Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN AKHIR MANAJEMEN KEPERAWATAN

DI RUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG


TAHUN 2022

Dosen Pembimbing : Lina Indrawati, S.Kep., Ns., M.Kep

Di Susun Oleh
Kelompok Ruang Sirsak

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES MEDISTRA INDONESIA
BEKASI TAHUN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan
organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengendalian sumber d Rumah sakit merupakan organisasi
formal pemberi pelayanan kesehatan profesional yang di dalamnya terdapat visi,
misi, tujuan dan struktur manajemen yang jelas serta berorientasi pada pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat luas. Rumah sakit sebagai organisasi
tidak dapat mengabaikan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai penggerak sistem
dalam organisasi serta bagaimana perilaku organisasi dari SDM itu sendiri. SDM
di rumah sakit didominasi oleh perawat dari segi jumlah yaitu sekitar 40 – 60 %
(Swansburg, 2000), sedangkan pelayanan keperawatan menurut Gilles (1996)
sangat menentukan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit secara
keseluruhan. (Dewi, 2014)
Manajemen adalah proses untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain
(Gillies,1989) Siagian (1999). Manajemen berfungsi untuk melakukan semua
kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dalam batas – batas
yang telah ditentukan pada tingkat administrasi. Sedangkan Liang Lie mengatakan
bahwa manajemen adalah suatu ilmu dan seni perencanaan, pengarahan,
pengorganisasian dan pengontrolan dari benda dan manusia untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Manajemen merupakan suatu ilmu
tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara aktif, inovatif dan kreatif
serta rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
Manajemen mencakup kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap staf, sarana dan
prasarana dalam mencapai tujuan. Manajemen keperawatan merupakan proses
bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan
secara professional. Keperawatan professional dalam pelayanannya diperlukan
adanya pengembangan keperawatan secara professional. Dalam mengoptimalkan
peran dan manajemen keperawatan perlu adanya strategi yang salah satunya
adalah dengan harapan adanya faktor pengelolaan yang optimal serta mampu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan keperawatan.
Suatu organisasi dalam mencapai tujuan perlu didukung oleh pengelolaan
faktor-faktor antara lain Man, Money, Machine, Methode dan Material, Market.
Pengelolaan yang seimbang dan baik dari kelima faktor tersebut akan memberikan
kepuasan kepada klien dan pelanggan rumah sakit. Kelima standar rumah sakit
tersebut harusnya telah dimiliki oleh rumah sakit yang telah terakreditasi. Di
dalam suatu rumah sakit unit pelayanan kesehatan terkecil adalah suatu ruangan
yang merupakan pelayanan kesehatan tempat perawat untuk menerapkan ilmu dan
asuhan keperawatanya secara optimal. Akan tetapi, tanpa adanya tata kelola yang
memadai, kemauan, dan kemampuan yang kuat, serta peran aktif dari semua
pihak, maka pelayanan keperawatan profesional hanyalah akan menjadi suatu
teori. Untuk itu perawat perlu mengupayakan kegiatan penyelenggaraan Model
Praktek Keperawatan Profesional yang merupakan penataan sistem pemberian
pelayanan keperawatan melalui pengembangan model praktik keperawatan.
Model praktek keperawatan professional salah satunya adalah dengan adanya
posisi perawat sebagai seorang kepala ruangan, ketua tim atau perawat pelaksana,
dalam suatu bagian perlu adanya suatu pemahaman tentang bagaimana mengelola
dan memimpin orang lain dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang
berkualitas. Mutu asuhan keperawatan yang baik antara lain memenuhui standar
profesi yang ditetapkan, sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan
dimanfaatkan secara wajar, efisien, dan efektif, aman bagi pasien dan tenaga
keperawatan, memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan serta aspek sosial,
ekonomi, budaya, agama, etika dan tata nilai masyarakat diperhatikan dan
dihormati. Kemampuan manajerial dapat dimiliki melalui berbagai cara salah
satunya untuk dapat ditempuh dengan meningkatkan ketrampilan melalui bangku
kuliah yang harus melalui pembelajaran dilahan praktek.
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai
suatu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara professional, sehingga
diharapkan keduanya saling menopang. Sebagaimana yang terjadi di dalam proses
keperawatan, di dalam manajemen keperawaatan pun terdiri dari pengumpulan
data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Karena
manajemen keperawatan mempunyai kekhususan terhadap mayoritas tenaga
seorang pegawai, maka setiap tahapan di dalam proses manajemen lebih rumit
jika dibandingkan dengan proses keperawatan. Manajemen keperawatan harus
dapat diaplikasikan dalam tatanan pelayanan nyata di Rumah Sakit, sehingga
perawat perlu memahami bagaimana konsep dan aplikasinya di dalam organisasi
keperawatan itu sendiri (Gillies, 2002).
Ruang Sirsak di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta Barat salah
satu ruang perawatan membutuhkan manajemen keperawatan yang baik demi
tercapainya mutu pelayanan yang optimal. Khususnya Sirsak merupakan ruang
rawat inap khusus penyakit isolasi yang terdiri dari 20 kamar dengan setiap
kamar berisi 2 tempat tidur. Maka perlu dilakukan sebuah studi tentang proses
keperawatan di Ruang Sirsak dimana salah satu terbentuknya adalah praktek stase
manajemen keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan praktek Manajemen Keperawatan di Ruang Sirsak di
Rumah Sakit Daerah Cengkareng Jakarta Barat selama 17 hari diharapkan
mahasiswa mampu menerapkan konsep dan prinsip Majemen Keperawatan
pada unit pelayanan kesehatan secara nyata dalam upaya meningkatkan mutu
pelayanan Keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan praktek Manajemen Keperawatan di Ruang Sirsak di
Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta Barat Mahasiswa mampu :
a. Mengidentifikasi kebutuhan dan masalah pelayanan kesehatan yang terkait
dengan Manajemen Keperawatan berdasarkan analisis situasi nyata di
Ruangan Sirsak.
b. Menetapkan prioritas kebutuhan dan masalah Manajemen Keperawatan
bersama pihak rungan Sirsak
c. Menyusun tujuan dan remcana alternative pemenuhan kebutuhan dan
penyelesaian masalah yang telah ditetapkan
d. Mengusulkan alternative pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah
yang bersifat teknis operasional bagi rungan Sirsak
e. Melaksanakan alternative pemenuhan kebutuhan dan penyelesaian masalah
yang bersifat teknis operasional bagi ruangan Sirsak
f. Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pada aspek masukan, proses, hasil dan
dampak pada Manajemen Keperawatan
g. Merencanakan tindak lanjut dan hasil yang dicapai berupa upaya
mempertahankan dan memperbaiki hasil melalui kerja sama dengan ruang
Sirsak
h. Menyusun analisa SWOT dan operasional unit pelayanan keperawatan di
ruang Sirsak

C. Manfaat

1. Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta Barat


Sebagai bahan informasi tambahan dan masukan dalam rangka untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam pelayanan RS dan kualitas
manajemen disetiap Ruangan
2. STIKes Medistra Indonesia
Sebagai bahan informasi tambahan dan masukan dalam rangka untuk
mengingkatkan mutu pembelajaran khususnya mata kuliah manajemen
keperawatan
3. Mahasiswa
Sebagai pembelajaran bagi mahasiswa praktik profesi ners Stase Manajemen
Keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan dan melaksanakan asuhan
keperawatan secara komperhensif
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Manajemen Keperawatan
1. Pengertian Manajemen

Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau
lebih untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai
hasil tujuan yang tidak dapat dicapai oleh hanya satu orang saja .
Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan
organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sumber daya manusiaserta
sumber daya organisasi lainnya (Simanora, 2012)
Manajemen kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam Sistem
Kesehatan Nasional (SKN, 2009) yaitu subsistem manajemen kesehatan dan
informasi kesehatan cara penyelenggaraan yang menghimpun berbagai
upaya kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, pengaturan hukum
kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan.
Manajemen keperawatan adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan (kelly&Heldenthal,
2004). Manajemen keperawatan adalah suatu poses bekerja melalu anggota
staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional
(Nursalam, 2007). Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang
harus dilaksanaakn oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan,
mengorganisasi, mengarahkan serta mengawasi sumber-sumber yang ada
baik SDM, alat maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan
keperawatan yang efektif baik kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
Proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses keperawatan sebagai
suatu metode pelaksanaan asuha keperawatan secara profesional, sehingga
diharapkan keduanya saling mendukung (Nursalam, 2013).
2. Lingkup Manajemen Keperawatan
a. Manajemen Operasional
Pada manajemen operasional, pelayanan keperawatan yang terdiri dari
tiga tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak, manajemen
menengah dan manjemen bawah. Faktor-faktor yang perlu dimliki oleh
manajer adalah agar dapat berhasil dalam penatalaksanaan kegiatannya:
1) Kemampuan menerapkan pengetahuan
2) Keterampilan kepemimpinan
3) Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen
b. Manajemen Asuhan Keperawatan
Lingkup manajemen asuhan keperawatan dalam manajemen
keperawatan adalah terlaksananya asuhan keperawatan yangberkualitas
kepada klien. Keberhasilan asuhan keperawatan sangat ditunjang oleh
sumber daya tenaga keperawatan dan sumber daya lainnya. Tenaga
keperawatan yang bertanggung jawab dalam menyediakan perawat
pasien yang berkualitas adalah perawat pelaksana. Sebagai kunci
keterampilan dalam keperawatan pasien adalah komunikasi, koordinasi,
konsultasi, pengawasan dan pendelegasian.
3. Prinsip-prinsip Manajemen Keperawatan

Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan


untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000)
menyatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan sebagai
berikut:
a. Manajemen keperawatan adalah perencanaan
b. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif
c. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan
d. Pemenuhuan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan
manajer perawat
e. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian
f. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi, atau tingkat
sosial disiplin, dan bidang studi
g. Manajemen keperawatan bagian akitif dari divisi keperawatan, dari
lembaga, dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi
h. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan
i. Manajemen keperawatan mengarahkan dan memimpin
j. Manajemen keperawatan memotivasi
k. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif
l. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.
4. Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada


dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.  fungsi
manajemen 4 bagian yaitu:
a. Perencanaan (planning) 
Perencanaan adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan
sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan
itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum
mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih
cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan.
Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi
manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat
berjalan.Perencanaan merupakan proses pemikiran dan penentuan
secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
1) Tujuan perencanaan:
a) Memberi arah organisasi.
b) Menentukan tujuan yang realistik.
c) Menjamin tercapainya tujuan.
d) Meningkatkan efesiensi.
e) Membuang program yang tidak bermanfaat.
f) Menghindari duplikasi upaya atau program.
g) Mengkonsentrasikan pelayanan yang bersifat urgent.
h) Meningkatkan aktifitas koordinasi dan komunikasi.
i) Memungkinkan adaptasi terhadap perubahan lingkungan kerja.
2) Prinsip perencanaan:
a) Jelas tujuan.
b) Jelas hasil yang akan dicapai.
c) Sederhana.
d) Berdasarkan kebijakan dan prosedur yang berlaku.
e) Prioritas.
f) Perlibatan aktif.
g) Efektif dan efesien.
h) Fleksibel.
i) Berkesinambungan.
j) Kejelasan metode evaluasi.
3) Perencanaan meliputi kegiatan:
a) Pengumpulan data : Data tentang pasien, pegawai/staf,
kepemimpinan, peralatan, dan pelayanan keperawatan.
b) Analisa lingkungan : Dengan menggunakan analisa SWOT
(Strength, Weaknes, Opportunities, Threath).
c) Pengorganisasian data : Memilih data yang mendukung dan
menghambat.
d) Pembuatan rencana : Menentukan objektif/ sarana yang ingin
dicapai, uraian kegiatan, prosedur, target waktu, penanggung
jawab, sasaran, biaya, peralatan, metoda.
b. Pengorganisasian (organizing) 
Pengorganisasian dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan
besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian
mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan
orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-
bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara
menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus
mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa
yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana
keputusan harus diambil.
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang,
alat-alat, tugas-tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakan sebagai suatu
kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
1) Prinsip pengorganisasian:
a) Rantai komando (Chain of Command).
b) Rantai Kesatuan Komando (Unity of Command).
c) Rentang Kontrol (Spain of Control).
d) Spesialisasi.
e) Tiga aspek penting dalam pengorganisasian meliputi:
f) Pola strutur berarti proses hubungan interaksi yang dikembangkan
secara efektif.
g) Penerapan tiap kegiatan yang merupakan kerangka kerja dalam
organisasi.
h) Strutur kerja organisasi termasuk kelompok kegiatan yang sama
pola hubungan antara kegiatan yang tepat dan pembinaan cara
komunikasi yang efektif antara perawat.
i) Aktifitas pengorganisasian:
j) Mengembangkan uraian tugas
k) Mengembangkan prosedur.
l) Mengembangkan ketenagaan dan jadwal kerja dinas.
2) Strutur organisasi:
a) Birokrasi (Hierarchial Structure/line structute).
b) Adhocracy.
c) Matrik (free Form Structure)
3) Kegunaan pengorganisasian:
a) Penjabaran secara rinci semua pekerjaan yang harus dilakukan
untuk mencapai tujuan.
b) Pembagian beban kerja sesuai dengan kemampuan perorangan
atau kelompok.
c) Mengatur mekanisme kerja antar masing-masing anggota
kelompok untuk hubungan dan organisasi.
c. Pengarahan (directing) 
Pengarahanadalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua
anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan
perencanaan manajerial dan usaha.
Pengarah merupakan suatu upaya menggerakkan kegiatan staf
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Douglas (1984) mendefinisikan
pengarah sebagai suatu penyampaian pesan dan instruksi yang
menyebabkan staf mengerti apa yang diharapkan sehingga dapat
membantu tujuan organisasi secara efisien dan efektif.
Pengarahan mengandung unsur penting, yaitu:
1) Manajemen waktu yang terdiri dari kegiatan organisasi personal,
pengorganisasian pekerjaan dan pendelegasian.
2) Komunikasi yang baik yang digunakan adalah komunikasi yang jelas
3) Manajemen konflik yaitu kemampuan dalam mengatasi konflik baik
dengan atasan maupun teman sejawat
d. Pengendalian (controling)
Pengendalian adalah proses pengecekan dan penelusuran
penyimpangan-penyimpangan dari arah yang direncanakan yang
merupakan aktifitas berkesinambungan dan di buat berdasarkan
evaluasi pada waktu kegiatan sedang berjalan.
Prinsip Controlling:
1) Principle of Unifomity : Dibentuk dari awal sampai akhir
2) Principle of Comparison : Membandingkan yang direncanakan
dengan yang dicapai
3) Principle of Exception : tidak sesempurna dari perencanaan, tetapi
ada umpan balik untuk perbaikan
Controlling dilakukan melalui kegiatan:
1) Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan
2) Preconperence, overan, post conperence
3) Ronde keperawatan
4) Mengevaluasi produktifitas berdasarkan gant chat yang telah dibuat
5) Program evaluasi dan peer review
Tipe Controlling:
1) Input control
2) Proses control
3) Output control
Controlling dilakukan pada
1) Pasien
a) Kebutuhan fisik pertama mental dan sosial
b) Perawatan, pemeriksaan dan pengobatan
c) Lingkungan
2) Ketenagaan
a) Penampilan dan sikap
b) Pelayanan asuhan keperawatan dan sistem kerja
c) Prestasi kerja
3) Alat-alat dan obat-obatan
a) Penggunaan
b) Pencatatan dan pelaporannya
c) Inventaris

B. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


1. Definisi MPKP
Model praktek keperawatan profesional adalah salah satu metode
pelayanan keperawatan yang merupakan suatu sistem, struktur, proses dan
nilai-nilai yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian
asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian
asuhan tersebut. Sistem model praktek keperawatan professional adalah
kerangka kerja yang mendefinisikan empat unsur, yakni : standar, proses
keperawatan, pendidikan keperawatan dan sistem Model Asuhan
Keperawatan Professional (MAKP). Definisi tersebut berdasarkan prinsip-
prinsip nilai yang di yakini dan akan menentukan kualitas produksi/jasa
layanan keperawatan. Jika perawat tidak memiliki nilai-nilai tersebut
sebagai sesuatu pengambilan keputusan yang independen, maka tujuan
pelayanan kesehatan/keperawatan dalam memenuhi kepuasan pasien tidak
akan dapat terwujud.
2. Tujuan MPKP
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan
asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan
keperawatan bagi setiap tim keperawatan.
3. Struktur Model MPKP
a. Metode Fungsional
Metode Fungsional yaitu pengorganisasian tugas pelayanan
keperawatan yang didasarkan kepada pembagian tugas menurut
pekerjaan yang dilakukan.Model fungsional ini merupakan metode
praktek keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat
dan berkembang pada saat perang dunia kedua. Berikut contoh aplikasi
model keperawatan fungsional :
1) Perawat A tugasnya menyuntik sedangkan perawat B tugasnya
mengukur suhu tubuh pasien.
2) Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk
semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung
awab dalam pembagian tugas dan menerima laporan tentang semua
klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien.
Tabel 2.1
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Fungsional

Kelebihan Kekurangan

1. Efisien karena dapat menyelesaikan 1. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah


banyak pekerjaan dalam waktu singkat atau tidak total sehingga kesulitan dalam
dengan pembagian tugas yang jelas dan penerapan proses keperawatan.
pengawasan yang baik. 2. Perawat cenderung meninggalkan klien
2. Sangat baik untuk rumah sakit yang setelah melakukan tugas pekerjaan.
kekurangan tenaga. 3. Persepsi perawat cenderung kepada
3. Perawat akan terampil untuk tugas tindakan yang berkaitan dengan
pekerjaan tertentu saja. keterampilan saja.
4. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi 4. Tidak memberikan kepuasan pada pasien
perawat setelah selesai kerja. ataupun perawat lainnya.
5. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti 5. Menurunkan tanggung jawab dan
dengan tenaga yang kurang tanggung gugat perawat, hubungan
berpengalaman untuk tugas sederhana. perawat dan klien sulit terbentuk.
6. Memudahkan kepala ruangan untuk 6. Tidak efektif, Membosankan DAN
mengawasi staf atau peserta didik yang Komunikasi minimal.
melakukan praktek untuk keterampilan
tertentu.
7. Lebih sedikit membutuhkan perawat.
8. Tugas-tugas mudah dijelaskan dan
diberikan.
9. Para pekerja lebih mudah menyelesaikan
tugas.
10. Tugas cepat selesai.

Skema 2.1
Struktur Model Keperawatan Fungsional

Kepala Ruangan

Perawat : Perawat : Perawat : Perawat :


Bertanggung jawab Merawat Memberikan Bagian
terhadap obat Luka terapi administrasi/
Rumah Tangga

Pasien

Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis, 2010)


dalam (Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011)
b. Model Keperawatan Total
Metode keperawatan total yaitu pengorganisasian
pelayanan/asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh
satu orang perawat pada saat bertugas/jaga selama periode waktu
tertentu atau sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab
dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang
pelayanan keperawatan klien (Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011).

Tabel 2.2
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Kasus

Kelebihan Kelemahan
1. Kepuasan tugas secara 1. Pendelegasian perawatan klien
keseluruhan dapat dicapai. hanya sebagian selama perawat
2. Fokus keperawatan sesuai dengan penanggung jawab klien bertugas.
kebutuhan klien. 2. Beban kerja tinggi terutama jika
3. Memberikan kesempatan untuk jumlah klien banyak sehingga
melakukan keperawatan yang tugas rutin yang sederhana
komprehensif. terlewatkan.
4. Memotivasi perawat untuk selalu
bersama klien selama bertugas,
non keperawatan dapat dilakukan
oleh yang bukan perawat.
5. Mendukung penerapan proses
perawatan.

Skema 2.2
Struktur Model Keperawatan Total

Perawat Penanggung
Jawab

Staff Keperawatan

Staff Keperawatan

Staff Keperawatan Pasien/Klien

Pasien/Klien

Pasien/Klien

Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis, 2010)


c. Model Keperawatan Tim
Metode Tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan
perawat. Kelompok ini di pimpin oleh perawat yang berijazah dan
berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya
(Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan
oleh pimpinan kelompok/ketua grup dan ketua grup bertanggung
jawab dalam mengarahkan anggota grup/tim. Selain itu ketua tim
bertugas memberikan pengarahan dan menerima laporan kemajuan
pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam
menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan selanjutnya
ketua tim melaporkan pada kepala ruangan tentang kemauan
pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien. Pada model tim,
perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan untuk
sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan seorang perawat
professional (Nursalam, 2014).
Menurut Nursalam (2014), ada beberapa elemen penting yang
harus diperhatikan :
a) Pemimpin tim didelegasikan/diberikan otoritas untuk membuat
penugasan bagi anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
b) Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan
demokrasi atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota
tim.
c) Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan
kepada kelompok pasien.
d) Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat
sukses. Komunikasi meliputi : penulisan perawatan klien,
rencacna perawatan klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim,
pertemuan tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan
balik informal di antara anggota tim.
Tabel 2.3
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tim

Kelebihan Kelemahan
1. Dapat memfasilitasi pelayanan 1. Ketua tim menghabiskan banyak
keperawatan secara komprehensif waktu untuk koordinasi dan
dan holistik. supervisi anggota tim dan harus
2. Memungkinkan pelaksanaan proses mempunyai keterampilan yang
keperawatan. tnggi baik sebagai perawat
3. Konflik antara staff dapat pemimpin maupun perawat
dikendalikan melalui rapat dan klinik.
efektif untuk belajar. 2. Keperawatan tim menimbulkan
4. Memberi kepuasan anggota tim fragmentasi keperawatan bila
dalam berhubungan interpersonal. konsep tidak diimplementasikan
5. Memungkinkan meningkatkan dengan total rapat tim
kemampuan anggota tim yang membutuhkan waktu sehingga
berbeda-beda secara efektif. pada situasi sibuk rapat tim
6. Peningkatan kerjasama dan ditiadakan, sehingga komunikasi
komunikasi di antara anggota tim antar anggota tim terganggu.
dapat menghasilkan sikap moral 3. Perawat yang belum terampil dan
yang tinggi, memperbaiki fungsi belum berpengalaman selalu
staff secara keseluruhan, tergantung staff, berlindung
memberikan anggota tim perasaan kepada anggota tim yang mampu.
bahwa ia mempunyai kontribusi 4. Akuntabilitas dari tim menjadi
terhadap hasil asuhan keperawatan kabur.
yang diberikan. 5. Tidak efisien bila dibandingkan
7. Akan menghasilkan kualitas asuhan dengan model fungsional karena
keperawatan yang dapat membutuhkan tenaga yang
dipertanggungjawabkan. mempunyai keterampilan tinggi.
8. Metode ini memotivasi perawat
untuk selalu bersama klien selama
bertugas.

Menurut Nursalam (2014), Tanggung Jawab Kepala Ruangan :

a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan


standar asuhan keperawatan.
b) Mengorganisir pembagian tim dan pasien.
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan.
d) Menjadi narasumber bagi ketua tim.
e) Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang
metode/model tim dalam pemberian asuhan keperawatan.
f) Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya.
g) Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di
ruangannya.
h) Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang
lainnya.
i) Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di
ruangannya, kemudian menindak lanjutinya.
j) Memotivasi staff untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan.
k) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staff.

Tanggung jawab ketua tim ialah sebagai berikut (Nursalam, 2014) :

a) Mengatur jadwal dinas timnya yang dikoordinasikan dengan


kepala ruangan.
b) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya
yang di delegasikan oleh kepala ruangan.
c) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
asuhan keperawatan bersama-sama anggota timnya.
d) Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan
medik.
e) Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan
bimbingan melalui konferens.
f) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil
yang diharapkan serta mendokumentasikannya.
g) Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan.
h) Menyelenggarakan konferensi.
i) Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan.
j) Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi
tanggungjawab timnya.
k) Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan.
Tanggung Jawab anggota tim ialah sebagai berikut :

a) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.


b) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telat
diberikan berdasarkan respon klien.
c) Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk
meningkatkan asuhan keperawatan.
d) Menghargai bantuan dan bimbngan dari ketua tim.
e) Melaporkan perkebangan kondisi pasien kepada ketua tim.
f) Memberikan laporan.

Skema 2.3
Struktur Model Keperawatan Tim

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien Pasien Pasien

Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis, 2010) dalam (Windy
Rakhmawati, S.Kep, 2011)

d. Metode Keperawatan Primer


Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan dimana perawat primer bertanggungjawab
selama 24 jam terhadap perencanaan, pelaksanaan, pengevaluasian
satu atau beberapa klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai
klien dinyatakan pulang. Selama jam kerja, perawat primer
memberikan perawatan langsung secara total untuk klien. Ketika
perawat primer tidak bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan
kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang
telah disusun oleh perawat primer.
Menurut Nursalam (2014) dalam (Windy Rakhmawati, S.Kep,
2011), Karakteristik modalitas keperawatan primer ialah sebagai
berikut:
1) Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan
keperawatan pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan
sampai pemulangan.
2) Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan
keperawatan, kolaborasi dengan pasien dan professional
kesehatan lain dan menyusun rencana keperawatan.
3) Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh
perawat primer kepada perawat sekunder selama shift lain.
4) Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan
penyedia.
5) Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer.

Skema 2.4
Struktur Model Keperawatan Primer

Dokter Perawat Sumber Daya


Penanggung Jawab Rumah Sakit

Perawat Primer
Pasien/Klien

Perawat Perawat
Perawat
Associate(Sore Associate(Sesuai
Associate(Malam
Hari) Kebutuhan)
Hari)
(Sepanjang Hari)
Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis,
2010) dalam (Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011)
Tabel 2.4
Kelebihan Dan Kekurangan Metode primer
Kelebihan Kelemahan
1. Perawat primer mendapat 1. Hanya dapat dilakukan oleh
akuntabilitas yang tinggi terhadap perawat professional.
hasil dan memungkinkan untuk 2. Tidak semua perawat merasa siap
pengembangan diri. untuk bertindak mandiri, memiliki
2. Memberikan peningkatan autonomi akuntablitas dan kemampuan
pada pihak perawat, jadi untuk merencanakan asuhan
meningkatkan motivasi, tangggung keperawatan untuk klien.
jawab dan tanggung gugat. 3. Akuntabilitas yang total dapat
3. Bersifat kontinuitas dan membuat jenuh.
komprehensif sesuai dengan arahan 4. Perlu tenaga yang cukup banyak
perawat primer dalam memberikan dan mempunyai kemampuan dasar
atau mengarahkan perawatan yang sama.
sepanjang hospitalisasi. 5. Biaya relatif tinggi dibanding
4. Membebaskan manajer perawat metode penugasan yang lain.
klinis untuk melakukan peran
manajer operasional dan
administrasi.
5. Kepuasan kerja perawat tinggi
karena dapat memberikan asuhan
keperawatan secara holistik.
Kepuasan yang dirasakan oleh
perawat primer adalah
memungkinkan pengembangan diri
melalui penerapan ilmu
pengetahuan.
6. Staff medis juga merasakan
kepuasan karena senantiasa
informasi tentang kondisi klien
selalu mutakhir dan komprehensif
serta informasi dapat diperoleh dari
satu perawat yang benar-benar
mengetahui keadaan kliennya.
7. Perawat ditantang untuk bekerja
total sesuai dengan kapasitas
mereka.
8. Pasien terlihat lebih menghargai,
pasien merasa dimanusiakan karena
terpenuhi kebutuhannya secara
individu.
9. Asuhan keperawatan berfokus pada
kebutuhan klien.
10. Profesi lain lebih menghargai
karena dapat berkomunikasi dengan
perawat yang mengetahui semua
tentang kliennya.
11. Menjamin kontinuitas asuhan
keperawatan.
12. Meningkatkan hubungan antara
perawat dan klien.
13. Metode ini mendukung pelayanan
professional.
14. Rumah sakit tidak harus
mempekerjakan terlalu banyak
tenaga keperawatan tetapi harus
berkualitas tinggi.
e. Metode Keperawatan Modular
Metode modular yaitu pengorganisasian pelayanan/asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat professional dan non-
profesional (terampil) untuk sekelompok klien dari mulai masuk
rumah sakit sampai pulang disebut tanggung jawab total atau
keseluruhan. Untuk metode ini diperlukan perawat yang
berpengetahuan, terampil dan memiliki kemampuan kepemimpinan.
Ideal 2-3 perawat untuk 8-12 orang klien (Marquis, 2010) dalam
(Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011).

Tabel 2.5
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Modular
Kelebihan Kelemahan
1. Memfasilitasi pelayanan 1. Beban kerja tinggi terutama jika
keperawatan yang komprehensif jumlah klien banyak sehingga tugas
dan holistik dengan rutin yang sederhana terlewatkan.
pertanggungjawaban yang jelas. 2. Pendelegasian perawatan klien
2. Memungkinkan pencapaian proses hanya sebagian selama perawat
keperawatan. penanggung jawab klien bertugas.
3. Konflik atau perbedaan pendapat 3. Hanya dapat dilakukan oleh perawat
antar staff dapat diekan melalui professional.
rapat tim, cara ini efektif untuk 4. Biaya relatif lebih tinggi
belajar. dibandingkan metode lain karena
4. Memberi kepuasan anggota tim lebih banyak menggunakan perawat
dalam hubungan interpersonal. professional.
5. Memungkinkan menyatukan 5. Perawat arus mampu mengimbangi
kemampuan anggota tim yang kemajuan teknologi
berbeda-beda dengan aman dan kesehatan/kedokteran.
efektif. 6. Perawat anggota dapat merasa
6. Produktif karena kerjasama, kehilangan kewenangan.
komunikasi dan moral. 7. Masalah komunikasi.
7. Model praktek keperawatan
professional dapat dilakukan atau
diterapkan.
8. Memberikan kepuasan kerja bagi
perawat.
9. Memberikan kepuasan bagi klien
dan keluarga yang menerma
asuhan keperawatan.
10. Lebih mencerminkan otonomi.
11. Menurunkan dana perawatan.
Skema 2.5
Struktur Model Keperawatan Modular

Kepala Ruangan

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staff Perawat Staff Perawat Staff Perawat

Pasien Pasien Pasien

Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis, 2010) dalam


(Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011)

f. Metode Kasus
Metode kasus yaitu pengorganisasian pelayanan/asuhan
keperawatan dimana perawat mampu memberikan asuhan
keperawatan mencakup seluruh aspek keperawatan yang dibutuhkan.
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggungawab
terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat
untuk satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk
periode tertentu. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan untuk
perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan
komunitas. Dalam metode ini dituntut kualitas serta kuantitas yang
tinggi dari perawat sehingga metode ini sesuai jika digunakan untuk
ruang ICU ataupun ICCU. Kelebihan dan kekurangan metode kasus
ialah sebagai berikut (Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011):
Tabel 2.6
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Kasus
Kelebihan Kekurangan
1. Moral  perawat profesional
1. Sederhana dan langsung
melakukan tugas non-profesional
2. Garis pertanggung jawaban
2. Tidak dapat dikerjakan perawat
jelas
non-profesional
3. Kebutuhan pasien cepat
3. Membingungkan
terpenuhi
4. Belum dapatnya diidentifikasi
4. Memudahkan perencanaan
perawat penanggung jawab
tugas
5. Perlu tenaga yang cukup banyak
5. Perawat lebih memahami
dan mempunyai kemampuan dasar
kasus perkasus
yang sama
Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis, 2010) dalam
(Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011)

Skema 2.6
Sturuktur Model Keperawatan Kasus

Kepala Ruangan

Staff Perawat Staff Perawat Staff Perawat

Pasien Pasien Pasien

Sumber : Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis, 2010) dalam


(Windy Rakhmawati, S.Kep, 2011)

4. Penetapan Jenis Tenaga Keperawatan

Pelaksanaan Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)


dalam satu ruangan harus ditetapkan jenis tenaga keperawatannya, beberaa
jenis tenaga yang ada meliputi kepala ruangan, Clinical Care Manager
(CCM), Perawat Primer (PP), serta perawat asosiet (PA). Peran dan fungsi
antara Perawat Primer (PP) dan perawat asosiet (PA) harus jelas dan sesuai
dengan tanggung jawabnya. Pada ruang rawat MPKP pemula, kepala
ruangan adalah perawat dengan kemampuan DIII-Keperawatan dengan
pengalaman, dan pada MPKP tingkat I adalah perawat dengan kemampuan
S. Kep/Ners dengan pengalaman (Marquis, 2010) dalam (Windy
Rakhmawati, S.Kep, 2011). Tugas dan tanggung jawab setiap jenis tenaga
adalah sebagai berikut :
a. Kepala Ruangan
Pada ruang rawat dengan MPKP pemula, kepala ruangan
adalah perawat dengan kemampuan DIII-Keperawatan dengan
pengalaman kerja minimal 5 tahun.
b. Clinical Care Manager (CCM)
Clinical Care Manager (CCM) adalah seseorang dengan
pendidikan S1 Keperawatan/Ners, dengan pengalaman kerja lebih
dari 3 tahun.
c. Perawat Primer (PP)
Perawat Primer pada MPKP pemula adalah seorang yang
berpendidkan DIII, tugas perawat primer adalah memimpin dan
bertanggung jawab pada pelaksanaan asuhan dan pelayanan
keperawatan serta pendokumentasian dan administrasi pada
sekelompok pasien yang menjadi tanggung jawabnya. Berpartisipasi
dalam visit dokter, mengatasi permasalahan konflik pasien, penunggu
dan petugas di areanya, mengkoordinasikan proses pelayanan kepada
kepala ruangan mengatur dan memantau semua proses asuhan
keperawatan di area kelolaan, dan memastikan kelengkapan
pendokumentasian dan administrasi dari klien masuk sampai pulang.
d. Perawat Asosiet (PA)
Pada MPKP pemula perawat asosiet adalah yang berpendidikan
DIII-Keperawatan, dan tidak menutup kemungkinan masih ada yang
berpendidikan SPK Tugas Perawat Asosiet (PA) adalah bertanggung
jawab dan melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang
menjadi tanggung jawabnya. Melaksanakan dokumentasi
keperawatan dan berkoordinasi dengan perawat primer untuk
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pengaturan tanggung jawab PA
lebih ditekankan pada pelaksanaan terapi keperawatan karena bentuk
tindakannya lebih pada interaksi, adaptasi yang memerlukan konsep
analisa yang tinggi, tindakan yang tidak memerlukan analisis dapat
dilakukan oleh PA.
6. Fokus Model Praktik Keperawatan Profesional
a. Metode perhitungan Perencenaan Tenaga Keperawatan
1) Metode Douglas
Douglas (1984, dalam Swansburg & Swansburg, 1999)
menetapkan jumlah perawat yang dibutuhkan dalam suatu unit
perawatan berdasarkan klasifikasi klien, dimana masing- masing
kategori mempunyai nilai standar per shift nya, yaitu sebagai
berikut:

Tabel 2.7
Metode perhitungan Perencenaan Tenaga Keperawatan Menurut Douglas

Klasifikasi
Jml Klien
klien Minimal Parsial Total
Pagi sore malam pagi sore malam pagi sore malam
1. 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2. 0,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40
3. 0,51 0,42 0,21 0,81 0,45 0,30 1,08 0,90 0,60
dst
a) KelasI : 2 jam/hari
b) KelasII : 3 jam/hari
c) KelasIII : 4,5 jam/hari
d) KelasIV : 6jam/hari
Untuk tiga kali pergantian shift → Pagi : Sore : Malam = 35% :
35 % : 30%

2) Metode Gillies
Gillies (1994) menjelaskan rumus kebutuhan tenaga
keperawatan di suatu unit perawatan adalah sebagai berikut :
Prinsip perhitungan rumus Gillies :
3) Metode Swansburg
Menurut Warstler dalam Swansburg dan Swansburg
(1999), merekomendasikan untuk pembagian proporsi dinas
dalam satu hari → pagi : siang : malam = 47 % : 36 % : 17 %
Sehingga jika jumlah total staf keperawatan /hari = 14 orang
Pagi : 47% x 14 = 6,58 = 7orang

Sore : 36% x 14 = 5,04 = 5orang

Malam: 17% x 14 = 2,38 = 2 orang

C. Standar Asuhan keperawatan (Standar I-V)


1. Pendokumentasian Asuhan keperawatan
Dokumentasi adalah segala yang tertulis atau tercetak oleh individu yang
berwewenang. Catatan harus menjelaskan keperawatan yang diberikan kepada
klien, status dan kebutuhan klien yang komprehensif (Potter & Parry, 2005).
Sementara Fisbch (1991), menyatakan dokumentasi adalah informasi yang
tertulis tentang status perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua
kegiatan asuhan keperawatan yang di lakukan oleh perawat. Dokumentasi
merupakan suatu dokumen yang berisi data lengkap, nyata, dan tercatat bukan
hanya tentang tingkat kesakitan pasien tetapi juga jenis dan kualitas pelayanan
kesehatan yang di berikan (Nurhafni, 2013).
2. Tujuan Pendokumentasian Asuhan keperawatan
Perry & potter (2005) juga menjelaskan tujuan pendokumentasian yaitu
sebagai alat komunikasi tim kesehanan untuk menjelaskan perawatan klien
termasuk perawatan individual, edukasi klien dan penggunaan rujukan untuk
rencana pemulangan. Dokumentasi sebagai tagihan finansial dengan
menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan mendapatkan ganti rugi atas
pelayanan yang diberikan bagi klien.
3. Metode Dokumentasi Asuhan keperawatan
Metode dokumentasi asuhan keperawatan adalah metode narasi, metode
masalah berorentasi medical record (POMR), metode SOAP/IER dan metode
fosus carting. Masing-masing metode dokumentasi akan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Metode narasi : Dokumentasi narasi adalah metode tradisional untuk
merekam asuhan keperawatan.
b. Masalah Berorientasi Medical Record (POMR) : Potter et, al., (2006)
menyatakan keuntungan dari metode ini adalah dapat memberikan
penekanan pada persepsi klien tentang masalah mereka, memerlukan
evaluasi berkelanjutan dan revisi rencana perawatan, memberikan
kesinambungan perawatan diantara anggota tim kesehatan, meningkatkan
komunikasi yang efektif antara anggota tim kesehatan, meningkatkan
efisiensi dalam menggumpulkan data, menyediakan informasi dalam
urutan kronologis dan memperkuat proses keperawatan.
c. SOAP/IER : Metode berorientasi dokumentasi adalah cara terstruktur
catatan pengembangan narasi ditulis oleh semua tim kesehatan anggota,
dengan menggunakan SOAP (subjuktif, objektif, analisa dan planing). IER
(intervensi, evaluasi dan revisi). Tujuan rencana tindakan, saran intervensi
ketika intervensi didentifikasi dan berubah untuk memenuhi kebutuhan
klien. Evaluasi bagaimana hasil perawatan di evaluasi. Revisi ketika
perubahan pada masalah asli berasal dari revisi intervensi, hasil garis
perawatan atau waktu ini digunakan untuk menunjukan perubahan
(Meiner, 1999).
d. Focus Charting
Dengan metode dokumentasi ini, perawat mengidentifikasi “focus”
berdasarkan masalah klien atau perilaku ditentukan selama penilaian.

4. Manfaat Kegunaan Dokumentasi Implementasi


a. Model Asuhan keperawatan
Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) adalah suatu kerangka
kerja yang mendefinisikan empat unsur, yaitu standar, proses keperawatan,
pendidikan keperawatan, dan sistem MAKP. MAKP akan menentukan
kualitas jasa layanan keperawatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan aplikasi
penerapan MAKP di Rumah Sakit Arifin Nu’mang yang belum menjalankan
program MAKP. Program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk
mengaplikasikan konsep MAKP pada tatanan pelayanan keperawatan di
rumah sakit terutama dalam upaya mengidentifikasi permasalahan pelayanan
keperawatan dengan pendekatan Problem Solving For Better Nursing Service
(PSBNS) atau Fish Bone Analysis dan diharapkan mampu berperan sebagai
Change Agent dengan menerapkan suatu teori perubahan baik perawat
manajer maupun perawat pelaksana, sehingga diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada kualitas layanan keperawatan.
b. Kompenen Dan Indikator Standar Penerapan Pelayanan Keperawatan
Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Keteknisian Medik Direktorat
Jendral Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2011 yang
diketua oleh Suhartini., M. Kes mengatakan bahwa yang menjadi komponen
dan indikator standar penerapan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut (Nusdin, 2020) :
1) Standar I : Perencanaan Pelayanan Keperawatan, meliputi :
a) Ketenagaan
b) Sarana, Prasarana dan Peralatan di Rumah Sakit
2) Standar II : Pengorganisasian Pelayanan Keperawatan
3) Standar III : Pengendalian Mutu Pelayanan Keperawatan

D. Tinjauan Teori Keperawatan


1. Definisi Keperawatan
Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan
professional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan
berbasis ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk bio-psiko-sosio-
spiritual komprehensif yang di tunjukan bagi individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit, yang mencakup
keseluruhan proses kehidupan manusia (Herri, 2017) dalam (Fadhillah,
2018).
Perawat adalah sesorang yang telah lulus pendidikan baik di dalam
maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
(Permenkes, 2013). Sedangkan, menurut Undang-Undang Kesehatan No.
23 Tahun 1992 Perawat adalah seorang yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan.
2. Karakteristik Perawat
Karakteristik adalah kemampuan untuk memadukan nlai-nilai yang
menjadi filosofi atau pandangan dunia yang utuh, memperhatikan
komitmen yang teguh dan responden yang konsisten terhadap nilai-nilai
tersebut dengan menarasikan pengalaman tertentu menjadi satu sistem
nilai (Notoatmodjo, 2000 dan Ismael, 2009) dalam (Trisa Gusti, 2018).
a) Usia
Usia perawat secara garis besar menjadi indikator dalam
kedewasaan dalam sikap pengambilan keputusan yang mengacu pada
setiap pengalamannya. Karakteristik seorang perawat berdasarkan
umur sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktek
keperawatan, dimana semakin tua umur perawat maka dalam
menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggung jawab dan
berpengalaman (Trisa Gusti, 2018). Hal ini akan berdampak pada
kinerja perawat dalam praktek keperawatan pada pasien semakin baik
pula. Usia merupakan indikator umum tentang kapan suatu perubahan
akan terjadi. Usia menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang
sehingga terdapat keragaman tindakan berdasarkan usia yang dimiliki
(Sujarwono, 2013) dalam (Trisa Gusti, 2018).
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin umumnya digunakan untuk membedakan seks
seseorang, yaitu laki-laki atau perempuan. Penelitian psikologis telah
menentukan bahwa laki-laki lebih agresif dan lebih besar
kemungkinan dalam memiliki pengharapan untuk sukses, sehingga
laki-laki lebih baik kinerjanya dibandingkan dengan perempuan.
Penjelesan yan logis adalah bahwa secara historis perempuan
bertanggung jawab terhadap rumah tangga dan keluarga (Robbins
dan Judge, 2001 dalam Elvarida, 2010) dalam (Trisa Gusti, 2018).
Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan bagi perempuan
mendapatkan kedudukan ataupun profesi yang sebagaimana
mestinya, salah satunya ialah perawat.
c) Tingkat Pendidikan
Perawat sebagai bagian penting dari Rumah Sakit dituntut
memberikan perilaku yang baik dalam rangka membantu pasien
dalam mencapai kesembuhan. Tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang
dari luar. Seorang perawat yang menjalankan profesinya sebagai
perawat, saat ini menjalankan profesinya harus memiliki pengetahuan
dan pendidikan dalam bidang tertentu, untuk itu dibutuhkan
pendidikan yang sesuai agar dapat berjalan dengan baik dan
professional. Pendidikan menunjukan tingkat intelegensi yang
berhubungan dengan daya piker. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin luas pengetahuannya (Trisa Gusti, 2018).
d) Lama Kerja
Lama kerja adalah lama seseorang perawat yang bekerja di
Rumah Sakit dari mulai awal bekerja sampai saat selesai perawat
berhenti bekerja. Semakin lama masa kerja seseorang dalam bekerja
maka semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya.
Hal ini dapat membantu dalam meningkatkan kinerja seorang perawat.
Hasil analisis peneliti bahwa rata-rata masa kerja perawat masih
belum lama akan menyebabkan masih kurang pengalaman dan
pengetahuan yang dimilikinya. Kondisi ini menunjukan bahwa
perawat mempunyai harapan yang relatif sudah terpenuhi karena
belum mempunyai tuntutan kebutuhan yang tinggi dibanding dengan
masa kerja yang lama (Rusmianingsih, 2012) dalam (Trisa Gusti,
2018).
3. Tugas Perawat
a) Care Giver, perawat harus memperhatikan individu dalam konteks
sesuai kehidupan klien, perawat harus memperhatikan klien
berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien. Perawat menggunakan
Nursing Process untuk mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mulai
dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah-masalah psikologis.
Peran utamanya adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosa
masalah yang terjadi mulai dari masalah yang bersifat sederhana
sampai kompleks.
b) Client Advocate, disini perawat bertanggung jawab untuk membantu
klien dan keluarga dalam menginterprestasikan informasi dari
berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan informasi lain
yang diperlukan untuk mengambil persetujuan (inform concent) atas
tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya. Selain itu perawat
harus memperhatikan dan melindungi hak-hak klien. Hal ini di
lakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan
berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah
anggota tim kesehatan yang paling lama kontak dengan klien, oleh
karena itu perawat harus membela hak-hak klien.
c) Counselor, tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan
pola interaksi klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya
perubahan pola interaksi ini merupakan “Dasar” dalam merencanakan
metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya. Konseling
diberikan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman yang lalu. Pemecahan masalah difokuskan pada ;
masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup sehat (perubahan
pola interaksi).
d) Educator, peran ini dapat dilakukan kepada klien, keluarga, tim
kesehatan lain, baik secara spontan (saat interaksi) maupun formal
(disiapkan). Tugas perawat adalah membantu klien mempertinggi
pengetahuan dalam upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit
sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik. Dasar pelaksanaan peran
adalah intervensi dalam Nursing Care Plan.
e) Coordinator, peran perawat adalah mengarahkan, merencakan,
mengorganisasikan pelayanan dari semua anggota tim kesehatan.
Karena klien menerima pelayanan dari banyak professional, misal :
pemenuhan nutrisi. Aspek yang harus diperhatikan adalah jenisnya,
jumlahnya, komposisi, pengelolaan, cara memberikan, monitoring,
motivasi, edukasi dan sebagainya.
f) Collaborator, dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, tim
kesehatan lain berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang
diperlukan termasuk tukar pendapat terhadap pelayanan yang
diperlukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian keterampilan
dari berbagai professional pemberi pelayanan kesehatan.
g) Consultan, elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang
diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawatan adalah
sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien.
h) Change Agent, elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara
pemberian keperawatan kepada klien.

4. Peran Perawat
Peran perawat untuk di Indonesia disepakati sebagai :
a) Pelaksana. Keperawatan bertanggung jawab dalam memberikan
pelayanan keperawatan dari yang sederhana sampai yang kompleks
kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Ini adalah
merupakan peran utama dari perawat, dimana perawat dapat
memberikan asuhan keparawatan yang professional, menerapkan
ilmu/teori, prinsip, konsep dan menguji kebenarannya dalam situasi
yang nyata, apakah kriteria profesi dapat ditampilkan dan sesuai
dengan harapan penerima jasa.
b) Pengelola. Sebagai pengelola (Administrator) bukan berarti perawat
harus berperan dalam kegiatan administrative secara umum. Perawat
sebagai tenaga kesehatan yang spesifik dalam sistem pelayanan
kesehatan tetap bersatu dengan profesi lain dalam pelayanan
kesehatan. Setiap tenaga kesehatan adalah anggota potensial dalam
kelompoknya dan dapat mengatur, merencanakan, melaksanakan dan
menilai tindakan yang diberikan, mengingat perawat merupakan
anggota professional yang paling lama bertemu dengan klien, maka
perawat harus merencakana, melaksanakan, dan mengatur berbagai
alternative terapi yang harus diterima oleh klien. Tugas ini menuntut
adanya kemampuan manajerial yang handal dari perawat.
c) Pendidik. Perawat bertanggungjawab dalam hal pendidikan dan
pengajaran ilmu keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan
maupun tenaga kesehatan lainnya. Salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek pendidikan, karena
perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari pelayanan
keperawatan. Perawat harus bisa berperan sebagai pendidik bagi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
d) Peneliti. Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu
(inovator) dalam ilmu keperawatan karena ia memiliki kreatifitas,
inisiatif, cepat tanggap terhadap rangsangan dari lingkungannya.
Kegiatan ini dapat diperoleh melalui penelitian. Penelitian pada
hakikatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan,
menilai dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan
yang telah diberikan. Dengan hasil penelitian, perawat dapat
menggerakan orang lain untuk berbuat sesuatu yang baru berdasarkan
kebutuhan, perkembangan dan aspirasi individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu
mengikuti perkembangan, memanfaatkan media massa atau media
informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu perawat perlu
melakukan penelitian dalam rangka mengembangkan ilmu
keperawatan dan meningkatkan praktik profesi keperawatan
(Trikaloka H. Putri dan Achmad Fanan, 2010) Dalam (Herri, 2017).

5. Fungsi Perawat
Ada tiga fungsi perawat dalam melaksanakan perannya, yaitu :
a) Fungsi Independent. Dimana perawat melakukan perannya secara
mandiri, tidak tergantung pada orang lain. Perawat harus dapat
memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia (bio-psiko-sosial/kultural dan
spiritual), mulai dari tingkat individu utuh, mencakup seluruh siklus
kehidupan, sampai pada tingkat masyarakat, yang juga
mencerminkan pada tidak terpenuhinya kebutuhan pada tingkat
sistem organ fungsional sampai molekular. Kegiatan ini dilakukan
dengan diprakarsai oleh perawat dan perawat bertanggung jawab
serta bertanggung gugat atas rencana dan keputusan tindakannya.
b) Fungsi Dependent. Kegiatan ini dilaksanakn atas pesan atau intruksi
orang lain.
c) Fungsi Interdependent. Fungsi ini berupa “kerja tim”, sifatnya saling
ketergantungan baik dalam keperawatan maupun kesehatan

Anda mungkin juga menyukai