Anda di halaman 1dari 56

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN DERAJAT

PREEKLAMPSIA DI RSUD DR. R. GOETENG


TAROENADIBRATA PURBALINGGA TAHUN 2017

PROPOSAL SKRIPSI

SEA NABILAH WIJAYANTI


1513010001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN DERAJAT
PREEKLAMPSIA DI RSUD DR. R. GOETENG
TAROENADIBRATA PURBALINGGA TAHUN 2017

USULAN PROPOSAL SKRIPSI


diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

SEA NABILAH WIJAYANTI


1513010001

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi yang diajukan oleh:


Nama : Sea Nabilah Wijayanti
NIM : 1513010001
Program Studi : Kedokteran
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Judul : Hubungan Kadar Hemoglobin dengan
Derajat Preeklampsia di RSUD dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga Tahun 2017

Telah diterima dan disetujui


Purwokerto, ....................

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Amin Nurokhim, Sp. OG. dr. Rizka Adi Nugraha Putra, M.Sc.
NIK: 2160744 NIK: 2160480

Ketua Program Studi,

dr. Agus Zuliyanto., Sp. T.H.T.K.L


NIK: 2160593

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan

hidayah-Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Kadar

Hemoglobin dengan Derajat Preeklampsia di RSUD dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga Tahun 2017”. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam

rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran

pada Program Studi Kedokteran Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak dalam penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi

ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapakan terima kasih

kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Syamsuhadi Irsyad, S.H.,M.H., selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Purwokerto;

2. dr. Mambodyanto Sp., S.H., M.Kes.(MMR) selaku Dekan Fakultas

Kedokteran yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang

tata laksana penyusunan skripsi ini;

3. dr. Agus Yulianto, Sp.THT-KL (K), selaku Ketua Program Studi

Kedokteran yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang

tata laksana penyusunan skripsi;

4. dr. Amin Nurokhim, Sp. OG., selaku dosen pembimbing 1 yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam

penyusunan skripsi ini;

iii
5. dr. Rizka Adi Nugraha Putra, M.Sc., selaku dosen pembimbing 2 yang

telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dalam

penyusunan skripsi ini;

6. Bapak Andi Muhammad Maulana, M.Sc., yang telah menyediakan waktu,

tenaga dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini;

7. Bapak Sriyanto dan Ibu Iswinanti selaku kedua orang tua, adik kandung

Dhiaulhaq, Ocean, Tsabit dan Tsaqib, serta keluarga besar yang telah

memberikan bantuan dan dukungan baik material maupun moral;

8. Ari Permana Putra, S.T., selaku teman baik yang telah menyediakan waktu

dan memberikan dukungan moral dalam penyusunan skripsi ini;

9. Teman-teman Neuro 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang

telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu. Amin.

Purwokerto, Juni 2018

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. I


HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ II
KATA PENGANTAR ......................................................................................... III
DAFTAR ISI ..........................................................................................................V
DAFTAR TABEL ............................................................................................... VI
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... VII
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. VIII
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .....................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................4
C. TUJUAN PENELITIAN ..................................................................................4
D. MANFAAT PENELITIAN ...............................................................................4
E. KEASLIAN PENELITIAN ...............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 7
A. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................7
B. KERANGKA TEORI. ...................................................................................32
B. KERANGKA KONSEP .................................................................................33
C. HIPOTESIS .................................................................................................33
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 34
A. RANCANGAN PENELITIAN.........................................................................34
B. POPULASI, SAMPEL DAN SUBJEK ..............................................................34
C. VARIABEL PENELITIAN .............................................................................36
D. SKALA PENGUKURAN VARIABEL..............................................................37
E. METODE PENGUMPULAN DATA ................................................................37
G. ANALISIS DATA ........................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43
LAMPIRAN ......................................................................................................... 47

v
DAFTAR TABEL

Table 1.1. Keaslian Penelitian .................................................................... 5


Tabel 2.1. Klasifikasi derajat Preeklamsia menurut the American
College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG2013) ......... 20
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian ....................................................................... 42

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Remodeling Arteriola Sprialis Pada Kehamilan Normal


Preklampsia .............................................................................. 17
Gambar 3.1. Jalan Penelitian ................................................................... ..... 41

vii
DAFTAR SINGKATAN

ACOG : The American College of Obstetricians and Gynecologist


AKI : Angka Kematian Ibu
EDTA : Ethylenediaminetetraacetic Acid
EKG : Elektrokardiogram
EVC : Ekstravilus Citotrophoblast
GFR : Glomelurus Filtration Rate
Hb : Hemoglobin
HbA : Hemoglobin A
HbF : Hemoglobin F
HELLP : Hemolysis, Elevated Liver Enzyme Levels, and Low Platelet Count
ICAM-1 : Intercellular Adhesion Molecule
IL-10 : Interleukin 10
INF-γ : Interferon-γ
IP-10 : Interferon-γ Inducible Protein 10
ISSHP : The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy
IU : International Unit
IUFD : Intrauterine Fetal Death
IUGR : Intrauterine Growth Restriction
LDH : Lactic Acid Dehydrogenase
MCP-1 : Monocyte Chemotactic Protein-1
MDGs : Millenium Development Goals
NICE : The National Institute for Health and Clinical Excellence
NMDA : N-metil-D-aspartat
PGI2 : Prostaglandin I2(prostacyclin)
PIGF : Plasental Growth Factor
PIH : Prolactine Inhibiting Hormone
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SBR : Segmen Bawah Rahim
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
sEng : Soluble Endoglin
sFlt-1 : Soluble Fms-like Tyrosine Kinase 1
SGOT : Serum Glutamate Oksaloasetat Transaminase
SGPT : Serum Glutamate Piruvat Transaminase
SLE : Systemic Lupus Erythematosus
TD : Tekanan Darah
TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α
TXA2 : Thomboxane A2
uNK : Uterine Natural Killer
USG : Ultrasonografi
VCAM-1 : Vascular Cell Adhesion Molecule
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
WHO : World Health Organization
WIB : Waktu Indonesia Barat

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

menilai derajat kesehatan perempuan di suatu negara. Berdasarkan hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, didapati Angka

Kematian Ibu (AKI) yaitu 359 per 100.000. Angka ini menandakan Indonesia

sempat mengalami perburukan yang sangat signifikan dibandingkan dengan

tahun 2007 di mana Indonesia sempat menurunkan angka kematian ibu

menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (Budiantoro, 2013).

Berkaca dari hal tersebut, Indonesia pada tahun 2015 menurut data

WHO telah mampu memperbaiki angka tersebut menjadi 126 per 100.000

kelahiran hidup. Namun demikian, angka ini masih berada di atas target

MDGs 2015. Di mana target MDGs (Millenium Development Goals) pada

tahun 2015 untuk AKI di Indonesia adalah adanya penurunan AKI sebesar 102

per 100.000 kelahiran hidup. (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Selain itu,

MDGs terbaru mentargetkan Indonesia, pada tahun 2030 mampu menurunkan

AKI menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup (Ermalena, 2017). Dalam upaya

mencapai target MDGs yang baru inilah maka dibutuhkan usaha bersama dari

pemerintah dan tenaga medis untuk menurunkan AKI. Tenaga medis yang

dimaksud yaitu dokter dan bidan. Keduanya merupakan garda terdepan dalam

praktek klinik yang mempunyai peran menurunkan angka kematian ibu

melalui mendeteksi kemungkinan resiko kematian ibu (Kementerian

1
Kesehatan RI, 2014).

Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2015 sebanyak 619 kasus

kematian ibu. Hipertensi dalam kehamilan menjadi etiologi tertinggi kedua

dengan persentase 26,34 % (Dinkesprov Jateng, 2015). Di Kabupaten

Purbalingga pada tahun 2016 angka kematian ibu mengalami penurunan dari

136,78 per 100.000 kelahiran hidup (20 kasus) menjadi 104,62 per 100.000

kelahiran hidup (15 kasus). Meskipun terjadi penurunan yang signifikan,

namun angka ini masih berada di bawah target MDGs yaitu 102/100.000 dan

Renstra yaitu 101/100.000 kelahiran hidup. Selain itu, Angka Kematian Ibu

(dilaporkan) dalam buku profil kesehatan kabupaten purbalingga tahun 2016

yang di terbitkan oleh Dinkes Kab.Purbalingga dituliskan belum bisa

menggambarkan AKI yang sebenarnya di populasi (Dinkeskab Purbalingga,

2016).

Penyebab langsung yaitu kematian ibu di dunia dan Indonesia masih

didominasi oleh kesehatan ibu saat kehamilan dan persalinan. Sementara itu,

risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan,

yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko

keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk(termasuk

terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan

pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang

memadai oleh tenaga kesehatan(Chasanah, 2015). Tiga masalah utama

kesehatan ibu saat kehamilan dan persalinan yaitu perdarahan, preeklampsia-

eklampsia dan infeksi, sehingga pencegahan dan penanggulangan masalah ini

2
seharusnya difokuskan melalui intervensi pada ketiga masalah tersebut (Say et

al., 2014).

Preeklamsia merupakan salah satu bentuk hipertensi dalam kehamilan

yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah ≤ 140/90 mmHg dalam dua

kali pemeriksaan dengan rentang waktu 4 jam disertai peningkatan protein

urin 24 jam ≤ 300 mg setelah usia kehamilan memasuki minggu ke 20 (Nasiri

et al., 2015). Preeklampsia ringan dapat berkembang menjadi preeklamsi berat

dan dapat mengarah kepada eklampsia yang berisiko menyebabkan kematian

(Elok and Hendrati, 2014).

Tanda-tanda pada preeklamsiaa/eklamsia yang timbul disebabkan

adanya disfungsi endotel yang menyeluruh pada tubuh penderita. Dalam

perjalanan penyakitnya, penderita preeklamsiaa akan mengalami banyak

perubahan, disfungsi, dan kegagalan pada sistem tubuhnya. Disfungsi endotel

pada preeklamsia dapat menyebabkan kebocoran plasma dan menyebabkan

perubahan hematologi yaitu adanya penurunan volume plasma. Penurunan

volume plasma ini dapat menyebabkan kadar hematokrit dan hemoglobin

menjadi meningkat (Tannetta and Sargent, 2013). Selain itu terdapat penelitian

yang menghubungkan antara kadar hemoglobin sebagai faktor resiko

penyebab preeklamsia. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa kadar

hemoglobin yang tinggi pada trimester I dan II dapat meningkatkan resiko

terjadinya preeklamsia (Pakniat et al., 2016; Bennal and Taklikar, 2015;

Goodarzi Khoigani et al., 2012). Oleh karena peningkatan kadar hemoglobin

merupakan suatu tanda dan faktor resiko pada preeklamsia, maka peneliti

3
tertarik untuk meneliti apakah kadar hemoglobin yang meningkat mempunyai

hubungan dengan derajat preeklamsia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang

diajukan pada penelitian ini adalah adakah hubungan antara kadar hemoglobin

dengan derajat preeklamsia?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adakah hubungan antara kadar hemoglobin

dengan derajat preeklamsia.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan

preeklamsia ringan.

b. Untuk mengetahui kadar hemoglobin pada ibu hamil dengan

preeklamsia berat.

c. Untuk mengetahui kadar hemoglobin sebagai prediktor derajat

preeklamsiaa.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

mengenai kadar hemoglobin sebagai penanda perkembangan derajat

preeklamsi.

4
2. Bagi Fakultas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada

mahasiswa mengenai kadar hemoglobin sebagai penanda perkembangan

derajat preeklamsi serta diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

referensi dan kajian untuk penelitian lebih lanjut mengenai peranan

pemeriksaan hemoglobin dalam preeklamsia.

3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi perumus kebijakan khususnya dalam upaya

pencegahan kesakitan, kematian ibu dan peningkatan program ibu dan

anak. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi

mengenai identifikasi ibu hamil dengan preeklamsi untuk mendapatkan

perawatan selama kehamilan lebih dini dan teratur.

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Judul Penelitian Penulis Hasil Perbedaan

1. Hemoglobin as a Shimizu et Terdapat korelasi positif Metode


possible al (2016) antara kadar Hb dengan Variabel
biochemical index kadar HGF, peningkatan terikat
of hypertension- kadar Hb diikuti oleh
induced vascular peningkatan kadar HGF
damage yang merupakan parameter
evaluasi kerusakan endotel.

2. Hubungan kadar Wibowo et Dijumpai perbedaan kadar Metode


hematokrit dengan al (2014) hematokrit saat sebelum dan Variabel
tingkat keparahan setelah 24 jam persalinan. bebas
pada preeklamsia Kadar hematokrit tidak
berat di RSUP H diperngaruhi oleh tingkat
Adam Malik keparahan preeklamsia.
Medan, RSUD dr.
Pirngadi Medan dan
RS jejaring FK
USU

5
3. High maternal Azar Konsentrasi Hb yang tinggi Metode
hemoglobin Aghamoham pada trimester pertama Variabel
concentration in madi et al kehamilan meningkatkan bebas
first trimester as (2011) resiko hipertensi gestasional
risk factor for
pregnancy induced
hypertension

4. Korelasi Kadar Helina and Peningkatan kadar Metode


Hemoglobin Sulastri hemoglobin cenderung Variabel
dengan Kadar (2014) meningkatkan kadar NO terikat
Nitric Oxide pada pada preeklamsia dan
Preeklamsia dan peningkatan kadar
Kehamilan Normal hemoglobin tidak
mempengaruhi kadar NO
pada kehamilan normal.
5. Mean Maternal Georg- Terdapat pengaruh Metode
Second-Trimester Friedrich konsentrasi rata-rata Hb Variabel
Hemoglobin von selama trimester II dengan terikat
Concentration and Tempelhoff Pregnancy Outcomes
Outcome of et al
Pregnancy: A (2008)
Population-Based
Study

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Kehamilan

a. Definisi

Kehamilan merupakan masa dimulai dari saat konsepsi sampai

lahirnya janin. Onset kehamilan dihitung sejak hari pertama haid

terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan/trimester, yaitu mulai dari

konsepsi hingga 3 bulan disebut dengan triwulan/trimester pertama,

bulan keempat sampai bulan keenam disebut dengan trieulan/trimester

kedua, dan triwulan/trimester ketiga dihitung sejak bulan ketujuh

hingga bulan kesembilan. Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung

kira-kira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 41 minggu.

Kehamilan yang berlangsung antara 28 dan 36 minggu disebut

kehamilan prematur, sedangkan lebih dari 41 minggu disebut kehamilan

postmatur(ACOG, 2017).

b. Perubahan anatomi dan fisiologi

Pada kehamilan, untuk menunjang perkembangan dan

pertumbuhan janin dalam rahim, tubuh akan beradaptasi dengan

mengalami perubahan pada alat genitalia baik eksterna maupun interna.

Hormon-hormon yang disekresi yaitu somatomammotropin, estrogen

dan progesteron inilah yang berperan dalam perubahan yang terjadi

pada ibu hamil. Adapun perubahan yang terdapat pada wanita hamil,

7
antara lain (Yanamandra and Chandraharan, 2012):

a) Uterus (rahim)

Estrogen dan progesteron yang meningkat pada awal

kehamilan menyebabkan hipertropi otot polos dan serabut kolagen

jaringan uterus dan berakibat pada pembesaran uterus. Uterus dapat

membesar dan bertambah berat hingga tiga kali lipat dari berat dan

ukuran aslinya. Pembesaran uterus ini menyebabkan uterus teregang

dan menyebabkan isthmus tertarik ke arah kranial dan menipis.

Proses ini juga berfungsi membentuk segmen bawah rahin (SBR).

Pada kehamilan juga terjadi implantasi dari plasenta yang

menyebabkan pertumbuhan rahim tidak simetris. Bentuk yang tidak

sama ini disebut dengan tanda Piskacek. Sedangkan pada kehamilan

dapat terjadi perubahan konsentrasi hormon, sebagai contoh kadar

progesteron mengalami penurunan dan menimbulkan kontraksi

uterus yang disebut tanda

Braxton Hicks.

b) Serviks Uteri

Selain menyebabkan pembesaran ukuran uterus,

peningkatan kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan

vaskularisasi serviks bertambah dan menjadi lunak disebut tanda

Hegar. Selain itu, pada serviks komposisi jaringan didominasi oleh

jaringan ikat kolagen, sedangkan jaringan otot hanya 10%.

Akibatnya, serviks menjadi lebih fleksibel mengikuti tarikan korpus

8
uteri yang membesar dan dapat dan membuka akibat tekanan bagian

bawah janin selama proses persalinan.

c) Vagina dan Vulva

Sama halnya dengan serviks, vagina dan vulva mengalami

peningkatan vaskularisasi karena pengaruh estrogen sehingga

tampak makin merah dan kebiru-biruan dikenal dengan tanda

Chadwicks. Mukosa vagina jadi lebih tebal, otot vagina mengalami

hipertrofi dan terjadi perubahan susunan jaringan ikat di sekitar

sehingga vagina mudah berdilatasi untuk proses persalinan.

d) Ovarium

Pada permulaan kehamilan, di dalam ovarium masih

terdapat korpus luteum gravidarum yang berfungsi untuk

mempertahankan ketebalan dinding uterus melalui produksi

estrogen dan progesteron. Korpus luteum gravidarum bertahan

dalam ovarium hingga plasenta terbentuk yaitu sekitar usia

kehamilan 16 minggu. Setelah terbentuk, plasenta mengambil alih

sekresi estrogen dan progesteron, maka korpus luteum gravidarum

akan terdegenerasi.

e) Glandula Mammae (Payudara)

Glandula mammae mengalami pertumbuhan dan

perkembangan selama proses kehamilan. Pertumbuhan ini

berhubungan dengan persiapan memberi ASI pada periode laktasi

setelah persalinan. Hormon yang mempengaruhi sama dengan

9
hormon yang mempengaruhi perkembangan uterus yaitu hormon

somatomammotropin, estrogen dan progesteron. Estrogen

menimbulkan hipertrofi sistem saluran, sedangkan progesteron

menambah sel-sel asinus pada mammae. Somatomammotropin

mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus dan menimbulkan

perubahan dalam sel-sel sehingga terjadi pembuatan kasein,

laktalnumin dan laktoglobulin untuk persiapan laktasi. Dibawah

pengaruh progeteron dan somatomammotropin, terbentuk lemak

disekitar kelompok-kelompok alveolus sehingga mammae menjadi

lebih besar. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, papila mammae

dapat mengeluarkan cairan berwarna putih agak jernih disebut

kolostrum. Meskipun kolostrum telah dapat dikeluarkan,

pengeluaran air susu belum berjalan oleh karena prolaktin masih

ditekan oleh prolactine inhibiting hormone (PIH) dan proses

inhibisi ini akan dihentikan apabila ada rangsangan menghisap dari

bayi.

f) Dinding Perut

Pembesaran rahim menimbulkan peregangan dan

menyebabkan robekan jaringan elastin di bawah kulit sehingga

timbul striae gravidarum. Kadar hormon juga merangsang hipofisis

mengeluarkan melanosit yang menyebabkan kulit bertambah gelap

dan pada bagian abdomen, linea alba bertambah pigmentasinya

disebut dengan linea nigra.

10
Perubahan pada organ dan sistem dalam tubuh antara lain

sebagai berikut:

a) Sistem Kardiovaskular

Perubahan pada sistem kardiovaskular terjadi sejak

trimester pertama hingga ketiga. Cardiac output dapat meningkat

hingga 40% dari minggu ke minggu pada masa kehamilan dan

mencapai puncaknya pada minggu ke-32 kehamilan. Pada awal

trimester kedua, tekanan vena pada ekstremitas atas dan bawah

cenderung naik. Vena tungkai mengalami distensi karena terjadi

obstruksi aliran balik vena (venous return) akibat meningkatnya

tekanan darah vena yang kembali ke uterus dan akibat tekanan

mekanik dari uterus pada vena cava. Tekanan pada vena cava

inferior menyebabkan darah yang kembali ke atrium kanan menjadi

berkurang dan menyebabkan hipotensi. Pada kehamilan,

pembesaran uterus mempengaruhi letak dari diafragma. Diafragma

dapat menjadi lebih tinggi dan mendesak jantung sehingga akan

tampak perbesaran jantung, deviasi ke kiri dan perubahan

gelombang T pada elektrokardiogram (EKG)(Soma-pillay et al.,

2016).

b) Perubahan hematologi

Pada kehamilan, volume plasma darah maternal meningkat

hingga 50%. Peningkatan volume plasma darah maternal ini

dibarengi dengan peningkatan sel darah merah sebanyak 30%.

11
Ketidakseimbangan peningkatan ini menyebabkan anemia

fisiologis pada ibu hamil yang ditandai dengan kadar Hb rata-rata

yaitu 11.6 g/dL dan hematokrit 35.5%. Anemia fisiologis ini tidak

menimbulkan asfiksia janin akibat adanya mekanisme kompensasi

tubuh ibu yaitu dengan meningkatkan curah jantung dan PaO2

(Akinlaja, 2016) .

c) Traktus Respiratorius

Selama masa kehamilan normal, fungsi pernapasan, pola

pernapasan, dan pertukaran gas dipengaruhi oleh mekanisme

hormonal dan mekanikal. Kadar progesterone yang meningkat

selama kehamilan berperan memberikan efek bronkodilator dan

menyebabkan ligametum interkostalis relaksasi sehingga terjadi

peningkatan volume tidal dan volume menit. Estrogen yang

diproduksi selama kehamilan juga merupakan mediator reseptor

progesteron, sehingga peningkatannya selama kehamilan juga

meningkatkan sensitifitas dari reseptor progesteron di hipotalamus

dan medulla yang merupakan central neural respiratory areas.

Estrogen meningkatkan vaskularisasi pada traktus respiratori

menyebabkan hiperaemia dan edema pada mukosa sehingga

menimbulkan nasal kongesti. Perubahan mekanikal yaitu posisi

diafragma terdorong ke arah kranial akibat dari pembesaran uterus

dan umumnya diikuti pembesaran dari diameter anteroposterior dan

transversal dari cavum thorax dalam upaya mempertahankan

12
kapasitas total paru. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim

dan kebutuhan O2 yang tinggi, ibu hamil akan bernapas lebih

dalam dari biasanya (Lomauro and Aliverti, 2015).

d) Traktus Digestivus

Salivasi meningkat dan pada trimester I disertai keluhan

mual dan muntah. Hal ini diakibatkan kadar hormon progesteron

yang meningkat menyebabkan tonus otot-otot traktus digestivus

menurun sehingga terjadi penurunan motilitas dan makanan akan

lebih lama berada dalam lambung. Hal ini dapat menyebabkan

resorpsi air berlebih dan meimbulkan obstipasi. Akibat peningkatan

kadar progesteron pada masa awal kehamilan, sering dijumpai

gejala muntah (emesis gravidarum) pada pagi hari (Longo et al.,

2010).

e) Tractus Urinarius

Peningkatan cardiac output dapat menyebabkan

peningkatan alirah darah ke ginjal dan meningkatkan Glomelurus

Filtration Rate (GFR). Peningkatan GFR menyebabkan

pembentukan urin yang meningkat akibatnya terjadi peningkatan

frekuensi miksi selama kehamilan. Hormon progesteron dapat

menyebabkan relaksasi pada traktus urinarius dan menyebabkan

motilitas ureter dan vesika urinaria berkurang. Hal ini

menyebabkan pengosongan vesika urinaria tidak sempurna dan

terdapat residu berupa urin. Hal ini meningkatkan resiko terjadinya

13
hidronephrosis dan infeksi saluran kemih (Cheung and Lafayette,

2014).

f) Kulit

Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan

hiperpigmentasi karena pengaruh melanophore stimulating

hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar

suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada striae gravidarum

livide atau alba, areola mammae, papilla mammae, linea nigra, pipi

(chloasma gravidarum) (Yanamandra and Chandraharan, 2012).

2. Preeklamsia

a. Definisi
Preeklamsia merupakan kondisi khusus yang disebabkan oleh

kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang terjadi

setelah kehamilan mingu ke-20 hingga minggu ke-6 setelah persalinan

(Anderson, 2015). Menurut The International Society for the Study of

Hypertension in Pregnancy (ISSHP), preeklamsia merupakan keadaan

hipertensi dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg yang terjadi setelah

minggu ke-20 disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam dan

ditandai dengan tekanan darah yang normal sebelum kehamilan

maupun pada saat usia kehamilan ≤ 20 minggu. (Tranquilli et al.,

2014)

b. Faktor Resiko

Beberapa hal yang meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia

yaitu adanya riwayat keluarga dengan preeklamsia, nuliparitas,

14
multiparitas dengan partner baru, interval kehamilan yang pedek,

infeksi saluran kemih dan ras (kulit putih > kulit hitam). Usia saat

kehamilan yang terlalu muda maupun terlalu tua (> 40tahun) juga

meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia (Henderson, Thompson

and Burda, 2012)

Selain itu, wanita dengan riwayat diabetes mellitus, hipertensi

kronis, obesitas, penyakit ginjal, systemic lupus erythematosus (SLE),

dan sindrom antiphospholipid juga diketahui beresiko tinggi

mengalami preeklamsia (Tannetta and Sargent, 2013).

Selain kondisi medis, terdapat kondisi obstetri yang dapat

mempengaruhi peningkatan resiko preeklamsia yaitu masa plasenta

yang meningkat, kehamilan multiple, kehamilan mola hidatidosa

(Sircar et al., 2015).

c. Etiopatologi

Hingga saat ini, mekanisme terjadinya preeklamsiaa masih

belum sepenuhnya dimengerti. Namun, beberapa penelitian

menunjukan bahwa disfungsi endotel memiliki peranan yang berarti

dalam munculnya sindrom pada preeklamsia (Sircar, Thadhani and

Karumanchi, 2015).

Terdapat beberapa mekanisme yang berpengaruh terhadap

pathogenesis dari preeklamsiaa yaitu faktor kerusakan endothelial,

faktor antiangiogenic, inflamasi sistemik, faktor imunologis dan

hipoksia. Namun, patogenesis utama preeklamsia yaitu invasi

15
sitotrophoblast yang inadekuat pada plasenta dan diikuti dengan

disfungsi endotel menyeluruh yang disebabkan pelepasan

antiangiogenic factors soluble fms-like tyro-sine kinase 1 (sFlt1) dan

soluble endoglin (sEng) oleh plasenta (State and Medical, 2016).

Keberhasilan invasi dari sitotrophoblast dan remodeling arteri

spiralis bergantung pada natural killer cell dari uterus (uNK) dan

makrofag. Kedua faktor ini dapat menyebabkan perubahan dari otot

polos arteri spiralis dan endotel, proses ini dilanjutkan dengan invasi

dari ekstavilus sitotrophoblast (EVC) ke lapisan desidua. Apabila

proses ini terjadi secara sempurna maka terjadi perubahan pada arteri

spiralis yang memungkinkan darah mengalir ke permukaan plasenta

dengan tekanan yang rendah (State and Medical, 2016).

Pada preeklamsia terjadi invasi EVC yang tidak sempurna dan

mengakibatkan retensi dan vasokonstriksi pada bagian distal arteri

spiralis. Hal ini mengakibatkan aliaran darah ke plasenta berkurang

dan menyebabkan iskemik. Keadaan iskemik ini menyebabkan

dilepaskannya lipid peroxide. Pelepasan lipid peoxide ini dapat

menyebabkan ketidakseimbangan anti-angiogenic factors dan pro-

angiogenic factors dalam tubuh yang disebut dengan stress oksidatif

(Tannetta and Sargent, 2013).

Anti-angiogenic factors yang meningkat akibat pelepasan lipid

peroxide yaitu soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) and soluble

endoglin (sEng). sFlt-1 bersifat antagonis VEGF dan PIGF dengan

16
cara berikatan dengan reseptor selular dari vascular endothelial

growth factor (VEGF) dan plasental growth factor (PlGF) yang

merupakan pro-angiogenic factors. Kedua pro-angiogenic factors ini

dibutuhkan dalam angiogenesis dan proses perbaikan dari endotel.

Mekanisme inilah yang dapat memperparah disfungsi endotel yang

telah terjadi (Pregled et al., 2018).

Gambar 2.1 Remodeling arteriola spiralis pada kehamilan normal dan preeklamsia
(Powe, Levine and Karumanchi, 2011)

Disfungsi endotel yang terjadi dapat menyebabkan penurunan

produksi prostasiklin (PGI 2) yang seharusnya pada kehamilan normal

meningkat. Sehingga, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis

kemudian akan digantikan dengan trombin dan plasmin. Trombin

akan mengkonmsi antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin.

17
Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan

serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kenaikan tekanan darah

(State and Medical, 2016).

Dalam keadaan normal, terdapat pula interaksi antara sel imun

desidual dan sel trophoblast pada trimester pertama yang dapat

menimbulkan respon inflamasi. Pada keadaan preeklamsia, akibat

iskemik plasenta, dapat terjadi peningkatan respon inflamasi yaitu

sitokin, IL-2, IL-4, IL-6, IL-8, IL-10, IL-12p40, IL-12p70, IL-18,

INF-γ, TNF-α dan chemokine interferon-γ-inducible protein (IP-10),

monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1) dan molecular adesi

[intercellular adhesion molecule (ICAM-1) dan vascular cell

adhesion molecule (VCAM-1)]. Selain peningkatan sitokin dan

chemokine, terjadi penurunan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α)

serum, interleukin 10 (IL-10) dan interferon-γ (INF-γ). Hal inilah

yang menyebabkan disfungsi endotel pada preeklamsia. Sedangkan

pada trimester kedua dan ketiga, respon inflamasi disebabkan oleh

adanya pelepasam mikropartikel dari sinsitiotrophoblast ke dalam

sistem vascular ibu (Gathiram and Moodley, 2016).

Mekanisme vasokonstriksi dan disfungsi endotel secara

keseluruhan inilah yang dapat menyebabkan meningkatnya tekanan

darah pada preeklamsia dan kelainan pada organ lainnya seperti:

a) Plasenta

Vasokonstriksi arteriola spiralis desidua disertai menipisnya

18
sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam villi

dikarenakan fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi jaringan

fibrotik mengakibatkan turunnya aliran darah ke plasenta yang

berakibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathy. Hal ini

mengakibatkan gangguan fungsi plasenta yang dapat berefek pada

tumbuh kembang janin atau intrauterine growth restriction (IUGR)

hingga kematian janin dalam kandungan atau intrauterine fetal

death (IUFD) (Cg et al., 2015).

b) Ginjal

Pada preeklampsia terjadi perubahan seperti peningkatan

resistensi arteri aferen ginjal dan perubahan bentuk endotel

glomerulus. Akibatnya terjadi penurunan filtrasi ginjal yang

mengakibatkan oliguria serta berakibat pada peningkatan kadar

kreatinin serum. Kerusakan pembuluh darah glomerulus dalam

bentuk “gromerulo-capilary endhotelial” menyebabkan glomerulus

yang biasanya tidak dapat ditembus (tidak permiabel) oleh protein

yang besar, menjadi lebih permeabel dan menyebabkan kebocoran

protein (proteinuria) (Cunningham et al., 2014).

c) Hepar

Disfungsi endotel dapat terjadi pada sel di hepar.

Kerusakan sel hepar ini menyebabkan peningkatan serum

aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (serum glutamate

oksaloasetat transaminase / SGOT) dan alanine aminotranferase

19
(serum glutamate piruvat transaminase/SGPT) (Phipps et al.,

2016).

d) CNS

Preeklamsiaa dapat menyebabkan terjadinya edema serebri

dan selanjutnya terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan

intrakranial yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan

perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang. Edema serebri terjadi

karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapilar (Logue,

George and Bidwell, 2017).

d. Klasifikasi

Secara umum, preeklamsia dibagi berdasarkan onsetnya

menjadi early onset (sebelum usia kehamilan 34 minggu) dan late

onset (setelah usia kehamilan 34 minggu) (Mecinaj, 2014). Menurut

the American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG)

tahun 2013, preeklamsia diklasifikasikan menjadi:

Tabel 2.1 : Klasifikasi derajat Preeklamsia menurut the American College of


Obstetricians and Gynecologist (ACOG 2013)
Preeklamsia tanpa tanda bahaya
Sistolik 140-190 mmHg dan/atau
Diastolik 90-99 mmHg
Disertai proteinuria
Preeklamsia dengan tanda bahaya
Satu dari gejala berikut:
Sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg dalam 2 kali
pemeriksaan dengan jarak 4 jam dalam keadaan istirahat.
Trombositopenia ≤ 100 x 10⁶ /L
Serum kreatinin > 97 μmol/L atau meningkat dua kali lipat
Peningkatan SGPT SGOT disertai nyeri epigastrik atau nyeri kuadran
atas abdomen

e. Diagnosis

20
Diagnosis preeklamsia menurut ACOG (2013) yaitu apabila

TD sistol ≥ 140 mmHg atau diastole ≥ 90 mmHg pada dua kali

pengukuran setidaknya dengan selisih 4 jam, pada usia kehamilan

lebih dari 20 minggu pada perempuan dengan TD normal atau TD

Sistol ≥ 160 mmHg atau diastole ≥ 110 mmHg. Kedua kondisi tersebut

harus disertai dengan proteinuria ditandai dengan kadar protein dalam

urine kuantitatif ≥ 300 mg/24 jam atau protein/rasio kreatinin ≥ 0.3

mg/dL atau pemeriksaan carik celup urine +1 (hanya jika protein urine

kuantitatif tidak tersedia). Namun, apabila tidak ditemui proteinuria,

maka dapat dikatakan preeklamsia apabila hipertensi yang baru timbul

dengan awitan salah satu dari :

 Trombositopenia ditandai dengan hitung trombosit <

100.000/µL

 Insufisiensi ginjal ditandai dengan oliguria, konsentrasi

kreatinin serum >1,1 mg/dL atau lebih dari dua kali kadarnya

dan tidak terdapat penyakit ginjal lainnya.

 Gangguan fungsi hati ditandai dengan peningkatan SGPT

SGOT

 Edema paru

 Gangguan serebral atau pengelihatan

f. Pencegahan

Hingga saat ini, belum ada penanganan yang bisa diandalkan

dalam upaya pencegahan terjadinya preeklamsia. Namun, beragam

21
studi analisis masih dilakukan mengenai penggunaan aspirin dan

kalsium dalam upaya pencegahan preeklamsiaa. Dari beragam studi

tersebut beberapa menganjurkan penggunaan aspirin dalam dosis

rendah dapat digunakan untuk pencegahan pada wanita yang berisiko

tinggi mengalami preeklamsia. Dosis aspirin yang dianjurkan adalah

80–150 mg per hari pada malam hari dan pemberiannya dianjurkan

dimulai sebelum usia kehamilan 16 minggu hingga waktu persalinan

(Atallah, Lecarpentier and Goffinet, 2017).

ACOG (2013) merekomendasikan dalam upaya pencegahan

preeklamsia pada wanita berisiko tinggi dengan menggunakan

antiplatelet dosis rendah (aspirin 60-80mg / hari), antioksidan agen

(vitamin C dan vitamin E), suplemen kalsium 1.5-2 g/hari untuk

wanita dengan asupan kalsium dibawah 600 mg/hari, diet rendah

garam dan perubahan gaya hidup.

Baru-baru ini penggunaan vitamin D sebagai pencegahan

terjadinya preeklamsia juga banyak di teliti. Namun, dosis

penggunaan vitamin D dalam upaya pencegahan preeklamsia masih

dalam penelitian. Penggunaan vitamin D 800-1200 IU per hari dapat

mencegah terjadinya preeklamsia (WHO, 2011). Penelitian yang

dilakukan oleh Sasan et al menyebutkan penggunaan 4000 IU vitamin

D per hari lebih efisien dan tidak menimbulkan efek toksik dalam

pencegahan kekambukan preeklamsia (Sasan et al., 2017).

g. Tatalaksana

22
Manajemen yang dapat dilakukan pada preeklampsia ringan,

adalah meminta pasien untuk istirahat yang cukup serta melakukan

monitoring tekanan darah dan protein pada urin pasien secara rutin.

Pasien mendapatkan edukasi mengenai gejala preeklampsia berat

seperti nyeri epigastrik dan gangguan penglihatan. Obat antihipertensif

tidak diberikan kecuali tekanan darah diastolik pasien mencapai 100

mmHg dan usia kehamilan ≤30 minggu. Penatalaksaan selanjutnya

yaitu evaluasi gejala maternal dan gerakan janin setiap hari oleh

pasien, evaluasi tekanan darah 2 kali dalam seminggu, evaluasi jumlah

trombosit dan fungsi liver setiap minggu, evaluasi USG dan

kesejahteraan janin secara berkala (dianjurkan 2 kali dalam seminggu).

Apabila dari hasil evaluasi didapatkan tanda pertumbuhan janin

terhambat, evaluasi menggunakan doppler velocimetry arteri umbilikal

direkomendasikan.

Manajemen preeklampsia berat adalah menurunkan tekanan

darah ibu, mencegah terjadinya kejang, menginisiasi persalinan.

Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklampsia terjadi pada

usia kehamilan ≥36 minggu atau jika ditemukan bukti maturitas dari

paru janin atau gawat janin. Mengontrol tekanan darah dapat dilakukan

dengan pemberian antihipertensi, pencegahan kejang dapat dilakukan

dengan pemberian magnesim sulfat dan pencegahan komplikasi pada

sundroma HELLP dengan pemberian kortikosteroid.

a) Penurunan tekanan darah

23
Indikasi utama pemberian obat antihipertensi pada

kehamilan adalah untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit

serebrovaskular. Antihipertensi direkomendasikan pada

preeklampsia dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥

160 mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg dengan target penurunan

tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan diastolik < 110

mmHg. Pilihan pertama antihipertensi yang dapat digunakan

adalah nifedipin oral short acting, hidralazine dan labetalol

parenteral. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah

nitogliserin, metildopa, labetalol. Pada kasus preeklamsiaa berat,

penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap tidak lebih dari

25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk mencegah

terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter (ACOG, 2013).

b) Pencegahan kejang

Tujuan utama pemberian magnesium sulfat pada

preeklampsia adalah untuk mencegah dan mengurangi angka

kejadian eklampsia, serta mengurangi morbiditas dan mortalitas

maternal serta perinatal. Mekanisme kerjanya adalah menyebabkan

vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos, termasuk pembuluh

darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan,

magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik.

Magnesium sulfat juga berperan dalam menghambat reseptor N-

metil-D-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila teraktivasi akibat

24
asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron,

yang mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang

(Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi, 2016).

Dosis loading magnesium sulfat yang di rekomendasikan

adalah 4 g selama 5 – 10 menit, dilanjutkan dengan dosis

pemeliharaan 1-2 g/jam selama 24 jam postpartum atau setelah

kejang terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk melanjutkan

pemberian magnesium sulfat. Pemantauan produksi urin, refleks

patella, frekuensi napas dan saturasi oksigen penting dilakukan saat

memberikan magnesium sulfat. Pemberian ulang 2 g bolus dapat

dilakukan apabila terjadi kejang berulang (Gordon et al., 2014).

c) Pencegahan komplikasi

Pemberian kortikosteroid dapat memperbaiki kadar

trombosit, SGOT, SGPT, LDH, tekanan darah arteri rata –rata dan

produksi urin meskipun belum ada bukti yang nyata penggunaan

kortikosteroid terhadap penurunan morbiditas maternal.

Kortikosteroid dapat digunakan untuk menurunkan risiko

mortalitas janin serta neonatal. Peran kortikosteroid pada janin dan

neonatal dengan ibu preeklamsia yaitu untuk pematangan paru.

Kortikosteroid yang direkomendasikan adalah deksametason dan

betametason (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi, 2016).

h. Komplikasi

Komplikasi yang kemungkinan terjadi pada kasus preeklampsia

25
antara lain atonia uteri, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver

enzimes, low platelet count), ablasio retina, KID (koagulasi

intravascular diseminata), gagal ginjal, perdarahan otak, oedema paru,

gagal jantung, hingga syok dan kematian. Adapun komplikasi pada

janin berhubungan dengan akut atau kronisnya insufisiensi

uteroplasental, pertumbuhan janin terhambat dan prematuritas (Dupont

et al., 2015).

3. Hemoglobin

a. Definisi

Hemoglobin adalah senyawa protein dengan Fe yang dinamakan

conjugated protein. Sebagai intinya Fe dan dengan rangka

protoporphyrin dan globin (tetra phirin) menyebabkan warna darah

merah karena adanya Fe ini. Oleh karena itu hemoglobin dinamakan zat

warna darah bersama dengan eritrosit Hb dengan karbondioksida

menjadi karboxyhemoglobin dan warnanya merah tua (Guyton and

Hall, 2007).

b. Pembentukan Hemoglobin

Menurut Arthur C. Guyton dan John E. Hall (2007), sintesis

hemoglobin dimulai dalam proeritoblas dan kemudian dilanjutkan

sampai tingkat retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan

sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap

membentuk hemoglobin selama beberapa hari berikutnya. Tahap dasar

kimiawi pembentukan hemoglobin adalah yang pertama, suksinil-KoA,

26
yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan klisin untuk

membentuk molekul pirol. Selanjutnya, empat senyawa pirol bersatu

membentuk senyawa protoporfirin, yang kemudian berikatan dengan

besi membentuk molekul hem. Empat molekul hem berikatan dengan

satu molekul globin, suatu globulin yang disintesis dalam ribosom

retikulum endoplasma, membentuk hemoglobin. Terdapat beberapa

variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin yang berbeda, bergantung

pada susunan asam amino dibagian polipeptida. Tipe-tipe rantai itu

disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk

hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin

A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.

Karena setiap rantai mempunyai sekelompok prostetik heme, maka

terdapat empat atom besi dalam setiap molekul hemoglobin, masing-

masing dapat berikatan dengan 1 molekul oksigen, total membentuk 4

molekul oksigen yang dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin.

Hemoglobin A mempunyai berat molekul 64.458.

c. Struktur

Struktur Hb terdiri atas empat grup heme dan empat rantai

polipeptida dengan total asam amino sebanyak 574 buah. Rantai

polipeptidanya terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β dengan masing-

masing rantai berikatan dengan satu grup heme. Pada setiap rantai α

terdapat 141 asam amino dan setiap rantai β terdapat 146 asam amino.

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan

27
nama porfirin. Porfirin terbentuk dari empat cincin pirol yang

dihubungkan oleh suatu jembatan untuk membentuk cincin tetrapirol.

Pada cincin ini terdapat empat gugus mitral dan gugus vinil serta dua

sisi rantai propionol. Porfirin yang menahan satu atom Fe disebut

dengan nama heme. Pada molekul heme inilah Fe dapat melekat dan

menghantarkan O2 serta CO2 melalui darah (Schechter et al., 2018).

d. Fungsi

Terdapat beberapa fungsi hemglobin dalam tubuh meliputi

pengangkutan oksigen, pengangkut karbondioksida, dan sebagai

pengontrol (Schechter et al., 2018).

a) Pengangkut oksigen.

Fungsi utama hemoglobin adalah mengikat dan membawa oksigen

dari paru-paru dam melepaskannya di jaringan, untuk digunakan

oleh sel-sel penyusun jaringan.

b) Pengangkut karbondioksida

Sel-sel yang menerima oksigen akan melakukan metabolisme aerob

untuk menghasilkan energi yang dapat digunakan untk beraktifitas.

Hasil samping dari metabolisme ini berupa karbondioksida (CO2).

CO2 bersifat toksik apabila kadarnya dalam tubuh meningkat. Oleh

karenanya, hemoglobin berperan dalam mengikat dan membawa

CO2 ke organ pembuangan ekskreta yang berbentuk gas yaitu paru-

paru.

c) Kontrol pH tubuh

28
Hemoglobin merupakan bagian dari sistem pengontrol pH tubuh

melalui kedua mekanisme di atas. Apabila kadar CO2 meningkat

dalam darah akan menyebabkan pH darah menjadi asam dan dapat

terjadi asidosis metabolik.

4. Hemoglobin dan Preeklamsi

Pada preeklamsiaa terjadi disfungsi endotel yang menyebabkan

gangguan perfusi dan metabolisme endogen dalam bentuk ekstravasasi

cairan menuju ekstraseluler. Hal ini menyebabkan keadaaan yang berbeda

pada kehamilan normal yaitu hipovolemi. Hipovolemi mengakibatkan

perubahan konsentrasi dari darah atau hemokonsentrasi ditandai dengan

peningkatan kadar hemoglobin dalam darah. Hemokonsentrasi yang

meningkat terus menerus menyebabkan perfusi jaringan semakin

berkurang dan memperburuk preeklamsia itu sendiri (Pakniat et al., 2016).

Hemoglobin dan metabolismenya dapat bersifat toksik dengan

mekanisme sebagai berikut:

 Ferus pada hemoglobin (Fe 2+


) merupakan pengikat kuat dari nitrit

oxide yang merupakan vasodilator dan menurunkan kadar nitrit

oxide yang bebas dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan

vasokonstriksi.

 Heme grup pada hemoglobin merangsang pelepasan respon

inflamasi dengan cara menginduksi produksi dari sitokin dan

neutrofil. Protein endogen α1-microglobulin berikatan dengan

29
radikal dan heme binding properties memiliki kemampuan

menginduksi kerusakan plasenta dan ginjal

Hemoglobin terdiri atas empat rantai globin, dan pada tiap

globinnya tertanam sekelompok heme yang mengandung besi dan

memiliki afinitas tinggi pada oksigen. Varian yang paling umum pada

rantai globin adaalah alfa, beta, dan gamma. Hb dewasa(HbA) terdiri dari

2 rantai alfa dan 2 rantai beta, dan menyusun >95% dari total Hb setelah

berumur 6 bulan (Hansson et al., 2015).

Aktifitas redox dari atom besi pada kelompok heme berfungsi

sebagai dasar dari reaktifitas oxidatif yang kuat dari free hemoglobin. Free

hemoglobin diartikan sebagai Hb ekstraseluler yang tidak terikat. Selama

hemolisis, eritrosit pecah dan free hemoglobin keluar ke dalam sirkulasi.

Eriptosis adalah eritrosit yang mengalami apoptosis, distimulasikan oleh

stres oksidatif, kehabisan energi, ketidak seimbangan kalsium, dan

berbagai macam senyawa xenobiotik. Eriptosis dapat dihambat/dicegah

oleh erythropoietin dan NO. Eriptosis mempengaruhi capillary beds

dengan memelihara trombosis. Eriptosis dikenal sebagai faktor resiko

untuk preeclampsia (Lang et al., 2012).

Efek vasokonstriktif dari free hemoglobin adalah hasil dari ferrous

hemoglobin (Fe2+) yang mengikat kuat vasodilator NO, maka dari itu

mengurangi ketersediaan NO. Saat ini, donor NO sedang dalam penelitian

sebagai terapi untuk IUGR dan preeklampsia (Cindrova-Davies, 2014).

Hb(Fe2+) dengan oksigen terikat (OxyHb) dapat menghasilkan oksigen

30
radikal bebas secara spontan. Hasilnya adalah molekul dengan bentuk

yang teragregasi dan teroksidasi, produk degradasi, dan free iron dan

kelompok heme. Sebagai hasilnya, Hb dan produk degradasinya menjadi

beracun dan dapat menyebabkan stres oksidatif, hemolisis, vasokonstriksi,

kerusakan ginjal dan endotel vaskuler. Kelompok Heme memiliki efek

langsung pada respon inflamasi dengan memicu aktivasi dari neutrofil dan

induksi dari produksi sitokin (Buehler dan D'Agnillo, 2010).

31
B. Kerangka Teori.

Faktor Genetik Faktor Imunologis / inflamasi Stress oksidatif


Nk Cells

Retensi distal a.spiralis

Gangguan invasi sitotrophoblast

Vasokonstriksi a. spiralis

Perfusi plasenta ↓

Iskemik jaringan

antiangiogenic factor ↑ Respon inflamasi Endotelin, angiotensin,


tromboxan↑
Sitokin & kemokin
sFlt1 ↑ sEng↑ TGF β ↑ vasokonstriksi

VEGF ↓

PIGF ↓ DISFUNGSI ENDOTEL

Gangguan multi organ memperburuk

CNS Hepar Ginjal Vaskuler


endotel

Sistemik Kebocoran
plasma
Vasokonstriksi p.darah
Hipovolemi

Hemoglobin ↑

HGF ↑
EKLAMSI PEB

(Kerangka teori ini disusun dari (State and Medica., 2016; Sircar et al., 2012; Tanneta and
Sargent, 2013 ; Pregled et al., 2018)).

32
B. Kerangka Konsep

KADAR PER

HEMOGLOBIN
PEB

Keterangan :

: Diteliti

: Variabel bebas

: Variabel terikat

C. Hipotesis

Ho = tidak terdapat hubungan antara kadar Hb dengan derajat preeklamsia.

H1 = terdapat hubungan antara kadar Hb dengan derajat preeklamsia.

33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional

analitik dengan pendekatan cross sectional. Pelaksanaan pengambilan sampel

dilakukan di bagian Rekam Medik RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga. Pelaksanaan analisis data diakukan di Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

B. Populasi, Sampel dan Subjek

1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah ibu hamil dengan diagnosis

kerja preeklamsia yang mendapatkan pelayanan kesehatan di RSUD dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti.

Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini merupakan ibu hamil

dengan diagnosa preeklamsia yang dilakukan pemeriksaan tekanan darah

dan laboratorium darah rutin. Adapun teknik penentuan sampel yang akan

digunakan adalah non-probability sampling dengan pengambilan sampel

secara purposive sampling. Pada non-probability sampling, setiap anggota

populasi tidak mempunyai peluang yang sama. Penentuan jumlah sampel

ditentukan dengan rumus slovin:

34
N
n
1  Ne2
663
n
1  663(0,05) 2
n  249,5
n  250

Keterangan :

n = sampel

N = populasi

e = nilai ketelitian

Oleh karena itu, sampel yang akan diambil sebanyak 250 pasien

dengan diagnosis preeklampsia.

3. Subjek

Populasi total pasien preeklampsia di RSUD dr. R. Goeteng

Taroenadibrata pada tahun 2017 adalah 663 pasien. Jumlah subjek

penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin dan

didapatkan jumlah sampel minimal yaitu 250. Total populasi ini

merupakan pasien yang telah terdiagnosis preeklamsi dalam rekam medis

dan nantinya dibagi menjadi dua kelompok preeklamsi berdasarkan

tekanan darah menurut ACOG 2013, yaitu kelompok preeklamsi ringan

dan preeklamsi berat. Subjek penelitian ditentukan berdasarkan kriteria

inklusi dan eksklusi sebagi berikut :

a. Kriteria inklusi :

1) Ibu hamil dengan diagnosis preeklamsi

35
b. Kriteria eksklusi :

1) Rekam medis yang di dapat dari data komputer tidak ditemukan

di ruangan

2) Hasil laboratorium pada saat terdiagnosis tidak terlampir

3) Ada riwayat anemia

4) Ibu hamil dengan thalasemia

5) Hipertensi kronis

6) Riwayat penyakit jantung

7) Penyakit ginjal

8) Ibu hamil dengan penyakit lain (Hipertiroid, HIV)

9) Riwayat perdarahan

10) Diatesis hemoragik

C. Variabel Penelitian

1. Variabel penelitian

a. Variabel dependen : Kadar Hemoglobin

b. Variabel independen : Derajat Preeklamsi

2. Definisi Operasional

a. Preeklamsia

Preeklamsi merupakan kondisi khusus yang disebabkan oleh

kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah yang terjadi

setelah kehamilan mingu ke-20 hingga minggu ke-6 setelah persalinan

(Anderson, 2015).

36
Nilai preeklamsia ringan dan berat didasarkan pada ACOG tahun

2013.

b. Kadar hemoglobin

Kadar hemoglobin adalah ukuran pigmen respiratorik dalam

butiran-butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal

kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut

“100 persen” (Evelyn, 2009). Nilai kadar hemoglobin didapatkan

melalui pemeriksaan laboratorium darah rutin yang hasilnya tercantum

dalam rekam medis. Kadar normal hemoglobin pada wanita wanita

dewasa 11,5 - 16,5 g/dl, wanita hamil ≥ 11 g/dl. Sedangkan kadar

hemoglobin pada wanita hamil dengan pre-eklampsia adalah ≥ 13.2

g/dL (Tiarannisa. et al., 2014).

D. Skala Pengukuran Variabel

Pada penelitian ini, variabel independen diukur dengan menggunakan

skala ordinal. Sedangkan variabel dependen pada penelitian ini diukur dengan

menggunakan skala rasio.

E. Metode Pengumpulan data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder yang didapatkan

oleh peneliti dari rekam medis.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Preeklamsia

37
Metode pengumpulan data yang dilakukan yaitu dengan

mengumpulkan data sekunder dari rekam medis dari ibu hamil dengan

diagnosis preeklamsia RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga periode januari 2017 hingga desember 2017 serta

tercantum didalamnya hasil pemeriksaan darah rutin berupa kadar

hemoglobin. Data derajat preeklamsi dinyatakan dalam bentuk

preeklamsi ringan dan preeklamsi berat. Selanjutnya data tersebut

disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan diagram serta dinyatakan

dalam rerata ± simpangan baku.

b. Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin didapatkan berdasarkan hasil pemeriksaan

darah rutin yang dilakukan di laboratorium di RSUD dr. R. Goeteng

Taroenadibrata Purbalingga dengan langkah sebagai berikut:

1) Persiapan pasien dan sampling

Persiapan pasien untuk pengambilan sampel dimulai dengan

pemberitahuan untuk puasa sejak pukul 22.00 WIB hingga waktu

pengambilan. Persiapan sampling dimulai dengan pesiapan alat

yaitu kelengkapan formulir permintaan pemeriksaan dengan

identitas yang lengkap, menyiapkan spuit, menyiapkan kapas

alcohol 70%, menyiapkan manset, menyiapkan wadah untuk

spesimen yang telah diberi identitas yang sesuai dengan formulir

dan pasien.

2) Cara memperoleh sampel

38
Sampel darah untuk pemeriksaan darah rutin diambil

melalui vena mediana cubiti. Pengambilan diawali dengan

membersihkan tempat pengambilan dengan menggunakan alkohol

70% dan membiarkan hingga kering. Pemasangan ikatan bendungan

dilakukan pada lengan atas dan meminta pasien untuk mengepalkan

tangan agar vena terihat jelas. Apabila vena terlihat, regangkan kulit

diatas vena dengan jari kanan dan kiri agar vena terfiksasi. Jarum

spuit ditusukan dengan menggunakan tangan kanan hingga ujung

jarum masuk ke dalam lumen vena. Apabila jarum telah masuk ke

dalam lumen, lepaskan bendungan sambil menarik penghisapan

spuit hingga jumlah darah yang dibutuhkan terpenuhi. Setelah

kebutuhan jumlah darah dalam spuit terpenuhi, taruh kapas diatas

jarum dan mencabut jarum serta meminta pasien menekan bekas

tusukan jarum dengan kapas. Ambil jarum dari spuit dan alirkan

darah ke dalam tabung atau botol penampung dengan cara

memiringkan tabung atau botol tersebut. Pada pemeriksaan darah

rutin ini, digunakan tabung yang didalamnya terkandung EDTA

dengan perbandingan 2mg untuk 1cc darah. Setelah darah

dimasukan ke dalam tabung, ditutup dan dibolak balik ± 30menit

agar darah tidak membeku.

3) Ketepatan waktu pemeriksaan

Pengambilan sampel dilakukan di bangsal setelah terlebih

dahulu menghubungi masing-masing bangsal mulai pukul 07.30

39
hingga 12.30 WIB untuk shif pagi dan pukul 14.00 hingga 15.00

WIB untuk shif sore. Lamanya waktu pemeriksaan yang digunakan

untuk pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin yaitu 30 menit

sesuai standar operasional laboratorium di RSUD untuk menjaga

kualitas sampel.

4) Pemeriksaan kadar hemoglobin

Pemeriksaan darah rutin menggunakan alat otomatis

SYSMEX XS-800i. Hasil pemeriksaan akan ditampilkan pada layar

dan tercetak pada kertas. Hasil pemeriksaan ini haruslah terlampir

dalam rekam medis. Data mengenai kadar hemoglobin dinyatakan

dalam bentuk jumlah. Data tersebut selanjutnya disajikan dalam

bentuk narasi, tabel dan diagram serta dinyatakan dalam rerata ±

simpangan baku

3. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

rekam medis pasien.

F. Tahapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta surat pengantar dari

prodi pendidikan dokter Universitas Muhammadiyah Purwokerto untuk

melakukan survei pendahuluan ke bagian rekam medik dan bagian

laboratorium RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Surat ini

ditujukan kepada staf Direktur dan Diklat dr. R. Goeteng Taroenadibrata

Purbalingga untuk meminta izin penelitian di bagian rekam medik dan

40
laboratorium. Setelah tim Diklat menyetujui, surat pengantar diberikan ke

bagian Rekam Medik agar peneliti dapat melakukan survei pendahuluam.

Peneliti mulai dapat mengambildata sekunder setelah proposal disetujui.

Survei pendahuluan dan


pembuatan proposal

Seminar proposal

Mengurus ethichal
clearance

Menentukan sampel
berdasarkan criteria inklusi
dan eksklusi

Perizinan dan pengambilan data di bagian rekam


medik RSUD Goeteng Taroenadibrata

Telaah rekam medik

Interpretasi hasil penelitian

Gambar 3.1 Jalan penelitian

G. Analisis Data

Data derajat preeklamsi dinyatakan dalam bentuk preeklamsi ringan

dan preeklamsi berat. Sedangkan data mengenai kadar hemoglobin dinyatakan

dalam bentuk jumlah. Selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk narasi,

tabel dan diagram serta dinyatakan dalam rerata ± simpangan baku.

Pada penelitian ini, subyek yang digunakan lebih dari 50 orang, maka

uji normalitas data yang digunakan yaitu Kolmogorov Smirnov Test. Jika data

terdistribusi normal (p>0.05), maka untuk mengetahui perbedaan kadar

hemoglobin antar derajat preeklamsia, data yang diperoleh dianalisis secara

statistik dengan uji t Independent. Apabila data yang diperoleh tidak

terdistribusi dengan normal (p<0.05), maka akan dilakukan analisis non

41
parametrik dengan Mann-Whitney. Selain itu, mengetahui prediktor perubahan

derajat preeklamsia berdasarkan kadar hemoglobin, data yang diperoleh

dianalisis menggunakan Neyman-Pearson apabila data terdistribusi secara

normal dan menggunakan Spearman apabila data terdistribusi tidak normal.

Software yang akan digunakan untuk menganalisis data adalah SPSS edisi 21.

H. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1 Jadwal penelitian

2018
No Kegiatan
Juni Juli Agustus
1
Penyusunan Proposal
2 Sidang Proposal
3
Perizinan
4 Pelaksaan Penelitian
5 Pengolahan Data,
Analisis dan Penyusunan
Laporan
6
Sidang hasil
7 Publikasi

42
DAFTAR PUSTAKA

ACOG (2013) HYPERTENSION, PREGNANCY INDUCED-PRACTICE


GUIDELINE. Washington: the American College of Obstetricians and
Gynecologists.
ACOG (2017) ‘Committee opinion : Definition of Term Pregnancy’, (5), pp. 6–7.
Anderson, D. (2015) ‘New predictive and diagnostic biomarkers for
preeclampsia’.
Atallah, A., Lecarpentier, E. and Goffinet, F. (2017) ‘Aspirin for Prevention of
Preeclampsia’, Drugs. Springer International Publishing, 77(17), pp. 1819–1831.
doi: 10.1007/s40265-017-0823-0.
Bennal, A. S. and Taklikar, R. H. (2015) ‘First trimester High maternal
haemoglobin --an independent risk factor for Pre- eclampsia (PIH)’, Scholars
Journal of Applied Medical SciencesOnline) Sch. J. App. Med. Sci, 3(7B).
Available at: www.saspublisher.com.
Budiantoro, S. (2013) ‘Angka Kematian Ibu (AKI) Melonjak, Indonesia Mundur
15 Tahun’, Prakarsa, p. 2. Available at:
http://theprakarsa.org/new/ck_uploads/files/Prakarsa Policy_Oktober_Rev3-1.pdf.
Cg, P. et al. (2015) ‘Placental damages in preeclampsia – from ultrasound images
to histopathological findings’, 8, pp. 62–65.
Chasanah, S. U. (2015) ‘PERAN PETUGAS KESEHATAN MASYARAKAT
DALAM UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU PASCA MDGs
2015’, pp. 73–79.
Cheung, K. L. and Lafayette, R. A. (2014) ‘Renal Physiology of Pregnancy’,
20(3), pp. 209–214. doi: 10.1053/j.ackd.2013.01.012.Renal.
DINKES (2015) ‘PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
2015’.
DINKES (2016) ‘Profil Kesehatan Kabupaten Purbalingga Tahun 2016’, (21).
Dupont, J. et al. (2015) ‘Maternal and Perinatal Complications of Severe
Preeclampsia in Three Referral Hospitals in Yaoundé , Cameroon’, (October), pp.
723–730.
Elok, F. and Hendrati, L. Y. (2014) ‘Hubungan Karakteristik Ibu, ANC dan
Kepatuhan Perawatan Ibu Hamil dengan Terjadinya Preeklampsia’, Jurnal
Berkala Epidemiologi, 2(2012), pp. 216–226.
Ermalena (2017) ‘Indikator Kesehatan SDGs di Indonesia’. Available at:

43
http://ictoh-tcscindonesia.com/wp-content/uploads/2017/05/Dra.-Ermalena-
INDIKATOR-KESEHATAN-SDGs-DI-INDONESIA.pdf.
Gathiram, P. and Moodley, J. (2016) ‘Review Articles Pre-eclampsia : its
pathogenesis and pathophysiolgy’, 27(2), pp. 71–78. doi: 10.5830/CVJA-2016-
009.
Goodarzi Khoigani, M., Goli, S. and HasanZadeh, A. (2012) ‘The relationship of
hemoglobin and hematocrit in the first and second half of pregnancy with
pregnancy outcome’, Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research, 17(2).
Gordon, R. et al. (2014) ‘Magnesium Sulphate for the Management of
Preeclampsia and Eclampsia in Low and Middle Income Countries : A Systematic
Review of Tested Dosing Regimens’, Journal of Obstetrics and Gynaecology
Canada. Elsevier Masson SAS, 36(2), pp. 154–163. doi: 10.1016/S1701-
2163(15)30662-9.
Guyton, A. C. and Hall, J. E. (2007) Textbook of medical physiology.
Philadelphia: Elsevier.
Hansson, S. R. et al. (2015) ‘Oxidative stress in preeclampsia and the role of free
fetal hemoglobin’, 5(January), pp. 1–11. doi: 10.3389/fphys.2014.00516.
Helina, S. and Sulastri, D. (2014) ‘Artikel Penelitian Korelasi Kadar Hemoglobin
dengan Kadar Nitric Oxide pada Preeklamsia dan Kehamilan Normal’, 4(3), pp.
808–814.
Henderson, J. T., Thompson, J. H. and Burda, B. U. (2012) ‘Number 148
Screening for Preeclampsia : A Systematic Evidence Review for the U . S .
Preventive Services Task Force’, (148).
Kementerian Kesehatan RI (2014) ‘Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI’, Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI : Penyebab Kematian Ibu, p. 8. Available at:
www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-ibu.pdf.
Logue, O. C., George, E. M. and Bidwell, G. L. (2017) ‘HHS Public Access :
Preeclampsia and the Brain: Neural Control of Cardiovascular Changes During
Pregnancy and Neurological Outcomes of Preeclampsia’, 130(16), pp. 1417–
1434. doi: 10.1042/CS20160108.Preeclampsia.
Lomauro, A. and Aliverti, A. (2015) ‘Respiratory physiology of pregnancy
Physiology masterclass’, 11(4), pp. 297–301.
Longo, S. A. et al. (2010) ‘Gastrointestinal Conditions during Pregnancy’, 1(212),
pp. 80–89.
Mecinaj, A. (2014) ‘Preeclampsia – from basic science to clinical management
Student thesis at the Faculty of Medicine’, (March), pp. 1–25.

44
Nasiri, M. et al. (2015) ‘Longitudinal Discriminant Analysis of Hemoglobin
Level for Predicting Preeclampsia’, Iranian Red Crescent Medical Journal. doi:
10.5812/ircmj.19489.
olukayode akinlaja (2016) ‘Hematological Changes in Pregnancy - The
Preparation for Intrapartum Blood Loss’, Gynecology International journal, 4(3),
pp. 1–5. doi: 10.15406/ogij.2016.04.00109.
Pakniat, H. et al. (2016) ‘The Prediction of Preeclampsia and Its Association With
Hemoglobin and Hematocrit in the First Trimester of Pregnancy’, 3(3), pp. 3–8.
doi: 10.17795/bhs-36810.Research.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi (2016) ‘Pedoman Nasional Pelayanan :
Diagnosis dan Tatalaksana PRE-EKLAMSI’.
Phipps, E. et al. (2016) ‘Mini-Review Preeclampsia : Updates in Pathogenesis ,
Definitions , and Guidelines’, (6), pp. 1–12. doi: 10.2215/CJN.12081115.
Powe, C. E., Levine, R. J. and Karumanchi, S. A. (2011) ‘Basic Science for
Clinicians Preeclampsia , a Disease of the Maternal Endothelium The Role of
Antiangiogenic Factors and Implications for Later Cardiovascular Disease’, pp.
2856–2869. doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA.109.853127.
Pregled, V. et al. (2018) ‘A new pathophysiological concept and new
classification of Novi koncept patofiziologije i nova klasifikacija preeklampsije
Key words ’:, 75(1), pp. 83–94.
Sasan, S. B. et al. (2017) ‘The Effects of Vitamin D Supplement on Prevention of
Recurrence of Preeclampsia in Pregnant Women with a History of Preeclampsia’.
Hindawi, 2017. doi: 10.1155/2017/8249264.
Say, L. et al. (2014) ‘Global causes of maternal death : a WHO systematic
analysis’, pp. 323–333. doi: 10.1016/S2214-109X(14)70227-X.
Schechter, A. N. et al. (2018) ‘ASH 50th anniversary review Hemoglobin
research and the origins of molecular medicine’, 112(10), pp. 3927–3939. doi:
10.1182/blood-BLOOD.
Sircar, M., Thadhani, R. and Karumanchi, S. A. (2015) ‘Pathogenesis of
preeclampsia’, Current Opinion in Nephrology and Hypertension, 24(2), pp. 131–
138. doi: 10.1097/MNH.0000000000000105.
Soma-pillay, P. et al. (2016) ‘Physiological changes in pregnancy’, 27(2), pp. 89–
94. doi: 10.5830/CVJA-2016-021.
State, P. and Medical, H. (2016) ‘Pathophysiology of Hypertension in
Preeclampsia’, 13, pp. 33–37.
Tannetta, D. and Sargent, I. (2013) ‘Placental disease and the maternal syndrome
of preeclampsia: Missing links?’, Current Hypertension Reports, 15(6), pp. 590–

45
599. doi: 10.1007/s11906-013-0395-7.
Tiarannisa, A., Windu, S. C. and Sriwahyuni, E. (2014) ‘Profil Kadar Hemoglobin
pada Wanita Pre-Eklampsia Berat Dibandingkan dengan Wanita Hamil Normal’,
Profil Kadar Hemoglobin pada Wanita Pre-Eklamsia Berat Dibandingkan
dengan Wanita Hamil Normal, 1(September), pp. 171–177.
Tranquilli, A. L. et al. (2014) ‘The classification, diagnosis and management of
the hypertensive disorders of pregnancy: A revised statement from the ISSHP’,
Pregnancy Hypertension, 4(2), pp. 97–104. doi: 10.1016/j.preghy.2014.02.001.
WHO (2011) Prevention and treatment of pre-eclampsia and eclampsia.
Wibowo, M. W. et al. (2014) ‘Hubungan kadar hematokrit dengan tingkat
keparahan pada preeklamsia berat di RSUP H Adam Malik Medan, RSUD dr.
Pirngadi Medan dan RS jejaring FK USU’, The Journal of Medical School,
University of Sumatera Utara, 47, pp. 1–4.
Yanamandra, N. and Chandraharan, E. (2012) ‘in clinical practice : Anatomical
and physiological changes in pregnancy and their implications in clinical
practice’, pp. 1–10.

46
LAMPIRAN

47

Anda mungkin juga menyukai