Anda di halaman 1dari 8

SIDIK HATI dan HEPATOBILIARY

Pengertian Staging pada pemerikssan CA Hepar


• Staging merupakan suatu penilaian yang mampu mendeskripsikan
seberapa jauh kanker telah menyebar.
• Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam staging adalah ukuran
tumor/lesi primer, seberapa dalam penetrasi tumor tersebut, invasi terhadap
organ di sekitarnya, luas penyebaran ke kelenjar getah bening regional,
serta organ yang berada jauh dari tumor primer namun ikut terkena
kanker.
• Pada umumnya staging menggunakan dua metode, yaitu metode TNM
(Tumors, Nodes, Metastases) dan metode AJC (American Joint
Committee)
Staging pada liver dengan pencitraan kedokteran nuklir dibagi menjadi
tiga seri pencitraan yaitu :
• 1. Liver Blood Pool Scan / Sidik puling darah hati.

• 2. Hole Body 99m Tc-sestamibi

• 3. Bone Scanning.

SIDIK HEPAR
Indikasi
• Menentukan adanya defek lokal (space occupying lesion, SOL) pada hati
baik karena proses kegansan (primer/sekunder), maupun proses jinak
(kista/absees)
• menilai fungsi dan morfologi hati pada penyakit hati menahun
• menentukan kelainan kongenital/varian anatomi hati; membedakan massa
tumor
di kuadran kanan atas abdomen
Radiofarmaka
• Tc99m sulfur kolloid atau Tc-99m Phytate, dosis 25 mCi, diberikan
secara bolus
intravena melalui vena mediana cubiti.
Persiapan
• Tidak ada persiapan khusus
Tatalaksana

• Posisi pasien : terlentang dengan lapang pandang sedemikian rupa sehingga


meliputi hati dan limpa; petanda anatomi diletakkan di arkus kostarum dan
petanda skal pada lobus kanan hati.

• Protokol akuisisi : pencitraan dilakukan 10-15 menit setelah penyuntikan


radiofarmaka.

• Pencitraan statik : proyeksi anterior, anterior dengan petanda anatomis,


posterior dan lateral kanan, bila diperlukan dapat ditambah dengan posisi
lainnya; matrik 256x256, cacahan 500-700 kcountc.

• Bila diperlukan (untuk identifikasi lesi lebih jelas) dapat dilakukan


pencitraan secara tomografi (SPECT); rotasi 360, waktu/frame : 30 detik
dengan jumlah frame 64
Catatan

• Dalam keadaan normal radioaktivitas di daerah vena cava inferior, insisura,


fosa kandung empedu dan porta hepatika kurang.

• Pada posisi lateral kanan, bagian posterior lobus kanan tampak konveks
akibat impresi ginjal.

• Gambaran yang khas dari sirosisi hati adalah hati mengecil dengan distribusi
radioaktivitas tidak rata disertai dengan splenomegali dan radioaktivitasyang
tinggi di limpa (hiperplasia kompensatoat selsel RES di limpa).

• Defek aktivitas fokal atau disebut juga proses desak ruang (space occupying
lesion) dapat disebabkan oleh suatu proses keganasan di hati (tumor primer
atau metastase) atau suatu proses jinak (kista atau abses).
SIDIK PULING DARAH HATI

• Defek fokal yang ditemukan pada sidik hati dapat disebabkan massa jinak
atau ganas.

• Masssa jinak seperti kista atau abses miskin vaskularisasi, sedangkan


hemangioma dan keganasan (hepatoma kaya akan vaskularisasi, walaupun
dengan karakteristik yang berbeda.

• Pada hepatoma didapatkan hiopervaskularisasi arteriol sedangkan pada


hemangioma hipervaskularisasi venosa.

• Karakteristik yang berbeda ini dapat dievaluasi dengsn menilai aliran


radiofarmaka Tc-99m eritrosit secara dinamik dan serial.

• Pada hepatoma pencitraan fase dinamik akan menunjuukan aliran


radiofarmaka yang cepat ke arah lesi tetapi kemudian akan terjadi defek
kembali pada pencitraan lanjut (fase serial);

• Hal ini diebabkan aliran darah keluar dari lesi berlangsung dengan cepat
pula.

• Sedangkan pada hemangioma terjadi keadaan sebaliknya, yaitu defek pada


pencitraan fase dinamik, namun pada pencitraan lanjut radioaktivitas
semakin tinggi terutama pada menit ke -60.

• Hal ini disebabkan aliran darah yang masuk ke maupun keluar dari daerah
lesi sama-sama lamban. Penentuan suatu defek fokal pada hemangioma
sangat pentiing artinya karena bila dilakukan biopsi dapat berakibat fatal.

Indikasi

• Deteksi hemangioma hati.


Radiofarmaka

• Tc99m eritrosit, dengan tehnik penandaan in-vivo.


Persiapan

• Tidak diperlukan persiapan khusus.


Peralatan

• Kamera gamma, Kolimotor LEHR,

• Energy 140 keV, Window wide 20%.


Tatalaksana

• Posisi pasien : terlentang dengan lapang pandang meliputi hati.

• Protokol akuisisi : pencitraan dinamik, matrik 128x128, 3 detik/frame, 40


fra,e, dimulai bersamman dengan saat penyuntikan radiofarmaka secara bolus
intravena.

• Pewncitraan pooling : dilaksanakan segerra setelah pencitraan dinamik


selesai,
matrik 256x256, cacahan maksimum 500-750 kcounts.

• Pencitraan serial statik : matrik 256x256, scacahan maksimum 500-700


kcounts, waktu akuisisi : 5, 10, 15, 20, 30, 45 dan 60 menit pasca
penyuntikan; bila diperlukan pencitraan dilakukan pula 2 jam pasca
penyuntikan.

• Agar lesi dapat diidentifikasi lebih jelas dapat dilakukan pencitraan secara
tomografi menggunakan kamera SPECT : rotasi 360, jumlah frame 64, 30
detik/frame.

Catatan

• Pada hemangioma, lesi yang pada awalnya tampak sebagai defek/ kurang
menangkap radioaktivitas, akan menangkap radiokativitas tinggi terutama
pada pencitraan serial menit ke- 60.

• Penangkapan radioaktivitas ayng lebih tinggi ini dapat dibangdingkan dengan


penangkapan radioaktivitas oleh jaringan sekitarnya atau dengan pencitraan
awal.
pool darah dan gambar tertunda menunjukkan peningkatan aktivitas dalam massa
besar di lobus kanan hati dengan aktivitas dicatat di bagian tengah massa juga. Itu
pola aktivitas menjadi lebih intens dari waktu ke waktu. Penampilannya adalah
paling sugestif dari hemangioma kavernosa besar dengan nekrosis sentral.
SIDI HEPATOBILIARIS

• IDA (iminodiacetic acid) dan turunannya seperti HIDA (dimethyl IDA),


PIPIDA (paraisoprophyl IDA), BIDA (parabutyl IDA),

• Terdapat kompetisi dengan bilirubin terhadap titik pengikatnya (binding


side), sehingga makin tinggi kadar bilirubin penangkapannya di hati
menjadi berkurang.

• Turunan IDA seperti HIDA, PIPIDA, BIDA, dan DISIDA memiliki


kemampuan ekstraksi yang jauh lebih baik dari IDA sehingga masih dapat
digunakan walaupun kadar bilirubin serum mencapai 20 mg/dl bahkan
lebih.

• SeDepartemen kecil turunan IDA ini akan diekskresikan melalui ginjal.


Radiofarmaka yang digunakan adalah turunan IDA yang ditandai dengan
99m
Tc (99mTc-IDA).

• Dengan teknik ini dapat dinilai fungsi hepatosit, fungsi ekskresinya dan
aliran cairan empedu mulai dari duktus hepatikus, duktus sistikus,
kandungempedu, dan keluar ke duodenum melalui duktus kholedokus.
• Kholesistitis akut biasanya disertai dengan penyumbatan pada duktus
sistikus, sehingga pada keadaan ini cairan empedu (dan radiofarmaka
99m
Tc-IDA) tidak dapat masuk ke kandung empedu;

• pada pencitraan kandung empedu tidak terlihat (non-visualizing). Pada


sumbatan duktus biliaris atau saluran empedu lainnya, radiofarmaka
tampak terhenti pada tempat sumbatan.
Indikasi

• Diagnosa kholesistitis akut atau kronis

• Evaluasi kebocoran system biliaris setelah operasi atau trauma

• Evaluasi obstruksi traktus biliaris dan membedakan ikterus obstruksi dari


obstruksi

• Membedakan atresia biliaris dengan hepatitis pada neonatus, serta


menentukan
kelainan congenital traktus biliaris lainnya

• Deteksi refluks cairan empedu kearah gaster

Radiofarmaka

99m
• Tc-HIDA, dosis 3-5 mCi diberikan intravena melalui vena mediana
kubiti.
Persiapan

• Pasien puasa 2-4 jam sebelum pemeriksaan.


Peralatan

• Kamera gamma, kolimator LEHR, energy setting 140 keV, window wide
20%.
Tatalaksana

• Posisi pasien tidur telentang dengan lapang pandang pada kuadran atas
abdomen, sedemikian upa sehingga meliputi seluruh hati dan kandung
empedu

• Protokol akuisisi : proyeksi anterior dan lateral kanan, matriks 256X256,


cacahan maksimal 750 kcounts; pencitraan awal menit ke-5 dan 10
dengan proyeksi anterior saja; waktu yang diperlukan untuk pencitraan
awal tersebut dijadikan patokan untuk pencitraan selanjutnya (present
time)

• Pencitraan selanjutnya pada menit ke-15, 20, 30, 45, dan 60, dengan
proyeksi anterior dan lateral; bila diperlukan dapat dilakukan pencitraan
pada jam ke-2 dan 4 atau lebih.
Catatan

• Pada orang normal penangkapan maksimal radiofarmaka oleh hati


dicapai dalam waktu 10 menit, kemudian akan terlihat duktus sistikus dan
duktus biliaris komunikus; kandung empedu terlihat penuh 30-40 menit
setelah penyuntikan

• Pada kholesistitis akut, kandung empedu tidak akan terlihat sampai


pencitraan pada jam ke-4,
sedangkan hati dan duktus biliaris komunikus tampak normal

• Pada kholesistitis kronis, kandung empedu biasanya baru akan terlihat


pada pencitraan jam ke-2 atau ke-4

• Pada atresia, duktus biliaris akan terlihat terhenti pada ketinggian atresia;
radiofarmaka akan diekskresikan melalui ginjal, sehingga pada pencitraan
akan tampak jelas penangkapan radioaktivitas di kedua ginjal

• Bila terjadi refluks, aliran radiofarmaka akan tampak berjalan kearah


kranial (masuk ke duodenum pars transversum bahkan bias sampai
kegaster- menimbulkan bile gastritis)
Gambaran normal aliran
radiofarmaka ke usus halus

Anda mungkin juga menyukai