
polymerase I (Gelfand dan White, 1990). Kelebihan lain enzim Taq DNA polymerase adalah
laju polimerasinya yang sangat tinggi serta prosesivitasnya yang juga lebih tinggi disbanding
dengan fragmen Klenow.
aq DNA polymerase mempunyai suhu optimum yang tinggi untuk sintesis DNA
yaitu 5 0 C. aktivitas spesifik enzim ini dalam menggabungkan nukleotida mencapai 50
nukleotida per detik per molekul enzim. Waktu paruh (half-time) Taq DNA polymerase pada
suhu 95 C adalah 40 menit ( elfand dan hite 990). Deterjen non-ionik Tween 20 (0,5 -1
%) dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi Taq DNA polymerase. Senyawa tambahan
lain yang juga dapat meningkatkan efisiensi polimerasi Taq DNA polymerase adalah DMSO,
gelatin, gliserol, dan ammonium sulfat.
Salah satu kelemahan enzim Taq DNA polymerase adalah bahwa enzim tersebut
mempunyai potensi untuk melakukan kesalahan dalam menggabungkan nukleotida sehingga
ada kemungkinan terjadi mutasi pada fragmen gen hasil amplifikasi. Meskipun demikian
dengan kondisi yang tepat, kesalahan penggabungan nukleotida semacam itu tidak terjadi
seperti misalnya hasil amplifikasi fragmen gen HIV-1 (5400 nukleotida) dengan siklus
amplifikasi 30 kali. Demikian juga halnya dengan hasil amplifikasi gen -globin (14990
nukleotida). Dengan demikian , rata-rata frekuensi kesalahan penggabungan nukleotida
sekitar 5 X kesalahan per nukleotida yang digabungkan per siklus, dengan menggunakan 25
siklus.
Taq DNA polymerase mempunyai keunikan yaitu bahwa enzim ini mampu
menambahkan satu nukleotida,terutama dATP, pada ujung -3 fragmen DNA hasil
polimerasi meskipun tanpa ada cetakanya. Dengan demikian, ujung fragmen DNA hasil
polimerasi dengan metode PCR pada umumnya tidak pepat (blunt-ended), melainkan ada
tambahan satu nukleotida pada kedua ujungnya. Kenyataan semacam ini mempunyai
implikasi penting karena fragmen DNA hasil polimerasi dengan metode PCR dapet diligase
dengan suatu plasmid vector tertentu tanpa menggunakan enzim DNA ligase. Hal ini juga
perlu diperhatikan jika frag men DNA hasil PCR akan diligasikan dengan suatu plasmid
dengan metode ligasi pepat (blunt-ended ligation). Sebelum dilakukan ligasi , fragmen DNA
tersebut harus dibuat pepat/tumpul dengan menggunakan aktivitas polymerase 5 3
fragmen Klenow.
Aktivitas Taq DNA polymerase dipengaruhi oleh kosentrasi ion magnesium.
Aktivitas Taq DNA polymerase mencapai maksimal pada kosentrasi sebesar 2,0 mM jika
kosentrasi dNTP yang digunakan adalah 0,7 0,8 mM. kosentrasi lebih tinggi dari 2,0 mM
akan menghambat aktivitas Taq DNA polymerase. Di samping itu, aktivitas enzim
polymerase ini juga akan menurun 20-30% jika kosenrasi total dNTP yang digunakan
mencapai 4-6 mM.
b. Tth DNA polimerse
Enzim DNA polimerse lain yang juga dapat digunakan untuk melakukan PCR
adalah Tth DNA polimerse. Enzim ini diisolasi dari eubakteri thermofilik Thermus
thermophilus HB8. Tth DNA polimerse mempunyai prosesivitas yang tinggi dan tidak
mempunyai aktivitas eksonuklease 3 5. Enzim ini menunjukkan aktivitas tertinggi pada
pH 9 (pada suhu 25 ) dan suhu sekitar . Selain aktivitas polymerase, enzim ini juga
mempunyai aktiviatas transcriptase balik (reverse transcriptase) intrinsik yang sangat efisien
dengan adanya ion mangan. Aktivitas trankriptase balik tersebut jauh lebih tinggi disbanding
dengan aktivitas serupa yang dimiliki oleh DNA polymerase I yang ada pada Escherichia coli
maupun pada Taq DNA polymerase. Tth DNA polimerse juga dapat menggunakan substrad
yang dimodifikasi sehingga juga dapat digunakan untuk melabel fragmen DNA dengan
radionukleotida, digoxigenin maupun biotin.
Oleh karena enzim Tth DNA polimerse mempunyai aktivitas transkiptase balik
yang tinggi pada suhu tinggi maka enzim ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya struktur skunder pada molekul RNA. Dengan demikian, enzim ini dapat
digunakan untuk melakukan RT-PCR (reverse Transkriptase PCR). Molekul cDNA yang
diperoleh dari hasil reaksi transkripsi balik dapat sekaligus diamplifikasi dengan
menggunakan Tth DNA polimerse dengan adanya ion . Enzim ini dapat dilakukan untuk
melakukan RT-PCR molekul RNA sampai ukuran 1000 pasangan basa.
Tli DNA polymerase diisolasi dari jasad Thermococcus litoralis, sangat stabil
terhadap panas, aktivitas optimum pada suhu dan dapat berfungsi meskipun diinkubasi pada
suhu . Berat molekul enzim ini dalah 90 kD. Enzim juga mempunyai aktivitas eksonuklease.
5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan
1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan
primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang lain.
Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2. Konsentrasi
ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal, karena
kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi untai DNA
template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu sangat
rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung konsentrasi
chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas bila terlalu
rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR, sedang bila
terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak diinginkan.
ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat
lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik
semakin banyak.
3. Extension
Extension merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau
sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan
primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari satu
siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template)
pada siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir
siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30
siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA target.
Selain ketiga proses tersebut biasanya PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan
berikut:
1. Pra-denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan
denaturasi dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif jika dipanaskan
terlebih dahulu).
2. Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72C) selama 5-15 menit
untuk memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara
sempurna. Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.
D. Aplikasi PCR
Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang
paling sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi
patogen infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko
penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai
macam teknis berbasis PCR, antara lain :
1. RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms)
Pada prinsipnya, teknik ini dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara
umum teknik ini menggunakan enzim restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme
(RFLP), dan produk hasil digesti tersebut diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
9
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment
lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda
berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi).
2. VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short
tandem repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan
menggunakan primer yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang terdapat
pada DNA sampel dapat diketahui.
3. Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR
Dahulu, skreening/ deteksi mutasi dapat dilakukan dengan PCR konvensional
(misalnya dengan BESS-T-Scan (Base Excision Sequence Scanning)) untuk mendeteksi
mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory mutation system (ARMS) untuk
mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida kompetitif.
4. PCR kuantitatif
Untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang membutuhkan
pemeriksaan yang bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut
dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan housekeeping
gene(internal endogenous standard). Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk
PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.
PCR dirancang pada tahun 1985 dan telah memberikan dampak besar pada
penelitian biologis dan bioteknologi. PCR telah digunakan untuk memperkuat DNA dari
berbagai macam sumber misalnya fragmen DNA kuno dari gajah purba (mammoth) berbulu
yang telah membeku selama 40.000 tahun; DNA dari sedikit darah;, jaringan, atau air mani
yang ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal; DNA dari sel embrionik tunggal untuk
diagnosis kelainan genetik sebelum kelahiran dan DNA gen virus dari sel yang diinfeksi oleh
virus yang sulit terdeteksi seperti HIV.
Menurut Darmo dan Ari (2000), teknik PCR dapat didayagunakan (kadang
dengan modifikasi) guna fasilitasi analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak sekali
aplikasi praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan sebagai berikut:
kloning hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular; deteksi mutasi ( penyakit
genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian forensik (tersangka kriminal, tersangka
ayah pada kasus paternal); dan masih banyak lainnya.
Pendapat lain mengenai manfaat dan aplikasi PCR juga dikemukakan oleh
Sunarto (1996) yang menyebutkan bahwa PCR dapat digunakan sebagai alat diagnosis
penyakit thalesemia. Menurut Sunarto sebelum cara PCR ditemukan analisis DNA dilakukan
dengan prosedur yang panjang dan rumit, yaitu pertama-tama membentuk perpustakaan
(library construction) melalui digesti dengan endonuklease restriktif dan kloning, kemudian
skrining, mapping, subkloning dan terakhir sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam
waktu 24 jam sejak pencuplikan vili korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal
sudah dapat ditegakkan dan berdasarkan prinsip PCR telah dikembangkan cara diagnostik
molekular yang terbukti sangat akurat.
10
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
1. Isolasi Gen
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA
manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen.
Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik,
yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA,
RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari
sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen,
sisanya tidak menyandikan protein atau disebut junk DNA DNA sampah yang fungsinya
belum diketahui dengan baik.
Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen
tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari
pancreas sapi atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu
saja mahal serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar
sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil
insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli)
agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang
dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih
cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus
mengorbankan sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama
probe yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini
bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
2. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing,
metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method)
yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya
adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu
primer (PCR biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang
dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa
suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
3. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau
korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau
tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat
diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang
11
memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang
sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Konon banyak kalangan tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk
menelusuri orang tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
Selain itu pada bidang kedokteran forensik juga dapat digunakan seperti
mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen.
4. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah
saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan
diagnosa yang cepat dan akurat.
PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan
diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR
mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1)
yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
5.
6.
7.
8.
12
2. Kelemahan
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction
(PCR), merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens
nukleotida tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B.
Mulis pada tahun 1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam
manipulasi dan analisis genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan
untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga
dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Polymerase Chain Reaction (PCR) terdiri dari tiga proses, yaitu:
1. Denaturasi
2. Annealing
3. Extension
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Isolasi Gen
DNA Sequencing
Forensik
Diagnosa Penyakit
Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.
Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami kelainan
sebelum dilahirkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://biologi-yudha.blogspot.com/2012/06/polymerase-chain-reaction-pcr.html
http://sciencebiotech.net/mengenal-pcr-polymerase-chain-reaction/
http://robbyprada.wordpress.com/2014/03/11/pcr-polymerase-chain-reaction/
http://aboutbiologytoday.blogspot.com/2013/09/aplikasi-praktis-teknologi-dna.html
http://dermatofarma.wordpress.com/2010/01/27/aplikasi-polimerase-chain-reactiondalam-deteksi-infeksi-gonore-klamidia-dan-trikomoniasis-vaginal-denganpengambilan-sample-specimen-secara-solvs-self-obtained-low-vaginal-swabs/
http://books.google.co.id/books?id=vpN4ksOeDroC&pg=PA406&lpg=PA406&dq=PEN
YAKIT+PCR&source=bl&ots=eEaLzilZEi&sig=moCCBpFTm_XV8ccXTKpoiEfcn4&hl=id&sa=X&ei=pWcMVL3MD9KdugSBnIC4C
A&ved=0CDcQ6AEwAw#v=onepage&q=PENYAKIT%20PCR&f=false