2017
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4895
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
KARAKTERISTIK PENDERITA TUMOR OTAK
METASTASIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2014 – 2016
SKRIPSI
Oleh:
IVANA GARCIA S.
140100141
SKRIPSI
Oleh:
IVANA GARCIA S.
140100141
i
Universitas Sumatera Utara
iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Karakteristik Penderita Tumor Otak Metastasis di RSUP H.
Adam Malik Tahun 2014-2016” yang merupakan salah satu syarat kelulusan
pendidikan sarjana kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat pengarahan dan
bimbingan serta masukan yang banyak dari berbagai pihak. Penulisan skripsi ini
tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis
ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S selaku dosen pembimbing yang
telah meluangkan waktu dan kesabaran untuk mendukung, membimbing,
dan mengarahkan penulis dari awal penyusunan proposal sampai
pembuatan hasil penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Dr. dr. Masitha Dewi Sari, M.Ked(Oph), Sp.M(K) selaku ketua penguji dan
dr. Dewi Saputri, MKT selaku anggota penguji yang memberikan banyak
masukan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini
4. dr. Supriatmo, M.Ked(Ped), Sp.A(K) selaku dosen penasehat akademik
penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
5. Kepada kedua orang tua penulis, dr. Rezeki Sembiring, Sp.BS dan Ir.
Debora Munthe yang telah mengasuh, membesarkan, mendidik, dan
memberikan do’a, dukungan moril atau materil serta motivasi yang paling
besar sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
6. Kepada adik kandung tercinta Monica Kezia yang selalu memberikan
dukungan dan memberi semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi
ini.
7. Rekan satu tim bimbingan penelitian Maghfira Aulia yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran, saran, kritik, dan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Rekan-rekan senior khususnya Sugama Ginting, S.Ked., Zuriel Natan,
S.Ked., dan Glory Tarigan, S.Ked. yang telah membantu dalam
membimbing penulis serta memberikan dukungan dan saran dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis yaitu Christine Pamphila, Fathy
Azwar, Cut Zia Firdina, Ashila Pritta, Anisafitri Siregar, Nisrina Sari,
Namira Friliandita, Namira Ayu Natasya, Atikah Zahra, Halisyah Hasyim,
Atika Dalila, Ghumaisya Safira, Destrie Cindy, Hilda Filia, Derissa
Khairina, Nisa Nurjannah, Haryodi Sarmana, Denny Japardi, dan Satria
Nugraha.
iv
Universitas Sumatera Utara
10. Seluruh teman-teman penulis khususnya Stambuk 2014 yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan dan bantuannya selama
mengikuti pendidikan.
11. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari
mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
12. Seluruh pihak RSUP Haji Adam Malik yang banyak membantu dalam
proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah
ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, 2017
Penulis,
Ivana Garcia S.
140100141
iv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................... i
Halaman Pengesahan .............................................................................. ii
Kata Pengantar ........................................................................................ iii
Daftar Isi.................................................................................................. v
Daftar Gambar......................................................................................... vii
Daftar Tabel ............................................................................................ viii
Daftar Singkatan...................................................................................... ix
Daftar Lampiran ...................................................................................... x
Abstrak .................................................................................................... xi
Abstract ................................................................................................... xii
v
Universitas Sumatera Utara
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................. 26
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................... 27
3.5 Metode Analisa Data ............................................................. 27
3.6 Definisi Operasional.............................................................. 27
LAMPIRAN ........................................................................................... 41
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
x
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar Belakang. Tumor otak metastasis merupakan permasalahan yang paling umum dalam
bidang neuro-onkologi. Insidensi tumor otak terus mengalami peningkatan setiap tahunnya,
dimana jumlah dari tumor otak metastasis dapat mencapai 4 kali melebihi jumlah tumor otak
primer. Tumor otak metastasis juga merupakan tumor otak yang paling sering dijumpai.
Diperkirakan terdapat 98.000 – 170.000 kasus baru tumor otak metastais setiap tahunnya.
Sumber metastasis utama adalah kanker paru, namun terdapat sekitar 15% dari kasus yang tidak
diketahui sumber primernya. Penyebaran dari sel tumor biasanya secara hematogen, melalui
sirkulasi arteri. Metastasis sering didapati pada daerah dibawah grey – white matter junction.
Sekitar 85% metastasis berada pada hemisfer serebri. Tumor otak metastasis dapat menimbulkan
gejala klinis, namun dapat juga bersifat asimtomatis. Tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik penderita tumor otak metastasis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2014-2016. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan
pengamatan secara retrospektif. Pengumpulan sampel menggunakan metode total sampling. Data
yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder. Hasil. Pada penelitian terhadap 95
subjek, ditemukan rerata usia penderita 53,72, proporsi terbanyak merupakan laki-laki 55,8%,
kelompok pekerjaan petani pada laki-laki 22,1% ibu rumah tangga pada perempuan 24,2%,
sumber metastasis paru 35,8%, gejala nyeri kepala 69,5%, tidak mendapat tatalaksana spesifik
58,9%, terapi medikamentosa analgetik 81,1%. Kesimpulan. Terdapat perbedaan karakteristik
pada penderita tumor otak metastasis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Kata kunci: tumor otak, metastasis otak, metastasis intrakranial, tumor otak sekunder
xi
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Foreword. Metastatic brain tumors are the most common problem in neuro-oncology. The
incidence of brain tumors appears to increase every year, as the incidence of metastatic brain
tumors outnumber the primary brain tumors 4 times. Metastatic brain tumors are also the most
common brain tumors. It is estimated around 98.000 – 170.000 new cases of metastatic brain
tumors per year. Its most common primary site is lung cancer, but apparently around 15% of the
cases has unknown primary site. Dissemination of tumor cells occur through hematogenous
spread, the arterial circulation. Brain metastasis mostly found under the grey-white matter
junction. Approximately 85% of brain metastasis are located in the cerebral hemisphere. Most
metastatic brain tumors cause several clinical symptoms, but some may found asymptomatic.
Objective. The purpose of this study is to identify patient’s characteristics with metastatic brain
tumors in RSUP H. Adam Malik Medan in 2014-2016. Method. This was a descriptive
observational study with retrospective design. This study used a total sampling method. The data
used in this study is secondary data. Results. The research on 95 subjects showed the average age
of metastatic brain tumor patients was 53,72 years old, with mainly men 55,8%, 22,1% was in the
occupation group of farmer for men and 24,2% in the occupation group of housewives for women,
the main primer site was lung 35,8%, with headache as main symptom 69,5%, no specific
treatment was given for 58,9% patients, and 81,1% was given analgesic as pharmacological
therapy. Conclusion. There were differences in the characteristics of metastatic brain tumor
patients in Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Keyword: brain tumor, brain metastases, intracranial metastases, secondary brain tumor
xii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor berasal dari bahasa Latin, yang artinya “bengkak”. Namun tidak semua
pembengkakan merupakan tumor. Dalam perkembangannya, tumor didefinisikan
sebagai suatu populasi dari sel-sel abnormal yang ditandai oleh lama pertumbuhan
yang tidak terbatas dan kemampuannya untuk bertumbuh dari minimal 3
kompartemen jaringan berbeda: kompartemen asli, jaringan mesenkim dari lokasi
primer (invasi tumor), dan jaringan mesenkim jauh (metastasis tumor) (Connolly
et al., 2003).
Tumor pada otak dapat berupa tumor primer ataupun metastasis. Sifat dari
tumor tersebut berupa jinak atau ganas. Tumor otak primer merupakan massa
yang terdiri dari sel-sel yang tidak dibutuhkan, yang kemudian berkembang di
dalam otak. Tumor tersebut tumbuh langsung dari jaringan intrakranial, baik dari
otak itu sendiri, central nervous system, maupun selaput pembungkus otak
(selaput meningen) (American Brain Tumor Association, 2015). Sedangkan tumor
otak metastasis merupakan sel kanker yang pada awalnya bertumbuh di bagian
lain pada tubuh lalu menyebar dan bermetastasis ke otak. Contohnya, kanker paru,
payudara, kolon, dan kulit (melanoma) sering menyebar ke otak melalui aliran
darah. Tumor otak metastasis yang bersifat ganas dapat disebut sebagai kanker
otak (American Brain Tumor Association, 2010).
Angka kejadian tumor otak terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010
terdapat kira-kira 62.930 kasus baru tumor otak primer dan pada tahun 2015
meningkat hingga 69.720 kasus baru (Central Brain Tumor Registry of United
States, 2010; Strong et al., 2015). Tumor otak metastasis jumlahnya mencapai
empat kali melebihi tumor otak primer. Terdapat 98.000-170.000 kasus baru
tumor otak metastasis per tahunnya. Sebanyak 15% dari pasien tersebut tidak
diketahui lokasi tumor primernya (Komite Penanggulangan Kanker Nasional,
2017). Berdasarkan data National Cancer Institute pada tahun 2000, pada
1
Universitas Sumatera Utara
2
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis. Rata-rata berat otak
orang dewasa 1400 gr atau sekitar 2% dari seluruh berat badan. Otak terdiri dari
3 struktur utama: serebrum, batang otak, dan serebelum. Otak dilapisi oleh tiga
selaput yang dikenal sebagai selaput otak (meningens). Susunan dari otak ke arah
luar meningens adalah piameter, arachnoid, dan durameter. Arteri dan vena utama
yang mendarahi otak berhubungan dengan selaput otak (Rughani, 2015; Noback
dan Robert, 1981).
1. Serebrum
Serebrum atau forebrain merupakan bagian terbesar dari otak manusia dan
terletak pada bagian konkaf yang dibentuk oleh tengkorak. Serebrum terdiri
dari diensefalon dan telensefalon. Diensefalon terdiri dari third ventricle,
talamus, korpus mamilare, hipotalamus, kiasma optikum, dan tubersinereum
(Greenstein dan Greenstein, 2000).
Telensefalon terdiri dari hemisfer-hemisfer serebri yang tersusun secara
bilateral dan simetris, dipisahkan oleh fisura sagitalis dan dihubungkan oleh
serabut-serabut dari korpus kalosum. Hemisfer serebri terdiri dari ventrikel
lateral, white matter, dan gray matter (ganglion basalis dan korteks)
(Greenstein dan Greenstein, 2000).
Serebrum terbagi menjadi beberapa lobus, yaitu lobus frontalis,
temporalis, parietalis, oksipitalis, dan limbik. Lobus frontalis dan lobus
temporalis dipisahkan oleh sulkus lateralis (Sylvian fissure). Lobus frontalis
dan lobus parietalis dipisahkan oleh sulkus sentralis (Rolandic fissure)
sedangkan lobus parietalis dan lobus osipitalis dipisahkan oleh sulkus parieto-
occciptal (Rughani, 2015). Gambaran dari hemisfer serebri beserta lobus dan
area-area nya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
4
Universitas Sumatera Utara
5
3. Batang Otak
Batang otak terdiri dari motorik oblongata (mielensefalon), pons
(metensefalon), dan otak tengah (mesensefalon). Medula oblongata terletak
di bagian pertengahan bawah dari batang otak. Memiliki jaras motorik
yang disebut sebagai traktus piramidalis. Terdapat juga traktus
spinotalamikus lateral yang menerima impuls nyeri dan suhu, serta traktus
Suplai darah (arteri) ke otak berasal dari 2 pasang arteri, yaitu sepasang a.
karotis interna dan sepasang a. vertebralis. Arteri karotis interna masuk ke
tengkorak melalui tulang petrosal di kanal karotis, melewati sinus kavernosus
membentuk a. optalmikus. Terdapat juga a. komunikan posterior yang
bercabang menjadi a. serebral media dan a. serebral anterior. Arteri serebral
media menyuplai darah ke hemisfer, sedangkan a. serebral anterior
memvaskularisasi bagian anterior dan bagian tengah atas dari hemisfer
medial ke precuneus. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen
magnum, yang kemudian bergabung dengan a. basilar pada bagian ventral
dari medula oblongata. Arteri ini kemudian bercabang menjadi a. serebral
posterior kanan dan kiri, yang menyuplai darah ke bagian posterior, medial,
dan basal dari hemisfer serebri. Arteri vertebrobasilar juga menyuplai darah
ke batang otak dan serebelum. Sistem arteri ini dikenal sebagai sirkulus
Willis (circle of Willis), menghubungkan a. serebral anterior dan media dari
kedua sisi dengan sistem arteri vertebra-basilar. Sirkulus Willis terletak di
bagian dasar dari otak dan mengelilingi infundibulum dan kiasma optik.
Terdapat juga a. komunikan anterior yang menghubungkan a. serebral
Tumor otak primer merupakan tumor otak yang berasal dari jaringan pada
otak. Pada umumnya, tumor otak primer tidak akan menyebar dari otak ke bagian
tubuh lain. Namun, terdapat juga beberapa pengecualian. Tumor otak primer
diklasifikasikan kedalam 2 kelompok, yaitu tumor glial (glioma) dan tumor non-
glial. Tumor glial merupakan tumor yang berasal dari sel glial (neuroglial),
sedangkan tumor non-glial berasal dari struktur lain didalam otak, seperti saraf,
pembuluh darah, dan kelenjar (Brownstein an Stevenson, 2007).
2.2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi dari tumor ini masih kurang dipahami karena sedikitnya data
yang tercatat mengenai insidensi dan prevalensinya di seluruh dunia. Berdasarkan
data tahun 2009-2013, insidensi tumor otak primer ganas dan tidak ganas adalah
sebanyak 368.117 kasus dengan insidensi rata-rata 22,36 kasus per 100.000.
Insidensi pada perempuan sebanyak 213.301 kasus dan pada laki-laki 154.816
kasus. Insidensi rata-rata juga lebih tinggi pada negara maju dibandingkan negara
berkembang. Pada tahun 2017 diperkirakan terdapat 79.270 kasus baru dari tumor
otak primer akan didiagnosa di Amerika Serikat (Ostrom et al., 2016).
1. Faktor Lingkungan
Paparan terhadap radiasi ion dengan dosis tinggi dapat meningkatkan
risiko terjadinya tumor otak. Radiasi ion merupakan gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi tinggi, contohnya x-rays atau gamma rays.
Terdapat juga beberapa penelitian mengenai hubungan antara penggunaan
telefon seluler dengan terjadinya tumor otak, dimana risikonya akan
Gejala dan tanda fokal dari tumor otak bergantung pada beberapa faktor.
Faktor yang paling utama merupakan letak dan kecepatan pertumbuhan tumor,
ukuran lesi, apakah terjadi infiltrasi atau menyebabkan perubahan letak struktur
saraf, dan juga ada tidaknya keadaan patologis seperti edema, perdarahan,
gangguan vaskular, dan obstruksi cairan serebrospinal (Alentorn et al., 2016).
Gejala dan tanda secara umum terdiri dari:
1. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan tanda awal dari adanya tumor otak, namun bukan
merupakan keluhan dasar dari pasien yang didiagnosis tumor otak. Sakit
kepala pada penderita tumor otak biasanya timbul saat bangun tidur disertai
dengan pandangan kabur dan mual muntah. Durasi sakit kepala biasanya
beberapa jam. Sakit kepala dapat berupa sakit kepala progresif, tension-type
headache, ataupun tidak dapat diklasifikasikan apabila tumor bersifat ganas
(Alentorn et al., 2016).
2.2.1.5 Diagnosis
Diagnosis dari tumor otak primer ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan
radiologis, dan histopatologi. Gejala klinis dapat berupa gejala umum dan gejala
fokal. Gejala klinis biasanya disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan
intrakranial, sedangkan gejala fokal (perubahan perilaku, kelemahan unilateral)
biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan ataupun penekanan pada daerah
tertentu pada otak (Perkins dan Liu, 2016).
Jika dicurigai tumor otak, diagnosis pasti bergantung pada pemeriksaan
radiologis dan histopatologi. Pemeriksaan radiologis yang digunakan adalah
Gadolinium-enhanced magnetic resonance imaging (MRI) dan head and spine
computed tomography (CT). Apabila MRI tidak dapat dilakukan karena terdapat
kontraindikasi, CT juga dapat digunakan walaupun resolusinya tidak setinggi MRI
dan tidak dapat langsung menentukan lokasi lesi yang terdapat di fosa posterior
dan tulang belakang (Perkins dan Liu, 2016).
2.2.1.6 Tatalaksana
1. Operasi
Tatalaksana yang dianjurkan pada tumor otak primer adalah operasi
pengangkatan tumor secara aman yang kemudian diikuti dengan radioterapi
ataupun kemoterapi. Reseksi dari tumor bergantung pada lokasi tumor, status
performans pasien, dan usia pasien. Keuntungan dari reseksi berupa
penurunan efek dari adanya massa, perbaikan diagnosis, dan meningkatkan
angka bertahan hidup (Perkins dan Liu, 2016).
2. Radioterapi
Radioterapi dapat digunakan sebagai tatalaksana primer, ataupun
tatalaksana sekunder setelah operasi reseksi tumor. Standard fractioned
external beam radiotherapy merupakan radioterapi yang paling sering
digunakan. Selain itu terdapat juga brachytherapy, fractioned stereotactic
therapy, dan stereotactic radiosurgery. Hypofractionradiotherapy dianjurkan
pada pasien immunocompromised (Perkins dan Liu, 2016).
3. Kemoterapi
Kombinasi kemoterapi dengan radiasi dapat meningkatkan angka bertahan
hidup pada beberapa kasus. Contohnya pada pasien anak dengan tumor otak
high-grade gliomas, pemberian carmustine wafers (gliadel) ataupun
temozolomide (temodar) paska operasi meningkatkan angka bertahan hidup
(Perkins dan Liu, 2016).
4. Tatalaksana Peri- dan Post-Operative
Setelah kraniotomi, pasien harus dievaluasi ketat untuk komplikasi pada
masa perioperative (21 hari pertama paska operasi). Komplikasi umum berupa
deep venous thrombosis (DVT), infeksi luka, emboli pulmonal, perdarahan
intrakranial, infeksi sistemik, kejang, depresi, perburukan status neurologis,
dan efek samping obat. Untuk membantu prognosis dan perencanaan
tatalaksana, pengulangan MRI dengan/atau tanpa kontras harus dilakukan
dalam 3 hari sebelum operasi untuk mengetahui sejauh mana reseksi perlu
dilakukan (Perkins dan Liu, 2016).
Pemberian glukokortikoid paska operasi dapat membantu menurunkan
edema vasogenik dan mencegah edema paska operasi atupun edema karena
radiasi. Pasien harus dimonitor terhadap efek dari penggunaan glukokortikoid
jangka panjang. Glukokortikoid harus diturunkan dosisnya secara perlahan
setelah seminggu pertama untuk meminimalisasikan efek samping (Perkins
dan Liu, 2016).
Pasien juga harus mendapat terapi profilaksis sebelum operasi dan
dilanjutkan minimal 7-10 hari setelah operasi. Pemberian profilaksis berupa
antikonvulsan tidak dianjurkan pada masa post-operative karena sekitar 30%
dari pasien reseksi tumor otak akan mengalami kejang. Pemberian
antikonvulsan dikurangi secara perlahan dan dihentikan setelah kondisi pasien
stabil secara medis dan mengalami efek samping antikonvulsan (Perkins dan
Liu, 2016).
Defisit kognitif sering terjadi pada masa post-treatment. Kondisi tersebut
dapat diperbaiki dengan program rehabilitasi kognitif, pelatihan kemampuan
untuk memori, fokus, dan fungsi luhur. Gangguan emosi
2.2.1.7 Prognosis
Angka harapan hidup 5 tahun untuk tumor otak primer adalah 33,4%. Untuk
beberapa jenis tumor spesifik, angka harapan hidup 5 tahunnya berbeda-beda.
Untuk pilocytic astrocytoma 100%, 58% untuk low-grade astrocytoma, 11%
untuk anaplastic astrocytoma dan 1,2% untuk glioblastoma (Perkins dan Liu,
2016).
Faktor prognosis yang baik pada Iow-grade gliomas berupa usia < 40 tahun,
tumor dengan diameter terbesarnya < 6 cm, tumor yang tidak melewati garis
tengah otak, dan tidak terdapatnya defisit neurologis sebelum operasi. Faktor
prognosis yang baik pada high-grade gliomas adalah kelas tumor yang lebih
rendah, usia yang lebih muda, status fungsional yang baik, luas reseksi yang lebih
besar, dan hipermetilasi dari gen promotor O6-methylguanine-DNA
methyltransferase (MGMT) (Perkins dan Liu, 2016).
2.2.2.1 Definisi
Tumor otak sekunder (tumor otak metastasis) merupakan tumor yang berasal
dari sel-sel kanker di organ tubuh lain yang menyebar sampai ke otak. Tumor otak
metastasis merupakan lesi yang paling umum di otak (Tse, 2016).
2.2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi pasti dari tumor otak metastasis dapat jauh lebih banyak daripada
jumlah kasus yang dilaporkan karena tumor otak metastasis dapat bersifat
asimtomatis sehingga bisa tidak terdeteksi. Tumor otak metastasis yang memiliki
gejala juga dapat tidak dilaporkan pada pasien dengan penyakit metastasis yang
luas. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 21.000 - 43.000 pasien yang didiagnosis
tumor otak metastasis, sedangkan pada 2015 terdapat 22.850 pasien yang
didiagnosis tumor otak metastasis. Prevalensi yang tinggi pada lesi tidak
terdeteksi ditemukan pada autopsi (Owonikoko et al., 2014; Shonka et al., 2015).
Tumor otak metastasis berasal dari keganasan di organ tubuh lain. Keganasan
yang paling sering berasal dari paru-paru (39%-56%), lalu diikuti dengan
payudara (13%-30%), melanoma (6%-11%), kolon (3%-8%), ginjal (2%-6%), dan
sumber primer yang tidak diketahui (2%-14%). Sedangkan pada anak, terutama
usia <15 tahun, sumber metastasis utama merupakan leukemia, kemudian diikuti
dengan limfoma, sarkoma osteogenik, dan rhabdomiosarkoma. Pada perempuan
sumber metastasis utama merupakan keganasan payudara, sedangkan pada laki-
laki merupakan keganasan paru. Tumor otak metastasis memiliki insidensi yang
tinggi pada rentang usia 50-70 tahun (Strong et al., 2015).
Gejala dari tumor otak metastasis sama dengan yang terdapat pada tumor otak
primer. Tanda dan gejala yang ditimbulkan berhubungan dengan lokasi dari tumor
metastasis tersebut. Gejala yang paling umum adalah nyeri kepala dan kejang
(Perkins dan Liu, 2016).
Nyeri kepala biasanya disebabkan oleh adanya tumor sehingga mengakibatkan
edema pada otak. Edema tersebut berasal dari cairan yang keluar melalui
pembuluh darah yang digunakan oleh sel tumor untuk bermetastasis. Nyeri juga
bisa disebabkan karena adanya penekanan pada otak akibat dari pertumbuhan
tumor (Alentorn et al., 2016).
Kejang merupakan episode singkat dari aktivitas listrik yang abnormal.
Gangguan listrik ini bisa disebabkan oleh adanya tumor, operasi ataupun
perdarahan pada otak. Aktivitas listrik yang abnormal dapat menetap pada area
tertentu di otak, dapat juga menyebar ke bagian otak lain. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya kejang fokal atau kejang umum (Alentorn et al., 2016).
Beberapa dari tanda neurologis yang timbul berdasarkan lokasi dari tumornya
terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Gejala klinis berdasarkan letak lesi (Perkins dan Liu, 2016).
Lokasi Tanda Neurologis
Lobus Frontalis Demensia, perubahan kepribadian, gangguan cara berjalan,
kejang umum atau fokal, afasia ekspresif
Lobus Parietalis Afasia reseptif, kehilangan sensorik, hemianopia, disorientasi
spasial
Lobus Temporal Kejang umum atau kompleks sebagian, kuadrantanopia,
perubahan tingkah laku
Lobus Oksipital Hemianopia kontralateral
Talamus Kehilangan sensorik pada sisi kontralateral, perubahan tingkah
laku, gangguan bahasa
Serebelum Ataksia, dismetria, nistagmus
Batang Otak Disfungsi saraf kranial, ataksia, abnormalitas papil,
nystagmus, hemiparese, disfungsi saraf otonom
Sedangkan untuk tanda dan gejala beserta insidensinya pada tumor otak
metastasis terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Persentasi terjadinya tanda dan gejala (DeAngelis dan Posner, 2003).
Tanda dan Gejala % pada Pasien
Nyeri kepala 24
Hemiparese 20
Gangguan kognitif dan tingkah laku 14
Kejang (fokal atau umum) 12
Ataksia 7
Asimtomatis 7
Lain-lain 16
Untuk mencapai otak, sel kanker yang terdapat di tempat lain harus
menemukan sumber perdarahannya sendiri, menginvasi jaringan lokal, dan
memasuki sirkulasi, baik dengan cara menginvasi venula ataupun jaringan
limfatik yang pada akhirnya juga akan mencapai sirkulasi vena. Karena sel
tersebut memasuki sirkulasi vena, yang terdapat di bagian jantung kanan, maka
bed kapiler pertama yang dicapai oleh sel tersebut terdapat di paru. Banyak pasien
dengan metastasis otak memiliki tumor primer di paru ataupun metastasis dari
paru pada saat lesi di otak mulai menimbulkan gejala (simtomatis). Penyebaran ke
otak juga dapat terjadi melalui sistem vena vertebral (Batson’s plexus) apabila
metastasis tidak berasal dari paru (DeAngelis dan Posner, 2003).
Sedangkan untuk mencapai sirkulasi arteri, tumor harus:
1. Bertumbuh di paru dan menyebar melalui sirkulasi vena
2. Melewati bed kapiler paru untuk memasuki bagian kiri jantung
3. Melewati patent foramen ovale untuk langsung memasuki bagian kiri
jantung
Terdapat 2 faktor yang meningkatkan metastasis intrakranial. Yang pertama
adalah keadaan dimana saat istirahat 15%-20% dari cardiac output menyuplai
darah ke sistem saraf pusat sehingga meningkatkan kemungkinan untuk sel tumor
yang masuk ke sirkulasi mencapai otak. Faktor yang kedua adalah otak
merupakan tempat yang baik bagi beberapa sel tumor untuk menetap dan
bertumbuh. Hal ini yang menyebabkan kemungkinan metastasis otak bervariasi
bergantung pada sel tumornya dan lokasi metastasisnya bergantung pada histologi
dari tumor primernya. Hal ini bergantung pada embriologi dari sel primernya
karena sel dengan embriologi yang mirip memiliki batasan dan mengekspresikan
molekul adhesi yang sama, seperti adresin. Contohnya, tumor primer yang berasal
dari ginjal dan kolon lebih sering bermetastasis ke serebelum dibandingkan
dengan tumor primer yang berasal dari paru. Beberapa dari cell-surface marker
juga menjadi indikasi ataupun prediktor dari metastasis jauh. Contohnya nm23
dan CD44 pada kanker payudara (Tse, 2016; DeAngelis dan Posner, 2003).
2.2.2.5 Diagnosis
1. Computed Tomography (CT)
Pemeriksaan CT merupakan alat yang penting dalam tatalaksana
perioperatif. Pada non contrast enhanced CT (NECT), lesi biasanya
tampak hipo-, iso-, atau hiperdens. Gambaran hiperdens tanpa kontras,
terutama pada gray-white junction dan watershed zones pada arteri utama,
mengindikasikan adanya lesi perdarahan akut ataupun keganasan pada
sistem saraf pusat. Namun tidak terdapat tanda patologi khusus pada
gambaran CT dan MRI yang membedakan suatu tumor otak primer atau
2.2.2.6 Tatalaksana
Tabel 2.3 Pertimbangan pada pemberian terapi sistemik (Lin dan DeAngelis, 2015).
Pertimbangan Pemberian Terapi Sistemik
Tumor otak metastasis yang berasal dari tumor primer sensitivitas kemoterapi
tinggi
Tumor otak metastasis ditemukan pada skrining MRI dengan terapi sistemik
terencana
Tumor otak metastasis berasal dari tumor primer dengan identifikasi molekular
responsif terhadap terapi
Pilihan terapi lain sudah habis (sudah dilakukan) dan terdapat obat yang tersedia
2. Radioterapi
A. Whole Brain Radiation Therapy (WBRT)
WBRT merupakan terapi yang paling sering digunakan untuk
tumor otak metastasis multipel. Terapi ini juga meningkatkan angka
rata-rata bertahan hidup dari hanya 1-2 bulan menjadi 3-6 bulan, serta
memperbaiki gejala neurologis. Indikasi dari terapi ini adalah adanya
tumor otak metastasis multipel, oligometastasis (1-3 metastasis)
dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol, oligometastasis yang
berukuran besar (>4cm) (Lin dan DeAngelis, 2015).
Dosis terapi yang dianjurkan adalah 30 Gy per 10 fraksi setiap
harinya. Terapi ini dapat menyebabkan disfungsi kognitif yang
terlambat, progresif, dan ireversibel pada pasien tumor otak metastasis
jangka panjang. Toksisitas neurokognitif yang khas dari terapi ini
adalah demensia sedang sampai parah yang timbul beberapa bulan atau
tahun setelah terapi digunakan (Owonikoko et al., 2014; Lin dan
DeAngelis, 2015). Pertimbangan untuk melakukan WBRT terdapat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.4 Pertimbangan pada pelaksanaan WBRT (Lin dan DeAngelis, 2015).
Pertimbangan Pelaksanaan Whole Brain Radiation Therapy
Perkembangan penyakit sistemik dengan sedikitnya pilihan terapi sistemik disertai
status perfomans pasien yang buruk
Tumor otak metastasis multipel (3-10), terutama jika tumor primernya diketahui
bersifat sensitif terhadap radioterapi
Tumor otak metastasis berukuran besar (>4 cm), tidak dapat diterapi dengan
Stereotactic Radiosurgery (SRS)
Paska pembedahan reseksi dari sebuah tumor otak metastasis dominan sisa tumor
otak metastasis multipel (>3-10)
Terapi tumor otak metastasis setelah SRS ataupun kegagalan terapi WBRT
Tabel 2.5 Pertimbangan pada pelaksanaan terapi SRS (Lin dan DeAngelis, 2015).
Pertimbangan Pelaksanaan Stereotactic Radiosurgery
Tumor otak metastasis multipel , terutama jika tumor primer diketahui resisten
terhadap radioterapi
Paska pembedahan reseksi tumor otak metastasis tunggal, terutama jika
ukurannya ≥ 3 cm dan terletak di fosa posterior
Kambuh setelah pembedahan reseksi tumor otak metastasis tunggal
Terapi penyelamatan untuk oligometastasis rekuren setelah diterapi dengan
WBRT
3. Pembedahan
Aspek paling kritis pada pembedahan tumor otak metastasis
merupakan pelaksanaan pembedahan. Penelitian menunjukkan bahwa
keuntungan dari reseksi terbatas hanya pada pasien dengan gangguan
sistemik terkontrol dan status performans yang baik. Total reseksi pada
tumor otak metastasis dapat dicapai dengan penggunaan gambaran
radiologis sementara untuk menunjukkan letak lesi, seperti MRI,
intraoperative neuronavigation, dan cortical mapping. Pertimbangan
pelaksanaan terapi ini terdapat pada tabel dibawah ini (Lin dan DeAngelis,
2015; Soffietti et al., 2011).
Tabel 2.6 Pertimbangan pada pelaksanaan pembedahan reseksi (Lin dan DeAngelis, 2015).
Pertimbangan Pelaksanaan Pembedahan Reseksi
Diagnosis tidak pasti dari lesi sistem saraf pusat
Tumor otak metastasis ( 1-2 ) terutama ketika berhubungan dengan edema serebri
Tumor otak metastasis pada lokasi yang kritis
4. Terapi Suportif
A. Kortikosteroid
Glukokortikoid memperbaiki gejala neurologis > 75% pada pasien
dengan edema serebri dan diindikasikan pada pasien yang memiliki
2.2.2.7 Prognosis
Secara umum, tumor otak metastasis memiliki prognosis yang buruk dengan
angka rata-rata bertahan hidup 4 – 5 bulan. Hanya sekitar 10% yang memiliki
angka bertahan hidup 1 tahun. Faktor prognosis penting yang mempengaruhi
angka bertahan hidup adalah status performans yang bagus, tidak adanya
metastasis ekstrakranial, tumor primer yang terkontrol, serta usia < 65 tahun.
Ketika semua faktor ini ditemukan pada pasien, angka rata-rata bertahan hidupnya
> 7 bulan. Namun apabila salah satunya tidak ada, maka angka rata-rata bertahan
hidupnya turun menjadi sekitar 4 bulan. Berikut tabel mengenai terapi serta hasil
yang di ekspektasikan berupa angka bertahan hidup dalam satuan bulan (Biswas
et al., 2006).
Tabel 2.7 Prognosis penderita tumor otak metastasis berdasarkan terapi yang diberikan (Biswas et
al., 2006)
Terapi Angka bertahan hidup (bulan)
Tidak diterapi 1-2
Kortikosteroid 2-3
WBRT 3-6
Pembedahan dengan adjuvan 10-16
BWRT
SRS dan WBRT 6-15
Kemoterapi 8-12
Usia
MRI CT-Scan
Jenis Kelamin
Status Ekonomi/
Pekerjaan
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan dimulai pada Maret 2017 sampai
dengan Desember 2017 di bagian rekam medis RSUP H. Adam Malik Medan.
Populasi pada penelitian ini merupakan pasien yang didiagnosa dan tercatat
pada rekam medik mengalami tumor otak metastasis pada tahun 2014-2016.
Sampel penelitian diambil dengan metode total sampling yaitu semua pasien yang
didiagnosis tumor otak metastasis selama periode 2014-2015.
Subjek penelitian merupakan pasien tumor otak metastasis di RSUP H. Adam
Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi.
Kriteria inklusi :
1. Tercatat di rekam medik
2. Data rekam medik disertai dengan hasil gambaran CT-scan
Kriteria Eksklusi :
1. Data rekam medik yang tidak lengkap
26
Universitas Sumatera Utara
27
Dalam penelitian ini data yang digunakan merupakan data sekunder yang
diperoleh dari rekam medis di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014-
2016.
3.5 Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk tabulasi data dengan menggunakan program Statistical Package for the
Social Science (SPSS).
g. Penurunan kesadaran
Tabel 4.1 Rerata usia penderita tumor otak metastasis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan tahun 2014-2016.
Karakteristik Minimum Maksimum Mean
Usia 22 77 53,72
Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata usia penderita tumor otak metastasis adalah
53,72 tahun, dengan usia terendahnya adalah 22 tahun dan usia tertingginya 77
tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa tumor otak metastasis memiliki insidensi yang tinggi pada rentang usia 50-
70 tahun (Strong et al., 2015).
Penilaian karakteristik berupa jenis kelamin pada penderita tumor otak
metastasis bertujuan hanya untuk mengetahui mayoritas penderita yang datang
berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Tabel mengenai
frekuensi penderita berdasarkan jenis kelaminnya dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi penderita tumor otak metastasis berdasarkan jenis kelamin di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014-2016.
Jenis Kelamin n %
Laki - laki 53 55,8
Perempuan 42 44,2
Total 95 100
Pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa penderita tumor otak metastasis terbanyak
merupakan laki-laki dengan persentase 55,8%, sedangkan pada perempuan
sebanyak 44,2%. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan angka
30
Universitas Sumatera Utara
31
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi pekerjaan pada penderita tumor otak metastasis berdasarkan jenis
kelamin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014-2016.
Jenis Kelamin
Pekerjaan Laki-laki Perempuan Total %
n % n %
PNS/TNI/Polisi 6 6,3 6 6,3 12 12,6
Pegawai swasta 1 1,1 1 1,1 2 2,1
Wiraswasta 20 21,1 3 3,2 23 22,1
Ibu rumah 0 0 23 24,2 23 27,4
tangga
Pensiun / tidak 4 4,2 4 4,2 8 8,4
bekerja
Petani 21 22,1 5 5,3 26 26,3
Lain-lain 1 1,1 0 0 1 1,1
Total 53 55,8 42 44,2 95 100
Pada tabel 4.3, dapat dilihat bahwa 27,4% dari penderita tumor otak metastasis
bekerja sebagai ibu rumah tangga, kemudian diikuti dengan petani (26,3%),
wiraswasta (22,1%), PNS/TNI/polisi (12,6%), pensiunan/tidak bekerja (8,4%),
pegawai swasta (2,1%), dan lain-lain (1,1%). Apabila dilihat berdasarkan
pekerjaan dan jenis kelamin, hasil penelitian pada tabel menunjukkan bahwa laki-
laki dengan pekerjaan sebagai petani memiliki jumlah tertinggi, sedangkan pada
perempuan, mayoritas pekerjaannya merupakan ibu rumah tangga. Namun, hal ini
hanya menunjukkan mayoritas pekerjaan pada penderita tumor otak metastasis,
bukan merupakan indikasi keterkaitan pekerjaan dengan terjadinya tumor otak
metastasis karena tidak adanya hubungan antara pekerjaan ataupun status
ekonomi dengan insidensi metastasis. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya metastasis adalah usia muda, ukuran tumor yang membesar, dan
adanya invasi pada pembuluh limfa (Saha et al., 2013).
Tabel 4.4 Distribusi frekuensi sumber metastasis pada penderita tumor otak metastasis berdasarkan
jenis kelamin di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014-2016.
Jenis Kelamin
Sumber
Laki-laki Perempuan
Metastasis
n % n %
Paru 27 28,4 7 7,4
Payudara 0 0 17 17,9
Melanoma 0 0 1 1.1
Tidak diketahui 17 17,9 13 13,7
Lain-lain 9 9,5 4 4,2
Total 53 55,8 42 44,2
Tabel 4.5 Distribusi frekuensi gejala klinis pada penderita tumor otak metastasis di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014-2016.
Gejala Klinis N (=95) %
Nyeri Kepala
Ya 66 69,5
Tidak 29 30,5
Penurunan Kesadaran
Ya 13 13,7
Tidak 82 86,3
Hemipraese
Ya 33 34,7
Tidak 62 65,3
Kejang
Ya 20 21,1
Tidak 75 78,9
Gangguan Pengelihatan
Ya 15 15,8
Tidak 80 84,2
Afasia
Ya 6 6,3
Tidak 89 93,7
Lain-lain
Ya 7 7,4
Tidak 88 92,6
Asimtomatis
Ya 4 4,2
Tidak 91 95,8
Dapat dilihat dari tabel 4.5, gejala klinis yang paling sering timbul pada
penderita tumor otak metastasis adalah nyeri kepala (69,5%). Gejala klinis lain
yang sering muncul berupa hemiparese (34,7%), kejang (21,1%), gangguan
pengelihatan (15,8%), penurunan kesadaran (13,7%), dan afasia (6,3%),
sedangkan sebanyak 4,2% penderita tumor otak metastasis tidak menunjukkan
adanya gejala (asimtomatis). Penderita dengan gejala klinis lain-lain pada
penelitian ini memiliki variasi gejala seperti nyeri pada tungkai bawah, ataksia,
vertigo serta gangguan mobilitas fisik. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa nyeri kepala merupakan gejala
klinis yang paling banyak terjadi pada penderita tumor otak metastasis, kemudian
diikuti dengan defisit fokal, kejang, dan gangguan penglihatan (Roxas et al.,
2017).
Pada penderita tumor otak metastasis, terdapat berbagai pilihan tatalaksana
berupa terapi medikamentosa, intervensi pembedahan saraf, tatalaksana radiasi,
dan kemoterapi tambahan. Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang paling
efektif untuk penyakit sistemik. Namun memiliki berbagai efek samping, serta
efektifitasnya bergantung pada jenis tumor. Studi mengenai radioterapi
menyatakan efektifitas tinggi dalam mengontrol metastasis secara lokal dan
menghambat perkembangan metastasis. Sama halnya dengan pembedahan,
merupakan terapi standar yang dapat meringankan efek dari massa namun invasif.
Berikut tabel hasil penelitian mengenai tatalaksana yang diberikan (Rivkin dan
Kanoff, 2013).
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi tatalaksana pada penderita tumor otak metastasis di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014-2016.
Tatalaksana N %
Bedah 4 4,2
Kemoterapi 17 17,9
Radioterapi 13 13,7
Kombinasi 5 5,3
Tidak mendapat tatalaksana 56 58,9
spesifik
Total 95 100
Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa penderita tumor otak metastasis
paling banyak diberi tatalaksana berupa kemoterapi (17,9%). Tatalaksana lain
yang sering diberikan adalah radioterapi (13,7%), bedah (4,2%), dan tatalaksana
kombinasi (5,3%). Namun pada penelitian ini terdapat 56 dari 95 penderita tumor
otak metastasis (58,9%) yang tidak mendapat tatalaksana terhadap tumor otak
metastasisnya. Tatalaksana pada penderita tumor otak metastasis membutuhkan
pencapaian multidisiplin pada setiap tatalaksana yang direkomendasikan,
bergantung pada kondisi dari penderita (status performan dan usia), dan tumor
otaknya (tipe dan subtipe tumor, jumlah metastasis, dan status penyakit
ekstrakranial). Hal ini yang menyebabkan adanya penderita yang diberi dan tidak
diberi tatalaksana. Pada penelitian ini, pasien yang tidak mendapat tatalaksana
spesifik dapat disebabkan oleh kondisi pasien yang tidak memungkinkan sehingga
hanya diberi farmakoterapi, pasien datang pada stadium akhir sehingga pasien
meninggal sebelum diberi tatalaksana, dan adanya pasien yang lost to follow up
sehingga tidak tercatat pada rekam medis adanya riwayat tatalaksana spesifik
(Ahluwalia et al., 2014).
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, terapi medikamentosa juga merupakan
salah satu tatalaksana yang diberikan. Terapi ini bertujuan untuk mengurangi
gejala. Kortikosteroid berupa glukokortikoid terbukti memperbaiki gejala
neurologis pada lebih dari 75% pasien dengan edema serebri. Obat anti epilepsi
diindikasikan pada 25% pasien yang mengalami kejang. Namun tidak terdapat
studi mengenai obat antiepilepsi dapat dijadikan profilaksis pada pasien yang
belum mengalami kejang. Berikut tabel mengenai terapi medikamentosa yang
diberikan pada penderita tumor otak metastasis (Lin dan DeAngelis, 2015).
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi terapi medikamentosa pada penderita tumor otak metastasis di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2014-2016.
Terapi Medikamentosa N (= 95) %
Anti edema serebri
Ya 67 70,5
Tidak 28 29,5
Analgetik
Ya 77 81,1
Tidak 18 18,9
Antikonvulsan
Ya 32 33,7
Tidak 63 66,3
Antiemetik
Ya 16 16,8
Tidak 79 83,2
Nyeri juga merupakan keluhan yang sering muncul pada penderita tumor otak
metastasis, terutama nyeri kepala yang disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Hal ini yang menyebabkan pemberian analgetik merupakan terapi
penting pada penderita tumor otak metastasis. Dapat dilihat pada tabel 4.7 dimana
terapi yang paling banyak diberikan merupakan analgetik (81,1%). Terapi lain
yang juga diberikan pada penelitian ini berupa anti edema serebri (70,5%),
antikonvulsan (33,7%) dan antiemetik (16,8%). Efek samping lain dari penyakit
ataupun tatalaksana yang diberi dapat berupa mual muntah, sehingga penderita
juga perlu mendapat obat-obatan antiemetik (Newton, 2015).
Pada saat peneliti melakukan penelitian ini, terdapat beberapa kendala dan
kekurangan yang dijumpai. Kendala yang dialami berupa isi data dari rekam
medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pada saat
pengambilan data, peneliti terkadang mengalami kesulitan dalam memperoleh
data rekam medis, serta isi data rekam medis yang terkadang tidak lengkap.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Bagi pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
diharapkan agar melengkapi isi rekam medis khususnya riwayat
pengobatan pasien, tatalaksana pasien serta hasil pemeriksaan penunjang
radiologi pasien.
2. Bagi masyarakat luas, dikarenakan tingginya angka kejadian tumor
metastasis otak pada penderita kanker, maka disarankan agar berkonsultasi
dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini jika dijumpai
gejala klinis awal.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dikarenakan peneliti hanya melihat angka
kejadian dari beberapa karakteristik pada penderita tumor otak metastasis,
diharapkan dapat menambah variabel lainnya ataupun melengkapi
kekurangan pada penelitian ini.
37
Universitas Sumatera Utara
38
DAFTAR PUSTAKA
Adams, R.D. & Victor, M. 2014, Principles of Neurology, edisi ke-10, McGraw-
Hill, USA.
Ahluwalia M. S., Vogelbaum M. V., Chao S. T., Mehta M.M. 2014, ‘Brain
metastases and treatment’, F1000 Prime Rep. vol. 6, no. 114.
American Brain Tumor Association 2015a, About Brain Tumors: Primary for
Patients and Caregivers, ABTA, Chicago.
Arvold N. D., Lee E. Q., Mehta M. P., Margolin K., Alexander B. .M., et al. 2016,
‘Updates in the management of brain metastases’, Neuro-Oncology. vol.
18, no. 8, hh. 1044.
Biswas, G., Bhagwat, R., Khurana, R., Menon, H., Prasad, N.& Parikh P.M.,
2006, ‘Brain Metastasis Evidence Based Management’, Journal of Cancer
Research and Therapeutics, vol. 2, no. 1, h. 11.
Central Brain Tumor Registry of the United States 2010, Statistical Report.
Primary Brain and Central Nervous System Tumors Diagnosed in the
United States in 2004-2006, CBTRUS, Hinsdale.
Connolly, J.L., Schnitt, S.J., Wang, H.H., Longtine, J.A., Dvorak, A. & Dvorak,
H.F. 2003, ‘Tumor Structure and Tumor Stroma Generation’ in Holland-
Frei Cancer Medicine, edisi ke-6, DC Becker, Hamilton.
Drake, R.L., Vogl, W. & Mitchell, A.W.M. 2014, Gray’s Anatomy for Student,
Elsevier, Philadelphia.
Ferri, F.F. 2018. ‘Brain Metastases’ dalam Ferri’s Clinical Advisor, Elsevier,
Philadelphia.
Guyton, A.C. & Hall, J.E. 2014, ‘Serebelum, Ganglia Basalis & Seluruh Pengatur
Motorik’ dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi ke-12, EGC,
Jakarta.
Mardjono, P.D.M. & Sidaharta P.D.P. 2009, Neurologi Klinis Dasar, PT Dian
Rakyat, Jakarta.
Newton, H.B., Otero, J.J. 2015, ‘Supprotive care of brain tumor patients’ dalam
Epilepsy and Brain Tumor, oleh Newton, H.B. dan Maschio, M.
(penyunting), Elsevier, London.
Noback, C.R. & Robert, J.D. 1981, The Human Nervous System: Basic Principles
of Neurobiology, McGraw-Hill, New York.
Ostrom, Q.T., Gittleman, H., Xu, J., Kromer, C. Wolinsky, Y., Kruchko, C., et al.
2016, ‘CBTRUS Statistical Report: Primary Brain and Other Central
Nervous System Tumors Diagnosed in the United States in 2009 – 2013’,
Journal of Neurooncology.
Owonikoko, T.K., Arbiser, J., Zelnak, A., Shu, H.G., Shim, H., Robin, A.M., et al.
2014, ‘Current Approaches to the Treatment of Metastatic Brain
Tumours’, Nature Reviews Clinical Oncology. vol.11, no. 4, hh. 203-222.
Panikkath, R., Radhi, S., Lim, S.Y., Thankam, M., Quattromani, F., Jumper, C.A.
2013, ‘Metsdtstic of Lung Cancer Through Batson’s Plexus’, The
Southwest Respiratory and Critical Care Chronicles, vol.1, no.4.
Perkins, A. & Liu, G. 2016, Primary Brain Tumors in Adults: Diagnosis and
Treatment, American Family Physician, vol. 93, no. 2, hh. 211-217.
Rivkin M., Kanoff R.B. 2013, ‘Metastatic brain tumors: current therapeutic
options and historical perspective’, J Am Osteopath Assoc. vol 113, no. 5,
hh. 418-42.
Roxas R.C., Pedro K.M., Rivera J.P., Batara J.M.F. 2017, ‘Current treatment
status of adult brain tumors in the Philippine general hospital’, J Neurol
Neurorehabil Res. 2016;1(2):22-28.
Rughani, A.I. 2015, ‘Brain Anatomy’, Medscape, [Online], diakses pada: 7 April
2017, < http://emedicine.medscape.com/article/1898830-overview#a1 >.
Saha, A., Ghosh K. S., Roy C., Choudhury K. B., Chakrabarty B., Sarkar R. 2013,
‘Demographic and clinical profile of patients with brain metastases: A
retrospective study’, Asian J Neurosurg. vol. 8, no. 3, hh. 157-161.
Shonka, N.A. & Loeffler, J.S., Cahill, D.P., de Groot, J. 2015, ‘Primary and
Metastatic Brain Tumors’, Journal of Oncology, vol. 33, hh. 1-18.
Soffietti, R., Cornu, P., Delattre, J.Y., Grant, R., Graus, F. & Grisold, W. 2011,
‘Brain Metastases’ in Europian Handbook of Neurological Management,
edisi ke-2, Blackwell Publishing.
Strong, M.J., Garces, J., Vera, J.C., Mathkour, M., Emerson, N. & Ware, M.L.
2015, ‘Brain Tumors: Epidemiology and Current Trends in Treatment’,
Journal of Brain Tumor and Neurooncology, vol. 1, no. 1, hh. 1-21.
Svokos, K.A, Salhia, B. & Toms, S.A. 2014, ‘Molecular Biology of Brain
Metastasis’, International Journal of Molecular Sciences, vol.15, h 9520.
Tortora, G.J. & Derrickson, B.H. 2009, Principles of Anatomy and Physiology,
edisi ke-12, John Wiley&Sons Inc., USA.
Tse, V.M.P. 2016, Brain Metastasis, Medscape, [Online], diakses pada: 6 May
2017, < http://emedicine.medscape.com/article/1157902-overview#a1 >.
Riwayat Organisasi :-
KUISIONER PENELITIAN
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Pekerjaan :
5. Pendidikan :
6. Diagnosis : Tumor otak metastasis
7. Sumber metastasis : a. Paru
b. Payudara
c. Kulit
d. Kolon
e. Ginjal
f. Sumber primer tidak diketahui
9. Penatalaksanaan : a. Radioterapi
b. Kemoterapi
c. Pembedahan
d. Terapi kombinasi
JG Ya Ya Tdk Tdk
SZ Tdk Ya Tdk Tdk
UT Tdk Ya Tdk Tdk
AS Ya Ya Ya Tdk
MT Ya Ya Tdk Tdk
ML Ya Ya Tdk Tdk
DD Tdk Ya Tdk Tdk
KM Ya Ya Tdk Tdk
RS Ya Ya Ya Tdk
ZA Tdk Ya Ya Tdk
IH Ya Ya Ya Tdk
KG Ya Ya Ya Tdk
KT Ya Ya Ya Tdk
RM Ya Ya Tdk Tdk
KS Tdk Ya Ya Tdk
RH Ya Ya Ya Tdk
MB Ya Ya Ya Tdk
EE Ya Ya Tdk Tdk
MG Tdk Ya Tdk Tdk
BK Ya Ya Tdk Ya
PS Ya Ya Tdk Tdk
MR Ya Ya Ya Tdk
SH Tdk Ya Tdk Tdk
SU Ya Ya Tdk Tdk
NU Ya Ya Tdk Tdk
LK Ya Ya Tdk Tdk
IL Ya Ya Tdk Tdk
SA Ya Ya Tdk Tdk
ES Ya Ya Ya Tdk
RD Ya Ya Tdk Tdk
SO Ya Ya Ya Tdk
SE Ya Ya Tdk Tdk
SJ Ya Ya Tdk Tdk
FR Tdk Ya Tdk Tdk
ST Ya Ya Tdk Ya
SN Ya Ya Tdk Tdk
DS Ya Ya Tdk Tdk
AZ Ya Ya Ya Tdk
FT Tdk Ya Tdk Ya
SR Ya Ya Ya Tdk
SM Ya Ya Ya Tdk
NH Ya Ya Tdk Tdk
PP Ya Ya Ya Tdk
IM Ya Tdk Ya Ya
RU Tdk Ya Ya Tdk
DL Tdk Ya Tdk Tdk
LB Ya Tdk Tdk Tdk
AM Ya Tdk Ya Tdk
RB Tdk Ya Tdk Tdk
RO Tdk Ya Tdk Tdk
SS Ya Tdk Tdk Ya
RI Tdk Ya Tdk Tdk
RN Ya Ya Tdk Tdk
KN Ya Tdk Tdk Tdk
WS Tdk Ya Tdk Tdk
DH Tdk Ya Tdk Tdk
DA Ya Ya Tdk Tdk
LM Tdk Ya Tdk Tdk
RA Ya Ya Ya Tdk