Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH BIOTEKNOLOGI

“ POLYMERASE CHAIN REACTION ”

DISUSUN
O
L
E
H
KELOMPOK 2
Putri Nabila Habibah (1610411004)
Ilhardi Akbar (1610411015)

Hari Prabowo (1610411024)


Kelas B
Dosen Pengampu: Dr. Armaini, M.S
A. Pengertian PCR ( Polymerase Chain Reaction)

PCR (Polymerase chain reaction) adalah suatu teknik dalam biologi molekuler untuk
amplifikasi DNA tunggal atau beberapa potongan DNA selektif menjadi ribuan bahkan
jutaan salinan urutan DNA tertentu.

Denaturasi
(denaturation)
95°C

Pemanjangan Penempelan
(elongation) (annealing)
68°C-72°C 55°C-60°C

Tahapan dalam PCR ada 3 yaitu:

1. Denaturasi (denaturation)

Denaturasi adalah perubahan atau modifikasi struktur sekuender, tersier dan


kuartener molekul tanpa adanya pemecahan ikatan peptida. Denaturasi DNA tamplate
adalah proses terputusnya ikatan hidrogen antar basa yang terdapat dalam pasangan
untai DNA tamplate. Untai ganda DNA template (unamplified DNA) dipisahkan
dengan denaturasi termal (suhu 95°C). Proses ini menyebabkan DNA yang semula
untai ganda, kini terpecah menjadi untai tunggal. Sampai di sini, proses berlanjut pada
tahapan berikutnya yaitu penempelan primer.

2. Penempelan (annealing)

Tahapan ini merupakan tahap lanjutan dari terputusnya ikatan


ganda DNA tamplate menjadi untai tunggal. Masing-masing untai
tunggal DNA template akan mengalami proses ‘pendinginan’ hingga mencapai suhu
tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jeda bagi penempelan primer. Setiap
untai tunggal DNA template akan ditempeli pasangan primer. Di alam, primer dibuat
oleh enzim yang disebut primase. Ada dua jenis primer yang akan menempel, yaitu
primer maju (forward primer) dan primer mundur (reserve primer). Setiap pasangan
primer tersebut telah dipilih sedemikian rupa agar satu primer bersifat komplementer
terhadap salah satu ujung gen yang diinginkan pada salah satu rantai. Jadi, masing-
masing primer akan menempati ujung yang berbeda pada untai DNA. Pasangan primer
ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan sekuen komplementernya. Dengan
demikian maka akan terbentuk molekul untai ganda yang stabil.

3. Pemanjangan (elongation)

DNA Polimerase digunakan untuk proses memperpanjang primer (extend primers)


dengan adanya bantuan dari dNTPs (dATP, dCTP, dGTP dan dTTP) dan buffer yang
sesuai. DNA Polimerase yang paling sering digunakan dalam PCR berasal dari strain
bakteri Thermus aquaticus yang hidup di sumber air panas Yellowstone National Park.
Bakteri ini dapat bertahan hidup pada suhu medekati titik didih dan bekerja optimal pada
72 °C (162 ° F). Primer yang telah menempel pada untai tunggal DNA template akan
mengalami perpanjangan pada sisi 3’ dengan penambahan dNTP yang komplemen
dengan template DNA polimerase. Proses pemanjangan (extension) primer ini juga
dikenal dengan istilah polimerisasi primer.

B. Skema Kerja PCR

Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi


(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA
spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari
jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak
relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak
urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang
mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat
diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer.
Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-
panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur
siklus termal otomatis (Perkin-Elmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30
atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan
PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara
langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium.

PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan


(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh
dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah
yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan
DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in
vivo yang bersifat semi konservatif.

PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di


dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses
PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang
mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul
DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang
primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan
berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir
fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus
hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat,
DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan
menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA
polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’
dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP
yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan
disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP
yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat.

C. Komponen penyusun PCR


1. Template DNA
2. Primer
3. dNTPs
4. Buffer PCR dan MgCl2
5. Enzim polymerase DNA
D. Macam – macam PCR
Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:
A. REAL-TIME PCR
Teknik ini dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul RNA hasil
transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel. Sebelum teknik ini
dikembangkan, analisis terhadap molekul mRNA biasanya dilakukan dengan metode
hibridisasi In Situ, northern blot, dot blot, atau slot blot, analisis menggunakan S1
nuklease, atau dengan metode pengujian proteksi RNAse (RNAse protection assay).
Teknik RT-PCR dikembangkan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode PCR
yang lain.
RNA tidak dapat digunakan sebagai cetakan pada teknik PCR, oleh karena itu perlu
dilakukan proses transkripsi balik (reverse transcription) terhadap molekul mRNA
sehingga diperoleh molekul cDNA (complementary DNA). Molekul cDNA tersebut
kemudian digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat
berguna untuk mendeteksi ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan
cloning dan analisis, maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit
genetik.
Teknik RT-PCR memerlukan enzim transcriptase balik (DNA polymerase) yang bisa
menggunakan molekul DNA (cDNA) sebagai cetakan untuk menyintesis molekul
cDNA yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim yang bisa
digunakan antara lain mesophilic viral reverse transcriptase (RTase) yang dikode oleh
virus avian myoblastosis (AMV) maupun oleh virus moloney murine leukemia (M-
MuLV), dan Tth DNA polymerase. RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV
bersifat sangat prosesif dan mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb,
sedangkan Tth DNA polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2
kb.
Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV mempunyai
aktivitas RNAse H yang akan meyebabkan terjadinya degradasi RNA dalam hybrid
RNA-cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika berkompetisi dengan proses
sintesis DNA selama proses produksi untai pertama cDNA. Enzim RTase yang
berasal dari M-MuLV mempunyai akyivitas RNase H yang lebih rendah dibanding
dengan yang berasal dari AMV.
Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37o C, sedangkan enzim
AMV pada suhu 42o C dan Tth DAN polymerase mencapai aktivitas maksimum pada
suhu 60-70o C. Penggunaan enzim M-M-MuLV kurang menguntungkan jika RNA
yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur sekunder yang ekstensif. Di lain
pihak, penggunaan Tth DNA polymerase kurang menguntungkan jika ditinjau dari
kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena ion Mn dapat mempengaruhi ketepatan
(fidelity) sintesis DNA. Meskipun demikian, enzim Tth DNA polymerase mempunyai
keunggulan karena dapat digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses
PCR dalam satu langkah reaksi. Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa macam primer yaitu :
1. Oligo(dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akna melekat pada ekor poli (A)pada
ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan menghasilkan
cDNA yang lengkap.
2. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang komplementer
pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan cDNA yang tidak
lengkap (parsial).
3. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk menyalin
mRNA tertentu.

B. REVERSE TRANSCRIPTASE-POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)


RT-PCR merupakan singkatan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction.
Seperti namanya, proses RT-PCR merupakan bagian dari proses PCR biasa.
Perbedaanya dengan PCR yang biasa, pada proses ini berlangsung satu siklus
tambahan yaitu adanya perubahan RNA menjadi cDNA (complementary DNA)
dengan menggunakan enzim Reverse Transkriptase. Reverse Transcriptase adalah
suatu enzim yang dapat mensintesa molekul DNA secara in vitro menggunakan
template RNA.
Seperti halnya PCR biasa, pada pengerjaan RT-PCR ini juga diperlukan DNA
Polimerase, primer, buffer, dan dNTP. Namun berbeda dengan PCR, templat yang
digunakan pada RT-PCR adalah RNA murni. Oleh karena primer juga dapat
menempel pada DNA selain pada RNA, maka DNA yang mengkontaminasi proses ini
harus dibuang. Untuk proses amplifikasi mRNA yang mempunyai poly(A) tail pada
ujung 3′, maka oligo dT, random heksamer, maupun primer spesifik untuk gen
tertentu dapat dimanfaatkan untuk memulai sintesa cDNA.

C. NESTED PCR
adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi) sampel DNA menggunakan bantuan
enzim DNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk
mengamplifikasi fragmen. Dengan menggunakan nested PCR, jika ada fragmen yang
salah diamplifikasi maka kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua
kalinya oleh primer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR yang
sangat spesifik dalam melakukan amplifikasi. Nested PCR dan PCR biasa berguna
untuk memperbanyak fragmen DNA tertentu dalam jumlah banyak. Dimana pada
nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya
menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari nested PCR
lebih spesifik (lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa. Waktu yang diperlukan
dalam reaksinested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena pada nested PCR
dilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR.
Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen
dengan menggunakan 2 pasang primer. Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri
yakni pada Fase Denaturasi, Pertama-tama DNA mengalami denaturasi lalu
memasuki fase penempelan. Fase Penempelan, sepasang primer pertama melekat di
ke dua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut
dan terbentuklah produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produk PCR pertama
tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested
primer) akan mengenali sekuen DNA spesifik yang berada di dalam fragmen produk
PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut.
Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR
pertama.

D. MULTIPLEX-PCR
Multiplex PCR merupakan bebera
pa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan amplikon dari
berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan
gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-tes tunggal yang tidak
akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan.
temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk
bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya,
panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang berbeda
ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .

E. PCR-ELISA
PCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam nukleat
yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait. Dimana dalam
sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi dengan metode
ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen internal pada produk
PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah dibandingkan metode Real Time
PCR. PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk
mendeteksi sequen tertentu dalam produk PCR. Meskipun banyak metode yang
tersedia untuk mendeteksi sequentersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi dan
membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR ini
jugaberguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel tidak
menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah
kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase yang
dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu sequen
yang bervariasi antar primer.

E. Aplikasi PCR dalam kehidupan

Bidang Penelitian
Bidang Farmasi
- untuk sequencing DNA
- untuk isolasi gen
- Untuk kloning DNA
- Untuk forensik
- pemetaan genetik
- Untuk diagnosa penyakit
- studi pola ekspresi gen
Bidang Pertanian
- Untuk menentukan jumlah mikroorganisme dan
morfologinya
- Untuk diagnostik rutin di laboratorium klinis

F. RESUME JURNAL
Judul : Pengembangan Nested PCR untuk Deteksi Bovine herpesvirus-1 (BHV-1)
pada Sediaan Usap Mukosa Hidung dan Semen asal Sapi

Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) merupakan penyakit yang sangat infeksius


dan disebabkan oleh Bovine herpesvirus-1 (BHV-1). BHV-1 akan menyebar dari
infeksi lokal ke sistem syaraf melalui sel syaraf tepi mencapai ganglia trigeminal dan
lumbosakral dan menetap dalam keadaan laten. Selain sistem syaraf, limfoglandula
dan mukosa hidung juga dinyatakan sebagai tempat virus laten. Teknik PCR yang
dikembangkan di Bbalitvet dengan memanfaatkan primer gena Glikoprotein D (gD)
yang merupakan conserved terhadap semua BHV-1, berhasil mendeteksi agen virus
penyebab penyakit IBR yang berasal dari sediaan usap mukosa hidung asal sapi yang
tidak menunjukkan gejala klinis/normal penyakit IBR. Disamping dapat mendeteksi
virus IBR dalam sediaan usap mukosa hidung, pengembangan teknik PCR ini telah
berhasil pula dalam mendeteksi BHV-1 pada semen beku (extended semen) maupun
cair (fresh semen). Metode nested PCR merupakan metode yang lebih baik dan lebih
sensitif bila dibandingkan dengan PCR biasa.
Metode Nested PCR terbagi menjadi 2 metode. Yaitu metode I dan metode II. Hasil
uji PCR menggunakan metode 1 dalam mendeteksi virus IBR galur Colorado adalah
sebagai berikut :
Pada metode ini, digunakan dua pasang primer, yaitu sepasang primer
eksternal (gD1/gD2) dan sepasang primer internal (gDN1/gDN2). Primer ekternal
menghasilkan produk PCR 468bp, sedangkan pasangan primer eksternal
menghasilkan produk PCR 325bp. Tingkat sensitivitas primer internal 1000 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan primer eksternal. Untuk metode II
yaitu dengan memanfaatkan prinsip perbedaan melting temperatur (Tm) dari kedua
pasangan primer tersebut, maka pasangan primer pertama (gD1/gD2 eksternal)
memiliki Tm pada suhu 63°C dan pasangan primer kedua (gDN1/gDN2 internal)
sekitar suhu 70°C. Perbedaan ini memungkinkan dapat meningkatkan suhu pelekatan
primer (annealing temperature) setelah 35 putaran pertama pada suhu 60°C dan suhu
65°C untuk 35 putaran berikutnya. Hasil uji spesivisitas menunjukkan bahwa primer
gD yang digunakan dalam nPCR adalah spesifik hanya dapat mendeteksi virus BHV-
1 rujukan dan isolat BHV-1 dan tidak terjadi hibridisasi silang (Cross-hybridization)
dengan virus kelompok herpes (BHV-4 dan PRV) juga dengan kelompok virus
penyebab gangguan pernapasan pada sapi (PI-3 dan BRSV). Hasil tersebut
mendukung penelitian terdahulu bahwa gD primer spesifik bagi semua kelompok
BHV-1 ( BHV-1.1 dan BHV-1.2) dan merupakan conserved untuk semua galur virus
yang termasuk kedalam BHV-1.
Sehingga dalam pendeteksian agen virus penyebab penyakit IBR tidak dapat
digunakan metode PCR biasa (hanya menggunakan sepasang primer eksternal saja),
akan tetapi harus dipadukan dengan pemakaian sepasang primer internal atau yang
dikenal sebagai nested PCR. Kedua metode PCR yang telah dikembangkan tersebut
dapat digunakan untuk pemeriksaan sampel secara rutin karena keduanya memiliki
tingkat sensitivitas yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan PCR biasa

Anda mungkin juga menyukai