Anda di halaman 1dari 58

PREVALENSI SQUAMOUS CELL CARCINOMA PADA RONGGA

MULUT DI RSUP H. ADAM MALIK BERDASARKAN USIA,


JENIS KELAMIN DAN PENDIDIKAN PADA TAHUN 2014-2016

SKRIPSI

Oleh :

Harjit Kaur A/P Sarjit Singh


NIM : 130600160

Pembimbing :
Indra Basar Siregar, drg., M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


FakultasKedokteraan Gigi

DepartemenBedahMulut

Tahun 2013

Harjit Kaur A/P Sarjit Singh

PrevalensiSquamous Cell CarcinomaPadaRonggaMulut Di Rsup H. Adam Malik


BerdasarkanUsia, JenisKelamin Dan PendidikanPadaTahun 2014-2016 Xi + 46
Halaman

Tumor ganasadalahjenis tumor yang berkembangcepatdibandingkan tumor


jinakdanmemilikikemampuanuntukmenyebardanmenghancurkanjaringan sekitarnya.
Hal inidisebabkankarena tumor ganasdapatberpisahdari tumor
induknyadanmenyebarkebagian lain melaluisirkulasidarahdengan proses yang
dikenalsebagai metastasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevelansi
Squamous Cell Carcinomapadaronggamulutberdasarkanusia,
jeniskelamindanpendidikan. Penelitian dilakukan secara survey deskriptif yaitu untuk
mendeskripsikan atau menggambarkan prevelansi Squamous Cell
Carcinomapadaronggamulutberdasarkanusia, jeniskelamindanpendidikan di RSUP H.
Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan di bagian rekam medic RSUP H.
Adam Malik. Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk table frekuensi
dan grafik. Dari tahun 2014 hingga tahun 2016, diperoleh pasien yang didiagnosa
Squamous Cell Carcinomaadalah sebanyak 120 orang. Prevalensi pasien yang
mengalami Squamous Cell Carcinomapada rongga mulut paling tinggi adalahusia 51-
60 tahunsebanyak 29,17%, padausia 61-70 tahunsebanyak 20%, padausia 41-50
tahunsebanyak 18,33, padausia 71-80 tahunsebanyak 11,67%, padausia 31-40
tahunsebanyak 10%, padausia 11-20 tahunsebanyak 5%, padausia 1-10 dan 81-90
tahunsebanyak 1,67. Persentaseterendahadalahpadausia 91-100 sebanyak 0,8%.Rasio
kematian akibat Squamous Cell Carcinomapada laki laki dan perempuan adalah
sebanyak 1:1,6. Prevalensi Squamous Cell Carcinomatertinggi berdasarkan
pendidikan adalah SekolahLanjutanTingkatanAtas (SLTA) sebanyak 44,17%,

Universitas Sumatera Utara


SekolahDasar (SD) sebanyak 30,83%, SekolahLanjutanTingkatanPertama (SLTP)
sebanyak 13,30%, Sarjanasebanyak 10%, danpersentaseterendahadalah yang
tidakbersekolahsebanyak 1,67%. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan
kemasukan dan pertimbangan lebih lanjut mengenai Squamous Cell Carcinomapada
rongga mulut.

Daftar Pustaka: 34 (2002-2016)

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Proposal ini telah disetujui untuk dipertahankan


Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 24 July 2017


Pembimbing: Tandatangan
Indra Basar Siregar, drg., M. Kes
Nip : 19470206 197603 1 003
…………………………………

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Proposal ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 24 Juli 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Hendry Rusdy,drg.,Sp.BM.,M.Kes


ANGGOTA:Ahyar Riza, drg., Sp.BM

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun dalam rangka memenuhi
kewajiban penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Dengan hati yang tulus, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga
kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Indra Basar Siregar, drg., M. Kes yang telah
meluangkan waktu dan kesabaran dalam membimbing penulis demi selesainya
proposal ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada wali penulis, Sarjit
Singh yang telah memberikan kasih saying, doa dan dukungan serta segala bantuan
baik moril maupun materil yang tidak terbatas kepada penulis. Selanjutnya, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Eddy A Ketaren., Sp. BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala
saran dan bantuan.
2. Indra Basar Siregar, drg., M. Kes., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, penjelasan,
dan motivasi tanpa jemu selama proses penyusunan proposal sampai selesai.
3. Seluruh staf pengajar dan laboran Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
saran dalam menyelesaikan proposal ini.
4. Siti Salmiah, drg.,Sp.KGA, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama menjalankan akademik.
5. Teman- teman terbaikku Melodie Andrea, Jaashpreet dan senior-senior yang
telah banyak memberi dukungan, bimbingan dan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan proposal ini.

Universitas Sumatera Utara


6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan teman- teman lain
serta seluruh teman mahasiswa setambuk 2013 atas dukungan, saran dan
bantuannya kepada penulis.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga proposal ini dapat digunakan dan
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.

Medan, 23 Desember 2016

Penulis,

(Harjit Kaur A/P Sarjit Singh)


NIM: 130600160

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL………………………………………………
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………….... ii
KATA PENGANTAR . .................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................... v
DAFTAR TABEL.............................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….. x

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................ 1
1.2 Rumusan…………........................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian............................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 5


2.1 Definisi Tumor Ganas Rongga Mulut.............................. 5
2.2 Etiologi……………………............................................. 5
2.2.1Tembakau……………................................................... 5
2.2.2 Alkohol…………………….......................................... 6
2.2.3 Menyirih……………………………………………… 6
2.2.4 Defisiensi Nutrisi…………………............................... 7
2.2.5 Virus………………………………………………….. 7
2.2.6 Usia Dan Jenis Kelamin…………….......……………. 7
2.2.7 Pendidikan……………………………………………. 7
2.3 Patogenesis………………………………....................... 8
2.4 Gambaran Histologi......................................................... 9
2.4.1 Squamous Cell Carcinoma……………….................... 9

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Karsinoma Verukosa………………………................. 10
2.4.3 Karsinoma Sel Skuamosa Basaloid…………............... 11
2.4.4 Karsinoma Sel Spindle……………………….............. 11
2.4.5 Papillary Squamous Cell Carcinoma………………… 12
2.4.6 Adenosquamous Cell Carcinoma………….................. 12
2.4.7 Carcinoma Cuniculatum……………………………... 13
2.5 Gambaran Klinis ............................................................. 14
2.6 Diagnosis…...................................................................... 16
2.6.1 Anamnesa……………………………………….......... 16
2.6.2 Pemeriksaan Fisik……………………………............. 16
2.6.3Biopsi………………………………………………… 17
2.6.4 Pemeriksaan histopatologi…………………………… 17
2.6.5 Pemeriksaan sitologi…………………………………. 19
2.6.6 Radiologi………………………................................... 19
2.6.7 Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening…………………. 20
2.7 Stadium. ........................................................................... 21
2.7.1 Ukuran Tumor………………………………………... 22
2.7.2 Kelenjar Getah Bening……………………………….. 23
2.7.3 Metastasis…………………………………………….. 23
2.7.4 Klasifikasi Stadium…………………………………... 24
2.8 Perawatan……………………………………………..... 24
2.8.1 Pembedahan……………………………...................... 24
2.8.2 Radioterapi………………………………………….... 25
2.8.3 Kemoterapi………………………………………........ 25
Kerangka Teori...................................................................... 27
Kerangka Konsep .................................................................. 28

BAB 3 METODE PENELITIAN………………………………… 29


3.1 Jenis Penelitian ………………………………………… 29
3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu…………………………… 29

Universitas Sumatera Utara


3.3 Populasi dan Sampel…………………………………… 29
3.4 Variable Penelitian dan Definisi Operasional………….. 30
3.5 Alat dan Bahan…………………………………………. 31
3.6 Metode Pengumpulan Data…………………………….. 31
3.7 Pengolahan Data……………….………………………. 31
3.8 Analisis Data…………………………………………… 31
3.9 Alur Penelitian…………………………………………. 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN……………………………………. 33


4.1 Gambaran Lokasi Penelitian…………………………… 33
4.2 Prevalensi Squamous Cell Carcinomadi rongga mulut
di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014-2016…………... 33
4.3 Distribusi Squamous Cell Carcinomadi rongga mulut
di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014-2016
berdasarkan usia……………………………………………. 33
4.4Distribusi Squamous Cell Carcinomadi rongga mulut diRSUP H. Adam
Malik pada tahun 2014-2016
berdasarkanjenis kelamin………………………………….. 35
4.5 Distribusi Squamous Cell Carcinoma di rongga mulut
di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2014-2016
berdasarkanpendidikan…………………………………….. 36

BAB 5 PEMBAHASAN…………………………………………... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………… 40

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………... 42

LAMPIRAN………………………………………………………..

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Perubahan patologis epitel normal menjadi karsinoma
cell squamosa………………………………………………. 9
2. Gambaran histopatologi Squamous Cell Carcinoma………. 10
3. Gambaran histopatologi karsinoma verukosa……………… 10
4. Gambaran histopatologi karsinoma sel skuamosa basaloid
dengan focal nekrotik dan kadar mitosis yang tinggi………. 11
5. Sel spindle memiliki nuclei reaktif besar
dan aktivitas mitosis………………………………………... 12
6. Gambaran histopatologi papillary squamous cell carcinoma 12
7. Gambaran histopatologi adenosquamous carcinoma………. 13
8. Gambaran histopatologi carcinoma cuniculatum…………... 13
9. Karsinoma sell skuamosa well differentiated………………. 18
10. Karsinoma sell skuamosa moderately differentiated..……... 18
11. Karsinoma sell skuamosa poorlydifferentiated...………….. 18

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Pemeriksaan kelenjar getah bening…………………............ 20
2. Klasifikasi ukuran dari tumor………………………………. 22
3. Klasifikasi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening…… 23
4. Klasifikasi tumor ganas bermetastase ke bagian tubuh
yang lain……………………………………………………. 23
5. Klasifikasi stadium tumor ganas rongga mulut…………….. 24
6. Variable dan definisi variable………………………............ 30
7. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga
Mulut Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2014-2016
Berdasarkan Usia…………………………………………... 34
8. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut
Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2014-2016
Berdasarkan Jenis Kelamin………………………………... 35
9. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut
Di RSUP H. Adam Malik Pada Tahun 2014-2016
Berdasarkan Pendidikan……………………………………. 36

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Riwayat Hidup
2. Jadwal Penelitian
3. Rincian Biaya
4. Ethical Clearence

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumordibagikan kepada dua kategori berdasarkan sifat dan keparahannya


yaitu jinak atau ganas. Tumor jinak bersifat tidak malignan dan jarang mengakibatkan
kematian. Tumor jinak cenderung tumbuh cukup lambat, tidak menyebar ke bagian
lain dari tubuh dan biasanya terdiri dari sel-sel sangat mirip dengan sel-sel yang
normal.1

Tumor ganas adalah jenis tumor yang berkembang cepat dibandingkan tumor
jinak dan memiliki kemampuan untuk menyebardan menghancurkan jaringan
sekitarnya. Hal ini disebabkan karena tumor ganas dapat berpisah dari tumor
induknya dan menyebar ke bagian lain melalui sirkulasi darah denganproses yang
dikenal sebagai metastasis. Setelah menyerang jaringan sehat di daerah baru, sel-sel
tumor akan terus bertambah dalam ukuran dan jumlahnya.1

Salah satu tumor ganas pada rongga mulut berasal dari jaringan epitel. Tumor
ganas dari jaringan epitel adalah squamous cell carcinoma.2Menurut hasil penelitian,
lebih dari 90 % tumor ganas mulut adalah squamous cell carcinoma.2,3Faktor risiko
terpenting untuk sel skuamosa oral adalah penggunaan tembakau atau sirih dan
minuman beralkohol. Namun, infeksi dengan risiko tinggi diet rendah buah-buahan
segar dan sayuran juga baru-baru ini terlibat dalam patogenesis sel skuamosa oral.
Insiden tertinggi dan prevalensi sel skuamosa oral ditemukan di benua India di mana
risiko mengembangkan sel skuamosa oral meningkat dengan kebiasaan yang sangat
umum dari mengunyah tembakau dan sirih. Efek tembakau, alkohol, sirih atau
pinang-pinang tergantung pada dosis, pada frekuensi dan durasi penggunaan, dan
dipercepatkan oleh penggunaan bersamaan dari dua atau lebih agen ini.2

Universitas Sumatera Utara


Squamous cell carcinomadi rongga mulut merupakan kanker keenam tertinggi
di dunia.9 Diseluruh dunia, diperkirakan bahwa 378, 500 kasus baru tumor ganas
rongga mulut yang didiagnosa setiap tahun.4Tumor ganas mulut berada pada tingkat
ketiga sebagai tumor ganas yang paling sering terjadidibandingkan tumor ganas yang
lain dinegara maju. Contohnya, di Amerika saja, sekitar 35.000 kasus baru tumor
ganas mulut didiagnosa pada tahun 2009 dengan perkiraan 7.500 kematian yang
dihasilkan.5 Sementara itu, tingkat kejadian tumor ganas mulut telah dilaporkan
secara dramatis di negara-negara atau daerah seperti Jerman, Denmark, Prancis,
Scotland, Eropa Tengah dan Timur, dan terjadi peningkatan prevelansi oral tumor
ganas di Jepang, Australia, Selandia Baru dan di Amerika Serikat di kalangan orang
yang tidak berkulit putih.6

Tumor ganas rongga mulut di Asia Tenggara merupakan salah satu dari tiga
jenis tumor ganasyang paling sering terjadi.6 Dinegara-negara tertentu seperti Sri
Lanka, India, Pakistan, dan Bangladesh,tumor ganas mulut merupakan tumor ganas
dengan tingkat prevalensi yang paling tinggi.3,4,7,8 Di India, tumor ganas mulut
mencapai lebih dari 50% dari semua jenis tumor ganas.4 Hal ini menunjukkan bahwa
negara-negara di rantau Asia Tenggara mempunyai tingkat prevalensi kejadian tumor
ganas rongga mulut terbesar dibandingkan negara-negara lain.Sekitar 100.000 kasus
baru diperkirakan terjadi setiap tahun pada daerah seperti Burma, Kamboja,
Malaysia, Nepal, Singapura, Thailand, dan Vietnam.5

Tumor ganas rongga mulut dianggap sebagai penyakit yang terjadi terutama
pada orang tua. Walaupun sebagian besar kasus tumor ganas rongga mulut sering
terjadi pada golongan berusia antara 50 hingga 70 tahun, namun tumor ganas ini
masih bisa dijumpai pada anak-anak sedini 10 tahun tanpa adanya faktor-faktor risiko
yang jelas. Usia rata-rata yang sering menderita dengan tumor ganasrongga mulut
biasanya antara 51 hingga 55 tahun di beberapa negara maju, tetapi bisa mengenai
individu berusia 64 tahundi negara Thailand. Sejak kebelakangan ini, telah terjadi
pergeseran prevalensi squamous cell carcinomadi mulut mengenai golonganberusia
muda.Sekitar 17% dari pasien yang lebih muda di bawah 40 tahun atau setidaknya

Universitas Sumatera Utara


pada dekade keempat kehidupan mereka menderita dengan tumor ganas rongga
mulut.9

Secara keseluruhan, walaupun squamous cell carcinomadi rongga mulut bisa


mengenai hampir semua kelompok usia, namun laki-laki lebih rentan dibandingkan
wanita. Beberapa laporan dari salah satu pendaftar India dan Pakistan menunjukkan
laki-laki mempunyai rasio yang sama dengan perempuan pada rasio 1:1. Beberapa
laporan penelitian dari India menjelaskan bahwa prevalensi oral tumor ganas terjadi
dua sampai empat kali lebih sering pada pria daripada wanita. Mempertimbangkan
hanya orang dewasa muda, laki-laki yang paling banyak adanya oraltumor ganas.9

Dengan mengetahui bahwa seseorang menderita dengan squamous cell


carcinomapada rongga mulut, maka pasien bisa mendapatkan perawatan dini untuk
mencegah perkembangan karsinoma tersebut menjadi karsinoma yang mematikan.
Selain itu, belum pernah ada penelitian tentang prevalensi squamous cell
carcinomapada rongga mulut di RS Haji Adam Malik, Medan, oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prevalensi kasus squamous cell carcinomapada rongga mulut di


RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016

2. Bagaimana prevalensi kasussquamous cell carcinomapada rongga mulut di


RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan usia pasien?

3. Bagaimana prevalensi kasussquamous cell carcinoma pada rongga mulut di


RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan jenis kelamin?

4. Bagaimana prevalensi kasussquamous cell carcinomapada rongga mulut di


RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan pendidikan pasien?

Universitas Sumatera Utara


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini untuk mengetahui jumlah prevalensi squamous cell


carcinomapada rongga mulut di RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jumlah prevalensi squamous cell carcinoma pada rongga


mulut di RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan usia pasien?

2. Mengetahui jumlah prevalensi squamous cell carcinomapada rongga mulut


di RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan jenis kelamin?

3. Mengetahui jumlah prevalensi squamous cell carcinoma pada rongga mulut


di RSUP H. Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan pendidikan pasien?

1.4 Manfaat Penelitian

1. Informasi bagi rumah sakit mengenai prevalensi squamous cell


carcinomapada rongga mulut di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2014-2016
berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan.

2. Informasi bagi masyarakat mengenai prevalensi squamous cell


carcinomapada rongga mulut di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2014-2016
berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan.

3. Informasi bagi tenaga kesehatan mengenai prevalensi squamous cell


carcinomapada rongga mulut di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2014-2016
berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan.

4. Dasar penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi squamous cell


carcinomapada rongga mulut di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2014-2016
berdasarkan usia, jenis kelamin dan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi tumor ganas rongga mulut


Tumor dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan atau sel tidak
terkendali pada pasien.8 Terdapat dua jenis tumor yaitu tumor jinak (benign) dan
tumor ganas (malignant). Perbedaan yang jelas antara keduanya adalah tumor ganas
lebih membahayakan dan bersifat fatal. Tumor jinak adalah prekanker dan bisa
menjadi tumor ganas jika tidak dirawat.1
Pertumbuhan tumor ganas ini pertama kali ditemukan oleh Hippocrates yaitu
Bapak ilmu kedokteran dan beliau menamakan sebagai tumor ganas.11 Kebanyakan
keganasan pada rongga mulut berasal dari permukaan epitel dan salah satunya adalah
squamous cell carcinoma.12 Tumor ganas di rongga mulut yang jenisnya squamous
cell carcinoma paling banyak ditemukan yaitu 90%.2Squamous cell carcinoma
merupakan tumor ganas yang berasal dari sel- sel epitel skuamosa yang cenderung
menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan biasanya menimbulkan metastase. 11
2.2 Etiologi
Etiologi squamous cell carcinomadirongga mulut sampai sekarang masih
belum diketahui dengan pasti karena etiologi tumor ganas bersifat multifaktorial dan
kompleks. Terdapat dua faktor yang berperan dalam terjadinya squamous cell
carcinomamulut yaitu faktor instrinsik (genetik) dan faktor ekstrinsik (konsumsi
tembakau, alkohol, menyirih, defisiensi nutrisi dan virus).1 Resiko terjadinya
squamous cell carcinomaakan lebih meningkat apabila terdapat beberapa faktor
predisposisi, misalnya merokok dengan minum alkohol atau menyirih dengan
tembakau.13
2.2.1 Tembakau
Tembakau merupakan salah satu faktor yang paling banyak mempengaruhi
terjadinya squamous cell carcinomadi rongga mulut.12,14 Tembakau berisi bahan
karsinogen seperti : nitrosamine, polisiklik aromatik, hidrokarbon,
nitrosodicthanolamine, nitrosoproline, dan polonium. Sekitar 80% penderita

Universitas Sumatera Utara


squamous cell carcinoma rongga mulut ditemukan riwayat merokok.14,15Suatu
penelitian menyatakan bahwa seseorang yang mengunyah atau menyuntil tembakau
mempunyai resiko tumor ganas rongga mulut sebanyak 4 kali bila dibandingkan
dengan orang yang tidak merokok.15Kebiasaanmengunyah dan menyuntil tembakau
merupakan kebiasaan penggunaan tembakau tanpa dibakaryang dapat mengakibatkan
ketergantungan sama seperti yang terjadi pada kebiasaan merokok,yang disebabkan
oleh kandungan nikotin yang ada di dalam tembakau tanpa dibakar. Dalamsuatu studi
wanita di wilayah selatan, Amerika Serikat, kebiasaan menghisaptembakau yang
kronikmempunyai resiko 4kali lebih besar terjadinya squamous cell carcinomadi
rongga mulut.17
2.2.2 Alkohol
Alkohol merupakan salah satu faktor resiko tejadinya squamous cell
carcinomadi rongga mulut.8,13Di Perancis, alkohol merupakan faktor resiko yang
paling utama pada kasus tumor ganas rongga mulut.13Suatu penelitian di Perancis
menyatakan bahwa seseorang pecandu alkohol (> 100 gram alkohol setiap hari)
mempunyai resiko terkena squamous cell carcinomadi mulut 30 kali lebih besar
apabila dibandingkan dengan yang tidak minum alkohol.17Walaupun demikian secara
keseluruhan pasien yang memiliki kebiasaan meminum alkohol dan kebiasaan
merokok mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya squamous cell
carcinomadimulut.3,8,13,14 Seorang perokok yang mengkomsumsi 30 rokok dan 20
minuman alkahol sehari mempunyai resiko squamous cell carcinoma3 kali lebih
cepat.13
2.2.3 Menyirih
Mengunyah sirih dan menyuntil tembakau merupakan salah satu faktor
resikosquamous cell carcinomadi rongga mulut, khususnya di India danAsia
Tenggara.17Mengunyah sirih biasanya terdiri dari daun sirih, pinang, kapur dan
tembakau.12,13,17Di India, lebih dari 50% pasien, mengalamisquamous cell
carcinomarongga mulut adalah akibat dari kebiasaan menyirih.12 Pada pinang
terdapat arekolin yang bersifat karsinogenik dan tembakau, mengandungbanyak
bahan karsinogen.13

Universitas Sumatera Utara


2.2.4 Defisiensi Nutrisi
Defisiensi nutrisi dapat menjadi salah satu faktorterjadinya squamous cell
8,13,16
carcinomarongga mulutseperti defisiensi vitamin A, C, dan besi. Di India,
malnutrisi terjadi secaraluas dan disertai dengan adanya kebiasaan mengunyah sirih
menyebabkan insidensi squamous cell carcinomarongga mulut yang tinggi. Namun,
frekuensi insidensi di India adalah sebanding dengan Afrika, salah satu negara yang
mengalami malnutrisi yang berat.13
2.2.5 Virus
Human Papilla Virus (HPV) dapat menyebabkan squamous cell
carcinomarongga mulut.17Terdapat sebanyak 120 tipe HPV tetapi hanya beberapa
tipe saja yang menjadi resiko tinggi oral kanker terutama HPV tipe 16 dan HPV tipe
18.8 HPV tipe16 telah ditemukan pada squamous cell carcinoma rongga mulut sekitar
22% dan HPV tipe 18sekitar 14%.17HPV dapat merangsang mutasi gen p53, dimana
mempunyaifrekuensi yang tinggiterjadi squamous cell carcinomarongga mulut.13
2.2.6 Usia Dan Jenis Kelamin
Usia dan jenis kelamin memiliki hubungan yang erat terhadap timbulnya
squamous cell carcinomarongga mulut. Sebanyak 98% pasien yang berumur lebih 40
tahun menderita tumor ganas rongga mulut.13 Namun, squamous cell
carcinomarongga mulut juga dapat ditemui pada pasien yang muda yaitu di bawah 40
tahun sekitar 17%.9 Di kebanyakan negara, squamous cell carcinomarongga mulut
umumnya terjadi pada laki – laki. Di Britain laki-lakimempunyai resiko tumor ganas
8 kali lebih besar daripada perempuan. Perbandinganantaralaki laki dan perempuan
terhadap kasus squamous cell carcinomamulut adalah 3: 2 13
2.2.7Pendidikan
Pendidikan adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan
bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diterjemahkan menjadi
‘Education’ (Yunani, educare) yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam
jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. Ada beberapa teori-teori
pendidikan antara lain behaviorisme(perilaku), kognitivisme, konstruktivisme dan

Universitas Sumatera Utara


humanistik.29 Tingkat pendidikan, umumnya, ada hubungan proporsionalitas yang
langsung antara tingkat pendidikan dan kesehatan mulut yang berhubungan dengan
kualitas hidup. Tingkat pendidikan yang tinggi menawarkan kemungkinan untuk
mendapatkan dan memahami informasi dan pengetahuan mengenai perilaku
kesehatan mulut dan promosi kesihatan gigi dan mulut.28
2.3 Patogenesis
Squamous cell carcinomadisebabkan oleh interaksi antara beberapa gen dan faktor
pertumbuhan. Aktivitas selular merupakan suatu fenomena yang terkontrol dengan
ketat pada sel-sel normal. Pada sel-sel yang mempunyai gen termutasi, regulasi
selular normal akan terganggu sehingga mengakibatkan pembentukan karsinogen
karena metabolisme kimiawi yang tidak mencukupi. Seterusnya, karsinogen ini akan
mengakibatkan kerusakan DNA, dimana pada kondisi normal, DNA yang rusak akan
diperbaiki oleh enzim DNA atau sel tersebut akan mengalami kematian sel yang
terkontrol (apoptosis). Meskipun begitu, pada kondisi tumor ganas, mekanisme
perbaikan dan apoptotik akan menjadi disfungsional sehingga merangsang
pertumbuhan sel secara abnormal (hiperplasia).1

Dalam proses karsinogenesis, ada teori multistep carcinogenesisyang membahaskan


bahwa perubahan neoplastik berlaku dalam rentang waktu tertentu karena mutasi
somatik yang terjadi pada sel spesifik, misalnya sel epitel pada mukosa rongga mulut.
Hal ini akan mengakibatkan perkembangan sel normal menjadi hiperplastik dan
kemudian ke displastik dan akhirnya, membentuk sel malignan yang menyeluruh.18
Kerusakan genetik yang diakibatkan oleh zat atau bahan karsinogen yang
terpapar secara berterusan akan terjadi semasa perubahan neoplastik. Dalam beberapa
penelitian, terdapat gen-gen spesifik, saat mengalami perubahan akan berperan dalam
karsionogenesis epitel. Antara gen-gen yang dimaksudkan adalah tumor suppressor
gene dan proto-oncogenes, yang mengkode protein yang terlibat dalam pengendalian
siklus sel, transduksi sinyal dan regulasi proses transkripsi DNA membentuk RNA.
Maka perubahan pada gen-gen ini akan mempengaruhi tahapan karsinogenesis
termasuk initiation (inisiasi), promotion (aktivasi) dan progression (perkembangan).
Proses inisiasi melibatkan pengikatan dan kerusakan DNA secara langsung, cepat

Universitas Sumatera Utara


danireversibel oleh karsinogen. Promotionmelibatkan mekanisme epigenetik yang
mengakibatkan premalignansi yang bersifat ireversibel. Progressiondisebabkan oleh
mekanisme genetik dan merupakan periode antara perkembangan premalignansi ke
tumor ganas. Namun, pada kondisi-kondisi tertentu, tahap promotion dan progression
akanberkembang beberapa dasawarsa setelah paparan karsinogenik pertama.18

Gambar 1 : Perubahan patologis epitel normal menjadi karsinoma sell squamosa14

2.4 Gambaran HistologiCarcinoma Rongga Mulut

2.4.1 Squamous Cell Carcinoma

Squamous cell carcinoma (SCC) adalah suatu neoplasma invasif pada jaringan
epitel rongga mulut dengan berbagai tingkat diferensiasi.12 SCC muncul pada
tempat- tempat seperti jaringan mukosa mulut, alveolar, gingiva, dasar mulut, lidah
dan orofaring.11,13

Sel epitel ganas berkembang biak dan menyerangstroma sekitarnya sebagai


sel tunggal, pulau-pulau, dan talisel epitel. Desmoplasia, limfosit, daneosinofil sering
terlihat di depan tumor danmungkin atau mungkin tidak berkorelasi dengan
prognosis. Akibat perkembangan sel epitel ganas terjadimya perubahan sitologi. Hal
ini menyebabkan pembentukan keratinmungkin bertambah atau tumor mungkin

Universitas Sumatera Utara


meminimal untuk nonkeratinizing. Selain itu keratinpembentukan mutiara mungkin
berhubungan dengan reaksi benda asing. Epitel yang berdekatan menunjukan
berbagaiderajat displasia, tetapi dengan kuantitiyang minimal. Kasus seperti
candidainfeksi adalah umum. Ketebalan tumor berkorelasi dengan kekambuhan,
nodalmetastasis, dan kelangsungan hidup, meskipun ini adalah pada situs tertentu.19

Gambar 2. Gambaran histopatologi


squamous cell carcinoma19
2.4.2 Karsinoma Verukosa
Verukosa karsinoma adalah karsinoma sel skuamosa kelas
rendahneoplasma. Di England verukosa karsinoma lebih sering terkena pada orang
tua, terutamalaki-laki, dan memiliki kulit putih, verukosa karsinoma membentuk
tingkatmukosa sekitarnya. Jika kecil, mungkin dengan mudahkeliru untuk papilloma.
Karsinoma verrucous sering terkait dengan kebiasaan tembakau.12,13Karsinoma
verrucous lambat tumbuh dan menyebar kearah lateral. Tetapi jika tidak diobati
selama bertahun-tahun, maka karsinoma verrucous dapat berkembang menjadi
skuamosa invasif dan maka harusdiperlakukan sebagai karsinoma skuamosa.13

Gambar 3.Gambaran histopatalogi


karsinoma verukosa19

Universitas Sumatera Utara


2.4.3 Karsinoma Sel Skuamosa Basaloid
Basaloid karsinoma sel skuamosa adalah bentuk karsinoma
20
dengankomposisi campuran sel basaloid dan skuamosa. Biasanya dijumpai di
bahagian rongga mulut posterior; dan umumnya ditemukanpada tahap akhir dengan
keterlibatan nodal.19Ciri histologis basaloid karsinomaadalah bahwa SCC
mempunyai hubungan intim dengan basaloid sebagai sebuahkomponen. Temuan
imunohistokimia dapat membantudalam membedakan basaloid karsinoma sel
skuamosa dari tumor yang sama histopatologi. Ia telah ditemukan bahwa tumor ganas
terkait HPV dari rongga mulut lebih mungkin untuk memiliki ciri basaloid. Basaloid
skuamosa sel memiliki prognosis yang lebih buruk daripada SCC konvensional.14

Gambar 4. Gambaran histopatologikarsinoma


selskuamosa basaloid dengan kadar
mitosis yang tinggi.1

2.4.4 Karsinoma sel spindle


Perhatian harus diambil agar tidak mengkelirukan karsinoma sel spindle
dengan sel spindle melanoma ganas atau dengan sarkoma dari berbagai jenis. Sering
kali skuamosa yang berkomponen karsinoma sel didalam spindle sel karsinoma tidak
bisa diidentifikasi dan beberapa bagian atau blokmungkin diperlukan untuk
menemukannya. Angka mitosis di karsinoma sel spindle, termasuk bentuk
normal,biasanya tidak sulit untuk ditemukan. Ciri karsinoma sel spindle ini mirip
dengan jenis yang lebih sering dan biasa yaitu squamous cell carcinoma.20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Sel spindle memiliki nuclei reaktif
besar19

2.4.5 Papillary Squamous Cell Carcinoma


Papillary squamous cell adalah papiler exophyticlesi yang menunjukkan
displasia epitel, bahkan mungkinkarsinoma in situ, dan relatif tidak bisa diidentifikasi
dalam bidangsquamous cell carcinoma invasif dan harus dibedakan dari
verrucouskarsinoma.14

Gambar 6: Gambaran histopatologi papillary


squamous cell carcinoma.19

2.4.6 Adenosquamous Cell Carcinoma


Adenosquamous carcinomapaling sering terjadi pada rongga mulut, laring,
dasar mulut, danlidah. Kasus ini biasanya terjadi di rongga mulut posterior laki – laki.
Adenosquamous carcinoma mempunyai prognosis buruk, dengan 45% menunjukkan
kekambuhan lokal,65% menunjukan metastasis nodal, dan 40% sampai 50%penyakit
yang menyebabkan dalam waktu 2 tahun.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7. Gambaran histopatologi adenosquamous
carcinoma.19

2.4.7 Carcinoma Cuniculatum


Carcinoma cuniculatum merupakan jenis tumor ganas mulut yang jarang
dijumpai. Iamempunyai kesamaan dengan lesi yang lebih umumdijelaskan di kaki
dimana tumor berinflitansi di dalam tulang. Tumor mulut menunjukanproliferasi
skuamosa bertingkatepitel dalam proses yang luas dengan keratincore dan keratin
diisi kriptus yangtampaknya menggali ke dalam tulang, tetapi tidak jelasfitur sitologi
keganasan. Diagnosis pada spesimen biopsibisa sangat sulit dan korelasi denganfitur
klinis dan radiografi adalahwajib.12

Gambar 8. Gambaran histopatologi carcinoma


cuniculatum19

Universitas Sumatera Utara


2.5 Gambaran Klinis
Pasien dengan squamous cell carcinoma oral kecilsering kalidijumpai dengan
gejala kecil dan simptom yang minimum. Oleh karena itu,indeks tinggi pemeriksaan
klinis diperlukan untukmendiagnosa lesi kecil, terutama jikapasien memiliki
kebiasaan tembakau dan alkohol. Pasien mungkin hadir dengan lesiberwarna merah,
lesi campur merah dan putih, atauplak putih.12
Namun, kebanyakan pasien datang dengan tanda- tanda dan gejala penyakit
lokal. Gambaran klinis ini dapat bervariasimenurut subsite intraoral yang
terkena.Pertumbuhan mukosa dan ulserasi,nyeri, nyeri telinga, malodor dari mulut,
kesulitan untuk berbicara,membuka mulut, mengunyah, kesulitandan nyeri untuk
menelan, pendarahan,penurunan berat badan, dan leher bengkak merupakan gejala
klinis umum tumor ganas mulut.12
American Joint Committee On Oral Cancer (AJCC) membahagi gambaran
klinis rongga mulut keoada beberapa lokasi untuk mengetahui perkembangan
karsinoma pada rongga mulut. Ini akan membantu dalam mempelajari gambaran
klinis berdasarkan lokai.30

2.5.1 Squamous Cell Carcinoma di Lidah


Di Amerika Serikat, hampir 75% karsinoma terletak pada 2/3 anterior lidah
dan 25% pada 1/3 posterior lidah. Karsinoma lidah menunjukan 22% hingga 49%
dari semua bagian karsinoma di rongga mulut.
Karsinoma lidah ditandai dengan adanya ulkus yang berukuran 2cm atau
lebih. Sekitar lebih dari 60% penderita karsinoma lidah terdapat ulkus yang
berukuran kurang dari 2cm mempunyai ketahanan hidup lebih dari 5 tahun setelah
perawatan. Pada stadium lanjut, tanda yang paling umum adalah ulkus malignan yang
berdiameter beberapa sentimeter, konsistensi keras, batas bulat atau irregular dan
permukaan kasar yang berdarah secara spontan. Makan, menelan dan berbicara
menjadi sulit. Pada waktu ini, rasa nyeri menjadi simptom utama dan nodus etah
bening juga terlibat.13

Universitas Sumatera Utara


2.5.2 Squamous Cell Carcinoma di Bibir
Dari seluruh karsinoma di rongga mulut keladian karsinoma bibir adalah
sekitar 2% hingga 42%. Karsinoma bibir biasanya terjadi pada laki-laki yang berusia
lanjut akibat paparan sinar matahari. Metastasis nodus getah bening pada karsinoma
bibir jarang terjadi, 10% terjadi pada bibir bawah dan 20% pada bibir atas.30
Tanda awal dari karsinoma adalah terdapat daerah yang menebal, indurasi,
krusta atau ulkus bibir yang dangkal, diameter kurang dari 1 cm. Karsinoma yang
parah jarang di temui sekarang. Penyebaran ke nodus getah bening adalah lambat.
Nodus yang pertama kali terkena adalah submental.13
2.5.3 Squamous Cell Carcinoma di Mukosa Bukal
Dari seluruh karsinoma rongga mulut kejadian karsinoma mukosa bukal
adalah 2% hingga 10%. Di Asia Tengah dan Timur Selatan, lebih dari 40% penderita
karsinoma dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih,
kapur dan tembakau. Sekitar 10% hingga 27% penderita karsinoma mukosa bukal
akan bermetastasis ke servikal.30
2.5.4 Squamous Cell Carcinoma di Linggir Alveolar

Karsinoma linggir alveolar menunjukan 2% hingga 18% dari semua


karsinoma di rongga mulut dan biasanya terjadi pada mandibular alveolus yaitu 64%
hingga 76%. Pada waktu diagnosis, sekitar 1/3 dari penderita karsinoma linggir
alveolar telah terjadi penipisan tulang. Metastasis ke nodus getah bening sering
terjadi pada karsinoma linggir mandibular dibandingkan dengan tumor linggir
maksila. Karsinoma linggir alveolar merupakan tumor yang tersembunyi dan
membahayakan serta sering disalah anggap sebagai lesi infamasi, periodontitis,
gingivitis, abses gigi atau luka gigi protesa. 30
2.5.5 Squamous Cell Carcinoma di Palatum
Di Amerika serikat, hanya 25% dari karsinoma rongga mulut palatal terjadi di
palatum keras dan 75% di palatum lunak. Di India dan Asia Timur Selatan dimana
kebiasaan merokok terbalik adalah popular. Proprosi terjadinya lesi palatum keras
adalah lebih besar. Lesi palatum keras dari semua karsinoma sel skuamosa adlaah 3%
hingga 6%.30

Universitas Sumatera Utara


2.5.6 Squamous Cell Carcinoma di Trigonum Retromolar
Dari seluruh karsinoma di rongga mulut kejadian karsinoma trigonum
retromolar adalah 2% hingga 6%. Simptom utama pada karsinoma trigonum
retromolar adalah sakit tenggorokkan, sakit telinga dan trismus. Lesi pada trigonum
retromolar berpotensi menjadi agresif dengan metastasis ke servikal karena terdapat
sebanyak 27% hingga 56% individu yang terjadi metastasis.30
2.6 Diagnosis
Diagnosis squamous cell carcinomadi rongga mulut meliputi pemeriksaan
klinis seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik, biru toluidine, biopsi jaringan rongga
mulut dan pemeriksaan radiografi seperti computed tomography (CT) dan magnetic
resonance imaging (MRI).
2.6.1 Anamnesa
Sebelum melakukan pemeriksaan gigi, dokter gigi sebaiknya melakukan
anamnesis terhadap keluhan pasien, bagaimana perjalanan penyakit, faktor etiologi
dan resiko, pengobatan yang telah diberikan, hasil pengobatan dan berapa lama
kerterlambatan.21
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Kelainan dalam rongga mulut diperiksa dengan cara inspeksi dan palpasi
dengan bantuan spatel lidah dan penerangan memakai lampu senter atau lampu
kepala. Seluruh rongga mulut dilihat, mulai bibir sampai orofaring posterior.
Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan memasukkan 1 atau 2 jari ke dalam
mulut. Untukmenentukan dalamnya lesi dilakukan dengan perabaan bimanual. Satu
atau 2 jari tangan kanan atau kiri dimasukkan ke dalam rongga mulut dan jari-jari
tangan lainnya meraba lesi dari luar mulut. Untuk dapat inspeksi lidah dan orofaring
maka ujung lidah yang telah dibalut dengan kasa 2x2 inci dipegang dengan tangan
kiri pemeriksaan dan ditarik keluar rongga mulut dan diarahkan kekanan dan kekiri
untuk melihat permukaan dorsal, ventral dan lateral lidah, dasar mulut dan orofaring.
Inspeksi bisa lebih baik lagi bila menggunakan bantuan cermin pemeriksa. Tentukan
dimana lokasi tumor primer, bagaimana bentuknya, berapa besarnya dalam cm,
berapa luas infiltrasinya dan bagaimana operabilitasnya.21

Universitas Sumatera Utara


2.6.3 Biopsi
Biopsi dari tumor ganas mulut adalah wajib sebelum pengobatan.5Apabila
suatu lesi yang mencurigakai telah diidentifikasi dalam rongga mulut, diagnosis
jaringan harus dilakukan sebelum menentukan perawatan. Biopsi tradisional yaitu
insisi atau eksisi untuk lesi kecil adalah cara yang terbaik. Ini harus ditekan bahwa
dimensi lesi yang akurat harus diperoleh sebelum biopsi supaya mengetahui stadium
lesi dengan lebih jelas. Untuk lesi yang besar lebih baik dilakukan biopsi dari
beberapa lokasi yang berbeda untuk mengurangi kesalahan interpretasi sebagai
dysplasia, nekrosis atau inflamasi.30

2.6.4 Pemeriksaan histopatologi


Evaluasi histopatologis dari tingkat di mana tumor ini menyerupai jaringan
induknya dan menghasilkan produk normal (keratin) disebut gradasi. Lesi dinilai
pada skala tiga poin (kelas I sampai III). Tingkat histopatologis tumor agak terkait
dengan perilaku biologisnya. Tumor yang cukup membesar untuk menyerupai
jaringan asalnya tampaknya tumbuh pada kecepatan yang lebih lambat dan kemudian
bermetastasis pada waktunya, disebut well differentiated squamous cell carcinoma.34
Tumor yang memproduksi keratin yang sedikit atau tidak ada, mungkin tidak
membesar sehingga menjadi sulit untuk mengidentifikasi jaringan asal. Tumor ini
sering membesar dengan cepat dan bermetastasis di awal perjalanannya dan disebut
poorly differentiated. Tumor dengan penampilan mikroskopis di antara kedua
ekstrem ini diberi label karsinoma moderately differentiated. Sampai batas tertentu,
penilaian karsinoma sel skuamosa adalah proses subyektif, bergantung pada area
sampel tumor dan kriteria ahli patologi individu untuk evaluasi.Stadium klinis
tampaknya berkorelasi jauh lebih baik dengan prognosis daripada gradasi
mikroskopik.34

Universitas Sumatera Utara


Gambar 9. Karsinoma sel skuamosa well
differentiated.

Gambar 10. Karsinoma sel skuamosa


moderately differentiated

Gambar 11. Karsinoma sel skuamosa poorly


differentiated

Universitas Sumatera Utara


2.6.5 Pemeriksaan Sitologi
Sitopatologi eksfoliatif adalah cabang ilmu patologi yang mempelajari
morfologi sel terdeskuamasi baik yang normal maupun yang berubah karena proses
patologis. Gambaran sitopatologi eksfoliatif yang sampelnya diambil dari mukosa
oral berhubungan erat dengan struktur morfologi jaringan epitel skuamosa. Kelebihan
dari sitopatologi eksfoliatif. Metode ini lebih mudah dan cepat untuk diagnosis
penunjang dibandingkan histopatologi.31

Dari hasil penelitian oleh Navone dkk tahun 2004 didapatkan bahwa
pemeriksaan sitopatologi dapat meningkatkan keakuratan pemeriksaan histopatologi
di rongga mulut untuk lesi-lesi jinak dan menjadi sarana screening untuk menentukan
lesi-lesi ganas. Dibandingkan eksisi atau insisi biopsi, proses pengambilan sediaan
sitopatologi secara eksfoliasi tidak menimbulkan luka atau jejas yang besar, karena
luka yang besar akan menyulitkan evaluasi progresivitas penyakit. Metode ini juga
dapat mengambil permukaan yang lebih luas dibandingkan insisi atau eksisi terhadap
lesi di permukaan mukosa. Struktur sel terkadang dapat dilihat lebih jelas dibanding
histopatologis karena pengerutan minimal, dan suatu sel dapat dilihat secara tiga
dimensi. Selain itu teknik ini juga dapat diwarnai dengan pewarnaan
imunositokimia.31
2.6.6 Pemeriksaan Radiologi
Computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging(MRI) adalah
jenis radiologis yang paling tepat untuk menetapkan stadium pra-terapi tumor
kepalakarena mereka memberikan informasi tentang sejauh manalesi, infiltrasi
pembuluh darah besar dan metastasisdi nodus limpa.22
Computed Tomography (CT) umumnya digunakan untuk daerah
maksilofasial. CT sangat sensitif untuk mendeteksi daerah kecil kortikal invasi
tulang. Peningkatan kontras yodium digunakan untuk studi CT. Bagian scanning
terdiri dari dasar tengkorak ke clavical. Ukuran, bentuk, nekrosis dan ekstrakapsular
penyebarankelenjar getah bening dievaluasi. Penilaian invasistruktur penting, yaitu

Universitas Sumatera Utara


karotid internal atauarteri, vena jugularis internal, dasar tengkorak atau cerukan
dada,juga ditunjukkan di CT scan.23
Namun, MRI memberikan kontras yang superior antara normal anatomi
jaringan lunak dan patologi, tanpa perlu intravena berbasis yodium agen kontras.
MRI dapat mendeteksi dengan lebih akurat seperti sejauh mana tumor melintasi di
garis tengah lidah dan ke dasar lidah, dasar mulut, dan deep facial space.24
2.6.7 Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher.32
Tabel 1. Kelompok kelenjar getah bening32
Kelompok Keterangan
kelenjar getah
bening
Level I Kelenjar getah bening dalam batas segitiga antara m. digastrikus
• Sublevel I A bagian anterior dan tulang hioid. Kelompok ini mempunyai risiko
(submental) metastasis keganasan dari dasar mulut, anterior lidah, anterior
mandibula, bibir bawah

• Sublevel IB Kelenjar getah bening dalam batas m.digastrik bagian anterior, m.


(submandibular) Stilohioid, dan mandibula. Kelompok ini mempunyai risiko
metastasis keganasan dari kavum oral, kavum nasal anterior,
jaringan lunak wajah, dan glandula
submandibularis.
Level II Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 atas,
(jugular atas) nervus asesorius spinalis mulai dari basis kranii sampai bagian
inferior
tulang hioid. Kelompok ini mempunyai risiko untuk metastasis
keganasan dari kavum oral, kavum nasi, nasofaring, orofaring,

Universitas Sumatera Utara


hipofaring, laring,
dan kelenjar parotis.
• Sublevel IIA Terletak di bagian anterior nervus asesorius spinalis
• Sublevel IIB Terletak di bagian anterior nervus asesorius spinali
Level III Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 tengah,
(jugular tengah) mulai bagian inferior tulang hioid sampai bagian inferior kartilago
Krikoidea Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan
dari kavum oral, nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring
Level IV Kelenjar getah bening di antara vena jugularis interna 1/3 bawah,
(jugular bawah) mulai bagian inferior kartilago krikoidea sampai klavikula
Kelompok ini mempunyai risiko metastasis keganasan dari
hipofaring, tiroid, esofagus bagian servikal, dan laring
Level V Kelenjar getah bening di sekitar nervus asesoris pertengahan bawah
(posterior dan arteri servikal transversa. Kelompok ini mempunyai risiko
triangle group) metastasis keganasan dari nasofaring, orofaring, dan struktur kulit
pada posterior kepala dan leher
• Sublevel VA Di atas batas inferior arkus krikoideus anterior, termasuk kelenjar
asesoris spinal
• Sublevel VB Di bawah batas inferior arkus krikoideus anterior, termasuk kelenjar
supraklavikula (kecuali nodus Virchow di level IV)
Level VI Kelenjar getah bening di antara tulang hioid dan takik suprasternal
(anterior (suprasternal notch). Kelompok ini mempunyai risiko untuk
triangle group) metastasis keganasan dari tiroid, laring bagian glotis dan subglotis,
apeks sinus piriformis, dan
esofagus bagian servikal

2.7 Stadium
Tujuan dari pementasan tumor ganas kepala dan leher adalah penting karena
ia menentukan rencana perawatandan memberikan terminologi umum dalam
pelaporan hasil akhir atau prognosis.17Selain itu kategori didasarkan hampir

Universitas Sumatera Utara


seluruhnya pada pemeriksaan klinis, pemeriksaan fisik, dan metode diagnostik
lainnya.16

TNM mempunyai 3 parameter untuk mengelompokan tumor ganas rongga


mulut:

a. T menunjukan ukuran dari tumor primer


b. N menunjukan penyebaran ke kelenjar getah bening
c. M menunjukan tumor ganas telah menyebar (metastasis) ke organ lain dari
tubuh 17

2.7.1 Ukuran Tumor (T)


Tabel 2. Klasifikasi ukuran dari tumor.12
T Penjelasan
T Tumor primer
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
TO Tidak ada tumor primer
Tis Karsinoma in situ
T1 Besar tumor 2 cm atau kurang.
T2 Besar tumor lebih dari 2 cm atau 4 cm
T3 Besar tumor lebih dari 4cm
T4a Tumor tumbuh dan menyerang organ disekitarnya
• Tumor ganas rongga mulut: tumor tumbuh
melaluicortical bone, kedalam tulang rahang atau wajah
otot, lapisan dalam dari lidah,kulit wajah, atau sinus
maksilaris
• Tumor ganas bibir: tumor tumbuh melalui cortical bone,
internel korotoid arteri, dasar mulut atau hidung
T4b • Tumor ganas rongga mulut dan bibir: tumor tumbuh
melalui masticatorspace, pterygoid plates, atau skull
base

Universitas Sumatera Utara


2.7.2 Kelenjar Getah Bening (N)
Tabel 3. Klasifikasi penyebaran tumor ke kelenjar getah bening:12
N Penjelasan
NX Kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.
NO Tumor ganas belum menyebar ke kelenjar getah bening.
N1 Tumor ganas menyebar ke kelenjar getah bening di salah satu
sisi yang sama dan tidak lebih dari 3 mm
N2a Tumor ganas menyebar ke kelenjar getah bening di salah satu
sisi yang sama 3 cm-6cm.
N2b Tumor ganas menyebar ke 2 atau lebih kelenjar getah bening
pada sisi yang sama dan tidak lebih besar dari 6 cm
N2c Tumor ganas menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening
pada kedua sisi leher dan tidak lebih besar dari 6 cm.
N3 Tumor ganas menyebar ke kelenjar getah bening yang lebih
besar dari 6 cm.

2.7.3 Metastasis (M)


Tabel 4. Klasifikasi tumor ganas bermetastase ke bagian tubuh yang lain:12
M Penjelasan
Mx Metastasis tidak dapat dinilai.
MO Tidak ada metastasis.
M1 Terdapat metastasis.

Universitas Sumatera Utara


2.7.4 Klasifikasi Stadium
Tabel5. Klasifikasi stadium tumor ganas rongga mulut:12
Stage 0 Tis NO M0
Stage I T1 N0 M0
Stage II T2 N0 M0
Stage III T1,T2 N1 M0
T3 N0,N1
Stage IVA T1,T2,T3 N2 M0
T4a N0,N1,N2
Stage IVB Any T N3 M0
T4b Any N
Stage IVC Any T Any N M1
2.8 Perawatan
Sejumlah terapi modalitas saat ini tersedia untuk pengelolaan squamous cell
carcinoma dirongga mulut. Antara terapi yang paling penting meliputi eksisi bedah,
terapi radiasi,kemoterapi, atau kombinasi dari dua atau lebih dari modalitas tersebut.
Pengobatan yang digunakantergantung pada saiz tumor dan lokasi, status fisik dan
sosial pasien, danpengalaman serta keterampilan dokter.2

2.8.1 Bedah
Bedah adalah pilihan pengobatan pertama untuk squamous cell carcinoma
yang kecil.2Eksisi bedah lokal dapat digunakan untuk tumor ganas rongga mulut yang
berukuran 2cm dan dapat dikerluarkandengan teknik transoral. Ketika mandibula
terlibat, radiocurability adalah tidak mungkin, dan reseksi tumor primer dengan
teknik mandibula proksimal dan pembedahan leher dibutuhkan.24Namun, stadium
lanjut squamous cell carcinoma biasanya diobati dengan program pengobatan
gabungan dari bedah, kemoterapi, dan radioterapi. Reseksi bedah karsinoma oral
dengan margin bebas tumor kurang dari 5 mm dapat diikuti denganpertumbuhan
kembali tumor ganas dan mungkin dengan metastasis yang lebih besar, dan biasanya
memerlukan administrasi pasca-operasi kemoradioterapi.2

Universitas Sumatera Utara


2.8.2 Radioterapi
Terapi radiasi dapat diberikan untuk menyembuhkansebagai bagian dari
gabungan radiasi-operasi dan/atau kemoterapimanajemen, atau untuk palliation.
Radiasi membunuh sel dengan berinteraksi dengan molekul airdalam sel,
memproduksi molekul yang berinteraksi denganproses biokimia dalam sel dan
menyebabkan kerusakan DNA secara lansung. Sel-sel yang terkena mungkin mati
atau tetap tidak mampudivisi. Karena potensi yang lebih besar untuk perbaikan seldi
jaringan normal dibandingkan pada sel-sel ganas dan kerentanan yang lebih besar
kepada radiasi karena fraksi pertumbuhan yang lebih tinggi darisel tumor ganas,
kelainan jenis efek dicapai. Untuk mencapaiefek terapi, terapi radiasi diberikan dalam
pecahan hariandengan merencanakan hari untuk memberi radiasi. Relatif hipoksia
pusatsel-sel tumor kurang rentan terhadap radioterapi tetapi mungkinmenjadi lebih
baik akibat kerana sel perifer dipengaruhi olehradiasi dan dengan demikian menjadi
lebih rentan terhadapfraksi radiasi. Squamous cell carcinoma biasanya adalah
radiosensitifdan lesi awal dapat disembuhkan. Tumor eksofitik dan beroksigen adalah
yanglebih radiosensitif, manakala tumor invasif yang besar dengan fraksi
pertumbuhan yang kecil adalah kurang responsif.Squamous cell carcinoma yang
terbatas padamukosa dapat disembuhkan dengan radioterapi. Namun, tumor yang
menyebar ke tulang mengurangi kemungkinan penyembuhan dengan
14
radiasisendirian.
2.8.3 Kemoterapi
Kemoterapi digunakan sebagai terapi induksi sebelum terapi lokal,
kemoradioterapi simultan, dan kemoterapi adjuvan setelah pengobatan lokal.Tujuan
dari kemoterapi induksiadalah untuk mempromosikan pengurangan tumor awal dan
untuk memberikanpengobatan micrometastases yang awal karena kontrol lokal telah
meningkat dengan terapi gabungan agresif,tetapi terjadinya kegagalan karena
penyakit metastasis telah meningkat.Efek potensial toxik dari kemoterapi termasuk
mucositis,mual, muntah, dan penekanan sumsum tulang. Agen prinsip yang telah
dipelajari sendiri atau dalam kombinasidi kepala dan tumor ganas leher adalah
methotrexate, bleomycin,Taxol dan turunannya, turunan platinum (cisplatin

Universitas Sumatera Utara


dancarboplatin), dan 5-fluorouracil. Tanggapan tumor awaluntuk kemoterapi
sebelum radioterapi dapat memprediksi respontumorterhadap radiasi. Protokol
kemoterapi danradioterapi sekarang adalah untuk standar perawatan bagi tahap3 dan
4 sebagai terapi primer dan setelah operasi untuk penyakitdengan prognostik yang
buruk setelah operasi termasuk margin dekat, dan invasi vaskular oleh tumor.Induksi
kemoterapi masih belum menjadi standardalam protokol pengobatan. Namun, ada
buktitingkat respons yang baik, namun manfaat kelangsungan hidup masih belum
mapan. Dengan penggunaan kemoradioterapi simultan yang lebih banyak, morbiditas
terkait dengan terapi ini akan menjadi lebihjelas.14

Universitas Sumatera Utara


Kerangka Teori

Squamous Cell Carcinoma di rongga mulut

Definisi Patogenesis Gambaran Stadium


Klinis

Etiologi Gambaran Diagnosis Perawatan


Histologi
Tembakau
Squamous
Alkahol Cell
Carcinoma
Menyirih
Karsinoma
Defisiensi Verukosa
nutrisi
Karsinoma
Virus Sel
Skuamosa
Usia dan Basaloid
Jenis
Karsinoma
kelamin
Sel
Pendidikan Spindle

Papillary
Squamous
Cell
Carcinoma

Adenousquamous
Cell Carcinoma
Carcinoma
Cuniculatum

Universitas Sumatera Utara


Kerangka Konsep

Usia

Prevalensi
Jenis kelamin
Squamous Cell
Carcinoma

Pendidikan

Universitas Sumatera Utara


BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Penelitian dilakukan secara survei deskriptif yaitu untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan prevalensi squamous cell carcinomapada rongga mulut
berdasarkan jenis kelamin, umur dan pendidikan pada pasien yang dirawat di
RSUP H. Adam Malik Medan.

3.2 Lokasi penelitian dan Waktu


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 8 Februari – 3 Maret 2017.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengunjungi RSUP
H. Adam Malik yang didiagnosa menderita squamous cell carcinomapada
rongga mulut pada Januari 2014 hingga Desember 2016
3.3.2 Sampel
Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total
sampling dimana sampel pada penelitian ini adalah seluruh rekam medik
pasien yang mengalami squamous cell carcinomapada rongga mulut di RSUP
H. Adam Malik pada Januari 2014 hingga Desember 2016.
Kriteria inklusi:
a. Data rekam medik pasien yang mengalami squamous cell carcinomapada
rongga mulut yang dirawat di RSUP H. Adam Malik yang setidaknya
memiliki informasi tentang data pribadi pasien yang mengalami squamous
cell carcinoma (Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan) serta tipe dan
perawatan yang diterima dari Januari 2014 hingga Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara


Kriteria eksklusi:
a. Data rekam medic pasien yang mengalami squamous cell carcinomapada
rongga mulut di RSUP H. Adam Malik selain pada bulan Januari 2014
hingga Desember 2016.
b. Data rekam medik pasien yang mengalami squamous cell carcinomapada
rongga mulut di RSUP H. Adam Malik yang tidak mencantumkan data
pribadi pasien.
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Tabel 6. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional


Variabel Squamous cell Squamous cell carcinoma merupakan
Tergantung carcinomapada tumor ganas yang berasal dari sel- sel epitel
rongga mulut skuamosa yang cenderung menginfiltrasi
jaringan sekitarnya dan biasanya
menimbulkan metastase. 11
Usia Usia sesuai yang dicatat di status rekam
medik pasien yang mengalami squamous
Variabel cell carcinoma pada rongga mulut di RSUP
Bebas H. Adam Malik Medan dari tahun 2014
sampai 2016
Jenis kelamin Pasien yang mengalami squamous cell
carcinomapada rongga mulut di RSUP H.
Adam Malik Medan yang berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan.
Pendidikan Tingkat pendidikan formal terakhir yang
diselesaikan yang dicatat di status rekam
medik pasien yang mengalami squamous
cell carcinoma pada rongga mulut di RSUP
H. Adam Malik Medan tahun 2014 - 2016

Universitas Sumatera Utara


3.5Alat dan Bahan Penelitian
1. Rekam Medis pasien
2. Alat tulis
3.6 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di bagian rekam medik RSUP H. Adam Malik.
Data data pasien mengalami squamous cell carcinoma pada rongga mulut
diambil dan dicatat. Selain itu, data-data yang diingan dicatat melalui rekam
medik pasien seperti usia, jenis kelamin dan pendidikan.

3.7 Pengolahan Data


Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan
grafik.

3.8 Analisis Data


a. Menghitung prevalensi squamous cell carcinomapada rongga mulut di
RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 – 2016

b. Menghitung prevalensi squamous cell carcinomapada rongga mulut di


RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan usia pasien.

c. Menghitung prevalensi squamous cell carcinomapada rongga mulut di


RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan jenis
kelamin.

d. Menghitung prevalensi squamous cell carcinomapada rongga mulut di


RSUP H. Adam Malik pada tahun 2014 – 2016 berdasarkan pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


3.9 Alur Penelitian

Prevalensi Squamous Cell Carcinoma rongga mulut di RSUP H. Adam Malik pada
2014 – 2016

Populasi
Pasien yang mengunjungi RSUP H. Adam Malik yang didiagnosa Squamous Cell
Carcinomadi rongga mulut

Sampel
Pasien yang mengalami Squamous Cell Carcinomadi rongga mulut di RSUP H.
Adam Malik pada tahun 2014 hingga 2016.

Variabel
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan

Rekam medis

Data diolah secara manual dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan grafik

Hitung prevalensi Squamous Cell Carcinomadi rongga mulut pada tahun 2014 –

Universitas Sumatera Utara


2016 dan distribusinya dalam umur, jenis kelamin dan pendidikan

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

` 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian


Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan sebuah
rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Utara, terletak di pinggiran kota Medan. Rumah sakit ini dibangun
berdasarkan Surat Keputusan Menkes No.335/Menkes/SK/VII/1990 yang merupakan
rumah sakit kelas A, yang terletak di jalan Bunga Lau No. 17 Padang Bulan, Medan.
Di samping itu juga merupakan Rumah Sakit Pusat Rujukan untuk wilayah
Pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Propinsi Aceh, Propinsi
Sumatera Barat, dan Propinsi Riau. Rumah Sakit Adam Malik mulai beroperasi sejak
tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan
rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.
Pelayanan medis adalah pelayanan yang diberikan RSUP H. Adam Malik
terhadap pasien dalam bidang medis atau kesehatan, yaitu dalam bidang pengobatan.
Pelayanan medis yang dimiliki RSUP H. Adam Malik Medan antaranya adalah
poliklinik gigi dan mulut.
4.2 Prevalensi Squamous Cell Carcinoma Pada RonggaMulut Di RSUP H.
Adam Malik PadaTahun 2014-2016
Dari data-data yang diperoleh di bagian rekam medik Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik Medan, diperoleh jumlah pasien yang didiagnosa Squamous
Cell Carcinoma pada rongga mulut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Pada Tahun 2014-2016 sejumlah 120 orang.

4.3 Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.


Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Usia
Dari 120 kasus yang diperoleh, jumlah usia tertinggi yang didiagnosa
Squamous Cell Carcinoma pada rongga mulut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik adalah usia 18-65 tahun sebanyak 72,5%, pada usia 66-79 tahun
sebanyak 19,16%, pada usia 0-17 tahun sebanyak 5,83, Persentase terendah adalah

Universitas Sumatera Utara


pada usia 80-99 sebanyak 2,5%. Distribusi Squamous Cell Carcinoma dijumpai pada
usia paling muda yaitu 2 tahun dan paling tua pada usia 91 tahun.

Tabel 7. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.


Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Usia

Usia Squamous Cell Carcinoma pada rongga mulut


Jumlah (Orang) Persentase

0-17. 7 5.83%
18-65. 87 72.5%
66-79 23 19.16%
80-99 3 2.5%
>100 0 0%
Total 120 100%

Grafik 1. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.


Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Usia

Universitas Sumatera Utara


4.4 Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.
Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Jenis Kelamin.
Dari 120 orang yang mengalami Squamous Cell Carcinoma pada rongga
mulut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang terjadi pada laki-laki
sebanyak 46 orang dengan persentase sebesar 38 % dan pada perempuan sebanyak 74
orang dengan persentase sebesar 62%. Diperoleh rasio terjadinya squamous cell
carcinoma dirongga mulut adalah sebesar 1:1,6.
Tabel 8. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.
Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis kelamin Squamous Cell Carcinoma pada rongga mulut


Jumlah (Orang) Persentase

Laki-laki 46 38%
Perempuan 74 62%

Grafik 2.Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.


Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Universitas Sumatera Utara


4.5 Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.
Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Pendidikan

Dari 120 kasus yang diperoleh, jumlah tertinggi yang didiagnosa Squamous
Cell Carcinoma pada rongga mulut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
berdasarkan pendidikan adalah Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) sebanyak
44,17%, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 30,83%, Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama
(SLTP) sebanyak 13,30%, Sarjana sebanyak 10%, dan persentase terendah adalah
yang tidak bersekolah sebanyak 1,67%.

Tabel 9. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.


Adam Malik PadaTahun 2014-2016 BerdasarkanPendidikan.

Tahap Pendidikan Squamous Cell Carcinoma pada rongga mulut


Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 37 30.83%
SLTP 16 13.30%
SLTA 53 44.17%
Sarjana 12 10%
Tidak Sekolah 2 1.67%
total 120 100%

Grafik 3. Distribusi Squamous Cell Carcinoma Pada Rongga Mulut Di RSUP H.


Adam Malik Pada Tahun 2014-2016 Berdasarkan Pendidikan

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
pasien yang didiagnosa squamous cell carcinoma pada rongga mulut pada tahun
2014 hingga 2016 adalah sebanyak 120 pasien. Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa
pasien mengalami squamous cell carcinoma di rongga mulut terjadi hampir pada
seluruh rentang usia dari yang paling muda yaitu 2 tahun dan yang paling tua
91tahun. Persentase pasien yang mengalami squamous cell carcinoma di rongga
mulut pada usia 18-65 tahun sebanyak 72,5%, pada usia 66-79 tahun sebanyak
19,16%, pada usia 0-17 tahun sebanyak 5,3, Persentase terendah adalah pada usia 80-
99 tahun sebanyak 2,5%. Hasil ini telah membuktikan teori dari pada literatur
Cawson RA dan Odell EW menyatakan bahwa usia yang sering terkena squamous
cell carcinoma adalah di atas 40 tahun yaitu sebanyak 98%.13Pada penelitian di Asia
oleh Rao SVK dkk pada tahun 2013 menyatakan bahwa 17% pada usia di bawah 40
tahun mengalami squamous cell carcinoma.10 Peningkatan kejadian kanker dengan
usia lanjut sebagian mungkin disebabkan oleh peningkatan tingkat reaksi radikal
bebas seiring dengan pertambahan usia. Selain itu, ada yang mengatakan bahwa
kemampuan sistem kekebalan tubuh berkurang untuk menghilangkan sel yang
berubah karena toleransi kekebalan tubuh, sehingga efektivitas pengawasan kanker
oleh sel kekebalan berkurang dengan usia lanjut.33 Seterusnya,ditemuipasien yang
berusia 60 tahun ke atas paling tidak sadar bahwa lesi merah dan / atau putih adalah
tanda awal kanker mulut. Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa orang tua
merasakan perubahan mukosa oral mereka sebagai bagian dari proses biologi alami
penuaan.8

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa pasien mengalami squamous cell carcinoma
di rongga mulut berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan rasio terjadinya
squamous cell carcinoma di rongga mulut pada laki-laki dan perempuan adalah lebih
kurang sama yaitu 1:1,6. Hasil ini berbeda dengan teori yang terdapat pada
beberapa literatur. Pada literatur Neville BW juga menyatakan bahwa rasio terjadinya

Universitas Sumatera Utara


squamous cell carcinoma di rongga mulut pada laki laki dan perempuan adalah 2:1.17
Pada literatur Filler L dan literatur dari Agam NJM menyatakan kasus squamous cell
carcinoma di rongga mulut lebih banyak ditemukan pada laki-laki dari perempuan
yaitu rasio sebanyak 1,5:1.2,3 Pada penelitian di Canada oleh Lorade DM dkk pada
tahun 2006 pasien yang mengalami squamous cell carcinoma di rongga mulut
ditemukan 12% pada laki laki dan 5% pada perempuan dan rasio laki-laki terhadap
perempuan adalah 2:1.9

Pada penelitian di Yaman oleh Halboub ES dkk pada tahun 2012 dari 541
kasus kematian pasien akibat squamous cell carcinoma di rongga mulut ditemukan
50,3% pada laki-laki dan 49,7% pada perempuan dan rasio laki-laki terhadap
perempuan adalah 1:1.26 Pada penelitian di Nigeria oleh Lawal AO dkk pada tahun
2013 menyatakan bahwa beberapa laporan lain dari India, Singapura, Hawaii dan di
Denmark tidak menemukan perbedaan dalam kejadian kanker mulut pada pria dan
wanita sementara Van Wyk dkk. (1993) menemukan kecenderungan wanita yang
lebih tinggi di India Selatan dengan rasio antara laki-laki dan perempuan 1:1,6.
Mereka menghubungkan fakta ini dengan fakta bahwa mengunyah pinang lebih
umum dilakukan pada wanita India dan Afrika Selatan daripada pria.33 Hasil ini
adalah sama dengan hasil yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan.

Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa pasien mengalami squamous cell carcinoma
dirongga mulut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik berdasarkan
pendidikan adalah Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA) sebanyak 44,17%,
Sekolah Dasar (SD) sebanyak 30,83%, Sekolah Lanjutan Tingkatan Pertama (SLTP)
sebanyak 13,30%, Sarjana sebanyak 10%, dan persentase terendah adalah yang tidak
bersekolah sebanyak 1,67%. Persentase tertinggi kasus squamous cell carcinoma
adalah pada tingkat pendidikan SLTA sebanyak 44,17%. Hasil ini membuktikan teori
literature dari India oleh Chaudhary VKM dkk yang menyatakan bahwa persentasi
squamous cell carcinoma di rongga mulut adalah lebih tinggi pada status pendidikan
yang rendah. Hal ini adalah karena tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pelbagai

Universitas Sumatera Utara


factor gaya hidup termasuk merokok, beralkahol dan menyirih.27 Selain itu, Tingkat
pendidikan yang tinggi menawarkan kemungkinan untuk mendapatkan dan
memahami informasi dan pengetahuan mengenai perilaku kesehatan mulut dan
promosi kesihatan gigi dan mulut.28

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Prevalensi squamous sel karsinoma pada rongga mulut di Rumah sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014-2016 sebesar 120 orang.
2. Prevalensi squamous cell carcinoma di rongga mulut terjadi hamper pada
seluruh rentang usia dari yang paling muda yaitu 2 tahun dan yang paling tua
91 tahun.
3. Prevalensi squamous cell carcinoma pada rongga mulut di Rumah sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada tahun 2014-2016 diperoleh
persentase yang tertinggi pada usia 18-65 tahun sebanyak 72,5%.
4. Prevalensi squamous cell carcinoma pada rongga mulut di Rumah sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terjadi pada laki-laki sebesar 38% dan
pada perempuan sebesar 62%.
5. Rasio terjadinya squamous cell carcinoma di rongga mulut pada laki laki dan
perempuan adalah sebesar 1:1,6.
6. Prevalensi squamous cell carcinoma di rongga mulut ditemui persentasi
paling tinggi pada pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkatan Atas (SLTA)
sebanyak 44,17%.
6.2 Saran

Saran penulis dalam penelitian ini:

1. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa usia lebih dari 40 tahun mengalami
squamous cell carcinoma yang lebih tinggi dari pada usia lain. Maka, tenaga
medis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik harus memberi
penyuluhan dan edukasi kepada kelompok usia tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2. Pada penelitian yang lebih lanjut diharapkan menggunakan sampel dari rumah
sakit yang lain sehingga sampel lebih banyak supaya hasil penelitian lebih
representatif.
3. Pada penelitian lanjutan juga diharap dapat melakukan penelitian mengenai
prevalensi pasien yang menderita squamous cell carcinoma di rongga mulut
yang melakukan perawatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
telah sembuh.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1. Bisen PS. Khan Z. Bundela S. Biology of oral cancer key apoptotic regulators.
Boca Raton: CRC Press, 2014; 39-40
2. Feller L; Lemmer J. Oral squamous cell carcinoma: Epidemiology, clinical
presentation and treatment. Journal of Cancer Therapy 2012; 3: 263-268

3. Agar NJM. Patel RS. Early detection, causes and screening of oral cancer.
JSM Dent 2014; 2(3): 1- 5
4. Scully C. Cancers of the oral mucosa.
http://emedicine.medscape.com/article/1075729-overview#a6 (20 November
2016)
5. Ogbureke. KUE & Bingham C. Overview at oral cancer, oral cancer. 1st ed.
Rijeka: Intech; 2012:3-20

6. Anonymous. Strengthening the prevention of oral cancer: The WHO


perspective. Community Dent Oral Epidemiol 2005; 33: 397–9.

7. Ghani WMNA, Doss JG, Jamaluddin M. Oral cancer awareness and its
determinants among a selected Malaysian population. Asian Pacific Journal of
Cancer Prevention, 2013;14: 157 -163.

8. Lorade DM, Hislop TG. Elwood JM. Oral cancer just the fact. JCAD 2006;
74: 262-272.

9. Rao SVK. Mejia G. Logan R. Epidemiology of oral cancer in Asia in the past
decade - An update. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, 2013;14:
5567- 5577
10. Kasthuri M. Aravindha BN. Masthan KMK. Toludine blue staining in the
diagnosis of oral precancer and cancer : Stains, technique and its uses - A
review. Biomed & Pharmacol. 2015; 8: 519-522

Universitas Sumatera Utara


11. American Cancer Society. The history of cancer.
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002048-pdf.pdf
(22 November 2016)
12. Bames L. Eveson JW. Reichart. P. Pathology & genetics head and neck
tumours. 2nd ed. Lyon: France: WHO publication center, 2005; 164- 176
13. Cawson RA. Odell EW. Cawson's essentials of oral pathology and oral
medicine. 7th ed. Spain: Churchill Livingstone, 2002; 243- 254.
14. Epstein J. Waal IVD. Oral cancer In : Greenberg MS. Glick M. Ship J. eds
Burket’s oral medicine. 11th ed, Hamilton : BC Decker Inc, 2008; 153- 190
15. Ogbureke KUE. Oral cancer In : Bingham C. Ogbureke KUE 1st ed. Crotaria:
InTech, 2012; 5-7.
16. Flint PW. Haughey BH. Lund VJ. Niparko JK. Cummings otolaryngology-
Head and neck surgery. 5th ed. Philadelphia: Elsevier Mmosby Inc, 2010;1-22
17. Neville BW. Day TA. Oral cancer and precancerous lesions. CA Cancer J
Clin 2002;195-215.
18. Tsao AS. Kim ES. Hong WK. Chemoprevention of cancer. CA Cancer J Clin
2004; 54: 150-180
19. Woo SB Oral pathology: A comprehensive atlas and text. 1st ed, London:
Elsevier Inc. 2012; 243-263
20. Rajendran R. Sivaoathasundharam B. Shafer’s textbook of oral pathology, 7th
ed, Chennai: Elsevier, 2012;102-154
21. Reksoprawiro S. Protokol penatalaksanaan tumor ganas rongga mulut.
Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. 1st ed. 2003; 39-52.
22. Paiva RR. Figueiredo PTS. Leite AF. Oral cancer staging established by
magnetic resonance imaging. Braz Oral Res 2011; 512-8
23. Petersson A. Grondahl HS. Suomalairen A. Computed tomography in oral and
maxillofacial radiology. Nor Tannlegeforen Tid: 2009; 86–93
24. Silverman S. Fischbein NJ. Dillon WP. Oral cancer, 5th ed. American Cancer
Society Atlas of Clinical Oncology. 2002; 48-80

Universitas Sumatera Utara


25. Takes RP. Rinaldo A. Silver CE. Future of the TNM classification and staging
system in head and neck cancer. Wiley: London, 2010; 1693-1711.
26. Halboub ES, Abdulhuq M, Al-Mandili A. Oral and Pharyngeal cancers in
Yemen. Eastern Mediterranean Health j. 2012; 18(9): 985-91
27. Chaudhary VKM. Patil S. Gawande M. Shivakuman KM. Promod RC.
Analysis of various risk factors affectingpotentially malignant disorders and
oral cancer patients of Central India. Journal Of Cancer Reaserch and
Therapeutic, 2015;11:280-286
28. T Teodara I, Danita. Socioeconomic status and oral health. The Journal of
Preventive Medicine 2005; 13(1-2): 116-121.
29. Nasihah M. Lorna S. Hubungan antara pengetahuan dan pendidikan dengan
pelaksanaan deteksi dini kanker servik melalui iva. Midro. 2013; 2: 20-26
30. Ghali GE, Connor MS. Oral Cancer. Classification, staging and diagnosis. In:
Miloro M. eds. Peterson’s of principlrs of oral maxillofacial surgery. Canada:
BC Dectar Inc, 2014: 617-30
31. Sabirin IPR. Sitopatologi eksfoliatif mukosa oral sebagai pemeriksaan
penunjang di kedokteran gigi. 2015; 2;157-161
32. Oehadian A. Pendekatan diagnosis limfadenopati. Cdk. 2013; 40: 727-732.
33. Lawal AO. Kolude B. Folosade B. Oral cancer: The nigerian experience.
International Journal of Medicine and Medical Sciences. 2013; 5: 178-183.
34. Neville BW. Damm DD. Allen CM. Oral & maxillofacial pathology. 2nd ed.
America: W.B. Saunders, 2002; 355-356.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai