Anda di halaman 1dari 129

EFEKTIVITAS TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP

PENURUNAN GEJALA ASMA PADA PENDERITA ASMA di KOTA


MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Syafrina Dewi Dalimunthe


061101055

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010

Universitas Sumatera Utara


Judul : Efektivitas Teknik Penapasan Buteyko Terhadap Penurunan
Gejala Asma pada Penderita Asma di Kota Medan.
Nama : Syafrina Dewi Dalimunthe
NIM : 061101055
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun Akademik : 2009/2010

Tanggal Lulus : 03 Juli 2010

Pembimbing Penguji 1

Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp,MNS


NIP. 19741002 200112 1 001 NIP. 19740826 200212 1 002

Penguji 2

Farida Linda Sari Siregar, S.Kp, M.Kep


NIP. 19780320 200501 2 003

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini

sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, 08 Juli 2010

Pembantu Dekan I

Erniyati, SKp, MNS


NIP. 19671208 199903 2 001

Universitas Sumatera Utara


Prakata

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat

Allah SWT atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang tiada terhitung sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Efektivitas Teknik Pernapasan

Buteyko terhadap Penurunan Gejala Asma pada Penderita Asma di Kota Medan,

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam

penulis hadiahkan kepada Uswatun Hasanah, Rasulullah Muhammad SAW,

semoga mendapat syafaat beliau di yaumul akhir kelak.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak

mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak dengan

memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara

langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda tercinta yang

selalu penulis rindukan, yang telah memberikan kasih sayang yang tulus, yang

menjadi penyemangat dikala penulis merasa lelah dan selalu mengirimkan beribu

doa disetiap sujud malamnya. Terkhusus untuk Almarhum Ayahanda yang selalu

penulis sayangi, berkat Engkaulah penulis mendapat kekuatan, semangat dan

motivasi untuk terus berjuang pantang menyerah dan berkat engkau pula penulis

menyadari bahwa kegagalan dan kehilangan adalah wujud sayangnya Allah SWT

pada umatnya. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada ketiga saudaraku yaitu

Kak Ika, Kak Pipit, Bang Ami dan Kakak Iparku, Kak Tika serta nenek Tomas

Universitas Sumatera Utara


yang selalu mendoakan dan memberikan semangat dan dukungan moril serta

material kepada penulis, dan untuk keponakan yang selalu penulis rindukan, Faira,

yang selalu memberikan hiburan di kala penulis merasa lelah dan jenuh melalui

keluguan dan tawanya. Kepada semua keluarga besar penulis ucapkan terima

kasih, tanpa kalian keberhasilan ini tidak akan pernah tercapai.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan

arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan.

2. Dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dudut Tanjung, S.Kp, M.Kep. Sp.KMB dan Ibu Diah Arrum, S.Kep.,

Ns. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan

selama penulis menjalani proses akademik di Fakultas Keperawatan USU.

5. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS dan Ibu Farida Linda Sari Siregar

S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji atas masukan yang telah diberikan demi

perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen, staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Keperawatan

USU yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan. Semoga

Allah membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

Universitas Sumatera Utara


7. Teristimewa dan terkhusus kepada ukhtifillah yang kucintai Ainil, Elfi dan

Lia. Jazakillah khoir atas kebersamaan, ukhuwah, dorongan serta semangat

yang selalu kalian berikan, semoga kita tetap istiqomah dijalan-Nya.

8. Kakanda tercinta yaitu Kak Cinta, Kak Ismah, Kak Mita yang telah

memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Terkhusus buat adinda tercinta, Dira, Yuli, Fitri, Riskina, dan seluruh rekan-

rekan pengurus PEMA Fakultas Keperawatan dan pengurus FORKIS

Rufaidah yang telah berjuang bersama dalam mengemban amanah dawah ini.

10. Teman-temanku stambuk 2006, Heppy, Ema, Fira, Syawalina, Firda, Husna,

Anggi, Devi, Juliani, Elis, Astika, Ridha, Afni, Junita Siboro, Evy CMS,

Mona dan juga yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu

atas kebersamaan selama empat tahun ini.

11. Kepada seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan

kesempatan untuk partisipasinya dalam penelitian ini .

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan bagi pihak-pihak

yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Medan, Juni 2010

Penulis

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ........................................................................................... i
Halaman Pengesahan ................................................................................. ii
Prakata....................................................................................................... iii
Daftar Isi.................................................................................................... vi
Daftar Tabel............................................................................................... viii
Daftar Skema ............................................................................................. ix
Abstrak ...................................................................................................... x

Bab 1. Pendahuluan ................................................................................. 1


1. Latar Belakang ........................................................................ 1
2. Perumusan Masalah .................................................................. 6
3. Hipotesis ................................................................................. 6
4. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
5. Manfaat Penelitian ................................................................... 6

Bab 2. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 8


1 Asma
1.1 Pengertian Asma ................................................................ 9
1.2 Pencetus Asma.................................................................... 9
1.3 Tanda dan Gejala .................................................................. 12
1.4 Klasifikasi Asma................................................................. 13
1.5 Mekanisme Terjadinya Asma .............................................. 15
1.6 Pengendalian Asma............................................................. 18
2 Teknik Pernapasan Buteyko
2.1 Pengertian Teknik Pernapasan Buteyko ............................. 25
2.2 Manfaat Teknik Pernapasan Buteyko................................. .. 25
2.3 Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko .................................... 26
2.4 Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko .................................... 27
2.5 Mekanisme Latihan Teknik Pernapasan Buteyko ................ 34
2.6 Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma ............. 37

Bab 3. Kerangka Konseptual................................................................... 39


1. Kerangka Konsep ..................................................................... 39
2. Defenisi Operasional ............................................................... 40

Bab 4. Metodologi Penelitian ................................................................... 43


1. Desain Penelitian ..................................................................... 43
2. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ 43
3. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 45
4. Pertimbangan Etik ................................................................... 45
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validasi-Realibilitas ....... 46
6. Prosedur Pengumpulan Data ..................................................... 48
7. Analisa data ............................................................................. 51

Universitas Sumatera Utara


Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................................ 53
1. Hasil Penelitian ........................................................................ 64
2. Pembahasan ..............................................................................

Bab 6. Kesimpulan dan Rekomendasi


1. Kesimpulan .............................................................................. 74
2. Rekomendasi ............................................................................ 75

Daftar Pustaka ......................................................................................... 77


Lampiran-Lampiran
1. Inform Consent
2. Jadwal Tentatif Penelitian
3. Taksasi Dana
4. Instrumen Penelitian
5. Protokol Panduan Penelitian
6. Data Observasi
7. Hasil Analisa Data
8. Riwayat Hidup

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Asma Berdasarkan Tingkat Keparahan.................... 15


Tabel 2. Kategori Gejala Asma............................................................... 41
Tabel 3. Karakteristik Demografi Responden ......................................... 54
Tabel 4. Gejala Asma Responden Selama Seminggu
Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko .................................... 56
Tabel 5. Gejala Asma Responden Selama Seminggu
Pre-Post Kontrol ...................................................................... 57
Tabel 6. Gejala Asma Responden Selama Sebulan
Pre dan Post Teknik Pernapasan Buteyko ................................ 58
Tabel 7. Gejala Asma Responden Selama Sebulan
Pre dan Post Kontrol ............................................................... 59
Tabel 8. Perbedaan Penurunan Gejala Asma
Pre dan Post Teknik Pernapasan Buteyko ................................. 61
Tabel 9. Perbedaan Gejala Asma Pre dan Post kontrol ........................... 62
Tabel 10. Perbedaan Penurunan Gejala Asma
antara Post Teknik Pernapasan Buteyko
dengan Post Kontrol ................................................................. 63

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SKEMA

Skema 1. Mekanisme Patofisiologi Asma .................................................. 17


Skema 2. Kerangka Penelitian .................................................................... 40

Universitas Sumatera Utara


Judul : Efektivitas Teknik Pernapasan Buteyko terhadap Penurunan
Gejala Asma pada Penderita Asma di Kota Medan.
Nama : Syafrina Dewi Dalimunthe
Nim : 061101055
Fakultas : Keperawatan USU
Tahun Akademik : 2009/2010
__________________________________________________________________

Abstrak

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai
populasi yang terus meningkat. Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu
teknik olah napas yang dapat menurunkan hiperventilasi paru penderita asma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas teknik pernapasan
Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Kota Medan.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen nonequivalent pre-post test control
group. Sampel berjumlah 8 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 5 orang
kelompok intervensi dan 3 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dari 7
Maret 2010 hingga 20 juni 2010.
Pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan observasi
gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah teknik pernapasan
Buteyko. Data yang diperoleh dicatat pada lembar observasi penurunan gejala
asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji
statistik deskripif dan inferensial.
Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test diperoleh nilai p untuk
gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala asma bulanan = 0.012, artinya
terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala asma sebelum dan sesudah
melakukan teknik pernapasan Buteyko. Menurut hasil analisa uji independent t-
test diperoleh nilai p untuk gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala
asma bulanan = 0.003, berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala
asma antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah pemberian
teknik pernapasan Buteyko. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa teknik pernapasan Buteyko efektif terhadap penurunan gejala asma pada
penderita asma.

__________________________________________________________________
Kata kunci : teknik pernapasan buteyko, gejala asma, asma

Universitas Sumatera Utara


Judul : Efektivitas Teknik Pernapasan Buteyko terhadap Penurunan
Gejala Asma pada Penderita Asma di Kota Medan.
Nama : Syafrina Dewi Dalimunthe
Nim : 061101055
Fakultas : Keperawatan USU
Tahun Akademik : 2009/2010
__________________________________________________________________

Abstrak

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai
populasi yang terus meningkat. Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu
teknik olah napas yang dapat menurunkan hiperventilasi paru penderita asma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas teknik pernapasan
Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Kota Medan.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen nonequivalent pre-post test control
group. Sampel berjumlah 8 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 5 orang
kelompok intervensi dan 3 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dari 7
Maret 2010 hingga 20 juni 2010.
Pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan observasi
gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah teknik pernapasan
Buteyko. Data yang diperoleh dicatat pada lembar observasi penurunan gejala
asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji
statistik deskripif dan inferensial.
Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test diperoleh nilai p untuk
gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala asma bulanan = 0.012, artinya
terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala asma sebelum dan sesudah
melakukan teknik pernapasan Buteyko. Menurut hasil analisa uji independent t-
test diperoleh nilai p untuk gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala
asma bulanan = 0.003, berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala
asma antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah pemberian
teknik pernapasan Buteyko. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa teknik pernapasan Buteyko efektif terhadap penurunan gejala asma pada
penderita asma.

__________________________________________________________________
Kata kunci : teknik pernapasan buteyko, gejala asma, asma

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang menyebabkan

peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik

berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama

malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi

jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau

tanpa pengobatan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan

mempunyai populasi yang terus meningkat. Menurut survey The Global Initiative

for Asthma (GINA) tahun 2004, ditemukan bahwa kasus asma diseluruh dunia

mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah

menjadi 400 juta jiwa (GINA, 2004). Data World Health Organization (WHO)

juga mengindikasikan hal yang serupa bahwa jumlah penderita asma di dunia

diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun (Arif, 2009).

Berdasarkan survey Annual United States Prevalence Statistics for Chronic

Disease tahun 1999, penderita asma dan penyakit alergi di Amerika menduduki

urutan teratas yaitu sebanyak 60 juta orang. Menurut survey tersebut, juga

dinyatakan bahwa asma menduduki urutan ketiga penyebab kesakitan dan

hospitalisasi (GINA, 2004).

Di Indonesia sendiri, saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar

penyebab kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2007). Hal ini tergambar dari data

Universitas Sumatera Utara


studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia.

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma

menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama

dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkhitis

kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar

5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,

dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (PDPI, 2006).

Selain itu, penelitian yang dilakukan di 37 puskesmas di Jawa Timur terhadap

6.662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) menunjukkan prevalensi

asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI,

2006).

Asma dapat menyebabkan terganggunya pemenuhan kebutuhan dan

menurunkan produktivitas penderitanya (PDPI, 2006). Asma terbukti menurunkan

kualitas hidup penderitanya. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207

kasus yang diteliti, penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam

berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, 44-51% mengalami batuk malam dalam

sebulan terakhir, keterbatasan dalam aktivitas fisik sebanyak 44,1%, keterbatasan

dalam aktivitas sosial sebanyak 38%, keterbatasan dalam memilih karier

sebanyak 37,9%, dan keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan,

penderita yang mengaku mengalami keterbatasan dalam melakukan pekerjaan

rumah tangga sebanyak 32,6%, 28,3% mengaku terganggu tidurnya minimal

sekali dalam seminggu, dan 26,5% orang dewasa juga absen dari pekerjaan.

Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma sangat tinggi dengan pengeluaran

Universitas Sumatera Utara


terbesar untuk ruang emergensi dan perawatan di rumah sakit (United States

Environmental Protection Agency, 2004). Biaya pengobatan untuk asma

diperkirakan mencapai 850 poundsterling tiap tahunnya (Thomas, 2004).

Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat

dikendalikan. Penderita asma masih dapat hidup produktif jika mereka dapat

mengendalikan asmanya (United States Environmental Protection Agency, 2004).

Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap,

tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis tetapi juga menggunakan

terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru,

2008; Wong, 2003).

Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara

menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara

teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres

(Wong, 2003). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi gejala

asma dengan meningkatkan sistem imunitas (The Asthma Foundation of Victoria,

2002).

Akhir-akhir ini, para penderita asma mulai memanfaatkan terapi

komplementer (nonfarmakologis) untuk mengendalikan asma yang dideritanya.

Jumlah penderita asma yang sudah memanfaatkan terapi komplementer ini

diperkirakan cukup tinggi yaitu sekitar 42% dari populasi penderita asma yang

ada di New Zealand (McHugh et al., 2003).

Pengontrolan asma dengan terapi komplementer dapat dilakukan dengan

teknik pernapasan, teknik relaksasi, akupunktur, chiropractic, homoeopati,

Universitas Sumatera Utara


naturopati dan hipnosis. Teknik-teknik seperti ini merupakan teknik yang banyak

dikembangkan oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak digunakan dan mulai

populer adalah teknik pernapasan. Dalam teknik ini diajarkan teknik mengatur

napas bila penderita sedang mengalami asma atau bisa juga bersifat latihan saja

(The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Teknik ini juga bertujuan mengurangi

gejala asma dan memperbaiki kualitas hidup ( McHugh et al., 2003).

Pada asma, gejala yang sering terjadi adalah hiperventilasi atau bernapas

dalam (Kolb, 2009). Hiperventilasi terjadi karena penderita asma

mengembangkan tingkat kedalaman pernapasan jauh melebihi yang seharusnya.

Hiperventilasi menunjukkan buruknya sistem pernapasan karena terjadi

kehilangan karbondioksida secara progresif. Hal ini kemudian menstimulasi

restriksi saluran napas dan peningkatan mucus (Roy, 2006). Sistem pernapasan

yang buruk seperti ini menyebabkan tubuh menjadi lemah dan rentan terhadap

berbagai penyakit. Semua hal tersebut berhubungan dengan bagaimana cara

bernapas yang efisien dan benar (Fadhil, 2009).

Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas

pada penderita asma adalah teknik olah napas. Teknik olah napas ini dapat berupa

olahraga aerobik, senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung,

Yoga, Mahatma, Buteyko dan Pranayama (Fadhil, 2009).

Beberapa teknik pernapasan ini tidak hanya khusus dirancang untuk

penderita asma, karena sebagian dari teknik pernapasan ini dapat bermanfaat

untuk berbagai penyakit lainnya. Namun demikian, ada juga beberapa teknik

Universitas Sumatera Utara


pernapasan yang memang khusus untuk penderita asma yaitu teknik pernapasan

Buteyko dan Pranayama (Thomas, 2004; Fadhil, 2009).

Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah napas yang

bertujuan untuk menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru

penderita asma (GINA, 2005). Teknik pernapasan Buteyko juga membantu

menyeimbangkan kadar karbondioksida dalam darah sehingga pergeseran kurva

disosiasi oksihemoglobin yang menghambat kelancaran oksigenasi dan efek Bohr

pada penderita asma dapat dikurangi. Oksigenasi yang lancar akan menurunkan

kejadian hipoksia, hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma

(Murphy, 2005).

Teknik pernapasan Buteyko juga diyakini dapat membantu mengurangi

kesulitan bernapas pada penderita asma. Caranya adalah dengan menahan

karbondioksida agar tidak hilang secara progresif akibat hiperventilasi. Sesuai

dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot, maka

dengan menjaga keseimbangan kadar karbondioksida dalam darah akan

mengurangi terjadinya bronkospasme pada penderita asma (Kolb, 2009).

Pemberian latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan

memperbaiki buruknya sistem pernapasan pada penderita asma sehingga akan

menurunkan gejala asma (Kolb, 2009). Prinsip latihan teknik pernapasan Buteyko

ini adalah latihan teknik bernapas dangkal (GINA, 2005). Tahapan persiapan

dalam melakukan teknik pernapasan Buteyko terdiri dari pengukuran waktu

lamanya menahan napas (control pause), konsentrasi dalam mengatur napas,

relaksasi bahu, memantau aliran udara, bernapas dangkal dan latihan blok. Latihan

Universitas Sumatera Utara


teknik pernapasan Buteyko dilakukan satu kali sehari minimal selama seminggu

(Casano, 2008).

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui

efektivitas teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan permasalahan

dalam penelitian ini, yaitu bagaimana keefektifan teknik pernapasan Buteyko

terhadap penurunan gejala asma.

3. Hipotesis

Ha : Terdapat perbedaan gejala asma pre dan post teknik pernapasan Buteyko

Ho : Tidak terdapat perbedaan gejala asma pre dan post teknik pernapasan

Buteyko.

4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi gejala asma sebelum pemberian teknik pernapasan Buteyko

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

2. Mengidentifikasi gejala asma sesudah pemberian teknik pernapasan Buteyko

pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

3. Membandingkan perbedaan gejala asma setelah pemberian teknik pernapasan

Buteyko antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.

5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

Universitas Sumatera Utara


5.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar tambahan di

laboratorium untuk menambah pengetahuan peserta didik keperawatan dalam

merawat pasien dengan asma.

5.2. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bekal perawat dalam

melaksanakan asuhan keperawatan di klinik terutama bagian medikal bedah

dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko terhadap penderita asma untuk

mengurangi gejala asma.

5.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan

mengenai efektivitas teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma

sehingga memberikan ide selanjutnya bagi penelitian keperawatan untuk meneliti

perbandingan teknik pernapasan Buteyko dengan teknik pernapasan lainnya

terhadap penurunan gejala asma.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan

sebagai berikut:

1 Asma

1.1. Pengertian Asma

1.2. Pencetus Asma

1.3. Tanda dan Gejala Asma

1.4. Klasifikasi Asma

1.5. Mekanisme Terjadinya Asma

1.6. Pengendalian Asma

2 Teknik Pernapasan Buteyko

2.1. Pengertian Teknik Pernapasan Buteyko

2.2. Manfaat Teknik Pernapasan Buteyko

2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko

2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko

2.5. Mekanisme Latihan Teknik Pernapasan Buteyko

2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma

Universitas Sumatera Utara


1 Asma

1.1. Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan

oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-

T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, wheezing, dan

batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara

episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan

bahwa asma merupakan reaksi hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda

derajatnya dan menimbulkan fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas

(Lewis et al., 2000).

1.2. Pencetus Asma

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi

pencetus asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)

Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran

pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger

dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma,

tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung

timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam

waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap

pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang

mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi

Universitas Sumatera Utara


udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang

berlebihan.

2. Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus

hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer

dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.

Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung

lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah

alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh

melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau

mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.

Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

1. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan

dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti

aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas

merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu

Universitas Sumatera Utara


binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga

pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi

sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat

respon alergen berupa asma.

2. Olahraga

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan

aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas

biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh

adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma

(EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging,

aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya

bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya

melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

3. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan

eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem

trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi

peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

4. Stres

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu

juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan

motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi

maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Universitas Sumatera Utara


5. Gangguan pada sinus

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya

rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan

inflamasi membran mukus.

1.3. Tanda dan Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di

timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas,

bunyi saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan

gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel

dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008, Perhimpunan Dokter Paru

Indonesia, 2006, Lewis et al., 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang

ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea,

tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala

yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk

gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan

tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit

tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan

kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).

Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti terpapar

oleh bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat (aspirin, beta-

blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stres

(GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya

komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap

Universitas Sumatera Utara


distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmatikus (Brunner &

Suddarth, 2001).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan

wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian

bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran

vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan

kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di

bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya

gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

1.4. Klasifikasi Asma

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting

bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat

asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007). Pengklasifikasian

asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi

paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut,

Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow

Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk

mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1) disertai dengan

Force Vital Capacity (FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka

semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).

Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat

diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Ekstrinsik (alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh

karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu

binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik

sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya

dimulai saat kanak-kanak.

2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)

Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi

non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak

diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi

saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat

dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi

bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat

berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat

dewasa (usia > 35 tahun).

3. Asma gabungan

Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering

ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk

idiopatik atau nonalergik.

Sedangkan klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya dapat dilihat

pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan tingkat keparahannya (Depkes RI, 2005)

Derajat Gejala Fungsi Paru


asma
I. Intermiten Siang hari < 2 kali per minggu Variabilitas APE < 20%
Malam hari < 2 kali per bulan VEP1 > 80% nilai prediksi
Serangan singkat APE > 80% nilai terbaik
Tidak ada gejala antar serangan
Intensitas serangan bervariasi
II. Persisten Siang hari > 2 kali per minggu, Variabilitas APE 20 30%
Ringan tetapi < 1 kali per hari VEP1 > 80% nilai prediksi
Malam hari > 2 kali per bulan APE > 80% nilai terbaik
Serangan dapat mempengaruhi
aktifitas
III. Persisten Siang hari ada gejala Variabilitas APE > 30%
Sedang Malam hari > 1 kali per minggu VEP1 60-80% nilai prediksi
Serangan mempengaruhi aktifitas APE 60-80% nilai terbaik
Serangan > 2 kali per minggu
Serangan berlangsung berhari-
hari
Sehari-hari menggunakan
inhalasi 2-agonis short acting
IV. Persisten Siang hari terus menerus ada Variabilitas APE > 30%
Berat gejala VEP1 < 60% nilai prediksi
Setiap malam hari sering timbul APE < 60% nilai terbaik
gejala
Aktifitas fisik terbatas
Sering timbul serangan

1.5. Mekanisme Terjadinya Asma

Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang

menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma

tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah

antibodi IgE abnormal. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast

yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan

bronkus. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut

Universitas Sumatera Utara


meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan

menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya

histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrien),

faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini

akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus

yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga

menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan

bagian luar bronkiolus. Bronkiolus sudah tersumbat sebagian maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi

berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan

inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-sekali melakukan ekspirasi.

Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru

menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesulitan mengeluarkan

udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest (Lewis et al.,

2000).

Asma terjadi karena penderita asma telah mengembangkan tingkat

kedalaman pernapasan yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita

mengkompensasinya dengan langkah-langkah defensif untuk memaksa penderita

agar dapat mengurangi frekuensi pernapasannya. Hal ini menyebabkan restriksi

saluran napas dan peningkatan mucus. Rata-rata penderita asma bernapas 3-5 kali

lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal (Dupler, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Sindrom hiperventilasi adalah keadaan dimana dalam keadaan santai dapat

menyebabkan rasa pusing dan kadang-kadang pingsan. Dahulu, hal ini dikaitkan

dengan penurunan saturasi oksigen. Namun, bila berdasarkan efek Bohr, hal itu

disebabkan oleh ketidakseimbangan rasio antara kada karbon dioksida dengan

kadar oksigen dalam darah yang mempengaruhi pelepasan atau penahanan

oksigen dari darah.

Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma ( Lewis et al., 2000)


Infeksi,
Allergen,
Irritant

Respon mediasi IgE- sel mast

Pelepasan mediator dari


sel mast , eosinophil,
macrophage,
lymphocyte.

Respon Respon
Fase Awal Fase Akhir
Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam

Infiltrasi
Konstriksi otot polos
eosinophil dan
bronkial
Sekresi mucus
Inflamasi
neutrophil
Vasodilatasi
Hiperreaktivitas
Edema mukosa
bronkial

Obstruksi jalan napas Infiltrasi monocyte


dan lymphocyte

Udara terperangkap
Asidosis respiratori

Setelah 1-2 hari
Hypoxemia

Universitas Sumatera Utara


Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma, dimana

gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas dapat

membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005).

1.6. Pengendalian Asma

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006), tujuan utama

penatalaksanaan dan pengendalian asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

7. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila :

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis 2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

Universitas Sumatera Utara


4. Variasi harian APE kurang dari 20 %

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat

Program penatalaksanaan dan pengendalian asma meliputi 7 komponen,

yaitu edukasi, menilai dan monitor berat asma secara berkala, identifikasi dan

mengendalikan faktor pencetus, merencanakan dan memberikan pengobatan

jangka panjang, menetapkan pengobatan pada serangan akut, pemeriksaan teratur

dan pola hidup sehat.

1. Edukasi (pengetahuan)

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan

penyakinya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA,

2005). Edukasi penderita dan keluarga, untuk menjadi mitra dalam

penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/ keluarga bertujuan untuk :

a. Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola

penyakit asma sendiri)

b. Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/

asma mandiri)

c. Meningkatkan kepuasan

d. Meningkatkan rasa percaya diri

e. Meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri

f. Membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol

asma

Universitas Sumatera Utara


Bentuk pemberian edukasi dapat dilakukan dengan komunikasi/ nasehat saat

berobat, ceramah, latihan/training, supervisi, diskusi, tukar-menukar informasi

(sharing of information group), film/video presentasi, leaflet, brosur, buku

bacaan, dll (Perhimpunan Dokter paru Indonesia, 2006).

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit

asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi

terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta

memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005). Penilaian klinis berkala

antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan

pada penatalaksanaan asma. Hal ini meliputi pemantauan tanda gejala asma

setiap kunjungan ke dokter dan pemeriksaan faal paru , misalnya pengukuran peak

flow meter.

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini

dianjurkan pada :

a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh

pasien di rumah.

b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

c. Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia

di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit,

penderita yang sulit/tidak mengenal tingkat keparahan melalui gejala padahal

berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa (Depkes RI,

2007).

Universitas Sumatera Utara


3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus.

Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi

gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala

asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan

sebagainya (GINA, 2005).

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan

tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,

tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,

menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan didukung oleh

teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate persisten,

menggunakan pilihan obat 2-agonist inhalsi dikombinasikan dengan

glukokortikoid inhalasi, teofilin atau leukotrien. Untuk asma severe persisten, 2-

agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid inhalasi, teofilin dan

leukotrien atau menggunakan obat 2 agonist oral (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

a. Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi

gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi

hiperresponsif dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup.

Namun, obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan

iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,

menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).

Universitas Sumatera Utara


b. Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid

inhalasi. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes,penekanan kerja

hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, glukoma, obesitas dan kelemahan

(GINA, 2005).

c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronkial pada gejala asma. Obat ini

dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsitivitas pada sistem

imun nonspesifik. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian

dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

d. 2-Agonist Inhalasi

Obat ini berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian.

Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi

paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal,

menstimulasi kerja kardiovaskular dan hipokalemia (GINA, 2005).

e. 2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada

waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan ansietas, meningkatkan kerja jantung,

dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).

f. Teofilin

Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma

bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh

darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah,

Universitas Sumatera Utara


diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35

mcg/mL menyebabkan hiperglikemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi,

kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).

g. Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk

mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan

gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat pelega gejala asma (Reliever):

a. 2-Agonist Inhalasi

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk

mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsif jalan napas. Obat

ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,

2005).

b. 2-Agonist Oral

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,

tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

c. Antikolinergik

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.

Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mukus (GINA, 2005).

5. Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada

pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam

kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita

Universitas Sumatera Utara


asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: 2-agonist inhalasi dan

glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

6. Pemeriksaan Teratur

Pada penatalaksanaan jangka apnjang terdapat dua hal penting yang harus

diperhatikan, yaitu tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk

konsultasi atau penanganan lebih lanjut (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,

2007). Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara

teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat

perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

7. Pola Hidup Sehat

Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola

hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan

pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang

biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation

of Victoria, 2002). Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stres akan

menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk

asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The

Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Selain itu, juga terdapat serangkaian terapi komplementer yang bisa

bermanfaat bagi penderita asma. Tujuannya bukan untuk menggantikan

pengobatan konvensional yang sedang dijalani, melainkan sebagai upaya

pelengkap yang bisa mempercepat proses penyembuhan. Beberapa terapi

komplementer tersebut adalah terapi herba, homeopati, terapi nutrisi, tissue salt

Universitas Sumatera Utara


therapy, aromaterapi, akupunktur, akupresur, refleksologi, teknik pernapasan

Buteyko, meditasi, Yoga, relaksasi progresif dan Chikung (VitaHealth, 2006).

Salah satu terapi alternatif untuk asma yang paling mutakhir dan paling

ilmiah tapi sekaligus kontroversial adalah teknik pernapasan Buteyko. Dalam

teknik pernapasan ini, secara sederhana penanganan asma didasarkan pada usaha

mengembalikan cara bernapas yang benar (VitaHealth, 2006). Penderita asma

dapat memperbaiki pola nafas dan gejala asma lainnya dengan melakukan teknik

pernafasan yang benar secara hati-hati dan teratur (Dupler,2005).

2. Teknik Pernapasan Buteyko

2.1. Defenisi Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko merupakan suatu metode manajemen/

penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi konstriksi jalan napas

dengan prinsip latihan bernapas dangkal. Terapi ini dirancang untuk

memperlambat atau mengurangi intake udara ke dalam paru-paru sehingga dapat

mengurangi gangguan pada saluran pernapasan (Dupler, 2005).

2.2. Manfaat Teknik Pernafasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko memanfaatkan teknik pernapasan alami secara

dasar dan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan

pada penderita asma. Teknik Pernapasan Buteyko berguna untuk mengurangi

ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma. Selain itu, teknik

pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen

dan mengurangi hiperventilasi paru (Dupler, 2005).

Universitas Sumatera Utara


2.3. Tujuan Teknik Pernapasan Buteyko

Tujuan pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko ini adalah menggunakan

serangkaian latihan bernapas secara teratur untuk memperbaiki cara bernapas

penderita asma yang cenderung bernapas secara berlebihan agar dapat bernapas

secara benar. Selain itu, tujuan lain dari teknik pernapasan ini adalah untuk

mengembalikan volume udara yang normal (VitaHealth, 2006). Secara garis

besarnya, teknik pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki pola napas

penderita asma dengan cara memelihara keseimbangan kadar CO2 dan nilai

oksigenasi seluler yang pada akhirnya dapat menurunkan gejala asma (Dupler,

2005). Menurut Roy (2006), tujuan umum dari teknik pernapasan Buteyko adalah

untuk rekondisi penderita agar dapat bernapas normal dengan cara-cara sebagai

berikut :

1. Belajar bagaimana untuk membuka hidung secara alami dengan

melakukan latihan menahan napas.

2. Menyesuaikan pernapasan dan beralih dari pernapasan melalui mulut

menjadi pernapasan melalui hidung.

3. Latihan pernapasan untuk mencapai volume pernapasan yang normal

dengan melakukan relaksasi diafragma sampai terasa jumlah udara mulai

berkurang.

4. Latihan khusus untuk menghentikan batuk dan wheezing

Universitas Sumatera Utara


5. Perubahan gaya hidup dibutuhkan untuk membantu hal tersebut di atas,

sehingga memfasilitasi jalan untuk dapat sembuh dan rekondisi ke tingkat

normal.

2.4. Prinsip Teknik Pernapasan Buteyko

Selama serangan asma, penderita asma bernapas dua kali lebih cepat

dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah

hiperventilasi (Dupler, 2005). Teori Buteyko menyatakan bahwa dasar penyebab

dari penyakit asma adalah kebiasaan bernapas secara berlebihan (over-breathing)

yang tidak disadari (VitaHealth, 2006).

Teori yang mendasari Buteyko dalam mengembangkan teknik pernapasan

ini adalah :

1. Bila penderita asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang

dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di

paru-paru, darah dan jaringan akan berkurang (Murphy, 2000).

2. Terjadinya defisiensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang dapat

menyebabkan pH darah menjadi alkalis. Perubahan pH dapat mengganggu

keseimbangan protein, vitamin dan proses metabolisme. Bila pH mencapai nilai 8,

maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal (Murphy, 2000).

3. Terjadinya defisiensi CO2 menyebabkan spasme pada otot polos bronkus,

kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ

lainnya. Bila penderita asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah

oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang

mengakibatkan hipoksia disertai dengan hipertensi arteri (Murphy, 2000).

Universitas Sumatera Utara


4. Kekurangan CO2 dalam pada organ-organ vital (termasuk otak) dan sel-sel

saraf meningkatkan stimulasi terhadap pusat pengendalian pernapasan di otak

yang menimbulkan rangsangan untuk bernapas, dan lebih lanjut meningkatkan

pernapasan sehingga proses pernapasan lebih intensif yang kemudian dikenal

dengan hiperventilasi atau over-breathing (VitaHealth, 2006).

5. Over-breathing dapat menyebabkan ketidakseimbangan kadar CO2 di dalam

tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah kadar O2

darah dan menurunkan jumlah O2 seluler. Keseimbangan asam-basa tubuh juga

dipengaruhi oleh pola nafas dan konsentrasi O2/ CO2. Pada waktu serangan, over-

breathing dapat menyebabkan stres pada tubuh (Pegasus Neuro Linguistic

Programming, 2009).

Menurut Buteyko, kesulitan bernapas seperti yang dialami oleh penderita

asma merupakan salah satu tanda over-breathing dan faktanya respon alami tubuh

terhadap hal ini adalah mengurangi intake udara ke dalam paru-paru (Pegasus

Neuro Linguistic Programming, 2009). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ketika

seorang bernapas secara berlebihan, tubuh akan mengorganisasikan mekanisme

pertahanan alami untuk mempertahankan tingkat karbondioksida normal, dengan

cara sebagai berikut:

1. Spasme saluran pernapasan dan alveolus. Keduanya bergerak menguncup

untuk mempersempit bukaan jalaan napas dalam upaya mempertahankan CO2 di

paru-paru.

2. Timbulmya mukus dalam saluran pernapasan, yang merupakan cara lain dari

tubuh untuk mempersempit saluran udara dalam mempertahankan CO2.

Universitas Sumatera Utara


3. Pembengkakan lapisan permukaan saluran pernapasan sebelah dalam dengan

tujuan yang sama yaitu mempertahankan CO2 (VitaHealth, 2000).

Teknik Pernapasan Buteyko bertujuan untuk memperbaiki kebiasaan buruk

penderita asma yaitu over-breathing atau hiperventilasi dan mengubahnya

menjadi kebiasaan baru yaitu bernapas lebih lambat dan lebih dangkal. Teknik

Pernapasan Buteyko meliputi dua hal penting yaitu relaksasi dan latihan. Pada

tahapan relaksasi, postur tubuh diatur secara rileks terutama tubuh bagian atas.

Teknik pernapasan ini dilakukan untuk merilekskan otot pernapasan dan iga

secara perlahan-lahan yaitu adanya peregangan ke arah luar selama inspirasi dan

penarikan iga ke arah dalam selama ekspirasi. Penderita dianjurkan untuk

mengurangi melakukan pernapasan melalui mulut, tetapi lebih diutamakan untuk

melakukan pernapasan melalui hidung saat serangan asma terjadi (Dupler, 2005).

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik pernapasan

Buteyko adalah mengajarkan penderita asma untuk lebih terorientasi pada

pernapasan melalui hidung, bukan melalui mulut (Mortin, 1999 dalam Thomas,

2004). Menurut Buteyko, bernapas melalui hidung akan mengurangi

hiperventilasi (bernapas dalam) sehingga cara terbaik untuk menghemat CO2

yang keluar adalah dengan merelaksasikan otot-otot pernapasan sehingga

insufisiensi udara yang terjadi saat serangan asma dapat berkurang (Thomas,

2004).

Selain itu, selama latihan perlu diperhatikan pula control pause yaitu waktu

untuk menahan napas secara terkendali. Lamanya waktu penderita menahan napas

harus dicatat. Pada penderita asma, control pause hanya bisa dicapai selama 5-15

Universitas Sumatera Utara


detik. Bila melakukan teknik pernapasan Buteyko secara benar, maka tubuh dapat

menahan napas atau mencapai waktu control pause selama 40-60 detik (Dupler,

2005, USA Buteyko Clinic, 2008).

Latihan-latihan yang digunakan dalam Teknik Pernapasan Buteyko berbeda

panjang dan frekuensinya, tergantung pada tingkat keparahan penyakit yang

diderita. Latihan pernapasan Buteyko dilakukan sebelum makan atau menunggu

setidaknya dua jam setelah makan karena pencernaan dapat mempengaruhi

pernapasan (Roy, 2006).

Adapun beberapa persiapan dasar yang perlu dipahami dalam melakukan

teknik pernapasan Buteyko ini menurut Thomas (2004) adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran waktu control pause

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, sebelum dan sesudah

latihan harus diperiksa terlebih dahulu control pause.

2. Postur (Sikap Tubuh).

Dalam melakukan latihan pernapasan Buteyko, postur yang baik sangat

berperan penting dalam keberhasilan latihan untuk mengurangi hiperventilasi.

Penggunaan kursi yang memiliki sandaran tegak dan tinggi memungkinkan untuk

mengistirahatkan kaki di lantai dengan nyaman dan memungkinkan untuk duduk

dengan posisi yang benar. Jika tidak memiliki kursi dengan sandaran yang lurus,

maka posisi kepala, bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus.

3. Konsentrasi

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Rasakan udara yang bergerak

masuk dan keluar dari lubang hidung dan gerakan berbeda dari tubuh ketika

Universitas Sumatera Utara


menarik napas dan menghembuskan napas. Walaupun berkonsentrasi pada

pernapasan mungkin dirasakan sebagai hal yang aneh, tetapi kita tidak dapat

mengubah pola pernapasan kita jika tidak menyadari bagaimana kita bernapas.

4. Relaksasi Bahu

Bahu merupakan bagian penting untuk memperbaiki pernapasan. Oleh

karena tejadi ketegangan dan kekakuan menyebabkan kesulitan untuk menaikkan

otot bahu saat bernapas sehingga mempengaruhi jumlah udara ke dalam paru-

paru. Cobalah untuk sesantai mungkin dan biarkan bahu rileks dengan posisi

alamiah setiap kali bernapas. Relaksasi juga akan membantu mengatur

pernapasan.

5. Memantau aliran udara

Rasakan jumlah aliran udara melalui lubang hidung dengan cara

meletakkan jari di bawah hidung sehingga sejajar dengan lantai. Aliran udara

harus dapat dirasakan keluar dari lubang hidung, tetapi posisi jari tidak boleh

terlalu dekat ke lubang hidung karena dapat mengganggu aliran udara yang masuk

dan keluar dari lubang hidung.

6. Bernapas dangkal

Ketika mulai terasa aliran udara menyentuh jari saat menghembuskan

napas, maka mulailah menarik napas kembali. Hal ini akan menyebabkan

penurunan jumlah udara untuk setiap kali bernapas. Setelah melakukan hal ini,

akan terjadi peningkatan jumlah napas yang dihirup per menit, tapi tidak masalah

jika tujuannya adalah untuk mengurangi volume udara. Udara yang sedikit hangat

terasa di jari menandakan semakin berhasilnya penurunan volume udara setiap

Universitas Sumatera Utara


kali bernapas. Tujuannya adalah untuk terus bernapas dengan cara ini selama 3-5

menit.

Kemungkinan yang terjadi adalah tidak dapat menyelesaikan 5 menit

penuh saat pertama kali latihan. Seperti latihan lain pada umumnya, akan lebih

mudah dipahami melalui praktek. Jika mengambil napas dari udara, maka hal itu

berarti adanya usaha untuk mengurangi volume udara yang terlalu cepat dan perlu

untuk memperlambatnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil yaitu

pernapasan dapat dikurangi selama 3-5 menit pada suatu waktu. Cara untuk

latihan bernapas dangkal ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1

Bernapas hanya melalui hidung, baik inspirasi maupun ekspirasi. Pastikan

mulut tertutup sewaktu bernapas.

Langkah 2

Bernapaslah hanya dengan diafragma, tidak dengan pernapasan dada. Atur

posisi dan duduklah di depan cermin. Letakkan tangan di perut, lalu tarik napas.

Perhatikan bahwa tidak terjadi penggunaan otot-otot dada untuk bernapas, yang

bergerak turun hanya tangan yang sebelumnya diletakkan di perut. Ketika

menghembuskan napas, tangan yang diletakkan di perut harus bergerak naik ke

posisi normal (posisi sebelumnya).

Langkah 3

Letakkan jari di bawah hidung. Napas haruslah sangat dangkal dimana

hampir tidak terasa pergerakan udara (saat tarikan dan hembusan napas).

7. Pengukuran control pause and pemeriksaan denyut nadi

Universitas Sumatera Utara


Setelah menyelesaikan tahapan 5 menit seperti yang tersebut di atas ,

selama apapun waktunya untuk mulai latihan, maka harus diperiksa kembali

denyut nadi dan control pause.

8. Istirahat

Sebelum memulai tahapan 5 menit berikutnya, sebaiknya istirahat. Untuk

memperoleh manfaat besar dari latihan pernapasan Buteyko ini, maka dibutuhkan

waktu minimal 20 menit per hari.

9. Latihan Blok

Setiap sesi terdiri dari 4 blok penurunan frekuensi bernapas dengan

memeriksa denyut nadi dan control pause sebelum dan setelah latihan.

Dibandingkan dengan sesi awal, maka control pause harus lebih panjang

waktunya dan untuk denyut nadi harus lebih rendah.

2.5. Tahapan Latihan Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik pernapasan Buteyko adalah satu set latihan pernapasan sederhana

untuk membantu mengendalikan asma dan gangguan pernapasan lainnya.

Lamanya waktu untuk melakukan seluruh tahapan teknik pernapasan ini adalah 25

menit. Adapun langkah-langkah secara umum dalam melakukan latihan teknik

pernapasan ini adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Tes Bernapas Contol pause

Pada tahap awal, sebagai pemanasan sebaiknya ambil napas terlebih dahulu

sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan. Setelah itu, lihat berapa

lama waktu dapat menahan napas. Tujuannya adalah untuk dapat menahan napas

selama 40-60 detik.

Universitas Sumatera Utara


Langkah 2 : Pernapasan Dangkal

Ambil napas dangkal selama 5 menit. Bernapas hanya melalui hidung,

sedangkan mulut ditutup. Kemudian lakukan tes bernapas control pause. Hitung

kembali waktu untuk dapat menahan napas.

Langkah 3: Teknik Gabungan

Ulangi kembali "tes control pause- bernafas dangkal- tes control pause

sebanyak 4 kali.

Sedangkan untuk setiap tingkat kesulitan latihan, maka langkah-langkah

yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Tingkat kesulitan sangat mudah, tahapannya adalah :

Langkah 1

Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur

pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan

menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.

Langkah 2

Tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan. Dengan bernapas melalui

hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar

nitrat oksida dalam paru-paru.

Langkah 3

Bernapas penuh melalui hidung. Pastikan bernapas hanya melalui hidung,

karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat

mengeringkan saluran pernapasan.

Universitas Sumatera Utara


Langkah 4

Setelah menghembuskan napas, tahan napas sesuai dengan kemampuan

hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat sulit pada

awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan terbiasa. Jangan mencoba

untuk menahan napas lebih lama dari yang diperlukan.

Langkah 5

Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan

kemampuan sampai terasa dorongan untuk menghembuskan napas. Ulangi

tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih bernapas melalui hidung. Pastikan

dalam menarik napas dan menghembuskan secara perlahan untuk mencegah

hiperventilasi.

b. Tingkat kesulitan mudah, tahapannya adalah :

Langkah 1

Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman

tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.

Langkah 2

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapas

dalam melalui hidung. Lakukan hal ini minimal selama 1 menit.

Langkah 3

Ambil napas dangkal. Hiruplah udara secukupnya sehingga dapat bernapas

dengan nyaman. Tahan napas sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan

diri dengan langkah ini. Jika merasa terengah-engah, kembali ke langkah 2 dan

mulai dari awal lagi.

Universitas Sumatera Utara


Langkah 4

Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya. Lakukan selama 10

menit per hari.

c. Tingkat kesulitan sedang, tahapannya adalah :

Langkah 1

Duduklah dalam posisi tegak dan bernapas dangkal selama 3 menit.

Langkah 2

Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan

cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan

napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin

hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan

ini adalah 60 detik.

Langkah 3

Bernafas dangkal selama 3 menit.

Langkah 4

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung

dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk

mengambil napas dalam.

Langkah 5

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 6

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung

dan tahan napas selama 30 detik. Kembali bernapas normal.

Universitas Sumatera Utara


Langkah 7

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 8

Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.

Langkah 9

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 10

Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control

pause harus lebih baik dibandingkan saat awal latihan.

2.6. Teknik Pernapasan Buteyko pada Penderita Asma

Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki cara bernapas

pada penderita asma adalah teknik pernapasan Buteyko (Fadhil, 2009). Teknik

pernapasan Buteyko memiliki kegunaan untuk memperbaiki cara bernapas pada

penderita asma agar dapat bernapas secara efisien dan benar agar gejala asma

seperti hiperventilasi dapat dikurangi (Kolb, 2009).

Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan teknik pernapasan Buteyko

adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan

menahan napas menurut kemampuan penderita asma (Roy, 2006). Menurut

penelitian yang dilakukan oleh Ma (2002) terhadap penderita PPOK, maka dengan

menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan kemampuan

fungsi paru penderita PPOK secara signifikan.

Latihan pernapasan Buteyko membantu menyeimbangkan kadar

karbondioksida dalam darah yang hilang akibat hiperventilasi sehingga membantu

Universitas Sumatera Utara


pelepasan hemoglobin dalam darah untuk melepaskan oksigen sehingga

transportasi oksigen ke jaringan berjalan lancar (Roy, 2006). Teknik pernapasan

Buteyko juga dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas pada penderita

asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif

akibat hiperventilasi. Sesuai dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi

pembuluh darah dan otot, maka dengan menjaga keseimbangan kadar

karbondioksida dalam darah akan mengurangi terjadinya bronkospasme pada

penderita asma (Kolb, 2009).

Latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur akan mengurangi ekspirasi

paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak

(Murphy, 2000). Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka

peningkatan kadar karbondioksida dapat tercapai sehingga terjadi dilatasi otot

bronkus yang kemudian mengurangi bronkospasme dan munculnya wheezing

(Mchugh et al., 2003).

Dengan begitu teknik pernapasan Buteyko dapat memperbaiki keadaan

fisiologis paru pada penderita asma disertai dengan penurunan hiperventilasi

akibat hilangnya karbondioksida saat terjadinya serangan asma (Dupler, 2005).

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Salah satu bentuk terapi komplementer untuk penderita asma adalah teknik

olah napas. Teknik olah napas yang dirancang untuk penderita asma adalah teknik

pernapasan Buteyko. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi hiperventilasi yang

terjadi saat serangan asma. Hiperventilasi yang terjadi sebagai tanda gejala asma

dapat mengganggu produktivitas penderita. Maka, penurunan hiperventilasi dan

over- breathing pada penderita asma dapat meningkatkan kualitas hidup penderita

(Thomas, 2004).

Latihan pernapasan Buteyko membantu menyeimbangkan kadar

karbondioksida dalam darah yang hilang akibat hiperventilasi sehingga membantu

pelepasan hemoglobin dalam darah untuk melepaskan oksigen sehingga

transportasi oksigen ke jaringan berjalan lancar (Roy, 2006). Teknik pernapasan

Buteyko juga dapat membantu mengurangi kesulitan bernapas pada penderita

asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif

akibat hiperventilasi dan mengurangi terjadinya bronkospasme pada penderita

asma (Kolb, 2009).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merumuskan kerangka penelitian

berdasarkan konsep asma dan teknik pernapasan Buteyko untuk melihat

efektivitas teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma. Penelitian

ini menggunakan 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Untuk kedua kelompok ini akan diawali dengan pengisian kuesioner tentang

Universitas Sumatera Utara


gejala asma (pre-test). Kemudian pada kelompok intervensi akan dilakukan teknik

pernapasan Buteyko. Setelah intervensi, kelompok ini kembali mengisi kuesioner

tentang penurunan gejala asma (post-test). Pada akhir penelitian, kelompok

kontrol juga mengisi kuesioner tentang gejala asma yang dialami.

Skema 2. Kerangka Penelitian Efektivitas Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap

Penurunan Gejala Asma pada Penderita Asma.

Kelompok Gejala asma Gejala asma


Intervensi : (Pre-test) X (Post-test)

Kelompok Gejala asma Gejala asma


Kontrol : (Pre-test) (Post-test)

2. Definisi Operasional

2.1. Gejala Asma

Gejala asma adalah beberapa keluhan penderita asma berupa gejala asma

mingguan seperti batuk, sesak napas, wheezing, rasa tertekan di dada, tidur yang

terganggu dan gejala asma bulanan seperti gejala harian (batuk, sesak napas,

wheezing dan rasa tertekan di dada), gangguan aktivitas, gangguan tidur, dan

kebutuhan obat penurun gejala asma yang diobservasi sebelum dan sesudah

pemberian teknik pernapasan Buteyko dengan menggunakan lembar observasi

gejala asma mingguan yang terdiri dari 5 item gejala dan lembar observasi gejala

asma bulanan yang terdiri dari 4 item gejala yang kemudian dibagi menjadi 3

kategori yaitu kategori ringan, sedang dan berat.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2. Kategori Gejala Asma

Kategori Rentang
Kategori gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada setiap gejala asma
yang dialami responden kelompok intervensi
Ringan 0-3
Sedang 4-6
Berat 7-10
Kategori jumlah total skor gejala asma mingguan yang dialami responden pada
kelompok intervensi
Ringan 0-16
Sedang 17-33
Berat 34-50
Kategori jumlah total skor gejala asma bulanan yang dialami responden pada
kelompok intervensi
Ringan 0-12
Sedang 13-25
Berat 26-40
Kategori gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada setiap gejala asma
yang dialami responden kelompok kontrol
Ringan 0-2
Sedang 3-4
Berat 5-6
Kategori jumlah total skor gejala asma mingguan yang dialami responden pada
kelompok kontrol
Ringan 0-10
Sedang 11-20
Berat 21-30
Kategori jumlah total skor gejala asma bulanan yang dialami responden pada
kelompok kontrol
Ringan 0-8
Sedang 9-16
Berat 17-24
Kategori gejala asma mingguan yang dialami setiap responden,baik kelompok
kontrol maupun kelompok intervensi
Ringan 0-2
Sedang 3-5
Berat 6-10
Kategori gejala asma bulanan yang dialami setiap responden, baik kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol
Ringan 0-2
Sedang 3-4
Berat 5-8
Kategori setiap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada setiap
responden
Ringan 0
Sedang 1
Berat 2

Universitas Sumatera Utara


2.2. Teknik Pernapasan Buteyko

Teknik Pernapasan Buteyko yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

teknik olah napas dengan orientasi pernapasan melalui hidung secara benar untuk

mencapai waktu control pause 40-60 detik yang terdiri dari latihan mengatur

napas, konsentrasi dalam bernapas, relaksasi bahu, memantau aliran udara, latihan

bernapas dangkal, latihan menahan napas, dan latihan blok dengan frekuensi

latihan 1 kali sehari selama sebulan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen yaitu

nonequivalent pre-post test control group design untuk mengidentifikasi

efektifitas teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma. Penelitian

ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan teknik

pernapasan Buteyko dan kelompok kontrol yang tidak diberikan teknik

pernapasan Buteyko.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini pada awalnya adalah semua penderita asma yang

mengikut i latihan pernapasan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara

Cabang Medan.. Namun, karena ada kendala dalam perizinan tempat penelitian,

maka populasi penelitian ini berubah menjadi penderita asma di Kota Medan.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan penarikan

sampel secara purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan pertimbangan tertentu (Notoatmodjo, 2002, Arikunto, 2006).

Peneliti mengembangkan kriteria tertentu yang dianggap mewakili bagi populasi

target dan dengan sengaja memilih unit sampling yang sesuai dengan kriteria

(Dempsey & Dempsey, 1996).

Adapun kriteria inklusi sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menderita gejala asma 1 tahun

b. Menggunakan bronkodilator

Universitas Sumatera Utara


c. Tidak merokok dan tidak minum alkohol

d. Pria/ wanita dewasa berusia sekitar 20-60 tahun

e. Penderita asma kategori intermiten, persisten ringan dan persisten sedang

f. Untuk sampel yang menjadi kelompok intervensi bersedia mengikuti latihan

teknik pernapasan Buteyko sesuai jadwal latihan yaitu 1 kali sehari selama satu

bulan waktu penelitian dan tidak melakukan latihan teknik pernapasan lainnya di

luar jadwal yang dikontrol peneliti.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan tabel power

analisis dengan level of significance merupakan derajat kemaknaan ()=0.05,

effect size merupakan ukuran kesalahan dari hipotesa nol ()=0.50, dan power (1-

) merupakan kekuatan uji atau kekuatan untuk menolak hipotesa nol=0.60 (Polit

& Hungler, 1999), sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 15 orang.

Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Mardhiah (2009) dimana dalam penelitian

tersebut dikemukakan bahwa dengan penggunaan tabel power analisis seperti

tercantum di atas, perolehan jumlah sampel sudah dikategorikan mencukupi untuk

melakukan penelitian sejenis. Selanjutnya dari jumlah tersebut, maka sampel

dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu 7 orang kelompok intervensi dan 7 lainnya

pada kelompok kontrol.

Namun oleh karena keterbatasan penelitian, maka jumlah sampel yang

diperoleh adalah 8 orang responden, yang kemudian dibagi menjadi 5 orang

kelompok intervensi dan 3 orang kelompok kontrol. Sampel dalam penelitian ini

diperoleh dari informasi pihak Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara

Cabang Medan sebanyak 3 orang , penederita asma di Fakultas Keperawatan USU

Universitas Sumatera Utara


sejumlah 2 orang dan 3 sampel lainnya diperoleh dari informasi orang-orang

terdekat penderita asma tersebut.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini pada awalnya direncanakan untuk dilaksanakan di Lembaga

Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Namun, karena terjadi kendala

dalam perizinan tempat penelitian, maka penelitian dilakukan di Kota Medan.

Alasan peneliti memilih Kota Medan karena memudahkan jangkauan peneliti

dalam pengambilan sampel. Namun karena keterbatasan peneliti, hanya ada 3

kecamatan saja yang menjadi tempat penelitian ini yaitu Kecamatan Medan Johor,

Kecamatan Medan Baru dan Kecamatan Medan Selayang. Penelitian ini

dilaksanakan selama 3,5 bulan yaitu dari 7 Maret hingga 20 Juni 2010.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini mempertimbangkan etik penelitian yaitu dengan terlebih

dahulu meminta persetujuan dan kesediaan calon responden untuk

memperlihatkan surat keterangan tertulis dari dokter yang menyatakan bahwa

calon responden menderita asma. Selanjutnya, peneliti memberi penjelasan

kepada calon responden tentang tujuan, manfaat penelitian, lamanya waktu

penelitian, prosedur pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko dan lamanya

pelaksanaan teknik pernapasan Buteyko dilakukan. Calon responden yang

bersedia dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Calon responden

yang tidak bersedia berhak untuk menolak.

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu baik secara fisik

maupun psikologis. Di awal latihan, responden mengalami proses adaptasi

Universitas Sumatera Utara


terhadap latihan teknik pernapasan Buteyko, dimana responden merasa sedikit

sulit untuk mengatur pernapasan. Teknik pernapasan Buteyko dihentikan pada

penderita asma yang mengalami status asmatikus dimana kondisi penderita asma

tiba-tiba menjadi buruk. Penderita asma diistirahatkan selama 15 menit apabila

merasa terengah-engah selama melakukan latihan menahan napas dengan tujuan

untuk mengatur napas. Peneliti menjaga kerahasiaan data pribadi responden

dengan tidak mencantumkan nama responden. Peneliti memberi kode pada

instrumen penelitian untuk memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi data-

data yang diperlukan dalam penelitian. Peneliti menggunakan data responden

hanya untuk kepentingan penelitian.

5. Instrumen Penelitian

5.1. Data Demografi

Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, TB (Tinggi

Badan), BB (Berat Badan), lama terdiagnosa asma, penggunaan obat penurun

gejala asma, pekerjaan dan suku. Data demografi ini berguna untuk membantu

peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap

penelitian ini.

5.2. Lembar Observasi Penurunan Gejala Asma Pre-Post Intervensi

Lembar observasi penurunan gejala asma mingguan pre-post teknik

pernapasan Buteyko mengacu pada hasil penelitian yang di lakukan oleh

Mardhiah (2009) dimana Mardhiah memodifikasi lembar observasi gejala asma

mingguan dari hasil penelitian Osman, et al. (2001) dan lembar observasi gejala

asma bulanan dari Global Initiative for Asthma (2008).

Universitas Sumatera Utara


Lembar observasi gejala asma mingguan mengukur gejala asma yang terjadi

selama satu minggu yang terdiri dari 5 poin yaitu gejala batuk, sesak, wheeze,

dada tertekan dan gangguan tidur. Sedangkan lembar observasi gejala asma

bulanan mengukur gejala asma yang terjadi selama satu bulan terakhir yang terdiri

dari 4 poin yaitu gejala harian (sesak, batuk, wheeze dan dada tertekan). Gangguan

aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala. Pengisian lembar

observasi ini dilakukan untuk masing-masing kuisioner observasi gejala asma

mingguan dan gejala asma bulanan.

5.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma sudah pernah diuji coba

sebelumnya dalam penelitian Mardhiah (2009) sehingga uji validitas dan uji

reliabilitas instrumen penelitian ini mengacu pada uji validitas dan uji reliabilitas

penelitian tersebut. Uji validitas terhadap instrumen penelitian oleh Mardhiah

(2009) dilakukan oleh ahli yang berkompeten di dalam bidang paru yaitu Prof.

Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K) dan dinyatakan sudah valid. Jenis uji validitas yang

dilakukan yaitu validitas internal jenis construct validity yang memperlihatkan

kaitan antara dua gejala atau lebih yang tidak dapat diukur secara langsung dan

validitas isi yang menilai sejauhmana instrumen penelitian ini memuat rumusan-

rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menururt tujuan tertentu (Setiadi,

2007).

Uji reliabilitas instrumen penelitian oleh Mardhiah (2009) dilakukan dengan

analisis cronbach alpha dengan hasil koefisen reliabilitas untuk kuesioner gejala

asma mingguan yaitu 0.673 dan hasil koefisien realibilitas kuesioner gejala asma

Universitas Sumatera Utara


bulan yaitu 0.840. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2006), bahwa suatu

instrumen akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.600.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Meminta persetujuan calon responden untuk memperlihatkan surat keterangan

dokter yang menyatakan calon responden terdiagnosa asma.

2. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data pada calon

responden.

3. Meminta persetujuan calon responden untuk tidak melakukan teknik

pernapasan ataupun alternatif pernapasan lain untuk menurunkan gejala asma

selama 1 bulan penelitian.

4. Memberikan informed consent kepada calon responden.

5. Mengisi kuesioner data demografi oleh responden.

6. Melakukan pengisian lembar kuesioner observasi tentang gejala asma pada

responden di awal pertemuan sebelum pemberian intervensi sehingga diperoleh

data tentang gejala asma.

7. Menjelaskan jadwal kontrak kegiatan penelitian secara keseluruhan kepada

responden.

8. Menjelaskan jadwal kontrak latihan kepada responden kelompok intervensi.

9. Mendemonstrasikan teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan

sangat mudah sebanyak 2 kali, selama 20 menit/ session kepada responden

kelompok intervensi di hari pertama minggu pertama latihan.

Universitas Sumatera Utara


10. Meminta responden kelompok intervensi untuk mengulang kembali tahapan

latihan teknik pernapasan Buteyko sebanyak 2 kali seperti yang telah diperagakan

peneliti.

11. Melatih responden kelompok intervensi dalam melakukan tahapan latihan

teknik pernapasan Buteyko selama 20 menit pada hari kedua minggu pertama

latihan.

12. Memberikan protokol dan panduan latihan teknik pernapasan Buteyko dengan

tingkat kesulitan sangat mudah di akhir latihan pada hari kedua minggu pertama

latihan.

13. Meminta kesediaan dan kejujuran responden untuk melakukan teknik

pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan sangat mudah setiap harinya.

14. Mendemonstrasikan teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan

mudah sebanyak 2 kali, selama 20 menit/ session kepada responden kelompok

intervensi pada hari pertama minggu kedua latihan.

15. Meminta responden kelompok intervensi untuk mengulang kembali tahapan

latihan teknik pernapasan Buteyko sebanyak 2 kali seperti yang telah diperagakan

peneliti.

16. Melatih responden kelompok intervensi dalam melakukan tahapan latihan

teknik pernapasan Buteyko pada hari kedua minggu kedua latihan.

17. Memberikan protokol dan panduan latihan teknik pernapasan Buteyko dengan

tingkat kesulitan mudah di akhir latihan pada hari kedua minggu kedua latihan.

18. Meminta kesediaan dan kejujuran responden untuk melakukan teknik

pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan mudah setiap harinya.

Universitas Sumatera Utara


19. Mendemonstrasikan teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan

sedang sebanyak 2 kali kepada responden kelompok intervensi pada hari pertama

minggu keempat latihan.

20. Meminta responden kelompok intervensi untuk mengulang kembali tahapan

latihan teknik pernapasan Buteyko sebanyak 2 kali seperti yang telah diperagakan

peneliti.

21. Melatih responden kelompok intervensi dalam melakukan tahapan latihan

teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan sedang pada hari kedua

minggu keempat latihan.

22. Memberikan protokol dan panduan latihan teknik pernapasan Buteyko dengan

tingkat kesulitan sedang di akhir latihan pada hari kedua minggu kempat latihan.

23. Meminta kesediaan dan kejujuran responden untuk melakukan teknik

pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan sedang setiap harinya.

24. Melatih responden kelompok intervensi dalam melakukan tahapan latihan

teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan sedang pada hari terakhir

minggu keempat latihan.

25. Melakukan pengisian lembar kuesioner observasi post intervensi pada minggu

terakhir latihan hingga diperoleh penurunan gejala asma setelah latihan teknik

pernapasan Buteyko selama 1 bulan.

26. Melakukan pengisian lembar kuesioner observasi tentang gejala asma pada

kelompok kontrol di akhir minggu keempat dari 1 bulan jadwal penelitian.

Peneliti seharusnya memantau dan memastikan latihan teknik pernapasan

Buteyko yang dilakukan oleh responden setiap harinya. Namun, karena

Universitas Sumatera Utara


keterbatasan peneliti maka peneliti hanya mampu melakukan pengumpulan data

seperti penjabaran di atas.

7. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data

yang diperoleh dari setiap responden pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi yaitu berupa data demografi. Pada kelompok intervensi diperoleh data

hasil pengisian kuesioner penurunan gejala asma sebelum dan sesudah intervensi.

Sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak dilakukan intervensi teknik

pernapasan Buteyko diperoleh data berupa hasil pengisian kuesioner tentang

gejala asma pada awal dan akhir penelitian. Data penelitian tersebut dibandingkan

dengan menguji hipotesa penelitian sehingga diketahui efektivitas teknik

pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma. Selanjutnya dilakukan

pengolahan data.

7.1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi yang

meliputi jenis kelamin, usia, TB (Tinggi Badan), BB (Berat Badan), lama

terdiagnosa asma, penggunaan bronkodilator, suku, pekerjaan dan data penurunan

gejala asma pre dan post dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

7.2. Statistik Inferensial

Statistik inferensial digunakan untuk menganalisis penurunan gejala asma

antara pre dan post kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Selanjutnya

statistik inferensial juga digunakan untuk membandingkan perbedaan penurunan

gejala asma antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

Universitas Sumatera Utara


Adapun uji inferensial yang dipakai adalah uji statistik parametrik yaitu uji

paired t-test yang digunakan untuk membandingkan penurunan gejala asma pre

dan post teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan untuk

membandingkan ada atau tidaknya perbedaan gejala asma pada kelompok kontrol.

Uji paired t-test digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi normal.

Pada uji paired t-test tersebut diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan

besarnya peluang hasil penelitian (probabilitas). Kesimpulan hasilnya

diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha ( = 0.05). Bila

nilai p , maka keputusannya adalah Ha diterima (Portney & Watkins, 2000).

Untuk membandingkan ada atau tidaknya perbedaan penurunan gejala asma

antara kelompok kontrol dengan kelompok intervensi setelah pemberian teknik

pernapasan Buteyko, digunakan uji independent t-test. Uji independent t-test

digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi normal. Sama halnya dengan

uji paired t-test, pada uji independent t-test diperoleh nilai p, yaitu nilai yang

menyatakan besarnya peluang hasil penelitian (probabilitas). Kesimpulan hasilnya

diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha ( = 0.05). Bila

nilai p , maka keputusannya adalah Ha diterima (Portney & Watkins, 2000).

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

efektivitas teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada

penderita asma di Kota Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini melibatkan 11 orang responden yang dibagi menjadi 2

kelompok yaitu 6 orang pada kelompok intervensi dan 5 orang pada kelompok

kontrol. Hasil penelitian ini menguraikan karakteristik demografi responden,

gejala asma pre dan post teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi

dan pada kelompok kontrol serta perbandingan penurunan gejala asma antara post

intervensi teknik pernapasan Buteyko dengan post kontrol.

1.1. Karakteristik Demografi Responden

Responden penelitian ini adalah penderita asma yang memenuhi kriteria

sampel penelitian dan berada di Kota Medan. Usia responden dalam penelitian ini

berada pada rentang 21 - 54 tahun dan didominasi oleh responden dengan rentang

usia 20-40 tahun (87.5%, n=7) yang merupakan rentang usia dewasa muda.

Berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan hampir mendominasi

(87.5%, n=7). Berat badan seluruh responden dalam penelitian ini berada pada

rentang 39-70 kg. Mayoritas berat badan responden berada pada rentang 48-55

kg (62.5%, n=5).

Universitas Sumatera Utara


Tinggi badan seluruh responden dalam penelitian ini berada pada rentang

153-163 cm. Mayoritas responden memiliki tinggi badan 156-158 cm (62.5%,

n=5). Lamanya responden terdiagnosa asma pada umumnya berada pada rentang

16-20 tahun (37.5%, n=3).

Seluruh responden dalam mengatasi gejala asma memakai bronkodilator

(100%, n=8). Mayoritas responden masih berstatus mahasiswa (50%, n=4).

Berdasarkan kategori suku, kebanyakan responden merupakan suku Jawa (37.5%,

n=3) dan suku Batak (37.5%, n=3). Karakteristik demografi responden dapat

dilihat pada tabel 3 .

Tabel 3. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik Responden Kelompok Intervensi dan


Data Demografi Kelompok Kontrol
Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Usia (tahun)
20-40 7 87.5
41-60 1 12.5
(M= 25.88, SD= 11.420),
Min-max=21-54)
2. Jenis Kelamin
Perempuan 7 87.5
Laki-laki 1 12.5
3. BB (kg)
39-47 1 12.5
48-56 5 62.5
57-65 1 12.5
66-74 1 12.5
(M= 54.13, SD= 8.855,
Min-max=39-70)
4. TB (cm)
153-155 1 12.5
156-158 5 62.5
159-161 1 12.5
161-164 1 12.5
(M= 157.25, SD= 3.412,
Min-max=153-163)

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 3

Karakteristik Responden Kelompok Intervensi dan


Data Demografi Kelompok Kontrol
Frekuensi (f) Persentase (%)
6. Indeks Massa Tubuh
<18.5 1 12.5
18.5-24.9 5 62.5
25.0-29.9 2 25.0
>30.0 0 0.0
(M= , SD= ,
Min-max= 2-18)
7. Lama terdiagnosa asma
1-5 2 25.0
6-10 1 12.5
11-15 2 25.0
16-20 3 37.5
(M= 11.38 , SD=6.140 ,
Min-max= 2-18 )
8. Menggunakan Bronkodilator
Ya 8 100
Tidak 0 0
9. Pekerjaan
Mahasiswa 4 50.0
Wiraswasta 1 12.5
Guru 1 12.5
PNS 1 12.5
Ibu Rumah Tangga 1 12.5
10. Suku
Batak 3 37.5
Jawa 3 37.5
Mandailiing 2 25.0

1.2. Gejala asma Responden Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko dan

Gejala asma Responden Pre-Post Kontrol

Gejala asma yang dialami responden diidentifikasi tingkat keparahannya

dengan menggunakan lembar observasi yang mengukur gejala asma selama

sebulan dan gejala asma selama seminggu. Tingkat keparahan gejala asma akan

terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh. Semakin besar total skor yang

Universitas Sumatera Utara


diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur

semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor gejala asma yang

diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang dialami dalam

rentang waktu yang diukur.

Gejala asma mingguan yang dialami responden pre teknik pernapasan

Buteyko pada umumnya berada pada kategori sedang. Namun, pada post teknik

pernapasan Buteyko mengalami penurunan menjadi kategori ringan. Untuk setiap

gejala seperti sesak dan gangguan tidur yang pada saat pre intervensi berada pada

kategori berat mengalami penurunan menjadi kategori ringan pada post intervensi

Untuk gejala seperti batuk dan dada tertekan yang saat pre intervensi berada pada

kategori sedang mengalami penurunan menjadi kategori ringan pada post

intervensi. Untuk gejala wheeze saat pre-post intervensi tetap berada pada kategori

ringan dan mengalami perubahan nilai total skor yaitu dari nilai total skor 2

berkurang menjadi 1. Gejala asma yang dialami responden selama seminggu pre

dan post teknik pernapasan Buteyko dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre-Post Teknik Pernapasan

Buteyko

Gejala Tingkat Gejala


Mingguan Pre-Test Post-Test
Total M SD Kategor Total Skor M SD Kategor
Skor i i
Batuk 4 0.80 0.447 Sedang 1 0.20 0.447 Ringan
Sesak 7 1.40 0.548 Berat 1 0.20 0.447 Ringan
Wheeze 2 0.40 0.447 Ringan 1 0.20 0.447 Ringan
Dada 6 1.20 0.548 Sedang 0 0.00 0.000 Ringan
Tertekan
Gangguan Tidur 7 1.40 0.548 Berat 1 0.20 0.447 Ringan
Jumlah 26 5.20 0.837 Sedang 4 0.80 0.837 Ringan

Universitas Sumatera Utara


Gejala asma mingguan yang dialami responden pre kontrol pada umumnya

berada pada kategori sedang. Pada post kontrol pun gejala asma minnguan

responden tetap berada pada kategori sedang. Namun demikian, terjadi kenaikan

jumlah total skor antara pre-post kontrol. Untuk setiap gejala seperti wheeze,

bahkan mengalami peningkatan dari kategori ringan saat pre kontrol menjadi

kategori sedang saat post kontrol. Sedangkan gejala batuk dan sesak, walaupun

tetap berada berada pada kategori sedang baik saat pre maupun post kontrol, akan

tetapi kedua gejala ini mengalami kenaikan nilai total skor. Untuk gejala

gangguan tidur tetap berada pada kategori ringan dan juga tidak mengalami

perubahan nilai total skor selama pre-post kontrol. Gejala asma yang dialami

responden selama seminggu kontrol dapat dilihat pada tabel 5 di atas.

Tabel 5. Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre-Post Kontrol

Gejala Tingkat Gejala


Mingguan Pre-Test Post-Test
Total M SD Kategori Total Skor M SD Kategor
Skor i

Batuk 3 1.00 1.000 Sedang 4 1.33 0.577 Sedang


Sesak 3 1.00 1.000 Sedang 4 1.33 0.577 Sedang
Wheeze 2 0.67 0.577 Ringan 4 1.33 0.577 Sedang
Dada 2 0.67 0.577 Ringan 2 0.67 0.577 Ringan
Tertekan
Gangguan 3 1.00 1.000 Sedang 3 1.00 1.000 Sedang
Tidur
Jumlah 13 4.33 2.309 Sedang 17 5.67 2.062 Sedang

Gejala asma bulanan yang dialami responden pre teknik pernapasan

Buteyko pada umumnya berada pada kategori ringan. Pada post intervensi pun

tetap berada pada kategori ringan. Namun, antara pre-post teknik pernapasan

Universitas Sumatera Utara


Buteyko terjadi penurunan jumlah total skor gejala asma yang sangat besar. Untuk

setiap gejala seperti gejala harian dimana saat pre intrvensi berada pada kategori

berat mengalami penurunan menjadi kategori ringan saat post intervensi. Gejala

gangguan tidur saat pre intervensi berada pada kategori sedang juga mengalami

penurunan gejala menjadi kategori ringan. Untuk gejala gangguan aktivitas dan

kebutuhan obat penurun gejala asma, walaupun tetap berada pada kategori ringan

selama pre-post intervensi, namun terjadi perubahan nilai total skor antara pre dan

post intervensi. Gejala asma yang dialami responden selama sebulan pre dan post

teknik pernapasan Buteyko dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post Teknik

Pernapasan Buteyko

Gejala Tingkat Gejala


Bulanan Pre-Test Post-Test
Total M SD Katego Total Skor M SD Kategori
Skor ri

Gejala Harian 7 1.40 0.548 Berat 1 0.20 0.447 Ringan


Gangguan 3 0.60 0.894 Ringan 1 0.20 0.447 Ringan
Aktivitas
Gangguan 4 0.80 0.837 Sedang 0 0.00 0.000 Ringan
Tidur
Kebutuhan 1 0.20 0.447 Ringan 0 0.00 0.000 Ringan
Obat Penurun
Gejala Asma
Jumlah 15 3.00 2.000 Ringan 2 0.40 0.894 Ringan

Gejala asma bulanan yang dialami responden pre kontrol pada umumnya

berada pada kategori sedang. Pada post kontrol pun tetap berada pada kategori

sedang. Namun demikian, terjadi kenaikan jumlah total skor antara pre dan post

kontrol. Semua gejala bulanan seperti gejala harian, gangguan aktivitas, gangguan

Universitas Sumatera Utara


tidur dan kebutuhan obat penurun gejala mengalami kenaikan nilai total skor.

Gejala gangguan aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala

mengalami peningkatan dimana saat pre kontrol berada pada kategori ringan

berubah menjadi kategori sedang saat post kontrol. Gejala harian tetap berada

pada kategori sedang selama pre-post kontrol. Gejala asma yang dialami

responden selama sebulan pre dan post kontrol dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post Kontrol

Gejala Bulanan Tingkat Gejala


Pre-Test Post-Test
Total M SD Katego Total M SD Kategori
Skor ri Skor

Gejala Harian 3 1.00 0.577 Sedang 4 1.33 0.333 Sedang


Gangguan 2 067 0.333 Ringan 4 1.33 0.333 Sedang
Aktivitas
Gangguan 2 0.67 0.333 Ringan 3 1.00 1.000 Sedang
Tidur
Kebutuhan 2 0.67 0.333 Ringan 4 1.33 0.333 Sedang
Obat Penurun
Gejala Asma
Jumlah 9 3.00 2.646 Sedang 15 5.00 1.732 Sedang

1.3. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre-Post Teknik Pernapasan

Buteyko dan Perbedaan Gejala Asma Pre-Post Kontrol

Untuk melihat perbedaan penurunan gejala asma digunakan uji paired t-test.

Namun, uji paired t-test dapat digunakan apabila data hasil penelitian terdistribusi

secara normal, sehingga data hasil penelitian perlu dilakukan uji normalitas.

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui sebaran data. Uji

normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro Wilk. Sebaran data

dari hasil penelitian ini ternyata terdistribusi secara normal artinya data variabel

Universitas Sumatera Utara


yang diukur tersebar secara merata (gejala asma mingguan intervensi: uji Shapiro

Wilk : p=0.094; gejala asma mingguan kontrol : uji Shapiro Wilk : p=0.320; gejala

asma bulanan intervensi: uji Shapiro Wilk : p=0.129; gejala asma bulanan kontrol:

uji Shapiro Wilk : p=0.266), sehingga untuk mengetahui perbedaan penurunan

gejala asma pre-post teknik pernapasan Buteyko dan perbedaan pre-post kontrol

dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik paired t-test.

Hasil analisa uji paired t-test menunjukkan bahwa pada kelompok

intervensi, gejala asma mingguan (p= 0.002) dan gejala asma bulanan (p= 0.012)

mengalami perubahan yang signifikan dimana nilai p<0.05, sehingga dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan gejala asma pre dan post teknik

pernapasan Buteyko terhadap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan.

Gejala-gejala asma mingguan seperti sesak, dada tertekan dan gangguan

tidur mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti

adanya pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap gejala sesak, dada tertekan

dan gangguan tidur. Namun, pada gejala batuk dan wheeze tidak mengalami

perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diidentifikasi >0.05, yang berarti

tidak adanya pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap gejala batuk dan

wheeze.

Gejala asma bulanan seperti gejala harian mengalami perubahan yang

signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti adanya pengaruh teknik pernapasan

Buteyko terhadap gejala harian. Namun, pada gejala gangguan aktivitas,

gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala asma tidak mengalami

perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti

Universitas Sumatera Utara


tidak terdapat pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala

gangguan aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat peurun gejala asma. Pada

tabel 8 dapat dilihat perbedaan penurunan gejala asma antara pre dan post teknik

pernapasan Buteyko.

Tabel 8. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre dan Post Teknik Pernapasan

Buteyko

No Gejala Asma SD T p value


1 Gejala Asma Mingguan 1.342 7.333 0.002
Batuk 0.548 2.449 0.070
Sesak 0.447 6.000 0.004
Wheeze 0.548 1.633 0.178
Dada Tertekan 0.707 3.162 0.034
Gangguan Tidur 0.447 6.000 0.004
2 Gejala Asma Bulanan 1.342 4.333 0.012
Gejala Harian 0.447 6.000 0.004
Gangguan Aktivitas 0.548 1.633 0.178
Gangguan Tidur 0.837 2.138 0.099
Kebtuhan Obat Penurun Gejala 0.447 1.000 0.374
Asma

Sedangkan hasil analisa uji paired t-test terhadap gejala asma mingguan dan

bulanan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa gejala asma mingguan (p=

0.057) dan gejala asma bulanan (p= 0.225) tidak mengalami perubahan yang

signifikan dimana nilai p>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya

perbedaan gejala asma pre dan post kontrol terhadap gejala asma mingguan dan

gejala asma bulanan.

Seluruh gejala asma mingguan seperti batuk, sesak, wheeze, rasa tertekan di

dada dan gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana

nilai p>0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan antara pre dan post kontrol

Universitas Sumatera Utara


terhadap gejala batuk, sesak, wheeze, rasa tertekan di dada dan gangguan tidur.

Sama halnya dengan gejala asma bulanan, dimana gejala seperti gejala harian ,

gangguan aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala tidak

mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p>0.05 yang berarti tidak

terdapat perbedaan antara pre dan post kontrol terhadap gejala harian, gangguan

aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala. Pada tabel 9 dapat

dilihat hasil analisa terhadap gejala asma antara pre dan post kontrol.

Tabel 9. Perbedaan Gejala Asma Pre dan Post kontrol

No Gejala Asma SD T p value


1 Gejala Asma Mingguan 0.577 -4.000 0.057
Batuk 0.577 -1.000 0.423
Sesak 0.577 -1.000 0.423
Wheeze 1.000 0.000 1.000
Dada Tertekan 0.577 -2.000 0.184
Gangguan Tidur 1.000 0.000 1.000
2 Gejala Asma Bulanan 2.000 -1.000 0.225
Gejala Harian 0.577 -1.000 0.423
Gangguan Aktivitas 0.577 -2.000 0.184
Gangguan Tidur 0.577 -1.000 0.423
Kebtuhan Obat Penurun Gejala Asma 1.155 1.000 0.423

1.4. Perbandingan Penurunan Gejala Asma antara Post Teknik Pernapasan

Buteyko dengan Post Kontrol

Untuk melihat perbandingan penurunan gejala asma antara post teknik

pernapasan Buteyko dengan post kontrol digunakan uji independent t-test. Hasil

analisa uji independent t-test menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi,

diperoleh hasil yaitu gejala asma mingguan (p= 0.003) dan gejala asma bulanan

(p= 0.002) dimana nilai p<0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala

asma bulanan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

Universitas Sumatera Utara


Gejala-gejala asma mingguan seperti batuk, sesak dan wheeze mengalami

perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan

penurunan gejala batuk, sesak dan wheeze antara kelompok intervensi

dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, pada gejala rasa tertekan di dada

dan gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p

yang diidentifikasi >0.05, yang berarti tidak terdapat perbedaan penurunan gejala

rasa tertekan di dada dan gangguan tidur antara kelompok intervensi dibandingkan

dengan kelompok kontrol.

Gejala asma bulanan seperti gejala harian, gangguan aktivitas dan kebuthan

obat penurun gejala mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05

yang berarti terdapat perbedaan penurunan gejala harian, gangguan aktivitas dan

kebutuhan obat penurun gejala antara kelompok intervensi dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Namun, pada gejala gangguan tidur tidak mengalami

perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti

tidak terdapat perbedaan penurunan gejala gangguan tidur antara kelompok

intervensi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada tabel 10 dapat dilihat

perbedaan penurunan gejala asma antara post teknik pernapasan Buteyko dengan

post kontrol.

Tabel 10. Perbedaan Penurunan Gejala Asma antara Post Teknik Pernapasan

Buteyko dengan Post Kontrol

No Gejala Asma T p value


1 Gejala Asma Mingguan 4.820 0.003
Batuk 3.139 0.020
Sesak 3.139 0.020
Wheeze 5.477 0.002

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan Tabel 10
No Gejala Asma T p value
Dada Tertekan 1.200 0.305
Gangguan Tidur 1.309 0.296
2 Gejala Asma Bulanan 5.087 0.002
Gejala Harian 3.139 0.020
Gangguan Aktivitas 3.139 0.020
Gangguan Tidur 1.732 0.225
Kebtuhan Obat Penurun Gejala Asma 5.477 0.002

2. Pembahasan

Dari hasil penelitian, maka dibahas masalah penelitian mengenai bagaimana

keefektifan teknik pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada

penderita asma.

2.1. Karakteristik Demografi Responden

Angka kejadian asma pada orang dewasa banyak terjadi pada usia dewasa

muda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermansson

(2001) dalam Murphy (2005), dimana kejadian asma pada orang dewasa paling

banyak dialami pada rentang usia 20-32 tahun yaitu pada rentang usia dewasa

muda. Sama halnya dengan penelitian ini, dimana kejadian asma berdasarkan usia

tumbuh kembang pada orang dewasa paling banyak dialami pada rentang usia 20-

40 tahun (87.5, n=7), yaitu pada rentang usia dewasa muda dengan nilai

M=25.88, SD=11.420. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, namun diduga

penyakit asma ini pada umumnya sudah dibawa sejak masih anak-anak

(About.com, 2004).

Menurut GINA (2005) kejadian asma pada orang dewasa berdasarkan jenis

kelamin lebih banyak ditemukan pada perempuan karena perempuan memiliki

Universitas Sumatera Utara


paru-paru yang lebih kecil dari laki-laki sehingga gejala asma lebih mudah

muncul pada perempuan. Sama halnya dengan penelitian ini, dimana kejadian

asma lebih banyak ditemukan pada perempuan (87.5%, n=7).

Adapun mayoritas tinggi badan responden pada penelitian ini berada pada

rentang 156-158 cm (M=157.25, SD=3.412) dengan berat badan kebanyakan

berada pada rentang 48-56 kg (M=54.13, SD=8.855). Bila diukur berdasarkan

perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) maka lebih dari 60 persen responden

memiliki berat badan ideal. Hal ini belum bisa dijelaskan secara pasti

hubungannya dengan gejala asma yang dialami penderita asma. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Elisa (2000), menyimpulkan bahwa tidak adanya

hubungan antara status gizi penderita asma dengan penyakit asma yang

dideritanya.

Berdasarkan lamanya terdiagnosa asma, pada penelitian ini ditemukan

bahwa lebih dari setengah responden terdiagnosa asma selama 16-20 tahun

(37.5%, n=3). Gejala asma dapat muncul pada penderita asma yang tidak dapat

mengontrol gejala asmanya dengan baik, tidak tergantung pada lamanya penderita

asma menderita asma. Namun, pada penderita yang sudah lama terdiagnosa asma

mempunyai pengetahuan yang cukup tentang asma, sehingga penderita asma ini

sudah banyak memiliki pengetahuan tentang cara mengontrol gejala asma, tapi hal

ini belum dapat dipastikan (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa, penderita asma didominasi oleh suku

Jawa dan suku Batak (masing-masing 37.5%, n=3). Hal ini sesuai dengan

pernyataan GINA (2008) yang menyatakan bahwa asma merupakan penyakit

Universitas Sumatera Utara


keturunan yang terkait dengan genetik, sehingga bisa diturunkan melalui

hubungan darah dan bisa dialami oleh sekelompok suku tertentu yang saling

memiliki keterkaitan hubungan genetik. Ada jenis gen tertentu yang memproduksi

IgE secara berlebihan, dan akan cenderung mudah memicu gejala asma (The

Asthma Foundation of Victoria, 2002).

2.2. Gejala Asma Responden Pre-Post Teknik Pernapasan Buteyko dan

Gejala Asma Responden Pre-Post Kontrol

Gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan antara pre-post teknik

pernapasan Buteyko pada umumnya mengalami penurunan. Beberapa gejala asma

mingguan yaitu gejala sesak dan gangguan tidur turun dari kategori berat menjadi

kategori ringan. Untuk gejala batuk dan dada tertekan turun dari kategori sedang

menjadi kategori ringan. Gejala lainnya seperti wheeze turun dari total skor 2

(ringan) ke 1 (ringan).

Untuk gejala asma bulanan yaitu gejala harian turun dari kategori berat ke

kategori ringan. Untuk gejala gangguan tidur turun dari kategori sedang ke

kategori ringan. Sedangkan gejala lainnya seperti gejala gangguan aktivitas turun

dari total skor 3 (ringan) menjadi 1 (ringan), dan kebutuhan obat penurun gejala

turun dari total skor 1 (ringan) menjadi 0 (ringan).

Gejala asma mingguan antara pre-post kontrol pada umumnya tetap berada

pada kategori sedang. Gejala wheeze mengalami peningkatan yaitu dari kategori

ringan menjadi kategori sedang. Untuk gejala dada tertekan dan gangguan tidur

tetap berada pada kategori ringan. Sedangkan gejala batuk dan sesak mengalami

peningkatan nilai total skor yaitu dari total skor 3 (sedang) ke 4 (sedang).

Universitas Sumatera Utara


Gejala asma bulanan antara pre-post kontrol pada umumnya tidak

mengalami perubahan yaitu tetap berada pada kategori sedang. Untuk gejala asma

bulanan yaitu gejala harian tetap berada pada kategori sedang dengan peningkatan

nilai total skor dari total skor 3 (sedang) ke 4 (sedang). Gejala gangguan aktivitas,

gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala mengalami peningkatan yaitu

dar kategori ringan ke kategori sedang.

Dari uraian diatas dapat dilihat perkembangan penurunan gejala asma pada

penderita asma setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko dan gejala asma

pada penderita asma di kelompok kontrol. Sesuai dengan pendapat Dupler (2005)

bahwa gejala asma dapat dikurangi dengan melakukan teknik dan olah pernapasan

secara teratur. Menurut penelitian yang dilakukan Setyawan (2006), bahwa

semakin sering melakukan olah pernapasan maka frekuensi serangan asma akan

semakin jarang terjadi.

Menurut Fadhil (2009), teknik olah napas bermanfaat untuk mengurangi

gejala asma secara kausatif yaitu dengan memperbaiki cara dan pola bernapas

yang benar. Teknik pernapasan Buteyko mengurangi hiperventilasi secara

bertahap selama latihan teratur (Dupler, 2005), sehingga dapat meningkatkan

kadar karbondioksida di dalam darah yang kemudian akan menjaga keseimbangan

pH darah melalui pembentukan asam karbonat dan bikarbonat, mengurangi

ekspirasi paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa

sesak (Murphy, 2000). Selain itu, peningkatan kadar karbondioksida dapat

mendilatasi otot bronkus sehingga mengurangi bronkospasme dan munculnya

wheezing (Mchugh et al., 2003).

Universitas Sumatera Utara


Teknik pernapasan Buteyko juga melatih cara bernapas yang efektif dan

efisien dengan mengandalkan otot diafragma sebagai otot pernapasan utama

(Dupler, 2005). Teknik pernapasan Buteyko juga melatih kemampuan menahan

napas dengan menggunakan pernapasan diafragma, cara ini diharapkan dapat

mengoptimalkan penggunaan paru, dengan cara demikian karbondioksida yang

hilang akibat hiperventilasi dapat terperangkap di dalam darah. Selain itu, oksigen

yang dihirup dapat dioptimalkan pemakaiannya oleh sel darah melalui pelepasan

oksigen oleh hemoglobin ke jaringan dan organ-organ vital lainnya(Murphy,

2000).

Pendapat yang sama dinyatakan oleh Hoeman, 1996 dalam Mardhiah

(2009) bahwa pernapasan melalui penggunaan pergerakan diafragma lebih baik

dari pada menggunakan otot pernapasan yang lainnya seperti otot asesoris

pernapasan. Dengan demikian dapat mengurangi beban kerja saat bernapas,

sehingga perasaan sesak dapat berkurang.

Munculnya gejala wheeze juga dipengaruhi oleh kondisi psikologis (cemas)

dari penderita asma ketika gejala asma muncul, sehingga pengurangannya pun

dapat berjalan perlahan, sejalan dengan pengurangan reaksi hipersensitivitas dan

pengurangan kondisi cemas tersebut (Bass, 2009).

Gejala asma harian merupakan gejala asma mingguan yang diukur dalam

rentang satu bulan. Sama halnya dengan gejala asma mingguan, dimana gejala

asma harian mengalami penurunan sejalan dengan berkurangnya reaksi

hipersensitivitas pernapasan (Tizard, 1988; Sherwood, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Pada malam hari reaksi hipersensitivitas lebih mudah muncul karena

kelembaban udara yang meningkat memicu munculnya gejala asma dan

menyebabkan gangguan tidur pada penderita asma (WebMD.com, 2009).

Gangguan tidur juga dapat berkurang secara bertahap selama melakukan latihan

teknik pernapasan Buteyko secara teratur sejalan dengan berkurangnya reaksi

hipersensitivitas (Dupler, 2005), namun pengurangan gangguan tidur berjalan

sangat perlahan karena reaksi hipersensitivitas dapat selalu dipicu oleh

kelembaban udara yang meningkat di setiap malam harinya (WebMD.com, 2009).

Gangguan aktivitas terjadi akibat masih seringnya muncul reaksi

hipersensitivitas, sehingga gejala yang ditimbulkan oleh reaksi ini mengganggu

aktivitas sehari-hari penderita asma dan kadang dapat menghentikan aktivitas

penderita asma karena gejala yang ditimbulkan dapat menurunkan kemampuan

tubuh dalam beraktivitas sehari-hari (Yunus, 2009 dalam Okezone.com (2009)).

Sama halnya dengan gejala lain, gangguan aktivitas juga dapat berkurang sejalan

berkurangnya reaksi hipersensitivitas dan gejala-gejala asma lain dalam

keseharian (Siswantoyo, 2007).

Kebutuhan obat penurun gejala asma dapat meningkat ketika gejala reaksi

hipersensitivitas meningkat. Sebaliknya ketika gejala reaksi hipersensitivitas

menurun, maka kebutuhan obat penurun gejala, sesak dan wheeze antara

kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Namun, pada gejala rasa tertekan

di dada dan gangguan tidur tidak mengalami perbedaan yang signifikan, dimana

nilai p yang diidentifikasi >0.05, yang berarti tidak terdapat perbedaan penurunan

Universitas Sumatera Utara


gejala rasa tertekan di dada dan gangguan tidur antara kelompok intervensi

dengan kelompok kontrol.

Gejala asma bulanan seperti gejala harian, gangguan aktivitas dan kebutuhan

obat penurun gejala mengalami perbedaan yang signifikan, dimana nilai p<0.05

yang berarti terdapat perbedaan penurunan gejala harian, gangguan aktivitas dan

kebutuhan obat penurun gejala antara kelompok intervensi dengan kelompok

kontrol. Namun, pada gejala gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang

signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti tidak terdapat

perbedaan penurunan gejala gangguan tidur antara kelompok intervensi dengan

kelompok kontrol.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa terdapat penurunan

gejala asma mingguan dan bulanan pada kelompok yang mendapat perlakuan

teknik pernapasan Buteyko. Selain itu juga dapat dilihat bahwa pada penderita

asma yang tidak mendapat perlakuan teknik pernapasan Buteyko (kontrol) pada

umumnya tidak mengalami perubahan gejala asma mingguan dan bulanan. Dari

pemaparan tersebut, dapat dilihat bahwa ada beberapa gejala yang tidak

mengalami penurunan ataupun mengalami penurunan tetapi tidak terlalu

berpengaruh dan bahkan, ada juga beberapa gejala yang mengalami peningkatan.

Dari uraian diatas dapat dilihat terdapat penurunan gejala asma secara umum

antara penderita asma pada kelompok intervensi dibandingkan dengan penderita

asma pada kelompok kontrol. Dari pemaparan tersebut, dilihat bahwa gejala asma

berkurang pada beberapa gejala baik gejala asma mingguan maupun gejala asma

bulanan.

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ma

(2002), yaitu adanya pengaruh olah pernapasan terhadap penurunan frekuensi

asma. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Murphy (2000), bahwa

teknik pernapasan bagus dilakukan oleh penderita asma karena dapat

meningkatkan ventilasi paru penderita asma sehingga gejala asma dapat

dikurangi. Teknik pernapasan dapat menurunkan gejala asma jika dilakukan

dengan teratur (Dupler, 2005).

Teknik pernapasan Buteyko dapat mengurangi ekspirasi paksa serta

penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak (Murphy, 2000).

Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka peningkatan kadar

karbondioksida dapat tercapai sehingga terjadi dilatasi otot bronkus yang

kemudian mengurangi bronkospasme dan munculnya wheezing (Mchugh et al.,

2003).

Teknik pernapasan Buteyko juga membantu menyeimbangkan kadar

karbondioksida dalam darah sehingga pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin

yang menghambat kelancaran oksigenasi dan efek Bohr pada penderita asma

dapat dikurangi. Oksigenasi yang lancar dapat menurunkan kejadian hipoksia,

hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma (Murphy, 2005).

Teknik pernapasan Buteyko juga melatih cara bernapas yang efektif dan

efisien dengan mengandalkan otot diafragma sebagai otot pernapasan utama untuk

memperkuat otot-otot pernapasan selama latiahan menahan napas (Dupler, 2005).

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Thomas (2004) bahwa teknik

pernapasan Buteyko dapat memperkuat otot pernapasan sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan kemampuan bernapas penderita asma dan memudahkan penderita

asma mengontrol munculnya gejala asma. Oleh karena prinsip teknik pernapasan

Buteyko adalah untuk merilekskan otot pernapasan dan iga secara perlahan-lahan,

maka rasa tertekan di dada secara bertahap juga dapat berkurang (Dupler, 2005).

Namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada

gejala batuk dan wheeze antara pre dan post teknik pernapasan Buteyko. Akan

tetapi, seperti terlihat pada pemaparan gejala asma, dimana ketiga gejala ini

mengalami penurunan skoring selama satu bulan latihan teknik pernapasan

Buteyko secara teratur. Dan juga, dibandingkan dengan kelompok yang tidak

mendapat perlakuan teknik pernapasan Buteyko, maka pada kelompok intervensi

terjadi perubahan yang signifikan pada gejala batuk, wheeze dan sesak.

Sejalan dengan berkurangnya reaksi hipersensitivitas, maka gejala yang

menyertainya pun dapat berkurang, seperti batuk dan sesak. Demikian juga

dengan gejala asma harian, yang merupakan gejala mingguan yang diukur dalam

satu bulan dan dapat berkurang sejalan dengan berkurangnya reaksi

hipersensitivitas (Tizard, 1988; Sherwood, 2008). Sama halnya dengan gejala

harian, gangguan aktivitas juga dapat berkurang sejalan berkurangnya reaksi

hipersensitivitas (Siswantoyo, 2007). Begitu pula dengan kebutuhan obat penurun

gejala asma yaitu ketika reaksi hipersensitivitas meningkat, maka kebutuhan obat

penurun gejala asma juga akan meningkat (GINA, 2008).

Namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada

gejala gangguan aktivitas, gangguan tidur, dan kebutuhan obat penurun gejala

antara pre dan post teknik pernapasan Buteyko. Akan tetapi, seperti terlihat pada

Universitas Sumatera Utara


pemaparan gejala asma, dimana ketiga gejala ini mengalami penurunan skoring

selama satu bulan latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur. Dan juga

dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan teknik

pernapasan Buteyko, pada kelompok intervensi terjadi perubahan signifikan pada

gejala harian, gangguan aktivitas dan kebutuhan obat penurun gejala.

Bagi penderita asma yang tidak mendapat perlakuan khusus dalam

mengatasi gejala asma, pada umumnya tidak mengalami perbaikan secara

signifikan terhadap gejala asma yang dialaminya. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Farber (1980) ditemukan bahwa penderita asma cenderung

mengalami gejala asma yang semakin parah setiap tahunnya. Hasil penelitiannya

membuktikan bahwa penderita asma melihat asma hanya sebagai kumpulan

gejala. Ketika gejala-gejala yang mengganggu itu timbul, mereka baru

mengkonsumsi obat untuk mengatasi gejala. Mereka berhenti mengkonsumsi

obat, hingga datangnya serangan asma berikutnya (VitaHealth, 2006).

Reaksi hipersensitivitas yang sering muncul memicu hiperesponsivitas

saluran napas sehingga gejala asma menjadi tidak terkendali (Roy, 2006). Gejala

asma yang diderita bisa semakin parah , tetap ataupun berkurang sesuai dengan

reaksi hipersensitivitas yang muncul dan kompensasi tubuh dalam mengatasi

gejala (McHugh et al, 2003).

Berdasarkan hasil perbandingan penelitian terhadap kelompok intervensi

dan kelompok kontrol maka dapat disimpulkan hipotesa penelitian gagal ditolak

yaitu terdapat perbedaan penurunan gejala asma antara pre teknik pernapasan

Buteyko dengan post teknik pernapasan Buteyko.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1 Kesimpulan

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengukuran lembar observasi gejala asma

mingguan dan bulanan pre-post intervensi yaitu gejala asma mingguan mengalami

penurunan dari kategori sedang menjadi kategori ringan dan untuk gejala asma

bulanan tetap berada pada kategori ringan selama pre-post intervensi. Sedangkan

gejala asma mingguan dan bulanan pada kelompok kontrol, secara keseluruhan

tidak mengalami perubahan yaitu tetap berada pada kategori sedang baik untuk

gejala asma mingguan maupun gejala asma bulanan selama pre-post kontrol.

Perbedaan penurunan gejala asma antara pre-post teknik pernapasan

Buteyko dengan pre-post kontrol juga dapat terlihat dari perubahan nilai total skor

yang menunjukkan nilai perubahan yang bermakna. Berdasarkan hasil uji paired

t-test pada kelompok intervensi, diketahui bahwa nilai p untuk pengukuran gejala

asma mingguan = 0.002, dan nilai p untuk pengukuran gejala asma bulanan =

0.012, sehingga dapat disimpulkan p<0.05 artinya terdapat penurunan gejala asma

mingguan dan penurunana gejala asma bulanan pre dan post teknik pernapasan

Buteyko.

Berdasarkan hasil uji paired t-test pada kelompok kontrol, diketahui bahwa

nilai p untuk pengukuran gejala asma mingguan = 0.057, dan nilai p untuk

pengukuran gejala asma bulanan =0.225, sehingga dapat disimpulkan p>0.05

artinya tidak terdapat penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan

pre dan post kontrol.

Universitas Sumatera Utara


Hasil uji independent t-test terhadap post intervensi dan post kontrol ,

menunjukkan bahwa nilai p untuk pengukuran gejala asma mingguan = 0.003, dan

nilai p untuk pengukuran gejala asma bulanan =0.002, sehingga dapat

disimpulkan p<0.05 artinya terdapat perbedaan penurunan gejala asma mingguan

dan gejala asma bulanan antara post intervensi teknik pernapasan Buteyko

dengan post kontrol. Maka, dapat disimpulkan bahwa Teknik pernapasan

Buteyko efektif untuk menurunkan gejala asma pada penderita asma.

2 Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pendidikan,

praktek dan penelitian keperawatan. Adapun saran dan rekomendasi peneliti

adalah sebagai berikut:

2.1 Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diketahui terdapat efektivitas teknik pernapasan

Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma sehingga dapat

menambah variasi ilmu pengetahuan baru bagi pendidikan keperawatan dalam

merawat pasien dengan asma.

2.2 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat keefektifan teknik

pernapasan Buteyko dalam menurunkan gejala asma pada penderita asma,

sehingga teknik pernapasan ini dapat menambah variasi dalam intervensi

keperawatan yang dilakukan oleh perawat sebagai upaya untuk meningkatkan

derajat kesehatan pasien asma.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Penelitian Keperawatan

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki keterbatasan-

keterbatasan, sehingga untuk penelitian yang akan datang, peneliti berharap:

1. Selama proses pengumpulan data yaitu selama pemberian intervensi, peneliti

sebaiknya memantau secara langsung untuk memastikan pelaksanaan latihan

teknik pernapasan Buteyko oleh responden setiap harinya.

2. Agar jumlah sampel yang diperoleh lebih banyak.

3. Mengubah kriteria inklusi dengan sampel yang tidak menggunakan

bronkodilator.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Answers Corporation. (2009). Buteyko, Diakses pada tanggal 28 Agustus 2009


dari http://www.answers.com/topic/buteyko.

Arukunto, S. (2007). Manajemen Penelitian, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi


VI, Jakarta : PT Rineka Cipta.

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8,
Jakarta : EGC.

Buteyko, V.K. & Buteyko, M.M. (2007). The Buteyko Theory About A Key Role
of Breathing for Human Life, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2009 dari
http://www.infoholix.net/index.php.

Dempsey, P.A. & Dempsey, A.D. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan
Latihan, Jakarta : EGC.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RII. (2007). Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Asma, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://ebooks.lib.unair.ac.id/files/disk1/22/adln--departemen-1098-1-
12038329-a.pdf.

Fadhil. (2009). Teknik Pengolahan Nafas, Diakses pada tanggal 2 oktober 2009
dari http://www.wikipedia.com/teknik_pengolahan_nafas.html.

Global Initiative for Asthma (GINA). (2005). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170.

Global Initiative for Asthma (GINA). (2004). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170.

Kolb, P. (2009). Buteyko for the Reversal of Chronic Hyperventilation, Diakses


pada tanggal 7 September 2009 dari http://knol.google.com/k/alex-
spence/buteyko.

Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St


Louis Missouri : Mosby.

Universitas Sumatera Utara


Mardhiah. (2009). Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala
Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara
Cabang Medan, Medan : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

McHugh, P., Aitcheson, F., Duncan, B. & Houghton, F. (2003). Buteyko


Breathing Technique for asthma: an effective intervention, Diakses pada
tanggal 7 September 2009 dari
http://www.nzma.org.nz/journal/vacancies.html.

Murphy, A. (2005). The Buteyko (Shallow Breathing) Method for Controlling


Asthma, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2009 dari
http://www.btinternet.com/~andrew.murphy/asthma_buteyko_shallow_breat
hing.html.

National Heart, Lung and Blood Institute. (2009). What Are the Sign and
Symptoms of Asthma, Diakses pada tanggal 15 September 2009 dari
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Asthma/Asthma_SignsAndSym
ptoms.html.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : PT Rineka


Cipta.

Nursalam (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.

Okezone.com, (2009). Kontrol Asma, Tingkatkan Kualitas Hidup Penderita.


Diambil pada tanggal 27 juli 2009 dari
http://lifestyle.okezone.com/read/2009/05/20/27/221475/27/kontrol-asma-
tingkatkan-kualitas-hidup-penderita

Osman, L.M., McKenzie, L., Caims, J., Friend, J.A., Goden, D.J., & Legge, J.S.
(2001). Patient Weighting of Importance of Asthma Symptoms, Diakses pada
tanggal 20 Oktober 2009 dari http://thorax.bmj.com/cgi/reprint/56/2/138.

Pegasus Neuro Linguistic Program. (2009). Buteyko Breathing, Diakses pada


tanggal 7 September 2009 dari http://www.pe2000.com/buteyko.htm.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2006). ASMA Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia, Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia.

Polit, D.F., Beck, C.T. & Hungler, B.P. (2001). Essentials of Nursing Research-
Methods, Appraise and Utilization, Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins.

Universitas Sumatera Utara


Polit, D.F. & Hungler, B.P. (1999). Nursing Research Principles and Methods,
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Portney L.G. & Watkins, M.P. (2000). Foundations of Clinical Research-


Applications to Practice, New Jersey : Prentice-Hall Inc.
Ram, F.S.F., Robinson, S.M., Black, P.N., Picot, J. (2005). Physical Training For
Asthma, Diakses pada tanggal 15 September 2009 dari
http://www.cochrane.org/reviews/en/ab001116.html.

Riwidikdo, H. (2008). Statistik Kesehatan, Yogyakarta : Mitra Cendekia Press


Yogyakarta.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan, Yogyakarta : Graha


Ilmu.

Sherwood, L. (2007). Human Physiology from Cells to System, USA : Thomson


Book Cole.

Somantri, I. (2008). Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta : Salemba Medika.

Sundaru, H. (2008). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Asma, Diakses pada
tanggal 15 September 2009 dari
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&arti
d=204&Itemid=3.

The Asthma Foundations of Victoria. (2002). Terapi Pelengkap dan Penyakit


Asma, Diakses pada tanggal 16 September 2009 dari
http://www.asthma.org.au/Portals/0/ComplementaryTherapies_IS_Indonesi
an.pdf.

Thomas, M., McKinley, M.K., Freeman, E., Foy, C. (2006). Prevalence of


dysfunctional breathing in patients treated for asthma in primary care:
cross sectional survey, Diakses pada tanggal 11 oktober 2009 dari
https://lra.le.ac.uk/bitstream/2381/239/1/1098.pdf

Thomas, S. (2004). Buteyko: A useful tool in the management of asthma?,


Diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 dari www.ijtr.co.uk/cgi-
bin/go.pl/library/article.cgi.pdf.

Torney dan Aligood. (2006). Nursing Theorists and Their Work. Sixth Edition, St
Louis Missauri : Mosby Elsevier.

United States Buteyko Clinic. (2008). K.P. Buteyko and his lifetime work, Diakses
pada tanggal 28 Agustus 2009 dari
http://www.asthmacare.us/buteykoeducation.html.

Universitas Sumatera Utara


United States Environmental Protection Agency. (2004). Asthma Prevalence,
Diakses pada tanggal 15 September 2009 dari
http://www.asthmacare.us/asthmaprevalence.html.

VitaHealth. (2006). Asma, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Wong, D.N. (2003). Nursing Care of Infants and Children, St Louis Missouri :
Mosby.

Yayasan Asma. (2008). Asma, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://www.infoasma.org/asma.html.

Zureik, M. & Orehek, J. (2002). Diagnosis and Severity of Asthma in the Elderly:
Results of a Large Survey in 1,485 Asthmatics Recruited by Lung
Specialists, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2009 dari
http://content.karger.com/produktedb/produkte.asp?typ=fulltext&file=res69
223.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI PESERTA PENELITIAN

Efektivitas Teknik Pernapasan Buteyko Terhadap Penurunan Gejala Asma

Pada Penderita Asma di Kota Medan

Oleh

Syafrina Dewi Dalimunthe

NIM: 061101055

Saya adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


Medan. Saya bermaksud untuk melaksanakan penelitian di Kota Medan.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan
Tugas Akhir.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas teknik
pernapasan Buteyko terhadap penurunan gejala asma. Saya mengharapkan
jawaban yang Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari berikan sesuai dengan kondisi yang
Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari alami tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan
menjamin kerahasiaan identitas Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari.
Informasi yang saya peroleh hanya akan digunakan untuk pengembangan
ilmu keperawatan dan tidak akan dipergunakan untuk maksud lain. Partisipasi
Bapak/Ibu/ Saudara/ Saudari dalam penelitian ini bersifat bebas. Bapak/ Ibu /
Saudara/ Saudari bebas untuk menjadi responden penelitian atau menolak tanpa
ada sanksi apapun. Jika Bapak/Ibu/ Saudara/ Saudari bersedia menjadi responden,
silahkan Bapak/Ibu/ Saudara/ Saudari menandatangani formulir persetujuan ini.

Tanggal :
No. Responden:
Tanda tangan :

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2
JADWAL TENTATIF PENELITIAN

Agust-09 Sep-09 Okt-09 Mar-10 Apr-10 Mei-10 Juni-10 Juli-10


NO KEGIATAN
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Mengajukan judul penelitian
2 Menetapkan judul penelitian
3 Menyelesaikan proposal
4 Mengajukan sidang proposal
5 Sidang proposal
6 Revisi
7 Pengumpulan data
8 Analisa data
9 Menyusun laporan/ skripsi
10 Mengajukan sidang skripsi
11 Sidang skripsi
12 Revisi
13 Mengumpulkan skripsi

Diketahui oleh
Dosen Pembimbing

Mula Tarigan S.Kp, M.Kes


NIP. 19741002 200112 1 001

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3
TAKSASI DANA
Pengeluaran :
1. Penyusunan Proposal dan Revisi
a. Tinta Print : 3 botol x @ Rp. 15.000 =Rp. 45.000
b. Kertas : 3 rim x @ Rp. 32.000 =Rp. 96.000
c. Fotocopy tinjauan pustaka =Rp. 200.000

d. Penggandaan Proposal : 4 x @ Rp. 10.000 =Rp. 40.000


e. Penjilidan Proposal : 4 x @ Rp. 2.500 =Rp. 10.000
f. Biaya Internet =Rp. 100.000
g. Konsumsi Sidang Proposal =Rp. 45.000
h. Transportasi Suvey Awal =Rp. 75.000
2. Pengumpulan Data

a. Transportasi =Rp. 200.000


b. Penggandaan Lembar Observasi : 14 x @ Rp. 3000 =Rp. 42.000
c. Bingkisan Responden : 11 x @ Rp. 10.000 =Rp. 110.000
3. Analisa Data, Penyusunan Laporan Skripsi dan Revisi
a. Tinta Print : 3 botol x @ Rp. 15.000 =Rp. 45.000
b. Kertas : 3 rim x @ Rp. 32.000 =Rp. 96.000

c. Penggandaan Laporan Skripsi : 4 x @ Rp. 15.000 =Rp. 60.000


d. Penjilidan Laporan Skripsi : 4 x @ Rp. 2.500 =Rp. 10.000
e. Konsumsi Sidang Skripsi =Rp. 60.000
f. Biaya Sidang =Rp. 150.000
g. Penggandaan Revisi Skripsi : 3 x @ Rp. 25.000 =Rp. 75.000
h. Jilid Lux Skripsi : 3 x @ Rp. 15.000 =Rp. 45.000

____________________________________________________________
Total = Rp. 1.504.000

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4
No. Responden

Kuesioner Data Demografi

Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Usia : ................. Tahun

TB : ................. cm

BB : ................. kg

Lama terdiagnosa asma : .................. Tahun

Apakah anda menggunakan obat penurun gejala asma?

Ya Tidak

Pekerjaan/aktivitas : Karyawan Swasta

Wiraswasta

PNS

TNI/ POLRI

Lain-lain, sebutkan..............

Universitas Sumatera Utara


Suku : Jawa Batak Minang

Aceh Melayu Mandailing

Lain-lain, sebutkan.............

Lembar Observasi Gejala Asma Pada Penderita Asma

di Kota Medan

A. Isilah kuesioner dibawah ini dengan mencentang ( ) tabel dengan angka

yang sesuai gejala asma yang Anda rasakan selama satu minggu terakhir!

Tabel 1. Keterangan gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam satu

minggu terakhir

Gejala Tingkatan Tanda

centang

()

Batuk Tidak pernah batuk (0)

Kadang-kadang batuk tapi tidak menganggu

aktivitas (1)

Sering batuk dan mengganggu aktivitas (2)

Sesak napas/ susah Tidak pernah sesak napas/susah bernapas (0)

bernapas Sedikit mengalami sesak napas/susah bernapas

tapi tidak mengganggu aktivitas (1)

Sangat sesak napas/susah bernapas dan

mengganggu aktivitas (2)

Bernapas dengan Tidak pernah bernapas dengan suara wheeze (0)

Universitas Sumatera Utara


suara wheeze Kadang-kadang bernapas dengan suara wheeze

(ngikngik) (ngik..ngik..) tapi tidak mengganggu aktivitas

(1)

Sering bernapas dengan suara wheeze

(ngik..ngik..) dan mengganggu aktivitas (2)

Rasa tertekan di Tidak ada rasa tertekan di dada (0)

dada Sedikit ada rasa tertekan di dada (1)

Dada sangat tertekan (2)

Gangguan tidur Tidak pernah mengalami gangguan tidur (0)

karena batuk, Pernah 1 kali terbangun dari tidur dengan batuk

sesak napas/susah atau sesak napas/susah bernapas (1)

bernapas. 2-3 kali atau lebih terbangun dari tidur dengan

batuk atau sesak napas/susah bernapas (2)

B. Isilah kuisioner dibawah dengan mencentang( ) tabel dengan angka yang

sesuai gejala asma yang anda rasakan selama satu bulan terakhir!

Tabel 2 Keterangan level gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam

satu bulan terakhir

Gejala Tingkatan gejala Tingkatan Tanda

kontrol asma centang

()

Gejala harian (Batuk, Mengalami gejala harian Terkontrol (0)

sesak napas, bernapas sebanyak 2 kali atau tidak

Universitas Sumatera Utara


dengan suara wheeze sama sekali dalam satu

(ngikngik), rasa minggu

tertekan di dada). Mengalami gejala harian Setengah

lebih dari 2 kali dalam satu terkontrol (1)

minggu

Gejala pada level setengah Tidak

terkontrol terjadi dalam terkontrol

beberapa minggu sama sekali (2)

Gangguan aktivitas Tidak mengalami gangguan Terkontrol (0)

aktivitas dalam satu minggu

Pernah 1 kali atau lebih Setengah

terganggu aktivitas/berhenti terkontrol (1)

beraktivitas karena gejala

asma dalam satu minggu

Gejala pada level setengah Tidak

terkontrol terjadi dalam terkontrol

beberapa minggu sama sekali (2)

Gangguan tidur Tidak mengalami gangguan Terkontrol (0)

tidur dalam satu minggu

Pernah 1 kali atau lebih Setengah

terbangun dari tidur dengan terkontrol (1)

batuk atau sesak napas/susah

bernapas dalam satu minggu

Universitas Sumatera Utara


Gejala pada level setengah Tidak terkotrol

terkontrol terjadi dalam sama sekali (2)

beberapa minggu

Kebutuhan Obat Membutuhkan obat penurun Terkontrol (0)

penurun gejala gejala asma 2 kali atau tidak

sama sekali dalam satu

minggu

Membutuhkan obat penurun Setengah

gejala asma lebih dari 2 kali terkontrol (1)

dalam satu minggu

Kebutuhan obat penurun Tidak

gejala asma pada level terkontrol

setengah terkontrol terjadi sama sekali (2)

dalam beberapa minggu

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

PROTOKOL PANDUAN LATIHAN TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO

Pengertian : Teknik Pernapasan Buteyko adalah suatu rangkaian latihan

pernapasan yang dilakukan secara sederhana sebagai manajemen

penatalaksanaan asma yang bertujuan untuk mengurangi konstriksi

jalan napas dengan prinsip latihan bernapas dangkal.

Manfaat :

1. Mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan pada penderita

asma.

2. Mengurangi ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi

asma.

3. Dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen.

4. Mengurangi hiperventilasi paru.

Tujuan :

1. Memperbaiki pola bernapas penderita asma secara benar.

2. Mengembalikan volume udara yang normal.

3. Menurunkan gejala asma.

Prinsip : Teknik pernapasan Buteyko merupakan latihan bernapas dangkal dan

lebih lambat melalui hidung. Frekuensi latihan teknik pernapasan

Buteyko adalah satu kali sehari selama sebulan. Kategori tingkat

Universitas Sumatera Utara


kesulitan latihan teknik pernapasan Buteyko adalah kategori sangat

mudah, mudah dan sedang.

Lama (waktu) latihan teknik pernapasan Buteyko minimal 10-20

menit/kali latihan, untuk kategori sangat mudah dan mudah

dilakukan minimal selama 10 menit dan kategori sedang dilakukan

minimal selama 20 menit.

Jadwal : Latihan teknik pernapasan Buteyko ini dilakukan satu kali sehari

selama 1 bulan. Namun, untuk latihan teknik pernapasan Buteyko

yang dipandu oleh peneliti dilakukan pada awal minggu pertama,

awal minggu kedua, awal minggu keempat dan akhir minggu

keempat. Untuk latihan setiap harinya dilakukan oleh masing-

masing responden dengan mengacu pada latihan yang diajarkan

oleh peneliti atau mengacu pada protokol dan panduan latihan

teknik pernapasan Buteyko yang diberikan oleh peneliti.

Hal-hal yang harus diperhatikan :

1. Teknik pernapasan Buteyko dihentikan sementara jika penderita asma

merasa terengah-engah setelah latihan menahan napas.

2. Teknik pernapasan Buteyko dihentikan jika penderita asma mengalami

status asmatikus, dimana kondisi tubuh penderita berubah menjadi lebih

buruk.

3. Selama teknik pernapasan Buteyko dilakukan pengaturan napas dengan

rileks yaitu menarik napas melalui hidung, dan mengeluarkan napas

perlahan-lahan melalui hidung kembali.

Universitas Sumatera Utara


Alat :

1. Lembar observasi gejala asma

2. Lembar panduan latihan pernapasan Buteyko

3. Kursi dengan sandaran yang lurus (bila ada)

Prosedur Tindakan:

Persiapan

1. Peneliti menyiapkan alat.

2. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan.

3. Peneliti membagikan lembar observasi gejala asma pada awal pertemuan

(minggu pertama) sebelum memulai latihan teknik pernapasan Buteyko

dan pada akhir latihan setelah latihan teknik pernapasan Buteyko

(minggu keempat).

4. Peneliti menjelaskan cara pengisian lembar observasi.

5. Peserta melakukan pengisian lembar observasi sesuai dengan panduan

peneliti pada awal pertemuan sebelum memulai latihan teknik

pernapasan Buteyko.

6. Peneliti mengatur posisi peserta untuk melakukan latihan teknik

pernapasan Buteyko (Bila tersedia kursi dengan sandaran yang lurus,

maka posisikan peserta di kursi senyaman mungkin. Bila tidak ada kursi,

maka posisi kepala, leher dan bahu peserta harus dalam keadaan tegak

lurus dan diatur senyaman mungkin) .

Universitas Sumatera Utara


Pelaksanaan Latihan Teknik Pernapasan Buteyko

Peneliti terlebih dahulu mendemonstrasikan teknik pernapasan Buteyko

sebanyak 2 kali. Selanjutnya peneliti meminta peserta untuk mengikuti arahan

dan instruksi peneliti seperti yang telah diperagakan dengan urutan latihan

yang terdiri dari :

1. Untuk pemanasan, sebaiknya ambil napas biasa terlebih dahulu

sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan. Setelah itu, lihat

berapa lama waktu untuk dapat menahan napas. Menahan napas

dilakukan dengan mencubit cuping hidung.

2. Pengukuran control pause dilakukan berdasarkan lamanya waktu

menahan napas.

3. Lakukan relaksasi bahu untuk membantu mengatur pernapasan.

4. Pengaturan napas dengan cara menutup mata dan fokus pada

pernapasan.. Kemudian rasakan udara yang bergerak masuk dan keluar

dari lubang hidung dengan cara meletakkan jari di dekat lubang hidung.

5. Memantau aliran udara dengan merasakan jumlah aliran udara melalui

lubang hidung.

6. Bernapas dangkal.

Ambil napas dangkal selama 5 menit. Bernapas hanya melalui hidung,

sedangkan mulut ditutup. Caranya yaitu ketika mulai terasa aliran udara

Universitas Sumatera Utara


menyentuh jari saat menghembuskan napas, maka mulailah menarik

napas kembali.

7. Pada 2 minggu pertama, anjurkan peserta untuk menahan napas sesuai

dengan kemampuan dan dalam batas toleransi (20-30 detik). Kemudian,

2 minggu berikutnya anjurkan peserta untuk menahan napas lebih lama

dibandingkan sebelumnya yaitu 30-60 detik.

Penutup

1. Selesai selesai latihan teknik pernapasan Buteyko selama satu bulan,

peserta mengisi lembar observasi sesuai dengan panduan dari peneliti

yaitu setelah latihan yang terakhir.

2. Setelah selesai, peneliti menutup pelaksanaan latihan teknik pernapasan

Buteyko dengan mengucapkan salam dan terima kasih.

Kriteria hasil:

1. Cara bernapas dan pola pernapasan penderita asma setelah latihan

teknik pernapasan Buteyko menjadi lebih baik.

2. Gejala asma menjadi berkurang setelah latihan teknik pernapasan

Buteyko selama satu bulan.

Universitas Sumatera Utara


PROSEDUR LATIHAN TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO

1. Kategori Tingkat Kesulitan : Sangat Mudah (Dilaksanakan pada minggu

pertama)

Langkah 1

Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur

pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan

menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.

Langkah 2

Tarik napas melalui hidung secara perlahan-lahan. Dengan bernapas melalui

hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar

nitrat oksida dalam paru-paru.

Langkah 3

Bernapas penuh melalui hidung. Pastikan bernapas hanya melalui hidung,

karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat

mengeringkan saluran pernapasan..

Langkah 4

Setelah menghembuskan napas, tahan napas sesuai dengan kemampuan (20-

30 detik) hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat

Universitas Sumatera Utara


sulit pada awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan terbiasa. Jangan

mencoba untuk menahan napas lebih lama dari waktu yang diperlukan.

Langkah 5

Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan

kemampuan dalam batas toleransi (30-40 detik) sampai terasa dorongan untuk

menghembuskan napas. Ulangi tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih

bernapas melalui hidung. Pastikan dalam menarik napas dan menghembuskan

secara perlahan untuk mencegah hiperventilasi.

2. Kategori Tingkat Kesulitan : Mudah (Dilaksanakan pada minggu kedua dan

ketiga)

Langkah 1

Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman

tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.

Langkah 2

Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapas

dalam melalui hidung. Lakukan hal ini minimal selama 1 menit.

Langkah 3

Ambil napas dangkal. Hiruplah udara secukupnya sehingga dapat bernapas

dengan nyaman. Tahan napas sesuai dengan kemampuan dan dalam batas

toleransi (20-30 detik). Jangan memaksakan diri dengan langkah ini. Jika merasa

terengah-engah, kembali ke langkah 2 dan mulai dari awal lagi.

Universitas Sumatera Utara


Langkah 4

Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya (30-40 detik). Lakukan

selama 10 menit per hari.

3. Kategori Tingkat Kesulitan : Sedang (Minggu Keempat)

Langkah 1

Duduklah dalam posisi tegak dan bernapas dangkal selama 3 menit.

Langkah 2

Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan

cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan

napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin

hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan

ini adalah 60 detik.

Langkah 3

Bernafas dangkal selama 3 menit.

Langkah 4

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung

dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk

mengambil napas dalam.

Langkah 5

Universitas Sumatera Utara


Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 6

Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung

dan tahan napas selama 30 detik. Kembali bernapas normal.

Langkah 7

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 8

Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.

Langkah 9

Bernapas dangkal selama 3 menit lagi.

Langkah 10

Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control

pause paling tidak mencapai rentang 40-60 detik.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6

Data Demografi Responden

Respon Data Demografi


den Jenis Usia BB TB Lama Menggu Pekerjaan Suku
Kelamin (tahun) (kg) (cm) Terdiag nakan
nosa Bronkodi
(tahun) lator
1 Perempuan 21 39 153 16 Ya Mahasiswa Jawa
2 Perempuan 21 53 158 17 Ya Mahasiswa Batak

3 Laki-laki 23 60 155 3 Ya Wiraswasta Batak


4 Perempuan 22 53 155 11 Ya Guru Jawa
5 Perempuan 21 56 158 2 Ya Mahasiswa Mandailing
6 Perempuan 21 53 163 14 Ya Mahasiswa Batak
7 Perempuan 54 70 155 18 Ya Ibu Rumah Jawa
Tangga
8 Perempuan 24 49 161 10 Ya PNS Mandailing

Hasil Observasi Gejala Asma Mingguan Pada Kelompok Intervensi Teknik


Pernapasan Buteyko

Gejala Asma Pertanyaan Gajala Asma


Mingguan
M1 M2 M3 M4 M5 Jumlah

Responden 1 Sebelum TPB 1 1 1 1 1 5


Setelah TPB 0 0 0 0 0 0
Responden 2 Sebelum TPB 1 2 0 2 1 6
Setelah TPB 0 1 0 0 0 1
Responden 3 Sebelum TPB 1 1 0 1 1 4
Setelah TPB 1 0 0 0 0 1
Responden 4 Sebelum TPB 1 1 1 1 2 6
Setelah TPB 0 0 0 0 0 0
Responden 5 Sebelum TPB 0 2 0 1 2 5
Setelah TPB 0 0 0 1 1 2

Universitas Sumatera Utara


Hasil Observasi Gejala Asma Mingguan Pada Kelompok Kontrol Tanpa
Perlakuan Teknik Pernapasan Buteyko

Gejala Asma Pertanyaan Gajala Asma


Mingguan
M1 M2 M3 M4 M5 Jumlah

Responden 1 Sebelum kontrol 0 1 1 1 0 3


Setelah kontrol 1 1 2 0 0 4
Responden 2 Sebelum kontrol 2 1 1 1 2 7
Setelah kontrol 2 2 1 1 2 8
Responden 3 Sebelum kontrol 1 1 0 0 1 3
Setelah kontrol 1 1 1 1 1 5

Keterangan:
M1 = Batuk
M2 = Sesak Napas
M3 = Wheeze
M4 = Rasa Tertekan di Dada
M5 = Gangguan Tidur

Hasil Observasi Gejala Asma Bulanan Kelompok Intervensi Teknik


Pernapasan Buteyko

Gejala Asma Pertanyaan Gajala Asma


Bulanan
B1 B2 B3 B4 Jumlah

Responden 1 Sebelum TPB 2 0 0 0 2


Setelah TPB 0 0 0 0 0
Responden 2 Sebelum TPB 1 0 0 0 1
Setelah TPB 0 0 0 0 0
Responden 3 Sebelum TPB 1 1 1 1 4
Setelah TPB 0 0 0 0 0
Responden 4 Sebelum TPB 1 0 1 0 2
Setelah TPB 0 0 0 0 0
Responden 5 Sebelum TPB 2 2 2 0 6
Setelah TPB 1 1 0 0 2

Universitas Sumatera Utara


Hasil Observasi Gejala Asma Bulanan Kelompok Kontrol Tanpa Perlakuan
Teknik Pernapasan Buteyko
Gejala Asma Pertanyaan Gajala Asma
Bulanan
B1 B2 B3 B4 Jumlah

Responden 1 Sebelum
kontrol 0 0 0 0 0
Setelah
kontrol 1 1 0 2 4
Responden 2 Sebelum
kontrol 1 1 1 1 4
Setelah
kontrol 1 1 1 1 4
Responden 3 Sebelum
kontrol 2 1 1 1 5
Setelah
kontrol 2 2 2 1 7

Keterangan:
B1 = Gejala Harian
B2 = Gangguan Aktivitas
B3 = Gangguan Tidur
B4 = Kebutuhan Obat Penurun Gejala

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7
Hasil Analisa Data
Normalitas Gejala Asma Mingguan Kelompok Intervensi
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
GejalaAsmaMingguanTPB .193 10 .200 .868 10 .094

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Normalitas Gejala Asma Bulanan Kelompok Intervensi


Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

tran_GejalaAsmaBulananT .289 6 .127 .840 6 .129


PB

a. Lilliefors Significance Correction

Normalitas Gejala Asma Mingguan Kelompok Kontrol


Tests of Normality

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.


*
GejalaAsmaMingguanKont .183 6 .200 .890 6 .320
rol

a. Lilliefors Significance Correction

Normalitas Gejala Asma Bulanan Kelompok Kontrol


Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

GejalaAsmaBulananKontrol .333 6 .036 .879 6 .266

a. Lilliefors Significance Correction

Universitas Sumatera Utara


T-Test Gejala Asma Mingguan dan Gejala Asma Bulanan Kelompok
Intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 GejalaMingguanPreTPB 5.20 5 .837 .374

GejalaMingguanPostTPB .80 5 .837 .374

Pair 2 GejalaBulananPreTPB 3.00 5 2.000 .894

GejalaBulananPostTPB .40 5 .894 .400

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 GejalaMingguanPreTPB & 5 -.286 .641


GejalaMingguanPostTPB

Pair 2 GejalaBulananPreTPB & 5 .839 .076


GejalaBulananPostTPB

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair GejalaMingguan 4.400 1.342 .600 2.734 6.066 7.333 4 .002


1 PreTPB -
GejalaMingguan
PostTPB

Pair GejalaBulananPr 2.600 1.342 .600 .934 4.266 4.333 4 .012


2 eTPB -
GejalaBulananP
ostTPB

Universitas Sumatera Utara


T-Test Setiap Gejala Asma Mingguan Kelompok Intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 BatukPreTPB .80 5 .447 .200

BatukPostTPB .20 5 .447 .200

Pair 2 SesakPreTPB 1.40 5 .548 .245

SesakPostTPB .20 5 .447 .200

Pair 3 DadaTertekanPreTPB .40 5 .548 .245

DadaTertekanPostTPB .00 5 .000 .000

Pair 4 WheezePreTPB 1.20 5 .447 .200

WheezePostTPB .20 5 .447 .200

Pair 5 GangguanTidurPreTPB 1.40 5 .548 .245

GangguanTidurPostTPB .20 5 .447 .200

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BatukPreTPB & BatukPostTPB 5 .250 .685

Pair 2 SesakPreTPB & SesakPostTPB 5 .612 .272

Pair 3 DadaTertekanPreTPB & 5 . .


DadaTertekanPostTPB

Pair 4 WheezePreTPB & WheezePostTPB 5 -.250 .685

Pair 5 GangguanTidurPreTPB & 5 .612 .272


GangguanTidurPostTPB

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan

T-Test Setiap Gejala Asma Mingguan Kelompok Intervensi

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair BatukPreTPB - .600 .548 .245 -.080 1.280 2.449 4 .070


1 BatukPostTPB

Pair SesakPreTPB - 1.200 .447 .200 .645 1.755 6.000 4 .004


2 SesakPostTPB

Pair DadaTertekanPr .400 .548 .245 -.280 1.080 1.633 4 .178


3 eTPB -
DadaTertekanPo
stTPB

Pair WheezePreTPB 1.000 .707 .316 .122 1.878 3.162 4 .034


4 -
WheezePostTP
B

Pair GangguanTidur 1.200 .447 .200 .645 1.755 6.000 4 .004


5 PreTPB -
GangguanTidur
PostTPB

Universitas Sumatera Utara


T-Test Setiap Gejala Asma Bulanan Kelompok Intervensi

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 GejalaHarianPreTPB 1.40 5 .548 .245

GejalaHarianPostTPB .20 5 .447 .200

Pair 2 GangguanAktivitasPreTPB .60 5 .894 .400

GangguanAktivitasPostTPB .20 5 .447 .200

Pair 3 GangguanTidur2PreTPB .80 5 .837 .374

GangguanTidur2PostTPB .00 5 .000 .000

Pair 4 KebutuhanObatPenurunGeja .20 5 .447 .200


laPreTPB

KebutuhanObatPenurunGeja .00 5 .000 .000


laPostTPB

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 GejalaHarianPreTPB & 5 .612 .272


GejalaHarianPostTPB

Pair 2 GangguanAktivitasPreTPB & 5 .875 .052


GangguanAktivitasPostTPB

Pair 3 GangguanTidur2PreTPB & 5 . .


GangguanTidur2PostTPB

Pair 4 KebutuhanObatPenurunGejalaPreT 5 . .
PB &
KebutuhanObatPenurunGejalaPostT
PB

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan

T-Test Setiap Gejala Asma Bulanan Kelompok Intervensi

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair GejalaHarianPre 1.200 .447 .200 .645 1.755 6.000 4 .004


1 TPB -
GejalaHarianPos
tTPB

Pair GangguanAktivit .400 .548 .245 -.280 1.080 1.633 4 .178


2 asPreTPB -
GangguanAktivit
asPostTPB

Pair GangguanTidur2 .800 .837 .374 -.239 1.839 2.138 4 .099


3 PreTPB -
GangguanTidur2
PostTPB

Pair KebutuhanObatP .200 .447 .200 -.355 .755 1.000 4 .374


4 enurunGejalaPre
TPB -
KebutuhanObatP
enurunGejalaPo
stTPB

Universitas Sumatera Utara


T-Test Gejala Asma Mingguan dan Gejala Asma Bulanan Kelompok
Kontrol

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 GejalaMingguanPreKontrol 4.33 3 2.309 1.333

GejalaMingguanPostKontrol 5.67 3 2.082 1.202

Pair 2 GejalaBulananPreKontrol 3.00 3 2.646 1.528

GejalaBulananPostKontrol 5.00 3 1.732 1.000

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 GejalaMingguanPreKontrol & 3 .971 .154


GejalaMingguanPostKontrol

Pair 2 GejalaBulananPreKontrol & 3 .655 .546


GejalaBulananPostKontrol

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan

T-Test Gejala Asma Mingguan dan Gejala Asma Bulanan Kelompok


Kontrol

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair GejalaMingguan -1.333 .577 .333 -2.768 .101 -4.000 2 .057


1 PreKontrol -
GejalaMingguan
PostKontrol

Pair GejalaBulananP -2.000 2.000 1.155 -6.968 2.968 -1.732 2 .225


2 reKontrol -
GejalaBulananP
ostKontrol

Universitas Sumatera Utara


T-Test Setiap Gejala Asma Mingguan Kelompok Kontrol

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 BatukPreKontrol 1.00 3 1.000 .577

BatukPostKontrol 1.33 3 .577 .333

Pair 2 SesakPreKontrol 1.00 3 .000 .000

SesakPostKontrol 1.33 3 .577 .333

Pair 3 DadaTerrtekanPreKontrol .67 3 .577 .333

DadaTertekanPostKontrol .67 3 .577 .333


a
Pair 4 GangguanTidurPreKontrol 1.00 3 1.000 .577
a
GangguanTidurPostKontrol 1.00 3 1.000 .577

Pair 5 WheezePreKontrol .67 3 .577 .333

WheezePostKontrol 1.33 3 .577 .333

a. The correlation and t cannot be computed because the standard error of the difference is 0.

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 BatukPreKontrol & 3 .866 .333


BatukPostKontrol

Pair 2 SesakPreKontrol & 3 . .


SesakPostKontrol

Pair 3 DadaTerrtekanPreKontrol & 3 -.500 .667


DadaTertekanPostKontrol

Pair 5 WheezePreKontrol & 3 .500 .667


WheezePostKontrol

Universitas Sumatera Utara


Lanjutan

T-Test Setiap Gejala Asma Mingguan Kelompok Kontrol

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper T df tailed)

Pair BatukPreKontrol -.333 .577 .333 -1.768 1.101 -1.000 2 .423


1 -
BatukPostKontro
l

Pair SesakPreKontrol -.333 .577 .333 -1.768 1.101 -1.000 2 .423


2 -
SesakPostKontr
ol

Pair DadaTerrtekanPr .000 1.000 .577 -2.484 2.484 .000 2 1.000


3 eKontrol -
DadaTertekanPo
stKontrol

Pair WheezePreKontr -.667 .577 .333 -2.101 .768 -2.000 2 .184


5 ol -
WheezePostKon
trol

Universitas Sumatera Utara


T-Test Setiap Gejala Asma Bulanan Kelompok Kontrol

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 GejalaHarianPreKontrol 1.00 3 1.000 .577

GejalaHarianPostKontrol 1.33 3 .577 .333

Pair 2 GangguanAktivitasPreKontro .67 3 .577 .333


l

GangguanAktivitasPostKontr 1.33 3 .577 .333


ol

Pair 3 GangguanTidur2PreKontrol .67 3 .577 .333

GangguanTidur2PostKontrol 1.00 3 1.000 .577

Pair 4 KebutuhanObatPenurunGeja .67 3 .577 .333


laPreKontrol

KebutuhanObatPenurunGeja 1.33 3 .577 .333


laPostKontrol

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 GejalaHarianPreKontrol & 3 .866 .333


GejalaHarianPostKontrol

Pair 2 GangguanAktivitasPreKontrol & 3 .500 .667


GangguanAktivitasPostKontrol

Pair 3 GangguanTidur2PreKontrol & 3 .866 .333


GangguanTidur2PostKontrol

Universitas Sumatera Utara


Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 GejalaHarianPreKontrol & 3 .866 .333


GejalaHarianPostKontrol

Pair 2 GangguanAktivitasPreKontrol & 3 .500 .667


GangguanAktivitasPostKontrol

Pair 3 GangguanTidur2PreKontrol & 3 .866 .333


GangguanTidur2PostKontrol

Pair 4 KebutuhanObatPenurunGejalaPreK 3 -1.000 .000


ontrol &
KebutuhanObatPenurunGejalaPost
Kontrol

Lanjutan

T-Test Setiap Gejala Asma Bulanan Kelompok Kontrol

Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std. Std. Error Sig. (2-


Mean Deviation Mean Lower Upper t df tailed)

Pair GejalaHarianPre -.333 .577 .333 -1.768 1.101 -1.000 2 .423


1 Kontrol -
GejalaHarianPos
tKontrol

Pair GangguanAktivit -.667 .577 .333 -2.101 .768 -2.000 2 .184


2 asPreKontrol -
GangguanAktivit
asPostKontrol

Universitas Sumatera Utara


Pair GangguanTidur2 -.333 .577 .333 -1.768 1.101 -1.000 2 .423
3 PreKontrol -
GangguanTidur2
PostKontrol

Pair KebutuhanObat -.667 1.155 .667 -3.535 2.202 -1.000 2 .423


4 PenurunGejalaP
reKontrol -
KebutuhanObat
PenurunGejalaP
ostKontrol

Independent T-Test Gejala Asma Mingguan dan Bulanan Post TPB dan Post
Kontrol

Group Statistics

Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

GejalaMingguan Post Kontrol 3 5.67 2.082 1.202

Post TPB 5 .80 .837 .374

GejalaBulanan Post Kontrol 3 5.00 1.732 1.000

Post TPB 5 .40 .894 .400

Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Universitas Sumatera Utara


Std.
Mean Error
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t df tailed) ce ce Lower Upper

GejalaMi Equal 4.367 .082 4.82 6 .003 4.867 1.010 2.396 7.337
ngguan variances 0
assumed

Equal 3.86 2.39 .045 4.867 1.259 .223 9.510


variances not 6 5
assumed

GejalaB Equal 2.974 .135 5.08 6 .002 4.600 .904 2.387 6.813
ulanan variances 7
assumed

Equal 4.27 2.65 .030 4.600 1.077 .908 8.292


variances not 1 7
assumed

Independent T-Test Setiap Gejala Asma Mingguan Post TPB dan Post
Kontrol

Group Statistics

Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Batuk Post Kontrol 3 1.33 .577 .333

Post TPB 5 .20 .447 .200

Sesak Post Kontrol 3 1.33 .577 .333

Post TPB 5 .20 .447 .200

Wheeze Post Kontrol 3 1.33 .577 .333

Post TPB 5 .00 .000 .000

DadaTertekan Post Kontrol 3 .67 .577 .333

Post TPB 5 .20 .447 .200

GangguanTidur Post Kontrol 3 1.00 1.000 .577

Post TPB 5 .20 .447 .200

Universitas Sumatera Utara


Independent Samples Test

Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Interval of the
Difference

Std.
Mean Error
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t df tailed) ce ce Lower Upper

Batuk Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
variances 9
assumed

Equal 2.91 3.47 .052 1.133 .389 -.014 2.280


variances not 5 4
assumed

Sesak Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
variances 9
assumed

Equal 2.91 3.47 .052 1.133 .389 -.014 2.280


variances not 5 4
assumed

Wheeze Equal 30.000 .002 5.47 6 .002 1.333 .243 .738 1.929
variances 7
assumed

Equal 4.00 2.00 .057 1.333 .333 -.101 2.768


variances not 0 0
assumed

DadaTer Equal .481 .514 1.29 6 .244 .467 .361 -.417 1.350
tekan variances 2
assumed

Equal 1.20 3.47 .305 .467 .389 -.680 1.614


variances not 0 4
assumed

Ganggu Equal 1.416 .279 1.60 6 .160 .800 .499 -.421 2.021
anTidur variances 4
assumed

Universitas Sumatera Utara


Equal 1.30 2.49 .298 .800 .611 -1.390 2.990
variances not 9 1
assumed

Independent T-Test Setiap Gejala Asma Bulanan Post TPB dan Post Kontrol

Group Statistics

Group N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

GejalaHarian Post Kontrol 3 1.33 .577 .333

Post TPB 5 .20 .447 .200

GangguanAktivitas Post Kontrol 3 1.33 .577 .333

Post TPB 5 .20 .447 .200

GangguanTidur2 Post Kontrol 3 1.00 1.000 .577

Post TPB 5 .00 .000 .000

KebutuhanObatPenurunG Post Kontrol 3 1.33 .577 .333


ejala
Post TPB 5 .00 .000 .000

Independent Samples Test

Universitas Sumatera Utara


Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95%
Confidence
Interval of the
Difference

Std.
Mean Error
Sig. (2- Differe Differe
F Sig. t df tailed) nce nce Lower Upper

GejalaHarian Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
variances 9
assumed

Equal 2.91 3.47 .052 1.133 .389 -.014 2.280


variances not 5 4
assumed

GangguanAk Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
tivitas variances 9
assumed

Equal 2.91 3.47 .052 1.133 .389 -.014 2.280


variances not 5 4
assumed

GangguanTi Equal 7.500 .034 2.37 6 .055 1.000 .422 -.032 2.032
dur2 variances 2
assumed

Equal 1.73 2.00 .225 1.000 .577 -1.484 3.484


variances not 2 0
assumed

KebutuhanO Equal 30.000 .002 5.47 6 .002 1.333 .243 .738 1.929
batPenurunG variances 7
ejala assumed

Equal 4.00 2.00 .057 1.333 .333 -.101 2.768


variances not 0 0
assumed

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Syafrina Dewi Dalimunthe

Tempat/Tanggal Lahir : P. Siantar, 3 April 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Setia Budi gang H. Idris Ahmad No. 153

Tanjung Rejo Medan

Riwayat Pendidikan :

1. 1993-1994 : TK Sandi Putra P. Siantar

2. 1994-2000 : SD. Negeri 122376 P. Siantar

3. 2000-2003 : SLTP Negeri 7 P. Siantar

4. 2003-2006 : SMA Negeri 2 P. Siantar

5. 2006-sekarang : Fakultas Keperawatan USU Medan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai