Anda di halaman 1dari 50

BAB I

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Nn. S. L
Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk rumah sakit : 01 Desember 2016
2. Anamnesis
Keluhan utama
Kejang
Riwayat penyakit Sekarang
Saat dipoli saraf untuk kontrol pasien tiba-tiba kejang dengan bentuk ke-4 anggota
gerak kelojotan, lidah tergigit (-), mulut mengecap-ngecap (-), keluar busa (-),
mengompol (-), kepala menoleh kesamping, mata terbuka dan bola mata hitam
terangkat naik, kejang terjadi sebanyak 3 kali, setiap kali kejang 5 menit, selang
antar kejang 15 menit, saat kejang pasien tidak sadar, diantara kejang pasien
sadar, pasien mengeluhkan badan terasa sangat lemas, tampak bingung, dan masih
mengenali orang sekitar. awalnya pasien merasakan nyeri kepala hebat dari
belakang leher yang merambat ke atas kepala saat akan terjadi kejang.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Kejang pertama pada tanggal 28 sep 2016 awalnya pasien mengeluh nyeri kepala
hebat sampai muntah, kemudian pasien kejang dengan bentuk ke-4 anggota gerak
kelojotan, lidah tergigit (-), mulut mengecap-ngecap (-), keluar busa (-), mengompol
(-), kepala menoleh kesamping, mata terbuka dan bola mata hitam terangkat naik,
kejang terjadi sebanyak 3 kali, setiap kali kejang 15 menit, selang antar kejang
30 menit, saat kejang pasien tidak sadar, diantara kejang pasien sadar, tetapi pasien
mengeluhkan badan terasa sangat lemas, tampak bingung. Kemudian selang 13 hari
pasien kembali kejang 1x, dengan gambaran kejang sama seperti diatas.
- Riwayat trauma kepala : disangkal
- Riwayat operasis : usus buntu saat kecil

1
- Riwayat kejang saat kecil : disangkal
Riwayat penyakit keluarga
- Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien
3. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos Mentis GCS : E4V5M6
TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/mnt, RR = 20 x /mnt, S= 36,0oC
Status Generalis
Kepala : Normocephali, jejas (-), oedema (-)
Mata :Sekret (-/-), Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-)
Telinga : Deformitas (-), darah (-), secret (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), JVP dalam batas normal, trakea di tengah
Paru paru
Inspeksi : Simetris ikut gerak nafas, retraksi dinding dada(-), jejas (-)
Palpasi :vokal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas : vesikuler, ronkhi(-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke V, 1 cm ke medial linea mid
clavicularis sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
Perkusi :
Batas atas :ICS II linea parasternalis kiri
Pinggang :ICS III linea parasternalis kiri
Batas kiri :ICS V 2 cm ke lateral linea midclavicularis kiri
Batas kanan :ICS V linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : datar, jejas (-), pelebaran vena (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) , turgor normal,
massa (-) Hepar/lien: tidak teraba membesar
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), anemis (-), CRT < 2
Status Neurologis :
- Rangsangan meningeal: Kaku kuduk (-), kernig sign (>135/>135), laeseque sign
(>70/>70), Brudzinski I, II, III, IV (-/-/-/-)

2
- Motorik : 555 555
555 555
- Sensorik : normoestesi
- Refleks Fisiologis : Reflex bisep (++ /++), Reflex trisep (++/++), Reflex quardhicep
(++/++), Reflex achiles (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok (-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-),
Oppenheim (-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : BAB/BAK normal
- Pemeriksaan Nervus Cranialis

3
Nervus cranialis Interpretasi

N. I (Olfaktorius-sensoris) Penciuman normosmia

Tajam penglihatn : VOD: 1/6 VOD: 1/6,

Tes konfrontasi : Normal


N.II (Optikus-Sensoris)
Funduskopi : tidak dilakukan

Pengenalan warna (kartu ishihara) : tidak buta warna

N.III(Oculomotorius-Motorik),
Pupil D-S : bulat, isokor, 3 mm, RCL/RCTL (+/+),
N.IV(Trochlearis-mata: (M.Obliq
sup), N.VI(Abducens-mata
Gerakan bola mata : normal kesegala arah
:M.Rectus lateral)

Cab 1. Opthalmikus

N.V(Trigeminus) sensoris wajah Cab 2. Maxilaris


Cab 3. Mandibularis
Dan M. Masticator
Motorik: Mengunyah Baik
Sensoris : sensibilitas wajah normal,

N.VII(Fasialis motorik wajah) Motorik:Mengerutkan dahi (+), mengangkat alis (+), senyum(+),

Sensoris : 2/3 Ant lidah & palatum Sensorik : Rasa manis (+) asin (+), asam (+), pahit (+)

Tes Rinne : Nornal

Tes Weber : Normal


N.VIII(pendengaran-
keseimbangan)
Tes Swabach : Normal

Keseimbangan tidak di evaluasi

N.IX(Glosopharingeus) Reflex muntah positif

Uvula letak di tengah


N.X(Vagus)
Menelan baik

M.Sternocleidomastoideus (normal)
N.XI(Assesorius)
M.Trapezius (normal)

N.XII(Hypoglosus) Pergerakan lidah normal, lidah atrofi (-)

4
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada tanggal 01 desember2016 :
Pemeriksaan Hematologi Hasil Nilai Rujukan
Hb 13,4 g/dl 10,0-16,5 g/dl

HCT 40,7 % 33,0-54,0 %

Leukosit 7,34m/mm3 4,0-10,0 m/mm3

Trombosit 375 m/mm3 100-450 m/mm3

Eritrosit 4,03 % 8,0-12,0 %


MCV 70,3Fl 80,0-100,0 Fl
MCH 23,1 pg 25,0-32,0 pg
MCHC 32,9 g/dl 28,0-36,0 g/dl
Kalium 3,51 mmol/l 3,5-5,5 mmol/l
Natrium 138 mmol/l 135-155 mmol/l
Clorida 102 mmol/l 95-108 mmol/l
Calsium 1,14 mmol/l 1,10-1,35 mmol/l
Ph darah 7,44 7,35-7,45
Ureum 15 mg/dl 10-50 mg/dl
Kretinin 0,7 mg/dl 0,6-1,1 mg/dl
GDS 109 mg/dl < 200 mg/dl
SGOT 17,5 U/I Pria 8-37
Wanita 8-31
SGPT 19,0 U/I Pria 6-42
Wanita 6-32

5. Pemeriksaan foto cervical

5
6. Pemeriksaan Ct- Scan (kiri pre kontras dan
kanan post kontras)

6
Gambar 1. Kiri CT-Scan pre kontras dan kanan post kontras

Kesan :hidrocephalus non komunicans (gambaran edema otak karena girus telah
hilang) e.c massa hiperdens pada cerebellum pontin angle (gambaran tumor
infratentoreal susp medulablastoma/hemangioblastoma, sehingga terjadi
menyempitkan ventrikel 4 yang menyebabkan hidrosefalus).
7. Diagnosa Kerja
Klinis : Epilepsi umum tonik-klonik
Topis : Cerebellum
Etiologi : SOL cerebellum pontin angel
Tambahan : (-)
Diagnosis banding : Kejang demam
Meningoenchephalitis
Enchephalitis
8. Penatalaksanaaan
Medikamentosa
- IVFD D5 NS 20 tpm + neurobion 1 Amp (1-0-1)

7
- Phenytoin 3 x 100 mg (IV) diencerkan dengan NaCl 0,9 % sampai 10cc
kemudian IV pelan 2-3 menit
- Levofloxacin 1 x 500 mg (iv)
- Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
- Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
- Azetazolamide 2 x 500 mg (iv)
- Loading manitol 200 cc kemudian lanjutkan 4 x 100 cc (iv)
- Diazepam 1 Amp (IV) bila kejang
- Asam folat 1 x 1 Tab (p.o)
Non Medikamentosa
- Diet TKTP
- O2 nasal 2-3 liter
- Cek DL, UL, Elektrolit, fungsi hati dan ginjal
- Foto X-Ray cervical
- Pro CT-Scan dengan kontras
9. Prognosa
- Quo ad vitam : dubia ad malam
- Quo ad fungtionam : dubia ad malam
- Quo ad sanationam : dubia ad malam
10. Follow Up Ruangan
Tanggal Catatan Diagnosa Tindakan
01/12/16 S : kejang tadi malam 1x, 10 menit, pasien - Epilepsi umum tonik- - IVFD D5 Ns 20 tpm +
tampak lemas klonik Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - Susp SOL cerebri - Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
- TD: 110/70 mmHg, Nadi: 74x/m, RR: 20x/m, diencerkan dengan NaCl 0,9%
Suhu: 36,70C sampai 10 cc kemudian di
Status Interna : suntikan secara pelan-pelan 2-3
Kepala : simetris menit
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Ikterik-/-
- As.Folat 1x1 Tab
Leher : pembesaran KGB (-)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan - Diet Tktp
Thorax : - O2 nasal 2-3 liter

8
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Cek Elektrolit
wheezing -/-
- Foto X-Ray cervical
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
Murmur (- ), gallop (-)
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),
Hepar/lien: tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 3 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
02/12/16 S : badan lemas, kejang (-) - Epilepsi umum - IVFD D5 Ns 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 tonic-klonik Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/m, RR: 18x/m, - Susp SOL cerebri - Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
0
Suhu: 36,5 C diencerkan dengan NaCl 0,9%
Status Interna : sampai 10 cc kemudian di
Kepala : simetris suntikan secara pelan-pelan 2-3
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera menit
Ikterik-/-
- Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
Leher : pembesaran KGB (-)
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
Thorax : - As.Folat 1x1 Tab
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Diet Tktp
wheezing -/- - O2 nasal 2-3 liter
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Pro CT-Scan kepala dengan

9
Murmur (- ), gallop (-) kontras
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien: - Cek Ul, fungsi hati dan ginjal
tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 3 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik :555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
03- S :kejang 1x, 2 menit, pasien tampak lemas - Epilepsi umum - IVFD D5 Ns 20 tpm +
04/10/16 Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 tonik-klonik Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/60 mmHg, Nadi: 84x/m, RR: 16x/m. - Susp SOL cerebri - Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
0
Suhu : 36,2 C diencerkan dengan NaCl 0,9%
Status Interna : sampai 10 cc kemudian di
Kepala : simetris suntikan secara pelan-pelan 2-3
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera menit
Ikterik-/-
- Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
Leher : pembesaran KGB (-)
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
Thorax : - As.Folat 1x1 Tab
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Diet Tktp
wheezing -/- - O2 nasal 2-3 liter
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Pro CT-Scan kepala dengan
Murmur (- ), gallop (-)
kontras
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),
Hepar/lien: tidak teraba membesar.

10
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 3 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik :555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetative : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/
+)
05/12/2016 S : badan lemas (+), kejang (-) Diagnosa : - IVFD D5 Ns 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - Epilepsi umum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 82x/m, RR: 20x/m, tonik-klonik - Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
Suhu: 36,4 C 0
- Susp SOL cerebri diencerkan dengan NaCl 0,9%
Status Interna : sampai 10 cc kemudian di
Kepala : simetris suntikan secara pelan-pelan 2-3
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera menit
Ikterik-/-
- Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
Leher : pembesaran KGB (-)
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
Thorax : - As.Folat 1x1 Tab
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Diet Tktp
wheezing -/- - O2 nasal 2-3 liter
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Pro CT-Scan kepala dengan
Murmur (- ), gallop (-)
kontras
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),
Hepar/lien: tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)

11
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik :555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
06/12/2016 S :kejang (-) - Secondery Epilepsi - IVFD D5 Ns 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebellum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 78x/m, RR: 18x/m, pontin angel - Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
0
Suhu: 36,5 C - Hidrocepalus non diencerkan dengan NaCl 0,9%
Status Interna : comunicans sampai 10 cc kemudian di
Kepala : simetris suntikan secara pelan-pelan 2-3
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera menit
Ikterik-/-
- Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
Leher : pembesaran KGB (-)
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
Thorax : - As.Folat 1x1 Tab
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Diet Tktp
wheezing -/- - O2 nasal 2-3 liter
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Consul Sp, Bedah Saraf
Murmur (- ), gallop (-)
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),
Hepar/lien: tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski

12
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 3 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik :555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
07- S : kejang (-) - Secondary Epilepsi - IVFD D5 Ns 20 tpm +
08/12/2016 Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebelum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/m, RR: 20x/m, pontin angel - Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
Suhu : 36,4 C 0
- Hidrocepalus non
- Metilprednisolon 22 x 62,5 mg
Status Interna : comunicans
(iv)
Kepala : simetris
- Azetazolamide 2 x 250 mg (iv)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera
Ikterik-/- - Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Leher : pembesaran KGB (-) - Antrain 3 x 1 Amp (iv)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan - Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Thorax :
- Phenytoin 2 x 100 mg tab (p.o)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
wheezing -/-
- As.Folat 1x1 Tab
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler. - Diet Tktp

Murmur (- ), gallop (-) - O2 nasal 2-3 liter

- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),


Hepar/lien: tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)

13
Motorik :555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
09/12/2016 S : kejang (-) - Secondary epilepsi - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebelum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 76x/m, RR: 18x/m, pontin angel - Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
Suhu : 36,4 C 0
- Hidrocepalus non
- Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
Status Interna : comunicans
Kepala : simetris
- Azetazolamide 2 x 250 mg (iv)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera - Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Ikterik-/- - Antrain 3 x 1 Amp (iv)
Leher : pembesaran KGB (-)
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
- Phenytoin 2 x 100 mg tab (p.o)
Thorax :
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - As.Folat 1x1 Tab
wheezing -/- - Loading manitol 200 cc (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler. kemudian dilanjutkan 4 x 100
Murmur (- ), gallop (-) cc.
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-), - Kcl 2 x 1 tab
Hepar/lien: tidak teraba membesar. - Diet Tktp
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-) - O2 nasal 2-3 liter
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik :555 555
555 555

14
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
10- S : kejang (-) - Secondary epilepsi - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
11/12/16 Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebelum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 110/70 mmHg, Nadi: 76x/m, RR: 18x/m, pontin angel - Levofloxacine 1 x 500 mg (drip)
0
Suhu : 36,4 C - Hidrocepalus non (stop)
Status Interna : comunicans
- Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
Kepala : simetris
- Azetazolamide 2 x 250 mg (iv)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera
Ikterik-/- - Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Leher : pembesaran KGB (-) - Tramadol 2 x 100 mg (iv) drip
Wajah : simetris, tidak ada kelainan dalam NaCl 0,9% 100 cc.
Thorax : - Diazepam 1 Amp (bila kejang)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
- Phenytoin 2 x 100 mg tab (p.o)
wheezing -/-
- As.Folat 1x1 Tab
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
Murmur (- ), gallop (-) - Manitol 4 x 100 cc (iv).
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien: - Kcl 2 x 1 tab
tidak teraba membesar. - Diet Tktp
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-) - O2 nasal 2-3 liter
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)

15
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
- Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
12/12/16 S : kejang 1x, muntah 6x, diserta sakit kepala - Secondary epilepsi - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebelum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 70x/m, RR: 18x/m, pontin angel - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
Suhu : 36,4 C 0
- Hidrocepalus non
- Azetazolamide 2 x 250 mg (iv)
Status Interna : comunicans
Kepala : simetris
- Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera - Ondancentron 1 x 1 Amp (iv)
Ikterik-/- - Tramadol 2 x 100 mg (iv) drip
Leher : pembesaran KGB (-) dalam NaCl 0,9% 100 cc.
Wajah : simetris, tidak ada kelainan - Antrain 3 x 1 Amp (iv)
Thorax :
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
wheezing -/-
- Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler. - As.Folat 1x1 Tab
Murmur (- ), gallop (-) - Manitol 2 x 100 cc (iv).
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien:
- Kcl 2 x 1 tab
tidak teraba membesar.
- Diet Tktp
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
- O2 nasal 2-3 liter
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)

16
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)

13-12-16 S : kejang (-), sakit kepala berkurang - Secondary epilepsi - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebelum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 110/70 mmHg, Nadi: 74x/m, RR: 18x/m, pontin angel - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
Suhu : 36,4 C 0
- Hidrocepalus non
- Azetazolamide 2 x 250 mg (iv)
Status Interna : comunicans
Kepala : simetris
- Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera - Ondancentron 1 x 1 Amp (iv)
Ikterik-/- - Tramadol 2 x 100 mg (iv) drip
Leher : pembesaran KGB (-) dalam NaCl 0,9% 100 cc.
Wajah : simetris, tidak ada kelainan - Antrain 3 x 1 Amp (iv)
Thorax :
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
wheezing -/-
- Phenytoin 3 x 100 mg (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler. - As.Folat 1x1 Tab
Murmur (- ), gallop (-) - Manitol 1 x 100 cc (iv).
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien:
- Kcl 2 x 1 tab
tidak teraba membesar.
- Diet Tktp
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
- O2 nasal 2-3 liter
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
- Pro VP Shunt besok
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)

17
14/12/16 S : kejang (-), sakit kepala (+), puasa (+) - Secondary epilepsi - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 - SOL cerebelum Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 78x/m, RR: 18x/m, pontin angel - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
0
Suhu : 36,4 C - Hidrocepalus non
- Azetazolamide 2 x 250 mg (iv)
Status Interna : comunicans
stop
Kepala : simetris
- Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera
Ikterik-/- - Ondancentron 1 x 1 Amp (iv)
Leher : pembesaran KGB (-) - Tramadol 2 x 100 mg (iv) drip
Wajah : simetris, tidak ada kelainan dalam NaCl 0,9% 100 cc.
Thorax : - Antrain 3 x 1 Amp (iv)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
wheezing -/-
- Phenytoin 2 x 100 mg (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
Murmur (- ), gallop (-) - As.Folat 1x1 Tab
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien: - Manitol 1 x 100 cc (iv).stop
tidak teraba membesar. - Kcl 2 x 1 tab
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
- Diet Tktp
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
- O2 nasal 2-3 liter
Status neurologis
- Pro VP Shunt besok (pasien
Rangsangan meningeal :
dipuasakan sejak jam 12
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
malam)
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
15/12/16 S : kejang (-), sakit kepala (-) - Post op VP - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 Shunting e.c Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 76x/m, RR: 18x/m, hidrocephalus non - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)

18
Suhu : 36,40C comunicans H = 1 - Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Status Interna : - Secondary epilepsi
- Ondancentron 1 x 1 Amp (iv) stop
Kepala : simetris - SOL cerebelum
- Tramadol 2 x 100 mg (iv) drip
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera pontin angel
dalam NaCl 0,9% 100 cc.(stop)
Ikterik-/- -
Leher : pembesaran KGB (-) -
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan - Phenytoin 2 x 100 mg (iv)
Thorax : - As.Folat 1x1 Tab
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
- Kalnex 3 x 1 Amp (iv)
wheezing -/-
- Ceftriaxone 2 x 2 grm (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Diet Tktp
Murmur (- ), gallop (-)
- O2 nasal 2-3 liter
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien:
- Posisi tempat tidur datar
tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
16/12/16 S : kejang (-), sakit kepala (-) - Post op VP - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 Shunting e.c Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 110/70 mmHg, Nadi: 80x/m, RR: 18x/m, hidrocephalus non - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
0
Suhu : 36,4 C comunicans H = 2
- Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Status Interna : - Secondary epilepsi
Kepala : simetris - SOL cerebelum
- Ondancentron 1 x 1 Amp (iv)
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
19
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera pontin angel - Phenytoin 2 x 100 mg (iv)
Ikterik-/-
- As.Folat 1x1 Tab
Leher : pembesaran KGB (-)
- Kalnex 3 x 1 Amp (iv)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
Thorax : - Ceftriaxone 2 x 2 grm (iv)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Ketorolac 3 x 1 Amp (iv)
wheezing -/- - Bisolvon 3 x 1 Amp (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Dulcolax Supp extra
Murmur (- ), gallop (-)
- Diet Tktp
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien:
- Pro Ct-Scan kontrol
tidak teraba membesar.
- Gv H = 5 post OP
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
- Head up 30
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
-
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
17- S : tenang (-) - Post op VP - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
18/12/16 Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 Shunting e.c Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/m, RR: 18x/m, hidrocephalus non - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
0
Suhu : 36,4 C comunicans H = 3
- Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Status Interna : - Secondary epilepsi
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Kepala : simetris - SOL cerebelum
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera pontin angel - Phenytoin 2 x 100 mg (iv)
Ikterik-/- - As.Folat 1x1 Tab
Leher : pembesaran KGB (-)
- Kalnex 3 x 1 Amp (iv)
20
Wajah : simetris, tidak ada kelainan - Ceftriaxone 2 x 2 grm (iv)
Thorax :
- Ketorolac 3 x 1 Amp (iv)
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-,
- Bisolvon 3 x 1 Amp (iv)
wheezing -/-
- Diet Tktp
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Pro Ct-Scan kontrol
Murmur (- ), gallop (-)
- Gv H = 5 post OP
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien:
- Head up 30
tidak teraba membesar.
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)
19- S : tenang (-) - Post op VP - IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm +
20/12/16 Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4 V5 M6 Shunting e.c Neurobioun 1 Amp (1-0-1)
- TD: 120/70 mmHg, Nadi: 82x/m, RR: 18x/m, hidrocephalus non - Metilprednisolon 2 x 62,5 mg (iv)
0
Suhu : 36,4 C comunicans H = 5
- Ranitidine 2 x 50 mg (iv)
Status Interna : - Secondary epilepsi
Kepala : simetris - SOL cerebelum
- Diazepam 1 Amp (bila kejang)
Mata : konjungtiva anemi -/-, Sklera pontin angel - Phenytoin 2 x 100 mg (iv)
Ikterik-/- - As.Folat 1x1 Tab
Leher : pembesaran KGB (-)
- Kalnex 3 x 1 Amp (iv)
Wajah : simetris, tidak ada kelainan
- Ceftriaxone 2 x 2 grm (iv)
Thorax :
- Pulmo : Suara Nafas vesikuler. Rhonki -/-, - Ketorolac 3 x 1 Amp (iv)

21
wheezing -/- - Bisolvon 3 x 1 Amp (iv)
- Cor: Bunyi Jantung I- Bunyi Jantung II reguler.
- Dulcolax Supp extra
Murmur (- ), gallop (-)
- Diet Tktp
- Abdomen : BU (+). Nyeri tekan (-),Hepar/lien:
- Pro Ct-Scan kontrol
tidak teraba membesar.
- Gv setiap hari
Ekstremitas: akral hangat (+/+), Udem (-/-)
- Head up 30
Vegetatif: Ma/Mi (+/+), BAK/BAB (+/+)
Status neurologis
Rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-), lasegue/kernig(-/-), Brudzinski
I, II, III (-/-/-)
Saraf kranial : mata : pupil bulat isokor OD
OS 5 mm, reflex cahaya (+/+)
Motorik : 555 555
555 555
Sensorik : normoestesi
Refleks Fisiologis : BTR (++/++), TPR (++/+
+), KPR (++/++), APR (++/++)
- Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddok
(-/-), Gonda (-/-), Gordon (-/-), Oppenheim
(-/-), Schaeffer (-/-)
Vegetatif : Ma/Mi: (+/+), BAB/BAK: (+/+)

22
BAB II
PEMBAHASAN

1. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?


Definisi
Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik
yang berulang (lebih dari satu episode). Dan merupakan keadaan neurologi yang
ditandai bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan,
bangkitan epilepsi sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron dari neuron yang
terutama terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya
timbul intermitten dan self limited. Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari sel-
selneuron di otak terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan fungsi ini
dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan manifestasi baik lokal
maupun general.1
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi atau gejala
berikut:2
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan reflex dengan
jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam

2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan berulang dalam 10 tahun


kedepan sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa
profokasi/bangkitan refleks (misalnya bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan
setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai lesi
structural dan epileptiform discharges).

3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.

23
Status epileptikus adalah kejang yang berlangsung lebih dari 30 menit atau 2x
kejang berturut-turut tanpa pulihnya kesadaran diantara kejang yang
berlangsung lebih dari 30 menit
Kejang dapat merupakan manifestasi penyakit neurologis tertentu seperti tumor
otak. Pasien dengan lesi yang telah lama ada mungkin menimbulkan kejang rekuren,
tetapi perlu diklasifikasikan sebagai epilepsi idiopatik atau kriptogenik, sebab tidak
mungkin memastikan penyakit dasar dan kejang hanya tanda dari kelainan otak.3
Berdasarkan heteroanamnesis yang kami lakukan didapatkan keluhan pasien kejang
3x dipoli saraf, setiap kali kejang 5 menit, selang antara kejang 10 menit, saat
kejang pasien tidak sadar, setelah kejang pasien tampak bingung dan dapat langsung
mengenali tempat dan orang sekitar, sehingga pasien kami diagnosa dengan epilepsi
Etiologi
Untuk menentukan faktor penyebab dapat diketahui denganmelihat usia
serangan pertama kali. Misalnya: usia dibawah 18 tahun kemungkinan faktor
penyebabnya ialah trauma perinatal, kejang demam, radang susunan saraf pusat,
struktural, penyakit metabolik, keadaan toksik, penyakit sistemik, penyakit trauma
kepala, dan lain-lain. Bangkitan kejang juga dapat disebabkan oleh berbagai kelainan
dan macam-macam penyakit diantaranya ialah trauma lahir, trauma kapitis, radang
otak, tumor otak, perdarahan otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, anomali
kongenital otak, kelainan degeneratif susunan saraf pusat, gangguan metabolisme,
gangguan elektrolit, demam, reaksi toksis-alergis, keracunan obat atau zat kimia,dan
faktor hereditas. Selain itu, terdapat banyak faktor faktor pencetus yang bisa
menyebabkan seseorang terkena serangan sindroma epilepsi. Faktor faktor
pencetusnya berupa:4
a. Kurang tidur
b. Stress emosional
c. Infeksi
d. Alkohol
e. Perubahan hormonal
f. Terlalu lelah
g. Fotosensitif
24
Dari heteroanamnesis yang kami lakukan tidak didapatkan adanya faktor etiologi
seperti trauma kepala, trauma saat masih kecil, demam, penyakit metabolik ataupun
sistemik, radang otak, tumor otak, pendarahan otak, gangguan peredaran darah,
ataupun hipoksia (hal ini diakibatkan belum adanya pemeriksaan penunjang seperti
CT-Scan kepala dan kimia darah lengkap pada saat hari pertama perawatan
sehingga pada terapi kami menyarankan pemeriksaan penunjang lengkap). Pada
pasien didapat kan faktor pencetus yaitu sakit kepala yang hebat yang menjalar
mulai dari leher dan naik sampai kekepala sesaat sebelum kejang sehingga di
munculkan susp SOL
Klasifikasi
Klasifikasi yang ditetapkan oleh International League Against Epilepsy (ILAE)
terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi untuk jenis bangkitan epilepsi dan
klasifikasi untuk sindroma epilepsi.1
Klasifikasi ILAE 1981 untuk jenis bangkitan epilepsi1
1. Bangkitan Parsial
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1 Motorik
1.1.2 Sensorik
1.1.3 Otonom
1.1.4 Psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1 Bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran
1.2.2 Bangkitan parsial sederhana yang disertai gangguan kesadaran saat
awal bagkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi umum tonik klonik
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik
1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial kompleks kemudian menjadi
umum tonik klonik
2. Bangkitan Umum
2.1 Lena (absence)
25
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik

3. Tak tergolongkan

Gambar 2. Fase tonik dan klonik5


2.1.4 Etiologi1
1. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi
genetik.
2. Kriptogenik, dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui.
Termasuk disini ialah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi
mioklonik. Gambaran klinik sesuai dengan ensefalopati difus.
3. Simptomatik, disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat (SSP),
misalnya trauma kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan
neurodegeneratif.
2.1.5 Gambaran Klinik1
1. Bentuk bangkitan
1.1 Bangkitan umum lena
Gangguan kesadaran secara mendadak (absence), berlangsung beberapa detik
Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa reaksi
Mata memandang jauh ke depan

26
Mungkin terdapat automatisme
Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaan bingung
Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula

1.2 Bangkitan umum tonik-klonik


Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik
Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik, diikuti gerakan
kejang kelonjotan pada kedua lengan dan tungkai (fase klonik) selama 30-60 detik,
dapat disertai mulut berbusa
Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaskid) dan tampak bingung
Pasien sering tidur setelah bangkitan
1.3 Bangkitan parsial sederhana
Tidak terjadi perubahan kesadaran
Bangkitan dimulai dari tangan, kaki atau muka (unilateral/fokal) kemudian
menyebar pada sisi yang sama (Jacksonian march)
Kepala mungkin berpaling ke arah bagia tubuh yang mengalami kejang (adversif)
1.4 Bangkitan parsial kompleks
Bangkitan fokal disertai gangguan kesadaran
Sering diikuti oleh automatisme yang stereotipik seperti mengunyah, menelan,
tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas
Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami kejang (adversif)
1.5 Bangkitan umum sekunder
Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks yang dalam waktu
singkat menjadi bangkitan umum
Bangkitan parsial dapat berupa aura
Bangkitan umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik
2. Sindrom epilepsi

27
Pada umumnya sindrom epilepsi bersifat khas, unik dan terutama dijumpai pada
golongan anak-anak

Pada heteroanamnesis yang kami lakukan pasien di diagnosis dengan kejang tonik-klonik
umum karena pada saat kejang pasien tidak sadar, diawali dengan adanya aura, kaku pada
kedua lengan dan tungkai (singkat hanya beberapa detik) kemudian kedua lengan dan
tungkai kelonjotan selama beberapa menit, lidah tidak keluar, mulut tidak berbusa, setelah
kejang pasien merasakan badan sangat lemas, sesaat tampak bingung (karena tidak
mengingat apa yag terjadi) tetapi masih dapat mengenali orang sekitar.
Diagnosis
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:6
1) Langkah pertama: Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksisimal
merupakan bangkitan epilepsi.
2) Langkah kedua: Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah
bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang mana.
3) Langkah ketiga: tentukan sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan
tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien dan tentukan
etiologinya.
4) Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan epilepsi berulang
(minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran
epileptiform pada EEG.
Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis adalah sebagai
berikut:6
A. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Penjelasan
perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum selama dan sesudah serangan
(meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti
dan merupakan kunci diagnosis.
Anamnesis (auto dan heteroanamnesis), meliputi :
1. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan

28
a. Keadaan penyandang saat bangkitan: duduk / berdiri /berbaring /tidur /
berkemih.
b. Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speecharrest).
c. Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk bangkitan: gerakan
tonik / klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit,
pucat, berkeringat, maupun deviasi mata.
d. Keadaan setelah kejang: bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh
gelisah, atau Todds paresis.
e. Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau terdapat perubahan
pola bangkitan.
2. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun riwayat
penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit
sistemik yang mungkin menjadi penyebab.
3. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval terpanjang antar
bangkitan.
4. Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.
B. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan
dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada
pasien anak, pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan
perkembangan, organomegali, dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh
dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.6
C. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium,
bilirubin, dan ureum dalam darah. Keadaan seperti Hiponatremia,
hipoglikemia, hipomagnesia, uremia, dan hepatik ensefalopati dapat
mencetuskan timbulnya serangan kejang. Pemeriksaan serum elektrolit
bersama dengan glukosa, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen,
kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang
sangat berguna.6
29
2. Elektro ensefalografi (EEG)
Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam aktifitas listrik di
otak melalui elektroda yang ditempatkan dikulit kepala. Kelainan EEG yang
sering dijumpai pada penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau
epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien
epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering
dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal
pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal
ditentukan atasdasar adanya:
- Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
- Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
- Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.6
D. Rekaman video EEG
Pemeriksaan video-EEG ini berhasil membedakan apakah serangan
kejang oleh karena epilepsi atau bukan dan biasanya selama perekaman
dilakukan secara terus-menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari
hasil rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang epilepsi.6
E. Pemeriksaan Radiologis
CT Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging) kepala merupakan pemeriksaan yang dikenal dengan
istilah neuroimaging yangbertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya
kelainan struktural di otak dan melengkapi data EEG.
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi,
namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur
pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih
30
spesifik di banding dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil
diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma
kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan
dan kiri.6
Penegakan diagnosa kejang tonik-klonik umum yang kami lakukan pada pasien
ini hanya berdasarkan anamnesis awal dari riwayat kejadian kejang yang
terjadi pada pasien, sedangkan pemeriksaan penunjang yang kami sarankan
yaitu CT-Scan kepala dan pemeriksaan darah lengkap digunakan untuk
mencari faktor pencetus dari kejang yang terjadi (pemeriksaan MRI tidak
disarankan karena terbatasnya fasilitas)
DEFENISI SOL
Lesi desak ruang (space occupying lesion/SOL) merupakan lesi yang meluas
atau menempati ruang dalam otak termasuk tumor, hematoma dan abses. Karena
cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi
ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
diakomodasi dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium.
Akhirnya vena mengalami kompresi, dan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan
serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa
menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal
dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal hal seperti diatas.
Neoplasma sistem saraf pusat umumnya menyebabkan suatu evaluasi
progresif disfungsi neurologis. Gejala yang disebabkan tumor yang
pertumbuhannya lambat akan memberikan gejala yang perlahan munculnya,
sedangkan tumor yang terletak pada posisi yang vital akan memberikan gejala yang
muncul dengan cepat.7
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal
secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus
berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan
terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan
intrakranial). Oleh karena tumor otak secara histologik dapat menduduki tempat
31
yang vital sehingga menimbulkan kematian dalam waktu singkat.8 Proses neoplasma
di susunan saraf mencakup dua tipe, yaitu:
a. Tumor primer, yaitu tumor yang berasal dari jaringan otak sendiri yang
cenderung berkembang ditempattempat tertentu. Seperti ependimoma yang
berlokasi di dekat dinding ventrikel atau kanalis sentralis medulla spinalis,
glioblastoma multiforme kebanyakan ditemukan dilobus parietal,
oligodendroma di lobus frontalis dan spongioblastoma di korpus kalosum atau
pons.
b.
Tumor sekunder, yaitu tumor yang berasal dari metastasis karsinoma yang
berasal dari bagian tubuh lain. Yang paling sering ditemukan adalah metastasis
karsinoma bronkus dan prostat pada pria serta karsinoma mammae pada
wanita.9
Etiologi.9
1. Riwayat trauma kepala

2. Faktor genetik

3. Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik

4. Virus tertentu

5. Defisiensi imunologi

6. Congenital

Dari heteroanamnesa yang dilakukan, tidak didapatkan riwayat trauma, faktor


genetik keluarga, ataupun terpapar zat kimia berbahaya.

Klasifikasi9

Berdasarkan gambaran histopatologi klasifikasi tumor otak yang penting dari segi
klinis

32
Gambaran gejalah klinis yang terjadi pada berbagai tumor otak9
1) Astrocytoma
Defenisi
Astrocytoma merupakan tumor jinak yang berasal dari astrosit dan merupakan
tipe terbanyak dari tumor-tumor intrakranial pada anak-anak. Sedangkan
keganasan dari astrositoma yaitu glioblastoma multiforme akan dijelaskan
terpisah. Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan astrositoma
berdasarkan subtipe histologi dari astrosit normal yang masih ada.
Astrosytoma cerebral
Tumor ini muncul sebagai suatu masa yang solid, abu-abu dengan batas yang
tidak jelas. Pemeriksaan mikroskopis menunjukan adanya fibrilary astrocytes
dengan sitoplasma eosinofilik seperti kaca dan proses sel.
Puncak insiden dari astrositoma cerebral terjadi selama dekade ke-3 dan 4
kehidupan, tetapi astrositoma dapat juga terjadi pada masa kanak-kanak,
dimana pada kasus ini biasanya berupa tumor dengan jenis well-differentiated.
Lobus frontalis merupakan tempat tersering dari astrositoma diikuti dengan
33
lobus temporalis, lobus parientalis, basal ganglia, dan lobus occipitalis dimana
frekuensinya akan semakin menurun. Astrositoma talamus juga dapat
dijumpai pada anak-anak. Pasien seringkali mengeluh sakit kepala unilateral
atau fokal yang kemudian menjadi menyeluruh dikarnakan adanya
peningkatan tekanan intrakranial. Beberapa kasus menunjukan adanya kejang
fokal atau general.
2) Astrosytoma cerebellar
Merupakan tumor infratentorial yang lasim dijumpai pada anak-anak. Paling
sering dijumpai pada pria dan biasanya terjadi pada dekade 1-2 kehidupan.
Tumor dapat berkembang pada hemisfer cerebellar atau pada vermis. Gejalah
yang muncul biasanya unilateral ataxia cerebellar yang mengenai tubuh dan
anggota gerak yang diikuti dengan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.

3) Glioblastoma multiforme
Terjadi seringkali pada dekade ke-5 dan 6 kehidupan serta lebih sering
dijumpai pada pria. Tumor ditemukan seringkali pada lobus frontalis dan
dapat menyebar sampai corpus callosum pada sisi yang berlawanan.
Glioblastoma juga dapat terjadi pada lubus temporal, parietal, dan ocsipital
serta pada ganglia basalis dan talamus. Tumor ini merupakan bentuk glioma
dari pons ang tersering dijumpai. Biasanya terdapat progresif yang cepat dari
tanda-tanda dan gejalah yang muncul. Pasien dapat mengeluh adanya
headache unilateral pada sisi tumor, tetapi secara cepat dapat diikuti oleh
headache (sakit kepala) yang menyeluruh, yang mengidentifikasikan adanya
peningkatan TIK oleh karena edema massa tumor dan hidrocefalus. Onset
dengan kejang fokal atau general dari perkembangan awal kejang pada
perjalanan penyakit, sering terjadi tanda-tanda dan gejalah tambahan
tergantung pada lokasi tumornya.
4) Oligodenroglioma

34
Oligodendroglioma lebih lasim dijumpai pada dekade ke-3 dan 4 dan
seringkali terjadi pada lobus frontalis. Sakit kepala kronis dan kejang general
atau pasien dapat menjadi salah satu keluhan pasien selama beberapa tahun.
Tanda-tanda dan gejalah tambahan tergantung pada lokasi tumornya.
5) Ependymoma
Ependymoma merupakan tumor fossa posterior pada anak-anak.
Ependymoma supratentorial biasanya dijumpai pada area parietoaccipital dan
merupakan tumor yang lebih agresif. Ependymoma medulla spinalis biasanya
mengenai area lumbo sakral dan filum-filum terminal dan seringkali bersifat
jinak. Tanda dan gejala pada tumor ini tergantung pada lokasinya.
Ependymoma mengenai ventrikel 4, biasanya terdeteksi pada stadium awal
karena adanya tanda dan gejalah peningkatan TIK seperti headache, nausea,
vomiting, dan papiledema. Bagaimanapun, ependymoma supratentorial
seringkali tumbuh hingga ukuran tertentu.

6) Medulloblastoma
Medulloblastoma biasanya dijumpai pada vermis cerebelllum dan lasim
dijumpai pada pria dengan rasio pria : wanita 3:1. Tumor ini biasanya tumbuh
pada vermis cerebellum dan lebih agresif pada anak yang lebih muda. Tumor
tampak berada didekat ventrikel 4 yang menyebabkan terjadinya hidrocefalus
pada awal penyakit dengan tanda adanya peningkatan TIK. Selain itu
seringkali disertai tanda-tanda disfungsi cerebellar.
7) Angioblastoma
Tumor nodular yang biasanya berisi kapiler ini, pertumbuhannya jinak dan
biasanya terlihat pada dewasa muda dan dewasa usia pertengahan. Merupakan
kepentingan diagnostik bahwa tumor ini sering berhubungan dengan
angiomatosis dari retina. Tumor tumbuh menjadi besar, yaitu ukuran yang
mengisi ruang. Dalam sekitar 60% kasus, tumor ini kecil dan melekat, terlihat
seperti nodul hemoragik pada dinding kista yang berbatas tegas dan
bertanggung jawab terhadap timbulnya semua tanda. Gejala biasanya ringan
35
dan secara primer dapat terdiri dari nyeri pada daerah leher dan oksipital,
akibat peningkatan tekanan intrakranial.
8) Hemangioblastoma
Hemangioblastoma merupakan tumor fossa posterior intraaksial yang paling
umum pada dewasa, Lokasi yang paling umum kedua dari hemangioblastoma
adalah sumsum tulang belakang, di mana rentang frekuensi 2-3% dari
neoplasma tulang belakang primer dari 7-11% tumor sumsum tulang
belakang. Tumor dapat timbul di lokasi lainnya, seperti kompartemen
supratentorial, saraf optik, saraf perifer, atau sangat jarang, jaringan lunak
ekstremitas. Gambaran klinis hemangioblastoma biasanya tergantung pada
lokasi anatomi dan pola pertumbuhan. Lesi serebelar mungkin ada dengan
tanda-tanda disfungsi serebelar, seperti ataksia dan diskoordinasi, atau dengan
gejala peningkatan tekanan intrakranial akibat hidrosefalus. Secara umum,
hemangioblastoma intrakranial timbul dengan gejala neurologis minor yang
lama, dalam banyak kasus, diikuti oleh eksaserbasi mendadak, yang mungkin
memerlukan intervensi bedah saraf segera. Polisitemia yang dapat
berkembang pada beberapa pasien dengan hemangioblastoma biasanya secara
klinis asimtomatik. Perdarahan spontan mungkin terjadi baik pada
hemangioblastoma intraspinal dan intrakranial, tetapi risiko ini kecil dan
tumor yang lebih kecil dari 1,5 cm hampir tidak berisiko untuk terjadinya
perdarahan spontan.
Dua tumor intrinsik ditemukan paling sering pada masa kanak-kanak dan pradewasa.
Tumor tersebut adalah astrosytoma serebelum dan meduloblastoma.
a Astrosytoma Serebelum
Tumor ini dapat berkembang sebagai massa tumor yang agak padat pada satu
hemisfer, dalam vermis atau dalam dinding ventrikel keempat dengan utama
kedalam ventrikel dan tekanan utama mendesak tegmentum pons. Tumor ini
biasanya tidak menginfiltrasi jaringan disekitarnya seperti pada astrositoma
serebrum. Pada kenyataannya tumor tersebut tetap relatif kecil dan dapat
dikelilingi oleh kista besar berdinding lunak yang berisi cairan bening atau

36
berwarna dan kadang-kadang cairan gelatinosa. Dalam kasus seperti ini yang
merupakan SOL adalah kista yang mengelilingi, bukannya tumornya itu sendiri.
b Meduloblastoma
Tumor ganas ini timbul hanya pada serebelum. Jika berkembang pada masa
kanak-kanak, tempat terjadinya adalah di vermis dan lobus flokulomodularis.
Akibatnya anak-anak akan berjalan dengan gaya jalan lebar-lebar, tersentak-
sentak dan berayun dari satu sisi ke sisi yang lain. Hanya jika tumor tumbuh
kedalam hemisfer atau menekan serebelum, akan timbul gejala dan tanda
serebelar yang lain seperti ataksia, asinergia, dismetri, disdiadokinesis, tremor
hebat, hipotonia dan akhirnya nistagmus, berkembang secara bertahap.
Pertumbuhan tumor kedalam pedunkulus serebelaris dan dari sana kedalam
batang otak, menimbulkan defisit saraf kranialis tambahan. Obliterasi akuaduktus,
ventrikel keempat atau foramen Magendie mempersulit situasi klinis dengan
menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial akibat hidrosefalus hipertensif
nonkomunikans. Meduloblastoma cenderung menyebar melalui ruang
subaraknoid dan dapat menyebar ke serebrum seperti juga pada sepanjang medula
spinalis. Pada dewasa muda, tumor ini biasanya timbul dalam satu hemisfer, tidak
pada garis tengah.
Dari pemeriksaan penunjang CT-Scan didapatkan gambaran terdapat tumor
yang berlokasi pada cerebellum sehingga kami mencurigai tumor tersebut
kemungkinan meduloblastoma atau hemangioblastoma, mengingat sifat kedua
tumor tersebut merupakan tumor primary otak dan ini dibuktikan dengan
gambaran tumor pada CT-Scan pre dan post kontras tetap hiperdens, kedua
tumor ini merupakan tumor dengan intensitas tersering pada cerebellum bahkan
meduloblastoma merupakan tumor yang hanya muncul pada cerebellum. Dan
dari gejalah klinis kedua tumor ini menyebabkan hidrosephalus sehingga terjadi
peningkatan tekanan intra kranial, muntah, nyeri kepala, edem papil, serta
kadang terjadi kejang. Tetapi untuk diagnosis pasti kami menyarankan untuk
dilakukan pemeriksaan histopatologi yang lebih spesifik agar jenis tumor dapat
diketahui dengan pasti

37
Gejala Klinis

Gejala klinis tumor intrakranial dibagi atas 3 kategori, yaitu gejala umum, gejala
lokal dan gejala lokal yang tidak sesuai dengan lokasi tumor.Gejala umum timbul
akibat peningkatan tekanan intrakranial atau proses difus dari tumor tersebut. Tumor
ganas menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor jinak. Tumor pada
lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran
yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis dan pada mulanya hanya
memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus
parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dahulu baru kemudian
memberikan gejala umum. Terdapat 4 gejala klinis umum yang berkaitan dengan
tumor otak, yaitu perubahan status mental, nyeri kepala, muntah, dan kejang.7
Perubahan status mental
Gejala dini dapat samar, ketidakmampuan pelaksanaan tugas seharihari, lekas
marah, emosi yang labil, inersia mental, gangguan konsentrasi, bahkan
psikosis.8 Fungsi kognitif merupakan keluhan yang sering disampaikan oleh
pasien kanker dengan berbagai bentuk, mulai dari disfungsi memori ringan dan
kesulitan berkonsentrasi hinggga disorientasi, halusinasi, atau letargi.
Pada pasien ini tidak didapatkan perubahan tingkah laku. Namun saat nyeri
kepala kambuh pasien tidak bisa melakukan aktivitas karena kesakitan
sehingga membuat pasien tidak tenang dan hanya bisa berbaring.
Nyeri kepala
Nyeri kepala merupakan gejala dini tumor intrakranial pada kirakira 20%
penderita. Sifat nyeri kepalanya berdenyutdenyut atau rasa penuh di kepala
seolaholah mau meledak. Awalnya nyeri dapat ringan, tumpul dan episodik,
kemudian bertambah berat, tumpul atau tajam dan juga intermiten. Nyeri juga
dapat disebabkan efek samping dari obat kemoterapi. Nyeri ini lebih hebat pada
pagi hari dan dapat diperberat oleh batuk, mengejan, memiringkan kepala atau
aktifitas fisik. Lokasi nyeri yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi
tumornya sendri. Tumor di fossa kranii posterior biasanya menyebabkan nyeri

38
kepala retroaurikuler ipsilateral. Tumor di supratentorial menyebabkan nyeri
kepala pada sisi tumor, di frontal orbita, temporal atau parietal.
Dari heteroanamnesa pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri kepala yang
menjalar mulai dari leher bagian belakang dan merambat naik ke kepala,
kemudian seringkali disertai kejang setelah timbul nyeri kepala.
Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya
disertai dengan nyeri kepala. Dimana muntah ini khas yaitu proyektil dan tidak
didahului oleh mual. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada tumor di fossa
posterior.
Pada pasien ini juga terdapat keluhan muntah. Biasanya bersamaan dengan
nyeri kepala hebat.
Kejang
Kejang fokal merupakan manifestasi lain yang biasa ditemukan pada 14-15%
penderita tumor otak. 20-50% pasien tumor otak menunjukan gejala kejang.
Kejang yang timbul pertama kali pada usia dewasa mengindikasikan adanya
tumor di otak. Kejang berkaitan tumor otak ini awalnya berupa kejang fokal
(menandakan adanya kerusakan fokal serebri) seperti pada meningioma,
kemudian dapat menjadi kejang umum yang terutama merupakan manifestasi
dari glioblastoma multiforme. Kejang biasanya paroxysmal, akibat defek
neurologis pada korteks serebri. Kejang parsial akibat penekanan area fokal
pada otak dan menifestasi pada lokal ekstrimitas tersebut, sedangkan kejang
umum terjadi jika tumor luas pada kedua hemisfer serebri.
Pada pasien ini juga mengeluhkan kejang saat nyeri kepala muncul. Saat
kejang pasien tidak sadar, kedua lengan dan tungkai kelojotan, lamanya
kejang berfariasi dan kadang kejang muncul beberapa kali.
Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan
teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya
tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema
papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
39
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur
yang tidak menetap.10

Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan oftalmoskop sehingga belum dapat


diketahui terdapat udema pupil atau tidak. .

Gejalah berdasarkan lokasi tumor

Lobus frontal : gejala umum terdiri dari paralisis satu sisi (hemoplegi), kejang,
memori defek, dan perubahan status mental dan tingkah laku. Apabila tumor
terletak pada basis frontalis, kehilangan sensasi penciuman, gangguan
penglihatan, dan pembengkakan pada nervus optikus (papil edema) dapat terjadi.
Apabila tumor mengenai bagian kanan dan kiri frontalis, perubahan status mental
atau tingkah laku dan jalan yang tidak terkoordinasi dapat terjadi.
Lobus parietal : kejang, gangguan berbicara dan ketidakmampuan untuk menulis
terjadi bila tumor terletak, pada bagian dominan (biasanya hemisphere kiri).
Gejala lain yaitu adanya disorientasi pada ruangan atau anggota tubuh.
Lobus oksipital : gejala umum adalah kebutaan pada satu sisi dan kejang.
Lobus temporal : biasanya tidak menunjukkan gejala. Akan tetapi dapat
menyebabkan kejangataupun gangguan berbicara (dysphasia).
Tumor di cerebellum :Didapati gangguan berjalan dan gejala tekanan intrakranial
yang tinggi seperti mual, muntah dan nyeri kepala. Hal ini juga disebabkan oleh
edem yang terbentuk, nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher
dan spasme dari otot-otot servikal
Dari gambaran CT-Scan didapatkan lokasi tumor terdapat didaerah
cerebellum sehingga gejala yang muncul adalah gejalah peningkatan tekanan
intrakranial seperti nyeri kepala hebat disertai muntah, dan kejang..
Pemeriksaan Penunjang
Tumor otak dapat dideteksi dengan CT-scan atau MRI. Pilihannya tergantung
ketersediaan fasilitas pada masingmasing rumah sakit. CT-scan lebih murah
dibanding MRI, umumnya tersedia di rumah sakit dan bila menggunakan kontras

40
dapat mendeteksi mayoritas tumor otak. MRI lebih khusus untuk mendeteksi tumor
dengan ukuran kecil, tumor di dasar tulang tengkorak dan di fossa posterior. Selain
itu MRI juga dapat membantu ahli bedah untuk merencanakan pembedahan karena
memperlihatkan tumor pada sejumlah bidang.11,12
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan penunjang CT-Scan kepala dengan
kontras dan didapatkan gambaran hidrocephalus non komunicans dan tampak otak
udema karena girus otak tidak tampak serta pada foto awal tanpa kontras
didapatkan gambaran massa hiperdens yang berlokasi pada cerebellum pontin
angel kemudian dilakukan foto dengan menggunakan kontras dan didapatkan
gambaran massa tetap hiperdens sehingga menunjukan massa tersebut merupakan
tumor primary otak (tumor infratentoreal suspek hemangioblastoma atau
medulablastoma) pemeriksaan MRI tidak dilakukan karna keterbatasan fasilitas.
DIAGNOSA
Diagnosis SOL Infratentorial pada pasien ini mencakup:
a. Anamnesa
- Nyeri kepala (+) dimana nyeri yang dirasakan pasien seperti kepala mau pecah.
- Muntah (+) keluhan ini muncul ketika pasien merasakan nyeri kepala hebat.
- Kejang (+) keluhan ini akan muncul ketika pasien merasakan nyeri kepala hebat.

b. Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini pemeriksaan yang digunakan yaitu CT-Scan didapatkan
gambaran hidrocepalus non komunicans e.c massa hiperdens pada cerebellum
pontin angel (gambaran tumor infratentoreal suspek meduloblastoma atau
hemangioblastoma, sehingga terjadi penyempitan ventrikel 4 yang menyebabkan
hidrosefalus).
Diagnosa banding.9
Gejala yang paling sering dari tumor otak adalah peningkatan intracranial,
kejang dan tanda defisit neurologik fokal yang progresif. Setiap proses desak
ruang di otak dapat menimbulkan gejala diatas, sehingga agak sukar membedakan
tumor otak dengan beberapa penyakit berikut :
41
- Infeksi : abses intracerebral, meingitis kronis, tuberculoma.
- Non infeksi : epidural hematom, hipertensi intrakranial benigna, trauma
primner otak, multiple sklerosis.
- Stroke hemoragik, stroke infark.
- Hidrosefalus
2.2 Bagaimana penanganan pada pasien ini ?
A. Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk pada
bentuk bangkitan dan sindromaepilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan
kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggaldan dosis tunggal menjadi
pilihan utama.Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efeksamping
OAE yang timbul.13
Antikonvulsan Utama:
1) Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2) Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3) Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4) Valproate : 15-35 mg/kgBB/hari

Pemilihan OAE Berdasarkan Bangkitan Epilepsi13:


Tipe bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua
Bangkitan parsial Fenitoin, karbamasepin, asam Acetazolamid, clobazam,
(sederhana atau valproat clonazepam, ethosuximide,
kompleks) felbamate,gabapentin,
lamotigrine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
Phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum Karbamasepin, phenitoin, Acetazolamid, clobazam,
sekunder asam valproat clonazepam, ethosuximide,
felbamate,gabapentin,
lamotigrine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,

42
Phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum Karbamasepin, phenitoin, Acetazolamid, clobazam,
tonik asam valproat, Phenobarbital clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
lamotigrine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
Phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum Karbamasepin, phenitoin, Acetazolamid, clobazam,
klonik asam valproat, Phenobarbital clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
lamotigrine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
Phenobarbital, pirimidone
Bangkitan umum Karbamasepin, phenitoin, Acetazolamid, clobazam,
tonik-klonik asam valproat, Phenobarbital clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin,
lamotigrine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin,
topiramate, vigabatrin,
Phenobarbital, pirimidone
Bangkitan lena Asam valproat. Athosuximide Acetazolamid, clobazam,
(tidak tersedia di Indonesia) clonazepam, lamotigrine,
Phenobarbital, pirimidone
Bangkitan Asam valproat clobazam, clonazepam,
mioklonik ethosuximide, lamotigrine,
Phenobarbital, pirimidone,
piracetam

Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun


pasien bebas kejang, tergantungdari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi
yang diderita pasien .Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam
beberapa bulan.13
Pada pasien ini diberikan OAE lini pertama yaitu phenitoin 3 x 100
mg (iv) diencerkan dengan NaCl 0,9% sebanyak 10cc dan di suntikan
secara perlahan-lahan selama 3-5 menit diberikan selama 6 hari kemudian
diganti dengan phenitoin tablet 2 x 100 mg (p.o) serta diberikan extra
diazepam 1 Amp (iv) jika pasien kembali kejang
Fenitoin merupakan obat pilihan pertama untuk kejang umum, kejang
tonik-klonik, dan pencegahan kejang pada pasien trauma kepala/bedah saraf.
43
Fenitoin memiliki range terapetik sempit sehingga pada beberapa pasien
dibutuhkan pengukuran kadar obat dalam darah. Mekanisme aksi fenitoin
adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan influk
(pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang, dan menghambat
terjadinya potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis
awal penggunaan fenitoin 5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20
mg/kg/hari tiap 6 jam. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan
fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah, kelelahan,
gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan
mengantuk. Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan
keseimbangan tubuh dan nystagmus. Salah satu efek samping kronis yang
mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia (pembesaran pada gusi).
Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival
hyperplasia.13
Pengobatan pada tumor otak dapat berupa initial supportive dan definitive therapy.
1. Terapi Suportif
Terapi suportif berfokus pada meringankan gejala dan meningkatkan fungsi
neurologic pasien.

Steroid
Kortikosteroid secara bermakna menurunkan edema sekitar tumor
intrakranial dan mengurangi tekanan intracranial tetapi tidak
mempengaruhi pertumbuhan tumor. Efeknya mengurangi nyeri kepala
dengan cepat. Kortikosteroid yang paling sering digunakan dexamethasone,
prednisone, dan prednisolon.
Terapi pada pasien ini diberikan cairan infus D5 NS 500cc/8 jam + neurobion 1
Amp (1-0-1)
Diberikan Antrain 3x1 amp (IV) untuk menghambat tramsmisi rasa nyeri ke
susunan saraf pusat dan perifer (distop pada tanggal 10/12/16 dan diganti tramadol).

44
Diberikan Tramadol 2x100mg (IV) sebagai analgesic yang bekerja pada
reseptor opiat yang mengikat secara stroeospesifik pada reseptor di system
saraf pusat sehingga memblok sensasi rasa nyeri dan respon terhadap nyeri.
Diberikan Methylprednisolon 2x62,5 mg (IV) merupakan golongan
kortikosteroid sebagai anti inflamasi yang paling sering digunakan dalam
terapi jangka panjang untuk menurunkan edema sekitar tumor intrakranial
dan mengurangi tekanan intrakranial tetapi tidak mempengaruhi
pertumbuhan tumor. Efeknya mengurangi nyeri kepala dengan cepat.
Diberikan loading manitol 200 cc kemudian dilanjutkan 4 x 100 cc,
pemberian manitol untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial,
manitol diberikan 0,25-1 grm/kgbb selama 3-5 hari. Manitol bekerja
menurunkan tekanan intracranial dengan sistem diuresis sehingga fungsi
ginjal perlu diperhatikan.
Diberikan Phenytoin 2x100 mg (po) sebagai antikonvulsi.
Diberikan asetazolamid 2 x 250 mg (iv) yang merupakan penghambat
karbonik anhidrase berguna mengurangi intraokular melalui penurunan
produksi aqueous humour dan memiliki peran spesifik untuk terapi
antiepilepsi.
Diberikan As. Folat 1 x 1 tab (p.o) untuk penanganan anemia terutama
anemia megaloblastik yang disebabkan oleh kekurangan vit B12.
Diberikan diazepam 1 Amp (jika kejang) sebagai anti epilepsi.
1.
Terapi Definitif.11,12
Terapi definitif meliputi pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.
a. Pembedahan
Berbagai pilihanpembedahan telah tersedia dan pendekatan pembedahan yang
dipilih harus berhati hati untuk meminimalisir resiko deficit neurologis setelah
operasi. Tujuan pembedahan :
- Menghasilkan diagnosis patologi yang akurat.
- Mengurangi tumor pokok.
- Memberikan jalan untuk CSS mengalir.

45
b.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam pengobatan tumor otak pada orang
dewasa. Terapi radiasi adalah terapi non bedah yang paling efektif untuk pasien
degan maligna glioma dan juga penting bagi pengobatan dengan low grade glioma.
c.
Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat bagi pengobatan pasien dengan maligna
glioma. Kemioterapi tidak memperpanjang rata rata ketahanan semua pasien,
tetapi dalam tumor tertentu nampaknya bertahan lebih lama dengan penambahan
kemoterapi dan radioterapi.
Pada pasien ini dilakukan terapi definitif yaitu operasi VP Shun untuk
mengurangi tekanan intrakranial yang terjadi sedangkan pertimbangan
pengangkatan tumor tidak dilakukan mengingat jenis tumor ialah tumor primary
otak, terapi defenitif yang dapat dipertimbangkan ialah kemoterapi dan melakukan
biopsi utnuk menentukan jenis tumor.
2.3 Bagaimana prognosis pada pasien ini?
Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi,
faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada 50-70%
penderita epilepsi serangan dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50%
pada suatu waktu akan dapat berhenti minum obat.
Prognosis epilepsi dihubungkan dengan terjadinya remisi serangan baik
dengan pengobatan maupun status psikososial, dan status neurologis penderita.
Batasan remisi epilepsi yang sering dipakai adalah 2 tahun bebas serangan (kejang)
dengan terapi. Pada pasien yang telah mengalami remisi 2 tahun harus
dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat secara berkala.
Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penderita epilepsi memiliki
risiko kematian yang lebih tinggi dibanding populasi normal. Risiko kematian yang
paling tinggi adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit neurologi akibat
penyakit kongenital.14
Prognosis pada pasien ini tergantung jenis tumor secara spesifik. Pada pasien
ini prognosis yang kami ambilQuo ad vitam : dubia ad bonam, Quo ad
functionam :dubia ad malam, Quo ad sanationam : dubia ad malam.
46
2.4 Edukasi
Edukasi penting pada keluarga pasien penderita epilepsi karena tanpa
pengetahuan yang benar untuk apa yang harus dilakukan selama pasien kejang dan
sesudah kejang, karena pasien tersebut bisa mendapat cidera lanjutan dari
kejangnya.15
Selama Kejang
1. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
2. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
3. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam
atau panas. Jauhkan pasien dari tempat / benda berbahaya.
4. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
5. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai
lidah, dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai
menutupi jalan pernapasannya.
6. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yg
biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan
bingung, melayang-layang, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan
mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan
aura, maka sebaiknya berhenti melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan
anjurkan untuk langsung beristirahat atau tidur.
7. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka
berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
Setelah Kejang
1. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
2. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan
bahwa jalan napas paten.
3. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
4. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang
5. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
47
6. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang
dan biarkan penderita beristirahat.
7. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
8. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk
pemberian pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga
maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.

BAB III
KESIMPULAN

Pasien Nn. S.L umur 16 tahun masuk ruang perawatan neurologi RS Dok II
Jayapura dengan keluhan kejang sebanyak 3x, setiap kali kejang 5 menit,
diagnosa awal kejang umum tonik-klonik kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang yaitu Ct-Scan kepala dan di dapatkan gambaran SOL pada cerebellum
pontin anggel + hidrocephalus non komunicans gambaran juga diperkuat dengan
gejalah klinis yang didapatkan seperti terdapat kejang yang didahului dengan nyeri
kepala hebat disertai munta sehingga diagnose awal berubah menjadi secondary
epilepsi e.c SOL (Space Occupying Lesion) infratentorial (curiga meduloblastoma,
48
glioblastoma, atau hemangioma) + hydrocephalus non comunicans. Pasien sampai
sekarang masih dalam masa pengobatan diruangan saraf dan selama perawatan
diruangan pasien sempat kejang, muntah dan nyeri kepala hebat. Pada tanggal
15/12/2016 telah dilakukan pembedahan VP Shunt oleh spesialis bedah saraf.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.

Jakarta: EGC

2. Kusumastuti Kurnia, Gunadarman S, Kustiwanto E, dkk.'Pedoman Tatalaksana


Epilepsi'.Surabaya: Airlangga University Press, 2014.
3. Ropper AH, Brown RH. Epilepsy and Other Seizure Disorders in Adams and
Victors Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005.
4. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita

Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005.


49
5. Piogama. Hidup Normal dengan Epilepsi.

http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/hidup-normal-dengan-epilepsi/

[diakses 5 November 2009]

6. Widiastuti. Patofisiology of the Epilepsy. Epilepsi. 2001.


7. Lumbantobing, SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2008.
8. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in
Adams and Victors Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005.
9. Kleinberg LR.Brain Metastasis A multidisiplinary Approach. New York: Demos
Medical.
10. Wilkinson I, Lennox G. Brain tumor in Essential neurology. 4 th edition. USA:
Blackwell Publishing, 2005.
11. Kaptigau, W. Matui Ke Liu. Space Occupying Lesions in Papua New Guinea the
CT era. Port Moersby General Hospital< Papua New Guinea and Chongqing
Emergency Medical Center, Chongqing City, China. PNG Med J 2007 Mar-Jun; 50
(1-2): 33-43
12. Zachariah SB. Sphenoid wing meningioma. www.emedicine.medscape.comDiakses
tanggal 05 november 2016
13. Ropper HA, Samuels MA. Adams and Victors Principles of Neurology. 8th ed.

Amerika Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2009.

14. Soetomenggolo TS, lsmael S. Buku Ajar Neurologi Anak Ed. Pertama. Jakarta,BP

IDAI. 1999.

15. World Health Organization. Epidemiology, Prevalence, Incidence, Mortality of

Epilepsy. 2001.

50

Anda mungkin juga menyukai