Anda di halaman 1dari 48

HASIL PENELITIAN AKHIR

ANALISIS MULTIVARIAT
PEDIATRIC APPENDICITIS SCORE DAN VARIABEL LAIN
DALAM MENUNJANG DIAGNOSIS APENDISITIS AKUT
PADA ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
HAJI ADAM MALIK MEDAN

OLEH

dr. RADHITYA EKO SATRIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

Hasil penelitian : Analisis Multivariat Pediatric Appendicitis


Score dan Variabel Lain dalam Menunjang Diagnosis Apendisitis
Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Nama PPDS : Radhitya Eko Satria
NIM 097102006
Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah
Kategori : Bedah Anak

Universitas Sumatera Utara


SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Hasil Penelitian

Hasil penelitian : Analisis Multivariat Pediatric Appendicitis


Score dan Variabel Lain dalam Menunjang Diagnosis Apendisitis
Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Peneliti : Radhitya Eko Satria
NIM 097102006
Departemen : Ilmu Bedah
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, MEI 2016


KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU

Prof. dr. H. Aznan Lelo, PhD., SpFK.


NIP: 19511202 197902 1 001

Universitas Sumatera Utara


SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Hasil Penelitian

Hasil penelitian : Analisis Multivariat Pediatric Appendicitis


Score dan Variabel Lain dalam Menunjang Diagnosis Apendisitis
Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Peneliti : Radhitya Eko Satria
NIM 097102006
Departemen : Ilmu Bedah
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, MEI 2016


KONSULTAN PATOLOGI ANATOMI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU /
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

dr. Jamaluddin, Sp.P.A.


NIP: 1961 0512 198612 1 001

Universitas Sumatera Utara


i
Universitas Sumatera
PERNYATAAN
Analisis Multivariat Pediatric Appendicitis Score dan
Variabel Lain dalam Menunjang Diagnosis Apendisitis Akut pada
Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2016

Radhitya Eko Satria

Universitas Sumatera
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang merupakan salah satu persyaratan tugas
akhir untuk memperoleh keahlian Program Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Ilmu
Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU). Selawat dan salam
tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis menyampaikan
terima kasih kepada :
1. Bapak Rektor USU, Prof. DR. Runtung Pasaribu, SH, MHum. dan Bapak Dekan FK
USU, Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH atas kesempatan yang telah
diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis
Departemen Ilmu Bedah di FK USU.
2. Bapak Ketua Departemen Ilmu Bedah FK USU, Dr. Emir T. Pasaribu, SpB(K)Onk.,
dan Bapak Ketua Program Studi Ilmu Bedah, Dr. Marshal, SpB, SpBTKV, serta
Bapak Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, Dr. Asrul S, SpB-KBD, yang telah
bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran
selama penulis menjalani pendidikan.
3. Bapak Ketua Divisi Bedah Anak, Dr. Erjan Fikri, MKed.(Surg.), SpB-KBA, dan
DR.Dr. Iqbal Pahlevi Nasution, SpBA sebagai pembimbing penelitian ini, serta Prof.
Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK sebagai konsultan metodologi penelitian, dan Dr.
Jamaluddin, SpPA sebagai konsultan patologi anatomi. Penulis mengucapkan terima
kasih terima serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas bimbingan, dorongan,
dan dukungan yang Bapak berikan selama penulis menjalani pendidikan hingga
penulis menyelesaikan tesis ini dengan baik.
4. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-
guru saya: Prof. Dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Dr. Mahyono, SpB, SpBA, Dr.
Suyatno, SpB(K)-Onk, Dr. Liberti, SpB-KBD, Dr. Bungaran Sihombing, SpU,
Dr. Utama Tarigan, SpBP-RE, serta seluruh dosen dan staf FK USU dan RSUP Haji
Adam Malik Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
5. Kedua orang tua, ayahanda Hadi Suprapto, Ak. dan ibunda Dr. Asfawati, MSc,
AIFO yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran, kasih
sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada henti.
6. Istri tercinta, Dr. Wina Yulinda, dan ananda tersayang Azfar Wafiq Arradhi, atas
segala pengorbanan, pengertian, dukungan, semangat, kesabaran, dan kesetiaan
dalam segala suka duka mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan.
7. Kepada teman-teman sejawat yang telah memberi dukungan dan motivasi selama
penulis menjalani pendidikan.
Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang
telah memberi dukungan pada penulis selama pendidikan. Amin.

Medan, Mei 2016


Penulis

Radhitya Eko Satria

Universitas Sumatera
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i


SURAT KETERANGAN HASIL PENELITIAN ......... ............................... ii
PERSETUJUAN KOMISI ETIK.................................................................. . iv
PERNYATAAN ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................. . vi
DAFTAR ISI ............. .................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... . xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... . xii
ABSTRAK ................................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1. Latar Belakang Penelitian ................................................................ 1
1.2. Pertanyaan Penelitian....................................................................... 2
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
1.3.1. Tujuan Umum......................................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus........................................................................ 2
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti........................................................... 3
1.4.2 Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan, Institusi Akademis,
dan Peneliti Lain .................................................................. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 5


2.1. Pediatric Appendicitis Score (PAS)................................................. 5
2.2.Anatomi Appendix Vermiformis ...................................................... 6
2.3. Apendisitis Akut pada Anak............................................................ 8
2.3.1. Definisi ................................................................................. 8
2.3.2. Epidemiologi ........................................................................ 8
2.3.3. Etiologi ................................................................................. 10
2.3.4. Patofisiologi ......................................................................... 10

Universitas Sumatera
2.3.5. Gambaran Klinis Apendisitis Akut pada Anak .................... 12
2.3.5.1. Anamnesis .................................................................. 12
2.3.5.2. Pemeriksaan Fisik ....................................................... 13
2.3.6. Uji Diagnostik ......................................................................
15 2.3.6.1.
Pemeriksaan Laboratorium ......................................... 15
2.3.6.2. Pemeriksaa Urinalisis.........................................................16
2.3.6.3. Pemeriksaan Pencitraan .............................................. 16
2.3.6.4. Pemeriksaan Histopatologi ......................................... 19
2.4. Diagnosis Banding Apendisitis Akut............................................... 20

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 21


3.1. Desain Penelitian ............................................................................. 21
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 21
3.3. Populasi Penelitian........................................................................... 21
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................... 21
3.5. Cara Pengambilan Sampel dan Besar Sampel ................................. 22
3.6. Kerangka Konsep............................................................................. 23
3.7. Definisi Operasional ........................................................................ 24
3.8. Teknik Pengambilan Data Penelitian............................................... 25
3.9. Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN .................... ................................................ 27

BAB 5 PEMBAHASAN ......................... ..................................................... 36

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 43


LAMPIRAN ................................................................................................... 46

Universitas Sumatera
DAFTAR TABEL

Nomor
Judul Tabel Halaman
Tabel
Tabel 2.1. Perbandingan CT scan tanpa kontras dan USG 18
Tabel 2.2. Pediatric Appendicitis Score 19
Perbandingan laparoscopic appendectomy dan open
Tabel 2.3. 23
appendectomy
Tabel 4.1. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin 31
Tabel 4.2. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia 31
Tabel 4.3. Deskripsi subjek penelitian berdasarkan rerata usia 32
Deskripsi nilai PAS kelompok apendisitis akut dan
Tabel 4.4. 32
bukan apendisitis akut
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri
Tabel 4.5. 33
saat batuk, perkusi atau melompat
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan
Tabel 4.6. 33
penurunan nafsu makan
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan peningkatan
Tabel 4.7. 34
suhu tubuh lebih dari 38,0 oC
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri
Tabel 4.8. 34
perut kuadran kanan bawah
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan peningkatan
Tabel 4.9. 34
jumlah leukosit lebih dari 10.000/mm3
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan mual
Tabel 4.10 35
atau muntah
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan peningkatan
Tabel 4.11. 35
jumlah neutrofil lebih dari 7.500 sel/mikroliter
Deskripsi subjek penelitian berdasarkan keluhan nyeri
Tabel 4.12. 36
yang bermigrasi
Tabel 4.13. Deskripsi suhu tubuh subjek penelitian 37
Tabel 4.14. Deskripsi jumlah leukosit subjek penelitian 37
Tabel 4.15. Deskripsi jumlah neutrofil subjek penelitian 37
Deskripsi komplikasi subjek penelitian kelompok
Tabel 4.16. apendisitis akut pada anak berdasarkan hasil pemeriksaan 38
patologi anatomi
Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak
Tabel 4.17. 39
berdasarkan jenis kelamin
Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak
Tabel 4.18. 39
berdasarkan usia
Deskripsi komplikasi apendisitis akut pada anak
Tabel 4.19. 40
berdasarkan kelompok usia
Deskripsi nilai PAS berdasarkan komplikasi apendisitis
Tabel 4.20. 40
akut pada anak
Tabel 4.21. Hubungan nilai PAS dengan apendisitis akut pada anak 41

Universitas Sumatera
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi appendiks vermiformis.........................................................7


Gambar 2.2. Posisi appendiks vermiformis.............................................................8
Gambar 2.3. Lokasi nyeri klasik apendisitis akut..................................................12
Gambar 2.4. Gambaran USG apendisitis akut pada anak.....................................17
Gambar 2.5. CT scan apendisitis akut pada anak..................................................18

Universitas Sumatera
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Evidence Level and Strength of Recommendations .................. 46
2. Susunan Peneliti ........................................................................ 47
3. Anggaran Penelitian................................................................... 49
4. Jadwal Penelitian ...................................................................... 50
5. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian................ 51
6. Persetujuan Setelah Penjelasan ................................................. 52
7. Formulir Penelitian ................................................................... 53
8. Daftar Riwayat Hidup ............................................................... 54

Universitas Sumatera
ABSTRACT

Multivariat Analysis of Pediatric Appendicitis Score and Other Variables in


Supporting Diagnosis Pediatric Acute Appendicitis in Haji Adam Malik Public
Hospital Medan
Radhitya Eko S. , Erjan Fikri2, Iqbal Pahlevi Nasution2
1

1
Surgeon Resident of North Sumatera Faculty, 2Pediatric Surgery Division

Background: Acute appendicitis is one of acute abdomen in children with incidence rate
1 – 8 % among all children came to emergency unit. Early and accurate diagnosis is very
important because late diagnosis will increase morbidity, mortality, and cost. Satria
(2015) report that Pediatric Appendicitis Score (PAS) accuracy is good so that it can be
recommended as a tool supporting diagnosis pediatric accute espescially in primary
health care where ultrasound, appendicogram, and computed tomography (CT)-scan are
not available. Aim of this study is to compare PAS > 6 accuracy with other variables in
supporting diagnosis pediatric acute appendicitis so that it can be simplified.

Methods: This is a prospective study with single blind consecutive sampling. This study
was conducted in Haji Adam Malik Hospital Medan on January 2015 until April 2016.
Study population was pediatric patient in Haji Adam Malik Hospital Medan with
abdominal pain suspected acute appendicitis and willingly joint this study. The subject
was excluded if onset of abdominal pain was over 72 hours, there was a history of
appendectomy, uncooperative, and concomitant infection other than gastrointestinal tract
infection. Data were analyzed with Fishers’ exact test. Multivariate analysis was done
using binary logistic regression.

Results: Of the 36 subjects, 18 were diagnosed acute appendicitis (study group) and 18
were not (control group). Fishers’ exact test showed that there were 5 variables had
significant correlation with acute appendicitis (p value < 0,05), such as abdominal
pain on cough, percussion, or jump; fever; leucocytosis; right lower quadrant pain,
and PAS > 6. Of the 5 variables, PAS > 6 had the highest accuracy in supporting
diagnosis pediatric acute appendicitis (sensitivity 100 %, specificity 83,3 %,
accuracy 91,67 %). Binary logistic regression showed that there was no significant
difference of the five variables in supporting diagnosis pediatric acute appendicitis
(p value > 0,05).

Conclusion: PAS > 6 equal to the other variables mentioned above in supporting
diagnosis pediatric acute appendicitis. So that those variables could not be used to
regulate special formula in predicting pediatric acute appendicitis. The final
decision diagnosing pediatric acute appendicitis was laid on clinical judgement
based on anamnesis, physical diagnostic, and additional work up.
.
Kata kunci: Pediatric Appendicitis Score, multivariate analysis

Universitas Sumatera
ABSTRAK

Analisis Multivariat Pediatric Appendicitis Score dan Variabel Lain dalam


Menunjang Diagnosis Apendisitis Akut pada Anak di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Radhitya Eko S.1, Erjan Fikri2, Iqbal Pahlevi Nasution2
1
Residen Ilmu Bedah FK USU, 2Divisi Bedah Anak

Latar Belakang: Apendisitis akut pada anak merupakan salah satu penyebab
kegawatdaruratan abdomen dengan insidensi 1 – 8 % dari seluruh pasien anak
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Diagnosis dini dan akurat sangat
penting karena keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas, mortalitas
dan biaya pengobatan. Menurut hasil penelitian Satria (2015), keakuratan PAS
cukup baik sehingga direkomendasikan sebagai alat bantu untuk menunjang
diagnosis apendisitis akut pada anak, terutama pada sarana pelayanan kesehatan
primer dimana alat pencitraan seperti ultrasonografi, apendikogram, dan CT-scan
tidak tersedia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memembandingan keakuratan
PAS > 6 dengan variabel-variabel lain dalam menunjang diagnosis apendisitis
akut pada anak sehingga PAS dapat disederhanakan.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain prospektif dengan single blind


consecutive sampling. Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan
pada bulan Januari 2015 sampai April 2016. Populasi penelitian adalah pasien
anak yang berobat ke RSUP HAM dengan keluhan nyeri perut yang diduga
apendisitis akut dan bersedia mengikuti penelitian. Subjek penelitian dieksklusi
bila onset nyeri perut lebih dari 72 jam, memiliki riwayat apendektomi, tidak
kooperatif, dan ada infeksi selain infeksi saluran cerna. Data dianalisis dengan uji
Fishers’ exact, kemudian dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik
biner.

Hasil: Dari 36 subjek penelitian, 18 orang didiagnosis apendisitis akut (kelompok


studi) dan 18 orang bukan apendisitis akut (kelompok kontrol). Berdasarkan uji
Fishers’ exact variabel nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat; demam;
nyeri perut kuadran kanan bawah; leukositosis; nilai PAS > 6 berhubungan secara
signifikan dengan apendisitis akut (nilai p < 0,05). Di antara kelima variabel
tersebut, variabel nilai PAS > 6 memiliki akurasi paling tinggi dalam menunjang
diagnosis apendisitis akut pada anak (sensitivitas 100 %, spesifisitas 83,3 %,
akurasi 91,67 %). Berdasarkan uji regresi logistik biner tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelima variabel tersebut dalam menunjang diagnosis apendisitis
akut pada anak (nilai p > 0,05).

Simpulan: Nilai PAS > 6 setara dengan variabel-variabel lain yang disebutkan di
atas dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak. Oleh karena itu, tidak
dapat dirumuskan persamaan logistik untuk memprediksi kejadian apendisitis akut
pada anak. Keputusan akhir mendiagnosis apendisitis akut pada anak berada pada
klinisi yang diambil berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Kata kunci: Pediatric Appendicitis Score, analisis multivariat

Universitas Sumatera
ABSTRACT

Multivariat Analysis of Pediatric Appendicitis Score and Other Variables in


Supporting Diagnosis Pediatric Acute Appendicitis in Haji Adam Malik Public
Hospital Medan
Radhitya Eko S. , Erjan Fikri2, Iqbal Pahlevi Nasution2
1

1
Surgeon Resident of North Sumatera Faculty, 2Pediatric Surgery Division

Background: Acute appendicitis is one of acute abdomen in children with incidence rate
1 – 8 % among all children came to emergency unit. Early and accurate diagnosis is very
important because late diagnosis will increase morbidity, mortality, and cost. Satria
(2015) report that Pediatric Appendicitis Score (PAS) accuracy is good so that it can be
recommended as a tool supporting diagnosis pediatric accute espescially in primary
health care where ultrasound, appendicogram, and computed tomography (CT)-scan are
not available. Aim of this study is to compare PAS > 6 accuracy with other variables in
supporting diagnosis pediatric acute appendicitis so that it can be simplified.

Methods: This is a prospective study with single blind consecutive sampling. This study
was conducted in Haji Adam Malik Hospital Medan on January 2015 until April 2016.
Study population was pediatric patient in Haji Adam Malik Hospital Medan with
abdominal pain suspected acute appendicitis and willingly joint this study. The subject
was excluded if onset of abdominal pain was over 72 hours, there was a history of
appendectomy, uncooperative, and concomitant infection other than gastrointestinal tract
infection. Data were analyzed with Fishers’ exact test. Multivariate analysis was done
using binary logistic regression.

Results: Of the 36 subjects, 18 were diagnosed acute appendicitis (study group) and 18
were not (control group). Fishers’ exact test showed that there were 5 variables had
significant correlation with acute appendicitis (p value < 0,05), such as abdominal
pain on cough, percussion, or jump; fever; leucocytosis; right lower quadrant pain,
and PAS > 6. Of the 5 variables, PAS > 6 had the highest accuracy in supporting
diagnosis pediatric acute appendicitis (sensitivity 100 %, specificity 83,3 %,
accuracy 91,67 %). Binary logistic regression showed that there was no significant
difference of the five variables in supporting diagnosis pediatric acute appendicitis
(p value > 0,05).

Conclusion: PAS > 6 equal to the other variables mentioned above in supporting
diagnosis pediatric acute appendicitis. So that those variables could not be used to
regulate special formula in predicting pediatric acute appendicitis. The final
decision diagnosing pediatric acute appendicitis was laid on clinical judgement
based on anamnesis, physical diagnostic, and additional work up.
.
Kata kunci: Pediatric Appendicitis Score, multivariate analysis

Universitas Sumatera
ABSTRAK

Analisis Multivariat Pediatric Appendicitis Score dan Variabel Lain dalam


Menunjang Diagnosis Apendisitis Akut pada Anak di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Radhitya Eko S.1, Erjan Fikri2, Iqbal Pahlevi Nasution2
1
Residen Ilmu Bedah FK USU, 2Divisi Bedah Anak

Latar Belakang: Apendisitis akut pada anak merupakan salah satu penyebab
kegawatdaruratan abdomen dengan insidensi 1 – 8 % dari seluruh pasien anak
yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). Diagnosis dini dan akurat sangat
penting karena keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas, mortalitas
dan biaya pengobatan. Menurut hasil penelitian Satria (2015), keakuratan PAS
cukup baik sehingga direkomendasikan sebagai alat bantu untuk menunjang
diagnosis apendisitis akut pada anak, terutama pada sarana pelayanan kesehatan
primer dimana alat pencitraan seperti ultrasonografi, apendikogram, dan CT-scan
tidak tersedia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memembandingan keakuratan
PAS > 6 dengan variabel-variabel lain dalam menunjang diagnosis apendisitis
akut pada anak sehingga PAS dapat disederhanakan.

Metode: Penelitian ini menggunakan desain prospektif dengan single blind


consecutive sampling. Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan
pada bulan Januari 2015 sampai April 2016. Populasi penelitian adalah pasien
anak yang berobat ke RSUP HAM dengan keluhan nyeri perut yang diduga
apendisitis akut dan bersedia mengikuti penelitian. Subjek penelitian dieksklusi
bila onset nyeri perut lebih dari 72 jam, memiliki riwayat apendektomi, tidak
kooperatif, dan ada infeksi selain infeksi saluran cerna. Data dianalisis dengan uji
Fishers’ exact, kemudian dilakukan analisis multivariat dengan uji regresi logistik
biner.

Hasil: Dari 36 subjek penelitian, 18 orang didiagnosis apendisitis akut (kelompok


studi) dan 18 orang bukan apendisitis akut (kelompok kontrol). Berdasarkan uji
Fishers’ exact variabel nyeri perut saat batuk, perkusi, atau melompat; demam;
nyeri perut kuadran kanan bawah; leukositosis; nilai PAS > 6 berhubungan secara
signifikan dengan apendisitis akut (nilai p < 0,05). Di antara kelima variabel
tersebut, variabel nilai PAS > 6 memiliki akurasi paling tinggi dalam menunjang
diagnosis apendisitis akut pada anak (sensitivitas 100 %, spesifisitas 83,3 %,
akurasi 91,67 %). Berdasarkan uji regresi logistik biner tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kelima variabel tersebut dalam menunjang diagnosis apendisitis
akut pada anak (nilai p > 0,05).

Simpulan: Nilai PAS > 6 setara dengan variabel-variabel lain yang disebutkan di
atas dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak. Oleh karena itu, tidak
dapat dirumuskan persamaan logistik untuk memprediksi kejadian apendisitis akut
pada anak. Keputusan akhir mendiagnosis apendisitis akut pada anak berada pada
klinisi yang diambil berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Kata kunci: Pediatric Appendicitis Score, analisis multivariat

Universitas Sumatera
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian


Apendisitis akut merupakan salah satu penyebab kegawat daruratan abdomen
pada anak (Ballester, 2009, Victor, 2012, Maki, 2012, Adelia, 2012, Huckins,
2013). Insidensi apendisitis akut pada anak di dunia berkisar antara 1 – 8 % dari
seluruh pasien anak yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan
keluhan nyeri abdomen akut (Jangra, 2013). Pada tahun 2006 apendisitis akut
menduduki peringkat ke-4 terbanyak di Indonesia, setelah dyspepsia, duodenitis,
dan penyakit saluran cerna lainnya dengan jumlah pasien yang dirawat inap
mencapai 28.949 orang (Eylin, 2009). Di Medan belum ada data insidensi
apendisitis akut pada anak. Namun, pada tahun 2009 tercatat 60 kasus apendisitis
akut di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan (Ivan, 2009).
Keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan
apendisitis akut pada pasien yang berusia 6 – 17 tahun sering terdapat di IGD
(Huckins, 2013). Dilaporkan bahwa 30 – 75 % anak telah mengalami perforasi
pada saat pertama kali terdiagnosis (Bansal, 2012). Diagnosis dini dan akurat
sangat penting karena bila sudah mengalami perforasi akan meningkatkan
morbiditas, mortalitas dan biaya pengobatan (Saucier, 2013).Walaupun demikian,
diagnosis yang berlebihan juga harus dihindarkan karena meningkatkan negative-
appendectomy rate (pada pemeriksaan histology apendiks normal) hingga
mencapai 46% (Goulder, 2008 dan Goldman, 2008), risiko paparan radiasi saat
computed tomography (CT) scan, dan komplikasi pasca-operasi
(Goldman, 2008).
Untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak dengan cepat,
telah diperkenalkan sistem skoring Pediatric Appendicitis Score (PAS). Menurut
hasil penelitian Satria (2015), keakuratan PAS > 6 untuk mendiagnosis apendisitis
akut pada anak cukup baik, dimana sensitivitas 85,71 %, spesifisitas 40 %, dan
akurasi 86,95 % sehingga PAS dapat direkomendasikan sebagai alat untuk
menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak, terutama pada sarana pelayanan

Universitas Sumatera
kesehatan primer dimana alat pencitraan seperti ultrasonografi, apendikogram,
dan CT-scan tidak tersedia.
Penelitian-penelitian terdahulu belum ada yang meneliti tentang analisis
multivariat keakuratan PAS dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada
anak. Namun, analisis multivariat telah dilakukan pada sistem skoring yang
serupa, yaitu Alvarado score. Penelitian ini melakukan analisis multivariat pada
variabel-variabel Alvarado score dan melaporkan bahwa variabel yang memiliki
hubungan signifikan dengan diagnosis apendisitis akut adalah penurunan nafsu
makan, peningkatan jumlah neutrofil segmen > 75 %, dan nyeri lepas sehingga
direkomendasikan sebagai prediktor untuk mendiagnosis apendisitis akut pada
anak secara cepat di unit gawat darurat (Merhi et al., 2014). Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk meneliti analisis multivariat PAS dan variabel lain dalam
menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak di RSUP Haji Adam Malik
Medan.

1.2. Pertanyaan Penelitian


Adapun pertanyaan penelitian pada penelitian ini antara lain: seberapakah
keakuratan PAS dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak bila
dibandingkan dengan variabel-variabel lain (jenis kelamin; umur; nyeri perut saat
batuk, perkusi, atau melompat; penurunan nafsu makan; demam; nyeri perut
kuadran kanan bawah; leukositosis; neutrofilia; migrasi nyeri perut)?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membandingkan keakuratan nilai PAS >
6 dengan variabel-variabel lain (seperti jenis kelamin; umur; nyeri perut saat
batuk, perkusi, atau melompat; penurunan nafsu makan; demam; nyeri perut
kuadran kanan bawah; leukositosis; neutrofilia; migrasi nyeri perut) dalam
menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak sehingga dapat menyederhanakan
PAS.

Universitas Sumatera
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini antara lain :
1. Untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian penderita apendisitis akut
pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2015.
2. Untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, serta akurasi nilai PAS > 6
dibandingkan dengan variabel-variabel lain (jenis kelamin; umur; nyeri perut
saat batuk, perkusi, atau melompat; penurunan nafsu makan; demam; nyeri
perut kuadran kanan bawah; leukositosis; neutrofilia; migrasi nyeri perut)
dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak.
3. Untuk mendapatkan rumus persamaan logistik kejadian apendisitis akut pada
anak.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah menambah wawasan penulis mengenai
keakuratan PAS nilai PAS > 6 dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada
anak bila dibandingkan dengan variabel-variabel lain (jenis kelamin; umur; nyeri
perut saat batuk, perkusi, atau melompat; penurunan nafsu makan; demam; nyeri
perut kuadran kanan bawah; leukositosis; neutrofilia; migrasi nyeri perut)
sehingga dapat membantu dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak
secara cepat.

1.4.2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan, Institusi Akademis dan Peneliti Lain
Manfaat penelitian ini bagi tenaga kesehatan adalah sebagai data untuk
menunjang diagnosis secara cepat dan akurat apendisitis akut pada anak.
Bagi institusi akademis, penelitian ini menambah pengetahuan mengenai
keakuratan PAS dalam menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak bila
dibandingkan dengan variabel-variabel lain (jenis kelamin; umur; nyeri perut saat
batuk, perkusi, atau melompat; penurunan nafsu makan; demam; nyeri perut
kuadran kanan bawah; leukositosis; neutrofilia; migrasi nyeri perut). Bila hasil
analisis multivariat PAS menunjukkan variabel tertentu memiliki hubungan yang
lebih signifikan daripada variabel lain dapat dijadikan dasar untuk memilih

Universitas Sumatera
variabel-variabel yang utama dan dijadikan prediktor untuk menunjang diagnosis
apendisitis akut pada anak secara cepat di IGD. Selain itu, hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk merevisi atau memodifikasi PAS.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini sebagai pembanding dan landasan
untuk penelitian selanjutnya pada pusat pelayanan kesehatan lain.

Universitas Sumatera
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pediatric Appendicitis Score (PAS)


Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya Samuel membuat skor apendisitis khusus
untuk anak-anak. Dari 1170 anak usia 4 – 15 tahun yang dirujuk ke ahli bedah
anak dengan keluhan nyeri perut yang sugestif apendisitif, diteliti secara
prospektif data demografi, gejala, tanda, pemeriksaan laboratorium, dan hasil
pemeriksaan patologi dari apendektomi yang dilakukan oleh ahli bedah anak.
Kemudian dilakukan analisis regresi linear multipel dari semua parameter hingga
diperoleh delapan komponen sebagai komponen Pediatric Appendicitis Score
(PAS). Kedelapan elemen tersebut beserta nilai diagnostiknya dipaparkan pada
tabel berikut (Bhatt, 2008):

Tabel 2.1. Pediatric Appendicitis Score (Bhatt, 2008)

Indikator Diagnostik Nilai Skor

Nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat 2

Penurunan nafsu makan 1


Peningkatan suhu tubuh 1
Mual/ muntah 1
Nyeri perut kuadran kanan bawah 2

Leukositosis lebih dari 10.000 1


Neutrofilia 1
Migrasi nyeri 1
Total 10

Penelitian prospektif yang dilakukan Bhatt pada 246 anak dengan


menggunakan PAS menunjukkan bahwa jika digunakan cut-off-point tunggal
(PAS 5) menghasilkan false positive dan false negative yang tinggi. Performa
PAS meningkat bila digunakan dua cut-point (Bhatt, 2008). Dengan
menggunakan strategi ini, negative appendectomy rate 4,4% (Wesson, 2014).

Universitas Sumatera
Penelitian prospektif yang dilakukan Obinna et al. (2011) pada 112 anak
menunjukkan bahwa PAS dapat digunakan selain sebagai alat diagnostik juga
sebagai indikator prognosis apendisitis akut. Semakin tinggi nilai PAS, semakin
besar pula kemungkinan terjadinya apendisitis komplikata.
Anak dengan keluhan nyeri abdomen dengan PAS (Obinna, 2011 dan
Wesson, 2014):
 PAS < 5 berisiko rendah untuk terjadi apendisitis. Anak dengan PAS < 5
dapat dirawat jalan. Namun, nyeri perut yang menetap atau adanya keluhan
tambahan lain harus dievaluasi ulang.
 PAS > 9 berisiko tinggi untuk terjadi apendisitis komplikata. Anak dengan
PAS > 9 harus dioperasi apendektomi.
 PAS 6 – 8 lebih sering dijumpai apendisitis sederhana.Anak dengan
PAS 6 – 8 juga dioperasi apendektomi.
Penelitian terbaru tentang PAS pada 23 subjek penelitian di RSUP Haji
Adam Malik Medan mengemukakan bahwa 18 orang didiagnosis apendisitis akut
dan 5 orang bukan apendisitis akut. Nilai PAS > 6 secara signifikan memiliki
insidensi apendisitis akut pada anak lebih tinggi daripada nilai PAS < 6
(nilai p = 0,04). Nilai PAS > 6 memiliki sensitivitas 85,71 %, spesifisitas 40%,
dan akurasi 86,95% dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak
sehingga PAS dapat direkomendasikan sebagai alat untuk mendiagnosis
apendisitis akut pada anak, terutama pada sarana pelayanan kesehatan primer di
mana alat pencitraan seperti ultrasonografi, apendikogram, dan CT-scan tidak
tersedia (Satria, 2015).

2.2. Anatomi Appendix Vermiformis


Apendiks vermiformis secara sederhana sering disebut sebagai apendiks.
Apendiks adalah suatu struktur yang buntu, berasal dari sekum. Panjang apendiks
bervariasi antara 2 – 20 cm, rata-rata 10 cm. Dinding apendiks terdiri dari dua
lapisan, lapisan luar terdiri dari otot longitudinal yang merupakan kelanjutan dari
taenia coli dan lapisan dalam terdiri dari otot sirkular yang dilapisi oleh epitel
kolon (Lee, 2013).

Universitas Sumatera
Gambar 2.1. Anatomi appendiks vermivormis (Lazaro, 2012)

Apendiks pertama kali terbentuk pada usia lima bulan kehamilan.


Apendiks merupakan kelanjutan dari sekum, tapi pemanjangan apendiks tidak
secepat kolon lainnya sehingga terbentuk struktur yang menyerupai cacing
(Lee, 2013).
Saat lahir, terdapat beberapa folikel limfoid submukosa yang terus
membesar, puncaknya pada usia 12 – 20 tahun, kemudian folikel ini akan
mengecil kembali. Hal ini berhubungan dengan insidensi apendisitis (Lee, 2013).
Aliran darah apendiks terutama dari arteri apendicular yang merupakan
cabang arteri ileokolika. Arteri ini berjalan dari mesoapendiks posterior menuju
ileum terminal. Arteri apendiks aksesori dapat muncul dari percabangan arteri
cecalposterior. Kerusakan pada arteri ini dapat menyebabkan perdarahan hebat
intra-operatif maupun pos-operatif dan harus dicari secara teliti serta diligasi
setelah arteri apendicular dikontrol (Lee, 2013).
Bagian proksimal apendiks terletak pada dinding posteromedial sekum,
kira-kira 2,5 cm di bawah katup ileocecal. Di sini juga merupakan tempat
bersatunya taeniae (Lee, 2013).
Letak bagian distal/ ujung apendiks bervariasi, 65 % terletak di retrocecal,
30 % terletak di pelvis, dan 5 % terletak di ekstraperitoneal (di belakang sekum,
kolon asenden, atau ileum distal). Letak ujung apendiks menentukan gejala dan
tanda awal apendisitis (Lee, 2013).

Universitas Sumatera
Gambar 2.2. Posisi appendiks vermiformis (Utama, 2012)

2.3.Apendisitis Akut pada Anak


2.3.1. Definisi
Apendisitis adalah inflamasi pada appendiks vermiformis (DynaMed, 2013).
Menurut definisi lain, apendisitis adalah inflamasi bagian dalam dari apendiks
vermiformis yang menyebar ke bagian-bagian lainnya (Craig, 2013).
Menurut Minkes (2013) apendisitis akut adalah inflamasi dan infeksi akut
dari apendiks vermiformis. Kata “apendisitis” dan “apendisitis akut” digunakan
secara bergantian dengan maksud yang sama (Minkes, 2013).
Anak adalah setiap individu yang belum mencapai ulang tahun ke-18
(NSPCC, 2013). Sehingga apendisitis akut pada anak dapat didefinisikan sebagai
inflamasi dan infeksi akut dari apendiks vermiformis pada individu yang belum
mencapai ulang tahun ke-18.

2.3.2. Epidemiologi
Apendisitis merupakan penyebab utama nyeri abdomen yang membutuhkan
tindakan operasi segera pada anak-anak (Lee, 2010, Maki, 2013, Huckins, 2013,
Saucier, 2013). Di Amerika Serikat dijumpai 77.000 kasus apendisitis akut pada
anak per tahun. Laki-laki lebih berisiko menderita apendisitis daripada perempuan
dengan rasio 1,4:1. Puncak insidensi apendisitis pada usia 10 – 20 tahun
(DynaMed, 2013).

Universitas Sumatera
Di negara-negara barat, sekitar 7 % populasi mengalami apendisitis pada
suatu waktu dalam kehidupannya (Lee, 2013). Di Inggris dilaporkan
40.000 pasien per tahun dirawat karena apendisitis (DynaMed, 2013). Di Spanyol
pada tahun 2003 dilaporkan bahwa kasus apendisitis sebanyak 132,1 kasus per
100.000 populasi dimana proporsi apendisitis perforasi sebesar 12,1 % dan
proporsi operasi apendektomi negatif sebesar 4,3 %, sedangkan angka
mortalitas 0,38 % (Ballester, 2009).
Di Afrika Selatan, pada akhir abad ke-20 diperkirakan 10 % populasi
berkulit putih menjalani operasi apendektomi, sedangkan populasi berkebangsaan
Afrika hanya kurang dari 1 % yang menjalani operasi apendektomi. Perkiraan
insidensi apendisitis pada orang Afrika adalah 10 kasus per 100.000 populasi.
Perbedaan ini biasanya disebabkan oleh perbedaan pola makan, di mana orang
dari negara sedang berkembang mengkonsumsi makanan yang rendah lemak dan
tinggi serat (Victor, 2012).
Di Korea Selatan dilaporkan bahwa insidensi apendisitis 22,71 kasus
per 10.000 populasi per tahun, yang dioperasi apendektomi 13,56 kasus
per 10.000 populasi per tahun, dan insidensi apendisitis perforasi 2,91 kasus
per 10.000 populasi per tahun. Risiko menderita apendisitis pada laki-laki tidak
berbeda secara bermakna dengan perempuan yaitu 16,33 % berbanding 16,34 %
(Oguntola, 2010).
Insidensi apendisitis dan operasi apendektomi diduga berhubungan variasi
musim (Oguntola, 2010, Lee, 2010, Jangra, 2013). Menurut sebuah penelitian
pada anak-anak di India Utara, jumlah kasus apendisitis meningkat pada musim
hujan dengan kelembaban tinggi, yaitu pada bulan Juli sampai awal September
(Jangra, 2013). Di Nigeria bagian barat daya juga dilaporkan bahwa insidensi
apendisitis lebih tinggi pada musim hujan (April – September) dengan puncak
pada bulan Juni – Agustus (Oguntola, 2010). Pada penelitian di Korea Selatan
dilaporkan bahwa puncak insidensi apendisitis dan operasi apendektomi adalah
pada musim panas (Lee, 2010). Sedangkan pada penelitian lain pada di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa insidensi apendisitis paling tinggi pada musim gugur
(OR 1,12; 95% CI: 1,04-1,21) dan musim semi (OR 1,11; 95% CI: 1,03-1,20)
(Minkes, 2013). Adanya variasi musim memungkinkan adanya peranan

Universitas Sumatera
faktor-faktor ekstrinsik yang heterogen, seperti kelembaban, alergen, radiasi sinar
matahari serta infeksi virus dan bakteri dalam etiopatogenesis apendisitis. Infeksi
virus dan bakteri menyebabkan hiperplasia jaringan limfoid sehingga terjadi
obtruksi lumen apendiks (Jangra, 2013).

2.3.3. Etiologi
Etiologi pasti apendisitis akut hingga saat ini belum diketahui. Jumlah asupan
makanan berserat, obstruksi lumen, dan faktor genetik diduga berperan dalam
proses terjadinya penyakit. Sejumlah penyakit infeksi dan parasit diketahui
melibatkan apendiks dan kadang-kadang dapat menyebabkan inflamasi apendiks
(Smallman-Raynor, 2010).
Apendisitis diawali obstruksi lumen apendiks diikuti oleh infeksi
(Lee, 2013, DynaMed, 2013). Obstruksi dapat disebabkan oleh hiperplasia limfoid
(60 %), fekalit (35 %), benda asing (4 %), tumor (1 %) (Lee, 2013).
Obstruksi juga dapat disebabkan oleh parasit Enterobius vermicularis dengan
proporsi 0,2 – 41,8 % di seluruh dunia (Maki, 2012 dan Minkes, 2013).
Pada penelitian lain dilaporkan bahwa insidensi apendisitis berhubungan
dengan infeksi mumps (95% CI 0,07 – 0,24; p < 0,001) (Smallman-Raynor, 2010).

2.3.4. Patofisiologi
Apendiks dapat terlibat dalam berbagai proses infeksi, inflamasi, atau proses
kronis yang dapat menyebabkan dilakukan apendektomi (Lee, 2013). Patofisiologi
dasar apendisitis adalah obstruksi lumen apendiks diikuti oleh infeksi (Lee, 2013
dan DynaMed, 2013). Pada 60 % pasien, obstruksi disebabkan oleh hiperplasia
folikel di submukosa. Hal ini paling sering ditemui pada anak-anak dan disebut
sebagai apendisitis katar. Pada 35 % pasien, obstruksi disebabkan oleh fekalit dan
biasanya dijumpai pada pasien dewasa (Lee, 2013).
Bersamaan dengan terjadinya obstruksi, sekresi mukus terus berlangsung
dan meningkatkan tekanan intraluminal.Kemudian terjadi pertumbuhan bakteri
yang berlebihan. Mukus di dalam lumen berubah menjadi pus dan tekanan
intraluminal terus meningkat. Hal ini menyebabkan distensi apendiks dan nyeri
viseral yang khas di daerah epigastrik atau periumbilikus karena apendiks

Universitas Sumatera
dipersarafi oleh pleksus saraf torakal sepuluh (T 10) (Minkes, 2013 dan
Saucier, 2013).
Karena tekanan intraluminal terus meningkat, terjadi obstruksi aliran
limfe, yang menyebabkan edema dinding apendiks. Stadium ini dikenal sebagai
apendisitis akut atau fokal (Minkes, 2013). Karena inflamasi semakin hebat,
terbentuk eksudat pada permukaan serosa dari apendiks. Ketika eksudat mencapai
peritoneum parietal, timbul nyeri yang lebih intens dan terlokalisasi
pada abdomen kuadran kanan bawah. Inilah yang disebut gejala klasik apendisitis
(Lee, 2013).
Peningkatan tekanan intraluminal lebih lanjut menyebabkan obstruksi
vena, yang menyebabkan edema dan iskemia apendiks. Hal ini memudahkan
invasi bakteri ke dinding apendiks yang dikenal sebagai apendisitis akut supuratif.
Akhirnya, dengan peningkatan tekanan intraluminal yang terus berlanjut, terjadi
trombosis vena dan kegagalan arteri yang menyebabkan gangren dan perforasi
(Lee, 2013).
Perforasi menyebabkan pelepasan cairan dan bakteri dari apendiks yang
inflamasi ke rongga abdomen. Selanjutnya akan terjadi inflamasi pada permukaan
peritoneum yang disebut peritonitis. Lokasi dan luas peritonitis tergantung pada
berapa banyak cairan usus yang tumpah (Minkes, 2013).
Jika tubuh berhasil menutup perforasi, nyeri akan berkurang. Walaupun
demikian, gejala tidak sepenuhnya sembuh. Pasien mungkin masih merasa nyeri
abdomen pada kuadran kanan bawah, penurunan nafsu makan, perubahan pola
defekasi (misalnya diare, konstipasi), atau demam intermiten. Jika perforasi tidak
berhasil ditutup, maka akan terjadi peritonitis difus (Lee, 2013).
Berdasarkan komplikasi, apendisitis diklasifikasikan menjadi dua jenis,
yaitu apendisitis sederhana (tidak dijumpai komplikasi gangren, perforasi atau
abses) dan apendisitis komplikata (bila dijumpai satu atau lebih komplikasi di
tersebut atas) (DynaMed, 2013).

Universitas Sumatera
2.3.5. Gambaran Klinis Apendisitis Akut pada Anak
2.3.5.1. Anamnesis
Pada permulaan apendisitis, pasien bisa tidak demam atau subfebris. Peningkatan
suhu yang lebih tinggi dihubungkan dengan apendisitis perforasi
(Lee, 2013). Berdasarkan anamnesis dapat ditemukan 2 (dua) jenis gejala
apendisitis, yaitu:
a. Gejala klasik
Gejala klasik hanya dijumpai pada 55 % kasus, yaitu jika apendiks berada di
anterior (Lee, 2013). Gejala diawali oleh nyeri perut di periumbilikus yang
memberat dalam 24 jam. Nyeri menjadi lebih tajam dan berpindah ke fosa
iliaka kanan, lalu menetap. Ditemukan juga gejala hilangnya nafsu makan,
mual, muntah, dan konstipasi (Lee, 2013 dan DynaMed, 2013). Berdasarkan
sebuah penelitian, muntah dan demam lebih sering ditemukan pada anak
dengan diagnosis apendisitis daripada penyebab lain nyeri abdomen
(Minkes, 2013).

Gambar 2.3. Lokasi nyeri klasik apendisitis akut (Zadeh, 2013)

b. Gejala atipikal
Gejala atipikal berhubungan dengan variasi letak anatomi apendiks
(Lee, 2013 dan DynaMed, 2013). Nyeri tumpul sering muncul ketika ujung
apendiks terletak di retrosekal. Jika ujung apendiks terletak di pelvis, pasien
akan mengeluhkan disuria, sering berkemih, dan nyeri di suprapubis karena
apendiks yang inflamasi mengiritasi kandung kemih. Pasien juga dapat
mengeluhkan diare atau tenesmus jika ujung apendiks yang inflamasi dekat

Universitas Sumatera
dengan rektum (Lee, 2013). Namun, jika ditanya lebih lanjut, biasanya diare
berupa buang air besar yang lunak, sedikit-sedikit, tetapi sering
(Minkes, 2013).
Sebuah penelitian yang dilakukan pada 63 pasien apendisitis usia kurang
dari 3 tahun melaporkan bahwa awalnya 57 % mengalami salah diagnosis.
Sebanyak 33 % memiliki keluhan utama diare. Sebanyak 84 % telah mengalami
perforasi dan/ atau gangren (DynaMed, 2013).
Berdasarkan penelitian cohort pada 755 anak, apendisitis pada anak-anak
dapat menunjukkan gejala atipikal. Gejala klasik hanya ditemukan pada 50 – 68 %

anak (DynaMed, 2013).

2.3.5.2. Pemeriksaan Fisik


Temuan pemeriksaan fisik pada anak-anak bisa bervariasi tergantung pada usia
anak. Iritabilitas bisa menjadi satu-satunya tanda apendisitis pada neonatus. Pada
anak yang lebih tua sering terlihat tidak nyaman atau menyendiri, lebih suka
berbaring diam karena iritasi peritoneum. Remaja sering memiliki tanda klasik
apendisitis (Minkes, 2013).
Kebanyakan anak-anak dengan apendisitis tidak demam atau subfebris
(Minkes, 2013). Pada pemeriksaan fisik umum biasanya didapati suhu 38 oC atau
lebih rendah, suhu yang berfluktuasi mungkin mengindikasikan adanya abses
apendiks (DynaMed, 2013).
Pada pemeriksaan fisik jantung dan paru dapat ditemukan takikardi dan
takipnoe karena dehidrasi atau kesakitan (Minkes, 2013 dan DynaMed, 2013).
Pemerikasaan abdomen bertujuan untuk mencari kontraksi involunter dari
muskulus rektus atau oblikus (tanda peritoneal). Pada awal apendisitis, anak
mungkin tidak menunjukkan tanda peritoneal. Sementara, anak yang lebih muda
lebih sering memiliki nyeri abdomen difus dan peritonitis, mungkin karena
omentumnya belum berkembang dengan sempurna dan tidak dapat membungkus
perforasi (Minkes, 2013).
Nyeri maksimal dapat ditemukan di titik McBurney pada abdomen
kuadran kanan bawah. Dapat teraba massa jika apendiks sudah perforasi
(Minkes, 2013 dan DynaMed, 2013).

Universitas Sumatera
Temuan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri lepas,
nyeri pada perkusi, dan tanda peritoneal. Walaupun nyeri abdomen kuadran kanan
bawah ditemukan pada 96 % pasien, ini bukan merupakan temuan spesifik.
Kadang-kadang, nyeri abdomen kuadran kiri bawah menjadi keluhan utama pada
pasien dengan situs inversus (Craig, 2013).
Pada pasien dengan apendiks yang terletak di medial, dapat ditemukan
nyeri tekan suprapubis. Pada pasien dengan apendiks yang terletak di lateral
sering ditemukan nyeri pada daerah panggul kanan. Pada pasien dengan apendiks
yang terletak di retrosekal bisa tidak ditemukan nyeri tekan sampai apendisitis
sudah lanjut atau perforasi (Minkes, 2013).
Ditemukannya tanda Rovsing (nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah
setelah dilakukan palpasi atau perkusi pada abdomen bagian kiri) menunjukkan
ada iritasi peritoneal (Minkes, 2013).
Untuk memeriksa tanda Psoas, baringkan anak miring ke kiri dan
hiperekstensikan sendi panggul kanan. Ditemukannya nyeri (respon positif)
mengindikasikan adanya massa inflamasi di atas otot psoas (apendisitis retrosekal)
(Minkes, 2013).
Untuk memeriksa tanda obturator, lakukan fleksi dan internal rotasi pada
sendi paha kanan. Ditemukannya nyeri (respon positif) menunjukkan adanya
massa inflamasi di atas daerah obturator (apendisitis pelvik) (Minkes, 2013).
Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan adanya iritasi
peritoneal antara lain dengan memerintahkan pasien sit up di tempat tidur, batuk,
atau posisi berdiri dan jongkok begantian. Akan timbul nyeri yang
mengindikasikan adanya iritasi peritoneum (Minkes, 2013).
Pada bayi laki-laki dan anak-anak kadang-kadang datang dengan keluhan
inflamasi pada hemiskrotum karena migrasi cairan atau pus dari apendiks yang
inflamasi melalui prosesus vaginalis yang patent (Craig, 2013).
Sebagai tambahan, penting untuk dilakukan pemeriksaan rektal pada setiap
pasien dengan gejala klinis yang tidak jelas, serta pemeriksaan pelvis pada
perempuan yang mengeluhkan nyeri abdomen (Craig, 2013).
Menurut Minkes (2013) Digital Rectal Examination (DRE) bermanfaat
untuk menegakkan diagnosis yang tepat, khususnya pada anak-anak dengan

Universitas Sumatera
apendisitis yang terletak di pelvis. Temuan klasik pemeriksaan ini adalah nyeri
pada bagian kanan rektum. Dapat juga untuk memastikan adanya feses yang keras
atau massa inflamasi (Minkes, 2013). Namun, menurut Craig (2013) tidak ada
bukti ilmiah bahwa DRE bermanfaat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.

2.3.6. Uji Diagnostik


Sampai saat ini belum ada satu uji diagnostik yang dapat menegakkan diagnosis
apendisitis secara akurat. Berikut ini adalah beberapa uji diagnostik apendisitis:

2.3.6.1. Pemeriksaan Darah Lengkap dengan Diftel


Jumlah leukosit meningkat pada 70 – 90 % kasus apendisitis akut.
Namun, peningkatan tersebut biasanya ringan dan baru jelas terlihat setelah lebih
dari 24 jam perjalanan penyakit atau setelah proses penyakit berlanjut.
Peningkatan neutrofil juga ditemukan yaitu lebih dari 75 % pada 78 % pasien
apendisitis akut (Craig, 2013 dan Minkes, 2013).
Jika jumlah leukosit melebihi 15.000 sel/µL, mungkin telah terjadi
apendisitis perforasi. Walaupun deminikian, sebuah penelitian menemukan bahwa
tidak ada perbedaan bermakna jumlah leukosit pada anak-anak dengan apendisitis
sederhana dengan apendisitis perforasi (Minkes, 2013).
Berdasarkan tiga penelitian, jumlah leukosit lebih dari
14.900 – 15.000 sel/µL memiliki akurasi diagnosis apendisitis yang rendah,
dengan sensitivitas 19 – 60 %, spesifisitas 44 – 85 %, positive likelihood ratio
1 – 3,7 serta negative likelihood ratio 0,48 – 1. Sementara itu, berdasarkan 4
penelitian jumlah leukosit lebih dari 10.000 – 10.100 sel/µL memiliki spesifisitas
yang rendah (29 – 76 %) tapi sensitivitas mencapai 92 %, positive likelihood ratio
1,3 – 3,4 serta negative likelihood ratio 0,11 – 0 ,26 (DynaMed, 2013).
Pada bayi, jumlah leukosit tidak bisa dijadikan patokan dan mungkin tidak
meningkat sebagaimana respon normal terhadap infeksi (Craig, 2013).
Jumlah leukosit kurang dari 10.000/mm3 dan jumlah neutrofil kurang dari
7.500/mm3 dapat mengeksklusi apendisitis pada anak (level 2 [mid level]
evidence). Jumlah leukosit kurang dari 10.000/mm3 memiliki negative likelihood
ratio 0,35 (DynaMed, 2013).

Universitas Sumatera
2.3.6.2. Pemeriksaan Urinalisis
Pemeriksaan urinalisis bermanfaat untuk mendeteksi infeksi saluran kemih dan
batu ginjal (Craig, 2013 dan Minkes, 2013). Jika ditemukan dua puluh atau lebih
leukosit per lapangan pandang besar mengindikasikan infeksi saluran kemih.
Jika ditemukan hematuria perlu dipertimbangkan kemungkinan batu ginjal, infeksi
saluran kemih, atau sindroma hemolitik uremikum (Minkes, 2013).
Walaupun demikian, iritasi kandung kemih atau ureter oleh apendiks yang
inflamasi dapat menyebabkan pyuria ringan dan hematuria ringan
(Craig, 2013 dan Minkes, 2013). Hal ini dihubungkan dengan apendisitis subsekal
atau pelvikal (DynaMed, 2013). Ketonuria mengindikasikan adanya dehidrasi dan
sering ditemukan pada apendisitis perforasi (Minkes, 2013).
Hasil urinalisis yang normal tidak memiliki nilai diagnostik pada
apendisitis (Minkes, 2013).

2.3.6.3. Pemeriksaan Pencitraan


Pemeriksaan pencitraan untuk menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak
antara lain USG apendiks dan CT scan. Karena risiko radiasi dari CT scan, USG
apendiks dengan kompresi lebih disukai sebagai pemeriksaan pencitraan pertama
apendisitis akut pada anak, yaitu dengan cara menentukan lokasi apendiks,
kemudian mengusahakan untuk menekan lumennya. Temuan positif berupa
diameter transversal lumen apendiks melebar (6 mm atau lebih) dan tidak dapat
dikompresi, timbul nyeri fokal pada titik McBurney ketika dilakukan kompresi
dengan probe USG, apendikolit, dan cairan dalam lumen apendiks. Pada pasien
dengan apendisitis perforasi, tampak gambaran flegmon atau abses di sekitar
apendiks (DynaMed, 2013 dan Minkes, 2013).

Universitas Sumatera
Gambar 2.4. Gambaran USG apendisitis akut pada anak (Minkes, 2013)

USG abdomen dapat mengidentifikasi pasien apendisitis akut anak yang


membutuhkan apendektomi maupun yang dapat terapi dengan antibiotik (level 2
[mid-level] evidence) (DynaMed, 2013).
Keputusan terapi dibuat berdasarkan derajat apendisitis, yaitu (DynaMed,
2013):
 Derajat 1 (early) dan derajat 2 (suppurative) diberikan terapi antibiotik.
 Derajat 3 (suppurative-gangrenous) dan derajat 4 (gangrenous) dilakukan
operasi apendektomi.
Hasil pemeriksaan USG yang dilakukan oleh ahli bedah dapat membantu
mengidentifikasi apendisitis dengan sensitivitas 92 % dan spesivisitas 96 %, tetapi
temuan negatif tidak cukup untuk mengeksklusikan apendisitis (DynaMed, 2013).
Menurut Jaremco (2011) pada setiap tiga anak yang diduga apendisitis
akut, satu anak positif, namun penegakan diagnosis ini tetap sulit dengan atau
tanpa pemeriksaan radiografi. Penelitian ini menunjukkan hasil USG yang tidak
konklusif secara signifikan lebih sering didapati pada usia belasan daripada anak
yang lebih muda, sedangkan angka nonvisualisasi apendiks berdasarkan usia
hanya sedikit bervariasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa USG masih sangat
akurat untuk mendiagnosis apendisitis pada anak dan bahwa CT scan seharusnya
hanya digunakan jika sangat diperlukan (Jaremco, 2011).
Penggunaan USG direkomendasikan untuk konfirmasi, tapi tidak dapat
mengeksklusi apendisitis akut pada anak-anak dan remaja (level 2 [mid-level]

Universitas Sumatera
evidence) (DynaMed, 2013 dan Craig, 2013). Untuk mengeksklusi apendisitis
akut, dianjurkan pemeriksaan CT scan (Craig, 2013).
CT scan memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang tinggi untuk
mengevaluasi dugaan suatu apendisitis akut (level 1 [likely reliable] evidence)
(DynaMed, 2013). Temuan CT scan yang mengindikasikan apendisitis adalah
penebalan apendiks atau penebalan dinding sekum. Temuan CT scan yang
mengindikasikan apendisitis perforasi adalah gambaran udara di sekitar apendiks
atau sekitar sekum, abses, flegmon, dan udara bebas yang ekstensif. CT scan
dapat membantu mengkonfirmasi dugaan appendiceal mass pada pasien anak
yang obesitas. Pada pasien dengan abses apendiks, CT scan juga dapat membantu
evakuasi abses dengan CT-guided drainage(Minkes, 2013). Namun, pada anak-
anak, gambaran apendikolit memiliki nilai diagnostik yang rendah (level 2 [mid-
level] evidence) (DynaMed, 2013).

Gambar 2.5. CT scan apendisitis akut pada anak (Minkes, 2013)


Berdasarkan systematic review, CT scan lebih sensitif daripada USG untuk
menegakkan diagnosis apendisitis akut (level 1 [likely reliable] evidence)
(DynaMed, 2013). Perbandingan USG dan CT scan tanpa kontras dipaparkan
dalam tabel 2.1.

Tabel 2.2. Perbandingan CT scan tanpa kontras dan USG apendiks dalam
menunjang diagnosis apendisitis akut pada anak (Minkes, 2013)

CT scan tanpa kontras (%) USG (%)


Sensitivitas 97 100
Spesivisitas 100 88
Akurasi 98 91

Universitas Sumatera
Kelemahan USG sebagai uji diagnostik apendisitis adalah (Bhatt, 2008):
(1) Sensitivitas sangat bergantung pada keahlian operator;
(2) Kesulitan untuk memvisualisasi apendiks yang tidak mengalami inflamasi;
(3) lebih sulit memvisualisasi apendisitis pada anak yang gemuk.
Kelemahan CT scan sebagai uji diagnosis adalah paparan terhadap radiasi.
Dilaporkan bahwa satu kali CT scan abdomen meningkatkan risiko anak tersebut
menderita kanker dan risiko tersebut semakin besar jika usia paparan semakin
muda. Menurut penelitian Brenner et al., perkiraan risiko kanker pada anak yang
dilakukan CT scan pada usia < 5 tahun adalah 0,15 – 0,23 %, usia 5 – 15 tahun
adalah 0.11 – 0,15 %, dan dewasa 1:1100 (Bhatt, 2008).

2.3.6.4. Pemeriksaan Histopatologi


Pemeriksaan Histopatologi merupakan standard baku emas diagnosis apendisitis
(DynaMed, 2013, Craig, 2013, Lee, 2013, Minkes, 2013). Pada stadium awal
apendisitis, secara makroskopis apendiks tampak edema dengan dilatasi pembuluh
darah serosa. Secara mikroskopis, tampak infiltrat neutrofil pada lapisan mukosa
dan muskularis hingga ke lumen apendiks. Selanjutnya, secara makroskopis
dinding apendiks tampak menebal, lumen berdilatasi, dan terbentuk eksudat
serous. Pada stadium ini, secara mikroskopis tampak nekrosis mukosa. Pada
stadium lanjut apendisitis, secara makroskopis tampak tanda-tanda nekrosis
mukosa hingga lapisan luar dinding apendiks dan bisa ditemukan gangren. Pada
stadium ini, secara mikroskopis tampak mikroabses multipel pada dinding
apendiks dan nekrosis berat pada semua lapisan (Craig, 2013). Pada stadium ini
terjadi perforasi apendiks. Sebuah penelitian melaporkan bahwa bagian tengah
apendiks lebih sering mengalami perforasi daripada bagian ujung apendiks
(Sitorus, 2009).
Temuan apendiks normal pada saat operasi membutuhkan pemeriksaan
histopatologi yang teliti. Kadang-kadang, apendisitis derajat 1 (early appendicitis)
baru teridentifikasi pada pemeriksaan histologi dan secara klinis dikorelasikan
dengan resolusi dari gejala-gejala sebelum operasi dilakukan (Minkes, 2013).

Universitas Sumatera
2.4. Diagnosis Banding Apendisitis Akut pada Anak
Gejala dan tanda apendisitis tidak spesifik sering ditemukan pada diagnosis lain
(Minkes, 2013). Kesalahan diagnosis apendisitis pada anak sebanyak 25 – 30 %,
dan angka kesalahan diagnosis ini berbanding terbalik dengan usia pasien.
Kesalahan diagnosis tersering adalah apendisitis didiagnosis sebagai
gastroenteritis (DynaMed, 2013).
Apendisitis jarang pada bayi. Jika ditemukan apendisitis pada bayi, maka
dugaan adanya penyakit Hirschprung juga harus dipertimbangkan (Minkes, 2013).
Berikut ini adalah beberapa diagnosis banding apendisitis akut pada anak
(Craig, 2013, DynaMed, 2013, Minkes, 2013):
 Konstipasi
 Sindroma Hemolitik Uremik
 Divertikulum Meckel
 Kista ovarium
 Gastroenteritis
 Intususepsi
 Infeksi saluran kemih dan pyelonefritis
 Pelvic Inflamatory Disease

Universitas Sumatera
DAFTAR PUSTAKA

Adelia. Prevalensi apendisitis akut pada anak di rumah sakit Immanuel Bandung
periode Januari-Desember 2011. Bandung. Skripsi, FK Universitas
Kedokteran Maranatha Bandung. 2012.
Appendicitis. In DynaMed [database online]. EBSCO Information
Services. http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&site=DynaM
ed&id=115548. Updated November 21, 2013. Accesssed November 28,
2013.
Bahar, Mehrabi M, Jangjoo, et al. Wound infection incidence in patients with
simple ang gangrenous or perforated appendicitis. Archives of Iranian
Med. 2010;13(1):13-16.
Ballester JCA, Sanchez AG, Ballester F. Epidemiology of appendectomy and
appendicitis in the Valencian community (Spain) 1998-2007. Dig Surg.
2009;26:406-412.
Bansal, Samiksha, Benever, et al. Appendicitis in children less than 5 years old:
influence of age in presentation and outcome. The Am J of Surg.
2012;204(6):1031-1035.
Bhatt M. Prospective validation of the pediatric appendicitis score in a Canadian
pediatric emergency department. Montreal. Thesis, McGill University.
2008.
Craig S. Appendicitis. Medscape
reference. http://emedicine.medscape.com/article/773895. Updated
November 25, 2013. Accessed December 2, 2013.
Dahlan MS. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan.Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika; 2011.
Deng Y, David C, Chang, et al. Seasonal and day of the weak variations of
perforated appendicitis in US children. Pediatr Surg Int. 2010;26:691-696.
Eylin. Karakteristik pasien dan diagnosis histologi pada kasus apendisitis
berdasarkan data registrasi depatremen patologi anatomi FKUI RSUPN
Cipto Mangunkusumo pada tahun 2003-2007. Jakarta. Skripsi, FK
Universitas Indonesia. 2009.
Fallon SC, Hassan SF, Larimer EL, et al. Modification of evidence-based protocol
fo advanced appendicitis in children. J of Surg Research.
2013;185(1):273-277.
Goldman RD, Carter S, Stephens D, et al. Prospective validation of pediatric
appendicitis score. J Pediatr. 2008; 153:278-282.
Goulder F and Simpson T. Pediatric appendicitis score: a retrospective analysis. J
Indian Assoc Pediatr Surg. 2008;13(4)125-127.
Groves, Leslie B, Ladd, et al. Comparing the cost and outcomes of laparoscopic
versus appendectomy for perforated appendicitis in children. The Am Surg.
2013;79(9):861-864.
Huckins, David S, Simon, et al. A novel biomarker panel to rule out acute
appendicitis in pediatric patients with abdominal pain. The Am J of Emerg
Med. 2013;31(9):1368-1375.
Humes DJ and Simpson J. Clinical presentation of acute appendicitis: clinical
signs – laboratory findings – clinical scores, alvarado score and derivate
scores. doi: 10.1007/174_2011_211.

43

Universitas Sumatera
Ivan CP. Karakteristik penderita apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan
pada tahun 2009. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/21908.
Diakses pada tanggal 27 November 2013.
James, Iyore A, Druhan, et al. The presence but not the location of an
appendicolith affects the success of interval appendectomy in children
with ruptured appendicitis. Surg Science. 2011;2(2):39-44.
Jangra, Babita, Jangra, et al. Seasonal and day of weak variations in acute
appendicitis in north Indian children. J of Indian Association of Pediatr
Surg 2013;18(1):42-43.
Jaremko, Jacob L, Crocket, et al. Incidence and significance of inconclusive
results in ultrasound for appendicitis in children and teenagers. Canadian
Association of Radiol J. 2011;62(3):197-202.
Kadhim MM. Appendectomy in pediatrics the value of peritoneal fluid smear and
its bacteriological profile. OJMM. 2012;2:147-152.
Kutasy B, Laxamandass G, Puri P.Is C-reactive protein a reliable test for
suspected appendicitis in extremely obese children? Pediatr Surg Int.
2010;26:123-125.
Lazaro ED. Swedish scientists say antibiotics could replace surgery for
appendicitis. http://www.sci-news.com/medicine/article00620.html.
Updated September 28, 2012. Accessed December 2, 2013.
Lee JH, Park, YS, Choi JS. The epidemiology of appendicitis in south Korea:
national registry data. J Epidemiol. 2010;20(2):97-105.
Lee SL. Vermiform appendix. Medscape
reference. http://emedicine.medscape.com/article/195652-overview.
Updated October 18, 2013. Accessed December 2, 2013.
Legal definition of a child: NSPCC fact sheet. NSPCC Web
site. http://www.nspcc.org.uk/Inform/research/questions/definition_of_a_c
hild. Updated July, 2013. Accesssed November 28, 2013.
Maki, Alexandra C, Combs, et al. Enterobius vermicularis: a cause of acute
appendicitis in children. The Am Surg. 2012;78(12):E523-524.
Mandeville K, Pottker T, Bulloch B, et al. Using appendicitis scores in the
pediatric emergency department. J.Ajem, 2011;29(9):927-977.
Merhi BA, Khalil M, and Daoud N. Comparison of Alvarado score evaluation and
clinical judgment in acute appendicitis. J Med Arh. 2014; 68(1):10-13.
Minkes RK. Pediatric appendicitis. Medscape
reference. http://emedicine.medscape.com/article/926795. Updated April
25, 2013. Accessed December 2, 2013.
Narsule, Chaitan, Kahle, et al. Effect of delay in presentation on rate of
perforation in children with appendicitis. The Am J of Emerg Med.
2011;29(8):890-893.
Obinna O, Adibe, Oliver J, et al. Severity of appendicitis corelates with the
pediatric appendicitis score. Pediatr Surg Int. 2011;27:655-658.
Oguntola A, Adeoti M, Oyemolade T. Appendicitis: trends in incidence, age, sex,
and seasonal variations in south-western Nigeria. Annals of African Med.
2010;9(4):213-217.

Universitas Sumatera
Pediatric appendicitis/appendectomy evidence review. The Medical University of
South Carolina Library
website. http://musc.libguides.com/evidencereviewpedsappy. Updated July
9, 2013. Accesssed November 28, 2013.
Samuel M. Pediatric appendicitis score. J of Pediatr Surg. 2002;37(6):877-881.
Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3.
Jakarta, Indonesia: Sagung Seto; 2008.
Satria RE. Keakuratan Pediatric Appendicitis Score dalam menegakkan diagnosis
apendisitis akut pada anak di RSUP Haji Adam Malik Medan. Medan.
Tesis, FK Universitas Sumatera Utara. 2015.
Saucier A, Eunice Y, Huang, et al. Prospective evaluation of a clinical pathway
for suspected appendicitis. Pediatrics. 2013;e88-e95.
Schietroma, Mario, Piccione, et al. Peritonitis from perforated appendicitis: stress
response after laparoscopic or open treatment. The Am Surg.
2012;78(5):582-590.
Schneider C, Kharbanda A and Bachur R. Evaluating appendictis scoring system
using a prospective pediatric cohort. Annals of Emergency Medicine. 2007;
49(6):778-784.
Sitorus ASN. Karakteristik letak perforasi dan usia pada pasien yang didiagnosis
menderita apendisitis perforasi di RSUPN Cipto Mangunkusumo antara
tahun 2005 hingga 2007. Jakarta. Skripsi, FK Universitas Indonesia. 2009.
Smallman-Raynor MR, Cliff AD, Ord JK. Common scute childhood infections
and appendicitis: a historical study of statistical association in 27 English
public boarding schools, 1930-1934. Epidemiol and Infection.
2010;138(8):1155-1165.
Utama HSY. Digestive surgery serie: appendicitis (sign, symptoms, etiology,
definition, diagnosis and
management). http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/04/appendici
tis-sign-symptoms-etiology.html. Updated April 11, 2012. Accessed
December 2, 2013.
Varadhan KK, Humes DJ, Neal KR, Lobo DN. Antibiotic therapy versus
appendectomy for acute appendicitis: a meta-analysis. World J Surg.
2010;34:199-209.
Victor Y, Kong, Bulajic B, et al. Acute appendicitis in a developing country.
World J Surg. 2012;36:2068-2071.
Wesson DE, Singer JI, Wiley JF. Acute appendicitis in
children. http://www.uptodate.com/contents/acute-appendicitis-in-
children-cli...Updated July 25, 2014. Accesssed August 07, 2014.
Wu H, Yang W, Wu K, et al. Diagnosing appendicitis at different time points in
children with right lower quadrant pain: comparison between pediatric
appendicitis score and the the alvarado score. World J Surg. 2012;36:216-
221.
Zadeh. Appendicitis. Zadeh Surgical Inc Web
site. http://www.zadehsurgical.com/general-surgery-servic e
encino/appendicitis. Accessed December 2, 2013.

Universitas Sumatera
Lampiran 1
Evidence Levels and Strength of Recommendations

Evidence Levels
1. Evidence obtained from > 1 randomized controlled clinical trial and/or
systematic review of randomized trials.
2. Evidence obtained from only 1 well-designed randomized clinical trial.
3. Evidence obtained from nonrandomized cohort studies with a control group
(either concurrent or historical) or a meta-analysis of such studies.
4. Evidence obtained from retrospective studies, such as case-control studies, or
meta-analysis of such studies.
5. Evidence obtained from case series withaout a control group.
6. Evidence based on the opinion of experts or committees of experts, as
indicated in guidelines or consensus conferences, or based on the opinion of
members of the guideline development working group.

Strength of Recommendations
A. Strong recommendation in favor of a particular procedure or diagnostic test;
recommendation is supported by good-quality scientific evidence, although
not necessarily type 1 or 2.
B. It is doubtful that the particular procedure or intervention should always be
recommended, but it should always be carefully taken into consideration.
C. It is uncertain whether the procedure or intervention should or should not be
recommended.
D. The procedure or intervention is not recommended.
E. The procedure or intervention is strongly discouraged.

Universitas Sumatera
Lampiran 2
Susunan Peneliti

Peneliti
Nama Lengkap : Dr. Radhitya Eko Satria
Pangkat/ Gol./ NIP :-
Jabatan Fungsional : PPDS Departemen Ilmu Bedah
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I
Nama Lengkap : Dr. Erjan Fikri, MKed. (Surg.), Sp.B,
SpBA Pangkat/ Gol./ NIP : Pembina/ IV a / 19630127 198911 1
001 Jabatan Fungsional : Staf Departemen Ilmu Bedah FK USU
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Anak

Pembimbing II
Nama Lengkap : DR.Dr. Iqbal Pahlevi Nasution, Sp.BA
Pangkat/ Gol./ NIP : Penata Muda/ III b / 19730721 200912 1 001
Jabatan Fungsional : Staf Departemen Ilmu Bedah FK USU
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Anak

Universitas Sumatera
Konsultan Metodologi Penelitian
Nama Lengkap : Prof.Dr. H. Aznan Lelo, Ph.D, Sp.FK
Pangkaat/ Gol./NIP : Pembina Utama/ IV e/ 19511202 197902 1 001
Jabatan Fungsional : Kepala Departemen Farmakologi
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Bidang Keahlian : Farmakologi Klinik

Konsultan Patologi Anatomi


Nama Lengkap : Dr. Jamaluddin, Sp.PA
Pangkaat/ Gol./NIP : Pembina Utama Muda/ IV c/ 19610512 198612 1 001
Jabatan Fungsional : Kepala Departemen Patologi Anatomi
Institusi : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Bidang Keahlian : Patologi Anatomi

Universitas Sumatera
Lampiran 3
Anggaran Penelitian

No. Uraian Jumlah


1 Honorarium Rp 1.800.000,-
2 Print literatur, pembuatan proposal penelitian, Rp 1.500.000,-
dan pembuatan laporan penelitian
3 Fotokopi kuesioner, lembar penjelasan, dan Rp 30.000,-
persetujuan subjek penelitian (3 lembar x 200
x 50 rangkap)
4 Penggandaan proposal dan laporan penelitian Rp 2.500.000,-
Total Rp 5.830.000,-

Universitas Sumatera
Lampiran 4
Jadwal Penelitian

Tahun 2015 Tahun 2016


Bulan Bulan
6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
Pencarian literatur
Pembuatan proposal
Penelitian
Pelaksanaan penelitian
Penyusunan hasil
Penelitian
Publikasi hasil penelitian

Universitas Sumatera
Lampiran 5

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Bapak/ Ibu yang terhormat, saya dr. Radhitya Eko Satria, peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saat ini
melakukan penelitian untuk Tesis saya yang berjudul : Analisis Multivariat Pediatric
Appendicitis Score dan Variabel Lain dalam Menunjang Diagnosis
Apendisitis Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
Dalam penelitian ini, keluarga Bapak/ Ibu yang diduga menderita appendisitis
akut akan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratoroium darah
rutin, urin rutin, dan foto toraks sebelum dilakukan tindakan operasi usus buntu. Jaringan
usus buntu tersebut akan diperiksakan ke laboratorium patologi anatomi untuk
memastikan diagnosis apendisitis akut.
Adapun tujuan dari penelitian saya ini adalah untuk mengetahui keakuratan
Pediatric Appendicitis Score yang dihitung berdasarkan hasil wawancara, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium darah rutin dalam mendiagnosis appendisitis akut
pada anak. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian saya ini adalah pasien dapat
dideteksi secara cepat dan tepat kecurigaan apendisitis akut pada anak, terhindar dari
pemeriksaan penunjang yang berlebihan dalam menegakkan apendisitis akut, serta
meminimalkan kemungkinan tindakan operasi apendektomi yang seharusnya tidak
diperlukan pada apendiks normal, sehingga mengurangi morbiditas, biaya pengobatan,
dan appendektomi negatif pada pasien anak dengan kecurigaan appendisitis akut.
Karena penelitian ini mengambil sampel pasien-pasien yang memang harus
dilakukan pemeriksaan tersebut bila diindikasikan, maka biaya pemeriksaan darah rutin,
urin rutin, foto toraks, dan histopatologi ditanggung oleh Pemerintah/ RSUP H.Adam
Malik Medan bila Bapak/ Ibu merupakan peserta BPJS dan Askes. Namun, bila peserta
umum atau pribadi, biaya pemeriksaan tersebut akan ditanggung oleh Bapak/ Ibu.
Pada penelitian ini identitas subjek disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota
peneliti dan anggota komisi etik yang bisa melihat data subjek yang diteliti. Kerahasiaan
data subjek akan dijamin sepenuhnya. Partisipasi subjek dalam penelitian ini bersifat
sukarela, tanpa paksaan pihak manapun.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/ Ibu atas
kesediaannya untuk dilakukan pemeriksaan ini. Bila ada keluhan setelah dilakukan
pemeriksaan, maka dapat menghubungi saya, Nama : dr. Radhitya Eko Satria, nomor HP:
08126006259, Alamat: Komplek Puri Zahara no.C-45 Medan. Peneliti akan bertanggung
jawab dan membantu mengatasi keluhan tersebut. Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan
terima kasih.

Hormat saya,
Peneliti

Dr. Radhitya Eko Satria

Universitas Sumatera
Lampiran 6
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : ………………………..……
Umur : ……… tahun L/P
Alamat :…..........…………………………………….............................................
Hubungan kerabat dengan pasien : Ibu/ Bapak/ Wali
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, urin rutin, foto
toraks, serta pemeriksaan histopatologi jaringan appendiks (bila dilakukan operasi usus
buntu) terhadap pasien:
Nama : ...............................................
Umur : ..............tahun L/P
Alamat :………..……………………………………….........................................
yang tujuandan manfaat pemeriksaan tersebut, serta risiko yang dapat ditimbulkannya
telah dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa
paksaan.

Medan,............................2016
Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. .......................................... ………………………..................…...

Universitas Sumatera
Lampiran 7
Formulir Penelitian
No.Register Penelitian:.....................
Pediatric Apendisitis Scoring System
Indikator Diagnostik Nilai Skor

Nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat 2

Penurunan nafsu makan 1


Peningkatan suhu tubuh> 38,0 oC(.......................oC) 1
Mual/ muntah 1
Nyeri perut kuadran kanan bawah 2
Leukositosis > 10.000/mm3 (..................../mm3) 1
Neutrofilia> 7.500 sel/mikroL(.........................%) 1
Migrasi nyeri 1
Total ..........

Keterangan Subjek Penelitian


Nomor Rekam Medis :...........................
Nama :.............................................................................................
Tgl.Lahir/Usia :.............................................................................................
Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
Alamat :............................................................................................
.............................................................................................
No.Telp./HP :...........................................................................................
Apendektomi : Tidak / Ya: Laporan operasi: ..........................................
............................................................................................
Hasil Histopatologi* :...........................................................................................
jaringan apendiks ............................................................................................
............................................................................................
Hasil urinalisis :...........................................................................................
............................................................................................
Hasil foto toraks :...........................................................................................
............................................................................................
Keadaan saat keluar RS: PBJ / Exitus
Lampiran 8

Universitas Sumatera
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : dr. Radhitya Eko Satria


2. Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 5 Oktober 1982
3. Pangkat / Golongan :-
4. Jabatan : PPDS Departemen Ilmu Bedah
5. Alamat : Komplek Puri Zahara no. 45 Medan
Jl. Rinte Raya Kota Medan
6. Pendidikan :
a. SD : 1988-1994, SD Harapan 2 Medan
b. SLTP : 1994-1997, SLTP Harapan 1 Medan
c. SLTA : 1997-2000, SMA Negeri 1 Medan
d. S1 : 2000-2007, Fakultas Kedokteran UISU Medan
e. S2 : Januari 2009 s/d sekarang, Fakultas Kedokteran USU Medan
7. Pelatihan / Kursus :
a. Tahun 2008: Kursus ATLS diselenggarakan oleh Departemen Ilmu Bedah
FK USU di Medan, ACLS diselenggarakan oleh Departemen Kardiologi
FK USU di Medan.
b. Tahun 2009: Kursus BSS I, Wound and Stoma Care, TNT, Perioperative
Carediselenggarakan Kolegium Ilmu Bedah Indonesia, BITDEC di Bali.
c. Tahun 2012: Kursus BSS II diselenggarakan oleh Kolegium Ilmu Bedah
Indonesia, BITDEC di Bali.
d. Tahun 2013: Kursus DSTC & ACS diselenggarakan oleh Kolegium Ilmu
Bedah Indonesia di Jakarta, serta Program Pengembangan Pendidikan
Keprofesian Berkelanjutan Ultrasonografi pada Trauma Abdomen dan
Trauma Toraks diselenggarakan Kolegium Ilmu Bedah Indonesia di
Jakarta.
e. Tahun 2014: Kursus Endoskopi diselenggarakan oleh Kolegium Ilmu
Bedah Indonesia di Bali.

Medan, Mei 2016

dr. Radhitya Eko Satria

Universitas Sumatera

Anda mungkin juga menyukai