DEFINISI
Karp (2010) dalam bukunya yang berjudul Cell and Molecular Biology
mendefinisikan PCR sebagai a new technique was conceived by Kary Mullis
of Cetus Corporation that has become widely used to am-plify specific DNA
fragments without the need for bacterial cells.
KOMPONEN PCR
1. Templat DNA; Fungsi DNA templat di dalam proses PCR adalah sebagai
cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. Templat
DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen
DNA apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung
fragmen DNA target yang dituju. Penyiapan DNA templat untuk proses
PCR dapat dilakukan dengan menggunakan metode lisis sel ataupun
dengan cara melakukan isolasi DNA kromosom atau DNA plasmid
dengan menggunakan metode standar yang ada. Pemilihan metode
yang digunakan di dalam penyiapan DNA templat tergantung dari
tujuan eksperimen. (Handoyo & Ari 2001)
2. Primer spesifik; tersusun dari urutan nukleotida yang dapat didownload
dari pusat GeneBank, dan dapat disintesis berdasarkan susunan
nukleotida yang sudah tersusun dan kita tentukan. Ketentuan
penyusunan primer adalah primer disusun dari urutan oligonukleotida
sepanjang 15-32 bp pada ujung 5 pita DNA cetakan maupun
komplemennya. Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA
target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus
hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang diperlukan untuk proses eksistensi
DNA.
3. dNTP; merupakan suatu campuran yang terdiri atas dATP
(deoksiadenosintrifosfat), dTTP (deoksitimidin trifosfat) , dCTP
(deoksisitidin trifosfat) dandGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam
proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang
diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada
gugus OH pada ujung 3 dari primer membentuk untai baru yang
komplementer dengan untai DNA templat. Konsentrasi optimal dNTPs
untuk proses PCR harus ditentukan.
4. Taq DNA polymerase; bersifat termostabil dan diisolasi dari Thermus
aquaticus. Aktivitas polimerisasi DNA dari ujung 5 ke ujung 3, dan
aktivitas enzimatik ini mempunyai waktu paruh sekitar 45 menit pada
suhu 95oC. Biasanya untuk setiap 100L volume reaksi ditambahkan 2-
2,5 unit taq polymerase.
5. Buffer PCR dan Konsentrasi Mg2+; buffer standar untuk PCR tersusun
atas 50 mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH 8,3), dan 1,5 mM MgCL 2. Konsentrasi
ion magnesium dalam buffer PCR merupakan factor yang sangat
kritikal, karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses anneling
primer, suhu disosiasi untai cetakan DNA dan produk PCR. Hal ini
disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ sangat rendah.
6. PCR gene cycler; alat ini dapat meregulasi suhu dan siklus waktu yang
dibutuhkan untuk reprodusibilitas dan keakuratan reaksi amplifikasi.
PRINSIP-PRINSIP PCR
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang, meliputi
denaturasi, annealing, dan ekstensi oleh enzim DNA polymerase.
1. Denaturasi untai ganda DNA;
Merupakan langkah yang kritis selama proses PCR, suhu yang tinggi
pada awal proses menyebabkan pemisahan untai ganda DNA. Suhu
pada tahap denaturasi berkisar antara 92o-95oC. Temperatur
denaturasi yang tinggi membutuhkan kandungan GC yang tinggi
dari cetakan DNA, tetapi waktu paruh dari taq DNA polymerase
menekan secara tajam pada suhu sekitar 37oC.
2. Primer Annealing (55-60oC selama 30 detik);
pada langkah ini terjadi proses pengenalan atau penempelan primer
cetakan DNA. Suhu annealing ditentukan oleh susunan primer.
Optimalisasi suhu annealing dimulai dengan menghitung melting
temperature (Tm) dari ikatan primer dan cetakan DNA, sedangkan
suhu annealing (Ta) adalah 5oC lebih kecil dari Tm primer yang
sebenarnya.
3. Ekstensi (72oC);
terjadi proses polimerisasi untuk pembentukan untai DNA baru.
Waktu yang dibutuhkan tergantung panjang pendeknya ukuran DNA
yang ditentukan sebagai produk amplifikasi.
JURNAL TERKAIT:
Amplifikasi DNA
DAFTAR PUSTAKA
Karp, Gerald. 2010. Cell and Molecular biology Concepts and Experiments.
USA: John Wiley & Sons, Inc.
Putra GPD., dkk. 2013. Aplikasi Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)
Terhadap Variasi Gejala Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration
(CVPD) pada Beberapa Jenis Daun Tanaman Jeruk. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika.2(2): 82-91.