Anda di halaman 1dari 136

SKRIPSI

GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN


PROFESIONAL (MPKP) DI INSTALASI RAWAT INAP (IRNA)
VIP, KELAS I, DAN KELAS II/III RS UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR

SUHARNO USMAN
C12112612

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
LEMBAR PERSETUruAN PENELITIAN

GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN


pRorEsIoNAL (MpKp) DI RS UNn/ERSITTAS HASANUITDTN
MAKASSAR

Oleh

ST]HARNO USMAN
ct2tt26t2

Telah disetujui untuk dilakukan penelitian

Dosen Pembimbing

Pembimbing II

Nurmaulid, S.Kep.,IIs., M.Kep

Dosen Penguji

Penguji I

,Gp., Ns., M.Kep H,

ii
Hrlsmm Persetujuan
S*ripsi

GAMBARAN PENERAPAI{ MODEL PRAKTIK KEPERA}VATAN


PROXESTONAL Gf,pl(P) DI INSTAI"ASI RA1VAT rNAp {InNA)
vlp, KELAS I,IIAN IGLAS IIIIII RS I]NTERSITAIi
HASANT'DDIN MAIGSSAR TAET'N 2OT3

Oleh

SIIEA*NOUSMAIiI
ct2tt26t2

Discfi{ui urtuk disemina*an

DosmPennhimbing

Nurmrulld, Nu, M.Kep

iii
HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

GAMBARAN PENERAP.AFT MODEL PR,AKTIK KEPERAWATAIY


PROFESIONAL (MPKP) DTTN,STALAST RAWAT rNAP (IRNA)
VIP, KELAS I' DAN XEf,.tS'ffiIII BS UNIYERSITAS
IIASAIYUDDIN MAKASSAR

Telah dipertahankan dihadapan Sidang Tim Penguji Akhir

Pada
HarilTanggal : Kamis, 09 Januari 2014

Puld: 10.00- 11.00

, SUEARNO USMAnI' :

ct2l 12 6t2
Dan yqng bersangf,utan dinyatakan

LIILUS
Tim Penguii Akhin
Penguiil : Erfina, S. Kep.Ns., M. KeP

Penguii tI : Suni llariati, S. K"p., Ns.,M.Kep

Peugqii Itr : Dr. WernaNonqii, S. Kp., M. Kep

PenguiitV : Nurrraulid, S.Kep., Ns., M.Kep

Keperirwatan
Fakultas Kedokterart
tn"
Ui --- ql
rrt

t9ffil?a1199503 100!l
PERNYATAAIIT KEASLIAhI SKRIPSI

Yang butenda 6ngan dibawah ini :

Name ; SUHARNOUSMAN
NomorMahaslswa z C l2l n 6Ij2

Menyatakan d€flgall sebenamya bahwa SKRIPSI yang hrjudul :


.NGAMBARAI\I PENERAPAN
MOI}EL PRAKTIK KEPERAWATAhI
PRoI'ESTONAL (MpKp) DI INSTALASI RAWAT INAP Vrp, KErl\S L
KELAS rIlI[ Rs uNTvERslrrAIt HASAttt DDIN MAKASSAR, yang saya
htat ini beirar-benar menrpakan HAsrL KARYA sAyA sEhIDrRr, bukan
merupakan pengnmbil alihan tulisan dau pemikiran orang lain.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atal
keseluruhan skripsi ini me'nrpakan hasil karya orcng lafuu maka saya bersedia
mempertanggungiawabkannya sekaligus bersedia menerima sanksi yang seberat-
bermya atas perbuatan tidak Crpuji ters€but.

Demikiaq pemyataan ini saya buat dalarn kdaan sadar dan tanpa ada lmsur
paksaan sama sekali.

Makassar, Januari 2014


- .Y4ng Membuat Fernyataan

USMAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Gambaran Penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di

Instlasi Rawat Inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III Rumah Sakit Universitas

Hasanuddin Makassar” yang digunakan sebagai salah satu syarat dalam

menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan. Dengan segala kerendahan hati

penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa poin yang

perlu perbaikan dan tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat beberapa

kekeliruan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

konstruktif dari para pembaca demi perbaikan atas kekurangan dari proposal ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak

terhingga kepada berbagai pihak yang telah ikut membantu dalam proses

penulisan skripsi ini :

1. Prof. DR. dr. Idrus A. Paturusi, selaku direktur RS Unhas dan juga Rektor

unhas yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di RS

Unhas.

2. Prof. dr. Budu, Ph.D., SpM(K), M.MedEd, selaku dekan fakultas kedokteran

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan S-1 keperawatan di PSIK-FK Unhas.

vi
3. Dr. Werna Nontji, S.Kp., M.Kep, selaku ketua program studi ilmu

keperawatan unhas, kepala bidang keperawatan RS Unhas sekaligus sebagai

pembimbing pertama dari peneliti atas bimbingan dan pengarahannya dari

awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

4. dr. Isra Wahid, Ph.D, selaku kepala bidang penelitian yang telah memberikan

izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di RS Unhas.

5. dr. Harun Iskandar, Sp.Pd., Sp.P, selaku kepala instalasi rawat inap Rumah

sakit Unhas yang telah memberikan persetujuan kepada peneliti untuk

melakukan penelitian di instalasi rawat inap

6. Ns. Maulid, S.Kep., M.Kep, selaku pembimbing kedua atas bimbingan,

masukan dan saran kepada peneliti dalam proses penyusunan skripsi ini.

7. Ns. Erfina, S.Kep., M.Kep, selaku penguji pertama dan Ns. Suni Hariati,

S.Kep., M.Kep selaku penguji kedua, atas kritik dan saran yang konstruktif

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

8. Segenap staf keperawatan Rumah sakit Universitas Hasanuddin atas kerja

samanya selama proses penelitian ini berlangsung.

9. Orang tua, saudara, sahabat dan rekan sejawat (Ns. B 2012) yang telah

memberikan support (dukungan) moril, dan motivasi kepada peneliti.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya di

kalangan perawat. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima kasih.

Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarkatuh.

Makassar, Januari 2014

Penulis

vii
viii
ABSTRAK

Suharno Usman, C12112612. GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK


KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DI INSTALASI RAWAT INAP VIP, KELAS
I, DAN KELAS II/III RS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR, dibimbing oleh
Werna Nontji dan Nurmaulid.

Latar belakang :. Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem yang
memfasilitasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional dan berkualitas.
Hasil penelitian terdahulu tentang analisis pelaksanaan MPKP di RS Ibnu Sina (2009),
menyimpulkan bahwa ada 32 (56%) mengatakan pelaksanaan MPKP masih belum optimal.
Tujuan penelitian : Untuk mengetahui gambaran penerapan model praktik keperawatan
profesional (MPKP) di RS Unhas Makassar.
Metode penelitian : Penelitian ini menggunakan desain survei deskriptif. Instrumen penelitian
menggunakan check list MPKP (lembar observasi). Objek penelitian sistem penerapan MPKP
Hasil penelitian : Jumlah tenaga perawat sebagian besar perawat D3 berada di ruang kelas II/III
(56,52%), perawat S1 berada di ruang VIP (65%). Jumlah bed paling banyak di ruang kelas II/III
(54 bed) dan nilai BOR yang kurang baik pada kelas II/III(68,13%). Jenis tenaga, kepala ruangan
dan PP berpendidikan S1 Ners, PA minimal berpendidikan D3 keperawatan, dan CCM magister
keperawatan. Format SAK (20 domain belum disahkan). Metode asuhan (modifikasi tim-primer).
Operan di ruang VIP (74,35%) dan kelas I (83,75%), ruang kelas II/III (58,96%). Konferensi di
ruang VIP (52,8%) dan kelas II/III (48,6%). Ronde keperawatan, supervisi, discharge planning
(48,48%) belum rutin dilaksanakan. Sentralisasi obat, (100%) baik, Pendokumentasian baik nilai
median VIP (16,3), Kelas I (18,6), Kelas II/III (15,1).
Simpulan & Saran : Jumlah dan jenis tenaga sebagian besar cukup serta metode asuhan (sesuai
teori MPKP), SAK belum formal, teknik pendokumentasian dan operan sebagian besar baik,
konferensi, ronde keperawatan, discharge planning dan supervisi sebagian besar masih kurang
baik, belum rutin dilaksanakan, sentralisasi obat sudah baik. Diperlukan motivasi kuat pada semua
perawat di ruangan agar perawat mampu menerapkan MPKP secara maksimal, berkualitas, kerja
sama tim yang baik, dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan (asuhan) yang dilakukan.

Kata kunci : MPKP (model praktik keperawatan profesional).


Kepustakaan : 32 (2000-2013)

viii
ABSTRACT

SuharnoUsman, C12112612. THE DESCRIPTION OF APPLICATION PROFESSIONAL


NURSING PRACTICE MODELS (PNPM/MPKP) IN VIP WARD, CLASS I WARD, AND
CLASS II/III WARD HASANUDDIN UNIVERSITY HOSPITAL MAKASSAR, Supervised
by Werna Nontji and Nurmaulid.

Background :Professional nursing practice models (PNPM) is a system that facilitates nurses in
providing nursing care in a professional and quality. The results of previous research about
analysis of the implementation of PNPM at Ibnu Sina Hospital (2009), concluded that there were
32 (56%) said that the implementation of PNPM is still not effective.
Aims : To find out the description of the application professional nursing practice models (PNPM)
in unhashospitals Makassar.
Methods of study : This study used a descriptive survey design. The research instrument using a
check list PNPM (observation sheet). Research objectis application system PNPM.
Results: The number of nurses most of the nurses were in the room D3 class II/III (56.52%),
nurses S1 is in the VIP room (65 %). Beds number in the room most class II/III (54 beds) and
BOR value that is less good on class II/III (68.13 %). Kinds of personnel, the head of the room and
PN S1 educated nurses, AN minimally educated D3 nursing, and CCM is master of nursing
education. Standard format nursing care/SFN (20 of domain yet ratified). Methods of care
(modification of team-primer). Operands in the VIP room (74.35%) and class I (83.75%),
classroom II/III (58.96%). Conference at the VIP lounge (52.8%) and class II/III (48.6%). Nursing
rounds, supervision, discharge planning (48.48%) have not been routinely implemented.
Centralized drug (100%) good, good documentation VIP median value (16.3), Class I (18.6), Class
II/III (15.1).
Conclusion and Suggestion :The number and kind of personnel sufficient most enough as well as
methods of care (according to the theory PNPM), SFN yet formal, technical documentation and
operands are mostly good, conferences, nursing rounds, discharge planning and supervision most
are unfavorable, yet routinely implemented, centralization drugs overall good. Necessary strong
motivation to all the nurses in the room so that nurses are able to apply the maximum PNPM,
quality, good teamwork, and dedicated to the job (care) performed.

Keywords : PNPM/MPKP (professional nursing practice model) .


Bibliography : 32 (2000-2013)

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. i


HALAMAN PENGAJUAN PENELITIAN ……………………..…………… ii
HALAMAN PERSETUJUAN ….........……………………………………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ……………………. v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………….. vi
ABSTRAK …………………………………………………………………….. viii
ABSTRACT …………………………………………………………………… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. x
DAFTAR TABEL …………………………….……………………………… xii
DAFTAR BAGAN ……………………………...…………………………… xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………...................... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………….. 6
D. Manfaat Penelitian ………………..………………………………….. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Praktik Keperawatan …………………………………………. 9
B. Pelayanan Keperawatan Profesional …………………………………... 9
1. Pengertian Pelayanan Keperawatan Profesional …………………. 9
2. Pelayanan Keperawatan Profesional …………………..…………. 9
C. Model Praktik Keperawatan Profesional …………………………….. 11
1. Definisi MPKP ………………………………………………......... 11
2. Tujuan Penerapan MPKP …………………………………………. 12
3. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Perubahan MPKP ...…… 12
4. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Askep Profesional
MPKP ………………………………………………………...…… 14
5. Jenis Model Praktik Keperawatan Profesional ...…………………. 15

x
6. MPKP di Indonesia ………………………………………………. 16
D. Pelaksanaan Kegiatan MPKP ………………………………………… 25
E. Kerangka Teori ……………………………………………………….. 43
BAB III Kerangka Konsep & Definisi Operasional
A. Kerangka Konsep Penelitian …………………………………………. 44
B. Definisi Operasional ………………………………………………….. 45
BAB IV Metode Penelitian
A. Rancangan Penelitian ……………………………………….………… 48
B. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………… 48
C. Objek Penelitian ……………………………………………………….. 49
D. Alur Penelitian ………………………………………………………... 49
E. Instrumen Penelitian …………………………………………………. 49
F. Metode Pengumpulan Data …………………………………………… 50
G. Rencana Pengolahan & Analisa Data ………………………...……….. 51
H. Etika Penelitian ………………………………………………………... 52
BAB V Hasil dan Pembahasan
A. Hasil …………………………………………………………………… 55
B. Pembahasan …………………………………………………………… 61
C. Keterbatasan Penelitian ……………………………………………….. 97
BAB VI Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan ……………………………………………………………. 98
B. Saran …………………………………………………………………... 99

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… xv


LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis Model Praktik Asuhan Keperawatan ………….......................... 15

Tabel 2 Nilai Standar Jumlah Perawat Per Shift Berdasarkan

Klasifikasi Pasien ………………………………................................. 18

Tabel 3 Indikator/Standar Asuhan Keperawatan …………...……..………..... 23

Tabel 4 Definsi Operasional ………………………………..………………… 45

Tabel 5 Distribusi frekuensi jumlah tenaga perawat ……………………..…… 57

Tabel 6 Distribusi frekuensi jumlah tempat tidur dan BOR ………………….. 57

Tabel 7 Distribusi frekuensi jenis tenaga perawat …………………………….. 58

Tabel 8 Distribusi frekuensi teknik pendokumentasian ……………………….. 59

Tabel 9 Pelaksanaan Operan IRNA Vip, Kelas I, & Kelas II/III ……………… 59

Tabel 10 Pelaksanaan Konferensi IRNA Vip, Kelas I, & Kelas II/III ………… 59

Tabel 11 Discharge Planning IRNA VIP, Kelas I, Kelas & II/III …………….. 60

xii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Metode TIM-Primer (Modifikasi) …………....................................... 19

Bagan 2 MPKP FKUI-RSUPN dr. CiptoMangunkusumo …………...…....…. 25

Bagan 3 Alur Operan …………………………………………………............. 26

Bagan 4 Langkah-Langkah Kegiatan Ronde Keperawatan ………………… 31

Bagan 5 Alur Pelaksanaan Sentralisasi Obat …………………………………. 32

Bagan 6 Alur Pelaksanaan Supervisi …………………………………………. 36

Bagan 7 Kerangka Teori ………………………………………………............ 43

Bagan 8 Kerangka Konsep …………………………………………………… 44

Bagan 4.1 Alur Penelitian ……………………………………………………. 49

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian (Lembar Observasi) ……………………….. xvi

Lampiran 2 Master Tabel Pelaksanaan Operan ……………………………….. xxiv

Lampiran 3 Master Tabel Pelaksanaan Konferensi …………………………… xxv

Lampiran 4 Master Tabel Teknik Pendokumentasian ………………………… xxvi

Lampiran 5 Distribusi Frekuensi Pelaksanaan (Operan, Konferensi, Discharge

Planning) …………………………………………………………. xxix

Lampiran 6 Surat Izin Penelitian

Lampiran 7 Surat Keterang Selesai Penelitian

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan keperawatan adalah salah satu faktor terpenting dalam

pemberian pelayanan kesehatan klien di rumah sakit, oleh karena itu profesi

keperawatan harus sejalan dengan kualitas asuhan yang diberikan. Pelayanan

keperawatan di Rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan yang tidak dapat dipisahkan secara menyeluruh karena termasuk

kedalam salah satu tolak ukur dalam menilai keberhasilan pencapaian tujuan

suatu Rumah sakit. Pelayanan keperawatan sebuah Rumah sakit tidak akan

berjalan dengan maksimal bilamana proses keperawatan yang dijalankan tidak

terstruktur secara baik (PPNI, 2006).

Akibat yang ditimbulkan jika proses keperawatan tidak terstruktur dengan

baik adalah mutu pelayanan tidak akan optimal, masyarakat akan merasakan

tidak puas dengan pelayanan yang diberikan dan tidak kalah pentingnya citra

Rumah sakit di mata masyarakat akan kurang baik. Hasil penelitian oleh

Wirawan (2000), yang meneliti tentang tingkat kepuasan pasien rawat inap

terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan, hasilnya menyajikan hanya

17% pasien rawat inap yang menyatakan puas, sedangkan 83% menyatakan

tidak puas terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa layanan keperawatan yang diberikan belum sesuai dengan

apa yang diharapkan oleh masyarakat.

1
Hasil penelitian kualitatif Rohmiyati (2009) di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang yang mengatakan sumber daya manusia atau tenaga

perawatnya masih kurang, sehingga menjadi salah satu hambatan dalam

pemberian asuhan keperawatan yang bermutu. Penghitungan tenaga

keperawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien dan untuk

menghindari kekurangan tenaga perawatan, sebaiknya dibuat perencanaan

penghitungan tenaga keperawatan. Selain itu, juga diperlukan penetapan

ketenagaan yang sesuai dengan kategori tingkat kebutuhan untuk pemberian

asuhan keperawatan kepada klien untuk setiap ruang agar pelayanan dapat

terlaksana dengan seoptimal mungkin.

Pemaparan di atas menjelaskan bahwa pelayanan keperawatan yang ada di

Rumah sakit dapat dianggap masih kurang optimal baik oleh masyarakat

maupun pihak Rumah sakit dalam hal ini tenaga keperawatan. Oleh sebab itu

diperlukan adanya suatu metode yang mampu melakukan perbaikan dalam

pengolahan sistem penatalaksanaan asuhan keperawatan, salah satunya ialah

dengan menerapkan Model Praktik Keperawatan Profesional bagi instansi

(Rumah Sakit) yang belum menerapkan dan mengembangkan MPKP bagi

yang telah menerapkannya (Sitorus, 2006). Model praktik keperawatan

profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai

profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian

asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan

(Sitorus & Yulia, 2006).

2
Di Indonesia MPKP mulai dikembangkan oleh Sitorus (1997) di RSUPN

Cipto Mangunkusumo Jakarta dan sampai saat ini telah diimplementasikan

dibeberapa rumah sakit lainnya, termasuk diantaranya adalah Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin (RS UNHAS). Hasil penelitian yang terkait dilakukan

oleh Solihati tahun 2012, yang meneliti tentang penerapan model pelayanan

keperawatan profesional di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta, menyimpulkan

hasil penelitiannya bahwasanya jumlah tenaga keperawatan yang kurang akan

berpengaruh terhadap pemberian asuhan keperawatan, kualitas kerja akan

menurun, penetapan jenis tenaga yang kebanyakan masih DIII akan

berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Standar keperawatan yang

digunakan sudah baku, akan tetapi model pelayanan yang diterapkan belum

efektif karena masih terdapat beberapa tenaga perawat yang bingung dengan

metode yang diterapkan.

Standar rencana perawatan (renpra) yang telah dibakukan agar dapat

digunakan sebagai validasi terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan,

dibuat seefisien mungkin agar tidak menyita waktu perawat terlalu lama dalam

menulis. Standar renpra akan divalidasi oleh PP berdasarkan pengkajian yang

dilakukan untuk setiap klien, selanjutnya renpra yang telah divalidasi, dibahas

dengan PA dalam masing-masing tim dan mengarahkan PA pada pelaksanaan

tindakan keperawatan. Standar renpra dikembangkan untuk beberapa (10

buah) kasus utama di ruang rawat dan kemudian dikembangkan sesuai

kebutuhan kasus lainnya (Sitorus, 2006).

3
Hasil studi yang dilakukan oleh Duffy (2004) menyatakan bahwa proses

praktik berdasarkan temuan atau bukti yang ada merupakan gabungan dari

proses perawatan dalam ilmu keperawatan. Pendokumentasian yang baik dan

otentifikasi yang tinggi sangat diperlukan mengingat masyarakat saat ini yang

sadar akan hukum semakin meningkat. Kejelian mata masyarakat dalam

melihat dan menangkap adanya suatu kesalahan dalam memberikan pelayanan

kesehatan ataupun keperawatan juga semakin berkembang.

Selain itu, Penetapan jenis tenaga keperawatan pada setiap unit perawatan

MPKP akan ditemukan beberapa jenis tenaga perawat yang akan memberikan

asuhan keperawatan, yaitu, Clinical Care Manager (CCM), perawat primer

(PP/PN), dan perawat asosiet. Selain dari pada itu juga terdapat jenis tenaga

kepala ruangan, (Sitorus & Yulia, 2006). Tugas dari masing-masing tenaga

tersebut sebagai penentu bagaimana pengelolaan pemberian asuhan

keperawatan. Perincian peran atau tugas dari tiap-tiap tenaga dibuat dengan

tujuan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada klien.

Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurida yang meneliti tentang

analisis pelaksanaan MPKP di RS Ibnu Sina (2009), menyimpulkan bahwa

dari beberapa komponen pada MPKP yang diteliti yaitu kontak/orientasi klien

atau keluarga masih belum efektif karena dapat dilihat ada 32 (56%)

responden mengatakan orientasi perawat kurang baik diduga karena beban

kerja yang meningkat. Dari segi pelaksanaan konferensi masih terdapat 20

(35,1%) responden yang menganggap belum optimal terkait dengan komposisi

4
anggota tim yang berubah, Sedangkan pada pelaksanaan supervisi masih

terdapat 13 responden (22,8%) yang mengatakan kurang baik diduga karena

responden belum melaksanakan orientasi praktik di ruangan.

Rumah Sakit Universitas Hasanuddin, salah satu programnya dalam

melakukan perekrutan tenaga perawat baru adalah mewajibkan kepada semua

tenaga perawat baru untuk mengikuti pelatihan tentang metode pemberian

asuhan keperawatan MPKP dengan tujuan tenaga perawat baru dapat bekerja

secara profesional dan mampu beradaptasi dengan tenaga perawat yang sudah

lama. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

proses penerapan MPKP di RS Universitas Hasanuddin Makassar” apakah

sudah terlaksana dengan optimal sesuai dengan konsep MPKP atau belum.

B. Rumusan Masalah

Hasil penelitian oleh Wirawan (2000), yang meneliti tentang tingkat

kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan keperawatan yang diberikan,

hasilnya menyajikan hanya 17% pasien rawat inap yang menyatakan puas,

sedangkan 83% menyatakan tidak puas terhadap asuhan keperawatan yang

diberikan. Hasil penelitian kualitatif Rohmiyati (2009) di RSJD Dr. Amino

Gondohutomo Semarang yang mengatakan sumber daya manusia atau tenaga

perawatnya masih kurang, sehingga menjadi salah satu hambatan dalam

pemberian asuhan keperawatan yang bermutu.

Standar rencana perawatan (renpra) yang telah dibakukan agar dapat

digunakan sebagai validasi terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan,

dibuat seefisien mungkin agar tidak menyita waktu perawat terlalu lama dalam

5
menulis. Selain itu, yang dianggap perlu dinilai adalah proses adaptasi yang

dilakukan oleh tenaga perawat baru terhadap lingkungan keperawatan di RS

UNHAS dan penerapan MPKP. Bertolak dari latar belakang masalah, peneliti

tertarik untuk mempelajari dan mengetahui gambaran MPKP di RS

Universitas Hasanuddin, maka pertanyaan penelitian ini ialah “Bagaimana

Gambaran Penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di RS

Universitas Hasanuddin ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran proses penerapan model praktik keperawatan

profesional (MPKP) di RS Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya karakteristik jumlah tenaga perawat di instalasi rawat

inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

b. Diketahuinya karakteristik jenis tenaga keperawatan di instalasi rawat

inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

c. Diketahuinya karakteristik standar asuhan keperawatan (SAK) yang

digunakan di instalasi rawat inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

d. Diketahuinya karakteristik metode asuhan keperawatan yang

diterapkan di instalasi rawat inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III

e. Diketahuinya karakteristik teknik pendokumentasian perawat di

instalasi rawat inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

6
f. Diketahuinya penerapan Operan di instalasi rawat inap VIP, Kelas I,

dan Kelas II/III.

g. Diketahuinya penerapan Konferensi (pre and post conferens) di

instalasi rawat inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

h. Diketahuinya penerapan Ronde keperawatan di instalasi rawat inap

VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

i. Diketahuinya penerapan Sentralisasi obat di instalasi rawat inap VIP,

Kelas I, dan Kelas II/III.

j. Diketahuinya penerapan Discharge planning (perencanaan pulan) di

instalasi rawat inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III.

k. Diketahuinya penerapan Supervisi ruangan di instalasi rawat inap VIP,

Kelas I, dan Kelas II/III.

D. Manfaat Penelitian

1. Akademis

Penelitian ini mampu memberikan informasi bagi civitas akademik

mengenai penerapan metode praktik keperawatan professional (MPKP) di

RS Universitas Hasanuddin.

2. Instansi Pelayanan (Praktis)

Secara praktis, penelitian ini bisa bermanfaat untuk memberikan

sumbangsih pemikiran kepada Instansi pelayanan dalam hal ini pihak

manajemen Rumah Sakit Universitas Hasanuddin khususnya pada bidang

keperawatan tentang pengaplikasian metode MPKP yang tengah berjalan

dan mengembangkan hal-hal baru dari proses MPKP.

7
3. Bagi Peneliti

Pengembangan ilmu tentang penelitian dan metode yang digunakan

secara konkret dan menambah wawasan tentang model asuhan atau praktik

keperawatan profesional.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Praktik Keperawatan

Menurut WHO-Expert Commite on Nursing (1982) dalam kelompok kerja

keperawatan, KDIK (1992), praktik keperawatan adalah kombinasi ilmu

kesehatan dan seni tentang asuhan (care) dan merupakan perpaduan secara

humanistis pengetahuan ilmiah, falsafah keperawatan, praktik ilmiah, praktik

klinik, komunikasi, dan ilmu sosial (Sitorus, 2006).

B. Pelayanan Keperawatan Profesional

1. Pengertian pelayanan keperawatan profesional

Pelayanan keperawatan profesional adalah bentuk pelayanan

profesional yang merupakan bagian penting dari pelayanan kesehatan.

Yang berasaskan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup

pelayanan biologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual yang komprehensif

(KDIK, 1992 dalam Sitorus, 2006)

2. Pelayanan Keperawatan Profesional Di Rumah Sakit

Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan

kesehatan di rumah sakit sehingga mutu pelayanan kesehatan juga ikut

ditentukan oleh mutu pelayanan keperawatan, sehingga bisa dikatakan

bahwa kualitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas

pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan terutama diperuntukkan

bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Kuntoro, 2010).

9
Keberhasilan pengelolaan suatu bentuk pelayanan keperawatan

dianggap akan menghasilkan asuhan keperawatan berkualitas yang

dilakukan oleh para perawat pelaksananya, apabila upaya manajerial

keperawatan dilakukan semaksimal mungkin. Masalah manajerial dalam

pengelolaan ruangan selalu dikaitkan dengan bagaimana manajer atau

kepala ruang mengatur dan merencanakan manajemen ruangan untuk

pengelolaan pasien. Menanggapi hal tersebut diperlukan adanya struktur

manajemen yang baik, Pada umumnya struktur dari sebuah manajemen

terdiri atas beberapa kegiatan, antara lain perencanaan yang baik,

pengorganisasian yang terstruktur, ketenagaan yang efektif, pengarahan,

pengendalian, dan komunikasi serta penataan lingkungan yang kondusif

(Kuntoro, 2010).

Model perawatan atau model praktek keperawatan mengacu pada

model operasional untuk mendesain ulang praktik keperawatan pada

penyediaan perawatan pasien dalam pengaturan organisasi, khusus pada

tingkat unit pelayanan klinis (lingkungan). Seperti Model perawatan yang

merupakan dimensi struktural dan kontekstual praktik keperawatan.

Selanjutnya, model eksplisit atau implisit perawatan mengatur cara di

mana perawat mengorganisir kelompok-kelompok kerja, berkomunikasi

dengan anggota kelompok kerja dan dengan disiplin ilmu lain,

berinteraksi, membuat keputusan, dan menciptakan lingkungan di mana

perawatan disampaikan melalui penyedia layanan, dan menentukan

10
komunikasi dan koordinasi pola yang diperlukan untuk mendukung

perawatan (Fowler, Hardy, & Howarth, 2006).

C. Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

1. Definisi MPKP

Model adalah bagan kerja yang menata beberapa bagian sedemikian

rupa sehingga menjadi utuh. Sebuah model yang berkualitas mampu

menyajikan informasi yang tersusun dengan baik dan menghasilkan

informasi yang relevan dan diperkaya oleh pengalaman-pengalaman yang

sebelumnya (Nursalam, 2007).

Sistem model MAKP (Metode Asuhan Keperawatan Profesional) atau

yang lebih dikenal dengan sebutan MPKP (Model Praktik Keperawatan

Profesional) ialah suatu kerangka kerja yang menggabungkan beberapa

unsur terkandung didalamnya (struktur, standar, proses keperawatan dan

nilai-nilai profesional, pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP/MPKP

itu sendiri) yang mendukung perawat profesional mengatur pemberian

asuhan keperawatan termasuk lingkungan, pengambilan keputusan yang

independen yang nantinya dapat menopang pemberian asuhan

keperawatan yang berkualitas. Kurnia, Damayanti, & Nursalam (2011)

menyebutkan bahwa MAKP/MPKP mempunyai empat unsur utama yang

perlu diperhatikan, yaitu : Kebutuhan klien/pasien, keadaan demografi

populasi klien/pasien, jumlah ketenagaan (perawat), rasio perawat dengan

beragam peran dan tingkat responsibilitas.

11
Berdasarkan MPKP yang telah dikembangkan di berbagai rumah sakit,

Hoffart & Woods (1996) dikutip oleh Sitorus (2006), mengatakan bahwa

MPKP terdiri dari lima komponen, yakni : nilai-nilai profesional (inti dari

MPKP), hubungan antar-profesi, metode pemberian asuhan keperawatan,

pendekatan manajemen utamanya pada perubahan pengambilan keputusan

serta sistem kompensasi dan penghargaan. Model MPKP yang ada masa

kini diantaranya Tim, Primer, Modular dan Manajemen Kasus (Sitorus,

2006)

2. Tujuan Penerapan Model Praktek Pelayanan Keperawatan

Profesional

a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan

b. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekososongan pelaksanaan

asuhan keperawatan oleh tim keperawatan.

c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.

d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.

e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan

keperawatan bagi setiap tim keperawatan

3. Faktor-faktor yang berhubungan dalam perubahan MAKP/MPKP

Menurut Nursalam (2013), ada tiga faktor yang mempunyai hubungan

dengan perubahan MPKP, yaitu :

a. Kualitas pelayanan keperawatan

Setiap upaya untuk meningkatkan pelayanan keperawatan selalu

membahas mengenai kualitas. Kualitas sangat diperlukan untuk :

12
1) Meningkatkan asuhan keperawatan pada pasien/keluarga

2) Menghasilkan keuntungan (pendapatan) institusi

3) Mempertahankan eksistensi institusi

4) Meningkatkan kepuasan kerja

5) Meningkatkan kepercayaan konsumen/pelanggan

6) Menjalankan kegiatan sesuai aturan/standar

b. Standar praktik keperawatan

Di indonesia standar praktik keperawatan disusun oleh Depkes RI

(1995) terdiri atas beberapa standar. Menurut JCHO : Joint Commision

on Accreditation of Health Care Organisation (1999: 1;4: 249-554),

antara lain :

1) Menghargai hak-hak pasien

2) Penerimaan sewaktu pasien masuk rumah sakit

3) Observasi keadaan pasien

4) Pemenuhan kebutuhan nutrisi

5) Asuhan pada tindakan non-operatif dan administratif

6) Asuhan pada tindakan operasi dan prosedur invasif

7) Pendidikan kepada pasien dan keluarga

8) Pemberian asuhan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

c. Model praktik

1) Praktik keperawatan rumah sakit (perawat profesional/Ners punya

wewenang dan tanggung jawab dalam melakukan asuhan

keperawatan di rumah sakit dengan sikap dan kemampuannya.

13
2) Praktik keperawatan rumah (diletakkan pada pelaksanaan

pelayan/asuhan keperawatan sebagai kelanjutan dari pelayanan

rumah sakit).

3) Praktik keperawatan berkelompok (perawat profesional membuka

praktik keperawatan selama 24 jam kepada masyarakat yang

memerlukan asuhan keperawatan dengan pola yang sesuai dengan

pendekatan dan pelaksanaan praktik keperawatan di rumah sakit

dan di rumah).

4) Praktik keperawatan individual (pola pendekatannya sama dengan

pendekatan praktik keperawatan yang diuraikan di rumah sakit).

4. Dasar Pertimbangan pemilihan model metode asuhan keperawatan

profesional (MAKP/MPKP), (Nursalam, 2013).

a. Sesuai dengan visi dan misi institusi.

b. Dapat diaplikasikannya proses keperawatan dalam pemberian asuhan

keperawatan (proses asuhan keperawatan yang berkesinambungan

kepada pasien.

c. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya (Sebaik-baiknya suatu

model, tanpa ditunjang oleh biaya memadai, maka akan susah

mendapatkan hasil yang baik ataupun sempurna).

d. Terpenuhinya kepuasan pasien, keluarga, dan masyarakat.

e. Kepuasan dan kinerja perawat.

f. Terlaksananya komunikasi yang baik antara perawat dan tim disiplin

ilmu kesehatan lain.

14
5. Jenis Model (Metode Praktik Keperawatan Profesional)

Menurut Gillies (1989) yang dikutip oleh Sitorus (2012) mengatakan

bahwa terdapat beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, antara

lain : metode kasus, fungsional, tim, dan metode keperawatan primer.

Akhir-akhir ini terdapat metode pemberian asuhan differentiated practice

dan manajemen kasus (Loveridge & Cummings, 1996; Marquis & Huston,

2000).

Jenis Model Praktik Keperawatan Profesional


Tabel 1 Jenis Model Praktik Asuhan Keperawatan menurut Grant & Massey (1997) dan
Marquis & Huston (1998)

Model Deskripsi Penanggung Jawab


Fungsional  Berdasarkan orientasi tugas Perawat yang
(Bukan model  Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu bertugas pada
MPKP) berdasarkan jadwal kegiatan yang ada tindakan tertentu
 Intervensi yang diberikan terbatas.
Kasus  Berdasarkan pendekatan holistis Manajer
 Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan Keperawatan
observasi pada pasien tertentu.
 Rasio 1:1 (Perawat-Pasien)
Tim  Berdasarkan pada kelompok Ketua Tim
 Enam-tujuh perawat profesional dan perawat
pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi
oleh ketua tim.
 Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas
anggota yang berbeda-beda dalam memberikan
asuhan keperawatan terhadap seklompok pasien
 Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri dari tenaga profesional, teknikal,
dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang
saling membantu.
Primer  Berdasarkan pada tindakan yang komprehensif Perawat primer (PP)
 Perawat bertanggung jawab terhadap semua
aspek asuhan keperawatan
 Metode penugasan dimana satu orang perawat
bertanggung jawab penuh selama 24 jam
terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit.

15
6. Model Praktik Keperawatan Profesional (Indonesia)

1. Modifikasi Tim-Primer

Berdasarkan model praktik keperawatan profesional yang ada di

atas, mulailah dikembangkannya MPKP modifikasi di indonesia oleh

Sitorus (1997) di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Model yang

digunakan adalah gabungan antara metode Tim dan Primer.

Keperawatan fungsional adalah model di mana perawatan diatur

dan disediakan sesuai dengan tugas. misalnya asisten perawat akan

memberikan perawatan pribadi, perawat praktis yang berlisensi akan

memberi obat dan melakukan perawatan yang rumit seperti irigasi

luka, penerapan pemberian obat, dan perawat yang terdaftar akan

melakukan ketetapan dalam memberi obat dan perawatan, pemberian

darah (transfusi), dan sebagainya, sedangkan keperawatan tim adalah

model yang mempekerjakan sekelompok tenaga kesehatan yang punya

beragam keterampilan dan diberikan penugasan serta diarahkan oleh

seorang pemimpin tim untuk memberikan layanan secara keseluruhan

pada kelompok tertentu (pasien). Bentuk dari sebuah tim adalah

tindakan kooperatif dan kolaboratif (Zimmerman, 2007).

2. Karakteristik model MPKP

MPKP FIKUI-RSUPNCM pada penataan struktur dan proses

pemberian asuhan keperawatan mengandung empat unsur yang

menjadi karakteristik model, yaitu :

16
1) Penetapan jumlah tenaga keperawatan

(Nursalam, 2013) merangkum beberapa model pendekatan dari

berbagai sumber yang dapat dipergunakan dalam penghitungan

kebutuhan tenaga keperawatan di ruang rawat inap rumah sakit,

antara lain, :

a) Berdasarkan klasifikasi pasien : tingkat ketergantungan pasien

berdasarkan jenis kasus, rata-rata pasien per hari, jam

perawatan yang diperlukan/hari/pasien, jam perawatan yang

diperlukan/ruangan/hari, jam efektif setiap perawat yaitu tujuh

hari. Jumlah tenaga yang dibutuhkan, dengan cara :

Jumlah jam perawatan


= ……… perawat
Jam kerja efektif/shift

Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah

(faktor koreksi) dengan hari libur/cuti/hari besar (loss day)


Jumlah hari minggu/tahun + cuti + hari besar
x jumlah perawat tersedia
Jam hari kerja efektif

Jumlah tenaga perawat yang mengerjakan tugas-tugas non-

keperawatan (non-nursing job), seperti ; membuat perincian

pasien pulang, kebersihan ruangan, kebersihan alat-alat makan

pasien dan lain-lain, diperkirakan 25% dari jam pelayanan

keperawatan. (jumlah tenaga perawat + loss day) x 25%, dan

jumlah tenaga/tenaga yang tersedia + faktor koreksi).

17
b) Berdasarkan metode hasil lokakarya keperawatan : rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :

Jumlah perawatan 24 jam x 7 (tempat tidur x BOR)


+ 25%
Jam hari kerja efektif x 40 jam

Formula ini memperhitungkan hari kerja yang efektif adalah 41

minggu. Tambahan 25% untuk penyesuaian terhadap

produktivitas.

c) Berdasarkan metode Douglas : bagi pasien rawat inap, standar

waktu pelayanan pasien, yakni :

(1) Perawatan minimal memerlukan waktu: 1-2 jam/24 jam

(2) Perawatan intermediate memerlukan waktu: 3-4 jam/24 jam

(3) Perawatan maksimal/total membutuhkan waktu: 5-6 jam/24

jam.

Douglas menetapkan jumlah tenaga perawat, yang diperlukan

pada tiap-tiap unit perawatan dikategorikan berdasarkan

klasifikasi pasien dimana tiap kategori tersebut mempunyai

nilai standar per shift, seperti pada tabel di bawah ini :

Tabel 2 Nilai standar jumlah perawat per shift berdasarkan klasifikasi


pasien
Jumlah Klasifikasi Pasien
pasien Minimal Parsial Total
P S M P S M P S M
1 0,17 0,14 0,10 0,27 0,15 0,07 0,36 0,30 0,20
2 0,34 0,28 0,20 0,54 0,30 0,14 0,72 0,60 0,40
3 0,51 0,42 0,30 0,81 0,45 0,21 1,08 0,90 0,60
Dst.
Keterangan : P (pagi), S (siang), M (malam)

18
Perhitungannya : (Jumlah klien sesuai dengan klasifikasi x

setiap jadwal shift)

2) Penetapan jenis tenaga keperawatan

Penetapan jenis tenaga keperawatan dipengaruhi oleh metode

pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada MPKP,

metode yang digunakan adalah metode modifikasi tim dan primer,

dengan demikian terdapat beberapa jenis tenaga pemberi asuhan

keperawatan diantaranya : Clinical Care Manager (CCM), perawat

primer (PP), dan perawat asosiet/pelaksana (PA) dan juga kepala

ruang perawatan yang bertanggung jawab terhadap manajemen

pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut (Sitorus, 2006).

Kepala Ruang

C.C.M

PP I PP II PP III PP IV

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

7-8 pasien 7-8 pasien 7-8 pasien 7-8 pasien

(Pengaturan jadwal
P I Pagi, Sore, Malam, Dan Libur/Cuti)
Bagan 1 Metode Tim – Primer (Modifikasi)

Berdasarkan figur di atas pembagian peran atau tugas tiap-

tiap komponen : kepala ruang, perawat primer/nursing primary

(PP/PN), clinical care manager, dan perawat associate (PA), seperti

berikut ini : (Nursalam, 2013, & Sitorus, 2006).

19
a) Kepala ruang

Unit perawatan dengan MPKP pemula, kepala ruang ialah

dengan kemampuan atau skill DIII keperawatan yang

berpengalaman dan pada MPKP tingkat I ialah perawat dengan

kemampuan S.Kp (S.Kep) atau Ners yang berpengalaman dan

seorang kepala ruang bertugas pada shift pagi. Adapun tugas

atau tanggung jawab dari seorang kepala ruangan, yaitu :

Menerima klien/pasien baru, memimpin jalannya rapat,

mengevaluasi kinerja anggota, merancang daftar shift,

memfasilitasi material/bahan, Planning, direction, and

observation) (Sitorus, 2006).

b) Clinical Care Manager (CCM)

Pada unit perawatan dengan MPKP pemula, clinical care

manager ialah S.Kp (S.Kep) atau Ners dengan pengalaman dan

pada MPKP tingkat I ialah seorang Ners spesialis. Sedangkan

pada tingkat II, jumlah ners spesialis lebih dari satu orang

disesuaikan dengan kekhususan (Majoring) kasus yang

tersedia. Seorang CCM bertugas pada shift (dinas) pagi dan

sebaiknya CCM telah mempelajari atau berpengalaman pernah

menjadi perawat primer (PP) minimal enam bulan. Adapun

tugas dari seorang CCM, yaitu : membimbing perawat primer

(PP) dalam implementasi MPKP, bersama dengan PP

memvalidasi setiap diagnosis keperawatan, mengarahkan PP

20
dalam membuat standar asuhan keperawatan (renpra), bersama

dengan PP membuat pembagian tugas PA (perawat asosiate),

mempresentasikan isu-isu terbaru terkait dengan asuhan

kepeawatan, mengidentifikasi fakta atau temuan,

mengidentifikasi hasil penelitian, merancang dan melakukan

penelitian, bekerja sama dengan kepala ruangan dalam

melakukan penilaian evaluasi tentang mutu asuhan

keperawatan dan implementasi MPKP (Sitorus, 2006).

c) Perawat primer

Pada MPKP pemula yang menjadi perawat primer (PP) ialah

lulusan DIII keperawatan dengan pengalaman minimal empat

tahun, dan pada MPKP tingkat I, yang menjadi PP ialah

perawat lulusan S.Kep/S.Kp (Ners) dengan pengalaman

minimal satu tahun. Perawat primer sebaiknya bertugas hanya

pada pagi atau sore karena jika bertugas pada malam hari, PP

akan libur beberapa hari sehingga agak sulit menilai

perkembangan pasien/klien, dan apabila bertugas pada sore hari

ada baiknya didampingi oleh minimal satu orang perawat

asosiate (PA) hal ini dimaksudkan agar perawat primer

memiliki waktu untuk menilai tingkat perkembangan

pasien/klien dan juga bertangguang jawab pada shift tersebut.

Adapun tugas dari seorang PP yaitu, Merancang intervensi

Asuhan Keperawatan, membuat tindakan kolaborasi,

21
memimpin overan (timbang terima), pendelegasian beban atau

tugas, memimpin ronde keperawatan, mengarahkan,

membimbing dan memberi tugas kepada PA, mengevaluasi

pemberian asuhan keperawatan oleh PA, responsibilitas

terhadap pasien, memberi petunjuk kepada perawat asosiate

(PA) jika pasien akan pulang, dan pengisian resume

keperawatan (Sitorus, 2006).

d) Perawat Associate (perawat pelaksana)

Pada MPKP tingkat pemula atau MPKP tingkat I yang

menjadi perawat asosiate (PA) ialah perawat dengan kualifikasi

pendidikan DIII keperawatan. Namun pada beberapa situasi

jika ada beberapa tenaga keperawatan yang belum melanjutkan

pendidikannya ke perguruan tinggi maka yang menjadi PA

adalah perawat lulusan SMU/SPK tetapi telah mempunyai

pengalaman yang cukup lama di rumah sakit. Adapun tugas

dari seorang PA (perawat asosiate) antara lain : Memberikan

asuhan keperawatan, mengikuti proses timbang terima

(operan), menjalankan tugas yang didelegasikan dari PP

(perawat primer), mendokumentasikan semua implementasi

keperawatan) (Sitorus, 2006).

3) Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra)

Potter & Perry (2005) mengatakan bahwa perlunya standar renpra

ditetapkan, sebab berdasarkan hasil observasi, penulisan renpra

22
dapat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup

empat belas kebutuhan dasar manusia.

Tabel 3 Indikator/Standar Asuhan Keperawatan (Pendokumentasian), (Nursalam, 2013)


Bidang hasil pokok tugas utama Indikator
Mengumpulkan data tentang status 1. Jumlah cara pengumpulan data
kesehatan klien secara sistematis, 2. Tingkat partisipasi klien dalam proses
menyeluruh, akurat, singkat, & pengumpulan data
bekesinambungan 3. Focus pengambilan data
Menganalisa data untuk memutuskan 1. Kelengakapan diagnosis keperawatan
diagnosa keperawatan (PES)
2. Tingkat keterlibatan pihak lain dalam
proses menegakkan diagnosis
Merancang intervensi keperawatan untuk 1. Kelengkapan komponen perencanaan
mengatasi masalah kesehatan dan secara tertulis
meningkatkan kesehatan klien. 2. Kesesuaian rencana dengan kondisi atau
kebutuhan klien.
Mengimplementasikan rencana asuhan 1. Kerja sama dan komunikasi dengan pasien
keperawatan untuk mencapai tujuan yang atau keluarga.
telah ditetapan dengan partispasi dari klien 2. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
3. Respons/tanggap terhadap respon klien.
4. Persentase penyimpanan dari standar
operasional prosedur (SOP.)

Mengevaluasi perkembangan kesehatan 1. Tingkat pemanfaatan data dasar dan


klien respons klien dalam mengukur
perkembangan kea rah pencapaian tujuan.
2. Tingkat partisipasi klien dan sejawat dalam
memvalidasi dan menganalisis data baru.
3. Tingkat partisipasi klien atau keluarga
dalam memodifikasi rancangan askep
(SOAP).
4. Tingkat kesinambungan komprehensif dan
ketepatan waktu.

Panduan bagi PP dalam penggunaan standar renpra (Sitorus, 2006) :

a) Penetapan renpra oleh PP minimal 24 jam setelah klien masuk,

berdasarkan standar rencana perawatan yang telah

dikembangkan

b) Renpra ditempatkan di papan yang telah disiapkan di sisi

tempat tidur klien

23
c) Rencana tindakan yang terdapat pada renpra merupakan

pedoman bagi PP dalam memberikan pelayanan keperawatan

d) Pada 24 jam pertama, PP membuat minimal dua dignosa

keperawatan utama (prioritas)

e) Renpra dievaluasi setiap hari dengan menggunakan metode

“SOAP”

4) Penggunaan metode modifikasi keperawatan primer, terdapat

satu orang perawat profesional dalam hal ini perawat

primer/nursing primary (PP/PN) yang bertanggung jawab dan

bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.

CCM (Clinical Care Manager) bertugas mengarahkan dan

membimbing perawat primer dalam pemberian asuhan

keperawatan. Harapan kedepannya Clinical Care Manager (CCM)

akan menjadi peran dari seorang Ners spesialis (Sitorus, 2006).

5) Model MPKP Tim-Primer digunakan dengan cara

mengkombinasikan keduanya

Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) ditetapkannya sistem model

ini didasarkan pada beberapa pertimbangan :

a) Keperawatan primer penggunaannya tidak secara murni,

disebabkan perawat primer harus mempunyai background

pendidikan S-1 Keperawatan atau sederajat.

24
b) Penggunaan keperawatan tim juga tidak secara murni,

responsibilitas tanggung jawab asuhan keperawatan pasien

terfragmentasi di berbagai tim.

c) Melalui kombinasi keduanya diharapkan komunitas asuhan

keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat

pada primer, disebabkan saat ini perawat yang bertugas di

rumah sakit masih di dominasi oleh lulusan D-3, ketua tim atau

perawat primer yang memberikan bimbingan tentang asuhan

keperawatan.
Proses
Struktur 4. Metode
1. Jumlah tenaga modifikasi
2. Jenis tenaga keperawatan
3. Standar tenaga primer

Hubungan perawat klien dan keluarga

Berkesinambungan Tanggung jawab & Tanggung gugat

Nilai-Nilai Profesional
Bagan 2 MPKP FIKUI-RSPN dr. Cipto Mangunkusumo (Sitorus, 2006, p. 10)

D. Pelaksanaan Kegiatan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)

Ada beberapa tahap atau langkah-langkah yang dilakukan dalam penerapan

(implementasi) MPKP, adapun tahap-tahap tersebut, yaitu :

1. Bimbingan perawat primer (PP) dalam melakukan Operan

Sebelum konferensi dilakukan terlebih dahulu operan dinas/shift

dilaksanakan. Operan merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan

dan menerima laporan menyangkut keadaan pasien/klien dan dilakukan

25
setiap hari. Operan pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan

penjelasan singkat, jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat,

kolaboratif yang telah dilakukan dan belum dilakukan serta perkembangan

pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat agar nantinya

asuhan keperawatan dapat berjalan secara berkesinambungan. Operan

dilakukan oleh perawat primer ke perawat primer (penanggung jawab)

dinas sore atau dinas malam (ruang MPKP dengan tiga tim) secara tulis

dan lisan, (Nursalam, 2013).

Pasien

Diagnosis Medis (Masalah Diagnosis Keperawatan


Kolaboratif) (didukung data)

Tindakan

Telah Dilakukan Belum Dilakukan

Perkembangan Keadaan
Pasien/Klien

MASALAH :
 Teratasi
 Belum teratasi
 Teratasi sebagian
 Muncul masalah baru

Bagan 3 Alur Operan (Shift/Hand Over)

Renstra (Rencana Strategi) Operan mencakup dua aspek, yaitu :

a. Pelaksanaan operan

1) Metode

2) Media

26
3) Pengorganisasian

4) Uraian Kegiatan

b. Evaluasi

1) Struktur (Input)

Pada operan, sarana dan prasarana yang menunjang telah

tersedia antara lain : catatan operan, status klien dan kelompok shift

operan. Kepala ruang selalu memimpin kegiatan operan yang

dilaksanakan pada pergantian shift yaitu malam ke pagi, pagi ke

sore. Kegiatan operan pada shift sore ke malam di pimpin oleh

perawat primer yang bertugas saat itu.

2) Proses

Proses operan dipimpin oleh kepala ruang dan dilaksankan oleh

seluruh perawat yang bertugas maupun yang akan mengganti shift.

Perawat primer mengoperkan ke perawat primer berikutnya yang

akan mengganti shift. Operan pertama dilakukan di Nurse Stattion

kemudian ke ruang perawatan, pasien dan kembali lagi ke Nurse

Station. Isi operan mencakup jumlah pasien, diagnosis keperawatan,

intervensi yang belum/sudah dilakukan. Setiap pasien tidak lebih

dari lima menit saat klarifikasi ke pasien.

3) Hasil

Operan dapat dilaksanakan setiap pergantian shift. Setiap

perawat dapat mengetahui perkembangan pasien. Komunikasi antar

perawat berjalan dengan baik.

27
2. Bimbingan/Panduan PP dalam Melakukan Konferensi

Setelah melaksanakan operan selanjutnya konferensi dilaksanakan,

konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari sama

seperti operan, konferensi sebaiknya dilakukan di ruangan tersendiri

sehingga dapat mengurangi distraksi dari luar (Sitorus, 2012). Konferensi

bertujuan untuk :

a. Membahas masalah setiap pasien/klien berdasarkan standar asuhan

(renpra) yang telah dibuat PP (perawat primer)

b. Menetapkan klien yang menjadi tanggung jawab masing-masing PA

c. Membahas intervensi tindakan keperawatan untu setiap pasien.klien

berdasarkan prosedur renpra yang telah ditetapkan

d. Mengidentifikasi tugas PA untuk setiap klien yang menjadi tanggung

jawabnya.

Adapun panduan pelaksanaan konferensi (Sitorus, 2006) :

a. Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian

dinas pagi/sore sesuai dengan jadwal dinas PP

b. Konferensi dihadiri oleh PP & PA dalam timnya masing-masing

c. Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil

evaluasi kemarin dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam.

Hal-hal yang disampaikan oleh PP meliputi :

1) Keadaan umum klien

2) Keluhan klien

3) Tanda-tanda vital & kesadaran

28
4) Hasil pemeriksaan laboratorium/diagnostik terbaru

5) Masalah keperawatan

6) Rencana keperawatan hari ini

7) Perubahan terapi medis

8) Rencana medis

d. PP mendiskusikan dan mengarahkan PA tentang masalah yang terkait

dengan keperawatan klien meliputi :

a) Keluhan klien yang terkait dengan pelayanan, seperti :

keterlimbatan, kesalahan pemberian makan, kebisingan

pengunjung lain, ketidakhadiran dokter yang dikonsulkan.

b) Ketepatan pemberian infus

c) Ketepatan pemantauan obat oral atau injeksi

d) Ketepatan pelaksanaan tindakan lain

e) Ketepatan dokumentasi

e. Mengingatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan

f. Mengingatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran, dan

kemajuan masing-masing PA

g. Membantu PA menyelesaikan masalah yang tidak dapat

diselesaikannya.

3. Bimbingan PP/CCM melakukan Ronde dengan PA

Ronde keperawatan ialah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi

masalah keperawatan klien/pasien dan dilakukan oleh perawat selain

melibatkan pasien/klien untuk membahas dan melaksanakan asuhan

29
keperawatan. Ronde keperawatan dilaksanakan oleh PP bersama dengan

PA dan sebaiknya dilaksanakan setiap hari. Ronde penting dilaksanakan

dengan tujuan untuk supervisi kegiatan PA dan sebagai sarana bagi PP

untuk mendapatkan data tambahan tentang kondisi klien/pasien (Sitorus,

2006). Pada kondisi tertentu ronde dapat dilaksanakan oleh kepala

ruangan, perawat asosiet yang juga perlu melibatkan seluruh anggota tim

kesehatan.

Panduan bagi PP dalam melakukan ronde dengan PA (Sitorus, 2006) :

a. PP menentukan 2-3 klien yang akan dironde

b. Memilih klien yang berkebutuhan khusus dengan masalah yang relatif

lebih kompleks atau lebih dari satu masalah yang sedang dihadapi

c. Ronde dilakukan setiap hari, utamanya pada waktu intensitas kegiatan

di ruang rawat sudah tenang dan waktu pelaksanaan yang dibutuhkan ±

satu jam

d. PA menyajikan kondisi klien dan tindakan perawatan yang tealh

diberikan

e. PP memberikan saran (input) kepada PA dan Reinforcement terhadap

PA pada hal-hal tertentu

f. Masalah yang sensitif dan sangat privasi sebaiknya tidak dibicarakan

di depan klien.

30
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan ronde

keperawatan, seperti pada tabel di bawah ini :

Tahap Pra PP

Penetapan Pasien

Persiapan Pasien :
 Informed Consent
 Hasil pengkajian/validasi
data

 Diganosa keperawatan apa ?


 Data apa yang mendukung ?
Tahap pelaksanaan Penyajian Masalah  Bagaimana intervensi yang
di Nurse Station sudah dilakukan ?
 Hambatan apa yang
ditemukan ?

Tahap pelaksanaan di kamar pasien


Validasi Data

PP, Konselor, KARU

Pascaronde Kesimpulan & Rekomendasi Lanjutan-Diskusi


Solusi Masalah di Nurse Stattion

Bagan 4 Langkah-Langkah Kegiatan Ronde Keperawatan (Nursalam, 2013)


Keterangan :

a. Praronde : Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan
masalah yang langka, menentukan tim ronde, mencari sumber atau literatur,
Membuat proposal, Mempersiapkan pasien, diskusi tentang diagnosa
keperawatan, data pendukung, asuhan keperawatan yang diberikan, dan
hambatan selama perawatan pasien/klien.
b. Pelaksanaan ronde : Penjelasan keadaan pasien/klien oleh perawat primer yang
berfokus pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilakukan
atau telah dilakukan serta memilih prioritas yang perlu dibahas/diskusikan,
diskusi antaranggota tim tentang kasus tersebut, pemberian justifikasi oleh
perawat primer atau clinical care manager (konselor)/kepala ruangan tentang
masalah pasien serta intervensi tindakan yang akan dilaksanakan.

31
c. Pascaronde : Evaluasi, revisi, dan perbaikan. Kesimpulan dan rekomendasi
penegakan diagnosis; intervensi keperawatan selanjutnya.

4. Sentralisasi obat (Pengelolaan Obat)

Sentralisasi obat ialah pengelolaan obat dimana semua obat yang akan

diberikan kepada klien/pasien diserahkan sepenuhnya oleh perawat,

(Nursalam, 2007).

Sentralisasi obat dilakukan dengan maksud agar penggunaan obat

secara lebih bijaksana dan menghindari pemborosan obat, sehingga

kebutuhan asuhan keperawatan dapat tercapai sepenuhnya.

Adapun alur pelaksanaan sentralisasi obat, dapat dilihat pada bagan

berikut ini :

Dokter
Koordinasi dengan Perawat

Pasien/Keluarga

 Informed consent
Farmasi/Apotik sentralisasi obat dari
perawat
 Lembar serah terima obat
 Buku serah terima/masuk
Pasien/Keluarga
obat

PP/Perawat yang menerima

Pengaturan & Pengelolaan


oleh Perawat

Pasien/Keluarga

Bagan 5 Alur Pelaksanaan Sentralisasi Obat, (Nursalam, 2013)

Pengadaan KARDEX (daftar obat, tekanan darah, nadi, suhu, dan

pemeriksaan laboratorium) Format daftar infus sesuai dengan kebutuhan

32
masing-masing rumah sakit. Format tersebut harus diisi dengan jelas dan

lengkap (waktu pelaksanaan, tanggal, jam, jenis tindakan, dosis obat, nama

obat/cairan infus pada setiap catatan perkembangan pasien atau lembar

terintegrasi perawat-dokter). Nama penanggung jawab dan tandatangan

perawat atau dokter serta menyertakan lembar informed consent (Sitorus,

2006).

5. Perencanaan pulang (Discharge Planning)

Merupakan suatu proses yang dinamis dan sistematis dari penilaian,

persiapan serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan

pengawasan pelayanan kesehatan. Perencanaan pulang diperlukan oleh

pasien/klien dan harus berpusat pada masalah pasien/klien, yaitu

pencegahan, terapeutik, rehabilitatif, serta perawatan rutin yang sebetulnya

(Swenberg, 2000 yang dikutip Nursalam, 2013).

Perawatan di rumah sakit akan lebih berarti jika dilanjutkan dengan

perawatan di rumah. Akan tetapi, untuk saat ini perencanaan pulang bagi

pasien yang dirawata belum optimal sepenuhnya karena peran perawat

masih terbatas pada pelaksanaan kegiatan yang rutin dilaksanakan,

misalnya hanya memberikan informasi tentang jadwal kontrol ulang,

(Nursalam, 2007 : 248).

33
Faktor-faktor yang dikaji dalama Discharge Planning, adalah :

a. Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, terapi, pengobatan

dan perawatan yang diperlukan

b. Kebutuhan psikologis dan hubungan interpersonal di dalam lingkup

keluarga

c. Bantuan yang diperlukan pasien/klien

d. Pemenuhan kebutuhan aktivitas setiap hari seperti makan, minum,

eiminasi, istirahat dan tidur, berpakaian, personal hygiene, safety,

communication, spiritual, rekreasi, dan lain-lain.

e. Sumber dan sistem pendukung di masyarakat

f. Fasilitas yang ada di rumah dan harapan pasien/keluarga setelah

dirawat

g. Kebutuhan perawatan dan supervisi di rumah

Menurut Neylor (2003) dikutip oleh Kristina (2007) dalam Nursalam

(2013), ada beberapa tindakan keperawatan yang dapat diberikan kepada

pasien/klien sebelum diperbolehkan pulang, antara lain :

a. Pendidikan kesehatan : harapannya, melalui pendidikan kesehatan

dapat mengurangi angka kekambuhan atau komplikasi dan

meningkatkan pengetahuan pasien serta keluarga mengenai perawatan

pascarawat di rumah sakit.

b. Program pulang bertahan : bertujuan untuk melatih pasien/klien untuk

kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Meliputi apa yang

34
harus dilakukan pasien/klien di rumah sakit dan apa yang harus

dilakukan oleh keluarga.

c. Rujukan : integritas pelayanan kesehatan harus mempunyai hubungan

langsung antara perawat komunitas atau praktik kemandirian perawat

dengan rumah sakit sehingga dapat mengetahui perkembangan pasien

di rumah.

6. Supervisi kinerja perawat dalam melakukan asuhan keperawatan

Merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan

kemampuan perawat pelaksana agar mereka mampu melaksanakan tugas

secara seefisien dan seefektif mungkin sesuai dengan standar asuhan

(remora) yang telah ditetapkan. Cahyati, 2000 yang dikutip Kuntoro, 2010

mendefensikan supervisi sebagai suatu pengamatan dan pengawasan

secara langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan yang bersifat rutin.

Pelaksana supervisi dilaksanakan oleh :

a. Kepala ruang

1) Bertanggung jawab dalam supervise pelayanan keperawatan pada

pasin/klien di ruang perawatan

2) Merupakan ujung tombak penentu berhasil atau tidaknya tujuan

pelayanan kesehatan di rumah sakit

3) Mengawasi perawat pelaksana dalan melaksanakan parktik

keperawatan di ruang perawatan sesuai dengan pendelegasian.

35
b. Pengawasan keperawatan

Bertanggung jawab dalam mensupervisi pelayanan kepada kepala

ruang yang ada di instalasinya.

c. Kepala seksi perawatan

Mengawasi instalasi dalam melaksanakan tugas secara langsung dan

seluruh perawat secara tidak langsung

Adapun alur pelaksanaan supervisi, seperti pada sketsa/gambar di

bawah ini :
Ka.Bid Keperawatan
Tahap Supervisi

Kasi Keperawatan

Pra Menetapkan kegiatan dan


Ka. Per. IRNA
tujuan serta instrument/alat
ukur
KARU

Menilai kerja perawat: R-A-A


Pelaksanaan (Responsibility-
Accountability-Authorithy) PP I PP II

Pembinaan (3-F) PA PA
Pasca  Penyampaian penilaian
(Fair)
 Feed back Kinerja perawat &
 Follow up, pemecahan Kualitas pelayanan
masalah & reward
Pelaksanaan  Supervisi
Bagan 6 Alur Pelaksanaan Supervisi, (Nursalam, 2013)

Tahap Supervisi :

a. Prasupervisi

1) Supervisor menetapkan kegiatan apa yang akan disupervisi

2) Supervisor menetapkan tujuan

36
b. Pelaksanan supervisi

1) Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan alat ukur atau

instrument yang telah dibuat

2) Supervisor mendapat beberapa hal atau bagian-bagian yang

memerlukan pembinaan

3) Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan pembinaan

dan klarifikasi masalah keperawatan yang ada

4) Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, interview, dan validasi data

sekunder (Tanya jawab dengan perawat)

c. Pascasupervisi (3F);

1) Supervisor (pengawas) memberikan penilaian supervise (F-Fair)

2) Supervisor memberikan Feed back dan klarifikasi

3) Supervisor memberikan reinforcement dan follow up perbaikan

7. Dokumentasi keperawatan

Ada empat aspek kunci pada model pelayanan, keempat aspek kunci

tersebut antara lain: Planning (perencanaan), Development (perkembangan

pasien / klien), Implementation (tindakan keperawatan), Evaluation

(evaluasi hasil), (Fowler, Hardy, & Howarth, 2006).

Tahap-tahap pada asuhan keperawatan wajib dibuatkan sebuah catatan

atau pendokumentasian. Dokumentasi keperawatan merupakan komponen

penting pada sistem pelayanan keperawatan, karena dengan memiliki

pendokumentasian yang baik, maka informasi tentang kondisi kesehatan

klien dapat diketahui secara berkesinambungan. Selain itu,

37
pendokumentasian merupakan sebuah catatan otentik dan legal mengenai

pelaksanaan asuhan keperawatan. Secara khusus, dokumentasi memiliki

fungsi sebagai sarana komunikasi tidak langsung antar profesi kesehatan,

sumber data dalam pemberian asuhan keperawatan dan penelitian, sebagai

bukti konkrit atas tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap segala

tindakan yang dilaksanakan oleh perawat profesional kepada setiap

pasien/klien (Potter & Perry, 2005).

Pembuatan catatan keperawatan juga mempunyai tujuan, sebagai berikut :

a. Sebagai alat komunikasi antar perawat dengan tenaga kesehatan

lainnya

b. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai aspek hukum

c. Meningkatkan mutu asuhan keperawatan

d. Sebagai literatur atau bahan rujukan dalam peningkatan ilmu dan kiat

keperawatan

e. Memiliki nilai riset penelitian dan pengembangan ilmu keperawatan

Kegiatan pendokumentasian sering dilakukan pada minggu ke I-II

untuk uji coba dan aplikasi dilaksankan minggu III-IV, secara garis besar

model pendokumentasian PIE (planning, intervention, and evaluation)

yang berorientasi pada masalah (POR/problem oriented record), yang

meliputi :

a. Pengkajian keperawatan : pengumpulan data (LLARB; legal, lengkap,

akurat, relevan dan baru), data-data melalui pemeriksaan TTV (tanda-

tanda vital), pemeriksaan fisik IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi, dan

38
auskultasi), pemeriksaan penunjang (laboratorium, rontgen, dan lain-

lain), data biologis, psikologis, dan spiritual lewat wawancara dan

observasi, format pengkajian data awal menggunakan model ROS

(review of system), data demografi pasien, riwayat kesehatan atau

keperawatan, observasi dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang/diagnostik.

Format pengkajian keperawatan (Sitorus, 2006) :

1) Diisi lengkap dalam 24 jam pertama klien masuk (untuk klien baru)

2) Format pengkajian diisi oleh PP dengna lengkap atau oleh PA,

yang mencakup : identitas klien, identitas keluarga, tanda vital saat

klien masuk

3) Keluhan utama saat klien masuk, kemudian beri tanda check list

(√) pada kotak yang dimaksud

4) Selanjutnya mengisi titik-titik yang kososng dengan penjelasan

sesuai yang didapat dari klie/keluarga

5) Format ini hanya ditandatangani oleh PP

Bila data pengkajian dimasukkan kedalam proses keperawatan,

format SOAPIE dapat digunakan (S/subjektif, O/objektif,

A/assassement, P/planning, I/intervention, E/evaluation), (Priharjo,

2012).

b. Diagnosa keperawatan : dihubungkan dengan penyebab kesenjangan

dan pemenuhan pasien, diagnosa dibuat sesuai dengan wewenang

perawat dengan memperhatikan masalah atau kesenjangan yang ada.

39
c. Perencanaan (intervensi) : terdiri atas berbagai komponen, antara lain;

1) Prioritas masalah, kriteria :

a) Masalah yang mengancan kehidupan merupakan prioritas

masalah

b) Masalah yang mengancam kesehatan merupakan prioritas

kedua

c) Masalah yan mempengaruhi perilaku merupakan prioritas

ketiga

2) Tujuan asuhan keperawatan, memenuhi criteria (NOC_ Nursing

Outcome Criteria) sesuai standar pencapaian :

a) Tujuan dirumuskan secara singkat

b) Disusun berdasarkan diagnosa keperawatan

c) Spesifik pada diagnosis keperawatan

d) Dapat diukur

e) Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah

f) Punya target waktu pencapaian

3) Rencana tindakan didasarkan pada NIC (Nursing Intervention

Classification) sesuai dengan ketetapan, biasanya meliputi tiga

komponen : DET keperawatan (diagnosa/observasi, edukasi/health

education), tindakan/independen, dependen, dan interdependen),

(Nursalam, 2013). Kritera :

a) Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan

b) Tindakan alternative secara tepat

40
c) Melibatkan pasien dan keluarga

d) Mempertimbangkan latar belakang social buadaya pasien dan

keluarga

e) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlaku

f) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien

g) Menggunakan format yang baku

4) Tindakan keperawatan (Implementasi) : pada tahap pelaksanaan

atau implementasi keperawatan terdapat beberapa kegiatan lanjutan

dari tahap sebelumnya, seperti ; validasi rencana keperawatan +

pendokumentasian rencana keperawatan + pemberian asuhan

keperawatan + pengumpulan data lanjutan, (Lismidar, 2005).

5) Evaluasi

Dilaksanakan secara periodik, sistematis dan terencana untuk

menilai perkembangan pasien/klien setelah tindakan keperawatan.

kriteria :

a) Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi

b) Evaluasi hasil menggunakan indikator perubahan fisiologis dan

tingkah laku pasien

c) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan untuk

diambil tindakan selanjutnya

d) Evaluasi melibatkan pasien dan tim kesehatan lainnya

e) Evaluasi dilaksanakan dengan standar (tujuan yang ingin

dicapai dan standar praktik keperawatan)

41
Komponen evaluasi, mencakup aspek (KAPP; kognitif, afektif,

psikomotor, perubahan psikologis).

a) Kognitif (pengetahuan klien tentang penyakitnya)

b) Afektif (sikap klien terhadap tindakan yang dilakukan)

c) Psikomotor (tindakan atau upaya klien dalam proses

penyembuhan

d) Perubahan biologis (vital sign, system & imunologis)

Interpretasi (keputusan) dalam evaluasi hasil :

a) Masalah teratasi

b) Masalah tidak teratasi, harus dilakukan pengkajian dan

perencanaan tindakan selanjutnya

c) Sebagian masalah teratasi, modifikasi rencana tindakan

diperlukan

d) Timbulnya suatu masalah kesehatan atau keperawatan yang

baru.

42
E. Kerangka Teori

Struktur MPKP :
 Jumlah tenaga
 Jenis
ketenagaan
 Standar asuhan
(renpra)
 Metode
pemberian
askep

Sistem Penerapan di
pengelolaan ruangan ; Mutu Asuhan
MPKP dalam  Optimal Keperawatan
pemberian  Belum
askep optimal

Aplikasi MPKP :
 Operan atau
konferensi
 Ronde
 Sentralisasi
obat
 Discharge
planning
 Supervisi
 Dokumentasi
otentik
Bagan 7 Kerangka Teori, (Sitorus, 2006), Hoffart & Woods (1996).

43
BAB III

KERANGKA KONSEP & DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya ialah suatu penjelasan dan

visualisasi konsep-konsep serta variabel-variabel yang akan diukur (diteliti),

(Notoatmodjo, 2010).

Input Proses Output

Struktur MPKP :
 Jumlah tenaga
 Jenis ketenagaan
 Standar asuhan
(renpra)
 Metode
pemberian askep

Penerapan Model Optimal


Praktik
Keperawatan
Profesional
Belum
(MPKP)
optimal
Aplikasi MPKP :
 Operan
 Konferensi
 Ronde
Keperawatan
 Sentralisasi obat
 Discharge
planning
 Supervisi
 Dokumentasi
Keperawatan

Bagan 8 Kerangka Konsep Penelitian

44
B. Definisi Operasional & Kriteria Hasil

Tabel 4 Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
1. Jumlah tenaga Kuantitas dari kebutuhan Lembar Cukup ; Jika rasio Rasio
keperawatan tenaga perawat pada observasi perawat -pasien
setiap ruangan sesuai seimbang sesuai
metode pemberian metode (1/PP : 9-
asuhan keperawatan 10/Klien)
Kurang ; Jika rasio
perawat-pasien
tidak seimbang

2. Jenis tenaga Background pendidikan Lembar 1. CCM : S1 Ordinal


keperawatan dari setiap tenaga observasi Kep/Ners
perawat di ruang . Spesialis) jika
perawatan MPKP dan mempunyai SK
telah memiliki SK (surat sebagai CCM
keputusan) sesuai dengan 2. PP/PN : S1 Kep
jabatan yang diberikan 3. PA : DIII Kep.
4. Kepala
Ruangan : (DIII
berpengalaman
MPKP
pemula), (S1
Kep./Ners,
MPKP tingkat
I)

3. Standar asuhan Pedoman yang digunakan Lembar Baik : Jika dalam Ordinal
(renpra) dalam memberikan observasional satu RS mempunyai
asuhan keperawatan (Unit Rumah standar asuhan
(disesuaikan dengan sakit) (renpra) dan
klien yang berkebutuhan dilaksanakan sesuai
khusus berdasarkan 10 format yang ada dan
kasus utama) telah dibakukan
Cukup Baik : jika
dalam satu RS
standar asuhan yang
dibuat dilaksanakan
tapi belum
dibakukan
Kurang Baik : tidak
ada format standar
asuhan (renpra)
yang dibuat

4. Metode asuhan Cara atau metode dalam Lembar Baik : jika di tiap Ordinal
keperawatan melakukan asuhan observasional ruangan metode
keperawatan kepada (Kriteria atau yang diterapkan
klien yang diterapkan di Karakteristik sesuai dengan
tiap ruang perawatan metode pada kriteria atau
Lampiran karakteristiknya
Empat) Kurang : jika di tiap
ruangan metode

45
yang diterapkan
tidak sesuai dengan
kriteria/karakteristik

5. Dokumentasi Catatan yang dibuat Instrumen Baik ; Median, > Ordinal


Keperawatan khusus untuk menilai evaluasi 11,5
status atau kondisi dokumentasi Kurang Baik ;
pasien/klien selama 16 keperawatan Median,
hari pada pasien yang di < 11,5
rawat inap lebih dari dua
hari di ruang Medical
Record

6. Operan Kegiatan menyampaikan Lembar Baik : jika > 75% Ordinal


dan menerima laporan observasi kegiatan operan
tentang keadaan dilaksanakan
pasien/klien dan Cukup ; jika 60-
dilakukan setiap hari 75% kegiatan
pada saat pergantian operan dilaksanakan
dinas/shift selama 16 Kurang :< 50%
hari, dan empat kegiatan operan
hari/ruangan dilaksanakan

7. Konferensi Pertemuan antar-anggota Lembar Baik : jika > 75% Ordinal


(Pre & Post tim yang dilakukan setiap observasio pre & Post
Conference) hari setelah pergantian conference
shift atau operan selama dilaksanakan
16 hari, dan empat Cukup : jika 60-
hari/ruangan 75% pre & post
conference
dilaksanakan
Kurang : jika < 60%
pre & post
conference
dilaksanakan

8. Ronde Kegiatan pengumpulan Lembar Baik : jika > 75% Ordinal


keperawatan data baru dari pasien observasi kegiatan ronde
yang dilakukan oleh keperawatan
perawat pirmer (ketua dilaksanakan
tim) kemudian Cukup : jika 60-
menyelesaikan masalah 75% kegiatan ronde
yang ada keperawatan
(Disesuaikan dengan dilaksanakan
pelaksanaan ronde yakni Kurang : jika < 60%
sekali sebulan) kegiatan ronde
keperawatan
dilaksanakan

9. Sentralisasi obat Pengelolaan semua obat Lembar Baik : jika > 60% Ordinal
yang akan diberikan observasi kegiatan sentralisasi
kepada pasien/klien oleh obat dilaksanakan
perawat pada unit RS. Kurang : jika < 60%
Dan unit rawat inap kegiatan sentralisasi
MPKP selama 16 hari obat dilaksanakan

46
dan empat hari/ruangan

10. Discharge Kegiatan yang dilakukan Lembar Baik : jika > 75% Ordinal
planning sebelum pasien/klien observasi kegiatan DP
(Perencanaan pulang ke rumah. dilaksanakan
pulang) (selama 16 hari pada Cukup : jika 60-
setiap pasien yang akan 75% kegiatan DP
pulang pada ruang dilaksanakan
Medical Record dan unit Kurang : jika < 60%
perawatan) kegiatan DP
dilaksanakan

11. Supervisi Kegiatan dengan Lembar Baik : jika > 75% Ordinal
membuat perencanaan observasi kegiatan supervisi
oleh kepala ruang/tim dilaksanakan
supervisi kemudian Cukup : jika 60-
dilaksanakan dalam 75% kegiatan
kurun waktu selama 16 supervisi
hari dan empat dilaksanakan
hari/ruangan) melalui Kurang : jika < 60%
persepsi dari perawat kegiatan supervisi
dilaksanakan.

47
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian Survei Deskriptif

(Descriptive Survey) dengan pendekatan Survei Analisis Jabatan (Functional

Analysis Survey). Survei ini tujuan utamanya untuk mengetahui tentang tugas

dan tanggung jawab para petugas kesehatan (perawat) serta kegiatan-kegiatan

para petugas tersebut (pemberian asuhan keperawatan MPKP) sehubungan

dengan pekerjaan mereka. Selain itu survei ini juga dapat mengetahui status

dan hubungan antara satu dengan lainnya, atau hubungan antara atasan dengan

bawahan, kondisi kerja, serta fasilitas yang ada untuk melaksanakan tugas

(Notoatmodjo, 2010).

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, penelitian kuantitatif adalah scoring

atau nilai-nilai dari perubahan yang dapat dibuat dalam bentuk angka-angka

(numerik). Dalam penelitian kuantitatif biasanya peneliti melakukan

pengukuran terhadap suatu variabel dengan menggunakan instrumen

penelitian (Sugiyono, 2008). Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian

kuantitatif dengan tujuan untuk menggambarkan penerapan model praktik

pelayanan keperawatan profesional (MPKP).

B. Tempat, Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RS Universitas Hasanuddin mulai tanggal 12

Agustus sampai dengan 12 Oktober 2013.

48
C. Objek Penelitian

Pada penelitian ini objek yang akan diteliti bukan berupa populasi dan

sampel, responden, narasumber, ataupun partisipan, karena pada penelitian ini

yang menjadi fokus objek yang akan diteliti merupakan sebuah struktur atau

sistem penerapan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di RS

Universitas Hasanuddin, jadi objek yang diteliti bukan berupa orang atau

sekumpulan orang (manusia), binatang, tumbuhan, dan lain-lain.

D. Alur Penelitian

Melakukan Studi terhadap Organisasi/Kelompok yang Diteliti ( Sistem Penerapan MPKP)

Melakukan Studi Literatur & Penetapan Landasan Teori MPKP


Teori

Mendefinisikan Permasalahan yang Terjadi (Perumusan Masalah)

Penentuan Metode Penelitian : Desain (Survey Deskriptif dengan pendekatan


Functional Analisis Jabatan) & Jenis Penelitian Kuantitatif (untuk melihat
gambaran umum MPKP yang diterapkan di RS. Unhas), Objek yang diteliti
(Sistem penerapan MPKP) bukan berupa manusia/orang, binatang,
tumbuhan, dan lain-lain melainkan sebuah sistem dari sebuah proses yang
disebut MPKP, pengambilan data dengan menggunakan lembar observasi
yang diadopsi dari Nursalam, 2013 dan R. Sitorus 2006 telah valid & kredibel
terdiri dari dua lampiran (Lampiran pertama tentang karakteristik ruang
MPKP & lampiran kedua tentang kegiatan MPKP)

Pengolahan & Analisa Data


Bagan 9 Alur Penelitian
E. Instrumen Penelitian

Instrumen berupa lembar observasi yang berisi tentang konsep MPKP yang

tiap poin pernyataannya diadopsi (diadaptasi) dari Nursalam (2013) dan Ratna

Sitorus (2006) yang telah diuji kredibilitas dan validitasnya. Lembar observasi

49
karakteristik MPKP terdiri atas dua lampiran (Lampiran pertama tentang

karakteristik ruang MPKP dan lampiran kedua tentang kegiatan MPKP).

F. Metode Pengumpulan Data

1. Jenis data

a. Data primer yang diperoleh langsung dari perawat melalui wawancara

berupa data awal tentang sejarah penerapan MPKP di RS. Unhas dan

metode pemberian asuhan keperawatan yang diberlakukan

sebelumnya, dan selanjutnya hasil observasi awal kegiatan MPKP

tentang ronde keperawatan. Untuk Pengambilan data pada saat

penelitian nanti selain dengan menggunakan lembar observasi juga

melalui media berupa kamera video untuk memvalidasi kegiatan

penelitian.

b. Data sekunder yang diperoleh melalui Medical Record (data jumlah

ruang perawatan, BOR/jumlah bed). Bidang administrasi umum dan

SDM (sumber daya manusia) tentang jumlah ketenagaan perawat

beserta kualifikasi pendidikan dan jabatan masing-masing di ruang

perawatan.

2. Prosedur pengumpulan data

Cara pengumpulan data dengan menggunakan wawancara untuk

pengumpulan data awal, pengambilan data pada catatan medis (rekam

medik) dan SDM. Lembar observasi tentang karakteristik MPKP (jumlah

ketenagaan, jenis tenaga keperawatan, standar rencana asuhan

keperawatan (renpra), metode pelaksanaan asuhan keprawatan), dan

50
kegiatan-kegiatan MPKP (operan, konferensi, ronde keperawatan,

sentralisasi obat, discharge planning, supervisi, dan dokumentasi

keperawatan) serta seminar kasus yang diadakan di setiap ruang rawat

MPKP.

G. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan data

Data yang dikumpulkan melalui kuesioner karakteristik responden,

wawancara, dan rekam medik akan diolah sesuai dengan tahapan editing,

scoring, entry dan cleaning.

a. Editing

Editing data untuk memastikan bahwa data yang didapatkan ialah

bersih, yaitu semua data konsisten, relevan dan dapat diinterpretasi

dengan baik. Tahap ini dilakukan dengan meneliti tiap lembar lembar

observasi dan catatan lapangan hasil wawancara tentang penerapan

MPKP.

b. Scoring

Setelah dipastikan bahwa semua hasil observasi dapat digunakan ke

tahap selanjutnya yaitu pemberian skor terhadap hasil observasi.

c. Coding

Memberikan kode pada tiap-tiap item yang tidak diberi nilai/skor

pada setiap data yang ada untuk keperluan analisis.

51
d. Entry

Setelah semua data telah diberi skor dan kode maka data

dimasukkan kedalam computer untuk dianalisis.

e. Cleaning

Memastikan bahwa data yang sudah dientry benar-benar telah siap

dianalisis yaitu dengan memeriksa kembali data yang sudah

dikumpulkan.

2. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif secara komputerisasi. Analisis univariat dilakukan terhadap tiap

variabel penelitian untuk melihat hasil atau tampilan distribusi frekuensi

dan persentase dari setiap variabel sehingga dapat diketahui variasinya

masing-masing.

H. Etika Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan memakai pedoman pada komisis

nasional etika penelitian kesehatan sebagai berikut : (KNEPK, 2005)

1. Respect for Person (Menghormati hak personal)

Dalam penelitian ini, peneliti menghormati hak autonomy perawat yang

terlibat dalam objek penelitian, yaitu hak pengambilan keputusan terkait

partisipasi perawat dalam penelitian tanpa unsur paksaan dan memilki hak

yang sama untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian. Informed consent

atau lembar pengantar pengambilan data penelitian dari kepala bidang

penelitian terlebih dahulu diberikan kepada pejabat yang berwenang di tiap

52
ruangan dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, selanjutnya

diminta untuk kesediaannya membaca dan memberikan kesempatan pada

peneliti untuk melakukan penelitian.

2. Beneficience (Manfaat)

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat kepada

rumah sakit sebagai sarana evaluasi hasil terhadap penerapan Model

Praktik Keperawatan Profesional. Kepada objek penelitian dalam hal ini

perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan MPKP dapat

memberikan manfaat langsung seperti diketahuinya kondisi yang ada

dalam penerapan MPKP di ruangannya masing-masing, dan manfaat

lainnya ialah dapat dijadikan sebagai landasan dalam mengambil kebijakan

atau keputusan pihak manajemen dalam menerapkan MPKP agar

terlaksana dengan seoptimal mungkin.

3. Justice (Keadilan)

Hasil dari penelitian yang telah dilakukan selain diberikan ke

tempat/institusi pendidikan juga akan diberikan ke institusi Rumah Sakit

tempat penelitian berlangsung, data yang didapatkan selama penelitian

berlangsung tidak dipublikasikan kecuali ada persetujuan dari pihak

Rumah Sakit dan peneliti sendiri. Selama pengambilan data dilakukan

peneliti memperlakukan objek observasi (ruang perawatan) dengan adil

tanpa ada yang terasa lebih diatas dibandingkan dengan ruangan yang lain,

distribusi seimbang dan adil antara beban dan manfaat keikutsertaan

53
perawat serta kerja samanya selama proses pengobservasian (penelitian

berlangsung).

54
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Profil Rumah Sakit Universitas Hasanuddin

Rumah sakit Universitas Hasanuddin diresmikan pada tanggal 15

september 2008 oleh Rektor Unhas (Prof.Dr.dr.Idrus A.Paturusi) yang

meletakkan batu pertama pembangunan rumah sakit berlantai enam ini

berlokasi di samping kiri jalan masuk pintu II Unhas. Rumah sakit ini

dibangun oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) yang ke-4 di

Indonesia setelah UI, UGM, dan Undip. Informasi dari dekan fakultas

kedokteran menuturkan bahwa yang membedakan RSP Unhas dengan

RSUP lainnya misalnya RSUP Wahidin adalah RSP Unhas nantinya

diutamakan adalah Pendidikan, Penelitian, hingga Pengabdian pada

masyarakat sehingga hanya tersedia 300 tempat tidur. Lain halnya dengan

RSUP Wahidin yang mengutamakan Pelayanan jasa pada masyarakat

mengenai penelitian dan pendidikan urusan selanjutnya sehingga yang

tersedia tempat tidur di sana sekitar 700 tempat tidur. Tetapi pada

prinsipnya rumah sakit ini tidak lepas dari visi misi perguruan tinggi,

dimana pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat juga

harus tercermin disana.

2. Sarana dan Prasarana

Sebagai Rumah sakit pendidikan yang akan nantinya akan digunakan

sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dan sesuai visi misinya yang

55
memadukan antara pendidikan, penelitian, dan pemeliharaan kesehatan

yang bertaraf internasional dan juga profesional dalam memberikan

pelayanan kesehatan, maka RS Unhas mesti ditunjang dengan fasilitas

yang memadai dengan mutu berteknologi canggih. Terkait dengan

penelitian yang dilakukan, adapun beberapa ruang rawat inap yang

dimiliki RS Unhas, sebagai berikut :

a. Ruang rawat VVIP (Phinisi)

b. Ruang rawat VIP (Lepa-Lepa)

c. Ruang rawat Kelas I (Sandeq)

d. Ruang rawat Kelas II dan III (Katinting)

e. Ruang rawat HCU dan ICU, serta

f. Ruang rawat Kemoterapi

3. Karakteristik Ruang MPKP Rumah Sakit Universitas Hasanuddin

Penelitian telah dilakukan di RS Universitas Hasanuddin mengenai

penerapan MPKP di tiga ruang rawat inap yaitu VIP, Kelas I, Kelas II dan

III. Penelitian meliputi data tentang kuantitas dan kualifikasi pendidikan

tenaga perawat yang dibutuhkan di setiap ruang rawat inap, standar asuhan

keperawatan yang digunakan, dan metode pemberian asuhan keperawatan

yang diterapkan. Selain itu juga beberapa data tentang pelaksanaan MPKP

seperti : operan, pre dan post konferens (conference), ronde keperawatan,

sentralisasi obat, discharge planning (perencanaan pulang), supervisi, dan

pendokumentasian.

56
a. Ketenagaan/Staffing di ruang MPKP

Table 5 Distribusi Frekuensi Kualifikasi Tenaga Perawat di IRNA VIP,


Kelas I, Kelas II dan III RS Universitas Hasanuddin Tahun 2013
Ruang Kualifikasi (%) Total
D-III S-1/Ners (%)
VIP 35 65 100
Kelas I 39,13 60,87 100
Kelas II dan III 56,52 43,48 100

Tabel lima menunjukkan jumlah perawat dengan kualifikasi S-1

yang paling tinggi ada di ruang VIP dengan persentase (65%),

sedangkan perawat dengan kualifikasi D-III yang paling tinggi ada di

IRNA kelas II/III dengan persentase (56,52%).

Table 6 Distribusi Frekuensi Jumlah Tempat Tidur dan BOR (Bed Occupancy
Rate) di IRNA VIP, Kelas I, Kelas II dan III RS Universitas Hasanuddin
Tahun 2013
Ruang Jumlah TT BOR
%
VIP 18 81,48
Kelas I 36 77,50
Kelas II dan III 54 68,13

Tabel enam menunjukkan penilaian BOR-nya yang paling tinggi

adalah ruang VIP/Lepa-Lepa (81,48%). BOR yang baik pada ruang

VIP dan Kelas I (77,50%) dan BOR yang kurang baik pada kelas II/III

(68,13%). Jumlah tempat tidur (bed) paling banyak pada ruang kelas II

dan III (54 bed) mengingat jumlah klien yang dirawat lebih banyak.

57
b. Jenis tenaga keperawatan

Table 7 Distribusi Frekuensi Tenaga Perawat Berdasarkan Jabatan di Ruangan


pada IRNA VIP, Kelas I, Kelas II dan III RS Universitas Hasanuddin Tahun
2013
Kualifikasi/Jabatan
Karu/ PP/ PA CCM/S2-
Ruang S1- S1- Magister Keterangan
Ners Ners S1- DIII Spesialis
Ners
VIP (Lepa-Lepa) 1 2 10 7 1 1 perawat
administrasi/DIII
Kelas I (Sandeq) 1 3 10 9 1 1 perawat
administrasi/DIII
Kelas II & III 1 2 10 10 2 1 perawat
(Katinting) administrasi/DIII

Tabel tujuh menunjukkan bahwa pembagian ketenagaan (perawat)

berdasarkan jabatan di ruangan PP dan PA terbanyak ada di ruang

kelas I dengan tiga tim yang ada terkait jumlah klien yang dirawat di

ruangan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan ruangan lain.

Dan setiap ruang ada satu Perawat administrasi dengan kualifikasi D-3

keperawatan

c. Standar asuhan keperawatan (SAK)

Setiap ruangan telah tersedia (20 domain) SAK berdasarkan masalah

keperawatan (diagnosa keperawatan) yang termuat dalam format

standar asuhan keperawatan dan satu format SAK yang kosong. Ketiga

ruangan (VIP lepa-Lepa, kelas I sandeq, dan kelas II/III katinting) yang

diteliti.

d. Metode pemberian asuhan keperawatan

Ketiganya menerapkan metode modifikasi tim-primer (metode

MPKP murni) sejak satu tahun yang lalu.

58
e. Pendokumentasian

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Teknik Pendokumentasian di IRNA VIP,


Kelas I, Kelas II & III RS Universitas Hasanuddin Tahun 2013
Ruang Pendokumentasian (Nilai Median)
Baik Kurang
VIP (Lepa-Lepa) 16,3 3,4
Kelas I (Sandeq) 18,6 1,7
Kelas II/III (Katinting) 15,1 3,4

Tabel delapan menjelaskan bahwa dalam melakukan teknik

pendokumentasian sudah cukup baik nilai median ketiga ruangan (>

nilai standar median 11,5).

f. Operan (Overan)

Tabel 9 Pelaksanaan Operan (Overan) di IRNA VIP, Kelas I, dan Kelas II/III
RS Universitas Hasanuddin Tahun 2013
Ruang Operan (Overan) N.rata Ket.
Pagi Ket. Sore Ket. Malam Ket. -rata
(%) (%) (%) (%)
VIP 82,04 Baik 74,35 Cukup 66,66 Cukup 74,35 Cukup
Kelas I 92,30 Baik 79,48 Baik 79,48 Baik 83,75 Baik
Kelas 71,79 Cukup 56,40 Kurang 48,71 Kurang 58,96 Kurang
II/III

Tabel sembilan menjelaskan bahwa ruang rawat inap yang

pelaksanaan teknik operannya masih kurang baik yaitu ruang kelas

II/III (Katinting) dengan persentase yang diperoleh hanya (58,96%).

g. Konferensi (Conference)

Tabel 10 Pelaksanaan Konferensi oleh PP di Ruang Rawat Inap Lepa-Lepa,


Sandeq, dan Katinting RS Universitas Hasanuddin Tahun 2013
Ruangan Konferensi N.rata-rata Ket.
Pre (%) Post (%) (%)
VIP (Lepa-Lepa) 58,35 47,21 52,8 Kurang
Kelas I (Sandeq) 66,66 69,44 68,1 Cukup
Kelas II/III (Katinting) 47,21 50,01 48,6 Kurang

59
Tabel 10 menunjukkan pelaksanaan konferensi baik pre maupun

post konferens yang pelaksanaannya masih kurang baik pada ruang

VIP (52,8%) dan kelas II/III (48,6%).

h. Ronde Keperawatan (Nursing Round)

Dari hasil penelitian (observasi dan wawancara) yang dilakukan

kegiatan ronde keperawatan tidak rutin dilakukan setiap bulannya

selama masa penelitian berlangsung. Adapun ronde keperawatan yang

dilakukan sekali selama penelitian berlangsung yaitu di ruang VIP

dengan hasil yang baik (90%).

i. Sentralisasi Obat

Dari hasil penelitian didapatkan data bahwa (100%) telah terdapat

format baku tentang sentralisasi obat di semua ruang perawatan RS

Unhas.

j. Discharge Planning (Perencanaan Pulang)

Tabel 11 Discharge Planning (Perencanaan Pulang) di IRNA VIP, Kelas I, &


Kelas II/III RS Universitas Hasanuddin 2013
Ruang Discharge Planning (%) Keterangan.
VIP (Lepa-Lepa) 45,45 Kurang
Kelas I (Sandeq) 57,57 Kurang
Kelas II/III (Katinting) 42,42 Kurang

Tabel 11 menunjukkan pelaksanaan perencanaan pulang (discharge

planning) di ketiga ruangan yang diteliti masih kurang baik dengan

nilai rata-rata persentasenya (48,48%).

k. Supervisi

Pada saat penelitian berlangsung, pelaksanaan supervisi dilakukan

hanya di ruang rawat inap VIP (Lepa-Lepa) dan Kelas I (Sandeq) dan

60
dengan hasil cukup baik (83%), sedangkan kelas II/III (Katinting) tidak

pernah melakukan supervisi. Jadwal supervisi di ruangan telah ada

namun pelaksanaannya belum rutin dilaksanakan.

B. Pembahasan

1. Ketenagaan/Staffing

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketenagaan di ketiga ruangan

sudah cukup, terdapat 20 orang perawat di ruang VIP (18 kamar / 18 bed),

sedangkan di ruang kelas I (18 kamar / 36 bed), kelas II (6 kamar / 24 bed/

tiap ruangan ada empat bed) dan kelas III (5 kamar / 30 bed/ tiap kamar

ada enam bed) memiliki tenaga perawat sebanyak 23 orang. Pada ruang

VIP setiap satu orang PA (perawat asosiet/pelaksana) bertanggung jawab

terhadap 4-5 pasien (bed), kelas I setiap satu PA bertanggung jawab

terhadap enam pasien (bed), sedangkan di kelas II dan III ada dua ruangan

yang berbeda, kalau di ruang kelas II satu PA bertanggung jawab terhadap

7-8 klien, sedangkan di ruang kelas III setiap satu PA bertanggung jawab

terhadap 9-10 klien. Hasil penelitian telah sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Sitorus (2006) bahwa pada ruang rawat MPKP murni

setiap satu orang PP bertanggung jawab terhadap 9-10 klien.

Penetapan jumlah tenaga perawat oleh bidang keperawatan di ruang

rawat inap RS Unhas telah mengklasifikasikan derajat ketergantungan

pasien untuk pembagian tenaga perawat di setiap ruang perawatan akan

tetapi pembagian tenaganya di setiap shiftnya oleh setiap kepala ruangan

belum berdasarkan pada prioritas tingkat ketergantungan pasien, untuk

61
pembagian tenaga perawat tiap ruangan disetiap shiftnya menggunakan

metode dari aturan Depkes (Departemen Kesehatan) yaitu 1 : 4 (Perawat-

Tempat Tidur). Sehingga kemungkinannya suatu waktu ada tim yang

menangani perawatan total care lebih dibanding dengan tim yang lainnya.

Hasil wawancara dengan kepala ruangan dan data yang didapatkan di tiga

ruangan yang diteliti diperoleh kesimpulan tentang ketenagaan yang sudah

cukup.

Terkait dengan penghitungan BOR di ruang VIP (81,48%) dan Kelas I

(77,50%) dianggap baik, sedangkan BOR di ruang Kelas II/III (68,13%)

kurang baik. Kesimpulan penilaian BOR tersebut merujuk dari isi

ketetapan Depkes RI (2002) yang menyatakan bahwa untuk standar

internasional BOR dianggap baik (80-90%) sedangkan standar nasional

dianggap baik (70-80%) dibawah 70% sudah dianggap kurang baik. Tidak

ada ruangan yang mencapai nilai BOR 100% mengingat terdapat beberapa

rentang waktu di mana tempat tidur tidak terisi (kosong).

Hasil penelitian yang dilakukan tidak sejalan dengan hasil penelitian

lain dari Solihati (2012) di IRNA B RSUP Fatmawati Jakarta, yang

menemukan data mengenai ketenagaan/staffing yang masih kurang. Hal

tersebut terkait dengan salah satu fungsi manajemen keperawatan

(organizing) tentang staffing/ketenagaan (penghitungan dan penetapan

tenaga perawat berdasarkan pada derajat ketergantungan klien). Maka dari

itu sebaiknya terlebih dahulu dibuat perencanaan penghitungan

ketenagaan, penetapan jumlah tenaga perawat harus disesuaikan dengan

62
kategori yang akan diperlukan di setiap ruangan dalam melakukan asuhan

keperawatan dengan tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan

tenaga perawat di ruangan.

Di lain sisi, hasil penelitian yang dilakukan sejalan dengan hasil

penelitian yang telah dilakukan oleh Swansburg (2000) yang

mengemukakan bahwa penetapan jumlah tenaga perawat di unit perawatan

berdasarkan klasifikasi derajat ketergantungan pasien terdiri dari :

perawatan mandiri/self care (aktivitas sehari-hari dilakukan sendiri,

penampilan secara umum baik, tindakan pengobatan biasanya ringan dan

sederhana), perawatan sedang/partial/intermediate care (sebagian

kebutuhan pasien dibantu, dan beberapa tindakan perawatan tertentu),

perawatan total/intensive care (semua kebutuhan klien dibantu oleh

perawat, dan memerlukan observasi secara ketata/terus menerus).

Penentuan kuantitas perawat sesuai kebutuhan klien merupakan hal

yang penting, karena jika jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah

staf/tenaga yang diperlukan, akan berdampak terhadap mobilitas dan

stabilitas kinerja di ruangan. Waktu yang dimiliki perawat hanya cukup

melaksanakan tindakan kolaborasi atau kerja sama, sedangkan tindakan

asuhan keperawatan, menganalisa hasil observasi, dan pemberian Health

Education (pendidikan/promosi kesehatan) akan terabaikan atau kurang

maksimal dilaksanakan (Nursalam, 2013). Peneliti membuat kesimpulan

bahwa MPKP yang tengah diterapkan di RS Unhas jika dilihat dari segi

jumlah ketenagaan sudah baik, namun dari poin pelaksanaan pemberian

63
Health Education khusus disampaikan oleh perawat masih jarang

dilakukan mereka masih terlihat fokus pada pendokumentasian asuhan

keperawatan yang telah diberikan.

2. Jenis Ketenagaan

Penetapan dan pembagian jenis tenaga di ketiga ruangan yang diteliti

(VIP, Kelas I, dan Kelas II/III) sebagian besar sudah baik. Pernyataan

tersebut diindikasikan karena perawat di ketiga ruangan tersebut yang

berpendidikan S1 keperawatan/Ners sudah lebih banyak dibandingkan

dengan perawat berpendidikan D3 keperawatan. Di setiap ruang perawatan

yang diobservasi memiliki tenaga KaRu berpendidikan S1-Ners, PP

(KaTim) berpendidikan S1-Ners dengan/tanpa pengalaman, PA sebagian

berpendidikan S1-Ners dan minimal berpendidikan D3 keperawatan

dengan/tanpa pengalaman, sedangkan tenaga CCM minimal berpendidikan

S2 keperawatan atau Ners spesialis. Sejalan dengan teori menurut Sitorus

(2012), dikatakan bahwa dalam satu unit/ruang perawatan MPKP terdapat

beberapa jenis tenaga perawat yaitu CCM, KaRu, PP/PN, dan PA, serta

kualifikasi CCM harus Ners spesialis/Master keperawatan, KaRu dan

perawat primer harus berpendidikan S1 keperawatan/Ners.

Setiap ruangan terdapat satu orang perawat administrasi yang bertugas

untuk mengurus seluruh masalah administrasi ruangan, hal ini kurang

sesuai karena pada prinsipnya perawat dengan kualifikasi D-III

keperawatan memiliki tuntutan dan tugas serta tanggung jawab dalam

merawat klien secara langsung. Di sisi lain hal yang perlu diperhatikan

64
juga adalah tersedianya pendamping orang sakit, hasil penelitian

menemukan belum tersedianya pendamping orang sakit di semua ruang

perawatan sehingga kadang-kadang masih ada perawat yang mengurus

atau mengambilkan obat klien di apotik, merawat dan mencuci alat-alat

medis yang telah digunakan klien/pasien. Di mana hal tersebut bukan lagi

tugas perawat melainkan pendamping orang sakit ataukah sering juga

disebut sebagai asisten perawat yang mempunyai latar belakang

pendidikan SPK/SMK Keperawatan.

Adapun tugas dari seorang PP/PN adalah membuat perencanaan dan

penentuan masalah/diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah

kesehatan yang sedang dialami oleh klien, sedagkan PA memiliki tugas

melaksanakan asuhan keperawatan yang telah dibuat oleh PP/PN, dan

KaRu di setiap ruangan memiliki jadwal dinas pagi setiap harinya, dengan

lima hari kerja setiap minggunya, untuk memonitor hasil asuhan

keperawatan dan program kegiatan lainnya yang dilakukan selama sehari

sebelumnya. CCM memiliki tugas yaitu memvalidasi masalah/diagnosa

keperawatan dan melakukan evaluasi ulang rencana asuhan yang telah

disusun oleh PP.

Menurut Sitorus (2006) menyatakan bahwa pada dasarnya CCM

sebaiknya selalu bertugas pada shift/dinas pagi setiap harinya sehingga

apabila PP mengalami masalah atau kendala dalam merencanakan

pemberian asuhan keperawatan pada pasien ada CCM yang dapat diajak

untuk berdiskusi atau meminta saran (solusi) dalam hal membuat

65
perencanaan tersebut. Hal tersebut tidak sebanding dengan hasil observasi

yang dilakukan, para CCM tersebut memiliki tugas pokok utama yaitu

sebagai tenaga pengajar di perguruan tinggi (UNHAS) sebagai organisasi

induk yang masih kerja sama dengan RS Unhas, sehingga jadwal

dinas/shift mereka sulit untuk dibuat. Akan tetapi sesuai dengan SK yang

telah dibuat oleh manajemen RS Unhas setiap CCM memiliki jadwal 3x

kunjungan dalam seminggu, dan dua jam setiap 1x kunjungan.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Solihati (2012) yang menyimpulkan bahwa selisih

penetapan jenis ketenagaan hampir seimbang, ada 51% respondennya

menyatakan pembagian jenis ketenagaannya tidak efektif, dikarenakan

masih banyak tenaga perawat di RSUP Fatmawati yang belum

berpendidikan S1 keperawatan dan masih ada PN/PP dipegang oleh

perawat yang masih berpendidikan DIII keperawatan.

Sebuah artikel yang dibuat oleh Marquis and Huston (2000) dimana di

dalam artikel tersebut terdapat sebuah hasil penelitian yang menyatakan

bahwa perawat primer di Amerika pada umumnya yang menduduki

jabatan tersebut adalah seoran perawat Clinical Specialist yang

mempunyai kualifikasi Master keperawatan. Hal ini belum bisa diterapkan

di Indonesia, saat ini di RS Unhas semua PP/PN masih dipegang oleh

perawat yang berpendidikan S1 keperawatan/Ners. Peneliti menemukan

jika ada perawat yang berpendidikan Master keperawatan, setelah selesai

menyelesaikan studinya maka akan ditempatkan di bagian structural

66
ataukah di jajaran instansi pendidikan, padahal keberadaan mereka sangat

penting di suatu unit perawatan dengan tujuan untuk meningkatkan asuhan

keperawatan yang lebih berkualitas.

Peneliti menyimpulkan bahwa jenis tenaga perawat di ruangan sudah

baik, telah sesuai dengan teori yang ada dan sebaiknya tetap dipertahankan

agar pemberian asuhan keperawatan dapat lebih berkualitas.

3. Standar asuhan keperawatan (SAK)

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan didapatkan data bahwa

SAK yang ada sudah dibuat dalam sebuah format SAK dan digunakan di

semua ruang rawat inap. Format standar renpra (SAK) tersebut belum

dibedakan penggunaannya dari segi usia (bayi, anak, dewasa, dan lansia)

dan belum disahkan oleh pihak manajemen keperawatan RS Unhas. Selain

itu SOP (standar operasional prosedur) tindakan keperawatan juga masih

sebagian yang telah disahkan.

Pengesahan SAK dan SOP keperawatan dapat disahkan oleh Komite

keperawatan kerja sama dengan bidang pelayanan medik dan keperawatan.

Namun komite keperawatan belum terbentuk sampai saat ini sehingga

pihak Rumah sakit khususnya manajemen keperawatan membentuk

sebuah kelompok kerja (pokja) keperawatan yang fungsi kerjanya mirip

dengan badan komite keperawatan yang memiliki tugas mengklarifikasi

dan menilai semua proses keperawatan termasuk mutu asuhan

keperawatan terkait dengan pengesahan SAK dan SOP. Hal ini belum

sejalan dengan teori menurut Nursalam (2013) bahwa SAK yang baik

67
adalah SAK yang telah dibakukan dan disahkan dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan.

Standar asuhan keperawatan (standar renpra) dikembangkan untuk

kasus yang paling sering di suatu ruang perawatan berdasarkan 10 kasus

terbanyak dalam satu periode waktu yang telah ditentukan, kemudian

format SAK dan SOP yang ada digunakan dalam pembuatan perencanaan

dan pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan. Pengembangan standar

tersebut dimaksudkan agar tidak menyita waktu perawat dalam melakukan

tindakan sesuai kebutuhan klien, bukan untuk kegiatan menulis saja.

Sejalan dengan teori menurut Ratna Sitorus (2012) bahwa ada standar

renpra yang baku menunjukkan suatu asuhan keperawatan yang diberikan

berdasarkan pada konsep teori keperawatan menjadi jelas, dan merupakan

salah satu karakteristik layanan profesional (Sitorus, 2012).

Ada 20 domain yang ada dalam format SAK dan bersifat umum

penggunaannya dengan merujuk kepada diagnosa keperawatan NANDA

dan tujuan intervensinya berdasarkan klasifikasi NOC serta implementasi

keperawatannya merujuk pada klasifikasi NIC. Ditambah dengan satu

format SAK kosong yang dapat digunakan oleh perawat pada saat akan

menulis masalah/diagnosa lain yang belum terdapat dalam 20 domain yang

telah ada. Hal ini sejalan dengan teori menurut Nursalam (2013) dan

Sitorus (2006) bahwa pembuatan SAK berdasarkan diagnosa keperawatan

(NANDA), tujuan intervensi (NOC), dan implementasi (NIC).

68
Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Solihati (2012) menemukan bahwa ada 52% respondennya mengatakan

dengan pengadaan SAK membuat asuhan keperawatan yang diberikan

kepada klien lebih efektif. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Presidentyas Bimo (2007), bahwa penerapan standar

asuhan keperawatan di ruangan yang telah menerapkan MPKP hasilnya

efektif.

Peneliti membuat kesimpulan bahwa pelaksanaan pemberian asuhan

keperawatan di ruangan telah mengacu pada standar rencana keperawatan

atau SAK dan SOP yang telah ada dengan tujuan dapat memberikan

asuhan keperawatan yang optimal dan berkualitas.

4. Metode Pemberian Asuhan Keperawatan

Hasil penelitian yang dilakukan di ketiga ruangan tersebut (VIP/Lepa-

Lepa’, Kelas I/Sandeq, Kelas II dan III /Katinting) ketiganya menerapkan

metode modifikasi keperawatan tim-primer. Sejalan dengan teori menurut

Sitorus (2012) bahwa ruang rawat dengan model MPKP menggunakan

metode keperawatan gabungan (modifikasi) tim-primer. Hasil penelitian

sejalan pula dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Zimmerman

(2007) mengatakan bahwa Model asuhan keperawatan adalah cara

pengorganisasian di tingkat unit untuk memfasilitasi asuhan keperawatan

pada pasien. Ada empat model umum asuhan keperawatan, yaitu : model

keperawatan fungsional, tim, primer, dan manajemen kasus keperawatan.

Sedangkan dalam penerapan MPKP terdapat dua model yang digunakan

69
dan dimodifikasi menjadi satu yaitu tim-primer, yang merupakan bagian

dari empat model umum asuhan keperawatan yang sering digunakan baik

di Rumah sakit bertaraf nasional maupun internasional.

Selanjutnya pada metode ini akan dinilai (supervisi) oleh ketua tim/PP,

ditandai dengan adanya pembentukan tim terdiri atas anggota yang

berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap

sekelompok klien/pasien. Biasanya dibentuk dalam 2-3 tim/grup yang

terdiri atas tenaga professional, dan teknikal. Penerapan metode modifikasi

keperawatan primer-tim yang digunakan di setiap ruang perawatan RS

Unhas cukup efektif jika dilihat dari kualifikasi pendidikan tiap PP/PN di

setiap ruang perawatan adalah S1-Ners, terdapat CCM dengan kualifikasi

Ners spesialis/Magister keperawatan, dan beberapa PA (perawat asosiet)

telah berpendidikan S1-Ners dan D-III keperawatan, dan tidak ada yang

lulusan SPK/SMK keperawatan. Sejalan dengan teori yang mengatakan

metode modifikasi keperawatan primer, setiap PP/PNnya bertanggung

jawab terhadap 9-10 klien selama 24 jam perawatan.

Setiap ruang MPKP terdapat satu orang atau lebih perawat profesional

yang biasa disebut perawat primer (PP) yang mempunyai tanggung jawab

dan tanggung gugat atas asuhan keperawatan yang telah diberikan dan

bertanggung jawab terhadap 9-10 klien. Di samping itu, terdapat Clinical

Care Manager (CCM) yang mengkoordinir dan mengarahkan PP dalam

memberikan asuhan keperawatan yang efektif. CCM di ketiga ruang rawat

70
inap RS Universitas Hasanuddin dan juga ruang perawatan lainnya

semuanya adalah ners spesialis sesuai dengan harapan dari MPKP.

Hasil penelitian yang telah dilakukan sejalan dengan teori menurut

Sitorus (2006) bahwa Keperawatan primer, lebih menekankan pada

tindakan yang komprehensif dari filosofi keperawatan, penugasan pada

satu orang perawat profesional/registered nurse bertanggung jawab penuh

selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan klien mulai klien masuk

rumah sakit sampai keluar rumah sakit seperti yang telah diterapkan pada

RS Unhas. Metode primer ini diidentifikasi dengan adanya keterkaitan

kuat dan berkelanjutan antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk

merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama

dirawat. Sedangkan metode tim lebih menekankan paa kelompok filosofi

keperawatan, 6-7 perawat professional dan perawat pelaksana bekerja

sebagai satu tim.

Berbanding terbalik dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Solihati

tahun 2012 dan Arum & Abu Muhlisin tahun 2005 yang mengatakan

pelaksanaan metode modifikasi keperawatan primer dalam pemberian

asuhan keperawatan kurang efektif. Menurut mereka ada beberapa faktor

yang menyebabkan kurang efektifnya penerapan metode modifikasi di

RSUP Fatmawati, RSU Islam Kustati Surakarta, RSU PKU

Muhammadiyah Surakarta, dan RSU dr. Moewardi Surakarta. Kedua

peneliti tersebut mengasumsikan pelaksanaan MPKP dengan metode

modifikasi dalam memberikan asuhan keperawatan menjadi terhambat.

71
Selain itu juga tidak ditunjang oleh kecukupan tenaga, dan pendidikan

perawat.

Di sisi lain fasilitas penunjang dalam penerapan MPKP masih kurang

mendukung. Saat penelitian dilakukan ditemukan beberapa alat kesehatan

yang telah rusak, belum lengkapnya beberapa alat kesehatan seperti EKG

ruangan, Infus pump, Syringe pump yang kurang, alat tenun/linen yang

kurang, dan linen yang sudah kusam dan bernoda nampak masih terpakai,

serta tensi meter di setiap samping tempat tidur/bed klien belum tersedia,

dan papan struktur organisasi MPKP belum nampak terpasang di ruang

klien terkait dengan perawat yang bertanggung jawab atas setiap klien

yang sedang menjalani perawatan di ruangan.

Peneliti membuat kesimpulan bahwa setiap ruang/unit perawatan di RS

Unhas dalam menerapkan model MPKP murni dengan penggunaan

metode keperawatan tim-primer sudah baik, karena di dalam MPKP

dibutuhkan kecukupan tenaga, kualifikasi pendidikan perawat (S1/Ners,

Ners spesialis, dan Master keperawatan), dan beberapa fasilitas penunjang

lainnya dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

5. Pendokumentasian

Sebanyak 30 dokumentasi keperawatan yang diobservasi masing-

masing 10 dokumentasi dari setiap ruangan. Didapatkan data dari ketiga

ruangan masih ada lima dokumen pasien (nilai median 8,5/< 11,5) yang

teknik pendokumentasiannya masih kurang dengan distribusi masing-

masing ruangan : dua dokumen dari ruang VIP (3,4) dan kelas II/III (3,4),

72
serta satu dokumen dari kelas I (1,7). Hal ini mengindikasikan masih ada

beberapa poin dalam pendokumentasian yang masih kurang atau belum

dilengkapi dari beberapa tahap pendokumentasian seperti pengkajian,

perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan dan pengimplementasian ,

evaluasi dan resume keperawatan.

Secara garis besar teknik pendokumentasian di ketiga ruangan yang

diteliti sudah cukup baik tidak ada yang mempunyai nilai median (≤11,5),

ruang VIP dari 10 dokumen ada delapan dokumen klien yang baik (16,3),

Kelas I ada Sembilan dokumen yang baik (18,6) dan Kelas II/III ada

delapan dokumen yang baik (15,1). Hal ini diduga merupakan pengaruh

atau efek dari penggunaan format catatan perkembangan pasien dimana

segala tindakan kepada pasien apakah itu dari tenaga dokter maupun

perawat sudah berada pada satu lembar/format (Lembar Terintegrasi)

sehingga perencanaan dan tindakan yang akan dilakukan dapat

berkesinambungan dan terstruktur dengan baik.

Tujuan dari penggunaan lembar integrasi adalah untuk membedakan

catatan dari rekan sejawat lainnya (dokter) mencatat dengan menggunakan

bolpoin bertinta hitam, dan perawat bertinta biru. Hal ini dimaksudkan

agar segala tindakan asuhan kesehatan/keperawatan yang diberikan kepada

pasien masing-masing mempunyai aspek legalitas dan dapat

dipertanggung jawabkan. Hal tersebut diakibatkan oleh karena seluruh

perawat yang ada di ruang rawat inap RS Unhas telah pernah diberikan

pelatihan tentang penerapan MPKP di ruang perawatan.

73
Sejalan dengan teori menurut Nursalam (2013) bahwa

Pendokumentasian merupakan catatan otentik dalam penerapan

manajemen asuhan keperawatan professional. Perawat professional

diharapkan mampu menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung

gugat terhadap segala tindakan yang telah dilakukan. Ada tiga komponen

penting dalam pendokumentasian antara lain : komunikasi, proses

kepeawatan dan standar asuhan keperawatan.

Pendokumentasian yang baik dan jelas dapat memberikan manfaat

seperti : sebagai alat komunikasi antar perawat dan dengan tenaga

kesehatan lain. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai nilai hukum,

dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, referensi pembelajaran

dalam peningkatan ilmu keperawatan, serta mempunyai nilai riset

penelitian. Evaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan kepada klien

didokumentasikan setiap harinya yang merupakan tanggung jawab dari

ketua tim/PP.

Dokumentasi keperawatan adalah salah satu unsur terpenting dalam

sistem pelayanan keperawatan, melalui pencatatan/pendokumentasian

yang baik dan lengkap, sehingga informasi tentang kondisi klien dapat

diketahui secara berkesinambungan. Sejalan dengan beberapa teori

mengatakan bahwa pendokumentasian yang baik itu juga dipengaruhi oleh

pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan (SAK) oleh perawat di

ruangan/unit yang telah mengacu pada standar rencana perawatan yang

74
telah ada dan penggunaan catatan perkembangan terintegrasi dalam

melakukan pendokumentasian (Sitorus, 2006).

Penerapan SAK pada tahap pertama yaitu pengkajian, didapatkan

(4,2%) dokumen belum lengkap yang meliputi pengkajian pada status

psiko-sosial dan spiritual klien pada ruang VIP (0,4%), Kelas I (0,2%), dan

Kelas II/III (0,6%), pengkajian tentang pola hidup klien pada ruang VIP

(0,4%), Kelas I (0,2%), dan Kelas II/III (0,6%), pengkajian lengkap

dilakukan dalam 24 jam setelah klien masuk pada ruang VIP (0,4%), Kelas

I (0,2%) dan Kelas II/III (0,6%), pengkajian lengkap dilakukan oleh

perawat yang bertanggung jawab terhadap klien tersebut pada ruang VIP

(0,4%) dan Kelas II/III (0,2%). Senada dengan hasil penelitian sebelumnya

oleh Presidentyas Bimo tahun 2009 dimana pada tahap pengkajian terdapat

(22,02%) dokumen belum lengkap, dimana dari lima poin yang ada pada

tahap pengkajian poin pengkajian lengkap dilakukan oleh perawat yang

bertanggung jawab terhadap klien terdapat (14,7%) belum lengkap. Hal

tersebut mengindikasikan pendokumentasian pada tahap pengkajian masih

kurang sesuai dengan teori yang ada pada MPKP, dikarenakan pada

MPKP pengkajian diisi secara lengkap selama 24 jam pertama merupakan

tanggung jawab perawat primer (PP) sebagai pemimpin tim dalam

pemberian asuhan keperawatan kepada klien yang diaplikasikan sebagai

acuan untuk perumusan masalah atau diagnosa keperawatan klien.

Dapat dikatakan masih ada beberapa kelemahan perawat dalam

pencatatan dan kemampuan menganalisa jika mempunyai dasar

75
pengetahuan yang baik tentang masalah yang sedang dihadapi. Dan

kesanggupan perawat untuk berpikir kritis dan waktu yang tersedia dalam

melakukan pengkajian kepada klien. Oleh karena itu untuk dapat

menerapkannya diperlukan beberapa pelatihan dan diusahakan selalu

berada pada situasi yang mendukung, sebab kemampuan seperti itu tidak

muncul dengan sendirinya, dibutuhkan beb

Salah satu fasilitas yang dapat dimanfaatkan adalah dengan

mengadakan studi/diskusi kasus disetiap ruang perawatan yang terjadwal

dengan mengambil beberapa kasus yang dianggap perlu dikembangkan

dan penyegaran materi-materi dalam melaksanakan asuhan

keperawatannya. Penerapan SAK pada tahap diagnosa keperawatan

(4,25%), (2,25%) belum mencakup tentang masalah psiko-sosial pada

ruang VIP (0,75%), Kelas I (0,5%), dan Kelas II/III (1%), (2%) belum

mencakup tentang masalah kurangnya pengetahuan klien pada ruang VIP

(0,75%), Kelas I (0,5%), dan Kelas II/III (0,75%). Sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Presidentyas Bimo (2009) menemukan data

bahwa (7%) belum mencakup masalah psiko-sosial dan (52%) belum

mencakup masalah kurangnya pengetahuan klien.

Sebagai modal utama seorang perawat sebelum membuat perencanaan

tindakan asuhan keperawatan adalah kemampuan menganalisa dengan

baik setiap keluhan yang dirasakan oleh klien. Selain itu permasalahan

yang perlu ditangani pada masalah klien adalah secara holistic

(menyeluruh) baik bio-psiko-sosio dan spiritual klien mengingat masalah

76
yang dirasakan oleh klien itu sangat kompleks dan saling berhubungan

satu dengan lainnya. Pembuatan perencanaan asuhan keperawatan (5,15%)

belum lengkap dan kurang efisien.

Hasil penelitian didapatkan (1,15%) belum mencakup rencana asuhan

keperawatan dikembangkan oleh perawat yang bertanggung jawab pada

klien tersebut pada ruang VIP (0,43%), Kelas I (0,29%), dan Kelas II/III

(0,43%), (1,15%) belum mencakup tindakan pendidikan kesehatan pada

ruang VIP (0,43%), Kelas I (0,29%), dan Kelas II/III (0,43%), (1,01%)

belum mencakup tindakan kolaborasi pada ruang VIP (0,29%), Kelas I

(0,29%), dan Kelas II/III (0,43%), (1,85%) belum mencakup tindakan

yang menggambarkan keterlibatan keluarga pada ruang VIP (0,57%),

Kelas I (0,57%), dan Kelas II/III (0,71%). Senada dengan penelitian yang

dilakukan oleh Solihati tahun 2012 bahwa ada (52,6%) perencanaan untuk

mengatasi masalah klien baik itu bersifat aktual, potensial, maupun resiko

ditetapkan oleh perawat pelaksana (PA). Sedangkan pada teori MPKP

yang bertanggung jawab menetapkan renpra adalah perawat primer

(PP/ketua tim). Dalam menetapkan rencana pemberian asuhan

keperawatan sebaiknya ditetapkan oleh PP/ketua tim karena sudah menjadi

tanggung jawab mereka, selain itu juga diperlukan adanya suatu

pemahaman yang jelas tentang penulisan tujuan, kriteria evaluasi dan

intervensi keperawatan.

Perawat primer (PP) atau ketua tim dan perawat asosiet (PA/pelaksana)

dalam melaksanakan asuhan keperawatan apakah itu tindakan observasi,

77
terapi keperawatan, tindakan kolaborasi, dan respon klien terhadap

tindakan telah didokumentasikan, namun tindakan pemberian pendidikan

kesehatan ada (4,2%) belum didokumentasikan pada ruang VIP (1,2%),

Kelas I (1,4%), dan Kelas II/III (1,6%).

Setiap evaluasi diagnosa keperawatan yang belum teratasi akan

dilakukan rencana lanjutan untuk mengatasi masalah klien tersebut oleh

perawat primer dan perawat pelaksana. Akan tetapi penerapan SAK pada

tahap evaluasi ada (5,5%) diagnosa/masalah yang telah teratasi belum

didokumentasikan pada ruang VIP (1,5%), Kelas I (1,5%), dan Kelas II/III

(2,5%). Terkait dengan penelitian yang dilakukan oleh Presidentyas Bimo

tahun 2009 Evaluasi (92,1%) perawat primer telah mengevaluasi dengan

baik.

Peneliti membuat kesimpulan bahwa evaluasi harus dilakukan secara

periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan klien

setelah tindakan keperawatan. Bila ada masalah yang tidak/belum teratasi,

harus dilakukan pengkajian dan perencanaan tindakan ulang dan perlu

didokumentasikan dengan segera agar tidak terjadi tindakan yang berulang

dan saling tumpang tindih.

6. Operan (Operand)

Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada ruang VIP

saat pelaksanaan operan pagi, sore, dan malam baik I, II, dan III tim

perawat yang bertugas tidak menyiapkan buku catatan, dan pengkajian

secara penuh belum maksimal dilakukan, pada operan pagi III perawat

78
juga tidak melakukan diskusi dengan masing-masing tim dan PA. Selain

itu pada operan sore dan malam yang I, II, III perawat tidak langsung

mendokumentasikan hasil dari operan yang dilakukan dan operan tidak

ditutup oleh kepala ruangan/PP/PJ shift dan pada operan malam III PJ shift

tidak menanyakan kebutuhan setiap klien pada perawat shift berikutnya.

Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada ruang Kelas

I saat pelaksanaan operan pagi dan sore yang I tim perawat yang bertugas

tidak menyiapkan buku catatan, operan II perawat tidak melakukan

pengkajian secara penuh, dan operan III operan tidak ditutup oleh

KaRu/PP. Saat pelaksanaan operan sore I, II, III malam I, dan II perawat

tidak langsung menuliskan hasil dari operan yang telah dilaksanakan,

operan juga tidak ditutup oleh KaRu/PP, pada operan malam II dan III

pengkajian secara penuh oleh perawat belum maksimal dilakukan.

Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada ruang Kelas

II/III saat pelaksanaan operan pagi, sore, dan malam yang I, II, dan III tim

perawat yang bertugas tidak menyiapkan buku catatan dan KaRu/PP/Pj

shift tidak menanyakan kebutuhan setiap klien pada perawat shift

berikutnya selain itu beberapa poin lain yang tidak dilaksanakan seperti

pendokumentasian operan tidak langsung didokumentasikan, pengkajian

secara penuh belum maksimal, operan tidak ditutup oleh KaRu/PP/Pj shift,

KaRu/PP/Pj shift tidak membuka acara operan, dan operan di ruang klien

tidak semua dilakukan khususnya pada saat operan malam.

79
Menurut kepala ruangan kelas II/III yang diwawancarai mengatakan

bahwa operan malam jarang dilakukan dengan alasan akan menggangu

waktu istirahat klien. Selain itu perbandingan jumlah klien (397 klien)

yang terlalu banyak dengan jumlah perawat yang bertugas di ruangan kelas

II/III (Katinting) dalam 22 hari tidak seimbang belum lagi jika di

klasifikasikan berdasarkan tingkat ketergantungan setiap klien (parsial =

198 orang, dan total = 199 orang). Sehingga pelaksanaan operan di ruang

kelas II/III belum optimal.

Frekuensi pelaksanaan operan (overan) di ketiga ruangan dan ruang

perawatan lainnya sebanyak tiga kali dilakukan dalam sehari, yaitu pada

pergantian shift malam ke pagi (07.30), pagi ke sore (13.30), dan sore ke

malam (19.45). Adapun pelaksanaan operan di ketiga ruangan yang diteliti

dimana operan dimulai di lakukan di ruang perawat (Nurse Station) dibuka

dan ditutup oleh kepala ruangan untuk operan shift pagi dan sore.

Kemudian masing-masing dari tim setiap PA yang berdinas sebelumnya

menyampaikan semua hasil laporan/pendokumentasian kegiatan yang

dilakukan selama delapan jam bertugas.

Kemudian PP dari tim masing-masing menanyakan/ mengklarifikasi

tiap kebutuhan klien, setiap kali melakukan operan selalu ada klarifikasi

atau Tanya jawab dan validasi ulang terhadap semua hal yang

dioperankan. Setelah laporan selesai dari semua tim kemudian operan

dilanjutkan ke ruangan klien dengan rekan setim masing-masing.

80
Hasil penelitian sejalan dengan teori menurut Keliat (2000) dari

beberapa poin yang dilakukan seperti menyampaikan dan menerima

(laporan), serah terima antara shift pagi, sore, dan malam. Operan dinas

pagi ke dinas sore dipimpin oleh KaRu/PP, sedangkan operan dinas sore

ke malam dipimpin oleh Pj tim sore ke Pj tim malam. Akan tetapi, pada

ruang VIP (Lepa-Lepa) dan Kelas II/III (katinting) masih jarang

melakukan diskusi setelah operan dilaksanakan mereka masing-masing

langsung mengerjakan apa yang menjadi tugas mereka selanjutnya. Senada

dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Arum Pratiwi dan Abi Muchlisin

tahun 2005 di tiga Rumah sakit yang berbeda ketiganya melakukan operan

di ruang perawat (Nurse Station) kemudian dilanjutkan ke ruang

perawatan (kamar klien).

Adapun caranya operan dengan membaca buku laporan oleh satu orang

perawat pelaksana (PA) yang dihadiri oleh semua perawat yang akan

berdinas selanjutnya, paling sering operan dilakukan oleh PP/ketua tim

ataukah ketua/penanggung jawab shift. Operan klien harus dilakukan

seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat, jelas dan lengkap

segala tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dan

belum dilakukan serta perkembangan klien saat itu. Sejalan dengan teori

yang dikemukakan oleh Nursalam (2013) bahwa operan dilakukan dengan

membaca status/dokumen klien oleh satu orang PA dan dibuka oleh PP/Pj

shift, dilakukan seefektif mungkin dan menjelaskan secara ringkas dan

detail.

81
Semua perawat telah mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan

tentang teknikal dalam penyampaian operan ketika di depan klien, meliputi

: volume suara yang cukup agar tidak mengganggu klien di sampingnya

(kelas I (Sandeq), dan kelas II/III (Katinting), sesuatu yang sifatnya sangat

pribadi disampaikan dengan bahasa medis. Selalu ada interaksi dengan

klien seperti memperkenalkan kembali perawat yang akan bertugas

selanjutnya, menanyakan apa yang dirasakan oleh klien saat ini, tidurnya

semalam bagaimana. Lama operan di ruang klien bervariasi tergantung

situasi dan kondisi klien saat itu, semakin banyak yang mesti dilaporkan

maka semakin banyak pula waktu yang dibutuhkan, dari hasil observasi

biasanya operan dilaksanakan ± 5 menit untuk tiap klien.

Pendokumentasian operan juga perlu dilakukan dan dicatat kedalam

sebuah buku catatan khusus buat pelaporan operan yang akan

ditandatangani oleh perawat yang melaporkan, perawat yang menerima

laporan/bertugas selanjutnya dalam hal ini sebaiknya PP/ketua tim (shift

pagi dan sore) serta kepala ruangan. Setelah operan dilaksanakan, kepala

ruangan mengadakan diskusi singkat untuk mengetahui dan sekaligus

mengevaluasi kesiapan shift selanjutnya. Saat ini di semua ruang

perawatan telah menggunakan sebuah format catatan perkembangan

terintegrasi dimana semua catatan baik dari medis maupun paramedis

sudah disatukan kedalam lembar terintegrasi tersebut termasuk kegiatan

operan dan kegaiatan-kegiatan keperawatan lainnya.

82
Peneliti mengasumsikan bahwa ada beberapa faktor yang dapat

menyebabkan pelaksanaan operan di ruangan kurang baik (kelas

II/III/Katinting). Ada beberapa penyebab operan di ruang kelas II/III

(katinting) kurang baik, antara lain : perawat yang kurang disiplin waktu

dalam melakukan operan, data hanya ditulis di kertas selembar sehingga

kadang hilang saat akan dilaporkan/didokumentasikan, perawat jarang

membawa buku catatan pada saat operan, lebih sering berfokus pada

diagnosis medis, jadwal visit/kunjungan dari rekan sejawat

(dokter/residensi) yang tidak menentu dan pada saat operan berlangsung

mereka sering meminta bantuan perawat dalam melakukan tindakan

kepada klien sehingga mengganggu pelaksanaan operan. Sebagian besar

perawatnya masih jarang melakukan operan di ruang klien terutama pada

saat pergantian shift dari sore ke malam.

7. Konferensi (Conference)

Hasil penelitian yang didapatkan, pelaksanaan konferensi saat pre

conference pagi dan sore pada ruang VIP, untuk pre conference I dan II

tidak dilakukan di meja masing-masing tim, Katim (PP) / Pj shift tidak

memberikan reinforcement/reward dan tidak menutup acara. Pada pre

conference III juga Katim (PP) / Pj shift tidak memberikan

reinforcement/reward. Sedangkan post conference ruang VIP I, II, dan III

tidak dilakukan di meja/kursi masing-masing tim dan Katim/PP tidak

menutup acara, pada post conference II dan III, Katim (PP) tidak menutup

acara, selain itu post conference I pagi tidak dilakukan di meja masing-

83
masing tim, KaRu/Katim (PP) tidak membuka acara, Katim (PP) tidak

menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikann. post conference

II dan III pagi dan sore Katim (PP) tidak menanyakan tindak lanjut asuhan

klien yang harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya, Katim (PP)

tidak menutup acara.

Hasil penelitian yang didapatkan, pelaksanaan konferensi saat pre

conference pagi dan sore pada ruang Kelas I, untuk pre conference I, II, III

tidak menutup acara, pre conference pagi dan sore I dan II Katim (PP)

tidak memberikan reinforcement/reward kepada PA, pre conference III

sore Katim (PP) tidak menanyakan hasil asuhan masing-masing klien.

Sedangkan post conference pagi I, II dan III pada ruang Kelas I Katim

(PP) tidak menutup acara post conference, post conference I sore dan III

pagi, post conference II sore Katim (PP) tidak menanyakan tindak lanjut

asuhan klien yang harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya. Post

conference II dan III sore Katim (PP) tidak menanyakan hasil asuhan

masing-masing klien, dan KaRu/PP tidak membuka acara.

Hasil penelitian yang didapatkan, pelaksanaan konferensi saat pre

conference pagi dan sore pada ruang Kelas II/III, untuk pre conference I,

II, III tidak dilakukan di meja masing-masing tim, Katim (PP) / Pj shift

tidak memberikan reinforcement/reward dan tidak menutup acara dan pre

conference II sore Katim (PP) tidak menanyakan hasil asuhan masing-

masing klien. Sedangkan post conference I, II, dan III pagi dan sore tidak

dilakukan di meja/kursi masing-masing tim, Katim (PP) tidak membuka

84
acara post conference, dan Katim/PP tidak menutup acara, pada post

conference III pagi Katim (PP) tidak menanyakan kendala dalam asuhan

yang telah diberkan.

Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori menurut Sitorus (2006)

mengatakan konferensi sebaiknya dilakukan setelah operan dilaksanakan

dan di meja tim masing-masing yang dipimpin oleh ketua tim/PP atau

penanggung jawab tim. Adapun isi dari pre conference adalah rencana tiap

perawat (rencana harian) dan tambahan rencana dari ketua tim/PP atau PJ

tim. Sedangkan isi dari post conference adalah hasil asuhan keperawatan

tiap perawat dan hal-hal yang penting untuk operan.

Sejalan dengan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nurida (2009)

menyimpulkan bahwa pelaksanaan konferensi masih terdapat 20 (35,1%)

responden yang menganggap belum optimal terkait dengan komposisi

anggota tim yang berubah, seperti halnya yang terjadi pada perawat di RS

unhas komposisi anggota tim kadang-kadang berubah terkait dengan

kecocokan dan kekompakan antara ketua tim dan anggota tim perawat.

Peneliti menyimpulkan bahwa dua ruang rawat inap (VIP dan Kelas

II/III) dari tiga ruangan yang diteliti bahwa konferensi (pre dan post

conferens) yang dilakukan masih kurang baik. Dari observasi yang

dilakukan oleh peneliti untuk di kedua ruangan tersebut konferensi

dilakukan bersamaan pada saat operan di ruangan klien. Hasil wawancara

oleh kepala ruangan dan PP di kedua ruangan tersebut mengatakan jika

85
konferensi dilakukan lagi akan menyita waktu perawat/PA untuk segera

melakukan tindakan.

Penerapan conferens cukup baik dapat dilihat pada ruang kelas I

(Sandeq). Perawat ruangan melakukan conferens sudah mendekati teori

MPKP, mereka melakukan pre conference setelah operan dilaksanakan

dan post conference sebelum operan dilaksanakan, dilakukan di meja/kursi

tim masing-masing, dengan terlebih dahulu PP/ketua tim membuka acara.

Kemudian menanyakan dan berdiskusi dengan perawat asosiet (PA)

tentang rencana perawatan yang akan dilakukan kepada klien, memberikan

masukan dan tindak lanjut rencana asuhan yang akan diberikan kepada

klien, memberikan reinforcement kepada PA dan menanyakan kendala apa

yang dirasakan oleh PA dalam memberikan asuhan keperawatan.

Kemudian setelah itu mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah

dilaksanakan, kemudian di akhir sesi acara baik pre dan post conference

ditutup oleh PJ tim/ketua tim/PP.

8. Ronde Keperawatan (Nursing Round)

Ronde keperawatan belum terlaksana secara optimal atau secara rutin

karena kesempatan perawat yang terbatas terutama pada CCM (clinical

care manager) yang mempunyai tugas pokok di tempat mereka bekerja

(Universitas Hasanuddin). Adapun ronde keperawatan yang sempat

dilakukan sekali selama masa penelitian yaitu di ruang VIP (Lepa-Lepa)

pelaksanaan ronde dimulai dari persiapan ronde (praronde), pelaksanaan,

dan pascaronde sudah dilaksanakan dengan baik (90%), hanya poin

86
penjelasan tentang klien oleh perawat yang berfokus pada masalah

keperawatan. Ronde hampir dihadiri oleh semua anggota tim, topik dan

kasus yang dibahas dalam ronde keperawatan sudah sesuai dengan

masalah yang ada di ruangan dan lebih ditekankan kepada klien yang

memerlukan perhatian/perawatan khusus, seperti Post Op Mastektomi.

Penjelasan tentang keadaan klien lebih berfokus pada masalah medis.

Masalah lain yang menjadi hambatan pelaksanaan ronde keperawatan

di tiap ruangan selain kesempatan perawat yang terbatas adalah tim yang

dibentuk hanya cukup mampu membantu dalam pelaksanaan ronde

keperawatan dan penyelesaian tugas yang berkaitan dengan masalah yang

dibahas dalam ronde keperawatan. Pelatihan dan diskusi yang berkaitan

dengan masalah yang terjadi di ruangan telah dilaksanakan akan tetapi

hanya diikuti oleh sebagian perawat. Hal ini disebabkan oleh kegiatan

keperawatan di ruangan yang cukup padat sehingga kesempatan yang ada

terbatas.

Selain itu semua ruangan masih harus menunggu kehadiran CCM yang

bertanggung jawab di ruangan masing-masing agar ronde keperawatan

dapat dilaksanakan. Ronde keperawatan merupakan kegiatan yang

bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan

oleh perawat selain mengikutsertakan klien untuk membahas dan

melakukan asuhan keperawatan. Pada beberapa kasus tertentu ronde

keperawatan harus dilakukan oleh perawat primer (PP)/ketua tim/PJ Tim

dan atau konselor (CCM).

87
Pelaksanaan ronde keperawatan tidak harus dihadiri oleh CCM

kehadiran PP/ketua tim/PJ tim sudah dapat mewakili dalam pelaksanaan

ronde keperawatan. Namun kehadiran CCM pada saat ronde keperawatan

juga sangat membantu terutama dalam melakukan diskusi bersama dengan

PP apabila ada masalah atau tindakan keperawatan yang perlu

diidentifikasi dan validasi ulang. Kepala ruangan, perawat asosiet dan

yang perlu ikut dilibatkan pula seluruh anggota tim kesehatan lainnya

(Nursalam, 2002).

Hasil penelitian tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh

Sitorus (2006) dan Keliat (2000) bahwa pelaksanaan ronde keperawatan

hendaknya rutin dilakukan setiap bulannya yang melibatkan seluruh

anggota tim dan berfokus pada klien yang membutuhkan perawatan

khusus dengan keluhan yang lebih komplit, konsuler/CCM memfasilitasi

kreatifitas dan validasi hasil asuhan keperawatan yang diberikan.

Peneliti menyimpulkan bahwa ronde keperawatan sebaiknya rutin

dilaksanakan dengan melibatkan klien secara langsung, PP, PA dan

konsuler/CCM melakukan diskusi bersama, fokus pada klien yang

membutuhkan perawatan lebih, kemudian CCM/konsuler membantu PP

dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah keperawatan dan

mengembangkan kemampuan PA (anggota tim).

88
9. Sentralisasi Obat

Format sentralisasi obat dilampirkan di setiap status atau catatan

perkembangan klien pada setiap klien yang baru masuk dengan format

yang berisi nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan nomor

registrasi/medical record serta ruangan (baik sebagai klien maupun sebagai

saksi). Dengan beberapa ketentuan sebagai berikut :

a. Klien atau keluarga mengisi surat persetujuan untuk kerja sama dalam

pengelolaan sentralisasi obat

b. Setiap hari bila ada resep dari dokter diserahkan lebih dahulu kepada

perawat yang bertugas saat itu, kemudian diserahkan kepada keluarga

klien untuk mengambil obat di apotik dengan membawa MPO

(Monitoring Penggunaan Obat/Kardex).

c. Obat dari apotik diserahkan kepada perawat

d. Nama obat, dosis, jumlah yang diterima dicek dan diparaf oleh perawat

yang menerima

e. Obat akan disimpan di tempat penyimpanan obat klien di ruangan

f. Setiap hari perawat memberikan obat sesuai dosis atau aturan minum

pada klien (obat oral).

g. Bila obat habis akan diminta resep kepada dokter (khusus klien dengan

jaminan askes), MPO untuk klien umum dan kerja sama

h. Bila ada pergantian obat, akan diinformasikan oleh perawat sesuai

hasil koordinasi dengan dokter dan apotik

89
i. Bila klien pulang dan obat masih ada atau belum habis, sisa obat yang

masih digunakan akan diberikan kepada klien/keluarga klien, bila obat

yang sudah tidak digunakan lagi akan diretur di apotik

j. Kemudian disertai dengan bukti tanda tangan saksi, klien, dan perawat

primer/ketua tim yang bertanggung jawab.

Sejalan dengan teori menurut Nursalam (2007) yang mengatakan bahwa

Format yang digunakan dan diagram alur pelaksanaan sentralisasi obat

mencakup informed conscent, monitoring penggunaan kardex obat, nama

dan dosis obat, mekanisme penyimpanan obat, lemari penyimpanan obat,

buku sentralisasi obat serta form bukti tanda tangan saksi, klien dan

perawat. Namun pengadaan leaflet dari hasil observasi yang dilakukan

leaflet tentang daftar obat di RS Unhas belum tersedia).

Adapun Peran Perawat Primer dan Perawat Pelaksana dalam sistem

pengelolaan obat (sentralisasi) menurut Nursalam (2007) yang juga

diterapkan di RS Unhas :

a. Menjelaskan tujuan dan manfaat dilaksanakannya sentralisasi obat

b. Menyediakan surat atau lembar persetujuan pengelolaan dan

pencatatan obat

c. Melakukan pendokumentasian dan control terhadap pemakaian obat

selama klien dirawat

d. Melakukan tindakan kolaboratif dalam pelaksanaan regimen/program

terapi.

90
10. Perencanaan Pulang (Discharge Planning)

Hasil penelitian yang diperoleh, Adapun isi formatnya (nama klien,

perawat primer/PP, dokter yang merawat, dokter konsultan, diagnose

medis, umur/jenis kelamin, nomor rekam Medik, tanggal masuk, tanggal

keluar/pulang, dipulangkan dokter atau atas permintaan sendiri, keadaan

klien selama perawatan/masalah dan tindakan keperawatan, keadaan klien

saat pulang/evaluasi akhir saat klien pulang, obat yang masih diminum,

pendidikan kesehatan yang diberikan, catatan khusus, hal-hal yang

diberikan saat pulang ; surat istirahat, hasil pemeriksaan penunjang seperti

laboratorium, radiologi, dan hasil diagnostik lainnya, obat yang tidak

terpakai lagi, kemudian nama dan tanda tangan perawat yang

bertugas/bertanggung jawab dan mengetahui nama dan tanda tangan

perawat primer), namun beberapa lembar resume keperawatan dari hasil

observasi masih ada sebagian poin yang belum diisi dari beberapa poin

yang ada di atas pada lembar resume keperawatan.

Selain itu adapula beberapa data dari observasi yang dilakukan

didapatkan ada beberapa poin yang belum dilakukan dalam perencanaan

pulang. Beberapa diantaranya : perawat belum mengidentifikasi kebutuhan

psikologis klien, sumber dan sistem yang ada di masyarakat, fasilitas saat

di rumah, belum tersedianya brosur/leaflet untuk klien saat melakukan

perencanaan pulang (brosur/leaflet yang didapatkan pada saat penelitian

hanya brosur yang disediakan oleh mahasiswa yang melakukan praktik

profesi manajemen keperawatan. Pihak instansi dalam hal ini Rumah sakit

91
Unhas belum menyediakan, anggaran yang belum tersedia untuk

perencanaan pulang dari manajemen keperawatan, pemberian pendidikan

kesehatan (Health Education) hanya dilakukan secara lisan pada setiap

klien/keluarga, dan pendokumentasian perencanaan pulang belum optimal.

Sejalan dengan teori menurut Hurts (1990) dikutip oleh Kristina (2007)

dalam Nursalam (2013), perencanaan pulang merupakan proses yang

dinamis agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan/peluang yang cukup

untuk menyiapkan klien melakukan perawat mandiri di rumah. Jipp dan

Sirass (1986) dalam Kristina (2007), menyebutkan komponen-komponen

yang ada pada discharge planning terdiri atas :

a. Perawatan di rumah mencakup pemberian pengajaran atau pendidikan

kesehatan (Health Education) tentang diet, mobilitas fisik, waktu

kontrol dan tempat control

b. Obat-obatan yang masih dikonsumsi dan kuantitasnya, mencakup

dosis, cara/rute pemberian, dan waktu tepat pemberian obat.

c. Obat-obat yang sudah tidak dikonsumsi lagi, meskipun sudah tidak

digunakan lagi oleh klien, obat-obat tersebut tetap dibawa pulang oleh

klien/keluarga.

d. Hasil pemeriksaan, termasuk hasil pemeriksaan sebelum masuk rumah

sakit dan hasil pemeriksaan selama menjalani perawatan, semua

diberikan ke klien saat akan pulang, surat-surat seperti surat keterangan

sakit, dan surat kontrol.

92
Peneliti membuat asumsi, bahwa pelaksanaan discharge planning

(perencanaan pulang) di tiga ruang rawat inap (RS Unhas) tersebut masih

kurang optimal. Hasil observasi discharge planning sudah dilaksanakan

akan tetapi hanya dilakukan oleh sebagian perawat dan cuma dilaksanakan

pada saat klien/keluarga akan pulang. Format yang digunakan berupa

lembar Resume Keperawatan sebagai standar bakunya. Alangkah baiknya

discharge planning khusus perawat dibuat agar pembagian Health

Education baik dari tenaga medis lainnya dengan perawat dapat lebih jelas

dan berperan sesuai dengan tugas masing-masing karena pendidikan

kesehatan sangat berarti dalam meningkatkan derajat kesehatan dan

kesembuhan klien dan keluarga.

11. Supervisi

Dalam Penelitian ini supervisi yang diobservasi adalah supervisi di

ruang perawatan. Dari observasi yang dilakukan, adapun data yang

didapatkan bahwa kelengkapan pelaksanaan supervisi di ruangan masih

belum memenuhi standar yang ditetapkan. Saat supervisi pemberian obat

oral perawat yang melakukan lupa melakukan double check (oleh tim

sejwat) : nama obat, dosis, dan hasil perhitungan, dan beberapa perawat

dalam pemberian obat injeksi tidak memakai sarung tangan.

Format untuk supervisi ruangan yang ada seperti pemasangan infus,

pemberian obat oral, dan pemberian obat per IV (injeksi IV). Supervisi

sebaiknya dilakukan setiap bulannya oleh kepala ruangan, namun dari

hasil observasi yang didapatkan supervisi tidak rutin dilakukan. Hasil

93
wawancara oleh setiap kepala ruangan untuk di ruangan VIP (Lepa-Lepa)

dan Kelas II/III (Katinting) mengatakan supervisi belum dibuatkan jadwal

yang tetap sehingga supervisi tidak rutin dilakukan di kedua ruangan

tersebut, selain itu juga dikarenakan keterlambatan pengolahan data

supervisi yang dilakukan sebelumnya oleh supervisor.

Sedangkan untuk di ruangan kelas I (Sandeq) telah dibuatkan

jadwal/agenda rutin pelaksanaan supervisi yang dilaksanakan setiap

bulannya termasuk refleksi diskusi kasus dan rapat bersama CCM-KaRu-

PP. Kepala ruangan secara langsung melakukan supervisi kepada ketua

tim/PP selanjutnya Ketua tim/PP melakukan supervisi secara langsung

kepada perawat pelaksana (PA). Kemudian tim melaporkan hasil supervisi

perawat pelaksana kepada kepala ruangan (supervisi tidak langsung) dan

kemudian hasil tersebut dijadikan sebagai dokumentasi ruangan.

Pelaksanaan supervisi yang dilakukan berpedoman pada teori yang ada

dimana supervisor (Kepala ruangan dan Ketua Tim/PP) menilai kinerja

perawat pelaksana (PA) berdasarkan alat ukur atau instrumen yang telah

disiapkan sebelumnya. Supervisor menemukan beberapa hal yang masih

butuh pembinaan (disiplin ketua tim dan PA membuat program kerja

supervisi), KaRu (kepala ruangan) melakukan pembinaan dan

mengklarifikasi permasalahan yang ditemukan oleh PP dan PA dalam

pelaksanaan supervisi. Supervisi dilaksanakan melalui inspeksi, interview,

dan validasi data sekunder, supervisor/kepala ruangan dan KaTim/PP

melakukan tanya jawab dengan perawat yang disupervisi.

94
Setelah supervisi dilaksanakan, supervisor (kepala ruangan dan

perawat primer/PP/PJ Tim) memberikan penilaian supervisi sesuai dengan

format yang digunakan, memberikan umpan balik/feedback, dan klarifikasi

ulang, serta memberikan reinforcement dan follow up kepada perawat

pelaksana (PA) dan PP oleh kepala ruangan (KaRu). Masalah lain yang

masih berhubungan dengan supervisi teridentifikasi dari hasil wawancara

dengan kepala ruangan menyebutkan bahwa telah beberapa kali

menyampaikan masalah atau kendala-kendala yang tengah dirasakan di

ruangan terutama dalam usaha menerapkan MPKP di ruangan ke bidang

keperawatan. Namun dari manajemen keperawatan sendiri belum

menyediakan waktu untuk mengadakan pertemuan duduk bersama seluruh

perawat di ruang perawatan kemudian membahas masalah apa saja yang

sedang dihadapi di ruangan masing-masing.

Hasil penelitian dari segi format yang digunakan sejalan dengan teori

yang dikemukakan oleh Keliat (2000) supervisi (pengawasan) dapat

dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Pengawasan langsung

dilakukan saat tindakan atau kegiatan sedang berlangsung, misalnya

perawat pelaksana sedang mengganti balutan, maka tim mengobservasi

tentang pelaksanaan dengan memperhatikan apakah standar (SOP) kerja

dijalankan. Pelayanan tidak diartikan sebagai pemeriksaan dan mencari

kesalahan, tetapi lebih pada pengawasan partisipatif yaitu perawat yang

mengawasi pelaksanaan kegiatan memberikan penghargaan pada

95
pencapaian atau keberhasilan dan memberi solusi pada masalah-masalah

yang belum teratasi serta tersedianya instrument pengawasan.

Dilihat dari segi pelaksanaan supervisi tidak sejalan dengan teori

menurut Nursalam (2007) dan Keliat (2000) yang mengatakan bahwa

supervisi pada ruang MPKP dilaksanakan secara rutin agar supervisi dapat

menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi momok bagi staff maka perlu

disusun standar dan jadwal pasti dalam melakukan supervisi dan rutin

dilaksanakan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurida (2009) bahwa

pelaksanaan supervisi masih kurang baik diduga karena responden belum

melaksanakan orientasi praktik di ruangan.

Peneliti mengasumsikan bahwa pelaksanaan supervisi belum rutin

dilaksanakan. Sebaiknya supervisi di semua ruang rawat inap rutin

dilaksanakan, tindak lanjut dapat berupa penghargaan, penambahan

pengetahuan atau keterampilan, promosi untuk tahap kemampuan yang

lebi lanjut. Pelaksanaan supervisi dapat direncanakan harian, mingguan,

atau bulanan dengan fokus yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan

situasi serta kondisi yang terjadi pada saat itu.

96
C. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang dilakukan di RS Universitas

Hasanuddin yang hanya menekankan tentang gambaran penerapan MPKP

secara umum dan hanya di tiga ruang rawat inap saja.

2. Keterbatasan instrumen, selain adaptasi dari instrumen (lembar observasi)

yang digunakan oleh Ratna Sitorus tentang pendokumentasian, adapun

instrumen lain yang di buat sendiri oleh peneliti dengan berasaskan dari

teori MPKP. Namun belum sepenuhnya sesuai untuk menilai gambaran

penerapan MPKP secara komprehensif, oleh karena beberapa item

pernyataan yang diajukan hanya mewakili sebagian dari masing-masing

variabel.

3. Penelitian hanya dilakukan di RS Universitas Hasanuddin, sehingga

penelitian ini mungkin kurang tepat digunakan dalam menggambarkan

penerapan MPKP di beberapa Rumah sakit lainnya, terutama pada Rumah

sakit yang masih menerapkan metode fungsional (non-MPKP).

97
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di ruang rawat inap VIP

(Lepa-Lepa), Kelas I (Sandeq), dan Kelas II/III (Katinting) Rumah Sakit

Universitas Hasanuddin secara umum penerapan MPKP-nya sudah cukup

baik, namun masih ada beberapa poin yang perlu dievaluasi kembali dalam

menerapkan MPKP secara optimal.

Peneliti menarik beberapa kesimpulan terkait dengan kegiatan dalam

penerapan MPKP di Rumah sakit Unhas, sebagai berikut :

1. Jumlah tenaga yang sudah cukup berdasarkan metode perhitungan tenaga

dengan metode douglas untuk penempatan tenaga perawat di ruangan dan

pembagian jumlah tenaga berdasarkan jumlah tempat tidur pada setiap

shiftnya menggunakan metode depkes (perawat : tempat tidur, 1 : 4).

2. Jenis (kualifikasi) tenaga perawatnya sudah sesuai dengan teori MPKP. Di

setiap ruangan terdapat tenaga kepala ruangan (KaRu), clinical care

manager (CCM), perawat primer (PP)/ketua tim, dan perawat pelaksana

(PA).

3. Standar asuhan keperawatan (SAK) sudah berdasarkan pada masalah

aktual, maupun resiko dan beberapa SOP yang telah ada. Format standar

(20) asuhan keperawatan telah digunakan, namun belum disahkan oleh

manajemen bidang pelayanan medik dan keperawatan serta direktur utama

RS Universitas Hasanuddin.

98
4. Metode yang diterapkan, MPKP murni atau metode gabungan (modifikasi

tim-primer).

5. Pendokumentasian di ketiga ruangan tersebut sudah baik.

6. Operan, pada ketiga ruangan sebagian besar baik.

7. Konferens (pre dan post conference), pelaksanaan konferensi sebagian

besar masih kurang baik.

8. Ronde keperawatan, pelaksanaan nursing round di ketiga ruangan telah

dijadwalkan namun belum rutin dilaksanakan setiap bulannya.

9. Sentralisasi obat, secara keseluruhan baik.

10. Discharge planning (perencanaan pulang), pelaksanaan discharge

planning masih kurang baik pelaksanaannya belum ada format khusus

discharge planning perawat.

11. Supervisi, supervisi sudah baik, namun pelaksanaannya belum rutin setiap

bulannya.

B. Saran

1. Instansi pelayanan (RS Universitas Hasanuddin)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau

pertimbangan bagi manajemen RS Universitas Hasanuddin (manajemen

bidang keperawatan) dalam merencanakan pengevaluasian untuk menilai

sudah sampai sejauh mana penerapan MPKP diterapkan di semua unit

rawat inap. Meninjau ulang kembali hambatan apa saja yang dirasakan

perawat di ruangan dalam menerapkan MPKP mengingat dari hasil

99
penelitian masih ada beberapa poin kurang baik dan belum optimal

pelaksanaannya.

Beberapa kegiatan yang perlu ditinjau ulang kembali, seperti :

a. Jumlah tenaga sebaiknya ditambah mengingat jumlah pasien yang

masuk biasanya mengalami peningkatan terutama apabila pasien yang

dirawat sebagian besar membutuhkan perawatan total.

b. Kualifikasi pendidikan juga memerlukan peningkatan terkait aturan

Rumah sakit bahwa untuk setiap tenaga perawat memiliki kesempatan

untuk peningkatan jenjang karir.

c. Pengesahan 20 standar asuhan keperawatan (SAK) dan beberapa

standar operasional prosedur (SOP) yang telah ada sebaiknya segera

disahkan, agar perawat ruangan dalam melakukan asuhan keperawatan

kepada klien dapat diberikan secara komprehensif dan

berkesinambungan serta asuhan yang bermutu.

d. Metode yang diterapkan sebaiknya tetap digunakan agar kualitas

asuhan keperawatan yang bermutu dapat dipertahankan dan

ditingkatkan.

e. Dalam melakukan teknik pendokumentasian sebaiknya tetap

dipertahankan, pedoman yang digunakan saat ini tetap digunakan

dengan terus memperbaharui informasi tentang perkembangan dunia

kesehatan khususnya tentang perkembangan dunia keperawatan.

f. Operan dibutuhkan monitoring /pengarahan kepada perawat di ruangan

tentang hal-hal prinsip dari teknik operan yang baik sesuai dengan

100
metode MPKP, Sebaiknya jadwal tetap visite dokter di buat terutama

pada saat visite pagi.

g. Pelaksanaan konferensi baik pre maupun post conference-nya,

sebaiknya tetap dilaksanakan dengan baik sesuaikan dengan kondisi

yang ada.

h. Ronde keperawatan (nursing round), discharge planning (perencanaan

pulang), tetap dilakukan rutin setiap bulan dengan tetap mengangkat

beberapa kasus yang sering muncul dan memerlukan penanganan yang

khusus.

i. Pelaksanaan sentralisasi obat sebaiknya tetap dipertahankan dengan

menggunakan lembar persetujuan dilakukannya sentralisasi obat.

j. Supervisi ruangan sebaiknya rutin dilaksanakan setiap bulannya. Untuk

melihat dan menilai kinerja perawat di ruangan dan keseriusan mereka

dalam memberikan perawatan kepada setiap klien.

k. Manajemen bidang keperawatan, hendaknya melakukan pengkajian

ulang dan penyegaran materi tentang MPKP, kemudian

mengidentifikasi hal-hal apa saja yang membuat penerapan MPKP di

ruangan belum maksimal.

2. Tenaga keperawatan

Diperlukan juga kesadaran dari semua pihak khususnya tenaga

keperawatan agar menimbulkan motivasi setiap individunya agar mampu

menerapkan MPKP secara maksimal, berkualitas, dapat melakukan kerja

101
sama tim yang baik, dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaan (asuhan)

yang dilakukan.

3. Peneliti lain

Buat peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian

yang sama, diharapkan mengambil semua unit rawat inap yang ada di

Rumah sakit Universitas Hasanuddin untuk menghindari kelemahan atau

keterbatasan penelitian dan pada saat menyimpulkan hasil penelitian sudah

menyeluruh atau satu instansi (RS Unhas). Melakukan observasi lebih

mendalam lagi pada saat melakukan penelitian agar permasalahan

penelitian dapat lebih ditelaah dan dipahami lagi. Selain itu, peneliti

selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian di RS lain untuk melihat

perbandingan penerapan MPKP di masing-masing Rumah sakit yang

diteliti.

102
DAFTAR PUSTAKA

Bimo, P. (2009). Evaluasi penerapan model praktik keperawatan primer di ruang


Maranata I Rumah sakit Mardi Rahayu Kudus,
http://eprints.undip.ac.id/10726/artikel.pdf. diunduh tanggal 05 juni 2013.

Chandra, B. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.

Depkes RI, (2002). Standart tenaga keperawatan di Rumah sakit, Jakarta


Direktorat Pelayanan Keperawatan Depkes RI.

Duffy, J.R. 2004. Implementing the Quality-Caring Model in Acute Care. Journal
Of Nursing administration. 35(1): p. 4-6.

Fowler, J., Hardy, J., & Howarth, T. 2006. Trialling Collaborative nursing models
of care : The impact of change. Australian Journal of Advanced Nursing
Vol. 23, No. 4, p. 41.

Hastono, P.S & Sabri, L. (2010). Statistik Kesehatan. Ed. 1, Jakarta : Rajawali.

Keliat, B.A., dkk (2000). Pedoman manajemen sumber daya manusia perawat
ruang model praktek keperawatan profesional rumah sakit Marzoeki Mahdi
Bogor. Makalah : tidak dipublikasikan.

Komite Nasional Etika Penelitian Kesehatan 2005, Pedoman Nasional Etika


Penelitian Kesehatan, Depkes, diakses tanggal 05 juni 2013,
http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/knepk/.

Kuntoro, A. (2010). Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Kurnia, E., Damayanti, N. A., & Nursalam. (April 2011). Formula Penghitungan
Tenaga Keperawatan Modifikasi FTE dengan Model Asuhan Keperawatan
Profesional Tim. Jurnal Ners vol.6 No.1 , 11-20.

Lismidar. (2005). Proses Keperawatan. Jakarta: Universitas Indonesia (UI –


Press).

Marquis, B. L., and Huston, C. J., (2000), Leadership roles and management
function in nursing : teory and application, Lippincott, Philadelphia.

Muninjaya, G. (2011). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


Nursalam. (2003). Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan (Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional). Ed.2. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. (2013). Manajemen Keperawatan (Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional), Ed.3. Jakarta: Salemba Medika.

Nurida, (2009). Analisis pelaksanaan MPKP di RS Ibnu Sina Makassar. Tidak


dipubikasikan.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia, (2006). Standar Profesi Keperawatan,


Jakarta : PPNI

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan ; Konsep Proses & Praktik,
Ed.4, alih bahasa Yasmin, dkk. Jakarta : EGC.

Pratiwi, A. dan Muhlisin, A, (2008). Kajian penerapan model praktik


keperawatan profesional (MPKP) dalam Pemberian Asuhan Keperawatan di RS.
Jurnal Kesehatan. http://e-prints.ums.ac.id/1446. diunduh pada juli 2013.

Priharjo, R. (2012). Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Rohmiyati, Ana. (2009). Studi Fenomenologi : Pengalaman Perawat dalam


Menerapkan MPKP di RSJD Dr. Amino Gondhohutomo Semarang.
diakses tanggal 7 juni 2013.
http://eprints.undip.ac.id/14822/4/artikel.MPKP.

Rumah Sakit Universitas Hasanuddin (2013). Data Kepegawaian (SDM) &


Medical Record 2012-2013, Makassar.

Sitorus, R. (2000). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.


Diktat Bahan Ajar Manajemen Asuhan Keperawatan. Jakarta, Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta: EGC.

Sitorus, R. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit.


Jakarta: EGC.

Sitorus, R. & Yulia. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah


Sakit : Panduan Implementasi. Jakarta: EGC.

Solihati, I. (2012). Gambaran Penerapan Model Praktik Keperawatan


Profesional Menurut Persepsi Perawat Pelaksana di Irna B RSUP
Fatmawati. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alpabeta.

Swansburg & swansburg, (2000). Introductory management and leaderships for


nurses: An Interactive text (2 ed.) Canada : Jones & Bartlett Publishers.

Wirawan, (2000). Gambaran tingkat kepuasan pasien rawat inap terhadap


asuhan keperawatan di RSUD Jawa Timur. Diakses 03 Agustus 2013 dari
http//: www.kepuasan-pasien-terhadap-pelayanan-rawat-inap-RSUD-
Jatim/doc.

Zimmerman, B. I. (2007). Comparing Functional and Team Nursing Models of


Care Delivery on Patient Outcomes. Washington, USA.
Lampiran 1 : Lembar Observasi Kegiatan Keperawatan di Ruang MPKP VIP,
Kelas I, & Kelas II/III RS Universitas Hasanuddin

No. Kegiatan Dilaksanakan Ket.


Ya Tidak
1. OPERAN (Overan)
a. Persiapan (Praoperan)
1) Operan dilaksanakan setiap
pergantian shift/operan
2) Semua pasien yang sedang
menjalani perawatan di ruangan
baik pasien baru masuk maupun
yang sudah lama
3) Perawat menyampaikan operan
pada perawat berikutnya
b. Pelaksanaan
1) Kedua kelompok dinas sudah
siap atau shif jaga
2) Kelompok yang akan bertugas
menyiapkan buku catatan
3) Kepala ruang/PP/PJ shift
membuka acara operan
4) Perawat melakukan klarifikasi,
tanya jawab, dan validasi
5) Kepala ruang/perawat
primer/penanggung jawab shift
menanyakan kebutuhan pasien
kepada perawat shift sebelumnya
6) Pengkajian secara penuh
7) Lama operan ± 5 menit/klien
c. Pascaoperan
1) Diskusi dengan tim & PA
2) Pelaporan untuk operan
dituliskan secara langsung
3) Ditutup oleh kepala
ruang/perawat primer
2. KONFERENSI (Conference)
a. Pre Conference
1) Dilakukan di meja masing-
masing tim
2) KaRu/KaTim/PP/PJ shift
membuka acara

xviii
3) Katim/PP menanyakan rencana
harian masing-masing perawat
pelaksana (PA)
4) Katim/PP memberikan masukan
dan tindak lanjut terkait dengan
asuhan yang diberikan saat itu
5) Katim/PP memberikan
reinforcement/reward
6) Katim/PP/Pj shift menutup acara
b. Post Conference
1) Dilakukan di meja masing-
masing tim
2) Katim/PP menanyakan hasil
asuhan masing-masing
klien/pasien
3) KaRu/Katim/PP/Pj Tim
membuka acara
4) Katim/PP menanyakan kendala
dalam asuhan yang telah
diberikan
5) Katim/PP menanyakan tindak
lanjut asuhan klien yang harus
dioperkan kepada perawat shift
berikutnya
6) Katim/PP menutup acara
3. RONDE KEPERAWATAN (Nursing
Round)
a. Persiapan (Praronde)
1) Menentukan kasus & topik
2) Menentukan tim ronde
3) Mencari sumber atau literatur
4) Membuat proposal (studi kasus
atau resume keperawatan)
5) Mempersiapkan pasien :
informed conscent & pengkajian
6) Diskusi dengan anggota tim/PA.
b. Pelaksanaan
1) Penjelasan tentang pasien oleh
perawat yang berfokus pada
masalah keperawatan
2) Diskusi antaranggota tim tentang
kasus tersebut
3) Pemberian justifikasi oleh

xix
perawat tentang masalah pasien
serta rencana tindakan yang akan
dilakukan.
c. Pascaronde
1) Evaluasi, revisi dan perbaikan
2) Kesimpulan & rekomendasi
penegakan diagnosis, intervensi
keperawatan selanjutnya.
4. SENTRALISASI OBAT (Pengelolaan
logistik & obat)
a. Penanggung jawab pengelolaan obat
adalah kepala ruangan yang dapat
didelegasikan kepada staf (perawat)
yang ditunjuk
b. Format sentralisasi obat berisi :
nama, no. registrasi, umur, ruangan
c. Mekanisme penyimpanan
d. Obat yang diterima dicatat dalam
buku besar persediaan atau dalam
kartu persediaan
e. Memeriksa persediaan obat,
pemisahan antara obat untuk
penggunaan obat oral dan luar
f. Mengupdate informasi kardex setiap
pergantian shift
5. PERENCANAAN PULANG
(Discharge Planning)
a. Persiapan :
Mengidentifikasi kebutuhan
pemulangan pasien dikaitkan dengan
masalah yang mungkin timbul pada
saat pasien pulang, antar lain :
1) Pengetahuan pasien/keluarga
tentang penyakit
2) Kebutuhan psikologis
3) Bantuan yang diperlukan pasien
4) Pemenuhan kebutuhan aktivitas
hidup sehari-hari seperti makan,
minum, eliminasi, dan lain-lain
5) Sumber dan sistem yang ada di

xx
masyarakat
6) Sumber finansial
7) Fasilitas saat di rumah
8) Kebutuhan perawatan dan
supervisi di rumah
b. Pelaksanaan
1) Pemberian HE (Health
Education)
2) Pembagian brosur/leaflet
3) Dilakukan secara kolaboratif
serta disesuaikan dengan sumber
daya dan fasilitas yang ada
6. SUPERVISI
a. Pelaksanaan
1) Supervisi dilakukan oleh ketua
tim terhadap kinerja dari
anggotanya dalam melaksanakan
askep
2) Proses askep secara keseluruhan
diproses oleh kepala ruangan
3) Supervisi sudah dilaksanakan,
namun petunjuk pelaksanaan
supervisi belum ada, sehingga
tidak ada program kerja
supervisi
b. Pasca-Supervisi-3F
1) Supervisor memberikan nilai
supervisi (adil)
2) Supervisor memberikan
feedback dan klarifikasi
3) Supervisor memberikan
reinforcement dan follow up
perbaikan.

xxi
Lampiran 2 : INSTRUMEN EVALUASI DOKUMENTASI KEPERAWATAN

No Aspek Yang Dinilai Kode Berkas Rekam Medik

A. Pengkajian
1. Pengkajian meliputi pemeriksaan
fisik
2. Pengkajian meliputi status
psikososial-spiritual klien
3. Pengkajian meliputi pola hidup
klien
4. Pengkajian lengkap dilakukan
dalam waktu 24 jam setelah klien
masuk
5. Pengkajian lengkap dilakukan oleh
perawat yang bertanggung jawab
terhadap klien tersebut
B. Diagnosis Keperawatan
1. Diagnosis keperawatan sesuai
dengan prioritas masalah klien
2. Diagnosis keperawatan mencakup
tentang masalah psikososial
3. Diagnosis keperawatan mencakup
tentang masalah kurangnya
pengetahuan klien
4. Diagnosis keperawatan dirumuskan
dengan benar (PE/PES)
C. Perencanaan (Intervensi)
1. Rencana asuhan keperawatan
dikembangkan oleh perawat yang
bertanggung jawab pada klien
teresebut
2. Terdapat rumusan tujuan
keperawatan disertai kriteria
evaluasi
3. Rencana asuhan keperawatan
mencakup tindakan observasi
keperawatan
4. Rencana asuhan keperawatan
mencakup terapi keperawatan
5. Rencana asuhan keperawatan
mencakup tindakan pendidikan
kesehatan
6. Rencana asuhan keperawatan berisi
tindakan kolaborasi
7. Rencana asuhan keperawatan
mencakup tindakan yang
menggambarkan keterlibatan
klien/keluarga

xxii
No Aspek Yang Dinilai Kode Berkas Rekam Medik

D. Tindakan (Implementasi)
1. Tindakan observasi keperawatan
yang dilakukan didokumentasikan
2. Tindakan terapi keperawatan yang
dilakukan didokumentasikan
3. Tindakan pendidikan kesehatan
yang dilakukan didokumentasikan
4. Tindakan kolaborasi yang
dilakukan didokumentasikan
5. Respons klien terhadap tindakan
keperawatan didokumentasikan

E. Evaluasi
1. Diagnosis keperawatan dievaluasi
setiap hari sesuai dengan
SOAP/SOAPIE
2. Diagnosis keperawatan yang sudah
teratasi terlihat di dalam
dokumentasi

Cara pengisian :
1. Setiap status rekam medik dinilai berdasarkan penjelasan pada kolom yang ada di atas,
dan status pertama menjadi nomor satu pada kolom kode berkas rekam medik.
2. Beri angka satu (1) bila > 75% dokumentasi yang terisi, dan beri angka nol (0) bila
kurang dari 75% dokumentasi yang terisi

xxiii
Lampiran 1
Master Tabel
Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Operan
Operan I (Pagi) Total Operan II (Pagi) Total Operan III (Pagi) Total
Ruang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item

VIP (Lepa-Lepa) 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 11 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 11 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 10

Kelas I (Sandeq) 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 12 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 12

Kelas II/III (Katinting) 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 8 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 10 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 10

Operan I (Sore) Total Operan II (Sore) Total Operan III (Sore) Total
Ruang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item

VIP (Lepa-Lepa) 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 9 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 10 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 10

Kelas I (Sandeq) 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 11 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 10

Kelas II/III (Katinting) 1 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 6 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 8 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 8

Operan I (Malam) Total Operan II (Malam) Total Operan III (Malam) Total
Ruang
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item

VIP (Lepa-Lepa) 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 9 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 9 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 8

Kelas I (Sandeq) 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 10 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 10 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 11

Kelas II/III (Katinting) 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 7 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 1 0 0 7 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 0 0 5

Keterangan :
Ya =1
Tidak = 0

xxiv
Lampiran 2
Master Tabel
Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Konferensi
Konferensi I (Pagi) Konferensi II (Pagi) Konferensi III (Pagi)
Total Total Total
Ruang Pre Conference Post Conference Pre Conference Post Conference Pre Conference Post Conference

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Item

VIP (Lepa-Lepa) 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 6 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 6 1 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 7

Kelas I (Sandeq) 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 10 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 9 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 8

Kelas II/III (Katinting) 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 6 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 7 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 0 5

Konferensi I (Sore) Konferensi II (Sore) Konferensi III (Sore)


Total Total Total
Ruang Pre Conference Post Conference Pre Conference Post Conference Pre Conference Post Conference

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Item

VIP (Lepa-Lepa) 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 0 5 0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 6 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 0 8

Kelas I (Sandeq) 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 7 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 8 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 0 7

Kelas II/III (Katinting) 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 4 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 6 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 0 6

Keterangan :
Ya =1
Tidak = 0

xxv
Lampiran 3 INSTRUMEN EVALUASI DOKUMENTASI KEPERAWATAN
No Aspek Yang Dinilai Kode Berkas Rekam Medik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
A. Pengkajian Ruang VIP (Lepa-Lepa)

1 Pengkajian meliputi pemeriksaan fisik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

2 Pengkajian meliputi status psikososial-spiritual klien 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 8

3 Pengkajian meliputi pola hidup klien 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8

Pengkajian lengkap dilakukan dalam waktu 24 jam setelah


4 klien masuk 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 8

Pengkajian lengkap dilakukan oleh perawat yang


5 bertanggung jawab terhadap klien tersebut 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 8

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
1 klien 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Diagnosis keperawatan mencakup tentang masalah


2 psikososial 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 7

Diagnosis keperawatan mencakup tentang masalah


3 kurangnya pengetahuan klien 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 7

Diagnosis keperawatan dirumuskan dengan benar (PE/PES)


4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

C. Perencanaan (Intervensi)
Rencana asuhan keperawatan dikembangkan oleh perawat
1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 7
yang bertanggung jawab pada klien teresebut
Terdapat rumusan tujuan keperawatan disertai kriteria
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
evaluasi
Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan observasi
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
keperawatan

4 Rencana asuhan keperawatan mencakup terapi keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan


5 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7
pendidikan kesehatan

6 Rencana asuhan keperawatan berisi tindakan kolaborasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan yang


7 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 6
menggambarkan keterlibatan klien/keluarga

Kode Berkas Rekam Medik


No Aspek Yang Dinilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total

D. Tindakan (Implementasi) Ruang VIP (Lepa-Lepa)


Tindakan observasi keperawatan yang dilakukan
1 didokumentasikan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Tindakan terapi keperawatan yang dilakukan


2 didokumentasikan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Tindakan pendidikan kesehatan yang dilakukan


3 didokumentasikan 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 4

Tindakan kolaborasi yang dilakukan didokumentasikan


4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Respons klien terhadap tindakan keperawatan


5 didokumentasikan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

E. Evaluasi
Diagnosis keperawatan dievaluasi setiap hari sesuai dengan
1 SOAP/SOAPIE 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Diagnosis keperawatan yang sudah teratasi terlihat di dalam


2 dokumentasi 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 7

Total 21 19 17 21 17 20 19 20 22 21 197

Kode 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8

Cara pengisian : Ket : Teknik Pendokumentasian


1. Setiap status rekam medik dinilai berdasarkan penjelasan pada kolom yang ada di atas, Nilai Median =
dan status pertama menjadi nomor satu pada kolom kode berkas rekam medik. > 11,5% dikatakan Baik
2. Beri angka satu (1) bila > 75% dokumentasi yang terisi, dan beri angka nol (0) < 11,5% dikatakan Kurang Baik
bila kurang dari 75% dokumentasi yang terisi Ya : 1 Tidak : 0 Rentang Min-Max = 0 - 23

xxvi
Kode Berkas Rekam Medik
No Aspek Yang Dinilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ket.
A. Pengkajian Ruang Kelas I (Sandeq)

1 Pengkajian meliputi pemeriksaan fisik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

2 Pengkajian meliputi status psikososial-spiritual klien 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9

3 Pengkajian meliputi pola hidup klien 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9

Pengkajian lengkap dilakukan dalam waktu 24 jam setelah


4 klien masuk 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 9

Pengkajian lengkap dilakukan oleh perawat yang


5 bertanggung jawab terhadap klien tersebut 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
1 klien 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Diagnosis keperawatan mencakup tentang masalah


2 psikososial 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 8

Diagnosis keperawatan mencakup tentang masalah


3 kurangnya pengetahuan klien 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8

Diagnosis keperawatan dirumuskan dengan benar (PE/PES)


4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

C. Perencanaan (Intervensi)
Rencana asuhan keperawatan dikembangkan oleh perawat
1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 8
yang bertanggung jawab pada klien teresebut
Terdapat rumusan tujuan keperawatan disertai kriteria
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
evaluasi
Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan observasi
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
keperawatan

4 Rencana asuhan keperawatan mencakup terapi keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan


5 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 8
pendidikan kesehatan

6 Rencana asuhan keperawatan berisi tindakan kolaborasi 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 8

Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan yang


7 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 6
menggambarkan keterlibatan klien/keluarga

Kode Berkas Rekam Medik


No Aspek Yang Dinilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
D. Tindakan (Implementasi) Ruang Kelas I (Sandeq)
Tindakan observasi keperawatan yang dilakukan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
didokumentasikan
Tindakan terapi keperawatan yang dilakukan
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
didokumentasikan
Tindakan pendidikan kesehatan yang dilakukan
3 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 3
didokumentasikan

4 Tindakan kolaborasi yang dilakukan didokumentasikan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Respons klien terhadap tindakan keperawatan


5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
didokumentasikan
E. Evaluasi
Diagnosis keperawatan dievaluasi setiap hari sesuai dengan
1 SOAP/SOAPIE 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Diagnosis keperawatan yang sudah teratasi terlihat di dalam


2 dokumentasi 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7

Total 22 20 18 17 20 20 22 21 21 22 203

Kode 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
9

Cara pengisian : Ket : Teknik Pendokumentasian


1. Setiap status rekam medik dinilai berdasarkan penjelasan pada kolom yang ada di atas, Nilai Median =
dan status pertama menjadi nomor satu pada kolom kode berkas rekam medik. > 11,5% dikatakan Baik
2. Beri angka satu (1) bila > 75% dokumentasi yang terisi, dan beri angka nol (0) < 11,5% dikatakan Kurang Baik
bila kurang dari 75% dokumentasi yang terisi Ya : 1 Tidak : 0 Rentang Min-Max = 0 - 23

xxvii
Kode Berkas Rekam Medik
No Aspek Yang Dinilai 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Total
A. Pengkajian Ruang Kelas II/III (Katinting)

1 Pengkajian meliputi pemeriksaan fisik 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

2 Pengkajian meliputi status psikososial-spiritual klien 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 7

3 Pengkajian meliputi pola hidup klien 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 7

Pengkajian lengkap dilakukan dalam waktu 24 jam setelah


4 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 7
klien masuk
Pengkajian lengkap dilakukan oleh perawat yang
5 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 8
bertanggung jawab terhadap klien tersebut
B. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
klien
Diagnosis keperawatan mencakup tentang masalah
2 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 6
psikososial
Diagnosis keperawatan mencakup tentang masalah
3 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 7
kurangnya pengetahuan klien

4 Diagnosis keperawatan dirumuskan dengan benar (PE/PES) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

C. Perencanaan (Intervensi)
Rencana asuhan keperawatan dikembangkan oleh perawat
1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 7
yang bertanggung jawab pada klien teresebut
Terdapat rumusan tujuan keperawatan disertai kriteria
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
evaluasi
Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan observasi
3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
keperawatan

4 Rencana asuhan keperawatan mencakup terapi keperawatan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan


5 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7
pendidikan kesehatan

6 Rencana asuhan keperawatan berisi tindakan kolaborasi 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 7

Rencana asuhan keperawatan mencakup tindakan yang


7 1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 5
menggambarkan keterlibatan klien/keluarga

Kode Berkas Rekam Medik


No Aspek Yang Dinilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
D. Tindakan (Implementasi) Ruang Kelas II/III (Katinting)
Tindakan observasi keperawatan yang dilakukan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
didokumentasikan
Tindakan terapi keperawatan yang dilakukan
2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
didokumentasikan
Tindakan pendidikan kesehatan yang dilakukan
3 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 2
didokumentasikan

4 Tindakan kolaborasi yang dilakukan didokumentasikan 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

Respons klien terhadap tindakan keperawatan


5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
didokumentasikan
E. Evaluasi
Diagnosis keperawatan dievaluasi setiap hari sesuai dengan
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10
SOAP/SOAPIE
Diagnosis keperawatan yang sudah teratasi terlihat di dalam
2 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 5
dokumentasi

Total 19 17 18 18 19 17 20 19 18 20 185

Kode 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 8

Cara pengisian : Ket : Teknik Pendokumentasian


1. Setiap status rekam medik dinilai berdasarkan penjelasan pada kolom yang ada di atas, Nilai Median =
dan status pertama menjadi nomor satu pada kolom kode berkas rekam medik. > 11,5% dikatakan Baik
2. Beri angka satu (1) bila > 75% dokumentasi yang terisi, dan beri angka nol (0) < 11,5% dikatakan Kurang Baik
bila kurang dari 75% dokumentasi yang terisi Ya : 1 Tidak : 0 Rentang Min-Max = 0 - 23

xxviii
Distribusi Frekuensi Kegiatan Ruang MPKP : Instalasi Rawat Inap VIP, Kelas I, dan Kelas II/III RS Univesitas Hasanuddin

Shift (Pagi) Shift (Sore) Shift (Malam)


No. Ruangan Kegiatan Total 1 2 3 Total 1 2 3 Total
1 2 3
(%) (%) (%)
f % f % f % f % f % f % f % f % f %
1. VIP 1. Operan (Overan) 11 84,61 11 84,61 10 76,9 82,04 9 69,2 10 76,92 10 76,92 74,35 9 69,23 9 69,23 8 61,53 66,66
(Lepa-Lepa) 2. Konferensi
a. Pre conferens 3 50 3 50 5 83,3 61,11 3 50 3 50 4 66,67 55,6
b. Post conferens 3 50 3 50 2 33,3 44,43 2 33,3 3 50 4 66,67 50
2. Kelas I 1. Operan (Overan) 12 92,3 12 92,3 12 92,3 92,30 10 76,92 11 84,61 10 76,92 79,48 10 76,92 10 76,92 11 84,61 79,48
(Sandeq) 2. Konferensi
a. Pre conferens 5 83,3 4 66,67 4 66,67 72,21 3 50 4 66,67 4 66,67 61,11
b. Post conferens 5 83,3 5 83,3 4 66,67 77,76 4 66,67 4 66,67 3 50 61,11
3. Kelas II/III 1. Operan (Overan) 8 61,53 10 76,92 10 76,92 71,79 6 46,15 8 61,53 8 61,53 56,40 7 53,84 7 53,84 5 38,46 48,71
(Katinting) 2. Konferensi
a. Pre conferens 3 50 3 50 3 50 50 2 33,3 3 50 3 50 44,43
b. Post conferens 3 50 4 66,67 2 33,3 55,6 2 33,3 3 50 3 50 44,43

Keterangan :
A. Kegiatan konferensi : nilai pre dan post conferens di jumlahkan kemudian dibagi dengan dua (pagi & sore)
1. VIP = Pre 61,11 + 55,6 = 116,7/2 = 58,35%
= Post 44,43 + 50 = 94,43/2 = 47,21%
2. Kelas I = Pre 72,21 + 61,11 = 133,32/2 = 66,66%
= Post 77,76 + 61,11 = 138,87/2 = 69,44%
3. Kelas II/III = Pre 50 + 44,43 = 94,43/2 = 47,21%
= Post 55,6 + 44,43 = 100,03/2 = 50,01%

xxix
B. Pelaksanaan discharge planning diukur/observasi sebanyak 3x/ruangan :
1. VIP (Lepa-Lepa’) :
a. 6 = 54,54%
b. 4 = 36,36%
c. 5 = 45,45% persentase (%) : a+ b+c = 136,35/3 = 45,45%
2. Kelas I (Sandeq) :
a. 5 = 45,45%
b. 7 = 63,63%
c. 7 = 63,63% persentase (%) : a+b+c = 172,71/3 = 57,57%
3. Kelas II/III (Katinting) :
a. 4 = 36,36%
b. 5 = 45,45%
c. 5 = 45,45% persentase (%) : a+b+c = 127,26/3 = 42,42%

xxx
KEUE]ITERIAN PE]IIDIDIKNU DAN KEBU DAYann
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKI,TLTAS KEDOKMRAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAI\ (PSIA
JL.PENNTIS KEMERDEKAAIY KAI}4PUS TAIvIALAT{REA KM. TO MAKASSAR 90245
TELP : 04tt-5E60t0,586296 FAX.04t t -586i297

08 Juli 2013
Nomor : 4I7luN.4.7 .4.1 .27 tPL.02t2013
Hal : Izin Penelitian

Kepada
Yth. : Direktur RS. Universitas Hasanuddin

di-
Tempat

Dengan hormat, dalam rangka penyelesaian studi Mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, maka dengan ini dimohon
kiranya Mahasiswa yang tersebut namanya di bawah ini :
Nama : Suharno Usman

No. Pokok : Cl2ll26l2


Judul Penelitian : GAMBARAN PENERAPAN MODEL PRAKTIK KEPERAWATAN
PROFESIONAL (MPKP) DI RS.UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

dapat diberikan izin penelitian untuk penyusunan skripsi di RS.UNIvERSITAS HASANUDDIN


MAKASSAR padztarggal 12 Agustuss/d12 September 2013.

Demikian, atas bantuan dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.


.rsssEIsIAI
trcz lrunuBf Ez
'ur(urlsaur eueure?uqas uquunarcarp
Tuun Isnq[P rur uu,aurarepl l*Jns rruDFrr,,C
'ue4u88unl
seqeq uapp{urp uep erce reqoplo Zt smsn8v
- Zl p8Eusr ryfas .russelEq
urppnwsuH s4rsroArun urys qBltrnu Ip u?rltleuad ueppe:1 urtruupfuaru rIBIsr
rBssu)[EIAi sewrIl SU
,
€TZ sBIeX rrcp '1 sEell !p (CXO^I)
puorseJord uupatureday qu?C u"p[aued Inpnf
suqun mreplopexsstln{Ed .uel"nMJedex
lpord Isrupsul
ZT9ZIIZIJ I^IIN
rr8rusl'l oruTqns sIUBN
: e,,yrrlBq w{Euenueur Eus.,{ J?ssqBr^I IItppnIrEsBH ssllsreAlun q:,Fs
rpumu
usllrleuad uep tuqrplsd 'us{Iplpued rnplenc Eprruuag EuB
lul rl?tl?q w ueawt
ntoztsrtNue'u'nNv .ON
082 :
:ilewa'ZegL69 0*d:xeJ tee rcS :dt%
9?206 resselen 'eelueleurel0t 'rux uee)FpJauex sRuuea LWd &
Lr :puela$es
NIGONNVSVH SVIISU=IAINN IHVS HVNNU
NVVAVOnSSv 8 NvvtoloNad NvtuerNSuuly

Anda mungkin juga menyukai