Anda di halaman 1dari 83

EFEKTIVITAS FARMAKOLOGI NIFEDIPIN SEBAGAI

TOKOLITIK PADA UTERUS KONTRAKTIL

EFFECTIVENESS OF THE PHARMACOLOGY OF NIFEDIPINE AS


TOCOLYTIC IN CONTRACTILE UTERUS

OLEH

NAMA : Nevi Sulvita Karsa


NIM : P1503216001

SEKOLAH PASCASARJANA
ILMU BIOMEDIK FARMAKOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
EFEKTIVITAS FARMAKOLOGI NIFEDIPIN SEBAGAI TOKOLITIK
PADA UTERUS KONTRAKTIL

EFFECTIVENESS OF THE PHARMACOLOGY OF NIFEDIPINE AS


TOCOLYTIC IN CONTRACTILE UTERUS

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Disusun dan diajukan oleh:

Nevi Sulvita Karsa


Nomor Pokok : P1503216001

SEKOLAH PASCASARJANA
ILMU BIOMEDIK FARMAKOLOGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nevi Sulvita Karsa


No.Stambuk : P1503216001
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi : Farmakologi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini


benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa keseluruhan tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 10 Agustus 2018

Yang menyatakan

Nevi Sulvita Karsa


PRAKATA

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka

penyelesaian Program Magister S2 pada Pascasarjana Ilmu Biomedik

Kosentrasi Farmakologi Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak

yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil langsung atau

tidak langsung. Oleh karena itu dengan rasa hormat penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Rektor, Direktur Pascasarjana Universitas Hasanuddin atas

kesediannya menerima penulis sebagai peserta pendidikan di Program

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

2. DR. dr. Mardiah Tahir, SP.OG(K) selaku ketua program studi ilmu

biomeik Universitas Hasanuddin yang senantiasa memantau

kelancaran pendidikan penulis.

3. Prof dr. Peter Kabo Ph.D Sp.FK Sp.JP selaku ketua Komisi Penasehat

dan Prof. Dr. M. Natsir Djide, M.si, Apt selaku Sekretaris Komisi

Penasehat yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan,

arahan dan nasehat kepada penulis


4. Dr. dr. Burhanuddin Bahar, MS sebagai pembimbing statistik dan

penguji yang ditengah kesibukannya telah memberikan waktu dan

pikiran beliau untuk membantu penulis dalam menyelesaikan

penulisan hasil penelitian ini.

5. Dr.dr. Nasrudin AM,Sp.OG(K), MARS selaku pembimbing dalam

bidang Obstetri dan Ginekologi dan penguji yang telah memberikan

banyak masukan dan perbaikan tesis ini.

6. Almarhum dr. Danny Suwandi, Ph.D, selaku penguji yang semasa

hidup beliau telah memberikan ilmu pengetahuan yang berharga

khususnya dalam bidang farmakologi.

7. Guru-guru kami selama membina ilmu di program studi ilmu biomedik

yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berupaya

memberikan bimbingan dan pelajaran agar menjadikan penulis

mempunyai ilmu pengetahuan mengenai biomedik khususnya bidang

farmakologi menjadi lebih terarah dan berkualitas.

8. Bapak Direktur RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar atas kesediannya

memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani penelitian di

rumah sakit tersebut.

9. Semua teman sejawat peserta Magister S2 pada Pascasarjana Ilmu

Biomedik Kosentrasi Farmakologi atas bantuan, kebersamaan dan

kerjasama yang baik selama penulis menjalani pendidikan.

Tak lupa ucapan terima kasih yang tulus juga penulis sampaikan

kepada Ayahanda Ir.H.Sukardi , Ibunda Hj. Sabtiara, Ayahanda mertua


H.Zainal Abidin, Ibunda Mertua Hj.Relawati achmad, Suami dr.

Mohammad Reza zainal, Anak-anakku Muhammad Dilfa Ataqa Reza, Dinan

Githrif Reza, dan Delisha Azzahra Reza serta saudara-saudara saya

Sigit saputra Karsa, Elvia Chairunnisa dan Salman alfariz Karsa yang

senantiasa mendukung dalam doa, memberikan dorongan dan semangat

yang sangat berarti bagi penulis selama mengikuti pendidikan. Serta semua

pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu.

Dan akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat

memberikan manfaat bagi perkembangan Magister S2 pada Pascasarjana

Ilmu Biomedik Kosentrasi Farmakologi di masa mendatang. Tak ada gading

yang tak retak, tak lupa penulis mohon maaf untuk hal-hal yang tidak

berkenan dalam penulisan ini karena penulis menyadari sepenuhnya

bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan.

Makassar, 10 Agustus 2018

Nevi Sulvita Karsa


DAFTAR TABEL

Daftar Tabel Hal

Tabel 1 : Skor Tokolitik Baumgarten…………… …………….. 15

Tabel 2 : Definisi Operational…………………… …………….. 32

Tabel 3 : Tabel Wilcoxon Signed Rank Test………………… 35

Tabel 4 : Karateristik Pasien Uterus Kontraktil………………. 42

Tabel 5 : Pengaruh pemberian nifedipin sebelum dan……… 45

sesudah terapi terhadap kontraksi

Tabel 6 : Pengaruh pemberian nifedipin sebelum dan ……… 47

sesudah terapi terhadap skala nyeri

Tabel 7 : Pengaruh pemberian nifedipin sebelum dan……… 48

sesudah terapi terhadap tekanan darah

Tabel 8 : Efek samping pemberian terapi nifedipin…………. 50

Tabel 9 : Uji Wilcoxon terhadap variabel kontraksi…………. 51

Tabel 10 : Uji Wilcoxon terhadap variabel nyeri ……………. 52


DAFTAR GAMBAR

Daftar Gambar Hal

Gambar 1 : Mekanisme Kontraksi Uterus………………… 9


DAFTAR SINGKATAN

BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah

BPOM : Badan Pengawasan Obat dan Makanan

MLCK : Calcium Dependent Myosin Light Chain Kinase

CTG : Cardio Tocography

DEPKES : Departemen Kesehatan

FDA : Food And Drug Administration

IL : Interleukin

NICU : Neonatal Intensive Care Unit

OBGYN : Obstetri Ginekologi

PTB : Preterm Labor

POGI : Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RS : Rumah Sakit

RSIA : Rumah Sakit Ibu dan Anak

TNF : Tumor Necrosis Factor

UGD : Unit Gawat Darurat

USG : Ultrasonografi

WHO : World Health Organization


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 5

C. Tujuan Penellitian ................................................................ 5

D Manfaat Penelitian................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kontraksi Uterus................................................................ 7

B. Persalinan Prematur …………………………………………. 12

C. Tokolitik.............................................................................. 16

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori.................................................................... 30

B. Kerangka konsep................................................................. 31

C. Definisi operational.............................................................. 32

BAB IV METODE PENELITAN

A. Rancangan Penelitian .......................................................... 34

B. Waktu dan lokasi Penelitian ..................................................34

C. Populasi dan Sampel ............................................................34

D. Prosedur Penelitian .............................................................. 36

E. Analisa data.. ........................................................................ 40

F. Alur Penelitian........................................................................ 41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil........................................................................... 42

B. Pembahasan............................................................. 53

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan.................................................................. 63

B. Saran.......................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bayi berat lahir rendah adalah bayi lahir dengan berat badan 1500

gram sampai kurang dari 2500 gram. Menurut World Health Organization

(WHO), diantara 130 juta bayi yang lahir setiap tahun di seluruh dunia, 8

juta meninggal sebelum mereka mencapai waktu kelahirannya. Di

Amerika Serikat 17% sampai 34 % dari kematian bayi dikaitkan dengan

prematuritas. Masalah bayi berat lahir rendah merupakan masalah

utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Bayi berat lahir

rendah merupakan penyebab terjadinya peningkatan angka mortalitas

dan morbiditas pada bayi, penyebab utamanya adalah prematuritas .

(Louis , 2010 ; Boyle, 2012)

Kelahiran prematur menjadi masalah global yang terjadi di berbagai

negara di dunia. Di negara yang berpenghasilan rendah, 12% bayi

dilahirkan prematur dan di negara yang berpenghasilan tinggi bayi

yang lahir prematur mencapai angka 9%. Sepuluh negara dengan kasus

persalinan prematur tertinggi adalah India, China, Nigeria, Pakistan,

Indonesia, Amerika Serikat, Bangladesh, Filipina, Republik Kongo, dan

Brazil. Menurut WHO, angka kelahiran prematur di

Indonesia termasuk dalam 10 negara teringgi di dunia yaitu 15,5%

dari 100 kelahiran bayi. ( who 2017, Manuaba 2012)


Kontraksi uterus merupakan gejala dan tanda utama persalinan

prematur, maka inhibisi kontraksi uterus dengan tokolitik dilakukan untuk

memperpanjang kehamilan dan menunda persalinan. Agen tokolitik

diberikan untuk menghentikan kontraksi uterus selama masa akut.

Persalinan premature didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi

antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu. (

POGI 2011, Schleubner 2013, who 2017)

Berbagai masalah dapat ditimbulkan oleh kelahiran prematur. Bayi

prematur mempunyai risiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan

bayi yang lahir cukup bulan. Masalah lain yang dapat timbul akibat

kelahiran prematur adalah masalah perkembangan neurologi yang

bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti kebutaan, gangguan

penglihatan, dan tuli. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas

sumber daya manusia di masa yang akan datang. (Manuaba 2012,

Cunningham 2013)

Usaha pencegahan dan penatalaksanaan persalinan preterm

dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan hidup bayi baru lahir

dengan meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi.

Penatalaksanaan yang dilakukan meliputi istirahat, hidrasi, intervensi

farmakologis, dan kombinasi ketiganya. Menurut Protocols Tocolytic

2011, Tokolitik merupakan agen farmakologis dan terapi yang

digu nakan dalam mencegah kelahiran prematur, merelaksasi

miom etrium uterus dan menghambat kontraksi uterus sehingga dapat


memperpanjang masa kehamilan dan mengurangi komplikasi neonata.

Tokolitik beraksi melalui berbagai mekanisme untuk menurunkan

availabilitas ion kalsium intraseluler yang akan menghambat interaksi

aktin-myosin. (Manuaba, 2012; Cunningham, 2013)

Kemampuan obat tokolitik dalam mensupresi kontraksi uterus

pertama kali diketahui pada tahun 1959, ketika Hall et al

mengobservasi kemampuan tokolitik magnesium sulfat (MgSO4).

Selain MgSO4, terdapat golongan obat tokolitik lain, yaitu Calcium

Channel Blockers, betamimetics, oxytocin receptor antagonists, dan

NSAID. Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti obat manakah

yang menjadi obat tokolitik lini pertama, walaupun magnesium sulfat dan

nifedipin masih menjadi obat yang paling banyak digunakan di Amerika

Serikat saat ini. ( Gde Agung ,2014; Clinical Practice Guideline,

2015)

Pemberian tokolitik dikontraindikasikan dimana jika

memperpanjang kehamilan dapat membahayakan atau menyebabkan

kerusakan pada ibu atau janin. (Schleubner,2013; Clinical Practice

Guideline, 2015,Simhan,2017)

Obat yang digunakan sebagai tokolisis adalah Nifedipine dengan

dosis 5-10 mg. Nifedipine dapat diberikan sublingual setiap 15-20

menit dalam 3 dosis, dan 10-20 mg yang dapat diberikan melalui

mulu t/oral selama 4-6 jam untuk persalinan prematur yang diberikan

bersamaan dengan kortikosteroid. Manfaat kortikosteroid antenatal


adalah untuk pematangan paru janin, mencegah sindrom gangguan

pernapasan, perdarahan intraventrikular dan kematian pada janin.

Penggunaan nifedipin oral 10 atau 20 mg didukung secara kuat

dengan bukti klinis dalam mengatasi persalinan preterm secara akut. .

(Gaspar,2013; Cornette,2010; Clinical Practice Guideline,

2015;Simhan,2017)

Efek samping nifedipin merupakan akibat vasodilatasi yang

berlebihan berupa pusing, mual, flushing, hipotensi, edema paru dan

gagal jantung. Penurunan tekanan darah pada wanita normotensi yang

sedang diberi tokolitik pada umumnya terjadi tetapi asimtomatik dan

secara klinik tampaknya tidak bermakna.( Clinical practice

guideline,2015; Simhan,2017)

Dimulai tahun 2000 beberapa peneliti mulai menganjurkan


penggunaan nifedipin, salah satu jenis antagonis kalsium yang selama
ini banyak digunakan sebagai obat anti hipertensi, didalam usaha
untuk mencegah persalinan prematur. Penelitian in vitro menunjukkan
bahwa nifedipin secara signifikan menghalangi aktifitas kontraksi
uterus pada wanita hamil dengan menghalangi aliran kalsium pada
membran sel otot. Nifedipin menghalangi aaktifitas kontraksi baik yang
diinduksi oleh potassium, oksitosin, prostaglandin dan vasopressin
(Tsatsaris et al., 2001; Papatsonis et al., 2007). Penelitian yang
dilakukan terhadap ibu yang mengalami uterus kontraktil yang
diberikan terapi nifedipin menyatakan keamanan perkembangan bayi
sampai umur 18 bulan ( efek jangka panjang). (Smith et al., 2000 ;
Papa tsonis et al., 2007). Begitupun dengan efek tekanan darah ibu
hamil yang diberikan nifedipin yang memberikan hasil penelitian bahwa
pada orang normal penurunan tekanan darah tidak bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh mekanisme reflek baroreseptor yang masih
baik akan mempertahankan tekanan darah normal, sedangkan
mekanisme ini pada penderita hipertensi telah terganggu (Smith et al.,
2000). Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya nifedipin
memberi harapan dalam memperoleh obat yang cukup potensial
dalam menghambat terjadinya kontraksi sehingga persalinan prematur
dapat dicegah. Namun belum ada penelitian yang melihat dosis efektif
dalam mengurangi kontraksi dan nyeri pada uterus kontraktil, sehingga
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas farmakologi
nifedipin sebagai tokolitik pada ibu hamil yang mengalami uterus
kontraktil.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efektivitas farmakologi nifedipin sebagai tokolitik pada

uterus kontraktil?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas farmakologi nifedipin sebagai tokolitik pada

uterus kontraktil

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya dosis efektif Nifedipin sebagai tokolitik terhadap

kontraksi dan nyeri pada uterus kontraktil

b. Diketahuinya durasi/lama kerja Nifedipine sebagai tokolitik pada

uterus kontraktil
c. Diketahuinya efek penggunaan nifedipin terhadap kontraksi pada

uterus kontraktil

d. Diketahuinya efek penggunaan nifedipin terhadap skala nyeri pada

uterus kontraktil

e. Diketahuinya efek samping yang muncul dalam penggunaan

Nifedipin sebagai tokolitik

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat pengembangan ilmu

Menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam penggunaan nifedipin

sebagai tokolitik pada uterus kontraktil

2. Manfaat aplikasi klinis

Penelitian ini diharapkan agar praktisi dapat mengetahui dosis yang

tepat pada penggunaan Nifedipin sebagai tokolitik dan menjadi bahan

pertimbangan dalam menentukan terapi yang tepat pada pasien

dengan uterus kontraktil serta mengetahui efek samping yang dapat

ditimbulkan.

3. Manfaat bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi dan edukasi bagi masyarakat tentang

pentin
gnya menjaga kesehatan kehamilan agar tudak terjadi uterus

kontr
aktil sehingga dapat terhindar dari persalinan prematur.
BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

A. KONTRAKSI UTERUS

Uterus terdiri dari tiga lapisan otot polos, lapisan luar longitudinal,

lapisan dalam sirkular dan diantara dua lapisan ini terdapat lapisan

dengan otot-otot yang seperti beranyaman “tikar”. Seluruh lapisan otot ini

bekerjasama dengan baik, sehingga terdapat sifat-sifat pada waktu

kontraksi yang sempurna:

a). Kontraksi yang simetris

b). Kontraksi paling kuat atau adanya dominasi difundus uteri.

c).Terjadi relaksasi.

Mekanisme kontraksi otot polos pada umunya dan uterus pada

khususnya yaitu :

1. Interaksi antara aktin dan miosin pada otot polos uterus

ternyata berbeda dibanding otot rangka

2. Peranan dominan kalsium intraseluler pada kontraksi otot

polos uterus

3. Sdanya “New second messenger” yaitu inositol

triphosphat.

D ikatakan bahwa Kalsium merupakan denominator umum ketiga

al
h dia atas. ( Lucka,1999; Lisonkova 2012)
Miosin terdiri dari 4 rantai polipeptida, 2 rantai berat dan 2 rantai

ringan. Pada kontraksi, rantai ringan mengalami fosforilasi oleh Myosin Light

Chain Kinase (MLCK) bila konsentrasi kalsium meningkat. Interaksi antara

aktin dan miosin hanya dapat terjadi bila miosin telah mengalami fosforilasi

dan proses kompleks Kalsium-Kalmodulin–MLCK. Bila kadar kalsium

menurun kalmodulin akan terlepas dari MLCK dan MLCK menjadi inaktif.

MLCK ini dideaktivasi melalui proses fosforilasi, yaitu suatu proses yang

dimediasi oleh cAMP.

.Otot polos mempunyai beragam cara dalam mencetuskan

kontraksi atau relaksasi sebagai respon terhadap hormon,neurotransmiter,

dan substansi lain yang berbeda. Stimulus yang memicu sebagian besar

kontraksi otot polos adalah adanya peningkatan ion kalsium intra sel di sel

miometrium. Voltage Gated Ca2+ channels (VGCCs) memediasi Ca2+

masuk dalam depolarisasi membran dan mengatur proses intraseluler

seperti kontraksi. Ca2+ mengikat kalmodulin dan mengaktifkan rantai

ringan myosin kinase (MLCK) dalam sel-smiometrium dan karena itu

mengarah ke fosforilasi serine 19 pada rantai ringan myosin. Ada dua

mekanisme untuk peningkatan aktivator Ca2+, melintasi membran

permukaan melalui VGCCs dan melalui retikulum sarkoplasma. Dalam

rahim, di mana tindakan potensial terjadi, depolarisasi dan pembukaan

yang dihasilkan dari VGCCs menjadi sumber utama dari Ca2+ untuk

kontraks i. Setiap kontraksi disertai dengan Ca2+ di dalam uterus, dan


kontraksi berakhir jika VGCCs diblok. (Guyton C& Hall JE,2006;

Lisonkova, 2012)

Gambar 1 Mekanisme kontraksi uterus

Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus adalah melalui 2 cara

yaitu :

(1) Kontraksi oleh ion kalsium

Otot polos tidak mengandung troponin,dimana troponin merupakan

protein pengatur yang diaktifkan oleh ion kalsium untuk menimbulkan

kontraks i otot rangka. Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos

mengandung sejumlah besar protein pengaturan yang lain yang disebut

kalmodulin. Walaupun protein ini serupa dengan troponin, kalmodulin


mempunyai cara yang berbeda dalam memicu kontraksi. Kalmodulin

melakukan hal ini dengan mengaktifkan jembatan silang miosin. Proses

aktivasi ini dan kontraksi selanjutnya terjadi dalam urutan sebagai berikut :

(1) Ion kalsium berikatan dengan kalmodulin, (2) Kombinasi kalmodulin-

ion kalsium kemudian bergabung dengan sekaligus mengaktifkan miosin

kinase, yaitu suatu enzim yang melakukan fosforilasi, (3) Salah satu rantai

ringan dalam setiap kepala miosin yang disebut rantai pengatur,

mengalami fosforilasi sebagai respon terhadap miosin kinase. Bila rantai

ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin

dengan filamen aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan

mengalami fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara

berulang dengan filament aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus

tarikan berkala sehingga menghasilkan kontraksi otot uterus. ( Guyton C &

Hall JE,2006)

Bila konsentrasi ion kalsium menurun di bawah nilai kritis, proses

yang telah disebutkan di atas akan berlangsung terbalik secara otomatis,

kecuali untuk fosforilasi kepala miosin. Pembalikan proses ini membutuhkan

enzim lain, yaitu miosin fosfatase, yang terletak di dalam cairan pada sel

otot polos, yang menguraikan fosfat dari rantai ringan pengatur. Kemudian

siklus berhenti dan kontraksi berakhir. ( Guyton C & Hall JE,2006)


(2) Kontraksi yang disebabkan oleh hormon.

Suatu hormon dapat menimbulkan kontraksi otot polos bila membran sel

otot mengandung reseptor perangsang bergerbang hormon untuk hormon

tertentu. Sebaliknya hormon akan menimbulkan inhibisi jika membran

mengandung reseptor penghambat untuk hormon tersebut daripada

mengandung reseptor perangsang (Guyton C & Hall JE, 2006).

Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin,

norepinefrin, angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitosin,serotonin, dan

histamine. Beberapa reseptor hormon pada membran otot polos akan

membuka kanal ion kalsium dan natrium serta menimbulkan depolarisasi

membran. Kadang timbul potensial aksi yang terjadi. Pada keadaan lain,

terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan depolarisasi

ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada

uterus. (Dolphin, 2012 ; Guyton C & Hall JE, 2006)

Pada infeksi dan inflamasi dapat menginduksi kontraksi uterus.

Banyak mikroorganisme yang menghasilkan fosfolipid A2 dan C sehingga

meningkatkan konsentrasi asam arakidonat secara lokal dan pada

gilirannya dapat menyebabkan pelepasan PGF-2 dan PGE-2 sehingga

terjadi kontraksi miometrium uterus. Selain itu pada keadaan infeksi terdapat

juga produk sekresi dari makrofag/monosit berupa interleukin-1 dan

interleukin-6, sitokin, tumor necrosis factor, yang juga akan

menghasikan sitokin dan prostaglandin. (Gaspar, 2013)


B. PERSALINAN PREMATUR

Kontraksi uterus merupakan gejala dan tanda terjadinya persalinan

prematur. Persalinan prematur didefinisikan sebagai kontraksi regular

disertai perubahan pada serviks yang terjadi pada usia kehamilan 20

minggu sampai kurang dari 37 minggu. Badan Kesehatan Dunia (WHO)

menyatakan bahwa bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia

kehamilan 37 minggu atau kurang. Persalinan preterm merupakan hal

yang berbahaya karena potensial meningkatkan kematian perinatal sebesar

60%-80%, umumnya berkaitan dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh kelahiran prematur dan

pertumbuhan janin yang terhambat.(POGI, 2011; Clinical Practice

Guideline, 2015)

Adapun persalinan prematur diklasifikasikan menurut kejadiannya

digolongkan menjadi idiopatik/spontan dan iatrogenik/ elektif. Sekitar 50%

penyebab persalinan prematur tidak diketahui penyebabbya sehingga

digolongkan pada kelompok idiopatik. Menurut usia kehamilannya

diklasifikasikan dalam Preterm (usia kehamilan 32-36 minggu), very

preterm (usia kehamilan 28-32 minggu) dan extremely preterm (20-27

minggu). Sedangkan menurut berat badan lahir, bayi kurang bulan dibagi

dalam kelompok berat badan lahir rendah (1500-2500 gram), berat badan

lahir sangat rendah (1000-1500 gram) dan berat badan lahir ekstrim

rendah (<1000 gram). (POGI,2011 ; Blencowe et al, 2013)


Tujuan diagnosis adalah untuk mendeteksi kondisi yang menjadi

predisposisi persalinan prematur dan untuk memberikan penilaian objektif

apakah presalinan pretmatur telah mulai terjadi (karakteristik kontraksi,

efek kontraksi pada serviks, ketuban pecah dini). Gejala dini persalinan

prematur nyeri perut bawah dan atau kram atau pelvic pressure dan nyeri

pinggang belakang.(POGI, 2011; Schleubner E, 2013)

beberapa indikator dapat dipakai untuk meramalkan

terjadinya persalinan prematur, yaitu sebagai berikut: (Prawihardjo,

2014; Schleubner E, 2013)

1. Indikator klinik

Indikator klinik yang dapat dijumpai seperti timbulnya kontraksi

uterus ( intensitas, frekuensi dan durasi ), Kriteria Creasy dan

Heron yaitu kontraksi uterus 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam

1 jam,dan disertai dengan salah satu dari pecahnya ketuban,

pembukaan serviks > 2 cm dan pendataran serviks > 50%.

Perubahan serviks dengan memeriksa panjang dan pembukaan

serviks.

2. Indikator laboratorik

Beberapa indikator laboratorik yang bermakna antara lain adalah

jumlah leukosit dalam air ketuban (20/ml atau lebih), pemeriksaan

C RP (>0,7 mg/ml), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu

(>13.000/ml)
3. Indikator biokimia

a. Fibronektin janin: peningkatan kadar fibronektin janin pada vagina,

serviks, dan air ketuban memberikan indikasi adanya gangguan pada

hubungan antar korion dan desidua. Pada kehamilan 24 minggu atau

lebih, kadar fibronektin janin 50ng/ml atau lebih mengindikasikan

risiko persalianan prematur.

b. Corticotropin Releasing Hormone (CRH): peningkatan CRH dini

atau pada trimester 2 merupakan indikator kuat untyk terjadinya

persalinan premature.

c. Sitokin inflamasi: pada keadaan normal (tidak hamil) kadar isoferitin

sebanyak 10 U/ml. Kadarnya meningkat secara bermakna selama

kehamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8±53

U/ml. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya

persalinan prematur.

d. Feritin: Rendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitive

untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan

dengan berbagai keadaan fase akut termasuk kondisi inflamasi.

Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan

kadar feritin dan kejadian penyulit kehamilan, termasuk

persalinan prematur.

Parameter yang dipakai untuk memprediksi persalinan

prematur :
a. Skor tokolitik menurut Baumgarten (Bhimantoro, 2003)

Tabel 1. Skor tokolitik Baumgarten (Bhimantoro, 2003)

Nilai 0 1 2 3 4

Tidak Tidak
Kontraksi Teratur - -
ada Teratur

utuh Pecah
diatas/ Pecah
Ketuban - -
dibawah
tdk jelas

Tidak
Perdarahan spotting perdarahan
ada

Dilatasi Tidak
1 cm 2 cm 3 cm 4 cm
Serviks ada

Skor tokolisis menurut Baumgarten merupakan parameter yang

baik untuk memprediksi persalinan prematur dengan atau tanpa adanya

ketuban pecah dini. Skor tokolisis ini mengevaluasi kemungkinan

terjadinya persalinan prematur dengan mengkombinasikan 4 faktor

klinis yaitu adanya kontraksi uterus, utuh/tidaknya kulit ketuban,

keluarnya lendir darah dan dilatasi serviks. Pada beberapa penelitian

didapatkan angka kejadian persalinan premature sebesar 10% pada skor

tokolisis Baumgarten < 3. Bila skor tokolisis Baumgarten > 4 maka angka

kejadian persalinan prematur meningkat sebesar 85% (Goffinet,

2005;Leitich, 2005).
C. TOKOLITIK

Tokolitik adalah penghambatan kontraksi miometrium, sedangkan

obat yang digunakan disebut agent tokolitik.Tujuan pemberian tokolitik

adalah untuk menghilangkan kontraksi uterus sehingga persalinan

prematur dapat dihambat. Sudah dibuktikan secara meta analisis bahwa

tokolitik dapat memperpanjang fase laten persalinan prematur antara

24–48 jam, yang dipergunakan untuk mempersiapkan pematangan

paru janin serta memberikan kesempatan merujuk pasien ke fasilitas

pelayanan kesehatan tersier yang mempunyai fasilitas perawatan bagi

bayi prematur. ( Manuaba,2012; Cunningham et

al,2013;Prawihardjo,2014)

Tujuan pemberian tokolitik adalah: ( POGI, 2011; Manuaba,2012;

Clinical Practice Guideline, 2015)

• Untuk menghentikan kontraksi otot uterus

• Tersedia waktu untuk merujuk ibu ke rumah sakit dengan

fasilitas yang lebih baik untuk melakukan perawatan neonatus.

• Terdapat peluang untuk memberikan kortikosteroid sehingga

dapat mengurangi kemungkinan komplikasi prematur yang lebih

serius:

a. Perdarahan intrakranial

b. Komplikasi paru: RDS


c. Komplikasi fatal lainnya seperti Enterrokolitis nekrotikans

dan menghindari terjadinya persisten duktus arteriosus Botalli.

d. Terdapat peluang waktu untuk memberikan antibiotik,

sehingga dapat memutus mata rantai proses persalinan

prematur akibat infeksi, khususnya streptokokus grup B dan

bakterial vaginosis.

Jenis-jenis obat yang mempunyai efek sebagai tokolitik

adalah : (POGI,2011; Simhan,2017)

a) Beta agonis

Beta agonis yang sering digunakan sebagai tokolitik adalah

Terbutaline, Ritodrine,Salbutamol, isoksuprin. Beta agonis

mengikat diri pada reseptor di membran dan kompleks ini

akan mengaktivasi adenilat siklase sehingga terjadi

peningkatan cyclic AMP yang menurunkan kalsium

intraseluler dan menghambat MLCK secara langsung.

Pada umumnya beta agonis efektif menghentikan kontraksi

untuk 48 jam pada 80-90% wanita. Beta agonis

dimetabolisme di hati dan di ekskresi melalui urin.

Berbagai efek samping dikarenakan stimulasi reseptor beta di

hati dan jantung seperti pada kardiovaskuler yaitu hipotensi,

takikardia dan aritmia jantung.


b) Calcium channel blockers

Nifedipin merupakan calcium channel blocker yang paling

sering digunakan dalam tokolisis. Mekanisme kerjanya

adalah blokade pada chanel kalsium. Nifedipin dapat

menghambat pengeluaran kalsium dari retikulum

sarkoplasma serta meningkatkan refluks kalsium dari dalam

sel. Sehingga terjadi penurunan kalsium bebas intraseluler

yang mengakibatkan inhibisi fosforilase MLCK sehingga

terjadi relaksasi miometrium.

c) Prostaglandin synthetase inhibitors

Prostaglandin berperan pada proses persalinan dengan

menstimulasi terbentuknya gap junction dan meningkatkan

kadar kalsium bebas intraseluler dengan meningkatnya

masuknya kalsium melalui membran sel dan menstimulasi

pelepasan kalsium dari retikulum sarkoplasma.

Inhibitor sintesis prostaglandin seperti indometasin, Movicox

(meloxicam) adalah inhibitor reversibel siklooksigenase,

sehingga menurunkan kadar prostaglandin dan

menghilangkan kontraktilitas miometrium. Indometasin

dimetabolisme di hati dan dieksresikan melalui urin.


d) Magnesium sulfat

Magnesium menurunkan frekuensi depolarisasi sel otot polos,

berkompetisi dengan kalsium untuk masuk dalam sel melalui

channel kalsium. Disebutkan pula bahwa magnesium secara

kompetitif terikat pada penyimpanan kalsium dalam reticulum

endoplasma sel. Walaupun sejak lama telah digunakan untuk

tokolitik namun efisiensinya belum terbukti.

e) Oxytocins receptor antagonist ( atosiban)

Atosiban adalah antagonis reseptor oksitosin-vasopresin

yang dapat menghambat kontraksi miometrium.

Mekanismenya adalah inhibisi kompetitif reseptor oksitosin.

Oksitosin sendiri menstimulasi kontraksi melalui stimulasi

pelepasan kalsium intraseluler dari retikulum sarkoplasma. Jadi

antagonis oksitosin mengakibatkan menurunnya kalsium

bebas intraseluler yang mengakibatkan menurunnya

kontraktilitas miometrium.

Sebuah penelitian yang menguji efektivitas tokolitik (ritodrine,

isoxuprine, terbutaline, magnesium sulphate,indomethacin, dan

atosiban) dibandingkan dengan placebo dan mempunyai efek

yang signifikan menunda persalinan dalam 24 jam, 48 jam, dan

7 hari.Pemilihan obat hendaknya mempertimbangkan rasio


manfaat dan risiko dari masing-masing obat.Dari segi efektivitas

tokolitik, hanya terdapat sedikit perbedaan efek dalam menunda

kelahiran.Namun perbedaan risiko efek samping pada ibu dan

bayi (termasuk perinatal) cukup besar. (Clinical Practice

Guideline, 2013)

Pemberian tokolitik dikontraindikasikan dimana jika

memperpanjang kehamilan dapat membahayakan atau

menyebabkan kerusakan pada ibu atau janin. Kontraindikasi

tokolitik meliputi Chorioamnionitis, Perdarahan antepartum yang

signifikan, Dilatasi serviks stadium lanjut, CTG yang abnormal,

Insufisiensi plasenta, preeklampsia/eklampsia, lethal congenital /

Kromosomal malformasi, alergi maternal terhadap agen tokolitik,

Usia gestasional < 24 minggu atau 39 minggu.

(Schleubner,2013; Clinical Practice Guideline,

2015,Simhan,2017)

D. NIFEDIPIN

Nifedipin termasuk obat golongan antagonis kalsium. Nifedipin

adalah derivat dihydropyridin dengan nama kimia 1,4 dihydro-2,6-

dimethyl-4-(2-Nitrophenyl) - pyridin -3,5-dicarboxylic acid dimethyl

ester. (Schleubner,2013; Gaspar,2013)


Gambar 2. Struktur Kimia Nifedipine

Berdasarkan struktur kimianya,calcium chanel blocker dapat

dibedakan atas 5 golongan yaitu Dihidropiridin (DHP) seperti

nifedipin,nikardipin,amlodipin,golongan Difenilalkilamin seperti

verapamil,golongan benzodiazepin seperti diltiazem, golongan

piperazin seperti flunarizin, dan lain-lain seperti perheksilin dan

prenilamin.( Farmakologi dan terapi,2007)

Kalsium antagonis dibagi menjadi 2 kategori besar berdasarkan

efek fisiologisnya yaitu golingan dihidropiridine yang menghambat

pompa calcium tipe L serta verapamil dan diltiazem. Dihidropiridine

merupakan vasodilator yang potensial dengan sedikit sampai tidak

ada efek negatif pada konduksi dan kontraktilitas jantung. Dapat

dibagi menjadi 3 kategori berdasar waktu paruh dan efek pada

kontraktilitas jantung, yaitu aksi cepat, aksi sedang dengan sedikit

pengaruh pada aktivitas jantung ( nifedipin, nicardipin) dan aksi

lambat dengan tanpa pengaruh pada aktivitas jantung (amlodipin). (

Simhan,2001)
Kalsium antagonis lebih direkomendasikan menurut guideline

Royal College karena efektivitas dan tolerabilitasnya. Meta-analisis

Cochrane terhadap 12 randomized controlled trial (RCT) menyatakan

bahwa nifedipin merupakan kalsium antagonis yang paling banyak

digunakan dan lebih baik dibanding betamimetik. Penggunaan

nifedipin menurunkan frekwensi perdarahan intraventrikular

neonatus, respiratory distress syndrome, dan necrotizing

enterocolitis. Efek sampingnya meliputi flushing, nausea, nyeri

kepala, palpitasi, dan refleks takikardi didapatkan lebih ringan

dibanding betamimetik. ( Schleubner,2013; Giles,2007)

Nifedipin hanya diberikan per oral baik dalm bentuk tablet ataupun

kapsul. Penggunaannya sebagai terapi pada uterus kontraktiil atau

ancaman persalinan preterm merupakan unlabeled use, karena

obat ini lebih umum digunakan sebagai terapi hipertensi dan

sakit jantung. ( LaurusHealth,2002)

1. Farmakodinamik

a) Mekanisme Kerja

Nifedipin termasuk dalam golongan calcium antagonis.

Bekerja dengan cara menghambat masuknya kalcium ke

dalam membran sel, mencegah lepasnya kalsium dari

retikulum sarkoplasma dan mengurangi efek enzim kalsium


intrasel terhadap interaksi aktin miosin. (Chesnut,2002;

Laurushealth,2002)

Pada otot jantung, skeletal dan otot polos, kontraksi dipicu

oleh peningkatan kalsium intrasel. Kadar intrasel tergantung

pada jumlah masuknya melalui saluran kalsium, dan pelepasan

intrasel dari mitokondria atau reticulum sarkoplasma.

Masuknya ion Ca2+ dari ruang ekstrasel ke dalam ruang

intrasel dipacu oleh perbedaan kadar ( kadar Ca2+ ekstrasel

10.000 kali lebih tinggi daripada kadar Ca2+ intrasel sewaktu

diastol) dan karena ruang intrasel bermuatan negatif. Calcium

channel blocker menghambat aliran kalsium ekstrasel kedalam

sel otot jantung dan otot polos dan mempengaruhi kontraksi

dengan cara ini. Ada dua protein yang penting dalam kontraksi

yaitu aktin dan filament miosin. Energi yang diperlukam untuk

menghasilkan kontraksi didapat saat ATP dipecah menjadi

ADP dan P. Interaksi aktin dan miosin diatur melalui fosforilasi

oleh enzim myosin light chain kinase (MLCK). MLCK adalah

kunci pengaturan kontraksi otot polos seperti miometrium.

(Cornette,2010;Schleubner,2013)

Secara umum ada 2 macam kanal kalsium pada membran sel

eksitabel yaitu voltage operated (VOC) atau potensial

dependent channel (PDC) yang terbuka oleh depolarisasi dan

Receptor operated channel (ROC) yang terbuka oleh


norepinefrin atau neurotransmiter lain tanpa terjadi

depolarisasi. VOC dibagi dalam 3 subtipe L, N dan T atas dasar

konduktansi dan sensitivitas kanal tersebut terhadap

perubahan potensial. Dari ke 3 subtipe ini hanya tipe L yang

sensitif terhadap Calcium Channel Blocker ( CCB).

(Farmakologi dan Terapi, 2007)

Nifedipin merupakan antagonis kalsium golongan DHP yang

bersifat vaskuloselektif, yang artinya DHP lebih aktif

menghambat kontraksi otot dibanding kontraksi jantung.

(Farmakologi dan Terapi, 2007)

b) Mekanisme sebagai tokolitik

Aktivitas uterus kontraktil diatur oleh peningkatan

konsentrasi Ca2+ intraseluler di sel miometrium. Dalam rahim,

di mana tindakan potensial terjadi, depolarisasi dan

pembukaan yang dihasilkan dari VGCCs (Voltage Gated Ca2+

channels) menjadi sumber utama dari Ca2+ untuk kontraksi.

Setiap kontraksi disertai dengan Ca2+ di dalam uterus, dan

kontraksi berakhir jika VGCCs diblok. Voltage dependent L-

kalsium kanal telah diidentifikasi dalam Miometrium rahim oleh

molekul, electrophysiological, dan studi farmakologis. Saluran

Ca2+ yang kompleks terdiri dari lima subunit berbeda (α1, α2,

β, δ dan γ) dikodekan oleh beberapa gen. Dihydropyridines

(DHPs) seperti nifedipin


mengikat DHP binding side dari Voltage gated L-kalsium

kanal, yang terletak di α1 subunit. (Dolphin,2012; Schleubner

2013; Simhan,2017)

Mekanisme kerja nifedipin sebagai tokolitik meliputi

blokade channel Ca2+ tipe L, yang dipengaruhi oleh

Channel K+ yang diaktivasi oleh Ca2+, reseptor beta

adrenergic dan hormon seks. Kontraksi uterus diregulasi

dengan peningkatan konsentrasi Ca2+ intrasel dalam sel

miometrium. Ca2+ berikatan dengan calmodulin dan

mengaktivasi MLCK dalam sel miometrium, yang

mengakibatkan fosforilasi serin 10 pada myosin light chain

dan menginisiasi cross bridge cycling. (Gaspar,2013;

Cornette,2010)

Hasil dari mekanisme ini adalah relaksasi otot polos

termasuk miometrium , serta vasodilatasi yang potensial.

Dibandingkan obat kalsium antagonis yang lain nifedipin

lebih spesifik efeknya pada kontraksi miometrium, lebih sedikit

efek pada kontraksi jantung dan serum elektrolit.

(Simhan,2017)

Efek pada uterus adalah menurunkan durasi dan

frekuensi kontraksi uterus serta menghambat timbulnya

kontraksi. Aliran darah uterus tidak secara langsung

dipengaruhi nifedipin, melainkan merupakan akibat dari


turunnya resistensi vaskuler sistemik dan tekanan darah. Pada

janin, meskipun melalui barier plasenta tetapi tidak memiliki

efek teratogenik, tidak ada ketergantungan efek pada

pemberian lama baik sebelum maupun selama kehamilan.

2. Farmakokinetik

Nifedipin mudah larut dalam lemak sehingga mudah diabsorpsi di

saluran pencernaan pada pemberian oral maupun sublingual.

Pada pemberian oral nifedipin akan 90% diabsorpsi traktus

gastrointestinal dan 100% pada pemberian sublingual.

Pemberian bersama simetidin atau ranitidin dapat

meningkatkan bioavaibilitas nifedipin. Metabolisme hampir

seluruhnya di hepar dan ekskresi melalui ginjal. Metabolit inaktif

terhitung sekitar 60-80% pada dosis yang di eksresi pada urin.

Hanya sekitar 0,1 % dari dosis yang tercatat tidak berubah

dalam urin, dan dieksresi di feses dalam bentuk metabolit, seperti

hasil ekskresi bilirubin. Nifedipine dimetabolisme di sitokrom

P450 3A4. Onset tercapai kurang dari 20 menit pada pemberian

per oral dan 3-5 menit pada pemberian sublingual. Waktu paruh

tercapai dalam 2-3 jam dan lama kerjanya pada sekali pemberian

adalah sampai dengan 6 jam.(Gaspar,2013; Cornette,2010)


Dosis nifedipine untuk mengurangi kontraksi uterus :

a. Tokolisis dimulai dengan dosis oral nifedipin 10 mg.

b. Jika kontraksi tidak berkurang, dosis yang sama diulang 30

menit setelah dosis pertama diberikan, dosis maksimal pada satu

jam pertama adalah 40 mg.

c. Jika kontraksi berkurang setelah dosis pertama atau kedua

diberikan dosis pemeliharaan 20 mg oral setiap 3-6 jam diberikan

mulai 6 jam setelah dosis terakhir dan berlanjut sampai 48

jam. Dosis maksimal Nifedipine selama 24 jam adalah 160 mg.

(Guideline, 2014)

d. Kriteria gagal : kontraksi uterus menetap setelah 60 menit

pemberian dosis ulangan.

Bagaimanapun, dosis lebih dari 60 mg menimbulkan risiko 3 hingga

4 kali lipat terjadinya efek samping serius, yaitu hipotensi, sehingga

harus diberikan dengan hati-hati. Onset tokolitik nifedipin adalah 30-

60 menit dan pemberian tokolitik lini ke dua tidak boleh diberikan

pada 2 jam pertama. Bila kontraksi tidak dapat dihentikan,

pemberian tokolitik lini kedua dapat dipertimbangkan setelah

dikonsultasikan dan diputuskan dengan seksama. . (Gaspar,2013;

Cornette,2010)

3. Efek Samping

Efek samping nifedipin merupakan akibat vasodilatasi yang

berlebihan berupa sakit kepala (7%), pusing (3-12%), flushing(5-


7%), hipotensi, ,mual, dan edema perifer. Penurunan tekanan

darah pada wanita normotensi yang sedang diberi tokolitik pada

umumnya terjadi tetapi asimtomatik dan secara klinik tampaknya

tidak bermakna. Dikatakan bahwa semua efek samping ini

biasanya timbul dalam waktu singkat, ringan dan reversibel bila terapi

dihentikan. ( Clinical practice guideline,2015; Simhan,2017 ;

Farmakologi dan terapi, 2007)

Efek samping serius lainnya terjadi pada wanita dengan riwayat

penyakit arteri koroner atau gangguan vaskular otak atau episode

hipotensi dapat berakibat timbulnya infark miokard atau stroke.

Untungnya, hipotensi akibat pemberian nifedipin ini berespon secara

cepat dengan perubahan posisi maternal (miring kiri dengan kaki

dielevasi) dan replesi volume vaskular maternal dengan pemberian

kristaloid intravena.

Pada penelitian hewan, pemberian calcium channel blocker

menurunkan aliran darah uterus dan saturasi oksigen janin. Namun,

ini belum dikonfirmasi pada manusia .Status asam-basa janin di tali

pusar saat melahirkan dan pengambilan sampel darah yang

diperoleh secara perkutan belum memberikan bukti yang

meyakinkan tentang hipoksia janin atau asidosis saat agen ini

digunakan. Temuan ini didasarkan pada penelitian yang

m enggunakan 10 mg dosis sublingual nifedipin. Tidak ada data


mengenai efek samping janin dengan dosis oral yang biasa

digunakan untuk inhibisi persalinan. (Simhan,2017)


BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Teori

Infeksi, placenta
disturbance, Kehamilan
ganda, Kelainan genetik

Peningkatan kontraksi
uterus

Tokolitik:
Tablet Nifedipin 10
mg per oral
Uterus kontraktil

Kontraksi menurun

Tingkat nyeri
menurun

Efek samping (-­­)


B. Kerangka Konsep

Farmakokinetik dan
Nifedipin tablet farmakodinamik Tokolitik
per oral obat

Variabel Penelitian :

Variabel Dependent/Terikat : Tokolitik

Variabel Independent/Bebas : Nifedipine

Variabel intervening : Farmakokinetik dan farmakodinamik obat


C. DEFINISI OPERATIONAL

Tabel 2. Definisi operational

No Variabel Objektif

Uterus kontraktil Ya / tidak


1.
Kontraksi yang dialami pada umur
kehamilan 20-37 minggu

2. Kontraksi Lama kontraksi (menit) dan


durasi (detik)
Serangkaian kontraksi rahim yang teratur,
yang secara bertahap akan mendorong
janin melalui serviks dan menyebabkan
pembukaan serviks secara teratur

3. Skala nyeri Skala nyeri 1-3: nyeri ringan

Suatu tingkatan atau ukuran yang dapat Skala nyeri 4-6 : nyeri
menilai nyeri seorang pasien sedang

Skala nyeri 7-10 : nyeri


berat

4 Nifedipin Dosis 10 mg/ 8 jam per oral


diberikan sampai 2x24 jam
Obat golongan Calcium Channel Blocker atau 1x 24 jam setelah
kontraksi hilang selama
tidak ada efek samping

5. Efek samping Sakit


kepala,udem.Flushing,
Suatu reaksi yang tidak diharapkan dan hipotensi,konstipasi
merugikan yang timbul sebagai hasil dari
suatu pengobatan

6 Riwayat pekerjaan ibu

Bekerja Ibu yang memiliki jam kerja


atau shift kerja

Tidak bekerja Ibu yang tidak memiliki jam

kerja
7. Riwayat pendidikan
Jenjang pendidikan dasar
< 9 tahun dari kelas 1 sampai kelas 9

≥ 9 tahun
Jenjang pendidikan lebih
dari kelas 9

8. Gravidarum
Primipara Wanita yang melahirkan
bayi untuk pertama kalinya

Wanita yang telah hamil 2x


Multipara atau lebih
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah desain observasional

longitudinal. Observasional karena peneliti tidak memberikan

perlakuan pada pasien.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2018 hingga jumlah

sampel terpenuhi dan lokasi penelitian di RSIA. Sitti Khadijah I

Makassar

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh pasien uterus kontraktil dengan pemberian

terapi nifedipin di RSIA. Sitti Khadijah I Makassar

Sampel diambil menggunakan tehnik purposive sampling dimana

semua subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

dijadikan subyek penelitian.

Berdasarkan tabel Wilcoxon Signed Rank Test ditentukan jumlah

sampel minimum 6 sampel.


Tabel 3. Tabel wilcoxon signed rank test

n .005 (one tail) .01 ( one tail) .025 ( one tail ) .05(one tail)

.01 ( two tail) .02 (two tail) .05 ( two tail) .10 (two tail)

5 - - - 1

6 - - 1 2

7 - 0 2 4

8 0 2 4 6

9 2 3 6 8

10 3 5 8 11

11 5 7 11 14

12 7 10 14 17

13 10 13 17 21

14 13 16 21 26

15 16 20 25 30

16 19 24 30 36

17 23 28 35 41

18 28 33 40 47

19 32 38 46 54

20 37 43 52 60

21 43 49 59 68

22 49 56 66 75

23 55 62 73 83

24 61 69 81 92

25 68 77 90 101

26 76 85 98 110

27 81 93 107 120

28 92 102 117 130

29 100 111 127 141

30 109 120 137 152


D. Prosedur Penelitian

1 Penetapan sampel yang akan dievaluasi

a. Kriteria inklusi

1. Pasien ibu hamil 20-37 minggu yang mengalami uterus

kontraktil

2. Pasien ibu hamil dengan tekanan darah normal

3. Pasien yang tidak mengkonsumsi obat antihipertensi dan

obat-obat yang mempengaruhi efek obat nifedipin

4. Pasien yang bersedia menjadi sampel penelitian

b. Kriteria eksklusi

1. Pasien yang kontraindikasi pemberian tokolitik seperti

perdarahan antepartum yang signifikan, dilatasi serviks

lanjut (> 4 cm), korioamnionitis, CTG yang abnormal,

Preeklamsia/eklampsia.

2. Penetapan obat yang akan dievaluasi

Obat yang akan dievaluasi adalah obat yang digunakan

pada terapi tokolitik yaitu Nifedipin pada pasien dengan uterus

kontraktil RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar.


3. Cara Kerja

a. Diagnosis uterus kontraktil ditegakkan oleh dokter spesialis obstetri

dan ginekologi ataupun residen obstetri dan ginekologi yang

bertugas dan telah dilatih sebelumnya.

b. Calon peserta penelitian akan diberikan penjelasan mengenai

tujuan dan cara penelitian yang akan dilakukan. Bila pasien setuju,

diminta menandatangani surat persetujuan untuk mengikuti

penelitian ini, sedangkan bila pasien tidak setuju maka tidak

diikutsertakan dalam penelitian.

c. Apabila subyek penelitian memenuhi syarat penerimaan sampel

maka peneliti akan melakukan penelitian

d. Semua subyek penelitian dilakukan pemeriksaan fisik,

pemeriksaan obstetri termasuk skor Baumgarten, pemeriksaan

laboratorium darah rutin, urin rutin dan pemeriksaan

ultrasonografi.

e. Data-data mengenai penderita diambil sesuai variabel yang

diperlukan.

f. Dilakukan pemberian tokolitik dan pasien akan diawasi

mengenai efektivitas dan efek samping tokolitik oleh residen

obstetri ginekologi yang bertugas dan telah dilatih sebelumnya.

g. Pelaksanaan pemberian tokolitik sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu setiap pasien dengan ancaman persalinan


preterm yang masuk kelompok penelitian akan mendapatkan

terapi Nifedipine sesuai dosis yang telah ditetapkan.

- Nifedipin

terapi Nifedipine tablet 10 mg per oral sebagai dosis awal.

Bila masih timbul kontraksi dan tidak ada efek samping, akan

diberikan dosis pemeliharaan 10 mg per oral, diberikan mulai

8 jam setelah dosis kedua, berlanjut sampai 48 jam (diberikan

bersamaan dengan kortikosteroid). Bila masih terdapat

kontraksi dan efek samping, maka tokolitik dinyatakan gagal.

h. Setiap pasien mendapatkan injeksi deksametason 6 mg setiap

12 jam intravena untuk pematangan paru janin yang diberikan

selama 2 hari.

i. Efektivitas tokolitik dilihat dari keberhasilan tokolitik dalam

menunda terjadinya persalinan dalam waktu 2 X 24 jam.

j. Jika tokolitik berhasil, pasien dirawat sampai 1 hari bebas

kontraksi. Jika tokolitik gagal, persalinan dilakukan dengan cara

yang sesuai.

4. Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan observasi pasien di

ruang rawat inap di RSIA Sitti Khadijah 1 Makassar. Data

kemudian dimasukkan dalam lembaran pengumpul data dan

kekurangan data dilengkapi dengan melihat langsung kondisi


pasien, dan bila perlu memperoleh data dari pasien/keluarga

pasien. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan disajikan

dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan.

5. Penilaian hasil

Efektifitas terapi tokolitik akan dinilai dengan keberhasilan

menunda persalinan selama 2 X 24 jam. Jika tokolitik berhasil,

pasien dirawat sampai 1 hari bebas kontraksi.

6. Menghitung kontraksi

Kontraksi dihitung dengan cara palpasi atau pemeriksaan

yang dilakukan dengan perabaan pada fundus uteri dan

penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan,

dinilai dengan berapa kali lama kontraksi dalam 10 menit dan

durasi kontraksi dalam detik.

7. Menilai efek samping setelah pemberian Nifedipin

Efek samping dinilai dengan mengukur tekanan darah,

apakah terjadi penurunan tekanan darah atau tidak, dan saat

pasien mengeluh lemas, udem, sakit kepala, dan konstipasi.

Ketika efek samping tersebut muncul setelah pemberian Nifedipine

maka pemberian terapi harus dihentikan.


E. Analisa data

Data hasil penelitian efektivitas farmakologi nifedipin

sebagai tokolitik pada uterus kontraktil dianalisis menggunakan IBM

SPSS untuk melihat apakah ada perbedaan efek sebelum dan

setelah pemberian nifedipin.

Data penelitian ini berupa variable kategorik dari 2 kelompok

berpasangan sehingga menggunakan uji wilcoxon


F. Alur Penelitian

Ancaman persalinan
preterm

Pemberian tokolitik

Nifedipin tablet

-­­ Kontraksi
-­­ Tingkat nyeri
-­­ Efek samping

Peng umpulan data

Analisis data

Hasil
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Tabel Karakteristik

Tabel 4. Karakteristik Pasien Uterus Kontraktil


Karakteristik pasien n F (%) Nilai P Nilai P

( Kontraksi) (skala nyeri)

Usia ibu (tahun) 0,256 0,305

< 20 tahun 3 30

20-35 tahun 6 60

>35 tahun 1 10

Gravidarum 0,158 0,305

Primipara 6 60

Multipara 4 40

Riwayat abortus 0,297 0,152

Ya 1 10

Tidak 9 90

Riwayat persalinan 0,297 0,152


prematur

Ya 1 10

Tidak 9 90

Riwayat Pekerjaan 0,345 0,354

Bekerja 2 20

Tidak bekerja 8 80

Pendidikan 0,5 0,22

< 9 tahun 3 30

>9 tahun 7 70

jumlah 10 100
Pada tabel 4 menunjukkan jumlah responden yang termasuk dalam

gologan gravid muda yaitu umur kurang dari 20 tahun sebanyak 3 orang

(30%),usia 20-35 tahun (usia produktif) sebanyak 6 orang (60%), dan

pada usia lebih dari 35 tahun 1 orang (10%). Dengan nilai P korelasi dengan

kontraksi 0,256 dan nyeri 0,305 sehingga disimpulkan tidak ada hubungan

antara kontraksi dan nyeri dengan umur.

Gravidarum primipara sebanyak 6 orang dengan persentase 60%

dan multipara sebanyak 4 orang dengan persentase 40% Dengan nilai P

korelasi dengan kontraksi 0,158 dan nyeri 0,305 sehingga disimpulkan tidak

ada hubungan antara kontraksi dan nyeri dengan gravidarum.

Riwayat abortus pasien menunjukkan jumlah responden tanpa

abortus 9 orang dengan persentase 90% sedangkan pasien dengan riwayat

abortus 1 orang dengan persentase 10%. Dengan nilai P korelasi dengan

kontraksi 0,297 dan nyeri 0,152 sehingga disimpulkan tidak ada hubungan

antara kontraksi dan nyeri dengan riwayat abortus.

Riwayat persalinan prematur menunjukkan sebanyak 9 orang

(90%) yang tidak memiliki riwayat persalinan prematur, dan 1 orang (10%)

yang memiliki riwayat persalinan prematur. Dengan nilai P korelasi

dengan kontraksi 0,297 dan nyeri 0,152 sehingga disimpulkan tidak ada

hubungan antara kontraksi dan nyeri dengan riwayat persalinan prematur.

Ibu yang bekerja berjumlah 2 orang dengan persentase 20%

sedangk an yang tidak bekerja berjumlah 8 orang dengan persentase

80%. D engan nilai P korelasi dengan kontraksi 0,345 dan nyeri 0,354
sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara kontraksi dan nyeri

dengan pekerjaan ibu.

Tingkat pendidikan berdasarkan tabel 4 pasien yang memiliki

pendidikan kurang dari 9 tahun yaitu sebanyak 3 orang (30%), sedangkan

yang lainnya lebih dari 9 tahun sebanyak 7 orang (70%). Dengan nilai P

korelasi dengan kontraksi 0,5 dan nyeri 0,22 sehingga disimpulkan tidak

ada hubungan antara kontraksi dan nyeri dengan tingkat pendidikan ibu.
2. Efek nifedipin terhadap kontraksi pada pasien uterus kontraktil

Tabel 5. Pengaruh pemberian sebelum dan sesudah terapi

nifedipin terhadap kontraksi pada pasien uterus kontraktil

Kontraksi ( menit/ detik)


Post Terapi hari I (3x10
Pre Terapi
mg/8 jam))
I II
Kasus III

Lama Lama Lama


Lama Durasi Durasi Durasi
Durasi Kontraksi Kontraksi kontraksi
kontraksi (detik) (detik) (detik)
(detik) (menit) (menit) (menit)
(menit)
1 3 x10 15--‐20 2 x 10 15--‐20 1x10 15--‐20 1x10 10--‐15
2 2 x 10 20--‐25 2 x 10 10--‐15 0 0 0 0
3 3 x 10 20--‐25 3 x 10 15--‐20 2 x 10 15--‐20 0 0
4 2 x10 10--‐15 2 x 10 15--‐20 0 0 0 0
5 2 x10 15--‐20 2 x 10 15--‐20 0 0 0 0
6 2 x 10 15--‐20 2 x 10 15--‐20 1 x 10 10--‐15 0 0
7 2 x 10 15--‐20 2 x 10 15--‐20 1 x 10 10--‐15 0 0
8 3 x 10 15--‐20 2 x 10 20--‐25 2 x 10 10--‐15 1 x 10 20--‐25
9 3 x 10 20--‐25 3 x 10 15--‐20 0 0 0 0
10 3 x 10 20--‐25 2 x 10 15--‐20 1 x 10 10--‐15 0 0

Kontraksi ( menit/ detik)


Post Terapi hari II ( (3x10
Pre Terapi
mg/8 jam))
IV V
Kasus VI

Lama Lama Lama


Lama Durasi Durasi Durasi
Durasi Kontraksi Kontraksi kontraksi
kontraksi (detik) (detik) (detik)
(detik) (menit) (menit) (menit)
(menit)
1 3 x10 15-20 0 0 0 0 0 0
2 3 x 10 15-20 0 0 0 0 0 0
3 3 x 10 20-25 0 0 0 0 0 0
5
4 2 x10 15-20 0 0 0 0 0 0
6 2 x10 15-20 0 0 0 0 0 0
7 3 x 10 15-20 0 0 0 0 0 0
8 2 x 10 15-20 0 0 0 0 0 0
9 3 x 10 15-20 1x10 5-10 0 0 0 0
10 3 x 10 20-25 0 0 0 0 0 0
2 x 10 20-25 0 0 0 0 0 0
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa pada terapi I terjadi penurunan

lama dan durasi kontraksi pada 7 pasien (70%),2 pasien (20%)

tidak mengalami perubahan kontraksi dan 1 pasien (1%) mengalami

peningkatan pada durasi kontraksi. Sedangkan pada terapi II lama

kontraksi dan durasi kontraksi telah hilang pada 4 pasien (40%) dan

penurunan lama dan durasi kontraksi pada 6 orang pasien (60%) .

Pada terapi III tampak lama kontraksi dan durasi kontraksi hilang

pada 8 pasien (80%), dan terdapat pada 2 pasien (20%) yang masih

merasakan kontraksi. Pada terapi IV lama kontraksi dan durasi

kontraksi telah hilang pada 9 orang pasien (90%) dan 1 pasien

(10%) yang masih merasakan adanya kontraksi. Pada terapi V

tampak lama kontraksi dan durasi kontraksi telah hilang

sepenuhnya pada 10 pasien (100%). Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian nifedipin sebagai tokolitik dapat menghilangkan kontraksi

dalam waktu 2x24 jam adalah sebesar

100%.
3. Efek Nifedipin terhadap skala nyeri pada pasien uterus kontraktil

Tabel 6. Pengaruh pemberian sebelum dan sesudah terapi

nifedipin terhadap skala nyeri pada pasien uterus kontraktil


Skala Nyeri
Pre Terapi Post Terapi hari I (3x10 mg/8 jam)
Kasus
I II III

Skala Nyeri Skala Nyeri Skala Nyeri Skala Nyeri

1 6 4 3 2
2 5 3 2 1
3 4 3 2 1
4 3 2 1 0
5 2 1 0 0
6 2 1 0 0
7 3 2 2 0
8 6 4 3 3
9 2 1 0 0
10 2 1 0 0

Skala Nyeri
Pre Terapi Post Terapi hari I (3x10 mg/8 jam)

Kasus IV V VI

Skala Nyeri Skala Nyeri Skala Nyeri Skala Nyeri

1 6 2 1 1
2 5 0 0 0
3 4 0 0 0
4 3 0 0 0
5 2 0 0 0
6 2 0 0 0
7 3 0 0 0
8 6 2 2 2
9 2 0 0 0
10 2 0 0 0

Pada tabel 6 menunujukkan bahwa secara umum pada terapi I

tampak terjadi penurunan skala nyeri pada seluruh pasien (100%) .

P
ada terapi II nyeri pada 4 orang pasien (40%) telah hilang
s
epenuhnya, tampak 5orang pasien (50%) mengalami penurunan
nyeri dan 1 pasien (10%) tidak mengalami penurunan nyeri. Pada

terapi III nyeri yang dialami oleh 6 orang pasien (60%) hilang

sepenuhnya, 3 orang pasien (30%) mengalami penurunan nyeri

dan 1 orang pasien (10%) tidak mengalami penurunan nyeri. Pada

terapi IV nyeri yang dialami 8 dari 10 pasien (80%) telah hilang

sepenuhnya, 1 orang pasien (10%) yang mengalami penurunan nyeri

dan 1 orang pasien (10%) yang tidak mengalami penurunan nyeri.

Pada terapi V tampak penurunan nyeri yang dialami oleh 1 pasien

(10%) dan 1 pasien (10%) yang tidak mengalami penurunan nyeri.

Pada terapi VI didapatkan hasil bahwa tidak terjadi penurunan

nyeri pada 2 orang pasien (20%). Berdasarkn data di atas dapat

disimpulkan bahwa efektifitas nifedipin terhadap menurunkan skala

nyeri selama 2x24 jam adalah sebanyak 80%.

4. Efek nifedipin terhadap tekanan darah pada pasien uterus kontraktil

Tabel 7. Pengaruh pemberian sebelum dan sesudah terapi

nifedipin terhadap skala nyeri pada pasien uterus kontraktil


Tekanan darah
Post Terapi hari I (3x10
Pre Terapi mg/8 jam)
Kasus

I II III
Tekanan Tekanan Tekana n
Tekanan darah
darah darah darah
1 110/80 110/70 100/70 100/70
2 120/70 120/70 120/70 120/80
3 110/80 110/70 110/70 110/70
4 130/80 120/70 120/80 120/80
5 110/70 110/70 100/70 100/70
6 120/80 110/70 110/70 100/70
7 120/70 110/70 110/70 100/70
8 110/80 100/70 100/70 100/70
9 120/70 110/70 110/70 100/70
10 120/80 110/80 110/70 100/70
Tekanan darah
Pre Terapi Post Terapi hari I (3x10 mg/8 jam)
Kasus
IV V VI

Tekanan darah Tekanan darah Tekanan darah Tekanan darah

1 110/80 100/70 110/70 100/70


2 120/70 110/70 110/70 110/70
3 110/80 100/70 100/70 100/70
4 130/80 110/80 100/70 100/70
5 110/70 100/70 100/70 100/70
6 120/80 100/60 100/60 100/60
7 120/70 100/70 100/70 100/70
8 110/80 100/70 90/60 90/60
9 120/70 100/70 100/70 100/70
10 120/80 100/70 100/70 100/70

Pada tabel 7 menunjukkan bahwa pada terapi I terdapat 8 pasien

(80%) yang mengalami penurunan sistol ataupun diastol dan 2 pasien (20%)

tidak mengalami penurunan tekanan darah. Selanjutnya pada terapi VI atau

2x 24 jam menunjukkan bahwa 100% pasien uterus kontraktil yang

diberikan terapi nifedipin mengalami penurunan tekanan darah baik sistol

maupun diastol tapi tidak lebih dari 30 mmHg.


5. Efek samping Nifedipin terhadap pasien uterus kontraktil

Tabel 8. Efek samping pemberian terapi nifedipin pada pasien

uterus kontraktil
Efek Samping
Post Terapi hari I (3x10 mg/8 jam)
Kasus
I II III

Efek Samping Efek Samping Efek Samping

1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 - - -

Efek Samping
Post Terapi hari I (3x10 mg/8 jam)
Kasus
IV V VI

Efek Samping Efek Samping Efek Samping

1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 - - Sakit kepala
9 - - -
10 - - -

Pada tabel 8 didapatkan hasil bahwa pada terapi 1 sampai 5 tidak

meni
mbulkan efek samping pada seluruh pasien (100%). Sedangkan
pada terapi VI tampak 1 orang pasien (10%) mengalami efek samping

yaitu sakit kepala.

6. Tes Uji Wilcoxon

1. Tabel 9. uji wilcoxon terhadap variabel kontraksi


Variabel P --­Value
kontraksi

Post terapi 1 0,083

Post terapi 2 0,000

Post terapi 3 0,000

Post terapi 4 0,000

Post terapi 5 0,000

Post terapi 6 0,000

Berdasarkan hasil pengujian diatas menunjukkan bahwa tingkat

pengujian signifikasi sebesar 0,083 pada post terapi 8 jam pertama,

dimana hasilnya lebih besar dari tingkat signifikasi yang telah

ditetapkan yaitu 0,05 sehingga dapat disimpulkan pada terapi

nifedipin 8 jam pertama tidak ada perbedaan signifikasi dengan

sebelum pemberian terapi, sedangkan pada post terapi nifedipin ke

2,3,4,5 dan 6 nilainya adalah 0,000 yang artinya lebih kecil dari

0,05 sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan pre

terapi dengan post terapi ke 2,3,4,5,dan 6.


2. Tabel 10. uji wilcoxon terhadap variabel nyeri
Variabel P --­Value
nyeri

Post terapi 1 0,004

Post terapi 2 0,004

Post terapi 3 0,004

Post terapi 4 0,005

Post terapi 5 0,005

Post terapi 6 0,005

Berdasarkan hasil uji wilcoxon terhadap variabel nyeri didapatkan

0,004 pada post terapi nifedipin yang ke 1,2 dan 3 selanjutnya

0,005 pada post terapi nifedipin ke 4,5,dan 6 sehingga dapat

disimpulkan bahwa post terapi nifedipin 1,2,3,4,5 dan 6 adanya

perbedaan bermakna ( < 0,05) pre dan post terapi nifedipin pada

pasien uterus kontraktil.


B. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Rumah sakit ibu dan anak Sitti Khadijah 1

Makassar baik di unit gawat darurat maupun di rawat inap.

Pengambilan sampel adalah pasien yang didiagnosis mengalami uterus

kontraktil dengan usia kehamilah dibawah 37 minggu dan termasuk

dalam kategori inklusi adalah 10 orang pasien.

Penelitian dilakukan dengan cara pengisian informed consent oleh

pasien sebagai kesediaan menjadi sampel penelitian, selanjutnya

observasi secara langsung, wawancara pasien/ keluarga pasien secara

non formal dan pencatatan data pasien. Jenis data yang dikumpulkan

selama penelitian meliputi karakteristik pasien (nama, umur, usia

kehamilan, gravidarum, pendidikan, riwayat abortus dan riwayat

persalinan prematur), kondisi klinis pasien (hasil laboratorium, tanda-

tanda vital) dan data profil pengobatan meliputi regimen terapi (jenis obat,

jumlah obat, dosis pemberian, dan aturan pemakaian). Data yang

diperoleh selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk tabel yang

disertai dengan penjelasan.Setelah itu dilakukan tes uji wilcoxon untuk

melihat perbedaan hasil sebelum dan sesudah terapi nifedipin sebagai

tokolitik.

Pada tabel karakteristik menunjukkan jumlah pasien yang memiliki

umur dibawah 20 tahun ada 3 orang, 20-35 tahun ( usia reproduksi)

ada 6 orang dan 1 orang berumur lebih dari 35 tahun. Hasil penelitian

ini relevan dengan hasil penelitian Wijayanti dkk (2011), yang


mendapatkan hasil kejadian uterus kontraktil berdasarkan pada usia ibu

sebgaian besar terjadi pada usia reproduksi, hal ini menunjukan bahwa

masyarakat telah memahami masalah kesehatan reproduksi khusunya

mengenai usia reprouksi sehat. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh A’bidah dkk (2017) yang menyatakan bahwa ada

hubungan antara usia ibu dengan persalinan prematur, dikarenakan

usia < 20 tahun psikologi dan alat reproduksinya belum matang.

Jumlah gravidarum juga mempengaruhi terjadinya kelahiran

prematur, pada penelitian ini didapatkan primipara sebanyak 6 orang dan

4 orang multipara. Hal ini sesuai dengan penelitian Kartikasari (2010)

dimana primipara lebih banyak yang mengalami uterus kontraktil

dibandingkan dengan multipara. Hal ini diduga disebabkan karena

primipara belum memiliki banyak pengalaman dalam masa kehamilan

dibandingakn dengan ibu yang telah memiliki anak sebelumnya.

Jumlah pasien yang riwayat abortus adalah 1 orang dan 9 oranh

tidak pernah mengalami abortus dan pasien yang memiliki riwayat

persalinan prematur 1 orang dan 9 orang yang tidak emmiliki riwayat

persalinan prematur. Riwayat abortus dan riwayat persalinan prematur

menjadi salah satu faktor resiko terjadinya uterus kontraktil karna

memiliki resiko untuk mengalaminya kembali pada kehamilan

selanjutnya. Hal ini sesuai juga dengan penelitian Oroh dkk (2015),

bahw a salah satu faktor resiko terjadinya persalinan prematur karena

memi liki riwayat yang sama sebelumnya. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang sebelumnya yang dilakukan oleh Sukatendel (2018)

menyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat persalinan prematur yang

mengalami persalinan prematur adalah 83% dibandingkan dengan

yang tidak memiliki riwayat persalinan prematur yaitu 46,2%. Ketika

satu kelahiran prematur telah terjadi, risiko relatif kelahiran prematur pada

kehamilan berikutnya adalah 3,9%, yang meningkat menjadi 6,5%

dengan dua kelahiran prematur sebelumnya. Kelahiran prematur

menunjukkan kecenderungan untuk kambuh. Setelah satu kelahiran

prematur, risiko pada kehamilan berikutnya sekitar 20 persen. Setelah

dua kelahiran prematur, risiko ini meningkat menjadi 35-40%.

Pada penelitian ini ibu yang bekerja terdapat 2 orang dan 8 orang

yang tidak bekerja mengalami uterus kontraktil hal ini diduga

disebabkan karena kelelahan fisik yang dialami oleh ibu yang bekerja,

namun pada ibu yang tidak bekerja faktor stres juga dapat mengakibatkan

terjadinya uterus kontraktil. Hal ini seduai dengan penelitian sebelumnya

yang dilakukan oleh Sulistiarini (2016), bahwa faktor stres dapat memicu

terjadinya kontraksi sehingga mengakibatkan persalinan prematur. Hal ini

sesuai dengan teori yang di nyatakan oleh Karikaturijo (2010), bahwa

aktivitas bekerja seperti terlalu lelah dalam bekerja,angkat berat, aktivitas

yang berlebihan berhubungan dengan meningkatnya resiko kelahiran

preterm atau berat lahir rendah.

P
endidikan pada ibu pada penelitian ini sebanyak 3 pasien yang

kurang dari 9 tahun dan 7 pasien yang lebih dari 9 tahun, pendidikan
ibu merupakan salah satu hal pentimg karena semakin tinggi

pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh

informasi sehingga kemampuan ibu dalam berpikir lebih rasional.

1. Nifedipin sebagai tokolitik ( mengurangi kontraksi dan nyeri )

Dalam Literatur Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (

POGI) disebutkan bahwa penggunaan nifedipin diawali dengan dosis inisial

20 mg kemudian dilanjutkan dengan dosis 10-20 mg, 3-4x sehari, hal ini

dikarenakan waktu paruh yang pendek dari nifedipin berkisar 4 jam. Data yang

didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa dosis dan frekuensi

penggunaan nifedipin yaitu 10 mg diberikan tiga kali sehari (per 8 jam)

sehingga dalam sehari pasien mendapatkan nifedipin 30 mg, sehingga

menunjukkan tidak ada pemberian nifedipin yang melebihi dosis maksimal

dalam sehari yaitu 60 mg .

Kriteria untuk menegakkan diagnosis uterus kontraktil yaitu adanya

kontraksi adekuat minimal 2 - 3 kali dalam waktu 10 menit dengan selang waktu

relaksasi yang cukup, adanya perubahan dilatasi serviks pada 2 pemeriksaan

dengan selang waktu 1 jam yang dilakukan oleh pemeriksa yang sama

disertai dengan adanya kontraksi uterus serta Adanya kontraksi yang teratur

disertai dilatasi serviks 1-2 cm dan penipisan serviks.

Pada penelitian ini didapatkan pasien uterus kontraktil pada terapi

nifedipin 8 jam pertama telah memberikan penurunan baik durasi ataupun

lama kontraksi sebanyak 70%. Hal ini sesuai dengan waktu paruh nifeidpin
yang tercapai dalam 2-3 jam dan lama kerjanya pada sekali pemberian

adalah sampai dengan 6 jam. Pada terapi ke tiga terdapat 8 pasien (80%)

yang telah hilang kontraksi sepenuhnya dan pada terapi ke lima tampak lama

kontraksi dan durasi kontraksi telah hilang sepenuhnya pada 10 pasien

(100%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian nifedipin sebagai

tokolitik dapat menghilangkan kontraksi dalam waktu 2x24 jam adalah sebesar

100%. Hal ini sesuai dengan penelitian Puji (2003), yang mendapatkan

persentase 86,4% keberhasilan nifedipin dalam mencegah persalinan

prematur dan menghilangkan kontraksi pada pasien uterus kontraktil. Hasil ini

juga hampir sama dengan penelitian Suhartina (2017), dimana efektivitas

nifedipin dalam menunda persalinan prematur dalam waktu 2x24 jam tanpa

kontraksi adalah sebesar 74,28%. Hal ini sesuai dengan mekanisme dalam

menghambat ion kalsium ke intrasel sehingga menghambat terjadinya ikatan

aktin miosin yang mengakibatkan tidak terjadinya kontraksi.(Gaspar &

Hajagos, 2013)

Berdasarkan hasil pengujian wilcoxon yang dilakukan terhadap

kontraksi didapatkan perbedaan yang bermakna sebelum dan setalah terapi

nifedipin pada terapi kedua, ketiga, keempat, kelima dan ke enam dengan

nilai siginifikasi adalah 0,000. Sedangkan pada terapi nifedipin 8 jam pertama

berdasarkan hasil uji wilcoxon tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan

sebelum terapi nifedipin. Ini diduga bisa disebabkan oleh proses absorpsi

pasien yan g berbeda-beda.Dimana proses absorpsi banyak dipengaruhi oleh


banyak hal seperti kecepatan pengosongan lambung, motilitas usus, Ph di

lumen gastrointestinal dan adanya konsusmsi makanan ataupun obat lain.

Nyeri pada pasien uterus kontraktil yang terjadi merupakan nyeri

viseral dari rangsangan nosiseptor dalam adneksa, uterus, dan ligamen

pelvis. Nyeri persalinan terjadi akibat kontraksi uterus dan dilatasi seviks

melalui serat saraf afferent yang terdapat pada uterus dan servik menuju

ke kornu dorsalis medulla spinalis setinggi thorakal X sampai lumbal I.

Kemudian respon dari adanya nyeri tersebut akan menghasilkan efek baik

secara refleks ataupun melalui kontrol pusat saraf, melalui serat saraf

efferent simpatik yang mengakibatkan terjadinya kontraksi miometrium

uterus dan vasokonstriksi pembuluh darah di sekitar genitalia interna dan

juga serat saraf efferent parasimpatik yang mengakibatkan terjadinya

relaksasi miometrium uterus dan vasodilatasi pembuluh darah di sekitar

genitaliainterna.Oleh karena itu adanya kedua respon saraf tersebut

mengakibatkan terjadinya kontraksi uterus yang bersifat ritme dan

intermitten.(Goffinet,2005 ; Hyagriv,2017)

Pada penelitian ini menunujukkan bahwa secara umum pada

terapi I tampak terjadi penurunan skala nyeri pada seluruh pasien (100%)

. Pada terapi III nyeri pada 6 orang pasien (60%) telah hilang sepenuhnya.

Pada terapi VI didapatkan hasil dari 10 pasien terdapat 8 pasien ( 80%)

yang nyeri nya telah hilang sepenuhnya dan 2 orang pasien (20%) yang

masih mengalami nyeri namun terdapat penurunan skala nyeri dari

sebelum terapi. Berdasarkn data di atas dapat disimpulkan bahwa


efektifitas nifedipin terhadap menurunkan skala nyeri selama 2x24 jam

adalah sebanyak 80%. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhartina (2017)

yang mendapatkan efektivitas nifedipin terhadap penurunan skala nyeri

adalah sebanyak 74,28%. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian

Ganla (2000), yang mendaptkan angka 88% dan Ferguson di Stanford

Hospital tahun 1987 mendapat angka 84%.

Berdasarkan hasil uji wilcoxon terhadap variabel nyeri pada

penelitian ini didapatkan 0,004 pada post terapi nifedipin yang pertama,

kedua dan ketiga selanjutnya 0,005 pada setelah terapi nifedipin ke

empat, kelima dan ke enam sehingga dapat disimpulkan bahwa setelah

terapi nifedipin pertama sampai ke enam terdapat perbedaan bermakna

skala nyeri pada pasien uterus kontraktil.

Nifedipin merupakan antagonis kalsium golongan DHP yang

bersifat vaskuloselektif, yang artinya DHP lebih aktif menghambat

kontraksi otot dibanding kontraksi jantung. Mekanisme kerja nifedipin

adalah blokade pada channel kalsium. Nifedipin merupakan golongan

Calcium channel blocker yang menghambat aliran kalsium ekstrasel

kedalam sel otot jantung dan otot polos dan mempengaruhi kontraksi

dengan cara ini. Ada dua protein yang penting dalam kontraksi yaitu aktin

dan filament miosin. Energi yang diperlukam untuk menghasilkan

kontraksi didapat saat ATP dipecah menjadi ADP dan P. Interaksi aktin

dan mio sin diatur melalui fosforilasi oleh enzim myosin light chain kinase

(MLCK). Sehingga terjadi penurunan kalsium bebas intraselluler yang


mengakibatkan inhibisi fosforilase myosin light chain kinase

(MLCK) sehingga terjadi relaksasi miometrium. MLCK merupakan kunci

pengaturan kontraksi otot polos seperti miometrium. (Dolphin,2012;

Gaspar , 2013; Farmakologi dan Terapi, 2007)

Nifedipine akan terserap seluruhnya setelah pemakaian oral.

Bioavailabilitas dari nifedipine relatif cepat terlepas dan menyebar sekitar

84%-89% dalam darah. Setelah masuk kedalam tubuh, titik puncak

konsentrasi dalam darah sekitar 2,5-5 jam dengan durasi puncak sekitar

6-12 jam setiap dosis. Eliminasi waktu paruh dari nifedipine sekitar 7 jam

yang jelas diketahui setelah 2 jam eliminasi dari waktu paruh ketika terlepas

dari sediaan. (Dolphin,2012; Gaspar , 2013)

Dari Cochrane Review yang meliputi 12 uji acak dengan kontrol

melibatkan 1029 wanita, disebutkan bahwa dibandingkan dengan obat

tokolitik lainnya, antagonis kalsium mengurangi jumlah wanita yang

melahirkan dalam 7 hari setelah pengobatan dan sebelum usia kehamilan

34 minggu.

2. Efek samping nifedipin

Pada saat diberikan dosis tokolitik, nifedipin memiliki efek

samping vasodilatasi umum termasuk penurunan tekanan darah dengan

peningkatan nadi sebagai kompensasi. Pada beberapa keadaan dapat

terjadi h ipotensi yang bermakna terutama pada pasien yang memiliki

preload rendah akibat dehidrasi. Walaupun efek samping ini ditemui pada
tokolitik lain seperti betamimetik, namun efek pada pemberian nifedipin

lebih ringan dan dapat ditoleransi.

Calcium Channel blocker memiliki efek metabolik yang minimal.

Gejala maternal biasanya ringan, meliputi sakit kepala, flushing, mual dan

kadang terjadi palpitasi. Efek samping yang lebih serius namun jarang

terjadi adalah hipotensi. Oleh karena penurunan tekanan darah maternal

mengakibatkan penurunan aliran darah uterus, maka monitoring keadaan

janin selama pemberian nifedipin haris dilakukan. Pada penelitian ini

didapatkan efek samping yaitu sakit kepala pada 1 pasien (10%) dari 10

pasien namun tidak ada gangguan pada keadaan janin.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa pada terapi I terdapat 8

pasien ( 80%) yang mengalami penurunan sistol ataupun diastol dan 2

pasien (20%) tidak mengalami penurunan tekanan darah. Selanjutnya

pada terapi VI atau 2x 24 jam menunjukkan bahwa 100% pasien uterus

kontraktil yang diberikan terapi nifedipin mengalami penurunan tekanan

darah baik sistol maupun diastol tapi tidak lebih dari 30 mmHg. Penurunan

tekanan darah pada wanita normotensi yang sedang diberi tokolitik pada

umumnya terjadi tetapi asimtomatik dan secara klinik tampaknya tidak

bermakna. Pada penelitian Puji (2003), didaptkan efek samping pada

nifedipin dari 22 pasien terdapat 1 pasien yang mengalami mual namun

tidak diberikan terapi karena semua keluhan tersebut akan hilang dengan

bertamb ahnya waktu. Pada penelitian Suhartina (2017) , menunjukkan

data mengenai efek samping setelah pemberian nifedipin adalah dari 34


pasien terdapat 7 pasien (20%) mengalami keluhan udem pada kaki, 2

pasien (5,17%) dengan keluhan sakit kepala, 5 pasien (14,28%) dengan

keluhan lemas, 2 pasien (5,17%) dengan keluhan konstipasi dan 19

pasien (54,28%) tanpa keluhan. Pada penelitian Smith et al. (2000),

menduga bahwa mekanisme reflek baroreseptor yang masih baik akan

mempertahankan tekanan darah pada orang normal sehingga meskipun

nifedipin yang dikenal sebagai obat anti hipertensi tidak menyebabkan

penurunan tensi yang bermakna ataupun hipotensi pada penggunaan

nifedipin sebagai tokolitik pada pasien uterus kontraktil.

Efek samping nifedipin merupakan akibat vasodilatasi yang

berlebihan berupa sakit kepala (7%), pusing (3-12%), flushing(5-7%),

hipotensi, ,mual, dan edema perifer. Dikatakan bahwa semua efek

samping ini biasanya timbul dalam waktu singkat, ringan dan reversibel

bila terapi dihentikan. ( Clinical practice guideline,2015; Simhan,2017 ;

Farmakologi dan terapi, 2007)

Nifedipin merupakan kategori C untuk keamanan dikonsumsi ibu

hamil yang artinya potensi untuk teratogenik belum jelas diketahui, yaitu

penelitian pada hewan menunjukkan ada tidaknya efek merugikan

terhadap janin namun belum ada penelitian terkontrol terhadap nifedipin

yang membandingkan pada wanita hamil. Pemberian nifedipin juga tidak

mempengaruhi skor apgar neonatus. Meskipun pada kasus yang jarang

nifedipin menimbulkan hipotensi, hal ini dapat diatasi dengan melalui


pemilihan pasien atas indikasi yang tepat dan memperhatikan indikator

klinis dari penurunan preload maternal.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Dosis nifedipin yang efektif sebagai tokolitik yaitu pada pemberian


terapi ke tiga (3x10mg/8 jam).

2. Lama kerja rata-rata yang dibutuhkan nifedipin untuk mengurangi


kontraksi ataupun nyeri pada ancaman persalinan prematur adalah

3-5 jam.

3. Terdapat perbedaan kontraksi yang signifikan sebelum terapi

nifedipin dengan setelah terapi yaitu pada terapi ke dua,ke tiga,ke

empat,ke lima dan ke enam dengan nilai p-value 0,00 ( < 0,05).

4. Pemberian terapi nifedipin terdapat perbedaan skala nyeri yang

siginifakan sebelum terapi dengan setelah terapi yaitu pada terapi

pertama, ke dua, ke tiga , ke empat, kelima dan ke enam.

5. Efek samping yang terjadi setelah pemberian nifedipin yaitu sakit


kepala yang terjadi pada 1 pasien ( 10%)
B. SARAN

1. Bagi tenaga kesehatan agar selalu meningkatkan pelayanan

kesehatan pada ibu hamil agar dapat skrining lebih cepat jika

terdapat tanda-tanda ancaman persalinan prematur

2. Diharapkan agar masyarakat dapat rutin dalam melakukan

pemeriksaan antenatal care untuk memantau kondisi ibu dan bayi

sehingga persalinan prematur dapat dicegah


DAFTAR PUSTAKA

Agustiana, Tria. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan


Persalinan Prematur di Indonesia. Universitas Indonesia.
Jakarta

American Medical Association. 2005. Terbutaline Pump and Tocolytic


Therapy. Washington DC

Bhimantoro FXA ,Wibowo N. 2003. Perbandingan awitan kerja ketorolac


dengan terbutalin sebagai obat tokolitik pada persalinan preterm.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Blencowe, Cousens, Chou D, et al. 2013.Born too soon: the global


epidemiology of 15 million preterm birth. London School of Higyene
and tropical medicine.London

Boyle E, Poulsen G, Field D, et al. 2012. Effects of gestational age at birth


on health outcomes at 3 and 5 years of age: Population based
cohort. BMJ. 344; e896

Chesnut.2002. Calcium Channel Blocking Agent : Nifedipine,in : Obstetric


Anesthesia.

Clinical Practice Guideline.2013.Tocolytic Treatment in Pregnancy..


Institute Of Obstetricians and Gynaecologists Royal College of
Physicians Ireland.

Cnattingius S, Villamor E, Johansson S, et al. 2013. Maternal Obesity and


Risk of Preterm Delivery. JAMA. 309(22):2362–2370

Cunningham F.G et al. 2013. Obstetri Williams. Jilid 2. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

David M. Luesley, Mark D. Kilby, et al. 2016. Edisi ketiga, Obstetrics &
Gynaecology: An Evidence-Based Text For MRCOG

Dolphin, A.C. A.2012.Short history of voltage-gated calcium channels.Br.


J. Pharmacol.

Farmak
ologi dan Terapi. Editor: Sulistia Gan Gunawan. Edisi 5. Jakarta:

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fak. Kedokteran UI. Hal.


351-358

Ganla KM, et al. 2004. A prospective comparison of nifedipin and


isoxsuprine for tocolysis.

Gaspar Robert, Hajagos Judith.2013. Calcium Channel Blockers as


Tocolytics: Principles of TheirActions, Adverse Effects and Therapeutic
Combinations. Pharmaceutical Hungary.

Gde, Tjokro Agung. 2014. Perbandingan Antara Mgso4 Dan Nifedipin


Sebagai Tokolitik Pada Preterm Labor. Bagian Obstetri dan Ginekologi
FK UNUD. Denpasar.

Giles W. 2007. The present and future of tocolysis. Best Practice & Research
Clinical Obstetrics and Gynaecology

Glock JL, Moraks WJ.1993.Efficacy and safety nifedipin versus


magnesium sulfat in the management of preterm labor : A
randomized clinical trial. Am J Obstet Gynecol

Goffinet Francois. 2005. Primary predictors of preterm labour. Department


of Obstetrics and Gynaecology, Maternity. Port Royal, Cochinc
SaintVincent de Paul Hospital. Paris, France. p : 38-47

Haas, D.M.2012. Tocolytic therapy for preterm delivery: Systematic review


and network meta-analysis. BMJ.

Hyagriv N. Simhan, Thorson H. 2017, Obstetrics Normal And Problem


Pregnancies, Edisi Ketujuh, Chapter 29: Preterm Labor And Birth,
Elsevier, p: 633-635

Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. 2011.Panduan Pengelolaan


persalinan preterm Nasional. Bandung.

Hiroshi Nakazawa. 2015. Factors affecting maternal serum magnesium


levels during long-term magnesium sulfate tocolysis in singleton
and twin pregnancy. Department of Obstetrics, Perinatal Medical
Center, Hyogo Prefectural Kobe Children’s Hospital, Kobe,
Japan

Illanes Sebastia´n E, Perez Allejandra. 2014. Preterm labour: association


between labour physiology, tocolysis and prevention. University of
Queensland, Royal Brisbane Hospital, Centre for Clinical Research,
Queensland, Australia.
Kartikasari, Ratih Indah. 2010. Hubungan Faktor Resiko Multiparitas dengan
Persalinan Preterm di RSUD Dr. Soegiri Lamogan. Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Kedokteran Fetomaternal POGI.2011.Manajemen Persalinan Preterm.,


Bandung., Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.

Kementerian Kesehatan RI.2008.Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS


2007, Jakarta: Kemenkes RI.

Kirschner, W. and Friese, K. 2010. Strategies in the Prevention of Preterm


Births During and Before Pregnancy.

K Sukatendel. 2016. Risk factor for preterm labor in Haji Adam Malik
General Hospital , Pirngadi General hospital and satellite
hospitals in Medan from January 2014 to December 2016

LaurusHealth. 2002. Nifedipin for Preterm Labor, in : Helath Library, Illnes


and Conditions.

Leitich Harald. 2005. Controversies in diagnosis of preterm labour.


Department of Obstetrics and Gynaecology, Medical University of
Vienna, Austria.

Lyell J. Deirdre.2013.Magnesium Sulfate Compared With Nifedipine for


Acute Tocolysis of Preterm Labour., American College.

Manuaba. 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.Edisi


2.Jakarta:EGC

Malika, St., 2013, Analisis Faktor Risiko Kejadian Kelahiran Prematur Di


Blud Rsu Tenriawaru Kelas B Kabupaten Bone Tahun 2013
Mercer BM, Marcpherson CA, Goldenberg RL, et al. 2006. Are women
with recurrent spontaneous preterm births different from those
without such history?. Am J Obstet Gynecol

Oroh S, Suparman E, Tendean H. 2015. Karakteristik Persalinan Prematur


di RSUP Prof.DR.R.D.Kandou Manado., Jurnal e-Clinic (eCI),3.

Papatsonis D, King JF, Flenady V, et al. 2003., Calcium Channel Blockers


for inhibiting preterm labour: a systemic review of the evidence
and a protocol for administration of nifedipine. Australia and
New Zealand Journal of Obstetric and Gynecology. Vol.43:192-
198
Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT
Bina Pustaka

Puji I. (2003). Perbandingan Efektivitas Nifedipin dan Isoksuprin dalam


Menghambat Proses Persalinan Preterm. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang

Schleubner E.2013.The Prevention, Diagnosis and Treatment of


Premature Labor. Dtsch Arztebl Int.

Smith P, Anthony J, Johanson R. 2000. Review : Nifedipine in Pregnancy.


Available from : British journal of Obstetric and ginecology. Vol. 107;
299-307

Suhartina. (2017). Analisis Efektivitas dan Efek Samping Penggunaan Off-


Label Rute Pemberian dari Nifedipin sebagai Tokolitik pada Partus
Preterm Imminens di Rumah Sakit Makassar

Sulistiarini ,berliana. 2016.Faktor-faktor yang memengaruhi kelahiran


prematur di indonesia: Analisis data Riskesdas 2013. Sekolah tinggi
ilmu statistik.

Syarif, A. B., Santoso, S. and Widyasih, H. 2017. Usia ibu dan kejadian
persalinan preterm, 62, pp. 20–24.

Tsatsaris V. et al. (2001). Tocolysis with Nifedipine or Beta Adrenergic


agonists and Ritodrine for preterm Labor. Obstetric and
Gynecology.Vol.95 : 477-481

Wijayanti, M. D., Widjanarko, B. and Ratnaningsih, E. .2011. Hubungan Usia


dan Paritas Dengan Kejadian Partus Prematurus Di Rumah
Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang Tahun 2010. Semarang

World Health Organization. 2017.On interventions to improve preterm birth


outcomes.

Anda mungkin juga menyukai