Anda di halaman 1dari 51

OPTIMASI PERBANDINGAN VOLUME LARUTAN

FIKSATIF PADA PEMBUATAN PREPARAT USUS

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

Nama : Siti Zahra Sadiyyah

Npm : 411120068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS (D3)

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2023
OPTIMASI PERBANDINGAN VOLUME LARUTAN

FIKSATIF PADA PEMBUATAN PREPARAT USUS

KARYA TULIS ILMIAH

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Ahli

Madya Teknologi Laboratorium Medis

Oleh :

Nama : Siti Zahra Sadiyyah

Npm : 411120068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS (D3)

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI

2023
PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk dipertahankan pada seminar
Proposal/Ujian

“OPTIMASI PERBANDINGAN VOLUME LARUTAN


FIKSATIF PADA PEMBUATAN PREPARAT USUS
KARYA TULIS ILMIAH”

Pada tanggal 15 Februari 2023

Nama Mahasiswa : Siti ZahraSadiyyah

NPM : 411120068

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis (D-3)


Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi

Pembimbing 1 Pembimbing II

Erick Khristian,M.Si Dwi Davidson R,M.Si


PERNYATAAN

Nama : Siti Zahra Sadiyyah

NPM : 411120068

Program Studi :Teknologi Laboratorium Medis (D-3)

Saya menyatakan bahwa KTI yang berjudul “Optimasi Perbandingan


Volume Larutan Fiksatif Pada Pembuatan Preparat”, sepenuhnya karya tulis saya
sendiri. Tidak ada bagian di dalamnya yang merupakan plagiat dari karya orang
lain dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang
tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada
saya apabila kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim lain dari pihak lain terhadap keaslian
karya saya ini.
Cimahi Pada Tanggal 27 Mei 2023
Mengetahui Pembimbing Utama Mahasiswa

Erick Khirstian, M.Si Siti Zahra Sadiyyah


NID : 0405038130 NPM : 411120068

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


(D-3) FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL AYANI 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat serta

salam kepada Nabi kita tercinta Nabi Muhammad SAW. Yang telah

menganugrahkan rahmat serta hidayah-Nya, yang karena-Nya, penulis

diberikan kekuatan dan kesabaran untuk menyelesaikan laporan Karya Tulis

Ilmiah (KTI) yang berjudul “Optimasi Perbandingan Volume Larutan Fiksatif

Pada Pembuatan Preparat” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Selama melaksanakan penelitian sampai penyusunan Karya Tulis

Ilmiah ini tentunya penulis tidak luput dari berbagai hambatan, tantangan serta

kesulitan, yang dihadapi oleh penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

Ini, namun karna binaan dan dukungan dari semua pihak, akhirnya hambatan

tersebut dapat teratasi.

Maka dari itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-

banyaknya kepada Bapak dan Ibu Pembimbing selama pembuatan Karya Tulis

Ilmiah Ini. Dan kepada segenap pihak yang telah memberikan dukungan, baik

itu berupa bantuan, doa maupun dorongan dan beragam pengalaman selama

proses penyelesaian penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, untuk itu dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Gunawan Irianto, M.Kes, MARS selaku Dekanat Fakultas Ilmu dan

Teknologi Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Cimhai.

2. Dr. Ris Kristiana, Sp,PK., selaku penguji yang telah membrikan saran

untuk Karya Tulis Ilmiah ini.

i
3. Erick Khristian, M.Si selaku pembimbing I terimakasih telah memberikan

bimbingan dan pengarahan serta saran kepada penulis dalam penyusuna

Karya Tulis Ilmiah ini.

4. Dwi Davidson, S.Si.,M.Kes., selaku pembimbing II terimakasih telah

memberikan bimbingan dan pengarahan serta saran kepada penulis dalam

penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Dr. Ris Kristiana, Sp,PK., selaku penguji yang telah memberikan saran

untuk Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Seluruh Staff dan Dosen yang telah mendidik penulis selama perkuliahan

di Program Studi Teknologi Laboratorium Medis (D-3) FITKes Unjani.

7. Terimakasih kepada kelurga terutama ibu tercinta Puspa Kurnia yang

selalu memberikan dukungan, do’a, kasih sayang, motivasi dan juga

semangat yang tiada henti selama ini dan ayah yang telat tiada Alm

Sambas.

8. Terimakasih kepada kakak saya tercinta terutama Muhammad Kurnia

yang telah memberikan dukungan, doa dan adik, Muhammad Hasbi yang

telah memberi motivasi serta kasih sayang.

9. Terimakasih kepada Vito Fadil Firmansyah yang selalu sabar menemani

dan memberi semangat selama ini.

ii
10. Terimakasih kepada sahabat-sahabat saya Hawa Lathifa dan Futry Lestari

yang selalu memberi semangat dan dukungan selama ini

11. Terimakasih kepada pejuang KTI Devia Ayu, Futry Lestari, Ajeng

PQNAWK, Marianur, Septi Aulia, dan Natasya Nurul yang memberikan

do’a, dukungan serta semangat selama 3 tahun ini.

12. Serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam menyusun

Karya Tulis Ilmiah ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik yang membangun

untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga Karya

Tulis Ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

iii
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS (D-3)
FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KESEHATAN UNIVERSITAS

JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI 2022

SITI ZAHRA SADIYYAH

OPTIMASI PERBANDINGAN VOLUME LARUTAN FIKSATIF PADA

PEMBUATAN PREPARAT USUS

ABSTRAK
Fiksasi merupakan salah satu bagian dari beberapa tahapan dalam pembuatan
sediaan histologi. Maksud dari dilakukannya fiksasi adalah untuk membuat
struktur unsur-unsur jaringan menjadi stabil, tidak mengalami perubahan pasca
kematian. Proses fiksasi ini menggunakan larutan Neutral Buffer Formalin 10%
(NBF 10%) oada umumnya menggunakan erbandingan 1:20. Tujuan dari
penelitian ini untuk melihat kualitas preparat jaringan usus pada volume rasio
yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan ialah metode eksperimental dan
melakukan perbandingan larutan fiksatif pada jaringan organ dengan kelompok
1:1; 1:2; 1:5; 1:10 dan 1:20. Hasil untuk pengamatan semi kuantitatif warna inti
menunjukkan warna yang cukup mulai pada kelompok 1:1, sedangkan pada warna
sitoplasma nilai cukup ada pada perbandingan 1:20. Artefak ditemukan pada
kelompok 1:1 dan 1:2 sedangkan ada kelompok lainnya sudah tidak ditemukan
artifak. Saran...

Kata Kunci : Larutan Fiksatif, Preparat usus, artifak.

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
ABSTRAK.............................................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR TABEL...............................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...........................................................................................5
1. Manfaat Teoritis..........................................................................................5
2. Manfaat Praktis............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
A. Histologi..........................................................................................................6
B. Proses Pembuatan Jaringan..............................................................................6
C. Dehidrasi..........................................................................................................8
E. Embedding.......................................................................................................9
F. Pemotongan....................................................................................................10
G. Pewarnaan Hematoxylin dan Eosin...............................................................11
H. Rehidrasi dan Dehidrasi................................................................................13
I. Limbah............................................................................................................13
J. Artefak............................................................................................................14
K. Histologi Usus...............................................................................................16
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................18
A. Metode Penelitian..........................................................................................18
1. Rancangan penelitian..................................................................................18
B.Variabel Penelitian..........................................................................................19
1. Variabel Bebas............................................................................................19
2. Variabel terikat...........................................................................................19
C. Definisi Operasional......................................................................................19

v
D. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................................20
1. Populasi.......................................................................................................20
2. Sampel........................................................................................................20
E. Pengumpulan data..........................................................................................20
F. Prosedur Penelitian.........................................................................................21
F. Cara Kerja......................................................................................................22
1. Pengambilan Jaringan.................................................................................22
2. Fiksasi.........................................................................................................22
3. Pematangan.................................................................................................22
G. Analisis Data.................................................................................................24
H. Lokasi dan Waktu penelitian.........................................................................24
1. Lokasi penelitian.........................................................................................24
2. Waktu penelitian.........................................................................................24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................25
A. Hasil Penelitian..............................................................................................25
B. Pembahasan...................................................................................................28
BAB V SIMPULAN DAN SARAN.....................................................................31
A. Simpulan........................................................................................................31
B. Saran..............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
LAMPIRAN

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi usus halus.......................................................................16

Gambar 4.1. Hasil sediaan mikroskopis organ usus.........................................25

vii
DAFTAR TABEL

Tabel Skema 3.1 penelitian...............................................................................17

Tabel 3.2 Defisi Operasional............................................................................18

Tabel 3.3 alat....................................................................................................20

Tabel 3.4 Bahan................................................................................................20

Tabel 4.1. Analisa Deskriptif kualitas inti, sitoplasma dan kemunculan


artifak...............................................................................................

Tabel 4.2 Hasil dan Analisa Statistik................................................................28

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Histologi adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur jaringan secara

detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis.

Histologi bisa juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. Cabang ilmu

ini sangat bermanfaat untuk mempelajari fungsi fisiologi sel-sel dalam tubuh,

manusia, hewan, dan tumbuhan. Dalam bentuk histopatologi, histologi

bermanfaat dalam penegakan diagnosis penyakit yang melibatkan perubahan

fungsi fisiologi dan deformasi organ. Istilah histologi dan mikroskopis

anatomi terkadang dianggap memiliki makna yang sama, tetapi ada perbedaan

antara dua studi ini.Tujuan mendasar dari histologi adalah untuk menentukan

bagaimana jaringan diatur pada semua tingkat struktural, mulai dari sel, antar

sel, hingga organ (Kompas.com,2022). Pengolahan jaringan yang baik akan

memberikan kualitas preparat yang memuaskan untuk dinilai oleh patolog

(Yankes.kemkes, 2022).

Salah satu metode pembuatan preparat yaitu menggunakan metode

parafinisasi. Teknik ini adalah salah satu teknik umum yang digunakan dalam

laboratorium baik laboratorium pelayanan maupun penelitian (Alwi, 2016).

Tahap pembuatan preparat histopatologik terdiri dari tahap pemotongan

makroskopis, fiksasi, pematangan jaringan, mikrotomi dan pewarnaan.

Pembuatan preparat jaringan harus diperhatikan agar tidak terjadi kerusakan.

1
2

Kerusakan dapat terjadi dari tahap pra analitik hingga post analitik. Kesalahan

yang terdapat pada suatu preparat dapat menyebabkan kesalahan dalam

mendiagnosis suatu penyakit atau kelainan (Indrawati, 2017).

Fiksasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pembuatan

sediaan histopatologik. Fiksasi adalah langkah dasar untuk mencegah autolisis

dan degradasi jaringan sehingga mereka dapat diamati baik secara anatomis

dan mikroskopis. Fiksasi berfungsi melindungi spesimen biologi dari efek

denaturasi, dehidrasi dan semua proses pengolahan jaringan (Howat, Wilson :

2014 ). Fiksasi jaringan dapat dilakukan secara fisik atau kimia, Fiksasi

secara fisik seperti pendinginan pada suhu 4 derajat Celcius. (Eltoum dkk.,

2001). Fiksasi kimia menggunakan larutan organik atau non-organik untuk

mempertahankan morfologi yang baik (Suvarna, dkk., 2013).

Larutan yang digunakan pada proses fiksasi antara lain larutan Bouin ,

larutan Carnoy, dan larutan Neutral Buffered Formalin 10% (NBF). Cairan

fiksasi yang rutin digunakan untuk mengawetkan jaringan dalam permeriksaan

histopatologi adalah NBF 10%. Dalam proses fiksasi dengan larutan NBF

10% terdiri dari 37% formaldehid 100ml, aquadest 900ml,sodium fosfat

monobasic 4 gram, dan sodium difosfat 6,5 gram. Kelebihan dalam

menggunakan cairan NBF 10% adalah memiliki pH=7 (merupakan pH yang

sangat baik) penggunaanya lebih mudah dan dapat digunakan untuk

mengawetkan jaringan dalam waktu yang cukup lama. Namun kekuranganya

adalah daya fiksasinya lebih lambat yakni 12 jam hingga 24 jam (Miranti,

2010). Fiksatif memiliki dampak negatif bagi tubuh maupun bagi lingkungan.
3

Dampak negatif bagi tubuh antara lain menyebabkan mata perih, rasa terbakar

pada hidung jika terhirup, sakit kepala, iritasi kulit, dan kanker paru – paru .

Dampak negatif bagi lingkungan yaitu sebagai limbah lingkungan yang

tercemar memberikan penurunan kualitas tanah maupun air. Penanganan

limbah berbahaya bisa dilakukan dengan cara 5R yaitu Reduce (mengurangi),

Reuse (penggunaan kembali), Recycle (mendaur ulang), Replace

(Menggantikan) dan Repair (perbaikan) . Untuk mengurangi dampak negatif

penggunaan formalin di laboratorium patologi anatomi, beberapa peneliti

mencoba menggunakan rasio yang berbeda.

Peneliti umumnya merekomendasikan rasio jaringan terhadap volume

fiksasi sekitar 1:10 atau 1:20 (Cabrera N,dkk 2019). Akan tetapi, Buesa dan

Peshkov (2012) menyebutkan volume rasio 1:5 tidak dipengaruhi terhadap

kualitas preparat. Hasil penelitian tersebut menunjukan preparat yang dibuat

dengan volume 1:5 menghasilkan kualitas yang sebanding, baik di sisi

pemotongan hingga pewarnaan. Proses fiksasi yang tepat diperlukan untuk

menghindari terbentuknya artefak. Artefak merupakan struktur atau fitur yang

telah dihasiklan oleh pemrosesan jaringan (Khan,dkk 2014). Terbentuknya

artefak dapat disebabkan karena perendaman yang terlalu lama, tingkat

keasaman ataupun volume yang tidak sesuai.

Usus adalah bagian besar pada saluran pencernaan bawah, yang memliki

peranan penting dalam pencernaan dan penyerap nutrisi, dengan bentuk

panjang seperti tabung. Usus halus mempunyai peranan penting dalam

absorpsi produk pencernaan dan bertindak sebagai organ pertahanan terhadap


4

mikroorganisme,racun dan antigen yang masuk. Jaringan usus dan otak sangat

rentan terhadap proses pembusukan dibandingkan jaringan tubuh lainnya

(Ahmad Aulia Jusuf, 2009). Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin

mencoba menuangkannya kedalam bentuk Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan

judul “OPTIMASI PERBANDINGAN LARUTAN FIKSATIF

TERHADAP JARINGAN PADA PEMBUATAN PREPARAT

JARINGAN USUS”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas,maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan kualitas warna sitoplasma pada rasio fiksasi ?

2. Apakah terdapat perbedaan kualitas warna inti dan sitoplasma pada rasio

fiksasi?

3. Apakah terdapat artifak fiksasi dari berbagai perbandingan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas,maka tujuan dalam penelitian ini

adalah :

1. Tujuan umun :

Untuk melihat kualitas preparat jaringan usus pada volume rasio yang

berbeda.
5

2. Tujuan khusus :

1) Untuk mengetahui perbedaan kualitas warna sitoplasma pada berbagai

perbandingan

2) Untuk mengetahui perbedaan kualitas warna inti pada berbagai

perbandingan

3) Untuk mengetahui artifak fiksasi yang muncul dari berbagai

perbandingan

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai informasi dan bahan masukan mengenai hasil fiksasi jaringan

histologi dengan berbagai perbandingan dimana didapatkan

perbandingan volume terkecil yang dapat ditoleransi dan tidak

terdampak hasil preparate histopatologi.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat mengurangi penggunaan dari

formalin yang akan berdampak terhadap pengurangan limbah K3.

2. Manfaat Praktis

Untuk menambah wawasan mengenai optimasi prinsip dan

perbandingan larutan fiksatif pada pembuatan preparat usus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Histologi

Histologi merupakan cabang ilmu Biologi yang mengkaji secara umum

tentang jaringan penyusun tubuh, kimia jaringan, dan sel yag dipelajari dengan

metode analitik mikroskopik (Harjana, 2011). Jaringan pada umumnya

tersusun atas tiga komponen yaitu sel, subtansi intreseluler dan cairan.

Subtansi intraseluler merupakan hasil produksi sel,cairan merupakan

komponen yang menonjol karena 65-70% susunan kimia jaringan tubuh

tersusun atas air (Mescher,2016).

Spesimen yang digunakan dapat berupa jaringan hewan maupun manusia.

Histoteknik merupakan metode pembuatan sediaan hitologi dari spesimen

melalui rangkaian proses, sehingga menjadi preparat yang siap di amati oleh

seorang patolog. Analisa histologi berperan sebagai bahan baku emas dalam

penegakkan diagnosis yang berbasis perubahan morfologi sel dan jaringan

tubuh (Khristian dan Inderiati).

B. Proses Pembuatan Jaringan

1. Fiksatif

Fiksatif merupakan langkah awal untuk melindungi struktur sel dan

komposisi biokimianya agar tidak rusak (Ganjali, 2013). Tahapan fiksasi

merupakan tahapan yang paling penting dalam membuat sediaan histologi,

karena jika terjadi kesalahan pada tahap ini akan memberikan gambaran

6
7

yang buruk pada sediaan histologi, jadi hasil akhir sediaan histologi yang

baik sangat tergantung pada cara melakukan fiksasi dengan baik (Nuralim,

dkk., 2017). Tujuan dari fiksasi adalah mencegah perubahan autolisis,

mempertahankan morfologi sel dan jaringan agar dapat sama dengan saat

terakhir jaringan tersebut dari tubuh hewan atau manusia selama hidup, dan

mengeraskan jaringan agar dapat diproses lanjut dengan mengubah proses

lanjut konsistensi sel dari semi cair menjadi semi padat (Miranti, 2010).

Adapun larutan fiksatif yang ada dilaboratorium PA dan laboratorium riset

terdapat dalam berbagai jenis yaitu :

a. Bouin

Larutan Bouins merupakan salah satu senyawa fiksatif yang

digunakan dalamhistologi, yang terdiri dari asam pikrat, asam asetat dan

formaldehida (Atik, 2009). larutan Bouin mengandung 10% formaldehyde

(25% formalin), 0,9 M asam asetat dan asam pikrat 0,04 M, yang

dimasukan ke dalam air. Asam pikrat menembus jaringan sedikit lambat,

membekukan protein, dan menyebabkan sedikit penyusutan. Larutan

Bouin juga mewarnai jaringan kuning. Asam asetat mengentalkan

kromatin dan menyebabkan penyusutan yang disebabkan oleh asam pikrat.

Larutan Bouin mempunyai pH (1,5-2,0) fiksasi akan terjadi lebih cepat

terpenetrasi dari pada di NBF 10%. Efek komplementer dari tiga bahan

larutan Bouin bekerja sama dengan baik untuk mempertahankan

morfologi. Spesimen biasanya difiksasi dalam larutan Bouin selama 24

jam (Kumar & Kleman, 2010)


8

b. Larutan Neutral Buffer Formalin 10% (NBF 10%)

Larutan fiksasi digunakan untuk merendam jaringan selama

beberapa waktu. Larutan fiksasi yang menjadi “gold standar” dalam

fiksasi jaringan yaitu NBF 10% yang terdiri dari 37-40% formaldehid

100ml, aquadest 900 ml,sodium fosfat monobasic 4 gram, dan sodium

difosfat 6,5 gram. Larutan fiksasi NBF 10% biasanya dilakukan pada

suhu kamar, menggunakan wadah spesimen rendah dan lebar untuk

memungkinkan penetrasi yang optimal dan kemudahan dalam

mengambil spesimen oleh teknisi (Khristian & Inderiati, 2017).

c. Carnoy

Larutan fiksasi carnoy merupakan campuran dari 60% etanol,

30% chloroform, dan 10% asam asetat glasial. Mekanisme kerja

fiksasi larutan carnoy dengan cara denaturasi. Pada larutan carnoy

terdapat chloroform dan asam asetat yang akan melawan efek

penyusutan sel oleh etanol,yang mengakibatkan terfiksasinya jaringan

melalui ikatan hidrogen (Musyarifah & Agus, 2018).Larutan carnoy

mempunyai daya penetrasi yang cepat sehingga cocok digunakan

untuk pemeriksaan yang perlu diagnostik cepat, misalnya bagian bedah

untuk diagnostik sel kanker. (Khristian & Inderiati, 2017).

C. Dehidrasi

Proses dehidrasi adalah proses penarikan air dari jaringan sebelum

dilakukan proses selanjutnya dalam pembuatan sediaan jaringan. Proses ini

bertujuan untuk mengeluarkan seluruh cairan yang terdapat dalam jaringan


9

yang telah difiksasi sehingga jaringan nantinya dapat diisi dengan parafin

atau zat lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Hal ini perlu

dilakukan karena air tidak dapat bercampur dengan cairan parafin atau zat

lainnya yang dipakai untuk membuat blok preparat. Cara dehidrasi umumnya

dipakai dengan memasukkan jaringan selama beberapa saat dalam rangkaian

larutan alkohol secara bertahap dimulai dari konsentrasi rendah hingga

konsntrasi tinggi. (Subowo dkk, 2009 ).

D. Penjernihan

Penjernihan merupakan tahap yang dilakukan setelah pemotongan

jaringan dehidrasi. Pada tahap ini jaringan dimasukkan kedalam reagen

penjernih (xylol, toluen, klorofom, dll). Tujuan utama reagen penjernihan

(clearing) adalah untuk mengeluarkan dan mengganti alkohol sehingga

parafin dapat menembus jaringan. Reagen penjernihan yang sering dipakai

yaitu Xylol.

E. Embedding

Embedding merupakan suatu proses memasukkan filtrat ke dalam

jaringan sehingga jaringan tersebut dapat mengeras akibat filtrat tersebut di

suhu ruang. Mekanisme masuknnya filtrat ini kedalam sel adalah dengan

menggantikan cairan pembeningan dengan tingkat kelarutannya. Parafin

adalah filtrat yang paling banyak digunakan untuk proses embedding. Reagen

embedding mempertahankan fungsi dari sel dan komponen ultrastruktural

selama proses pemotongan. (Khristian, 2017) Perendaman dilakukan dalam

oven dengan suhu 58-60C dengan cara merendam potongan jaringan dalam
10

parafin cair karena parafin memiliki kemampuan untuk mengeraskan jaringan

agar dapat dipotong menjadi irisan-irisan tipis. Dalam suhu tersebut, xylol

yang masih mengisi celah jaringan akan menguap secara perlahan diganti

oleh parafin cair. (Subowo, 2009).

Tahapan dari pengeblokan jaringan yaitu :

a. Tuangkan parafin secukupnya kedalam cetakan

b. Letakan potongan jaringan ditengah

c. Dinginkan dasae dari cetakan sehingga posisi jaringan tidak berubah

d. Tutup dengan kaset

e. Tuangkan parfin cair kembali sampai batas maksimum

f. Dinginkan dengan kondisi cetakan diatas es (khristian & Inderiati,2017)

F. Pemotongan

Untuk pengamatan mikroskopis sediaan jaringan harus dipotong

dengan ketebalan tertentu menggunakan suatu teknik dan instrument khusus

untuk memperoleh suatu sediaan jaringan yang representatif. Instrument yang

digunakan untuk memperoleh hasil potongan jaringan yang tipis dan dapat

teramati secara mikroskopis adalah mikrotom. Untuk mendapatkan pita

jaringan yang baik harus melalui dua tahap pemotongan yang harus dilakukan

secara berurutan. Tahap tersebut ialah, tahap potong kasar dan potong halus.

Kedua tahap ini harus dilakukan secara teliti jika tidak dapat menyebabkan

artefak pada pita jaringan yang dapat mempersulit proses pengamatan.

(Khristian, 2017).
11

Trimming atau potong kasar merupakan proses awal pemotongan blok

jaringan yang bertujuan untuk membuang kelebihan paraffin yang menutupi

jaringan sehingga permukaan jaringan dapat terbuka dan bisa dihasilkan pita

jaringan yang utuh. Dikatakan potong kasar, dikarenakan pada proses ini

mikrometer diatur pada ketebalan yang cukup tinggi yaitu pada 15-30mikron.

Untuk menyayat digunakan alat khusus yang disebut mikrotom. Mikrotom

dilengkapi dengan pisau khusus. Setelah trimming dilakukan proses cutting

atau potong halus yaitu proses yang bertujuan untuk menghasilkan pita

jaringan dengan ketebalan tertentu. Blok jaringan yang akan dipotong harus

didinginkan terlebih dahulu untuk memberikan suhu yang stabil pada blok

parafin dan jaringan. Ketebalan pita jaringan untuk jaringan hasil

pembedahan rutin adalah 3-4 mikron. Hasil sayatan yang tipis diapungkan

diatas permukaan air hangat agar terbentuk bentangan jaringan yang mudah

dipindahkan diatas kaca obyek. (Subowo, 2009).

G. Pewarnaan Hematoxylin dan Eosin

Pewarnaan adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah

dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati oleh

mikroskop. Pewarnaan yang paling umum dipakai yaitu Hematoxylin dan

Eosin (Rina,2013).

Pewarnaan Hematoxylin Eosin merupakan pewarnaan standar untuk

mengetahui struktur umum sel maupun jaringan dalam suatu organ.

Hematoxylin memberikan warna merah baik pada sel maupun jaringan

(Jamie dkk,2010). Pewarnaan HE didasarkan pada prinsip sederhana, yaitu


12

sifat asam basa dari larutan yang kemudian akan berikatan dengan komponen

jaringan yang mempunyai kecenderungan terhadap sifat asam ataupun basa

tersebut sehingga terjadilah ikatan antara molekul zat warna dengan

komponen jaringan. (Khristian, 2017). Pada prosesnya pewarnaan

Hematoksilin dan Eosin memerlukan beberapa tahapan yaitu defarafinasi

untuk mengeluarkan sisa parafin dari jaringan, rehidrasi untuk memasukkan

kembali air ke dalam jaringan, pemulasan dengan pewarna utama

hematoksilin, differensiasi dengan larutan asam alkohol 0,1%, bluing dengan

larutan ammonium carbonat atau lithium carbonat, pewarnaan pembanding

dengan eosin , dehidrasi sediaan, penjernihan dan mounting dengan entelan

atau Canada balsam. Setelah proses pewarnaan selesai sediaan jaringan dapat

diamati dibawah mikroskop. Kualitas pewarnaan sediaan yang baik dapat

memperlihatkan secara jelas morfologi jaringan yang diamati agar diperoleh

hasil yang meyakinkan dan akurat. (Suvarna, 2013) Sediaan jaringan yang

berkualitas sangat diperlukan untuk memperoleh hasil yang meyakinkan dan

akurat. Beberapa pedoman umum yang dapat dipakai untuk menilai kualitas

H&E adalah sebagai berikut:

1. Nukleus: zat warna dapat mewarnai nukleus menjadi biru dan dapat

menunjukkan membrane nukleus, nukleoli, kromatin, dan nukleus yang

vakuolar dan hiperkromatis.

2. Sitoplasma dan subtansi dasar lainnya: dapat mewarnai dan membedakan

sitoplasma, kolagen, otot, eritrosit, sel darah merah dan mucin dengan

nuansa warna kemerahan.


13

3. Pada potongan usus, usus buntu dan paru-paru: dapat mewarnai mucin

pada sel epitel, apakah berwarna biru atau terang tergantung pada pH dari

Hematoxylin. Menurunkan pH biasanya dapat dilakukan dengan

menambahkan asam asetat, hal ini secara signifikan dapat mengurangi

warna mucin.

4. Pewarnaan Hematoxylin yang terlalu teroksidasi akan menimbulkan warna

coklat pada elemen-elemen tertentu pada jaringan.

(Khristian & Inderiati, 2017)

G. Rehidrasi dan Dehidrasi

Pada proses persiapan sediaan untuk dilanjutkan ke proses pewarnaan,

terlebih dahulu dilakukan deparafinasi untuk menghilangkan paraffin dengan

pewarnaan xylol, kemudian xylol dibilas kembali dengan perantara alkohol

untuk memasukkan air. Proses memasukkan kembali air kedalam jaringan

menggunakan alkohol konsentrasi tinggi (100%) secara bertahap hingga

konsentrasi rendah (70%) dan berlanjut pada air disebut sebagai rehidrasi.

Setelah melalui semua tahap ini jaringan siap untuk diwarnai. (Subowo,

2009)

Dehidrasi adalah proses menghilangkan air dari komponen jaringan.

Reagen dehidrasi bersifat hidrofilik (suka air), memiliki kutub yang kuat

berinteraksi dengan molekul air dengan cara mengikat hidrogen. Proses

menghilangkan air dari komponen jaringan menggunakan alkohol konsentrasi

rendah (70%) secara bertahap hingga konsentrasi tinggi (100%). (Khristian,

2017; NSH, 2001).


14

H. Limbah
Limbah adalah sisa dari suatu usaha maupun kegiatan yang

mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat,konsentrasi dan

jumlahnya yang dapat membahayakan lingkungan. Bahan yang sering

ditemukan dalam limbah antara lain senyawa organik yang mudah menguap,

senyawa organik yang sulit terurai, logam berat yang toksik, padatan

tersuspensi, nutrien,mikrobia pathogen dan parasit (Waluyo,2010).

Menurut Chandra (2005), Air limbah yant tidak menjalani pengolahan

yang benar tentunya dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

Dampak tersebut antara lain :

a. Kontaminasi dan pencemaran pada air permukaan dan badan – badan air

yang dignakan oleh manusia.

b. Mengganggu kehidupan dalam air, mematikan hewan dan tumbuhan air.

c. Menimbulkan bau

d. Menghasilkan lumpur yang dapat mengakibatkan pendangkalan air

sehingga terjadi penyumbatan yang dapat menyebabkan banjir.

I. Artefak

Fiksasi diperlukan untuk menghindari difusi komponen jaringan larut dan

dekomposisi merupakan penyebab utama artefak. Prosedur yang tidak dilakukan

dalam kondisi optimal, maka fiksasi tidak memiliki akses yang tepat ke jaringan

atau karena sifat dan kualitas reagen tertentu yang digunakan, sehingga artefak

dapat terjadi. Fiksasi yang paling umum digunakan adalah formalin 10%.
15

Konsentrasi formalin, kontaminasi dan waktu fiksasi yang lama menyebabkan

kesulitan dalam pemotongan spesimen (Khan et al., 2014).

Artefak merupakan struktur jaringan yang biasanya tidak ada dalam jaringan

hidup, sehingga merubah fitur morfologi dan sitologi normal yang menyebabkan

jaringan tidak berguna sama sekali (Khan et al,2014).

1. Artefak Pigmen: Artefak tersebut muncul karena formalin, merkuri

klorida dan asam pikrat yang digunakan dalam berbagai agen fiksatif

yang menyebabkan noda coklat-hitam granular dan kuning

didistribusikan secara acak ke seluruh jaringan.

2. Artefak penyusutan: Selama fiksasi, volume jaringan berubah. Hal ini

disebabkan penghambatan respirasi sel dan perubahan permeabilitas

membran. Akibatnya jaringan yang melekat pada sel dapat ditarik satu

sama lain, meninggalkan ruang . Hal adalah artefak yang sangat

umum. Beberapa presipitan non protein menyebabkan pembengkakan

jaringan setelah fiksasi dalam formalin.

3. Artefak streaming: Ini adalah jenis artefak yang penting karena difusi

bahan tidak tetap untuk memberikan lokalisasi palsu dengan berhenti

di tempat yang sama selain lokasi aslinya. Contoh yang terkenal dari

ini adalah glikogen. Fiksasi jaringan untuk studi glikogen harus segera

karena ada kehilangan glikogen awal yang tajam dalam larutan

postmortem dan harus dilakukan pada 4 derajat dalam alkohol 80%

4. Artefak difusi: Bahan terkadang dapat berdifusi keluar dari jaringan.

Selain molekul besar, molekul kecil seperti ion anorganik dan amina
16

biogenik dapat hilang dari jaringan. Misalnya; ketika ujung jaringan

kelenjar adrenal ditempatkan dalam iodat untuk reaksi iodat, kolamin

akhir dapat terlihat meninggalkan jaringan sebagai awan merah

aminokrom.

5. Artefak akibat fiksasi gelombang mikro: Suhu optimal untuk fiksasi

gelombang mikro pada 45-55 C°. Di bawah pemanasan menghasilkan

kualitas pemotongan yang buruk sedangkan terlalu panas di atas 65 C °

menghasilkan vakuolasi, sitoplasma terlalu banyak dan inti pyknotic.

6. Artefak akibat fiksasi berkepanjangan: fiksasi berkepanjangan

menyebabkan penyusutan dan pengerasan sekunder yang

menyebabkan pemisahan sebagian jaringan sehingga tampak ruang

kosong.

J. Histologi Usus

Usus adalah bagian besar pada saluran pencernaan bawah, yang

memliki peranan penting dalam pencernaan dan penyerap nutrisi,dengan

bentuk panjang seperti tabung. Usus memiliki dua bagian diantaranya usus

kecil dan usus besar.Sebagian besar pencernaan dan penyerapan dalam sistem

pencernaan berada diusus halus (Sherwood,2011).Usus halus merupakan

organ utama tempat berlangsungnya absorpsi nutrisi.Usus halus mempunyai

peranan penting dalam absorpsi produk pencernaan dan bertindak sebagai

organ pertahanan terhadap mikroorganisme,racun dan antigen yang masuk.

Struktur histologi usus halus tersusun atas mukosa,submukosa,muskularis dan

serosa (Firmansyah,dkk 2019). Tunika mukosa terdiri dari atas jaringan ikat
17

padat tidak beraturan,pembuluh darah,limfe dan saraf . Tunika muscularis

terdiri dari dua tunika otot polos yang tersusun memanjang dan

melingkar,sedangakan tunika serosa terdiri dari jaringan ikat longgar

pembuluh darah dan jaringan adiposa (Firmansyah,dkk 2019). Usus halus

terletak dirongga abdomen,termasuk bagian terpanjang. Bentuknya berupa

tabung dengan panjang sekitar 6-7 meter dan diameternya menyempit dari

ujung awal hingga ujung akhir (Drake dkk,2014).

Gambar 2.1 Anatomi usus halus

Sumber: blogkputih.wordpress.com/
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen,

sebab dalam metode ini menggunakan perbandingan rasio larutan fiksasi

terhadap jaringan dalam proses pembuatan preparat.

1. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang akan dilakukan seperti skema 3.1 penelitian

dibawah.

Jaringan Usus

Pengambilan jaringan

Fiksasi NBF 10%

1:1 1:2 1:5 1:10 1:20

Pengolahan
jaringan

Pembacaan
mikroskopis
Tabel 3.1 Skema Penelitian

18
19

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah Perbandingan larutan fiksasi.

2. Variabel terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah Kualitas warna inti, warna

sitoplasma dan kemunculan artefak fiksasi.

C. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala


Operasionsal
Perbandingan Perbandingan Volume Gelas ukur 1 :1 Ordinal
Larutan terhadap organ pada 1:2
Fiksatif larutan fiksasi NBF 1:5
10% 1 : 10
1 : 20
Kualitas Kualitas warna ungu Miksrokopis Mikroskop 3 = Baik Ordinal
warna intti dari hematoxylin 2 = Cukup
yang mewarnai inti 1 = Tidak
terwarnai
Kualitas Kualitas warna Mikroskopis Miksroskop 3=Baik Ordinal

warna merah dari eosin 2=Cukup

sitoplasma yang mewarnai 1= Tidak

sitoplasma terwarnai

Artefak Keberadaan yang Mikroskopis Mikroskop 1 = Ada Nominal


tidak terdapat pada 2 = Tidak
jaringan asli,tampak ada
pada hasil sediaan
akhir. Terbentuk
karena kurang
sempurnanya
pembuatan sediaan.
20

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi yang digunakan pada penelitian ini menggunaakan organ

usus tikus

2. Sampel

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

rumus Federer sebagai berikut :

= (n-1) x (t-1) ≥ 15

= (n-1) x (5-1) ≥ 15

= (n-1) x 4 ≥ 15

= 4n – 4 ≥ 15

= n ≥ (15 + 4) / 4

= n ≥ 4,75

= n≥5

Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah sampel sebanyak 5 potong

organ usus setiap kelompok uji

E. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat hasil dari preparate

setiap kelompok pada perbesaran 40x sebanyak 5 lapang pandang secara

acak. Hasil dari pengamatan dilakukan konversi nilai sesuai dengan

parameter seperti kualitas inti, kualitas sitoplasma dan kemunculan artefak.


21

Hasil dari pengumpulan data dilakukan pengolahan berupa analisa

uji beda. Hasil analisa diawali dengan pengukuran deskriptif statistic berupa

median, modus, nilai minimal dan maksimal. Hasil tersebut kemudian

dilakukan analisa uji beda non parameter mengunakan uji Mann Whitney

dan Kruskall Wallis.

F. Prosedur Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian seperti pada Tabel 3.3 alat berikut.

Tabel 3.3 alat

No Nama Alat Spesifikasi Jumlah


1. Hot plate Maspion 1
2. Base mold Satinless 5
3. Object glass 25,4 x 75,5 mm 5
4. Cover glass 24 x 24 mm 5
5. Mikroskop Olympus 1
6. Kaset jaringan Tissue Cassete 5
7. Mikrotom Microm HM 351 1
8. Pinset Stainless 1

2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan saat penelitian seperti pada Tabel 3.4
bahan dibwah.
Tabel 3.4 Bahan

No Nama Bahan Spesifikasi Jumlah


1. Organ / Jaringan Usus 5 Potong
2. Parafin Parafin non caking for 100 gr
histology
solidification
3. Xilol 100 ml
4. Pewarnaan HE PA 100 ml
5. Alkohol 75%,96%,100% (abs)
6. Entelan PA
22

F. Cara Kerja

1. Pengambilan Jaringan

a) Jaringan yang didapatkan melalui proses pembedahan tikus jantan

lalu diambil bagian organ ususnya.

b) Jaringan lalu dihitung volumenya dengan cara :

- Siapkan terlebih dahulu gelas ukur,berukuran 250 ml dan

masukan larutan NBF 10% sebanyak 100 ml

- Organ yang sudah didapatkan, dimasukan kedalam gelas ukur

yang sudah berisi larutan NBF 10%

- Setelah dimasukan,hitung volume yang didapatkan.

2. Fiksasi

a. Jaringan yang sudah diambil,dipotong menjadi beberapa potongan

b. Masukkan jaringan usus yang dipotong kedalam gelas ukur yang

berisi 10% NBF

c. Setelah didapatkan volume jaringan kemudian masukan kedalam gelas

yang berisi larutan fiksatif NBF 10% yang telah dikalikan dengan

volume jaringan.

d. Jaringan yang sudah didapatkan volumenya di diamkan selama 24

jam.

3. Pematangan

Setelah 24 jam jaringan dalam larutan fiksasi kemudian dilakukan

pematangan jaringan. Prosedur pematangan jaringan adalah sebagai

berikut:
23

a. Dehidrasi : Yaitu untuk menghilangkan sisa cairan yang terdapat dalam

jaringan setelah difiksasi, dengan menggunakan alkohol 70%,96% dan

alkohol absolut. Dehidrasi dilakukan dengan cara memasukan jaringan

kedalam rendaman alkohol 70%,96% dan alkohol absolut 1,2,3 selama

30 menit

b. Penjernihan : Pada tahap ini jaringan dimasukkan kedalam reagen

penjernih yaitu xilol 1, xilol 2 dan xilol 3 selama 30 menit.

c. Infiltrasi : merendam potongan jaringan didalam parafin cair selama

semalam dalam

d. Embedding dengan basemold ukuran 24x24x4 mm

e. Mikrotom : Pemotongan jaringan menggunakan mikrotom untuk

menghasilkan ketebalan pita dengan ukuran 5um

4. Pewarnaan Jaringan

a. Deparafinisasi : xilol 1,xilol 2, dan Xilol 3, pada waktu 10 menit.

b. Rehidrasi : Alkohol absolut, alkoho 95 %,70% dan aquades, Masing-

masing 10 celup.

c. Pewarnaan Hematoxylin selama 15 menit, cuci dengan air mengalir.

d. Jaringan di celupkan pada asam alkohol 1% sebanyak 3 celupan.

e. Jaringan di cuci dengan air mengalir.

f. Jaringan di celupkan kedalam blueing ( Lithium ) selama 1 menit.

g. Jaringan di cuci dengan air mengalir.

h. Jaringan diberi pewarnaan eosin,selama 3 menit.


24

i. Dehidrasi alkohol 70%,95%,alkohol absolut masing-masing 10

celupan.

j. Clearing menggunakan xylol 1 dan 2 selama 1 menit.

k. Mounting : Tutup jaringan menggunakan cover glass,beri entelan dan

tempelkan pada object glass jaringan yang sudah melalui tahap

pewarnaan.

G. Analisis Data

Hasil dari pengumpulan data dilakukan pengolahan berupa analisa uji

beda. Hasil analisa diawali dengan pengukuran deskriptif statistic berupa

median, modus, nilai minimal dan maksimal. Hasil tersebut kemudian

dilakukan analisa uji beda non parameter mengunakan uji Mann Whitney dan

Kruskall Wallis.

H. Lokasi dan Waktu penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Sitohistologi Fakultas Ilmu

dan Teknologi Kesehatan (FITKES) Universitas Jendral Achmad Yani

2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2023.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian yang bertujuan untuk melihat perbandingan volume

larutan fiksasi 10% NBF terhadap jaringan telah selesai dilakukan selama 1

minggu. Hasil dari penelitian terbagi atas gambaran mikroskopis, analisa kualitas

warna inti, sitoplasma dan kemunculan artifak.

1. Gambaran Sediaan Organ Usus

Pengamatan hasil dari penelitian diawali dengan pengamatan sediaan

mikroskopis usus dari berbagai kelompok. Adapun hasil dari sediaan

mikroskopis adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1. Hasil sediaan mikroskopis organ usus yang diwarnai


Hematoxylin Eosin dengan perbesaran 400x. Gambar A, B, C, D dan E
berturut-turut merupakan kelompok dengan perbandingan 1:1; 1:2; 1:5;
1:10 dan 1:20. Panah kuning menunjukkan inti sel, panah biru
menunjukkan sitoplasma sedangkan panah merah menunjukkan
kemunculan artifak.

25
26

Hasil dari gambar diatas menunjukkan bahwa dengan berbagai

perbandingan larutan fiksasi, warna inti dan sitoplasma masih menunjukkan

hasil yang baik dimana inti terlihat berwarna biru keunguan dengan

ditemukannya butiran kromatin. Warna pada sitoplasmapun masih terlihat baik

dengan warna merah muda. Pada gambar di atas dari berbagai perbandingan

larutan fiksasi masih ditemukan artifak fiksasi yang ditandai dengan

ditemukannya sel dengan sitoplasma yang pudar akibat hilangnya komponen

dari sitoplasma itu sendiri, yaitu lepasnya sel pada membran basal

2. Analisa Statistik Sediaan Organ Usus

Hasil dari pengamatan secara mikrosopis kemudian dilanjutkan dengan

pengamatan semi kuantitatif dengan menilai kualitas dari inti dan sitoplasma.

Adapun kemunculan artifak dilihat dari ciri-ciri kesalahan akibat fiksasi yang

tidak baik. Hasil dari Analisa dilakukan secara deskriptif maupun komparatif

menggunakan skoring. Adapun hasil dari Analisa deskriptif dan semikuantitatif

adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Analisa Deskriptif kualitas inti, sitoplasma


dan kemunculan artifak
Inti Sitoplasma Artifak
Kelompo
No N Mi Mak Media Mi Mak Media Mi Mak Media
k
n s n n s n n s n

1 1:1 5 3 3 3 2,6 2,8 2,8 0,8 1 1


2 1:2 5 3 3 3 2,6 3 2,8 0,8 1,2 1
3 1:5 5 3 3 3 2,6 3 2,8 1 1,4 1
4 1:10 5 3 3 3 2,6 3 3 0,6 0,8 0,6
5 1:20 5 3 3 3 3 3 3 0,2 0,4 0,2
27

Dari tabel di atas menunjukkan nilai dari pewarnaan inti untuk kelompok

dengan perbandingan 1:1; 1:2; 1:5 memiliki nilai minimal, maksimal dan median

yang sama yaitu sebesar 2,8; 3 dan 3, sedangkan untuk perbandingan 1:10 dan

1:20 memiliki nilai yang sama baik minimal, maksimal dan median yaitu sebesar

3.

Hasil untuk kemunculan artifak menunjukkan Pada kelompok 1:1, 1:2

memiliki nilai yang sama yaitu minimal 0,8, maksimal 1 dan median 1. pada

kelompok 1:5 menunjukkan nilai minimal 1 maksimal 1,4 dan median 1 yang

berarti pada kelompok tersebut masih ditemukan beberapa artifak fiksasi dari

setiap sediaan mikroskopis yang dibuat. Pada kelompok dengan perbandingan

1:10 dengan nilai minimal 0,6 maksimal 0,8 dan median 0,6. Dan pada kelompok

dengan perbandingan 1:20 memiliki nilai minimal 0,2 maksimal 0,4 dan median

0,2. Hal tersebut menunjukkan dari 5 sediaan mikroskopis yang dibuat masih ada

beberapa sediaan yang menunjukkan kemunculan artifak fiksasi. Hal tersebut

menunjukkan meskipun larutan fiksasi diberikan dengan jumlah yang besar,

namun masih aja ada artifak fiksasi yang ditemukan. Hasil untuk pengamatan

semi kuantitatif menunjukkan nilai yang serupa dimana 3 perbandingan awal

memiliki nilai minimal, maksimal dan median yang sama yaitu 2,6; 3 dan 3. Pada

perbandingan 1:10 dan 1:20 memiliki nilai minimal, maksimal dan median yang

sama yaitu 3.

Hasil pengukuran deskriptif kemudian dilakukan analisa uji dalam dan

antar kelompok. Hasil dari analisa statistik terlihat pada tabel 4.2 berikut
28

Tabel 4.2 Hasil dan Analisa Statistik

Parameter Pembanding Perlakuan p value (M-W)


Inti 1:20 1:1 1
1:2 1
1:5 1
1:10 1
Sitoplasma 1:20 1:1 0,05
1:2 0,53
1:5 0,53
1:10 1,36
Artifak 1:20 1:1 0,06
1:2 0,08
1:5 0,06
1:10 0,07

Hasil dari Analisa beda dalam kelompok menunjukkan nilai 1 (p>0,05)

yang berarti tidak ada bedanya dalam kelompok penelitian. Hal tersebut

menyebutkan bahwa dari berbagai perbandingan tersebut tidak memiliki

perbedaan bermakna untuk kualitas warna inti.

Nilai perbandingan dalam kelompok sitoplasma menunjukkan nilai 0,05

(p>0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna dalam kelompok

penelitian untuk kualitas sitoplasma

Hasil dari Analisa uji beda dalam kelompok artefak menunjukkan nilai

<0,01 (p>0,05) yang berarti terdapat perbedaan bermakna dalam kelompok

penelitian.

B. Pembahasan
29

Fiksasi merupakan tahapan yang paling penting dalam membuat sediaan

histologi, karena jika terjadi kesalahan pada tahap ini akan memberikan

gambaran yang buruk pada sediaan histologi, jadi hasil akhir sediaan histologi

yang baik sangat tergantung pada cara melakukan fiksasi Nuralim et al.,

( 2017). Penelitian tentang penggunaan larutan fiksasi telah dilakukan oleh

Mujimin & Suratmi (2016) yang menyebutkan perbandingan larutan fiksasi

dan organ sampel yang baik adalah 1:10 dan 1:20. Peneltian tersebut

mendukung hasil dari penelitian ini yang menunjukan perbandingan 1:10

menunjukan hasil yang baik dari sisi pewarnaan inti, Sitoplasma maupun

kemunculan artefak. Hasil penelitian tentang kualitas warna inti menunjukan

nilai yang tidak berbeda dari berbagai perbandingan. Kualitas warna inti tetap

terjaga baik dari kepekaan warna atau detail itu sendiri. Hasil tersebut

didukung oleh penelitian Brilian (2021) yang menyebutkan jika larutan

fiksasi mampu menjaga kualitas atau komponen dari inti. Perbandingan 1:1

pun menghasilkan kualitas yang tidak berbeda dengan kelompok lainnya yang

menunjukan bahwa perbandingan terkecil pun mampu menjaga komponen

dari inti. Hasil ini didukung oleh penelitian (Exbrayat, 2020). yang telah

melaporkan efek fiksasi pada prosedur imunohistokimia dan menyimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan hasil yang diperoleh setelah fiksasi amandel

manusia dengan formalin pada rasio jaringan terhadap volume fiksasi antara

1:1 dan 1:20.

Hasil penelitian tentang kualitas warna sitoplasma menunjukan nilai yang

tidak berbeda dari berbagai perbandingan. Kualitas warna sitoplasma tetap


30

terjaga baik dari kepekaan warna atau detail itu sendiri. Hasil tersebut

didukung oleh penelitian Brilian, (2021) yang menyebutkan jika larutan

fiksasi mampu menjaga kualitas atau komponen dari sitoplasma .

Artefak merupakan struktur buatan atau perubahan jaringan pada slide

mikroskopis dan artefak tersebut mungkin berasal dari sumber luar yang

disebabkan oleh beberapa faktor asing Choudary et,al (2016). Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan kemunculan artefak pada

berbagai perbandingan . Meskipun tidak terdapat perbedaan secara bermakna.

Kemunculan artifak terbesar ditemukan pada kelompok dengan perbandingan

1:1 dan 1:2. Hal ini didukung dengan penelitian Yulianti ( 2023)., yang

menyebutkan artefak fiksasi dapat muncul jika larutan fiksasi yang terlalu

lama atau tidak berjalan secara maksimal. Pada perbandingan 1:5; 1:10 dan

1:20 masih terlihat kemunculan artefak. hal ini menunjukan bahwa artefak

bisa saja muncul meskipun dalam kondisi ideal Hal ini sesaui dengan

penelitian.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan analisa data di atas, penulis dapat

menyimpulkan:

1. Terdapat perbedaan kualitas warna sitoplasma pada berbagai

perbandingan.

2. Tidak terdapat perbedaan kualitas warna inti pada berbagai

perbandingan.

3. Adanya artifak fiksasi yang muncul dari berbagai perbandingan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran

diharapkan penelitian ini dapat dilakukan dengan organ lain, kemudian

menggunakan pewarnaan lain yaitu, pewarnaan histokimia seperti PAS

31
DAFTAR PUSTAKA

Brilian, T. V. (2021). Mikroskopis Jaringan Ginjal Mencit ( Mus Musculus ) yang

Difiksasi dengan Madu Konsentrasi 10 % Selama 24 Jam. Jaringan

Laboratorium Medis, 03(02), 127–133.

Exbrayat, J.-M. (2020). Tissue Preparation. Genome Visualization by Classic

Methods in Light Microscopy, 35–68.

https://doi.org/10.1201/9781420042511-7

Khan, S., Tijare, M., Jain, M., & Desai, A. (2014). Artifacts in Histopathology: A

Potential Cause of Misinterpretation. Research & Reviews: Journal of

Dental Sciences, 2(2), 23–31.

http://rroij.org/jds/index.php/jds/article/view/80

Mujimin, M., & Suratmi, S. (2016). Teknik Mencampur Larutan Fiksasi untuk

Histologi. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, 12(1), 43.

https://doi.org/10.15578/blta.12.1.2014.43-46

Nuralim, E. R., Rahayu, I. D., & Bekti, R. S. (2017). COMPARATIVE

ANALYSIS OF FIXATION USING CARNOY SOLUTION AND

FORMALIN SOLUTION IN CHICKEN EMBRYO ’ S SOMITES ,

NEURAL TUBE , AND VASCULAR AGE OF 48 HOURS WITH

HEMATOXYLIN-EOSIN STAINING Abstract Pendahuluan Embriologi

merupakan ilmu yang sejak dari masa pem. Majalah Kesehatan FKUB, 4(1),

9–16.

32
33

Survana, K. s;Layton C. D. J. (1983). Theory and Practice of Histological


Techniques. In Journal of Clinical Pathology (Vol. 36, Issue 5).
https://doi.org/10.1136/jcp.36.5.609-d
Alwi, M. A. (2011). Studi Awal Histoteknik : Fiksasi 2 Minggu pada Gambaran

Histologi Organ Ginjal, Hepar, dan Pankreas Tikus Sprague Dawley dengan

Pewarnaan Hematoxylin-Eosin. In Journal of Physics A: Mathematical and

Theoretical (Vol. 44, Issue 8).

Indrawati, A. (2017). Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari

http://etd.repository.ugm.ac.id/. Hubungan Regulasi Diri Dalam Belajar Dan

Efikasi Diri Akademik Dengan Prokrastinasi Pada Mahasiswa Akhir,

3(1984), 1–13.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistemadisi 6,

Penertbit Buku Kedokteran . Jakarta: EGC

Firmansyah A, Masyitha D, Zainuddin, Fitriyani, Balqis U, Gani FA, Azhar.

2019. Studi Histologis Usus Halus Sapi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa

Veteriner 3(4): 189-196.

Kumar, G. L., & Kleman, J. A. (2010). Education Guide: Special Stains and H &

E (2nd ed.). California: Dako North America.

Khristian, Erick, & Inderiati, Dewi. 2017. Sitohistoteknologi. Pusat Pendidikan

Sumber Daya Manusia Kesehatan.

Howat WJ, Wilson BA. Tissue fixation and the effect of molecular fixatives on
downstream staining procedures. Methods. Elsevier Inc. 2014;70(1):12–9.
34

Lampiran

Lampiran 1

Lampiran 2
35

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5
36

Lampiran 6

dan kemunculan artifak


Inti Sitoplasma Artifak
Kelompo
No N Mi Mak Media Mi Mak Media Mi Mak Media
k
n s n n s n n s n

1 1:1 5 3 3 3 2,6 2,8 2,8 0,8 1 1


2 1:2 5 3 3 3 2,6 3 2,8 0,8 1,2 1
3 1:5 5 3 3 3 2,6 3 2,8 1 1,4 1
4 1:10 5 3 3 3 2,6 3 3 0,6 0,8 0,6
5 1:20 5 3 3 3 3 3 3 0,2 0,4 0,2
37

Lampiran 7

RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Zahra Sadiyyah

Tempat/Tanggal Lahir : 14,Oktober, 2002

Alamat : Perum. Pesona Kalangsuria Blok A6 No 17,


Rt/Rw 20/06 Desa Kalangsurai Kec. Rengasdengklok Kab. Karawang

Pendidikan

SD Negri Kalangsari 2 : 2008 - 2013

MTs Al – Ikhlas Proklamasi : 2014 - 2016

SMA Darul Falah : 2017 - 2019

TLM D3 FITKES UNJANI : 2020 - 2023


38
39

Anda mungkin juga menyukai