Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

STASE ILMU PENYAKIT MATA


OPERASI KATARAK PHACOEMULSIFIKASI

Pembimbing:

dr. Iman Krisnugroho, Sp.M

Penyusun:

Sea Nabilah Wijayanti

1913020043

PENDIDIKAN DOKTER PROGRAM PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020
LEMBAR PENGESAHAN

REFFERAT DENGAN JUDUL

“Operasi Katarak Phacoemulsifikasi”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk


menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata RSUD Kota Salatiga

Periode 13 Juni 2020 - 24 Juli 2020

Salatiga, Juli 2020

dr. Iman Krisnugroho, Sp. M

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 3
1.2 Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II ..................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata .......................................................... 4
2.2 Definisi Katarak ....................................................................................... 6
2.3 Epidemiologi ............................................................................................ 6
2.4 Klasifikasi Katarak ................................................................................... 6
2.5 Stadium Katarak ....................................................................................... 8
2.6 Tatalaksana Katarak ................................................................................. 8
2.7 Definisi Phacoemulsifikasi ..................................................................... 10
2.8 Indikasi dan Kontraindikasi .................................................................... 10
2.9 Keuntungan dari Teknik Operasi Phacoemulsifikasi ............................. 10
2.10 Persiapan Pre-operasi ............................................................................. 11
2.11 Prosedur Tindakan Operasi Phocoemulsifikasi ...................................... 12
2.12 Komplikasi Pasca Operasi Phacoemulsifikasi ....................................... 16
BAB III ................................................................................................................. 22
PENUTUP ............................................................................................................. 22
1.1 Kesimpulan ............................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Bedah katarak telah mengalami perubahan dramatis selama 30 tahun


terakhir ini dengan diperkenalkannya mikroskop operasi dan peralatan bedah
mikro, perkembangan lensa intraokular, dan perubahan-perubahan tekhnik
anestesi lokal. Perbaikan lanjutan terus berjalan, dengan peralatan otomatis
dan berbagai modifikasi lensa intraokular yang memungkinkan dilakukannya
operasi melalui insisi kecil.1
Metode operasi yang umum dipakai untuk katarak dewasa atau anak-
anak adalah meninggalkan bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal
sebagai ektraksi katarak ekstrakapsular. Penanaman lensa intraokular
merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea
perifer, bagian superior atau temporal. Pada ekstraksi katarak ekstrakapsular
bentuk ekspresi nukleus, nukleus lensa dikeluarkan dalam keadaan utuh,
tetapi prosedur ini memerulukan insisi yang relatif besar. Dengan
berkembangnya tekhnologi yang semakin cepat, ditemukanlah tekhnik
dengan menggunakan phacoemulsifikasi dan mengalami perkembangan yang
cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif oleh karena mempunyai
beberapa kelebihan,yaitu rehabilitasi visus yang cepat, komplikasi post
operasi yang ringan, dan astigmat akibat operasi yang ringan. Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan
incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa
intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular
fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.1

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan referat ini adalah untuk memahami jenis operasi


katarak dengan metode phacoemulsifikasi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa Mata

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan


transparan. Lensa adalah salah satu dari media refraktif terpenting
yang berfungsi memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di
retina. Lensa memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anteriordan
posterior. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan
anterior. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal
yang memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak
memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat.

Secara histologis, lensa memiliki empat komponen utama, yaitu


kapsul lensa, epitelial subkapsular, korteks, dan nukleus. Kapsul lensa
terdiri dari kapsul anterior dan kapsul posterior. Kapsul ini merupakan
suatu membran basalis dan terutama terdiri atas kolagen tipe IV,
beberapa serat kolagen lain dan komponen matriks ekstraselular seperti
glikosaminoglikan, laminin, fibronektin, dan proteoglikan.

4
Epitelial subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya
terdapat pada permukaan anterior lensa. Epitelial subkapsular yang
berbentuk kuboid akan berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan
akan terus memanjang dan membentuk serat lensa. Lensa bertambah
besar dan tumbuh seumur hidup dengan terbentuknya serat lensa baru
dari sel-sel yang terdapat di ekuator lensa.

Kapsul lensa yang bersifat elastik berfungsi untuk mengubah bentuk


lensa pada proses akomodasi. Fungsi utama lensa adalah memfokuskan
berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh,
otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil
diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke
retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris
berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh
peningkatan daya biasnya.4

Dalam keadaan normal, serat-serat elastic di lensa yang bersifat


transparan kadang-kadang menjadi keruh sehingga berkas sinar tidak dapat
menembusnya, suatu kondisi yang dikenal sebagai katarak. Lensa yang
cacat ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan
dipulihkan dengan pemasangan lensa artificial. Kerjasama fisiologik tersebut
antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke
retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia,
kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.4

Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian
optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa
menyumbang 18-20 Dioptri. Oleh karena itu, lensa harus dijaga tetap jernih
dan transparan. Beberapa faktor yang menjaga transparansi lensa adalah:5

1. Avaskular
2. Struktur sel dalam lensa

5
3. Pengaturan protein lensa
4. Karakter kapsul lensa yang semipermeable
5. Mekanisme pompa yang mengatur keseimbangan elektrolit dan air
dalam lensa.

2.2 Definisi Katarak

Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan


kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke
mata.5 Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol
keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau
gabungan keduanya.6 Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia;
penyebab lain adalah kongenital dan trauma

2.3 Epidemiologi

WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami kebutaan


kedua mata akibat katarak.7 Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari semua
penyebab kebutaan karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan
lainnya adalah kelainan refraksi tidak terkoreksi, glaukoma, Age-Related
Macular Degeneration, retinopati DM, kebutaan pada anak, trakoma,
onchocerciasis, dan lain-lain.7 Indonesia menduduki peringkat tertinggi
prevalensi kebutaan di Asia Tenggara sebesar 1,5% dan 50% di antaranya
disebabkan katarak.6 Jumlah ini diperkirakan akan meningkat karena
pertambahan penduduk yang pesat dan meningkatnya usia harapan hidup di
Indonesia.8

2.4 Klasifikasi Katarak

1. Katarak kongenital
Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga
berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. Separuh
katarak kongenital disertai anomali mata lainnya, seperti PHPV (Primary
Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan
buftalmos (pada glaukoma infantil).
2. Katarak senilis

6
Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan,
serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis.
Katarak senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak. Terdapat tiga
jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya9 yaitu :
a. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan
perubahan warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif
perlahan-lahan yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan.
Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak
jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga asimetris.
Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk membedakan
corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu
gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan dekat. Nukleus lensa
mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks
refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita
presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan kacamata,
kondisi ini disebut sebagai second sight.
b. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan
presipitasi protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya
bilateral, asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke
arah sumber cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi dari
lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat
ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami
elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.
c. Katarak subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan
kekeruhan seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya
adalah silau, penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan
dekat lebih terganggu daripada penglihatan jauh.

7
2.5 Stadium Katarak

1. Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air,
kekeruhan lensa masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal,
sudut bilik mata normal, serta shadow test negatif.9
2. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan
visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa
bertambah akibatnya iris terdorong dan bilik mata depan menjadi
dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi glaukoma. Pada
pemeriksaan didapatkan shadow test positif.9
3. Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh
seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya
dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada
pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.9
4. Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh
dan lensa jadi turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat
keruh seluruhnya, visus sudah sangat menurun hingga bisa
mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa uveitis dan
glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata
depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif
palsu.9

2.6 Tatalaksana Katarak

Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan


bedah. Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik
tergantung dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar
penurunan tersebut mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah

8
bila terjadi gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau
yang sangat mengganggu, dan simtomatik anisometrop.6

Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara


lain: glaucoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik,
dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga
menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat
diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma. Beberapa jenis tindakan
bedah katarak:

1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)


EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan
hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa
kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan
penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi,
cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina. Meskipun sudah
banyak ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasus-kasus subluksasi
lensa, lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa.Kontraindikasi absolut
EKIK adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan
ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi
miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di
kamera okuli anterior.

2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)


EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus
dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK
meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk
menanamkan lensa intraokuler (LIO)

3. Phacoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik
untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan
korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan

9
demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan
luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak
menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga
dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai
efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid.
Teknik operasi katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara
maju.

2.7 Definisi Phacoemulsifikasi

Phacoemulsifikasi berasal dari 2 kata, yaitu phaco (lensa) dan


emulsification (menghancurkan menjadi bentuk yang lebih lunak).
Phacoemulsifikasi adalah teknik operasi pembedahan katarak dengan
menggunakan peralatan ultrasonic yang akan bergetar dan menghancurkan
lensa mata yang mengeruh, kemudian lensa yang telah hancur berkeping-
keping akan dikeluarkan dengan menggunakan alat phaco, diikuti dengan
insersi lensa buatan intraocular pada posisi yang sama dengan posisi lensa
mata sebelumnya.2

2.8 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi teknik phacoemulsifikasi :


a. Tidak mempunyai penyakit endotel
b. Bilik mata dalam
c. Pupil dapat dilebarkan hingga 7mm.
Kontraindikasi teknik Phacoemulsifikasi:
a. Terdapat tanda-tanda infeksi
b. Luksasi atau subluksasi lensa

2.9 Keuntungan dari Teknik Operasi Phacoemulsifikasi

Phacoemulsification termodern memiliki kelebihan sebagai berikut :2


1. Kinder cut
Pemotongan yang lebih nyaman untuk pasien.
2. Smaller incision
Insisi terdahulu biasanya 2.7 mm, dengan MICS hanya 1.8 mm.

10
Implikasinya:
a. Insisi tersebut terlalu kecil untuk dapat menyebabkan kornea
melengkung dengan abnormal, dan menyebabkan astigmatisme
(efek samping yang biasa terjadi pada operasi katarak).
b. Kecilnya insisi tersebut juga sangat menekan resiko terhadap
infeksi
3. Easy to operate
Karena sedikit sekali cairan yang mungkin keluar dari insisi mikro
tersebut maka tekanan pada mata cenderung stabil, sehingga
memudahkan para dokter melakukan tindakan operasi.
4. Heals faster
Setelah 1-2 hari tindakan, pasien sudah bisa kembali beraktivitas. Rasa
tidak nyaman setelah operasi, hilang dalam 3 hari.
Kerugian : Kerve pembelajaran lebih lama, biaya tinggi, dan komplikasi
lebih serius
Phacoemulsifier menggunakan sebuah jarum titanium berongga untuk
memecah-mecah nucleus lensa yang keras, sekaligus membilas dan menyedot
debris pecahan tersebut ke dalam mesin. Karena ukuran ujungnya, ECCE
dapat dilakukan melalui sebuah insisi 3mm dengan trauma minimal terhadap
mata. Namun, karena menggunakan mesin maka harus dilakukan
pemeriksaan keamanan praoperatif terhadap system irigasi dan aspirasi, dan
ujung ultrasonic harus diatur fungsinya secara tepat. Gelombang suara ultra
yang digunakan untuk mengemulsifikasi lensa adalah energy listrik yang
diubah menjadi gerakan lancer (maju-mundur), yang mengenai bahan lensa
40.000 kali setiap detiknya (40.000 Mhz). Ujung ultrasonic dikelilingi oleh
sebuah selubung silicon sehingga cairan irigasi dapat terus mengalir agar
kamera anterior tetap mengembang serta ujung tersebut dapat dipertahankan
tetap dingin.2,3

2.10 Persiapan Pre-operasi

Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan tindakan phacoemulsi pada


pasien katarak adalah sebagai berikut :
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi

11
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan dibersihkan dengan povidone-iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila
pasien cemas.
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum
operasi.

2.11 Prosedur Tindakan Operasi Phocoemulsifikasi

Terdapat beberapa hal penting pada bedah katarak phacoemulifikasi


dengan penanaman lensa intraokuler, yang sangat erat kaitanya dengan
reaksi inflamasi pasca bedah. Adapun beberapa hal tersebut adalah : 4
a. Pemberian asam mefenamat 500 mg atau indometasin 50 mg peroral 1
– 2 jam sebelum operasi.
b. Anastesi local pada mata yang ingin dioperasi dengan cara
menyuntukkan langsung melalui palpebra bagian atas dan bawah
c. Operator kemudian menekan bola mata dengan tanggannya untuk
melihat apakah ada kemungkinan perdarahan, dan juga dapat
merendahkan tekanan intraokuler.
d. Operator melihat melalui sebuah mikroskip dan membuat insisi
sepanjang kira-kira 3mm pada sisi kornea yang teranestesi.
e. Kapsulotomi anterior dengan menggunakan jarum kapsulotomi melalui
insisi kecil pada kornea.
f. Setelah insisi dilakukan, suatu cairan viscoelastik dimasukan untuk
mengurangi getaran pada jaringan intraokuler.
g. Dilakukan hidrodiseksi dan hidrodilemenesi untuk memisahkan inti
lensa dari korteks kemudian dilakukan phacoemulsifikasi dengan teknik
horizontal choop menggunakan mesin phaco unit.
h. Korteks lensa dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi menggunakan
mesin phaco unit .

12
i. Insersi lensa intraokuler foldauble pada bilik mata belakang dilakukan
secara in the bag, setelah sebelumnya diberikan bahan viskoelastik
untuk mengurangi komplikasi.
j. Bahan viskoelastik dikeluarkan dengan cara irigasi aspirasi
menggunakan mesin phaco unit.
k. Luka operasi ditutup tanpa jahitan.
l. Diberikan suntikan antibiotika (Gentamisin) 0,5 ml dan kortikostroid
(Kortison Asetat) 0,5 ml, subkonjutiva.
m. Pasca bedah diberikan tetes mata antibiotika (Neomycin-Polymixin B)
dan anti inflamasi (Deksametason) 0,1 ml., setiap 8 jam sekali.

Gambar 1. Insisi Kornea

Gambar 2. Tindakan Kapsulorhexis

13
Gambar 3. Hidrosdiseksi

Gambar 4. Pembuatan Alur pada Nukleus

Gambar 5. Pemecahan Nukleus

Gambar 6. Aspirasi Pecahan Nukleus

14
Gambar 7. Aspirasi Korteks Lensa

Gambar 8. Injeksi Vibroelastic pada Kapsul

Gambar 9. Insisi diperlebar

Gambar 10. Pemasukan Intraocular Lens (IOL)

15
Gambar 11. Proses Pemasangan IOL

Gambar 12. Penyesuaian Posisi IOL dengan Posisi Lensa Sebelumnya

2.12 Komplikasi Pasca Operasi Phacoemulsifikasi

Pada setiap tindakan bedah katarak phacoemulsifikasi, bahkan pada


pembedahan yang sangat hati-hati sekalipun, akan selalu diikuti oleh
beberapa komplikasi sebagai berikut.

1. Iritis atau iridosiklitis

Hal ini terjadi akibat adanya manipulasi iris, lisis dari zonula,
adanya tindakan irigasi pada bilik mata depan, serta adanya
kemungkinan sisa materi lensa yang tertinggal. Biasanya iritis terjadi
minimal dan dapat menghilang dengan sendirinya, tanpa meninggalkan
bekas yang permanen. Tetapi pada beberapa kasus dapat terjadi dimana
reaksi tersebut tidak cepat menghilang dan cendrung menjadi kronis atau
bertambah berat, sehingga dapat menimbulkan berbagai penyulit yang
lain seperti penurunan tajam penglihatan, pembentukan membrane pada
pupil, terjadinya sinekia anterior atau posperior, glaucoma skunder dan
lain-lain.

16
Inflamasi pasca bedah katarak phacoemulsifikasi ditandai dengan
rasa tidak nyaman (discomfort) pada mata hingga rasa nyeri, hiperemi
konjungtiva dan prikornea, serta adanya flare dan sel pada bilik mata
depan.3,4

2. Ruptur Kapsula Lensa Posterior


Tanda :

• COA yang dangkal atau dalam secara mendadak, dan dilatasi


pupil yang hanya sementara.
• Jatuhnya nukleus lensa dan tidak dapat didekati oleh ujung dari
alat phaco
• Vitreus yang ikut teraspirasi kedalam alat phaco ditandai dengan
bahan material lens yang ikut terasspirasi perlahan-lahan.
• Cairan vitreus yang dapat dilihat secara langsung

Management: tergangung dari besarnya, ukuran, dan tipe dari sisa


material lensa, dan presentasi kemungkinan dari prolaps vitreus.
Prinsipnya adakah sebagai berikut:
• Bahan vibroelastik (Viscoat) disuntikkan di bagian posterior dari
nukleus dengan tujuan bahan tersebut masuk ke COA dan
mencegah herniasi dari vitreus ke arah anterior. Jika inti nukleus
masih dalam keadaan utuh perlu dipertmbangkan untuk
melakukan EKEK penggunaan alat vitrektor juga diketahui dapat
menghilangkan sisa dari cairan vitreus yang masih berada pada
fragmen nukleus.
• Sayatan dapat diperbesar tergantung dari ukuran lensa Glide yang
diletakan dibelakang dari fragmen lensa untuk mencegah
terjadinya defect pada kapsul..
• Sisa dari fragmen nukleus di bersihkan dengan menggunakan alat
phaco dengan ketinggian botol yang rendah dan tekanan aspirasi
flow rate (AFR) yang rendah., atau jika sisa dari fragmennya
berukuran besar bisa digunakan tekhnik viscoexpression.

17
• Setelah sisa dari nukleus dibersihkan, ruang COA diisi dengan
bahan viscoelastik dan dilakukan manual aspirasi cannula dengan
cara irigasi. Sisa dari korteks di bersihkan,
• Semua cairan vitreus harus dibersihkan dari COA dengan
menggunakan alat vitrektor yang dimasukan melalui sayatan
menuju robekan pada kapsular posterior. Dengan tekhnik
bimanual dilakukan pemisahan dengan menggunakan infus dan
alat pemotong khusus. Dalam beberapa kasus sering dibantu
dengan visualisasi dari cairan vitreus dengan menggunakan
trypan blue 0,06% (vision Blue) atau 0,1mg Triamsinolon.
• Jika robekan pada kapsular posterior kecil, perlu tindakan yang
hati-hati dalam mengimplantasi IOL posterior karena dapat
terjadinya capsulorhexis.
• Penggunaan asetilcolin (miochol) dapat membuat dilatasi pupil
sehingga mempermudah implantasi IOL di COP atau menginsersi
IOL pada COA.
• Pada kasus kebocoran kapsular, dibutuhkan implantasi dari IOL
di COA. Dapat dilakukan iridektomi untuk mencegah terjadinya
blok pupil.
• Penjahitan dari bekas sayatan, walaupun dapat tertutup dengan
sendirinya.

Gambar 13. Ruptur Kapsula Posterior

18
Gambar 14. Pemasukan IOL ke dalam COA

3. Fragmen Lensa Terlepas ke Posterior

Dislokasi dari material lensa ke arah area vitreus akibat dari


ruptunrya kapsula posterior sering terjadi. Tetapi untu kasus yang serius
sering diakibatkan oleh glaucoma, uveitis kronik, robeknya retina, atau
udem cystoid makular kronik.
Sebelum pengobatan, perlu ditangani adanya uveitis atau
peningkatan TIO terlebih dahulu. jika fragmen kecil, cukup digunakan
pengobatan konservatif, tetapi jika fragmen besar dapat digunakan
pengambilan dengan tekhnik pars plana vitrektomi.
Dislokasi dari IOL kedalam daerah vitreus dapat menimbulkan
komplikasi yang serius jika disertai dengan lepasnya material dari lensa.
Jika IOL terlepas ke arah posterior dapat menyebabkan pedarahan pada
vitreus, robekan retina, uveitus, dan udemcystoid makular kronik.
Penanganannya dengan cara dilakukan pars plana vitrectomi untuk
mengambil, mereposisi atau mengganti dari IOL tersebut.

Gambar 15. IOL dalam Retina

19
Gambar 16. IOL dan Fragmen Nuklear dalam Vitreus

4. Perdarahan Suprachoroidalis2
Disebabkan oleh karena ruptur dari arteri ciliaris posterior. Pada
kasus yang berat mungkin disebabkan oleh karena tekanan dari
intraokular. Insidens dari komplikasi ini sudah jarang terjadi (0,04%).
Faktor yang mendukung terjadinya komplikasi ini adalah dari usia,
adanya glaucoma, penyakit cardiovaskular sistemik, robeknya vitreus,
dan tindakan EKEK tanpa Phacoemulsifikasi.

Tanda:
• COA yang dangkal dan progresif, pem=ningkatan Tekanan
Intraokuler, prolaps iris.
• Tekanan vitreus yang meninggi, pada funduskopi terlihat partikel
bebas dan tampak titik hitam dibelakang dari pupil.
• Dalam kasus yang berat, segmen posterior tertekan kearah COA
melalui robekan yang terjadi.

Penanganan segera pada kasus perdarahan suprachoroidalis:


• COA diisi dengan bahan viscoelastik jenis cohesive lalu tempat
insisi dijahit kembali.
• Bahan viscoelastic harus ditempatkan dalam bola mata untuk
menjaga tekanan Intraokular dan menyumbat perdarahan.
• Menurunkan tekanan Intraokular dengan obat asetazolamide .
• Pengobatan postoperatif dengan menggunakan topikal dan
sistemik steroid dapat mengurangi peradangan intraokular.

Penangan lanjut dari kasus :

20
• Jika tidak dapat terjadi absorpsi spontan, perlu dilakukan
tindakan penghentian perdarahan pada 7-14 hari kemudian
dimana harus menunggu dari pencairan bekuan darah. Prognosis
dari penglihatan tergantung dari besarnya perdarahan yang
terjadi. Mungkin dibutuhkan pars plana vitrectomi untuk
menghentikan perdarahan akibat dari robeknya retina. Jika
penanganan tepat, dapat dilakukan operasi katarak setelah 1-2
minggu kemudian.

21
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Metode operasi yang umum dipakai untuk katarak dewasa atau anak-
anak adalah meninggalkan bagian posterior kapsul lensa sehingga dikenal
sebagai ektraksi katarak ekstrakapsular. Penanaman lensa intraokular
merupakan bagian dari prosedur ini. Insisi dibuat pada limbus atau kornea
perifer, bagian superior atau temporal. Dibuat sebuah saluran pada kapsul
anterior, dan nukleus serta korteks lensanya diangkat. Kemudian lensa
intraokular ditempatkan pada :kantung kapsular” yang sudah kosong,
disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Pada ekstraksi katarak
ekstrakapsular bentuk ekspresi nukleus, nukleus lensa dikeluarkan dalam
keadaan utuh, tetapi prosedur ini memerulukan insisi yang relatif besar.
Korteks lensa disingkirkan dengan penghisapan manual atau otomatis.
Saat ini, Phacoemulsifikasi adalah tekhnik ekstraksi katarak ekstrakapsular
yang paling sering digunakan. Tekhnik ini menggukanan vibrator
ultrasonic genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga
substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi
berukuran sekitar 3mm. Ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan
lensa intraokular yang dapat dilipat (foldable intraocular lens). Jika
digunakan lensa intraokular yang kaku, insisi perlu dilebarkan hingga kira-
kira 5mm. Keuntungan-keuntungan yaang didapat dari tindakan bedah
insisi kecil adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali, menghindari
penjahitan, perbaikan luka yang lebih cepat dengan derajat distorsi kornea
yang lebih rendah, dan mengurangi peradangan intraokular pasca operasi-
yang semua berakibat pada rehabilitasi penglihatan yang lebih singkat.
Walaupun demikian, tekhnik phacoemulsifikasi menimbulkan resiko yang
lebih tinggi terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui
suatu robekan kapsul posterior, kejadian ini membtuhkan tindakan bedah
vitreoretina yang kompleks.1-4

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury – Oftalmologi umum;


alih bahasa: Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.
2. Kanski JJ. Bowling B. Clinical Ophtalmology a systemic approach. 7th
edition. Elsevier Saunders. P.281-9.
3. Phacoemulsification With Intraocular Lens Implantation diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1844198-overview. 12 Juli 2020.
4. Phacoemulsification for cataracts. Diunduh dari
http://www.surgeryencyclopedia.com/Pa-St/Phacoemulsification-for-
Cataracts.html#ixzz2YJAR1Pl8. 12 Juli 2020
5. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Lens and cataract. 2014-2015 Basic
and clinical Science course. San Francisco, CA: American Academy of
Ophthalmology; 2015.
6. Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada; 2012.
7. Gilbert C, Ackland P, Resnikoff S, Gilbert S, Keeffe J, Cross C, et al.
Vision 2020 global initiative for the elimination of avoidable blindness:
Action plan 2006-2011. Geneva: World Health Organization, 2007
8. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013.
9. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 6th ed.
Edinburgh: Butterworth Heinemann/Elsevier; 2007.

23

Anda mungkin juga menyukai