SKRIPSI
Oleh:
MERINDA
150100025
SKRIPSI
Oleh:
MERINDA
150100025
Terima kasih penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Gambaran Tingkat Pengetahuan Pentingnya Serumen pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2015” tepat pada waktunya.
Penulis juga menyadari bahwa selama berlangsungnya penelitian, penyusunan
sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini tak lepas dari dukungan serta bantuan
berbagai pihak. Karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua dan keempat saudari tersayang yang telah memberikan nasihat,
do’a dan dukungan untuk penulis dalam menuntut ilmu, sehingga penyusunan
skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S (K) selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
3. dr. Harry A.A., M. Ked., Sp. THT-KL (K) selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak arahan, masukan, serta motivasi dalam membimbing
penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
4. dr. Indra Gunasti Munthe, M. Ked. (OG), Sp. OG (K) dan dr. Muara Panusunan
Lubis, M. Ked. (OG), Sp. OG (K) selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan saran, sehingga skripsi ini bisa menjadi lebih baik.
5. Teman-teman angkatan 2015 yang telah memotivasi dan membantu
terselesainya skripsi ini.
6. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.
iii
Halaman
Halaman Pengesahan ............................................................................................... i
Lembar Orisinalitas ................................................................................................. ii
Kata Pengantar ....................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................. iv
Daftar Gambar ........................................................................................................ vi
Daftar Tabel .......................................................................................................... vii
Daftar Singkatan................................................................................................... viii
Abstrak ................................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................3
1.3.1 Tujuan umum ................................................................................3
1.3.2 Tujuan khusus ...............................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................3
1.4.1 Bidang penelitian ..........................................................................3
1.4.2 Bidang pendidikan ........................................................................3
1.4.3 Bidang pelayanan masyarakat .......................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................5
2.1 Anatomi dan Histologi Telinga Luar ....................................................5
2.1.1 Anatomi Telinga Luar .................................................................5
2.1.2 Histologi Telinga Luar.................................................................9
2.2 Serumen ................................................................................................9
2.3 Pembersihan Telinga ..........................................................................10
2.4 Penerapan Serumen dalam Berbagai Bidang Kehidupan ...................17
2.5 Morbiditas ...........................................................................................18
2.5.1 Serumen Prop (Impaksi Serumen) .............................................18
2.5.2 Otomikosis .................................................................................19
2.6 Tingkat Pengetahuan ..........................................................................20
2.7 Kerangka Teori ...................................................................................23
2.8 Kerangka Konsep ...............................................................................23
iv
vi
vii
viii
Latar Belakang. Secara fisiologis, serumen dalam telinga akan dikeluarkan oleh tubuh melalui
migrasi epitel dan gerakan rahang saat mengunyah dan berbicara sehingga tidak diperlukan untuk
membersihkan-nya. Namun, beberapa indvidu membersihkan serumen tanpa ada indikasi yang bisa
menyebabkan berbagai masalah, salah satunya impaksi serumen dan otomikosis. Menurut data
WHO tahun 2013, sebanyak 360 juta orang atau 5,3% di seluruh dunia memiliki gangguan
pendengaran, salah satunya Indonesia. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam
Riskesdas tahun 2013 didapatkan prevalensi penduduk Indonesia usia 5 tahun ke atas mengalami
gangguan pendengaran sebesar 2,6%, ketulian sebesar 0,09%, sumbatan serumen sebesar 18,8%,
dan sekret di liang telinga sebesar 2.4%. Pengetahuan akan serumen penting untuk mencegah
terjadinya impaksi serumen dan beberapa penyakit telinga lainnya. Namun, pengetahuan tentang
serumen masih rendah pada masyarakat. Karena itu, dalam penelitian ini diteliti gambaran tingkat
pengetahuan pentingnya serumen pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara angkatan 2015. Tujuan. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan pentingnya serumen
pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2015. Metode.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif. Variabel tingkat pengetahuan diukur dengan
menggunakan kuesioner yang telah tervalidasi. Penelitian dilakukan dengan desain cross-sectional
dan teknik sampling berupa consecutive sampling. Minimal sampel yang dibutuhkan adalah 134
sampel. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara angkatan 2015 tentang pentingnya serumen tergolong baik yaitu 76
orang (56,7%). Kesimpulan. Edukasi tentang pentingnya serumen akan berpengaruh terhadap
perilaku membersihkan telinga dan membantu dalam tindakan preventif terhadap penyakit yang
bisa ditimbulkan apabila sering membersihkan telinga.
ix
Introduction. Physiologically, cerumen in the ear will be released by the body through epithelial
migration and the movement of the jaw when chewing and talking so it is not necessary to clean it.
However, some people clean the cerumen without any indication that can cause various problems,
ones of which are cerumen impaction and otomycosis. According to WHO data in 2013, as many as
360 million people or 5.3% worldwide have hearing impairment, one of them is Indonesia.
According to the Ministry of Health of the Republic of Indonesia in Riskesdas year 2013, the
prevalence of Indonesian population aged 5 years and over have hearing loss of 2.6%, deafness by
0.09%, 18.8% of cerumen blockage, and secretions in the ear canal by 2.4%. Knowledge of cerumen
is important to prevent the occurrence of cerumen impaction and other ear diseases. But, knowledge
level of cerumen is still low in society. Therefore, this research investigates the level of knowledge
about the importance of serumen in the students of the Faculty of Medicine, University of North
Sumatera, year of entry 2015. Objective. To know the description of the knowledge level about the
importance of cerumen to the students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatera,
year of entry 2015. Method. This study is descriptive research. Knowledge level of cerumen variable
is measured by using a validated questionnaire. The research was conducted by cross-sectional
design and consecutive sampling technique. Minimum sample required is 134 samples. Results. The
result shows that most of the students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatera, year
of entry 2015, 76 samples (56,7%), have good knowledge level of cerumen. Conclusion. Education
regarding the importance of cerumen will influence one’s berhavior in cleaning the ear and
encourage preventive action of diseases occurred regarding cleaning the ear.
PENDAHULUAN
sendiri dengan menggunakan cotton bud tanpa ada indikasi. Hal tersebut
mengganggu mekanisme pembersihan telinga yang menyebabkan penumpukan
serumen, infeksi telinga, atau penumpukan cotton bud (Khan et al., 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Schneider dan Crane (2014), diperoleh hasil
sebanyak 36% responden membersihkan telinga satu kali sehari dan sebanyak 2%
responden mengalami dampak pembersihan telinga.
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2007, Indonesia masuk
ke dalam salah satu 9 negara dunia yang memiliki gangguan pendengaran dengan
prevalensi sebesar 18,7% penduduk Indonesia mengalami penumpukan serumen,
otitis media kronik supuratif sebesar 5,4%, presbikusis sebesar 10,4%, serta
ototoksisitas dan noise-induced hearing loss. Menurut data WHO tahun 2013,
sebanyak 360 juta orang atau 5,3% di seluruh dunia memiliki gangguan
pendengaran, salah satunya Indonesia. Menurut Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia dalam Riskesdas tahun 2013 didapatkan prevalensi penduduk Indonesia
usia 5 tahun ke atas mengalami gangguan pendengaran sebesar 2,6%, ketulian
sebesar 0,09%, sumbatan serumen sebesar 18,8%, dan sekret di liang telinga
sebesar 2.4%.
Pentingnya pengetahuan tentang serumen dapat mempengaruhi sikap dan
perilaku individu dalam usaha untuk mencegah tindakan self-ear cleaning yang
tidak sesuai dengan prosedur sehingga menimbulkan dampak negatif pada fungsi
pendengaran.
Dari berbagai naskah penelitian yang sudah ada, secara umum tingkat
pengetahuan akan pentingnya serumen masih sedikit. Melalui penelitian ini, penulis
ingin mengetahui gambaran pentingnya pengetahuan mengenai serumen pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) angkatan
2015.
TINJAUAN PUSTAKA
Kanalis auditorius eksternal berbentuk S, memiliki tinggi 9 mm, lebar 6,5 mm,
dan panjang sekitar 2,5 cm. Dinding anterior lebih panjang 6 mm dari dinding
posterior. Kanalis auditorius eksternal terletak di tulang temporal, mengarah ke
membran timpani serta dilapisi dengan lapisan tipis periosteum dan kulit. Bagian
osseous sangat sensitif karena kulit memberikan sedikit bantalan di atas periosteum
yang mendasari. Kulit bagian tulang rawan terdiri dari folikel rambut, sebasea
(minyak) dan serumen (lilin). Kombinasi rambut dan serumen membantu mencegah
debu dan benda asing memasuki telinga. Serumen juga mencegah kerusakan pada
kulit halus dari saluran telinga eksternal oleh air dan serangga. Serumen biasanya
mengering dan keluar dari saluran telinga. Namun, beberapa orang menghasilkan
sejumlah besar serumen, yang dapat tertumpuk dan menghambat suara yang masuk.
Perawatan untuk serumen yang menumpuk biasanya adalah irigasi telinga periodik
atau pengangkatan lilin dengan instrumen tumpul oleh petugas medis terlatih
(Heim, 2017; Tortora dan Derrickson, 2009; Ghada, 2017).
Gambar 2.3 Sepertiga bagian luar kanal adalah tulang rawan dengan folikel rambut dan
kelenjar sebasea dan serumen. Serumen warna hijau adalah kasus terjadinya impaksi serumen.
(Schwartz et al., 2017)
Membran timpani adalah sebuah selaput semi transparan tipis yang terletak di
antara kanalis auditorius eksternal dan telinga tengah. Membran timpani berbentuk
bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap
sumbu telinga. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke
arah bawah yaitu pada pukul tujuh untuk membran timpani kiri dan pukul lima
untuk membran timpani kanan. Robeknya selaput membran timpani disebut
perforasi membran timpani, yang disebabkan karena tekanan dari kapas, trauma,
atau infeksi telinga tengah, dan biasanya sembuh dalam waktu satu bulan (Etania,
2012; Tortora dan Derrickson, 2009).
Bagian sensorik telinga luar dipersarafi oleh saraf kranial dan tulang belakang.
Cabang saraf trigeminal, facialis, dan vagus (CN V, VII, X) adalah komponen saraf
kranial, sedangkan saraf oksipital (C2, C3) dan saraf aurikuler (C2, C3) yang lebih
kecil adalah komponen saraf tulang belakang. Nervus intermedius (cabang CN
VII), nervus auriculotemporal (CN V3), dan cabang aurikulus saraf vagus
mempersarafi permukaan lateral membran timpani, kanal auditori eksternal, dan
meatus akustik eksternal.
Meatus akustikus eksternal dilapisi oleh epitel pipih bertingkat serta kulit di
pinna. Di depan permukaan kulit, terdapat folikel rambut, kelenjar sebasea, dan
modifikasi kelenjar apokrin yang disebut kelenjar serumen, terdapat di submukosa
(Mescher, 2010). Membran timpani ditutupi oleh epidermis dan dilapisi oleh epitel
kuboid sederhana. Antara lapisan epitel adalah jaringan ikat yang terdiri dari
kolagen, serat elastis, dan fibroblast (Tortora, Derrickson, 2009).
Gambar 2.7 Gambara histologi meatus akustikus eksternal, terdapat gambaran F (folikel rambut),
SG (kelanjar sebasea), CG (modifikasi kelenjar apokrin yang disebut kelenjar serum) Pembersaran
50 x. H& E. (Mescher, 2010)
2.2 Serumen
Diperkirakan terdapat 1000-2000 kelenjar serumen pada dua per tiga tulang
rawan kanalis auditorius eksternal (Stoeckelhuber et al., 2006). Kelenjar serumen
adalah modifikasi kelenjar apokrin yang bersama dengan kelenjar sebasea
menghasilkan suatu zat yang disebut serumen atau kotoran telinga (Prokop-Prige et
al., 2015). Serumen mengandung asam lemak, alkohol, ceramide, ester lilin,
triasilgliserol, hidrokarbon rantai panjang, dan prekursor kolesterol seperti
lanosterol, squalene, dan kolesterol yang merupakan produk akhir dalam jalur
reduktase hyroxymethylglutaryl-CoA (HMG-CoA) (Filho dan Shokry, 2015).
Selain itu serumen juga mengandung beberapa protein dan peptida antimikroba
seperti β-defensin-1, β-defensin-2, cathelicidin, lisozim, laktoferin, MUC1, serta
komponen sekretori dari IgA (Stoeckelhuber et al., 2006). Pada penelitian Shokry
et al. (2017), komponen utama dari serumen adalah lapisan kulit, 60% serumen
terdiri dari keratin, asam lemak rantai panjang jenuh dan tak jenuh 12-20%, alkohol,
squalene, dan 6-9% kolesterol. Ada 2 jenis serumen: lilin basah, coklat kekuning-
kuningan, yang ditemukan di Kaukasia dan Afrika; dan lilin putih kering, yang
paling umum di Asia Timur (misalnya, Cina, Korea dan Jepang) dan penduduk asli
Amerika (Prokop-Prege et al., 2015). Dalam studi yang lain, Prokop-Prege et al.
(2015) mendapatkan bahwa single nucleotide polymorphism (SNP) dalam gen
ABCC11 mempengaruhi profil volatile organic compound (VOC) individu dari
Afrika, Kaukasia, dan Asia.
Ikatan gen adenosine triphosphate (ATP)-(ABC) transporter ABCC11
mengkodekan protein pompa eflux ATP-driven sebagai pengatur sekresi dan
prekursor bau serumen dan ketiak. Perubahan sederhana dalam pengkodean
ABCC11 menyebabkan beragam jenis bau ketiak dan serumen (Prokop-Prege et
al., 2015). Produksi serumen dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi kerja,
iklim, dan bahkan peningkatan konsentrasi kolesterol dapat memblokir jalur
reduktase HMG-CoA dengan umpan balik negatif (Filho dan Shokry, 2015).
cotton swab tip, bulu, tongkat dan berbagai objek lainnya menimbulkan risiko
trauma dan cedera pada telinga, termasuk nyeri, sakit telinga, perdarahan, perforasi
membran timpani dan melemahnya pertahanan lokal saluran pendengaran eksternal
terhadap infeksi bakteri dan jamur. Dalam studi yang dilakukan di Nigeria, didapati
bahwa 93,4% dari orang dewasa muda berpendidikan melakukan pembersihan
telinga sendiri, dengan alasan adanya kotoran di liang telinga, gatal, untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan pendengaran, dan sebagai estetika (Fullington
et al., 2017; Khan et al., 2017; Oladeji et al., 2015).
Tabel 2.1 Karakteristik sosiodemogafi mengenai serumen. (Oladeji et al., 2017)
2%
10%
13%
75%
35% 32%
30% 27%
25%
20% 17%
15% 12%
10% 7%
5%
5%
0%
1 x/hari 1 x/minggu > 1 x/minggu 1 x/bulan > 1 x/ hari > 1 x/ bulan
40% 36%
35% 32%
30%
25%
20%
20%
15%
10% 8%
5% 3% 2%
0%
Serumen Kotoran Gatal Nyaman Gangguan Otalgia
pendengaran
Tabel 2.5 Alat yang digunakan dalam membersihkan telinga. (Khan et al., 2017)
70% 65%
60%
50%
40%
30%
20%
20%
10% 5% 3%
2% 2%
0%
Cotton bud Handuk, Jari tangan Korek api ENT Lain
tisu
60
48
50
Jumlah responden 40
29 27
30 23
20
10
10 2
0
Benda Trauma Tinnitus Discharge Impaksi Lain
asing telinga serumen
kronis dengan hepatitis B (HBV) dan kemampuan untuk menularkan virus hepatitis
C (HCV). Profil VOC serumen adalah indikasi untuk beberapa penyakit metabolik
seperti penyakit maple syrup urine (MSUD), alkaptonuria, diabetes mellitus (DM)
untuk membedakan antara tipe 1 dan 2 dari perubahan signifikan diperoleh dalam
profil alkohol dan keton, terutama (etanol, aseton, methoxyacetone, hydroxyurea,
isobutyraldehyde, dan asam asetat) (Elaheh et al., 2016; Shokry et al., 2017).
2.5 Morbiditas
2.5.1 Serumen Prop (Impaksi Serumen)
Impaksi serumen (serumen prop) adalah akumulasi serumen yang menimbulkan
gejala dan mencegah penilaian kanalis auditorius eksternal termasuk membran
timpani. Serumen yang berlebihan diperkirakan sekitar 10% anak-anak dan 5%
orang dewasa, pada dewasa muda yang berusia 21-30 tahun diperkirakan mencapai
17,6%. Sebanyak 65% pasien di atas usia 65 tahun dan hingga 19-36% dari mereka
yang mengalami retardasi mental mengalami serumen prop. Impaksi serumen lebih
mungkin terjadi pada orang dengan serumen tipe basah. Impaksi serumen
menyebabkan gatal, nyeri, gangguan pendengaran, tinnitus, vertigo dan otitis
eksterna kronik. Kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh impaksi serumen
hingga 40 dB. Beberapa faktor dapat menyebabkan terjadinya serumen prop, seperti
kelainan anatomi yang menghambat ekstrusi alami serumen, rambut di saluran
pendengaran, serta hambatan fisik untuk ekstrusi serumen alami (misalnya,
penyeka kapas, hearing aid, pelindung pendengaran tipe earplug). Iritasi dari benda
asing yang ditempatkan di telinga (misalnya ujung kapas, alat bantu dengar dan
penutup telinga) dapat menyebabkan perubahan kronis pada kulit liang telinga dan
mengganggu migrasi epitel normal. Cotton bud cenderung mendorong serumen
lebih dalam ke liang telinga, alat bantu dengar dan ear plug menghalangi saluran
telinga dan menyebabkan akumulasi serumen dari waktu ke waktu. Selain itu,
kelenjar serum cenderung mengalami atrofi seiring dengan bertambahnya usia dan
menghasilkan serumen yang lebih kering yang bermigrasi lebih lambat. Dalam
beberapa kasus, serume prop dapat berkontribusi pada otitis eksterna. Kasus batuk
atau bahkan depresi jantung dikaitkan dengan impaksi serumen (Fullington et al.,
2015; Manchaia et al., 2015; Sugiura et al., 2014; Branstetter & Pfleghaar, 2017).
Pencegahan terbaik terhadap impaksi serumen adalah edukasi kepada masyarakat
bahwa serumen tidak perlu dibersihkan, terutama dengan menggunakan cotton bud,
karena secara fisiologis serumen dapat keluar dengan sendirinya. Manchaia et al.
(2015) dalam penelitiannya mengemukakan klasifikasi serumen dalam tabel di
bawah:
Tabel 2.9 Klasifikasi serumen. (Manchaiah et al., 2015)
Klasifikasi Deskripsi
Tipe 1: Tidak dijumpai lilin lunak atau keras yang terlihat dan membran
no cerumen timpani dapat divisualisasikan seluruhnya selama pemeriksaan
otoskopi.
2.5.2 Otomikosis
Otomikosis adalah infeksi jamur yang menginfeksi epitel skuamosa pada kanal
auditorius eksternal yang memiliki gejala yang mirip dengan gejala otitis eksterna,
yaitu gatal, otalgia, dan hipoakusis (Adogah dan Iduh, 2014).
Faktor predisposisi terjadinya otomikosis adalah iklim yang lembab, serumen,
instrumentasi telinga, penggunaan antibiotik topikal / steroid, pasien
immunocompromised, pasien yang telah menjalani mastoidektomi terbuka dan
mereka yang memakai alat bantu dengar dengan occlusive ear mold (Anwar dan
Gohar, 2014).
Pengetahuan tentang
serumen masih rendah
METODE PENELITIAN
24
𝑁 𝑍 2 1-α/2 P (1-P)
𝑛=
(𝑁 − 1) 𝑑2 + 𝑍 2 1-α/2 P (1-P)
dengan keterangan:
n = besar sampel minimum
𝑍1-α/2 = nilai distribusi normal baku (table Z) pada α tertentu (derajat kemaknaan
yang digunakan 95% maka Z yang digunakan 1,96)
P = perkiraan proporsi di suatu populasi (diperoleh dari nilai proporsi
terbesar, yaitu 0,5)
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir (0,05)
N = besar populasi
19 4 3
20 28 20,9
21 77 57,5
22 23 17,2
23 2 1,5
28
masuk sekolah. Sedangkan untuk usia responden di atas 21 tahun banyak terdapat
pada mahasiswa asal Malaysia, mahasiswa yang terlambat masuk sekolah sejak
kecil ataupun dari mahasiswa yang baru lulus ujian pendaftaran mahasiswa
kedokteran di usia yang lebih tua.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki 40 29,9
Perempuan 94 70,1
Dari tabel 4.2 di atas, terlihat bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini
adalah perempuan sebanyak 94 orang (70,1%), kemudian diikuti oleh laki-laki
sebanyak 40 orang (29,9%). Banyaknya responden berjenis kelamin perempuan
disebabkan karena lebih banyak perempuan yang menerima kuesioner penelitian
ini.
Tabel 4.3 Distribsi frekuensi responden tingkat pengetahuan pentingnya serumen.
Baik 62 46,3
Cukup 43 32,1
Kurang 29 21,6
Laki-laki 18 11 11 40 29,9
Jenis Kelamin
Perempuan 44 32 18 94 70,1
Dari tabel 4.4, dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin, terdapat 18 laki-
laki dengan tingkat pengetahuan baik, 11 laki-laki dengan tingkat pengetahuan
cukup dan 11 laki-laki dengan tingkat pengetahuan kurang. Kemudian untuk jenis
kelamin perempuan, terdapat 44 orang dengan tingkat pengetahuan baik, 32 orang
dengan tingkat pengetahuan cukup dan 18 orang dengan tingkat pengetahuan
kurang.
Tabel 4.5 Distribsi frekuensi responden tingkat pengetahuan karakteristik serumen.
Baik 76 56,7
Cukup 20 14,9
Kurang 38 28,4
Baik 87 64,9
Cukup 21 15,7
Kurang 26 19,4
Dari tabel 4.6 tentang tingkat pengetahuan mengenai fungsi serumen, dapat
dilihat bahwa terdapat 87 responden (64,9%) memiliki tingkat pengetahuan baik,
sebanyak 21 responden (15,7%) memiliki tingkat pengetahuan yang cukup dan
sebanyak 26 responden (19,4%) memiliki tingkat pengetahuan kurang mengenai
fungsi serumen. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa masih banyak responden yang
tidak mengetahui fungsi serumen. Hal ini sejalan dengan penelitian Waskhito
(2016), bahwa pengetahuan responden yang rendah tentang fungsi kotoran serumen
akan mengakibatkan kesalahan dalam pembersihan telinga.
Tabel 4.7 Distribsi frekuensi responden tingkat pengetahuan dampak membersihkan serumen.
Baik 61 45,5
Cukup 44 32,8
Kurang 29 21,6
5.1 Kesimpulan
33
5.2 Saran
Adoga, A.S. dan Iduh, A.A. 2014, ‘Otomycosis in Jos: predisposing factors and
management’, Afr J Med Med Sci., vol. 43, no. 209–213, p. 2.
Anwar, K., dan Gohar, M.S. 2014, ‘Otomycosis; clinical features, predisposing
factors and treatment implications’, Pak J Med Sci, vol. 30, no. 3, pp. 564-
567.
Branstetter, J. A., dan Pfleghaar, N. 2017, ‘Ear, irrigation’, StatPearls, accessed 8
april 2018, Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459335/#article-20834.s1
Burton M.J., Aaron K., Warner L. 2016, Ear drops for the removal of ear wax.
Cochrane, John Wiley & Sons, p 1.
Deviprasad D., Keerthan G., Jayashree K. 2015, ‘Knowledge, Attitude and Practice
of Ear Care in Coastal Karnataka’, Journal of Clinical and Diagnostic
Research, vol. 9, no. 12.
Elaheh, G.P., Eskandar, G.P., Afra, K., Mansour, A., Azar, V., Abdoullah, P. 2016,
‘Comparing HBV viral load in serum, cerumen, and saliva and correlation
with HBeAg serum status in patients with chronic hepatitis B infection’,
Hepat Mon, vol. 16, no. 5.
Fullington, D., Song, J., Gilles, A., Guo, X., Hua, W., Anderson, C.E., Griffin, J.
2017, ‘Evaluation of the safety and efficacy of a novel product for the removal
of impacted human cerumen’, BMC Ear, Nose and Throat Disorders, vol. 17,
no. 5.
Gadanya, M., Abubakar, S., Ahmed, A., Maje, A.Z. 2016, ‘Prevalence, attitude
toward, and associated practices of self‑ear cleaning with cotton bud among
doctors’, Nigerian Journal of Surgical Research.
Ghada, M.W.F. 2017, ‘Ear Anatomy’, Glob J Otolaryngol, vol. 4, no. 1, p. 55630.
Heim, S. W., dan Maughan, K. L. 2007, ‘Foreign bodies in the ear, nose, and
throat’, Am Fam Physician, vol. 76, no. 8, pp. 1185-9.
Khan, N.B., Thaver, S., dan Govender, S.M. 2017, ‘Self-ear cleaning practices and
the associated risk of ear injuries and ear-related symptoms in a group of
university students’, Jurnal of Public Health in Africa, vol. 8, no. 555, p. 153.
35
Manchaiah, V., Arthur, J., dan William, H. 2015, ‘Does hearing aid use increase
the likelihood of cerumen impaction?’, J Audiol Otol, vol. 19, no. 3, pp. 168-
171.
Mescher, A. L. 2010, Janqueira’s Basic Histology Text & Atlas, 12th edn, Mc Graw-
Hill Education, United States of America, pp. 425-431.
Mulley, G.P., Hanger, H.C. 1992, ‘Cerumen: its fascination and clinical
importance: a review’, Journal of the Royal Society of Medicine, vol. 85.
Oladeji, S.M., Babatunde, O.T., Babatunde, L.B., Sogebi, O.A. 2015, ‘Knowledge
of cerumen and effect or ear self-cleaning among health workers in a tertiary
hospital La Connaissance De’, Journal of the West African College of
Surgeons, vol. 5, no. 2, pp. 118.
Poulton, S., Yau, S., Anderson, D., Bennet, D. 2015, ‘Ear wax management’, AFP,
vol. 44, no. 10, pp. 731-734.
Prokop-Priggea, K.A., Thalerb, E., Wysockia, C.J., Pretia, G. 2015, ‘Ethnic/racial
and genetic influences on cerumen odor profiles’. J Chem Ecol, vol.41, no. 1,
pp. 67–74.
Prokop-Priggea, K.A., Thalerb, E., Wysockia, C.J., Pretia, G. 2015, ‘Identification
of volatile organic compounds in human cerumen’, J Chromatogr B Analyt
Technol Biomed Life Sci, vol. 2014, no. 0, pp. 48–52.
Sander, R. 2001, ‘Otitis externa: a practical guide to treatment and prevention’, Am
Fam Physician, vol. 63, no. 5, pp. 927-36,941-2.
Schneider, G.T., dan Crane, B.T. 2014, ‘In Vitro Efficacy of a Consumer-Marketed
Ear Cleaning Tool’, Otol Neurotol, vol. 35, no. 5, pp. 195–198.
Schwartz, S. R., Magit, A. E., dan Rosenfeld, R. M., et al. 2017. ‘Clinical practice
guideline (update): earwax (cerumen impaction)’, Otolaryngology– Head and
Neck Surgery, vol. 156.
Sedjawidada, R., Savitri, E., Kadir, A., Djamin, R. 2009, ‘Kejadian koloni jamur
pada penderita otore dengan berbagai penyebab di poliklinik THT rumah sakit
pendidikan UNHAS’, Medicina, vol. 40, pp.21-6.
Sevy, J. O. dan Singh, A. 2017, ‘Cerumen impaction’, StatPearls, accessed 8 April
2018, Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448155/
Shokry, E., Marques, J.G., Ragazzo, P.C., Pereira, N.T., Filho, N.R.A. 2017,
‘Earwax as an alternative specimen for forensic analysis’, Forensic Toxicol,
vol. 2017, no. 35, pp. 348–358.
Shokry, E., dan Filho, N.R.A. 2017, ‘Insights into cerumen and application in
diagnostics: past, present and future prospective’. Biochem Med (Zagreb),
vol. 27, no.3.
Slamet, S. 2015, ‘Tingkat pengetahuan siswa SMP Negeri 1 Sayung terhadap musik
keroncong’, accessed 17 April 2018, Available at:
http://lib.unnes.ac.id/22024/1/2501914011-S.pdf
Stoeckelhuber, M., Matthias, C., Andratschke, M., Stoeckelhuber, B.M., Koehler,
C., Herzmann, S., Sulz, A., Welsch, U. 2006, ‘Human ceruminous gland:
ultrastructure and histochemical analysis of antimicrobial and cytoskeletal
components’, The Anatomical Record part a, vol. 288a, pp. 877–884.
Sugiura, S., Yasue, M., Sakurai, T., Sumigaki, C., Uchida, Y., Nakashima, T., Toba,
K. 2014, ‘Effect of cerumen impaction on hearing and cognitive functions in
Japanese older adults with cognitive impairment’, Geriatr Gerontol Int, 14
(Suppl. 2): 56–6.
Szymanski, A., dan Bhimji, S.S. 2017, ‘Anatomy, head, ear’, StatPearls, accessed
8 April 2018, Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470359/
Tortora, G.J., dan Derrickson, B. 2009, Principles of Anatomy & Physiology, 12th
edn, Wiley, United States of America, pp. 620.
Telinga sehat investasi masa depan 2018, accessed 13 Maret 2018, Available at:
http://www.depkes.go.id/article/view/18030500002/telinga-sehat-investasi-
masa-depan.html.
Waskitho, S. 2016, ‘Gambaran pengetahuan dan karakteristik pembersihan telinga
siswa SMA Negeri 1 Tanjung Pura dan SMA Harapan 1 Medan’, accessed 12
Maret 2018, Available at:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/56102
Nama : Merinda
NIM : 150100025
Tempat/Tanggal lahir : Medan, 7 Oktober 1996
Agama : Buddha
Nama Ayah : Hendra
Nama Ibu : Lim Gek Lan
Alamat : Jl. Lebong No. 28
Riwayat Pendidikan :
1. TK W.R. Supratman 1 Medan 2000-2003
2. SD W.R. Supratman 1 Medan 2003-2009
3. SMP W.R. Supratman 1 Medan 2009-2012
4. SMA W.R. Supratman 1 Medan 2012-2015
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2015-sekarang
Riwayat Pelatihan :
1. MMB FK USU 2015
2. Seminar Ilmiah Anti Aging Update 2015
3. Seminar Dokter Keluarga dan Workshop Sirkumsisi SCOPH FK USU
4. Basic Surgical Skill TBM FK USU
5. Seminar Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2016
6. Non-Communicable Respiratory Disease Clinical Updates and Biomolecular
Overview: Highlight on COPD and Lung Cancer SRF FK USU 2017
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Keamanan Bakti Sosial KMB USU 2015
2. Anggota Dana dan Usaha Bakti Sosial MIND FK USU 2016
3. Anggota Administrasi dan Kesekretariatan Waisak MIND FK USU 2016
4. Anggota Medis Obat Bakti Sosial MIND FK USU 2017
39
LEMBAR PENJELASAN
Merinda
NIM. 150100025
No. telp 081346617538
Medan, 2018
(………………………...)
Nama dan Tanda Tangan
JAWABAN
NO PERNYATAAN TIDAK
BENAR SALAH
TAHU
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN SERUMEN
Petunjuk Pengisian: Beri tanda ceklist (√) pada kolom yang sesuai
A. Karakteristik Serumen
B. Fungsi Serumen
Usia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Perempuan 44 32 18 94
Total 62 43 29 134
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent