Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bioteknologi merupakan pemanfaatan berbagai prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap
organisme, sistem, atau proses biologis untuk menghasilkan atau meningkatkan potensi
organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia. Secara
umum bioteknologi dikelompokkan menjadi dua, yaitu bioteknologi tradisional dan
bioteknologi modern. Bioteknologi tradisional merupakan bioteknologi yang memanfaatkan
mikroba, proses biokimia, dan proses genetik yang terjadi secara alami. Produk dari
bioteknologi tradisional tersebut antara lain: tempe, oncom, yoghurt, dan keju. Bioteknologi
tradisional ini terus mengalami perkembangan hingga ditemukannya struktur DNA yang
diikuti dengan penemuan lainnya. Dengan ditemukannya struktur DNA dan berkembangnya
ilmu pengetahuan tentang DNA, muncullah istilah bioteknologi modern. Bioteknologi
modern merupakan bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi atau rekayasa DNA.
Bioteknologi yang didasarkan pada manipulasi DNA ini dilakukan dengan memodifikasi gen
spesifik dan memindahkannya pada organisme yang berbeda, seperti bakteri, hewan, dan
tumbuhan. Produk dari bioteknologi modern, misalnya insulin, kloning domba Dolly,
antibodi monoklonal.
Salah satu pokok bahasan yang penting untuk di pahami yaitu mengenai Polymerase
Chain Reaction atau yang lebih dikenal dengan istilah PCR. PCR adalah suatu metode in
vitro untuk menghasilkan sejumlah fragmen DNA spesifik dengan panjang dan jumlah
skuens yang telah ditentukan dari jumlah kecil template kompleks.PCR merupakan suatu
teknik sangat kuat dan sangat sensitif dan dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang seperti
biologi molekuler, genetika populasi, dan analisis forensik. Teknik DNA rekombinan telah
memberikan perubahan secara signifikan dalam ilmu genetika karena memungkinkan
terjadinya isolasi dan karakteristik gen-gen, mempelajari secara rinci fungsi dan ekspresi
selama proses perkembangan terjadi, sebagai respon terhadap lingkungan. Mengingat
peningnya peranan teknik PCR ini terhadap perkembangan ilmu pengetahuan kedepan, maka
dalam makalah ini akan dibahas tentang teknik PCR, prinsip-prinsip PCR,pertimbangan
penggunaan PCR, dan manfaat PCR.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, maka dapat dicari beberapa rumusan masalah yang dapat
dibahas, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)?
2. Apasaja tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)?
3. Alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)?
4. Apakah komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses Polymerase Chain
Reaction (PCR)?
5. Apa saja variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)?
6. Apa saja manfaat dari Polymerase Chain Reaction (PCR)?

1.3. Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, maka beberapa tujuan yang ingin dicapai anatara lain:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengendalian ekspresi genetic
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
3. Untuk mengetahui apa saja tahapan-tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR).
4. Untuk mengetahui alat dan bahan apa saja yang dibutuhkan dalam Polymerase Chain
Reaction (PCR).
5. Untuk mengetahui apakah komponen-komponen yang dibutuhkan dalam proses
Polymerase Chain Reaction (PCR).
6. Untuk mengetahui apa saja variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR).
7. Untuk mengetahui apa saja manfaat dari Polymerase Chain Reaction (PCR).

1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah bagi penulis dan pembaca
dapat memperoleh pengetahuan tentang proses Polymerase Chain Reaction (PCR) serta
manfaat dari PCR bagi manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Polymerase Chain Reaction (PCR)


Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (Polymerase Chain
Reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara
enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam
jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang
menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh
hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak dilakukan
di bidang biokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah
sampel yang kecil. Polymerase Chain Reaction (PCR), merupakan suatu proses sintesis
enzimatik untuk mengamplifikasi nukleotida secara in vitro. Metode PCR dapat
meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula. Setiap
urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Kunci utama
pengembangan PCR adalah menemukan bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA
target dan meminimalkan amplifikasi urutan non-target (Fatchiyah, 2006 dalam Sandra, R.N.,
2011).
Pada dasarnya reaksi PCR adalah tiruan dari proses replikasi DNA in vivo, yaitu
dengan adanya pembukaan rantai DNA (denaturasi) utas ganda, penempelan primer
(annealing) dan perpanjangan rantai DNA baru (extension) oleh DNA polimerase dari arah
terminal 5 ke 3. Hanya saja pada teknik PCR tidak menggunakan enzim ligase dan primer
RNA. Secara singkat, teknik PCR dilakukan dengan cara mencampurkan sampel DNA
dengan primer oligonukleotida, deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), enzim termostabil Taq
DNA polimerase dalam larutan DNA yang sesuai, kemudian menaikkan dan menurunkan
suhu campuran secara berulang beberapa puluh siklus sampai diperoleh jumlah sekuens DNA
yang diinginkan. Menurut Erlich (1989) PCR adalah suatu metode in vitro yang digunakan
untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida
yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan
dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan
teknik ini semakin luas penggunaannya (Saiki et al., 1988 dalam Mahmuddin, 2010).
PCR didasarkan pada amplifikasi enzimatik fragmen DNA dengan menggunakan dua
oligonukleotida primer yaitu komplementer dengan ujung 5dari dua untaian skuen target.
Oligonukleotida ini digunakan sebagai primer (primer PCR) untuk memungkikan DNA
template dikopi oleh DNA polimerase. Untuk mendukung terjadinya annealing primer ini
pada template pertama kali diperlukan untuk memisahkan untaian DNA substrat melalui
pemanasan.
Hampir semua aplikasi PCR mempekerjakan DNA polimerase yang stabil terhadap
panas, seperti polimerase Taq. Awalnya enzim diisolasi dari bakteri Aquaticus Thermus.
DNA polimerase enzimatis ini merakit sebuah untai DNA baru dari pembangunan blok DNA,
nukleotida , dengan menggunakan DNA beruntai tunggal sebagai template dan
oligonukleotida DNA (juga disebut primer DNA ), yang dibutuhkan untuk inisiasi sintesis
DNA. Sebagian besar metode PCR menggunakan siklus termal , yaitu, bergantian pemanasan
dan pendinginan sampel PCR untuk serangkaian langkah pasti suhu. Langkah-langkah siklus
termal yang diperlukan pertama yang secara fisik memisahkan dua helai dalam heliks ganda
DNA pada suhu tinggi dalam proses yang disebut DNA leleh . Pada suhu yang lebih rendah,
masing-masing untai kemudian digunakan sebagai template dalam sintesis DNA oleh
polimerase DNA untuk selektif memperkuat DNA target. Selektivitas hasil PCR dari
penggunaan primer yang komplementer ke wilayah yang ditargetkan untuk amplifikasi DNA
di bawah kondisi spesifik siklus termal.

2.2. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR)


Proses PCR terdiri dari tiga tahapan, yaitu denaturasi DNA templat, penempelan
(annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA. Denaturasi merupakan proses
pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (templat)
sebagai tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase, dengan pemanasan
singkat pada suhu 90-95C selama beberapa menit (Campbel & Farrel, 2008;).
Penjelasan ringkas tentang setiap siklus reaksi PCR adalah sebagai berikut:
1). Denaturasi.
Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal.
Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak
berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya
dilakukan antara suhu 90C 95.
2). Penempelan Primer.
Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang
komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan
terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada templat. Proses ini biasanya
dilakukan pada suhu 50C 60C. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga
ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila
dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72C.
3). Reaksi Polimerisasi (extension).
Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72C. Primer
yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan
NTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan
berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara
eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy
yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah
awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah
satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan
menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara
eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap
siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3 dari potongan DNA
yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan
vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5-nya. Proses PCR dilakukan
menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler.

Gambar 01. Proses Amplikasi Secara Eksponensial.


Selain ketiga proses tersebut, secara umum PCR didahului dan diakhiri oleh tahapan berikut:
a). Pra-Denaturasi
Dilakukan selama 1-9 menit di awal reaksi untuk memastikan kesempurnaan denaturasi
dan mengaktifasi DNA Polymerase (jenis hot-start alias baru aktif kalau dipanaskan
terlebih dahulu).
b). Final Elongasi
Biasanya dilakukan pada suhu optimum enzim (70-72oC) selama 5-15 menit untuk
memastikan bahwa setiap utas tunggal yang tersisa sudah diperpanjang secara sempurna.
Proses ini dilakukan setelah siklus PCR terakhir.

Gambar 02. Siklus Polymerase Chain Reactions (PCR)

2.3. Alat dan Bahan yang Dibutuhkan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)
Reagen khusus yang dibutuhkan dalam pelaksanaan proses PCR secara in vitro antara
lain(Mahmuddin (2010):
1. Pasangan primer oligonukleotida sintetik mengapit urutan yang akan diamplifikasi
2. Buffer PCR 5X (250 mM KCl, 50 mM Tris-HCl pH 8,3, 7,5 mM MgCl2)
3. Campuran dari empat dNTP (dGTP, dATP, dTTP, dCTP) masing-masing sebesar 2,5
mM (ultra murni DNTP set, Pharmacia # 27-2035-01). DNTP campuran dibuat
dengan volume 10 mM larutan dari masing-masing empat dNTP terpisah yang
digabung.
4. Taq DNA Polymerase (AmpliTaqTM, Perkin-Elmer/Cetus)
5. Minyak mineral ringan
6. Akrilamida (grade elektroforesis)
7. N, N-Methylenebisacrylamide (grade elektroforesis, Ultra-Pure/BRL, # 5516UB)
8. Amonium persulfat (Ultra-Pure/BRL, # 5523UA)
9. TEMED (N, N, NN Tetramethylethylenediamine, Ultra-Murni / BRL, # 5524UB)
Peralatan khusus yang yang dibutuhkan dalam pelaksanaan PCR antara lain:
1. Mighty-small II SE-250 vertical gel electrophoresis unit (Hoefer)
2. Perkin-Elmer/Cetus Thermal Cycler
3. Sterile Thin-wall 0.5 ml Thermocycler microfuge tubes: (TC-5, Midwest Scientific)

2.4. Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR)


Mahmuddin (2010), menyampaikan beberapa komponen-komponen PCR antara lain:
1. Enzim DNA Polymerase
Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA
Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara
termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di
setiap siklusnya. Selain itu, enzim ini hanya bisa dipakai untuk perpanjangan 200 bp
dan hasilnya menjadi kurang spesifik. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, dalam
perkembangannya kemudian dipakai enzim Taq DNA polymerase yang memiliki
keaktifan pada suhu tinggi. Oleh karenanya, penambahan enzim tidak perlu dilakukan
di setiap siklusnya, dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin
2. Primer
Primer merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan
komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar
antara 20-30 basa. Untuk merancang urutan primer, perlu diketahui urutannukleotida
pada awal dan akhir DNA target. Primer oligonukleotida di sintesis menggunakan
suatu alat yang disebut DNA synthesizer.
3. Reagen lainnya
Selain enzim dan primer, terdapat juga komponen lain yang ikut menentukan
keberhasilan reaksi PCR. Komponen tersebut adalah dNTP untuk reaksi polimerisasi,
dan buffer yang mengandung MgCl2. Konsentrasi ion Mg2+dalam campuran reaksi
merupakan hal yang sangat kritis. Konsentrasi ion Mg2+ ini sangat mempengaruhi
proses primer annealing, denaturasi, spesifisitas produk, aktivitas enzim dan fidelitas
reaksi.
2.5. Variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR)
Ada banyak variasi dari PCR yang umum di kenal, antara lain:
1. Alel-spesifik PCR : atau kloning teknik diagnostik yang didasarkan pada -nukleotida
polimorfisme tunggal (SNP) Hal ini membutuhkan pengetahuan sebelumnya dari
urutan DNA, termasuk perbedaan antara alel , dan menggunakan primer yang 3
'berakhir meliputi SNP. amplifikasi PCR dalam kondisi ketat jauh kurang efisien
dalam adanya ketidaksesuaian antara template dan primer, amplifikasi sukses jadi
dengan kehadiran sinyal primer spesifik-SNP dari SNP spesifik secara berurutan.
2. Polymerase Cycling Assembly (PCA): sintesis buatan urutan DNA yang panjang
dengan melakukan PCR di kolam oligonukleotida panjang dengan segmen tumpang
tindih pendek. The oligonukleotida bergantian antara rasa dan arah antisense, dan
segmen tumpang tindih menentukan urutan fragmen PCR, sehingga selektif
menghasilkan produk DNA panjang akhir.
3. Asymmetric PCR : Menguatkan satu untai DNA dalam template DNA beruntai ganda.
Hal ini digunakan dalam sequencing dan hibridisasi probing amplifikasi hanya satu
dari dua untai komplementer diperlukan. PCR dilakukan seperti biasa, tetapi dengan
kelebihan besar primer untuk untai yang ditargetkan untuk amplifikasi. Karena
(lambat aritmatika amplifikasi) kemudian dalam reaksi setelah membatasi primer
telah digunakan Facebook, siklus PCR tambahan yang diperlukan.
4. Amplifikasi tergantung helikase : mirip dengan PCR tradisional, tetapi menggunakan
suhu konstan daripada bersepeda melalui denaturasi dan annealing / siklus ekstensi.
DNA helikase , sebuah enzim yang unwinds DNA, digunakan di tempat denaturasi
termal.
5. Hot Start PCR : teknik yang mengurangi amplifikasi non-spesifik selama proses set
up awal tahapan PCR. Ini dapat dilakukan secara manual dengan memanaskan
komponen reaksi terhadap temperatur leleh (misalnya, 95C) sebelum menambahkan
polimerase. Khusus sistem enzim telah dikembangkan yang menghambat polimerase,
aktivitas pada suhu sekitar, baik oleh mengikat dari antibodi atau oleh kehadiran
inhibitor yang terikat kovalen yang terdisosiasi hanya setelah suhu aktivasi langkah-
tinggi. Hot-start/cold-finish PCR dicapai dengan polimerase hibrida baru yang tidak
aktif pada suhu kamar dan akan segera diaktifkan pada suhu perpanjangan.
6. PCR spesifik Intersequence (ISSR): metode PCR untuk sidik jari DNA yang
memperkuat daerah antara mengulangi urutan sederhana untuk menghasilkan sidik
jari yang unik dengan panjang fragmen diperkuat.
7. Inverse PCR : umumnya digunakan untuk mengidentifikasi urutan mengapit sekitar
genom sisipan. Ini melibatkan serangkaian digestions DNA dan ligasi diri, sehingga
diketahui pada urutan kedua ujung urutan tidak diketahui.
8. Mediated PCR Ligasi : menggunakan linker DNA kecil diligasikan dengan DNA
kepentingan dan beberapa primer anil ke linker DNA, tetapi telah digunakan untuk
sekuensing DNA , berjalan genom , dan DNA footprinting.
9. PCR spesifik Metilasi (MSP): dikembangkan oleh Stephen Baylin dan Jim Herman di
Johns Hopkins School of Medicine dan digunakan untuk mendeteksi metilasi dari
CpG pulau dalam DNA genom. DNA pertama diobati dengan natrium bisulfit, yang
mengubah unmethylated basa sitosin ke urasil, yang diakui oleh primer PCR sebagai
timin. Dua PCR kemudian dilakukan pada DNA dimodifikasi, menggunakan primer
set identik kecuali pada setiap pulau CpG dalam urutan primer. Pada titik-titik ini,
satu set primer mengakui DNA dengan sitosin untuk mengamplifikasi DNA alkohol,
dan satu set mengakui DNA dengan urasil atau timin untuk mengamplifikasi DNA
unmethylated. MSP menggunakan qPCR juga dapat dilakukan untuk mendapatkan
informasi kuantitatif daripada kualitatif tentang metilasi.
10. Miniprimer PCR : menggunakan polimerase termostabil (S-TBR) yang dapat
memperpanjang dari primer pendek ("smalligos") sesingkat 9 atau 10 nukleotida.
Metode ini memungkinkan menargetkan untuk mengikat PCR primer daerah yang
lebih kecil, dan digunakan untuk memperkuat sekuens DNA, seperti atau eukariotik
18S rRNA).
11. Multiplex Ligasi-dependent Probe Amplifikasi (MLPA): izin beberapa sasaran
diperkuat dengan hanya sepasang primer tunggal, sehingga menghindari keterbatasan
resolusi PCR multipleks.
12. Multiplex-PCR : terdiri dari beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk
menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang
berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari
lari-tes tunggal yang tidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak
waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus
dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon.
Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang
berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel .
13. Nested PCR : meningkatkan kekhususan amplifikasi DNA, dengan mengurangi latar
belakang karena khusus non amplifikasi DNA. Dua set primer yang digunakan dalam
dua PCR berturut-turut. Dalam reaksi pertama, sepasang primer digunakan untuk
menghasilkan produk DNA, yang selain target yang dimaksud, masih dapat terdiri
dari fragmen DNA non-khusus diperkuat. Produk (s) yang kemudian digunakan
dalam PCR kedua dengan satu set primer yang mengikat situs sebagian atau
seluruhnya berbeda dari dan terletak 3 'dari masing-masing primer yang digunakan
dalam reaksi pertama. Nested PCR sering lebih berhasil dalam memperkuat fragmen
spesifik DNA yang panjang dari PCR konvensional, tapi membutuhkan pengetahuan
lebih rinci tentang urutan target.
14. Tumpang tindih-ekstensi PCR atau Penyambungan tumpang tindih ekstensi (BUMN):
sebuah rekayasa genetika teknik yang digunakan untuk splice bersama lebih fragmen
DNA atau dua yang berisi urutan komplementer. Hal ini digunakan untuk bergabung
dengan potongan DNA yang mengandung gen, urutan peraturan, atau mutasi, teknik
tersebut memungkinkan penciptaan DNA spesifik dan panjang konstruksi.
15. Kuantitatif PCR (Q-PCR): digunakan untuk mengukur jumlah produk PCR (umum
secara real-time). Ini secara kuantitatif jumlah ukuran mulai DNA, cDNA, atau RNA.
Q-PCR biasanya digunakan untuk menentukan apakah urutan DNA hadir dalam
sampel dan jumlah salinan dalam sampel. Kuantitatif real-time PCR memiliki tinggi
tingkat yang sangat presisi. QRT-PCR metode menggunakan pewarna fluorescent,
seperti Sybr Green, EvaGreen atau fluorophore DNA probe yang mengandung seperti
TaqMan, untuk mengukur jumlah produk yang diperkuat secara real time. Hal ini juga
kadang-kadang disingkat RT-PCR (R T ime Bit PCR) atau RQ-PCR. QRT-PCR atau
RTQ-PCR sesuai kontraksi lebih, karena RT-PCR umumnya mengacu pada reverse
transkripsi PCR (lihat di bawah), sering digunakan dalam hubungannya dengan Q-
PCR.
16. RT reverse transcription PCR (RT-PCR): untuk memperkuat DNA dari RNA.
Reverse transcriptase mentranskripsi RNA menjadi cDNA , yang kemudian
diamplifikasi dengan PCR. RT-PCR secara luas digunakan dalam profiling ekspresi ,
untuk menentukan ekspresi gen atau untuk mengidentifikasi urutan dari transkrip
RNA, termasuk start transkripsi dan situs penghentian. Jika urutan DNA genom gen
diketahui, RT-PCR dapat digunakan untuk memetakan lokasi ekson dan intron dalam
gen. 5 'akhir dari gen (sesuai dengan awal transkripsi) biasanya diidentifikasi oleh
RACE-PCR (Rapid Amplifikasi cDNA End).
17. PCR Thermal asimetris interlaced ( TAIL-PCR ): untuk isolasi dari suatu urutan yang
tidak diketahui mengapit urutan yang dikenal. Dalam urutan diketahui, TAIL-PCR
menggunakan sepasang nested primer dengan suhu yang berbeda anil; degenerate
primer digunakan untuk memperkuat yang lain dari arah yang tidak diketahui.
18. Touchdown PCR (Langkah-mundur PCR): sebuah varian dari PCR yang bertujuan
untuk mengurangi latar belakang spesifik secara bertahap menurunkan suhu anil
sebagai bersepeda PCR berlangsung. Suhu anil pada awal siklus biasanya beberapa
derajat (3-5 C) di atas m T primer yang digunakan, sedangkan pada siklus
kemudian, ini adalah beberapa derajat (3-5C) di bawah T primer m. Suhu tinggi
memberikan spesifisitas yang lebih besar untuk primer mengikat, dan suhu yang lebih
rendah izin lebih amplifikasi efisien dari produk tertentu terbentuk selama siklus awal.

2.6. Manfaat Polymerase Chain Reaction (PCR)


Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk:
a. Amplifikasi urutan nukleotida.
b. Menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi
c. Bidang kedokteran forensik.
d. Melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan finger print.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
1. Isolasi Gen. Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat
besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya
mengandung ribuan gen. Fungsi utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu
sebagai panduan sel dalam memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan
RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias
protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan protein
inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut junk
DNA, DNA sampah yang fungsinya belum diketahui dengan baik.
Para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh,
dulu kita harus mengekstrak insulin langsung dari pancreas sapi atau babi,
kemudian menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal
serta memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar
sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil
insulin dari DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal
ini E. coli) agar bakteri dapat memproduksi insulin. Hasilnya insulin yang sama
persis dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal
diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah ketimbang
cara konvensional yang harus mengorbankan sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama probe
yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe
ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen
tersebut.
2. DNA Sequencing. Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA
Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain
termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy
terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan pereaksi yang agak
berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa menggunakan 2
primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent. Karena
warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang
tidak diketahui bisa ditentukan.
3. Identifikasi Forensik. Seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun
korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi
secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah
pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian
dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang
disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang unik bagi setiap orang.
Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang memiliki
pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang
sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud.
Banyak orang yang juga yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang
tua sesungguhnya dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
4. Diagnosa Penyakit. Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu
babi sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit
berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan
teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan diagnosa dalam
hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena PCR mengamplifikasi
daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza A (H1N1) yang
tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida
yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA.
2. Tahapan-Tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR), denaturasi DNA templat,
penempelan (annealing) primer, dan polimerisasi (extension) rantai DNA.
3. Komponen-Komponen Polymerase Chain Reaction (PCR), Enzim DNA Polymerase:
enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi; Primer
merupakan oligonukleotida pendek rantai tunggal yang mempunyai urutan
komplemen dengan DNA templat yang akan diperbanyak. Panjang primer berkisar
antara 20-30 basa; Reagen lainnya berupa dNTP untuk reaksi polimerisasi, dan buffer
yang mengandung MgCl2.
4. Variasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR) seperti: Alel-spesifik PCR,
Polymerase Cycling Assembly, Asymmetric PCR, Hot Start PCR, PCR spesifik
Intersequence, Inverse PCR, Mediated PCR Ligasi, dll.
5. Manfaat Polymerase Chain Reaction (pcr), yaitu: amplifikasi urutan nukleotida,
menentukan kondisi urutan nukleotida suatu DNA yang mengalami mutasi, bidang
kedokteran forensik, melacak asal-usul sesorang dengan membandingkan DNA
finger print.

3.1. Saran
Hendaknya pembahasan tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) dapat lebih di
perdalam, mengingat bahasan yang disajikan dalam makalah ini masih sangat sedikit.
Sehingga diharapkan pengetahuan kita tentang Polymerase Chain Reactions (PCR) akan
lebih baik, guna menunjang pengetahuan yang kita miliki sebagai seorang guru/dosen.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dessy,2011. PCR (Polimerase Chain Reaction). Diperoleh dari: www.
http://www.medicinenet.com. Diakses pada 20 November 2017.
2. Campbell dan Farrell. 2008. Biochemistry Sixt Edition. Brooks/cole. Kanada.
3. Elrod,S., dan William S. 2011. Genetika edisi 4. Penerbit Erlangga. Jakarta.
4. Mahmuddin, 2010. Polimerase Chain Reaction (PCR). Diperoleh dari : www.
http://mahmuddin.wordpress.com/. Diakses pada 20 November 2017..
5. Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler. Citra Aditya Bakti. Bandung.
6. Sandra,R.N.,2011.Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari
:www.http://restunidia.blogspot.com/. Diakses pada 20 November 2017.
7. Stanfield, W., dkk. 2009. Biologi Molekuler dan Sel. Erlangga. Jakarta
8. Wikipedia,2011.Polimerase Chain Reaction. Diperoleh dari: www
http://en.wikipedia.org/wiki/ Polymerase_chain_reaction Diakses pada 20 November
2017.

Anda mungkin juga menyukai