Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH GENETIKA

PCR ( Polimerase Chain Reaction )


 
 
 
 
 
 
 
 
 
Oleh:

 
 
 
 
 
 
 

JURUSAN S-2 PENDIDIKAN BIOLOGI


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena nikmat dan kesempatan yang
diberikannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini berisi tugas mata kuliah Genetika

Makalah ini terselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Ucapan terima kasih penulis
ucapkan kepada Bapak Seno Johari selaku dosen pengampu mata kuliah Genetika yang telah
membimbing dan mengarahkan jalannya pembuatan makalah ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari semua pihak
demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta segala sluk
beluknya selama ilmiah. Genetika disebut juga ilmu keturunan, ilmu ini mempelajari
berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat, bagaimana sifat keturunan ilmu itu
diturunkan dari generasi kegenerasi serta variasi-variasi yang mungkin timbul didalamnya
atau yang menyertainya. Pewarisan sifat tersebut dapat terjadi melalui proses seksual.
Genetika berusaha membawakan material pembawa informasi untuk diwariskan (bahan
genetik), bagaimana informasi tersebut di ekspresikan ekspresi genetic dan bagaimana
informasi tersebut dipindahkan dari individu satu ke individu lain. PCR adalah suatu metode
in vitro yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua
primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target
DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang
diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas penggunaannya.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan manfaat dari mempelajari materi ini yaitu dapat menjelaskan pengertian mesin
PCR, fungsi dan kegunaan mesin PCR, komponan dan regulasi mesin PCR, prinsip kerja
mesin PCR, prancang primer dan contoh aplikasi mesin PCR.

 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.      Pengertian PCR (Polimerase Chain Reaction)

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (polymerase chain
reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA
dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada
tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif
murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction)
atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan
tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik
ini semakin luas penggunaannya.
 

2.2.   Fungsi dan krgunaan mesin PCR

Untuk membentuk cetakan DNA secara berulang kali dengan menggunakan prosedur dan
waktu yang tertentu. PCR menggunakan prosedur dan waktu yang tertentu. PCR
menggunakan teknik amplikasi (perbanyakan) secara spesifik pada suatu segmen DNA secara
in vitro dengan menggunakan DNA polimerase \, cetakan (template), DNA genom dan
primer oligonukleutida yang akan menempel pada segmen yang akan menempel pada segmen
yang akan diamplikasi.

2.3.   Komponan dan regulasi mesin PCR

Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase, komponen lain
yang dibutuhkan adalah:

a.      Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi
sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. Jadi jangan
membayangkan kalau PCR mampu menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang
panjangnya kira-kira 3 juta bp itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah
tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000
bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen dengan DNA template, jadi
dirancang agar menempel mengapit daerah tertentu yang kita inginkan.

b.      dNTP (deoxynucleoside triphosphate)


dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4
macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.

c.       Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar
berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA polymerase.
 

d.      Ion Logam
o Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA
polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja.
o Ion logam monovalen, kalsium (K+).
 

2.4.      Prinsip Kerja


Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30 kali siklus. Setiap
ysiklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap bekerjanya PCR dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung pada suhu
tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan DNA menjadi
berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini dilakukan agak lama
(sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas DNA terpisah. Pemisahan ini
menyebabkan DNA tidak stabil dan siap menjadi templat (“patokan”) bagi primer.
Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA templat
yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara 45–60 °C.
Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat menyebabkan tidak
terjadinya penempelan atau primer menempel di sembarang tempat. Durasi tahap
ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari jenis
DNA polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 76 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.
Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain.
Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai.
Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara
ksponensial

Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama lain
sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai
tunggal akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing
menempel pada untai tunggal DNA templat. Biasanya, kedua primer tersebut
dinamakan primer maju (forward primer) dan primer mundur(reverse primer).
Setelah menempel pada untai DNA templat, primer mengalami polimerisasi mulai
dari tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA templat (ingat polimerisasi
DNA selalu berjalan dari ujung 5’ ke 3’ atau berarti dari ujung 3’ ke 5’ untai
templatnya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi pertama akan diperoleh
dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya berupa sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi
akan menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga
pada putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak
2n – 2n. Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya
sama dengan jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah
yang merupakan urutan target yang memang dikehendaki untuk digandakan
(diamplifikasi).
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada
akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 – 2.20 = 1.048576 –
40 = 1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA templat awalnya
hanya satu untai ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak mungkin DNA
templat awal hanya berupa satu untai ganda. Jika DNA templat awal terdiri atas 20
untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu
jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan sebagai fragmen pelacak.
 

2.5.      Perancangan Primer

Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer. Sepasang primer
oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan dipolimerisasi masing-masing
harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada kedua ujung fragmen yang akan
diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus komplementer atau setidak-tidaknya memiliki
homologi cukup tinggi dengan urutan basa kedua daerah ujung fragmen yang akan
diamplifikasi itu. Padahal, kita belum mengetahui dengan pasti urutan basa sekuens target.
Oleh karena itu, diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan basa kedua primer yang
akan digunakan.

Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai kemiripan dengan urutan
basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari sejumlah spesies/strain organisme
lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan. Sebagai contoh, untuk merancang sepasang
primer yang diharapkan dapat mengamplifikasi sebagian gen lipase pada
isolat Bacillus termofilik tertentu dapat digunakan informasi urutan basa gen lipase dari
strain-strain Pseudomonas fluorescens, P. mendocina , dan sebagainya, yang sebelumnya
telah diketahui.
Urutan-urutan basa fragmen tertentu dari berbagai strain tersebut kemudian dijajarkan dan
dicari satu daerah atau lebih yang memperlihatkan homologi tinggi antara satu strain dan
lainnya. Daerah ini dinamakan daerah lestari (conserved area). Sebagian/seluruh urutan basa
pada daerah lestari inilah yang akan menjadi urutan basa primer.
Sebenarnya, daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan asam amino pada
tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke urutan basa DNA. Dari satu
urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh lebih dari satu urutan basa DNA karena
setiap asam amino dapat disandi oleh lebih dari satu triplet kodon. Dengan demikian, urutan
basa primer yang disusun dapat merupakan kombinasi beberapa kemungkinan. Primer
dengan urutan basa semacam ini dinamakan primer degenerate. Selain itu, primer yang
disusun melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat merupakan primer degenerate karena
urutan basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun tidak selamanya memperlihatkan
homologi sempurna (100%).
Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis menggunakan program
komputer untuk mengetahui kemungkinan terjadinya primer-dimer akibat homologi
sendiri(self-homology) atau homologi silang (cross-homology). Selain itu, juga perlu dilihat
kemungkinan terjadinya salah tempel(mispriming), yaitu penempelan primer di luar sekuens
target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik leleh (Tm) masing-masing primer dan
kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik harus mempunyai Tm yang relatif sama
dengan kandungan GC yang cukup tinggi.
 

2.6.     Contoh aplikasi teknik PCR


Kary B Mullis yang telah menemukan dan mengaplikasikan PCR pada tahun 1984. Saat ini
PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan, diantaranya:
a.      Isolasi Gen
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia saja
panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana kita
tahu bahwa fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam
memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan
untuk menghasilkan rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome,
bagian yang menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein
atau disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik.
Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk
diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi
atau babi, kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal
serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan
insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen
penghasil insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal
ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis
dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari
bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang
harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau
dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang
kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai
dengan gen tersebut.

b.      DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode yang
umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi
PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak
diketahui bisa ditentukan.

c.       Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau korban
kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau tidak
mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil
dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-
bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik
bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki
pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat
tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu
yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari seorang
anak jika sang orang tua merasa ragu.

d.      Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat ini,
bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa
yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini
memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena
PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A
(H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainny
BAB III
KESIMPULAN
Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari
istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Secara
prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara dua puluh sampai tiga puluh kali
siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap yaitu Tahap peleburan (melting) atau denaturasi,
Tahap penempelan atau annealing dan Tahap pemanjangan atau elongasi. Lepas tahap ketika,
siklus diulang kembali mulai tahap satu. Akibat denaturasi dan renaturasi, beberapa berkas
baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang
panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah
karena penambahan terjadi secara eksponensial.
 

 
DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.A (2002) DNA in Genomes, 2nd ed.,

David, J. C, Jannet L.,Comparison of Vitek® 32 and Microlog® ML3 System for


Identification of Select Biological Warfare Agents, Armed Force Institute  of Pathology,
American Registry of Pathology, Washington, DC, 2001de Nogueira L., Bittrich, V.P.C.,
Shepherd, G. J., Lopes A. V., and Marsaioli, A. J. 2001.
 

Marlina, Radu, S., Kqueen, C. Y., Napis, S., Zakaria, Z., Mutalib, S. A. and Nishibuchi, M.
Occurrence of tdh and trh genes in Vibrio parahaemolyticus isolated from Corbicula
moltkiana  Prime in West Sumatera, Indonesia. Southeast Asian Journal of Tropical Medical
Public Health  Vol.38 No. 2 March 2007.
 

Marlina, Zulqifli, Anamerta, L., Revadiana, I., Radu, S., Kqueen, C. Y. and Nishibuchi, M.
Identification of Vibrio parahaemolyticus  from clinical samples in West Sumatera Using
Polymerase Chain Reaction Methods. Acta Pharmaceutica Indonesia 31 (2): 2007, 96-99.
 

Retnoningrum, D.S. 1997. Penerapan Polymerase Chain Reaction  (PCR) untuk diagnosis


penyakit infeksi. Jurusan Farmasi FMIPA. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai