Anda di halaman 1dari 90

PREVALENSI PERITONITIS PADA PASIEN APENDISITIS DI

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE 2017

SKRIPSI

Oleh :

OCTAVIA AZRINA SEMBIRING

150100130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


PREVALENSI PERITONITIS PADA PASIEN APENDISITIS DI
RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Kedokteran

Oleh :

OCTAVIA AZRINA SEMBIRING

150100130

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis di


RSUP Haji Adam Malik Periode 2017

Nama Mahasiswa : Octavia Azrina Sembiring

Nomor Induk : 150100130

Proposal Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan pada ujian
Seminar Hasil Penelitian

Medan, Desember 2018

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD


NIP. 197903252009121004

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
skripsi yang berjudul “Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis di RSUP Haji
Adam Malik periode 2017” yang merupakan salah satu syarat memperoleh
kelulusan Sarjana Kedokteran.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Untuk kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy S. Rambe, Sp. S (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD selaku Dosen Pembimbing yang
telah membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.
3. dr. Ricke Loesnihari, M.Ked (Clin.Path), Sp.PK(K) selaku Dosen
Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan
skripsi ini.
4. dr. Cut Aria Arina, Sp.S selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. dr. Batara Sihotang, dr. Siti Fathiya, dr. Gina K Perangin Angin dan dr.
Jos Arno M Silitonga yang telah membantu saya dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar dan sivitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
7. Kedua orang tua yang penulis hormati dan sayangi Gunanta Sembiring
dan Roslindawati Purba yang telah banyak memberikan dorongan
moril, doa, dan materil dalam penyusunan skripsi ini.
8. Kedua adik saya, Stephani Clarissa Sembiring dan Ariel Keriahen
Sembiring, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi
ini.

ii

Universitas Sumatera Utara


9. Teman-teman saya, A C Monalisa A C, Monica Gwendoline A Sirait,
Aretti Sari Napitupulu, yang telah membantu dan memberikan
dukungan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Saudara, kerabat, dan teman-teman angkatan 2015 Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan namanya satu
per satu.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran
dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, Desember 2018


Hormat Saya

Octavia Azrina Sembiring

iii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Pengesahan……………………………………………………… i
Kata Pengantar…………………………………………………………….. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………... iv
Daftar Tabel………………………………………………………………... vii
Daftar Gambar……………………………………………………………... viii
Daftar Lampiran…………………………………………………………… ix
Daftar Singkatan…………………………………………………………… x
Abstrak…………………………………………………………………….. xi
Abstract…………………………………………………………………….. xii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 4
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………. 4
1.3.1 Tujuan Umum………………………………………... 4
1.3.2 Tujuan Khusus……………………………………….. 4
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………. 5
2.1 Apendisitis……………………………………………………… 5
2.1.1 Definisi Apendisitis………………………………….. 5
2.1.2 Anatomi Apendiks…………………………………… 5
2.1.3 Fisiologi Apendiks…………………………………… 7
2.1.4 Patofisiologi Apendisitis..……………………………. 7
2.1.5 Etiologi Apendisitis….……………………………….. 8
2.1.6 Epidemiologi Apendisitis….…………………………. 8
2.1.7 Klasifikasi Apendisitis....…………………………….. 9

iv

Universitas Sumatera Utara


2.1.8 Diagnosis Apendisitis………………………………... 10
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Apendisitis.……………….... 14
2.1.10 Penatalaksanaan Apendisitis……………………….. 16
2.1.11 Prognosis Apendisitis.………………………………. 16
2.1.12 Komplikasi Apendistis..…………………………….. 17
2.2 Peritonitis………………………………………………………. 18
2.2.1 Definisi Peritonitis..………………………………….. 18
2.2.2 Anatomi Peritoneum…………………………………. 18
2.2.2.1 Anatomi Besar Peritoneum.………………... 18
2.2.2.2 Anatomi Mikroskopik Peritoneum.………… 19
2.2.2.3 Perdarahan dan Inervasi Peritoneum.………. 19
2.2.3 Fisiologi Peritoneum…………………………………. 21
2.2.4 Patofisiologi Peritonitis....……………………………. 22
2.2.5 Etiologi Peritonitis…………………………………… 22
2.2.6 Epidemiologi Peritonitis….………………………….. 23
2.2.7 Klasifikasi Peritonitis…...…………………………… 24
2.2.8 Diagnosis Peritonitis…………………………………. 25
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang Peritonitis...……………….... 26
2.2.10 Penatalaksanaan Peritonitis ……………….……….. 27
2.2.11 Prognosis Peritonitis..………………………………. 28
2.2.12 Komplikasi Peritonitis .…………………………….. 28
2.3 Hubungan Apendisitis dengan Peritonitis……………………... 29
2.4 Kerangka Teori………………………………………………… 30
2.5 Kerangka Konsep………………………………………………. 31
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………. 32
3.1 Jenis Penelitian…………………………………………………. 32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………... 32

Universitas Sumatera Utara


3.3 Populasi dan Sampel Penelitian………………………………... 32
3.3.1 Populasi Penelitian………………………………….... 32
3.3.2 Sampel Penelitian…………………………………….. 33
3.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………….. 33
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data…………………………. 33
3.6 Definisi Operasional……………………………………………. 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………………………….............. 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………………………………….. 49
5.1 Kesimpulan……………………………………………….. ……..49
5.2 Saran………………………………………………...................... 49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………... 50
LAMPIRAN………………………………………………………………. 53

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


2.1 Sistem Skoring Alvarado……………………….......... 13

3.1 Definisi Operasional..................................................... 34

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel................... 36

4.2 Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis............. 40

4.3 Distribusi Frekuensi Peritonitis pada Apendisitis Berdasarkan Jenis


Kelamin........................................................................ 41

4.4 Distribusi Frekuensi Peritonitis pada Apendisitis Berdasarkan Jenis


Usia.............................................................................. 42

4.5 Distribusi Frekuensi Peritonitis pada Apendisitis Berdasarkan


Gejala Klinis................................................................ 44

4.6 Distribusi Frekuensi Peritonitis pada Apendisitis Berdasarkan


Lama Rawatan............................................................. 45

4.7 Distribusi Frekuensi Peritonitis pada Apendisitis Berdasarkan


Kejadian Sepsis........................................................... 46

4.8 Distribusi Frekuensi Peritonitis pada Apendisitis Berdasarkan


Kondisi Keluar............................................................ 47

vii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


2.1.2 Anatomi Apendiks…………………………………….... 6

2.2.2 Anatomi Peritoneum…………………………………… 20

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman


A Daftar Riwayat Hidup..................................................... 53

B Pernyataan Orisinalitas.................................................... 55

C Surat Izin Survey Awal................................................... 56

D Surat Izin Penelitian......................................................... 57

E Ethical Clearance............................................................. 58

F Tabel Pengolahan Data SPSS........................................... 59

G Data Induk Penelitian....................................................... 67

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

CT-Scan : Computed Tomography Scan

DPL : Diagnostic Peritoneal Lavage

GALT : Gut Associated Lymphoid Tissue

IgA : Immunoglobuline A

MRI : Magnetic Resonance Imaging

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

USG : Ultrasonography

WHO : World Health Organization

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Latar Belakang. Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis yang dapat
disebabkan adanya obstruksi oleh fekalit, benda asing, tumor, hiperplasia, parasit dan lain-lain.
Dalam literatur disebutkan bahwa laki-laki lebih berisiko terkena apendisitis dibandingkan wanita
dengan rasio 1,4:1.Di Indonesia, angka kejadian apendisitis dilaporkan sebesar 95 per 1000
penduduk dengan jumlah kasus mencapai 10 juta setiap tahunnya dan merupakan kejadian tertinggi
di ASEAN. Komplikasi utama dari apendisitis yang tidak ditangani adalah terjadinya perforasi pada
apendiks. Perforasi pada apendiks menyebabkan terjadinya peritonitis. Berdasarkan beberapa
penelitian ditemukan angka kejadian peritonitis akibat apendisitis cukup tinggi. Padahal peritonitis
memiliki banyak komplikasi yang mengancam nyawa seperti trombosis vena mesenterika,
respiratory distress syndrome, kegagalan multi-organ hingga kematian.Tujuan: Untuk mengetahui
prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2017.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang dilakukan dengan metode cross
sectional yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pengumpulan data dilakukan pada
data rekam medis pasien apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan sejak Januari 2017-
Desember 2017. Sampel diambil secara non random sampling dengan menggunakan teknik total
sampling dengan sampel sebanyak 102 sampel penelitian. Hasil: Pada penelitian ini, Prevalensi
peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP Haji Adam Malik periode 2017 adalah
62,8%.Peritonitis generalisata (61,8%) dan peritonitis lokalisata (1%). Laki-laki (65,6%) lebih
banyak menderita peritonitis akibat apendisitis dibandingkan perempuan (34,4%). Kelompok usia
tersering menderita peritonitis akibat apendisitis adalah kelompok usia 10-19 tahun (34,4%).
Kesimpulan: Prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan
periode 2017 adalah 62,8%.

Kata kunci : Apendisitis, Peritonitis.

xi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Background. Appendicitis is inflammation of the vermiform appendix which can be caused by


obstruction by fecalite, foreign bodies, tumors, hyperplasia, parasites and others. In the literature
it is stated that men are more at risk of appendicitis than women with a ratio of 1.4: 1. In Indonesia,
the incidence of appendicitis is reported to be 95 per 1000 people with a number of cases reaching
10 million each year and the highest incidence in ASEAN. The main complication of appendicitis
that is not treated is the occurrence of perforation in the appendix. Perforation of the appendix
causes peritonitis. Based on several studies on peritonitis found the incidence of peritonitis due to
appendicitis is quite high. Even though peritonitis has many life-threatening complications such as
mesenteric vein thrombosis, respiratory distress syndrome, multi-organ failure to death. Objectives:
To know the prevalence of peritonitis in appendicitis patients in Medan in Haji Adam Malik Hospital
in 2017. Methods: This study is a descriptive study conducted with a cross sectional method
conducted at Haji Adam Malik General Hospital in Medan. Data collection was performed on
medical record data on appendicitis patients at Haji Adam Malik Hospital Medan from January
2017 to December 2017. Samples were taken by non random sampling using total sampling
technique with a sample of 102 study samples.Results: In this study, the prevalence of peritonitis in
appendicitis patients in Haji Adam Malik General Hospital in 2017 period is 62,8%. Generalized
peritonitis (61,8%) and localized peritonitis (1%). Men (65.6%) suffered more from peritonitis due
to appendicitis than women (34.4%). The most common age group suffering from peritonitis due to
appendicitis is the 10-19 year age group (34.4%).Conclusion: The prevalence of peritonitis in
appendicitis patients in the Haji Adam Malik General Hospital Medan in the period 2017 is 62,8%.

Keywords : Appendicitis, Peritonitis

xii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Apendisitis adalah suatu inflamasi akut pada apendiks vermiformis yang sering
dikaitkan dengan obstruksi dan dapat terjadi komplikasi akibat infeksi bakteri
(Sifri & Madoff, 2015). Apendisitis disebabkan adanya obstruksi daripada lumen.
Apendiks rentan mengalami fenomena ini karena diameter lumennya yang kecil
dan berkaitan dengan panjangnya. Obstruksi pada lumen proksimal dari apendiks
memicu peningkatan tekanan di bagian distal yang disebabkan oleh sekresi mukus
secara terus menerus dan produksi gas oleh bakteri yang ada dilumen. Dengan
adanya distensi yang progresif pada apendiks, terjadi gangguan pada drainase
vena, sehingga menyebabkan iskemi pada mukosa. Adanya obstruksi yang terus
menerus, dan terjadinya iskemia menyeluruh, yang akhirnya menyebabkan
perforasi pada apendiks. Lama waktu dari obstruksi menjadi perforasi bervariasi
dan berkisar antara beberapa jam hingga beberapa hari. (Richmond, 2017).
Di Amerika Serikat kasus appendisitis meliputi 11 per 10.000 populasi per
tahun, dan angka kejadian ini tidak begitu berbeda di negara berkembang. Laki-
laki lebih berisiko terkena apendisitis dibanding wanita dengan rasio 1,4 : 1. Risiko
terjadi angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan 6,7% (Sarosi,
2016). Meskipun apendisitis jarang terjadi pada bayi, namun insidensi apendisitis
terus meningkat dengan pasti selama masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya
pada usia 15-25 tahun pada pria dan wanita (Sifri & Madoff, 2015). Di Indonesia,
angka kejadian apendisitis dilaporkan sebesar 95 per 1000 penduduk dengan
jumlah kasus mencapai 10 juta setiap tahunnya dan merupakan kejadian tertinggi
di ASEAN (Padmi, Widarsa, 2017).

Komplikasi utama pada kasus apendisitis yang tidak diobati adalah perforasi
apendiks (Sarosi, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nouri dkk di
Shahid Behesti Medical Center di Iran pada tahun 2011-2015 terhadap 526 pasien

Universitas Sumatera Utara


2

yang di diagnosis apendisitis akut, ditemukan sekitar 24,3% adalah apendisitis


perforasi dan 75,7% adalah apendisitis tanpa perforasi. Mayoritas pasien berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 61,9% sementara perempuan sebanyak 31,8%. Pada
penelitian ini, mayoritas pasien yang mengalami perforasi berusia antara 15 sampai
34 tahun yaitu sebesar 33,8% sedangkan hanya 8% perforasi yang terjadi pada umur
diatas 65 tahun dari keseluruhan kasus (Nouri et al., 2017). Di Indonesia, menurut
penelitian yang dilakukan Padmi dan Widarsa pada tahun 2017, prevalensi perforasi
pada pasien apendisitis akut berkisar antara 30-70% dari seluruh kasus apendisitis
akut (Padmi, Widarsa, 2017).

Perforasi pada apendisitis mengakibatkan terjadinya peritonitis, abses, dan


pieleoflebitis. Pasien dengan apendisitis perforasi, isi dari apendiks yang
mengalami perforasi akan terbebas masuk kedalam rongga peritoneal yang
menyebabkan timbulnya peritonitis difusa (Sarosi, 2016).

Peritonitis adalah radang peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimia atau
invasi bakteri (Dorland, 2002). Berdasarkan luas infeksinya peritonitis dapat dibagi
menjadi peritonitis lokalisata dan peritonitis generalisata/ difusa (Skipworth &
Fearon, 2005). Peritonitis dikelompokkan menjadi peritonitis primer, sekunder, dan
tersier. Peritonitis sekunder adalah peritonitis yang yang terjadi akibat infeksi pada
peritoneum yang berasal dari traktus gastrointestinal yang merupakan jenis
peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis sekunder umum yang bersifat akut
disebabkan oleh berbagai penyebab yaitu infeksi traktus gastrointestinal, infeksi
traktus urinarius, benda asing seperti yang berasal dari perforasi apendiks, asam
lambung dari perforasi lambung, cairan empedu dari perforasi kandung empedu
serta laserasi hepar akibat trauma (Japanesa et al., 2016).

Menurut survei World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 jumlah
kasus peritonitis didunia adalah 5,9 juta kasus. Penelitian yang dilakukan di
Rumah Sakit Hamburg-Altona Jerman, ditemukan penyebab tersering peritonitis
adalah perforasi sebesar 73% dan 23% sisanya disebabkan pasca operasi. Terdapat
897 pasien peritonitis dari 11000 pasien yang ada. Di Inggris, angka kejadian

Universitas Sumatera Utara


3

peritonitis selama tahun 2002-2003 sebesar 0,0036% yaitu sebanyak 4562 orang
(Japanesa et al., 2016).
Penelitian di Kota Bengal Barat India, terhadap 545 kasus peritonitis sekunder
ditemukan bahwa apendisitis dengan komplikasi perforasi merupakan penyebab
kedua tersering dari peritonitis sekunder yaiitu sebesar 18,53% dari total kasus
peritonitis (Ghosh et al., 2016). Pada penelitian yang dilakukan pada 305 pasien
yang menderita peritonitis difusa di dua rumah sakit umum di Provinsi Barat Daya
negara Kamerun, ditemukan apendisitis akut dengan komplikasi peforasi
merupakan penyebab kedua tertinggi peritonitis difusa yaitu sebesar 17,4% (53
pasien) dengan kelompok usia adalah 21-30 tahun. Ditemukan jugaangka
kematian akibat apendisitis akut dengan komplikasi perforasi yaitu sebesar 8,7%
dari seluruh pasien peritonitis difusa (Mefire, Fon, Ngowe, 2016).
Di Indonesia, ditemukan prevalensi peritonitis di RSUP Dr. M. Djamil Padang
sebesar 68,4% pada laki-laki dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka
kejadian peritonitis pada perempuan yaitu sebesar 31,6%. Kelompok usia
terbanyak yang mengalami peritonitis adalah 10-19 tahun sebesar 24,5% yang
diikuti oleh usia 20-29 tahun sebesar 23,5 %. Didapati juga bahwa peritonitis
akibat perforasi apendiks merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi ,
dengan prevalensi 64,3% dari seluruh kasus peritonitis (Japanesa et al., 2016).
Pada penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado pada 605
pasien apendisitis , memperlihatkan bahwa terdapat 193 pasien (30%) apendisitis
akut dengan komplikasi perforasi yang menyebabkan peritonitis (Thomas et
al.,2016).
Berdasarkan literatur prevalensi peritonitis sekunder yang disebabkan oleh
apendisitis perforata ditemukan cukup tinggi. Selain itu, dikarenakan belum
adanya data mengenai prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP Haji
Adam Malik Medan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “ Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis di RSUP Haji Adam Malik
Medan periode 2017”.

Universitas Sumatera Utara


4

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berapakah prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP Haji Adam


Malik Medan?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP Haji


Adam Malik Medan periode 2017.

1.3.2. Tujuan Khusus

 Mengetahui distribusi frekuensi peritonitis pada pasien apendisitis berdasarkan


jenis kelamin dan usia.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Rumah Sakit
Sebagai bahan informasi bagi petugas kesehatan khususnya di RSUP Haji
Adam Malik mengenai prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis.
2. Masyarakat
Sebagai bahan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan pembaca
tentang peritonitis dan apendisitis.
3. Peneliti lain
Sebagai bahan acuan dan pedoman bagi peneliti lain untuk meneruskan
penelitian sejenis.
4. Penulis
Sebagai pengalaman dan penambah pengetahuan bagi penulis.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 APENDISITIS

2.1.1 Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis (Dorland, 2002).


Apendisitis adalah inflamasi akut dari apendiks vermiformis yang sering dikaitkan
dengan obstruksi dan dapat merupakan komplikasi dari infeksi poli mikrobial (Sifri
& Madoff, 2015).

2.1.2 Anatomi Apendiks

Apendiks adalah organ midgut dan pertama kali terbentuk pada minggu ke-8
kehamilan sebagai sebuah kantong yang menonjol keluar dari caecum. Seiring
bertambahnya usia kehamilan, apendiks bertambah panjang dan menyerupai tabung
bersamaan dengan caecum berotasi kearah medial dan menetap di kuadran kanan
bawah dari abdomen. Mukosa apendiks memiliki struktur yang sama dengan
mukosa kolon seperti, mukosa apendiks dilapisi oleh epitel kolumnar, terdapat sel-
sel neuroendokrin dan sel goblet yang menghasilkan mucin yang melapisi struktur
tubularis dari apendiks. Pada submukosa apendiks dapat dijumpai jaringan limfoid,
yang mengakibatkan timbulnya beberapa hipotesis mengenai apendiks mungkin
memegang peranan dalam sistem imunitas. Sebagai tambahan, hasil penelitian
menunjukkan bahwa apendiks kemungkinan berfungsi sebagai lokasi penyimpanan
bakteri “baik” saluran pencernaan dan membantu proses rekolonisasi serta
memelihara flora normal kolon. Namun, belum ada konsensus yang menetapkan
hal ini. Belum diketahui efek samping berat yang disebabkan karena pembuangan
apendiks (Richmond, 2017).

Sebagai organ midgut, suplai darah apendiks berasal dari arteri mesenterika
superior. Arteri ileocolica, yaitu salah satu cabang utama dari arteri mesenterika
superior, bercabang menjadi arteri apendikal yang berjalan melewati

Universitas Sumatera Utara


6

mesoapendiks. Mesoapendiks juga mengandung jaringan limfoid apendiks, yang


bermuara menuju nodus limfatikus ileocecal, bersamaan dengan arteri mesenterika
superior (Richmond, 2017).

Apendiks memiliki ukuran yang bervariasi (panjang 5-35cm) dengan panjang


rata-rata 9cm pada orang dewasa. Dasar dari apendiks dapat ditentukan secara pasti
dengan menentukan area titik temu dari taenia pada ujung caecum, selanjutnya
peningkatan dasar apendiks untuk menentukan arah dan posisi ujung apendiks,
yang bervariasi di berbagai tempat. Apendiks memiliki letak yang bervariasi pada
setiap orang. Letak yang paling sering adalah retrocecal (tetapi masih di
intraperitoneal) sekitar 60% dari populasi, pelvis sekitar 30% dan retroperitoneal
sekitar 7% - 10% dari populasi. Agenesis apendiks, sama halnya seperti duplikasi
dan triplikasi apendiks sudah pernah dilaporkan sebelumnya (Richmond, 2017).

Sumber: Gray’s Anatomy 40 th edition, Netter Interactive Atlas of Human Anatomy.

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.3 Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari. Lendir tersebut


kemudian dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke dalam sekum.
Adanya hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada
patogenesis apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT
(gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
apendiks,adalah IgA. Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfatik disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh (Pieter, Riwanto, Hamami., 2004).

2.1.4 Patofisiologi Apendisitis

Apendisitis terjadi karena obstruksi pada lumen apendiks akibat adanya feses
yang terperangkap atau adanya fekalit. Pernyataan ini sesuai dengan kejadian
apendiks yang sering terjadi pada orang dengan diet rendah serat. Pada tahap awal
apendisitis, mukosa dari apendiks mengalami inflamasi. Inflamasi kemudian
meluas ke lapisan submukosa, muskularis dan serosa hingga peritoneum. Eksudat
fibrinopurulen menyebar mengenai bagian dari peritoneum yang berdekatan seperti
usus, atau dinding abdomen, menyebabkan terjadinya peritonitis lokalisata. Pada
tahap ini, kelenjar mukosa apendiks yang mengalami nekrotik masuk kedalam
lumen yang menyebabkan lumen semakin meregang dan dipenuhi nanah. Akhirnya
ujung dari arteri yang menyuplai darah ke apendiks mengalami trombosis,
akibatnya terjadi nekrosis atau gangrene pada apendiks. Hal ini menyebabkan
terjadinya perforasi apendiks, yang kemudian isi dari apendiks akan
mengkontaminasi peritoneum. Apabila isi dari apendiks diselubungi oleh omentum
atau usus halus, maka akan terbentuk abses lokal, jika tidak terselubung maka akan
menghasilkan peritonitis generalisata (Quick et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara


8

2.1.5 Etiologi Apendisitis

Apendisitis akut dapat terjadi akibat infeksi bakteria,. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus
disamping hiperplasia jaringan limfatik, fekalit, tumor apendiks, cacing askaris
yang dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Pieter, Riwanto,
Hamami., 2004).

2.16 Epidemiologi Apendisitis

Apendisitis adalah keadaan emergensi abdominal akut yang paling sering


terjadi pada negara berkembang. Angka kejadian kasar apendisitis di Inggris pada
semua kelompok usia adalah 11/10000 orang per tahun, dan angka kejadian ini
tidak jauh berbeda di negara berkembang. Angka kejadian apendisitis 10 kali lebih
rendah di negara-negara yang kurang berkembang di benua Afrika, namun belum
dapat diketahui penyebabnya. Angka kejadian apendisitis terbanyak terjadi pada
rentang usia antara 15-19 tahun dengan angka kejadian 48,1/10000 populasi per
tahun dan angka ini menurun sekitar 5/10000 populasi per tahun hingga mencapai
usia 45 tahun, kemudian angka ini akan menetap pada tahun-tahun kehidupan
berikutnya. Laki-laki lebih berisko terkena apendisitis dibanding wanita dengan
rasio 1,4 : 1. Risiko terjadi angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan
6,7%.(Sarosi, 2016).

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum untuk dilakukannya operasi


akut abdomen. Di negara berkembang, sekitar 1 dari 1000 orang menderita
apendisitis akut setiap tahunnya. Di Amerika, kurang lebih 300.000 apendektomi

Universitas Sumatera Utara


9

dilakukan setiap tahunnya. Kebanyakan tindakan operasi ini dilakukan karena


kondisi gawat darurat dan mencegah kematian akibat komplikasi dari apendisitis
seperti perforasi dan peritonitis. Penelitian telah menunjukkan bahwa angka
kematian dari apendisitis akan meningkat sebesar 3,5-10 kali lipat jika apendiks
telah mengalami perforasi. Dipercaya bahwa apendiks dapat mengalami perforasi
jika tindakan operasi pada apendisitis akut sederhana terlambat dilakukan (Nouri et
al., 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nouri dkk di Shahid Behesti


Medical Center di Iran pada tahun 2011-2015 terhadap 526 pasien yang di diagnosis
apendisitis akut, ditemukan bahwa 60,2% merupakan apendisitis septik. Dari
keseluruhan kasus, sekitar 24,3% adalah apendisitis perforasi dan 75,7% adalah
apendisitis tanpa perforasi. Kemungkinan terjadinya apendisitis perforasi sebesar
28,9% dan 12,3% pada pasien tanpa dan dengan apendektomi yang tertunda.
Mayoritas pasien berjenis kelamin laki-laki (61,9%) sementara 31,8% adalah
perempuan. Apendisitis perforata paling banyak terjadi pada rentang usia 15 sampai
34 tahun yaitu sebesar 33,8% sedangkan hanya 8% perforasi yang terjadi pada umur
diatas 65 tahun dari seluruh kasus apendisitis perforata (Nouri et al., 2017).

2.1.7 Klasifikasi Apendisitis

Klasifikasi apendisitis menurut International Classification of disease (ICD) 10


adalah sebagai berikut:

1. Apendisitis Akut
a. Apendisitis akut dengan abses peritoneal
b. Apendisitis akut dengan peritonitis generalisata
Apendisitis akut dengan peritonitis generalisata (diffusa) setelah ruptur
atau perforasi.
c. Apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata
Apendisitis akut dengan peritonitis lokal dengan atau tanpa ruptur atau
perforasi.
d. Apendisitis akut lainnya dan tidak dapat ditentukan.

Universitas Sumatera Utara


10

Apendisitis akut tanpa disebutkan adanya peritonitis generalisata atau


lokalisata.
2. Apendisitis lainnya
Apendisitis lainnya yaitu apendisitis kronik dan rekuren.

Apendisitis juga dapat diklasifikasikan menjadi apendisitis komplikata dan


apendisitis non-komplikata. Pembagian ini berdasarkan ada atau tidaknya
komplikasi seperti gangrene, perforasi atau abses disekitar apendiks (Petroianu &
Barroso, 2016).

2.1.8 Diagnosis Apendisitis

Anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik yang cermat tetap menjadi
landasan diagnosis apendisitis akut. Nyeri akut abdomen yang menjalar ke kuadran
kanan bawah abdomen yang terjadi lebih dari beberapa jam, disertai adanya nyeri
tekan pada titik Mc Burney, menjadi tanda yang paling kuat untuk memprediksi
apendisitis akut (Sifri & Madoff, 2015). Dalam tampilan klasik apendisitis akut,
pasien mengalami gejala yang samar-samar, adanya rasa tidak nyaman pada daerah
epigastrium atau periumbilikal yang sulit untuk dilokalisasi, yang biasanya tidak
parah dan sering dikaitkan dengan gangguan lambung. Diare dapat terjadi pada
awal apendisitis, tetapi hal ini jarang terjadi. Dalam waktu 4 hingga 12 jam sejak
timbulnya rasa sakit, kebanyakan pasien merasakan mual, anoreksia, muntah, atau
beberapa kombinasi dari 3 gejala ini. Mual yang terjadi biasanya ringan sampai
sedang, dan kebanyakan pasien hanya memiliki berberapa episode muntah. Apabila
muntah adalah gejala utama, maka diagnosis apendisitis harus dipertimbangkan
ulang. Demikian juga, jika muntah terjadi sebelum timbulnya nyeri maka diagnosis
lain perlu dipikirkan. Banyak pasien mengalami demam ringan atau menggigil;
demam tinggi atau kekakuan yang signifikan jarang terjadi. Nyeri abdominal pasien
biasanya meningkat dan pergeseran letak nyeri kearah kuadran kanan bawah terjadi
dalam kurun waktu 12 sampai 24 jam, dan nyeri menjadi lebih mudah terlokalisasi.
Lokalisasi nyeri pada kuadran kanan bawah abdomen adalah temuan yang penting
dan terjadi pada lebih dari 80% pasien apendisitis (Sarosi, 2016).

Universitas Sumatera Utara


11

Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar pasien tampak merasa sakit. Takikardia
jarang terjadi pada pasien apendisitis sederhana, tetapi dapat terjadi pada apendisitis
kompleks. Sebagian besar pasien dengan apendisitis sederhana memiliki suhu
dibawah 100,5°F ; sedangkan pasien dengan apendisitis perforata atau gangrenosa
kebanyakan memiliki suhu diatas 100,5°F. Pasien dengan apendisitis , seperti
pasien lain dengan peritonitis, cenderung berbaring diam daripada bergerak. Nyeri
tekan dan kekakuan pada kuadran kanan bawah abdomen adalah tanda yang sering
terjadi. Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah yang terlokalisasi merupakan
temuan yang penting saat ini, tetapi ketiadaannya tidak menyingkirkan diagnosis
apendisitis. Terdapat berbagai cara untuk menentukan adanya peritonitis kuadran
kanan bawah yang terlokalisasi, termasuk adanya tanda batuk (nyeri tekan yang
terjadi saat pasien batuk), nyeri tekan saat dilakukan perkusi, dan adanya nyeri lepas
(rebound tenderness). Meskipun semua tanda ini cukup sensitif, namun terdapat
satu penelitian kecil yang menunjukan nyeri tekan lepas merupakan tanda yang
paling akurat untuk memprediksi adanya peritonitis lokalisata pada pasien
apendisitis (Sarosi, 2016).

Beberapa temuan tambahan yang dapat membantu menentukan diagnosis


apendisitis yaitu:

1. Tanda Psoas atau tanda Obraztsova


Tanda psoas dapat dicari dengan dua cara. Cara pertama pasien dalam
posisi terlentang (supine), pemeriksa memberikan tahanan pada paha kanan
pasien dengan menggunakan tangan kiri pemeriksa kemudian pemeriksa
mengangkat kaki kanan pasien dengan tangan kanan melawan tahanan yang
diberikan pemeriksa. Cara kedua pasien dibaringkan pada sisi kiri (left lateral
decubitus position), kemudian dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Hasil
positif jika pasien merasakan nyeri akibat maneuver ini. Nyeri dapat timbul
akibat apendiks retroperitoneal yang mengalami inflamasi terletak dekat
dengan otot iliopsoas , dan maneuver ini cenderung meregangkan otot
iliopsoas sehingga meningkatkan intensitas nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen (Sarosi, 2016).

Universitas Sumatera Utara


12

2. Tanda Obturator
Tanda obturator diperoleh dengan membaringkan pasien kemudian
dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal pada panggul Nyeri
timbul akibat apendiks yang mengalami inflamasi terletak berdekatan dengan
otot obturator internus yang meregang pada saat dilakukan maneuver ini
(Sarosi, 2016).

3. Tanda Rovsing
Tanda rovsing positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadrann kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan (Sarosi, 2016).

4. Tanda Dunphy
Tanda dunphy positif jika timbul nyeri abdominal pada saat pasien batuk
(Rentea & Peter, 2017).

5. Tanda Blumberg
Disebut juga dengan nyeri lepas. Dilakukan palpasi pada kuadran kanan
bawah kemudian dilepas (Petroianu, 2012).

6. Nyeri Tekan Rektum


Nyeri tekan rektal dapat timbul ketika jari pemeriksa mencapai dinding
rectum yang berdekatan dengan apendiks yang mengalami inflamasi (Sarosi,
2016).

Semua tanda ini penting saat ditemukan, namun ketiadaan tanda-tanda ini tidak
menyingkirkan diagnosis apendisitis (Sarosi, 2016).

Universitas Sumatera Utara


13

Skor Alvarado juga digunakan sebagai alat untuk mediagnosis apendisitis yang
dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Sistem skoring Alvarado

Karakteristik Skor
Gejala Klinis
Nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah 1
Anoreksia 1
Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah abdomen 2
Nyeri lepas 1
Demam (suhu >37,3°C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
Leukositosis (hitung jumlah leukosit > 10.000) 2
Shift to the left (neutrofil>75%) 1
Total 10
Sumber :Kaewlai, Lertlumsakulsub, Srichaeron, 2015.

Interpretasi tabel menurut Kaewlai dkk , 2015:


Skor 5-6 : possible appendicitis
Skor 7-8 : probable appendicitis
Skor 9-10 : very probable appendicitis
Total skor Alvarado >7 mengindikasikan adanya apendisitis akut dan skor <7
menandakan apendiks yang normal. Alvarado merekomendasikan tindakan
operasi untuk semua pasien yang memilik skor ≥7 dan dilakukan observasi bagi
pasien dengan skor 5 atau 6 (Inci et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara


14

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang Apendisitis

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisis
Pada pasien wanita premenopause harus dijelaskan mengenai
pentingnya tes kehamilan dengan menggunakan urin (kadar hormon β-
human chorionic gonadotropin) untuk menyingkirkan kehamilan sebagai
penyebab gejala yang dialami. Pemeriksaan urin juga dapat mengarahkan
pada diagnosis alternatif lain seperti kolik renal atau infeksi saluran kemih.
Namun, karena apendiks sering terletak di dekat saluran kemih, sekitar
40% pasien dengan apendisitis akut akan didapatkan leukosit didalam
urinnya (Baird et al., 2017).

b. Pemeriksaan darah
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk apendisitis. Namun, jika
didapati adanya peningkatan pada jumlah leukosit, kadar c-reactive
protein, hitung jumlah granulosit,dan proporsi dari sel polimorfonuklear,
maka kemungkinan diagnosis apendisitis lebih besar. Jika parameter ini
normal, maka kemungkinan diagnosis apendisitis lebih kecil (Baird et al.,
2017).

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen
Sekitar 95% pasien apendisitis menunjukkan hasil foto polos abdomen
yang abnormal. Gambaran foto polos abdomen yang mengarah pada kasus
apendisitis akut meliputi faecal loading pada caecum; fekalit pada
apendiks; gas didalam apendiks; air-fluid level atau distensi ileum
terminalis, caecum, atau colon ascendens (merupakan tanda parialisis
ileum lokal); hilangnya bayangan caecum; mengaburnya bayangan otot
psoas kanan; scoliosis vertebra lumbalis ke kanan; tampak densitas atau
kekaburan di atas sendi sacroiliaca kanan; dan adanya udara atau cairan
bebas di intraperitoneal (Petroianu, 2012). Pada apendisitis perforasi dapat

Universitas Sumatera Utara


15

ditemukan tanda-tanda diatas dan tanda tambahan yang penting yaitu


adanya gambaran small bowel obstruction (Sarosi, 2016).

b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG mampu menampilkan tanda atau karakteristik dari
apendisitis dengan baik. Pada pemeriksaan USG, diagnosis pasti
apendisitis dapat ditegakkan jika terlihat penebalan dinding lebih dari 7
mm pada apendiks. Terdapat beberapa tanda lain yang dapat mendukung
diagnosis apendisitis yaitu terlihat adanya shadowing appendicolith,
inflamasi pada pericecal, atau adanya kumpulan cairan pericecal yang
terlokalisasi (Sarosi, 2016).

c. Computed tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan bersaman dengan USG merupakan dua jenis
pemeriksaan yang paling sering dilakukan dalam upaya menegakkan
diagnosis apendisitis. Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat tanda primer
dan tanda sekunder yang khas pada apendisitis. Tanda primer
menunjukkan perubahan pada apendiks, sedangkan tanda sekunder
menunjukan perubahan dari struktur organ disekitar apendiks akibat proses
inflamasi. Tanda primer antara lain, terlihat adanya peningkatan diameter
apendiks >6 mm, penebalan dinding apendiks >1 mm, peninggian dinding
yang abnormal dan tidak menyeluruh, edema submukosa, dan adanya
appendicoliths 20%-40% dari seluruh total kasus. Tanda sekunder antara
lain, penebalan dinding caecum yang fokal, adanya perubahan pada
densitas lemak periappendicular. Pada apendisitis perforasi dapat dilihat
beberapa tanda meliputi, adanya extra-luminal gas, tampak adanya abses,
phlegmon (peradangan yang meluas disertai terbentuknya eksudat purulent
atau suppurative atau nanah), adanya extra-luminal appendicolith, atau
adanya defek fokal pada dinding apendiks (Espejo et al., 2014).

Universitas Sumatera Utara


16

d. Magnetic resonance imaging (MRI)


MRI biasanya digunakan pada pasien yang sedang hamil, karena tidak
diperlukan agen kontras. MRI memberikan hasil dengan resolusi yang
tinggi dan akurat dalam mendiagnosis apendisitis. Kriteria untuk diagnosis
apendisitis dengan menggunakan MRI meliputi pembesaran apendiks (> 7
mm), penebalan apendiks (> 2 mm), dan adanya peradangan pada apendiks
(Richmond, 2017).

2.1.10 Penatalaksanaan Apendisitis

Terapi utama apendisitis adalah operasi. Tindakan preoperatif meliputi


resusitasi cairan dan pemberian antibiotik parenteral. Pada kasus apendisitis akut
non komplikata, dengan pemberian antibiotik preoperatif biasanya dapat teratasi
tanpa harus dilakukan operasi. Pada kasus apendisitis dengan rupture, gangrene,
abses, atau peritonitis sekunder, harus digunakan antibiotik yang memiliki
spektrum yang luas untuk flora kolon yang fakultatif dan anaerobik. Antibiotik
yang digunakan adalah ticarcilin-clavulanic acid, piperacillin-tazobactam,
ceftriaxone ditambah metronidazole, imipenem-cilastatin. Apendisitis akut, baik
tanpa ruptur atau dengan perforasi dan peritonitis sekunder, memerlukan intervensi
bedah dengan segera. Tidak ada konsensus yang jelas yang menyatakan pendekatan
operatif mana yang lebih optimal baik itu open emergency appendectomy atau
laparoscopic appendectomy. Namun laparoscopic appendectomy memiliki
kelebihan yaitu apabila saat di lakukan laparoscopic appendectomy ditemukan
apendiks normal, maka dapat dilakukan evaluasi diagnostik lebih lanjut (Sifri &
Madoff, 2015).

2.1.11 Prognosis Apendisitis

Selama dua dekade terakhir, hasil yang didapat setelah perawatan yang tepat
untuk apendisitis akut telah meningkat secara signifikan dengan tingkat morbiditas
dan mortalitas yang rendah. Namun komplikasi dan kematian meningkat secara
signifikan pada orang tua dan wanita hamil. Angka kematian janin berkisar 0%-

Universitas Sumatera Utara


17

1,5% pada kasus apendisitis sederhana dan 20%-35% pada kasus apendisitis
perforasi, maka dibutuhkan terapi dini dan agresif untuk pasien hamil (Vasser &
Anaya, 2012). Angka kematian pada pasien apendisitis akut non-komplikata
sebesar 0,09% dan angka terjadinya komplikasi yaitu sebesar 5,5%. Pada orang tua
angka kematian akibat apendisitis akut non-komplikata adalah 0,2% dengan angka
terjadinya komplikasi sebesar 6%. Morbiditas dan mortalitas meningkat pada
pasien dengan apendisitis komplikata terutama yang dengan perforasi. Angka
kematian pasien dengan apendisitis perforasi sebesar 1% sampai 4% dengan angka
terjadinya komplikasi sebesar 12% sampai 25%. Pada pasien yang berusia lebih tua
dari 70 tahun, yang memiliki apendisitis perforasi dan penyakit komorbid lainnya,
memiliki angka kematian yang tinggi sebesar 32% (Sarosi, 2016).

2.1.12 Komplikasi Apendisitis

Komplikasi utama pada kasus apendisitis yang tidak diobati adalah perforasi,
yang mengakibatkan terjadinya peritonitis, abses, dan pieleoflebitis. Pasien dengan
apendisitis perforasi, isi dari apendiks yang mengalami perforasi akan terbebas
masuk kedalam rongga peritoneal yang menyebabkan timbulnya peritonitis difusa.
Abses akan terbentuk setelah perforasi jika apendiks yang mengalami perforasi
dikelilingi oleh sisa rongga peritoneum karena lokasinya yang retroperitoneal atau
dikelilingi oleh lilitan usus halus atau omentum. Komplikasi yang paling parah
yang dapat terjadi pada pasien dengan apendisitis perforasi adalah tromboflebitis
sepsis dari vena porta yang juga dikenal sebagai pieloflebitis (Sarosi, 2016).

2.2 PERITONITIS

2.2.1 Definisi Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi aseptic
pada selaput organ perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih
yang membungkus organ perut dan dinding perut bagian dalam. Peritonitis juga
menjadi salah satu penyebab tersering dari akut abdomen (Japanesa et al., 2016).

Universitas Sumatera Utara


18

2.2.2 Anatomi Peritoneum

2.2.2.1 Anatomi Besar Peritoneum

Peritoneum adalah sebuah membran yang dilapisi oleh selapis sel mesotelial,
diperkirakan luas arenya sekitar 1,7 m2, hampir sama dengan luas total permukaan
tubuh. Umumnya rongga peritoneal mengandung beberapa milliliter cairan
peritoneal yang steril yang berperan sebagai pertahanan lokal terhadap bakteri, dan
sebagai lubrikan.

Peritoneum dapat terbagi menjadi dua komponen yaitu peritoneum parietal dan
peritoneum visceral. Peritoneum parietal melapisi bagian anterior, lateral, dan
posterior dinding abdominal; permukaan inferior diafragma; dan juga pelvis.
Sebagian besar permukaan dari organ intraperitoneal (lambung, jejunum, ileum,
kolon transversum, hati, dan limpa) dilapisi oleh peritoneum visceral, dimana
hanya bagian anterior dari organ retroperitoneal (duodenum, kolon asendens,
kolon desendens, pankreas, ginjal, dan kelenjar adrenal) yang dilapisi oleh
peritoneum visceral.

Organ-organ intraperitoneal digantung oleh bagian peritoneum yang menebal


atau ligamen abdominal. Menurut Meyer terdapat 9 ligamen dan 2 mesenterika
yang memfiksasi organ-organ intraperitoneal. Sembilan ligamen tersebut antara
lain ligamentum koronaria, gastrohepatika, hepatoduodenal, falciforme,
gastrocolica,duodenocolica, gastrosplenica, splenorenalis, dan ligamentum
phrenicocolica. Dua mesenterika tersebut yaitu mesenterica mesocolon
transversus dan mesenterika bowel kecil. Struktur-struktur ligamen ini, yang
terlihat pada saat laparotomi, begitu pula dengan CT-scan, membagi abdomen
menjadi beberapa kompartmen yang saling berhubungan (Wyers & Matthews,
2016).

Universitas Sumatera Utara


19

2.2.2.2 Anatomi Mikroskopik Peritoneum

Peritoneum berasal dari bahasa Yunani “peri” yang berarti sekitar dan “tonos”
yang berarti peregangan yang apabila digabungkan keduanya memiliki arti
membentang di sekitar. Mesothelium berasal dari mesoderm. Sel-sel mesothelial
berbentuk pipih, seperti sel skuamus dan memiliki diameter kira-kira 25 µm. Sel-
sel mesothelial terletak diatas membran basal yang tipis dan stroma jaringan ikat.
Sel-sel mesothelial dilapisi oleh mikrovili dan kadang-kdang terdapat beberapa
silia tambahan di permukaan luminal dan mereka tergabung dengan baik oleh
intercellular junctional comp lexes yang terdiri atas tight junctions, adherens
junctions, gap junctions, dan desmosome yang membentuk dan mempertahankan
barrier yang semipermeable untuk cairan, zat-zat terlarut, dan partikel (Wyers &
Matthews, 2016).

2.2.2.3. Perdarahan dan Inervasi Peritoneum

Peritoneum visceral diperdarahi oleh pembuluh darah spalnknik, dan


peritoneum parietal diperdarahi oleh pembuluh darah interkostal, subkostal,
lumbar, dan iliaka. Peritoneum visceral dipersarafi oleh saraf otonom, sedangkan
peritoneum parietal dipersarafi oleh saraf somatik. Oleh karena itu, nyeri visceral
bersifat sulit dilokalisir, menyebar, dan samar-samar. Nyeri viseral disebabkan
oleh perenggangan, distensi, torsio, dan twisting. Peritoneum vesiral tidak
menimbulkan nyeri pada saat terpotong ataupun terbakar. Saat serabut nyeri
viseral dari struktur midgut distimulasi, timbul rasa tidak nyaman yang samar pada
periumbilikalis yang disebabkan oleh serabut nyeri viseral melewati korda spinalis
pada level yang sama dengan serabut somatik dermatom T10. Oleh karena itu,
sensasi ini dialami sebagai rasa tidak nyaman dalam distribusi dermatomal. Begitu
juga dengan rangsangan nyeri viseral dari struktur foregut menghasilkan rasa tidak
nyaman pada daerah epigastrium (distribusi T8) , dan stimulasi viseral ada struktur
hindgut menghasilkan rasa tidak nyaman pada daerah suprapubik (T12). Serabut
nyeri parietal diaktivasi oleh beberapa stimulus seperti terpotong, terbakar, dan
inflamasi. Nyeri parietal ini mudah untuk dilokalisir. Salah contoh yang baik

Universitas Sumatera Utara


20

adalah apendisitis. Pada awal perjalanan penyakit pasien mengalami rasa tidak
nyaman pada daerah periumbilikal yang disebabkan adanya distensi pada lumen
apendiks, dan apabila inflamasi ini sudah melewati dinding apendiks dan
melibatkan peritoneum parietal maka akan timbul nyeri terlokalisir pada kuadran
kanan bawah abdomen (Wyers & Matthews, 2016).

Sumber: Gray’s Anatomy 40 th edition

2.2.3 Fisiologi Peritoneum

Sel-sel mesothelial memelihara homeostasis dari rongga peritoneum. Pada


keadaan yang normal, sel-sel mesothelial mensekresikan banyak
glikosaminoglikan, proteoglikan, dan fosfolipid dari permukaan lumennya yang
berfungsi untuk memproteksi dan melubrikasi glikokalis. Sel-sel mesothelial
mensintesis protein matriks di permukaan basal dan mempertahankan bentuk
membran peritoneum. Peritoneum dapat beregenerasi setelah mengalami cedera

Universitas Sumatera Utara


21

ataupun operasi. Pada kondisi inflamasi, sel mesothelial menginisiasi dan


meregulasi respon inflamasi dengan mensintesis cytokines, chemokines,dan growth
factor. Sel mesothelial peritoneum mampu melakukan fagositosis dan dapat
berperan sebagai antigen-presenting cell. Pada kondisi sehat maupun inflamasi, sel
mesotelial memfasiltasi transpor cairan, zat-zat terlarut, dan partikel melewati
membran peritoneum.

Pergerakan cairan dan zat-zat terlarut diatur oleh konveksi dan difusi. Partikel-
partikel diserap dari rongga peritoneal oleh dua rute anatomis yang berbeda.
Partikel yang berukuran lebih kecil dari 2 kd akan diabsorbsi melalui pori-pori
pembuluh vena peritoneum dan diarahkan ke sirkulasi porta. Partikel dengan
ukuran lebih besar dari 3 kd diserap melalui sirkulasi limfatik peritoneum, yang
memasuki duktus torako limfatikus dan dari sana menuju ke sirkulasi sistemik. Rute
terakhir penyerapan ini memainkan peranan penting dalam mengontrol infeksi
abdominal karena memiliki kapasitas absorbs yang besar. Struktur anatomis dari
saluran-saluran besar diantara rongga peritoneal dan pembuluh-pembuluh darah
diafragma dan tekanan negatif dari toraks saat inspirasi menyebabkan mekanisme
ini sangat efektif untuk menyingkirkan bakteri dan sel-sel. Permukaan yang besar
dan semipermeable dari membran peritoneum dapat dimanfaatkan dari segi terapi
pada dialisis peritoneal (Wyers & Matthews, 2016).

2.2.4 Patofisiologi Peritonitis

Peritonitis dapat disebabkan oleh berbagai penyebab baik yang infeksius


maupun non-infeksius yang menyebabkan terjadinya peradangan pada peritoneum
visceral dan parietal. Respon inflamasi awal dari peritoneum terhadap infeksi
bakteri ditandai adanya vasodilatasi, edema pada jaringan, transudasi cairan, dan
masuknya makrofag dan leukosit sebagai tanda inflamasi. Saluran limfatik yang
terletak dibawah permukaan diafragma memfasilitasi pembersihan bakteri,
endotoksin, dan partikel-partikel infeksius lainnya dari rongga peritoneum. Sistem
drainase ini menyediakan mekanisme pertahanan tambahan yang penting untuk

Universitas Sumatera Utara


22

respon imun seluler lokal. Gangguan proses ini oleh fibrin dan debris inflamasi
dapat menyebabkan terjadinya akumulasi cairan peritoneum dan dilusi
immunoglobulin dan opsonin. Hal ini sangat relevan dengan patofisiologis
peritonitis pada anak-anak dengan asites yang sudah ada sebelumnya, dimana
dijumpai konsentrasi immunoreaktif ini lebih rendah daripada yang terlihat pada
anak yang sehat.

2.2.5 Etiologi Peritonitis

Peritonitis primer pada anak, kini sudah jarang ditemukan, disebabkan oleh
infeksi bakteri Escherichia coli. Peritonitis primer yang terjadi pada perempuan
diakibatkan oleh mikroorganisme yang dipercaya berasal dari saluran genital.
Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh monomikrobial dengan Streptococcus
pneumoniae sebagai penyebab tersering dan biasanya tidak memerlukan tindakan
operatif (Cavallaro et al., 2008; Rangel et al., 2012).

Peritonitis sekunder umumnya disebabkan oleh bocornya mikroorganisme yang


berasal dari organ gastrointestinal atau genitourinaria ke dalam rongga peritoneal
sebagai hasil dari hilangnya intergritas barier mukosa. Penyebab peritonitis
sekunder antara lain apendisitis, divertikultis, kolesistitis, luka tusuk pada organ
bowel, dan perforasi lambung atau ulkus duodenum (Dani et al., 2015). Peritonitis
sekunder cenderung disebabkan oleh infeksi polimikrobial, dan jenis bakteri yang
menginfeksi tergantung pada lokasi dari perforasi. Bakteri gram negatif aerob
maupun fakultatif, seperti E.coli, Klebsiella, Pseudomonas spp., dan Candida spp.,
sering menginfeksi bila perforasi terjadi pada saluran gastrointestinal bagian
proksimal. Bacteriodes merupakan jenis bakteri yang sering menginfeksi pada
kolon yang mengalami perforasi (Rangel et al., 2012).

Peritonitis tersier terjadi akibat infeksi intaabdominal yang menetap atau


berulang setelah dilakukannya pengobatan yang adekuat terhadap peritonitis primer
atau sekunder (kurangnya respon terhadap operasi dan terapi antibiotik). Organisme
yang paling sering menyebabkan infeksi peritonitis tersier adalah Enterococcus,
Candida, Staphylococcus epidermidis, dan Enterobacter (Cavallaro et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara


23

2.2.6 Epidemiologi Peritonitis

Menurut survei World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 jumlah
kasus peritonitis didunia adalah 5,9 juta kasus (Japanesa et al., 2016). Peritonitis
primer biasanya terjadi pada pasien sirosis dan asites. Diperkirakan sekitar 10%-
30% pasien sirosis dan asites mengalami peritonitis primer
(Levison,Bush,2015).Penelitian di Kota Bengal Barat India, terhadap 545 kasus
peritonitis sekunder ditemukan penyebab peritonitis sekunder terbanyak adalah
perforasi gastroduodenal sebesar 48,44% yang diikuti oleh perforasi apendiks
sebesar 18,53% dan perforasi traumatik sebesar 13,57% (Ghosh, et al.,2016). Di
Indonesia, prevalensi peritonitis di RSUP Dr. M. Djamil Padang sebesar 68,4%
pada laki-laki dan angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka kejadian
peritonitis pada perempuan sebesar 31,6%. Kelompok usia terbanyak yang
mengalami peritonitis adalah 10-19 tahun sebesar 24,5%. Peritonitis sekunder
umum akibat perforasi apendiks merupakan jenis peritonitis yang paling sering
terjadi yaitu sebesar 53,1% (Japanesa et al., 2016).

2.2.7 Klasifikasi Peritonitis

Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi peritonitis primer, peritonitis


sekunder dan peritonitis tersier (Japanesa et al., 2016).

1. Peritonitis primer
Peritonitis primer, sering juga disebut sebagai spontaneous bacterial
peritonitis, kemungkinan tidak memiliki penyebab khusus tetapi digambarkan
sebagai kelompok penyakit yang memilikin penyebab berbeda-beda tetapi
merupakan infeksi pada rongga peritoneal tanpa ada sumber yang
jelas(Levison & Bush,2015).Peritonitis primer kebanyakan terjadi pada pasien
sirosis dan asites. (Wyers & Matthews, 2016).

Universitas Sumatera Utara


24

2. Peritonitis sekunder
Peritonitis sekunder, yang juga disebut sebagai surgical peritonitis,
merupakan jenis peritonitis yang paling sering terjadi. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh infeksi pada peritoneum yang berasal dari traktus
gastrointestinal (Japanesa et al., 2016). Peritonitis sekunder terjadi akibat
adanya proses inflamasi pada rongga peritoneal yang bias disebabkan oleh
inflamasi, perforasi, ataupun gangrene dari struktur intraabdominal dan
retroperitoneal. Perforasi akibat ulkus peptikum, apendisitis, diverticulitis,
kolesistitis akut, pankreatitis dan komplikasi pasca operasi merupakan
beberapa penyebab tersering dari peritonitis sekunder. Penyebab non-bakterial
lainnya termasuk bocornya darah ke dalam rongga peritoneal akibat robekan
pada kehamilan di tuba fallopi, kista ovarian, atau aneurisma (Wyers &
Matthews, 2016).

3. Peritonitis tersier
Peritonitis tersier telah dikonseptualisakan sebagai tahap lanjutan dari
peritonitis, ketika gejala klinis peritonitis dan tanda-tanda sistemik sepsis
menetap setelah mendapat pengobatan untuk peritonitis primer atau sekunder
(Levison & Bush, 2015).Peritonitis tersier disebabkan iritan langsung yang
sering terjadi pada pasien immunocompromised dan orang-orang dengan
kondisi komorbid (Japanesa et al., 2016).

Berdasarkan luas infeksinya peritonitis dapat dibagi menjadi peritonitis


lokalisata dan peritonitis generalisata (Skipworth & Fearon, 2005). Peritonitis
sekunder generalisata adalah salah satu kegawatdaruratan bedah yang paling umum
(Doklestitc et al.,2014).

2.2.8 Diagnosis Peritonitis

Diagnosis peritonitis adalah diagnosis klinis dimana diagnosisnya didasarkan


pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Gejala utama dari seluruh kasus peritonitis
adalah nyeri abdomen. Pasien sering mengeluhkan anoreksia, mual, muntah,

Universitas Sumatera Utara


25

meriang, menggigil, rasa haus, jarang berkemih, sulit untuk buang air besar dan
flatus sertanya adanya distensi abdomen (Pinto & Romano., 2013; Levison & Bush,
2015).

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis biasanya memilih posisi


terlentang di tempat tidur dengan lutut di fleksikan dan bernafas dengan otot
intercostal secara cepat dan sempit karena gerakan apapun dapat meningkatkan
intensitas nyeri abdominal. Suhu tubuh bisa mencapai 42°C. Takikardi dan
melemahnya denyut nadi mengindikasikan keadaan hipovolemik yang umum
terjadi pada kebanyakan pasien. Tekanan darah biasanya normal pada fase awal
penyakit. Semakin parahnya peritonitis, tekanan darah semakin menurun hingga
mencapai level syok (Pinto & Romano, 2013; Levison & Bush, 2015).

Nyeri tekan baik baik superfisial maupun nyeri tekan dalam adalah tanda yang
paling khas pada peritonitis. Nyeri ini biasanya terasa paling sakit pada daerah
organ penyebabnya.Kekakuan pada otot dinding abdomen disebabkan oleh reflex
spasme otot dan proses sadar tubuh untuk mengurangi nyeri. Suara hipersonor yang
disebabkan distensi usus akibat adanya udara sering terdengar pada pemeriksaan
perkusi.Pneumoperitoneum akibat rupturnya organ berongga bisa menyebabkan
penurunan suara beda pada hati. Bising usus melemah dan akhirnya menghilang.
Pada pemeriksaan rektal dan vaginal dapat dijumpai nyeri tekan dan adanya abses
yang mengindikasikan penyebab utamanya adalah organ-organ pada pelvis wanita
(Pinto & Romano, 2013; Levison & Bush, 2015).

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang Peritonitis

1. Pemeriksaan laboratorium
Pasien mengalami peningkatan jumlah leukosit hingga lebih dari 11.000
sel/ml. Keadaan leukopenia mengindikasikan adanya sepsis generalisata dan
biasanya memiliki prognosis yang buruk. Analisis darah biasanya normal
tetapi pada kasus yang berat dapat ditemukan peningkatan kadar blood urea
nitrogen (BUN) dan hipernatremia yang mengindikasikan keadaan dehidrasi
berat. Selain itu dapat juga ditemukan asidosis metabolik. Pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


26

urinalisis harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran


kemih, pielonefritis, dan nefrolitiasis (Pinto & Romano, 2013).

2. Pemeriksaan Radiologis
Wyers dan Matthews (2016) memaparkan jenis-jenis pemeriksaan
radiologis untuk peritonitis, yaitu :
a. Foto polos toraks
Dapat ditemukan udara bebas pada foto toraks pada posisi tegak
maupun foto abdomen pada posisi decubitus, tetapi adanya
pneumoperitoneum pada pemeriksaan rediologis memiliki tingkat
sensitivitas yang rendah dalam mengindikasikan adanya perforasi usus.
Tidak ditemukannya udara bebas tidak seharusnya menunda dilakukannya
tindakan operasi (Wyers & Matthews, 2016).

b. Ultrasonography (USG)
Pemeriksaan USG dapat menggambarkan adanya abses, dilatasi
saluran empedu, dan adanya penumpukan cairan (Wyers & Matthews,
2016).

c. Computed tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat tempat pasti terjadinya
perforasi. Pemeriksaan CT-Scan dapat mendeteksi adanya lesi diluar dari
tempat yang dicurigai berdasarkan gejala klinis dan berfungsi sebagai
pedoman untuk tatalaksana percutaneous drainage cairan peritoneal atau
abses (Levison & Bush,2015).

d. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)


DPL dengan cara memasukkan 1 liter saline normal ke dalam rongga
peritoneal melalui kateter. Jika cairan yang keluar mengandung leukosit
lebih dari 500 sel/ml, kadar enzim amylase atau bilirubin meningkat dari
normal atau ditemukannya bakteri pada pewarnaan Gram, maka

Universitas Sumatera Utara


27

kemungkinan diagnosis peritonitis sekunder sebesar 90% (Pinto &


Romano, 2013).

e. Laparoskopi
Pemeriksaan laparoskopi sangatlah akurat dalam menentukan
diagnosis peritonitis sekunder dan banyak penyakit penyebabnya yang
dapat ditangani dengan laparoskopi sehingga tidak perlu dilakukan
laparotomi (Pinto & Romano, 2013).

2.2.10 Penatalaksanaan Peritonitis

1. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik perlu diberikan sebelum, sesaat dan sesudah terapi
pembedahan. Jenis bakteri yang menyebabkan peritonitis sekunder tergantung
pada flora normal dari organ mengalami perforasi atau ruptur. Berbagai jenis
antibiotik dianjurkan dapat digunakan tunggal maupun kombinasi : sefalosporin
generasi kedua, sefalosporin generasi ketiga, betalaktam dengan spektrum luas,
fluorokuinolon dengan metronidazol, serta aminoglikosida dengan klindamisin
atau metronidazol (Wyers & Matthews, 2016).

2. Bedah
Tatalaksana bedah sebaiknya dilakukan segera setelah pasien distabilisasi,
diresusitasi, dan diberikan antibiotik. Tatalaksana bedah digunakan untuk
membuang organ sumber infeksi, memperbaiki lesi perforasi, bowel resection
serta memperbaiki—jika memungkinkan—pecahnya anastomosis, peritoneal
lavage, dan lain-lain. Laparatomi menjadi gold standard untuk diagnosis pasti
dan menjadi pedoman utama dalam tatalaksana bedah (Cavallaro et al.,2008;
Wyers & Matthews, 2016)

Universitas Sumatera Utara


28

2.2.11 Prognosis Peritonitis

Kemampuan pasien peritonitis sekunder untuk bertahan hidup tergantung pada


banyak faktor meliputi, usia, status gizi, kadar albumin, kondisi komorbid atau
kondisi lain yang menyertai, adanya keganasan, lama waktu terkontaminasinya
peritoneum, kapan dimulainya pengobatan, keberadaan benda asing , dan
kemampuan tubuh untuk mengontrol sumber infeksi, dan jenis mikroorganisme
yang terlibat. Prognosis memburuk jika ditemukan banyak mikroorganisme pada
eksudat peritoneum. Angka kematian akan meningkat jika sumber kontaminasinya
berasal dari bagian yang lebih distal gastrointestinal (Pinto & Romano, 2013).

2.2.12 Komplikasi Peritonitis

Peritonitis memiliki banyak komplikasi yang mengancam nyawa, misalnya


trombosis vena mesenterika, respiratory distress syndrome, kegagalan multi-organ
hingga kematian. Komplikasi yang berat lebih sering dihubungkan pada peritonitis
sekunder (Rangel et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara


29

2.3 HUBUNGAN APENDISITIS DENGAN PERITONITIS

Berdasarkan penjelasan mengenai apendisitis dan peritonitis diatas, didapati


bahwa peritonitis sekunder merupakan komplikasi dari apendisitis yang telah
mengalami perforasi sebelumnya. Apendisitis dapat menjadi perforasi jika tidak
ditangani segera. Peritonitis yang terjadi akibat apendisitis dapat menyebabkan
banyak komplikasi yang mengancam nyawa apabila tidak segera ditangani.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah trombosis vena mesenterika,
tromboflebitis sepsis vena porta atau disebut juga pieloflebitis, respiratory distress
syndrome, kegagalan multi organ dan dapat berakhir pada kematian.

Universitas Sumatera Utara


30

2.4 KERANGKA TEORI


Apendisitis

Klasifikasi Komplikasi

Pieloflebitis
Apendisitis lainnya

Abses

Apendisitis akut
Perforasi
Apendisitis akut
dengan peritonitis
lokalisata Peritonitis
Sekunder
Apendisitis akut
dengan peritonitis
generalisata

Apendisitis akut
dengan abses
Peritonitis Peritonitis
peritoneal
Primer Tersier

Apendisitis akut
lainnya dan tidak Klasifikasi
dapat ditentukan

Peritonitis

: yang diteliti

: yang tidak diteliti

Universitas Sumatera Utara


31

2.5 KERANGKA KONSEP

Apendisitis Peritonitis Jenis kelamin


AkApendi
Usia

Gejala klinis

Lama rawatan

Sepsis

Kondisi keluar

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Data yang
akan digunakan merupakan data sekunder yang diambil dari rekam medis.Pada
penelitian ini ingin diketahui prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis di RSUP
Haji Adam Malik periode 2015-2017.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dipilih sebagai lokasi penelitian
karena merupakan rumah sakit pusat dan rumah sakit rujukan di Provinsi Sumatra
Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2018 sampai Desember 2018.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

3.3.1 POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien apendisitis di RSUP Haji Adam
Malik Medan pada tahun 2017 dan memiliki karakteristik sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
a. Kriteria Inklusi
Seluruh pasien yang didiagnosis apendisitis di RSUP Haji Adam Malik dari
bulan Januari 2017 sampai Desember 2017.
b. Kriteria eksklusi
Data rekam medik yang tidak lengkap.

32

Universitas Sumatera Utara


33

3.3.2 SAMPEL PENELITIAN

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan yang ada pada tahun 2017. Sampel
pada penelitian ini diambil secara non random sampling dengan menggunakan
teknik total sampling, dimana seluruh populasi penelitian diikutsertakan menjadi
sampel penelitian. Selain itu, sampel yang akan diambil harus memenuhi kriteria
inklusi serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi selama penelitian berlangsung.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien


apendisitis di RSUP Haji Adam Malik tahun 2017. Data-data dari rekam medis
tersebut dicatat dan dikelompokkan berdasarkan variabel yang telah ditentukan.

3.5 METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

Data yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan variabel


selanjutnya akan diolah dan dianalisis menggunakan program SPSS(Statistic
Package for Social Science. Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan
dideskripsikan.
Prevalensi = Jumlah peritonitis pada pasien apendisitis X 100%
Jumlah pasien apendistis

Universitas Sumatera Utara


34

3.6 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.1 Definisi operasional.

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Operasional

Apendisitis Penyakit apendisitis Observasional Rekam Apendisitis Nominal


yang diderita oleh Medis akut dengan
pasien berdasarkan peritonitis
rekam medis dan generalisata,
telah dikonfirmasi Apendisitis
melalui akut dengan
pemeriksaaan peritonitis
penunjang dan lokalisata,
diagnosis Apendisitis
ditegakkan oleh akut tidak
dokter(periode terspesifikasi,
Januari 2017- Apendisitis lain
Desember 2017)

Peritonitis Peritonitis yang Observasional Rekam Peritonitis Nominal


diderita oleh pasien Medis generalisata,
apendisitis Peritonitis
berdasarkan rekam lokalisata
medis dan
ditegakkan melalui
hasil pemeriksaan
penunjang dan
diagnosis
ditegakkan oleh
dokter (periode
Januari 2017-
Desember 2017)

Jenis Perbedaan biologis Observasional Rekam Laki-laki, Nominal


Kelamin dan fisiologis yang Medis Perempuan
dapat membedakan
laki-laki dengan
perempuan

Usia Lamanya pasien Observasional Rekam 0-9 tahun, Ordinal


hidup di dunia sejak Medis 10-19 tahun,
dilahirkan dan 20-29 tahun,
dinyatakan dalam 30-39 tahun,
tahun 40-49 tahun,
50-59 tahun

Universitas Sumatera Utara


35

Gejala Klinis Gejala yang diderita Observasional Rekam Nyeri perut Nominal
oleh pasien Medis kanan bawah,
apendisitis dengan Mual atau
peritonitis muntah,
Penurunan
nafsu makan,
Peningkatan
suhu, Diare,
Leukositosis

Lama Lama waktu pasien Observasional Rekam ≤ 3 hari, 4-7 Ordinal


Rawatan dirawat dirumah Medis hari, 8-14 hari,
sakit. >14 hari

Sepsis Respon inflamasi Observasional Rekam Sepsis, Tidak Nominal


kaena infeksi yang Medis Sepsis
dapat menyebabkan
disfungsi organ
hingga
kematian ,dengan
manifestasi antara
lain peningkatan
atau penurunan
suhu, frekuensi
jantung >90
kali/menit,
frekuensi
pernapasan >20
kali/menit atau
PaCO2<32mmHg,
Hirung leukosit
>12000 atau <4000.

Kondisi Kondisi pasien saat Observasional Rekam Hidup, Nominal


Keluar keluar dari rumah Medis Meninggal
sakit

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP Haji
Adam Malik) Kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga
Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan,
Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik merupakan
rumah sakit pemerintah kelas A, sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No.
335/Menkes/SK/VIII/1990, dan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi
standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. RSUP Haji Adam Malik merupakan
rumah sakit rujukan utama untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi
Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau, sehingga dapat dijumpai pasien
dengan latar belakang yang bervariasi. Pada tanggal 6 September 1991 RSUP Haji
Adam Malik ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan berdasarkan SK Menteri
Kesehatan RI No. 502/Menkes/IX/1991. Pada tanggal 11 Januari 1993 pusat
pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara secara resmi
dipindahkan ke RSUP Haji Adam Malik.

36

Universitas Sumatera Utara


37

4.2 DESKRIPSI KARAKTERISTIK SAMPEL

Data penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data rekam medis pasien
apendisitis di RSUP Haji Adam Malik tahun 2017. Dari 132 pasien apendisitis di
RSUP Haji Adam Malik tahun 2017 terdapat 102 sampel yang memenuhi kriteria
inklusi. Berdasarkan data sampel, karakteristik yang diperoleh adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik sampel

Jumlah Persentase
N=102 (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 62 60,8
Perempuan 40 39,2
Usia 0-9 tahun 11 10,8
10-19 tahun 31 30,4
20-29 tahun 27 26,5
30-39 tahun 12 11,7
40-49 tahun 14 13,7
50-59 tahun 7 6,9
Tingkat Pendidikan Tidak sekolah 7 6,9
SD 20 19,6
SMP 16 15,7
SMA 55 53,9
Perguruan Tinggi 4 3,9
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga 7 6,9
Pegawai 8 7,8
Pelajar 45 44,1
Petani 8 7,8
Tidak bekerja 11 10,8
Wiraswasta 23 22,6

37

Universitas Sumatera Utara


38

Gejala klinis Nyeri perut kanan bawah 102 100


Mual atau Muntah 64 62,7
Penurunan nafsu makan 37 36,3
Peningkatan suhu (≥37,3 oC) 25 24,5
Diare 7 6,9
Leukositosis (>10000) 93 91,2
Diagnosis Apendisitis akut dengan
63 61,8
peritonitis generalisata
Apendisitis akut dengan
1 1
peritonitis lokalisata
Apendisitis akut, tidak
31 30,3
terspesifikasi
Apendisitis lain 7 6,9
Kondisi Komorbid Asma 1 1
Diabetes mellitus 1 1
Diabetes mellitus dan
1 1
Hipertensi
Hipertiroid 1 1
Infeksi saluran kemih 1 1
Maag 1 1
HIV dan TBC 1 1
HIV dan TB kelenjar 1 1
Lama rawatan ≤ 3 hari 21 20,6
4-7 hari 60 58,8
8-14 hari 12 11,7
>14 hari 9 8,9
Sepsis Ya 8 7,8
Tidak 94 92,2
Kondisi keluar Hidup 96 94,1
Meninggal 6 5,9

38

Universitas Sumatera Utara


39

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 102 sampel penelitian, terdapat
62 sampel penelitian (60,8%) berjenis kelamin laki-laki dan 40 sampel penelitian
(39,2%) berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan usia, terdapat 11 sampel (10,8%) berusia diantara 0-9 tahun, 31


sampel (30,4%) berusia diantara 10-19 tahun, 27 sampel (26,5%) berusia diantara
20-29 tahun, 12 sampel (11,7%) berusia diantara 30-39 tahun, 14 sampel (13,7%)
berusia diantara 40-49 tahun, dan 7 sampel (6,9%) berusia diantara 50-59 tahun.
Kelompok usia 10-19 tahun merupakan kelompok usia sampel terbanyak dari
semua sampel. Sampel dengan usia termuda adalah 4 tahun, sementara sampel
denga n usia tertua adalah 58 tahun.

Berdasarkan tingkat pendidikan, sampel dengan tingkat pendidikan SMA


merupakan kelompok yang paling banyak yaitu berjumlah 55 sampel (53,9%)
sedangkan sampel dengan tingkat pendidikan Perguruan Tinggi merupakan
kelompok yang paling sedikit yaitu berjumlah 4 sampel (3,9%).

Berdasarkan pekerjaan, sampel paling banyak bekerja sebagai pelajar yaitu


berjumlah 45 sampel (44,1%) dan paling sedikit bekerja sebagai ibu rumah tangga
yaitu berjumlah 7 sampel (6,9%).

Berdasarkan gejala klinis yang dialami sampel, nyeri perut kuadran kanan
bawah merupakan gejala klinis yang paling banyak dialami sampel yaitu berjumlah
102 sampel (100%) . Gejala klinis yang paling sedikit dialami sampel adalah diare
yaitu berjumlah 7 sampel (6,9%).

Berdasarkan diagnosis dapat dilihat dari 102 buah sampel penelitian, diagnosis
yang paling banyak adalah apendisitis akut dengan peritonitis generalisata yaitu
berjumlah 63 sampel (61,8%) dan diagnosis yang paling sedikit adalah apendisitis
akut dengan peritonitis lokalisata yaitu berjumlah 1 sampel (1%).

Berdasarkan kondisi komorbid terdapat, 1 sampel (1%) dengan asma, 1 sampel


(1%) dengan diabetes mellitus, 1 sampel (1%) dengan diabetes mellitus dan
hipertensi, 1 sampel (1%) dengan hipertiroid, 1 sampel (1%) dengan infeksi saluran

39

Universitas Sumatera Utara


40

kemih, 1 sampel (1%) dengan maag, 1 sampel (1%) dengan HIV dan TBC, dan 1
sampel (1%) dengan HIV dan TB kelenjar.

Berdasarkan lama rawatan, sampel dengan lama rawatan 4-7 hari merupakan
kelompok yang paling banyak yaitu berjumlah 60 sampel (58,8%) dan sampel
dengan lama rawatan >14 hari merupakan kelompok yang paling sedikit yaitu
berjumlah 9 sampel (8,9%).

Berdasarkan terjadinya sepsis terdapat, 8 sampel (7,8%) yang mengalami sepsis


dan 94 sampel (92,2%) tidak mengalami sepsis.

Berdasarkan kondisi keluar terdapat, 96 sampel (94,1%) yang keluar dengan


kondisi hidup dan 6 sampel (5,9%) yang keluar dengan kondisi meninggal.

40

Universitas Sumatera Utara


41

4.3 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3.1 Prevalensi Peritonitis pada Apendisitis

Tabel 4.2 Prevalensi peritonitis pada pasien apendisitis

No Diagnosis N %
1 Apendisitis akut dengan peritonitis 63 61,8
generalisata
2 Apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata 1 1
3 Apendisitis akut, tidak terspesifikasi 31 30,3
4 Apendisitis lain 7 6,9
Total 102 100

Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 102 buah sampel penelitian, 63 sampel
(62,8%) didiagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata. Jumlah sampel
yang didiagnosis menderita apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata adalah 1
sampel (1%). Terdapat 31 sampel (30,3%) yang didiagnosis menderita apendisitis
akut tidak terspesifikasi, dan 7 sampel (6,9%) yang didiagnosis menderita
apendisitis lain. Pada penelitian ini ditemukan diagnosis yang terbanyak adalah
apendisitis akut dengan peritonitis yaitu sebesar 64 sampel (62,8%) . Jumlah ini
dua kali lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Prof.
R. D. Kandou Manado pada 605 sampel apendisitis yang memperlihatkan bahwa
jumlah apendisitis akut dengan komplikasi perforasi yang menyebabkan peritonitis
yaitu sebesar 193 sampel (30%) (Thomas et al.,2016). Sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan di RSUD Sanjiwani Gianyar terhadap 96 sampel
ditemukan jumlah apendisitis akut dengan komplikasi perforasi yang menyebabkan
peritonitis yaitu sebesar 23 sampel (24%) (Padmi, Widarsa, 2017). Terdapat
beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko perforasi pada apendiks seperti
terlambatnya didiagnosis, usia pasien terlalu muda atau tua (<2 tahun atau >70

41

Universitas Sumatera Utara


42

tahun), dan pasien dengan perforasi sering memiliki tampilan yang atipikal
sehingga memperpanjang waktu diagnostik (Sarosi, 2016).

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 102 sampel apendisitis di RSUP
Haji Adam Malik didapatkan prevalensi peritonitis pada apendisitis sebagai berikut:

Prevalensi = Jumlah peritonitis pada pasien apendisitis X 100%


Jumlah pasien apendistis

= (63+1) X 100%

102

= 62,8%

4.3.2 Distribusi Frekuensi Peritonitis Pada Apendisitis Berdasarkan Jenis


Kelamin

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi peritonitis pada apendisitis berdasarkan jenis kelamin

Diagnosis
Apendisitis akut Apendisitis akut
Jenis Total
No dengan peritonitis dengan peritonitis
kelamin
generalisata lokalisata
N % N % N %
1 Laki-laki 41 64 1 1,6 42 65,6
2 Perempuan 22 34,4 0 0 22 34,4
Total 63 98,4 1 1,6 64 100

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 64 buah sampel penelitian, pada sampel
yang didiagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata terdapat 41 sampel
(64%) berjenis kelamin laki-laki dan 22 sampel (34,4%) berjenis kelamin
perempuan. Sedangkan pada apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata dijumpai
1 sampel (1,6%) berjenis kelamin laki-laki. Pada penelitian ini ditemukan bahwa
jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebesar 42 sampel (65,6%). Perbandingan

42

Universitas Sumatera Utara


43

antara laki-laki dan perempuan adalah 1,75:1. Hasil penelitian ini sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa laki-laki lebih berisiko terkena apendisitis
dibandingkan dengan perempuan dengan rasio 1:1 sampai 3:1(Petroianu,2012).
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Sahid Behesti
Medical Center Iran pada 128 sampel apendisitis perforasi ditemukan 94 sampel
(73,4%) berjenis kelamin laki-laki dan 34 sampel (26,6%) berjenis kelamin
perempuan (Nouri et al., 2017). Temuan dalam penelitian ini selaras dengan
penelitian di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado pada 605 sampel ditemukan 363
sampel (56%) berjenis kelamin laki-laki dan 287 (44%) berjenis kelamin
perempuan (Thomas et al.,2016). Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan
di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 98 sampel peritonitis dimana dijumpai 67
sampel (68,4%) berjenis kelamin laki-laki dan 31 sampel (31,6%) berjenis kelamin
perempuan (Japanesa et al., 2016).

4.3.3 Distribusi Frekuensi Peritonitis Pada Apendisitis Berdasarkan Usia

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi peritonitis pada apendisitis berdasarkan usia

Diagnosis
Apendisitis akut Apendisitis akut
Total
No Usia dengan peritonitis dengan peritonitis
generalisata lokalisata
N % N % N %
1 0-9 tahun 9 14 0 0 9 14
2 10-19 tahun 21 32,8 1 1,6 22 34,4
3 20-29 tahun 16 25 0 0 16 25
4 30-39 tahun 4 6,3 0 0 4 6,3
5 40-49 tahun 7 10,9 0 0 7 10,9
6 50-59 tahun 6 9,4 0 0 6 9,4
Total 63 98,4 1 1,6 64 100

43

Universitas Sumatera Utara


44

Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 64 buah sampel penelitian, pada sampel
dengan diagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata, kelompok usia
terbanyak adalah 10-19 tahun yaitu 21 sampel (32,8%). Peringkat kedua adalah
kelompok usia 20-29 tahun yaitu 16 sampel (25%), kemudian diikuti oleh
kelompok usia 0-9 tahun yaitu 9 sampel (14%), 40-49 tahun yaitu 7 sampel (10,9%),
50-59 tahun yaitu 6 sampel (9,4%) dan 30-39 tahun yaitu 4 sampel (6,3%). Pada
sampel apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata hanya dijumpai 1 sampel
(1,6%) pada kelompok usia 10-19 tahun. Maka didapatkan kelompok usia
terbanyak adalah 10-19 tahun yaitu berjumlah 22 sampel (34,4%) yang terdiri dari
21 sampel (32,8%) apendisitis akut dengan peritonitis generalisata dan 1 sampel
(1,6%) apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata. Sedangkan kelompok usia
yang paling sedikit adalah 30-39 tahun yaitu 4 sampel (6,3%). Hasil ini sesuai
dengan literatur yang mengatakan bahwa apendisitis umumnya paling sering terjadi
pada kelompok usia 10-19 tahun (Jacobs, 2012). Hasil ini juga selaras dengan
penelitian yang dilakukan di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado pada 193 sampel
apendisitis perforasi dijumpai kelompok usia terbanyak adalah 10-19 tahun yaitu
69 sampel (35,7%) dan kelompok usia yang paling sedikit adalah 40-49 tahun dan
50-59 tahun dengan jumlah sampel masing-masing 15 sampel (7,8%) (Thomas et
al.,2016). Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian di RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada 98 sampel peritonitis dimana dijumpai kelompok usia yang
paling banyak adalah 10-19 tahun yaitu 24 sampel (24,5%) dan kelompok usia yang
paling sedikit adalah kelompok usia ≥ 80 tahun yaitu 1 sampel (1%) (Japanesa et
al., 2016). Temuan ini sesuai dengan teori bahwa apendisitis dapat terjadi pada
semua usia namun jarang terjadi pada usia yang ekstrem (Petroianu,2012).

44

Universitas Sumatera Utara


45

4.3.4 Distribusi Frekuensi Peritonitis Pada Apendisitis Berdasarkan Gejala


Klinis

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi peritonitis pada apendisitis berdasarkan gejala klinis

Diagnosis
Apendisitis akut Apendisitis akut Total
No Gejala Klinis dengan peritonitis dengan peritonitis (%)
generalisata lokalisata
Ya(%) Tidak(%) Ya(%) Tidak(%)
1 Nyeri perut kanan bawah 63(98,4) 0(0) 1(1,6) 0(0) 64(100)
2 Mual atau Muntah 41(64) 22(34,4) 1(1,6) 0(0) 64(100)
3 Penurunan nafsu makan 23(35,9) 40(62,5) 1(1,6) 0(0) 64(100)
4 Peningkatan suhu (≥37,3 oC) 19(29,7) 44(68,7) 1(1,6) 0(0) 64(100)
5 Diare 6(9,4) 57(89) 0(0) 1(1,6) 64(100)
6 Leukositosis (>10000) 59(92,2) 4(6,2) 1(1,6) 0(0) 64(100)
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 64 buah sampel penelitian, pada sampel
dengan diagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata didapatkan 63
sampel (98,4%) mengalami nyeri perut kanan bawah, 41 sampel (64%) mengalami
mual atau muntah, 23 sampel (35,9%) mengalami penurunan nafsu makan, 19
sampel (29,7%) mengalami demam, 6 sampel (9,4%) mengalami diare, dan 59
sampel (92,2%) mengalami leukositosis. Sedangkan pada sampel dengan diagnosis
apendisitis akut dengan peritonitis lokalisata, 1 sampel mengalami semua gejala
klinis diatas kecuali diare.

Maka didapatkan gejala klinis yang paling banyak dialami pada sampel adalah
nyeri perut kuadran kanan bawah yaitu sebesar 64 sampel (100%) . Hal ini sesuai
dengan teori bahwa nyeri akut abdomen yang menjalar ke kuadran kanan bawah
abdomen yang terjadi lebih dari beberapa jam, disertai adanya nyeri tekan pada titik
Mc Burney, menjadi tanda yang paling kuat untuk memprediksi apendisitis akut
(Siftri & Madoff,2015). Gejala klinis yang paling sedikit dialami sampel adalah
diare yaitu berjumlah 6 sampel (9,4%). Hal ini sesuai dengan teori bahwa diare
dapat terjadi pada awal apendisitis, tetapi hal ini jarang terjadi (Sarosi, 2016).

45

Universitas Sumatera Utara


46

4.3.5 Distribusi Frekuensi Peritonitis Pada Apendisitis Berdasarkan Lama


Rawatan

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi peritonitis pada apendisitis berdasarkan lama rawatan

Diagnosis
Apendisitis akut Apendisitis akut
Lama Total
No dengan peritonitis dengan peritonitis
rawatan
generalisata lokalisata
N % N % N %
1 ≤ 3 hari 11 17,2 0 0 11 17,2
2 4-7 hari 35 54,7 0 0 35 54,7
3 8-14 hari 9 14 1 1,6 10 15,6
4 >14 hari 8 12,5 0 0 8 12,5
Total 63 98,4 1 1,6 64 100
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 64 buah sampel penelitian, pada sampel
dengan diagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata terdapat 11
sampel (17,2%) dengan lama rawatan ≤ 3 hari, 35 sampel (54,7%) dengan lama
rawatan 4-7 hari, 9 sampel (14%) dengan lama rawatan 8-14 hari, dan 8 sampel
(12,5%) dengan lama rawatan >14 hari. Sedangkan pada sampel dengan diagnosis
apendisitis akut pada peritonitis lokalisata terdapat 1 sampel (1,6%) dengan lama
rawatan 8-14 hari. Maka didapatkan lama rawatan yang paling banyak pada sampel
adalah 4-7 hari yaitu sebesar 35 sampel (54,7%). Temuan penelitian ini selaras
dengan penelitian yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 98 sampel
peritonitis dimana dijumpai lama rawatan terbanyak adalah 4-7 hari sebanyak 45
sampel (45,9%), diikuti oleh 28 sampel (28,6%) dengan lama rawatan 8-14 hari, 17
sampel (17,3%) dengan lama rawatan ≤ 3 hari, 4 sampel (4,1%) dengan lama
rawatan >14 hari, dan 4 sampel (4,1%) dengan lama rawatan yang tidak disebutkan
(Japanesa et al., 2016). Diagnosis dini, perawatan suportif yang intensif, pemberian
antimikroba pada waktu yang tepat dan tindakan operasi yang cepat untuk
mengontrol sumber infeksi memainkan peranan penting dalam menentukan
prognosis pasien (Cavallaro et al.,2008).

46

Universitas Sumatera Utara


47

4.3.6 Distribusi Frekuensi Peritonitis Pada Apendisitis Berdasarkan Kejadian


Sepsis

Tabel 4.7 Distribusi frekuensi peritonitis pada apendisitis berdasarkan kejadian sepsis

Diagnosis
Apendisitis akut Apendisitis akut
Total
No Sepsis dengan peritonitis dengan peritonitis
generalisata lokalisata
N % N % N %
1 Ya 7 10,9 1 1,6 8 12,5
2 Tidak 56 87,5 0 0 56 87,5
Total 63 98,4 1 1,6 64 100

Dari tabel 4.7 dapat dilihat bahwa dari 64 buah sampel penelitian, pada sampel
dengan diagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata terdapat 7 sampel
(10,9%) yang mengalami sepsis yang merupakan komplikasi dari peritonitis , dan
56 sampel (87,5%) tidak mengalami sepsis. Pada apendisitis akut dengan peritonitis
lokalisata terdapat 1 sampel (1,6%) yang mengalami sepsis. Maka terdapat 8 sampel
(12,5%) yang mengalami sepsis dari total sampel. Hasil penelitian ini lebih besar
daripada penelitian yang dilakukan di dua rumah sakit di Kamerun yaitu rumah
sakit Limbe dan Buea pada 53 sampel peritonitis generalisata akibat apendisitis
dijumpai 2 sampel (3,8%) yang mengalami sepsis (Mefire et al.,2016). Temuan
penelitian ini didapati tiga kali lebih besar daripada penelitian yang dilakukan di
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 98 sampel peritonitis dimana dijumpai 4 sampel
(4,1%) yang mengalami sepsis dan 94 sampel (95,9%) yang tidak mengalami sepsis
(Japanesa et al., 2016). Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya keterlambatan
diagnosis dan pemberian terapi serta adanya kondisi komorbid dan faktor risko lain
yang memperburuk keadaan pasien sehingga risiko untuk terjadinya sepsis menjadi
lebih besar.

47

Universitas Sumatera Utara


48

4.3.7 Distribusi Frekuensi Peritonitis Pada Apendisitis Berdasarkan Kondisi


Keluar

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi peritonitis pada apendisitis berdasarkan kondisi keluar

Diagnosis
Apendisitis akut Apendisitis akut
Kondisi Total
No dengan peritonitis dengan peritonitis
Keluar
generalisata lokalisata
N % N % N %
1 Hidup 57 89 1 1,6 58 90,6
2 Meninggal 6 9,4 0 0 6 9,4
Total 63 98,4 1 1,6 64 100

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa dari 64 buah sampel penelitian, pada
sampel dengan diagnosis apendisitis akut dengan peritonitis generalisata terdapat
57 sampel (89%) dengan kondisi keluar dalam keadaan hidup dan 6 sampel (9,4%)
dalam keadaan meninggal. Pada sampel dengan diagnosis apendisitis akut dengan
peritonitis lokalisata terdapat 1 sampel (1,6%) dengan kondisi keluar dalam
keadaan hidup. Hasil penelitian didapatkan angka kematian pada apendisitis dengan
peritonitis adalah 9,4%. Angka ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang
dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 98 sampel peritonitis dimana
didapatkan angka kematian peritonitis adalah 10,2% (10 sampel) (Japanesa et al.,
2016). Menurut kepustakaan, pada pasien tanpa penyakit komorbid dan menderita
peritonitis lokalisata, angka kematiannya dibawah 10%. Angka kematian ini
meningkat menjadi >40% pada pasien lansia atau pasien immunocompromised.
Keberhasilan pengobatan tergantung pada beberapa hal yaitu koreksi abnormalitas
elektrolit, restorasi volume cairan dan stabilisasi sistem kardiovaskular, terapi
antibiotik yang sesuai dan koreksi bedah untuk setiap kelainan yang mendasarinya
(Jacobs, 2012).

48

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang
dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi Peritonitis pada pasien Apendisitis di RSUP Haji Adam Malik


Medan tahun 2017 adalah 62,8%.
2. Distribusi frekuensi Peritonitis pada pasien Apendisitis berdasarkan jenis
kelamin terbanyak adalah laki-laki sebesar 42 sampel (65,6%).
3. Distribusi frekuensi Peritonitis pada pasien Apendisitis berdasarkan usia
terbanyak adalah 10-19 tahun sebesar 22 sampel (34,4%).

5.2 SARAN

1. RSUP Haji Adam Malik

Pada penelitian ini dari 132 data rekam medis yang tercatat ternyata hanya
102 data rekam medis yang benar dan sesuai dengan kriteria inklusi. Oleh
sebab itu, kepada pihak rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan sistem
pencatatan yang lebih baik dan lengkap agar pembaca dapat memahami
dengan benar dan untuk mencegah terjadinya ketidakselarasan antara data
rekam medis dengan jumlah pasien yang terdaftar di rumah sakit.

2. Peneliti selanjutnya

Diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini lebih baik lagi mungkin


dengan penambahan variabel baru atau melakukan penelitian yang bersifat
analitik .

49

Universitas Sumatera Utara


50

DAFTAR PUSTAKA

Baird, D. L. H., Simillis, C., Kontovounisios, C., et al. 2017, ‘Acute Appendicitis’,
British Medical Journal, vol. 1703, p.1.
Cavallaro, A., Catania, V., Cavallaro, M., et al. 2008, ‘Management of Secondary
Peritonitis: Our Experience’, Annali Italiani di Chirurgia, vol. 79, no. 4,
pp.255-257.
Dani, Dr. T., Ramachandra, Prof. L., Nair, Dr. Rajesh., & Sharma, Dr. D. 2015,
‘Evaluation of Prognosis in Patients with Perforation Peritonitis Using
Mannheim’s Peritonitis Index’, International Journal of Scientific and
Research Publications, vol. 5, no. 5, p. 6.
Doklestitc, S. K., Bajec, D. D., Djukic, R. V., et al. 2014, ‘Secondary Peritonitis-
Evaluation of 204 Cases and Literature Review’, Journal of Medicine and
Life, vol. 7, no. 2, p. 132.
Dorland, W. A Newman. 2002, Kamus Kedokteran Dorland 29th edn, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Espejo, O. de J. A., Mejia, M. E., & Guerrero, L. H. U. 2014, ‘Acute Appendicitis:
Imaging Findings and Current Approach to Diagnostic Images’, Rev
Colombia Radiology, vol. 25, no. 3, p.3882.
Ghosh, P.S., Mukherjee, R., Sarkar, S., Halder, S.K., Dhar, D. 2016, ‘Epidemiology
of Secondary Peritonitis: Analysis of 545 Cases’, International Journal of
Scientific Study, vol. 3, no. 12, pp. 83-87.
Inci, E., Hocaoglu, E., Aydin, S., et al. 2011, ‘Efficiency of Unenhanced MRI in
the Diagnnosis of Acute Appendicitis: Comparison with Alvarado Scoring
System and Histopathological Results’, European Journal of Radiology,
vol. 80, no. 2, p.253.
Jacobs, D. O.2015, ‘Acute Appendicitis and Peritonitis’ in Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 19thedn, eds. D. L. Kasper, S. L. Hauser, J. L. Jameson,
A. S. Fauci, D. L. Longo, J. Loscalzo, McGraw-Hill Education, Inc., United
States of America, p.1985
Japanesa, A., Zahari, A., & Rusjdi, S. R.2016, ‘Pola Kasus dan Penatalaksanaan
Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil Padang’, Jurnal
Kesehatan Andalas, vol. 5, no. 1, pp.209-213.
Kaewlai, R., Lertlumsakulsub, W., & Srichareon, P. 2015, ‘Body Mass Index, Pain
Score and Alvarado Score are Useful Predictors of Appendix Visualization
at Ultrasound in Adults’, Ultrasound in Medicine & Biology, vol. 41, no. 6,
p.1607.

50

Universitas Sumatera Utara


51

Levison, M. E., & Bush, L. M. 2015, ‘Peritonitis and Intraperitoneal Abcesses’ in


Mandell, Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious
Disease, 8thedn, eds. J. E. Bennett, R. Dolin & M. J. Blaser, Elsevier, Inc.,
Philadelphia, pp. 935-947.
Mefire, A. C., Fon, T. A., Ngowe, M. N. 2016, ‘Which Cause of Diffuse Peritonitis
is the Deadliest in the Tropics? A Retrospective Analysis of 305 cases from
the South-West Region of Cameroon’, World Journal of Emergency
Surgery, vol. 11, no. 1, pp. 1-11.
Nouri, S., Kheirkhah, D., & Soleimani, Z. 2015, ‘The Risk Factors for Infected and
Perforated Appendicitis’, Journal of Research in Medical and Dental
Science, vol. 5, no. 1, pp. 23-25.
Padmi, C. I., Widarsa, T. 2017, ‘Akurasi Total Hitung Leukosit dan Durasi Simtom
sebagai Prediktor Perforasi Apendisitis pada Penderita Apendisitis Akut’,
Warmadewa Medical Journal, vol. 2, no. 2, p. 72.
Petroianu, A., & Barroso, T. V. V. 2016, ‘Pathophysiology of Acute Appendicitis’,
JSM Gastroenterology and Hepatology, vol. 4, no. 3, pp.1-2.
Petroianu, A., 2012,’Diagnosis of Acute Appendicitis’, International Journal of
Surgery, vol. 10, no. 3, pp. 115-119.
Pieter, J., Riwanto, I., Hamami, A. H., et al. 2004, ‘Usus Halus, Apendiks, Kolon
dan Anorektum’ in Buku Ajar Ilmu Bedah, 2nd edn, eds. R. Sjamsuhidajat,
W. de Jong, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 639-645.
Pinto, A., & Romano, L.2013, ‘Peritonitis’in Geriatric Imaging, eds. G. Guglielmi,
W. C. G. Peh, A. Guermazi, Springer, Berlin, pp.741-750.
Rangel, S. J., Townsend, S. E. R., Karki, M., & Moss, R. L. 2012, ‘Peritonitis’in
Principle and Practice of Peddiatric Infectious Diseases, 4thedn, eds. S. S.
Long, L. K. Pickering, C. G. Prober, Elsevier, Inc., Philadelphia, p. 427.
Rentea, R. M., & St. Peter, S. D. 2017, ‘Contemporary Management of Appendicitis
in Children’, Advances in Pediatrics, vol. 64, no. 1, p. 227.
Richmond, B. 2017, ‘The Appendix’ in Sabiston Textbook of Surgery : Biological
Basis Modern Surgical Practice, 20th edn, eds. C. M. Townsend, R. D.
Beauchamp, B. M. Evers & K.L. Mattox, Elsevier, Inc., Philadelphia, pp.
1296-1299.
Sarosi, G.A. 2016, ‘Appendicitis’ in Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal
and Liver Disease, 10th edn, eds. M. Feldman, L.S. Friedman & L.J. Brandt,
Saunders, United States of America, pp. 2112-2121.

51

Universitas Sumatera Utara


52

Sifri, C.D., & Madoff, L.C. 2015, ‘Appendicitis’ in Mandell, Douglas, and
Bennett’s Principles and Practice of Infectious Disease, 8thedn, eds. J. E.
Bennett, R. Dolin & M. J. Blaser, Elsevier, Inc., Philadelphia, pp. 982-984.
Skipworth, R. J. E., & Fearon, K. C. H. 2005, ‘Acute abdomen : peritonitis’,
Surgery (Oxford), vol. 23, no. 6, p.98.
Thomas,G., Lahunduitan, I.,Tangkilisan, A.2016, ‘Angka Kejadian Apendisitis di
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Oktober 2012-September
2015’, Jurnal e-Clinic, vol. 4, no. 1, p.231-236.
Vasser, H. M., & Anaya, D. A. 2012, ‘Acute Appendicitis’in Netter’s Infectious
Diseases, eds. E. C. Jong, D. L. Stevens, Elsevier, Inc., Philadelphia, p. 243.
Widjaja, S. 2006, ‘Saluran Pencernaan’ in Kumpulan Kuliah Patologi FKUI, ed. S.
Himawan, Balai Penerbitan FKUI, Jakarta, pp.216-218.
Wyers, S. G.,& Matthews, J. B. 2016, ‘Surgical Peritonitis and Other Diseases of
the Peritoneum, Mesentery, Omentum, and Diaphragm’in Sleisenger and
Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease, 10th edn, eds. M. Feldman,
L.S. Friedman & L.J. Brandt, Saunders, United States of America, pp. 636-
641.

52

Universitas Sumatera Utara


Lampiran A Daftar Riwayat Hidup

CURRICULUM VITAE

Nama : Octavia Azrina Sembiring


NIM : 150100130
Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 20 Oktober 1997
Agama : Kristen Protestan
Nama Ayah : Gunanta Sembiring
Nama Ibu : Ir. Roslindawati br Purba
Alamat : Jalan Pasar Peringgan No. 21 Medan
Riwayat Pendidikan :
1. SD Bethany Medna 2003- 2009
2. SMP Santo Thomas 1 Medan 2009 - 2012
3. SMA Sutomo 1 Medan 2012 - 2015
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2015 – Sekarang

Riwayat Pelatihan :
1. Pelatihan Manajemen Mahasiswa Baru (MMB) FK USU Tahun 2015

Riwayat Organisasi :
1. Anggota DANUS SCORA PEMA FK USU 2016
2. Kepala Divisi DANUS SCORA PEMA FK USU 2017

53

Universitas Sumatera Utara


54

Riwayat Kepanitiaan :
1. Anggota Seksi Acara SRF FK USU 2016
2. Koordinator Acara Senjun Mahasiswa Kristen FK USU 2016
3. Anggota Seksi Danus Pengabdian Masyarakat SCORA PEMA FK USU
2016
4. Anggota LO SRF FK USU 2017
5. Wakil Koordinator LO Indonesia International Medical Olympiad 2017
6. Anggota Seksi Konsumsi Perayaan Paskah FK USU 2017
7. Anggota Seksi Acara Perayaan Natal FK USU 2017

54

Universitas Sumatera Utara


Lampiran B Pernyataan Orisinalitas

PERNYATAAN
Prevalensi Peritonitis pada Pasien Apendisitis di RSUP Haji
Adam Malik Medan Periode 2017

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan terutama pada bagian tertentu dari
hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penelitian ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis
sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Medan,10 Desember 2018


Penulis

Octavia Azrina Sembiring

55

Universitas Sumatera Utara


Lampiran C Surat Izin Survey Awal

56

Universitas Sumatera Utara


Lampiran D Surat Izin Penelitian

57

Universitas Sumatera Utara


Lampiran E Ethical Clearance

58

Universitas Sumatera Utara


Lampiran F Tabel Pengolahan Data Spss

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 62 60.8 60.8 60.8
Perempuan 40 39.2 39.2 39.2
Total 102 100.0 100.0

Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0-9 11 10.8 10.8 10.8
10-19 31 30.4 30.4 41.2
20-29 27 26.5 26.5 67.6
30-39 12 11.8 11.8 79.4
40-49 14 13.7 13.7 93.1
50-59 7 6.9 6.9 100.0
Total 102 100.0 100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak sekolah 7 6.9 6.9 6.9
SD 20 19.6 19.6 26.5
SMP 16 15.7 15.7 42.2
SMA 55 53.9 53.9 96.1
S1 4 3.9 3.9 100.0
Total 102 100.0 100.0

59

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ibu Rumah Tangga 7 6.9 6.9 6.9
Pegawai 8 7.8 7.8 14.7
Pelajar 45 44.1 44.1 58.8
Petani 8 7.8 7.8 66.7
Tidak bekerja 11 10.8 10.8 77.5
Wiraswasta 23 22.6 22.6 100.0
Total 102 100.0 100.0

Nyeriperutkuadrankananbawah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 102 100.0 100.0 100.0

Mual atau Muntah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 64 62.7 62.7 62.7
Tidak 38 37.3 37.3 100.0
Total 102 100.0 100.0

Penurunan nafsu makan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 37 36.3 36.3 36.3
Tidak 65 63.7 63.7 100.0
Total 102 100.0 100.0

60

Universitas Sumatera Utara


Peningkatan suhu (≥37,3 oC)
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 77 75.5 75.5 75.5
Ya 25 24.5 24.5 100.0
Total 102 100.0 100.0

Diare
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 7 6.9 6.9 6.9
Tidak 95 93.1 93.1 100.0
Total 102 100.0 100.0

leukositosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 9 8.8 8.8 8.8
Ya 93 91.2 91.2 100.0
Total 102 100.0 100.0

Diagnosis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Apendisitis Akut dengan 63 61.8 61.8 61.8
Peritonitis Generalisata
Apendisitis Akut dengan 1 1.0 1.0 62.7
Peritonitis Lokalisata
Apendisitis Akut,tidak 31 30.4 30.4 93.1
terspesifikasi
Apendisitis Lain 7 6.9 6.9 100.0
Total 102 100.0 100.0

61

Universitas Sumatera Utara


Kondisi Komorbid
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Asma 1 1.0 1.0 1.0
Diabetes Mellitus 1 1.0 1.0 2.0
Diabetes Mellitus dan 1 1.0 1.0 2.9
Hipertensi
Hipertiroid 1 1.0 1.0 3.9
Infeksi Saluran Kemih 1 1.0 1.0 4.9
Maag 1 1.0 1.0 5.9
TB Kelenjar dan HIV 1 1.0 1.0 6.9
TBC dan HIV 1 1.0 1.0 7.8
Tidak ada 94 92.2 92.2 100.0
Total 102 100.0 100.0

Lama rawatan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid <=3 21 20.6 20.6 20.6
4-7 60 58.8 58.8 79.4
8-14 12 11.8 11.8 91.2
>14 9 8.8 8.8 100.0
Total 102 100.0 100.0

Sepsis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sepsis 8 7.8 7.8 7.8
Tidak ada 94 92.2 92.2 100.0
Total 102 100.0 100.0

62

Universitas Sumatera Utara


Kondisi keluar
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 6 5.9 5.9 5.9
Tidak 96 94.1 94.1 100.0
Total 102 100.0 100.0

Jenis Kelamin * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
JenisKelamin Laki-laki 41 1 18 2 62
Perempuan 22 0 13 5 40
Total 63 1 31 7 102

usia * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Akut Apendisitis Akut
dengan dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Apendisitis Lain Total
usia 0-9 9 0 2 0 11
10-19 21 1 7 2 31
20-29 16 0 9 2 27
30-39 4 0 7 1 12
40-49 7 0 6 1 14
50-59 6 0 0 1 7
Total 63 1 31 7 102

63

Universitas Sumatera Utara


Nyeri perut kuadran kanan bawah * Diagnosis Crosstabulation
Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Nyeriperutkuadrankana Ya 63 1 31 7 102
nbawah
Total 63 1 31 7 102

Mual atau Muntah * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
MualatauMuntah Ya 41 1 19 3 64
Tidak 22 0 12 4 38
Total 63 1 31 7 102

Penurunan nafsu makan * Diagnosis Crosstabulation


Count

Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Penurunannafsumaka Ya 23 1 11 2 37
n Tidak 40 0 20 5 65
Total 63 1 31 7 102

64

Universitas Sumatera Utara


Peningkatan suhu (≥37,3 oC) * Diagnosis Crosstabulation
Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Peningkatan Tidak 44 0 26 7 77
suhu (≥37,3 Ya 19 1 5 0 25
oC)

Total 63 1 31 7 102

Diare * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Diare Ya 6 0 1 0 7

Tidak 57 1 30 7 95
Total 63 1 31 7 102

leukositosis * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
leukositosis Tidak 4 0 3 2 9
Ya 59 1 28 5 93
Total 63 1 31 7 102

65

Universitas Sumatera Utara


Lama rawatan * Diagnosis Crosstabulation
Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Lama rawatan <=3 11 0 9 1 21
4-7 35 0 20 5 60
8-14 9 1 1 1 12
>14 8 0 1 0 9
Total 63 1 31 7 102

Sepsis * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Sepsis Sepsis 7 1 0 0 8
Tidak ada 56 0 31 7 94
Total 63 1 31 7 102

Kondisi keluar * Diagnosis Crosstabulation


Count
Diagnosis
Apendisitis Apendisitis
Akut dengan Akut dengan Apendisitis
Peritonitis Peritonitis Akut,tidak Apendisitis
Generalisata Lokalisata terspesifikasi Lain Total
Meninggal Ya 6 0 0 0 6
Tidak 57 1 31 7 96
Total 63 1 31 7 102

66

Universitas Sumatera Utara


Lampiran G Data Induk Penelitian
Jenis Range Pendidi Pekerj Nyeriperutkuadrankan Peningkatansuhu> Mualatau
No Nama Usia Suhu Diare
Kelamin Usia kan aan anbawah =37,3C muntah
10-19 Pelaja
1 FA Laki-laki 16 SMP Ya 36.7 Tidak Tidak Ya
tahun r
20-29 Pelaja
2 YS Perempuan 23 SMA Ya 38 Ya Tidak Ya
tahun r
20-29 Pelaja
3 SS Laki-laki 20 SMA Ya 38.2 Ya Tidak Ya
tahun r
50-59 Wiras
4 ES Laki-laki 51 SMA Ya 36.8 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
20-29 Pelaja
5 JIL Perempuan 23 SMA Ya 36 Tidak Tidak Ya
tahun r
20-29 Wiras
6 IS Laki-laki 23 SD Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
20-29 Wiras
7 HT Laki-laki 20 SMA Ya 37.6 Ya Tidak Ya
tahun wasta
20-29 Pegaw
8 NR Laki-laki 28 S1 Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun ai
40-49 Wiras
9 SW Perempuan 46 SMA Ya 37.8 Ya Tidak Ya
tahun wasta
10-19 Pelaja
10 ATNS Laki-laki 19 SMA Ya 39 Ya Tidak Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
11 WNP Laki-laki 17 SMP Ya 36.5 Tidak Tidak Ya
tahun r
0-9 Pelaja
12 ARA Laki-laki 8 SD Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun r
30-39 Wiras
13 MN Laki-laki 31 SMA Ya 37.8 Ya Tidak Ya
tahun wasta
10-19 Pelaja
14 TTBB Perempuan 18 SMP Ya 36.8 Tidak Ya Tidak
tahun r
Tidak
0-9 Tidak
15 BAH Laki-laki 5 bekerj Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun sekolah
a
20-29 Wiras
16 HFB Laki-laki 22 SMA Ya 36 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
Tidak
0-9
17 JD Laki-laki 8 SD bekerj Ya 37.4 Ya Tidak Ya
tahun
a
0-9 Pelaja
18 AS Laki-laki 9 SD Ya 36.7 Tidak Tidak Ya
tahun r
Ibu
Ruma
50-59
19 RT Perempuan 56 SMA h Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun
Tangg
a
50-59
20 WG Laki-laki 55 SD Petani Ya 36.8 Tidak Tidak Ya
tahun
20-29 Wiras
21 AES Laki-laki 25 SMA Ya 37.1 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
EMR 20-29 Pelaja
22 Perempuan 21 SMA Ya 36 Tidak Tidak Tidak
D tahun r
40-49
23 KP Perempuan 46 SMP Petani Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun
10-19 Pelaja
24 SBP Perempuan 19 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Ya
tahun r
10-19 Pelaja
25 AA Laki-laki 15 SMP Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun r
30-39 Pegaw
26 SH Perempuan 33 S1 Ya 37.3 Ya Tidak Ya
tahun ai
Tidak
20-29
27 RF Perempuan 22 SMA bekerj Ya 39 Ya Tidak Ya
tahun
a
10-19 Pelaja
28 AB Laki-laki 12 SD Ya 37.8 Ya Tidak Ya
tahun r
Ibu
Ruma
50-59
29 RBS Perempuan 53 SMA h Ya 36.7 Tidak Tidak Tidak
tahun
Tangg
a
10-19 Pelaja
30 EST Laki-laki 14 SD Ya 36.5 Tidak Ya Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
31 YA Laki-laki 19 SMA Ya 37.1 Tidak Tidak Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
32 YEH Laki-laki 17 SMP Ya 38.3 Ya Ya Ya
tahun r
10-19 Pelaja
33 DS Perempuan 10 SD Ya 38.7 Ya Tidak Ya
tahun r
Ibu
Ruma
40-49
34 NBT Perempuan 48 SMA h Ya 36.7 Tidak Tidak Ya
tahun
Tangg
a
Tidak
0-9 Tidak
35 RAA Perempuan 4 bekerj Ya 37.1 Tidak Tidak Ya
tahun sekolah
a

67

Universitas Sumatera Utara


40-49 Wiras
36 AD Laki-laki 44 SD Ya 37.1 Tidak Tidak Tidak
tahun wasta
20-29
37 EP Perempuan 22 SMA Petani Ya 36.8 Tidak Tidak Ya
tahun
10-19 Pelaja
38 PPT Perempuan 11 SD Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun r
10-19 Pelaja
39 DP Laki-laki 16 SMA Ya 36 Tidak Tidak Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
40 SPL Laki-laki 13 SMP Ya 36.5 Tidak Tidak Ya
tahun r
Tidak
0-9 Tidak
41 F Laki-laki 4 bekerj Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun sekolah
a
20-29 Pelaja
42 GMS Laki-laki 24 SMA Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun r
Tidak
40-49
43 SF Perempuan 40 SMA bekerj Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun
a
20-29 Pegaw
44 KA Laki-laki 26 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Ya
tahun ai
Tidak
0-9 Tidak
45 HS Laki-laki 9 bekerj Ya 37.8 Ya Tidak Ya
tahun sekolah
a
20-29 Pegaw
46 RPKK Laki-laki 21 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Ya
tahun ai
30-39 Wiras
47 JH Laki-laki 31 SMA Ya 37.3 Ya Tidak Ya
tahun wasta
40-49 Wiras
48 SD Laki-laki 41 SD Ya 38.5 Ya Tidak Ya
tahun wasta
20-29 Pelaja
49 RS Laki-laki 21 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Tidak
tahun r
20-29 Pelaja
50 MD Perempuan 20 SMA Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun r
Tidak
0-9 Tidak
51 SH Perempuan 9 bekerj Ya 38.5 Ya Ya Ya
tahun sekolah
a
40-49 Wiras
52 AJR Laki-laki 46 SMA Ya 37.5 Ya Tidak Tidak
tahun wasta
AWP 10-19 Pelaja
53 Laki-laki 16 SD Ya 37 Tidak Tidak Ya
D tahun r
10-19 Pelaja
54 AK Laki-laki 16 SMA Ya 38.3 Ya Tidak Ya
tahun r
20-29 Pelaja
55 IGS Laki-laki 20 SMA Ya 38.2 Ya Tidak Tidak
tahun r
WAB 40-49
56 Perempuan 43 SMA Petani Ya 37 Tidak Tidak Ya
G tahun
20-29 Pelaja
57 PSDB Perempuan 20 SMA Ya 38.2 Ya Tidak Ya
tahun r
10-19 Pelaja
58 FAS Perempuan 17 SMA Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun r
0-9 Pelaja
59 GPS Laki-laki 9 SD Ya 37.1 Tidak Tidak Ya
tahun r
10-19 Pelaja
60 ZK Perempuan 10 SD Ya 37.2 Tidak Tidak Ya
tahun r
20-29 Pegaw
61 MD Perempuan 25 SMA Ya 37.7 Ya Tidak Ya
tahun ai
10-19 Pegaw
62 SR Perempuan 19 SMA Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun ai
20-29 Wiras
63 TMS Perempuan 24 SMA Ya 36.2 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
30-39
64 EBH Perempuan 33 SMA Petani Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun
10-19 Pelaja
65 EKS Laki-laki 18 SMA Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
66 TCP Laki-laki 16 SMP Ya 36.7 Tidak Tidak Ya
tahun r
50-59 Wiras
67 IG Laki-laki 58 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Tidak
tahun wasta
MFA 20-29 Wiras
68 Laki-laki 22 SMA Ya 36 Tidak Tidak Tidak
H tahun wasta
20-29 Pelaja
69 MC Laki-laki 22 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Tidak
tahun r
20-29 Wiras
70 MIW Laki-laki 22 SMA Ya 36.5 Tidak Ya Ya
tahun wasta
Tidak
0-9 Tidak
71 AF Laki-laki 4 bekerj Ya 37.8 Ya Ya Ya
tahun sekolah
a
10-19 Pelaja
72 FS Laki-laki 10 SD Ya 36.7 Tidak Tidak Tidak
tahun r
0-9 Pelaja
73 ASG Perempuan 8 SD Ya 36.8 Tidak Tidak Ya
tahun r
40-49 Wiras
74 AA Laki-laki 45 SMP Ya 36.9 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
10-19 Pelaja
75 RFA Laki-laki 17 SMP Ya 37.6 Ya Tidak Ya
tahun r

68

Universitas Sumatera Utara


Tidak
10-19 Tidak
76 NZN Perempuan 10 bekerj Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun sekolah
a
MSR 30-39 Wiras
77 Laki-laki 39 SMA Ya 36 Tidak Tidak Tidak
H tahun wasta
10-19 Pelaja
78 FP Perempuan 13 SMP Ya 39 Ya Tidak Ya
tahun r
30-39
79 DN Perempuan 33 SMP Petani Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun
Ibu
Ruma
50-59
80 ABST Perempuan 51 SMA h Ya 36 Tidak Tidak Ya
tahun
Tangg
a
30-39 Wiras
81 BI Laki-laki 38 SMA Ya 36.8 Tidak Tidak Tidak
tahun wasta
YMP 10-19 Pelaja
82 Perempuan 16 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Ya
S tahun r
Ibu
Ruma
30-39
83 EYL Perempuan 33 SMA h Ya 36.5 Tidak Ya Tidak
tahun
Tangg
a
Ibu
Ruma
KMS 20-29
84 Perempuan 22 SMA h Ya 36 Tidak Tidak Tidak
BT tahun
Tangg
a
10-19 Pelaja
85 EDR Perempuan 14 SD Ya 36.5 Tidak Tidak Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
86 PR Perempuan 18 SMP Ya 36.8 Tidak Tidak Ya
tahun r
20-29 Pelaja
87 PS Laki-laki 25 SMA Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun r
10-19 Pelaja
88 APT Laki-laki 17 SMP Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun r
10-19 Pelaja
89 AJN Laki-laki 13 SD Ya 37.2 Tidak Tidak Tidak
tahun r
30-39 Wiras
90 JP Perempuan 30 SMA Ya 36 Tidak Tidak Tidak
tahun wasta
50-59 Wiras
91 LHD Perempuan 54 SMA Ya 36.8 Tidak Tidak Tidak
tahun wasta
APD 20-29 Pelaja
92 Laki-laki 22 S1 Ya 37.5 Ya Tidak Ya
N tahun r
10-19 Pelaja
93 DNI Laki-laki 13 SD Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun r
40-49
94 KSM Laki-laki 47 SMP Petani Ya 36.5 Tidak Tidak Tidak
tahun
40-49 Pegaw
95 YSA Laki-laki 41 S1 Ya 36.7 Tidak Tidak Tidak
tahun ai
30-39 Pegaw
96 HP Laki-laki 38 SMA Ya 37 Tidak Tidak Ya
tahun ai
Ibu
Ruma
30-39
97 AMH Perempuan 38 SD h Ya 37 Tidak Tidak Tidak
tahun
Tangg
a
30-39 Wiras
98 JSM Laki-laki 39 SMA Ya 36.6 Tidak Tidak Ya
tahun wasta
40-49
99 RIN Laki-laki 44 SMP Petani Ya 36.8 Tidak Tidak Tidak
tahun
Tidak
10 20-29
RDN Laki-laki 24 SMA bekerj Ya 36 Tidak Tidak Tidak
0 tahun
a
10 40-49 Wiras
KSM Laki-laki 47 SMA Ya 36.5 Tidak Tidak Tidak
1 tahun wasta
10 40-49 Wiras
AL Laki-laki 41 SMA Ya 36.8 Tidak Tidak Tidak
2 tahun wasta

69

Universitas Sumatera Utara


Penurunannafsuma Kondisikomor Leukos Leukosito lamarawat rangelamarawa Sepsi Meningg
No Nama Diagnosis
kan bid it sis an tan s al
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
1 FA Tidak Tidak ada 22450 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan sepsi
2 YS Ya Hipertiroid 17880 Ya 2 <=3 hari Ya
Peritonitis s
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
3 SS Tidak Tidak ada 19700 Ya 4 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan sepsi
4 ES Ya Tidak ada 24630 Ya 2 <=3 hari Ya
Peritonitis s
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
5 JIL Tidak Tidak ada Akut,tidak 13660 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
6 IS Ya Tidak ada 27860 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
7 HT Tidak Tidak ada 13530 Ya 4 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
8 NR Tidak Tidak ada 15210 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
9 SW Tidak Tidak ada 17400 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
10 ATNS Tidak Tidak ada Akut,tidak 12200 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
11 WNP Tidak Tidak ada Akut,tidak 14610 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
12 ARA Ya Tidak ada 12820 Ya 16 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
13 MN Ya Tidak ada 15070 Ya 8 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
14 TTBB Tidak Tidak ada 7830 Tidak 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta

70

Universitas Sumatera Utara


Apendisiti
s Akut
dengan Tida
15 BAH Ya Tidak ada 20850 Ya 10 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
16 HFB Ya Tidak ada Akut,tidak 12530 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
17 JD Tidak Tidak ada 14260 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
18 AS Ya Tidak ada 27000 Ya 1 <=3 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
Diabetes
dengan Tida
19 RT Ya Mellitus dan 17090 Ya 11 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Hipertensi
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan sepsi
20 WG Tidak Tidak ada 20320 Ya 8 8-14 hari Ya
Peritonitis s
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
21 AES Tidak Tidak ada Akut,tidak 11990 Ya 5 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
22 EMRD Tidak Tidak ada 16090 Ya 23 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan sepsi
23 KP Tidak Tidak ada 11840 Ya 3 <=3 hari Ya
Peritonitis s
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
24 SBP Tidak Tidak ada Akut,tidak 10960 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
25 AA Tidak Tidak ada Akut,tidak 10210 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
26 SH Ya Tidak ada Akut,tidak 12080 Ya 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan sepsi
27 RF Tidak Tidak ada 13610 Ya 22 >14 hari Tidak
Peritonitis s
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
28 AB Ya Tidak ada 12120 Ya 2 <=3 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
29 RBS Ya Tidak ada 16680 Ya 21 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
30 EST Tidak Tidak ada 25750 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta

71

Universitas Sumatera Utara


Apendisiti
s Akut
dengan Tida
31 YA Tidak Tidak ada 26720 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
32 YEH Tidak Tidak ada Akut,tidak 13680 Ya 7 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
33 DS Ya Tidak ada 19740 Ya 10 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
34 NBT Ya Tidak ada Akut,tidak 12980 Ya 6 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
35 RAA Ya Tidak ada Akut,tidak 11460 Ya 5 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
36 AD Tidak Tidak ada 19690 Ya 12 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
37 EP Ya Tidak ada Akut,tidak 11960 Ya 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
38 PPT Tidak Tidak ada 12280 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
39 DP Tidak Tidak ada 15830 Ya 24 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
40 SPL Ya Tidak ada 17870 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
41 F Tidak Tidak ada 15310 Ya 3 <=3 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
42 GMS Tidak Tidak ada Akut,tidak 17710 Ya 5 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
43 SF Tidak Tidak ada 17290 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
44 KA Tidak TBC dan HIV 18270 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
45 HS Tidak Tidak ada 17400 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
46 RPKK Tidak Tidak ada 18310 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta

72

Universitas Sumatera Utara


Apendisiti
s
Tida
47 JH Ya Maag Akut,tidak 21970 Ya 6 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan sepsi
48 SD Tidak Tidak ada 13090 Ya 5 4-7 hari Ya
Peritonitis s
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
49 RS Tidak Tidak ada 15000 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
50 MD Ya Tidak ada Akut,tidak 17510 Ya 2 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
51 SH Tidak Tidak ada 21320 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
Diabetes dengan Tida
52 AJR Tidak 13970 Ya 2 <=3 hari Ya
Mellitus Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
AWP dengan Tida
53 Ya Tidak ada 9360 Tidak 2 <=3 hari Tidak
D Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
54 AK Tidak Tidak ada 34160 Ya 4 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
55 IGS Tidak Tidak ada 21950 Ya 4 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
WAB Tida
56 Tidak Tidak ada Akut,tidak 16540 Ya 3 <=3 hari Tidak
G k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
57 PSDB Tidak Tidak ada Akut,tidak 11530 Ya 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
58 FAS Tidak Tidak ada 11040 Ya 15 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
59 GPS Tidak Tidak ada 25520 Ya 12 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
60 ZK Tidak Tidak ada 13350 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
61 MD Ya Tidak ada 18570 Ya 4 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
62 SR Tidak Tidak ada 8280 Tidak 2 <=3 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta

73

Universitas Sumatera Utara


Apendisiti
s Akut
dengan Tida
63 TMS Tidak Tidak ada 15360 Ya 3 <=3 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
64 EBH Tidak Tidak ada 13080 Ya 9 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
65 EKS Ya Tidak ada 24560 Ya 16 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
66 TCP Ya Tidak ada 17130 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
67 IG Tidak Tidak ada 26840 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
68 MFAH Ya Tidak ada 13130 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
69 MC Tidak Tidak ada Akut,tidak 13730 Ya 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
70 MIW Ya Tidak ada 14410 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
71 AF Ya Tidak ada 22810 Ya 3 <=3 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
72 FS Ya Tidak ada 7730 Tidak 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
73 ASG Tidak Tidak ada Akut,tidak 5260 Tidak 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
74 AA Ya Tidak ada 19500 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
sepsi
75 RFA Ya Tidak ada dengan 35120 Ya 11 8-14 hari Tidak
s
Peritonitis
Lokalisata
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
76 NZN Tidak Tidak ada 10260 Ya 7 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
77 MSRH Tidak Tidak ada 17940 Ya 6 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut sepsi
78 FP Tidak Tidak ada 17770 Ya 5 4-7 hari Tidak
dengan s
Peritonitis

74

Universitas Sumatera Utara


Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
79 DN Tidak Tidak ada Akut,tidak 25610 Ya 20 >14 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti Tida
80 ABST Tidak Asma 11280 Ya 4 4-7 hari Tidak
s Lain k ada
Apendisiti
s
Tida
81 BI Tidak Tidak ada Akut,tidak 4430 Tidak 9 8-14 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
82 YMPS Ya Tidak ada Akut,tidak 17200 Ya 6 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
83 EYL Tidak Tidak ada 21890 Ya 4 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
KMSB Apendisiti Tida
84 Tidak Tidak ada 25540 Ya 9 8-14 hari Tidak
T s Lain k ada
Infeksi
Apendisiti Tida
85 EDR Tidak Saluran 7850 Tidak 4 4-7 hari Tidak
s Lain k ada
Kemih
Apendisiti Tida
86 PR Ya Tidak ada 12440 Ya 5 4-7 hari Tidak
s Lain k ada
Apendisiti Tida
87 PS Ya Tidak ada 33650 Ya 7 4-7 hari Tidak
s Lain k ada
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
88 APT Tidak Tidak ada 18170 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
89 AJN Tidak Tidak ada Akut,tidak 15520 Ya 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti Tida
90 JP Tidak Tidak ada 8980 Tidak 1 <=3 hari Tidak
s Lain k ada
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
91 LHD Tidak Tidak ada 10530 Ya 5 4-7 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
92 APDN Ya Tidak ada 14810 Ya 22 >14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s Akut
dengan Tida
93 DNI Ya Tidak ada 11140 Ya 11 8-14 hari Tidak
Peritonitis k ada
Generalisa
ta
Apendisiti
s
Tida
94 KSM Tidak Tidak ada Akut,tidak 13560 Ya 7 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
95 YSA Tidak Tidak ada Akut,tidak 10040 Ya 3 <=3 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
96 HP Ya Tidak ada Akut,tidak 15210 Ya 5 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
Tida
97 AMH Tidak Tidak ada Akut,tidak 9670 Tidak 4 4-7 hari Tidak
k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
TB Kelenjar Tida
98 JSM Ya Akut,tidak 14720 Ya 6 4-7 hari Tidak
dan HIV k ada
terspesifik
asi

75

Universitas Sumatera Utara


Apendisiti Tida
99 RIN Tidak Tidak ada 13550 Ya 5 4-7 hari Tidak
s Lain k ada
Apendisiti
s
10 Tida
RDN Ya Tidak ada Akut,tidak 12540 Ya 4 4-7 hari Tidak
0 k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
10 Tida
KSM Tidak Tidak ada Akut,tidak 12230 Ya 5 4-7 hari Tidak
1 k ada
terspesifik
asi
Apendisiti
s
10 Tida
AL Tidak Tidak ada Akut,tidak 13270 Ya 3 4-7 hari Tidak
2 k ada
terspesifik
asi

76

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai