Widya Setyaningtyas*, Haniyya, I. Sobari, K.S. Juarna, N. Restiana, Nuruliawati, Annisa, M. Khaerulloh
Universitas Indonesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Biologi April 2012 Abstrak Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik yang digunakan untuk memperbanyak atau amplifikasi sekuen DNA yang spesifik secara in vitro sehingga menghasilkan jutaan copy DNA. Teknik PCR dilakukan setelah melakukan isolasi DNA. Siklus PCR terdiri atas 3 tahap yaitu denaturasi (pemisahan), annealing (pelekatan) dan elongasi (pemanjangan). Tahapan-tahapan pada siklus PCR dipengaruhi oleh suhu dan waktu yang berbeda-beda. Keberhasilan pelekatan primer dan DNA template dipengaruhi oleh melting temperature (Tm). Komponen-komponen yang berperan penting dalam reaksi PCR yaitu DNA template, PCR buffer, kation divalen, nuclease free water, Deoxynucleoside Triphosphat (dNTP), enzim Taq DNA polymerase, primer. Setiap komponen memiliki fungsi dan kegunaan masing- masing. Teknik PCR digunakan untuk diagnosis penyakit genetik, studi forensik (DNA fingerprinting), terapi gen, proyek pemetaan genom serta berbagai aplikasi analisis genetik lainnya. Hasil praktikum didapatkan salinan sekuen DNA yang spesifik. Kata kunci : Polymerase Chain Reaction (PCR); DNA; DNA polymerase; melting temperature
1. Pendahuluan Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu teknik molekular yang digunakan untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu secara in vitro dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut melalui bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermal cycler (Russel 1996: 304). PCR pertama kali ditemukan 2
oleh Kary Mullis pada tahun 1985 (Butler 2005: 63). Prinsip kerja PCR adalah proses penggandaan (amplifikasi) DNA target tertentu dibantu oleh enzim DNA polymerase yang akan memperbanyak bagian spesifik yang diinisiasi oleh primer dengan cara menghubungkan dNTP-dNTP dalam suatu reaksi termal (Wolfe 1993: 137). Suatu reaksi PCR dilakukan dengan menambahkan komponen- komponen penting kemudian diencerkan menggunakan nuclease free water (pelarut) sampai didapatkan konsentrasi yang diinginkan dari setiap komponen tersebut (Butler 2005: 65). Komponen- komponen penting yang dibutuhkan dalam reaksi PCR adalah DNA template, larutan penyangga (PCR buffer), enzim DNA polymerase, Deoxynucleoside Triphosphat (dNTP),dan primer (Muladno 2010: 64). DNA template adalah cetakan DNA yang terdiri dari empat nukleotida. DNA template berfungsi untuk memastikan bahwa reaksi PCR terjadi pada sekuen DNA spesifik yang diinginkan. Larutan penyangga (PCR buffer) berguna menjaga keseimbangan PH selama reaksi PCR berlangsung. Enzim DNA polymerase yang paling banyak digunakan adalah Taq DNA polymerase. Taq DNA polymerase berasal dari sel bakteri Thermus aquaticus yang hidup di lingkungan dengan panas yang ekstrim (Butler 2005: 67-68). Deoxynucleoside Triphosphat (dNTP) merupakan material utama untuk membentuk basa komplementer pada hasil cetakan DNA. Deoxynucleoside Triphosphat (dNTP) terdiri atas dATP (Deoxyadenosine Triphosphat), dCTP (Deoxycytosine Triphosphat), dGTP (Deoxyguanine Triphosphat), dan dTTP (Deoxythymine Triphosphat). Primer digunakan untuk mengidentifikasi DNA template yang akan digandakan (Muladno 2010: 65). Primer bagian yang berfungsi untuk mengapit , menentukan serta mengidentifikasi daerah spesifik dari DNA target yang akan diamplifikasi. (Butler 2005: 65). Primer yang berada sebelum DNA template disebut sebagai primer forward dan primer yang berada setelah DNA template disebut sebagai primer reverse. Primer berukuran paling pendek sebanyak 16 basa dan biasanya berkisar antara 18 sampai dengan 24 basa. Konsentrasi primer yang dibutuhkan dalam proses PCR sekitar 1 Primer merupakan pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan berfungsi sebagai penyedia gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3 yang diperlukan pada proses eksistensi DNA. Kandungan G+C atau persentase jumlah G dan C sebaiknya sama atau lebih besar dari kandungan G+C DNA target, karena primer dengan persentase G+C yang lebih rendah tidak akan mampu berkompetisi untuk menempel secara efektif pada tempat yang dituju, sehingga akan menurunkan efisiensi proses PCR. Primer yang baik juga harus memiliki urutan nukleotida G atau C pada ujung 3, karena jika pada ujung 3 terdapat urutan nukleotida A atau T, maka primer tersebut dapat menurunkan spesifitas primer itu sendiri. Primer yang baik juga harus memiliki melting Temperature (Tm) yang berkisar antara 50-65C (Muladno 2010: 64-65). Satu siklus PCR terdiri atas 3 tahap yaitu denaturasi (pemisahan), annealing (pelekatan), dan elongasi (pemanjangan) (Stratchan & Read 1996: 129). Denaturasi terjadi pada suhu 95 o C selama waktu 30 detik. Tahapan denaturasi adalah tahapan untuk menghentikan reaksi enzimatik yang tejadi sehingga ikatan hidrogen terputus dan untai ganda DNA akan terbuka menjadi untai tunggal. Tahapan annealing terjadi pada saat suhu berkisar antara 50 o C sampai dengan 60 o C. Primer forward yang berkomplemen 3
dengan salah satu untai tunggal akan menempel pada posisi komplemennya dan juga primer reverse akan menempel pada untai tunggal lainnya. Setelah kedua primer tersebut menempel pada posisinya masing- masing enzim Taq DNA polymerase mulai membantu mensintesis molekul DNA baru. Proses ini disebut sebagai tahapan elongasi yang terjadi pada suhu 72 o C. Tahapan elongasi ini akan membuat sekuen DNA spesifik akan berlipat jumlahnya. Proses PCR biasanya berlangsung hingga 30 sampai dengan 40 siklus (Stansfield dkk. 2006: 84). Keberhasilan pelekatan antara primer dan DNA template ditentukan oleh Tm (melting temperature). Temperatur penempelan yang digunakan biasanya 5 o C dari nilai Tm. Semakin panjang ukuran primer maka semakin tinggi temperaturnya. Rumus untuk menghitung nilai Tm adalah
G adalah jumlah basa guanin, C adalah junlah basa sitosin, A adalah jumlah basa adenin, dan T adalah jumlah basa timin (Muladno 2010: 63). Kelebihan metode PCR dibandingkan ddengan teknik lain yaitu DNA template yang digunakan dapat berjumlah sedikit dan diambil dari sel yang sama kecilnya (Butler 2005: 80). Kelebihan yang dimiliki oleh teknik PCR adalah teknik tersebut dapat bekerja pada sampel yang sudah tua, langka, dan memiliki urutan basa nukleotida yang sedikit (Lewis 2003: 186). Kelebihan lainnya adalah kecepatan metode PCR lebih cepat bila dibandingkan dengan Reaction fragment length polymorphism atau dengan Southern analisis. Reaksi yang dihasilkan metode PCR juga lebih spesifik dan akurat serta mudah dilakukan secara otomatis (Dale & Park 2004: 65). Kekurangan metode PCR yaitu DNA template tidak dapat diamplifikasi karena adanya inhibitor pada ekstraksi DNA (Butler 2005: 81). Metode PCR juga memerlukan biaya yang cukup mahal, rentan terhadap kontaminasi sehingga harus dilakukan kontrol kualitas yang sangat ketat, dan tidak dapat mendeteksi mutasi (Dale & Park 2004: 65). Aplikasi dari PCR antara lain adalah untuk studi forensik (DNA fingerprinting), terapi gen, diagnosa penyakit genetik serta berbagai aplikasi analisis genetik lainnya. DNA fingerprinting menggunakan prinsip tidak ada individu yang memiliki sidik jari yang sama sehingga sidik jari yang ditinggalkan di tempat kejadian perkara (TKP) dapat menjadi bukti yang penting untuk penyelidikan dan identifikasi pelaku kejahatan. Penyakit gen dapat diobati dengan terapi gen. Penyakit genetik dihasilkan dari fenotip yang terkena mutasi pada sel somatik. Secara teori ada 2 tipe terapi gen yaitu terapi sel somatik dan terapi sel gamet (Russell 1994: 310).
2. Metodologi Alat yang digunakan pada praktikum PCR antara lain micro tube, pipet mikro, tips, sarung tangan, dan mesin thermal cycler. Bahan yang digunakan pada praktikum PCR adalah DNA template (disc) danreaction mix yang terdiri dari 14 ddH 2 O steril, Kapa 2G Robust Buffer A dengan Mg 4 , 10 mm dNTPs 0.4 , 20 primer forward FvCRF 0.3 , 20 primer reverse FvCRR 0.3 , dan 2G Kapa Robust (5 U/). Cara kerja pada praktikum PCR yaitu pertama reaction mix yang terdiri atas komponen-komponen penting dimasukkan ke dalam tube. Tahapan kerja pembuatan reaction mixture diawali dengan pemberian ddH 2 O steril dengan menggunakan mikropipet ke dalam tabung PCR dengan volume masing-masing bagian 14 l, sehingga diberikan 28 l ke dalam tube tersebut. 5x Kapa 2G Robust Buffer A with Mg ditambahkan ke 4
dalam tube tersebut dengan volume untuk masing- masing bagian sebanyak 4 l, sehingga diberikan dengan volume 8 l. Setelah itu, 10 mM dNTPs ditambahkan dengan volume masing-masing 0.4 l, sehingga diberikan dengan volume 0.8 l. Setelah ditambahkan dNTPs, diberikan 20 M primer FvCRF (forward) dan 20 M primer FvCRR (reverse) untuk pembuatan satu takaran reaction mixture, sehingga diberikan 40 M primer FvCRF dan 40 M primer FvCRR ke dalam tabung PCR tersebut. 2G Kapa Robust dengan takaran 0.5 U untuk satu reaksi, sehingga diberikan ke dalam tabung tersebut sebanyak 1 U. Campuran tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama ke dalam dua tube PCR yang berbeda. Kedua, DNA template dimasukkan ke dalam tube yang telah berisi reaction mix. Ketiga, tahapan pembuatan program untuk siklus PCR dimulai dari penekanan tombol [CREATE] jika ingin memprogram ulang suhu dan waktu yang diinginkan dalam siklus PCR. Keempat, program yang telah selesai dibuat, disimpan dan tube dimasukkan ke dalam mesin thermal cycle, setelah itu tekan tombol [RUN] untuk menjalankan program. Mesin thermal cycler yang digunakan dalam praktikum PCR adalah Perkin Elmer 9600.
3. Hasil dan Pembahasan
Tahapan kerja pembuatan reaction mixture PCR yaitu pertama ddH 2 O steril sebanyak 14 dimasukkan ke dalam tube, fungsinya adalah sebagai pelarut sehingga komponen lain yang dimasukkan ke dalam tube dapat langsung larut. Kedua, tambahkan komponen lain seperti Kapa 2G Robust Buffer A dengan Mg 4 , 10 mm dNTPs 0.4 , 20 primer forward FvCRF 0.3 , 20 primer reverse FvCRR 0.3 , dan 2G Kapa Robust (5 U/) ke dalam tube. Ketiga, setelah semua komponen telah dimasukkan ke dalam tube, thawing tube dengan perlahan agar semua komponen larut sempurna. Keempat, reaction mixture siap diletakkan pada mesin thermal cycler (Spormann 2009: 1). Enzim DNA polymerase yang digunakan pada saat proses perbanyakan atau ampifikasi DNA adalah Taq DNA polymerase. Taq DNA polymerase berasal dari sel bakteri Thermus aquaticus yang hidup di sumber mata air panas (Butler 2005: 67). Bakteri Thermus aquaticus mempunyai enzim termostabil sehingga dapat hidup di lingkungan yang sangat panas. Enzim termostabil digunakan dalam reaksi PCR karena enzim tersebut tahan terhadap panas sehingga enzim tidak akan terdenaturasi (Brown 1993: 412). Praktikum reaksi PCR memiliki beberapa tahapan yang harus diperhatikan kondisinya. Kondisi tersebut mempengaruhi keefisienan kerja reaksi dan hasil reaksi. Tahapan denaturasi yang harus diperhatikan adalah suhu, tahap denaturasi harus terjadi pada suhu 95 o C selama 30 detik atau 97 o C selama 15 detik. Denaturasi yang tidak lengkap akan mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai ganda lagi) secara cepat sehingga mengakibatkan gagalnya proses PCR. Waktu dalam tahapan denaturasi juga harus diperhatikan jangan sampai terlalu lama karena akan mengurangi aktivitas enzim Taq DNA polymerase. Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah primer tersebut sebaiknya berukuran 18-25 basa, dan mengandung 50-60% guanin dan sitosin. Sekuen DNA kedua primer tidak boleh saling berkomplemen karena akan menyebabkan terjadinya penempelan antar primer yang kemudian membentuk primer-dimer. Sekuen DNA di dalam masing-masing primer sebaiknya juga tidak saling berkomplemen 5
karena akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut sehingga mengurangi efisiensi PCR. Tahap elongasi harus terjadi pada suhu 72 o C. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim Taq DNA polymerase diperkirakan antara 35 sampai dengan 100 nukleotida per detik (Muladno 2010: 63-64). Optimasi PCR perlu dilakukan agar reaksi PCR dapat berlangsung secara efisien dan mendapatkan hasil yang konsisten. Suhu dan waktu pada tahap denaturasi dipengaruhi oleh enzim Taq DNA polymerasedan bersifat permanen. Suhu penempelan antara primer dan DNA template serta waktu yang diperlukan pada tahap annealing dipengaruhi oleh panjang pendek primer. Kecepatan penyusunan nukeleotida pada tahap elongasi bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA target, sedangkan suhunya bersifat permanen (Fraga dkk. 2008: 5--6). Amplifikasi rantai DNA dimulai dari tahap denaturasi, saat tahapan denaturasi untai ganda DNA berpisah menjadi untai tunggal kemudian primer menempel pada DNA template pada tahap annealing. Tahapan elongasi yaitu setiap untai menghasilkan untai yang panjang sehingga siklus pertama selesai. Proses dari denaturasi, annealing, dan elongasi disebut sebagai satu siklus. Siklus pertama tersebut menghasilkan 2 molekul DNA untai ganda. Saat siklus kedua berakhir, 2 molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus pertama menjadi DNA templatedan kemudian masing- masinguntai dilipatgandakan menjadi 4 molekul DNA untai ganda yang baru. Siklus ketiga berakhir maka akan terbentuk 4 molekul DNA untai ganda, kemudian masing-masing untai dilipatgandakan menjadi 8 molekul DNA untai ganda yang baru. Siklus keempat berakhir, 8 molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus ketiga menjadi DNA template dan kemudian masing- masing untai dilipatgandakan menjadi 16 molekul DNA untai ganda yang baru. Siklus kelima berakhir, 16 molekul DNA untai ganda hasil amplifikasi pada siklus keempat menjadi DNA template dan kemudian masing- masing untai dilipatgandakan menjadi 32 molekul DNA untai ganda yang baru. amplifikasi rantai DNA hingga lima siklus menghasilkan 32 molekul DNA untai ganda (Muladno 2010: 62).
4. Kesimpulan
Polymerase Chain Reaction (PCR ) adalah teknik yang digunakan untuk memperbanyak sekuen DNA spesifik secara in vitro sehingga menghasilkan jutaan copy DNA. Reaksi PCR membutuhkan komponen- komponen penting yaitu ddH 2 O steril sebagai pelarut, Kapa 2G Robust Buffer untuk menjaga keseimbanagn PH serta mengandung kation Mg yang berfungsi sebagai kofaktor enzim yang mempercepat reaksi. Enzim Taq DNA polymerase berfungsi untuk menghasilkan pemanjangan cetakan DNA dengan menghubungkan dNTP-dNTP. Amplifikasi pada setiap siklus menghasilkan jumlah molekul DNA yang sesuai rumus
, dengan n adalah jumlah siklus.
Daftar Pustaka
Brown, T.A. 1993. Genetics: a molecular approach, 2 nd
ed. Fong & Sons Printers Pte Ltd., Singapore: xiii + 467 hlm. Butler, J.M. 2005.Forensic DNA Typing, 2 nd ed. Elsevier Academic Press, New York: xvii + 660 hlm. 6
Dale, J.W. & S.F. Park. 2004. Molecular genetics of bacteria. John Wiley & Sons Ltd., West Sussex: xi + 379 hlm. Fraga, D., T. Meulia& S. Fenster. 2008. Real-Time PCR. Journal of Current Protocols Essential Laboratory Techniques 10(3): 1-34. Lewis, Ricki. 2003. Human genetics concepts and applications. 5th ed. The McGraw-Hill Companies, New York: xviii + 454 hlm. Muladno. 2010. TeknologiRekayasaGenetika. Ed. Ke- 2.IPB Press, Bogor: ix + 130 hlm. Russel, P.J. 1996. Genetics. 4th ed. HarperCollins College Publishers, New York: 784 hlm. Russell, P. J. 1994. Fundamental of Genetics. Harper Collins College Publisher, USA: xvi + 528 hlm. Spormann, A.M. 2009. Polymerase Chain Reaction (PCR): 1 hlm. http://www.stanford.edu/group/spormannlab/cgi- bin/amslab/content/polymerase-chain-reaction-pcr 25 April 2012, pk. 06.52am. Stansfield, W., R.J. Cano & J.S. 2006. Colome. Schaums easy outlines: molecular and cells biology. terj. dari Strachan, T. & Read, A.P. 1996. Human Molecular Genetics.John Willey& Sons, Inc., New York: x + 596hlm. Wolfe, S.L. 1993. Molecular and cellular biology.Wadsworth Publishing Company, Belmont: xviii + 1145 hlm. 7
Lampiran
1. Hitunglah nilai Tm dari primer berikut menggunakan metode Wallace :
a. Primer Forward :
5-GGAATTCGACATTAAGATGA-3
b. Primer Reverse :
3- GTGGTAGTGGTGGTGGT -5
Primer Forward Jumlah G = 5 Jumlah C= 2 Jumlah A= 8 Jumlah T= 5 Tm = 4 (G+C) + 2 (A+T) Tm = 4( 5+2) + 2 (8+5) Tm = 28 + 26 Tm = 54 o C
Primer Reverse Jumlah G = 10 Jumlah C= 0 Jumlah A= 1 Jumlah T= 6 Tm = 4 (G+C) + 2 (A+T) Tm = 4 (10+0) + 2( 1+ 6) Tm = 40 + 14 Tm = 54 o C