SKRIPSI
Oleh :
MONICA TUMIAR HANNA GULTOM
140100178
SKRIPSI
Oleh :
MONICA TUMIAR HANNA GULTOM
140100178
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya skripsi yang berjudul “Hubungan Lama Pemakaian Soft Contact Lens
dengan Kejadian Sindrom Mata Kering” yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.
Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. dr. Rodiah Rahmawaty Lubis, M.Ked (Oph) Sp. M (K) selaku
dosen pembimbing yang telah banyak membantu serta membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. dr. Dr. Jelita Siregar, M.Ked (Clin Path), Sp.PK selaku Dosen Ketua
Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
4. dr. Cut Putri Hazlianda, M.Ked (DV) Sp. DV selaku Dosen Anggota
Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu yang sangat penulis hormati dan sayangi Juniar Romauli
Sitanggang yang telah banyak berkorban dan memberikan dukungan
moral, doa dan materi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Saudara kandung yang penulis sayangi yaitu Samuel Gultom yang telah
memberikan dukungan dan doa dalam penyusunan skripsi ini.
8. Te Misericordias Domini, yaitu Kak Elisabeth Pardede, Femmy Legie,
Yandri Ginting dan Bang Immanuel Nababan yang banyak membantu
ii
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan
selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.
Hormat Saya
iii
Halaman
Halaman Pengesahan .............................................................................. i
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iv
Daftar Tabel ........................................................................................... vii
Daftar Gambar ........................................................................................ viii
Daftar Singkatan...................................................................................... ix
Abstrak ................................................................................................... x
Abstract .................................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................... 1
1.1.............................................................................................. Latar
Belakang ............................................................................. 1
1.2.............................................................................................. Rumusan
Masalah .............................................................................. 4
1.3.............................................................................................. Tujuan
Penelitian ............................................................................ 4
1.4.............................................................................................. Hipotesis
............................................................................................. 4
1.5.............................................................................................. Manfaat
Penelitian ............................................................................ 4
iv
vi
Lens .................................................................................... 32
Kering ................................................................................. 35
vii
viii
ix
Latar belakang : Lebih dari 50% pemakai lensa kontak mengalami sindrom mata kering. Akhir-
akhir ini pemakai lensa kontak semakin banyak di Indonesia dan sangatlah mungkin sindrom mata
kering menjadi salah satu masalah di antara pemakai lensa kontak di Indonesia. Tujuan : Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara lama pemakaian soft contact lens
dengan kejadian sindrom mata kering. Metode : Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa di
Fakultas Ekonomi Bisnis dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan rentang
usia 17-23 yang memakai lensa kontak secara kontinu selama minimal setahun dan 5 hari dalam
seminggu. Simptom diperiksa menggunakan Contact Lens Dry Eye Questionnaire-8 (CLDEQ-8)
dan wawancara mengenai kenyamanan lensa, penggunaan cairan tetes mata, kebiasaan mencuci
lensa, lingkungan sehari-hari, dan pengalaman pribadi dalam memakai lensa kontak. Hasil :
Kuesioner diselesaikan oleh 53 mahasiswa. Semuanya perempuan dan tidak ditemui adanya laki-
laki yang memakai lensa kontak. Rata-rata lama pemakaian harian adalah 8,19±2,20 jam.
Simptom yang paling banyak ditemukan adalah mata kering dan yang paling jarang ditemukan
adalah melepaskan lensa kontak. Simptom yang paling sering terjadi adalah menutup mata dan
yang paling jarang terjadi adalah melepaskan lensa kontak. Penelitian ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara lama pemakaian soft contact lens dengan sindrom mata kering
(p>0,05). Kesimpulan :Sindrom mata kering tidak berkolerasi dengan lama pemakaian harian,
tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kontak lensa, cairan pembersih lensa, penggunaan
cairan tetes mata dan lingkungan.
Kata kunci : soft contact lens, sindrom mata kering, lama pemakaian harian soft contact lens
Background : More than 50% of contact lens wearer experienced dry eye syndrome. Nowadays
more people wear contact lens in Indonesia and it’s possible that dry eye syndrome is also a
problem among Indonesian contact lens wearers. Purpose :The aim of this study was to analyze
the correlation between the daily lens wear duration and dry eye syndrome. Methods : This study
was conducted among the students in Economy and Bussiness Faculty and Faculty of Humanities
in University of North Sumatera aged between 17 to 23 that wore contact lens continously for at
least a year and 5 days a week. The symptoms were assessed using Contact Lens Dry Eye
Questionnaire-8 (CLDEQ-8) and interview about their lens comfort, eye drops usage, contact lens
washing habit, daily circumstances, and personal experince in wearing contact lens. Results :
The questionnaire was completed by 53 students. All of them were female and no male student was
found wearing contact lens. The mean duration of daily wear was 8,19±2,20 hours. The most
common symptom was dry eye and the least common symptom was removing lens. The most
frequent symptom was closing eyes and the least frequent symptom was removing lenses. This
study found no correlation between daily lens wear duration and dry eye syndrome (p > 0,05).
Conclusion : Dry eye syndrome was not correlated with daily lens wear duration, but affected by
many factors such as contact lens, lens care solution , eye drops usage, and environment.
Keywords : soft contact lens, dry eye syndrome, daily soft contact lens wear duration
xi
Lensa kontak adalah salah satu inovasi teknologi yang populer dan banyak
dipakai. Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah pemakai kontak lensa di
seluruh dunia yang sudah mencapai 125 juta orang (Rumpakis, 2010). Di Amerika
Serikat pemakai kontak lensa diperkirakan ada sebanyak 40,9 juta orang (Cope et
al., 2015). Di Indonesia sendiri belum ada perhitungan resmi pemakai lensa
kontak, akan tetapi Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi pemakai
kacamata/ lensa kontak mencapai 2,9% untuk kelompok umur 15-24 tahun dan
2,8% untuk kelompok umur 25-34 tahun (Riskesdas, 2013).
Dahulunya lensa kontak hanya dipandang sebagai alat bantu kesehatan, akan
tetapi saat ini kontak lensa juga merupakan produk gaya hidup dan kosmetika. Hal
ini dapat terlihat dari hasil survei BMG Research General Optical Council (2015)
yang menyatakan bahwa memakai lensa kontak adalah kegiatan harian dan
pendapat bahwa dengan memakai lensa kontak mereka merasa penampilan
mereka lebih menarik. Oleh karena itu tak jarang kita akan menemukan orang-
orang yang tidak mempunyai kelainan refraksi pun ikut memakai lensa kontak.
Bagi orang-orang yang memiliki kelainan refraksi, lensa kontak membantu
mereka memperluas lapangan pandang mereka dalam beraktivitas jika
dibandingkan dengan pemakaian kacamata.
Jenis lensa kontak yang paling banyak dipakai adalah soft contact lens
(General Optical Council, 2015; Clinical and Experimental Optometry, 2014 ).
Soft contact lens memiliki beberapa keunggulan yang membuatnya lebih dipilih
dibanding rigid gas permeable lens. Pertama, soft contact lens membutuhkan
waktu yang lebih singkat untuk beradaptasi dibandingkan rigid gas permeable
lens (Jones Jordan et al., 2010). Kedua, soft contact lens juga cenderung lebih
nyaman untuk dipakai. Para pemakai soft contact lens memakai lensa kontak
mereka lebih lama dari mereka yang menggunakan rigid gas permeable lens
(Kaštelan et al., 2013; Jones Jordan et al., 2010). Ketiga, harga soft contact lens
juga cenderung lebih murah dari rigid gas permeable lens (Clinical and
Experimental Optometry, 2014).
Pada saat kita memakai lensa kontak, lapisan air mata prekorneal terpisah
dua bagian menjadi bagian prelens dan postlens. Hal ini menyebabkan dua
perubahan struktural dan fungsional yang penting, yaitu hilangnya musin pada
bagian prelens dan hilangnya lapisan lemak di bagian poslens yang
bertanggungjawab untuk menjaga kestabilan lapisan air mata. Terlebih lagi
terpisahnya lapisan air mata ini memicu peningkatan penguapan air yang diikuti
dengan peningkatan osmolaritas air mata dan pada akhirnya menyebabkan
kerusakan pada permukaan mata. Semakin lama memakai lensa kontak, maka
perubahan-perubahan ini akan semakin nyata dan efek dari posisi lensa kontak di
prekorneal terakumulasi terus-menerus yang bermanifestasi pada semakin
meningkatnya rasa tidak nyaman pada mata (Riley et al., 2006).
kering. Dalam penelitian tersebut mereka menemukan bahwa para pemakai soft
contact lens cenderung lebih sering mengalami mata kering dibanding pemakai
rigid gas permeable Lens. Dari pemakai soft contact lens ditemukan mata kering
ringan dan sedang, sedangkan pada pemakai lensa rigid gas permeable mereka
menemukan bahwa 80% pemakainya memiliki mata normal dan tidak ada yang
mengalami mata kering sedang. Mereka berpendapat bahwa hal ini terjadi akibat
porsi lama pemakaian lensa kontak. Para pemakai soft contact lens cenderung
memakai lensanya lebih dari lama pemakaian harian yang direkomendasikan,
yaitu lebih dari delapan jam, sedangkan pemakai lensa rigid gas permeable
cenderung lebih taat dalam pemakaiannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Papas et al. (2015) dengan p<0,05 juga
menunjukkan bahwa lama pemakaian harian lensa kontak mempunyai hubungan
dengan kejadian mata kering. Dalam penelitian ini mereka memilih 31 sampel
yang memakai silicon hydrogel contact lens. Para pemakai lensa kontak ini terdiri
dari 59% wanita dan 41% pria. Penelitian ini memiliki 5 fase, yaitu fase A,
dimana pemakai lensa berada dalam kondisi tidak memakai lensa kontak.
Kemudian fase B dimana para pemakai lensa kontak diminta untuk memakai
lensa kontaknya selama 12 jam secara terus-menerus. Untuk fase ketiga, keempat
dan kelima, para pemakai lensa kontak akan diminta untuk memakai lensa kontak
selama 4 jam, akan tetapi waktu pemasukan lensa kontaknya yang berbeda. Di
fase C para pemakai lensa kontak diminta untuk memakai lensa kontaknya pada
waktu mereka biasa memakainya (T0). Pada fase D para pemakai lensa kontak
diminta untuk memakai lensa kontak mereka pada waktu T0 + 4 dan pada fase E,
para pemakai lensa kontak diminta memakai lensa kontak pada waktu T0 + 8.
Kemudian di akhir hari mereka akan diminta mengisi kuesioner mengenai
kenyamanan mata dan mata kering. Hasilnya, sensasi mata kering terus meningkat
setelah empat jam pemakaian.
2015). Sebuah penelitian di California dilakukan oleh Tran et al. (2013) dengan
p<0,05 pada 395 orang yang terdiri dari 180 orang Asia dan 215 orang non Asia.
Mereka diminta untuk menghentikan pemakaian lensa kontak mereka selama 24
jam dan diminta untuk melapor ke Berkeley Clinical Research Center. Mereka
melakukan pemeriksaan Fluoroscein Corneal Staining dan diminta mengisi Dry
Eye Flow Chart yang berguna untuk mengetahui tingkat kekeringan mata.
Hasilnya menunjukkan bahwa lama pemakaian tahunan lensa kontak pada orang
Asia tidak menyebabkan mata kering bahkan menurunkan kejadian mata kering
pada orang non Asia. Mereka berpendapat bahwa lama pemakaian harian lensa
kontak yang nyaman dapat meningkat seiring waktu pada para pemakai lensa
silikon hidrogel yang sukses. Mereka juga berpendapat bahwa mungkin hal ini
terjadi akibat desentisasi kornea mata yang menyebabkan kurangnya persepsi rasa
kering.
Optik dan toko yang menjual lensa kontak semakin banyak ditemui. Hal ini
menandakan bahwa perkembangan pemakai lensa kontak di Indonesia cukup
pesat. Keluhan mata kering pun bisa jadi merupakan salah satu masalah utama
bagi para pemakai lensa kontak di Indonesia. Atas dasar inilah penulis tertarik
untuk melakukan penelitian ini.
Apakah lama pemakaian soft contact lens berhubungan dengan terjadinya mata
kering?
Ada hubungan antara lama pemakaian soft contact lens dengan kejadian
sindrom mata kering.
a. Bidang Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk
penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penggunaan soft
contact lens dengan mata kering.
b. Bidang Pendidikan
Memperkaya ilmu pengetahuan serta memperkokoh landasan teoritis
ilmu pengetahuan kedokteran di bidang Oftamologi, khususnya untuk
topik lama pemakaian soft contact lens dengan kejadian mata kering
c. Masyarakat Umum
Memberikan informasi kepada masyarakat umum, khususnya pemakai
soft contact lens tentang kejadian mata kering yang sering dialami
pemakai soft contact lens.
Memberikan informasi tentang pentingnya deteksi dini dan pengobatan
mata kering untuk penggunaan contact lens yang aman dan nyaman.
2.1 ANATOMI
Sistem permukaan mata terdiri dari permukaan dan epitel kelenjar kornea,
konjungtiva, kelenjar air mata, kelenjar air mata asesorius, kelenjar meibomian
dan matriks bagian apikal (air mata) dan basal (jaringan ikat); bulu mata dengan
kelenjar Moll dan Zeis; komponen kelopak matayang bertangggungjawab untuk
berkedip dan juga duktus nasolakrimal. Bersama-sama komponen ini saling
berhubungan melalui continuous epithelium maupun sistem saraf, pembuluh
darah, imun dan endokrin (Herranz dan Herran, 2013). Unit fungsional air mata
adalah didefinisikan sebagai sistem terintegrasi yang terdiri dari kelenjar air mata,
permukaan mata (kornea, konjungtiva, kelenjar meibomian), kelopak mata dan
saraf motorik dan sensorik yang menghubungkan mereka (Subcommittee of The
International Workshop, 2007).
Gambar 2.1 Potongan Melintang Sistem Permukaan Mata dengan continuous epithelium diwarnai
pink dan lapisan air mata diwarna biru.
Sumber : Ocular Surface : Anatomy and Phisiology, Disorders abd Therapeutic Care, 2013
Pada permukaan mata yang normal, kornea terletak kurang lebih di tengah
dari permukaan yang terpapar. Batas luar kornea yang berdekatan dengan
konjungtiva adalah limbus. Pada kedua sisi limbus ada dua area triangular sklero-
konjungtiva, terlihat sebagai bagian putih pada sklera. Ketika seseorang melihat
lurus ke depan, tinggi dari kelopak mata bawah normalnya 1-2 mm lebih tinggi
atau rendah daripada korneal limbus bagian bawah, sedangkan kelopak mata atas
normalnya 1-2mm lebih tinggi dari aksis visual, tetapi lebih rendah daripada
korneal limbus superior.
Kelopak mata atas dan bawah bertemu di tengah (bagian dalam) dan
lateral (luar) canthi yang merupakan sudut dari fisura palpebra. Canthus medial
dekat dengan hidung, sedangkan canthus lateral berlokasi temporal. Canthus
medial biasanya berada sedikit lebih rendah dari canthus lateral. Posisi dari canthi
ini punya signifikansi pada operasi okuloplastik. Posisi canthi ini memfasilitasi
aliran dari lapisan air mata dari arah lateral ke medial dan secara estetika terlihat
muda (Herranz dan Herran, 2013).
A. Kelopak mata
Kelopak mata atau palpebra mengacu pada lipatan yang dapat
digerakkan yang terdiri dari kulit, otot dan kartilago yang bisa ditutup atau
dibuka di atas bola mata. Fungsinya adalah sebagai pelindung bola mata
dari cahaya yang berlebihan ataupun cedera. Ketika kelopak mata
membuka, bagian tepi atau fisura palpebra membentuk struktur berbentuk
almon. Orbicularis oculi diinervasi oleh nervus kranial VII. Otot levator
palpebra diinervasi oleh nervus III.
B. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang avaskular penyumbang
kekuatan optik paling besar untuk refraksi cahaya memasuki mata. Secara
umum berbentuk ovoid dengan radius yang lebih depndek di bagian
vertikal daripada horizontal.
C. Konjungtiva
Konjungtiva adalah jaringan transparan dan tipis yang mengelilingi
bagian permukaan dalam dari kelopak mata dan bergabung dengan
epitelium dari kelopak mata pada bagian tepi dan limbus. Konjungtiva
menutupi sklera sampai ke limbus dan terus ke epitelium kornea.
Konjungtiva terbagi tiga, yaitu :
a. Konjungtiva bulbar
Bagian ini melapisi seluruh bola mata. Terdiri dari dua bagian yaitu,
konjungtiva limbal yang bergabung dengan episklera pada limbus dan
konjungtiva sklera yang memanjang dari limbus ke konjungtiva
fornicea.
a. Konjungtiva fornicea
Bagian tengah dari konjungtiva yang tidak melekat pada kelopak mata
ataupun bola mata. Mengelilingi fornix konjungtiva dan bersatu
dengan bulbar dan bagian palpebra.
b. Konjungtiva palpebra
Mengelilingi bagian dalam permukaan posterior dari kelopak mata.
Terbagi dalam tiga bagian yaitu, konjungtiva marginal yang
E. Tear Drainage
Nasolacrimal drainage system terdiri dari lacrimal puncta, canaliculus,
lacrimal sac dan nasolacrimal duct. Ini adalah alur lacrimal drainage dari
lacrimal lake ke cavitas nasal. Lacrimal lake adalah ruang antara kelopak
mata. Air mata berkumpul mulai dari meniskusi air mata bagian atas dan
bawah dan permukaan preokular ke lacrimal lake sebelum disalurkan ke
pungtum lakrimal (Herranz dan Herran., 2013).
Manusia menghasilkan 0,5-2 µl cairan air mata tiap menit. Cairan air mata
menyebar ke seluruh permukaan mata saat berkedip yang terjadi setiap tiga
sampai enam detik ketika terbangun (Herranz dan Herran., 2013). Air mata
berfungsi sebagai protektor dari berbagai gangguan dari lingkungan. Lemak
superfisial mengusir partikel debu dan beberapa tipe bakteri. Partikel hidrofilik
tidak mampu menembus lapisan lemak, akan tetapi partikel hidrofobik yang
berhasil masuk akan diserap dan diimobilisasi oleh musin. Saat berkedip, partikel
yang terperangkap akan dibuang ke fornix bagian bawah dan akhirnya disalurkan
lewat pungtum lakrimal.
Banyaknya lemak di permukaan mata bisa menyebabkan perkembangan
hidrofobik, noda yang tidak dapat dibasahi dan pemisahan tear film oleh karena
itu lipocalin sebagai protein pengikat lemak pada tear film mencari lemak di
cairan air mata dan mengirimkan mereka ke fase aqueous. Dengan cara
demikianlah peningkatan tekanan permukaan tear film dan memelihara
integritasnya.
Tear film terbagi menjadi tiga lapisan yaitu, lapisan lemak yang disekresi
oleh kelenjar meibomian. Lapisan lemak ini penting untuk mencegah penguapan
dan mencegah pemecahan tear film lebih cepat (Holland dan Mannis, 2013;
Holland et al., 2002). Lapisan selanjutnya adalah lapisan dengan komponen
akuos yang merupakan bagian paling besar untuk volume tear film. Komponen
akuos ini dihasilkan oleh kelenjar air mata. Permukaan lapisan akuos ini akan
ditutupi olehh lapisan lemak. Lapisan terakhir adalah lapisan musin yang disekresi
oleh sel goblet konjungtiva dan epitelium. Lapisan musin merupakan bagian yang
paling dekat dengan permukaan kornea dan langsung berinteraski dengan
glikokaliks konjungtiva, menyediakan sebuah lapisan hidrofilik di atas lapisan
akuos. Ketiga komponen ini akan membentuk struktur trilaminar yang
menyediakan kestabilan yang mengizinkan mata untuk tetap terbuka selama 10-
200 detik tanpa gangguan tear film pada individu normal. Orang-orang dengan
gangguan sekresi musin atau kelenjar meibomian terjadi penurunan kestabilan air
mata secara mencolok yang berakibat pada rasa tidak nyaman pada mata dan
penglihatan kabur.
Insufisiensi tear film dapat terjadi sebagai akibat dari defisiensi salah satu
dari ketiga komponen dan tanda temuan pada pasien dengan ketidakstabilan tear
film. Secara simptomatik, pasien-pasien dengan insufisiensi tear film mengalami
sensasi benda asing, mata merah dan penglihatan kabur. Abnormalitas dari tear
film yang paling luas disadari adalah defisiensi air mata akuos yang menyebabkan
keratitis sicca. Penurunan produksi air mata yang berhubungan dengan usia dan
penyakit autoimun seperti sindrom Sjören atau rheumatoid arthritis adalah etiologi
umum dari keratitis sicca.
Stabilitas tear film dari okuler bergantung pada pemeliharaan rasio yang
tepat dari ketiga komponen. Kelebihan atau kekurangan dari salah satu komponen
akan mengurangi kestabilitasan tear film. Walaupun hanya sedikit, diketahui
bahwa regulasi dari kelenjar meibomian dan fungsi sel goblet, sekresi air mata
akuos diregulasi secara tepat dan proses yang komplikatif. Kelenjar lakrimal
mensekresikan air mata lewat duktus pengosongan ke fornix bagian superior
temporal sebagai respon terhadap stimulasi parasimpatis lewat nervus VII.
Kelenjar lakrimal asesorius Krause dan Wolfring menghasilkan sekresi air mata
basal yang akan disalurkan ke fornix superior dan diredistribusi ke tear film
okuler dengan berkedip. Sebaliknya, kelenjar lakrimal utama digagaskan sebagai
yang bertanggung jawab dalam pengeluaran air mata secara refleks. Pengeluaran
air mata secara refleks dipicu oleh iritasi dari permukaan mata yang
ditransmisikan lewat nervus trigeminal ke nukleus sensorik trigeminal dan ke
nuklei autonomik. Serabut parasimpatik meninggalkan nuklei berjalan sepanjang
saraf wajah ke kelenjar lakrimal, dimana mereka menstimulasi sekresi dari air
mata. Stimulus emosi juga bisa memicu refleks air mata. Pengeluaran air mata
secara refleks mensekresikan air mata dengan volume yang sabat besar yang
penting untuk membersihkan dan melarutkan material asing seperti debu, alergen,
dan toksin pada permukaan mata.
Stabilitas dari tear film juga dipengaruhi oleh normalitas dari proses
berkedip. Kuantitas berkedip meningkat jika terjadi penguapanseperti kondisi
berangin dan kering. Akan tetapi, kuantitas berkedip justru berkurang untuk
2.3.1 Definisi
Lensa kontak adalah alat bantu penglihatan yang digunakan sebagai alat
koreksi, kosmetik dan tujuan pengobatan dengan menambahkan kekuatan refraksi
tambahan pada permukaan anterior dari mata (Yanoff dan Duker, 2014).
Terbuat dari plastik yang sedikit fleksibel yang memberikan jalan bagi
oksigen untuk lewat ke mata.
Kelebihan :
- Kualitas penglihatan yang sempurna
- Periode adaptasi yang singkat
- Nyaman untuk digunakan
- Mengoreksi sebagian besar masalah penglihatan
- Mudah untuk dirawat dan digunakan
- Usia RGP cukup lama
- Tersedia dalam bentuk bifocal dan warna-warni
- Tersedia untuk pengontrolan miopi dan terapi refraksi kornea
Kekurangan :
- Memerlukan pemakaian yang konsisten untuk mempertahankan
adaptasi
- Lebih mudah tergelincir dari mata daripada jenis lensa yang lain
- Partikel debu terkadang bisa terperangkap di bawah lensa
- Memerlukan pemeriksaan rutin untuk follow up
2.3.2.2 Daily Wear Soft Lens
Terbuat dari plastik yang lembut dan fleksible yang memberikan akses
bagi oksigen untuk melewat mata.
Kelebihan :
- Periode adaptasi yang sangat singkat
- Lebih nyaman dan tidak mudah untuk lepas dibandingkan lensa RGP
- Tersedia dalam bentuk bifocal dan warna
- Ada soft lens yang tidak memerlukan pembersihan
- Cocok untuk gaya hidup
Kekurangan :
- Tidak dapat mengoreksi seluruh masalah penglihatan
- Pandangan tidak setajam Rigid Gas Permeable
- Harus sering diganti sesuai dengan jadwal
Tersedia dalam bentuk soft contact lens ataupun RGP untuk digunakan
tidur.
Kelebihan :
- Bisa digunakan hingga tujuh hari tanpa dilepas
- Beberapa jenis disetujui oleh FDA dengan masa pakai 30 hari
Kekurangan :
- Tidak bisa mengoreksi seluruh masalah penglihatan
- Memerlukan follow up rutin
- Meningkatkan resiko komplikasi
- Memerlukan pengawasan yang teratur dari ahli
2.3.2.4 Extended Wear Disposable
Soft lens yang dapat digunakan untuk periode waktu tertentu biasanya satu
sampai enam hari kemudian dibuang. Ada juga yang masa pakainya
hingga 30 hari.
Kelebihan :
- Hanya memerlukan sedikit pembersihan atau tidak perlu sama sekali
- Mengurangi resiko infeksi mata jika pemakaiannya mengikuti instruksi
yang benar
- Tersedia dalam bentuk bifocal dan juga warna
- Tersedia lensa terpisah
Kekurangan :
- Pandangan tidak setajam lensa RGP
- Tidak bisa mengoreksi seluruh masalah penglihatan
- Penanganannya lebih sulit
2.3.2.5 Planned Replacement
Soft daily wear lensyang diganti secara terencana, paling sering sekali dua
minggu, per bulan ataupun per dua bulan.
Kelebihan :
- Pembersihan dan desinfeksi yang sederhana
2.4.1 Definisi
2.4.2 Epidemiologi
Lensa kontak adalah salah satu inovasi teknologi yang populer dan banyak
dipakai. Hal ini terbukti dengan banyaknya jumlah pemakai kontak lensa di
seluruh dunia yang sudah mencapai 125 juta orang (Rumpakis, 2010).Di Amerika
Serikat pemakai kontak lensa diperkirakan ada sebanyak 40,9 juta orang (Cope et
al., 2015). Di Indonesia sendiri belum ada perhitungan resmi pemakai lensa
kontak, akan tetapi Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi pemakai
kacamata/ lensa kontak mencapai 2,9% untuk kelompok umur 15-24 tahun dan
2,8% untuk kelompok umur 25-34 tahun (Riskesdas, 2013).
Ada dua klasifikasi utama dari mata kering, yaitu mata kering akibat
defisiensi cairan dan mata kering akibat penguapan. Keduanya sama-sama
menyebabkan hiperosmolaritas air mata. Mata kering akibat penguapan ini adalah
hasil dari peningkatan penguapan tear film pada kelenjar lakrimal yang masih
berfungsi dengan normal. Karena lapisan lemak pada tear film adalah penghalang
utama dari terjadinya penguapan di permukaan mata, maka tidak mengejutkan bila
disfungsi kelenjar Meibomian menyebabkan defisiensi lapisan lemak tear film.
Akan tetapi, penguapan juga bisa meningkat oleh pemanjangan interval berkedip
atau pelebaran celah palpebra. Hal-hal ini juga dapat menyebabkan mata kering
akibat penguapan (Chan C, 2015).
Berdasarkan tabel di atas didapati bahwa faktor resiko dari mata kering
terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok yang biasanya konsisten, diperkirakan
berpengaruh dan masih belum jelas. Secara keseluruhan faktor resiko dari mata
kering dapat berupa penyakit, pengobatan, lingkungan maupun keadaan fisiologis
pada wanita seperti menopause dan kehamilan. Hal ini diduga dipengaruhi oleh
kadar estrogen dari wanita. Dapat dilihat juga bahwa defisiensi dari beberapa hal
antara lain defisiensi vitamin A dan defisiensi androgen juga menjadi faktor
resiko (Subcommittee of the International Workshop, 2007).
2.4.5 Mekanisme
Pasien dengan defisiensi aqueous tear gejala klinisnya semakin buruk saat
malam hari, sedangkan pasien dengan penyakit kelenjar meibomian dan
tertundanya tear clearance cenderung semakin buruk gejala klinisnya saat bangun
tidur di pagi hari (Holland dan Mannis, 2013).
Kuesioner biasa dipakai dalam penelitian ataupun pemeriksaan mata kering untuk
screening individual untuk diagnosa mata kering atau untuk menentukan derajat
keparahan mata kering. Salah satu kuesioner yang sudah disetujui adalah Contact
Lens Dry Eye Questionnaire-8 (CLDEQ-8). Kuesioner ini dibuat khusus untuk
screening mata kering pada pasien yang menggunakan lensa kontak
(Subcommittee of the International Workshop, 2007).
Ada delapan pertanyaan yang ditanyakan dalam kuesioner tersebut.
Kedelapan pertanyaan itu adalah frekuensi dan rasa kering, tidak nyaman,
pandangan kabur di akhir hari; frekuensi menutup mata untuk mengistirahatkan
mata; melepaskan lensa kontak untuk mengurangi rasa tidak nyaman. Kedelapan
pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang paling menggambarkan
keseluruhan simptom dan perlakuan yang paling sering dirasakan dan dilakukan
oleh pemakai lensa kontak yang mengalami mata kering. Kedelapan pertanyaan
ini nantinya akan diisi oleh responden dan diberikan skor untuk tiap-tiap jawaban
yang diberikan. Skor maksimal dalam kuesioner ini adalah 37 dimana nilai dari
skor akan menunjukkan mata responden kering atau tidak. Baseline status yang
ditetapkan oleh CLDEQ-8 ini adalah :
melembabkan mata serta deposit pada permukaan mata juga berpengaruh untuk
sensasi mata kering dan rasa tidak nyaman (Truong et al., 2014). Pemakaian lensa
kontak harian yang semakin lama akan meningkatkan kejadian dari faktor-faktor
di atas dan pada akhirnya akan menyebabkan sindrom mata kering yang semakin
parah.
Oleh karena itu, penulis mengambil kriteria sampel yang memakai soft
contact lens selama minimal 1 tahun dan 5 kali dalam seminggu berdasarkan dari
penelitian di California tersebut.
2.7 KERANGKA TEORI
Lensa Kontak
Harian Riwayat
METODE PENELITIAN
studi potong lintang (cross sectional), yaitu jenis penelitian yang pengukuran
seluruh variabelnya dilakukan hanya satu kali dan pada satu saat (Sastroamoro,
2011).
a. Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa fakultas
ekonomi bisnis dan fakultas ilmu budaya yang menggunakan soft contact
lens.
b. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi terjangkau
yang masuk ke dalam kriteria inklusi dan tidak termasuk ke dalam kriteria
ekslusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah :
26
1. Kriteria Inklusi :
a. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Bisnis dan Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara yang memakai soft contact lens.
b. Memakai soft contact lens selama minimal 1 tahun dan 5 kali dalam
seminggu.
c. Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan (informed consent).
2. Kriteria Eksklusi
a. Sampel menderita penyakit gangguan sekresi air mata.
b. Sampel menderita penyakit gangguan berkedip.
c. Sampel sedang mengalami infeksi pada kelopak mata dan kornea.
d. Sampel pernah menjalani operasi mata.
e. Sampel menggunakan terapi penggantian hormon estrogen.
f. Sampel menjalani radioterapi ataupun kemoterapi.
g. Sampel penderita HIV/AIDS atau diabetes melitus.
h. Kuesioner tidak diisi dengan lengkap.
α
Z1 2 + Z1−β
𝑛=[ ]2 + 3 (3,1)
0,5 ln[(1+r)⁄(1−r)]
Dimana :
α
Z1 2 : nilai distribusi normal baku menurut tabel Z pada 𝛼 tertentu
Pada penelitian ini ditetapkan nilai 𝛼 sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)
α
sehingga untuk uji hipotesis satu arah diperoleh nilai Z1 2 adalah 1,645. Nilai 𝛽
yang digunakan adalah 0,05 yang berarti kekuatan dalam penelitian ini adalah
95% sehingga diperoleh nilai Z1 − β adalah 1,645. Nilai r pada penelitian ini
diambil dari penelitian terdahulu dimana didapatkan r sebesar 0,47 dengan p value
<0,05 (Kaštelan et al., 2013). Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1,645+ 1,645
𝑛=[ ]2 + 3
0,5 ln[(1+0,47)⁄(1−0,47)]
𝑛 = 44,61
𝑛 ≈ 45
Alat yang digunakan untuk menjalankan penelitian ini adalah kuesioner yang
berisikan informasi data diri sampel serta kuesioner mata kering pemakai lensa
kontak (CLDEQ-8).
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data yang didapat langsung dari sampel penelitian. Data primer diambil dengan
metode angket menggunakan instrumen kuesioner.
Pertama-tama, penulis akan mencari mahasiswa yang memakai lensa kontak
kemudian menjelaskan kepada responden tentang penelitian ini. Kemudian
meminta izin kepada mahasiswa tersebut untuk diwawancarai dengan
menanyakan kriteria inklusi dan eksklusi. Jika mahasiswa tersebut termasuk ke
faktor inklusi dan tidak termasuk ke faktor eksklusi, maka mahasiswa tersebut
Koefisien
No. Kekuatan Hubungan
Korelasi
1 0 Tidak ada korelasi
2 > 0,00 – 0,25 Korelasi sangat lemah
3 0,26 – 0,50 Korelasi cukup
4 0,51 – 0,75 Korelasi kuat
5 0,75 – 0,99 Korelasi sangat kuat
6 1 Korelasi sempurna
Sumber : Sarwono J, 2009
3.5 DEFINISI OPERASIONAL
31
penelitian ini. Para mahasiswa mengaku bahwa memakai lensa kontak dapat
memperindah penampilan dan meningkatkan rasa percaya diri sehingga peran
lensa kontak sangatlah penting bagi mereka. Hal ini juga terbukti ketika 3 orang
pemakai lensa kontak yang sering mengalami mata kering memutuskan untuk
tidak menggunakan kacamata karena alasan penampilan. Berdasarkan
karakteristik usia dapat dilihat bahwa dalam penelitian ini rentang usia responden
adalah 17-23 tahun. Rata-rata usia pemakai lensa kontak dalam penelitian ini
adalah 19,83±1,516. Lensa kontak paling banyak dipakai oleh kalangan
mahasiswa berusia 19 dan 21 tahun. Persentase pemakai lensa kontak berusia 19
dan 21 tahun mencapai 45,2%. Pemakai lensa kontak paling sedikit ditemukan
pada mahasiswa dengan usia 23 tahun. Untuk distribusi pemakai lensa kontak
berdasarkan fakultas dapat dilihat bahwa responden dari Fakultas Ilmu Budaya
lebih banyak dari responden Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Distribusi pemakaian soft contact lens dapat dilihat dari frekuensi mengganti
soft contact lens, lama pemakaian tahunan, lama pemakaian dalam seminggu dan
durasi pemakaian harian yang dapat dilihat di tabel 4.2.
Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat dilihat dalam tabel 4.2 distribusi
frekuensi responden dalam pemakaian soft contact lens. Frekuensi mengganti
lensa kontak paling banyak adalah sebulan sekali dengan frekuensi paling sedikit
adalah 5 bulan sekali. Mahasiswa dalam penelitian ini menggunakan soft contact
lens antara 5-7 hari dalam seminggu dengan jumlah paling banyak menggunakan
soft contact lens selama 5 hari dalam seminggu. Saat diwawancarai mengenai hal
ini, mereka menjawab bahwa mereka menggunakan soft contact lens hanya ke
kampus untuk kegiatan belajar dimana kegiatan belajar ini dilakukan mulai hari
Senin hingga Jumat. Untuk rata-rata durasi lama pemakaian soft contact lens
harian adalah 8,19±2,20 jam dengan durasi paling lama 14 jam dan durasi paling
singkat 5 jam.
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa simptom yang paling banyak ditemukan
adalah mata kering dan rasa tidak nyaman pada mata sedangkan yang paling
jarang ditemukan adalah melepaskan lensa kontak. Simptom yang paling sering
terjadi adalah menutup mata dan yang paling jarang terjadi adalah melepaskan
lensa kontak. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Papas
et al (2015) dimana pemakai lensa kontak paling sering mengalami mata kering
dan juga mata tidak nyaman. Penelitian Reddy et al (2016) di Universitas
Tabel 4.4 Total skor yang diperoleh oleh mahasiswa berdasarkan CLDEQ-8
Tabel 4.5 Distribusi kondisi mata berdasarkan baseline status score CLDEQ-8.
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa total skor mahasiswa paling rendah
adalah 0 dan yang paling tinggi adalah 23. Rata-rata total skor mahasiswa adalah
10,19 yang apabila dikonversikan ke baseline status score didapatkan status mata
dalam keadaan baik. Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa status mata mahasiswa
paling banyak adalah mata sempurna dan yang paling sedikit adalah status mata
cukup baik dan mata kering. Dari hasil penelitian ini didapatkan 7 mahasiswa
dengan status mata kering. Ketika diwawancarai mengenai keadaan mata dan
kebiasaan memakai lensa kontak, 3 dari mahasiswa ini menyatakan bahwa
biasanya mereka tidak mengalami kondisi mata kering. Mata kering ini hanya
terjadi apabila lensa mereka hampir memasuki masa harus diganti. Salah satu dari
ketujuh mahasiswa juga bercerita bahwa sebenarnya dia tidak biasanya
mengalami mata kering. Mahasiswa ini bercerita bahwa soft contact lens ini baru
mengganti lensa kontaknya seminggu yang lalu dengan merk yang sama, tetapi
membeli di tempat yang berbeda. Akan tetapi, mahasiswa ini berpendapat bahwa
soft contact lens yang baru dibelinya memiliki kualitas yang berbeda dan
menimbulkan rasa tidak nyaman pada matanya. Tiga mahasiswa lainnya memang
sudah terbiasa dengan kondisi seperti ini. Mereka merasa cukup terganggu akan
tetapi enggan mengganti lensa kontak mereka dengan kacamata dengan alasan
kurang praktis dan mengganggu penampilan.
Tabel 4.6 Tabulasi silang antara lama pemakaian soft contact lens dengan keadaan mata.
Status Mata
Bukan Mata
Mata Kering Total P Value
Kering
N % N %
Lama Pemakaian Soft
≤8 jam 32 69,6 4 57,1 36
Contact Lens 0,667
>8 jam 14 30,4 3 42,9 17
Total 46 100 7 100 53
Hasil analisis hubungan antara pemakaian soft contact lens dengan kejadian
sindrom mata kering yang menggunakan uji chi square diikuti Fisher’s exact
sebagai analisa bivariat adalah tidak ada korelasi antara pemakaian soft contact
lens dengan kejadian sindrom mata kering dimana p>0,05. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Sapkota et al (2015) di Nepal Eye Hospital yang
dilakukan pada Juli 2007 sampai dengan Juni 2012 dimana Sapkota et al juga
tidak menemukan adanya korelasi antara lama pemakaian lensa kontak dengan
sindrom mata kering. Menurut penelitian mereka, sindrom mata kering yang
terjadi pada pemakai lensa kontak di sana itu diakibatkan oleh karena debu dan
polusi yang tinggi di daerah tersebut. Alasan lain adalah lens care system yang
kurang tepat. Pemilihan Multi Purpose Solution yang tidak tepat dapat
meningkatkan simptom dari mata kering. Dalam penelitian tersebut Sapkota et al
pun mengungkapkan adanya kemungkinan peran dari improper fitting dari lensa
kontak. Deposit pada lensa kontak pun turut serta berperan dalam meningkatkan
sensasi benda asing di mata yang merupakan salah satu simptom dari sindrom
mata kering.
Material lensa dan jadwal mengganti lensa, sistem disinfeksi lensa, penggunaan
cairan tetes lensa, perawatan tambahan seperti suplemen tambahan, obat topikal,
punctal plugs, faktor ergonomik dan juga faktor lingkungan.
Selain daripada pembagian kuesioner, dalam studi ini juga dilakukan tanya
jawab dengan mahasiswa seputar kenyamanan memakai soft contact lens,
pengelolaan lensa kontak termasuk pertanyaan mengenai penggunaan cairan tetes
mata serta cairan pembersih lensa, keadaan lingkungan harian, tempat membeli
lensa kontak serta pengalaman pribadi dalam memakai lensa kontak. Hasil tanya
jawab dengan mahasiswa menunjukkan beberapa faktor yang mungkin
mempengaruhi kenyamanan pemakaian lensa kontak yang berkontribusi dalam
durasi pemakaian lensa kontak yang nyaman dan skor CLDEQ-8 yang rendah
dalam studi ini.
Kedua, lensa kontak yang nyaman dipakai. Dalam studi ini, 50 dari 53
mahasiswa merasa nyaman memakai lensa kontak. Lensa kontak yang nyaman
dipakai ini berhubungan dengan material, desain dan juga fitting. Pemakaian lensa
kontak yang tinggi kandungan air dan material yang mempunyai karakteristik
ionik berhubungan dengan dehidrasi yang lebih banyak (Ramamoorthy et al.,
2008 ; Ramamoorthy et al., 2010). Perubahan dehidrasi tersebut dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan transmisi oksigen, perlekatan lensa yang
lebih dan terjadi penurunan pergantian air mata (Ramamoorthy et al., 2010).
Material dengan kadar air yang tinggi berhubungan dengan deposisi lapisan air
mata yang signifikan dibanding dengan yang rendah kadar air (Beljan et al., 2013;
Ramamoorthy et al., 2008). Perbedaan pola deposisi dari material dapat
mempengaruhi kenyamanan pemakai lensa dan simtom mata kering dengan
mengubah kemampuan melembabkan permukaan lensa dan berpotensi mengubah
karakteristik kestabilan/penguapan air mata. Semakin polar lemak dari lapisan air
mata dapat menarik air tambahan ke polimer (air sendiri bersifat polar dan ikat
hidrogen lebih kuat daripada ikatan elektostatis yang mungkin berhubungan
dengan ikatan lemak ke bahan polimer). Akibat perubahan lapisan lemak bagian
prelens dan perubahan permukaan lensa kontak dan menyebabkan peningkatan
penguapan dan atau kemampuan melembabkan secara berturut-turut
(Ramamoorthy et al., 2008).
corneal staining, bulbar dan limbar hiperemia yang lebih serta kenyamanan yang
lebih buruk. Base curve dan diameter mewakili pengukuran untuk kelengkungan
lensa dan peningkatan kelengkungan dapat mengurangi pergerakan dan
mengasilkan peningkatan kenyaman dengan batas kelonggaran yang tepat
(Stapleton & Tan , 2017). Sebuah studi sebelumnya yang dilakukan oleh Wong et
al (2002) menemukan bahwa 40% dari subjek mereka tidak mampu mencapai
kelengkungan yang tepat oleh karena lensa yang longgar yang terjadi oleh karena
kornea yang lebih curam. Mata orang asia mempunyai kelopak mata yang lebih
ketat dibandingkan orang non-Asia, yang dapat mempengaruhi lensa secara
mudah selama siklus berkedip, hingga mempengaruhi sensasi mata tidak nyaman
atau kering. Meminimalisir pergerakan lensa dapat meminimalisir stimulus
mekanikal ke kornea, konjungtiva dan kelopak mata walaupun kelengkungan
yang terlalu ketat tanpa pergerakan lensa dapat meningkatkan simtom mata kering
karena buruknya pertukaran air mata (Truong et al., 2014).
Peningkatan masa pakai lensa juga merupakan salah satu faktor dalam
menghasilkan simptom. Peningkatan frekuensi penggantian lensa dapat
menghasilkan kenyamanan yang lebih baik dan kepuasan pasien (Markoulli &
Kolanu, 2017). Usia polimer mengakibatkan penumpukan deposit secara terus-
menerus sepanjang waktu. Mengganti lensa sesering mungkin dapat mengurangi
masalah. Daily disposable lens adalah standar tertinggi dari konsep ini (Stapleton
& Tan , 2017).
Faktor ketiga adalah penggunaan cairan tetes mata. Secara umum, air mata
buatan atau cairan tetes lensa melembabkan permukaan mata dengan
meningkatkan kadar air atau mencegah evaporasi air mata dan melindungi
permukaan okuler dengan mengurangi gesekan antara kelopak mata dan kornea
(Bayhan et al., 2015). Pemakaian lensa kontak dapat mengurangi tinggi meniskus
air mata terutama dengan lensa kontak berkadar air tinggi (Garcia-Lazáro et al.,
2011). Menggunakan cairan tetes pelembab lensa dapat meningkatkan volume
meniskus dan mengurangi simptom kekeringan (Chalmers, 2014; Garcia-Lazáro et
al., 2011; Nagahara et al., 2015; McDonald et al., 2014; Guthrie et al., 2015).
Studi sebelumnya yang membandingkan tetes mata berbahan dasar lemak dengan
nonlipid eye drop menunjukkan bahwa lipid based eye drops meningkatkan skor
kenyamanan subjektif, meningkatkan durasi pemakaian yang nyaman dan
mengurangi tanda-tanda lid wiper epitheliopathy dan corneal staining jika
dibandingkan dengan pemakaian nonlipid eye drop (Guthrie et al., 2015).
Faktor terakhir yang dapat ditemukan dalam studi ini adalah faktor
lingkungan. Ketika penelitian ini dilakukan, cuacanya selalu hujan hampir setiap
hari selama sebulan. Temperaturnya sejuk dan kelembaban tinggi. Beberapa study
menemukan adanya hubungan antara mata kering akibat lensa kontak dengan
kelembaban yang rendah dan suhu yang tinggi (Subcommittee of the International
Dry Eye Workshop, 2007; Chalmers, 2014). Ruangan kelas mereka tidak
mempunyai AC yang berhubungan dengan mata kering oleh karena kelembaban
dan aliran udara yang rendah (Subcommittee of the International Dry Eye
Workshop, 2007). Pekerjaan yang mengharuskan bekerja di depan layar juga
berhubungan dengan sindrom mata kering. Sebuah studi di Jepang menunjukkan
bahwa pemakai lensa kontak dan pekerja yang bekerja di depan layar dalam
waktu yang lama mempunya nilai tinggi meniskus air mata yang lebih buruk
dibandingkan yang tidak memakai lensa kontak dan pekerja yang bekerja di depan
layar dalam waktu yang singkat (Kojima et al., 2011). Pemakai lensa kontak yang
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dari penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
5.2 SARAN
46
48
Herranz R.M, Herran R.M.C. 2013, Ocular Surface : Anatomy and Physiology,
Disorders and Therapeutic Care, CRC Press, United State of America.
Holland E.J, Mannis M.J. 2002, Ocular Surface Disease : Medical and Surgical
Management, Springer, New York.
Holland E.J, Mannis M.J, Lee W.B. 2013, Ocular Surface Disease : Cornea,
Conjunctiva and Tear Film, Elsevier Saunders, London, New York, Oxford,
Philadelphia, St. Louis, Sydney, Toronto.
Jones-Jordan LA, Walline JJ, Mutti DO, J Marjorie, Nichols KK, Nichols JJ,
Zadnik K. 2010, ‘Gas Permeable and Soft Contact Lens Wear in Children’,
Vol. 87, no. 6, pp. 414-420.
Kaštelan S, Lukenda A, Salopek-Rabatic J, Pavan J, Gotovac M. 2013, ‘Dry Eye
Symptoms and Signs in Long-Term Contact Lens Wearers’, vol 37, pp. 199-
203.
Kojima T, Ibrahim OMA, Wakamatsu T, Tsuyama A, Ogawa J, Matsumoto Y,
Dogru M, Tsubota K. 2011, ‘The Impact of Contact Lens Wear and Visual
Display Terminal Work on Ocular Surface and Tear Functions in Office
Workers’, Am J Opthalmol, vol. 152, pp. 933-940
Markoulli M, Kolanu S. 2017, ‘Contact Lens Wear and Dry Eyes : Challenge and
Solutions’, Clinical Optometry.
McDonald M, Schachet JL, Lievens CW, Kern JR. 2014, ‘Systaine© Ultra
Lubricant Eye Drops for Treatment of Contact Lens Related-Dryness’, Eye
& Contact Lens, vol. 40, pp. 106-110
McMonnies Charles W. 2013, ‘Psychological and Other Mechanisms for End-of-
Day Soft Lens Symptoms’, Optom Vis Sci, vol. 90, pp. e175-e181
Muselier-Mathieu A. , Bron A.M, Mathieu B. , Souchier M, Brignole-Baudouin F,
Acar N, Bre´ tillon L and Creuzot-Garcher C. 2014, ‘The Contribution of
Tear Osmolarity Among Other Tests’, Ocular Surface Assessment in Soft
Contact Lens Wearers, vol. 92, pp. 364–369.
Nagahara Y, Koh S, Maeda N, Nishida K, Watanabe H. 2015, ‘Prominent
Decrease of Tear Meniscus Height With Contact Lens Wear and Efficacy of
Eye Drop Instillation’, Eye & Contact Lens, vol. 41, pp. 318-322
Netter F.H. 2011, Atlas of Human Anatomy, 5th edition, Elsevier Saunders, UK
USA.
Ntola NM, Murphy PJ. 2002, ‘The Effect of Contact Lens Wear On Corneal
Sensation’ vol. 44
Omali NB, Heynen M, Subbaraman LN, Papinski D, Lakkis C, Smith SL, Morgan
PB, Berntsen DA, Nichols JJ, Jones LW. 2016, ‘Impact of Lens Care
Solutions on Protein Deposition on Soft Contact Lens’
Omar M, Jassim FA, Sheikh F, Abbas AY, Munshi A, Shaikh RB, Sharbati SA,
Ahmed F. 2013, ‘Prevalence of Contact Lens Use and Its Complications
Among Students of Gulf Medical University, Ajman’, vol 2 no. S1, pp S92-
S98.
Papas E, Tilia D, McNally J, and de la Jara P.L. 2015, ‘Ocular Discomfort
Responses after Short Periods of Contact Lens Wear’, vol. 92, pp. 665-670.
Ramamoorthy P, Sinnott LT, Nichols JJ. 2008, ‘Treatment, Material, Care and
Patient-Factors in Contact Lens-Related Dry Eye’, vol. 85(8), pp. 764-772.
Ramamoorthy P, Sinnott LT, Nichols JJ. 2010, ‘Contact Lens Material
Characteristics Associated With Hydrogel Lens Dehydration’, vol. 30, pp.
160-166
Reddy SC, Ying KH, Theng LH, How OT, Fu-Xiang PK, Sikander MMbM, 2016,
‘A Survey of Dry Eye Symptoms in Contact Lens Wearers and Non-Contact
Lens Wearers Among University Students in Malaysia’, J Clin Exp
Ophthalmol, vol 7, no. 1.
Stapleton F, Tan J. 2017, ‘Impact of Contact Lens Material, Design, and Fitting
on Discomfort’, vol. 43, pp. 32-39
Subcommittee of the International Dry Eye Workshop, 2007, ‘Report of the
definition and classification’ The Definition and Classification of Dry Eye
Disease, vol. 5 no. 2.
Sulley A, Young G, Hunt C. 2017, ‘Factors in The Success of New Contact Lens
Wearers’, Contact Lens & Anterior Eye, vol 40, pp. 15-24
Tran N, Graham A.D, Lin M.C. 2013 ‘Ethnic Differences in Dry Eye Symptoms:
Effects of Corneal Staining and Length of Contact Lens Wear’ , Contact
Lens & Anterior Eye, vol. 629, pp. 1-8.
Truong T.N, Graham A.D, Lin M.C. 2014, ‘Factors in Contact Lens Symptoms :
Evidence from a Multistudy Database’, vol. 91 no. 2, pp. 133– 141.
Wong MA, Lee TT, Poon MT, Cho P. 2002, ‘Clinical Perfomance and Factors
Affecting The Physical Fit of A Soft Toric Frequent Replacement Contact
Lens’, vol. 85(6), pp. 350-357
Yang S, Tai Y, Sheedy JE, Kinoshita B,Lampa M, Kern JR. 2012, ‘Comparative
Effect of Lens Care Solutions on Blink Rate, Ocular Discomfort and Visual
Performance’, vol. 32, pp. 412-420.
Yanoff M, Duker J.S. 2014, Opthalmology, 4th edition, Elsevier Saunders UK
USA
Young G, Chalmers R, Napier L, Hunt C, Kern J. 2011, ‘Characterizing Contact
Lens-Related Dryness Symptoms in A Cross Section Study of UK Soft
Contact Lens Wearers’, Contact Lens Anterior Eye. vol. 34(2), pp. 64-70
LAMPIRAN A
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
Medan, 2017
Mahasiswa peneliti,
LAMPIRAN D
LEMBAR PERNYATAAN
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED
CONSENT)
KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini
secara sukarela dan tanpa paksaan.
Medan, 2017
No. Responden :
LAMPIRAN E
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Lama Pemakaian Soft Contact Lens dengan Kejadian
Sindrom Mata Kering
I. Identitas Responden
1. Nama :
..................................................................................................................
2. Jenis Kelamin : L / P (lingkari salah satu)
3. Usia : ............... tahun
4. Fakultas : ..............................................................................................
5. Program Studi : : S1 D3 (centang () di salah satu pilihan)
6. Jurusan : ..............................................................................................
II. Data Lensa Kontak
1. Jenis lensa kontak apa yang Anda pakai? (centang () di salah satu
pilihan)
Harian Bulanan Tahunan Lain-lain .............
2. Pilih satu atau beberapa brand lensa kontak yang pernah atau sedang
Anda gunakan.
Petunjuk : Berikan tanda centang () pada sisi kiri tabel yang lensa kontaknya
pernah atau sedang Anda gunakan
Nama produk lensa kontak brand
Brand lensa
() tersebut
kontak
(mohon diisi)
Acuvue
Biomedics
Air Optix
Freshlook
Avaira
Focus
New Look
Illustro
Geo Medical
Bausch and Lomb
BioTrue
X2
EOS
Omega
Dreamcon
Living Color
Playboy
Solotica
Menikon
Eyezone
Nobluk
Schön
Eyeberry
Alice
Super Yogurt
Ice
Brand lainnya
(ditulis sendiri) :
LAMPIRAN F
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapan pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penelitian ilmiah.
Penulis,
140100178
LAMPIRAN G
LAMPIRAN H
DATA STATISTIK
Frequencies
Statistics
N Valid 53 53 53 53 53
Missing 0 0 0 0 0
Sum 69 85 67 74 51
Statistics
Skor Melepas
Penglihatan Menutup Lensa
Kabur Mata Kontak Total Skor Keadaan Mata
N Valid 53 53 53 53 53
Missin
0 0 0 0 0
g
Frequency Table
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Mata Kering
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Menutup Mata
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Total Skor
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Keadaan Mata
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cases
Bukan Mata
Kering Mata Kering
Total Count 46 7
Total
Total Count 53
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Linear-by-Linear
,422c 1 ,516 ,667 ,398
Association
N of Valid Cases 53
LAMPIRAN I
DATA INDUK
19 R19 23 2 7 2 7 2 10 2 4 0 0 0 0 2 3 11 3 1
20 R20 17 2 7 1 6 2 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
21 R21 20 2 7 5 6 2 12 2 3 2 3 3 4 2 2 21 5 2
22 R22 17 2 2 3 5 2 12 0 0 3 3 0 0 3 0 9 2 1
23 R23 19 2 2 4 7 1 5 2 1 2 1 0 0 1 1 8 2 1
24 R24 18 2 2 1 7 2 10 1 1 1 1 1 1 0 0 6 1 1
25 R25 19 2 2 4 5 1 8 1 2 1 2 0 0 1 1 8 2 1
26 R26 21 2 2 3 5 1 7 2 3 1 1 0 0 1 1 9 2 1
27 R27 19 2 2 2 5 2 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
28 R28 20 2 2 1 7 2 10 0 0 1 1 0 0 0 0 2 1 1
29 R29 20 2 8 5 5 1 8 0 0 1 1 0 0 2 0 4 1 1
30 R30 20 2 8 2 6 1 6 0 0 2 2 0 0 1 0 5 1 1
31 R31 17 2 6 4 5 2 10 1 2 0 0 1 2 2 3 11 3 1
32 R32 19 2 4 1 5 1 6 2 3 2 3 1 1 2 3 17 4 1
33 R33 22 2 1 4 7 1 8 0 1 1 1 1 1 1 1 7 2 1
34 R34 20 2 7 5 6 2 12 2 2 1 1 1 1 1 0 9 2 1
35 R35 18 1 7 4 6 1 7 1 1 2 1 2 2 2 1 13 3 1
36 R36 18 1 4 2 5 1 8 1 1 2 1 1 1 1 0 9 2 1
37 R37 18 1 7 2 5 1 8 2 3 1 1 1 2 0 1 11 3 1
38 R38 18 1 3 1 5 1 8 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1
39 R39 19 1 2 3 5 1 5 0 0 1 1 0 0 2 2 6 1 1
40 R40 21 1 5 3 5 1 5 1 2 2 1 2 2 2 2 14 4 1
41 R41 19 1 4 5 7 1 7 2 1 1 0 0 0 0 2 6 1 1
42 R42 19 1 1 6 7 1 8 2 1 0 0 1 1 0 0 5 1 1
43 R43 19 1 2 1 5 1 6 2 2 1 2 2 2 0 3 14 4 1
44 R44 20 1 2 3 5 1 5 1 2 0 0 2 1 0 1 7 2 1
45 R45 19 1 4 5 6 1 8 1 1 1 1 0 0 0 0 4 1 1
46 R46 18 1 7 4 6 1 8 1 1 0 0 0 0 0 0 2 1 1
47 R47 18 1 7 2 5 1 7 0 0 2 2 0 0 2 2 8 2 1
48 R48 19 1 2 2 6 1 5 2 2 3 3 2 2 1 3 18 5 2
49 R49 22 1 8 6 7 1 6 2 1 1 1 0 0 2 1 8 2 1
50 R50 20 1 4 5 5 1 8 1 3 1 3 2 3 3 3 18 5 2
51 R51 19 1 4 3 5 1 8 2 3 3 3 2 3 3 3 22 5 2
52 R52 20 1 2 4 5 1 8 0 0 1 3 2 2 0 2 10 3 1
53 R53 22 1 1 3 5 1 6 2 3 1 1 3 2 3 2 17 4 1
Keterangan :
Intensitas P1,P2,P3 : skala 0-5, makin besar angkanya, maka semakin intens simtom
Keadaan Mata : 1 : Excellent; 2 : very good; 3 : good; 4 : fair good; 5 : dry eye
NIM : 140100178
Riwayat Pendidikan :
Riwayat Pelatihan :
Riwayat Organisasi :