Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENELITIAN/PENGABDIAN

BLOCK GRANT PENELITIAN DAN PENGABDIAN

JUDUL PENELITIAN/PENGABDIAN
Screening Prevalensi dan Karakteristik Scoliosis Pada Populasi Remaja Usia
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kotamadya Makassar

DEPARTEMEN PENGUSUL
Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

ANGGOTA PENGUSUL
dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR
dr. NillaMayasari, Sp.KFR, M.Kes
dr. MeldaWarliani, Sp.KFR
dr. AnshorySahlan, Sp.KFR

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN


TAHUN 2019

I
HALAMAN PENGESAHAN
BLOCK GRANT PENELITIAN DAN PENGABDIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

1. Judul Riset : Screening Prevalensi dan Karakteristik Scoliosis Pada Populasi Remaja Usia Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di Kotamadya Makassar
2. KetuaPeriset
a. NamaLengkap : dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR
b. JenisKelamin : Laki-laki
c. NIP : 198610182010121006
d. Jabatan Struktural : PYMT Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
e. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
f. Insititusi Periset : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
g. Alamat : Jl Perintis Kemerdekaan Km.10 Makassar
h. HP/Telepon/Faks : 0411 586010
i. Alamat Rumah : Jl Puri Kencana Sari Blok I/9 Tamalanrea, Makassar
j. Telepon/Faks/Email : 081355073911

3. Anggota Periset :
No Nama NIP Departemen
1 dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR 198610182010121006 Dept. IKFR
2 dr. NillaMayasari, Sp.KFR, M.Kes 197705192003122002 Dept. IKFR
3 dr. AnshorySahlan, Sp.KFR 198603172012121003 Dept. IKFR
4 dr. MeldaWarliani, Sp.KFR - Dept. IKFR

KETUA PERISET

dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR


198610182010121006

MENYETUJUI
DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Prof. dr. Budu, Ph.D., Sp.M(K)., M.Med.Ed.


196612311995031009

II
RINGKASAN

Abstrak: Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) merupakandeformitas vertebra yang paling


umum ditemukan pada remaja mulai usia 10 tahun, dan tercatat menjadi 80 hingga 85% dari
seluruh kasus scoliosis idiopathic. Etiologi Scoliosis idiopatik sampai hari ini penyebabnya
belum diketahui. Scoliosis pada umumnya tidak menimbulkan gejala klinis hanya merupakan
masalah estetik postur namun pada kurva scoliosis yang berat, yaitu cobb’s angle > 400
seringkali menimbulkan gejala nyeri punggung, paresthesis tungkai, penurunan kapasitas
kardiovaskular, dan gejala neurologis lainnya yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas
hidup bagi penderitanya. Pada pemeriksaan fisik harus mencakup penilaian pola kurva, tingkat
bahu, asimetris pinggang dan kemiringan panggul. Deformitasrotas tulang rusuk (rib hump)
harus di evaluasi dengan melalukan Adam forward bend test selain itu dapat juga digunakan
alat Scoliometer (inclinometer). Selama proses pemeriksaan fisik metode pemeriksaan tersebut
dapat digunakan sebagai alat skiring terhadap populasi secara universal untuk mengidentifikasi
remaja dengan scoliosis idiopatik ringan, sedang atau berat dan menilai kasus-kasus AIS mana
yang cenderung memburuk secara signifikan selama masa remaja. Selain itu diperlukan x-ray
konfirmasi untuk mengukur tingkat keparahan AIS. Terapi scoliosis dapat berupa observasi,
terapi rehabilitasi dengan latihan ortosis/brace, atau terapi invasive seperti operasi. Prognosis
Skoliosis infantile atau skoliosis onset dini jarang terjadi dan sembuh secara spontan.
Komplikasi yang terjadi adalah kelainan bentuk, kosmetik, dangan gaguan pernapasan.
Kata kunci: Adolescent Idiopathic Scoliosis, scoliometer, skrining, rehabilitasi, ortosis,
latihan

III
Lampiran I
PAKTA INTEGRITAS PENELITI
BLOCK GRANT FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS

Saya yang bertandatangan di bawahini:


Nama : dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR
NIP :198610182010121006
KetuaDepartemen : Departemen Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Dalam rangka melaksanakan program riset/pengabdian yang berjudul “Screening Prevalensi


dan Karakteristik Scoliosis Pada Populasi Remaja Usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
Kotamadya Makassar" dengan ini menyatakan bahwa:

1. Tidak akan melakukan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam
pelaksanaan program;
2. Memiliki komitmen, kemampuan, dan kesanggupan untuk memberikan
dalam pelaksanaan riset sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan;
3. Proposal berjudul “Screening Prevalensi dan Karakteristik Scoliosis Pada Populasi
Remaja Usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kotamadya Makassar" yang
diusulkan bersifat original dan belum mendapat sumber pendanaan lain;
4. Tidak sedang mengikuti kegiatan akademik lain yang dapat mengganggu
keberhasilan/kesuksesan pelaksanaan program riset/pengabdian;
5. Apabila saya melanggar hal-hal yang dinyatakandalam PAKTA INTEGRITAS ini,
bersedia menerima sanksi administratif, menerima sanksi dipublikasikan melalui
media massa, digugat secara perdatadan/atau dilaporkan secara pidana

Makassar, 8 Maret 2019


Yang Menyatakan,

dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR

IV
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN -------------------------------------------------------------------- ii
RINGKASAN --------------------------------------------------------------------------------------iii
LAMPIRAN ---------------------------------------------------------------------------------------- iv
DAFTAR ISI -----------------------------------------------------------------------------------------v
BAB 1 PENDAHULUAN-------------------------------------------------------------------------1
1.1 Latar Belakang ----------------------------------------------------------------------------------1
1.2 Tujuan --------------------------------------------------------------------------------------------2
1.3 Sasaran Penelitian ------------------------------------------------------------------------------2
1.4 Tempat Penelitian -------------------------------------------------------------------------------3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA -----------------------------------------------------------------4
2.1 Definisi -------------------------------------------------------------------------------------------4
2.2 Epidemiologi ------------------------------------------------------------------------------------4
2.3 Etiologi -------------------------------------------------------------------------------------------5
2.4 Klasifikasi ----------------------------------------------------------------------------------------6
2.5 Pemeriksaan Fisik ------------------------------------------------------------------------------8
2.6 Pemeriksaan Tambahan ---------------------------------------------------------------------- 11
2.7 Terapi ------------------------------------------------------------------------------------------- 12
2.8 Prognosis --------------------------------------------------------------------------------------- 14
2.9 Komplikasi ------------------------------------------------------------------------------------- 14
BAB 3METODE PENELITIAN -------------------------------------------------------------- 15
3.1 Tempat Penelitian ---------------------------------------------------------------------------- 15
3.2 Teknis Pelaksanaan --------------------------------------------------------------------------- 15
3.3 Instrumen Pemeriksaan Skrining ----------------------------------------------------------- 16
3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ------------------------------------------------------------ 16
3.5 Rincian Peran Anggota Departemen ------------------------------------------------------- 17
BAB 4 Luaran ------------------------------------------------------------------------------------ 18
4.1 Manfaat Penelitian ---------------------------------------------------------------------------- 18
BAB 5 PENDANAAN --------------------------------------------------------------------------- 19
5.1 Pendanaan Penelitian ------------------------------------------------------------------------- 19
5.2 Anggaran Alokasi Penelitian ---------------------------------------------------------------- 19
Daftar Pustaka ------------------------------------------------------------------------------------- 21

V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Adolescent Idiopathic Scoliosis (AIS) merupakan deformitas vertebra yang paling umum
ditemukan pada remaja mulai usia 10 tahun, dan tercatat menjadi 80 hingga 85% dari seluruh
kasus scoliosis idiopathic. Pada beberapa literatur, scoliosis memiliki prevalensi hingga 3%
dari seluruh populasi usia 10 – 16 tahun. Kondisi scoliosis ditandai dengan adanya deviasi
alignment dari vertebra pada bidang frontal, diukur sebagai Cobb’s angle> 100biasanya disertai
dengan rotasi pada segmen vertebra yang terlibat.1

Scoliosis pada umumnya tidak menimbulkan gejala klinis hanya merupakan masalah
estetik postur namun pada kurva scoliosis yang berat, yaitu cobb’s angle > 400seringkali
menimbulkan gejala nyeri punggung, paresthesis tungkai, penurunan kapasitas kardiovaskular,
dan gejala neurologis lainnya yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup bagi
penderitanya. Penanganan scoliosis pada kondisi ini kebanyakan akan membutuhkan tindakan
operasi dan pemberian orthotic yang seringkali tidak disenangi oleh penderita dan keluarga.1, 2

Jika ditemukan sejak dini, scoliosis dapat dicegah progresivitasnya dan mengurangi
kemungkinan diperlukannya tindakan yang lebih agresif. Terdapat banyak bukti literatur yang
menunjukkan peningkatan kualitas hidup, progresi kurva dan estetika postur terkait dengan
intervensi dini scoliosis. Edukasi postur dan latihan scoliosis telah terbukti efektif mengurangi
progresivitas cobbs angle pada penderita scoliosis dengan kurvatura yang rendah.2

The US Preventive Services Task Force (USPSTF), yang merupakan unit pencegahan
penyakit dalam sistem kesehatan Amerika Serikat, menunjukkan banyak manfaat yang
diperoleh dengan melakukan skrining sekolah untuk kasus AIS pada siswa-siswa sekolah usia
10 – 18 tahun dengan penggunaan instrumen skrining yang baku, sehingga tindakan preventif
dapat dilakukan terutama pada penderita yang tidak menyadari kondisi scoliosis pada
posturnya untuk mencegah progresivitas kurva scoliosisnya.2 Terdapat pernyataan
rekomendasi dari USPSTF dipublikasi pada tahun 2018, terkait dengan akurasi tes skrining
yang mencapai hingga 94% untuk sensitivitas dan 99% untuk spesifisitas jika menggunakan
tiga skrining test yaitu forward bending, scoliometer, dan topografi Moire.1

1
Kasus scoliosis di Indonesia kebanyakan ditemukan pada kurvatura yang sudah berat
sehingga memerlukan tindakan operatif. Ketidakberadaan dari gejala scoliosis dan kultur malu
dari masyarakat Indonesia menyebabkan pasien enggan untuk mencari pengobatan ke klinik
atau rumah sakit. Di Indonesia masih belum dilaporkan program skrining scoliosis yang
melibatkan siswa-siswa usia sekolah, sehingga deteksi dini scoliosis sulit dilakukan.

Skrining sekolah untuk kasus scoliosis dapat merupakan salah satu cara sebagai program
kesehatan remaja untuk mengurangi beban biopsikologis pada penderita yang ditemukan dan
menjadi program yang berpotensi memiliki efisiensi pembiayaan kesehatan. Thilagaratnam et
al. menggambarkan program skrining berbasis sekolah yang dilakukan di Singapura pada tahun
1999 hingga 2001, menunjukkan bahwa pembiayaan langsung dan tidak langsung dari skrining
adalah sekitar SGD $450.000/tahun dimana biaya total dari operasi dan follow up sekitar
SGD$1.300.000/tahun.3

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk menemukan kasus scoliosis pada anak usia sekolah tingkat
sekolah menengah pertama yang merupakan populasi yang paling umum terjadinya AIS.
Skrining scoliosis menggunakan instrumen yang baku sehingga kasus scoliosis yang tidak
bergejala diharapkan dapat ditemukan pada skrining dan penderita akan diberikan edukasi
postural dan latihan skoliosis.

1.2.2. Tujuan Khusus


1. Menunjukkan jumlah insiden kasus scoliosis yang ditemukan pada kota Makassar,
sehingga menjadi informasi untuk penelitian berikutnya.
2. Menggambarkan karakteristik penderita scoliosis yang ditemukan pada skrining.
3. Menjadi bentuk pengabdian masyarakatdari dosen dan mahasiswa Fakultas Kedokteran
Unhas.

1.3. Sasaran Penelitian

Penelitian ini merupakan skrining scoliosis pada remaja dengan usia sekolah tingkat
sekolah menengah pertama (SMP) dari setiap kecamatan yang berada di wilayah kota
Makassar. Sasaran penelitian yaitu melakukan deteksi dini sehingga sampel yang ditemukan

2
memiliki deformitas scoliosis dilakukan asessment resiko dengan menggunakan kuesioner
scoliosis dan tatalaksana dalam bentuk edukasi postur dan latihan scoliosis.

1.4. Tempat Pelaksanaan

Seluruh proses skrining scoliosis akan dilaksanakan di masing-masing Sekolah


Menengah Pertama (SMP) tiap Kecamatan di lingkungan Kotamadya Makassar yang telah
ditunjuk sebelumnya. Proses pengambilan data akan memperhatikan aspek privasi dari sampel
penelitian, sehingga lokasi harus tertutup dan nyaman, yang ditentukan oleh pihak sekolah.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Adolescent Idiopathic Scolisosis

Scoliosis berasal dari kata Yunani “Skoliosis” yang berarti bengkok atau lengkungan.
Hal ini disebabkan oleh adanya deformitas complex three-dimensional tulang belakang yang
ditandai dengan deviasi tulang kearah lateral setidaknya 10 derajat dengan rotasi vertebra dan
biasanya berhubungan dengan reduksi dari curvature normal khypotic pada tulang belakang
(Hypokyphosis).4

Skoliosis merupakan kelainan bentuk tulang belakang yang mempengaruhi jutaan orang
di seluruh dunia. Sementara 20% kasus scoliosis dapat dikaitkan dengan gangguan
neuromuscular, sindrom atau kongential, sebanyak 80 % dari skolisosis adalah idiopatik atau
etiologi tidak diketahui.5

Gambar 1 Normal spine dan Scoliotic spine

2.2 Epidemiology

Prevalensi keseluruhan Adolescent Idiopathic Scolisosis (AIS) adalah 0,47% hingga


5,2%1tetapi umumnya diterima sebagai 2-3% dari populasi umum.5 Prevalensi dan keparahan
scoliosis lebih banyak terjadi pada perempuan daripada anak laki-laki dengan rasio
perempuan:laki-laki dari 1,4:1 pada kurva ringan (10o hingga 20o) hingga 7,2:1 pada kurva
berat (> 40o).3 Rasio ini meningkat secara signifikan dengan bertambahnya usia.4

Sementara prevalensi kejadian AIS menurut penelitian Komang-Agung dkk. Tingkat


prevalensi AIS pada anak usia sekolah antara 9-16 tahun di Surabaya Indonesia adalah 2.93%

4
dengan rasio perempuan:laki-laki 4,7:1. Pada studi ini juga menemukan bahwa derajat
kemiringan 7o atau lebih besar, lebih dapat diterima dibandingkan dengan derajat kemiringan
5o sehingga cocok digunakan unutk screeing pada tingkat sekolah.6

Penelitian lain juga menemukan bahwa prevalensi skolisois juga lebih tinggi pada remaja
yang berpartisipasi dalam kegiatan olahraga tertentu seperti menari, balet, berenang, tenis meja,
lempar lembing, bola volly, senam, dan senam ritmik. Terlepas dari temuan ini tidak ada bukti
yang menunjukkan hubungan kausal antara kejadian scoliosis dan aktivitas olahraga apapun.
Penelitian di bidang ini terbatas karena sebagian besar penelitian adalah retrospektif case
control yang memiliki bias dalam pengambilan informasi.5

2.3 Etiologi

Scoliosis idiopatik merupakan bentuk diagnosis lain dari scoliosis yang sampai hari ini
penyebabnya belum diketahui.5 Namun beberapa perbedaan teori termasuk teori hormone,
pertemubuhan yang asimetris, gangguan biomekanik dan neuromuscular tulang, serta factor
genetic. Hampir 30% pasien dengan AIS memiliki riwayat keluarga dengan scoliosis.7

a. Factor Genetik
Teori ini diadapatasi pada tahun 1920-an dan studi selanjutnya dilakukan untuk
mengkonfirmasi sifat keluarga pada kondisi tersebut dan ditemukan adanya peningkatan
insiden deformitas yang memiliki riwayat keluarga scoliosis namun tetap kontroversi mengenai
apakah kondisi ini merupakan gen dominan atau multiple.3literatur tidak dapat menyimpulkan
apakah kelainan tersebut terkait dengan kromosom X, 24 multifaktorial, 44 autosomal
dominan, 65 atau dominan gen diallele.8
b. Factor Hormonal
Pada teori ini menjelaskan bahwa salah satu penyebab terjadinya scoliosis adalah
defisiensi hormon melatonin. Clark et al dan peneliti lain menemukan hubungan antara AIS
dan kadar melaotin rendah. Hormone melatonin telah menjadi menarik dalam studi AIS sejak
ditemukan pada hewan yang kekurangan melatonin dan berkembang menjadi skolisosis.
Namun, studi pada manusia beragam. Beberapa peneliti lain tidak menemukan perbedaan yang
signifikan penurunan melatonin pada malam hari atau siang hari pada pasien AIS dan control
normal. Hasil yag brtentangantersebut mengarah pada proposal bahwa AIS bukan disebabkan
oleh disfungsi jalur sinyal melatonin yang hanya mempengaruhi tipe sel tertentu yaitu
osteoblast.5

5
c. Teori Biomekanik
Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan penyebab dari
perkembangan dan progresivitas skoliosis. Dimana dihubungkan dengan waktu kecepatan
pertumbuhan pada remaja.5
d. Perubahan Struktur Anatomi
Adanya tekana asimetris pada vertebra imatur menyebabkan bagian vertebra pada sisi
cekung dari kurva mengalami pertumbuhan yang lambat sedangkan bagian vertebra cembung
lainnya di mana lebih sedikit tekanan memiliki pertumbuhan yang cepat atau normal. Pada
scoliosis terjaid pada struktur jaringan lunak yang mengelilingi vertebra. Pemendekan
jaringan-jaringan terjadi pada sisi cekung kurva dan disertai pemendekan intervertebralis
kapsul sendi.5
2.4 Klasifikasi

Scoliosis idiopatik diklasifikasikan berdasarkan usia anak. Ini dapat dibagi pada onset
dini (usia 5-7 tahun) dan onset lambat (usia 7 hingga matur). Namun Growing Spine Committee
of the Scoliosis Research Society, and the Pediatric Orthopaedic Society of North America
menentukan scoliosis dimilai dari onset dini sampai usia kurang sepuluh tahun. Scoliosis
idiopatik bisa dibagi dalam tiga fase usia: infantile, juvenile, dan adolescent.4

Table 1. Klasifikasi Scoliosis4

Congenital: Failure of formation, Failure of Idiopathic: Infantile (0-3 tahun), Juvenile (3-
segmentation 10 tahun), Adolescent (10+ tahun)
Neuromuscular: Others: Neurofibromatosis, Mesenchymal
1) Myopathic Arthrogryposis, Muscular (Marfan’s, Ehler-Danlos), Traumatic,
dystrophy Tumors, Osteochondrodystrophies
2) Neuropathic Upper Motor Neurone,
Lower Motor Neurone, Dysautonomia

6
Oleh karena itu, ada beberapa klasifikasi untuk scoliosis yang digunakan salh satunya adalah
klasifikasi Lenke.

Gambar 2 Klasifikasi Lenke8

Ahli bedah menggunakan klasifikasi Lenke untuk mengklasifikasikan jenis kurva pada
pasien AIS dan untuk menentukan sejauh mana arthrodesis diperlukan untuk memperbaiki
scoliosis pada pasien tersebut. System ini membagi tipe kurva menjadi 6 dan 3 jenis lumbar
spine modifier. Kurva digambarkan sebagai structural atau non structural dan sebagai Main
Thoracic (MT), Double Thoracic (DT), Double Major (DM), Triple Major (TM),
Thoracolumbar/Lumbar (TL/L), Or Thoracolumbar/Lumbar-Main Thoracic (TL/L – MT).
Selanjutnya lumbar spine modifier diterapkan ketika center sacral vertical line (CSVL) berada
di antara pedikel dalam kurva vertebra lumbar (A), menyentuh tubuh apical dari kurva vertebra
lumbar (B) atau medial ke kurva vertebra lubar (C).8

7
Selama beberapa tahun terakhir, beberapa artikel menerbitkan mengenai evaluasi dan
klasifkasi AIS menggunakan terminology dan teknik 3 dimensi (3D). CT-Scan dan MRI dapat
digunakan untuk menilai tulang belakang dalam 3D.5,9

Gambar 3. Kerangka Klaisifkasi 3D, Penetapan Jalur Dan Penentuan Hasil9

2.5 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus mencakup penilaian pola kurva, tingkat bahu, asimetris pinggang
dan kemiringan panggul. Deformitas rotasi tulang rusuk (punuk rusuk) harus di evaluasi
dengan melalukan Adam forward bend test. Tes positif akan memperlihatkan punuk rusuk di
sisi cembung kurva.5Adams forward bend test dilakukan untuk mengindentifikasi lengkungan
bidang aksial dan koronal dengan rotasi aksial yang sesuai. Scoliometer juga dapat digunakan
selama tes ini untuk mengukur secara klinis.8

Skrining

Kebutuhan dan manfaat yang diperoleh dari skrining populasi secara universal untuk
mengidentifikasi remaja dengan skoliosis idiopatik ringan, sedang atau berat telah menjadi
subjek perdebatan dan ketidaksepakatan dalam komunitas medis selama beberapa dekade.
Kurva derajat ini sering asimptomatik pada masa remaja, dengan pengecualian kelainan
kosmetik, sebagian besar kurva tersebut tidak akan berkembang secara signifikan selama masa
remaja, dan kemungkinan kelanjutan perkembangan di masa dewasa rendah untuk kurva

8
kurang dari pada kematangan kerangka. Namun, kemampuan untuk mengidentifikasi kasus-
kasus AIS mana yang cenderung memburuk secara signifikan selama masa remaja terbatas.
Oleh karena itu, alasan di balik skrining untuk tingkat skoliosis yang lebih ringan adalah bahwa
jika awal, pengobatan yang efektif dapat dilakukan untuk orang dengan AIS, maka
perkembangan kurva dapat diperlambat atau dihentikan sebelum kematangan kerangka, yang
secara teoritis dapat meningkatkan hasil jangka panjang.10

Sebagian besar metode penyaringan AIS berbiaya rendah dan tidak invasif. Namun,
karena mereka mengukur rotasi tulang belakang atau asimetri tulang belakang daripada
kelengkungan tulang belakang yang sebenarnya, dan karena kesalahan interexaminer
menghalangi korelasi hasil skrining yang dapat diandalkan dengan tingkat kelengkungan
tulang belakang yang spesifik, diperlukan x-ray konfirmasi untuk mengukur tingkat keparahan
AIS.10

Pemeriksaan Spesifik

a. Adams forward bend test


Adams forward bend test telah ditemukan sebagai alat skrining yang efektif. Pengukuran
asimetri rotatori 7 derajat yang ditentukan dengan menggunakan skoliometer umumnya
digunakan sebagai titik batas sebagai rujukan untuk evaluasi skoliosis. Pengukuran 7 derajat
dengan scoliometer berkorelasi dengan sudut Cobb 20 derajat.5

Gambar 4. Tes forward-bending Adam. Di sini seorang pasien dilihat dari belakang dan diminta untuk
membungkuk ke depan sampai tulang belakangnya horizontal. Perhatikan sisi kanan belakang tampak
lebih tinggi dari kiri.5

9
Penyebab sekunder scoliosis harus disingkirkan. Oleh karena itu pemeriksaan neurologis dan
musculoskeletal penuh diperlukan (lihat tabel 2).8 Tes duduk membungkuk kedepan dapat
menghilangkan ketidakseimbangan panjang kaki seperti cavovarus, dapat mengindikasikan
adanya kelainan sumbu saraf yang mendasari.5

Tabel 2. Penyebab Sekunder Scoliosis dan Gejala yang Relevan5

b. Scoliometer (inclinometer)
Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurva pada tulang
belakang pada procesus spinosus yang asimetris.5,8 Cara pengukuran dengan inclinometer
dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi
ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva
dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding
kurvapada thorokal. Kemudian letakkan inclinometer pada apeks kurva, biarkan inclinometer
tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva. Pada screening, pengukuran ini signifikan
apabila hasil yang diperoleh labih besar dari 5 derajat, hal ini biasanya menunjukkan derajat
adanya rib hump. Ini disebabkan karna adanya rotasi pada daerah vertebra thorakal, dan ini
juga dapat menunjukan kelengkungan vertebra. Perlu dicatat hal ini hanya menunjukan adanya
kelainan pada spine akan tetapi tidak menunjukan tingkat keparahan dan deformitas tersebut.8

10
Gambar 5.Scoliometer (inclinometer)

Tabel 3. Tabel Scoliometer (inclinometer)11

2.6 Pemeriksaan Tambahan

Evaluasi umunya dilakukan baik melalui tingkat sekolah, pelatih sekolah atauun dokter
anak. Evaluasi formal yang tepat termasuk pencitraan x-ray. Pasien membutuhkan coronal x-
ray, sagittal x-ray, left and right bending x-ray. Klasifikasi Risser umumnya dapat dihitung dari
krista iliaka pada potongan koronal x-ray. Konsensus menyatakan bahwa CS-Scan dan MRI
unutk pasien AIS tipikal tidak dibenarkan. Namun, teknik pencitraan intraoperative tertentu
memang membutuhkan pencitraan CT pra operatif dan intraoperative.4,6 Pencitraan tingkat
lanjut seperti CT atau MRI dicadangkan untuk kasus-kasus di mana ada "bendera merah"
(misalnya, kurva toraks kiri, kyphosis, nyeri, atau defisit neurologis).8

11
Gambar 6. Posterio-anterior standing radiograph showing right thoracic curve.b Lateral standing
radiograph.5

Gambar 7. Metode Cobb untuk mengukur derajat scoliosis5

2.7 Terapi

Pilihan pengobatan pada scoliosis dapat dilakukann dengan observasi, orthosis, dan
operatif. Pemilihan pengobatan terbaik didasarkan pada kematangan pasien (usia, status
menarke, penilian Risser dari apofisi iliaca), lokasi tingkat keparahan dan resiko perkembangan
kelemgkungan. Protocol umum pengobatan adalah untuk kurva kurang dari 25 cukup
observasi, 25-45 derajat dengan ortosis, dan lebih dari 45 derajat mempertimbangkan untuk
operasi.5,8

12
Non Operativ

a. Observasi
Ketika kelengkungan kurang dari 25 derajat, pasien dapat diamati setiap 6 hingga 12
bulan dengan tindak lanjut klinis dan radiologis. Pasien-pasien ini diberikan informasi yang
sesuai. Ketika mendiskusikan operasi pada pasien maka riwayat penyakit AIS perlu
diperhitungkan. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa kurva toraks tunggal 50-75 °
mengalami kemajuan 0,73 ° / tahun selama periode 40 tahun. Jika dibandingkan dengan
populasi yang sehat, tidak ada kerugian nyata dalam fungsi sosial, melahirkan anak, dan
menikah. Beberapa pasien dengan kurva yang lebih besar (lebih dari 110) memiliki masalah
paru, tetapi ini tidak menghasilkan peningkatan mortalitas.5
b. Bracing
Untuk kurva antara 25 dan 45 derajat di bawah level T8 secara umum, dan ada risiko
perkembangan kurva. Bracing harus dipertimbangkan, sehingga kurva tidak berkembang
seiring waktu. Sebuah meta-analisis oleh Row et al. telah menunjukkan tingkat keberhasilan
93% untuk menguatkan 23 jam per hari. Meskipun bracing telah terbukti efektif, kepatuhannya
buruk dan dikaitkan dengan tekanan psikologis.5,8

Operatif

Perawatan bedah diindikasikan untuk menghentikan perkembangan kurva (terutama kurva di


atas 45) dan meningkatkan penampilan kosmetik. Tujuan utama pembedahan adalah untuk
mencapai koreksi kelainan bentuk termasuk rotasi, perpaduan strukturkelainan bentuk tulang
belakang, yang akan mencegah perkembangan lebih lanjut. Ini selanjutnya bertujuan untuk
meningkatkan penyelarasan dan keseimbangan tulang belakang. Pemilihan pendekatan khusus
untuk pembedahan karena itu tergantung pada kelengkungan dan lokasi dari kurva tulang
belakang. Kurva toraks dengan kurva lumbar minimal dirawat dengan fusi toraks posterior
menggunakan instrumentasi.5

2.8 Prognosis

Skoliosis infantil atau skoliosis onset dini jarang terjadi dan sembuh secara spontan pada
kebanyakan kasus. Orang-orang yang melakukan kemajuan memerlukan perawatan yang
kompleks. Jika tidak diobati, ini mungkin terkait dengan komplikasi paru jangka panjang, yang
tidak umum terlihat pada AIS.5

13
2.9 Komplikasi

Komplikasi dari skoliosis yang tidak diobati termasuk perkembangan kelainan bentuk. Ini
dapat menghasilkan nyeri punggung, radikulopati lumbar, masalah kosmetik, dan bahkan
pembatasan jantung dan paru. Pasien yang tidak diobati dengan kurva lebih dari 80 derajat pada
bidang koronal dapat mengalami peningkatan sesak napas.7

Komplikasi bedah umumnya lebih rendah daripada operasi deformitas tulang belakang orang
dewasa tetapi ada. Satu seri data nasional memperkirakan cedera neurologis pasca-bedah 0,9%,
komplikasi pernapasan 2,8%, komplikasi jantung 0,8%, infeksi 0,5%, dan 2,7% untuk
komplikasi gastrointestinal.7

14
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Pelaksanaan

Proses skrining scoliosis akan dilaksanakan di masing-masing Sekolah Menengah


Pertama (SMP) tiap Kecamatan di lingkungan Kotamadya Makassar yang telah ditunjuk
sebelumnya. Proses pengambilan data pada sampe akan memperhatikan aspek privasi,
sehingga lokasi idealnya harus tertutup dan nyaman, yang ditentukan oleh pihak sekolah.

3.2 Teknis Pelaksanaan


3.2.1 Tahap Proposal
Proposal diajukan melalui Departemen kepada Wakil Dekan Bidang Riset, Inovasi dan
Kemitraan. Penyempurnaan proposal akan berdasarkan timbal balik dari tim Departemen dan
tim Riset Fakultas Kedokteran Unhas
3.2.2 Tahap Pengajuan Izin
Tim peneliti akan melayangkan permohonan izin kepada Dinas Pendidikan Kota
Makassar dan Kepala Sekolah masing-masing SMP yang ditunjuk sebagai tempat pengambilan
sampel.
3.2.3 Tahap Pelaksanaan
Pengambilan data akan dilaksanakan di seluruh SMP secara berjadwal, 8 (delapan) SMP
disetiap minggunya sehingga penelitian akan berlangsung sekitar dua minggu untuk
mengakomodasi 15 SMP yang mewakili tiap kecamatan di Kota Makassar. Pada pelaksanaan
skrining, tim peneliti akan membagi menjadi 2 (dua) tim yang akan dibagi ke masing-masing
SMP untuk melakukan pengambilan data. Instrumen pemeriksaan dilakukan kepada sampel
yang telah ditentukan sebelumnya secara acak. Untuk privasi sampel penelitian setiap sampel
akan diperiksa oleh tim peneliti yang memilliki jenis kelamin yang sama. Instrumen ini
merupakan data subjektif yang menanyakan beberapa aspek berkaitan dengan nyeri punggung
dan kualitas hidup dari sampel penelitian. Kuesioner ini adalah Standar kuesioner dari Scoliosis
Research Society (SRS) berisikan 30 pertanyaan ganda yang memang didesain khusus untuk
pasien scoliosis. Kuesioner ini akan diberikan kepada sampel yang teridentifikasi mengalami
scoliosis dari pemeriksaan Scoliometer.

15
3.3 Instrumen Pemeriksaan Skrining
3.3.1 Scoliometer
Scoliometer (inclinometer) adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurva pada tulang
belakang pada procesus spinosus yang asimetris.5,8Cara pengukuran dengan inclinometer
dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi
ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura scoliosis, sebagai contoh kurva
dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding
kurvapada thorokal
3.3.2 Plumb line
Pemeriksaan dengan plumb line menggunakan tali yang diikat dengan beban kecil
(pendulum) pada bagian ujungnya. Sampel penelitian berdiri tegap kemudian pemeriksaa
menaruh ujung tali pada processus spinosus vertebra C7 dan memperhatikan posisi pendulum
pada bagian dari gluteal fold. Normalnya pendulum tersebut tepat pada bagian gluteal fold
bukan di sisi lateral dari gluteal fold.

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh siswa SMP yang berada di Kotamadya Makassar,
dengan usia sampel berada pada rentang 12 – 15 tahun
3.4.2 Sampel Penelitian
Sampel penelitian diambil dengan metode Purposive randomized sampling dengan
mengambil siswa-siswa SMP Negeri di masing-masing kecamatan di Kotamadya Makassar,
dalam hal ini terdapat 14 kecamatan sehingga sampel akan diambil pada 14 SMP Negeri yang
telah dipilih berdasarkan jumlah siswa yang terbanyak pada kecamatan tersebut.
3.4.3 Besar Sampel Penelitian
Besar sampel penelitian ditentukandengan rumus besar sampel metode Slovin, yaitu n =
N/(1 + N.e2) dengan jumlah Populasi (N) dari Pangkalan Data Kemendiknas sebesar 63.051
siswa, dan nilai e konstanta 0.05, maka diperoleh besar sampel (n) sebesar 397 siswa. Besaran
jumlah sampel untuk tiap kecamatan diambil berdasarkan proporsi ukuran subpopulasi tersebut
terhadap populasi total

16
3.5 Rincian Peran Anggota Departemen
Masing-masing anggota peneliti memiliki tugas dalam penelitian sebagai berikut:
No Nama Departemen/Institusi Peranan
1 dr. Husnul Mubarak, Sp.KFR Dep. Kedokteran Ketua Penelitian
Fisik dan
Rehabilitasi
2 dr. Nilla Mayasari, Sp.KFR, Dep. Kedokteran Penanggung Jawab
M.Kes Fisik dan Pengumpulan Data
Rehabilitasi 1, Pengolahan Data
3 dr. Anshory Sahlan, Sp.KFR Dep. Kedokteran Pengumpulan Data
Fisik dan 2
Rehabilitasi
4 dr. Melda Warliani, Sp.KFR Dep. Kedokteran Melatih mahasiswa
Fisik dan untuk melakukan
Rehabilitasi screening

17
BAB 4
LUARAN

4.1 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada peneliti, masyarakat,
peserta didik, dan institusi yang dijabarkan sebagai berikut
4.1.1 Manfaat untuk Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tambahan bagi peneliti mengenai insidensi
kejadian scoliosis pada masyarakat umum dengan berbasis sekolah dan juga menjadi wadah
bagi peneliti untuk mengaplikasikan pengabdian masyarakat yang merupakan komponen
tridarma pendidikan.
4.1.2 Manfaat untuk masyarakat
1. Penelitian ini bermanfaat untuk menemukan kasus dengan deformitas scoliosis pada
tahap awal
2. Penelitian ini bagi sampel penelitian yang ditemukan mengalami scoliosis akan diberikan
intervensi berupa edukasi latihan postur dan scoliosis sehingga diharapkan tidak memerlukan
tatalaksana scoliosis yang lebih agresif
3. Penelitian ini bagi masyarakat untuk memberikan informasi mengenai tatacara deteksi
dini kasus scoliosis
4.1.3 Manfaat untuk Peserta Didik
Bagi peserta didik, penelitian ini merupakan wadah untuk melakukan pengabdian
masyarakat dan mengembangkan diri dalam hal soft skill dalam penelitian mencakup
penyusunan proposal, pengambilan dan pengolahan data, serta mengambil kesimpulan dari
penelitian ini.
4.1.4 Manfaat untuk Instansi Terkait
Bagi instansi terkait khususnya Dinas Pendidikan Kota Makassar, penelitian ini dapat
menjadi data rujukan untuk penemuan kasus scoliosis pada usia Sekolah Menengah Pertama,
sehingga dapat menjadi suatu pertimbangan dalam menentukan regulasi dan kebijakan.

18
BAB 5
PENDANAAN

5.1 Pendanaan Penelitian


Pendanaan penelitian bersumber dari dana bantuan Block Grant Penelitian dan
Pengabdian Fakultas Kedokteran Tahun 2019 yang akan disalurkan melalui Departemen
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

5.2 Anggaran Alokasi Penelitian


No Item Kuantitas Volume Unit Total
Cost

1 Scoliometer 14 1 610.000 8.540.000

2 Plumb Line 28 1 100.000 2.800.000

3 Bahan Habis 14 2 50.000 1.400.000


Pakai

4 Copy 397 1 600 238.200


Kuesioner
dan Inform
Consent
5 Transportasi 6 28 50.000 8.400.000
Peneliti

6 Copy 20 1 15.000 300.000


Proposal

7 Konsumsi 397 1 25.000 9.925.000


Sampel
Penelitian

8 Survey 14 2 100.000 2.800.000


Lokasi

19
9 Monitoring 1 1 5.000.000 5.000.000
dan Evaluasi

10 Penyewaan 14 1 500.000 7.000.000


Gedung

11 Proofreading 1 1 2.500.000 2.500.000


dan Analisa
Data

12 Biaya 6 1 200.000 1.200.000


Komunikasi
Peneliti

TOTAL 50.103.200

20
BAB 5
HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Pada penelitian ini, kami mengambil sampel penelitian pada 3 Sekolah Menengah
Pertama (SMP) yang berada pada kecematan yang berbeda-beda di Kotamadya Makassar, yaitu
SMP 6, SMP 8, dan SMP 12.
Jumlah sampel yang kami ambil pada penelitian ini adalah 397 sampel, yang kemudian
pada setiap SMP kami distribusikan menjadi yaitu 134 sampel pada SMP 6, 131 sampel pada
SMP 8, dan 132 sampel pada SMP 12.
Di setiap SMP, setiap sampel diperiksa oleh 2 orang tim peneliti dengan jenis kelamin
yang sama dengan sampel yang diperiksa. Proses pengambilan data dilakukan di ruangan yang
tertutup untuk memastikan privasi dari sampel. Setiap sampel telah dilakukan inform concent
sebagai kelengkapan etik penelitian.

5.2 Distribusi Demografi Sampel Penelitian


Jumlah siswa SMP yang kami skrining scoliosis berjumlah 397 sampel dengan data
karakteristik demografi sampel dari masing-masing SMP ditampilkan pada Tabel 5.1. Kami
mengambil sampel penelitian dari populasi berdasarkan random sampling dengan acak dari
nomer absen dari kelas 1 hingga 3 yang diberikan oleh Kepala Sekolah.
Salah satu parameter kami adalah suku, yaitu kami mengambil suku asal dari sampel
berdasar keturunan dari orang tua laki-laki (patrialis) dan menentukan kategori suku dari
Sulawesi Selatan yaitu Bugis, Makassar, Toraja dan Palopo serta lainnya yang berarti berasal
dari suku diluar provinsi Sulawesi Selatan yang mana pada sampel kami menemukan suku dari
Batak, Jawa, Betawi, Bali, Dayak, Ambon, dan Papua.

Kami mengambil parameter antropometri sebagai salah satu karakteristik yang dapat
menjadi suatu komorbid dari kondisi scoliosis terutama untuk obesitas dan underweight. Dari
penelitian ini kami menemukan cukup banyak sampel dengan berat badan yang di atas rata-
rata (overweight, obese 1, dan obese 2).

Parameter terakhir adalah prestasi belajar yang kami bagi menjadi tiga karakteristik
dibagi menjadi tiga persentil dari peringkat kelas pada akhir tahun ajar 2018/2019, yaitu dibagi
menjadi persentil atas (peringkat 1/3 atas dari jumlah siswa di kelas), persentil tengah, dan
persentil bawah. Peneliti mengambil parameter ini sebagai gambaran karakteristik tingkat

21
intelektual dari sampel, beberapa penelitian sebelumnya mengaitkan kejadian scoliosis pada
siswa-siswa dengan peringkat kelas yang tinggi.

Tabel 5.1 Data Demografi Sampel Skrining

Parameter SMP 6 SMP 8 SMP 12 Total


n (%) n (%) n (%) n (%)
(N=134) (N=131) (N=132) (N=397)
Jenis L 56 (42,8%) 50 (38,2) 68 (51,5) 174 (43,8%)
Kelamin P 78 (58,2%) 81 (61,8) 64 (48,5) 223 (56,2%)
Usia 11 12 (8,9%) 9 (6,9%) 10 (7,6%) 31 (7,8%)
(Tahun) 12 41 (30,5%) 47 (35,9%) 32 (24,2%) 120 (30,2%)
13 46 (34,4%) 42 (32%) 51 (38,6%) 139 (35,1%)
14 31 (23,2%) 28 (21,4%) 36 (27,3%) 95 (23,9%)
15 4 (3%) 5 (3,8%) 3 (2,3%) 12 (3%)
Suku Bugis
65(48,5%) 48(36,7%) 51(38,6%) 164 (41,3%)
Makassar
41(30,9%) 54(41,2%) 49(37,1%) 144 (36,27%)
Toraja
8(5,9%) 16(12,2%) 12(9,1%) 36 (9,06%)
Palopo
11(8,1%) 9(6,9%) 8(6,1%) 28 (7,05%)
Lainnya
9(6,6%) 4(3%) 12(9,1%) 25 (6,3%)
IMT Underweight
12 (8,9%) 28 (21,4%) 33 (25%) 73 (18,4%)
Normal
78 (58,2%) 82 (62,6%) 81 (61,4%) 241 (60,7%)
Overweight
33 (24,6%) 13 (9,9%) 11 (8,3%) 57 (14,4%)
Obese
9 (6,7%) 7 (5,4%) 6 (4,6%) 22 (5,5%)
Obese 2
2 (1,5%) 1 (0,8%) 1 (0,8%) 4 (1,1%)
Prestasi %Atas
45(33,6%) 41 (31,3%) 38 (28,8%) 124 (31,2%)
Belajar %Tengah
48(35,8%) 47 (35,9%) 50 (37,9%) 145 (36,5%)
%Bawah
41(30,6%) 43(32,8%) 44(33,3%) 128(32,3%)

5.3 Temuan Kasus Scoliosis Pada Skrining

Pada hasil skrining sampel siswa SMP jumlah kasus scoliosis sebanyak 63 temuan
(15,8%), dimana pada SMP 6, SMP 8, dan SMP 12 ditemukan secara berturut-turut sebanyak

22
24, 18, dan 21 temuan. Distribusi temuan kasus scoliosis berdasarkan data demografi yaitu
dipaparkan pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Temuan Scoliosis dengan Data Demografi

Parameter Temuan Scoliosis


n (%) (N=63)
Jenis Kelamin L 14 (22,2%)
P 49 (77,8%)
Usia 11 8 (12,5%)
(Tahun) 12 17 (27,2%)
13 14 (22,3%)
14 15 (23,8%)
15 9 (14,1%)
Suku Bugis
19 (30,2%)
Makassar
23 (36,5%)
Toraja
9 (14,3%)
Palopo
5 (7,9%)
Lainnya
7 (11,1%)
IMT Underweight
27 (42,9%%)
Normal
32(50,8%)
Overweight
3(4,8%)
Obese
1 (1,6%)
Obese 2
0(0%)
Prestasi %Atas
39(62%)
Belajar %Tengah
16(25,3%)
%Bawah
8(12,7%)

5.4 Karakteristik Jenis Kelamin Pada Sampel Scoliosis


Pada penelitian skrining ini kami menemukan jumlah sampel yang mengalami scoliosis
kebanyakan berjenis kelamin perempuan secara signifikan yaitu 77,8% dari seluruh sampel.
Secara statistik beberapa penelitian menemukan bahwa perempuan memiliki prevalensi yang
lebih tinggi dibandingkan laki-laki yaitu dari studi deteksi skoliosis oleh Adobor et al tahun

23
2010 yaitu ditemukan pada 752 pasien scoliosis, diantaranya 644 pasien (86%) adalah
perempuan

5.5 Karakteristik Usia Pada Sampel Scoliosis


Distribusi temuan scoliosis berdasarkan usia relatif merata di setiap usia namun
kebanyakan berada pada usia 12 tahun, kemungkinan karena pada usia ini growth spur
mengalami progress yang paling tinggi sesuai dengan penelitian Fadzan et al pada tahun 2017
yang menunjukkan gambaran epyphysial plate yang paling tinggi pada rentang usia awal
remaja yaitu 11-12 tahun. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang cukup bermakna
antara kategori usia pada penelitian ini, menggambarkan bahwa kategori usia 11-15 tahun
merupakan usia yang secara karakteristik pertumbuhan epyphisial plate vertebra yang seragam.

5.6 Karakteristik Suku Pada Sampel Scoliosis


Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengklasifikasikan kategori suku
Sulawesi Selatan pada temuan scoliosis pada sampel siswa SMP. Dari hasil skrining,
ditemukan bahwa suku yang paling banyak adalah Makassar dengan jumlah yaitu 36,5% dari
sampel, namun jumlah tersebut tidak banyak berbeda dengan suku Bugis yaitu 30,2% namun
jumlah ini tinggi kemungkinan karena kebanyakan sampel berasal dari kedua suku tersebut.
Jika dirasiokan jumlah temuan scoliosis pada masing-masing parameter suku, maka suku
Toraja yang memiliki prevalensi scoliosis paling besar yaitu 9 temuan scoliosis dari 36 sampel
bersuku Toraja (25%)

5.7 Karakteristik Antropometri Pada Sampel Scoliosis


Pada penelitian ini ditemukan bahwa kebanyakan temuan scoliosis berasal dari
antropometri yang normal yaitu sebanyak 32 sampel (50,8%), secara statistik hal ini tidak dapat
menjadi patokan untuk distribusi antropometri pada temuan scoliosis karena pada penelitian
ini parameter ini tidak terdistribusi secara normal, dimana jumlah sampel dengan normal
mencapai 60,7% dari keseluruhan sampel. Jika dirasiokan jumlah temuan scoliosis pada
masing-masing parameter antropometri, maka kategori yang memiliki prevalensi scoliosis
paling tinggi yaitu sampel dengan antropometri underweight yaitu 27 temuan dari 73 sampel
(37%), penemuan ini selaras dengan penelitian Ramirez et al pada tahun 2013 yang
menemukan rerata dari 27 sampel scoliosis adalah 18,7 kg/m2 yaitu berada pada kategori
underweight.
5.8 Karakteristik Pretasi Belajar Pada Sampel Scoliosis
24
Pada penelitian ini kami menemukan jumlah sampel scoliosis paling banyak memiliki
prestasi belajar yang tinggi di kelas masing-masing yaitu 39 sampel (62%) dari 63 kasus
scoliosis, sejauh ini belum kami temukan penelitian yang mengaitkan kemampuan kognitif
dengan kejadian scoliosis akan tetapi kejadian idiopatic scoliosis dapat berkaitan dengan
mempertahankan satu postur yang salah dalam waktu lama yang paling banyak didapatkan
pada siswa yang memiliki peringkat tinggi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Dunn. J., Henrikson. NB., Morrison. CC., Nguyen. M., Blasi. PR., Lin. JS.,(2018).
Screening for AdolescentIdiopathic Scoliosis: A Systematic Evidence Review for the U.S.
Agency for Healthcare Research and Quality No. 17-05230-EF-1.
2. Ha. AS., Beauchamp. EC., (2018). Screening for adolescent idiopathic scoliosis: US
preventive services task force recommendation statement. Jounal Spine Surgey Vol.
4(4):812-816
3. Thilagaratnam S., (2007). School-based screening for scoliosis: Isit cost-effective.
Singapore Med Journal, Vol. 48:1012-7
4. Naghman, M., Ahmad. Z., Verma, R., (2016). Adolescent Idiopathic Scoliosis. The Open
Othopaedics Journal, 10, 143-154
5. Fadzan, M., Bettany-S.J. (2017). Etiological Theories of Adolescent Idiopathic Scoliosis:
Past and Present. The Open Othopaedics Journal, 11, (Suppl-9, M3) 1466-1489
6. Agung K., Purnomo. D.SB., Susilowati. A., (2017). Prevalence Rate of Adolescent
Idiopathic Scoliosis: Results of School-based Screening in Surabaya, Indonesia. Malaysian
Orthopaedic Journal, Vol 11 No 3, 17-22
7. Menger RP. Sin AH. 2018. Adolescent and Idiopathic Scoliosis. Lousiana State University
HSC
8. Jada. A., Charles.E., et al. (2017). Evaluation and management of adolescent idiopathic
scoliosis: a review. Neurosurg Focus, Vol 43 (4) E2, 1-9
9. Pasha. S., Flynn. J., (2018). Data-driven Classification of the 3D Spinal Curve in
Adolescent Idiopathic Scoliosis with an Applications in Surgical Outcome Prediction.
Scientific RepoRts, 8:16296
10. Rockville, MD, et al. (2018). Screening for Adolescent Idiopathic Scoliosis: A Systematic
Evidence Review for the U.S. Preventive Services Task Force
11. Daniel M. et al. (2014). Scoliometer measurements of patients with idiopathic scoliosis.
Brazilian Jounal of Physical Therapy, 12 (2):179-184
12. Ramirez, et al. (2013). Body Composition in Adolescent Idiopathic Scoliosis. European
Spine Journal 22(2), 324-329, 2013

26
Lampiran 1
Laporan Anggaran Pengabdian Block Grant Dept.Kedokteran Fisik & Rehabilitasi

No Item Pcs * Volume PEMASUKAN PENGELUARAN

Dana Pengabdian BLOCK GRANT


TAHAP I Rp 12.000.000,00 Rp -

1 Scoliometer 3 pcs Rp 4.500.000

Plumbline 6 pcs Rp 780.000


2
Transportasi Peneliti 5 orang Rp 625.000
3
Konsumsi Peneliti 5 * 2 hari Rp 625.000
4
Proses Perizinan 1 Rp 300.000
5
Komunikasi Peneliti 5 orang Rp 500.000
6
Uang harian Peneliti utk 4 peneliti 2 hari Rp 2.000.000
7
Foto Copy Proposal Penelitian,
Etik, Diknas Provinsi, Diknas
Kotamadya, 3 SMP 7 * 3 rangkap Rp 1.197.000
8
Penyewaan Gedung 3 SMP 3 gedung Rp 1.500.000
9
10 Total
Rp.12.027.000,-
Total
Pengeluaran

27

Anda mungkin juga menyukai