Anda di halaman 1dari 86

HUBUNGAN IMMUNOEKSPRESI VITAMIN D RESEPTOR (VDR)

DENGAN DERAJAT HISTOPATOLOGI KARSINOMA PAYUDARA


INVASIF DUKTAL

CORELATION BETWEEN IMMUNOEXPRESSION OF VITAMIN


D RECEPTOR (VDR) AND HISTOPATHOLOGICAL DEGREE OF
BREAST INVASIVE DUCTAL CARCINOMA

WAHYUNI SIRAJUDDIN

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2015
HUBUNGAN IMMUNOEKSPRESI VITAMIN D
RESEPTOR (VDR) DENGAN DERAJAT HISTOPATOLOGI
KARSINOMA PAYUDARA INVASIF DUKTAL

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi : Biomedik


Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu

Disusun dan diajukan oleh

WAHYUNI SIRAJUDDIN

kepada

KONSENTRASI PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


TERPADU PROGRAM STUDI BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2015
PERYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : WAHYUNI SIRAJUDDIN


Nomor Pokok : P1507211030
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi : Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu
FK UNHAS

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini


benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.

Makassar, April 2015


Yang menyatakan

WAHYUNI SIRAJUDDIN
PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, hanya atas berkat rahmat dan hidayahnya sehingga tesis ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam rangka

penyelesaian Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu Ilmu Patologi

Anatomi dan Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar.

Dalam penelitian dan penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak

bantuan dari berbagai pihak, dan karena itu ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya disampaikan kepada :

1. Dr. dr. Rina Masadah, Sp.PA., M.Phil. sebagai pembimbing

pertama, atas segala perhatian dan bimbingannya, serta segala

koreksi dan masukan selama proses penelitian sampai penyusunan

tesis ini.

2. dr. Djumadi Achmad, Sp.PA(K) sebagai pembimbing kedua dalam

penelitian ini yang selalu tulus membimbing dan mendorong penulis

hingga menyelesaikan tesis ini.

3. Prof. Dr.dr. Dasril Daud, SpA(K) yang ditengah kesibukan yang

sangat padat, masih menyempatkan diri untuk membimbing dan

membantu penulis dalam metodologi penelitian dan analisis

statistic tesis ini.

4. dr. Cahyono Kaelan, Sp.PA(K), SpS., PhD, sebagai Ketua Bagian

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


Makassar sekaligus sebagai penguji dalam tesis ini, atas segala

bimbingan dan dorongannya dalam penyelesaian tesis ini.

5. dr. Trully D. Dasril Sp.PA(K), sebagai Ketua Program Studi Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang selama

ini telah membimbing, dan memberi dorongan untuk penyelesaian

tesis ini, sekaligus telah dengan sabar membina penulis selama

menempuh masa pendidikan.

6. Rektor, Direktur Pascasarjana dan Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar, atas kesediaannya menerima

penulis menjadi peserta pendidikan Program Pascasarjana

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

7. Koordinator Program Pendidikan Dokter Terpadu Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas bantuan dana

pendidikan melalui biaya siswa Program Pendidikan Dokter

Spesialis Kemenkes sejak tahun 2013.

9. Seluruh staf pengajar di bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin tanpa terkecuali ( dr. Gunawan

Arsyadi, Sp.PA(K), Prof. dr. Syarifuddin Wahid, Sp.PA(K)., Ph.D.,

dr. Mahmud Ghaznawie, Sp.PA(K), dr. Ni Ketut Sungowati,

Sp.PA(K), dr. Berti Nelwan, Sp.PA, dr. Upik Miskad, Sp.PA.,PhD,

dr. Juanita, Sp.PA, dr. Husni Changara, Ph.D) atas bantuan dan

bimbingan
selama penulis menempuh pendidikan maupun dalam penyusunan

tesis ini.

10. Semua teman sejawat residen di bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar atas bantuan,

kerjasama, kebersamaan dan kekompakan yang akan menjadi

kenangan selama penulis menjalani masa pendidikan dan dalam

penyusunan tesis ini.

11. Seluruh karyawan Laboratorium di bagian Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Rumah Sakit

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

12. Orang tua ( ayahanda H. Sirajuddin M Dg. Lengu dan ibunda Hj.

Hatijah Dg Memang ), adik-adikku ( Wahyullah, Wahyu Septihady

dan Kiki Reskawati ), seluruh keluarga atas doa dan kasih

sayangnya kepada penulis.

13. Yang tercinta suami ( Faizal Arya Samman ), anak-anak ( Syifa

Marabintang Samman, Imam Manggarai Samman, Alya Deapati

Samman) yang telah menjadi pendorong dan penyemangat

terbesar bagi penulis selama menjalani pendidikan.

14. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

Penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat

bagi perkembangan Ilmu Patologi Anatomi di masa mendatang. Akhirnya

penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam tulisan ini terdapat

hal-hal yang tidak berkenan.

Makassar, April 2015

Wahyuni Sirajuddin
ABSTRAK ( Indonesia )

WAHYUNI SIRAJUDDIN. Hubungan Immunoekspresi Vitamin D Reseptor


(VDR) Dengan Derajat Histopatologi Karsinoma Payudara Invasif Duktal
(dibimbing oleh Rina Masadah dan Djumadi Achmad).

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi ekspresi vitamin D


reseptor pada karsinoma payudara invasif duktal berdasarkan derajat
histopatologi. Sampel penelitian terdiri dari 85 sediaan blok paraffin
berasal dari reseksi jaringan payudara dengan diagnosis karsinoma
payudara invasif duktal diferensiasi baik, sedang dan buruk. Seluruh
sampel dilakukan pewarnaan immunohistokimia VDR (Antibodi
Monoklonal). Penilaian mikroskopik dilakukan dengan menggunakan
mikroskop cahaya. Uji statistik menunjukkan nilai p = 0,394 (p>0,05) yang
berarti tidak terdapat hubungan bermakna immunoekspresi VDR antara
karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi baik, diferensiasi sedang
dan diferensiasi buruk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa VDR tidak
dapat dijadikan sebagai penanda progresi serta faktor prognostik pada
karsinoma payudara invasif duktal berdasarkan derajat histopatologi.

Kata Kunci : karsinoma payudara, vitamin D reseptor, immunohistokimia,


prognosis
ABSTRACT ( Inggris )

Wahyuni Sirajuddin. Hubungan Immunoekspresi Vitamin D Reseptor


(VDR) Dengan Derajat Histopatologi Karsinoma Payudara Invasif Duktal
(dibimbing oleh Rina Masadah dan Djumadi Achmad).

The aim of the study was analyzed the expression of vitamin D


receptor in breast invasive ductal carcinoma based on histopathological
grading. Paraffin-embedded tissue of 85 patients of breast invasive ductal
carcinoma were evaluated and classified based on histopathologic
grading. All of the samples were stained with VDR monoclonal antibody
and analyzed under the light microscope. Statistical analysis showed that
there was no significant difference of VDR immunoexpression among well
differentiated, moderately differentiated and poorly differentiated of breast
invasive ductal carcinoma with p = 0,394 (p>0,05). It is concluded that
VDR can not be used as a marker of progression and prognostic factor of
breast invasive ductal carcinoma based on histopathological grading.

Keywords : breast carcinoma, vitamin D receptor, immunohistochemistry,


prognostic
DAFTAR ISI

PRAKATA ................................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................. ix
ABSTRACT ................................................................................. x
DAFTAR ISI ................................................................................ xi
DAFTAR TABEL................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR............................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN .......................... xvii

BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ............................................................. 1

I.2 Rumusan Masalah........................................................ 6

I.3 Tujuan Penelitian........................................................... 6

I.3.1 Tujuan Umum..................................................... 6

I.3.1 Tujuan Khusus ................................................... 6

I.4 Hipotesis..............................................................................7

I.5 Manfaat Penelitian........................................................ 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Neoplasma Payudara .................................................. 8

II.1.1 Anatomi dan Histologi Payudara......................... 8

II.1.2 Karsinoma Payudara.................................................10

II.2 1,25-dihydroxyvitamin D3 (1,25(OH)2D3)...................... 22

II.2.1 Peran Vitamin D (1,25(OH)2D3) dan VDR

Pada Karsinogenesis Payudara ...................... 22

Kerangka Teori ................................................ 32


BAB III KERANGKA KONSEP

III.1 Identifikasi Variabel .................................................... 33

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Desain Penelitian ....................................................... 34

IV.2 Tempat dan Waktu Penelitian...........................................34

IV.3 Populasi Penelitian...................................................... 34

IV.4 Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ..................... 34

IV.5 Perkiraan Besar Sampel....................................................35

IV.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi...............................................35

IV.6.1 Kriteria Inklusi ................................................... 35

IV.6.2 Kriteria Eksklusi ................................................ 36

IV.7 Cara Kerja..........................................................................36

IV.7.1 Alokasi Subyek........................................................................36

IV.7.2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin...............37

IV.7.3 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia...................38

IV.7.4 Interpretasi Hasil Imunohistokimia.................... 39

IV.8 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif ................... 39

IV.8.1 Definisi Operasional................................................40

IV.8.2 Kriteria Obyektif ................................................................ 40

IV.9 Pengolahan dan Analisis Data...........................................41

IV.10 Personalia Penelitian.................................................. 42

IV.11 Alur Penelitian ............................................................ 43


BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

V.1 Hasil Penelitian

V.1.1 Jumlah Sampel ................................................ 44

V.1.2 Karakteristik Sampel ........................................ 45

V.1.3 Analisis Hubungan antara Umur dengan

Ekspresi VDR.................................................... 50

V.1.4. Analisis Hubungan antara Ekspresi VDR

dengan Derajat Histopatologi Karsinoma

Payudara Invasif Duktal…………………….. 51

V.1.5. Hubungan Derajat Histopatologi Karsinoma

Payudara Invasif Duktal dengan Skor VDR... 53

V.2 Pembahasan ............................................................... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan ................................................................ 59

VI.2 Saran ......................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian 45

Tabel 2. Hubungan antara umur dengan ekspresi VDR 50

Tabel 3. Perbandingan ekspresi VDR berdasarkan derajat

histopatologi karsinoma payudara invasif duktal 51

Tabel 4. Perbandingan ekspresi VDR berdasarkan derajat

histopatologi karsinoma payudara invasif duktal 52

Tabel 5. Hubungan derajat histopatologi karsinoma payudara

invasif duktal dengan skor VDR 53


DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Anatomi Lesi Payudara 8

Gambar 2. Diagram Skematik TDLU 9

Gambar 3. Urutan prekusor karsinoma pada kanker payudara 19

Gambar 4. Karsinoma payudara invasif duktal 22

Gambar 5. Sintesis 1,25(OH)2D3 dan Vitamin D Reseptor

sebagai mediator berbagai respon biologik 23

Gambar 6. Model metabolisme dan aktivasi vitamin D pada

sel-sel payudara 24

Gambar 7. Efek aktivasi vitamin D reseptor pada tumorigenesis 25

Gambar 8. 1,25(OH)2D berinteraksi dengan reseptor inti dan

mekanisme inisiasi plasma membran 26

Gambar 9. Perubahan spesifik 7-Dehydrocholesterol di kulit,

hepar dan ginjal serta transkripsi gen pada inti sel 27

Gambar 10 Ekspresi VDR negatif, skor 0, 400x 47

Gambar 11 Ekspresi VDR negatif, skor 4, 400x 47

Gambar 12 Ekspresi VDR negatif, skor 4, 400x 48

Gambar 13 Ekspresi VDR positif, skor 6, 400x 48

Gambar 14 Ekspresi VDR positif, skor 9, 400x 49

Gambar 15 Ekspresi VDR positif, skor 12, 400x 49


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

1. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clereance)

2. Daftar Sampel Penelitian

3. Data SPSS
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

ABC Avidin-biotin peroksidase complex


BCl-2 B-Cell CLL/Lymphoma 2
BRCA1 Breast Cancer 1
BRCA2 Breast Cancer 2
CDK Cyclin Dependent Kinase
CNS Central Nervous System
DBP Vitamin D Binding Protein
E2F Kelompok gen yang mengkode faktor transkripsi
ER Estrogen Receptor
HME Human Mammaria Ephitelial
HER2/neu Human Epidermal Growth Factor Receptor 2/neu
HIF1A Hypoxia Inducible factor 1 A
IDCM Invasive Ductal Carcinoma Mammae
JNK c-Jun N-terminal Kinase
MAPK Mitogen-Activated Protein Kinase
MARRS Membrane-Associated Rapid Response Steroid Binding
MMP Matrix Metalloproteinase

NFkβ Nuclear factor Kappa β


NOD2 Nucleotide-Binding Oligomerizatin Domain
NOS No otherwise Specified
PA Patologi Anatomi
PI3K Phosphatidylinositol-3-kinase
PKC Phospholipase C
PR Progesteron Receptor
RAF Rapidly Fibrosarcoma
Rb Retinoblastoma
RXR Retinod X Receptor
RAS Rat Sarcoma
SAPK Sterss-Activated Protein Kinase
SNPs Single Nucleotida Polimorphisms
SV40 Simian Virus 40
TDLU Terminal Duct Lobular Unit

TGF-β Transforming Growth Factor-β


TNF-α Tumor Necrosing Factor-α
UVB Ultra Violet B
VDR Vitamin D Receptor
VDREs Vitamin D Respons Elements
VEGF Vascular Endothelial Growth Factor
WHO World Health Organization
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kanker payudara adalah salah satu kanker terbanyak di dunia

dimana dapat ditemukan lebih dari 1.300.000 kasus setiap tahun dengan

angka kematian mencapai 450.000 (Koboldt DC., 2012). Di USA, kanker

payudara adalah kanker terbanyak kedua setelah kanker kulit pada wanita

dengan insidens 1 diantara 3 kejadian kanker. Keganasan ini juga

merupakan penyebab kematian terbanyak kedua pada wanita setelah

kanker paru-paru. Menurut data American Cancer Society pada tahun

2013 terdapat 296.980 kasus kanker payudara baru dengan angka

kematian 39.620. 232.340 kasus adalah kanker payudara invasif

sedangkan 64.640 kasus adalah kanker payudara in situ. Sekitar 79%

kasus baru dan 88% kematian akibat kanker payudara ditemukan pada

wanita usia lebih 50 tahun (Siegel et al., 2013). Di Indonesia, berdasarkan

data dari Badan Registrasi Kanker, Yayasan Kanker Indonesia tahun 2010

tercatat 4610 kasus kanker payudara dan menempati urutan pertama dari

sepuluh tumor primer tersering. Data di Bagian Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar pada tahun 2013 dari 7411

kasus, terdapat 808 kasus tumor payudara, 268 kasus merupakan

karsinoma payudara invasif duktal (data primer).


Meskipun insidens kanker payudara tinggi, tetapi angka kematian

telah mengalami perbaikan. Tahun 1975-1990 terjadi peningkatan angka

kematian 0,4% pertahun, tetapi sejak tahun 1990-2010 terdapat

penurunan angka kematian sebanyak 34% (DeSantis et al., 2013).

Penurunan angka kematian disebabkan oleh dua faktor penting, yaitu

banyaknya perbaikan dan kemajuan dalam terapi serta deteksi dini yang

lebih komperhensif.

Kemajuan dalam bidang biologi molekuler saat ini menyebabkan

penelitian penentuan terapi yang lebih spesifik dan langsung terhadap sel

sasaran (target therapy) menjadi sangat berkembang. Demikian pula

dengan terapi preventif, serta faktor prediksi prognosis yang semakin

banyak diteliti. Tentu saja hal ini dalam upaya mendapatkan hasil

pengobatan yang lebih baik serta peningkatan angka harapan hidup bagi

penderita.

Target terapi kanker payudara yang umum digunakan saat ini yaitu

ER, PR dan HER-2/neu selain sebagai dasar pemberian kemoterapi, juga

digunakan sebagai faktor prediksi terhadap pemberian terapi dan sebagai

petanda prognosis (Sotiriou and Pusztai, 2009). Namun saat ini, tidak

sedikit ditemukan penderita karsinoma payudara terutama tipe invasif

duktal dengan ekspresi ER, PR, HER-2/neu yang negatif. Oleh sebab itu,

penelitian untuk menemukan target terapi baru terus dikembangkan

dengan pertimbangan bahwa banyak jalur lain yang ikut berperan dalam

proses karsinogenesis kanker payudara.


Salah satu penelitian sejak 20 tahun terakhir adalah tentang potensi

Vitamin D dalam menghambat proliferasi berbagai tipe sel maligna seperti

pada karsinoma payudara, karsinoma kolon, karsinoma pada kulit dan

CNS, serta karsinoma pada organ lain (Guyton et al., 2003). Meskipun

mekanisme molekuler yang mendasari belum sepenuhnya diketahui

secara jelas, tetapi kemampuan metabolit aktif 1,25(OH)2D3 dalam

melindungi sel- sel dari transformasi maligna telah banyak diteliti.

Vitamin D adalah zat larut lemak yang termasuk dalam hormon

secosteroid yang secara fisiologis berperan dalam regulasi kalsium dan

transportasi fosfat pada metabolisme tulang atau dikenal juga dengan

“calcemic effect”. Selain itu juga terdapat “non-calcemic effect”, dimana

penurunan kadar vitamin D berhubungan dengan onset dan progresi

berbagai macam penyakit seperti autoimmune disease, penyakit infeksi

saluran pernapasan, diabetes melitus, hipertensi dan kardiovaskuler,

penyakit-penyakit neuromuskular, dan pada keganasan (Holick and Chen,

2008). Paparan vitamin D yang lebih tinggi di perkirakan dapat mencegah

berbagai jenis kanker, kemungkinan melalui efek genomik yang

dimodulasi oleh VDR (Vitamin D Reseptor), dan efek non genomik: melalui

fungsi metabolisme autokrin/parakrin dari ligand VDR. Secara khusus,

telah dibuktikan kemampuan untuk mengatur proliferasi dan differensiasi

(Deeb et al., 2007), apoptosis (Dusso et al., 2005), angiogenesis (Mantell

et al., 2000) serta invasi dan metastasis (Leyssens et al., 2013).


Gen VDR pada manusia terletak pada kromosom 12q13,

mengandung lebih dari 470 single-nucleotida polymorphism (SNPs)

(Huang et al., 2014), dimana hubungan antara vitamin D dan payudara

dapat diamati baik pada payudara normal maupun pada neoplasma

payudara. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan antara rendahnya level vitamin D dengan tingginya insidens

kanker payudara (Yin et al., 2010, Gandini et al., 2011, Crew et al., 2009).

Adanya efek anti- proliferasi, pro-apoptosis, anti invasi dan anti

angiogenesis yang dimiliki vitamin D, menjadikan vitamin D dapat menjadi

salah satu petanda prognosis dan pilihan terapi tambahan yang potensial

dan perlu terus diteliti lebih mendalam. Apalagi sebagian besar vitamin D

bersumber di dalam tubuh manusia dan hanya dengan bantuan sinar

matahari dapat dikonversi menjadi bentuk yang aktif dan dapat

dimanfaatkan. Tetapi tentu saja, vitamin D dalam dosis yang berlebihan

juga akan memberi efek yang tidak menguntungkan.

Meskipun vitamin D tersedia dalam jumlah yang memadai bahkan

berlebih, efeknya akan menurun bahkan menjadi kurang bermakna

terutama untuk tujuan terapeutik pada suatu keganasan bila reseptor pada

jaringan (VDR) rendah atau tidak terekspresi. Ekspresi dan atau fungsi

protein VDR dipengaruhi oleh polymorphisme gen VDR, yang sampai saat

ini masih tetap diperdebatkan peranannya dalam perkembangan

keganasan payudara (Huang et al., 2014). Dari 470 terdapat enam SNPs
yang banyak diteliti yaitu Fok 1, Bsm1, Taq1, Apa1, Cdx2, dan Poly A

(Huang et al., 2014).

Dalam suatu penelitian, ekspresi Vitamin D Reseptor (VDR)

dipertahankan pada mayoritas kanker payudara baik pada hewan maupun

pada manusia (Zinser and Welsh, 2004). Suatu studi pada 136 pasien

kanker payudara primer, ditemukan bahwa pasien dengan ekspresi VDR

negatif secara signifikan mengalami kekambuhan lebih cepat

dibandingkan pasien dengan VDR positif. Selain itu kasus karsinoma

payudara invasif duktal menunjukkan VDR positif pada 56,2% (172 dari

306 kasus yang diteliti) (Lopes et al., 2012). Hal ini menunjukkan bahwa

Vitamin D Reseptor (VDR) dapat dijadikan salah satu petanda progresi

serta dapat dipertimbangkan sebagai salah satu target terapi tambahan

yang baru, apalagi Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sinar

matahari (UVB) yang sangat melimpah, sehingga menjadi menarik untuk

mengembangkan potensi sinar matahari berkaitan dengan vitamin D

sebagai salah satu penanda pada karsinogenesis payudara yang nantinya

dapat dikembangkan lebih lanjut untuk kepentingan preventif, terapeutik

dan prognostik terapi.

Penelitian dengan menggunakan pewarnaan imunohistokimia

Vitamin D Reseptor (VDR) pada karsinoma payudara invasif duktal, belum

pernah dilakukan dan terpublikasi dengan menggunakan sampel

Makassar.
I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

Apakah terdapat perbedaan ekspresi Vitamin D Reseptor (VDR) pada

karsinoma payudara invasif duktal derajat baik, sedang dan buruk?

I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Menilai perbedaan ekspresi Vitamin D Reseptor (VDR) pada

karsinoma payudara invasif duktal berdasarkan derajat histopatologi.

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Menentukan diagnosis karsinoma payudara invasif duktal

dan derajat histopatologinya berdasarkan pewarnaan H.E.

2. Menentukan ekspresi VDR pada karsinoma payudara invasif

duktal derajat baik.

3. Menentukan ekspresi VDR pada karsinoma payudara invasif

duktal derajat sedang.

4. Menentukan ekspresi VDR pada karsinoma payudara invasif

duktal derajat buruk.

5. Membandingkan ekspresi VDR pada karsinoma payudara

invasif duktal derajat baik, derajat sedang dan derajat buruk.


I.4 Hipotesis

Terdapat perbedaan ekspresi Vitamin D Reseptor (VDR) antara

berbagai derajat histopatologi yaitu :

- ekspresi VDR pada karsinoma payudara invasif duktal derajat baik

lebih tinggi dibandingkan derajat sedang, dan derajat buruk.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi ilmiah tentang VDR sebagai salah

satu penanda progresi serta prognosis penderita karsinoma

payudara.

2. Dapat digunakan sebagai salah satu pilihan terapi tambahan

dikombinasikan dengan regimen terapi lainnya, untuk hasil

pengobatan yang lebih baik.

3. Data penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian

lebih lanjut terutama dalam bidang patomekanisme dan

patobiologik karsinoma payudara.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 NEOPLASMA PAYUDARA

II.1.1 Anatomi Dan Histologi Payudara

Payudara adalah organ yang unik karena belum terbentuk

sempurna ketika lahir, mengalami perubahan siklik selama masa subur,

dan mulai mengalami involusi jauh sebelum menopause.

Pada manusia, sepasang kelenjar mamaria terletak di atas otot

pectoralis di dinding dada atas. Payudara itu sendiri terdiri dari komponen

epitel dan stroma khusus yang dapat berkembang menjadi lesi jinak dan

ganas yang spesifik ( gambar 1).

Gambar 1 Anatomi Asal Lesi Payudara (Robbins. and Cotran., 2014)


Terdapat enam sampai sepuluh sistem duktus utama dari puting

payudara. Epitel skuamosa berkeratin dari kulit di permukaan berlanjut ke

dalam duktus dan berubah menjadi epitel kuboid berlapis dua. Di orifisium

duktus sering ditemukan sumbat keratin kecil.

Percabangan-percabangan duktus besar akhirnya menghasilkan

unit lobular duktus terminal (TDLU). Pada wanita dewasa, duktus terminal

bercabang-cabang menjadi kelompok-kelompok asinus kecil mirip anggur,

dan disebut sebuah lobulus. Setiap sistem duktus biasanya menempati

seperempat dari payudara, dan sistem-sistem ini saling tumpang tindih

secara luas.

Gambar 2. Terminal duct-lobular unit (TDLU). A. Diagram skematik struktur


TDLU. ETD, Extralobular terminal duct; ITD, Intralobular terminal duct. B.
Photomicrograph payudara normal wanita dewasa (Rosai, 2011).
Pada payudara normal, duktus dan lobulus dilapisi oleh dua jenis

sel. Di membran basal terletak suatu lapisan diskontinu sel kontraktil yang

pendek, menggepeng, dan mengandung miofilamen (sel mioepitel). Sel-

sel ini membantu pengeluaran susu selama laktasi dan berperan penting

untuk mempertahankan struktur dan fungsi normal lobulus dan membran

basal. Lapisan kedua yang melapisi lumen adalah sel epitel. Sel luminal

dari duktus terminal dan lobulus menghasilkan susu, tetapi sel yang

melapisi duktus besar tidak demikian.

Sebagian besar stroma payudara terdiri dari jaringan ikat fibrosa

padat bercampur dengan jaringan lemak (stroma antarlobulus). Lobulus

dibungkus oleh stroma miksomatosa halus yang responsif terhadap

hormon khusus payudara serta mengandung sejumlah limfosit (stroma

intralobulus) (Robbins. and Cotran., 2014).

Setiap komponen penyusun payudara, baik mesenkim maupun

parenkim, dapat berkembang menjadi suatu neoplasma. Perkembangan

suatu neoplasma menjadi jinak atau ganas, merupakan akumulasi dari

berbagai faktor yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

II.1.2 Karsinoma Payudara

Karsinoma adalah suatu penyakit neoplasma ganas yang berasal

dari parenkim. Tumor teridentifikasi sebagai suatu massa yang dapat

dipalpasi, biasanya asimetris, terfiksir pada kulit atau otot, terdapat

perubahan kulit, perubahan puting dan dapat disertai nyeri. Tumor yang
termasuk karsinoma invasif adalah tumor dimana sel-sel ganas yang

dideteksi invasif ke dalam stroma, dibagi atas tipe duktal dan lobuler.

Sekitar 70-80% dari seluruh kanker payudara tergolong dalam karsinoma

invasif duktal (Robbins. and Cotran., 2014, Rosai, 2011).

Etiologi dan Patogenesis

Faktor resiko utama terjadinya keganasan pada payudara

disebabkan oleh faktor hormon dan genetik (riwayat keluarga). Faktor

genetik (mutasi gen) merupakan penyebab dari 12% kanker payudara

diakibatkan adanya kerentanan satu atau beberapa gen. Probabilitas

penyebab herediter meningkat terutama jika keluarga dekat (tingkat

pertama) mengidap penyakit kanker payudara maupun kanker lainnya.

Sementara kejadian sporadik kemungkinan berhubungan erat dengan

hormonal (Lester, 2010).

Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 merupakan penyebab tersering

kanker payudara herediter. Penderita carrier BRCA1 dan BRCA2 juga

rentan terhadap kanker epitelial lain seperti prostat dan pankreas. BRCA 1

dan BRCA 2 merupakan gen dengan ukuran panjang lebih dari 80

kilobasa. Kanker payudara terkait BRCA1 umumnya poorly differentiated,

mempunyai gambaran medullary dan tidak mengekspresikan hormon

reseptor maupun HER2/neu sehingga disebut “triple negatif phenotype”

sedangkan kanker payudara terkait BRCA2 juga cenderung poorly

differentiated namun sering positif terhadap Estrogen Reseptor (ER).


Faktor resiko yang telah diketahui diketahui hingga saat ini adalah

(Robbins. and Cotran., 2014):

1. Usia

Kanker payudara jarang dijumpai pada usia kurang dari 25 tahun

kecuali pada beberapa kasus. Insidens terus meningkat seiring

bertambahnya usia wanita. Sekitar 77% kasus terjadi pada wanita

berusia lebih dari 50 tahun. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 64

tahun.

2. Riwayat menstruasi dan reproduksi

Wanita yang mencapai menarke lebih awal dan menopause lebih

lambat, meningkatkan resiko terjadinya karsinoma payudara.

Sementara itu, usia kehamilan pertama pada wanita kurang dari 20

tahun memiliki resiko kanker payudara dua kali lebih kecil

dibandingkan wanita nulipara atau wanita yang melahirkan pertama

kali pada usia lebih dari 35 tahun.

3. Ras

Insidens keseluruhan kanker payudara lebih rendah pada wanita

keturunan Afrika-Amerika, tetapi wanita dari kelompok ini datang

dengan stadium yang lebih lanjut dan memperlihatkan peningkatan

angka kematian dibandingkan wanita kulit putih.

4. Pengaruh Geografik

Angka insidens kanker payudara di Amerika Serikat dan Eropa

empat sampai tujuh kali lebih tinggi dibanding negara lain.


5. Diet

Berbagai bahan dalam diet, terutama lemak makanan, dilaporkan

meningkatkan resiko. Sebagian studi memperlihatkan adanya

penurunan resiko pada peningkatan asupan -karoten.

6. Pajanan Estrogen

Terapi sulih hormon pascamenopause sedikit meningkatkan resiko

kanker payudara pada pemakainya. Estrogen dan progesteron

yang digunakan bersama-sama meningkatkan resiko lebih besar

dibandingkan estrogen saja.

7. Pajanan Radiasi

Wanita yang pernah terpajan oleh radiasi terapeutik memiliki angka

kanker payudara yang lebih tinggi. Resiko meningkat pada usia

yang lebih muda dan dosis yang lebih tinggi.

8. Riwayat keluarga

Resiko kanker payudara meningkat seiring dengan jumlah anggota

keluarga dekat (ibu, saudara kandung perempuan, atau anak

perempuan) yang menderita kanker payudara 2-3 kali lebih besar

dibanding wanita tanpa riwayat keluarga. Pada studi genetik

ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen

tertentu. Apabila terdapat BRCA1, yaitu gen suseptibilitas

karsinoma payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara

sebesar 69% untuk umur 50 tahun meningkat sebesar 85% pada

Gen lain yang bertanggung jawab adalah gen BRCA2.


umur 70 tahun.

Gen lain yang bertanggung jawab adalah gen BRCA2.


9. Biopsi payudara

Meningkatnya resiko berkaitan dengan riwayat biopsi payudara

yang memperlihatkan hiperplasia atipikal. Sementara kelainan

payudara proliferatif tanpa atipia tidak ditemukan peningkatan

resiko terjadinya karsinoma payudara.

10. Karsinoma Payudara Kontralateral

Karsinoma payudara kontralateral meningkatkan resiko, dimana

karsinoma payudara invasif lobular biasanya didapatkan pula

karsinoma payudara yang berlawanan (Robbins. and Cotran.,

2014).

Kanker Payudara Herediter

Riwayat kanker payudara dalam keluarga dekat (first degree

relative) dilaporkan dijumpai pada 13% wanita yang mengidap penyakit ini.

Hubungan kanker payudara dengan riwayat keluarga ini mengisyaratkan

adanya mutasi sel germinativum yang sangat penetratif.

Sekitar 25% kanker familial (atau sekitar 3% dari semua kanker

payudara) dapat dikaitkan dengan dua gen dominan autosomal yang

sangat penetratif BRCA1 dan BRCA2 (Robbins. and Cotran., 2014,

Rosen, 2009). Probabilitas kanker payudara yang berkaitan dengan

mutasi di kedua gen ini meningkat jika terdapat banyak anggota keluarga

dekat yang terkena kanker payudara. Resiko kanker payudara seumur

median saat diagnosis adalah sekitar 20 tahun lebih awal dibandingkan


hidup secara

umum untuk wanita pembawa gen adalah 60% sampai 85%, dan usia

median saat diagnosis adalah sekitar 20 tahun lebih awal dibandingkan


wanita tanpa mutasi-mutasi ini. BRCA1 mutan sangat meningkatkan resiko

terjadinya kanker ovarium, yang mencapai 20% sampai 40%. BRCA2

menimbulkan resiko kanker ovarium yang lebih kecil (10% sampai 20%),

tetapi lebih sering berkaitan dengan kanker payudara pada pria. Pembawa

BRCA1 dan BRCA2 juga rentan terhadap kanker lain, misalnya kolon,

prostat, dan pankreas, tetapi dengan derajat yang lebih rendah (Ellis et al.,

2003, Robbins. and Cotran., 2014).

Kanker payudara terkait BRCA1 umumnya berdiferensiasi lebih

buruk, memiliki pola pertumbuhan sinsitium dengan tepi yang menekan

jaringan sekitar, memperlihatkan respon limfositik dan tidak

mengekspresikan reseptor hormon atau mengekspresikan secara

berlebihan HER2/neu. Karsinoma payudara terkait BRCA2 tidak

memperlihatkan penampilan morfologik yang khas.

Kerentanan genetik akibat gen-gen lain jauh lebih jarang dijumpai,

dan secara keseluruhan kelompok ini membentuk kurang dari 10%

karsinoma payudara herediter

Kanker Payudara Sporadik

Faktor resiko utama kanker payudara sporadik berkaitan dengan

hormonal : jenis kelamin, usia, riwayat menarke dan menopause, riwayat

reproduksi, asupan estrogen eksogen dan lain-lain. Sebagian besar

kanker ini timbul pada wanita pascamenopause dan memperlihatkan

yang berlebihan. Setidaknya ada dua peran utama estrogen dalam


ekspresi ER

yang berlebihan. Setidaknya ada dua peran utama estrogen dalam


menimbulkan kanker payudara. Metabolit estrogen dapat menyebabkan

mutasi atau menghasilkan radikal bebas yang merusak DNA . Efek lain

yang ditimbulkan dari efek hormonal estrogen itu sendiri yaitu mendorong

proliferasi sel pramaliga serta sel kanker. Akan tetapi, mekanisme lain

jelas berperan, karena cukup banyak karsinoma payudara yang ER negatif

atau terjadi pada wanita tanpa pajanan estrogen (Hirata et al., 2014,

Robbins. and Cotran., 2014).

Mekanisma Karsinogenesis dan Progresi Kanker

Beragamnya gambaran histologik penyakit payudara proliferatif dan

atipikal serta pada karsinoma merupakan manifestasi berbagai faktor

eksternal dan sedemikian banyak perubahan biologik yang terjadi di dalam

lesi, yang menunjukkan bahwa jalur karsinogenesis adalah suatu hal yang

sangat kompleks dan bervariasi. Satu perubahan genetik atau fungsional

tertentu, tidak dapat ditemukan pada semua kanker payudara. Sebagian

besar perubahan terjadi pada sebagian karsinoma dan biasanya

merupakan kombinasi dengan perubahan lain.

Secara umum prinsip untuk terjadinya suatu keganasan mencakup

tujuh perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang bersama-sama

menentukan fenotipe ganas (Robbins. and Cotran., 2014), yaitu :

 Berkecukupan dalam sinyal pertumbuhan. Pengaktifan onkogen

menyebabkan tumor memiliki kemampuan berproliferasi tanpa

rangsangan dari luar.


 Tidak peka terhadap sinyal-sinyal yang menghambat pertumbuhan.

 Resisten terhadap apoptosis akibat inaktivasi p53 atau perubahan

lain.

 Adanya gangguan perbaikan DNA. Ketidakmampuan memperbaiki

kerusakan DNA akibat karsinogen atau proliferasi sel yang tidak

terkendali.

 Potensi replikasi tanpa batas. Sel tumor memiliki kapasitas

proliferasi tanpa batas yang berkaitan dengan dipertahankannya

panjang dan fungsi telomer.

 Angiogenesis, tumor tidak dapat tumbuh tanpa pasokan darah yang

diinduksi oleh berbagai faktor dan yang terpenting adalah vascular

endothelial growth factor (VEGF).

 Kemampuan menginvasi dan bermetastasis.

Mutasi di gen-gen yang mengatur sifat-sifat sel ini dijumpai di

semua kanker. Akan tetapi, jalur-jalur genetik yang menyebabkan

timbulnya sifat- sifat tersebut berbeda di antara berbagai kanker, bahkan

pada organ yang sama. Secara luas dipercayai bahwa terjadinya mutasi di

gen-gen penyebab kanker dikondisikan oleh kesigapan perbaikan DNA

sel. Jika gen- gen yang secara normal mendeteksi dan memperbaiki

kerusakan DNA yang rusak atau hilang, ketidakstabilan genom yang

terjadi akan mendorong terjadinya mutasi di gen-gen yang yang

mengendalikan berbagai kapabilitas sel kanker (Robbins. and Cotran.,

2014).
Perkembangan kanker secara umum dipandang sebagai proses

klonal multi tahapan pada evolusi sel yang dibagi dakam sejumlah

langkah- langkah yang saling tumpang tindih, yaitu (1) proses inisiasi; (2)

promosi;

(3) transformasi dan (4) proses malignansi. Secara keseluruhan, hanya

sebagian kecil sel yang masuk ke dalam jalur karsinogenik melalui urutan

di atas yang pada akhirnya memberikan hasil berupa sel kanker dan

semua proses membutuhkan waktu beberapa tahun (Coussens and Werb,

2002). Sel asal kanker payudara penting diketahui karena memiliki

implikasi penting terhadap etiologi dan pengobatan. “Hipotesis sel

punca kanker” mengusulkan bahwa perubahan maligna terjadi pada

populasi sel punca yang memiliki sifat unik yang membedakan mereka

dari sel-sel yang telah berdiferensiasi. Meskipun mayoritas sel tumor

terdiri dari progeni non punca, hanya sel-sel punca ganas saja yang dapat

memberikan kontribusi untuk perkembangan dan kekambuhan tumor.

Pengobatan yang efektif perlu dilakukan hanya pada populasi ini, yang

sampai saat ini masih sulit

untuk ditentukan (Robbins. and Cotran., 2014).

Jenis sel yang paling mungkin merupakan asal bagi mayoritas

karsinoma adalah sel luminal yang mengekspresikan ER, karena sebagian

besar kanker ER positif dan lesi-lesi prekusor seperti halnya hiperplasia

atipikal, lebih mirip dengan jenis sel luminal ini. Karsinoma dengan ER

negatif dapat berasal dari sel-sel mioepitel. Hal ini dapat menjelaskan

mengapa banyak protein yang ditemukan dalam sel mioepitel sering


merupakan “triple negative” atau “basal-like cancer” (Robbins. and Cotran.,

2014).

Gambar 3. Urutan prekusor karsinoma pada kanker payudara. Perubahan


morfologi diperlihatkan dari kiri ke kanan berdasarkan resiko karsinoma invasif
selanjutnya (Robbins. and Cotran., 2014).

Karsinoma Payudara Invasif Duktal

Karsinoma payudara invasif adalah suatu kelompok keganasan

pada epitel payudara yang ditandai dengan adanya invasi ke stroma

jaringan sekitarnya dan memiliki tendensi untuk metastasis jauh.

Umumnya berasal dari epitel parenkim terutama dari Terminal Duct

Lobular Unit (TDLU). Terdapat berbagai macam klasifikasi, tetapi yang

paling banyak ditemukan adalah Invasive Ductal Carcinoma Mammae, not

otherwise specific (NOS). Sebagai bentuk terbanyak dari seluruh tipe yang

ada (40%- 75%), sebagian besar karsinoma ini menimbulkan respon

desmoplastik yang menggantikan lemak payudara normal (menghasilkan

densitas pada mammografi) dan membentuk massa yang teraba keras.


Secara histologik, tumor ini terdiri dari sel-sel maligna yang

tersusun dalam kelompok/ sarang-sarang tumor mirip kelenjar. Sel-sel

ganas tampak jelas menginvasi stroma jaringan ikat. Tidak jarang

ditemukan invasi perivaskuler dan perineural (Rosai, 2011, Lester, 2010).

Derajat Histopatologi Karsinoma Payudara

Grading tumor atau derajat histopatologi merupakan penilaian

tingkat keganasan atau agresivitas tumor. Ini dapat dilihat dari gambaran

histologiknya. Struktur yang membantu penilaian derajat histopatologi

ialah tingkat kemiripan dengan jaringan normal (tubular differensiasi),

ukuran inti dan pleomorfisme serta aktivitas mitosis (Rosai, 2011).

Untuk mengevaluasi tubulus dan kelenjar asini payudara adalah

yang memiliki lumen sentral yang jernih, digunakan hitungan 10% dan

75% untuk alokasi skoring. Pleomorfisme inti dinilai berdasarkan

regularitas ukuran sel dan ukuran inti dibandingkan sel epitel normal.

Mitosis dievaluasi secara hati-hati dengan menghitung jumlah sel mitosis,

sel hiperkromatik dan inti piknotik tidak dihiraukan karena kemungkinan

suatu apoptosis. Penilaian mitosis dengan menghitung jumlah mitosis per

sepuluh lapangan pandang besar mulai dari bagian tepi. Jika terdapat

heterogenitas, yang dipilih adalah lapangan pandang dengan sel tumor

yang paling representatif (Ellis et al., 2003).

Nottingham Modification of The Bloom-Richardson System(1998)

adalah sistem evaluasi yang paling sering digunakan untuk menilai grading
dengan hasil penilaian terdiri dari differensiasi baik, sedang dan buruk (Ellis

et al., 2003, Rosai, 2011).

1. Formasi tubuler

Nilai 1 bila formasi tubuler > 75% dari tumor

Nilai 2 bila formasi tubuler 10-75% tumor

Nilai 3 bila formasi tubuler < 10% dari tumor

2. Bentuk nukleus

Nilai 1 bila ukuran dan bentuk nukleus variasinya minimal

Nilai 2 bila ukuran dan bentuk nukleus variasinya sedang

Nilai 3 bila ukuran dan bentuk nukleus bervariasi sekali

3. Jumlah mitosis

Nilai 1 : 0-9/10

LPB

Nilai 2 : 10-19/10 LPB

Nilai 3 : >20/10 LP

PENILAIAN :

Nilai 3 – 5 : Diferensiasi baik (grade I, Low malignancy)

Nilai 6 – 7 : Diferensiasi sedang (grade II, Intermediate malignancy)

Nilai 8 – 9 : Diferensiasi buruk (grade III, High malignancy)


Gambar 4 : Karsinoma payudara invasive duktal (A) grade I (B) grade II dan
(C) grade III (Tavassoli, F.A. 2003).

II.2 1,25-dihydroxyvitamin D3 (1,25(OH)2D3) dan VDR

II.2.1 Peran Vitamin D (1,25(OH)2D3) dan Vitamin D Reseptor (VDR)

Pada Karsinogenesis Payudara

Vitamin D pertama kali diidentifikasi oleh Edward Mellanby pada

tahun 1919, sebagai suatu zat yang larut dalam lemak, berperan sebagai

anti rachitis dan regulasi serta metabolisme kalsium dan fosfat.

Manusia dapat memperoleh vitamin D dari dua sumber utama : (1)

makanan antara lain lemak ikan, telur dan lain-lain; (2) paparan sinar

matahari. 80%-95% vitamin D yang dibutuhkan diproduksi oleh kulit

dengan bantuan sinar matahari (radiasi UV) sehingga vitamin D sering

juga disebut “the sunshine vitamin” (Gupta et al., 2011, Alipour et al.,

2014).

Vitamin D diabsorbsi di dalam usus halus bersama lipid dengan

bantuan cairan empedu. Vitamin D dari bagian atas usus halus diangkut

oleh DBP (vitamin D binding protein) ke tempat-tempat penyimpanan di

hati, kulit, otak dan jaringan lain (Almatsier, 2009).

Vitamin D harus diaktifkan melalui dua proses hidroksilasi. Yang

pertama terjadi di hati yang disintesis oleh enzim 25-hidroksilase

(CYP27A1), menghasilkan kalsidiol (25(OH)D). Bentuk metabolit ini yang

paling banyak terdapat di dalam sirkulasi. Proses hidroksilasi yang kedua

terjadi di ginjal dengan bantuan 1-α-hidroksilase menghasilkan kalsitriol

(1,25(OH)2D). Aktivitas enzim ini menurun ketika kadar (1,25(OH)2D)


meningkat. Jika jumlah (1,25(OH)2D) cukup, enzim CYP24A1

memetabolisme (1,25(OH)2D) menjadi 1α,24,25-dihidroksivitamin D yang

selanjutnya menjadi asam kalsitroat (WHO, 2008). Dalam plasma,

pengukuran terbaik kadar vitamin D adalah dengan mengukur kadar

25(OH)D . Sedangkan di dalam jaringan, Vitamin D Reseptor akan

berikatan dengan bentuk aktif vitamin D3 yaitu (1,25(OH) 2D) dan dapat

dideteksi dengan pemeriksaan imunohistokimia (Lopes et al., 2012)

Gambar 5 : Sintesis 1,25(OH)2D3 dan Vitamin D Reseptor sebagai mediator


berbagai respon biologik (Hansen, M.C., et al, 2001)

1,25(OH)2D3 berikatan dengan Vitamin D Reseptor (VDR) dan

diekspresikan pada hampir semua tipe sel pada berbagai jaringan dan

organ, meliputi cardiovascular system, endokrin system, epidermis,

gastrointestinal system, immune system, renal system, respiratory system,

osteomuscular system, reproductive system, dan Central Nervous System.

Hubungan antara vitamin D dan tumor payudara telah dijelaskan dalam

berbagai tingkatan. Sebagai contoh, pada payudara normal dan

neoplasma
payudara keduanya mengekspresikan Vitamin D reseptor (Leyssens et al.,

2013)

Pada payudara normal, ekspresi tertinggi VDR dapat ditemukan pada

masa pubertas, kehamilan dan menyusui. Dengan pemeriksaan

immunohistokimia, VDR positif pada sel-sel luminal, juga dapat ditemukan

pada komponen stroma yaitu sel fibroblast dan adiposit (Narvaez et al.,

2014).

Gambar 6 : Model metabolisme dan aktivasi vitamin D pada sel-sel payudara


(Welsh et al 2003)

Sejak 20 tahun terakhir, telah dikembangkan penelitian tentang efek

perlindungan vitamin D terhadap transformasi sel-sel maligna. Dalam

karsinogenesis, vitamin D memiliki kemampuan untuk mengatur proliferasi

dan differensiasi (Deeb et al., 2007), apoptosis (Dusso et al., 2005),

angiogenesis (Mantell et al., 2000), berpengaruh terhadap respon

imunologi (Vuolo et al., 2012) serta invasi dan metastasis (Leyssens et al.,

2013).
Gambar 7 : Efek aktivasi Vitamin D Reseptor (VDR) pada tumorigenesis
(Vuolo et al., 2012).

Vitamin D dan analognya memberi efek melalui jalur genomik dan

non genomik. Pada jalur genomik, 1,25(OH)2D3 dimediasi oleh reseptor

inti, sementara pada jalur non genomik, mekanismenya melalui inisiasi

plasma membran. 1,25(OH)2D3 berinteraksi dengan VDR yang terletak

pada inti sel untuk menghasilkan efek genomik atau pada kaveola di

membran plasma untuk menghasilkan efek non genomik (rapid respons,

RR).
Gambar 8 : 1,25(OH)2D berinteraksi dengan reseptor inti dan mekanisme inisiasi
plasma membran (Vuolo et al., 2012).

Proliferasi sel jinak dan ganas keduanya mengekspresikan VDR.

Calcitriol berikatan dengan VDR dalam bentuk heterodimer dengan

reseptor retinoid (RXR) dan ligan (9-cis retinoid acid) dan dimer ini

menempati urutan tertentu nukleotida (vitamin D response elements atau

VDREs). Dalam kaitannya dengan beberapa faktor transkripsi, kompleks

ini menyebabkan transkripsi dari vitamin D responsif gen (gambar 7).


Gambar 9 : Perubahan spesifik 7-Dehydrocholesterol di kulit, hepar dan
ginjal serta transkripsi gen pada inti sel (Khan et al., 2014)
Jalur non genomik dapat bekerja sama dengan jalur klasik genomik

(gambar 8 dan 9), dimana jalur non genomik merupakan jalur cepat dan

tidak tergantung faktor transkripsi meskipun secara tidak langsung dapat

mempengaruhi transkripsi melalui cross-talk dengan lintasan signal yang

lainnya (Vuolo et al., 2012). Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa

efek non genomik dimulai pada membran sel dan melibatkan reseptor

membran tidak klasik serta reseptor baru untuk 1,25(OH)2D disebut

1,25D3- MARRS (membrane-associated rapid response steroid binding).

Aktivitas non genomik calcitriol ini menginduksi translokasi cepat dari

kalsium melewati membran mukosa intestinal. Ikatan calcitriol dengan

membran sel dapat menyebabkan aktivasi satu atau lebih second

messenger system termasuk phospholipase C (PKC), protein kinase C,

reseptor protein G atau phosphatidylinositol-3-kinase (PI3K). Kelompok ini

yang kemungkinan dapat mempengaruhi pembukaan canel kalsium atau

klorida ataupun second messenger. Second messenger terutama

RAF/MAPK dapat memodulasi interaksi silang dengan inti untuk terjadinya

regulasi ekspresi gen (Vuolo et al., 2012).

Efek terhadap Proliferasi dan Differensiasi

Mekanisme yang paling banyak dikemukakan adalah adanya

pengaruh formasi kompleks protein Rb dengan faktor transkripsi E2F.

Kompleks ini akan berhubungan setelah terjadinya phosporilasi protein Rb

oleh cyclin dependent kinase (CDK). 1,25(OH)2D3 menghambat cyclin lain

dan CDK5 menyebabkan kompleks Rb-E2F tetap utuh dan menghambat


proliferasi sel. 1,25(OH)2D3 juga dapat mengatur pertumbuhan sel dengan

mempengaruhi jalur signal penting lainnya. Jalur TGF- juga diaktivasi

oleh 1,25(OH)2D3 dan memberi kontribusi terhadap efek antiproliferatif

kemungkinan dengan perantaraan CDK2, P27 dan cyclin E.

Selain itu 1,25(OH)2D3 juga memiliki kemampuan meningkatkan

ekspresi faktor-faktor differensiasi seperti casein, protein-protein adhesi,

lipid, dan E-cadherin (Feldman, D. et al. 2014)

Efek Terhadap Apoptosis

1,25(OH)2D3 dapat mengiduksi terjadinya apoptosis pada berbagai

tipe tumor, tetapi mekanisme yang sebenarnya sampai saat ini masih

belum jelas. Apoptosis yang terjadi setelah adanya rangsangan dari

1,25(OH)2D3 dihubungkan dengan peningkatan regulasi protein

proapoptosis Bcl-2 antagonis homolog atau dapat juga melibatkan jalur

signal lainnya seperti tumor necrosis factor- (TNF-). Dalam suatu

penelitian lainnya, pada karsinoma payudara didapatkan peningkatan

konsentrasi kalsium intraseluler setelah stimulasi 1,25(OH)2D3 .

Peningkatan kalsium menginduksi calpain-mediated apoptosis (37).

Efek terhadap Angiogenesis

Pembentukan pembuluh darah baru sangat penting untuk

pertumbuhan suatu keganasan. 1,25(OH)2D3 menghambat angiogenesis

dengan adanya fakta bahwa pengobatan beberapa kasus keganasan

manusia pada dengan pemberian 1,25(OH)2D3 menyebabkan

ekspresi penurunan

hypoxia-inducible factor-1 α (HIF1A), dimana HIF1A adalah faktor


transkripsi paling penting dalam angiogenesis. Target lain yang juga di

hambat oleh 1,25(OH)2D3 di dalam proses angiogenesis adalah VEGF

yang juga dimediasi oleh HIF1A-dependent pathway.

Efek terhadap Imunitas

Hubungan antara vitamin D, proses inflamasi, dan keganasan

masih belum sepenuhnya jelas, observasi VDR yang diekspresikan

secara signifikan pada sistem immun meningkatkan kemungkinan vitamin

D dan analognya dapat memicu aktivitas immunomodulator, hal ini lebih

banyak diamati pada karsinoma kolon, liver, lambung dan prostat.

Penelitian menunjukkan bahwa vitamin D dapat memodulasi

aktivitas berbagai komponen pertahanan dan sel-sel immun termasuk

monosit, makrofag, antigen presenting sel dan mengaktivasi CD4 T sel,

atau sel-sel epitelial (Veldman et al 2000). 1,25(OH)2D memiliki

kemampuan meregulasi sel imun bawaan maupun adaptif. Sistem imun

bawaan berinteraksi dengan vitamin D melalui beberapa mekanisme,

diantaranya 1,25(OH)2D meregulasi beberapa gen pada sel sistem imun

bawaan yang penting untuk autofagi dan efek anti mikroba. Gen katelisidin

dan  defensin diaktifkan pada terapi 1,25(OH)2D melalui VDRE. Selain

itu juga memiliki kemampuan menstimulasi ekspresi NOD2 (nukleotide-

binding oligomerizatin domain)(Fleet et al., 2012).

Pada sistem imun adaptif, beberapa sub populasi limfosit T

mengekspresikan VDR dan merupakan sel target vitamin D. Secara in

vitro 1,25(OH)2D dapat menekan sinyal NF kB yang penting untuk aktivasi

sel T
helper, meningkatkan aktivitas sel T regulator yang penting untuk

imunosupresi, dan menghambat perkembangan sel Th17 dan Th9 yang

penting untuk patogenesis penyakit autoimun dan inflamasi (Fleet JC

2012). Efek terhadap Invasi dan Metastasis

Kemampuan invasi tumor pada jaringan sekitarnya merupakan

salah satu penanda keganasan dan penelitian menunjukkan bahwa

1,25(OH)2D3 dan analognya memiliki kemampuan untuk menghambat

invasi sel kanker

. Aktivasi jalur signal c-Jun N-terminal kinase/Sterss-activated protein

kinase, mitogen-activated protein kinase (JNK/SAPK MAPK) oleh

1,25(OH)2D3 adalah esensial untuk mendapatkan efek antiinvasif.

Penelitian lain menunjukkan terjadi penurunan matriks metalloproteinase-2

dan 9, aktivitas cathepsin, serta penurunan 6-integrins, 4-integrins dan

intracellular adhesion molecule 1 setelah kanker diterapi dengan

menggunakan 1,25(OH)2D3 dan analognya.


KERANGKA TEORI

1,25(OH)2D3 (Calcitriol)

Efek Klasik pada metabolisme kalsium dan phosphor Efek Non Klasik = Efek anti tumor

V VDR
VDR 1,25D3-MARRS

Protein
Phospholipase C
PKC
RAS/MAP Kinase
PI3K

RAF/MAPK

VDR-RXR

CDK, TGF-β,E- Cadherin BCl 2,BAK


HIF-1α, VEGF MMP 2 & 9

antiproliferasi & prodifferensiasi


proapoptosis
antiangiogenesis
menghambat invasi dan metastasis

: caveola di membran plasma


: calcitriol
VDR
BAB III

KERANGKA KONSEP

- Proliferasi dan differensiasi Apoptosis Angiogenesis Inva


Derajat Histopatologi Karsinoma Payudara Invasif
Ekspresi VDR
-
-
-

Usia Riwayat keluarga Fc. genetik Status hormonal ER/PR

: Variabel Bebas : hub. variabel bebas

: Variabel antara : hub.variabel tergantung

: Variabel tergantung : hub. variabel moderator

: Variabel moderator
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

IV.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian cross sectional

retrospective untuk menilai hubungan ekspresi Vitamin D Reseptor

dengan derajat histopatologi karsinoma payudara invasif duktal.

IV.2 Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin , mulai bulan Desember 2014 sampai

Februari 2015.

IV.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah jaringan reseksi asal payudara yang

dikirim ke laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Makassar yang didiagnosis sebagai karsinoma payudara

invasif duktal dengan pewarnaan H.E sejak Januari 2013-Desember 2013.

IV.4 Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel adalah seluruh populasi terjangkau yang memenuhi kriteria


inklusi dan dipilih berdasarkan urutan masuk jaringan ke laboratorium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

sampai jumlah sampel terpenuhi (Consecutive sampling).

IV.5 Perkiraan Besar Sampel

n= Z2p.q
d2

Keterangan :

n : jumlah sampel

Z : deviasi baku normal = 1,96 pada  = 5%

p : proporsi karsinoma payudara invasif duktal = 0,26

q : (1 - p)

d : ketepatan absolute (ditentukan oleh peneliti) = 0,1

Perkiraan besar sampel adalah 85

IV.6 Kriteria Inklusi Dan Eksklusi

IV.6.1 Kriteria Inklusi

1. Jaringan reseksi tumor payudara yang diterima di laboratorium

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar dengan kesimpulan histopatologik oleh ahli patologi

sebagai karsinoma payudara invasif duktal dengan pewarnaan

H.E.
2. Blok paraffin dari jaringan karsinoma payudara invasif duktal

yang diproses sesuai standar untuk pemeriksaan

immunohistokimia Vitamin D Reseptor.

3. Pembacaan hasil immunohistokimia Vitamin D Reseptor dan

penetapan diagnosis dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli

patologi.

IV.6.2 Kriteria Eksklusi

1. Pada data lembaran pemeriksaan histopatologi, informasi tidak

lengkap mengenai identitas pasien, data klinik dan pemeriksaan

makroskopik.

2. Sediaan blok paraffin jaringan dengan diagnosis karsinoma

payudara invasif duktal yang sudah rusak ataupun yang rusak saat

diproses ulang untuk pewarnaan immunohistokimia.

IV.7 Cara Kerja

IV.7.1 Alokasi Subjek

1. Seluruh sampel yang memenuhi syarat berdasarkan

pemeriksaan histopatologi sebagai karsinoma payudara invasif

duktal derajat baik, sedang dan buruk.

2. Seluruh sampel yang memenuhi syarat tersebut diambil blok

paraffin sesuai urutan berdasarkan nomor registrasi pasien


kemudian membandingkan setiap kelompok berdasarkan

ekspresi Vitamin D Reseptor.

3. Sebagai kontrol positif digunakan sediaan Fibroadenoma

Mammae.

IV.7.2 Prosedur Pewarnaan Hematoksilin Eosin

Setelah blok jaringan dikumpulkan, jaringan didinginkan dalam

lemari es kemudian dipotong dengan mikrotom dengan ketebalan 3 m.

Kaca objek diolesi dengan albumin untuk merekatkan sediaan yang telah

dipotong. Selanjutnya jaringan potongan mikrotom dimasukkan ke dalam

water bath (± 60ºC). potongan di dalam water bath diambil dengan objek

gelas tadi, slide ditiriskan sampai kering kemudian diletakkan di atas slide

warmer selama 15 menit, selanjutnya slide siap diwarnai.

Proses Pewarnaan :

1. Slide yang berisi jaringan blok paraffin direndam dalam larutan

xylol selama 5 menit. Dilakukan 2 kali pada 2 wadah.

2. Rendam dalam larutan alkohol 95% selama 2 menit. Dilakukan

2 kali pada 2 wadah.

3. Rendam dalam larutan alkohol 70% selama 2 menit.

4. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit.

5. Rendam larutan Hematoxillin Mayer selama 15 menit.

6. Bilas dengan air mengalir sampai berwarna biru.

7. Rendam larutan Eosin 1% selama 5 menit.


8. Rendam dalam larutan alkohol 70% selama 2-5 menit.

9. Rendam dalam larutan alkohol 95% selama 2-5 menit, dilakukan

2 kali pada 2 wadah.

10. Rendam larutan Carbol xylol selama 5 menit.

11. Rendam larutan xylol selama 2-5 menit

12. Slide dikeringkan, ditetesi dengan entelan lalu ditutup dengan

deck glass.

13. Slide siap untuk dilihat di bawah mikroskop.

IV.7.3 Prosedur Pewarnaan Imunohistokimia

Jaringan dalam blok paraffin dipotong ukuran 5 m dan direkatkan

pada kaca objek poly-L-lysine dan kemudian dilakukan deparafinisasi.

Pewarnaan imunohistokimia menggunakan metode standar avidin-biotin

peroksidase complex (ABC). Slide yang belum diwarnai diinkubasi dalam

larutan trypsin 0,1% dalam buffer sitrat pH 6 selama 10 menit dalam

microwave bersuhu 37ºC setelah itu dilanjutkan dengan prosedur standar

ABC. Immunostaining VDR menggunakan antobodi monoklonal VDR

(Calbiochem, Germany) dengan dilusi 1:100. Hasil pewarnaan

immunohistokimia dievaluasi dengan menggunakan mikroskop cahaya

oleh 2 orang ahli patologi dan peneliti.


IV.7.4 Interpretasi Hasil Imunohistokimia

Ekspresi Vitamin D Reseptor adalah akumulasi protein pada

membran dan sitoplasma sel, dideteksi dengan metode imunohistokimia

yang kemudian apabila terekspresi positif, dengan menggunakan

mikroskop cahaya akan tampak berwarna coklat pada lokasi antigen yang

akan dideteksi. Ekspresi dihitung menggunakan sistem skoring

berdasarkan intensitas warna dan proporsi sel yang terwarnai.

IV.8 Definisi Operasional dan Kriteria Obyektif

IV.8.1 Definisi Operasional

1. Karsinoma payudara invasif duktal adalah tipe karsinoma

payudara yang ditegakkan menurut kriteria WHO dengan

pewarnaan H.E., dan dikelompokkan sesuai derajat

histopatologi berdasarkan Nottingham Modification of The

Bloom-Richardson System.

2. Ekpresi Vitamin D Reseptor (VDR) adalah akumulasi protein

reseptor vitamin D pada membran dan sitoplasma sel yang

dideteksi dengan metode imunohistokimia. Ekspresi VDR

dinyatakan positif bila terlihat warna coklat pada membran dan

sitoplasma dengan mikroskop cahaya.

3. Pemeriksaan imunohistokimia VDR adalah deteksi kompleks

antigen-antibodi VDR dengan menggunakan antibodi

monoklonal VDR.
IV.8.2 Kriteria Obyektif

1. Ekspresi VDR dievaluasi berdasarkan Remmele & Stegner (1987)

dengan cara menilai intensitas warna serta luas daerah yang

terwarnai.

Intensitas 0 : tidak ada sel yang terwarna

1 : lemah

2 : sedang

3 : kuat

Ekstensi (proporsi sel yang terwarnai) diberi nilai 0-4

0 = tidak ada yang terwarna

1 = < 10%

2 = 11% - 50%

3 = 51% - 80%

4 = > 81%

Total score = intensitas x proporsi sel yang terwarnai

0– 4 = negatif

6 – 12 = positif

Setelah diperoleh VDR yang terekspresi (%), lalu dilanjutkan

dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui tingkat ekspresi dari

VDR pada karsinoma payudara invasif duktal derajat baik, sedang

dan buruk.

2. Derajat histopatologi karsinoma payudara invasif duktal

berdasarkan Notingham Modification of The Bloom Richardson

System

Formasi tubular : > 75% :1


10-75% : 2

< 10% :3

Pleomorfisme inti sel : - kecil, unimorf :1

- bervariasi ukuran sedang :2

- bervariasi secara nyata :3

Jumlah mitosis/ lapang pandang besar

- 0-9 mitosis/10LPB 1

- 10-19 mitosis/10LPB 2

- >20 mitosis/10LPB 3

Kombinasi derajat histopatologis :

- Derajat baik : 3-5

- Derajat sedang : 6-7

- Derajat buruk : 8-9

IV.9 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan tujuan dan jenis

data, kemudian dilakukan analisis yang sesuai tujuan dan jenis data, yaitu:

1. Analisis Univariat

Digunakan untuk mendeskripsi karakteristik data dasar yang

diperoleh berupa distribusi frekwensi, rentangan dan nilai rata-rata

yang disajikan dalam bentuk tabel.

1. Analisis bivariat
Uji X2 : untuk sampel tidak berpasangan yang datanya berskala

nominal dikotom. Uji ini untuk menganalisa variabel berskala

nominal antara 2 kelompok yang tidak berpasangan. Dalam hal ini

untuk membandingkan ekspresi Vitamin D Reseptor dengan derajat

histopatologi pada karsinoma payudara invasif duktal.

Uji Kruskal-Wallis

Digunakan untuk pengujian statistik non parametrik pada beberapa

sampel bebas, untuk menentukan tingkat skor ekspresi Vitamin D

Reseptor berdasarkan derajat histopatologi karsinoma payudara

invasif duktal.

2. Penilaian hasil uji hipotesis

- Tidak bermakna bila p> 0,05

- Bermakna bila p ≤0,05

IV.10 Personalia Penelitian

Pelaksana : dr. Wahyuni Sirajuddin

Pembimbing I : Dr.dr. Rina Masadah, M.Phil, Sp.PA

Pembimbing II : dr. Djumadi Ahmad, Sp.PA (K)

Pembimbing Metodologi Penelitian :

Prof.Dr.dr. H. Dasril Daud, Sp.A (K)


11. Alur Penelitian

pemeriksaan PA karsinoma payudara invasif duktal periode 2013 dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan d

Sediaan dievalusi berdasarkan pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan H.

Pengumpulan Blok Paraffin kasusyang dipilih

Pembuatan Preparat Baru

Pewarnaan dengan imunohistokimia VDR

Analisis ekspresi VDR oleh peneliti dan 2 orang


patolog

Analisis Data
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

V.1. Hasil Penelitian

V.1.1. Jumlah Sampel

Pada penelitian ini dikumpulkan data kasus pada Bagian Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin selama periode

Januari – Desember 2013 serta beberapa tambahan kasus tahun 2014

khususnya untuk karsinoma invasif duktal diferensiasi baik karena tidak

tercukupinya sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Keseluruhan kasus

didiagnosis sebagai karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi baik,

diferensiasi sedang dan diferensiasi buruk berdasarkan Nottingham

Modification of The Bloom-Richardson System (1998) dan memenuhi

kriteria inklusi.

Data kasus dikumpulkan kemudian sampel slide preparat dievaluasi

ulang oleh dua orang ahli patologi dan sampel kasus dengan diagnosa

yang konsisten selanjutnya menjalani proses pewarnaan imunohistokimia

untuk melihat ekspresi VDR pada masing-masing sampel.

Setelah dievaluasi ulang, terkumpul 85 sampel yang terdiri dari 19

kasus karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi baik, 39 kasus

karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi sedang, dan 27 kasus

karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi buruk.


V.1.2. Karakteristik Sampel

Karakteristik sampel penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian (n = 85)

Karakteristik Keterangan n %

Umur <41 tahun 18 21,2

41-54 tahun 47 55,3

>54 tahun 20 23,5

Derajat Histopatologi Diferensiasi baik 19 22,4

Diferensiasi sedang 39 45,9

Diferensiasi buruk 27 31,8

Ekspresi VDR Positif 24 28,2

Negatif 61 71,8

Skor ekspresi VDR 0 22 25,9

+1 17 20

+2 11 12,9

+3 9 10,6

+4 2 2,3

+6 18 21,2

+8 - 0

+9 5 5,9

+12 1 1,2

Keterangan : n = jumlah; SB = simpang baku; VDR = Vitamin D Receptor


Berdasarkan tabel 1, dari total 85 sampel dengan rentang umur 25-

87 tahun, frekuensi terbanyak pada kelompok umur 41-54 tahun sebanyak

47 sampel (55,3%).

Sampel penelitian terdiri dari 19 sampel (22,4%) dengan diagnosis

karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi baik, 39 sampel (45,9%)

dengan diagnosis karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi sedang,

dan 27 sampel (31,8%) dengan diagnosis karsinoma payudara invasif

duktal diferensiasi buruk.

Hasil pemeriksaan immunohistokimia VDR menunjukkan 24 sampel

(28,2%) yang terekspresi positif dan 61 sampel (71,8%) yang terekspresi

negatif. Dari rentang skor 0 sampai +12, frekuensi terbanyak terdapat

pada kelompok dengan skor ekspresi VDR 0 sebanyak 22 sampel

(25,9%), diikuti kelompok dengan skor ekspresi VDR +6 sebanyak 18

sampel (21,2%), +1

sebanyak 17 sampel (20%), +2 sebanyak 11 sampel (12,9%), +3 sebanyak

9 sampel (10,6%), +9 sebanyak 5 sampel (5,9%), +4 sebanyak 2 sampel

(2,3%) dan +12 sebanyak 1 sampel (1,2%).


Gambar 10. Ekspresi VDR positif, skor 12 pada payudara normal
lesi jinak, 400x

Gambar 11. Ekspresi VDR negatif, skor 0, 400x


Gambar 12. Ekspresi VDR negatif, skor 4, 400x

Gambar 13. Ekspresi VDR positif, skor 6, 400x


Gambar 14. Ekspresi VDR positif, skor 9, 400x

Gambar 15. Ekspresi VDR positif, skor 12, 400x


V.1.3. Analisis Hubungan antara Umur dengan Ekspresi

VDR Tabel 2 Hubungan antara umur dengan ekspresi VDR

Ekspresi VDR Total


Negatif Positif
< 41 tahun 14 4 18
Kategori
41-54 tahun 34 13 47
Umur
> 54 tahun 13 7 20
Total 61 24 85
Uji Chi-Square df=2 p= 0,677 (p>0,05)

Tabel 2 menunjukkan ekspresi VDR pada umur <41 tahun positif

pada 4 kasus, 41-54 tahun sebanyak 13 kasus dan >54 tahun 7 kasus.

Berdasarkan uji statistik, p=0,677 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat

hubungan bermakna antara umur dengan ekspresi VDR.

V.1.4. Analisis Hubungan antara Ekspresi VDR dengan Derajat

Histopatologi Karsinoma Payudara Invasif Duktal

Tabel 3. Perbandingan ekspresi VDR berdasarkan derajat histopatologi


karsinoma payudara invasif duktal

Ekspresi Derajat Histopatologi Total

VDR Diferensiasi Diferensiasi Diferensiasi


baik sedang buruk

Positif 6 (31,6%) 13 (33,3%) 5 (18,5%) 24(28,2%)

Negatif 13 (68,4%) 26 (66,7%) 22 (81,5%) 61(71,8%)

Total 19 (100%) 39 (100%) 27 (100%) 85(100%)


Uji Chi-Square; df = 2 ; p = 0.394; VDR = Vitamin D Receptor
Tabel 3 memperlihatkan ekspresi positif VDR pada karsinoma

payudara sebanyak 24 sampel dan umumnya terekspresi pada karsinoma

payudara invasif duktal diferensiasi sedang (33,3%) dan diferensiasi baik

(31,4%). Dari analisis menggunakan Chi-Square, diperoleh nilai p = 0,394

yang berarti p>0.05 menunjukkan bahwa secara statistik tidak terdapat

hubungan bermakna antara ekspresi VDR dengan derajat histopatologi.

Tabel 4. Perbandingan ekspresi VDR berdasarkan derajat histopatologi


karsinoma payudara invasif duktal

Ekspresi Derajat Histopatologi Total


Diferensiasi Diferensiasi
VDR
baik-sedang buruk

Positif 19 (32,8%) 5 (18,5%) 24 (28,2%)

Negatif 39 (67,2%) 22 (81,5%) 61 (71,8%)

Total 58 (100%) 27 (100%) 85 (100%)


Uji Chi-Square; df = 1 p =0,175 (p>0,05) VDR : Vitamin D Receptor

Tabel 4 memperlihatkan ekspresi VDR dari 24 sampel yang

terekspresi positif, sebanyak 19 sampel (32,8%) merupakan karsinoma

payudara invasif duktal diferensiasi baik-sedang dan hanya 5(18,5%) yang

terekspresi positif pada karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi

buruk. Uji statistik menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,175

(p>0,05) yang berarti secara statistik tidak terdapat hubungan yang

bermakna antara karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi baik-

sedang dibandingkan karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi

buruk.
V.1.5. Hubungan derajat histopatologi karsinoma payudara invasif

duktal dengan skor VDR

Tabel 5. Hubungan derajat histopatologi karsinoma payudara invasif duktal


dengan skor VDR

Derajat Differensiasi Differensiasi Diferensiasi


diferensiasi baik sedang buruk

n 19 39 27

Mean 3,00 2.92 2,52

Median 2,00 1,00 1,00

Standar Baku 2,236 3,182 2,914

Minimum 0 0 0

Maksimum 6 12 9
Uji Kruskal-Wallis; nilai p = 0.516 (p>0,05)

Tabel 5 menunjukkan nilai mean tertinggi pada karsinoma payudara

invasif duktal diferensiasi baik (3,00), diikuti diferensiasi sedang (2,92) dan

terendah pada diferensiasi buruk (2,52). Nilai median untuk diferensiasi

baik 2,00 sedangkan diferensiasi sedang dan buruk memiliki median yang

sama yaitu 1,00. Nilai minimum untuk ketiga derajat diferensiasi adalah

sama yaitu 0, sementara nilai maksimum terdapat pada derajat

diferensiasi sedang yaitu 12. Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan tidak

terdapat perbedaan bermakna antara derajat diferensiasi dengan skor

ekspresi

VDR.
V.2 Pembahasan

Vitamin D terdapat dalam 2 bentuk yaitu D2 (calciferol) dan D3

(calcitriol). Efek anti kanker terutama dikaitkan dengan vitamin D3 yang

selanjutnya akan berikatan dengan vitamin D reseptor (VDR). Kompleks

ligan-reseptor meregulasi proses transkripsi lebih dari 60 gen yang

diantaranya berperan dalam proliferasi, diferensiasi, metastasis, dan

apoptosis (Kemmis et al., 2006).

Karakteristik data sampel penderita karsinoma payudara invasif

duktal pada penelitian ini, saat didiagnosis berdasarkan umur (Tabel 1)

menunjukkan bahwa kelompok umur terbanyak adalah 41-54 tahun

sebanyak 47 sampel (55,3%). Hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa

resiko kanker payudara jarang pada usia di bawah 40 tahun, meskipun

proporsi antara dewasa muda dan usia lebih tua kurang lebih sama (Ellis

et al., 2012).

Penelitian oleh Lacey, et al (2009) menunjukkan bahwa peningkatan

insidens seiring dengan bertambahnya umur, namun hal ini juga

dipengaruhi oleh usia saat menarke, usia saat paritas pertama dan

menopause. Selain itu paparan terhadap estrogen selama hidup individu

merupakan salah satu faktor utama yang meningkatkan resiko selain

faktor lingkungan dan gaya hidup. Berkurangnya estrogen endogen

melalui

oovorektemi dapat menurunkan resiko hingga 75% (Lacey et al., 2009).


Uji statistik pada tabel 2 menunjukkan tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara umur dengan ekspresi VDR. Hal ini berarti bahwa

ekspresi VDR tidak dipengaruhi oleh usia, ekspresi VDR negatif dan positif

dapat ditemukan baik pada usia <41 tahun, 41-54 tahun maupun >54

tahun. Uji statistik antara ekspresi VDR dengan derajat histopatologi

karsinoma payudara (Tabel 3) menunjukkan hubungan yang tidak

bermakna antara ekspresi VDR pada karsinoma payudara invasif duktal

diferensiasi baik dibandingkan dengan ekspresi karsinoma payudara

invasif duktal diferensiasi sedang dan buruk, demikian pula tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara ekspresi VDR pada karsinoma

payudara invasif duktal diferensiasi sedang dibandingkan dengan ekspresi

VDR pada

karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi buruk.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ekspresi

VDR diantara derajat histopatologi/diferensiasi karsinoma payudara invasif

duktal. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya polymorphisme gen,

dimana terdapat beberapa single nucleotida polymorphism (SNPs) pada

gen VDR manusia yang berhubungan dengan kanker payudara seperti

Fok1, Bsm1, Taq1, Apa1, Cdx2 dan Poly(A) yang telah diteliti. Meskipun

masih jadi perdebatan, namun adanya variasi dari gen VDR dapat

dihubungkan dengan kanker payudara (Engel et al., 2012). Pada

kepustakaan lain, keterlibatan hormon estrogen juga perlu

pathway oleh estrogen reseptor yang menghambat proliferasi sel, induksi


dipertimbangkan

karena efek anti karsinogenik dari vitamin D dimediasi melalui estrogen

pathway oleh estrogen reseptor yang menghambat proliferasi sel, induksi


apoptosis dan mencegah karsinogenesis. Lopes et al (2010) menyatakan

VDR diekspresikan pada kebanyakan kasus ER positif (54,7% pada

carsinoma insitu dan 65,5% pada karsinoma invasif). Oleh karena itu,

vitamin D atau analognya dapat menjadi terapi alternatif untuk tumor-

tumor yang resisten terhadap ER target terapi (Lopes et al., 2010).

Meskipun demikian, hubungan antara VDR dan ER/PR sampai saat ini

masih merupakan hal yang belum sepenuhnya jelas. Pada penelitian ini,

tidak disertakan data pemeriksaan ER/PR .

Hal lain yang kemungkinan turut berperan pada tidak adanya

hubungan antara derajat diferensiasi dengan ekspresi VDR adalah karena

VDR tidak secara langsung mempengaruhi tubulogenesis sel kanker,

aktivitas mitosis dan polarisasi sel, hal ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya (Ditsch et al., 2012).

Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna

antara ekspresi VDR dengan derajat diferensiasi, akan tetapi terdapat

kecenderungan ekspresi positif frekuensinya lebih besar pada karsinoma

payudara invasif duktal diferensiasi baik-sedang dibandingkan diferensiasi

buruk (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan data yang menunjukkan bahwa

ekspesi VDR menurun pada tumor-tumor yang agresif (Lopes et al., 2010).

Karsinoma payudara invasif duktal dengan VDR negatif mengalami

rekurensi lebih awal dibanding dengan tumor VDR positif (Ditsch et al.,

2012), dengan demikian prognosis pada pasien-pasien VDR positif dapat

menjadi lebih baik dibandingkan VDR negatif.


VDR menunjukkan ekspresi bervariasi mulai dari negatif sampai

positif dengan intensitas kuat baik pada diferensiasi baik, sedang dan

buruk. Adanya variasi ini kemungkinan karena adanya perbedaan tipe sel

pada kanker payudara (sel Luminal A dan B, basal- like dan HER2

enriched). Masing- masing tipe sel memiliki karakteristik tersendiri baik

secara genetik maupun pada perkembangannya menjadi prekusor

keganasan sampai menjadi keganasan tertentu. Dipertahankannya VDR

pada tumor dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi perubahan baik

melalui perubahan fungsi maupun mutasi (perubahan transkripsi ko-

regulator) dan berkurangnya ketersediaan ligan (hilangnya CYP27B1 dan

atau CYP24A1).

Studi in vitro telah menunjukkan bahwa onkogen tertentu dapat

melakukan deregulasi ekspresi VDR, misalnya perbandingan ekspresi

VDR pada suatu lesi isogenic yang secara bertahap mengubah epitel

payudara manusia (HME) dan menunjukkan bahwa fungsi dan ekspresi

VDR berkurang lebih dari 70% pada HME yang mengekspresikan SV40

dan atau RAS dibandingkan yang tidak mengekspresikan (Kemmis and

Welsh, 2008). Represi faktor transkripsi terkait mesenkimal seperti SNAIL

dan SLUG juga telah terbukti melakukan down-regulation VDR (Mitta et al

2008, Laribba et al 2010). Dengan demikian, jelas bahwa terdapat

mekanisme yang berbeda antara gen VDR dan protein yang dihasilkan.

Data ekspresi

karena perkembangan kanker didorong oleh ketidakstabilan genetik dan


reseptor yang berasal dari seluruh tumor mungkin dapat membingungkan

karena perkembangan kanker didorong oleh ketidakstabilan genetik dan


adanya mutasi yang mengaktivasi onkogen. Jadi hilangnya ekspresi dan

atau fungsi VDR mungkin terbatas pada bagian tertentu dalam sel pada

individu dan dipertahankan secara spesifik melalui perubahan genetika

molekuler (Narvaez et al., 2014).

Hasil uji Kruskal-Wallis (Tabel 5) menunjukan tidak terdapat

perbedaan bermakna antara grading/derajat diferensiasi dengan skor

ekspresi VDR. Hal ini berarti bahwa semua derajat histopatologi memiliki

peluang yang sama yang sama untuk ekspresi VDR negatif dan positif.

Ekspresi VDR dan CYP27B1 meningkat pada awal perkembangan

tumor, tetapi ketika tumor berkembang menjadi lebih ganas/agresif dan

mengalami dediferensiasi, ekspresi VDR dan CYP27B1 menurun,

sementara ekspresi CYP24A1 meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa

pada awal tumorigenesis, sintesis dan signaling 1,25(OH2)D3 diregulasi

sebagai sistem pertahanan fisiologis terhadap perkembangan tumor epitel.

Pada saat tumor dediferensiasi, level VDR dan CYP27B1 menurun

sementara ekspresi CYP24A1 meningkat. Hal ini berimplikasi pada

penurunan konsentrasi 1,25(OH2)D3 diakibatkan oleh kurangnya sintesis

sementara lebih banyak 1,25(OH2)D3 yang mengalami metabolisme.

Pada penelitian ini, terdapat banyak karsinoma payudara invasif duktal

diferensiasi baik dengan skor ekspresi VDR 0 (negatif/tidak terekspresi)

sebaliknya terdapat karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi buruk

dengan skor ekspresi 9 (positif dengan intensitas kuat). Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh adanya mutasi yang menyebabkan protein VDR


meningkat dan tidak terdegradasi. Selain itu adanya faktor-faktor inhibisi

terhadap gen-gen yang dipengaruhi oleh VDR seperti CDK2, TGFβ, E-

Cadherin, BCl2, BAK, VEGF, HIF1α , MMP-2 dan 9, perlu

dipertimbangkan

sebagai faktor yang menyebankan adanya penyimpangan dari skor

ekspresi VDR terhadap derajat diferensiasi karsinoma payudara invasif

duktal. Selain perubahan genetik dan efek onkogen, overekspresi VDR

dipengaruhi oleh banyak agen fisiologis, termasuk 1,25(OH)2D3 sendiri,

estrogen, retinoid dan faktor pertumbuhan (Narvaez et al., 2014). Selain

itu penilaian/ scoring yang digunakan untuk menentukan derajat

diferensiasi baik, sedang dan buruk dipengaruhi oleh penilaian yang

subjektif dari patolog, sehingga tidak tertutup kemungkinan adanya

karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi sedang didiagnosis sebagai

karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi buruk, demikian pula

sebaliknya.

Perbedaan hasil terutama nilai positif VDR di antara penelitian

dapat disebabkan karena penggunaan antibodi yang berbeda yang

mungkin memiliki perbedaan spesifisitas, serta perbedaan metode

pelaksanaan. Salah satu diantaranya yaitu bahwa ekspresi VDR dapat

diamati di inti dan di sitoplasma sel. Karenanya perlu pemeriksaan

tambahan untuk membandingkan ekspresi VDR di inti dan di sitoplasma

pada kasus yang sama. Dengan demikian dapat diketahui rasio VDR di inti

dibandingkan dengan rasio VDR di sitoplasma. Menurut Matusiak et al.

(2005), penurunan rasio ekspresi VDR di inti dibandingkan dengan

sitoplasma pada lesi


neoplastik menunjukkan bahwa lebih sedikit VDR mengalami translokasi

ke dalam inti selama progresi tumor.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Tidak terdapat perbedaan frekuensi ekspresi VDR yang bermakna

antara karsinoma payudara invasif duktal diferensiasi baik, sedang

dan buruk.

2. VDR tidak dapat dijadikan sebagai penanda prognosis berdasarkan

grading histopatologi.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian dengan menambahkan parameter lain

seperti ukuran tumor, metastasis kelenjar limfe, status

ER/PR/HER2 yang danggap memiliki pengaruh terhadap ekspresi

VDR pada karsinoma payudara invasif duktal.

2. Penelitian tentang reseptor vitamin D sebaiknya dilakukan dengan

melakukan kombinasi pemeriksaan di inti dan sitoplasma/membran

sel, untuk membandingkan rasio antara keduanya, dengan

demikian dapat diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang

reseptor vitamin D pada sel neoplastik.


DAFTAR PUSTAKA

Alipour, S., Hadji, M., Hosseini, L., Omranipour, R., Saberi, A., Seifollahi, A.,
Bayani, L. & Shirzad, N. (2014) Levels Of Serum 25-Hydroxy-Vitamin
D In Benign And Malignant Breast Masses. Asian Pac J Cancer Prev,
15, 129-32.
Coussens, L. M. & Werb, Z. (2002) Inflammation And Cancer. Nature, 420, 860-
7.
Crew, K. D., Gammon, M. D., Steck, S. E., Hershman, D. L., Cremers, S.,
Dworakowski, E., Shane, E., Terry, M. B., Desai, M., Teitelbaum, S. L.,
Neugut, A. I. & Santella, R. M. (2009) Association Between Plasma 25-
Hydroxyvitamin D And Breast Cancer Risk. Cancer Prev Res (Phila), 2,
598-604.
Deeb, K. K., Trump, D. L. & Johnson, C. S. (2007) Vitamin D Signalling
Pathways In Cancer: Potential For Anticancer Therapeutics. Nat Rev
Cancer, 7, 684- 700.
Desantis, C., Siegel, R. & Jemal, A. (2013) Breast Cancer Facts And Figures 2013.
America Cancer Society Inc.
Ditsch, N., Toth, B., Mayr, D., Lenhard, M., Gallwas, J., Weissenbacher, T.,
Dannecker, C., Friese, K. & Jeschke, U. (2012) The Association Between
Vitamin D Receptor Expression And Prolonged Overall Survival In
Breast Cancer. J Histochem Cytochem, 60, 121-9.
Dusso, A. S., Brown, A. J. & Slatopolsky, E. (2005) Vitamin D. Am J Physiol
Renal Physiol, 289, F8-28.
Ellis, I. O., Schnitt, S. J., Sastre-Garau, X., Bussolati, G., Tavassoli, F. A., Eusebi,
V., Peterse, J. L., Mukai, K., Tabar, L., Jacquemer, J. & Sapino, A.
(2003) Invasive Breast Carcinoma. In In Devilee, F. A. T. A. P. (Ed.)
World Health Organization Classification Of Tumours Pathology And
Genetics Tumours Of The Breast And Female Genital Organs. France,
Iarc Press.
Ellis, I. O., Collins, L., Ichihara, S. & Macgrogan, G. (2012) Invasive Carcinoma
Of No Special Type. In Lakhani, S. R., Ellis, I. O., Schinitt, S. J., Tan, P.
H. & Van De Vijver, M. J. (Eds.) Who Classification Of Tumours Of The
Breast.
Engel, L. S., Orlow, I., Sima, C. S., Satagopan, J., Mujumdar, U., Roy, P., Yoo,
S., Sandler, D. P. & Alavanja, M. C. (2012) Vitamin D Receptor Gene
Haplotypes And Polymorphisms And Risk Of Breast Cancer: A Nested
Case-Control Study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 21, 1856-67.
Fleet, J. C., Desmet, M., Johnson, R. & Li, Y. (2012) Vitamin D And Cancer: A
Review Of Molecular Mechanisms. Biochem J, 441, 61-76.
Gandini, S., Boniol, M., Haukka, J., Byrnes, G., Cox, B., Sneyd, M. J., Mullie, P.
& Autier, P. (2011) Meta-Analysis Of Observational Studies Of Serum
25- Hydroxyvitamin D Levels And Colorectal, Breast And Prostate
Cancer And Colorectal Adenoma. Int J Cancer, 128, 1414-24.
Gupta, D., Vashi, P., Trukova, K., Lis, C. G. & Lammersfeld, C. A. (2011)
Prevalence Of Serum Vitamin D Deficiency And Insufficiency In
Cancer: Review Of The Epidemiological Literature. Exp Ther Med, 2,
181-93.
Guyton, K. Z., Kensler, T. W. & Posner, G. H. (2003) Vitamin D And Vitamin D
Analogs As Cancer Chemopreventive Agents. Nutr Rev, 61, 227-38.
Hirata, B. K. B., Maeda Oda, J. M., Guembarovski, R. L., Arisa, C. B., De Oliviera,
C. E. C. & Watanabe, M. A. E. (2014) Molecular Markers For Breast
Cancer : Prediction On Tumor Bahavior. Hindawi Publishing
Corporation, 2014.
Holick, M. F. & Chen, T. C. (2008) Vitamin D Deficiency: A Worldwide Problem
With Health Consequences. Am J Clin Nutr, 87, 1080s-6s.
Huang, Q., Liao, Y., Ye, X., Fu, J. & Chen, S. (2014) Association Between Vdr
Polymorphisms And Breast Cancer: An Updated And Comparative
Meta- Analysis Of Crude And Adjusted Odd Ratios. Asian Pac J Cancer
Prev, 15, 847-852.
Kemmis, C. M., Salvador, S. M., Smith, K. M. & Welsh, J. (2006) Human
Mammary Epithelial Cell Express Cyp27b1 And Are Growth Inhibited
By 25-Hydroxyvitamin D-3, The Major Circulating Form Of Vitamin D-
3. J. Nutr., 136, 887-892.
Kemmis, C. M. & Welsh, J. (2008) Mammary Epithelial Cell Transformation Is
Associated With Deregulation Of The Vitamin D Pathway. J Cell
Biochem, 105, 980-8.
Khan, M. I., Bielecka, Z. F., Najm, M. Z., Bartnik, E., Czarnecki, J. S., Czarnecka,
A. M. & Szczylik, C. (2014) Vitamin D Receptor Gene Polymorphisms
In Breast And Renal Cancer: Current State And Future Approaches
(Review). Int J Oncol, 44, 349-63.
Koboldt Dc. (2012) Comprehensive Molecular Portraits Of Human Breast
Tumours. Nature, 490, 61-70.
Lacey, J. V., Jr., Kreimer., A. R., Buys, S. S., Marcus, P. M., Chang, S. C.,
Leitzman, M. F., Hoover, R. N., Prokok, P. C., Berg, C. D. & Hartge, P.
(2009) Breast Cancer Epidemiology According To Recognized Breast
Cancer Risk Factors In The Prostate, Lung, Colorectal And Ovarian
(Plco) Cancer Screening Trial Cohort. Bmc Cancer, 9, 84.
Lester, S. C. (2010) Pathologic Basic Of Disease. In V, K. (Ed.) The Breast. 8 Ed.
Philadelphia, Saunders Elsevier.
Leyssens, C., Verlinden, L. & Verstuyf, A. (2013) Antineoplastic Effects Of
1,25(Oh)2d3 And Its Analogs In Breast, Prostate And Colorectal Cancer.
Endocr Relat Cancer, 20, R31-47.
Lopes, N., Sousa, B., Martins, D., Gomes, M., Viera, D., Veronese, L. A.,
Milanezi, F., Paredes, J., Costa, J. L. & Schmitt, F. (2010) Alterations In
Vitamin D Signalling And Metabolic Pathways In Breast Cancer
Progression: A Study Of Vdr, Cyp27b1 And Cyp24a1 Expression In
M
Benign And alignant Breast Lesions Vitamin D Pathways Unbalanced
In Breast
Lesions. Bmc Cancer, 10, 483.
Lopes, N., Paredes, J., Costa, J. L., Ylstra, B. & Schmitt, F. (2012) Vitamin D
And The Mammary Gland : A Review On Its Role In Normal
Development And Breast Cancer. Breast Cancer Research, 14, 211.
Mantell, D. J., Owens, P. E., Bundred, N. J., Mawer, E. B. & Canfield, A. E.
(2000) 1 Alpha,25-Dihydroxyvitamin D(3) Inhibits Angiogenesis In
Vitro And In Vivo. Circ Res, 87, 214-20.
Narvaez, C. J., Matthews, D., Laporta, E., Simmons, K. M., Beaudin, S. & Welsh,
J. (2014) The Impact Of Vitamin D In Breast Cancer : Genomics,
Pathways, Metabolism. Frontiers In Physiology, 5.
Robbins. & Cotran. (2014) Pathologic Basic Of Disease. In Lester, C. S. (Ed.) The
Breast. 8 Ed. Philadelpia, Saunders, Elsevier Inc.
Rosai, P. P. (2011) Rosai And Ackermans Surgical Pathology. In Rosai, J. (Ed.)
Breast. China, Mosby Elsevier.
Rosen, P. P. (2009) Rosen's Breast Pathology. 3 Ed. New York, Lippincott
William & Wilkins.
Siegel, R., Naishadham, D. & Jemal, A. (2013) Cancer Statistics, 2013. A Cancer
Journal For Clinicians, 63, 11-30.
Sotiriou, C. & Pusztai, L. (2009) Gene-Expression Signatures In Breast Cancer. N
Engl J Med, 360, 790-800.
Vuolo, L., Di Somma, C., Faggioano, A. & Colao, A. (2012) Vitamin D And
Cancer. Frontiers In Endocrinology, 3, 58.
WHO (2008) Vitamin D And Cancer. Iarc Working Group Reports, 5.
Yin, L., Grandi, N., Raum, E., Haug, U., Arndt, V. & Brenner, H. (2010) Meta-
Analysis: Serum Vitamin D And Breast Cancer Risk. Eur J Cancer, 46,
2196-205.
Zinser, G. M. & Welsh, J. (2004) Vitamin D Receptor Status Alters Mammary
Gland Morphology And Tumorigenesis In Mmtv-Neu Mice.
Carcinogenesis, 25, 2361-72.

Anda mungkin juga menyukai