SKRIPSI
Oleh
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010
Pembimbing Penguji 1
Penguji 2
Pembantu Dekan I
Allah SWT atas rahmat, karunia dan hidayah-Nya yang tiada terhitung sehingga
Buteyko terhadap Penurunan Gejala Asma pada Penderita Asma di Kota Medan,
untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada
memberikan butir-butir pemikiran yang sangat berharga bagi penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis
selalu penulis rindukan, yang telah memberikan kasih sayang yang tulus, yang
menjadi penyemangat dikala penulis merasa lelah dan selalu mengirimkan beribu
doa disetiap sujud malamnya. Terkhusus untuk Almarhum Ayahanda yang selalu
motivasi untuk terus berjuang pantang menyerah dan berkat engkau pula penulis
menyadari bahwa kegagalan dan kehilangan adalah wujud sayangnya Allah SWT
pada umatnya. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada ketiga saudaraku yaitu
Kak Ika, Kak Pipit, Bang Ami dan Kakak Iparku, Kak Tika serta nenek Tomas
material kepada penulis, dan untuk keponakan yang selalu penulis rindukan, Faira,
yang selalu memberikan hiburan di kala penulis merasa lelah dan jenuh melalui
keluguan dan tawanya. Kepada semua keluarga besar penulis ucapkan terima
1. Bapak Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
diselesaikan.
Sumatera Utara.
4. Bapak Dudut Tanjung, S.Kp, M.Kep. Sp.KMB dan Ibu Diah Arrum, S.Kep.,
5. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS dan Ibu Farida Linda Sari Siregar
S.Kp, M.Kep selaku dosen penguji atas masukan yang telah diberikan demi
8. Kakanda tercinta yaitu Kak Cinta, Kak Ismah, Kak Mita yang telah
9. Terkhusus buat adinda tercinta, Dira, Yuli, Fitri, Riskina, dan seluruh rekan-
Rufaidah yang telah berjuang bersama dalam mengemban amanah dawah ini.
10. Teman-temanku stambuk 2006, Heppy, Ema, Fira, Syawalina, Firda, Husna,
Anggi, Devi, Juliani, Elis, Astika, Ridha, Afni, Junita Siboro, Evy CMS,
Mona dan juga yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu
11. Kepada seluruh responden yang telah bersedia meluangkan waktu dan
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Penulis
Halaman
Halaman Judul ........................................................................................... i
Halaman Pengesahan ................................................................................. ii
Prakata....................................................................................................... iii
Daftar Isi.................................................................................................... vi
Daftar Tabel............................................................................................... viii
Daftar Skema ............................................................................................. ix
Abstrak ...................................................................................................... x
Abstrak
Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai
populasi yang terus meningkat. Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu
teknik olah napas yang dapat menurunkan hiperventilasi paru penderita asma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas teknik pernapasan
Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Kota Medan.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen nonequivalent pre-post test control
group. Sampel berjumlah 8 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 5 orang
kelompok intervensi dan 3 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dari 7
Maret 2010 hingga 20 juni 2010.
Pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan observasi
gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah teknik pernapasan
Buteyko. Data yang diperoleh dicatat pada lembar observasi penurunan gejala
asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji
statistik deskripif dan inferensial.
Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test diperoleh nilai p untuk
gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala asma bulanan = 0.012, artinya
terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala asma sebelum dan sesudah
melakukan teknik pernapasan Buteyko. Menurut hasil analisa uji independent t-
test diperoleh nilai p untuk gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala
asma bulanan = 0.003, berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala
asma antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah pemberian
teknik pernapasan Buteyko. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa teknik pernapasan Buteyko efektif terhadap penurunan gejala asma pada
penderita asma.
__________________________________________________________________
Kata kunci : teknik pernapasan buteyko, gejala asma, asma
Abstrak
Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai
populasi yang terus meningkat. Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu
teknik olah napas yang dapat menurunkan hiperventilasi paru penderita asma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas teknik pernapasan
Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Kota Medan.
Desain penelitian ini adalah quasi eksperimen nonequivalent pre-post test control
group. Sampel berjumlah 8 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 5 orang
kelompok intervensi dan 3 orang kelompok kontrol. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan dari 7
Maret 2010 hingga 20 juni 2010.
Pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan observasi
gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah teknik pernapasan
Buteyko. Data yang diperoleh dicatat pada lembar observasi penurunan gejala
asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji
statistik deskripif dan inferensial.
Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test diperoleh nilai p untuk
gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala asma bulanan = 0.012, artinya
terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala asma sebelum dan sesudah
melakukan teknik pernapasan Buteyko. Menurut hasil analisa uji independent t-
test diperoleh nilai p untuk gejala asma mingguan = 0.002 dan p untuk gejala
asma bulanan = 0.003, berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala
asma antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol setelah pemberian
teknik pernapasan Buteyko. Kesimpulan dari hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa teknik pernapasan Buteyko efektif terhadap penurunan gejala asma pada
penderita asma.
__________________________________________________________________
Kata kunci : teknik pernapasan buteyko, gejala asma, asma
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama
malam menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi berhubungan dengan obstruksi
jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau
mempunyai populasi yang terus meningkat. Menurut survey The Global Initiative
for Asthma (GINA) tahun 2004, ditemukan bahwa kasus asma diseluruh dunia
mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah
menjadi 400 juta jiwa (GINA, 2004). Data World Health Organization (WHO)
juga mengindikasikan hal yang serupa bahwa jumlah penderita asma di dunia
diduga terus bertambah sekitar 180 ribu orang per tahun (Arif, 2009).
Disease tahun 1999, penderita asma dan penyakit alergi di Amerika menduduki
urutan teratas yaitu sebanyak 60 juta orang. Menurut survey tersebut, juga
Di Indonesia sendiri, saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar
penyebab kesakitan dan kematian (Depkes RI, 2007). Hal ini tergambar dari data
dengan bronkhitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkhitis
kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-4 di Indonesia atau sebesar
dibandingkan bronkhitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000 (PDPI, 2006).
6.662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) menunjukkan prevalensi
asma sebesar 7,7% dengan rincian laki-laki 9,2% dan perempuan 6,6% (PDPI,
2006).
kualitas hidup penderitanya. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa dari 3.207
berekreasi atau olahraga sebanyak 52,7%, 44-51% mengalami batuk malam dalam
sebanyak 37,9%, dan keterbatasan dalam cara hidup sebanyak 37,1%. Bahkan,
sekali dalam seminggu, dan 26,5% orang dewasa juga absen dari pekerjaan.
Selain itu, total biaya pengobatan untuk asma sangat tinggi dengan pengeluaran
dikendalikan. Penderita asma masih dapat hidup produktif jika mereka dapat
menghindari alergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara
teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, dan menghindari stres
2002).
diperkirakan cukup tinggi yaitu sekitar 42% dari populasi penderita asma yang
dikembangkan oleh para ahli. Salah satu teknik yang banyak digunakan dan mulai
populer adalah teknik pernapasan. Dalam teknik ini diajarkan teknik mengatur
napas bila penderita sedang mengalami asma atau bisa juga bersifat latihan saja
(The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Teknik ini juga bertujuan mengurangi
Pada asma, gejala yang sering terjadi adalah hiperventilasi atau bernapas
restriksi saluran napas dan peningkatan mucus (Roy, 2006). Sistem pernapasan
yang buruk seperti ini menyebabkan tubuh menjadi lemah dan rentan terhadap
pada penderita asma adalah teknik olah napas. Teknik olah napas ini dapat berupa
olahraga aerobik, senam, dan teknik pernapasan seperti Thai chi, Waitankung,
penderita asma, karena sebagian dari teknik pernapasan ini dapat bermanfaat
untuk berbagai penyakit lainnya. Namun demikian, ada juga beberapa teknik
Teknik pernapasan Buteyko merupakan salah satu teknik olah napas yang
pada penderita asma dapat dikurangi. Oksigenasi yang lancar akan menurunkan
kejadian hipoksia, hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma
(Murphy, 2005).
dengan sifat karbondioksida yang mendilatasi pembuluh darah dan otot, maka
menurunkan gejala asma (Kolb, 2009). Prinsip latihan teknik pernapasan Buteyko
ini adalah latihan teknik bernapas dangkal (GINA, 2005). Tahapan persiapan
relaksasi bahu, memantau aliran udara, bernapas dangkal dan latihan blok. Latihan
(Casano, 2008).
2. Perumusan Masalah
3. Hipotesis
Ha : Terdapat perbedaan gejala asma pre dan post teknik pernapasan Buteyko
Ho : Tidak terdapat perbedaan gejala asma pre dan post teknik pernapasan
Buteyko.
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan diuraikan
sebagai berikut:
1 Asma
oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast, eosinofil, dan limfosit-
batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara
episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001). Pendapat serupa juga menyatakan
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam
waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap
pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
berlebihan.
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah
alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh
melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau
mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
1. Alergen
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat
2. Olahraga
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh
adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma
aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem
trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi
4. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di
timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi, siang, dan malam hari, sesak napas,
bunyi saat bernapas (wheezing atau ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan
gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Gejala ini terjadi secara reversibel
dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008, Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2006, Lewis et al., 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang
tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala
yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk
gejala yang berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan
tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit
tidur dengan posisi tidur yang dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan
oleh bulu binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat (aspirin, beta-
blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stres
(GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya
Suddarth, 2001).
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian
bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya
asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi
paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut,
Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow
Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan Spyrometers untuk
mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1) disertai dengan
Force Vital Capacity (FVC). Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi oleh
karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu
binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Gejala asma umumnya
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi
non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi
saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini menjadi lebih berat
dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa pasien, asma jenis ini dapat
berkembang menjadi asma gabungan. Bentuk asma ini biasanya dimulai pada saat
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun bentuk
Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang
bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah
antibodi IgE abnormal. Pada asma, antibodi ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan
bronkus. Bila seseorang terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut
faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor ini
akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun sekresi mukus
yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan
berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan
inspirasi dengan baik dan adekuat tetapi hanya sekali-sekali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru
udara ekspirasi dari paru. Hal in dapat menyebabkan barrel chest (Lewis et al.,
2000).
kedalaman pernapasan yang jauh melebihi yang seharusnya, dan tubuh penderita
saluran napas dan peningkatan mucus. Rata-rata penderita asma bernapas 3-5 kali
lebih sering dan lebih cepat dibandingkan yang normal (Dupler, 2005).
menyebabkan rasa pusing dan kadang-kadang pingsan. Dahulu, hal ini dikaitkan
dengan penurunan saturasi oksigen. Namun, bila berdasarkan efek Bohr, hal itu
Respon Respon
Fase Awal Fase Akhir
Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam
Infiltrasi
Konstriksi otot polos
eosinophil dan
bronkial
Sekresi mucus
Inflamasi
neutrophil
Vasodilatasi
Hiperreaktivitas
Edema mukosa
bronkial
gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas dapat
mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa
terkontrol bila :
diperlukan)
yaitu edukasi, menilai dan monitor berat asma secara berkala, identifikasi dan
1. Edukasi (pengetahuan)
asma mandiri)
c. Meningkatkan kepuasan
asma
Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit
asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi
antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak dilakukan
pada penatalaksanaan asma. Hal ini meliputi pemantauan tanda gejala asma
setiap kunjungan ke dokter dan pemeriksaan faal paru , misalnya pengukuran peak
flow meter.
Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini
dianjurkan pada :
a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh
pasien di rumah.
di atas > 5 tahun, terutama bagi penderita setelah perawatan di rumah sakit,
berisiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa (Depkes RI,
2007).
gejala asma adalah menghindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala
asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan
tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten,
tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten,
a. Glukokortikosteroid Inhalasi
Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi
gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi
iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik,
Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid
(GINA, 2005).
Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronkial pada gejala asma. Obat ini
imun nonspesifik. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian
d. 2-Agonist Inhalasi
Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi
e. 2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada
waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan ansietas, meningkatkan kerja jantung,
f. Teofilin
bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh
darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah,
g. Leukotriens
Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk
a. 2-Agonist Inhalasi
mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsif jalan napas. Obat
ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA,
2005).
b. 2-Agonist Oral
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung,
c. Antikolinergik
Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru.
Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mukus (GINA, 2005).
Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada
pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam
6. Pemeriksaan Teratur
Pada penatalaksanaan jangka apnjang terdapat dua hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu tindak lanjut (follow-up) teratur dan rujuk ke ahli paru untuk
pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stres, dan olahraga atau yang
biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation
of Victoria, 2002). Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stres akan
menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk
asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The
komplementer tersebut adalah terapi herba, homeopati, terapi nutrisi, tissue salt
Salah satu terapi alternatif untuk asma yang paling mutakhir dan paling
teknik pernapasan ini, secara sederhana penanganan asma didasarkan pada usaha
dapat memperbaiki pola nafas dan gejala asma lainnya dengan melakukan teknik
dasar dan berguna untuk mengurangi gejala dan memperbaiki tingkat keparahan
ketergantungan penderita asma terhadap obat/ medikasi asma. Selain itu, teknik
pernapasan ini juga dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen
penderita asma yang cenderung bernapas secara berlebihan agar dapat bernapas
secara benar. Selain itu, tujuan lain dari teknik pernapasan ini adalah untuk
penderita asma dengan cara memelihara keseimbangan kadar CO2 dan nilai
oksigenasi seluler yang pada akhirnya dapat menurunkan gejala asma (Dupler,
2005). Menurut Roy (2006), tujuan umum dari teknik pernapasan Buteyko adalah
untuk rekondisi penderita agar dapat bernapas normal dengan cara-cara sebagai
berikut :
berkurang.
normal.
Selama serangan asma, penderita asma bernapas dua kali lebih cepat
dibandingkan orang normal, yang kemudian kondisi ini dikenal dengan istilah
ini adalah :
1. Bila penderita asma melakukan pernapasan dalam, maka jumlah CO2 yang
dikeluarkan akan semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan jumlah CO2 di
2. Terjadinya defisiensi CO2 disebabkan oleh cara bernapas dalam yang dapat
maka hal ini dapat menyebabkan gangguan metabolik yang fatal (Murphy, 2000).
kejang pada otak, pembuluh darah, spastik usus, saluran empedu dan organ
lainnya. Bila penderita asma bernapas dalam, maka semakin sedikit jumlah
oksigen yang mencapai otak, jantung, ginjal dan organ lainnya yang
tubuh (terutama paru-paru dan sirkulasi) sehingga hal ini akan mengubah kadar O2
dipengaruhi oleh pola nafas dan konsentrasi O2/ CO2. Pada waktu serangan, over-
Programming, 2009).
asma merupakan salah satu tanda over-breathing dan faktanya respon alami tubuh
terhadap hal ini adalah mengurangi intake udara ke dalam paru-paru (Pegasus
paru-paru.
2. Timbulmya mukus dalam saluran pernapasan, yang merupakan cara lain dari
menjadi kebiasaan baru yaitu bernapas lebih lambat dan lebih dangkal. Teknik
Pernapasan Buteyko meliputi dua hal penting yaitu relaksasi dan latihan. Pada
tahapan relaksasi, postur tubuh diatur secara rileks terutama tubuh bagian atas.
Teknik pernapasan ini dilakukan untuk merilekskan otot pernapasan dan iga
secara perlahan-lahan yaitu adanya peregangan ke arah luar selama inspirasi dan
melakukan pernapasan melalui hidung saat serangan asma terjadi (Dupler, 2005).
pernapasan melalui hidung, bukan melalui mulut (Mortin, 1999 dalam Thomas,
insufisiensi udara yang terjadi saat serangan asma dapat berkurang (Thomas,
2004).
Selain itu, selama latihan perlu diperhatikan pula control pause yaitu waktu
untuk menahan napas secara terkendali. Lamanya waktu penderita menahan napas
harus dicatat. Pada penderita asma, control pause hanya bisa dicapai selama 5-15
menahan napas atau mencapai waktu control pause selama 40-60 detik (Dupler,
teknik pernapasan Buteyko ini menurut Thomas (2004) adalah sebagai berikut :
Penggunaan kursi yang memiliki sandaran tegak dan tinggi memungkinkan untuk
dengan posisi yang benar. Jika tidak memiliki kursi dengan sandaran yang lurus,
maka posisi kepala, bahu, dan pinggul harus diatur supaya tegak lurus.
3. Konsentrasi
Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Rasakan udara yang bergerak
masuk dan keluar dari lubang hidung dan gerakan berbeda dari tubuh ketika
pernapasan mungkin dirasakan sebagai hal yang aneh, tetapi kita tidak dapat
mengubah pola pernapasan kita jika tidak menyadari bagaimana kita bernapas.
4. Relaksasi Bahu
otot bahu saat bernapas sehingga mempengaruhi jumlah udara ke dalam paru-
paru. Cobalah untuk sesantai mungkin dan biarkan bahu rileks dengan posisi
pernapasan.
meletakkan jari di bawah hidung sehingga sejajar dengan lantai. Aliran udara
harus dapat dirasakan keluar dari lubang hidung, tetapi posisi jari tidak boleh
terlalu dekat ke lubang hidung karena dapat mengganggu aliran udara yang masuk
6. Bernapas dangkal
napas, maka mulailah menarik napas kembali. Hal ini akan menyebabkan
penurunan jumlah udara untuk setiap kali bernapas. Setelah melakukan hal ini,
akan terjadi peningkatan jumlah napas yang dihirup per menit, tapi tidak masalah
jika tujuannya adalah untuk mengurangi volume udara. Udara yang sedikit hangat
menit.
penuh saat pertama kali latihan. Seperti latihan lain pada umumnya, akan lebih
mudah dipahami melalui praktek. Jika mengambil napas dari udara, maka hal itu
berarti adanya usaha untuk mengurangi volume udara yang terlalu cepat dan perlu
pernapasan dapat dikurangi selama 3-5 menit pada suatu waktu. Cara untuk
Langkah 1
Langkah 2
posisi dan duduklah di depan cermin. Letakkan tangan di perut, lalu tarik napas.
Perhatikan bahwa tidak terjadi penggunaan otot-otot dada untuk bernapas, yang
Langkah 3
hampir tidak terasa pergerakan udara (saat tarikan dan hembusan napas).
selama apapun waktunya untuk mulai latihan, maka harus diperiksa kembali
8. Istirahat
memperoleh manfaat besar dari latihan pernapasan Buteyko ini, maka dibutuhkan
9. Latihan Blok
memeriksa denyut nadi dan control pause sebelum dan setelah latihan.
Dibandingkan dengan sesi awal, maka control pause harus lebih panjang
Lamanya waktu untuk melakukan seluruh tahapan teknik pernapasan ini adalah 25
Pada tahap awal, sebagai pemanasan sebaiknya ambil napas terlebih dahulu
sebanyak 2 kali , kemudian ditahan, lalu dihembuskan. Setelah itu, lihat berapa
lama waktu dapat menahan napas. Tujuannya adalah untuk dapat menahan napas
sedangkan mulut ditutup. Kemudian lakukan tes bernapas control pause. Hitung
Ulangi kembali "tes control pause- bernafas dangkal- tes control pause
sebanyak 4 kali.
Langkah 1
Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur
pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan
menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.
Langkah 2
hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar
Langkah 3
karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat
hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat sulit pada
awalnya, tapi dengan latihan secara teratur maka akan terbiasa. Jangan mencoba
Langkah 5
Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan
tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih bernapas melalui hidung. Pastikan
hiperventilasi.
Langkah 1
Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman
tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.
Langkah 2
Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapas
Langkah 3
diri dengan langkah ini. Jika merasa terengah-engah, kembali ke langkah 2 dan
Langkah 1
Langkah 2
Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan
cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan
napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin
hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan
Langkah 3
Langkah 4
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung
dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk
Langkah 5
Langkah 6
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung
Langkah 8
Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.
Langkah 9
Langkah 10
Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control
pada penderita asma adalah teknik pernapasan Buteyko (Fadhil, 2009). Teknik
penderita asma agar dapat bernapas secara efisien dan benar agar gejala asma
adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan
penelitian yang dilakukan oleh Ma (2002) terhadap penderita PPOK, maka dengan
asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif
paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak
(Murphy, 2000). Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Salah satu bentuk terapi komplementer untuk penderita asma adalah teknik
olah napas. Teknik olah napas yang dirancang untuk penderita asma adalah teknik
terjadi saat serangan asma. Hiperventilasi yang terjadi sebagai tanda gejala asma
over- breathing pada penderita asma dapat meningkatkan kualitas hidup penderita
(Thomas, 2004).
asma dengan cara menahan karbondioksida agar tidak hilang secara progresif
Untuk kedua kelompok ini akan diawali dengan pengisian kuesioner tentang
2. Definisi Operasional
Gejala asma adalah beberapa keluhan penderita asma berupa gejala asma
mingguan seperti batuk, sesak napas, wheezing, rasa tertekan di dada, tidur yang
terganggu dan gejala asma bulanan seperti gejala harian (batuk, sesak napas,
wheezing dan rasa tertekan di dada), gangguan aktivitas, gangguan tidur, dan
kebutuhan obat penurun gejala asma yang diobservasi sebelum dan sesudah
gejala asma mingguan yang terdiri dari 5 item gejala dan lembar observasi gejala
asma bulanan yang terdiri dari 4 item gejala yang kemudian dibagi menjadi 3
Kategori Rentang
Kategori gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada setiap gejala asma
yang dialami responden kelompok intervensi
Ringan 0-3
Sedang 4-6
Berat 7-10
Kategori jumlah total skor gejala asma mingguan yang dialami responden pada
kelompok intervensi
Ringan 0-16
Sedang 17-33
Berat 34-50
Kategori jumlah total skor gejala asma bulanan yang dialami responden pada
kelompok intervensi
Ringan 0-12
Sedang 13-25
Berat 26-40
Kategori gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada setiap gejala asma
yang dialami responden kelompok kontrol
Ringan 0-2
Sedang 3-4
Berat 5-6
Kategori jumlah total skor gejala asma mingguan yang dialami responden pada
kelompok kontrol
Ringan 0-10
Sedang 11-20
Berat 21-30
Kategori jumlah total skor gejala asma bulanan yang dialami responden pada
kelompok kontrol
Ringan 0-8
Sedang 9-16
Berat 17-24
Kategori gejala asma mingguan yang dialami setiap responden,baik kelompok
kontrol maupun kelompok intervensi
Ringan 0-2
Sedang 3-5
Berat 6-10
Kategori gejala asma bulanan yang dialami setiap responden, baik kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol
Ringan 0-2
Sedang 3-4
Berat 5-8
Kategori setiap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada setiap
responden
Ringan 0
Sedang 1
Berat 2
teknik olah napas dengan orientasi pernapasan melalui hidung secara benar untuk
mencapai waktu control pause 40-60 detik yang terdiri dari latihan mengatur
napas, konsentrasi dalam bernapas, relaksasi bahu, memantau aliran udara, latihan
bernapas dangkal, latihan menahan napas, dan latihan blok dengan frekuensi
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
ini menggunakan dua kelompok yaitu kelompok intervensi yang diberikan teknik
pernapasan Buteyko.
Populasi penelitian ini pada awalnya adalah semua penderita asma yang
Cabang Medan.. Namun, karena ada kendala dalam perizinan tempat penelitian,
maka populasi penelitian ini berubah menjadi penderita asma di Kota Medan.
target dan dengan sengaja memilih unit sampling yang sesuai dengan kriteria
Adapun kriteria inklusi sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
b. Menggunakan bronkodilator
teknik pernapasan Buteyko sesuai jadwal latihan yaitu 1 kali sehari selama satu
bulan waktu penelitian dan tidak melakukan latihan teknik pernapasan lainnya di
effect size merupakan ukuran kesalahan dari hipotesa nol ()=0.50, dan power (1-
) merupakan kekuatan uji atau kekuatan untuk menolak hipotesa nol=0.60 (Polit
kelompok intervensi dan 3 orang kelompok kontrol. Sampel dalam penelitian ini
Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Namun, karena terjadi kendala
kecamatan saja yang menjadi tempat penelitian ini yaitu Kecamatan Medan Johor,
dilaksanakan selama 3,5 bulan yaitu dari 7 Maret hingga 20 Juni 2010.
Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu baik secara fisik
penderita asma yang mengalami status asmatikus dimana kondisi penderita asma
5. Instrumen Penelitian
gejala asma, pekerjaan dan suku. Data demografi ini berguna untuk membantu
peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap
penelitian ini.
mingguan dari hasil penelitian Osman, et al. (2001) dan lembar observasi gejala
selama satu minggu yang terdiri dari 5 poin yaitu gejala batuk, sesak, wheeze,
dada tertekan dan gangguan tidur. Sedangkan lembar observasi gejala asma
bulanan mengukur gejala asma yang terjadi selama satu bulan terakhir yang terdiri
dari 4 poin yaitu gejala harian (sesak, batuk, wheeze dan dada tertekan). Gangguan
aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala. Pengisian lembar
Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma sudah pernah diuji coba
sebelumnya dalam penelitian Mardhiah (2009) sehingga uji validitas dan uji
reliabilitas instrumen penelitian ini mengacu pada uji validitas dan uji reliabilitas
(2009) dilakukan oleh ahli yang berkompeten di dalam bidang paru yaitu Prof.
Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K) dan dinyatakan sudah valid. Jenis uji validitas yang
kaitan antara dua gejala atau lebih yang tidak dapat diukur secara langsung dan
validitas isi yang menilai sejauhmana instrumen penelitian ini memuat rumusan-
rumusan sesuai dengan isi yang dikehendaki menururt tujuan tertentu (Setiadi,
2007).
analisis cronbach alpha dengan hasil koefisen reliabilitas untuk kuesioner gejala
asma mingguan yaitu 0.673 dan hasil koefisien realibilitas kuesioner gejala asma
instrumen akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.600.
responden.
responden.
latihan teknik pernapasan Buteyko sebanyak 2 kali seperti yang telah diperagakan
peneliti.
teknik pernapasan Buteyko selama 20 menit pada hari kedua minggu pertama
latihan.
12. Memberikan protokol dan panduan latihan teknik pernapasan Buteyko dengan
tingkat kesulitan sangat mudah di akhir latihan pada hari kedua minggu pertama
latihan.
latihan teknik pernapasan Buteyko sebanyak 2 kali seperti yang telah diperagakan
peneliti.
17. Memberikan protokol dan panduan latihan teknik pernapasan Buteyko dengan
tingkat kesulitan mudah di akhir latihan pada hari kedua minggu kedua latihan.
sedang sebanyak 2 kali kepada responden kelompok intervensi pada hari pertama
latihan teknik pernapasan Buteyko sebanyak 2 kali seperti yang telah diperagakan
peneliti.
teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan sedang pada hari kedua
22. Memberikan protokol dan panduan latihan teknik pernapasan Buteyko dengan
tingkat kesulitan sedang di akhir latihan pada hari kedua minggu kempat latihan.
teknik pernapasan Buteyko dengan tingkat kesulitan sedang pada hari terakhir
25. Melakukan pengisian lembar kuesioner observasi post intervensi pada minggu
terakhir latihan hingga diperoleh penurunan gejala asma setelah latihan teknik
26. Melakukan pengisian lembar kuesioner observasi tentang gejala asma pada
7. Analisa Data
yang diperoleh dari setiap responden pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi yaitu berupa data demografi. Pada kelompok intervensi diperoleh data
hasil pengisian kuesioner penurunan gejala asma sebelum dan sesudah intervensi.
gejala asma pada awal dan akhir penelitian. Data penelitian tersebut dibandingkan
pengolahan data.
gejala asma pre dan post dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.
antara pre dan post kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Selanjutnya
paired t-test yang digunakan untuk membandingkan penurunan gejala asma pre
dan post teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi dan untuk
membandingkan ada atau tidaknya perbedaan gejala asma pada kelompok kontrol.
Uji paired t-test digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi normal.
Pada uji paired t-test tersebut diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan
digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi normal. Sama halnya dengan
uji paired t-test, pada uji independent t-test diperoleh nilai p, yaitu nilai yang
1. Hasil Penelitian
kelompok yaitu 6 orang pada kelompok intervensi dan 5 orang pada kelompok
gejala asma pre dan post teknik pernapasan Buteyko pada kelompok intervensi
dan pada kelompok kontrol serta perbandingan penurunan gejala asma antara post
sampel penelitian dan berada di Kota Medan. Usia responden dalam penelitian ini
berada pada rentang 21 - 54 tahun dan didominasi oleh responden dengan rentang
usia 20-40 tahun (87.5%, n=7) yang merupakan rentang usia dewasa muda.
(87.5%, n=7). Berat badan seluruh responden dalam penelitian ini berada pada
rentang 39-70 kg. Mayoritas berat badan responden berada pada rentang 48-55
kg (62.5%, n=5).
n=5). Lamanya responden terdiagnosa asma pada umumnya berada pada rentang
n=3) dan suku Batak (37.5%, n=3). Karakteristik demografi responden dapat
sebulan dan gejala asma selama seminggu. Tingkat keparahan gejala asma akan
terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh. Semakin besar total skor yang
semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor gejala asma yang
diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang dialami dalam
Buteyko pada umumnya berada pada kategori sedang. Namun, pada post teknik
gejala seperti sesak dan gangguan tidur yang pada saat pre intervensi berada pada
kategori berat mengalami penurunan menjadi kategori ringan pada post intervensi
Untuk gejala seperti batuk dan dada tertekan yang saat pre intervensi berada pada
intervensi. Untuk gejala wheeze saat pre-post intervensi tetap berada pada kategori
ringan dan mengalami perubahan nilai total skor yaitu dari nilai total skor 2
berkurang menjadi 1. Gejala asma yang dialami responden selama seminggu pre
Buteyko
berada pada kategori sedang. Pada post kontrol pun gejala asma minnguan
responden tetap berada pada kategori sedang. Namun demikian, terjadi kenaikan
jumlah total skor antara pre-post kontrol. Untuk setiap gejala seperti wheeze,
bahkan mengalami peningkatan dari kategori ringan saat pre kontrol menjadi
kategori sedang saat post kontrol. Sedangkan gejala batuk dan sesak, walaupun
tetap berada berada pada kategori sedang baik saat pre maupun post kontrol, akan
tetapi kedua gejala ini mengalami kenaikan nilai total skor. Untuk gejala
gangguan tidur tetap berada pada kategori ringan dan juga tidak mengalami
perubahan nilai total skor selama pre-post kontrol. Gejala asma yang dialami
Buteyko pada umumnya berada pada kategori ringan. Pada post intervensi pun
tetap berada pada kategori ringan. Namun, antara pre-post teknik pernapasan
setiap gejala seperti gejala harian dimana saat pre intrvensi berada pada kategori
berat mengalami penurunan menjadi kategori ringan saat post intervensi. Gejala
gangguan tidur saat pre intervensi berada pada kategori sedang juga mengalami
penurunan gejala menjadi kategori ringan. Untuk gejala gangguan aktivitas dan
kebutuhan obat penurun gejala asma, walaupun tetap berada pada kategori ringan
selama pre-post intervensi, namun terjadi perubahan nilai total skor antara pre dan
post intervensi. Gejala asma yang dialami responden selama sebulan pre dan post
Tabel 6. Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post Teknik
Pernapasan Buteyko
Gejala asma bulanan yang dialami responden pre kontrol pada umumnya
berada pada kategori sedang. Pada post kontrol pun tetap berada pada kategori
sedang. Namun demikian, terjadi kenaikan jumlah total skor antara pre dan post
kontrol. Semua gejala bulanan seperti gejala harian, gangguan aktivitas, gangguan
Gejala gangguan aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala
mengalami peningkatan dimana saat pre kontrol berada pada kategori ringan
berubah menjadi kategori sedang saat post kontrol. Gejala harian tetap berada
pada kategori sedang selama pre-post kontrol. Gejala asma yang dialami
responden selama sebulan pre dan post kontrol dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post Kontrol
Untuk melihat perbedaan penurunan gejala asma digunakan uji paired t-test.
Namun, uji paired t-test dapat digunakan apabila data hasil penelitian terdistribusi
secara normal, sehingga data hasil penelitian perlu dilakukan uji normalitas.
normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro Wilk. Sebaran data
dari hasil penelitian ini ternyata terdistribusi secara normal artinya data variabel
Wilk : p=0.094; gejala asma mingguan kontrol : uji Shapiro Wilk : p=0.320; gejala
asma bulanan intervensi: uji Shapiro Wilk : p=0.129; gejala asma bulanan kontrol:
gejala asma pre-post teknik pernapasan Buteyko dan perbedaan pre-post kontrol
intervensi, gejala asma mingguan (p= 0.002) dan gejala asma bulanan (p= 0.012)
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan gejala asma pre dan post teknik
pernapasan Buteyko terhadap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan.
tidur mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti
adanya pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap gejala sesak, dada tertekan
dan gangguan tidur. Namun, pada gejala batuk dan wheeze tidak mengalami
perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diidentifikasi >0.05, yang berarti
tidak adanya pengaruh teknik pernapasan Buteyko terhadap gejala batuk dan
wheeze.
signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti adanya pengaruh teknik pernapasan
gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala asma tidak mengalami
perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti
gangguan aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat peurun gejala asma. Pada
tabel 8 dapat dilihat perbedaan penurunan gejala asma antara pre dan post teknik
pernapasan Buteyko.
Tabel 8. Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre dan Post Teknik Pernapasan
Buteyko
Sedangkan hasil analisa uji paired t-test terhadap gejala asma mingguan dan
bulanan pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa gejala asma mingguan (p=
0.057) dan gejala asma bulanan (p= 0.225) tidak mengalami perubahan yang
signifikan dimana nilai p>0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya
perbedaan gejala asma pre dan post kontrol terhadap gejala asma mingguan dan
Seluruh gejala asma mingguan seperti batuk, sesak, wheeze, rasa tertekan di
dada dan gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana
nilai p>0.05 yang berarti tidak terdapat perbedaan antara pre dan post kontrol
Sama halnya dengan gejala asma bulanan, dimana gejala seperti gejala harian ,
gangguan aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala tidak
mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p>0.05 yang berarti tidak
terdapat perbedaan antara pre dan post kontrol terhadap gejala harian, gangguan
aktivitas, gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala. Pada tabel 9 dapat
dilihat hasil analisa terhadap gejala asma antara pre dan post kontrol.
pernapasan Buteyko dengan post kontrol digunakan uji independent t-test. Hasil
diperoleh hasil yaitu gejala asma mingguan (p= 0.003) dan gejala asma bulanan
(p= 0.002) dimana nilai p<0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala
perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti terdapat perbedaan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Namun, pada gejala rasa tertekan di dada
dan gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p
yang diidentifikasi >0.05, yang berarti tidak terdapat perbedaan penurunan gejala
rasa tertekan di dada dan gangguan tidur antara kelompok intervensi dibandingkan
Gejala asma bulanan seperti gejala harian, gangguan aktivitas dan kebuthan
obat penurun gejala mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05
yang berarti terdapat perbedaan penurunan gejala harian, gangguan aktivitas dan
perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti
perbedaan penurunan gejala asma antara post teknik pernapasan Buteyko dengan
post kontrol.
Tabel 10. Perbedaan Penurunan Gejala Asma antara Post Teknik Pernapasan
2. Pembahasan
penderita asma.
Angka kejadian asma pada orang dewasa banyak terjadi pada usia dewasa
muda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermansson
(2001) dalam Murphy (2005), dimana kejadian asma pada orang dewasa paling
banyak dialami pada rentang usia 20-32 tahun yaitu pada rentang usia dewasa
muda. Sama halnya dengan penelitian ini, dimana kejadian asma berdasarkan usia
tumbuh kembang pada orang dewasa paling banyak dialami pada rentang usia 20-
40 tahun (87.5, n=7), yaitu pada rentang usia dewasa muda dengan nilai
penyakit asma ini pada umumnya sudah dibawa sejak masih anak-anak
(About.com, 2004).
Menurut GINA (2005) kejadian asma pada orang dewasa berdasarkan jenis
muncul pada perempuan. Sama halnya dengan penelitian ini, dimana kejadian
Adapun mayoritas tinggi badan responden pada penelitian ini berada pada
perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) maka lebih dari 60 persen responden
memiliki berat badan ideal. Hal ini belum bisa dijelaskan secara pasti
penelitian yang dilakukan oleh Elisa (2000), menyimpulkan bahwa tidak adanya
hubungan antara status gizi penderita asma dengan penyakit asma yang
dideritanya.
bahwa lebih dari setengah responden terdiagnosa asma selama 16-20 tahun
(37.5%, n=3). Gejala asma dapat muncul pada penderita asma yang tidak dapat
mengontrol gejala asmanya dengan baik, tidak tergantung pada lamanya penderita
asma menderita asma. Namun, pada penderita yang sudah lama terdiagnosa asma
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang asma, sehingga penderita asma ini
sudah banyak memiliki pengetahuan tentang cara mengontrol gejala asma, tapi hal
Pada penelitian ini ditemukan bahwa, penderita asma didominasi oleh suku
Jawa dan suku Batak (masing-masing 37.5%, n=3). Hal ini sesuai dengan
hubungan darah dan bisa dialami oleh sekelompok suku tertentu yang saling
memiliki keterkaitan hubungan genetik. Ada jenis gen tertentu yang memproduksi
IgE secara berlebihan, dan akan cenderung mudah memicu gejala asma (The
Gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan antara pre-post teknik
mingguan yaitu gejala sesak dan gangguan tidur turun dari kategori berat menjadi
kategori ringan. Untuk gejala batuk dan dada tertekan turun dari kategori sedang
menjadi kategori ringan. Gejala lainnya seperti wheeze turun dari total skor 2
(ringan) ke 1 (ringan).
Untuk gejala asma bulanan yaitu gejala harian turun dari kategori berat ke
kategori ringan. Untuk gejala gangguan tidur turun dari kategori sedang ke
kategori ringan. Sedangkan gejala lainnya seperti gejala gangguan aktivitas turun
dari total skor 3 (ringan) menjadi 1 (ringan), dan kebutuhan obat penurun gejala
Gejala asma mingguan antara pre-post kontrol pada umumnya tetap berada
pada kategori sedang. Gejala wheeze mengalami peningkatan yaitu dari kategori
ringan menjadi kategori sedang. Untuk gejala dada tertekan dan gangguan tidur
tetap berada pada kategori ringan. Sedangkan gejala batuk dan sesak mengalami
peningkatan nilai total skor yaitu dari total skor 3 (sedang) ke 4 (sedang).
mengalami perubahan yaitu tetap berada pada kategori sedang. Untuk gejala asma
bulanan yaitu gejala harian tetap berada pada kategori sedang dengan peningkatan
nilai total skor dari total skor 3 (sedang) ke 4 (sedang). Gejala gangguan aktivitas,
gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala mengalami peningkatan yaitu
Dari uraian diatas dapat dilihat perkembangan penurunan gejala asma pada
penderita asma setelah dilakukan teknik pernapasan Buteyko dan gejala asma
pada penderita asma di kelompok kontrol. Sesuai dengan pendapat Dupler (2005)
bahwa gejala asma dapat dikurangi dengan melakukan teknik dan olah pernapasan
semakin sering melakukan olah pernapasan maka frekuensi serangan asma akan
gejala asma secara kausatif yaitu dengan memperbaiki cara dan pola bernapas
ekspirasi paksa serta penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa
hilang akibat hiperventilasi dapat terperangkap di dalam darah. Selain itu, oksigen
yang dihirup dapat dioptimalkan pemakaiannya oleh sel darah melalui pelepasan
2000).
dari pada menggunakan otot pernapasan yang lainnya seperti otot asesoris
dari penderita asma ketika gejala asma muncul, sehingga pengurangannya pun
Gejala asma harian merupakan gejala asma mingguan yang diukur dalam
rentang satu bulan. Sama halnya dengan gejala asma mingguan, dimana gejala
Gangguan tidur juga dapat berkurang secara bertahap selama melakukan latihan
Sama halnya dengan gejala lain, gangguan aktivitas juga dapat berkurang sejalan
Kebutuhan obat penurun gejala asma dapat meningkat ketika gejala reaksi
menurun, maka kebutuhan obat penurun gejala, sesak dan wheeze antara
kelompok intervensi dengan kelompok kontrol. Namun, pada gejala rasa tertekan
di dada dan gangguan tidur tidak mengalami perbedaan yang signifikan, dimana
nilai p yang diidentifikasi >0.05, yang berarti tidak terdapat perbedaan penurunan
Gejala asma bulanan seperti gejala harian, gangguan aktivitas dan kebutuhan
obat penurun gejala mengalami perbedaan yang signifikan, dimana nilai p<0.05
yang berarti terdapat perbedaan penurunan gejala harian, gangguan aktivitas dan
kontrol. Namun, pada gejala gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang
signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti tidak terdapat
kelompok kontrol.
gejala asma mingguan dan bulanan pada kelompok yang mendapat perlakuan
teknik pernapasan Buteyko. Selain itu juga dapat dilihat bahwa pada penderita
asma yang tidak mendapat perlakuan teknik pernapasan Buteyko (kontrol) pada
umumnya tidak mengalami perubahan gejala asma mingguan dan bulanan. Dari
pemaparan tersebut, dapat dilihat bahwa ada beberapa gejala yang tidak
berpengaruh dan bahkan, ada juga beberapa gejala yang mengalami peningkatan.
Dari uraian diatas dapat dilihat terdapat penurunan gejala asma secara umum
asma pada kelompok kontrol. Dari pemaparan tersebut, dilihat bahwa gejala asma
berkurang pada beberapa gejala baik gejala asma mingguan maupun gejala asma
bulanan.
asma. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Murphy (2000), bahwa
penekanan pada otot dinding dada yang menyebabkan rasa sesak (Murphy, 2000).
Selain itu, dengan melakukan teknik pernapasan Buteyko maka peningkatan kadar
2003).
yang menghambat kelancaran oksigenasi dan efek Bohr pada penderita asma
hiperventilasi dan apnea saat tidur pada penderita asma (Murphy, 2005).
Teknik pernapasan Buteyko juga melatih cara bernapas yang efektif dan
efisien dengan mengandalkan otot diafragma sebagai otot pernapasan utama untuk
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Thomas (2004) bahwa teknik
asma mengontrol munculnya gejala asma. Oleh karena prinsip teknik pernapasan
Buteyko adalah untuk merilekskan otot pernapasan dan iga secara perlahan-lahan,
maka rasa tertekan di dada secara bertahap juga dapat berkurang (Dupler, 2005).
Namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
gejala batuk dan wheeze antara pre dan post teknik pernapasan Buteyko. Akan
tetapi, seperti terlihat pada pemaparan gejala asma, dimana ketiga gejala ini
Buteyko secara teratur. Dan juga, dibandingkan dengan kelompok yang tidak
terjadi perubahan yang signifikan pada gejala batuk, wheeze dan sesak.
menyertainya pun dapat berkurang, seperti batuk dan sesak. Demikian juga
dengan gejala asma harian, yang merupakan gejala mingguan yang diukur dalam
gejala asma yaitu ketika reaksi hipersensitivitas meningkat, maka kebutuhan obat
Namun pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
gejala gangguan aktivitas, gangguan tidur, dan kebutuhan obat penurun gejala
antara pre dan post teknik pernapasan Buteyko. Akan tetapi, seperti terlihat pada
selama satu bulan latihan teknik pernapasan Buteyko secara teratur. Dan juga
mengalami gejala asma yang semakin parah setiap tahunnya. Hasil penelitiannya
saluran napas sehingga gejala asma menjadi tidak terkendali (Roy, 2006). Gejala
asma yang diderita bisa semakin parah , tetap ataupun berkurang sesuai dengan
dan kelompok kontrol maka dapat disimpulkan hipotesa penelitian gagal ditolak
yaitu terdapat perbedaan penurunan gejala asma antara pre teknik pernapasan
1 Kesimpulan
mingguan dan bulanan pre-post intervensi yaitu gejala asma mingguan mengalami
penurunan dari kategori sedang menjadi kategori ringan dan untuk gejala asma
bulanan tetap berada pada kategori ringan selama pre-post intervensi. Sedangkan
gejala asma mingguan dan bulanan pada kelompok kontrol, secara keseluruhan
tidak mengalami perubahan yaitu tetap berada pada kategori sedang baik untuk
gejala asma mingguan maupun gejala asma bulanan selama pre-post kontrol.
Buteyko dengan pre-post kontrol juga dapat terlihat dari perubahan nilai total skor
yang menunjukkan nilai perubahan yang bermakna. Berdasarkan hasil uji paired
t-test pada kelompok intervensi, diketahui bahwa nilai p untuk pengukuran gejala
asma mingguan = 0.002, dan nilai p untuk pengukuran gejala asma bulanan =
0.012, sehingga dapat disimpulkan p<0.05 artinya terdapat penurunan gejala asma
mingguan dan penurunana gejala asma bulanan pre dan post teknik pernapasan
Buteyko.
Berdasarkan hasil uji paired t-test pada kelompok kontrol, diketahui bahwa
nilai p untuk pengukuran gejala asma mingguan = 0.057, dan nilai p untuk
artinya tidak terdapat penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan
menunjukkan bahwa nilai p untuk pengukuran gejala asma mingguan = 0.003, dan
dan gejala asma bulanan antara post intervensi teknik pernapasan Buteyko
2 Saran
Buteyko terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma sehingga dapat
bronkodilator.
Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8,
Jakarta : EGC.
Buteyko, V.K. & Buteyko, M.M. (2007). The Buteyko Theory About A Key Role
of Breathing for Human Life, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2009 dari
http://www.infoholix.net/index.php.
Dempsey, P.A. & Dempsey, A.D. (2002). Riset Keperawatan Buku Ajar dan
Latihan, Jakarta : EGC.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan RII. (2007). Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Asma, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://ebooks.lib.unair.ac.id/files/disk1/22/adln--departemen-1098-1-
12038329-a.pdf.
Fadhil. (2009). Teknik Pengolahan Nafas, Diakses pada tanggal 2 oktober 2009
dari http://www.wikipedia.com/teknik_pengolahan_nafas.html.
Global Initiative for Asthma (GINA). (2005). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170.
Global Initiative for Asthma (GINA). (2004). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://www.ginasthma.com/GuidelineItem.asp?intId=1170.
National Heart, Lung and Blood Institute. (2009). What Are the Sign and
Symptoms of Asthma, Diakses pada tanggal 15 September 2009 dari
http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/Asthma/Asthma_SignsAndSym
ptoms.html.
Osman, L.M., McKenzie, L., Caims, J., Friend, J.A., Goden, D.J., & Legge, J.S.
(2001). Patient Weighting of Importance of Asthma Symptoms, Diakses pada
tanggal 20 Oktober 2009 dari http://thorax.bmj.com/cgi/reprint/56/2/138.
Polit, D.F., Beck, C.T. & Hungler, B.P. (2001). Essentials of Nursing Research-
Methods, Appraise and Utilization, Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins.
Sundaru, H. (2008). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Asma, Diakses pada
tanggal 15 September 2009 dari
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&arti
d=204&Itemid=3.
Torney dan Aligood. (2006). Nursing Theorists and Their Work. Sixth Edition, St
Louis Missauri : Mosby Elsevier.
United States Buteyko Clinic. (2008). K.P. Buteyko and his lifetime work, Diakses
pada tanggal 28 Agustus 2009 dari
http://www.asthmacare.us/buteykoeducation.html.
Wong, D.N. (2003). Nursing Care of Infants and Children, St Louis Missouri :
Mosby.
Yayasan Asma. (2008). Asma, Diakses pada tanggal 7 September 2009 dari
http://www.infoasma.org/asma.html.
Zureik, M. & Orehek, J. (2002). Diagnosis and Severity of Asthma in the Elderly:
Results of a Large Survey in 1,485 Asthmatics Recruited by Lung
Specialists, Diakses pada tanggal 2 Oktober 2009 dari
http://content.karger.com/produktedb/produkte.asp?typ=fulltext&file=res69
223.
Oleh
NIM: 061101055
Tanggal :
No. Responden:
Tanda tangan :
Diketahui oleh
Dosen Pembimbing
____________________________________________________________
Total = Rp. 1.504.000
TB : ................. cm
BB : ................. kg
Ya Tidak
Wiraswasta
PNS
TNI/ POLRI
Lain-lain, sebutkan..............
Lain-lain, sebutkan.............
di Kota Medan
yang sesuai gejala asma yang Anda rasakan selama satu minggu terakhir!
Tabel 1. Keterangan gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam satu
minggu terakhir
centang
()
aktivitas (1)
(1)
sesuai gejala asma yang anda rasakan selama satu bulan terakhir!
Tabel 2 Keterangan level gejala asma dan isian tanda centang gejala asma dalam
()
minggu
beberapa minggu
minggu
Manfaat :
asma.
asma.
Tujuan :
Jadwal : Latihan teknik pernapasan Buteyko ini dilakukan satu kali sehari
buruk.
Prosedur Tindakan:
Persiapan
(minggu keempat).
pernapasan Buteyko.
maka posisikan peserta di kursi senyaman mungkin. Bila tidak ada kursi,
maka posisi kepala, leher dan bahu peserta harus dalam keadaan tegak
dan instruksi peneliti seperti yang telah diperagakan dengan urutan latihan
menahan napas.
dari lubang hidung dengan cara meletakkan jari di dekat lubang hidung.
lubang hidung.
6. Bernapas dangkal.
sedangkan mulut ditutup. Caranya yaitu ketika mulai terasa aliran udara
napas kembali.
Penutup
Kriteria hasil:
pertama)
Langkah 1
Duduk atau berbaring dalam ruangan yang tenang. Mulai untuk mengatur
pernapasan dan fokus pada setiap napas yang diambil. Biarkan pernapasan
menjadi lebih lambat dan lebih dangkal secara perlahan dan bertahap.
Langkah 2
hidung, tubuh dapat mempertahankan karbondioksida yang lebih tinggi dan kadar
Langkah 3
karena seperti yang telah dipaparkan bahwa pernapasan melalui mulut dapat
Langkah 4
30 detik) hingga terasa dorongan untuk menarik napas. Hal ini memang terlihat
mencoba untuk menahan napas lebih lama dari waktu yang diperlukan.
Langkah 5
Ambil napas secara perlahan dan tahan selama mungkin sesuai dengan
kemampuan dalam batas toleransi (30-40 detik) sampai terasa dorongan untuk
menghembuskan napas. Ulangi tahapan ini beberapa kali sehari untuk berlatih
ketiga)
Langkah 1
Cari tempat yang nyaman untuk duduk atau berbaring. Semakin nyaman
tempat dan posisi untuk latihan, akan semakin efektif pengaruh yang dihasilkan.
Langkah 2
Tutup mata dan fokus pada pernapasan. Mulai secara perlahan, bernapas
Langkah 3
dengan nyaman. Tahan napas sesuai dengan kemampuan dan dalam batas
toleransi (20-30 detik). Jangan memaksakan diri dengan langkah ini. Jika merasa
Tahan napas sedikit lebih lama daripada sebelumnya (30-40 detik). Lakukan
Langkah 1
Langkah 2
Hitung waktu control pause. Bernapas secara normal. Tutup hidung dengan
cara mencubit cuping hidung. Hitung berapa lama waktu untuk dapat menahan
napas sebelum merasakan sedikit dorongan untuk bernapas. Tahapan ini mungkin
hanya dapat dilakukan dalam beberapa detik saja tetapi tujuan akhir dari tahapan
Langkah 3
Langkah 4
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung
dan tahan napas selama 20 detik. Setelah selesai, tahan keinginan untuk
Langkah 5
Langkah 6
Ambil napas normal dan hembuskan napas secara perlahan. Tutup hidung
Langkah 7
Langkah 8
Tutup hidung dan tahan napas selama 40 detik. Kembali bernapas normal.
Langkah 9
Langkah 10
Hitung waktu control pause lagi. Selesai latihan secara teratur, control
Keterangan:
M1 = Batuk
M2 = Sesak Napas
M3 = Wheeze
M4 = Rasa Tertekan di Dada
M5 = Gangguan Tidur
Responden 1 Sebelum
kontrol 0 0 0 0 0
Setelah
kontrol 1 1 0 2 4
Responden 2 Sebelum
kontrol 1 1 1 1 4
Setelah
kontrol 1 1 1 1 4
Responden 3 Sebelum
kontrol 2 1 1 1 5
Setelah
kontrol 2 2 2 1 7
Keterangan:
B1 = Gejala Harian
B2 = Gangguan Aktivitas
B3 = Gangguan Tidur
B4 = Kebutuhan Obat Penurun Gejala
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
N Correlation Sig.
Pair 4 KebutuhanObatPenurunGejalaPreT 5 . .
PB &
KebutuhanObatPenurunGejalaPostT
PB
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
a. The correlation and t cannot be computed because the standard error of the difference is 0.
N Correlation Sig.
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
N Correlation Sig.
N Correlation Sig.
Lanjutan
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Independent T-Test Gejala Asma Mingguan dan Bulanan Post TPB dan Post
Kontrol
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
GejalaMi Equal 4.367 .082 4.82 6 .003 4.867 1.010 2.396 7.337
ngguan variances 0
assumed
GejalaB Equal 2.974 .135 5.08 6 .002 4.600 .904 2.387 6.813
ulanan variances 7
assumed
Independent T-Test Setiap Gejala Asma Mingguan Post TPB dan Post
Kontrol
Group Statistics
Levene's Test
for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Mean Error
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t df tailed) ce ce Lower Upper
Batuk Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
variances 9
assumed
Sesak Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
variances 9
assumed
Wheeze Equal 30.000 .002 5.47 6 .002 1.333 .243 .738 1.929
variances 7
assumed
DadaTer Equal .481 .514 1.29 6 .244 .467 .361 -.417 1.350
tekan variances 2
assumed
Ganggu Equal 1.416 .279 1.60 6 .160 .800 .499 -.421 2.021
anTidur variances 4
assumed
Independent T-Test Setiap Gejala Asma Bulanan Post TPB dan Post Kontrol
Group Statistics
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Std.
Mean Error
Sig. (2- Differe Differe
F Sig. t df tailed) nce nce Lower Upper
GejalaHarian Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
variances 9
assumed
GangguanAk Equal .481 .514 3.13 6 .020 1.133 .361 .250 2.017
tivitas variances 9
assumed
GangguanTi Equal 7.500 .034 2.37 6 .055 1.000 .422 -.032 2.032
dur2 variances 2
assumed
KebutuhanO Equal 30.000 .002 5.47 6 .002 1.333 .243 .738 1.929
batPenurunG variances 7
ejala assumed
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan :