BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Stereokimia
Sejarah stereokimia dimulai pada tahun 1813 ketika ahli fisika Jean
Baptise Biot melakukan percobaan menggunakan cahaya terpolarisasi. Pada tahun
1948, Louis Pasteur menyadari bahwa aktivitas optik disebabkan oleh
pengelompokan asimetris dari atom dalam molekul aktif optik dan bahwa molekul
dari substansi yang sama memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan dan ke
kiri terkait satu sama lain seperti objek untuknya bayangan cermin. Selanjutnya,
Jacobus van’t Hoff pada tahun 1874 mengusulkan karbon tetrahedron. Pada tahun
1894, Emil Fischer merancang rumus dua dimensi untuk suatu molekul yang
digunakan untuk menyatakan konfigurasi tiga dimensi pada pusat kiral dan pada
tahun 1975, Vladmir Prelog bersama Chan dan Ingold yang merancang sistem tata
nama (E) dan (Z) untuk isomer geometri yang dikenal dengan sistem Chan-
Ingold-Prelog.
B. Pengertian Stereokimia
Tangan kiri tidak dapat diimpitkan dengan bayang cerminnya. Bila tangan
kiri itu ditaruh didepan cermin, maka bayangan cerminnya mirip tangan kanan.
Jika tidak ada cermin, maka dapat ditempuh dengan cara; ketupkan tangan kiri
dan kanan dengan tapak yang satu menghadap tapak yang lain, maka akan tampak
sepasang bayangan cermin. Keduanya tidak dapat diimpitkan. Kekiri-kananan ini
juga dijumpai dalam hal sepatu dan sarung tangan.
Obyek apa saja yang tak dapat diimpitkan pada bayangan cerminnya
dikatakan kiral (chiral; Yunani: cheir, “tangan”). Kiralitas (berasal dari bahasa
yunani yakni tangan) mengacu pada benda-benda yang dikaitkan sebagai
bayangan cermin yang tak terimpitkan dan istilah ini diperoleh dari kenyataan
bahwa tangan kiri dan tangan kanan adalah contoh dari benda kiral.
Gambar 1. suatu obyek kiral tak dapat diimpitkan pada bayangan cerminnya
4
atau –CH3), maka karbon itu tidak mungkin kiral. Tetapi dalam beberapa kasus
masalah itu dapat lebih menantang. Dalam hal-hal ini tiap gugus keseluruhan yang
terikat pada karbon yang dipertanyakan, harus diteliti, jadi tidak hanya atom-atom
yang terikat langsung pada karbon itu.
3. Proyeksi Fischer
Dalam akhir abad 19, seorang ahli kimia Jerman Emil Fischer
mengemukakan rumus proyeksi untuk menunjukkan penataan ruang dari gugus di
sekitar atom kiral. Rumus proyeksi ini disebut proyeksi Fischer. Karena Fischer
mengembangkan rumus-rumus ini untuk menyatakan molekul gula, maka disini
akan digunakan gula tersederhana untuk menggambarkan tipe proyeksi Fischer
yang lazim dipakai dewasa ini: 2,3-dihidroksipropanol (biasa disebut
gliseraldehida) dan 2,3,4-trihidroksibutanol (eritrosa). Gliseraldehida mempunyai
satu atom karbon kiral (karbon 2), sementara eritrosa mempunyai dua karbon kiral
(karbon 2 dan 3).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarah stereokimia dimulai pada tahun 1813 ketika ahli fisika Jean
Baptise Biot melakukan percobaan menggunakan cahaya terpolarisasi.
Kemudian dilanjutkan oleh beberapa ahli lainnya hingga menghasilkan
teori-teori maupun prinsip.
2. Stereokimia adalah studi mengenai molekul-molekul dalam ruang tiga
dimensi yakni bagaimana atom-atom dalam sebuah molekul ditata dalam
ruangan satu relatif terhadap yang lain
3. Kiralitas (berasal dari bahasa yunani yakni tangan) mengacu pada benda-
benda yang dikaitkan sebagai bayangan cermin yang tak terimpitkan dan
istilah ini diperoleh dari kenyataan bahwa tangan kiri dan tangan kanan
adalah contoh dari benda kiral. Molekul kiral adalah molekul yang
mempunyai bayangan cermin tidak superimposabel (tidak dapat
bertumpukan ). Suatu molekul organik disebut molekul kiral jika terdapat
minimal 1 atom C yang mengikat empat gugus yang berlainan.
B. Saran
Saran dari penulisan makalah ini yakni diharapkan kita bisa mengerti
tentang stereokimia maupun kiralitas. Jadi, belajar itu tidak hanya dari satu
buku tetapi dari buku lain juga, karena buku adalah ilmu pengetahuan untuk
kita. Keraguan bukanlah lawan keyakinan, keraguan adalah sebuah elemen dari
kegagalan. Dan kita tidak harus takut pada kegagalan. tetapi pada keberhasilan
melakukan sesuatu yang tidak berarti.
9
DAFTAR PUSTAKA