Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wanita dalam kehidupannya tidak luput dari adanya siklus haid normal yang terjadi secara
siklik.Ia akan merasa terganggu bila hidupnya mengalami perubahan, terutama bila haid menjadi
lebih lama dan atau banyak, tidak teratur, lebih sering atau tidak haid sama sekali. Penyebab
gangguan haid dapat karena kelainan biologic (organic atau disfungsional) atau dapat pula karena
psikologik seperti keadaan-keadaan stress dan gangguan emosi atau gabungan biologic dan
psikologik (Biran Affandi, 1992).
Peristiwa haid yang ditentukan oleh proses somato psikis sifanyat kompleks meliputi unsur-
unsur hormonal, biokimiawi dan piskososial sering disertai gangguan fisik dan mental. Menurut
Jeffcoate hanya kira-kira 20% diantara para wanita sama sekali tidak mengalami gangguan apapun.
Banyak dan sifat gangguan haid sangat individual, tergantung pada pandangan wanita terhadap
proses fisiologik dan pada keyakinan wanita untuk tidak membiarkan haidnya menganggu
pekerjaan sehari-hari (Biran Affandi, 1992).
Salah satu penyebab infertilitas wanita antara lain dilihat dari riwayat menstruasinya,
apakah siklus menstruasinya teratur. Kelainan fase luteal siklus menstruasi merupakan penyebab
infertilitas yang penting (Sylvia Verralis, 2003).
Disfungsi ovulasi berjumlah 10-25% dari kasus infertilitas wanita. Gangguan nutrisi yang
berat (misalnya kelaparan, anoreksia nervosa), penurunan BB (misalnya : penyakit medis
atau psikologis) dan aktivitas yang berat (misalnya : pelari marathon, penari balet) adalah
berhubungan dengan gangguan ovulasi. Obesitas juga disertai dengan siklus anovulatorik karena
peningkatan tonik kadar estrogen. Stress berat menyebabkan anovulasi dan amenore (Decherney,
dkk, 1998).
Ovulasi yang jarang, endometriosis dapat menyebabkan infertilitas.Nyeri haid seringkali
dianggap sebagai gejala khas dari endometriosis. Ternyata scott dan felinde hanya mendapatkan
19% dengan dismenorea yang progresif (Sarwono, 2002).
Sebanyak dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat dirumah sakit untuk perdarahan
disfungsional berumur diatas 40 tahun dan 3% dibawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak
dijumpai perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya
dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di Rumah Sakit. Perdarahan ovulatory

(1)
merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek atau panjang
(Sarwono, 2002).

Masalah ketegangan prahaid di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian khusus


karena wanita pada umumnya menganggap gejala-gejala akibat ketegangan prahaid adalah rutinitas
tiap bulan dan dianggap akan sembuh dengan sendirinya. Sebenarnya jika ditelusuri lebih jauh,
masalah ketegangan prahaid merupakan gangguan kesehatan yang paling umum dialami oleh
wanita dan memiliki implikasi pada aktivitas rutin sehari-hari baik dalam kehidupan social,
lingkungan dan wanita itu sendiri

1.2 Tujuan
1. Mengetahui macam-macam gangguan haid
2. Mengetahui perbedaan masing masing gangguan haid
3. Mengetahui proses gangguan haid
4. Mengetahui pengobatan dan perawatan gangguan haid

1.3 Manfaat
Sebagai tambahan ilmu bagi mahasiswa Kedokteran Universitas Cenderawasih semester VIII
(delapan).

(2)
(3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Gangguan Menstruasi


Menstruasi merupakan keadaan fisiologi yang harus terjadi pada perempuan dewasa yang
mulai terjadi setelah akil baligh. Menurut Michael Ferin, menstruasi adalah keadaan dimana
keluarnya darah dan serpihan endometrium dari rahim melalui vagina sebagai hasil interaksi yang
dinamis dari komponen poros reproduksi pada wanita sebagai manifestasi proses reproduksi yang
berlangsung secara periodik dan siklik dengan urutan proses yang sekuensial dari sekresi hormon
dan perubahan morfologi organ reproduksi dengan tujuan tersedianya ovum matur yang siap
dibuahi serta endometrium yang siap untuk terjadinya nidasi. (Michael Ferin, dkk, The Menstrual Cycle, 1993)
Menstruasi dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35 hari (dari hari pertama
menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya), lamanya perdarahan antara 4-7
hari, dan jumlah darah yang keluar antara 30-80 mL. Discharge menstruasi terdiri dari cairan
jaringan (20-40% dari total discharge), darah (50-80 %), dan fragmen-fragmen endometrium.
Namun, bagi wanita discharge menstruasi tampak seperti darah.
Pencatatan menstruasi dan gangguannya ditulis dengan, misalnya 5/28. Ini menunjukkan
bahwa wanita tersebut mengalami perdarahan selama lima hari dan menstruasi terjadi dengan
interval 28 hari. Jumlah darah menstruasi digolongkan sebagai ringan, normal atau berat.
Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif, yaitu di
bawah usia 19 tahun dan di atas usia 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan lamanya
siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya menstruasi. Seorang wanita dapat mengalami kedua
gangguan ini.

2.2 Klasifikasi Gangguan Menstruasi


a. Perubahan Durasi Siklus
Menstruasi dapat datang dengan interval lebih dari 35 hari, yang disebut dengan
oligomenore. Jika menstruasi tidak terjadi lebih dari 70 hari (tanpa ada kehamilan), dapat dibuat
diagnosis amenore sekunder. Diagnosis amenore primer dibuat jika menstruasi belum mulai
pada usia 16 tahun. Menstruasi juga dapat terjadi dengan interval kurang dari 21 hari, yang
disebut dengan epimenore atau polimenore.

(4)
b. Perubahan Volume Discharge
Jumlah discharge menstruasi dapat bervariasi, tanpa perubahan siklus menstruasinya.
Discharge menstruasi yang sedikit atau ringan disebut hipomenore. Pengeluaran darah banyak
disebut menoragia/hipermenorrhoe. Pada menoragia mungkin terjadi kehilangan darah dalam
jumlah yang banyak yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya kehilangan cairan jaringan.
Menoragia mungkin dapat terjadi disertai dengan suatu kondisi organik uterus, atau mungkin
terjadi tanpa ada kelainan yang nyata pada uterus. Hal ini disebut dengan perdarahan uterus
disfungsional.
c. Perubahan Siklus dan Volume Discharge Menstruasi
Pada keadaan ini, terdapat gangguan siklus menstruasi dan perdarahan yang terjadi
dengan interval yang tidak teratur, jumlah darah menstruasi sangat bervariasi. Pola menstruasi
ini disebut metroragia. Umumnya, hal ini menunjukkan kondisi lokal di dalam uterus.
d. Gangguan Lain yang Berhubungan dengan Haid
Gangguan yang termasuk dalam kelompok bisa terjadi sebelum, saat, dan sesudah haid.
Gangguan tersebut yakni PMS (Pre-Menstrual Syndrome), perimenstruasi sindrom,
dismenorrhoe, pre-menstrual spotting, post-menstrual spotting, dan mittleschmerz.
Selain gangguan-gangguan di atas terdapat juga gangguan-gangguan menstruasi seperti
kriptomenorrhoe (pseudoamenorrhoe) dan menstruasi praecox.

2.3 Pembahasan Gangguan Menstruasi


A. Amenore
1. Definisi dan Klasifikasi
Amenore adalah keadaan dimana tidak terjadinya haid. Amenore bisa bersifat fisiologis
dan patologis. Dikatakan fisiologis bila terjadi pada usia muda (belum pubertas), dalam
kehamilan, dalam masa laktasi (jika tidak menyusui haid mulai 3 bulan post-partum,
sedangkan bila menyusui haid mulai 6 bulan post-partum), dan telah menopause.
Amenore patologis yakni bila terdapat disfungsi dari hipotalamus, hipofise, ovarium,
penyakit-penyakit.
Amenore terbagi atas 2, yakni amenore primer dan sekunder.

(5)
a. Amenore Primer
Amenore primer (dialami oleh 5% wanita amenore) mungkin disebabkan oleh
defek genetik seperti disgenesis gonad, yang biasanya ciri-ciri seksual sekunder tidak
berkembang. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kelainan duktus Muller, seperti tidak
ada uterus, agenesis vagina, septum vagina transversal, atau himen imperforata. Pada 3
penyebab terakhir, menstruasi dapat terjadi tetapi discharge menstruasi tidak dapat
keluar dari traktus genitalis.
Keadaan ini disebut
kriptomenore, bukan amenore.
Kadang penyebabnya adalah
feminisasi testis.

Namun demikian, pada


Gbr 1. Hymen Imperforata
kebanyakan kasus, tidak terdapat kelainan dan wanita muda tersebut boleh berharap
mendapatkan menstruasi pada waktunya. Pada beberapa wanita dalam kelompok ini,
terdapat gangguan makan atau terlalu berat berolahraga.

b. Amenore Sekunder
Penyebab paling umum pada amenore sekunder adalah kehamilan, tetapi keadaan
ini dapat terjadi pada masa reproduksi dengan berbagai penyebab. Menstruasi normal
tergantung pada uterus dan vagina yang normal, dan pada interaksi

Gbr 2. Etiologi Amenore Sekunder


(Derek Llewellyn-Jones. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates)

(6)
umpan balik antara hormon yang dilepaskan oleh hipotalamus (gonadotrophic releasing
hormone), hipofisis (gonadotropin follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing
hormone (LH)) dan ovarium (estrogen dan progesteron).

Pemeriksaan pada Amenore Sekunder


Bila tidak dicurigai ada penyakit organik atau bila wanita tersebut tidak mencari
pengobatan untuk infertilitas, kebanyakan ahli tidak akan melakukan penyelidikan hingga
amenore sekunder ini berlangsung selama 6-12 bulan, karena kebanyakan wanita akan mulai
menstruasi lagi pada waktu ini.
Apabila ada indikasi untuk melakukan investigasi, sangat penting dilakukan anamnesis
yang cermat. Dokter menanyakan kesehatan umum, berusaha memastikan apakah ia mengalami
gangguan makan dan olahraga terlalu berlebihan, atau kalau-kalau ada gangguan medis atau
psikiatrik. Pemeriksaan fisik mencangkup juga pemeriksaan vagina. Pemeriksaan pelvik dengan
ultrasonografi dapat dilakukan pada kasus-kasus tertentu. Jika pemeriksaan ini tidak
memberikan diagnosis pasti, dapat diminta tes-tes di bawah ini.
a. Hormone assays:
1. FSH dan LH
Kadar FSH diluar rentang laboratorium yang normal, yang dikonfirmasi dengan
pengukuran berulang kali, menunjukan kegagalan ovarium primer.
2. Prolaktin (hPr)
Peninggian hPr dua kali pengukuran atau lebih menunjukkan hiperprolaktinemia
sehingga wajib dilakukan pemeriksaan hipofisis dengan CAT scan.
3. TSH (dan T4 serum)
4. 17-beta-Estradiol
Ini dapat diukur atau dilakukan progesteron stimulation test.
b. Progesteron stimulation test
Tes ini bertujuan menentukan apakah uterus memberi respons terhadap penarikan
progesteron. Progesteron atau hormon progesteron hanya akan mencetuskan perdarahan jika
estradiol di dalam darah memadai (>150 pmol/l). Tes ini menentukan apakah endometrium
akan memberikan respon dan menentukan secara tidak langsung kadar estradiol berada
diatas kadar kritis. Medroksiprogesteron asetat 5 mg diberikan setiap hari selama 5 hari.
Jika perdarahan menstruasi terjadi dalam 7 hari, tes ini positif, dan klomifen kemungkinan
dapat merangsang terjadinya ovulasi.
c. Pemeriksaan sinar-X atau CT scan pada fossa hipofisis jika kadar hPr meningkat, untuk
menyingkirkan adanya tumor hipofisis.

(7)
Tujuan investigasi ini adalah menyingkirkan penyakit organic (misalnya, prolactin-
secreting microadenoma atau hipotiroidisme) dan mengobati anovulasi sebagai penyebab
infertilitas. Jika tidak terdeteksi penyakit organik atau masalahnya bukan infertilitas, amenore
tidak membahayakan bagi wanita tersebut, tetapi karena kadar estrogen yang rendah dapat
menyebabkan kehilangan massa tulang, setelah amenore 6 bulan, harus dianjurkan pengobatan
penggantian hormon.

Gbr 3. Penelusuran dan Pengobatan Amenore


Sekunder

2. Penyebab Amenore
a. Penurunan Berat Badan
Wanita yang mengalami gangguan makan, terutama anoreksia nervosa, demikian juga
para wanita yang melakukan olahraga secara kompulsif. Penyebab amenore adalah
kegagalan hipotalamus melepaskan gonadotrophic releasing hormone dalam jumlah yang
memadai untuk merangsang pelepasan gonadothropin oleh kelenjar hipofisis, sehingga
selanjutnya mengakibatkan jumlah estrogen yang disekresi ovarium sedikit. Jika keadaan ini
berlangsung lebih dari 6 bulan, dapat terjadi kehilangan massa tulang pada saat

(8)
pembentukan tulang yang seharusnya mencapai puncaknya. Sebagai akibat dari keadaan ini,
risiko osteoporosis menjadi lebih besar di kemudian hari. Selama fase pemulihan pun,
menstruasi tidak terjadi selama beberapa bulan, sehingga dapat memperburuk keadaan.
b. Hiperprolaktinemia dan Prolactin-Secreting Tumour
Sekresi prolaktin oleh kelenjar hipofisis, dalam keadaan normal, dihambat oleh
dopamin yang dilepaskan oleh hipotalamus. Dalam keadaan tertentu, terjadi gangguan
pengaturan ini. Misalnya: hipotiroidisme dan pemberian obat penguras dopamin (dopamine
depleting agent) atau obat penyekat reseptor dopamin. Penyebab hiperprolaktinemia yang
lebih umum adalah mikroadenoma kelenjar hipofisis, potensial atau aktual. Dalam hal ini,
meningkatnya kadar prolaktin dalam sirkulasi bekerja secara langsung pada hipotalamus
untuk mengurangi sekresi gonadotrophic releasing hormone (GnRH) yang selanjutnya akan
mencegah kenaikan kadar FSH dan LH yang diperlukan untuk perkembangan folikel dan
ovulasi.
Pada kebanyakan kasus hiperprolaktinemia, hanya terdapat gejala amenore, tetapi
kadang-kadang ada oligomenore atau hipomenore. Pada 30% wanita, terdapat sekresi susu
yang tidak seharusnya (galaktore). Di samping itu, beberapa wanita menununjukkan tanda-
tanda hipoestrogenemia, dengan keluhan vagina kering dan libido menurun.
Karena hiperprolaktinemia bertanggung jawab atas kira-kira 20% kasus amenore,
investigasi penting dilakukan. Diagnosis dibuat jika didapati peningkatan kadar prolaktin di
dalam darah. Jika ini didapati pada waktu pemeriksaan, dilakukan pemeriksaan hipofisis
dengan CT scan resolusi tinggi untuk mendeteksi prolacting-secreting tumour, walaupun
pada kebanyakan kasus tidak ditemukan.
Jika dideteksi ada tumor, lebih umum didapati mikroadenoma (diameter <10mm)
daripada makroadenoma.
Diperlukan terapi jika dideteksi ada makroadenoma atau jika wanita ingin hamil,
tetapi pada semua kasus hiperprolaktinemia diperlukan follow-up yang cermat karena pada
beberapa wanita yang mendapat keadaan ini tetapi tidak mempunyai tumor akhirnya timbul
tumor. Wanita yang menderita hiperprolaktinemia fungsional memerlukan penilaian berkala
1-3 tahun diukur kadar prolaktin dalam darah dan dilakukan CT scan. Wanita yang
mempunyai mikroadenoma perlu diperiksa setiap tahun, tetapi tidak diperlukan pengobatan

(9)
jika tidak ada infertilitas atau gejala yang nyata akibat rendahnya kadar estradiol. Pada
kedua
kelompok ini jika amenorenya menetap berlangsung lebih dari 6 bulan, dan ini
kemungkinan terjadi, harus ditawarkan pengobatan dengan penggantian hormon untuk
mencegah kehilangan massa tulang dan berkembangnya osteoporosis.
Jika dideteksi ada makroadenoma, diberikan pengobatan agonis dopamin seperti
bromokriptin dalam dosis tertentu yang mengurangi kadar prolaktin sampai pada rentang
normal dan mempertahankannya terus.
Pembedahannya hanya diindikasikan jika pengobatan dengan prolaktin gagal. Selama
terapi dan sesudah berhentinya menggunakan obat, mutlak perlu dilakukan pengukuran
kadar prolaktin serum dan pemeriksaan CT scan setiap tahun.
Pasien yang mempunyai makroadenoma harus menghindari kehamilan hingga CT
scan menunjukkan tumor telah menyusut sama sekali di fossa hipofisis, karena tumor dapat
tumbuh selama kehamilan.
c. Insensitivitas Hipotalamus-Hipofisis
Insensitivitas hipotalamus-hipofisis dianggap sebagai penyebab pada kira-kira
sepertiga kasus amenore. Banyak kasus ini terjadi bersamaan dengan penggunaan
kontrasepsi oral, tetapi didapati juga pada gangguan makan dan faktor psikosomatik,
misalnya penggantian pekerjaan, ketidakharmonisan perkawinan, atau perpisahan. Faktor
lain adalah depresi berat dan penyakit akut atau kronik.
d. Kelainan Uterus
Pembuangan uterus secara bedah, ablasi endometrium atau radiasi dapat
mengakibatkan amenore. Kuratase yang berlebihan (terutama setelah abortus atau
postpartum) dapat mengakibatkan hal yang sama seperti pada ablasi endometrium,
menimbulkan amenore dengan pembuangan lapisan basal endometrium dan merangsang
pembentukan sinekia (sindroma Asherman). Diagnosis dibuat dengan histeroskopi, scanning
ultrasonografi transvaginal atau dari histerogram.Terapi pertimbangkan kemudian.

3. Terapi Amenore
Jika amenore menetap selama 9-12 bulan atau anovulasi yang merupakan penyebab satu-
satunya atau penyebab utama infertilitas pasangan, kira-kira 80% ovulasi pada wanita dapat
diinduksi dengan menggunakan klomifen, terutama jika tes progesteron positif. Klomifen adalah
( 10
)
suatu anti-estrogen (yang kadang-kadang berlaku sebagai estrogen lemah). Obat ini bekerja dengan
mengikat reseptor estrogen pada sel target, dengan demikian menghalangi pengikatan estradiol.
Lalu klomifen dibawa ke inti sel, sehingga membuat sel menjadi relatif tidak sensitif terhadap efek
estradiol endogen. Keadaan ini menyebabkan inhibisi pada umpan balik negatif dengan melepaskan
GnRH kemudian FSH dan LH.
Apabila anovulasi menetap meskipun diberikan regimen klomifen, pasien harus dirujuk
kepada spesialis infertilitas, karena diperlukan kontrol laboratorium jika digunakan regimen lain.
Regimen itu adalah :
Human menopausal gonadotrophin (hMG, Humegon, perginal) dan Human chorionic
gonadothropin (hCG, Pregnyl, profasi).
Gonadotrophic releasing hormone (GnRH) atau analognya.
Dengan pengobatan ini kira-kira 90% wanita amenore dan 40% wanita oligomenore akan
mendapatkan ovulasi, dan masing-masing 70% dan 25% akan hamil. Ovulasi pada sejumlah
wanita akan berlanjut setelah pengobatan dihentikan dan menjadi hamil.
Regimen Terapeutik Menggunakan Klomifen Untuk Menginduksi Ovulasi
Tahap Bulan Dosis

1 1 Klomifen 50 mg selama 5 hari


2 2 Klomifen 100 mg selama 5 hari
3 3 Klomifen 150 mg selama 5 hari
4 4 Klomifen 200 mg selama 5 hari
5 6-8 Tidak ada pengobatan
6 9 Klomifen 100 mg selama 5 hari + HCG 5.000 IU 7 hari kemudian
7 10 Klomifen 150 mg selama 5 hari + HCG 5.000 IU 7 hari kemudian
Tabel 1. Regimen Terapeutik yang Menggunakan Klomifen untuk
Menginduksi Ovulasi
(Derek Llewellyn-Jones. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates)

B. Hipomenorrhoe
Hipomenorrhoe merupakan keadaan dimana perdarahan haid dengan jumlah darah lebih
sedikit dan atau durasi haid lebih pendek dari normal. Terdapat beberapa penyebab yaitu gangguan
organic misalnya pada uterus pascaoperasi miomektomi dan gangguan endokrin. Hipomenore
menunjukkan bahwa tipisnya endometrium dan perlu evaluasi lebih lanjut.
( 11
)
C. Oligomenorrhoe
Oligomenorea adalah haid dengan siklus yang lebih panjang dari normal yaitu lebih dari 35
hari. Sering terjadi pada sindroma ovarium polikistik yang disebabkan oleh peningkatan hormon
androgen sehingga terjadi gangguan ovulasi. Pada remaja oligomenorea dapat terjadi karena
imaturitas poros hipotalamus hipofisis ovarium endometrium. Penyebab lain hipomenorea antara
lain stress fisik dan emosi, penyakit kronis, serta gangguan nutrisi. Oligomenorea memerlukan
evaluasi lebih lanjut untuk mencari penyebab. Perhatian perlu diberikan bila oligomenorea disertai
dengan obesitas dan infertilitas karena mungkin berhubungan dengan sindroma metabolik.

D. Polimenorrhoe
Polimenorrhoe adalah haid dengan siklus yang lebih pendek dari normal yaitu kurang dari 21
hari. Sering kali sulit dibedakan polimenore dengan metroragi yang merupakan perdarahan antara 2
siklus haid. Penyebab polimenore bermacam-macam antara lain gangguan endokrin yang
menyebabkan gangguan ovulasi, fase proliferasi serta luteal memendek, dan kongesti ovarium
karena peradangan. Paling sering dijumpai yakni proliferasi yang memendek. Terapi dengan
pemberian estrogen pada pemendekan fase proliferasi, dan kombinasi estrogen-progesteron untuk
gangguan fase sekresi.

E. Menoragia (Hipermenorrhoe)
1. Definisi dan Penyebab
Menoragia adalah perdarahan haid dengan jumlah darah lebih banyak dan/atau durasi
lebih lama dari normal dengan siklus yang normal teratur. Secara klinis menoragia di
definisikan dengan total jumlah darah haid lebih dari 80 ml per siklus dan durasi haid lebih
lama dari 7 hari. Jika dalam ukuran pembalut, biasanya 6 kali ganti pembalut.
Menoragia dapat disebabkan oleh penyebab organik, tetapi pada kebanyakan kasus adalah
disfungsional, dengan kata lain disebabkan oleh perubahan endokrin atau pengaturan
endometrium lokal pada menstruasi. Penyebab organik antara lain mioma uteri, terutama jika
miomanya intramural atau submukosa dan mengubah rongga endometrium, endometriosis
interna difusa (adenomiosis), polip endometrium, kadang infeksi pelvis kronik (penyakit
peradangan pelvis), diskrasia darah, dan hipotiroidisme. Jika dokter memikirkan kemungkinan
diagnosis hipotiroidisme, harus diukur kadar TSH dan T 4 bebas. Pengobatan pada kasus ini
ditujukan langsung kepada penyebab.

( 12
)
2. Evaluasi
Harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan dari hasil pemeriksaan
ini diminta tes laboratorium yang spesifik. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah lengkap
(termasuk skrining koagulasi jika diindikasikan) dan kemungkinan tes fungsi tiroid.
Tes-tes ini mungkin sudah cukup untuk menegakkan diagnosis, tetapi jika wanita tersebut
berusia diatas 35 tahun, lazim dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Tes tambahan tersebut adalah histeroskopi dan biopsi endometrium, sampel endometrium,
ultrasonografi transvaginal, dan kuretase diagnostik.
a. Histeroskopi
Dalam sebuah histeroskopi, dapat dilihat rongga uterus dan kelainannya, seperti polip
endometrium, atau dapat dideteksi mioma submukosa dan sering dapat pula sekaligus
dibuang. Di samping itu, dapat dilakukan pengambilan sampel endometrium untuk
pemeriksaan histologik. Histeroskopi merupakan suatu prosedur yang dapat dilakukan di
tempat praktek dengan atau tanpa anestesi lokal.
b. Pengambilan Sampel (Biopsi) Endometrium
Pengambilan sampel (biopsi) endometrium dilakukan dengan memasukkan kuret
biopsi sempit melalui serviks uteri untuk mendapatkan sampel representatif dari
endometrium. Prosedur ini dapat dilakukan di praktek dokter.
c. Ultrasonografi Transvaginal
Prosedur ini merupakan suatu metode non-invasif untuk memotret rongga uterus.
Metode ini dapat mendeteksi mioma submukosa dan dapat mengukur luasnya endometrium.
Endometrium dengan lebar lebih dari 5 mm pada wanita postmenopause menunjukkan
perlunya kuretase untuk menyingkirkan kemungkinan patologi endometrium.
d. Kuretase Diagnostik
Prosedur ini bersifat invasif dan dilakukan di bawah anestesi umum. Pasien perlu
masuk ke rumah sakit selama sehari. Kuretase dilakukan selama episode perdarahan.
Seluruh endometrium dikuret dan dikirimkan untuk pemeriksaan histologik. Metode ini
telah digantikan oleh histeroskopi dan pengambilan biopsi endometrium.

Diagnosis

( 13
)
Jika tidak ditemukan penyebab organik untuk menoragia, diagnosis perdarahan uterus
disfungsional dapat dibuat. Dalam kasus ini, penyebab menoragia yang paling mungkin adalah
adanya penurunan vasokonstriksi dan agregasi trombosit, karena itu sumbat hemostatik yang
menyumbat pembuluh darah endometrium kurang efektif untuk mencapai homeostasis.
Perubahan ini mungkin mencerminkan meningkatnya sekresi prostasiklin dan prostaglandin E 2
oleh endometrium. Studi menunjukan bahwa DUB lebih umum terjadi pada usia di bawah 19
tahun dan di atas 39 tahun.

F. Metroragia
Pada metroragia, jumlah perdarahan tidak teratur, tidak bersifat siklik dan sering berlangsung
lama. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kondisi patologik di dalam uterus atau organ genitalia
interna. Perlu bagi dokter untuk mengadakan investigasi lebih lanjut. Investigasi meliputi
histeroskopi dan biopsi endometrium atau kuretase diagnostik. Sering dilakukan histerektomi.
Pengobatan ditujukan terhadap penyebab yang mendasarinya.

G. Gangguan Menstruasi Lainnya


1. Dismenore
a. Definisi dan Klasifikasi
Dismenore berarti nyeri pada waktu menstruasi. Terdapat 2 tipe, yakni : dismenore
spasmodik atau primer dan dismenore sekunder.
1. Dismenore primer
Bentuk ini biasanya mulai 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal
antara usia 15 dan 25 tahun. Frekuensi menurun sesuai dengan pertambahan usia dan
biasanya berhenti setelah melahirkan. Nyeri kram mulai 24 jam sebelum menstruasi dan
mungkin bertahan selama 24-36 jam, walaupun nyeri berat hanya berlangsung selama
24 jam pertama. Kram dirasakan pada abdomen bawah, tetapi dapat menjalar ke
punggung atau ke permukaan dalam paha. Pada kasus berat, nyeri kram dapat disertai
muntah dan diare.
Dismenore spasmodik dialami oleh 60-70% wanita muda. Pada 3/4 yang
mengalaminya, intensitas kram ringan atau sedang, tetapi pada 25% nyerinya berat dan
membuat penderita tidak berdaya.

( 14
)
2. Dismenore sekunder
Dismenore sekunder atau dismenore didapat jarang sekali terjadi sebelum usia 25
tahun dan jarang sebelum usia 30 tahun. Pada kebanyakan kasus, penyebabnya adalah
endometriosis atau penyakit peradangan pelvik.Nyeri kram yang khas mulai 2 hari atau
lebih sebelum menstruasi, dan nyeri semakin hebat pada akhir menstruasi.Pada saat ini,
nyerinya mencapai puncak dan berlangsung selama 2 hari atau lebih.
b. Etiologi
Sekarang etiologi dismenore spamodik sudah jelas. Ketika progesteron disekresi
setelah ovulasi, endometrium yang telah mengalami luteinisasi sanggup mensintesis
prostaglandin. Jika ada gangguan keseimbangan antara prostasiklin, yang menyebabkan
vasodilatasi dan relaksasi miometrium, prostaglandin F2 yang menyebabkan vasokonstriksi
dan kontraksi miometrium, dan prostaglandin E2, yang menyebabkan kontraksi miometrium
dan vasodilatasi, sehingga kerja PGF2 lebih menonjol, akan terjadi iskemia miometrium
(angina uterus) dan hiperkontraktilitas uterus. Di samping itu, vasopressin juga berperan
pada dismenore. Vasopressin meningkatkan sintesis prostaglandin dan dapat bekerja pada
arteri-arteri uterus secara langsung.
c. Terapi
Pengobatan dismenore spasmodik adalah menekan ovulasi dengan memberikan
kontrasepsi oral atau memberikan salah satu inhibitor sintetase prostaglandin (NSAIDS),
seperti asam mefenamat, ibuprofen, natrium diklofenak atau naproxen. Efektivitas
pengobatan masing-masing obat nampaknya berbeda sedikit.
1. Kontrasepsi oral
Obat ini mungkin lebih disukai oleh wanita yang aktif melakukan hubungan seksual
karena pil ini akan melindunginya terhadap kehamilan yang tidak diinginkan di samping
meredakan dismenore.
2. NSAIDS
NSAIDS mungkin lebih disukai oleh wanita yang tidak menginginkan penggunaan
hormone dan lebih suka menggunakan obat-obatan dan jangka waktu sesingkat
munkin.Obat ini digunakan pada saat timbul tanda nyeri pertama kali dan diteruskan
hingga 5 hari.

Dismenore reda pada 95% kasus, baik dengan kontrasepsi oral maupun NSAIDS.

2. Menstruasi Praecox

( 15
)
Perdarahan per vaginam pada anak muda belum tentu suatu menstruasi, karena dapat
disebabkan oleh sarcoma dari uterus atau vagina. Yang dimaksud dengan menstruatio praecox
ialah perdarahan pada anak muda kurang dari 8-10 tahun, yang disertai dengan timbulnya
tanda-tanda kelamin sekunder sebelum waktunya. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah
timbulnya rambut kemaluan, pertumbuhan buah dada dan haid.
Menstruasi praecox dapat dibagi menjadi :
a. Pubertas praecox
Gonadotropin telah terbentuk, dapat menjadi hamil. Penyebabnya idiopatis, dicurigai
hipofise lebih cepat menghasilkan gonadotropin. Tumor-tumor yang menghasilkan
gonadotropin yakni choriocarcinoma dari ovarium.
b. Pseudopubertas praecox
Tidak ada gonadotropin yang dihasilkan. Penyebabnya oleh granulosa dan theca sel
tumor, gangguan glandula suprarenalis, dan terapi hormonal. Terapinya yaitu tumor-tumor
penyebab harus diekstripasi.

3. Mittleschmerz
Pada fase proliferatif siklus menstruasi, terjadi sedikit masalah. Beberapa wanita
mengalami nyeri pada abdomen bawah unilateral dan terjadi pada saat ovulasi. Nyeri biasanya
tidak berat dan berlangsung selama sekitar 12 jam atau kurang. Keadaan ini disebut
mittleschmerz. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi ovulasi. pemeriksaan tidak
menunjukkan ada patologi intraabdomen. Jika mittleschmerz kambuh kembali dan sangat
mengganggu, rasa nyeri akan berkurang jika ia diberi kontraseptif hormonal.

4. Perimenstruasi Sindrom
Wanita dengan sindroma ini mengeluhkan gejala-gejala yang terjadi dalam 2 hari
pertama menstruasi, awal siklus menstruasi tidak ada gejala atau mungkin menampakkan gejala
PMS.
Kebanyakan gejala emosional adalah perasaan lemas dan sakit kepala.Gejala fisik yang
paling umum adalah rasa tidak enak di abdomen atau kembung, tekanan pada pelvis, dan
dismenore.Beberapa wanita mungkin mengalami migren premenstruasi yang berat.Sifat dan
intensitas gejala mungkin bervariasi pada siklus menstruasi yang berbeda. Gejala ini hilang 48
jam setelah onset mentruasi.
Pengobatan adalah memberikan salah satu obat anti radang non-steroid apabila diminta.
( 16
)
5. Pre-Menstrual Syndrome
a. Definisi dan Penyebab
Gejala-gejala yang terjadi pada PMS
Gejala
Alam perasaan (emosional) Fisik
Iritabilitas Kembung
Ansietas Rasa tidak enak, nyeri tekan atau nyeri di
abdomen
Ketegangan saraf Pembengkakan, nyeri tekan atau nyeri pada
payudara
Depresi (perasaan sedih atau murung) Perasaan berat badan bertambah
Letargi, lemas, alam perasaan terombang- Edema
ambing (mood swing), agresi, panik
Bingung Sakit kepala
Mengidam makanan manis Nyeri punggung
Makanan Nausea
Pre-menstrual syndrome merupakan keadaan dimana terdapat berbagai keluhan yang
muncul sebelum haid, antara lain cemas, lelah, susah konsentrasi, susah tidur, hilang energi,
sakit kepala, sakit perut, dan sakit pada payudara. Pada saat menstruasi mulai atau selama
menstruasi, gejala-gejala tersebut hilang. Sekurang-kurangnya selama seminggu setelah
menstruasi, ia merasa senang, dan sering euphorik. Pada saat atau segera setelah ovulasi,
gejala-gejala muncul kembali (7-10 hari menjelang haid). Sindroma ini terjadi pada 5-15%
persen wanita, biasanya berusia akhir 20-an atau awal 30-an (rentang 20-40 tahun),
gangguan alam perasaan (mood negatif) dan gangguan fisik pada fase luteal yang
berlangsung cukup berat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari dan hubungan sosial
atau pribadinya, terutama hubungan dengan pasangan atau anak-anaknya.
Penyebab idiopatik. Mungkin terdapat faktor genetik, tetapi teori sekarang mengatakan
bahwa PMS bersifat multifaktorial. Salah satu kelainan penyebabnya mungkin adalah
fluktuasi kadar estradiol pada fase luteal yang menyebabkan gejala secara langsung atau
dengan mengurangi aktivitas serotonin. Satu masalah dalam menerima teori ini adalah bahwa
tidak selalu terdeteksi ada fluktuasi dalam monitoring harian.

b. Diagnosis PMS
( 17
)

Tabel 2. Gejala-Gejala PMS


(Derek Llewellyn-Jones. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates)
American Psychiatric Association memberikan kriteria diagnosis sebagai berikut :
1. Keluhan berhubungan dengan siklus haid, dimulai pada minggu terakhir fase luteum dan
berakhir setelah mulainya haid.
2. Paling sedikit didapatkan 5 keluhan di bawah ini :
- Gangguan mood
- Cemas
- Labil, tiba-tiba susah, takut, marah
- Konflik interpersonal
- Penurunan minat terhadap aktivitas rutin
- Lelah
- Sukar berkonsentrasi
- Perubahan nafsu makan
- Insomnia
- Kehilangan kontrol diri
- Keluhan fisik : nyeri pada payudara, sendi, kepala
3. Keluhan akan berpengaruh pada aktivitas sehari-hari atau pekerjaan.
4. Keluhan bukan merupakan eksaserbasi gangguan psikiatri yang lainnya.

( 18
)
Gbr 4. Catatan Harian Riwayat Menstruasi
(Derek Llewellyn-Jones. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates)

c. Penatalaksanaan PMS

( 19
)
Pentingnya mengusahakan hubungan terapeutik yang erat dengan wanita tersebut tidak
dapat diremehkan. Sekali hubungan ini dapat terbentuk, penjelasan dan konseling dapat dengan
mudah diterima. Harus dilakukan penyelidikan terhadap gaya hidup wanita ini dan kemudian
diberikan saran untuk mengurangi stres. Gejala yang menonjol dapat ditemukan dari catatan
harian yang lengkap dan pengobatan ditujukan pada masalah spesifik.
Terapi medikamentosa diberikan hormon untuk mengurangi keluhan prahaid, yakni
progestin misalnya didrogesteron dan medroksi progesterone asetat (MPA). Diberikan mulai
hari ke-16 sampai 25 siklus haid. Pengobatan yang lain adalah pil kontrasepsi kombinasi
(progesterone-estrogen). Pil kontrasepsi jenis baru yang mengandung komponen progestin
drospirenon dengan efek anti-mineralokortikoid akan mencegah retensi cairan sehingga
mengurangi nyeri kepala, payudara, dan tungkai. Selain itu, hal-hal yang harus diperhatikan
adalah pola makan, dilakukan diet rendah garam. Bila retensi cairan berlebihan, pengobatan
menggunakan diuretik spironolakton bisa dipertimbangkan.
6. Pseudoamenorrhoe (Kryptomenorrhoe)
Pada keadaan ini haid ada, tapi darah haid tidak keluar karena tertutupnya cerviks, vagina
atau hymen. Gynatresia ini dibagi atas :
a. Congenital : paling sering terjadi atresia hymenalis dimana hymen tidak berlubang.
b. Acquisita : perlekatan saluran serviks atau vagina karena radang Go, diphteri, partus,
senilitas.

Diagnosa
Dibuat berdasarkan gejala nyeri yang siklis 5 hari tanpa perdarahan. Untuk nyeri yang siklis
tanpa haid tersebut sering disebut molimina menstrualia. Pada pemeriksaan terlihat hymen yang
menonjol yang berwarna kebiru-biruan karena darah yang berkumpul dibelakangnya.

Terapi
Pada atresia hymenalis dilakukan insisi dan eksisi sebagian hymen. Karena darah tua ini
merupakan medium yang baik untuk kuman-kuman, maka operasi ini harus dilakukan dengan
steril.
7. Spotting
Beberapa wanita mengeluh bercak-bercak darah menstruasi terjadi dua atau tiga hari
sebelum atau sesudah akhir periode menstruasi yang normal. Selain membuat risih, keadaan ini

( 20
)
tidak menimbulkan akibat buruk, walaupun beberapa dokter percaya bahwa bercak-bercak
darah premenstruasi merupakan tanda endometriosis. Wanita tersebut harus diyakinkan, tetapi
jika ia meminta pengobatan, biasanya menstruasi dapat diatur dengan memberikan kontrasepsi
oral atau noretisteron 2,5 mg sejak hari menstruasi ke-20 hingga ke-25 selama beberapa bulan.

Gbr 5. Skema Kelainan Haid

( 21
)
BAB III
KESIMPULAN

1. Menstruasi merupakan keadaan fisiologi yang harus terjadi pada perempuan dewasa yang
mulai terjadi setelah akil baligh. Menstruasi dianggap normal jika terjadi dengan interval 22-35
hari (dari hari pertama menstruasi sampai pada permulaan periode menstruasi berikutnya),
lamanya perdarahan antara 4-7 hari, dan jumlah darah yang keluar antara 30-80 mL. Discharge
menstruasi terdiri dari cairan jaringan (20-40% dari total discharge), darah (50-80 %), dan
fragmen-fragmen endometrium. Namun, bagi wanita discharge menstruasi tampak seperti
darah.
2. Klasifikasi Gangguan Menstruasi :
a. Perubahan durasi siklus : Amenore (primer dan sekunder), oligomenore, dan polimenore.
b. Perubahan volume discharge : Hipomenore dan menoragi/hipermenore.
c. Perubahan Siklus dan Volume Discharge Menstruasi : Metroragi.
d. Gangguan lain yang berhubungan dengan haid : Dismenore, kriptomenore, menstruasi
praecox, mittleschmerz, perimenstrual sindrom, PMS, dan spotting.
3. Penanganan gangguan menstruasi berbeda antara satu sama lain, umumnya sama yaitu dengan
terapi hormon. Terapi erat hubungannya dengan etiologi gangguannnya (terapi kausal).
1.

( 22
)
DAFTAR PUSTAKA

1. Llewellyn-Jones, Derek. 2001. Dasar-dasar Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.
2. Sastrawinata, Sulaiman. 2010. Ginekologi Edisi 2. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi FK
UNPAD.
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

( 23
)

Anda mungkin juga menyukai