Anda di halaman 1dari 16

BAB I

Kejang bukan merupakan suatu penyakit, tetapi gejala dari suatu atau beberapa penyakit
yang merupakan manifestasi dari lepasnya muatan listrik yang berlebihan dari sel neuron otak
oleh karena terganggu fungsinya akibat kelainan anatomi-fisiologi, biokimia atau kedua.1
Kejang merupakan suatu manifestasi klinis yang sering dijumpai di ruang gawat darurat.
Hampir 5% anak berumur di bawah 16 tahun setidaknya pernah mengalami sekali kejang selama
hidupnya. Kejang penting sebagai suatu tanda adanya gangguan neurologis. Keadaan tersebut
merupakan keadaan darurat. Tatalaksana kejang seringkali tidak dilakukan secara baik. Karena
diagnosis yang salah atau penggunaan obat yang kurang tepat dapat menyebabkan kejang tidak
terkontrol, depresi nafas dan rawat inap yang tidak perlu. Langkah awal dalam menghadapi
kejang adalah memastikan apakah gejala saat ini kejang atau bukan. Selanjutnya melakukan
identifikasi kemungkinan penyebabnya.1

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksimasih merupakan


masalah medis yang sangat penting oleh karena angkakematiannya masih cukup tinggi. Diantara
penyakit infeksi yang amat berbahayaadalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke
dalamnya meningitis danensefalitis. Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti
adanya suatuinfeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkanensefalitis
adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak1.
Penyakit infeksi pada sistem saraf diklasifikasikan berdasarkan jaringanyang terkena
infeksi; (1) infeksi pada selaput pembungkus otak (meningeal) yangmelibatkan lapisan dura
secara primer (pachymeningitis) atau lapisan piaaraknoid (leptomenigitis) dan (2) infeksi pada
parenkim serebral dan parenkimpada bagaian spine ( ensefalitis atau myelitis). Pada kebanyakan
kasus didapatkan kedua dua meninges dan parenkim otak terkena dengan berbagai derajat
infeksi(2).
Meningitis adalah infeksi cairan otak yang disertai radang selaput otak dan medula
spinalis yang superfisial.penyebab yang paling sering adalah virus dan bakteri baik yang berasal
dari penyebaran penyakit dari organ tubuh yang lain. Bakteri menyebar secara hematogen ke
selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, tonsilitis, dan Pneumonia.penyebaran bakteri
juga bisa sebagai akibat langsung dari trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak.
Meningitis dapat berkembang sebagai respon dari berbagai kasus, seperti agen infeksi,
trauma, kanker, atau penyalahgunaan obat. Agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia,
protozoa, dan jamur.
Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat otak dan tulang belakang,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak, pikiran bahkan kematian. Perjalanan
penyakit meningitis dapat terjadi secara akut dan kronis.
WHO melaporkan adanya 7.078 kasus meningitis yang disebabkanoleh bakteri terjadi di
Niamey – Nigeria pada tahun 1991 – 1996 dengan penyebab Neisseria Meningitidis (57,7%) ,
Streptococcus Pneumoniae (13,2%)dan Haemophilus influenzae (9,5%).
Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri dan sedikit memerlukan pengobatan
lanjutan, atau merupakan gejala awal dari penyakit berat, atau cenderung menjadi status
epileptikus. Pada kondisi status epileptikus pasien dapat mengalami syok.1 Sindroma klinis syok
merupakan masalah dramatis, dinamis dan mengancam jiwa yang sering dihadapi klinisi. Semua
dokter yang melaksanakan perawatan anak sakit akan dihadapkan dengan masalah sindroma
klinis syok. Tanpa intervensi yang cepat dan tepat akan menyebabkan terjadinya gagal
multiorgan dan kematian. Syok merupakan diagnosis klinis, tetapi pengenalan tanda-tanda klinis
syok pada anak masih merupakan masalah. Karena itu pengenalan dini terhadap tanda-tanda
syok dan tatalaksana yang tepat sangat penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat syok.2
BAB II

2.1 Definisi

Status Epilepticus didefinisikan sebagai bangkitan yang berkelanjutan atau seizure


yang multiple tanpa adanya fase kembali sadar, dapat diamati adanya gejala sensoris,
motoris dan atau disfungsi kognitif minimal 30 menit. Walaupun begitu seizure pada
umumnya berlangsung hanya beberapa menit. Oleh karena itu, pada serangan seizure
yang berlangsung selama 20 menit, 10 menit atau bahkan hanya 5 menit dan bertahan
dalam kondisi tidak sadar, maka secara fungsional dikategorikan sebagai status
epileptikus. Infeksi susunan saraf pusat sampai sekarang masih merupakan keadaan yang
membahayakankehidupan anak, dengan berpotensial menyebabkan kerusakan permanen
pada pasien yanghidup.Infeksi ini juga merupakan penyebab tersering demam disertai
tanda dan gejala kelaian susunan saraf pusat pada anak.pada anak Infeksi sebenarnya
dapat disebabkan olehmikroba apapun, patogen spesifik yang dipengaruhi oleh umur dan
status imun hospes danepidemiologi patogen.
Pada umumnya, infeksi virus sistem saraf pusat jauh lebih sering daripada infeksi
bakteri, yang pada gilirannya lebih sering daripada infeksi jamur dan parasit.Infeksi pada
sistem saraf pusat (SSP) dapat dibagi menjadi dua kategori besar: yangutamanya
melibatkan meninges (meningitis) dan terbatas pada parenkim (ensefalitis).
Meningitis adalah sindrom klinis yang ditandai dengan peradangan pada
meningesatau lapisan otak, 3 lapisan membran yang melapisi otak dan sumsum tulang
belakang yangterdiri dari Duramater, Arachnoid dan Piamater.Secara klinis, meningitis
bermanifestasidengan gejala meningeal (misalnya, sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia),
serta pleositosis(peningkatan jumlah sel darah putih) dalam cairan cerebrospinal (CSS).
Tergantung padadurasi gejala, meningitis dapat diklasifikasikan sebagai akut atau kronis.
Meningitis secaraanatomis dibagi menjadi inflamasi dura, kadang-kadang disebut sebagai
pachymeningitis(agak jarang) dan leptomeningitis, yang lebih umum dan didefinisikan
sebagai peradanganpada jaringan arakhnoid dan ruang subaraknoid.
2.2 Epidemiologi

Epidemiologi Insidens SE pada anak diperkirakan sekitar 10 – 58 per 100.000


anak. Status epileptikus lebih sering terjadi pada anak usia muda, terutama usia kurang
dari 1 tahun dengan estimasi insidens 1 per 1000 bayi. Status epileptikus merupakan
suatu masalah yang umum terjadi dengan angka kejadian kira-kira 60.000 – 160.000
kasus dari status epileptikus tonik-klonik umum yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul pada
pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada pasien yang
didiagnosa epilepsi, biasanya karena ketidakteraturan dalam memakan obat
antikonvulsan. Mortalitas yang berhubungan dengan aktivitas kejang sekitar 1-2 persen,
tetapi mortalitas yang berhubungan dengan penyakit yang menyebabkan status
epileptikus kira-kira 10 persen. Pada kejadian tahunan menunjukkan suatu distribusi
bimodal dengan puncak pada neonatus, anak-anak dan usia tua.

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen
spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 – 12 bulan);
95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur.
Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan
individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras
kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 –
5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan
saluran pernafasan.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena
penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya
status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu
dari korteks (Partial onset) atau dari kedua hemisfer otak (Generalized onset). Kategori
utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi atau non-
konvulsi.
Banyak pendekatan klinis diterapkan untuk mengklasifikasikan status epileptikus.
Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status epileptikus umum
(tonik-klonik, mioklonik, absens, atonik, akinetik) dan status epileptikus parsial
(sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status epileptikus umum
(overt atau subtle) dan status epileptikus non-konvulsi (parsial sederhana, parsial
kompleks, absens). Versi ketiga dengan pendekatan berbeda berdasarkan tahap
kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak, anak-anak dan dewasa,
hanya dewasa.

Meningitis juga bisa juga diklasifikasikan secara lebih spesifik berdasarkan


etiologinya.Beberapa penyebab infeksi dan non-infeksi telah diidentifikasi. Contoh
penyebab noninfeksi yang umum termasuk obat-obatan ( misalnya, obat anti-
inflammatory drugs [NSAID], antibiotik) dan carcinomatosis.Meningitis yang
disebabkan oleh organisme nonbacterial, jamur dan parasit penyebab meningitis juga
disebut menurut agen spesifik penyebabnya, seperti meningitis kriptokokal, meningitis
Histoplasma, dan meningoencephalitis amebic.Meningitis viral, jika, setelah hasil
pemeriksaan yang luas, meningitis asepticditemukan memiliki etiologi virus, dapat
direklasifikasi sebagai bentuk meningitis virus akut(misalnya, meningitis enterovirus,
meningitis herpes simplex virus [HSV]).
2.4 Etiologi

Etiologi status epileptikus bervariasi tergantung usia. Pada pasein anak-anak


kebanyakan terjadi karena demam atau infeksi sebelumnya. Sedangkan pada dewasa,
sebagian besar partial status epileptikus disebabkan oleh lesi fokal dari otak yang bersifat
akut terutama disebabkan oleh stroke. Sedangkan penyebab yang lain adalah penyebab
simptomatik seperti kelainan metabolic, hipoksia dan rendahnya kadar obat antiepilepsi.
Etiologi Secara umum, SE dibagi menjadi:

1. Simtomatis: penyebab diketahui

a. Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau keseimbangan elektrolit, trauma


kepala, perdarahan, atau stroke.
b. Remote, bila terdapat riwayat kelainan sebelumnya: ensefalopati hipoksik-
iskemik (EHI), trauma kepala, infeksi, atau kelainan otak kongenital 2
Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus

c. Kelainan neurologi progresif: tumor otak, kelainan metabolik, otoimun


(contohnya vaskulitis)

d. Epilepsi

2. Idiopatik/kriptogenik: penyebab tidak dapat diketahui.

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus,


parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal.
Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit
AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat – obatan tertentu yang dapat
melemahkan sistem imun (imunosupresif).
Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit :
a. Virus :
Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami
tanpapengobatan spesifik.Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama
musim panasdisebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang
berkembang menjadimeningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis,
yakni :
- Virus Mumps
- Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-
zoster,Measles, and Influenza
Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses) Kasus
lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus),disebarkan
melalui tikus.

a. Bakteri
Tabel 1. Bakteri penyebab tersering menurut umur dan faktor predisposisi 2

b. Jamur
Table 2. Patogen jamur yang sering2

2.5 Patofisiologi dan Patogenesis

Status epileptikus dapat disebabkan oleh berbagai hal. Ada tiga subtipe utama
status epileptikus pada anak: kejang demam lama, status epileptikus idiopatik dimana
kejang berkembang pada ada atau tidaknya lesi atau serangan sistem saraf pusat yang
mendasari, dan status epileptikus bergejala bila kejang terjadi bersama dengan gangguan
neurologis atau kelainan metabolik yang lama.
Kejang demam yang berlangsung selama lebih dari 30 menit, terutama pada anak
yang berumur kurang dari 3 bulan, merupakan penyebab status epileptikus yang paling
lazim. Kelompok idiopatik termasuk penderita epilepsi yang mengalami penghentian
antikonvulsan mendadak (terutama benzodiazepin dan barbiturate) yang disertai dengan
status epileptikus. Anak epilepsi yang diberi antikonvulsan yang tidak teratur atau yang
tidak taat adalah lebih mungkin berkembang status epileptikus. Kurang tidur dan infeksi
yang menyertai cenderung menjadikan penderita epilepsi lebih rentan terhadap status
epileptikus. Mortalitas dan morbiditas pada penderita dengan kejang lama dan status
epileptikus adalah rendah. Status epileptikus karena penyebab lain mempunyai mortalitas
yang jauh lebih tinggi dan penyebab kematian biasanya secara langsung dapat dianggap
berasal dari kelainan yang mendasari. Ensefalopati anoksik berat datang dengan kejang
selama umur beberapa hari, dan prognosis akhir sebagian berkaitan dengan pengurangan
dalam pengendalian kejang. Kelainan elektrolit, hipokalsemia, hipoglikemia, intoksikasi
obat, intoksikasi timah hitam, hiperpireksia ekstrem, dan tumor otak terutama pada
frontalis, merupakan penyebab tambahan status epileptikus.
Secara klinis dan berdasarkan EEG, status epileptikus dibagi menjadi lima fase.
Fase pertama terjadi mekanisme kompensasi, seperti peningkatan aliran darah otak dan
cardiac output, peningkatan oksigenase jaringan otak, peningkatan tekanan darah,
peningkatan laktat serum, peningkatan glukosa serum dan penurunan pH yang
diakibatkan asidosis laktat. Perubahan syaraf reversibel pada tahap ini. Setelah 30 menit,
ada perubahan ke fase kedua, kemampuan tubuh beradaptasi berkurang dimana tekanan
darah, pH dan glukosa serum kembali normal. Kerusakan syaraf irreversibel pada tahap
ini. Pada fase ketiga aktivitas kejang berlanjut mengarah pada terjadinya hipertermia
(suhu meningkat), perburukan pernafasan dan peningkatan kerusakan syaraf yang
irreversibel.
Aktivitas kejang yang berlanjut diikuti oleh mioklonus selama tahap keempat,
ketika peningkatan pernafasan yang buruk memerlukan mekanisme ventilasi. Keadaan ini
diikuti oleh penghentian dari seluruh klinis aktivitas kejang pada tahap kelima, tetapi
kehilangan syaraf dan kehilangan otak berlanjut.
Kerusakan dan kematian syaraf tidak seragam pada status epileptikus, tetapi
maksimal pada lima area dari otak (lapisan ketiga, kelima, dan keenam dari korteks
serebri, serebellum, hipokampus, nukleus thalamikus dan amigdala). Hipokampus
mungkin paling sensitif akibat efek dari status epileptikus, dengan kehilangan syaraf
maksimal dalam zona Summer.
Mekanisme yang tetap dari kerusakan atau kehilangan syaraf begitu kompleks dan
melibatkan penurunan inhibisi aktivitas syaraf melalui reseptor GABA dan meningkatkan
pelepasan dari glutamat dan merangsang reseptor glutamat dengan masuknya ion natrium
dan kalsium dan kerusakan sel yang diperantarai kalsium.
Etiologi status epileptikus antara lain alkohol, anoksia, antikonvulsan-withdrawal,
penyakit cerebrovaskular, epilepsi kronik, infeksi SSP, toksisitas obat-obatan, metabolik,
trauma, tumor.

Patogenesis Meningitis

2.6 Tata Laksana

Evaluasi tanda vital serta penilaian airway, breathing, circulation (ABC) harus
dilakukan seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan. Pemilihan jenis obat serta dosis
anti-konvulsan pada tata laksana SE sangat bervariasi antar institusi. Berikut ini adalah
algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Status epileptikus merupakan salah satu
kondisi neurologis yang membutuhkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan fisik,
prosedur diagnostik, dan penanganan segera mungkin dan harus dirawat pada ruang
intensif (ICU). Lini pertama dalam penanganan status epileptikus menggunakan
Benzodiazepin. Benzodiazepin yang paling sering digunakan adalah Diazepam (Valium),
Lorazepam (Ativan), dan Midazolam (Versed). Ketiga obat ini bekerja dengan
peningkatan inhibisi dari g-aminobutyric acid (GABA) oleh ikatan pada Benzodiazepin-
GABA dan kompleks Reseptor-Barbiturat.
Lorazepam memiliki volume distribusi yang rendah dibandingkan dengan Diazepam dan
karenanya memiliki masa kerja yang panjang. Diazepam sangat larut dalam lemak dan
akan terdistribusi pada depot lemak tubuh. Pada 25 menit setelah dosis awal, konsentrasi
Diazepam plasma jatuh ke 20 persen dari konsentrasi maksimal. Mula kerja dan
kecepatan depresi pernafasan dan kardiovaskuler (sekitar 10 %) dari Lorazepam adalah
sama.
Pemberian antikonvulsan masa kerja lama seharusnya dengan menggunakan
Benzodiazepin. Fenitoin diberikan dengan 18 sampai 20 mg/kg dengan kecepatan tidak
lebih dari 50 mg dengan infus atau bolus. Dosis selanjutnya 5-10 mg/kg jika kejang
berulang. Efek samping termasuk hipotensi (28-50 %), aritmia jantung (2%). Fenitoin
parenteral berisi Propilen glikol, Alkohol dan Natrium hidroksida dan penyuntikan harus
menggunakan jarum suntik yang besar diikuti dengan NaCl 0,9 % untuk mencegah lokal
iritasi : tromboplebitis dan “purple glove syndrome”. Larutan dekstrosa tidak digunakan
untuk mengencerkan fenitoin, karena akan terjadi presipitasi yang mengakibatkan
terbentuknya mikrokristal.
LINI II

Tatalaksana Meningitis

a. Meningitis Bakterial
Diawalai dengan terapi empiris, kemudian disesuaikan dnegan hasil biakan dan
uji resistensi.
- Terapi empiric antibiotik :
 Usia 1-3 bulan :
1. Ampisilin 200 – 400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + sefotaksim
200-300mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis atau
2. Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis
 Usia > 3 bulan :
1. Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4 dosis atau
2. Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis atau
3. Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis + kloramfenikol
100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
Jika sudah terdapat hasil kultur, pemberian antibiotic disesuaikan dengan
hasil kultur dan resistensi.
Deksametason : 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis selama 4 hari.
Injeksi deksametason diberikan 15-30 menit sebelum atau pada saat pemberian
antibiotik.
b. Meningitis Tuberkulosis
Dosis obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah sebagai berikut:
1. Isoniazid (INH) 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 300 mg/hari.
2. Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 600 mg/hari.
3. Pirazinamid 20-40 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2000 mg/hari.
4. Etambutol 15-25 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 2500 mg/hari.
5. Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-3 minggu dilanjutkan dengan tappering
offuntuk menghindari terjadinya rebound phenomenon.
c. Meningitis Viral
Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited.Biasanya hanya perlu terapi
suportif dantidak memerlukan terapi spesifik lainnya.Pada keadaan tertentu antiviral
spesifik mungkindiperlukan.Pada pasien dengan defisiensi imun ( seperti
agammaglobulinemia), penggantianimunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi
infeksi kronik enterovirus.
2.7 Prognosis

Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau
mental atau meninggal tergantung :

a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan.
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
2.8 Komplikasi

Komplikasi status epileptikus, yaitu :


a. Otak : Peningkatan Tekanan Intra Kranial, Oedema serebri, Trombosis arteri dan vena
otak, Disfungsi kognitif
b. Gagal Ginjal : Myoglobinuria, rhabdomiolisis
c. Gagal Nafas : Apnoe, Pneumonia, Hipoksia, Hiperkapni, Gagal nafas
d. Pelepasan Katekolamin : Hipertensi, Oedema paru, Aritmia, Glikosuria, dilatasi pupil,
Hipersekresi, hiperpireksia
e. Jantung : Hipotensi, gagal jantung, tromboembolisme
f. Metabolik dan Sistemik : Dehidrasi, Asidosis, Hiper/hipoglikemia, Hiperkalemia,
Hiponatremia, Kegagalan multiorgan
g. Idiopatik : Fraktur, tromboplebitis, DIC

Komplikasi Meningitis :

a. Komplikasi dini :
- Syok septik, termasuk DIC
- Koma
- Kejang (30-40% pada anak)
- Edema serebri
- Septic arthritis
- Efusi pericardial
- Anemia hemolitik
b. Komplikasi lanjut :
- Gangguan pendengaran samapi tuli
- Disfungsi saraf kranial
- Kejang multiple
- Paralisis fokal
- Efusi subdural
- Hidrocephalus
- Defisit intelektual
- Ataksia
- Buta
- Waterhouse-Friderichsen syndrome
- Gangren periferal

Anda mungkin juga menyukai