Anda di halaman 1dari 462

METODOLOGI PENELITIAN

ILMU KEPERAWATAN
Pendekatan Praktis

Edisi 4

Nursalam
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
Edisi 4
Nursalam
General Manager: Suwartono
Senior Editor: Aklia Suslia
Editor: Peni Puji Lestari
Tata Letak: Hilda Yunita
Desain Sampul: Deka Hasbiy

Hak Cipta © 2015, 2013, 2008, 2003, Penerbit Salemba Medika


Jln. Raya Lenteng Agung No. 101
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12610
Telp. : (021) 781 8616
Faks. : (021) 781 8486
Website : http://www.penerbitsalemba.com E-
mail : info@penerbitsalemba.com

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik
maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA


1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pengetahuan medis senantiasa berubah. Oleh karena itu, standar tindakan pencegahan serta perubahan dalam perawatan dan terapi wajib
diikuti seiring dengan penelitian dan pengalaman klinis baru yang memperluas pengetahuan. Pembaca disarankan untuk memeriksa informasi
terbaru yang disediakan oleh produsen masing-masing obat (yang akan diberikan) untuk memverifikasi dosis, metode, dan interval pemberian yang
direkomendasikan serta kontraindikasinya. Merupakan tanggung jawab dari praktisi dengan memperhatikan pengalaman dan pengetahuan pasien
untuk menentukan dosis dan perawatan terbaik bagi masing-masing pasien. Penerbit maupun penulis tidak bertanggung jawab atas kecelakaan
dan/atau kerugian yang dialami seseorang atau sesuatu yang diakibatkan oleh penerbitan buku ini.

Nursalam
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 3/Nursalam
—Jakarta: Salemba Medika, 2015 1
jil., 454 hlm., 19 × 26 cm
ISBN 978-602-7670-27-3

1. Keperawatan 2. Riset Keperawatan


I. Judul II. Nursalam
Kata Pengantar iii

TENTANG PENULIS

Dr. Nursalam, M.Nurs., (Hons.) adalah staf pengajar di Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga. Penulis menempuh pendidikan D-3
Ilmu Keperawatan di Akademi Keperawatan Sutomo Surabaya lulus tahun
1988. Pada tahun1991, penulis mendapatkan Graduate Certificate
Medical Surgical Nursing di Lambton College Sarnia, Ontario, Kanada.
Kemudian penulis menyelesaikan S-2 Keperawatan (Coursework tahun
1996) di University of Wollongong, New South Wales, Australia, dan
mendapatkan gelar Honours Master of Nursing
di universitas yang sama pada tahun 1998. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan
pendidikan S-3 Ilmu Kedokteran di Program Pascasarjana Universitas Airlangga. Selain sebagai
pengajar, penulis juga aktif di berbagai seminar keperawatan. Penulis telah menulis beberapa
buku keperawatan dan menulis artikel di berbagai jurnal, baik jurnal nasional maupun
internasional.
METODOLOGI PENELITIAN
ILMU KEPERAWATAN
Pendekatan Praktis

Edisi 3

Nursalam
KATA PENGANTAR

Peran sebagai peneliti yang dilakukan kalangan perawat masih sering terlupakan dan
terabaikan, meski telah menjadi hal yang takterpisahkan dalam melakukan kegiatan sehari-
hari. Hal ini terjadi karena perawat masih belum mempunyai kemampuan yang memadai
dalam penelitian, khususnya pemahaman tentang lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan
dan penerapan metodologi penelitian keperawatan yang sesuai.
Buku Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis Edisi 4 ini
merupakan upaya penulis untuk mendorong para teman-teman sejawat untuk bersama- sama
belajar tentang metodologi penelitian ilmu keperawatan dan menyosialisasikan kepada profesi
kesehatan lain maupun pemerhati tentang keperawatan khususnya tentang kaidah ilmu: ontologi
dan epistemologi ilmu keperawatan. Sekiranya akan terdapat suatu pengakuan profesional
bahwa “Nursing is as a science in which separated with medical science”.
Saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung saya
untuk dapat menyelesaikan penulisan buku ini. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada
Seluruh Pengelola dan Staf PSIK FK UNAIR, Rekan-rekan Perawat (PPNI) di Jawa Timur,
Institusi Pendidikan Akademi Keperawatan & Kebidanan. Taklupa saya sampaikan terima
terima kasih kepada keluarga saya tercinta: istri dan anak-anak yang telah memberikan inspirasi
kepada saya untuk menulis buku ini.
Saya menyadari buku ini masih jauh dari sempurna. Sebagai manusia yang memiliki
keterbatasan, saya sebagai penulis mohon masukan dan saran yang bersifat membangun. Saya
juga mohon maaf mungkin ada beberapa pernyataan yang saya tulis dari para pakar yang tidak
sesuai, untuk itu saya mohon maaf dan rasa terima kasih serta hormat kepada semua pihak.

Surabaya, Mei 2013

Nursalam
vi Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
DAFTAR ISI

TENTANG PENULIS III


KATA PENGANTAR V
DAFTAR ISI VII

BAGIAN 1 TREN PENELITIAN KEPERAWATAN 1


BAB 1 Kajian Ilmiah: Berpikir Logis dan Metode Ilmiah 3
PENDAHULUAN 3
BERPIKIR LOGIS 3
KAJIAN TENTANG ILMU DAN METODE ILMIAH 4
Ilmu 4
Penggolongan Ilmu 5
Syarat Ilmu 6
DAFTAR PUSTAKA 11

BAB 2 Kajian Ilmu Keperawatan 13


PENGANTAR FILSAFAT ILMU KEPERAWATAN 13
ILMU KEPERAWATAN: TEORI ADAPTASI 15
KOMPONEN ILMU KEPERAWATAN: TEORI ADAPTASI 16
Manusia 16
Keperawatan 20
Konsep Sehat—Sakit 21
Konsep Lingkungan 21
Aplikasi pada Asuhan Keperawatan: Proses Keperawatan 21
DAFTAR PUSTAKA 25

BAGIAN 2 MASALAH PENELITIAN DAN KERANGKA KONSEP 27


BAB 3 Masalah, Rumusan Masalah, dan Tujuan Penelitian 29
MASALAH 29
Menyeleksi Masalah Riset Keperawatan 30
Lingkup Masalah Penelitian Keperawatan menurut Nursalam (2002) 31
Kajian Masalah/Sumber Masalah Penelitian Keperawatan 31
RUMUSAN MASALAH ATAU PERTANYAAN PENELITIAN 32
Faktor-faktor yang Mendasari Perumusan Masalah 33
vi Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
ii

MENYUSUN RUMUSAN DAN TUJUAN PENELITIAN 36


LAMPIRAN 39
Rumusan Masalah: Masalah dan Pertanyaan Penelitian Keperawatan 39
Contoh: Penelusuran Masalah/Topik Penelitian 42
Spider Web 43
Keaslian Penulisan 44
DAFTAR PUSTAKA 47

BAB 4 Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian 49


MENYUSUN KERANGKA KONSEP 49
Penyusunan Kerangka Konseptual dalam Penelitian 49
MENYUSUN HIPOTESIS PENELITIAN 50
Langkah Penyusunan 50
Syarat Hipotesis 52
Tujuan Hipotesis 52
Sumber Hipotesis 52
Tipe Hipotesis 53
KONSEP SELF-CARE 54
KONSEP SELF-CARE AGENCY 54
Pengukuran Self-Care Agency 57
Contoh Kerangka Konsep Berbasis Self-Care (Orem) Self-Care Agency
(Kemandirian Orem) Penerapan pada Ibu Nifas dengan Menggunakan
Pendekatan Teori Self Care Model 58
DAFTAR PUSTAKA 59
KONSEP MODEL INTERAKSI MANUSIA (IMOGENE M. KING) 60
Kerangka Konsep Imogene M. King (Fadilah, 2009) 61
Konsep Interaksi Manusia Imogene M. King 62
Sistem Interpersonal 63
DAFTAR PUSTAKA 65
FAMILY-CENTERED NURSING (FIEDMAN, 2003) 65
DAFTAR PUSTAKA 71
TEORI CULTURE CARE DARI LEININGER (TRANSCULTURAL CARE = SUNRISE) 71
DAFTAR PUSTAKA 75
HEALTH PROMOTION MODEL (HPM) 75
DAFTAR PUSTAKA 80
PRECEDE PROCEED MODEL 80
Perilaku Kesehatan Berdasarkan Teori Lawrence Green 80
Kualitas Hidup (Quality of Life) 82
DAFTAR PUSTAKA 86
TEORI PERILAKU TERENCANA (THEORY OF PLANNED BEHAVIOR) 87
Sejarah Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) 87
DAFTAR PUSTAKA 96
SELF REGULATION MODEL 97
DAFTAR PUSTAKA 98
TEORI MODEL PENCEGAHAN PRIMER (CAPLAN, 2001) 98
PENGEMBANGAN MUTU PELAYANAN/PRODUKTIVITAS (KOPELMEN) 100
DAFTAR PUSTAKA 103
MODEL MAKP (METODE ASUHAN KEPERAWATAN PROFESIONAL)
DAN ATAU MPKP 103
Kepuasan Perawat 103
Model Kesenjangan (The Expectancy–Disconfirmation Model)
(Woodruff & Gardial, 2002) 104
Theory of Servqual 104
DAFTAR PUSTAKA 115
KONSEP KINERJA & TEAM WORK 116
Definisi Kinerja 116
Team Work 118
Semangat Kerja 122
DAFTAR PUSTAKA 125
TEORI MOTIVASI McCLELLAND 125
BURNOUT SYNDROME TEORI MASLACH 127
Konsep Dasar Burnout Syndrome 127
DAFTAR PUSTAKA 131
CONTOH KERANGKA KONSEPTUAL BERBASIS INTEGRASI MODEL
(LAWRENCE GREEN) 132
DAFTAR PUSTAKA 133
STRES, APPRAISAL, AND COPING STRATEGY IN TRANSACTIONAL THEORY
(LAZARUS & FOLKMAN, 1984) 134
DAFTAR PUSTAKA 135
MATERNAL ROLE ATTAINMENT dan BECOMING MOTHER (MERCER) 136
Pencapaian Peran Ibu: Mercer’s Original Model 136
Becoming a Mother : Model Revisi 137
DAFTAR PUSTAKA 138
MODEL STRUCTURE OF CARING (SWANSON, 1993) 138
DAFTAR PUSTAKA 139

BAB 5 Lingkup Masalah Penelitian Ilmu Keperawatan 141


ILMU KEPERAWATAN DASAR DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN 141
ILMU KEPERAWATAN ANAK 143
ILMU KEPERAWATAN MATERNITAS 146
ILMU KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DAN GAWAT DARURAT 147
Ilmu Keperawatan Medikal Bedah 147
Ilmu Keperawatan Gawat Darurat 150
ILMU KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA 151
ILMU KEPERAWATAN KOMUNITAS, KELUARGA, DAN GERONTIK 152
Komunitas 152
Keluarga 153
Gerontik 153
DAFTAR PUSTAKA 153
BAGIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 155
BAB 6 Rancangan Penelitian 157
PENDAHULUAN 157
PEMILIHAN RANCANGAN PENELITIAN 158
JENIS RANCANGAN PENELITIAN 160
Rancangan Penelitian Non–Eksperimen 160
Rancangan Penelitian Eksperimental 165
DAFTAR PUSTAKA 168

BAB 7 Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar Sampel 169


POPULASI 169
Pembagian Populasi 169
Kriteria Populasi 170
SAMPEL DAN SAMPLING 171
Sampel 171
Sampling 173
DAFTAR PUSTAKA 175

BAB 8 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 177


VARIABEL 177
Definisi 177
Jenis Variabel 177
DEFINISI OPERASIONAL 180
Konsep Pengertian dan Definisi 180
DAFTAR PUSTAKA 182

BAB 9 Penyusunan Instrumen dan Pengumpulan Data 183


PENYUSUNAN INSTRUMEN 183
Prinsip: Validitas dan Reliabilitas 183
Jenis-jenis Instrumen 185
PENGUMPULAN DATA 191
Tugas Peneliti dalam Pengumpulan Data 191
Karakteristik Metode Pengumpulan Data 192
Masalah-masalah pada Pengumpulan Data 193
Prinsip Etis dalam Penelitian (Pengumpulan Data) 194
DAFTAR PUSTAKA 195

BAB 10 Analisis Data Penelitian Kuantitatif 197


PENDAHULUAN 197
Ciri-ciri Pokok Statistik 197
Jenis Landasan Kerja Pokok yang Digunakan oleh Statistik 198
PERAN STATISTIK DALAM TAHAPAN Penelitian 198
ANALISIS DATA 199
Klasifikasi Skala Pengukuran 199
Langkah-langkah Analisis Data 200
INTERPRETASI HASIL ANALISIS DATA 202
DAFTAR PUSTAKA 205

BAB 11 Penulisan Hasil Penelitian 207


PENDAHULUAN 207
PENULISAN ISI HASIL PENELITIAN 207
Bagian Pendahuluan 208
Bagian Metodologi 208
Instrumen dan Metode Pengumpulan Data 209
Penulisan Analisis Data 209
Bagian Penulisan Hasil Penelitian 210
DAFTAR PUSTAKA 211

BAGIAN 4 CONTOH PENYUSUNAN INSTRUMEN PENELITIAN 213

BAGIAN 5 PEDOMAN PENULISAN USULAN PENELITIAN DAN SKRIPSI 387

PENDAHULUAN 388
PEDOMAN PENULISAN 388
PEDOMAN PENULISAN USULAN PENELITIAN (PROPOSAL) 390
PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI DAN TESIS 397
PENULISAN DAPUS 412

Lampiran L-1
Indeks I-1
xi Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
i
Bagian 1
TREN PENELITIAN
KEPERAWATAN

• Bab 1 Kajian Ilmiah: Berpikir Logis dan Metode


Ilmiah
• Bab 2 Kajian Ilmu Keperawatan
2 Bagian 1: Tren Penelitian Keperawatan
Bab 1
Kajian Ilmiah:
Berpikir Logis dan
Metode Ilmiah

PENDAHULUAN
Kajian ilmiah tentang ilmu keperawatan merupakan suatu keharusan bagi para perawat Indonesia
saat ini. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa belum terdapat kejelasan tentang ilmu
yang secara empiris dapat diterima secara ilmiah oleh masyarakat nonkeperawatan.
Realitasnya, suatu ilmu dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: proses, produk, dan paradigma
etis. Proses merupakan suatu kegiatan untuk memahami alam semesta dan isinya didasarkan pada
tuntutan metode keilmuan (rasionalitas dan objektif). Produk adalah segala proses keilmuan
yang harus menjadi milik umum dan selalu terbuka untuk dikaji oleh orang lain. Paradigma
etis artinya ilmu harus mengandung nilai-nilai moral dan etika yang tidak bertentangan dengan
nilai-nilai moral yang ada di masyarakat.
Pada bab ini, penulis hanya akan memfokuskan bahasan pada kajian ilmiah ilmu
keperawatan dengan penekanan dalam pembahasan berpikir logis dan ilmiah. Berpikir logis
adalah berpikir lurus dan teratur terhadap sesuatu hal yang diyakini dari suatu objek atau
fenomena. Objek atau fenomena tersebut berupa suatu pokok permasalahan yang dikaji untuk
membedakan antara benar dan salah. Berpikir ilmiah adalah cara berpikir dengan didasarkan
pada pendekatan ilmiah, yaitu melalui metode ilmiah yang merupakan alat/sarana penjelasan
dalam mempelajari prosedur tertentu untuk mendapatkan ilmu. Metode ilmiah mempelajari cara
identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, hipotesis, metode, hasil, dan kesimpulan yang
berdasarkan atas kaidah ilmiah.

BERPIKIR LOGIS
Berpikir logis merupakan proses berpikir yang didasari oleh konsistensi terhadap
keyakinan-keyakinan yang didukung oleh argumen yang valid. Pengertian lain dari berpikir
logis adalah berpikir lurus, tepat, dan teratur sebagai objek formal logika. Suatu pemikiran
disebut lurus, tepat, dan teratur apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum, aturan, dan kaidah
yang sudah ditetapkan dalam logika. Mematuhi hukum, aturan,
dan kaidah logika berguna untuk menghindari pelbagai kesalahan dan penyimpangan (bias)
dalam mencari kebenaran ilmiah. Pada hakikatnya, pikiran manusia terdiri atas tiga unsur,
yaitu:
a. Pengertian (informasi tentang fakta).
b. Keputusan (pernyataan benar-tidak benar).
c. Kesimpulan (pembuktian-silogisme).
Dalam logika ilmiah, tiga unsur pikiran manusia tersebut harus dinyatakan dalam kata
(kalimat tulisan).
Tiga pokok kegiatan akal budi manusia, yaitu:
a. Menangkap sesuatu sebagaimana adanya, yang berarti menangkap sesuatu tanpa mengakui
atau memungkiri (pengertian atau pangkal pikir, disebut juga premis).
b. Memberikan keputusan, yang berarti menghubungkan pengertian yang satu dengan
pengertian yang lain atau memungkiri hubungan tersebut.
c. Merundingkan, yang berarti menghubungkan keputusan satu dengan keputusan yang lain
sehingga sampai pada satu kesimpulan (pernyataan baru yang diturunkan berdasarkan
premis).

KAJIAN TENTANG ILMU DAN METODE ILMIAH


ILMU
Ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Makna ilmu
menunjukkan sekurang-kurangnya tiga hal (Gambar 1.1):
a. Kumpulan pengetahuan (produk).
b. Aktivitas ilmiah dan proses berpikir ilmiah (proses).
c. Metode ilmiah (metode).

Proses

ILMU

Produk Metode

Gambar 1.1 Makna ilmu

a. Ilmu sebagai Produk


Ilmu sebagai produk, merupakan kumpulan informasi yang telah teruji kebenarannya dan
dikembangkan berdasarkan metode ilmiah dan pemikiran logis (Kemeny, 1961).
Struktur ilmu adalah sebagai berikut.
1. Paradigma
2. Teori
3. Konsep dan asumsi
4. Variabel dan parameter

b. Ilmu Sebagai Proses


Ilmu sebagai proses, merupakan cara mempelajari suatu realitas (kejadian) dan upaya
memberi penjelasan tentang suatu mekanisme (jawaban terhadap pertanyaan mengapa dan
bagaimana) (Adib, 2011).
Karakteristik ilmu:
1. Logico-emperical-verifikatif
2. Generalized understanding
3. Theoritical construction
4. Menjawab pertanyaan mengapa (why) dan bagaimana (how)

c. Ilmu sebagai Metode


Ilmu sebagai metode, merupakan metode untuk memperoleh pengetahuan yang objektif dan
dapat diuji kebenarannya (Adib, 2011). Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib
dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan, sering kali disebut metode ilmiah. Metode
ilmiah berkaitan erat dengan logika, metode penelitian, metode pengambilan sampel,
pengukuran, analisis, penulisan hasil, dan kesimpulan. Pendekatan adalah pemilihan area
kajian.

PENGGOLONGAN ILMU
Pendapat mengenai pengelompokan ilmu sangat banyak, bergantung pada kriteria
penggolongannya. Secara umum, ilmu hampir selalu dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
(a) ilmu nomotetik dan (b) ilmu idiografik (Putra, 2010).
a. Ilmu Nomotetik (Deduktif)
Ilmu Nomotetik merupakan suatu ilmu yang didasarkan pada kajian-kajian makro (kasus-
kasus) yang luas dan banyak terjadi, kemudian dijabarkan pada hal-hal yang khusus.
Pendekatan penelitian dapat digolongkan pada metode kuantitatif. Misalnya, semua klien
yang masuk rumah sakit akan mengalami stres hospitalisasi. Klien anak, klien remaja, dan
klien dewasa yang masuk rumah sakit akan mengalami stres.
b. Ilmu Idiografik (Induktif)
Ilmu Idiografik merupakan suatu kajian ilmu yang didasarkan pada hal-hal yang
mikro, unik, khusus, dan bersifat individual, kemudian ditarik suatu kesimpulan secara
umum. Pendekatan penelitian digolongkan pada metode kualitatif. Contoh, penyanyi A
berambut keriting, penyanyi B rambutnya keriting, penyanyi C dan penyanyi lainnya
juga berambut keriting, semuanya pandai bernyanyi. Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa orang yang memiliki rambut keriting pandai bernyanyi.
SYARAT ILMU
Terdapat beberapa persyaratan bahwa suatu pengetahuan dianggap sebagai ilmu:

a. Memenuhi Syarat sebagai Ilmu Pengetahuan Ilmiah


1. Logis: Dapat dinalar dan masuk akal
Misalnya, pada ilmu keperawatan. Klien yang masuk rumah sakit mengalami stres, di
samping keadaan sakitnya, klien harus beradaptasi terhadap lingkungan baru
(orang/perawat, peraturan-peraturan, dan lain-lain).
2. Empiris: Data dapat diamati dan diukur
Misalnya, data tentang respons klien yang mengalami stres, dapat diamati dan diukur dari
ketidakmampuan klien untuk beradaptasi terhadap stresnya. Secara psikologis (kognator),
klien stres mengalami gangguan afek dan emosi (cemas, marah-marah, depresi, dan
menolak peraturan baru). Hal ini karena klien tidak mampu beradaptasi terhadap
lingkungan baru. Secara fisik (regulator), kondisi klien dapat diukur dengan terjadinya
peningkatan tanda-tanda vital klien dan peningkatan hormon-hormon stres (kortisol dan
katekolamin).
3. Diperoleh melalui metode ilmiah
Pendekatan yang digunakan berdasarkan langkah-langkah dalam metode ilmiah
(penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam pembahasan tentang metode sains).

Memenuhi Komponen Ilmu (Science Building Blocks):

TEORI ADAPTASI
Konsep: Manusia
Konsep: Stres Proposisi

Proposisi Konsep: Sakit

Konsep: Koping (regulator & kognator)


Konsep: Lingkungan (rumah Sakit) Konsep: Keperawatan

FAKTA EMPIRIS:
HIPOTESIS

Belum diterapkannya model asuhan keperawatan di rumah sakit


Perawat belum menunjukkan kinerja yang optimal
Klien sering mengalami stres
hospitalisasi
HUKUM, PRINSIP:

HUMANISTIK HOLISTIK CARE

Gambar 1.2 Science building blocks pada ilmu keperawatan (teori adaptasi)
Keterangan:
• Teori adaptasi terdiri atas komponen-komponen ilmu, yaitu terbentuk dari beberapa konsep:
1). Konsep stres akibat masuk rumah sakit (stres hospitalisasi) 2).
Konsep koping (regulator dan kognator)
3). Konsep manusia
4). Konsep keperawatan
5). Konsep sakit
6). Konsep lingkungan
• Adanya sekelompok pengetahuan yang dirangkai dengan penambahan pernyataan lain sehingga terbentuk
suatu informasi tentang hubungan antarpengetahuan. Minimal pada penelitian ini akan menghasilkan
suatu proposisi-proposisi.

b. Memenuhi Metode Ilmiah: Mekanisme Stimulus-Respons


Stimulus

Logika Respons

Gambar 1.3 Mekanisme stimulus-respons pada kajian ilmu

1. Stimulus
(a) Masalah:
Fakta/empiris yang dapat diamati dan diukur berdasarkan hasil suatu pengamatan yang
cermat dan teliti.
(b) Perumusan masalah penelitian:
Masalah yang sudah ditemukan kemudian dirumuskan dalam suatu masalah penelitian,
perumusan masalah. Di dalam penelitian dituliskan sebagai pertanyaan penelitian.

2. Logika
(a) Kajian teoretis/konseptual
Misalnya dalam ilmu keperawatan, sakit pada manusia disebabkan oleh
ketidakmampuan manusia untuk beradaptasi yang melibatkan unsur fisik, psikis, dan
sosial yang merupakan perwujudan terimplikasi adanya integrasi satu dengan yang lain.
Objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu:
(1) Manusia (individu yang mendapatkan asuhan keperawatan),
(2) Konsep lingkungan,
(3) Konsep sehat, dan
(4) Keperawatan.
(1). Stimulus/Intervensi Keperawatan
Stimulus yang diberikan perawat berupa intervensi/asuhan keperawatan dalam
meningkatkan respons adaptasi berhubungan dengan empat mode respons adaptasi.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi:
1) Membantu memenuhi kebutuhan klien dengan gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis dan ketergantungan.
2) Memperlakukan klien secara manusiawi.
3) Melaksanakan komunikasi terapeutik.
4) Mengembangkan hubungan terapeutik.

(2). Konsep Lingkungan


Lingkungan merupakan semua kondisi internal dan eksternal yang memengaruhi dan
berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang atau kelompok. Lingkungan
internal adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman,
kemampuan emosional, dan kepribadian) serta proses pemicu stres biologis (sel maupun
molekul) yang berasal dari dalam tubuh individu. Lingkungan eksternal dapat berupa
keadaan/faktor fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang diterima individu dan
dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
(3). Konsep Sehat
Sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya menjadikan dirinya
terintegrasi secara keseluruhan, fisik, mental, dan sosial. Integritas adaptasi individu
dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan dalam
mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi. Sakit adalah suatu keadaan
ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam
dan luar individu.
Kondisi sehat dan sakit dipersepsikan secara berbeda-beda oleh individu.
Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) bergantung dari latar belakang individu
tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat/sakit, misalnya tingkat
pendidikan, pekerjaan, usia, budaya, dan lain-lain.
(4). Keperawatan
Keperawatan adalah model pelayanan profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar
yang diberikan kepada individu baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan
fisik, psikis, sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk
pemenuhan kebutuan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada
individu, mencegah, memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang
dipersepsikan sakit oleh individu.
(b). Perumusan hipotesis
Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap suatu pertanyaan atau tujuan
penelitian. Syarat hipotesis yang baik adalah:
(1) Berupa pernyataan.
(2) Layak uji.
(3) Berdasarkan teori/konsep.
(4) Adanya hubungan antarvariabel (proposisi antara konsep adaptasi dan kinerja).
(c). Identifikasi dan operasionalisasi variabel
Berikut ini merupakan contoh dalam penjelasan variabel dan definisi operasional ilmu
keperawatan (adaptasi).

Variabel Dimensi Indikator/Definisi Operasional


Tingkat Adaptasi Regulator Suatu proses fisiologis:
(Proses) • Peningkatan hormon-hormon stres: kortisol dan katekolamin.
• Peningkatan tanda-tanda vital: denyut jantung dan laju pernapasan.
Kognator Tingkat koping psikologis klien yang konstruktif:
• Learning (imitasi, reinforcement, dan pemahaman diri).
• Judgement (penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan)
terhadap lingkungan baru.
• Emotion: Suatu tindakan klien dalam merespons keputusan
yang telah dibuat. Klien diharapkan dapat menggunakan koping
yang konstruktif:
1). Menerima kenyataan sakitnya.
2). Berhubungan dengan orang lain.
3). Kooperatif terhadap tindakan yang diberikan.
Tingkat Efektor • Fisiologis • Tingkat fisiologis:
Tingkat kebutuhan oksigen, nutrisi, cairan, serta istirahat dan tidur.
• Psikologis • Tingkat psikologis:
1). Pandangan terhadap fisik
i). Penurunan konsep seksual
ii). Agresi; kehilangan
2). Pandangan terhadap
personal i). Cemas
ii). Tidak berdaya
iii). Merasa bersalah
• Peran
iv). Harga diri rendah
• Tingkat peran
Transisi peran; peran berbeda; konflik peran; kegagalan peran
• Tingkat ketergantungan
• Ketergantungan
Kecemasan berpisah; merasa ditinggalkan/terisolasi.
Tingkat Output • Adaptif • Adaptif: Koping konstruktif (menerima, berhubungan dengan orang
• Maladaptif lain, melakukan aktivitas sehari-hari; dan terpenuhi kebutuhan fisik).
(koping • Koping tidak efektif: Marah-marah, menyendiri, merasa tidak berguna,
tidak sedih, dan peningkatan hormon-hormon stres (kortisol, katekolamin)
efektif)
Tingkat Stimulus: • Membantu Terpenuhinya kebutuhan fisiologis:
kinerja perawat memenuhi • Makan dan minum
(Berdasarkan gangguan • Oksigenasi
paradigma pemenuhan • Cairan
keperawatan: kebutuhan • Istirahat dan tidur
humanistik, holistik, fisiologis dan • Nutrisi
dan care) ketergantungan • Perawatan diri
• Memperlakukan Memperlakukan klien sebagai mitra/manusiawi:
klien secara • Sopan
manusiawi • Tidak diskriminasi
• Melibatkan klien dan keluarga secara aktif
• Sabar
• Tanggap dan cepat dalam bertindak
Variabel Dimensi Indikator/Definisi Operasional
• Melaksanakan Komunikasi terapeutik:
komunikasi • Memanggil nama klien
terapeutik • Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
• Komunikasi secara tepat dan benar (sesuai kontrak)
• Mendengarkan dan menampung
• Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaan
dan pandangannya
• Meluangkan waktu untuk bicara, setiap ada kesempatan
• Mengembangkan Hubungan terapeutik dengan klien:
hubungan • Menciptakan hubungan timbal balik
terapeutik • Memelihara hubungan yang harmonis
dengan klien • Mencegah konflik dengan klien
• Mencegah sikap pilih kasih
• Menilai dampak dari tindakan
• Berpenampilan rapi dan tenang
• Menepati janji
• Jujur dan terbuka

(d). Penyusunan penelitian


Noneksperimental (bersifat observasi) dan eksperimental: True-eksperimental; quasy
–eksperimental; pre-eksperimental. Contoh rancangan quasy-eksperimental: Peran teori
adaptasi terhadap perbaikan kinerja perawat.

Perlakuan Kontrol

Pengukuran variabel Pengukuran variabel


dependen: indikator Dibandingkan: dependen: indikator
kinerja (pra) apakah sama? kinerja (pra)

Penerapan
Variabel Independen
Teori Adaptasi

Pengukuran ulang variabel Pengukuran ulang variabel


Dibandingkan:
dependen: indikator dependen: indikator
apakah beda?
kinerja (pasca) kinerja (pasca)

Gambar 1.4 Diagram quasy-eksperimental.

3. Respons
Respons dalam kajian ilmiah dapat digolongkan sebagai berikut. (a).
Penyusunan instrumen penelitian (validitas dan reliabilitas).
(b). Melakukan sampling (randomisasi) dan estimasi ukuran sampel. (c).
Analisis data dan pengujian hipotesis (regresi).
(d). Mengambil kesimpulan dan memberikan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Alligood, MR, & Tomey, AM, 2006, Nursing theorists and their work, 7th ed. Missouri:
Mosby.
Babbie, E. 1999. The Basics of Social Research. Belmont: Wadsworth Pub. Co.
Nursalam. 2002. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Nursalam & Kurniawati, ND. 2007. Asuhan Keperawatan Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back,th CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Polit, D.E. dan B.P.rd Hungler. 1993. Essential of Nursing Research. Methods, Appraisal, and
Utilization. 3 ed. Philadelphia: J.B. Lippincott Co.
Putera, S.T. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
Sastroasmoro, S. dan S. Ismail. 1995. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Soeparto, O., S.T. Putra, dan Haryanto. 2000. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: GRAMIK
dan RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Bab 2
Kajian Ilmu
Keperawatan

PENGANTAR FILSAFAT ILMU KEPERAWATAN


Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab pertanyaan hakikat ilmu
(Adib, 2011). Hakikat ilmu dapat dibedakan menjadi tiga; yaitu ontologis, epistemologis, dan
aksiologis. Semua pengetahuan—ilmu (sains), seni, atau pengetahuan apa saja—pada dasarnya
mempunyai ketiga landasan tersebut. Ketiga hakikat tersebut saling berkaitan, yang berbeda
adalah materi perwujudannya serta sejauh mana landasan-landasan ketiga hakikat ini
dikembangkan dan dilaksanakan.
Batas lingkup ilmu menjadi karakteristik objek ontologis ilmu yang membedakan ilmu
(sains) dari pengetahuan-pengetahuan lain. Dapat dikatakan bahwa ilmu hanya membatasi
hal-hal yang berbeda dalam batas pengalaman karena fungsi ilmu dalam kehidupan manusia
adalah membantu manusia dalam mengatasi masalah sehari-hari (seperti memerangi
penyakit) dan menyusun indikator kebenaran karena telah teruji secara empiris. Ilmu juga
perlu bimbingan moral (agama) karena kebutaan moral dari ilmu dapat membawa manusia
ke jurang malapetaka.
Pada praktiknya, harus ada kejelasan batas disiplin ilmu, misalnya batas disiplin ilmu
antara perawat dan dokter. Tanpa kejelasan batas, maka pendekatan multidisiplin tidak akan
bersifat konstruktif tetapi berubah menjadi sengketa kapling (Alligood & Tomey, 2012). Ciri
khas yang paling menyolok dari ilmu kemanusiaan adalah objek penyelidikannya, yaitu
manusia yang dilihat bukan hanya sebagai benda jasmani saja tetapi manusia secara keseluruhan.
Sementara itu manusia sebagai subjek penyelidikan ilmu kemanusiaan dilihat dalam dua arti.
Pertama dalam arti bahwa secara hakiki manusia melampaui status objek benda-benda
sekitarnya, kedua dalam arti bahwa si penyelidik subjek berada pada taraf yang sama dengan
objeknya. Arti pertama agak berbau filsafat. Arti kedua secara khas berasal dari suatu uraian
empiris mengenai ilmu-ilmu kemanusiaan, jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya.
Bagaimana dengan halnya makhluk hidup termasuk manusia sendiri? Hal ini terutama
terjadi di tatanan klinik yang objeknya adalah manusia. Fenomena-fenomena klinik yang kita
amati adalah aspek fisik yang berupa gejala-gejala penyakit dengan tingkat
14 Bagian 1: Tren Penelitian Keperawatan

biomolekuler yang mendasarinya; aspek psikis; dan aspek sosial. Ketiga aspek tersebut
merupakan fokus kajian objek ilmu keperawatan, yang mempunyai empat komponen, yaitu
manusia sebagai makhluk yang unik; keperawatan; konsep sehat-sakit; dan lingkungan yang
memengaruhi keadaan manusia.
Banyak pengertian yang membahas tentang ilmu keperawatan, sebagaimana Nursalam
(2008) menjabarkan tentang ilmu keperawatan adalah “…. suatu ilmu yang mencakup ilmu-
ilmu dasar, perilaku, biomedik, sosial, dan ilmu keperawatan sendiri (dasar, anak, maternitas,
medikal bedah, jiwa, dan komunitas). Aplikasi ilmu keperawatan yang menggunakan pendekatan
dan metode penyelesaian masalah secara ilmiah ditujukan untuk mempertahankan, menopang,
memelihara, dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia”. Pengertian tersebut
membawa dampak terhadap isi kurikulum program pendidikan tinggi keperawatan. Institusi
pendidikan tinggi keperawatan sejauh ini belum mampu mengenalkan ilmu keperawatan
secara jelas kepada peserta didik. Sehingga peserta didik mendapatkan orientasi ilmu dasar
yang hampir sama dengan yang diajarkan pada program pendidikan kesehatan lain (kedokteran
umum, dokter gigi, dan kesehatan masyarakat). Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan peran
perawat dalam memberikan asuhan kesehatan kepada klien. Pertanyaan yang muncul adalah
apakah isi kurikulum ilmu-ilmu dasar yang diajarkan kepada mahasiswa keperawatan sama
dengan yang diajarkan kepada mahasiswa kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan
masyarakat? Hal ini perlu dipertanyakan mengingat: 1) belum jelasnya perbedaan ilmu
keperawatan dan kedokteran dan 2) dosen sering mengajarkan materi yang sama dengan
mahasiswa kedokteran kepada mahasiswa keperawatan. Dengan perkataan lain, tidak adanya
fokus/ penekanan kompetensi wajib yang dimiliki lulusan keperawatan (Nursalam, 2008b).
Tujuan ilmu keperawatan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu: (1) Sebagai dasar
dalam praktik keperawatan; 2) Komitmen dalam praktik keperawatan terhadap
pengembangan ilmu keperawatan; 3) Sebagai dasar penyelesaian masalah keperawatan yang
kompleks agar kebutuhan dasar klien terpenuhi; dan 4) Dapat diterimanya intervensi keperawatan
secara ilmiah dan rasional oleh profesi kesehatan lain dan masyarakat. Tujuan yang terakhir
disebutkan akan dapat diterima oleh masyarakat jika perawat mampu menjelaskan objek
ilmu keperawatan (Chitty, 1997).
Berdasarkan tujuan ilmu keperawatan tersebut, Chitty (1997) menerjemahkan ilmu
keperawatan sebagai suatu ilmu yang aplikasinya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah
sesuai dengan kaidah dan nilai-nilai keperawatan. Chitty (1997) menekankan nilai-nilai ilmu
keperawatan pada tiga unsur utama, yaitu: holistik, humanistik, dan care dengan menekankan
pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang sehat maupun sakit. Pemenuhan
kebutuhan manusia merupakan objek ilmu keperawatan yang meliputi membantu meningkatkan,
mencegah, dan mengembalikan fungsi kesehatan yang terganggu akibat sakit yang diderita.
Peran utama profesional perawat adalah memberikan asuhan keperawatan kepada
manusia (sebagai objek utama kajian filsafat ilmu keperawatan: ontologis) yang meliputi:
a. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan dan kebutuhan klien.
b. Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengidentifikasi masalah keperawatan,
mulai dari pemeriksaan fisik, psikis, sosial, dan spiritual.
c. Memberikan asuhan keperawatan kepada klien (klien, keluarga, dan masyarakat) mulai
dari yang sederhana sampai yang kompleks.
Pelayanan yang diberikan oleh perawat harus dapat mengatasi masalah-masalah fisik,
psikis, dan sosial-spiritual pada klien dengan fokus utama merubah perilaku klien (pengetahuan,
sikap, dan ketrampilannya) dalam mengatasi masalah kesehatan sehingga klien dapat mandiri.
Misalnya, jika klien anak dengan asma bronkial dirawat di rumah sakit dengan kondisi
sedang diberi infus dan tidak boleh bergerak ke mana-mana, maka anak tersebut akan mengalami
stres fisik akibat keluhan sakitnya dan psikis akibat dari tindakan pemasangan infus serta
larangan untuk bergerak. Stres psikis yang terjadi akan berdampak terhadap koping anak tersebut
sehingga menurunkan imunitasnya. Keadaan tersebut justru akan memperlambat kesembuhan
klien. Ilmu keperawatan yang ada harus dapat memfasilitasi bagaimana anak tersebut dapat
merasa “at home” (tidak seperti di rumah sakit), tidak merasa tertekan, dan merasa
diperhatikan oleh orang terdekat. Bukan justru menambah stres psikologis dengan suasana
lingkungan yang menakutkan dan petugas yang bersikap kurang ramah serta memaksakan setiap
melakukan tindakan keperawatan/medis (misalnya menyuntik). Keadaan yang demikian akan
berdampak dalam proses penyembuhan klien. Hasil penelitian yang dilaksanakan di Amerika
menyebutkan bahwa memperlakukan anak- anak yang dirawat di rumah sakit seperti di rumah
sendiri, memberi kebebasan bagi anak untuk bermain sebatas kemampuannya, dan merasa
diperhatikan menunjukkan angka yang signifikan dalam percepatan penyembuhan klien
dibandingkan dengan anak yang mengalami stres psikologis akibat suasana/lingkungan yang
tidak kondusif.

ILMU KEPERAWATAN: TEORI ADAPTASI


Dalam disiplin biologi yang merupakan induk utama dari filsafat ilmu kedokteran dan ilmu
keperawatan, terdapat 4 doktrin biologi organisme yang mencerminkan upaya para ahli biologi
dalam mengatasi realitas biologi, yaitu (1) doktrin pendekatan holistik; (2) doktrin teleologik; (3)
Doktrin kesejajaran historis dalam perkembangan organisme; dan (4) doktrin otonomi (Soeparto
Putra, Haryanto, 2000). Doktrin pertama tampak pada pendekatan holistik yang digunakan
oleh ahli biologi dalam mempersepsikan organisme. Artinya meskipun tubuh organisme
tersusun dari komponen-komponen yang mencerminkan tingkat agregasi bahan kimia
pembentuknya dengan ciri-ciri fisikokimia yang bervariasi, para ahli biologi memandang wujud
organisme sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. Doktrin kedua tampak pada sifat diskriptif
penjelasan biologi yang berorientasi tujuan. Penjelasan biologi yang menekankan pentingnya
hubungan antara struktur dengan fungsi dan penjelasan pelestarian fungsi reproduksi, adaptasi,
dan evolusi dalam organisme biologi dipengaruhi oleh doktrin ini. Doktrin ketiga menegaskan
bahwa ciri-ciri perkembangan organisme menimbulkan permasalahan metodologi khas dalam
perkembangan teori biologi. Doktrin keempat merupakan konsekuensi logis dari ketiga doktrin
sebelumnya. Doktrin ini menegaskan bahwa organisme harus diteliti tanpa prasangka,
peranggapan, dan bias yang tak disadari, sehingga informasi yang terhimpun memberikan
realitas apa adanya. Sistem biologi memperlihatkan ciri-ciri perwujudan dirinya sebagai
suatu
totalitas (holistik). Dalam totalitas perwujudannya terimplikasi adanya integrasi yang
mengendalikan interelasi antara ciri satu dengan lainnya (Soparmo, 1984).
Keempat doktrin tersebut mempunyai kesamaan dalam filsafat ilmu keperawatan, yaitu
terjadinya suatu sakit pada manusia karena adanya ketidakmampuan beradaptasi antara unsur
fisik, psikis, dan sosial karena unsur-unsur tersebut merupakan perwujudan terimplikasi integrasi
satu dengan yang lain. Misalnya jika manusia mengalami nyeri dada (pada kasus infark
miokard akut), maka akan berdampak terhadap stres psikis karena ketakutan terhadap
kematian, dan terjadi gangguan sosialisasi dengan individu lainnya. Selama individu mampu
menjaga integrasi antara unsur-unsur tersebut, maka gejala sakit tidak akan termanifestasikan
dan individu akan bertahan.

KOMPONEN ILMU KEPERAWATAN: TEORI ADAPTASI


Menurut Roy terdapat 5 objek utama dalam ilmu keperawatan, yaitu (1) Manusia (individu yang
mendapatkan asuhan keperawatan); (2) Keperawatan; (3) Konsep sehat; (4) Konsep lingkungan;
dan (5) Aplikasi: Tindakan keperawatan. (Nursalam & Kurniawati, 2007)

Input Proses Efektor Output Stimulus

Adaptasi Primer Model


(Mekanisme Koping) Adaptif
Stimulus
Integritas
Tingkat Adaptasi
Fisiologi Zona
Kognator (Intelektual Maladaptif
Integritas
dan sebagainya) Fokal
Psikologi
(Konsep Diri)
Kontekstual
Integritas
Sosiologi
(Mungsi Peran) Residual
Regulator (Sistem
Saraf Otonom) Zona
Ketergantungan Maladaptif

Gambar 2.1 Diagram model adaptasi dari Roy (dikutip oleh Nursalam, 2007).

MANUSIA
Roy menyatakan bahwa penerima jasa asuhan keperawatan adalah individu, keluarga,
kelompok, komunitas, atau sosial. Masing-masing diperlakukan oleh perawat sebagai sistem
adaptasi yang holistik dan terbuka. Sistem terbuka tersebut berdampak terhadap perubahan yang
konstan terhadap informasi, kejadian, dan energi antarsistem dan lingkungan. Interaksi yang
konstan antara individu dan lingkungan dicirikan oleh perubahan internal dan eksternal. Dengan
perubahan tersebut, individu harus mempertahankan integritas dirinya yaitu beradaptasi secara
kontinu.
a. Input
Sistem adaptasi mempunyai input yang berasal dari internal individu. Roy
mengidentifikasi input sebagai suatu stimulus. Stimulus merupakan suatu unit
informasi, kejadian, atau energi yang berasal dari lingkungan. Sejalan dengan adanya
stimulus, tingkat adaptasi individu direspons sebagai suatu input dalam sistem adaptasi.
Tingkat adaptasi tersebut bergantung dari stimulus yang didapat berdasarkan kemampuan
individu. Tingkat respons antara individu sangat unik dan bervariasi bergantung pada
pengalaman yang didapatkan sebelumnya, status kesehatan individu, dan stresor yang
diberikan.
b. Proses
1. Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol dari
individu sebagai suatu sistem adaptasi. Beberapa mekanisme koping dipengaruhi oleh faktor
kemampuan genetik, misalnya sel-sel darah putih saat melawan bakteri yang masuk dalam
tubuh. Mekanisme lainnya adalah dengan cara dipelajari, misalnya penggunaan
antiseptik untuk mengobati luka. Roy menekankan ilmu keperawatan yang unik untuk
mengontrol mekanisme koping. Mekanisme tersebut dinamakan regulator dan kognator.
2. Subsistem regulator mempunyai sistem komponen input, proses internal, dan output.
Stimulus input berasal dari dalam atau luar individu. Perantara sistem regulator berupa
kimiawi, saraf, atau endokrin. Reflekss otonomi sebagai respons neural berasal dari batang
otak dan korda spinalis, diartikan sebagai suatu perilaku output dari sistem regulasi.
Organ target (endoterin) dan jaringan di bawah kontrol endokrin juga memproduksi
perilaku output regulator, yaitu terjadinya peningkatan Andreno Cortico Tyroid Hormone
(ACTH) kemudian diikuti peningkatan kadar kortisol darah. Banyak proses fisiologis
yang dapat diartikan sebagai perilaku subsistem regulator. Misalnya, regulator tentang
respirasi. Pada sistem respirasi akan terjadi peningkatan oksigen, yang menginisiasi
metabolisme agar dapat merangsang kemoreseptor pada medula untuk meningkatkan laju
pernapasan. Stimulasi yang kuat pada pusat tersebut akan meningkatkan ventilasi lebih
dari 6–7 kali.
3. Contoh proses regulator tersebut terjadi ketika stimulus eksternal divisualisasikan dan
ditransfer melalui saraf mata menuju pusat saraf otak dan bagian bawah pusat saraf
otonomi. Saraf simpatetik dari bagian ini mempunyai dampak yang bervariasi pada viseral,
termasuk peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.
4. Stimulus terhadap subsistem kognator juga berasal dari faktor internal dan eksternal.
Perilaku output subsistem regulator dapat menjadi umpan balik terhadap stimulus
subsistem kognator. Proses kontrol kognator berhubungan dengan fungsi otak yang tinggi
terhadap persepsi atau proses informasi, pengambilan keputusan, dan emosi. Persepsi
proses informasi juga berhubungan dengan seleksi perhatian, kode, dan ingatan. Belajar
berhubungan dengan proses imitasi dan penguatan (reinforcement). Penyelesaian masalah
dan pengambilan keputusan merupakan proses internal yang berhubungan dengan
keputusan dan khususnya emosi untuk mencari kesembuhan, dukungan yang efektif, dan
kebersamaan.
5. Dalam mempertahankan integritas seseorang, kognator dan regulator bekerja secara
bersamaan. Sebagai suatu sistem adaptasi, tingkat adaptasi seseorang dipengaruhi
oleh perkembangan individu dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme
koping yang maksimal akan berdampak baik terhadap tingkat adaptasi individu dan
meningkatkan tingkat rangsangan sehingga individu dapat merespons secara positif.
c. Efektor
Sistem adaptasi proses internal yang terjadi pada individu didefinisikan Roy sebagai
sistem efektor. Empat efektor atau model adaptasi tersebut meliputi (1) fisiologis; (2)
konsep diri; (3) fungsi peran; dan (4) ketergantungan (interdepeden). Mekanisme regulator
dan kognator bekerja pada model adaptasi. Perilaku yang berhubungan dengan mode
adaptasi merupakan manifestasi dari tingkat adaptasi individu dan mengakibatkan
digunakannya mekanisme koping. Saat mengobservasi perilaku seseorang dan
menghubungkannya dengan model adaptasi, perawat dapat mengidentifikasi adaptif atau
ketidakefektifan respons sehat dan sakit.

1. Fisiologis
Efektor secara fisiologis dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
• Oksigenasi: menggambarkan pola penggunaan oksigen yang berhubungan
dengan respirasi dan sirkulasi.
• Nutrisi: menggambarkan pola penggunaan nutrisi untuk memperbaiki kondisi
dan perkembangan tubuh klien.
• Eliminasi: menggambarkan pola eliminasi.
• Aktivitas dan istirahat: menggambarkan pola aktivitas, latihan, istirahat, dan
tidur.
• Integritas kulit: menggambarkan fungsi fisiologis kulit.
• Rasa: menggambarkan fungsi sensori perseptual yang berhubungan dengan panca
indra: penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan, dan pendengaran.
• Cairan dan elektrolit: menggambarkan pola fisiologis penggunaan cairan dan
elektrolit.
• Fungsi neurologis: menggambarkan pola kontrol neurologis, pengaturan, dan
intelektual.
• Fungsi endokrin: menggambarkan pola kontrol dan pengaturan termasuk
respons stres dan sistem reproduksi.
Masalah-masalah keperawatan yang dapat diidentifikasi pada keempat mode
dijabarkan pada tabel 2.1.
2. Konsep Diri (Psikis)
Konsep diri mengidentifikasi pola nilai, kepercayaan, dan emosi yang berhubungan
dengan ide diri sendiri. Perhatian ditujukan pada kenyataan keadaan diri sendiri
tentang fisik, individual, dan moral-etik.
Tabel 2.1 Masalah gangguan adaptasi (George, 1990: 247 dikutip dari Roy, S.C)

MASALAH
FISIOLOGIS KONSEP DIRI FUNGSI PERAN INTERDEPENDEN
1. Oksigenasi: Pandangan terhadap fisik: • Transisi peran Kecemasan
• Hipoksia • Penurunan konsep • Peran berbeda berpisah
• Syok seksual • Konflik peran merasa
• Overload • Agresi • Kegagalan peran ditinggalkan/isolasi
• Kehilangan
2. Nutrisi: Pandangan terhadap
• Malnutrisi personal:
• Mual • Cemas
• Muntah • Tidak berdaya
• Merasa bersalah
• Harga diri rendah
3. Eliminasi
• Konstipasi
• Diare
• Kembung
• Inkontinen
• Retensi urine
4. Aktivitas dan istirahat
• Aktivitas fisik yang tidak
adekuat
• Risiko kesalahan akitivitas
• Istirahat yang tidak adekuat
• Insomnia
• Gangguan tidur
• Kelebihan istirahat
5. Integritas kulit
• Gatal-gatal
• Kekeringan
• Dekubitus

3. Fungsi Peran (Sosial)


Fungsi peran mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang yang
berhubungan dengan orang lain akibat dari peran ganda yang dijalankannya.
4. Ketergantungan (Interdependen)
Interdependen mengidentifikasi pola nilai-nilai manusia, kehangatan, cinta, dan
memiliki. Proses tersebut terjadi melalui hubungan interpersonal terhadap individu
maupun kelompok.
d. Output
Perilaku seseorang berhubungan dengan metode adaptasi. Koping yang tidak efektif
berdampak terhadap respons sakit (maladaptif). Jika klien masuk pada zona maladaptif
maka klien mempunyai masalah keperawatan (adaptasi).
KEPERAWATAN
Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang
diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis,
dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan
kebutuhan dasar dapat berupa meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah,
memperbaiki, dan melakukan rehabilitasi dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh
individu (Alligood & Tomey, 2006).
Roy mendefinisikan bahwa tujuan keperawatan adalah meningkatkan respons adaptasi
yang berhubungan dengan empat model respons adaptasi. Perubahan internal, eksternal, dan
stimulus input bergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping menggambarkan
tingkat adaptasi seseorang. Tingkat adaptasi ditentukan oleh stimulus fokal, kontekstual, dan
residual. Stimulus fokal adalah suatu respons yang diberikan secara langsung terhadap input yang
masuk. Penggunaan fokal pada umumnya bergantung pada tingkat perubahan yang berdampak
terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain yang merangsang
seseorang baik internal maupun eksternal serta memengaruhi situasi dan dapat diobservasi,
diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh individu. Stimulus residual adalah
karakteristik/riwayat seseorang dan timbul secara relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi
tetapi sulit diukur secara objektif.
Kasus: Klien Tn. Sigit mengalami nyeri dada. Stimulus yang secara langsung pada klien
dinamakan fokal,o yaitu kekurangan oksigen pada otot jantungnya. Stimulus kontekstual
meliputi: suhu 40 C, sensasi nyeri, penurunan berat badan, kadar gula darah, dan derajat
kerusakan arteri. Stimulus residual meliputi riwayat merokok dan stres yang dialaminya.
Tindakan keperawatan yang diberikan adalah meningkatkan respons adaptasi pada situasi sehat
dan sakit. Tindakan tersebut dilaksanakan oleh perawat dalam memanipulasi stimulus fokal,
kontekstual, atau residual pada individu. Dengan memanipulasi semua stimulus tersebut,
diharapkan individu akan berada pada zona adaptasi. Jika memungkinkan, stimulus fokal
yang dapat mewakili semua stimulus harus dirangsang dengan baik. Misalnya klien dengan
nyeri dada, stimulus fokalnya adalah ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen tubuh dan
persediaan oksigen yang dapat disediakan oleh jantung. Untuk mengubah stimulus fokal,
perawat perlu memanipulasi stimulus kebutuhan agar respons adaptif dapat terpenuhi. Jika
stimulus fokal tidak dapat diubah, perawat harus meningkatkan respons adaptif dengan
memanipulasi stimulus kontekstual dan residual.
Perawat perlu mengantisipasi bahwa klien mempunyai risiko adanya ketidakefektifan
respons pada situasi tertentu. Oleh karena itu perawat harus mempersiapkan individu untuk
mengantisipasi perubahan melalui penguatan mekanisme kognator, regulator, atau koping yang
lainnya. Tindakan keperawatan yang diberikan pada teori ini meliputi mempertahankan respons
yang adaptif dengan mendukung upaya klien secara kreatif menggunakan mekanisme koping
yang sesuai.
KONSEP SEHAT—SAKIT
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu kontinum dari meninggal sampai dengan tingkatan
tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya
menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan, yaitu fisik, mental, dan sosial. Integritas
adaptasi individu dimanifestasikan oleh kemampuan individu untuk memenuhi tujuan
mempertahankan pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam dan luar individu. Kondisi sehat dan sakit sangat relatif
dipersepsikan oleh individu. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi (koping) bergantung pada
latar belakang individu tersebut dalam mengartikan dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya
tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, budaya, dan lain-lain.

KONSEP LINGKUNGAN
Stimulus dari individu dan stimulus sekitarnya merupakan unsur penting dalam lingkungan.
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang berasal dari internal dan
eksternal, yang memengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku seseorang dan
kelompok. Lingkungan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis yang
diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman. Sedangkan lingkungan internal
adalah keadaan proses mental dalam tubuh individu (berupa pengalaman, kemampuan
emosional, kepribadian) dan proses stresor biologis (sel maupun molekul) yang berasal dari
dalam tubuh individu. Manifestasi yang tampak akan tercermin dari perilaku individu sebagai
suatu respons. Pemahaman klien yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat
meningkatkan adaptasi klien tersebut dalam merubah dan mengurangi risiko akibat dari
lingkungan sekitarnya.

APLIKASI PADA ASUHAN KEPERAWATAN:


PROSES KEPERAWATAN
Model ilmu keperawatan dari adaptasi Roy memberikan pedoman kepada perawat dalam
mengembangkan asuhan keperawatan melalui proses keperawatan. Unsur proses keperawatan
meliputi pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, intervensi, dan evaluasi seperti yang
digambarkan berikut ini (Nursalam, 2008a):

Pengkajian
Intervensi
Diagnosis

Perencanaan

Pelaksanaan

Evaluasi

Gambar 2.2 Diagram hubungan antara tahap proses keperawatan (Nursalam, 2001).
a. Pengkajian
Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku klien sebagai suatu sistem adaptif
yang berhubungan dengan masing-masing model adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi peran,
dan ketergantungan. Oleh karena itu, pengkajian pertama diartikan sebagai pengkajian perilaku,
yaitu pengkajian klien terhadap masing-masing model adaptasi secara sistematik dan holistik.
Pelaksanaan pengkajian dan pencatatan pada empat model adaptif tersebut akan memberikan
gambaran keadaan klien kepada tim kesehatan lainnya.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola perubahan perilaku klien tentang
ketidakefektifan respons atau respons adaptif yang memerlukan dukungan perawat. Jika
ditemukan ketidakefektifan respons (maladaptif), perawat melaksanakan pengkajian tahap kedua.
Pada tahap ini, perawat mengumpulkan data tentang stimulus fokal, kontekstual, dan residual
yang berdampak terhadap klien. Proses ini bertujuan untuk mengklarifikasi penyebab dari
masalah dan mengidentifikasi faktor kontekstual dan residual yang sesuai. Menurut Martinez,
faktor yang memengaruhi respons adaptif meliputi genetik; jenis kelamin, tahap
perkembangan, obat-obatan, alkohol, merokok, konsep diri, fungsi peran, ketergantungan, dan
pola interaksi sosial; mekanisme koping dan gaya; stres fisik dan emosi; budaya; serta
lingkungan fisik.

b. Perumusan Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah respons individu terhadap rangsangan yang timbul dari diri sendiri
maupun luar (lingkungan). Sifat diagnosis keperawatan adalah (1) berorientasi pada kebutuhan
dasar manusia; (2) menggambarkan respons individu terhadap proses, kondisi dan situasi sakit;
dan (3) berubah bila respons individu juga berubah (Nursalam, 2001). Unsur dalam diagnosis
keperawatan meliputi problem/respons (P); etiologi (E); dan signs/symptom (S), dengan
rumus diagnosis = P + E + S. Diagnosis keperawatan dan diagnosis medis mempunyai beberapa
perbedaan, sebagaimana tersebut pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Perbedaan diagnosis medis dan keperawatan

DIAGNOSIS MEDIS DIAGNOSIS KEPERAWATAN


1. Fokus: faktor-faktor pengobatan penyakit 1. Fokus: respons klien, tindakan medis, dan
faktor lain
2. Orientasi: keadaan patologis 2. Orientasi: kebutuhan dasar manusia (KDM)
3. Cenderung tetap mulai masuk sampai pulang 3. Berubah sesuai perubahan respons klien
4. Mengarah tindakan medis (pengobatan) yang 4. Mengarah pada fungsi mandiri perawat
sebagian dilimpahkan kepada perawat
5. Diagnosis medis melengkapi diagnosis 5. Diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis
keperawatan medis

Roy mendefinisikan tiga metode untuk menyusun diagnosis keperawatan:


(1) Menggunakan tipologi diagnosis yang dikembangkan oleh Roy dan berhubungan dengan 4
model adaptasi (tabel masalah gangguan adaptasi). Dalam mengaplikasikan metode
diagnosis ini, diagnosis pada kasus Tn. Sigit adalah “hipoksia”.
Tabel 2.3 Kriteria standar intervensi keperawatan menurut teori adaptasi (Nursalam, 2002)

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS


1. Memenuhi kebutuhan oksigen
Kriteria:
a. Menyiapkan tabung oksigen dan flowmeter
b. Menyiapkan homidifier berisi air
c. Menyiapkan selang nasal/masker
d. Memberikan penjelasan kepada klien
e. Mengatur posisi klien
f. Memasang slang nasal/masker
g. Memerhatikan reaksi klien
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit
Kriteria:
a. Menyiapkan peralatan dalam dressing car
b. Menyiapkan cairan infus/makanan/darah
c. Memberikan penjelasan pada klien
d. Mencocokkan jenis cairan/darah/diet makanan
e. Mengatur posisi klien
f. Melakukan pemasangan infus/darah/makanan
g. Mengobservasi reaksi klien
3. Memenuhi kebutuhan eliminasi
Kriteria:
a. Menyiapkan alat pemberian huknah/gliserin/dulkolac dan peralatan pemasangan
kateter
b. Memerhatikan suhu cairan/ukuran kateter
c. Menutup pintu dan memasang selimut
d. Mengobservasi keadaan feses/urine
e. Mengobservasi reaksi klien
4. Memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat/tidur
Kriteria:
a. Melakukan latihan gerak pada klien tidak sadar
b. Melakukan mobilisasi pada klien pascaoperasi
5. Memenuhi kebutuhan integritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)
Kriteria:
a. Memandikan klien yang tidak sadar/kondisinya lemah
b. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/kotor
c. Merapikan alat-alat klien
6. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
Kriteria:
a. Mengobservasi tanda-tanda vital sesuai kebutuhan
b. Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru
c. Mengobservasi reaksi klien

(2) Menggunakan pernyataan dari perilaku yang tampak dan berpengaruh terhadap
stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosis ini maka diagnosisnya adalah “nyeri
dada disebabkan oleh kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan cuaca
lingkungan yang panas.”
Tabel 2.3
Kriteria standar intervensi keperawatan menurut teori adaptasi (Nursalam, 2002), (lanjutan).

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI (PSIKIS)

Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual


Kriteria:
1. Melaksanakan orientasi pada klien baru
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana
4. Memerhatikan setiap keluhan klien
5. Memotivasi klien untuk berdoa
6. Membantu klien beribadah
7. Memerhatikan pesan-pesan klien

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN PERAN (SOSIAL)

1. Meyakinkan klien bahwa dia adalah tetap sebagai individu yang berguna bagi kelu-
arga dan masyarakat
2. Mendukung upaya kegiatan atau kreativitas klien
3. Melibatkan klien dalam setiap kegiatan terutama dalam pengobatan pada dirinya
4. Melibatkan klien dalam setiap mengambil keputusan menyangkut diri klien
5. Bersifat terbuka dan komunikatif kepada klien
6. Mengizinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien
7. Perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap klien yang positif dalam
perawatan
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan menerima jika ada sikap klien yang
negatif

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENDENCE (KETERGANTUNGAN)

1. Membantu klien memenuhi kebutuhan makan dan minum


2. Membantu klien memenuhi kebutuhan eliminasi (urine dan alvi)
3. Membantu klien memenuhi kebutuhan kebersihan diri (mandi)
4. Membantu klien berhias atau berdandan

(3) Berhubungan dengan stimulus yang sama. Misalnya jika seorang petani mengalami nyeri
dada saat ia bekerja di luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosis yang sesuai
adalah “Kegagalan peran berhubungan dengan keterbatasan fisik (miokardial) untuk
bekerja saat cuaca yang panas”.

c. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan tujuan merubah atau memanipulasi
stimulus fokal, kontekstual, dan residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan
klien dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulus secara keseluruhan dapat terjadi
pada klien.
Tujuan intervensi keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan
menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus dapat menggambarkan
penyelesaian masalah adaptif dan ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut
(mempertahankan, pertumbuhan, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi
harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual, dan residual.
Pengembangan kriteria standar intervensi keperawatan menurut adaptasi akan digunakan
oleh peneliti sebagai instrumen untuk mengukur kinerja perawat dalam menerapkan teori
adaptasi pada asuhan keperawatan anak.

d. Evaluasi
Penilaian terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan.
Penetapan keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu.

DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2011. Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Alligood, MR, & Tomey, AM, 2006, Nursing Theorists and Their Work, 7th ed. St. Louis,
Missouri: Mosby.
Chitty, K.K. 1997. Professional Nursing. Concepts & Challenges. 2nd ed. Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Nursalam & Kurniawati, ND. 2007. Asuhan Keperawatan Pasien Terinfeksi HIV / AIDS.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medika.
. 2008a. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktis. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika
. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back,th CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Putera, S.T. 2010. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair.
Soeparmo HA. (1984) Struktur Keilmuan dan Teori Ilmu Pengetahuan Alam. Surabaya:
Airlangga University Press.
Bagian 2
MASALAH PENELITIAN DAN
KERANGKA KONSEP

• Bab 3 Masalah, Rumusan Masalah, dan Tujuan


Penelitian
Lampiran Contoh Rumusan Masalah
• Bab 4 Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian
• Bab 5 Lingkup Masalah Penelitian Ilmu
Keperawatan
28 Bagian 2: Masalah Penelitian dan Kerangka Konsep
Ba 3
b Masalah, Rumusan Masalah,
dan Tujuan Penelitian

MASALAH
Masalah penelitian merupakan langkah awal yang harus dipikirkan dan disusun berdasarkan
suatu fakta empiris di lapangan. Pada tahap awal pelaksanaan penelitian, kegiatan yang perlu
dilakukan adalah memahami konsep masalah berdasarkan kajian kepustakaan yang dapat
dipercaya. Kegiatan tersebut meliputi berpikir, membaca teori, dan review dengan teman sejawat
dan pembimbing. Selama tahap ini, seorang peneliti perlu memahami pelaksanaan deductive
reasoning dan memilih topik yang diminati dari hasil riset yang telah dilaksanakan orang lain.

TOPIK JUDUL

Fakta
MASALAH Kesenjangan berdasar pada
konsep masalah (K. I)
Harapan
RUMUSAN
Konsep yang digunakan dalam
MASALAH
paradigma penelitian/konsep
paradigma (konsep I atau II)
sebagai sumber variabel untuk
menjawab rumusan masalah

TUJUAN
PENELITIAN

MANFAAT

Gambar 3.1 Bagan alur pikir ilmiah sekonsep (Soeparto, Putra, Haryanto, 2000)
30 Bagian 2: Masalah Penelitian dan Kerangka Konsep

Masalah penelitian adalah suatu kondisi yang memerlukan pemecahan atau alternatif
pemecahan. Baik buruknya suatu penelitian sangat ditentukan oleh masalah penelitian (research
problem) (Polit & Hungler, 1999). Masalah penelitian biasanya didapat dari topik yang secara
luas berhubungan dengan keperawatan. Mengingat dalam topik sudah terdapat suatu masalah,
maka dalam melakukan identifikasi masalah hendaknya tidak keluar dari area masalah yang telah
dicantumkan dalam topik. Masalah penelitian diupayakan yang orisinil, mempunyai kontribusi
terhadap perkembangan ilmu, urgensi dan baru.

Menyeleksi Masalah Riset Keperawatan


Saat memilih masalah penelitian keperawatan, peneliti dituntut untuk menguasai lingkup
masalah dan konsep keperawatan. Gambar berikut ini menjelaskan alur pikir tentang
langkah-langkah memilih masalah penelitian keperawatan.

NANDAP: Problem E: ? (Faktor/ Independen)


Proses Keperawatan:
S: Signs & Symptoms Sumber:
Diagnosis keperawatan SYARAT:
(9 pola klinik/ F: Feasibility
perubahan komunitas I: Interesting
literatur: buku/jurnal N: Novel
diskusi/ E: Ethics
GORDON seminar R: Relevant
(11 pola fungsi kesehatan)

MASALAH DAN RUMUSAN MASALAH

Pengembangan Kerangka
Konseptual (Teori/Ilmu Keperawatan: ROY; OREM; KING; dll)

Gambar 3.2 Penentuan masalah riset keperawatan (Nursalam, 2002 & Nursalam, 2008)

Keterangan:
Alur perumusan masalah penelitian keperawatan tersebut berdasar pada masalah-masalah
keperawatan yang berasal dari diagnosis keperawatan, yang terdiri atas rumus PES. P (problem)
adalah respons/masalah yang dirasakan oleh klien, baik fisik, psikis, maupun sosio-spiritual.
Dalam menentukan P, merujuklah pada masalah keperawatan yang dikemukakan oleh North
American Nurses Diagnosis (NANDA), sebagai acuan penentuan masalah keperawatan di dunia.
E (Etiology) adalah penyebab dari masalah, dapat berupa patofisiologi suatu penyakit, situasi
lingkungan atau tempat tinggal. S (Sign & Symptoms) adalah tanda dan gejala yang biasanya
memberikan kontribusi terhadap timbulnya masalah. Keterangan tersebut dapat dianalogikan,
bahwa PES dapat dipergunakan sebagai suatu variabel penelitian, yaitu P sebagai variabel
dependen; E sebagai variabel independen; dan S dapat berperan sebagai variabel independen,
dependen, moderator, atau variabel lainnya.
Sedangkan syarat masalah riset keperawatan, menurut Sastroasmoro dan Ismail (1995),
harus mengandung unsur = FINER
F = Bisa dijalankan (FEASIBLE)
• Tersedia subjek penelitian
• Tersedia dana
• Tersedia waktu, alat, dan keahlian
I = Menarik (INTERESTING)
• Masalah hendaknya menarik untuk diteliti
N = Hal baru (NOVEL)
• Membantah atau mengonfirmasikan penemuan terdahulu
• Melengkapi dan mengembangkan hasil penelitian terdahulu
• Menemukan sesuatu yang baru
E = Etika (ETHICAL)
• Tidak bertentangan dengan etika, khususnya etika keperawatan
R = Relevan (RELEVANT)
• Bermanfaat bagi perkembangan IPTEK
• Dapat digunakan untuk meningkatkan asuhan keperawatan dan kebijaksanaan
kesehatan
• Sebagai dasar penelitian selanjutnya
Contoh lingkup riset keperawatan terlampir (diambil dari hasil riset peneliti dan
mahasiswa)

Lingkup Masalah Penelitian Keperawatan


menurut Nursalam (2002)
Prioritas/lingkup riset keperawatan berdasarkan kelompok ilmu keperawatan
dikembangkan menjadi:
1. Prioritas kesehatan dan pencegahan penyakit pada masyarakat.
2. Pencegahan perilaku dan lingkungan yang berakibat buruk pada masalah kesehatan.
3. Menguji model praktik keperawatan di komunitas.
4. Menentukan efektivitas intervensi keperawatan pada infeksi HIV-AIDS.
5. Mengkaji pendekatan yang efektif pada gangguan perilaku.
6. Evaluasi intervensi keperawatan yang efektif pada penyakit kronis.
7. Identifikasi faktor-faktor bioperilaku yang berhubungan dengan kemampuan koping.
8. Mendokumentasikan efektivitas pelayanan kesehatan/keperawatan.
9. Mengembangkan masalah dan metodologi riset pelayanan kesehatan/keperawatan.
10. Menentukan efektivitas biaya perawatan klien.

Kajian Masalah/Sumber Masalah Penelitian Keperawatan


Masalah riset bisa didapatkan dari berbagai sumber. Akan tetapi pemilihan sumber harus selektif,
aktif, dan imajinatif dalam penggunaannya.
Praktik keperawatan
Praktik keperawatan harus berdasarkan pada ilmu yang diperoleh dari suatu hasil penelitian,
karena praktik tersebut sangat penting untuk mengetahui sumber permasalahan (Polit & Back,
2012). Permasalahan atau topik riset dapat diperoleh dari observasi klinik (perilaku klien dan
keluarga dalam situasi krisis dan bagaimana perawat mengatasi masalah tersebut; review status
klien; proses keperawatan; dan prosedur atau tindakan perawatan yang mungkin menimbulkan
masalah atau pertanyaan dalam pelaksanaannya). Misalnya, prosedur apakah yang bisa diberikan
dalam perawatan mulut pada klien kanker mulut atau klien dengan pemasangan endotrakeal?
Tindakan efektif apakah yang dilakukan untuk mengobati luka? Tindakan keperawatan apakah
yang berhubungan dengan komunikasi klien dengan stroke? Apakah dampak kunjungan rumah
dan pelaksanaannya setelah klien pulang dari rumah sakit?
Beberapa mahasiswa perawat dan perawat mengumpulkan suatu jurnal atau data mengenai
permasalahan yang berhubungan dengan pengalaman praktiknya (Burns & Grove, 1999). Mereka
mencatat pengalaman, ide, dan observasinya dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Analisis
dalam hal tersebut sering kali membantu penyusunan suatu pola dalam mengidentifikasi peran
perawat. Mengapa pemberian asuhan keperawatan pada emosional dan spiritual klien lebih
sedikit dibandingkan dengan perawatan fisik? Apakah anggota keluarga perlu dilibatkan atau
tidak dalam pemberian asuhan keperawatan kepada klien?

RUMUSAN MASALAH ATAU PERTANYAAN PENELITIAN


Burns dan Grove (1999) mengemukakan lima pertanyaan yang perlu dijawab sebelum
merumuskan masalah penelitian: (1) Apa yang salah atau yang perlu diperhatikan pada situasi
ini?; (2) Di mana letak kesenjangannya?; (3) Informasi apa yang dibutuhkan untuk mencari
masalah ini?; (4) Perlukah melakukan tindakan pelayanan di klinik?; dan (5) Perubahan apa
yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut?
Sedangkan menurut Polit dan Hungler (1993) pertanyaan yang perlu dijawab sebelum
merumuskan masalah penelitian: (1) Apakah pertanyaan penelitian ini berhubungan dengan
teori atau praktik? (substansi); (2) Bagaimana pertanyaan akan bisa dijawab? (metodologis);
(3) Apakah tersedia sarana dan prasarana yang memadai (practical dimensions); dan (4)
Dapatkah pertanyaan ini dijelaskan secara konsisten yang berdasarkan pada isu etik? (ethical
dimensions).
Riset keperawatan terutama ditujukan pada masalah-masalah keperawatan di klinik dan
komunitas atau keluarga (misalnya, sesuai 11 pola fungsi kesehatan dari Gordon; 9 pola respons
kesehatan dari NANDA; dan lain-lain); masalah keperawatan pada bidang pendidikan; dan
masalah pada sistem pelayanan kesehatan lain (Nursalam, 2008).
Pertanyaan suatu penelitian adalah suatu pernyataan yang singkat, jelas, dan interogatif,
yang ditulis dalam bentuk saat sekarang dan melibatkan satu atau lebih variabel. Pertanyaan
penelitian berguna untuk menjelaskan suatu variabel, menguji hubungan antarvariabel, dan
menentukan perbedaan antara dua atau lebih kelompok sehubungan dengan variabel tertentu.
Contoh:
a. Bagaimana peran orang tua dalam perawatan tali pusat pada bayi baru lahir?
(deskriptif)
b. Adakah hubungan antara variabel x dan variabel y? (crossectional: asosiasi/ korelasi)
c. Adakah pengaruh pemberian terapi bermain pada anak prasekolah selama masuk
rumah sakit terhadap penerimaan selama tindakan invasif? (pengaruh– experiment)

Faktor-faktor yang Mendasari Perumusan Masalah


Penyusunan rumusan masalah penelitian harus didasarkan pada pemahaman yang dimiliki
peneliti tentang masalah yang ada dan berkembang saat itu. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh
peneliti meliputi faktor-faktor tersebut di bawah ini;
a. Mendefinisikan permasalahan/topik (fakta empiris—induktif)
Seorang peneliti biasanya memulai pencarian topik secara umum, misalnya asuhan
keperawatan (askep) klien dengan nyeri, pola komunikasi keluarga pada perawatan klien
lanjut usia (lansia), atau asuhan keperawatan klien dengan inkontinensia urine? Kemudian
timbul suatu pertanyaan: Mengapa perlu dilakukan tindakan? Apa yang akan terjadi
seandainya diberikan tindakan? atau Ciri-ciri khas apakah yang ada hubungannya
dengan masalah tersebut?
b. Mulai mencari sumber kepustakaan (kajian teori—deduksi)
Kepustakaan dapat memberikan gambaran kepada seorang peneliti pemula terhadap suatu
topik yang diminati. Dengan melakukan kajian masalah, peneliti akan mampu
mengidentifikasi apa yang sudah diketahui dan belum diketahui pada suatu topik.
Perbedaan pendapat akan membantu penentuan permasalahan di masa mendatang.
Teori merupakan sumber yang sangat penting dalam mendapatkan suatu
permasalahan karena disusun berdasarkan ide atau gambaran situasi sekarang dan
bersifat nyata serta telah dilakukan suatu pengujian mengenai kebenarannya.
Permasalahan/topik dapat disusun untuk menjelaskan tentang konsep, misalnya teori
perawatan diri dari Orem.
Replikasi meliputi suatu prosedur atau pengulangan riset untuk menentukan apakah
hasil penemuan akan sama atau berbeda. Beberapa peneliti melakukan replikasi pada
penelitiannya karena mereka setuju dengan penemuan tersebut dan ingin menguji apa yang
akan terjadi jika penelitian tersebut dilaksanakan pada desain, tempat, dan subjek yang
berbeda.
Berikut ini adalah contoh penyusunan rumusan masalah berdasarkan kajian teori,
dimulai adanya suatu ide/pendapat yang ada pada pikiran peneliti.
c. Interaksi antarteman sejawat atau anggota tim
Interaksi dengan peneliti atau anggota tim sangat bermanfaat untuk menentukan
permasalahan penelitian. Seorang peneliti yang berpengalaman memberikan
pengalamannya kepada pemula ataupun seorang dosen memberikan pengalaman
1 Kelompok ilmu keperawatan:
anak, maternitas, dll

2 Seleksi kasus:
G. E, natal, dll

3
Masalah keperawatan

Ide (masalah – empiris ) P–E


Keterlambatan pembukan KALA I pada wanita in partu

Brainstorming
Faktor apakah yang menyebabkan keterlambatan tersebut?

Kajian masalah (kepustakaan)


Berdasarkan literatur, terdapat lima faktor penyebab keterlambatan pembukaan Kala I pada
wanita in partu yang telah diidentifikasi sebagai suatu stresor. Faktor tersebut adalah kekuatan
mengejan (power), anatomi jalan lahir (passage), berat bayi (passenger), kejiwaan (psyche),
dan provider (?). Namun belum ada penelitian mengenai faktor-faktor tersebut, kecuali faktor
kejiwaan, khususnya pendampingan suami terhadap percepatan pembukaan Kala I.

Identifikasi: potensial variabel


Kecemasan
Kekuatan mengejan
Usia ibu
Paritas (melahirkan dengan selamat)
Status sosial ekonomi
Tipe dukungan keluarga-suami
Stres psikologis
Waktu masuk rumah sakit

4 Rumusan masalah
Apakah ada pengaruh pendampingan suami terhadap
percepatan pembukaan KALA I persalinan?

5Tujuan
Menjelaskan pengaruh pendampingan suami terhadap percepatan perubahan KALA I persalinan

6 Judul
Pengaruh pendampingan suami terhadap percepatan pembukaan KALA I

Gambar 3.3 Alur perumusan masalah penelitian keperawatan (Nursalam, 2000)


kepada mahasiswanya dalam menyeleksi dan menyusun suatu permasalahan. Jika
memungkinkan, seorang mahasiswa melakukan penelitian pada topik yang sama dengan
dosennya. Dosen dapat memberikan keahliannya berhubungan dengan program penelitian
dan mahasiswa dapat mengembangkan pengetahuannya pada topik tertentu (Polit & Back,
2012). Tipe hubungan ini bisa dikembangkan antara ahli peneliti dengan perawat di
rumah sakit ataupun klinik.
d. Layak dijabarkan (feasibility)
Kelayakan suatu penelitian untuk dilakukan ditentukan oleh berbagai pertimbangan, yaitu
(1) waktu; (2) dana; (3) keahlian peneliti; (4) tersedianya responsden; (5) fasilitas dan alat;
(6) kerja sama dengan tim lain; dan (7) pertimbangan etika (Nursalam, 2008).
1) Waktu
Suatu penelitian sering kali memerlukan waktu yang lebih lama dari yang telah ditentukan,
sehingga menjadi kendala bagi semua peneliti terutama peneliti pemula untuk memperkirakan
waktu yang diperlukan. Pertimbangan perkiraan penentuan waktu dapat ditentukan oleh
berbagai faktor:
a. Tipe responsden yang diperlukan
b. Jumlah dan kompleksnya variabel yang akan digunakan
c. Metode pengukuran variabel (apakah instrumen sudah tersedia ataukah harus
mengembangkan sendiri)
d. Metode pengumpulan data
e. Proses analisis data
Seorang peneliti sering memperkirakan waktu yang diperlukan tiap selesainya tahap proses
penelitian.
2) Dana
Perumusan masalah dan tujuan yang dipilih sangat dipengaruhi oleh alokasi dana yang tersedia.
Potensial sumber dana harus dipertimbangkan pada saat penyusunan masalah atau tujuan. Untuk
memperkirakan dana yang diperlukan, beberapa pertanyaan berikut ini perlu
dipertimbangkan:
a. Literatur: Apakah akan diperlukan komputer, fotokopi artikel, atau pembelian buku?
b. Subjek: Apakah subjek/responsden perlu diberi biaya dalam partisipasinya?
c. Peralatan: Alat-alat apakah yang diperlukan untuk penelitian? Apakah alat-alat
tersebut bisa diperoleh dengan cara meminjam, menyewa, membeli, ataukah
disediakan oleh donatur? Apakah bisa menggunakan alat-alat yang tersedia, ataukah perlu
membangun/membuat sendiri? Berapakah biaya untuk pengukuran instrumen?
d. Personel: Apakah asisten/konsultan perlu diberikan biaya pengetikan dan analisis data?
e. Komputer: Apakah pemakaian komputer diperlukan saat menganalisis data? Jika ya,
berapa biaya yang diperlukan?
f. Transportasi: Berapa biaya transportasi untuk melakukan penelitian dan menyajikan hasil?
g. Pendukung: Apakah akan diperlukan alat-alat seperti amplop, prangko, pena, kertas, dan
fotokopi? Apakah perlu biaya telpon untuk jarak jauh (interlokal)?
3) Keahlian peneliti
Permasalahan/topik dan tujuan penelitian harus diseleksi berdasarkan kemampuan peneliti. Hal ini
biasanya menuntut seorang peneliti untuk memahami suatu proses penelitian baru kemudian
melakukan penelitian berdasarkan pengalamannya. Memilih permasalahan yang sulit dan
kompleks akan mengakibatkan frustrasi bagi peneliti pemula.
4) Ketersediaan Responsden
Dalam menentukan suatu tujuan penelitian, yang perlu dipertimbangkan adalah tipe dan jumlah
responsden yang diperlukan. Sampel biasanya sulit jika penelitian meliputi populasi yang unik
dan jarang. Misalnya quadriplegic yang hidup sendirian. Semakin spesifik suatu populasi,
semakin sulit mendapatkannya. Dana dan waktu yang tersedia akan berakibat terhadap
responsden yang dipilih. Dengan keterbatasan waktu dan dana, seorang peneliti perlu
menentukan responsden yang tersedia yang tidak memerlukan biaya (upah).
5) Ketersediaan fasilitas dan peralatan
Peneliti perlu mempertimbangkan apakah riset memerlukan fasilitas tertentu. Apakah
ruangan khusus diperlukan untuk program pendidikan, wawancara, atau observasi? Jika riset
dilaksanakan di rumah sakit, klinik, atau sekolah perawat, apakah diperlukan seorang agen?
Tindakan atau tes di laboratorium akan sangat mahal dan mungkin membutuhkan dana dari
sumber lain. Riset perawatan biasanya dilaksanakan di rumah sakit, klinik, rumah klien,
dan tempat lainnya.
6) Kerja sama dengan tim lain
Suatu penelitian tidak akan dapat berjalan dengan lancar tanpa kerja sama dengan tim yang lain.
Hampir semua riset keperawatan melibatkan subjek manusia dan dilaksanakan di rumah sakit,
klinik, sekolah perawat, kantor, atau rumah. Adanya hubungan yang baik dengan individu di
tempat penelitian akan sangat membantu. Orang sering berharap dapat terlibat dalam suatu
penelitian jika permasalahan dan tujuan penelitian ada hubungannya dengan permasalahan
yang ada atau mereka tertarik secara individu terhadap permasalahannya. Misalnya seorang
perawat di rumah sakit mungkin tertarik dengan penelitian yang ada hubungannya dengan
efektivitas penggunaan biaya institusi terhadap program kesejahteraan perawat.
7) Pertimbangan etika
Tujuan suatu penelitian harus etis, dalam arti hak responsden dan yang lainnya dilindungi. Jika
suatu tujuan penelitian akan berakibat jelek terhadap hak reponden, maka penelitian tersebut
harus dievaluasi ulang dan mungkin harus dihindari.

MENYUSUN RUMUSAN DAN TUJUAN PENELITIAN


Tujuan penelitian diperoleh dari rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan sebagai
indikator terhadap hasil yang diharapkan. Tujuan dari penelitian berguna untuk
mengidentifikasi, menjelaskan, mempelajari, membuktikan, mengkaji, dan memprediksi
alternatif pemecahan masalah terhadap masalah penelitian. Tujuan tersebut biasanya
menandakan tipe dari riset, misalnya deskriptif: studi kasus, cross sectional, kohort, case
control dab experiment: trust-experiment, quasy-experiment, dab praexperiment. Dengan
adanya tujuan tersebut akan mempermudah untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Tujuan penelitian, pertanyaan penelitian (rumusan masalah), dan hipotesis disusun untuk
menjembatani kesenjangan antara permasalahan penelitian yang masih abstrak. Kejelasan dari
objektivitas biasanya difokuskan pada satu atau dua variabel. Kadang- kadang fokusnya
untuk mengidentifikasi suatu hubungan diantara dua atau lebih variabel atau untuk menentukan
perbedaan di antara dua kelompok dari suatu variabel (Polit & Back, 2012).
Tujuan penelitian harus jelas, ringkas, dan berupa pernyataan yang deklaratif, yang
biasanya dituliskan dalam bentuk kalimat aktif. Agar tujuan menjadi jelas, biasanya tujuan
penelitian difokuskan pada satu atau dua variabel dan mengidentifikasi apakah variabel perlu
dijabarkan lebih lanjut. Fokus tersebut bisa dalam bentuk identifikasi hubungan atau asosiasi di
antara variabel atau untuk menentukan perbedaan di antara dua kelompok dengan variabel.
Agar lebih jelas, cermati contoh berikut ini.
Rumus Penulisan Tujuan Penelitian

Bloom + Tujuan Penelitian + Variabel-variabel


C2-C6 Contoh
Contoh Gambaran/deskripsi
Menjelaskan Perbedaan
Mengidentifikasikan Hubungan
Menganalisis Pengaruh/dampak
Membuktikan Sebab akibat
(diupayakan
tidak menggunakan mengetahui)

(1) Mengidentifikasi karakteristik variabel X (identification).


(2) Menjelaskan keberadaan variabel X (description).
(3) Menentukan atau mengidentifikasi hubungan antara variabel X dengan variabel Y
(relational).
(4) Menentukan perbedaan antara kelompok 1 dan kelompok 2 sehubungan dengan variabel
X (differences).
• Masalah/kajian masalah
Dari hasil studi yang dilakukan peneliti pada 15 orang mahasiswa reguler Program Profesi Ners
Fakultas Keperawatan pada tanggal 2 – 9 Maret 2013 dapat diketahui bahwa pada dimensi
kelelahan emosional, 26,7% mahasiswa mengalami kelelahan emosional ditingkat rendah, 40%
menengah dan 33,3% pada rentang berat. Dimensi yang kedua depersonalisasi, 86,7% mahasiswa
mengalami depersonalisasi di tingkat rendah dan sekitar 13,3% di tingkat menengah. Kemudian
dimensi penurunan prestasi diri, 33,3% mengalami penurunan prestasi diri di tingkat rendah,
46,7% menengah dan 20% mengalami penurunan prestasi diri tingkat berat. Hal ini didukung
dengan data penelitian sebelumnya oleh Irawati
(2012) yang menyebutkan bahwa mahasiswa regular angkatan genap 2011/2012 program profesi
Ners Fakultas Keperawatan dari jumlah 63 orang responsden penelitian terdapat 61,9%
mahasiswa mengalami kelelahan emosional di level sedang. 60,3% mengalami depersonalisasi
tingkat menengah dan 71,4% mengalami penurunan prestasi level rendah.
Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan antara sumber stres (stresor) personal terhadap burnout
syndrome yang dialami oleh mahasiswa regular program Profesi Ners?
2. Apakah ada hubungan antara sumber stres (stresor) lingkungan terhadap burnout
syndrome yang dialami oleh mahasiswa regular program Profesi Ners?
3. Apakah ada hubungan antara relational meaning terhadap burnout syndrome yang
dialami oleh mahasiswa regular program Profesi Ners?
4. Apakah ada hubungan antara coping strategy terhadap burnout syndrome yang dialami
oleh mahasiswa reguler Program Profesi Ners?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara sumber stres (stresor): personal dan lingkungan, relational
meaning dan coping strategy terhadap kejadian burnout syndrome pada mahasiswa reguler
Program Profesi Ners berdasarkan Transactional Theory Lazarus & Folkman dan konsep
Maslach Burnout Inventory.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis hubungan sumber stres (stresor) personal dengan burnout syndrome pada
mahasiswa reguler Program Profesi Ners berdasarkan Transactional Theory Lazarus &
Folkman dan Konsep Maslach Burnout Inventory
2. Menganalisis hubungan sumber stres (stresor) lingkungan dengan burnout syndrome pada
mahasiswa reguler Program Profesi Ners berdasarkan Transactional Theory Lazarus &
Folkman dan Konsep Maslach Burnout Inventory
3. Menganalisis hubungan relational meaning dengan burnout syndrome pada mahasiswa
reguler Program Profesi Ners berdasarkan Transactional Theory Lazarus & Folkman dan
Konsep Maslach Burnout Inventory
4. Menganalisis hubungan coping strategy dengan burnout syndrome pada mahasiswa reguler
Program Profesi Ners berdasarkan Transactional Theory Lazarus & Folkman dan Konsep
Maslach Burnout Inventory.
LAMPIRAN
Rumusan Masalah: Masalah dan Pertanyaan
Penelitian Keperawatan
Penelitian Judul Penelitian Masalah dan Rumusan Masalah (Pertanyaan Penelitian)
Maternitas Pengaruh • Masalah
(Penelitian dasar) pendampingan suami Keterlambatan pembukaan pada KALA I sering ditemukan pada
terhadap percepatan proses persalinan. Percepatan KALA I merupakan unsur utama
pembukaan KALA I dalam proses persalinan pada ibu in partu. Keterlambatan
persalinan dalam pembukaan merupakan ancaman bagi nyawa ibu
(Quasy eksperimental di maupun bayinya. Wanita yang mengalami keterlambatan
RS Adi Husada) pembukaan pada KALA I berdampak juga terhadap
Peneliti: psikologisnya. Penyebab dari keterlambatan dipengaruhi oleh
1. Nursalam, M.Nurs banyak faktor. Faktor yang penting adalah kecemasan dan
(Honours). kurangnya rasa nyaman klien (nyeri) karena tidak ditunggui
2. Sumiati, S. Kep. oleh keluarganya khususnya suaminya. Pendampingan saja
ternyata tidak cukup, tetapi peran suami saat mendampingi
merupakan kunci sukses yang utama. Beberapa sumber
telah menetapkan bahwa kehadiran suami berpengaruh
terhadap percepatan KALA I, tetapi di Indonesia belum pernah
dilaksanakan penelitian bagaimana pendampingan yang efektif
dapat mempercepat pembukaan persalinan pada KALA I.
• Rumusan masalah/pertanyaan penelitian
Adakah pengaruh pendampingan suami terhadap percepatan
pembukaan pada KALA I?

Maternitas Motivasi ibu untuk tetap • Masalah


(Kajian wanita) menyusui pada saat Sebagian ibu sering berhenti menyusui bayinya karena nyeri
nyeri pascasalin (studi saat menyusui pascasalin, tetapi ibu yang lain tetap menyusui
cross-sectional di meskipun nyeri yang dirasakan terasa berat. Nyeri saat
RSUD DR. Soetomo) menyusui pada ibu setelah melahirkan merupakan masalah
Peneliti: utama yang perlu mendapatkan perhatian serius. Keadaan
1. Nursalam, M.Nurs tersebut akan berdampak terhadap kesehatan ibu dan bayinya,
(Honours). ibu-ibu akan mengalami gangguan proses fisiologis setelah
2. Nurhikmah, SST. melahirkan dan hal ini berdampak terhadap kesehatan bayinya.
Bayi akan menjadi mudah terkena penyakit karena penurunan
kekebalan dan masalah-masalah lain berupa pertumbuhan dan
perkembangan.
Belum ada data-data yang pasti tentang faktor apa saja yang
berpengaruh secara signifikan dalam mendorong ibu-ibu untuk
tetap menyusui bayinya pada saat “afterpain” pascasalin.
Faktor paritas menurut Soetjiningsih (1997) sebagai faktor
pendorong utama, yaitu ibu-ibu yang baru mempunyai anak
pertama akan tetap menyusui bayinya. Hal ini dilakukan
sebagai bukti kasih sayang ibu dan rasa tanggung jawab
wanita terhadap perkembangan anaknya. Wanita sering
diposisikan sebagai orang yang paling bertanggung jawab dan
disalahkan apabila tidak bisa menyusui bayinya, di lain pihak
mereka tidak tahan terhadap nyeri yang dirasakan. Di satu
sisi masih ditemukan suami melarang istrinya untuk menyusui
karena alasan feminisme dan kebutuhan seksual belaka.
Sedangkan faktor-faktor lain seperti pengetahuan, sikap, sosial
ekonomi, dan dukungan keluarga belum pernah dikaji.
• Pertanyaan penelitian
1. Faktor-faktor apakah yang mendorong ibu untuk tetap
menyusui saat afterpain?
2. Bagaimanakah dukungan keluarga dalam meningkatkan
motivasi untuk tetap menyusui?
3. Bagaimanakah efektivitas pelaksanaan menyusui pada ibu
pascasalin?
Rumusan Masalah: Masalah dan Pertanyaan Penelitian Keperawatan
Maternitas Sindroma klimaktorium pada • Masalah
(kajian wanita) wanita menopause Wanita sering mengalami distres psikologis dalam
(Studi eksploratif di Pamekasan— berumah tangga karena adanya sindroma klimaktorium.
Madura) Sindroma yang dialaminya berdampak terhadap
Peneliti: gangguan-gangguan psikis berupa ketidakharmonisan
1. Nursalam, M.Nurs (Honours). rumah tangga akibat tidak terpenuhinya kebutuhan
2. Adi Sutrisni SST. seksual suami, gangguan interaksi sosial, gangguan
konsep diri, dan lain-lain. Sedangkan gangguan
fisik meliputi gangguan pada kulit, produksi hormon
kewanitaan, pencernaan, jantung, dan perkemihan.
Gangguan tersebut telah dijabarkan oleh Manuaba dan
Prayitno (1997). Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap sindroma adalah (1) sosial budaya, (2) faktor
keluarga,
(3) persepsi dan pengetahuan wanita atau suami
yang salah. Tetapi, belum pernah dilakukan penelitian
mengenai faktor-faktor apakah yang paling berpengaruh
terhadap sindroma klimaktorium tersebut. Masalah
tersebut sangat menarik untuk dikaji secara mendalam.
• Pertanyaan penelitian
1. Bagaimanakah perilaku pengetahuan dan sikap
wanita tentang sindoma klimaktorium?
2. Faktor-faktor apakah yang paling berpengaruh
terhadap sindroma klimaktorium?
Gerontik Pengaruh senam “Kegel” • Masalah
(penelitian terhadap pemenuhan kebutuhan Lansia ditemukan sering mengalami gangguan dalam
dasar) eliminasi urine klien lansia pemenuhan kebutuhan eliminasi urine. Keadaan ini
yang tinggal di panti (pra- akan bertambah buruk apabila lansia kurang atau tidak
eksperimental) melakukan latihan yang dapat menyebabkan penurunan
Peneliti: tonus otot kandung kemih, peningkatan stasis urine
1. Nursalam, M.Nurs (Honours). pada ginjal dan peningkatan risiko terjadinya batu ginjal.
2. I Ketut Dira, S.Kep. Lansia sering mengompol di celana dan terganggu
tidurnya karena sering terasa mau kencing. Keadaan
ini cenderung tidak dilaporkan karena lansia merasa
malu dan menganggap tidak ada yang dapat diperbuat
untuk menolongnya. Penelitian-penelitian tentang peran
perawat dalam mengatasi pemenuhan kebutuhan
eliminasi di luar negeri masih jarang ditemukan, demikian
juga di Indonesia. Hasil penelitian yang dilaksanakan
oleh Wayan Suardana hanya menyebutkan bahwa senam
Tera dapat membantu mengurangi keluhan sakit pada
lansia secara umum.
• Pertanyaan Penelitian
Apakah ada pengaruh pemberian latihan atau senam
kegel terhadap pemenuhan kebutuhan eliminasi urine
(beser) pada lansia?
Rumusan Masalah: Masalah dan Pertanyaan Penelitian Keperawatan
Medikal bedah Peran serta keluarga • Masalah
(penelitian dasar) pada rehabilitasi fisik klien Keluarga belum berperan secara optimal dalam
pascastroke dalam upaya melakukan rehabilitasi fisik pada klien pascaserangan
mencegah kecacatan dan stroke di rumah. Peran tersebut khususnya dalam
kekambuhan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kebutuhan
(Studi eksploratif di ruang perawatan diri: makan-minum; berdandan-berpakaian;
saraf RSUD Dr. Soetomo mandi dan kebutuhan eliminasi; serta risiko terjadinya
Surabaya) “dekubitus: karena imobilisasi yang lama; pneumonia
Peneliti: akibat penumpukan sekret, dan gangguan-gangguan
1. Nursalam, M.Nurs organ tubuh lainnya. Keadaan tersebut akan berakibat
(Honours). terhadap suatu kondisi yang sangat fatal apabila
2. Ah. Yusuf, S.Kp. perawat dan khususnya keluarga tidak berperan serta
3. Yoseph Tueng, SST. dalam melakukan aktivitas fisik berupa rehabilitasi
baik selama klien dirawat di rumah sakit maupun di
rumah. Menurut Carpenito (2000: 240) gangguan
aktivitas tersebut harus ditangani untuk pemulihan atau
pencegahan penurunan fungsi yang berkelanjutan.
Upaya rehabilitasi dapat berupa suatu latihan pasif
dan aktif dengan bantuan yang dimulai sejak klien
dirawat di rumah sakit sampai pulang. Roper (1996:
43) menekankan bahwa keterlibatan keluarga sebagai
anggota tim rehabilitasi mutlak diperlukan, mengingat
rehabilitasi tersebut memerlukan waktu yang sangat
lama. Sering ditemukan klien stroke yang dirawat
di rumah mengalami dekubitus pada stadium yang
paling parah. Keadaan tersebut tidak akan terjadi
kalau keluarga mengerti dan ikut terlibat aktif dalam
melakukan aktivitas fisik. Di Indonesia belum pernah
dilakukan pengkajian bagaimanakah efektivitas peran
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan rehabilitasi fisik
khususnya selama klien dirawat di rumah sakit maupun
setelah pulang.
• Pertanyaan penelitian
1. Faktor-faktor apakah yang berhubungan
terhadap peran serta keluarga dalam melakukan
rehabilitasi pada klien pascaserangan stroke di
rumah?
2. Bagaimanakah peran keluarga dalam
pelaksanaan rehabilitasi pada klien stroke?
Contoh: Penelusuran Masalah/Topik Penelitian

Oleh: S-N-S
NIM. 131111161 (B14)

1. Bidang Keahlian: Keperawatan Gerontik


2. Kasus: Activity Daily Living (ADL) Lansia
3. Kajian Masalah:

F-1

a. Empat puluh lima (45 %) lansia (< 65 th) mengalami kemunduran ADL seiring
pertambahan usia.
b. Kemunduran ADL dan ketergantungan lansia pada orang lain menjadi pemicu adanya
gangguan psikologis dan faktor pencetus terjadinya depresi pada lansia (Hawari,
2007).
c. Dengan kondisi yang sehat para lansia dapat melakukan aktivitas apa saja tanpa
meminta bantuan orang lain, atau sesedikit mungkin tergantung kepada orang lain.
(Suhartini, 2004).
d. Dengan menjaga kesehatan fisik, mental, spiritual, ekonomi dan sosial, seseorang dapat
memilih masa tua yang lebih membahagiakan, terhindar dari masalah kesehatan.
(Astuti, 2007).
e. Apabila ketergantungan tidak segera diatasi, maka akan menimbulkan beberapa akibat
seperti gangguan sistem tubuh, timbulnya penyakit, menurunnya Activity of Daily
Living (ADL). Penurunan Activity of Daily Living (ADL) disebabkan oleh
persendian yang kaku, pergerakan yang terbatas, waktu bereaksi yang lambat,
keseimbangan tubuh yang jelek, gangguan peredaran darah, keadaan yang tidak stabil bila
berjalan, gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran (Setiabudi dan Hardywinoto,
1999).
f. Permasalahan yang berkaitan dengan lansia antara lain, pengaruh proses menua dapat
menimbulkan masalah secara fisik karena semakin lanjut usia seseorang, maka akan
mengalami kemunduran terutama di bidang kemampuan fisik. Selain kemunduran
kemampuan fisik juga mengakibatkan penurunan pada peranan – peranan sosialnya
(Nugroho, 2000).

F-2
a. Olahraga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban kerja
ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak
kompetitif atau bertanding. (Bandiyah, 2009)
b. Senam lansia adalah senam dengan gerakan ringan, dilakukan secara
berkesinambungan, dan lazimnya disarankan untuk usia 40 tahun ke atas. (Ismawati, 2010)
c. Prinsip olahraga usia lanjut sama dengan prinsip olahraga pada umumnya, yang
membedakan adalah berkaitan dengan reaksi tubuh yang relative lebih lamban, oleh
karena itu, maka jangka waktu dan beban latihan harus disesuaikan (kusmana, 2002)
d. Faktor yang murni milik lanjut usia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh adalah
muskuloskeletal. Senam lansia ditujukan untuk penguatan, daya tahan, dan kelenturan
tulang dan sendi, sehingga sistem muskuloskeletal yang menurun dapat diperbaiki. Selain
itu senam lansia bermanfaat untuk memelihara kebugaran jantung dan paru (Reuben,
1996).

Spider Web

SPIDER WEB ADL pada Lansia

? KEBERSIHAN?

AKTIVITAS MAKAN DAN


MINUM ?
? AKTIVITAS-
JENIS (SENAM
DM, JALAN
A KAKI, DLL)
DL
?
?
Tema Utama
LANSIA

? ?
? ? ?
?
?
Keaslian Penulisan
Penelitian tentang Senam lansia dan Activity Daily Living / Aktivitas Kehidupan Sehari- hari
telah beberapa kali dilakukan, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:
No Judul Karya Ilmiah& Penulis Variabel Jenis Penelitian Hasil
1 Hubungan Senam Lansia -senam lansia kuantitatif Ada hubungan signifikan
dengan Kebugaran - vital sign lansia antara senam lansia
Lansia (Palestin, 2006) dengan tingkat kebugaran
lansia
2. Pengaruh Senam Aerobik -Latihan Senam Aerobik Kuantitatif Pra Senam Aerobik memiliki
terhadap Peningkatan - Peningkatan Kebugaran eksperimental pengaruh yang signifikan
Kebugaran Wanita Menopause pada peningkatan
(Hartini, 2007) kebugaran (stabilisasi
nadi, RR, tekanan darah &
menopause syndrome)
3. Pengaruh Senam Lansia - Senam Lansia Observational Ada Hubungan Senam
terhadap Kebugaran Jasmani - Kebugaran (stabilisasi rancangan analitik Lansia dengan kebugaran
pada Lansia (Rochman, 2009) nadi, RR, tekanan darah) jasmani
4. Manfaat Senam terhadap - Senam Tera Kuantitatif pra Senam Tera berpengaruh
Kebugaran Lansia (Kartinah, - Kebugaran eksperimental dalam menstabilkan kadar
2008) immunoglobulin
5. Perbedaan Pengaruh Senam Senam Otak Quasi eksperimen Senam otak dan senam
Otak dan Senam Lansia Senam Lansia lansia memberikan hasil
terhadap Keseimbangan pada Keseimbangan yang positif terhadap
Orang Lanjut Usia (Herawati, keseimbangan Lansia
2008)
6. Hubungan karakteristik personal Inferestial analitik karakteristik personal
antara Karakteristik Personal kemandirian dalam eksperimen memiliki hubungan
dengan Kemandirian dalam Activiy of Daily yang signifikan dengan
Activiy of Daily Living kemandirian dalam
Living (ADL) pada Lansia (Fathur, Activiy of Daily
2007) Living (ADL)
7. Hubungan Tingkat Depresi Deskriptif analitik ada hubungan yang
Antara Tingkat Depresi Dengan Dengan Kemampuan kolerasi signifikan dengan
Kemampuan Aktivitas Dasar Aktivitas Dasar Sehari- interpretasi
Sehari-Hari Hari korelasi negatif antara
Pada Lansia (Firmannulah, 2010) tingkat depresi dengan
kemampuan aktivitas
seharihari
pada lanjut usia
8. Pengaruh Pemberian Penyuluhan Deskriptif dengan penyuluhan kesehatan
Pemberian Penyuluhan Kesehatan pendekatan dapat meningkatkan
Kesehatan Terhadap Perubahan Perubahan Pengetahuan eksperimen pengetahuan lansia
Pengetahuan dan Activity of Daily Living korelasional tentang ADL
Sikap Tentang Activity of Daily Sikap Activity of Daily
Living (ADL) pada lansia Living
(Setyowati, 2009)
9. Pengaruh Pembelajaran - Pembelajaran Kuantitatif Pre Pembelajaran Terbimbing
Terbimbing terhadap Tingkat Terbimbing Eksperimental memiliki pengaruh yang
Kemandirian ADL LAnsia - Kemandirian ADL signifikan terhadap Tingkat
(Kusrumentahingtyas,2010) Kemandirian ADL LAnsia
10. Hubungan antara Tingkat tingkat depresi Studi korelasi Ada hubungan antara
Depresi dengan Ketergantungan ketergantungan dalam tingkat depresi dengan
dalam ADL ADL ketergantungan dalam ADL
(Activity of Daily Living) pada (Activity of Daily Living) (Activity of Daily Living)
Lansia (Aprinia, 2006) pada lansia
No Judul Karya Ilmiah& Penulis Variabel Jenis Penelitian Hasil
11. Hubungan antara Gaya Hidup gaya hidup Quasi eksperiment Terdapat hubungan antara
dengan Tingkat Ketergantungan tingkat ketergantungan gaya hidup dengan tingkat
dalam Aktivitas Kehidupan dalam aktivitas ketergantungan dalam
Sehari – hari Lansia kehidupan aktivitas kehidupan
sehari – hari sehari – hari lansia
12. Hubungan Karateristik Demografi Karateristik Demografi Studi korelasi, Ada hubungan antara
dengan Kemandirian kemandirian Karateristik Demografi
dalam Activity Daily Living (ADL) dalam Activity Daily dengan kemandirian
pada Lansia Living (ADL) dalam Activity Daily Living
(Sawika, 2005) (ADL) pada Lansia

Sementara itu penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah tentang pengaruh Senam
Lansia (lama waktu pelaksanaan, intensitas dan frekuensi) terhadap peningkatan kemandirian
ADL lansia. Variabel penelitian adalah lama waktu pelaksanaan senam lansia, Intensitas senam
lansia, frekuensi senam lansia dan ADL lansia. Jenis penelitian yang akan dilakukan yaitu
kuantitatif pra eksperiment.
1. Masalah
Pengaruh senam lansia terhadap kemandirian ADL lansia belum dapat dijelaskan
2. Rumusan Masalah:
a. apakah ada pengaruh durasi pelaksanaan senam lansia terhadap kemandirian ADL
lansia?
b. apakah ada pengaruh intensitas senam lansia terhadap kemandirian ADL
lansia?
c. apakah ada pengaruh frekuensi senam lansia terhadap kemandirian ADL
lansia?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum: Menjelaskan pengaruh senam lansia terhadap kemandirian ADL
lansia
Tujuan Khusus:
a. Mengukur kemandirian ADL lansia terhadap durasi senam lansia
b. Mengukur kemandirian ADL lansia terhadap intensitas senam lansia
c. Mengukur kemandirian ADL lansia terhadap frekuensi senam lansia
4. Manfaat Manfaat
Teoritis
Hasil penelitian dapat menjelaskan pengaruh senam lansia terhadap peningkatan
kemandirian ADL pada lansia.
Manfaat Praktis
Senam lansia diharapkan dapat dilakukan sebagai usaha promotif, preventif dan
rehabilitatif bagi lansia dalam menghadapi kemunduran ADL seiring bertambahnya usia.
5. Judul
Pengaruh senam lansia terhadap peningkatan kemandirian Activity Daily Living
(ADL) lansia atau peningkatan kemandirian lansia dalam adl dengan senam.
6. Kerangka Konseptual

Proses Penuaan

Penurunan Kemampuan Fisik Lansia

Faktor Kondisi Fisik Aktivitas Status Gizi Faktor mental emosional

kekuatan otot tonus otot Koordinasi  Keseimbangan ROM sendi Kognitif


Teori Penuaan Havighurst
Aktivitas Latihan Aerobik
Pemeliharaan aktivitas, peran, pencarian sosial teratur
Proprioseptif

Persepsi visual

Senam Lansia
Kemandirian ADL 
Interaksi sosial

Afiliasi kelompok usia

Frekuensi Senam LansiaDurasi Senam LansiaIntensitas Senam Lansia


DAFTAR PUSTAKA
Burns & Grove. (1999). The Practice of Nursing Research. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Nursalam. (2002). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
. 2008a. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktis. Edisi 2.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika
. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit, D.F. & Hungler, BP. (1999). Nursing Research. Principle and Method. Philadelphia: J.B.
Lippincott.
Polit DF & Back, CT. (2012). Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice. 9th Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Soeparto P, Putra ST, Haryanto. (2000). Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: GRAMIK &
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Sastroasmoro, S. dan S. Ismail. (1995). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Bab 4 • Kerangka Konsep dan Hipotesis Penelitian 49

Bab 4
Kerangka Konsep dan
Hipotesis Penelitian

MENYUSUN KERANGKA KONSEP


Tahap yang penting dalam satu penelitian adalah menyusun kerangka konsep. Konsep adalah
abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang
menjelaskan keterkaitan antarvariabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti).
Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori.
Untuk memudahkan, suatu konsep dari suatu istilah dapat dicermati pada batasan
istilahnya. Misalnya, untuk memahami konsep keperawatan maka perlu dicermati batasan
keperawatan. Keperawatan merupakan ilmu yang mempelajari sebab tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang menurut MASLOW adalah FAKHA: Fisiologis, Aman,
Kasih sayang, Harga diri, dan Aktualiasasi diri serta upaya untuk membantu memenuhi
kebutuhan dasar tersebut sebagai respons sakit yang dialami oleh klien. Konsep ilmu
keperawatan selalu didasarkan pada kajian paradigma tentang 4 hal, yaitu manusia, sehat/ sakit,
lingkungan, dan keperawatan.

Penyusunan Kerangka Konseptual dalam Penelitian


Dasar penyusunan kerangka konsep
Cara penyusunan kerangka konseptual penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Harus dibedakan pengertian kerangka konsep dan kerangka operasional.
• Kerangka konsep: konsep yang dipakai sebagai landasan berpikir dalam kegiatan
ilmu.
• Kerangka operasional (kerangka kerja): langkah-langkah dalam aktivitas ilmiah, mulai
dari penetapan populasi, sampel, dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal
dilaksanakannya penelitian.
2) Mengumpulkan semua sumber dan menyeleksi penelitian yang telah dipublikasikan,
konsep, atau teori (melalui theoretical mapping).
50 Bagian 2: Masalah Penelitian dan Kerangka Konsep

3) Mengidentifikasi dan mendefinisikan semua variabel riset, mengategorikan ke dalam


kelompok (independent, dependent, intervening, confounding, control and
random variable).

Langkah Penyusunan
a. Seleksi dan definisikan konsep yang dimaksudkan
b. Identifikasikan teori yang digunakan sebagai dasar penelitian
1) Peneliti ingin meneliti perilaku klien dalam perawatan, maka dapat dipilih teori
Lawrance Green, yang meliputi: predisposing, enabling, dan reinforcing.
2) Pemenuhan kebutuhan pada perawatan diri: makan, minum, berpakaian, eliminasi, mandi,
maka ditetapkan teori yang dipilih adalah dari Orem tentang self care
deficit.
c. Gambarkan hubungan antarvariabel dengan garis berarah
• Arah (Direction). Dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah.
• Tempat (Position). Variabel A Y (A ditulis terlebih dulu, karena A)
B
lebih besar pengaruhnya terhadap Y dibandingkan B)
• Tanda dan simbol (Sign & Symbol). Digaris putus-putus untuk yang diteliti ( ); digaris
jelas untuk variabel dalam kotak yang diteliti ( ); dan digaris putus-putus untuk variabel
yang tidak diteliti ( )
• Keterangan setiap tujuan penelitian:
• Hubungan/hipotesis (A B)
• Pengaruh (A B)
• Sebab akibat (A B)

Contoh:
Kerangka Konsep
Pengaruh Penerapan Teori Adaptasi terhadap Peningkatan Kinerja Perawat pada Klien Anak
dengan Asma Bronkial (Nursalam, 2003)
Peneliti perlu menjelaskan tentang pengaruh penerapan teori adaptasi dalam meningkatkan
kinerja perawat anak dan meningkatkan sistem imunitas anak dengan asma bronkial serta
keterkaitan beberapa variabel.

MENYUSUN HIPOTESIS PENELITIAN


Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Menurut
La Biondo-Wood dan Haber (2002) hipotesis adalah suatu pernyataan asumsi tentang hubungan
antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam
penelitian. Setiap hipotesis terdiri atas suatu unit atau bagian dari permasalahan.
Hipotesis disusun sebelum penelitian dilaksanakan karena hipotesis akan bisa
memberikan petunjuk pada tahap pengumpulan, analisis, dan interpretasi data. Uji
Kerangka Konseptual dan Hipotesis

Faktor penyebab enuresis primer: Faktor penyebab enuresis


• Keterlambatan matangnya fungsi susunan saraf pusat (SSP) sekunder:
• Faktor genetik

• Gangguan tidur • Stres kejiwaan

• Kadar ADH dalam tubuh yang kurang • Kondisi fisik yang terganggun
• Kelainan anatomi: ukuran kandung kemih yang kecil • Alergi

Enuresis (+)
Pembelajaran Bladder-retention training

Proses belajar: perception, learning, judgments, emotion

Kognisi ↔ Emosi (+)

Persepsi (+)

Koping (+)

Kemampuan bladder-retention training (+)

Pengetahuan (↑) Sikap (+) Praktik (↑)

Rangsangan
Kimiawi Rangsangan Rangsangan
(↑) Neuromuskuler Muskuler
(↑) Otot Polos
(↑)

Aktin + Miosin
Metabolisme pada
Rangsangan pada
Mitokondria
serat otot polos →
Ion kalsium & Acetil Cholin

ATP
ATP ADP Otot polos kandung
kemih meregang →
Kapasitas fungsional
Energi kandung kemih Energi

Kontraksi & tonus otot kandung kemih (↑)


Frekuensi enuresis (↓)

: Diukur

: Tidak diukur

Gambar 4.1 Kerangka konseptual pengaruh bladder-retention training terhadap perubahan


kemampuan dan enuresis pada anak usia sekolah (Walida, 2007)
hipotesis artinya menyimpulkan suatu ilmu melalui suatu pengujian dan pernyataan secara ilmiah
atau hubungan yang telah dilaksanakan penelitian sebelumnya.
Untuk mengetahui signifikansi (p) dari suatu hasil statistik (Hypothesis test), maka kita
dapat menentukan tingkat signifikansi: (p) 0,05 (1 kemungkinan untuk 20); 0,01 (1
untuk 100); dan 0,001 (1 untuk 1000). Adapun yang sering digunakan adalah signifikansi level
0,05. Dengan menentukan signifikansi ini maka kita dapat mentukan apakah hipotesis akan
diterima atau ditolak (jika p < 0,05) (Voelker & Orton, Adam 2011).

Syarat Hipotesis
a. Relevance: Hipotesis harus relevan dengan fakta yang akan diteliti.
b. Testability: Memungkinkan untuk dilakukannya observasi dan bisa diukur.
c. Compatibility: Hipotesis baru harus konsisten dengan hipotesis di lapangan yang sama
dan telah teruji kebenarannya, sehingga setiap hipotesis akan membentuk suatu sistem.
d. Predictive: Artinya hipotesis yang baik mengandung daya ramal tentang apa yang akan
terjadi atau apa yang akan ditemukan.
e. Simplicity: Harus dinyatakan secara sederhana, mudah dipahami, dan mudah dicapai.

Tujuan Hipotesis
a. Untuk menghubungkan antara teori dan kenyataan, dalam hal ini hipotesis
menggabungkan dua domain.
b. Sebagai suatu alat yang ampuh untuk pengembangan ilmu selama hipotesis bisa
menghasilkan suatu penemuan (discovery).
c. Sebagai suatu petunjuk dalam mengidentifikasi dengan menginterpretasi suatu hasil.

Sumber Hipotesis
Hipotesis didapatkan dari suatu fenomena atau masalah yang nyata, analisis teori, dan mengulas
literatur.
a. Pengalaman praktik
Diagnosis keperawatan bisa menjadi suatu dasar pengembangan hipotesis. Misal,
hubungan teoretis yang diidentifikasi Orem tahun 1985 dalam Polit & Back (2012), tentang
teori perawatan diri dan kurangnya kebersihan dalam melakukan perawatan luka
sehubungan dengan adanya nyeri pada sendi dan keterbatasan pergerakan/
mobilitas. Pertama, kita dapat menguji tentang efektivitas dari tindakan dalam
mengurangi nyeri sendi dan meningkatkan mobilitas dan dampak perawatan
individual. Contoh penulisan hipotesis meliputi: Klien artritis yang menggunakan
pengobatan relaksasi akan mengalami penurunan rasa nyeri dan membutuhkan waktu
yang relatif lebih sedikit dalam pengobatannya dibandingkan dengan klien yang tidak
mendapatkan terapi relaksasi.
b. Teori
Hubungan yang digunakan dalam suatu teori dapat menjadi dasar penyusunan
hipotesis. Jika seorang peneliti tertarik melakukan pengujian terhadap suatu pernyataan
dalam teori, akan membawa pengaruh yang besar terhadap perkembangan praktik
perawatan.
c. Kajian literatur
Pada kajian literatur, peneliti menganalisis dan mensintesis hasil dari berbagai
penelitian. Hubungan yang diidentifikasi dari sintesis dalam suatu penemuan sangat
berguna untuk penyusunan hipotesis. Nursalam tahun 2007, meneliti pengaruh
pendakatan Asuhan keperawatan terhadap respons pasien terinfeksi HIV and AIDS,
hipotesis yang digunakan berdasarkan konsep teori Psikoneuroimunologi dan
Adaptasi.

Tipe Hipotesis
Perbedaan tipe hubungan dan jumlah variabel diidentifikasi dalam hipotesis. Penelitian mungkin
mempunyai satu, tiga, atau lebih hipotesis, bergantung pada kompleksnya suatu penelitian.
a. Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran statistik dan
interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau kompleks dan bersifat sebab
atau akibat. Misal pengaruh teori adaptasi terhadap perbaikan kinerja perawat anak. Maka
dalam Ho; tidak adanya pengaruh penerapan teori adaptasi dalam asuhan keperawatan
terhadap perbaikan kinerja perawat anak.
b. Hipotesis alternatif (Ha/H1) adalah hoptesis penelitian. Hipotesis ini menyatakan
adanya suatu hubungan, pengaruh, dan perbedaan antara dua atau lebih variabel.
Hubungan, perbedaan, dan pengaruh tersebut dapat sederhana atau kompleks, dan bersifat
sebab-akibat. Misalnya, ada pengaruh antara senam nifas dan proses involusi pada ibu
pascasalin. Ada perbedaan tingkat kecemasan antara klien laki-laki dan perempuan pada
infark miokard akut (IMA).
KONSEP SELF-CARE
Teori keperawatan self-care dikemukakan oleh Dorothea E. Orem pada tahun 1971 dan dikenal
dengan teori self-care deficit nursing theory (SCDNT) (DeLaune & Ladner, 2002). Teori
SCDNT sebagi grand teori mempunyai komponen teori yaitu teori self-care, teori self-care
deficit, dan teori nursing system (Alligood & Tomey, 2006). Orem (1985) dalam Richardson
(1992) menyebutkan bahwa:
“Self-care is the production of actions directed to self or to the environment in order to
regulate one’s functioning in the interest of one’s life, integrated functioning and well-
being”

Dari pernyataan di atas, self-care diartikan sebagai wujud perilaku seseorang dalam
menjaga kehidupan, kesehatan, perkembangan dan kehidupan disekitarnya (Baker &
Denyes, 2008). Self-care merupakan perilaku yang dipelajari dan merupakan suatu tindakan
sebagai respons atas suatu kebutuhan (DeLaune & Ladner, 2002). Pada konsep self-care, Orem
menitikberatkan bahwa seseorang harus dapat bertanggung jawab terhadap pelaksanaan self-care
untuk dirinya sendiri dan terlibat dalam pengambilan keputusan untuk kesehatannya
(Alligood & Tomey, 2006). Kebutuhan seseorang untuk terlibat dalam perawatan dirinya dan
mendapatkan perawatan disebut sebagai therapeutic self-care demand (DeLaune & Ladner,
2002). Self-care berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan individu, bergantung pada
kebiasaan seseorang, kepercayaan yang dimiliki, dan budaya, termasuk biopsikososial-spiritual
(Becker, Gates, & Newsom, 2004; Larsen & Lubkin, 2009).
Self-care dalam konteks pasien dengan penyakit kronis merupakan hal yang kompleks, dan
sangat dibutuhkan untuk keberhasilan manajemen serta kontrol dari penyakit kronis tersebut
(Larsen & Lubkin, 2009). Self-care dapat digunakan sebagai tehnik pemeecahan masalah dalam
kaitannya dengan kemampuan koping dan kondisi stresful karena penyakit kanker. Banyak
penelitian yang telah membuktikan bahwa self-care meningkatkan kualitas hidup dengan
menurunkan nyeri, kecemasan, dan keletihan; meningkatkan kepuasan pasien, serta
menurunkan penggunaan tempat pelayanan kesehatan dengan menurunkan jumlah kunjungan ke
dokter, kunjungan rumah, penggunaan obat, dan lama rawat inap di rumah sakit.

KONSEP SELF-CARE AGENCY


Self-care agency adalah kemampuan atau kekuatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk
mengidentifikasi, menetapkan, mengambil keputusan dan melaksanakan self-care (Alligood &
Tomey, 2006; Taylor & Renpenning, 2011). Orem mengidentifikasi sepuluh faktor dasar yang
memengaruhi self-care agency (basic conditioning factor) yaitu usia, gender, tahap
perkembangan, tingkat kesehatan, pola hidup, sistem pelayanan kesehatan, sistem keluarga, dan
lingkungan eksternal (Alligood & Tomey, 2006). Perawat harus bisa
mengidentifikasi self-care therapeutic demand dan perkembangan serta tingkat self-care
agency dari seorang individu karena self-care therapeutic demand dan self-care agency
berubah secara dinamis (Parker, 2001). Ketidakseimbangan antara self-care therapeutic
demand dengan self-care agency berdampak self-care deficit pada seorang individu (gambar 2.3)
(Richardson, 1992). Interaksi antara perawat dengan klien akan dapat terjadi jika klien
mengalami self-care deficit, disinilah muncul suatu nursing agency (DeLaune & Ladner,
2002).

Selfcare
R R
Conditining factorsConditining factors

Selfcare agency R Selfcare demand


<

Selfcare deficit

R R

Nursing agency

Gambar 4.2 Konsep self-care (Alligood & Tomey, 2006)

Self-care agency perlu ditingkatkan oleh individu karena pelaksanaan self-care


membutuhkan pembelajaran, pengetahuan, motivasi dan skill (Taylor & Renpenning, 2011).
Self-care agency mengacu pada kemampuan kompleks dalam melaksanakan self-care. Contoh
dari self-care agency antara lain pengetahuan tentang jenis makanan, pengetahuan tentang
menjaga jalan napas tetap bebas, dan penggunaan sistem bantuan untuk bersihan jalan napas
(Baker & Denyes, 2008). Kesadaran akan kebutuhan mendapatkan pengetahuan dan kemampuan
untuk mencari pengetahuan akan memengaruhi tindakan yang diambil oleh seorang individu
(Taylor & Renpenning, 2011).
Struktur Self-care agency (Gambar 2.4) terdiri atas tiga karakteristik manusia yang
saling berhubungan, namun berbeda secara hierarki yaitu: 1) foundational capabilities and
dispositions (kemampuan dasar), 2) power components (komponen kekuatan), dan 3)
capabilities to perform self-care operation (kemampuan melaksanakan self-care) (Baker &
Denyes, 2008; Meleis, 2011; Taylor & Renpenning, 2011).
Treraupeutic self-care demand
Determination Decisions Meeting
Level of about
1.1
Estimative Transional Productive
self-care operations self-care operations self-care operations
Level
1.2 Specific abilities enabling for
performance of self-care
operations

Dispositions
Significant
affecting goals sought
orientative capabilities
and dispotions

Knowling and going


capabilities

Selected Selected
basic capabilities I basic capabilities II
Level
1.2 Sets of capabilities adn dispositions
foundational for action

Level Conditioning factors and states


1.3

Gambar 4.3 Struktur self-care agency (Taylor & Renpenning, 2011)

Foundational capabilities and disposition merupakan pondasi dari self-care agency,


sedangkan pengetahuan tentang conditioning factors serta komponen power berasal dari
berbagai keilmuan dan penelitian. Self-care operation merupakan proses pelaksanaan self-
care, terdiri atas 1) estimative operation yang merupakan kegiatan identifikasi atau
investigasi; 2) transitional operation yaitu proses penilaian dan pengambilan keputusan; dan 3)
productive operation yaitu proses pelaksanaan self-care, termasuk di dalamnya proses kognitif
dan kemampuan psikomotor (Taylor & Renpenning, 2011).
Contoh dari karakteristik kemampuan dasar yang dimaksud dalam struktur self-care
agency salah satunya adalah intelegensia seseorang, sedangkan contoh karakteristik power adalah
kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan dalam melaksanakan self-care (Baker &
Denyes, 2008). Orem menjelaskan bahwa tindakan seseorang dipengaruhi oleh penilaian mereka
tentang hal yang tepat untuk suatu situasi dan keadaan. Seseorang yang
melaksanakan tindakan harus mempunyai “sensory knowledge” dan “awareness” tentang situasi
tersebut sehingga mengacu pada pengetahuan tersebut maka seseorang dapat mengambil
keputusan untuk bertindak (Meleis, 2011). Bagi orang yang menderita penyakit kronis, tindakan
self-care operation tercermin dalam aktivitas mereka dalam mentaati terapi medis, dan gaya
hidup yang direkomendasikan, melaksanakan aktivitas sehari-hari yang disarankan,
melaksanakan tindakan pencegahan sesuai anjuran, menjalankan kegiatan ibadah yang
meningkatkan spiritualitas, serta melakukan kegiatan yang menyenangkan (Larsen & Lubkin,
2009).

Pengukuran Self-Care Agency


Pengukuran terhadap komponen dari SCDNT telah berkembang lebih dari dua puluh tahun.
Pengukuran self-care agency yang valid dan terpercaya merupakan hal yang vital bagi
perkembangan SCDNT sebagai salah satu teori keperawatan (Parker, 2001). Berbagai
penelitian tentang self-care agency dilakukan oleh para ahli keperawatan dengan menggunakan
berbagai instrumen. Beberapa diantaranya adalah Appraisal of Self-Care Agency (ASA) Scale,
Self-as-Carer Inventory (SCI), Denyes self-care agency instrument (DSCAI) (Alligood &
Tomey, 2006), The Exercise of Self-Care Agency (ESCA), The Perception of Self-Care
Agency Questionnaire, The Appraisal of Self-Care Agency Scale (ASA-S), dan The Mental
Health Self-Care Agency Scale (MH-SCA) (Sousa, Zauszniewski, Zeller, & Neese, 2008;
Taylor & Renpenning, 2011).
Denyes self-care agency instrument (DSCAI) dirancang untuk individu agar dapat
mengukur kekuatan dan keterbatasan yang dimiliki sehingga mampu mengambil keputusan
tentang hal yang harus dilakukan untuk memenuhi self-care-nya (Waltz, Strickland, & Lenz,
2010). Instrumen ini dikembangkan oleh Denyes pada tahun 1988 dan pada awalnya
digunakan untuk mengukur self-care agency pada populasi remaja (Campbell & Soeken, 1999).
Pada perkembangannya DSCAI digunakan untuk mengukur self-care agency pada populasi
orang dewasa, baik perempuan maupun laki-laki, serta pada beberapa penyakit kronis seperti
diabetes dan penyakit jantung koroner. (Sousa et al., 2008). DSCAI terdiri atas 34 pertanyaan
yang mengukur enam faktor Foundational capabilities and disposition (FCD) dan tujuh
komponen power. Partisipan akan diminta untuk memilih diantara skala 0 (tidak sama sekali)
sampai 100 (seluruhnya) atau memberi jawaban dengan persentase (Anderson, 2001). Terdapat
6 kategori skala dalam DSCAI yaitu: Ego strength, Valuing of health, Health knowledge and
decision making capability, Energy, Feelings, dan Attention to health (Denyes, 1990).
Contoh Kerangka Konsep Berbasis Self-Care (Orem) Self-
Care Agency (Kemandirian Orem) Penerapan pada Ibu Nifas
dengan Menggunakan Pendekatan Teori Self Care Model

Self Cares
Faktor dasar/ predisposisi (predisposing factor)
Pengetahuan
Sikap Self Cares Self Cares
Keyakinan Agency meningkat Demand
Pendidikan
Pekerjaan

Self care Defisit

Nursing agency
Faktor pemungkin (enabling factor)
Supportive Educative system:
Guidance
Sarana prasarana/ fasilitas pelayanan kes Teaching
- Jarak dengan pelayanan

Faktor pendorong/penguat (rainforcing factor)


Meningkatkan kemandirian ibu post partum dalam perawatan diri
Memenuhi nutrisi,
Dukungan keluargaAmbulasi,
-Kelompok, tenaga kes Eliminasi (Miksi & Defeksi),
Perawatan payudara,
Perawatan perinium, dan
Kebersihan diri

Gambar 4.4 Kerangka konsep penelitian meningkatkan kemandirian ibu nifas dengan
menggunakan pendekatan teori self care model Orem (Mardiatun, 2012).

Berdasarkan teori keperawatan Self Care yang dikemukakan oleh Dorothea Orem, manusia
pada dasarnya mempunyai kemampuan dalam merawat dirinya sendiri yang di sebut Self Care
Agency. Self Care Agency dapat berubah setiap waktu yang di pengaruhi oleh faktor predisposisi
(predisposing factor) yang terdiri atas pengetahuan, sikap, keyakinan pendidikan dan pekerjaan.
Yang kedua yaitu faktor pemungkin (Enabling factor) yang terdiri atas sarana prasarana dan
jarak dengan pelayanan kesehatan. Yang ketiga yaitu; faktor pendorong (Reinforcing factor)
yang berupa peran dukungan keluarga dan adanya aturan-aturan. Ketika terjadi defisit
perawatan diri, peran perawat sebagai Nursing Agency membantu untuk memaksimalkan
kemampuan pelaksanaan perawatan diri ibu
post partum melalui tindakan asuhan keperawatan mandiri perawat berupa bantuan
Supportif –Educative System dengan memberikan Guidance (Booklet) and Teaching, untuk
meningkatkan kemampuan atau kemandirian pelaksanaan perawatan diri ibu (Self Care Agency)
terhadap kebutuhan perawatan diri ibu (Self Care Demand), seperti kemampuan memenuhi nutisi
dan cairan, ambulasi, kebersihan diri, perawatan perinium, perawatan payudara, miksi, dan
defekasi.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J. A. ( 2001). Understanding Homeless Adults by Testing the Theory of Self-
Care. Nursing Science Quarterly, 14(1), 59-67
Alligood, M.R. and Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. Missouri
: Mosby
Baker. L. K., & Denyes, M. J. (2008). Predictors of Self-Care in Adolescents with Cystic
Fibrosis: A Test of Orem’s Theories of Self-Care and Self-Care Deficit. Journal of
Pediatric Nursing, 23(1), 37–48.
Becker G., Gates, R. J., & Newsom E. (2004). Self-Care among Chronically Ill African
Americans: Culture, Health Disparities, and Health Insurance Status. American
Journal of Public Health, 94(12), 2066-2073.
Campbell, J. C., & Soeken, K. (1999). Forced Sex and Intimate Partner Violence: Effects on
Women’s Health. Violence Against Women, 5(9), 1017–1035
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2002). Fundamentals of nursing: Standards and practice.
2nd Ed. New York: Thomson Delmar Learning
Denyes, M.J. (1980). Development of An Instrument to Measure Self-Care Agency in
Adolescents. Doctoral Dissertation, Wayne State University
Larsen, P. D., & Lubkin, I. M. (2009). Chronic Illness: Impact and Intervention. 7th Ed.
Sudbury: Jones and Bartlett Publishers
Meleis, A.I. (2011). Theoretical Nursing: Development and Progress. 5th Ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins
Parker, M. E. (2001). Nursing Theories and Nursing Practice. Philadelphia: Davis
Company
Sousa V. D., Zauszniewski J. A., Zeller R. A., & Neese J. B. (2008). Factor Analysis of The
Appraisal of Self Care Agency Scale in American Adults with Diabetes Mellitus. The
Diabetes Educators, 34, 98-108.
Taylor, s., & Renpenning, k. (2011). Self Care Science, Nursing Theory and Evidence Based
Practice. New York: Springer Publishing Company, LLC.
Waltz, C. F., Strickland, O. L., and Lenz, E. R. (2010). Measurement in Nursing and Health
Research, 4th ed. New York: Springer Publishing Company
KONSEP MODEL INTERAKSI MANUSIA (IMOGENE M. KING)
King mengidentifikasi kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) sebagai sebuah
kerangka kerja sistem terbuka, dan teori ini sebagai suatu pencapaian tujuan. King
mempunyai asumsi dasar terhadap kerangka kerja konseptualnya, bahwa manusia seutuhnya
(Human Being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten berinteraksi dengan
lingkungannya. Asumsi yang lain bahwa keperawatan berfokus pada interaksi manusia
dengan lingkungannya dan tujuan keperawatan adalah untuk membantu individu dan kelompok
dalam memelihara kesehatannya. Kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) terdiri
atas tiga sistem interaksi yang dikenal dengan Dynamic Interacting Systems, meliputi:
Personal systems (individual), interpersonal systems (grup) dan social systems (keluarga,
sekolah, industri, organisasi sosial, sistem pelayanan kesehatan, dan lain-lain).
Konsep Human Interaction Model ini dikembangkan pertama kali oleh Imogene M.
King pada tahun 1971 yang diawali dengan mengembangkan “Theory of Goal Attainment (teori
pencapaian tujuan). Teori pencapaian tujuan merupakan teori yang bersifat terbuka dan dinamis,
dengan sembilan konsep utama yang meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, peran,
stres, tumbuh kembang, waktu dan ruang (Alligood dan Tomey, 2006). Asumsi dasar King
tentang manusia seutuhnya (Human Being) meliputi sosial, perasaan, rasional, reaksi,
kontrol, tujuan, orientasi kegiatan dan orientasi pada waktu.
Dari keyakinannya tentang human being ini, King telah menderivat asumsi tersebut lebih
spesifik terhadap interaksi perawat – klien:
1. Persepsi dari perawat dan klien memengaruhi proses interaksi.
2. Tujuan, kebutuhan-kebutuhan dan nilai dari perawat dan klien memengaruhi proses
interaksi.
3. Individu mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri.
4. Individu mempunyai hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan hal
tersebut memengaruhi kehidupan dan kesehatan mereka serta pelayanan masyarakat
5. Profesional kesehatan mempunyai tanggung jawab terhadap pertukaran informasi sehingga
membantu individu dalam membuat keputusan tentang pelayanan kesehatannya.
6. Individu mempunyai hak untuk menerima atau menolak pelayanan kesehatan.
7. Tujuan dari profesional kesehatan dan tujuan dari penerima pelayanan kesehatan dapat
berbeda.

Human being mempunyai tiga dasar kebutuhan kesehatan yang fundamental:


1. Kebutuhan terhadap informasi kesehatan dan dapat dipergunakan pada saat dibutuhkan.
2. Kebutuhan terhadap palayanan kesehatan bertujuan untuk pencegahan penyakit.
3. Kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan ketika individu tidak mampu
untuk membantu dirinya sendiri.
Perawat dalam posisinya, membantu: apa yang mereka ketahui, apa yang mereka pikirkan,
bagaimana mereka merasakan dan bagaimana mereka melakukan kegiatan untuk memelihara
kesehatannya.

Kerangka Konsep Imogene M. King (Fadilah, 2009)


King mengemukakan dalam kerangka konsepnya, hampir setiap konsep yang dimiliki oleh
perawat dapat digunakan dalam asuhan keperawatan.

FEEDBACK

PERSEPTION

NURSE JUDGEMENT

ACTION
TRANSACTION
REACTIONINTERACTION

PERSEPTION

PATIENT JUDGEMENT

ACTION

FEEDBACK

Gambar 4.5 Kerangka konsep Imogene M. King

Berdasarkan kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) dan asumsi dasar tentang
human being, King menderivatnya menjadi teori Pencapaian Tujuan (Theory of Goal
Attainment). Elemen utama dari teori pencapaian tujuan adalah interpersonal systems, di mana
dua orang (perawat-klien) yang tidak saling mengenal berada bersama-sama di organisasi
pelayanan kesehatan untuk membantu dan dibantu dalam mempertahankan status kesehatan
sesuai dengan fungsi dan perannya. Dalam sistem interpersonal perawat-klien berinteraksi
dalam suatu area (space). Menurut King intensitas dari sistem interpersonal sangat menentukan
dalam menetapkan dan pencapaian tujuan keperawatan. Dalam interaksi tersebut terjadi aktivitas-
aktivitas yang dijelaskan sebagai sembilan konsep utama, di mana konsep-konsep tersebut saling
berhubungan dalam setiap situasi praktik keperawatan, meliputi:
1. Interaksi, King mendefinisikan interaksi sebagai suatu proses dari persepsi dan
komunikasi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, individu dengan
lingkungan yang dimanifestasikan sebagai perilaku verbal dan non verbal dalam
mencapai tujuan.
2. Persepsi diartikan sebagai gambaran seseorang tentang realita, persepsi berhubungan dengan
pengalaman yang lalu, konsep diri, sosial ekonomi, genetika dan latarbelakang pendidikan.
3. Komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian informasi dari seseorang kepada
orang lain secara langsung maupun tidak langsung.
4. Transaksi diartikan sebagai interaksi yang mempunyai maksud tertentu dalam
pencapaian tujuan. Transaksi yang dimaksud adalah pengamatan perilaku dari
interaksi manusia dengan lingkungannya.
5. Peran merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan dari posisi pekerjaannya dalam
sistem sosial. Tolok ukurnya adalah hak dan kewajiban sesuai dengan posisinya. Jika
terjadi konflik dan kebingungan peran maka akan mengurangi efektivitas pelayanan
keperawatan.
6. Stres diartikan sebagai suatu keadaan dinamis yang terjadi akibat interaksi manusia dengan
lingkungannya. Stres melibatkan pertukaran energi dan informasi antara manusia
dengan lingkungannya untuk keseimbangan dan mengontrol stresor.
7. Tumbuh kembang adalah perubahan yang kontinu dalam diri individu. Tumbuh
kembang mencakup sel, molekul dan tingkat aktivitas perilaku yang kondusif untuk
membantu individu mencapai kematangan.
8. Waktu diartikan sebagai urutan dari kejadian/peristiwa kemasa yang akan datang. Waktu
adalah perputaran antara satu peristiwa dengan peristiwa yang lain sebagai pengalaman
yang unik dari setiap manusia.
9. Ruang adalah sebagai suatu hal yang ada di manapun sama. Ruang adalah area di mana
terjadi interaksi antara perawat dengan klien (Fadilah, 2009)

Konsep Interaksi Manusia Imogene M. King


King mendefinisikan interaksi sebagai suatu proses dari persepsi dan komunikasi antara individu
dengan individu, individu dengan kelompok, individu dengan lingkungan yang dimanifestasikan
sebagai perilaku verbal dan non verbal dalam mencapai tujuan (Alligood dan Tomey, 2006).
Di dalam arti kamus interaksi berarti sebagai tingkah laku yang dapat diobservasi oleh dua
orang atau lebih di dalam hubungan timbal balik (King, 2006).
Menurut king setiap individu adalah sistem personal (sistem terbuka). Untuk sistem
personal konsep yang relevan adalah persepsi, diri, pertumbuhan dan perkembangan, citra
tubuh, dan waktu.
1. Persepsi
Persepsi adalah gambaran seseorang tentang objek, orang dan kejadian- kejadian. Persepsi
berbeda dari satu orang dan orang lain dan hal ini tergantung dengan pengalaman masa
lalu, latar belakang, pengetauhan dan status emosi. Karakteristik persepsi adalah universal
atau dialami oleh semua, selekltif untuk semua orang, subjektif atau personal.
2. Diri
Diri adalah bagian dalam diri seseorang yang berisi benda-benda dan orang lain. Diri
adalah individu atau bila seseorang berkata “AKU”. Karakteristik diri adalah
individu yang dinamis, system terbuka dan orientasi pada tujuan.
3. Pertumbuhan dan perkembangan
Tumbuh kembang meliputi perubahan sel, molekul dan perilaku manusia. Perubah ini
biasnya terjadi dengan cara yang tertib, dan dapat diprediksiakan walaupun individu itu
berfariasi, dan sumbangan fungsi genetic, pengalam yang berarti dan memuaskan. Tumbuh
kembang dapat didefinisikan sebagai proses diseluruh kehidupan seseorang di mana dia
bergerak dari potensial untuk mencapai aktualisasi diri.
4. Citra tubuh
King mendefinisikan citra diri yaitu bagaimana orang merasakan tubuhnya dan reaksi-
reaksi lain untuk penampilanya.
5. Ruang
Ruang adalah universal sebab semua orang punya konsep ruang, personal atau
subjektif, individual, situasional, dan tergantung dengan hubunganya dengan situasi, jarak
dan waktu, transaksional, atau berdasarkan pada persepsi individu terhadap situasi. Definisi
secara operasioanal, ruang meliputi ruang yang ada untuk semua arah, didefinisikan
sebagai area fisik yang disebut territory dan perilaku oran yang menempatinya.
6. Waktu
King mendefisikan waktu sebagai lama antra satu kejadian dengan kejadian yang lain
merupakan pengalaman unik setiap orang dan hubungan antara satu kejadian dengan
kejadian yang lain

Sistem Interpersonal
King mengemukakan sistem interpersonal terbentuk oleh interkasi antra manusia. Interaksi antar
dua orang disebut DYAD, tiga orang disebut TRIAD, dan empat orang disebut GROUP.
Konsep yang relefan dengan sistem interpersonal adalah interkasi, komunikasi, transaksi, peran
dan stres.
1. Interaksi
Interaksi didefinisakan sebagai tingkah laku yang dapat diobservasi oleh dua orang atau
lebih di dalam hubungan timbal balik.
2. Komunikasi
King mendefinisikan komunikasi sebagai proses diman informasi yang diberikan dari
satu orang keorang lain baik langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui
telpon, televisi atau tulisan kata. ciri-ciri komunikasi adalah verbal,non verbal,
situasional, perceptual, transaksional, tidak dapat diubah, bergerak maju dalam waktu,
personal, dan dinamis. Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis
dalam menyampaikan ide- ide satu orang keorang lain. Aspek perilaku nonverbal yang
sangat penting adalah sentuhan. Aspek lain dari perilaku adalah jarak, postur, ekspresi
wajah, penampilan fisik dan gerakan tubuh.
3. Transaksi
Ciri-ciri transaksi adalah unik, karena setiap individu mempunyai realitas personal
berdasarkan persepsi mereka. Dimensi temporal-spatial, mereka mempunyai
pengalaman atau rangkaian-rangkaian kejadian dalam waktu.
4. Peran
Peran melibatkan sesuatu yang timbal balik di mana seseorang pada suatu saat sebagai
pemberi dan disat yang lain sebagai penerima ada 3 elemen utama peran
yaitu, peran berisi set perilaku yang di harapkan pada orang yang menduduki posisi di
sistem sosial, set prosedur atau aturan yang ditentukan oleh hak dan kewajiban yang
berhubungan dengan prosedur atau organisasi, dan hubungan antara 2 orang atau lebih
berinteraksi untuk tujuan pada situasi khusus.
5. Stres
Definisi stres menurut King adalah suatu keadaan yang dinamis di manapun manusia
berinteraksi dengan lingkungannya untuk memelihara keseimbangan pertumbuhan,
perkembangan dan perbuatan yang melibatkan pertukaran energi dan informsi antara
seseorang dengan lingkungannya untuk mengatur stresor. Stres adalah suatu yang dinamis
sehubungan dengan sistem terbuka yang terus-menerus terjadi pertukaran dengan
lingkunagn, intensitasnya berfariasi, ada diemnsi yang temporal-spatial yang dipengaruhi
oleh pengalaman lalu, individual, personal, dan subjektif.
7. Sistem sosial
King mendefinisikan sistem sosial sebagai sistem pembatas peran organisasi sosisal,
perilaku, dan praktik yang dikembangkan untuk memelihara nilai-nilai dan mekanisme
pengaturan antara praktk-praktik dan aturan (George, 1995). Konsep yang relevan dengan
sistem sosial adalah organisasi, otoritas, kekuasaan, status dan pengambilan keputusan.
1) Organisasi
Organisasi bercirikan struktur posisi yang berurutan dan aktivitas yang
berhubungan dengan pengaturan formal dan informal seseorang dan kelompok untuk
mencapai tujuan personal atau organisasi.
2) Otoritas
King mendefinisikan otoritas atau wewenang, bahwa wewenang itu aktif, proses
transaksi yang timbal balik di mana latar belakang, persepsi, nilai-nilai dari
pemegang memengaruhi definisi, validasi dan penerimaan posisi di dalam
organisasi berhubungan dengan wewenang.
3) Kekuasaan
Kekuasaan adalah universal, situasional, atau bukan sumbangan personal, esensial
dalam organisasi, dibatasi oleh sumber-sumber dalam suatu situasi, dinamis dan
orientasi pada tujuan.
4) Pembuatan keputusan
Pembuatan atau pengambilan keputusan bercirikan untuk mengatur setiap kehidupan
dan pekerjaan, orang, universal, individual, personal, subjektif, situasional, proses
yang terus menerus, dan berorientasi pada tujuan.
5) Status
Status bercirikan situasional, posisi ketergantungan, dapat diubah. King
mendefinisikan status sebagai posisi seseorang di dalam kelompok atau kelompok
dalam hubungannya dengan kelompok lain di dalam organisasi dan mengenali bahwa
status berhubungan dengan hak-hak istimewa, tugas-tugas, dan kewajiban.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. & Tomey, A. M. (2006). Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. Missouri:
Mosby
George, J. B. 1995. Nursing Theories: A Base for Professional Nursing Practice. Connecticut:
Appleton and Lange.
King, I.M. 2006. Part One: Imogene M. King’s Theoryndof Goal Attainment. Dalam M.E.
Parker, Nursing theories and nursing practice (2 ed., Hlm. 235-243). Philadelphia:
F.A. Davis.

FAMILY-CENTERED NURSING (FIEDMAN, 2003)


Praktik keluarga sebagai pusat keperawatan (family-centered nursing) didasarkan pada
perspektif bahwa keluarga adalah unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga
dan dari unit yang lebih luas. Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan masyarakat,
mempresentasikan perbedaan budaya, rasial, etnik, dan sosioekonomi. Aplikasi dari teori ini
termasuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan
pengkajian dan perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga
(Hitchcock, Schubert, Thomas, 1999).
Penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan family-centered nursing salah
satunya menggunakan Friedman Model. Pengkajian dengan model ini melihat keluarga
sebagai subsistem dari masyarakat (Allender & Spradley, 2005). Proses keperawatan keluarga
meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Keluarga merupakan entry point dalam pemberian pelayanan kesehatan di masyarakat,
untuk menentukan risiko gangguan akibat pengaruh gaya hidup dan lingkungan. Potensi dan
keterlibatan keluarga menjadi makin besar, ketika salah satu anggota keluarganya
memerlukan bantuan terus menerus karena masalah kesehatannya bersifat kronik, seperti
misalnya pada penderita pascastroke. Praktik keluarga sebagai pusat keperawatan (family-
centered nursing), didasarkan pada perspektif bahwa keluarga unit dasar untuk keperawatan
individu dari anggota keluarga. Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan
masyarakat, mempresentasikan perbedaan budaya, relasi, lingkungan, dan sosioekonomi.
Aplikasi dari teori ini termasuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi,
lingkungan, tipe keluarga dan budaya ketika melakukan pengkajian dan perencanaan,
implementasi dan evaluasi perawatan pada anak dan keluarga (Hitchcock, Schubert &
Thomas 1999; Friedman dkk, 2003). Penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan
pendekatan family-centered nursing, salah satunya menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang didasarkan pada Friedman model. Pengkajian dengan model ini, melihat
keluarga dengan subsistem dari masyarakat (Friedman dkk, 2003; Allender dan Spradley 2005).
Proes keperawatan keluarga dengan fokus pada keluarga sebagai klien (family- centered
nursing) , meliputi: pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
(1) Asuhan keperawatan keluarga, difokuskan pada peningkatan kesehatan seluruh anggota
keluarga, melalui perbaikan dinamika hubugan internal keluarga, struktur dan fungsi
keluarga yang terdiri atas efeksi, sosialisasi, reproduksi, ekonomi dan perawatan kesehatan
bagi anggota keluarga, untuk dapat merawat anggota keluarganya yang sakit dan bagi
anggota keluarga yang lain agar tidak tertular penyakit, serta adanya interdependensi
antaranggota keluarga sebagai suatu sistem, dan meningkatkan hubungan keluarga dengan
lingkungannya (Friedman dkk, 2003)
(2) Tujuan dari asuhan keperawatan keluarga memandirikan keluarga dalam melakukan
pemeliharaan kesehatan para anggotanya, untuk itu keluarga harus melakukan 5 tugas
kesehatan keluarga, diantaranya yaitu: mampu memutuskan tindakan kesehatan yang tepat
bagi keluarga, mampu merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan,
mampu mempertahankan suasana di rumah yang sehat atau memodifikasi lingkungan untuk
menjamin kesehatan anggota keluarga; mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan disekitarnya bagi keluarga (Bailon dan Maglaya dalam Freeman, 1981).
Keluarga merupakan suatu sistem, di mana jika salah satu anggota keluarga
bermasalah, akan mempengaruh sistem anggota keluarga yang lain, begitupun sebaliknya
(Stanhope & Lancaster, 2004). Masalah individu dalam keluarga diselesaikan melalui
intevensi keluarga diselesaikan melalui keterlibatan aktif anggota keluarga lain. Dengan
demikian, melaluai intervensi keluarga, yakini keluarga yang sehat, maka akan membuat
komunitas atau masyarakat menjadi sehat, karena keluarga merupakan subsistem dari
komunitas (Friedman dkk, 2003; Stanhope & Lancaster, 2004).
(3) Ada beberapa alasan mengapa keluarga menjadi salah satu sentral dalam perawatan yaitu:
(1) keluarga sebagai sumber dalam perawatan kesehatan; (2) masalah kesehatan individu
akan berpengaruh pada anggota keluarga yang lainnya; (3) keluarga merupakan tempat
berlangsungnya komunikasi individu sepanjang hayat, sekaligus menjadi harapan bagi
setiap anggotanya; (4) penemuan kasus-kasus suatu penyakit sering diawali dari keluarga;
(5) anggota keluarga lebih mudah menerima suatu informasi, jika informasi tersebut
didukung oleh anggota keluarga lainnya, dan (6) keluarga merupakan support system
bagi individu (Friedman dkk, 2003).
Pendekatan yang dilakukan dalam asuhan keperawatan keluarga adalah proses
keperawatan, yang terdiri atas pengkajian individu dan keluarga, perumusan diagnosis
keperawatan, penyusunan rencana asuhan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi dari
tindakan yang telah dilaksanakan (Friedman dkk, 2003).
a. Pengkajian
Adalah suatu tahapan di mana seorang perawat mendapatkan informasi secara terus-
menerus, terhadap anggota keluarga yang dibinanya.
b. Diagnosis keperawatan
Data yang telah dikumpulkan pada tahap pengkajian, selanjutnya dianalisis,
sehingga dapat dirumuskan diagnosis keperawatannya. Rumusan diagnosis
keperawatan keluarga ada tiga jenis, yaitu diagnosis aktual, risiko dan potensial.
Etiologi dalam diagnosis keperawatan keluarga didasarkan pada pelaksanaan lima
tugas kesehatan (Friedman dkk, 2003).
c. Perencanaan
Perencanaan keperawatan keluarga terdiri atas, penetapan tujuan yang mencakup tujuan
umum dan tujuan khusus, dilengkapi dengan kriteria dan standar serta rencana
tindakan. Penetapan tujuan dan rencana tindakan dilakukan bersama dengan keluarga,
karena diyakini bahwa keluarga bertanggung jawab dalam mengatur kehidupannya, dan
perawat mambantu menyediakan informasi yang relevan untuk memudahkan keluarga
mengambi keputusan (Carey, dikutip dalam Friedman dkk, 2003).
d. Implementasi
Implementasi keperawatan dinyatakan untuk, mengatasi malasah kesehatan dalam
keluarga dan ditujukan pada, lima tugas kesehatan keluarga dalam rangka
menstimulasi kesadara atau penerimaan keluarga mengenai malasalah kesehatannya.
Disamping itu menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat,
memberi kemampuan dan kepercayaan diri pada keluarga, dalam merawat anggota
keluarga yang sakit, serta membantu keluarga menemukan bagaimana cara membuat
lingkungan menjadi sehat, dan memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas
kesehatan yag tersedia (Bailon & Magalaya, dikutip dalam Freman 1981; Friedman
dkk, 2003).
e. Evaluasi
Evaluasi pada asuhan keperawatan keluarga dilakukan untuk menilai tingkat
kognitif, afektif dan psikomotor keluarga (Friedman dkk, 2003). Evaluasi perlu
pada setiap tindakan, untuk mengetahui apakah suatu tindakan keperawatan tidak
diperlukan lagi, menambah ketepat-gunaan dari tindakan yang dilakukan dan perlunya
tndakan keperawtan lain untuk menyelesaikan masalah. Proses evaluasi yang
digunakan peneliti untuk menilai tingkat kemandirian keluarga, berdasarkan kriteria
keluarga mandiri dari Depkes RI (2006). Kriteria ini akan dibahas lebih mandalam
pada konsep kemandirian keluarga merawat anggota keluarga yang menderita
pascastroke.
Pengkajian terhadap keluarga Mengidentifikasi data sos-bud, data lingkungan, struktur dan fungsi,
Pengkajian
stres keluarga
an
Mental, fisik, em
dan spiritual.

Identifikasi masalah-masalah
keluarga dan individu

Diagnosis keperawatan

Rencana keperawatan Sususan tujuan, identifikasi sumber daya, definisikan pendekatn alternatif, pilih intervensi keperawatan, susun

Intervensi; implementasi renacana

Evaluasi keperawatan

Gambar 4.6 Model family-centered nursing (Friedman dkk, 2003)

Model integrasi self care model dan family-centered nursing model


Fokus pengkajian pada family centered nursing untuk mendapat informasi, sejauh mana peran
keluarga (care giver) dalam merawat anggota keluarga pascastroke. Pengkajian yang dilakukan
adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam melakukan terapi latihan/latihan mobilisasi
pada anggota keluarga yang pascastroke. Sedangkan fokus self care ditujukan untuk
mendapatkan informasi sejauh mana peran keluarga (care giver) mengetahui tanda dan
gejala stroke, risiko stroke, dampak stroke, cara pencegahan agar tidak terjadi serangan stroke
ulangan dan kemampuan merawat anggota keluarga pascastroke dalam melakukan aktivitas
sehari-hari (ADL).
Setelah dilakukan pengkajian terhadap anggota keluarga sebagai care giver, maka perawat
akan menetukan ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan fungsi kesehatan keluarga, dari
hal tersebut perawat sebagai nursing agency akan melakukan perencanaan dan berespons pada
keluarga berupa: (1) mempertahankan hubungan interpersonal (2) berespons pada pertanyaan
kelarga dan (3) koordiasi dan integrasi keperawatan dengan kegiatan sehari-hari.
Tahap selanjutnya perawat melakukan implementasi dengan cara edukasi suportif. Pada
tahap ini peran perawat adalah sebagai pendidik/trainer, dalam meningkatkan kemampuan
keluarga sebagai self care agency/care giver. Dengan demikian baik pasien, keluarga (care
giver) maupun perawat komunitas akan bersama-sama menyelesaikan masalah kesehatan
melalui pendekatan proses keperawatan. Pada fase ini keluarga (care giver) belajar melakukan
tindakan merawat anggota keluarga yang pascastroke yang diaplikasikan kedalamkegitan
sehari-hari.
Fase selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kemampuan keluarga,
berdasarkan 5 (lima) tugas kesehatan keluarga yaitu: (1) mengenal masalah keehatan setiap
anggota keluarganya (2) mampu memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarganya
(3) merawat anggota keluarganya yang mengalami masalah kesehatan,(4) mempertahankan
suasana rumah yang sehat atau memodifikasi lingkungan untuk menjamin kesehatan keluarga
(5) memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnay (Bailon dan Maglaya dalam
Freeman,1981). Namun pada tahap evaluasi ini digunakan dengan mengintegrasikan indikator
keluarga mandiri yang dikeluarkan d oleh Depkes tahun 2006, hal ini disebabkan oleh karena
indikator tersebut tahap-tahapnya hampir sama dengan 5(lima) tugas kesehatan keluarga namun
ditambah dengan menerima petugas kesehatan, karena keluarga akan meningkat kemandiriannya
dalam mengenal masalah kesehatan anggota keluarga lainnya jika terlebih dahulu menerima
petugas kesehatan.
Integrasi dari kedua model ini merupakan suatu program yang memberdayakan
anggota keluarga melalui pendidikan kesehatan dan pelatihan yang diberikan oleh perawat
komuntas kepada anggota keluarga yag bertanggung jawab dalam merawat anggota keluarganya
yang pascastroke. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa keyakinan untuk melakukan
perawatan rutin timbul karena merasakan manfaat dari tindakan tersebut, sehingga keluarga
(care giver) dengan anggota keluarga yang pascastroke dapat melaksanakan perawatan diri
secara teratur.
Fokus utama model integrasi self care dan family centered nursing adalah care giver dapat
merawat anggota keluarganya yang pascastroke, melakukan latihan untuk mobilisasi dan
memotivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Model ini merupakan cara terbaik dalam
upaya memandirikan keluarga merawat anggota keluarga pascastroke di rumah.
Integrasi model self care dan family-centered nursing dalam meningkatkan kemandirian
keluarga merawat keluarga yang pascastroke dapat dijelaskan sebagai berikut:
Family-centered nursing model
Pengkajian Kemampuan melakukan latihan modelisasi

Self care model


Self care agency: Ketidakmampuan keluarga melaksanakan fungsi kesehatan keluarga
Pengetahuan tentang dampak stroke
Kemampuan memotivasi melakukan ADL
Nursing agency
Perencanaan
Conditioning factor
1. Mempertahankan hubugan interpersonal
Umur
Jenis kelamin 2. Berespons pada pertanyaa keluarga
Kepercayaan 3. Koordinasi dan integrasi keperawatan
Dukungan keluarga dengan kegiatan sehari-hari

Nursing system

Implementasi Dalam bentuk edukasi suportif

Trainer

Keluarg

a Pasien

Evaluasi
1. Kemampuan keluarga untuk merawat dan memotivasi
untuk ADL
2. Kemampuan keluarga untuk melakukan mobilisasi

Keluarga mandiri dalam merawat


anggota keluarga yang
pascastroke

Gambar 4.7 Integrasi model self care dan family-centered nursing (diadaptasi dari
Orem 2001; Tomey dan Alligood 2002, 2006; Friedman dkk, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. dan Tomey, A. M. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 6th Ed. Missouri:
Mosby
Allender, J. A., & Spradley, B. W. 2005. Community Health Nursing: Concept and Practice.
6th Ed. Philadelphia: Lippincott
Freeman, R., & Heirinch, J. 1981. Community Nursing Practice. Philadelphia: W.B.
Saunders.
Friedman, M. M.,th Bowden, V. R., & Jones, E. G. 2003. Family Nursing: Research, Theory and
Practice (5 ed.). New Jersey: Prentice Hall.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Kegiatan Perawat Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Medik.
Hitchcock, J. E., Schubert, P. E., & Thomas, S. A. 1999. Community Health Nursing:
Caring in Action. Albany: Delmar.
Stanhope, M. & Lancaster, J. 2000. Community and Public Health Nursing, 5th Ed. St. Louis:
Mosby.

TEORI CULTURE CARE DARI LEININGER (TRANSCULTURAL


CARE = SUNRISE)
Teori ini berorientasi pada sistem, yaitu pembentukkan sistem pelayanan kesehatan dengan
berbasis budaya individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Target utama adalah pelembagaan
yang permanen untuk penanganan klien dengan masalah alkohol. Teori ini mengatakan
pelayanan keperawatan kepada klien, perlu memperhatikan nilai-nilai budaya dan konteks sehat
sakit. Menurut Leininger, setiap orang dari masing-masing budaya mengetahui dan dapat
mendefinisikan cara-cara sesuai pengalaman dan persepsi mereka terhadap dunia keperawatan
dan dapat menghubungkan pengalaman dan persepsi mereka terhadap keyakinan sehat secara
umum dan praktiknya. Maka, teori ini dikembangkan dari konteks budaya. Kultur yang
dimaksud adalah pembelajaran, pertukaran dan transmisi nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
norma-norma dan praktik hidup dari suatu kelompok khusus yang menjadi petunjuk berpikir,
mengambil keputusan, dan tindakan-tindakan dalam pola-pola tertentu.
Menurut Madeleine M Leininger dan Marilyn R. Mc.Farland, (2006), dalam tulisan
memberi nama model dari teori Culture Care “Sunrise model”. Model ini mempunyai 4
level pandangan, level pertama, lebih abstrak, bagaimana pandangan dunia dan level sistem
sosial, mengenai dunia diluar budaya, suatu suprasistem, dalam sistem umum. Level dua,
menyediakan pengetahuan tentang individu, keluarga, kelompok dan institusi pada sistem
pelayanan kesehatan. Pada level ini unsur budaya mulai tampak jelas, khususnya budaya tertentu,
ekspresi dan hubungannya dengan pelayanan kesehatan yang sudah ada. Level tiga, fokus pada
sistem adat istiadat, tradisi, yang ada dimasyarakat, sistem
pelayanan professional, medis dan keperawatan. Informasi pada level ini menunjukkan
karakteristik tiap sistem termasuk kekhususan masing-masing, kesamaan dan perbedaan
pelayanan berdasarkan budaya profesi yang bervariasi dan pelayanan universal. Level empat,
ada pengambilan keputusan keperawatan dan tindakan-tindakan, melibatkan kultur penyediaan
atau mempertahankan pelayanan, kultur pelayanan akomodasi/ negosiasi & kultur pelayanan
dipola kembali atau restrukturisasi.
Empat konsep utama dari teori Leininger adalah kemanusiaan, kesehatan, masyarakat/
lingkungan dan keperawatan. Manusia dipercaya memberikan pelayanan kepada sesama manusia
dan mampu memperhatikan kebutuhan, kesejahteraan dan ketahanan kepada orang lain.
Pelayanan kemanusiaan bersifat universal, terhadap semua kultur, bertahan dalam kultur yang
bervariasi, mampu memberikan pelayanan bersifat universal dalam berbagai cara, terhadap
kultur yang berbeda, kebutuhan dan kondisi. Fokusnya pada individu, kelompok kepada
institusi kesehatan untuk mengembangkan kebijakan dan praktik keperawatan universal.
Sehat atau status sejahtera menurut kultur tertentu, nilai dan praktik yang mereflekssikan
kemampuan individu-individu atau kelompok untuk menampilkan peran sehari-hari dalam
cara yang memuaskan kultur. Sehat dalam pengertian lintas budaya, didefinisikan oleh kultur
masing-masing sesuai cara, reflekssi, nilai dan praktik khusus.
Sehat dikatakan bersifat universal dan beragam. Masyarakat/lingkungan,
menyangkut pandangan dunia, struktur sosial dan konteks lingkungan. Lingkungan sebagai
total kejadian, situasi atau pengalaman, dengan berfokus pada kelompok khusus dan pola
tindakan, berpikir, dan keputusan sebagai hasil dari pembelajaran, sharing dan pemindahan nilai,
keyakinan, norma dan praktik hidup sehari-hari. Keperawatan, adalah suatu fenomena yang perlu
dijelaskan. Leininger mengasumpsikan keperawatan sebagai profesi yang turut menentukan
keharmonisan kultur dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang berbeda budaya.
Ada tiga tipe tindakan keperawatan yang diangkat Leininger yaitu berdasarkan
budaya dengan demikian akan harmonis dengan kebutuhan dan nilai-nilai klien.
Mempertahankan budaya lokal, memperhatikan cara-cara atau negosiasi budaya lokal, dan
melakukan restruktur atau membuat pola baru sesuai budaya lokal. Melalui tiga tindakan ini
akan menurunkan stres kultur dan potensial konflik antar klien dan petugas kesehatan (Goerge,
Yulia B, 1990).
Transkultural nursing dalam model sunrise, dikenalkan oleh Leininger tahun 1978
(Alligood & Tomey, 2006). Leininger seorang perawat pendidik dan senang mempelajari
keperawatan dengan antropologi. Teorinya sangat cocok dipakai di keperawatan komunitas.
Perawat penting menyadari pengetahuan lintas budaya dan kebutuhannya. Budaya bukan hanya
pedoman hidup bagi seseorang tetapi untuk menghubungkan seseorang dengan orang lain,
sehinggsa dapat mengetahui kebutuhan atau keinginan orang tersebut. Latar belakang budaya
seseorang perlu dipelajari untuk mengetahui keyakinan nilai dan perilaku dalam bertransaksi
satu sama lain.
Dalam keperawatan seseorang dengan gangguan jiwa dan masalah emosional sering
menjadi kompleks permasalahannya karena perbedaan budaya. Jika budaya perawat dan
pasien berbeda, dapat memperberat sakit/masalah kesehatan jiwa seseorang. Sering ditemukan
perilaku tertentu pada suatu budaya dianggap harus dihukum atau sakit, sementara dalam
budaya lain orang bisa bertoleransi terhadap perilaku tersebut. Maka
untuk menangani masalah kesehatan jiwa, perawat penting mengenal budaya pasien dan
keluarga (Mery Ann, 1998).
Asumsi dasar dari teori Leininger, pertama, perawatan kepada manusia merupakan
fenomena universal, tetapi ekspresi, proses dan polanya bervariasi pada setiap kultur. Kedua,
tindakan keperawatan dan proses penting untuk kelahiran manusia, perkembangan,

CULTURE CARE
Worldview

Cultural & Social Structure Dimensions

Cultural Values, Beliefs & Lifeways


Kinship & Social Factors Political & Legal Factors

Environtment Context, Language & Ethnohistory

Religious & Philosophical Factors Economic Factors

Influences

Care Expressions Pattern & Practices


Technological Factors
Educational Factors

Holistic Heath/Illnes/Death
Focus: Individuals, Families, Groups, Communities or Institutions
in Diverse Heath Context of

Generie (Folk) Care Profesional Care- Cure Practices


Nursing Care Practices

Transcultural Care Dicisons & Actions

Culture Care Presenvation/ Maintance


Culture Care Accomodation/Negotiation
Culture Care Repattening/Restructurineg
Code Acute viral
discase caused by the
human © M. Leininger 2001

Culturally Congruent Care for Health, Well-being or Dying


URE 1. Leininger’s Sunrise Model to Depict Dimentions of the theory of cylture Diversity and Universalty

Keterangan: saling memengaruhi


Gambar 4.8 Model sunrise (Leininger dalam Alligood & Tomey (2006)
pertumbuhan dan survival, dan untuk kematian yang damai. Ketiga, Caring adalah esensi dan
dimensi unik dari intelektual dan praktis profesi keperawatan. Keempat, caring meliputi dimensi
biofisikal, cultural, psikologi, sosial dan lingkungan. Maka perlu memberikan perawatan
holistik kepada masyarakat. Kelima, tindakan keperawatan bersifat lintas budaya oleh karena
itu perawat perlu mampu mengidentifikasi dan membina hubungan perawat-klien interkultur dan
data sistem. Keenam, perilaku dalam perawatan, tujuan dan fungsi yang bervariasi dengan
struktur budaya dan nilai khusus dari orang dengan beda kultur. Ketujuh, praktik mandiri atau
praktik lain bervariasi pada budaya yang berbeda dan sistem pelayanan yang berbeda.
Kedelapan, mengidentifikasi universal dan non universal tradisi dan perilaku professional,
keyakinan dan praktik penting untuk pengembangan pengetahuan keperawatan. Kesembilan,
perawatan syarat berbagai kultur, dan butuh pengetahuan dasar tentang budaya dan ketrampilan
yang ampuh. Kesepuluh, tidak bisa ada pengobatan tanpa keperawatan, tetapi juga tidak ada
keperawatan tanpa pengobatan (Marriner Ann, 1998).
Penerapan kerangka konsep berbasis Transcultural nursing (Sabina, 2013).

Pelayanan Pencegahan pada


Dimensi Transkultural Care
individu, keluarga, kelompok,
sekolah, komunitas
1. Faktor Demografi
a. Usia, b.Jenis kelamin, c.Suku 1. Tingkat Primer

2. Faktor Pendidikan: 2. Tingkat Sekunder

a. Pengetahuan ttg ‘moke’ 3.Tingket Tersier


b. Tingkat pendidikan
c. Peran Guru/pendidik
d. Peran keluarga
3. Faktor teknologi :
a. Teknik minum ‘moke’
Konsekuensi
b. Kadar alkohol‘moke’
masalah
4. Faktor Sosial : kesehatan
a. Kesempatan minum moke masyarakat
b. Tempat-tempat minum ‘moke’
c. Peran Toma 1. Kejadian
Lakalantas
5. Faktor Politik & Hukum:
2. Kejadian KDRT
a. Aturan terkait ‘moke’
3. Kejadian kriminal
b. Kasus² ‘moke’ di masy. 4. Kejadian sakit
Perilaku Peminum ‘moke’
6. Faktor ekonomi: Zona 1: risiko rendah mental
a. ’Moke’ terkait pendapatan atau tidak ada 5. Kejadian sakit fisik
b. Kemampuan beli’moke’ Zona 2: Pengguna 6. Kejadian masalah
Alkohol,risiko kecil psikososial
c. Pekerjaan, Zona 3: Ada gejala
7. Kejadian remaja
d. Penghasilan ketergantungan
Zona 4: Ada gejala merugikan tubuh putus sekolah
7. Faktor nilai budaya:
a. Keyakinan minum moke’
b. Gaya hidup t’kait ‘moke’
c. Norma² dl. masyarakat
8. Faktor Religius:
a. Peran Toga
b. Pendidikan agama dl.kel
c. Agama

Gambar 4.9 Kerangka konsep (Sabina, 2013)

Penjelasan kerangka konsep teoritis. Teori utama dalam penelitian ini dikembangkan dari
sunrise model dari Leninger, (2004). Model ini mengambarkan dimensi-dimensi dari teori
Culture Care, dengan karakteristik keaneka ragaman dan kesemestaan/keseluruhan.
Dimensi struktur sosial budaya dalam suatu masyarakat, saling memengaruhi sehingga terbentuk
pola dan praktik hidup di masyarakat. Pelayanan kesehatan yang ada melayani kebutuhan
masyarakat akan dikembangkan sesuai masalah kesehatan yang ada dalam masyarakat. Oleh
karena itu, selain mengukur model sunrise dari Leninger yang ada dalam masyarakat, akan
diukur pula pelayanan kesehatan yang ada dalam masyarakat tersebut.
Pelayanan kesehatan yang diukur sehubungan dengan teori ini adalah public health model
dari Caplan. Model ini menyebutkan tentang tiga tingkat pencegahan dalam pelayanan
kesehatan di masyarakat, khusus untuk masalah kesehatan jiwa. Caplan berasumpsi bahwa
masalah kesehatan jiwa di masyarakat dapat dicegah terjadinya. Pencegahan yang disebutkan
dalam model ini meliputi pencegahan primer, sekunder dan tersier. Ketiga tingkat pencegahan ini
mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Pencegahan primer bertujuan mengintervensi potensial
masalah kesehatan melalui promosi kesehatan dan perlindungan khusus. Pencegahan sekunder
bertujuan mengintervensi masalah kesehatan aktual melalui diagnosis dini dan terapi tepat
waktu. Pencegahan tersier bertujuan mengintervensi keterbatasan dan ketidakmampuan
akibat penyakit kronis dan rehabilitasi, melalui rehabilitasi keterbatasan dan mencegah
komplikasi. Terhadap peminum alkohol ‘moke’ akan diukur pencegahan primer.
Pelayanan pencegahan ini intervensinya ditujukan pada individu, keluarga, kelompok,
sekolah dan komunitas. Khusus untuk pelayanan pencegahan tingkat primer, intervensinya dapat
dilakukan oleh profesi keperawatan, yang jumlah tenaganya paling banyak pada unit pelayanan
kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. dan Tomey, A. M. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. Missouri:
Mosby.
Marriner Ann. 1998. Nursing Theorist and Their Work. Fourth Ed. St Louis Missouri:
Mosby.
Sabina. 2013. Pengembangan model Perilaku Minum Moke pada Masyarakat Sikka, NTT.
Disertasi. Prodi Doktor. FKM. Unair. Tidak dipublikasikan.

HEALTH PROMOTION MODEL (HPM)


Model Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan
lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Health Promotion Model atau
model promosi kesehatan pertama kali dikembangkan oleh Nola J. Pender pada tahun 1987.
HPM lahir dari penelitian tentang 7 faktor persepsi kognitif dan 5 faktor modifikasi tingkah
laku yang memengaruhi dan meramalkan tentang perilaku kesehatan. Model ini menggabungkan
dua teori yaitu dari teori Nilai Pengharapan (Expectancy-Value) dan Teori Pembelajaran sosial
(Social Cognitive Theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang
holistik. Adapun secara singkat elemen dari teori ini adalah sebagai berikut.
Pengembangan Teori Dasar Model Promosi Kesehatan (Pender, 2006)
Revisi Model Promosi Kesehatan (HPM) tahun 2006, terdapat beberapa variabel HPM, yaitu
: 1) Sikap yang berhubungan dengan aktivitas, 2) Komitmen pada rencana tindakan dan 3)
Adanya kebutuhan yang mendesak.

Kerangka Konsep Teori


INDIVIDUAL
CHARACTERISTICS BEHAVIOR SPECIFIC BEHAVIORAL
AND EXPERIENCES COGNITIONS OUTCOME
AND EFFECT

PERCEIVED BENEFITS OF ACTION

PERCEIVED BARRIERS TO ACTION


IMMEDIATE COMPETING
DEMAND
PIOR RELATED BEHAVIOR (low control)
AND PREFERENCES
PERCEIVED SELF- EFFECACY (high control)

PERSONAL ACTIVITY-RELATED AFFECT


FACTORS
Biological Psychological Socio-cultural
COMMITMENT HEALTH PROMOTING BEHAVIOR
TO A
INTERPERSONAL PLAN OF ACTION
INFLUENCE
(Family, Peers, Provider); Norms, Support, Models

SITUATION
INFLUENCE
Options, Demand Character Aesthethics

Gambar 4.10 Model promosi kesehatan yang telah direvisi (Pender, N. 2006. Health
promotion in nursing practice. 5th ed. New Jersey: Prentice Hall).

Penjelasan tentang variable dari HPM dapat diuraikan di bawah ini (Alligood & Tomey, 2006).
1. Karakteristik individu dan pengalaman individu
Setiap manusia mempunyai karakteristik yang unik dan pengalaman yang dapat
memengaruhi tindakannya. Karakteristik individu atau aspek pengalaman dahulu lebih
fleksibel sebagai variabel karena lebih relevan pada perilaku kesehatan utama atau
sasaran populasi utama
a. Perilaku sebelumnya
Perilaku terdahulu mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada perilaku
promosi kesehatan yang dipilih, membentuk suatu efek langsung menjadi kebiasaan
perilaku dahulu, sehingga predisposisi dari perilaku yang dipilih dengan
sedikit memperhatikan pilihannya itu. Kebiasaan muncul pada setiap perilaku dan
menjadi suatu pengulangan perilaku. Sesuai dengan teori sosial kognitif, perilaku
dahulu mempunyai pengaruh tidak langsung pada perilaku promosi kesehatan
melalui persepsi terhadap self efficacy, keuntungan, rintangan dan pengaruh
aktivitas. Perilaku nyata berkaitan dengan feed back adalah sumber pemanfaatan yang
terbesar atau skill. Keuntungan dari pengalaman dar perilaku yang diambil disebut
sebagai hasil yang diharapkan. Jika hasilnya memuaskan maka akan menjadi
pengulangan perilaku dan jika gagal menjadi pelajaran untuk masa depan. Setiap
insiden perilaku juga disertai oleh emosi atau pengaruh sikap positif atau negatif
sebelum, selama dan sesudah perilaku dilakukan menjadi pedoman untuk
selanjutnya. Perilaku sebelum ini menjadi kognitif dan menjadi spesifik. Perawat
membantu klien dengan melihat riwayat perilaku positif dengan berfokus pada
pemanfaatan perilaku, mengajar klien bagaimana bertindak dan menimbulkan potensi
dan sikap yang positif melalui pengalaman yang sukses dan feed back positif.
b. Faktor personal
1) Biologi- usia, indeks massa tubuh, status pubertas, status menopause, kapasitas
aerobik, kekuatan, ketangkasan atau keseimbangan
2) Psikologi- self esteem, motivasi diri dan status kesehatan
3) Sosiokultural- suku, etnis, akulturasi, pendidikan dan status sosio ekonomi
2. Kognitif behaviour spesifik dan sikap
a. Manfaat tindakan
Manfaat tindakan secara langsung memotivasi perilaku dan tidak langsung
mendetermin rencana kegitanan untuk mencapai manfaat sebagai hasil. Manfaat tadi
menjadi gambaran mental positif atau reinforcement positif bagi perilaku. Menurut
teori nilai ekspentansi motivasi penting untuk mewujudkan hasil seseorang dari
pengalaman dahulu melaui pelajaran observasi dari orang lain dalam perilaku. Individu
cenderung untuk menghabiskan waktu dan hartanya dalam beraktivitas untuk
mendapat hasil yang potsitif. Keuntungan dari penampilan perilaku bisa intrinsik
atau ekstrinsik. Intrinsik-bertambah kesadaran, berkurang rasa kelelahan
Ekstrinsik-reward keuangan atau interaksi potitif. Manfaat ekstrinsik perilaku
kesehatan menjadi motivasi yang tinggi di mana manfaat intrinsik lebih memotivasi
untuk berlangsungnya perilaku sehat. Manfaat penting yang paling diharapkan dan
secara tempo berhubungan dengan potensi. Kepercayaan tentang manfaat atau hasil
positif dari harapan.
b. Hambatan tindakan
Misalnya: ketidaksediaan, tidak cukup, mahal, sukar atau waktu yang terpakai dari
suatu kegiatan utama. Rintangan sering dipandang sebagai blok rintangan dan biaya
yang dipakai. Hilangnya kepuasan dari perilaku tidak sehat seperti merokok, makan
tinggi lemak juga disebut rintangan. Biasanya muncul motif- motif yang
dihindari/dibatasi dalam hubungan dengan perilaku yang diambil.
Kesiapan melakukan rendah dan rintangan tinggi, tindakan tidak terjadi.
Rintangan adalah sikap yang langsung menghalangi kegiatan melalui pengurangan
komitmen rencana kegiatan.
c. Self efficacy
Menurut Bandura: kemampuan seseorang untuk mengorganisasi dan
melaksanakan tindakan utama menyangkut bukan hanya skill yang dimiliki
seseorang tetapi keputusan yang diambil seseorang dari skill yang dia miliki.
Keputusan efficacy seseorang diketahui dari hasil yang diharapkan yaitu
kemampuan seseorang menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu di mana hasil yang
diharapkan adalah suatu keputusan dengan konsekuensi keuntungan biaya misalnya:
perilaku yang dihasilkan. Skill dan kompetensi memotivasi individu untuk
melakukan tindakan secara unggul. Perasaan manjur dan ahli dalam perbuatan
seseorang akan mendorong seseorang untuk melaksanakan perilaku yang diinginkan
lebih sering dari pada rasa tidak layak/tidak trampil. Pengetahuan seseorang tentang
efficacy diri didasarkan pada 4 tipe info:
1) Feed back eksternal yang diberi orang lain. Pencapaian hasil dari perilaku dan
evaluasi yang sesuai dengan standar diri (self efficacy).
2) Pengalaman orang lain dan evaluasi diri dan feed back dari mereka.
3) Ajakan orang lain.
4) Status psikologis: kecemasan, ketakutan, ketenangan dari orang yang menilai
kompetensi mereka.
Self efficacy dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan:
Pengaruh positif, persepsi efficacy lebih besar. Kenyataannya hubungan ini
berlawanan dengan persepsi efficacy terbesar, bertambahnya pengaruh positif. Efficacy
diri memengaruhi rintangan bertindak, efficacy tinggi- persepsi barier yang rendah.
Efficacy diri memotivasi perilaku promosi kesehatan secara langsung oleh harapan
efficacy dan tidak langsung pleh hambatan dan ditentukan level komitmen dan
rencana kegiatan.
d. Sikap yang Berhubungan dengan Aktivitas
1) Emosi yang timbul pada kegiatan itu
2) Tindakan diri
3) Lingkungan di mana kegiatan itu berlangsung
Pengaruh terhadap perilaku menunjukkan suatu reaksi emosional langsung dapat positif
atau negatif, lucu, menyenangkan, menjijikkan, tidak menyenangkan. Perilaku yang
memberi pengaruh positif sering diulangi. Sedangkan perilaku yang berpengaruh
negatif dibatasi atau dikurangi. Berdasarkan teori kognitif sosial ada hubungan antara
efficacy diri dan pengaruh aktivitas. Mc avley dan Courney menemukan bahwa respons
afek positif selama latihan signifikan menjadi prediksi dari efficacy pascalatihan.
Respons emosional dan status fisiologis selama perilaku sebagai sumber dari informasi
efficacy. Sikap pengaruh aktivitas diajukan sebagai memengaruhi perilaku kesehatan
secara langsung atau tidak langsung melalui efficacy diri dan komitmen pada rencana
kegiatan.
e. Pengaruh interpersonal
Pengaruh interpersonal adalah kognisi tentang perilaku, kepercayaan atau sikap orang
lain. Sumber utama interpersonal adalah keluarga (familiy at sibling peer) kelompok
dan pemberi pengaruh pelayanan kesehatan. Pengaruh interpersonal terdiri atas norma
(harapan orang lain), dukungan sosial (instrumental dan dorongan emosional) dan
model (belajar dari pengalaman orang lain.
Norma sosial menjadi standar untuk performance individu. Model yang
digambarkan menjadi strategi penting untuk perubahan perilaku dalam teori
kognitif sosial misalnya adanya tekanan sosial atau desakan untuk komitmen pada
rencana kegiatan. Individu sensitif pada harapan contoh dan pujian orang lain. Motivasi
yang cukup menjadi cara yang konsisten yang memengaruhi seperti orang yang dipuji
dan dikuatkan secara sosial.
f. Pengaruh situasional
Persepsi personal dan kognisi dari situasi dapat memfasilitasi atau menghalangi
perilaku misalnya pilihan yang tersedia, karakteristik deman dan ciri-ciri
lingkungan estetik seperti situasi/lingkungan yang cocok, aman, tentram dari pada
yang tidak aman dan terancam. Situasi dapat memengaruhi perilaku dengan mengubah
lingkungan misalnya “no smoking”. Pengaruh situasional dapat menjadi kunci untuk
pengembangan strategi efektif yang baru untuk memfasilitasi dan mempertahankan
perilaku promosi kesehatan dalam populasi.
3. Komitmen rencana tindakan
Proses kognitif yang mendasari
a. Komitmen untuk melaksanakan tindakan spesifik sesuai waktu dan tempat dengan
orang-orang tertentu atau sendiri dengan mengabaikan persaingan
b. Identifikasi strategi tertentu untuk mendapatkan, malaksanakan atau penguatan
terhadap perilaku.
Rencana kegiatan dikembangkan oleh perawat dan klien dengan pelaksanaan yang sukses.
Misalnya strategi dengan kontrak yang disetujui bersama-sama di mana satu kelompok
komit dengan pengertian bahwa kelompok lain memberi nyata reward atau penguatan jika
komitmen itu didukung. Komitmen sendiri tanpa strategi yang berhubungan sering
menghasilkan tujuan baik tetapi gagal dalam membentuk suatu nilai perilaku kesehatan.
4. Kebutuhan yang Mendesak
Kebutuhan mendesak (pilihan menjadi perilaku alternatif yang mendesak masuk ke dalam
kesadaran sehingga tindakan yang mungkin dilakukan segera sebelum kejadian terjadi
(suatu rencana perilaku promosi kesehatan). Perilaku alternatif ini menjadikan individu
dalam kontrol rendah karena lingkungan tak terduga seperti kerja atau tanggung jawab
merawat keluarga. Kegagalan merespons permintaan berakibat tidak menguntungkan bagi
diri atau orang lain. Pilihan permintaan sebagai perilaku alternative dengan penguatan di
mana individu mempunyai level kontrol yang tinggi. Misalnya memilih makanan tinggi
lemak dari pada rendah lemak karena pilihan rasa, bau/selera. Permintaan yang mendesak
dibedakan dari hambatan di mana individu seharusnya melaksanakan suatu alternatif
perilaku berdasarkan permintaan eksternal yang tidak disangka atau hasil yang tidak
sesuai. Dibedakan karena kurang waktu, karena tuntutan itu mendorong berdasarkan
hierarki sehingga keluar dari rencana tindakan kesehatan yang positif. Beberapa individu
cenderung sesuai perkembangan secara biologis lebih mudah dipengaruhi selama tindakan
dari pada orang lain. Hambatan pilihan copating menghendaki latihan dari regulasi diri dan
kemampuan kontrol. Komitmen yang kuat terhadap rencana tindakan sangat dibutuhkan.
5. Hasil perilaku
Perilaku promosi kesehatan adalah tindakan akhir atau hasil tindakan. Perilaku ini akhirnya
secara langsung ditujukan pada pencapaian hasil kesehatan positif untuk klien. Perilaku
promosi kesehatan terutama sekali terintegrasi dalam gaya hidup sehat yang menyerap pada
semua aspek kehidupan seharusnya mengakibatkan peningkatan kesehatan, peningkatan
kemampuan fungsional dan kualitas hidup yang lebih baik pada semua tingkat
perkembangan.

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. & Tomey, A. M. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. Missouri:
Mosby
Marriner Ann. 1998. Nursing Theorist and Their Work. Fourth Ed. St Louis Missouri:
Mosby-Year Book.
Pender. N.J., Carolyn., Mary Aan. 2010. Health Promotion in Nursing Practice. Fourth Ed.
Micingan: Prentice Hall.

PRECEDE PROCEED MODEL


Perilaku Kesehatan Berdasarkan Teori Lawrence Green
Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor luar lingkungan (nonbehavior causes). Untuk mewujudkan
suatu perilaku kesehatan, diperlukan pengelolaan manajemen program melalui tahap pengkajian,
perencanaan, intervensi sampai dengan penilaian dan evaluasi. Proses pelaksanaannya
Lawrence Green menggambarkan dalam bagan berikut ini:

Phase 5
Administrarive and Phase 4 Phase 3 Phase 2 Phase 1
Educational and Behavioral and Epidemological Social diagnosis
policy diagnosis
organizational environmental diagnosis
diagnosis diagnosis

Predisposing factors
HEALTH PROMOTION

Health Education Behavior and livestyle


Reinforcing factors

Health Quality
of life

Policy Regulation Organization Enabling


Environment
factors

Phase 6 Phase 7 Phase 8 Phase 9


Implementation Process evaluation Impact evaluation Outcome evaluation

Gambar 4.11 Precede proceed model (Green LW. & Kreuter MW, 1991)
Selanjutnya dalam program promosi kesehatan dikenal adanya model pengkajian dan
penindaklanjutan (Precede Proceed model) yang diadaptasi dari konsep Lawrence Green. Model
ini mengkaji masalah perilaku manusia dan faktor-faktor yang memengaruhinya, serta cara
menindaklanjutinya dengan berusaha mengubah, memelihara atau meningkatkan perilaku tersebut
kearah yang lebih positif. Proses pengkajian atau pada tahap precede dan proses
penindaklanjutan pada tahap proceed. Dengan demikian suatu program untuk memperbaiki
perilaku kesehtan adalah penerapankeempat proses pada umumnya ke dalam model pengkajian
dan penindaklanjutan.
1. Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang pembangunan sehingga
kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat sesejahteraan. Diharapkan semakin sejahtera
maka kualitas hidup semakin tinggi. kualitas hidup ini salah satunya dipengaruhi oleh
derajat kesehatan. Semakin tinggi derajat kesehatan seseorang maka kualitas hidup juga
semakin tinggi.
2. Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan, dengan
adanya derajat kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan yang sedang dihadapi.
Pengaruh yang paling besar terhadap derajat kesehatan seseorang adalah faktor perilaku
dan faktor lingkungan.
3. Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yanglangsung/tidak
memengaruhi derajat kesehatan.
4. Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanva aksi dan
reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungannya. Faktorperilaku akan terjadi
apabila ada rangsangan, sedangkan gaga hidup merupakanpola kebiasaan seseorang atau
sekelompok orang yang dilakukan karena jenis pekerjaannya mengikuti trend yang
berlaku dalam kelompok sebayanya, ataupunhanya untuk meniru dari tokoh idolanya
Dengan demikian suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku
tertentu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:

Predisposing Factor:
Enabling factors: Reinforcing factors:
Knowledge Availibility of health resources Family
Beliefs Accessibility of health Peers
Values resources Teachers
Attitudes Community/goverment laws, proirity, and commitment to health
Employers
Confidence Health-related skill Health provider
Community leaders
Decision makers

Specific behavior by individuals or by organizations


Enviroment (conditions of living)

Health

Gambar 4.12 Faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan (Green lw dan Kreuter Mw, 1991)
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), merupakan faktor internal yang ada
pada diri individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang mempermudah individu
untuk berperilaku yangterwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai, dan sebagainya.
2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan faktor yang menguatkan
perilaku, yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, teman sebaya, orang
tua, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Ketiga faktor penyebab tersebut di atas dipengaruhi oleh faktor penyuluhan dan faktor
kebijakan, peraturan serta organisasi. Semua faktor faktor tersebut merupakan ruang
lingkup promosi kesehatan.
Faktor lingkungan adalah segala faktor baik fisik, biologis maupun sosial budaya yang
langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi derajat kesehatan. Dapat disimpulkan bahwa
perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping
itu, ketersediaan fasilitas,sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga
akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

KUALITAS HIDUP (QUALITY OF LIFE)


Kualitas hidup (Quality of Life) merupakan konsep analisis kemampuan individu untuk
mendapatkan hidup yang normal terkait dengan persepsi secara individu mengenai tujuan,
harapan, standar dan perhatian secara spesifik terhadap kehidupan yang dialami dengan
dipengaruhi oleh nilai dan budaya pada lingkungan individu tersebut berada (Adam,2006).
Kualitas hidup (Quality of Life) digunakan dalam bidang pelayanan kesehatan untuk
menganalisis emosional seseorang, faktor sosial, dan kemampuan untuk memenuhi tuntutan
kegiatan dalam kehidupan secara normal dan dampak sakit dapat berpotensi untuk enurunkan
kualitas hidup terkait kesehatan (Brooks & Anderson, 2007).
Pembahasan kualitas hidup menjadi semakin semakin penting bagi dunia kesehatan, terkait
kompleksitas hubungan biaya dan nilai dari pelayanan perawatan kesehatan yang didapatkan.
Institusi pemberi pelayanan kesehatan diharapkan dapat membuat kebijakan ekonomi sebagai
perantara yang menghubungkan antara kebutuhan dengan perawatan kesehatan (Brooks &
Anderson, 2007).
Kualitas hidup yang menggambarkan kelompok pasien atau daerah juga relevan di dalam
penilaian kebutuhan kesehatan populasi. Indikator kesehatan secara konvensional tidak
memasukkan analisis mengenai keadaan yang tidak sehat atau distorsi oleh permintaan
klinis dan faktor persediaan. Evaluasi efektivitas dan penilaian kebutuhan kesehatan sering
diperlukan memotong area program dan perawatan yang luas, terkait dengan alokasi sumber
daya (Brooks & Anderson, 2007).
Kualitas hidup memiliki maksud sebagai usaha untuk membawa penilaian memperoleh
kesehatan. Pandang ketentuan klinis, kualitas hidup telah menjadi pokok bahasan sehubungan
dengan penggunaan instrumen terkait keadaan kesehatan yang
mengukur kepuasan pasien dan manfaat fisiologis. Suatu konsep total kesehatan manusia
menggabungkan keduanya yakni factor fisik dan mental.
Kualitas instumen kehidupan sepeti usaha pengaturan untuk meningkatkan pada
pengukuran klinis sederhana yang sulit untuk mencerminkan kualitas kehidupan, akibat yang
merugikan dari perawatan kesehatan yang didapatkan, gaya hidup pasien tertentu yang mungkin
perlu penyesuaian dan pembatasan terkait dengan kondisi kesehatan yang ada.
Kualitas hidup terkait kesehatan yang terdahulu, memiliki konsep untuk mengetahui situasi
individu secara aktual yang dihubungkan dengan harapan individu tersebut mengenai
kesehatannya. Pemakaian konsep yang terdahulu, memiliki variasi hasil jawaban yang tinggi, dan
bersifat reaktif terhadap pengaruh eksternal terhadap lama menderita penyakit dan dukungan
sekitar (Beaudoin & Edgar, 2003).
Kualitas hidup dengan konsep yang saat ini digunakan secara umum, merupakan analisis
dari hasil kuesioner yang dilakukan pada pasien, yang bersifat multidimensi dan mencakup
keadaan secara fisik, sosial, emosional, kognitif, hubungan dengan peran atau pekerjaan yang
dijalani, dan aspek spiritual yang dikaitkan dengan variasi gejala penyakit, terapi yang
didapatkan beserta dengan dampak serta kondisi medis, dan dampak secaa financial (John et
al, 2004).

Quality of Life (QoL)


Penilaian kualitas hidup WHOQOL-100 dikembangkan oleh WHOQOL Group bersama
lima belas pusat kajian (field centres) internasional, secara bersamaan, dalam upaya
mengembangkan penilaian kualitas hidup yang akan berlaku secara lintas budaya.
Prakarsa WHO untuk mengembangkan penilaian kualitas hidup muncul karena
beberapa alasan:
a. Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perluasan focus pada pengukuran
kesehatan, di luar indikator kesehatan tradisional seperti mortalitas dan morbiditas serta
utuk memasukkan ukuran dampak penyakit dan gangguan pada aktivitas dan perilaku
sehari-hari. Hal ini memberikan ukuran dampak penyakit , tidak menilai kualitas hidup
semata, yang telah tepat digambarkan sebagai “pengukuran yang hilang dalam
kesehatan”.
b. Sebagian besar upaya dari status kesehatan ini telah dikembangkan di Amerika Utara
dan Inggris, dan penjabaran langkah-langkah tersebut yang digunakan dalam situasilain
banyak menyita waktu, dan tidak sesuai karena sejumlah alasan.
c. Model kedokteran yang semakin mekanistik yang hanya peduli dengan pemberantasan
penyakit dan gejalanya, memperkuat perlunya pengenalan unsure humanistic ke
perawatan kesehatan. Dengan memperbaiki assessment kualitas hidup dalam perawatan
kesehatan, perhatian difokuskan pada aspek kesehatan, dan intervensi yang dihasilkan akan
meningkatkan perhatian pada aspek kesejahteraan pasien.
Prakarsa WHO untuk mengembangkan assesmen kualitas hidup timbul dari kebutuhan
akan ukuran internasional terhadap kualitas hidup dan komitmen yang sebenar- benarnya untuk
promosi terus-menerus dari pendekatan holistic terhadap kesehatan dan perawatan kesehatan.
a. Pengertian
Quality of Life yang selanjutnya disebut QoL didefinisikan sebagai berikut.
“ Quality of life is defined as individuals’ perceptions of their position in life in
the context of the culture and value systems in which they live and relation to their
goals, expectations, standards and concerns”
Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai posisi mereka
dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai di mana mereka hidup dan dalam
kaitannya denga tujuan, harapan standar dan perhatian mereka.
Definisi ini mencerminkan pandangan bahwa kualitas hidup mengacu pada evaluasi
subjektif yang tertanam dalam konteks bu daya, sosial, dan lingkungan. Karena
definisi kualitas hidup terfokus pada kualitas hidup yang “diterima” responsden,
definisi ini tidak diharapkan untuk menyediakan cara untuk mengukur gejala, penyakit atau
kondisi dengan pola terperinci, melainkan efek dari penyakit dan intervensi kesehatan
terhadap kualitas hidup. Dengan demikian, kualitas hidup tidak dapat disamakan hanya
dengan istilah status kesehatan, gaya hidup, kepuasan hidup, kondisi mental atau
kesejahteraan. Pengakuan sifat multidimensi kualitas hidup tercermin dalam struktur
WHOQOL-100.
a. Usulan penggunaan WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF
Perlu diantisipasi bahwa penilaian WHOQOL akan digunakan dalam cara yang
berskala luas. Cara-cara tersebut akan digunakan dengan dengan skala cukup besar
dalam uji klinis, dalam menetapkan nilai di berbagai bidang, dan alam
mempertimbangkan perubahan kualitas hidup selama intervensi. Penilaian WHOQOL
juga diharapkan akan menjadi nilai di mana prognosis penyakit cenderung hanya
melibatkan pengurangan atau pemulihan parsial, dana di mana perawatan mungkin lebih
pariatif daripada kuratif.
Untuk penelitian epidemiologi, penilaian WHOQOL akan memungkinkan data rinci
mengenai kualitas hidup dikumpulkan pada populasi tertentu, memfasilitasi pemahaman
akan penyakit, dan mengembangkan metode pengobatan. Penelitian epidemiologi
internasional yang akan diaktifhan oleh instrument seperti WHOQOL- 100 dan
WHOQOL-BREF memungkinkan untuk melakukan penelitian multi-field centers
tentang kualitas hidup, dan membandingkan hasil yang diperoleh dari field centers
yang berbeda. Penelitian tersebut memiliki manfaat penting, yang memungkinkan
pengajuan pertanyaan yang tidak bias digunakan dalam penelitian situs tunggal (single
site) (Sartorius dan Helmchen, 1981). Sebagai contoh, studi banding dalam dua atau
lebih Negara pada hubungan antara penyediaan layanan kesehatan dan kualitas hidup
memerlukan penilaian yang menghasilkan skor lintas-budaya yang sebanding. Kadang-
kadang akumulasi kasus pada studi kualitas hidup, terutama ketika mempelajari gangguan
yang langka terjadi, dibantu dengan mengumpulkan data dalam beberapa setting. Studi
kolaboratif multi-field centers juga dapat menyediakan ulangan berganda secara simultan
dari temuan yang didapat, yang memperkuat keyakinan diterimanya temuan tersebut.
Dalam praktik klinis, penilaian WHOQOL akan membantu dokter dalam
membuat penilaian mengenai daerah-daerah di mana pasien adalah yang paling
terpengaruh oleh penyakit, dan dalam membuat keputusan pengobatan Di beberapa Negara
berkembang di mana sumber daya untuk perawatan kesehatan mungkin terbatas,
pengobatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup, misalnya melalui paliasi, yang
dapat menjadi efektif dan murah. Bersama dengan langkah-langkah lain, WHOQOL-
BREF akan memungkinkan para professional kesehatan untuk menilai perubahan
kualitas hidup selama pengobatan.
Perlu juga diantisipasi bahwa di masa depan WHOQOL-100 dan WHOQOL-
BREF akan terbukti berguna dalam penelitian kebijakan kesehatan, dan akan membuat
sebuah aspek penting dari audit rutin kesehatan dan pelayanan sosial. Krena instrument
dikembangkan secara lintas-budaya, penyedia layanan kesehatan, pemerintah dan anggota
legislatif di negara-negara di mana tidak ada kualitas hidup yang dilakukan, bisa
memastikan bahwa data yang dihasilkan oleh kerja yang melibatkan asesmen WHOQOL
akan benar-benar sensittif bagi setting mereka.
b. Pengukuran QoL
The WHOQOL-BREF menghasilkan kualitas profil hidup adalah mungkin untuk
menurunkan empat skor domain. Keempat skor domain menunjukkan sebuah persepsi
individu tentang kualitas kehidupan di setiap domain tertentu. Domain skor
berskalakan kea rah yang positif (yaitu skor yang lebih tinggi menunjukkkan kualitas
hidup lebih tinggi). Biasanya seperti cakupan index antara 0 (mati) dan 1 (kesehatan
sempurna).
Semua skala dan factor tunggal diukur dalam rentang skor 0-100. Nilai skala yang
tinggi mewakili tingkat respons yang lebih tinggi. Jadi nilai tinggi untuk mewakili skala
fungsional tinggi atau tingkat kesehatan yang lebih baik; nilai yang tinggi untuk status
kesehatan umum atau QoL menunjukkan QoL yang tinggi; tetapi nilai tinggi untuk skala
gejala menunjukkan tingginya symtomatology atau masalah. Dengan menggunakan teknik
Tem Trade Off (TTO) di mana 0 menunjukkan kematian dan 100 menunjukkan lebih
buruk dari mati.
Rating scale (RS) mengukur QoL dengan cara yang sangat mudah, RS
menanyakan QoL, secara langsung sebagai sebuah titik dari 0 yang berhubungan dengan
kematian. Dan kurang dari 100, yang berhubungan ndengan kesehatan yang sempurna.
Gambar 2.4 di bawah ini mengindikasikan sebuah contoh dari RS yang menggunakan
thermometer. Metode ini mudah dimengerti dan sudah digunakan secara luas.
c. Domain QoL menurut WHOQOL-BREF
Menurut WHO (1996), ada empat domain yang dijadikan parameter untuk mengetahui
kualitas hidup. Setiap domain dijabarkan dalam beberapa aspek, yaitu:
1. Domain kesehatan fisik, yang dijabarkan dalam beberapa aspek, sebagai berikut :
a) Kegiatan kehidupan sehari-hari
b) Ketergantungan pada bahan obat dan bantuan medis
c) Energi dan kelelahan
d) Mobilitas
e) Rasa sakit dan ketidaknyamanan f)
Tidur dan istirahat
g) Kapasitas kerja
2. Domain psikologis, yang dijabarkan dalam beberapa aspek, sebagai berikut :
a) Bentuk dan tampilan tubuh
b) Perasaan negatif
c) Perasaan positif
d) Penghargaan diri
e) Spiritualitas agama atau keyakinan pribadi f)
Berpikir, belajar, memori dan konsentrasi
3. Domain hubungan sosial, yang dijabarkan dalam beberapa aspek, sebagai berikut:
a) Hubungan pibadi
b) Dukungan sosial
c) Aktivitas seksual
4. Domain lingkungan, yang dijabarkan dalam beberapa aspek, sebagai berikut :
a) Sumber daya keuangan
b) Kebebasan, keamanan dan kenyamanan fisik
c) Kesehatan dan kepedulian sosial : aksesbilitas dan kualitas
d) Lingkungan rumah
e) Peluang untuk memperoleh informasi dan keterampilan baru
f) Partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi dan keterampilan baru
g) Lingkungan fisik (polusi atau kebisingan atau lalu lintas atau iklim)
h) Transportasi

Nilai kualitas hidup penderita TB dapat dinilai berdasarkan domain dan aspek dari
WHOQOL, dengan memperhatikan sign and symthom dari penyakit TBC sehingga bias didapat
gambaran kualitas hidup dari penderita TBC.

DAFTAR PUSTAKA
Beaudoin, L. E., Edgar, L.(2003). Their Importance to Nurses’ Quality of Work Life. Nursing
Economics, May-June, pp. 106 -113.
Brooks, B. A., Anderson, B.,(2007). Assesing The Nursing Quality of Work Life. Nursing
Administration Quarterly, pp. 152-157.
Green LW. & Kreuter MW. 1991. Health Promotion Planning. An educational and
Environmental Approach. 2nd. Ed. Mountain View: Mayfield Publishing Co.
TEORI PERILAKU TERENCANA (THEORY OF PLANNED
BEHAVIOR)
Theory of Planned Behavior (TPB) atau teori perilaku terencana merupakan pengembangan lebih
lanjut dari Theory of Reasoned Action (TRA). Ajzen (1988) menambahkan konstruk yang
belum ada dalam TRA, yaitu perceived behavioral control (PBC). Penambahan satu faktor
ini dalam upaya memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan
perilaku tertentu.

Sejarah Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)


TRA dikemukakan oleh Fishbein dan Ajzen (1975) memberikan bukti ilmiah bahwa intensi
untuk melakukan suatu tingkah laku dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: sikap terhadap perilaku
(attitude toward behavior) dan norma subjektif (subjective norms). Penelitian di bidang
sosial telah banyak membuktikan bahwa TRA ini adalah teori yang cukup memadai untuk
memprediksi tingkah laku. Namun setelah beberapa tahun, Ajzen melakukan meta analisis
terhadap TRA. Hasil yang didapatkan dari meta analisis tersebut adalah TRA hanya berlaku bagi
tingkah laku yang berada di bawah kontrol penuh individu, dan tidak sesuai untuk menjelaskan
tingkah laku yang tidak sepenuhnya di bawah kontrol individu, karena ada faktor yang dapat
menghambat atau mempermudah/ memfasilitasi realisasi intensi ke dalam tingkah laku.
Berdasarkan analisis ini, lalu Ajzen pada tahun 1988 menambahkan perceived behavioral control
(PBC) sebagai satu faktor anteseden bagi intensi yang berkaitan dengan kontrol individu. Dengan
penambahan satu faktor ini kemudian mengubah TRA menjadi Theory of Planned Behavior,
yang selanjutnya disebut sebagai TPB.
Penjelasan lain bahwa TRA dan TPB berfokus pada konstruksi teoritis yang berkaitan
dengan faktor intensi individu sebagai penentu dari kemungkinan melakukan perilaku tertentu.
Baik TRA maupun TPB menganggap predictor terbaik perilaku adalah niat terhadap
perilaku, yang pada gilirannya ditentukan oleh sikap terhadap perilaku dan persepsi sosial
normatif mengenai itu (perceived behavioral control). TPB merupakan perluasan dari TRA
dengan menambah konstruksi perceived behavioral control.
Theory of Planned Behavior (TPB) menyampaikan bahwa perilaku yang ditampilkan
oleh individu timbul karena adanya intensi/ niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat
berperilaku ditentukan oleh 3 faktor penentu yaitu:
1) behavioral beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku (beliefs
strength) dan evaluasi atas hasil tersebut (outcome evaluation),
2) normative beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain (normative
beliefs) dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (motivation to comply), dan
3) control beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau
menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control beliefs) dan persepsinya tentang
seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived
power). Hambatan yang mungkin timbul pada saat perilaku ditampilkan dapat berasal dari
dalam diri sendiri maupun dari lingkungan.
Bagan Theory of Planned Behavior

Behavior beliefs

Attitude toward
behavior

Evaluation of behavioral outcome

Normative beliefs

Subjective Behavioral
Norm intention
Behavioral
Motivation to comply

Control beliefs

Perceived Behavioral
control

Perceived

Gambar 4.13 Bagan theory of planned behavior (National Cancer Institute, 2005)

attitude toward
Background factors the behavioral
Behavioral Beliefs

Personal
General , attitudes Personality Values, Emotions Intelligence

Normative Beliefs Subjective


Norm Intention Behavior
Social
Age, gender Race, Ethnicity Income , Religion

Information Experience Knowledge Media exposure

Perceived Behavioral
Control Beliefs
Control

Gambar 4.14 Peran background factor pada teori planned behavior (Ajzen, 2005)

Secara berurutan, behavioral beliefs menghasilkan sikap terhadap perilaku positif atau
negatif, normative beliefs menghasilkan tekanan sosial yang dipersepsikan (perceived social
pressure) atau norma subjektif (subjective norm) dan control beliefs menimbulkan
perceived behavioral control atau kontrol perilaku yang dipersepsikan (Ajzen, 2002).
Bagan di atas dapat menjelaskan empat hal yang berkaitan dengan perilaku manusia,
yaitu:
1) Hubungan yang langsung antara tingkah laku dan intensi. Hal ini dapat berarti bahwa
intensi merupakan faktor terdekat yang dapat memprediksi munculnya tingkah laku yang
akan ditampilkan individu.
2) Intensi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu sikap individu terhadap tingkah laku yang
dimaksud (attitude toward behavior), norma subjektif (subjective norm), dan persepsi
terhadap kontrol yang dimiliki (perceived behavioral control).
3) Masing-masing faktor yang memengaruhi intensi di atas (sikap, norma subjektif dan
PBC) dipengaruhi oleh anteseden lainnya, yaitu beliefs. Sikap dipengaruhi oleh
behavioral beliefs, norma subjektif dipengaruhi oleh normative beliefs, dan PBC
dipengaruhi oleh beliefs tentang kontrol yang dimiliki yang disebut control beliefs. Baik
sikap, norma subjektif dan PBC merupakan fungsi perkalian dari masing-masing beliefs
dengan faktor lainnya yang mendukung.
4) PBC merupakan ciri khas teori ini dibandingkan dengan TRA.
Pada bagan di atas dapat dilihat bahwa ada 2 cara yang menghubungkan tingkah laku
dengan PBC. Cara pertama diwakili oleh garis penuh yang menghubungkan PBC
dengan tingkah laku secara tidak langsung melalui perantara intensi. Cara kedua adalah
hubungan secara langsung antara PBC dengan tingkah laku yang digambarkan dengan garis
putus-putus, tanpa melalui intensi (Ajzen, 2005).

Variabel Lain yang Memengaruhi Intensi


Menurut Ajzen, 2005 dalam Ramadhani, 2009 bahwa variabel lain yang memengaruhi
intensi selain beberapa faktor utama tersebut (sikap terhadap perilaku, norma subjektif dan PBC),
yaitu variabel yang memengaruhi atau berhubungan dengan belief. Beberapa variabel tersebut
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Faktor personal
Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian
(personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya.
2. Faktor sosial
Faktor sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan,
penghasilan, dan agama.
1) Usia
Secara fisiologi pertumbuhan dan perkembangan seseorang dapat digambarkan dengan
pertambahan usia. Pertambahan usia diharapkan terjadi pertambahan kemampuan
motorik sesuai dengan tumbuh kembangnya. Akan tetapi pertumbuhan dan
perkembangan seseorang pada titik tertentu akan mengalami kemunduran akibat
faktor degeneratif. Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun,
dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya
adalah 41 sampai 60 tahu, dewasa lanjut > 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup
dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Usia yang lebih tua umumnya lebih
bertanggung jawab dan lebih teliti dibanding usia yang lebih muda. Hal ini terjadi
kemungkinan karena yang lebih muda kurang berpengalaman.
Menurut umur/usia berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau maturitas
seseorang. Kedewasaan adalah tingkat kedewasaan teknis dalam menjalankan tugas-
tugas, maupun kedewasaan psikologis. Azjen (2005) menyampaikan bahwa pekerja
usia 20-30 tahun mempunyai motivasi kerja relatif lebih rendah dibandingkan pekerja
yang lebih tua, karena pekerja yang lebih muda belum berdasar pada landasan
realitas, sehingga pekerja muda lebih sering mengalami kekecewaan dalam bekerja.
Hal ini dapat menyebabkan rendahnya kinerja dan kepuasan kerja, semakin lanjut usia
seseorang maka semakin meningkat pula kedewasaan teknisnya, serta kedewasaan
psikologisnya yang akan menunjukkan kematangan jiwanya. Usia semakin lanjut akan
meningkatkan pula kemampuan seseorang dalam mengambil keputusan,
mengendalikan emosi, berpikir rasional, dan toleransi terhadap pandangan orang lain
sehingga berpengaruh juga terhadap peningkatan motivasinya.
2) Jenis Kelamin
Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin
manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Misalnya, bahwa manusia jenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki atau
bersifat seperti daftar berikut ini: laki-laki adalah manusia yang memiliki penis,
memiliki jakala (kala menjing) dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan
memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi
telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui.
3) Pendidikan
Azjen (2006) menyebutkan bahwa latar belakang pendidikan seseorang akan
memengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya sesuai dengan tingkat pemenuhan
kebutuhan yang berbeda-beda yang pada akhirnya memengaruhi motivasi kerja
seseorang. Dengan kata lain bahwa pekerja yang mempunyai latar belakang
pendidikan tinggi akan mewujudkan motivasi kerja yang berbeda dengan pekerja yang
berlatar belakang pendidikan rendah. Latar belakang pendidikan memengaruhi
motivasi kerja seseorang. Pekerja yang berpendidian tinggi memiliki motivasi yang
lebih baik karena telah memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
dibandingkan dengan pekerja yang memiliki pendidikan yang rendah. Menurut
Notoatmodjo (1992) menyebutkan bahwa dengan pendidikan seseorang akan dapat
meningkatkan kematangan intelektual sehingga dapat membuat keputusan dalam
bertindak.
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktifitas atau kinerja perawat
adalah pendidikan formal perawat. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan
saja yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk
mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di
sekitar kita untuk kelancaran tugas. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi
produktivitas kerja, pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin
mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan dan teknologi, sehingga
akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan keluarga.
Pendidikan keperawatan di Indonesia mengacu kepada Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan demikian jenis pendidikan
keperawatan di Indonesia mencakup pendidikan vokasi, akademik dan profesi:
(1) Pendidikan vokasi adalah jenis pendidikan diploma sesuai jenjangnya untuk
memiliki keahlian ilmu terapan keperawatan yang diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia.
(2) Pendidikan akademik adalah jenis pendidikan tinggi program sarjana dan
pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan
tertentu
(3) Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan
khusus.
Sedangkan jenjang pendidikan keperawatan mencakup program pendidikan: diploma,
sarjana, magister, spesialis dan doctor.
3. Faktor informasi
Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan dan ekspose pada media. Pengetahuan
adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu:
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun
lingkungan.
Variabel-variabel dalam background factor ini memengaruhi belief dan pada
akhirnya berpengaruh juga pada intensi dan tingkah laku.

Keberadaan faktor tambahan ini memang masih menjadi pertanyaan empiris mengenai
seberapa jauh pengaruhnya terhadap belief, intensi dan tingkah laku. Namun, faktor ini pada
dasarnya tidak menjadi bagian dari TPB yang dikemukakan oleh Ajzen, melainkan hanya
sebagai pelengkap untuk menjelaskan lebih dalam determinan tingkah laku manusia.

Intensi
Ajzen (1988, 1991) mengungkapkan bahwa intensi merupakan indikasi seberapa kuat
keyakinan seseorang akan mencoba suatu perilaku, dan seberapa besar usaha yang akan
digunakan untuk melakukan sebuah perilaku. Hartono (2007) mendefinisikan intensi (niat)
sebagai keinginan untuk melakukan perilaku. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa, seseorang
berperilaku karena faktor keinginan, kesengajaan atau karena memang sudah direncanakan. Niat
berperilaku (behavioral intention) masih merupakan suatu keinginan atau rencana. Dalam hal ini,
niat belum merupakan perilaku, sedangkan perilaku (behavior) adalah tindakan nyata yang
dilakukan.
Intensi merupakan faktor motivasional yang memiliki pengaruh pada perilaku, sehingga orang
dapat mengharapkan orang lain berbuat sesuatu berdasarkan intensinya (Ajzen 1988, 1991).
Pada umumnya, intensi memiliki korelasi yang tinggi dengan perilaku, oleh karena itu dapat
digunakan untuk meramalkan perilaku. Menurut Fishbein dan Ajzen
(1975), intensi diukur dengan sebuah prosedur yang menempatkan subjek di dimensi
probabilitas subjektif yang melibatkan suatu hubungan antara dirinya dengan tindakan. Menurut
Theory of Planned Behavior, intensi memiliki 3 determinan, yaitu: sikap, norma subjektif,
dan kendala-perilaku-yang-dipersepsikan (Ajzen, 1988). Untuk melihat besar/ bobot pengaruh
masing-masing determinan digunakan perhitungan analisis multiple regresi, dengan persamaan
sebagai berikut:
B ~ I = ( AB )W1 + ( SN )W2 + (PBC) W3

Keterangan: B = behavior = perilaku


I = intention = intensi melakukan perilaku B
Ab = attitudes = sikap terhadap perilaku B
SN = subjective norms = norma subjektif
PBC = perceived behavior control = kendali perilaku yang dipersepsikan W1,2,3
= weight = bobot pengaruh

Keakuratan intensi dalam memprediksi tingkah laku tentu bukan tanpa syarat, karena
ternyata ditemukan pada beberapa studi bahwa intensi tidak selalu menghasilkan tingkah laku
yang dimaksud. Pernyataan ini juga diperkuat oleh pernyataan Ajzen (2005). Menurutnya,
walaupun banyak ahli yang sudah membuktikan hubungan yang kuat antara intensi dan tingkah
laku, namun pada beberapa kali hasil studi ditemukan pula hubungan yang lemah antara
keduanya. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan intensi dalam memprediksi
tingkah laku yaitu:
1. Kesesuaian antara intensi dan tingkah laku.
Pengukuran intensi harus disesuaikan dengan perilakunya dalam hal konteks dan
waktunya.
2. Stabilitas intensi
Faktor kedua adalah ketidakstabilan intensi seseorang. Hal ini bisa terjadi jika terdapat
jarak/jangka waktu yang cukup panjang antara pengukuran intensi dan dengan
pengamatan tingkah laku. Setelah dilakukan pengukuran intensi, sangat mungkin ditemui
hal-hal/ kejadian yang dapat mencampuri atau mengubah intensi seseorang untuk berubah,
sehingga pada tingkah laku awal yang ditampilkannya tidak sesuai dengan intensi awal.
Semakin panjang interval waktunya, maka semakin besar kemungkinan intensi akan
berubah.
3. Literal inconsistency
Pengukuran intensi dan tingkah laku sudah sesuai (compatible) dan jarak waktu antara
pengukuran intense dan tingkah laku singkat, namun kemungkinan terjadi ketidaksesuaian
antara intense dengan tingkah laku yang ditampilkannya masih ada. Penjelasan literal
inconsistency ini adalah individu terkadang tidak konsisten dalam mengaplikasikan
tingkah lakunya sesuai dengan intense yang sudah dinyatakan sebelumnya. Hal ini bisa
disebabkan oleh beberapa alasan, diantaranya individu tersebut merasa lupa akan apa yang
pernah mereka ucapkan. Maka untuk mengantisipasi hal ini dapat dilakukan strategi
implementation intention, yaitu dengan meminta individu untuk merinci bagaimana intensi
tersebut akan diimplementasikan
dalam tingkah laku. Rincian mencakup kapan, di mana dan bagaimana tingkah laku akan
dilakukan.
4. Base rate
Base rate adalah tingkat kemungkinan sebuah tingkah laku akan dilakukan oleh orang.
Tingkah laku dengan base rate yang tinggi adalah tingkah laku yang dilakukan oleh
hampir semua orang, nisalnya mandi, makan. Sedangkan tingkah laku dengan base rate
rendah adalah tingkah laku yang hampir tidak dilakukan oleh kebanyakan orang, misal
bunuh diri. Intensi dapat memprediksi perilaku aktualnya dengan baik jika perilaku
tersebut memiliki tingkat base rate yang sedang, misal pendokumentasian asuhan
keperawatan.
Pengukuran intensi dapat digolongkan ke dalam pengukuran belief. Sebagaimana
pengukuran belief, pengukuran intensi terdiri atas 2 hal, yaitu pengukuran isi (content) dan
kekuatan (strength). Isi dari intensi diwakili oleh jenis tingkah laku yang akan diukur, sedangkan
kekuatan responsnya dilihat dari rating jawaban yang diberikan responsden pada pilihan skala
yang tersedia. Contoh pilihan sekalanya adalah mungkin-tidak mungkin dan setuju-tidak
setuju.

Sikap
Menurut Ajzen (2005) sikap merupakan besarnya perasaan positif atau negatif terhadap suatu
objek (favorable) atau negatif (unfavorable) terhadap suatu objek, orang, institusi, atau kegiatan.
Eagly dan Chaiken (1993) dalam Aiken (2002) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan
psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi suatu entitas dalam derajat suka dan tidak suka.
Sikap dipandang sebagai sesuatu yang afektif atau evaluatif. Konsep sentral yang menentukan
sikap adalah belief. Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), belief merepresentasikan pengetahuan
yang dimiliki seseorang terhadap suatu objek, di mana belief menghubungkan suatu objek
dengan beberapa atribut. Kekuatan hubungan ini diukur dengan prosedur yang menempatkan
seseorang dalam dimensi
probabilitas subjektif yang melibatkan objek dengan atribut terkait.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap seseorang terhadap suatu objek sikap dapat
diestimasikan dengan menjumlahkan hasil kali antara evaluasi terhadap atribut yang
diasosiasikan pada objek sikap (belief evaluation) dengan probabilitas subjektifnya bahwa suatu
objek memiliki atau tidak memiliki atribut tersebut (behavioral belief). Atau dengan kata lain,
dalam theory of planned behavior sikap yang dimiliki seseorang terhadap suatu tingkah laku
dilandasi oleh belief seseorang terhadap konsekuensi (outcome) yang akan dihasilkan jika
tingkah laku tersebut dilakukan (outcome evaluation) dan kekuatan terhadap belief tersebut
(belief strength). Belief adalah pernyataan subjektif seseorang yang menyangkut aspek-aspek
yang dapat dibedakan tentang dunianya, yang sesuai dengan pemahaman tentang diri dan
lingkungannnya (Ajzen, 2005).
Dikaitkan dengan sikap, belief mempunyai tingkatan atau kekuatan yang berbeda- beda,
yang disebut dengan belief strength. Kekuatan ini berbeda-beda pada setiap orang dan kuat
lemahnya belief ditentukan berdasarkan persepsi seseorang terhadap tingkat keseringan suatu
objek memiliki atribut tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). Sebagai salah
satu komponen dalam rumusan intensi, sikap terdiri atas belief dan evaluasi belief (Fishbein &
Ajzen, 1975 dalam Ismail & Zain, 2008), seperti rumus berikut ini:
AB = Σ b i e i

Keterangan:
AB = Sikap terhadap perilaku tertentu (
b = Belief terhadap perilaku tersebut yang mengarah pada konsekuensi i e=
Evaluasi seseorang terhadap outcome i (outcome evaluation)

berdasarkan rumus di atas, sikap terhadap perilaku tertentu (AB) didapatkan dari
penjumlahan hasil kali antara kekuatan belief terhadap outcome yang dihasilkan (bi) dengan
evaluasi terhadap outcome (ei). Dengan kata lain, seseorang yang percaya bahwa sebuah tingkah
laku dapat menghasilkan sebuah outcome yang positif, maka ia akan memiliki sikap yang
positif. Begitu juga sebaliknya, jika seseorang memiliki keyakinan bahwa dengan melakukan
suatu tingkah laku akan menghasilkan outcome yang negatif, maka seseorang tersebut juga akan
memiliki sikap yang negative terhadap perilaku tersebut.
Pengukuran sikap tidak bisa didapatkan melalui pengamatan langsung, melainkan harus
melalui pengukuran respons. Pengukuran sikap ini didapatkan dari interaksi antara belief
content- outcome evaluation dan belief strength. Belief seseorang mengenai suatu objek atau
tindakan dapat dimunculkan dalam format respons bebas dengan cara meminta subjek untuk
menuliskan karakteristik, kualitas dan atribut dari objek atau konsekuensi tingkah laku tertentu.
Fishbein & Ajzen menyebutnya dengan proses elisitasi. Elisitasi digunakan untuk menentukan
belief utama (salient belief) yang akan digunakan dalam penyusunan alat ukur atau instrument.

Norma Subjektif
Norma subjektif merupakan kepercayaan seseorang mengenai persetujuan orang lain terhadap
suatu tindakan (Ajzen, 1988), atau persepsi individu tentang apakah orang lain akan mendukung
atau tidak terwujudnya tindakan tersebut. Norma subjektif adalah pihak-pihak yang dianggap
berperan dalam perilaku seseorang dan memiliki harapan pada orang tersebut, dan sejauhmana
keinginan untuk memenuhi harapan tersebut. Jadi, dengan kata lain bahwa norma subjektif
adalah produk dari persepsi individu tentang belief yang dimiliki orang lain. Orang lain
tersebut disebut referent, dan dapat merupakan orangtua, sahabat, atau orang yang dianggap ahli
atau penting. Terdapat dua faktor yang memengaruhi norma subjektif: normative belief, yaitu
keyakinan individu bahwa referent berpikir ia harus atau harus tidak melakukan suatu
perilaku dan motivation to comply, yaitu motivasi individu untuk memenuhi norma dari
referent tersebut.
Rumusan norma subjektif pada intensi perilaku tertentu, dirumuskan sebagai berikut
(Fishbein & Ajzen, 1975):
SN = Σ b i m i
Keterangan:
SN = Norma Subjektif bi
= Normative belief
mi = Motivasi untuk mengikuti anjuran (motivation to comply)

Berdasarkan rumusan tersebut, dapat dikatakan bahwa norma subjektif adalah persepsi
seseorang terhadap orang-orang yang dianggap penting bagi dirinya untuk berperilaku atau tidak
berperilaku tertentu, dan sejauhmana seseorang ingin mematuhi anjuran orang-orang tersebut.
Norma subjektif secara umum dapat ditentukan oleh harapan spesifik yang dipersepsikan
seseorang, yang merupakan referensi (anjuran) dari orang-orang yang di sekitarnya dan oleh
motivasi untuk mengikuti referensi atau anjuran tersebut.
Berdasarkan rumus di atas, norma subjektif (SN) didapatkan dari hasil penjumlahan hasil
kali normative belief tentang tingkah laku i (bi) dan dengan motivation to comply/ motivasi
untuk mengikutinya (mi). Dengan kata lain bahwa, seseorang yang yang memiliki keyakinan
bahwa individu atau kelompok yang cukup berpengaruh terhadapnya (referent) akan mendukung
ia untuk melakukan tingkah laku tersebut, maka hal ini akan menjadi tekanan sosial untuk
seseorang tersebut melakukannya. Sebaliknya, jika seseorang percaya bahwa orang lain yang
berpengaruh padanya tidak mendukung tingkah laku tersebut, maka hal ini menyebabkan ia
memiliki norma subjektif untuk tidak melakukannya.
Pengukuran norma subjektif sesuai dengan antesedennya, yaitu berdasarkan 2 skala:
normative belief dan motivation to comply. Maka pengukurannya juga diperoleh dari
penjumlahan hasil perkalian keduany. Norma subjektif sama halnya dengan sikap, belief tentang
pihak-pihak yang mendukung atau tidak mendukung didapatkan dari hasil elisitasi untuk
menentukan belief utamanya.

Perceived Behavioral Control (PBC)


Kendali-perilaku-yang-dipersepsikan (perceived behavior control) merupakan persepsi
terhadap mudah atau sulitnya sebuah perilaku dapat dilaksanakan. Variabel ini diasumsikan
mereflekssikan pengalaman masa lalu, dan mengantisipasi halangan yang mungkin terjadi
(Ajzen, 1988). Atau perceived behavioral control adalah persepsi seseorang tentang kemudahan
atau kesulitan untuk berperilaku tertentu.
Terdapat dua asumsi mengenai kendali-perilaku-yang-dipersepsikan. Pertama, kendali-
perilaku-yang-dipersepsikan diasumsikan memiliki pengaruh motivasional terhadap intensi.
Individu yang meyakini bahwa ia tidak memiliki kesempatan untuk berperilaku, tidak akan
memiliki intensi yang kuat, meskipun ia bersikap positif, dan didukung oleh referents (orang-
orang di sekitarnya) (Ajzen 1988). Kedua, kendali-perilaku- yang-dipersepsikan memiliki
kemungkinan untuk memengaruhi perilaku secara langsung, tanpa melalui intensi, karena ia
merupakan substitusi parsial dari pengukuran terhadap kendali aktual (Ajzen, 1988).
Perceived behavioral control sama dengan kedua faktor sebelumnya yaitu dipengaruhi juga
oleh beliefs. beliefs yang dimaksud adalah tentang ada/ hadir dan tidaknya faktor yang
menghambat atau mendukung performa tingkah laku (control belief). Berikut adalah rumus yang
menghubungakan antara perceived behavioral control dan control belief:
PBC = Σ c i p i
Keterangan:
PBC = Perceived Behavioral Control
ci = Contol Belief
pi = power belief

Kendali perilaku yangdipersepsikan/PBC didapat dengan menjumlahkan hasil kali antara


keyakinan mengenai mudah atau sulitnya suatu perilaku dilakukan (control belief) dan kekuatan
faktor i dalam dalam memfasilitasi atau menghambat tingkah laku (power belief). Dengan kata
lain, semakin besar persepsi seseorang mengenai kesempatan dan sumber daya yang dimiliki
(faktor pendukung), serta semakin kecil persepsi tentang hambatan yang dimiliki, maka
semakin besar perceived behavioral control yang dimiliki seseorang.
Pengukuran perceived behavioral control yang dapat dilakukan hanyalah mengukur
persepsi individu yang bersangkutan terhadap kontrol yang ia miliki terhadap beberapa faktor
penghambat atau pendukung tersebut. Beberapa faktor yang dipersepsi sebagai penghambat atau
pendorong tersebut didapatkan dari proses elisitasi untuk mendapatkan belief yang utama.

DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. 1988. From Intentions to Actions, Attitudes, Personality and Behavior. London:
Open University Press, England.
Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes. Academic Press, University of Massachusetts.
Ajzen, I. 2002. Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and Methodological
Considerations. September (Direvisi pada Januari 2006).
Ajzen, I. 2005. Attitude, Personality, and Behavior. Buckingham: Open University Press,
Milton Keynes.
Ajzen, I. 2006. Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and Methodological
Considerations. Revisi.
Fishbein, M & Ajzen, I. 1975. Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to
Theory & Research. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company.
Fishbein, M & Ajzen, I. 2010 Predicting and Changing Behavior: The reasoned action
approach. New York: Psychology Press.
SELF REGULATION MODEL
Penyakit kanker terutama stadium lanjut berdampak berat pada aspek psikologis, sosial, fisik,
ekonomi, dan kultural individu. Seseorang dengan diagnosis kanker cenderung berusaha
beradaptasi semampu mereka, namun tidak jarang mereka tidak mempunyai cukup pengetahuan
dan keterampilan untuk mengambil keputusan dan bertindak sesuai yang seharusnya. Sebuah
penelitian di Korea Selatan mengungkapkan bahwa ketika pasien kanker serviks
membutuhkan informasi tentang penyakitnya, maka perilaku mencari informasi akan
meningkat. Leventhal berpendapat bahwa berbagai informasi diperlukan untuk memengaruhi
sikap dan tindakan terhadap ancaman kesehatan maupun keberlangsungan hidup seseorang.
Berdasarkan salah satu model dari Self-Regulatory yang terkait dengan ancaman kesehatan yaitu
Common Sense model, adanya stimulus kesehatan seperti informasi tentang penyakit tertentu
akan memunculkan respons emosional bagi pasien dan pada akhirnya akan meningkatkan
kesadaran (awareness) akan penyakit tersebut. Hal ini terbukti hasil penelitian AV Sri S (2012)
tentang kemandirian dan regulasi pada pasien stroke.
Self-regulation adalah kapasitas atau kemampuan seseorang untuk mengubah perilakunya
(Baumeister). Istilah self-regulation secara luas digunakan untuk menjelaskan usaha perubahan
pemikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan yang dilakukan oleh individu untuk mencapai
tujuan yang lebih tinggi. Self-regulation memandang individu sebagai agen yang aktif dan
pengambil keputusan karena kedua hal tersebut merupakan aspek penting dari adaptasi manusia
terhadap kehidupan. Self-regulation muncul ketika

Organizational Characteristics

Respresentation of health
threat
Identity
Cause
Consequenses
Time line
Cure/control

Stage 1: Interpresentation
Symptom Stage 2: Coping Approach coping Avoidance coping
Stage 3: Appraisal
Social messages Was my coping
 deviation from norm strategy effective?

Emotional response to health threat


Fear Anxienty Depression

Gambar 4.15 Model self-regulation (Ogden, 2007)


seseorang memotivasi dan memandu tindakan mereka secara proaktif sesuai dengan harapan
yang mereka miliki. Setelah seseorang mencapai tujuan atau harapan yang mereka inginkan
maka orang dengan self-efficacy tinggi akan meningkatkan tujuan yang lebih besar. Self-efficacy
dalam konteks self-care agency merupakan komponen dasar atau
foundational capability and dispositions.
Model self-regulation sebenarnya mengacu pada proses pemecahan masalah. Pemecahan
masalah kesehatan pada dasarnya tidak berbeda dengan pemecahan masalah yang lain. Dalam
model self-regulation terdapat proses intepretasi masalah, koping, dan appraisal atau penilaian
keberhasilan koping (Ogden, 2007).
Situmulus atau ancaman kesehatan akan dipersepsikan oleh seseorang dalam tahap
interpretasi, ancaman ini kemudian akan menimbulkan respons emosional antara lain
ketakutan, cemas dan depresi. Tahapan selanjutnya dalam proses self-regulation adalah koping
yaitu saat seseorang berusaha menghadapi masalah sesuai dengan kemampuannya, sedangkan
tahapan yang terakhir adalah appraisal yaitu saat seseorang menilai apakah koping yang ia
lakukan berhasil (Ogden, 2007). Dalam tahap interpretasi terdapat prroses representasi dari
ancaman. Proses representasi ini terdiri atas lima domain penting yaitu identity, cause, timeline,
consequences, dan controllability. Domain identity melibatkan nilai atau kepercayaan
seseorang akan ancaman kesehatan atau perjalanan penyakit yang akan dihadapi. Domain cause
adalah faktor individu atau lingkungan yang menyebabkan seseorang mengalami ancaman
kesehatan, sedangkan domain timeline adalah waktu saat ancaman itu datang atau lama penyakit
itu akan berlangsung. Domain keempat adalah consequences mengacu pada beberapa hal yang
akan terjadi karena penyakit yang dialami, dan domain controllability adalah beberapa hal yang
dapat menjadi solusi atau penanganan penyakit yang diderita (Alligood & Tomey, 2006).
Serangkaian representasi kognitif dari suatu stimulus masalah akan memberikan arti dari masalah
tersebut, dan menyebabkan seseorang mengembangkan serta mempertimbangkan strategi koping
yang sesuai untuk masalah tersebut (Ogden, 2007).

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. & Tomey, A. M. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 6th Ed. Missouri:
Mosby.
Ave S S & Nursalam. 2012. “Peningkatan Self Care Agency Pasien dengan Stroke Iskemik setelah
Penerapan Self Care Regulation Model”. Jurnal ners. Vol. 7. No. 1, hlm. 13-24
Ogden, J. 2007. Health Psychology 4th Ed. England: Open University.

TEORI MODEL PENCEGAHAN PRIMER (CAPLAN, 2001)


Model ini dikembangkan oleh Gerald Caplan, yang membicarakan tentang 3 (tiga) level
intervensi pencegahan pada klien dengan gangguan emosional dan sakit jiwa. Model Caplan
ini lebih diperuntukkan untuk psikiari komunitas/masyarakat dan pelayanan kesehatan jiwa
yang berhubungan dengan masyarakat, pusat pelayanan pengobatan dasar di komunitas seperti
Puskesmas, pendekatan tim multidisiplin, perawatan berlanjut melalui pencegahan, perlindungan
dan pengobatan, dan menghindari rawat nginap di Rumah
Sakit. Tiga level intervensi pencegahan psikiatri meliputi, pencegahan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier.
Pencegahan primer, bertujuan 1) mengurangi kasus baru melalui mengidentifikasi
kelompok risiko tinggi, situasi stres, kejadian stres dalam kehidupan yang berpotensi sakit
jiwa; 2) pendidikan kepada komunitas dengan memanfaatkan strategi koping untuk mengatasi
stres atau cara mengatasi masalah, memecahkan masalah; 3) menguatkan kemampuan individu
dengan menurunkan stres, tekanan, cemas, yang bisa menyebabkan sakit jiwa. Komponen
dalam pencegahan primer adalah promosi kesehatan dan perlindungan khusus.
Karakteristik pencegahan primer untuk promosi kesehatan, membangun adaptasi, gunakan
sumber-sumber koping untuk menjaga kesehatan mental seseorang. Perhatikan total populasi,
khususnya fokus pada melayani kelompok risiko tinggi. Alat utama untuk pencegahan primer
adalah pendidikan dan perubahan sosial. Pemanfaatan agen-agen di masyarakat yang menjaga
kesejahteraan masyarakat, seperti penyembuh tradisional, tenaga sukarela, dll. membekali diri
dengan sumber-sumber dari diri dan lingkungan terutama strategi koping. Efektifhan hubungan
interpersonal, tingkatkan tugas-tugas yang sesuai kelompok umur, kembangkan kemampuan
kontrol dalam kelompok. Peroleh kepuasan dengan diri sendiri dan keberadaannya, pendidikan
kesehatan, motivasi untuk melakukan aktivitas untuk mengurangi stres, bekali diri dengan
dukungan psikososial. Tingkatkan pola hidup sehat, pertahankan standar hidup yang tinggi
dan implementasi kebijakan Kementerian Kesehatan dalam hal pencegahan.
Komponen perlindungan khusus dalam pencegahan primer dengan cara
mengembangkan kompetensi sosial, ajarkan tehnik pencegahan dan kontrol masalah sosial, hindari
kejadian dari kondisi sosial yang patologi, tingkatkan kontrol diri dan kemampuan pengambilan
keputusan sosial. Memberdayakan sistem asuhan yang ada, kembangkan interaksi dan pola
prilaku; kembangkan partisipasi sebagai warga, tingkatkan kontrol dan buat keputusan-
keputusan kritis dalam hidup. mengefektifhan strategi koping untuk menangani situasi stres.
Hindari stres dengan cara kenali stres kalau ada dan hilangkan atau modifikasi. Tangani
kelompok berisiko untuk menghindari atau atasi stres dengan strategi koping. Melakukan
manajemen stres, dan beri dukungan sosial dan emosional untuk menolong orang dalam situasi
stres.
Komponen dalam pencegahan sekunder adalah diagnosis dini dan penemuan kasus serta
program skrining. Pencegahan untuk diagnosis dini dan penemuan kasus berupa memberi
pendidikan kepada masyarakat tentang manifestasi dini sakit jiwa. Memberi motivasi
kepada pemimpin masyarakat, LSM dan swasta lainnya di masyarakat untuk terlibat aktiv
dalam mengidentifikasi orang yang sakit jiwa. mengadakan lokakarya, pelatihan atau
program kampanye kepada kelompok-kelompok tentang pentingnya identifikasi dini kasus jiwa
untuk skrining dan pengobatan sejak periode awal sakit. Program skrining massal sakit jiwa
menggunakan kuisioner dalam bahasa lokal untuk mengidentifikasi sakit jiwa.
Pencegahan tersier, meliputi rehabilitasi ketidakmampuan, keterbatasan dan mencegah
komplikasi. Komponen dalam pencegahan tertier adalah mengurangi prevalensi gejala sisa atau
ketidakmampuan. Mengurangi lama rawat inap di RS-Jiwa, mencegah keretakan keluarga.
Membuat klien berguna bagi diri sendiri secara fisik, mental, sosial, kerja, ekonomi. Mendidik
keluarga dan masyarakat agar mengobati klien secara individual.
Meningkatkan motivasi klien untuk kontrol dan mendapatkan terapi (termasuk terapi kerja).
Rujuk klien ke agent kesehatan jiwa professional. Pasien dibekali untuk mampu merawat diri
sehari-hari dan merencanakan aktivitas harian. Sosialisasi pasien sakit jiwa kronik di masyarakat.
Gunakan sumber yang ada dalam keluarga dan masyarakat (Neeraja 2009).

Tabel 2.3 Level prevention menurut model public health

Primary Prevention
(By intervening potential health problem melalui promosi kesehatan
& perlindungan khusus)
Secondary prevention
( by interventing aktual health
PREVENTIVE
problem: diagnosis dini & pengobatan
MEASURES
tepat waktu)
Tertiary Prevention
( by interventing limit disability by chronic illness and rehabilitation:
rehabilitasi keterbatasan dan ketidakmampuan & mencegah
komplikasi)

Sumber : Neeraja, KP. 2009, hlm. 95.


Melihat semua uraian diatas, model Public health dari Caplan untuk pencegahan psikiatri lebih
berhubungan dengan keluarga dan masyarakat, intervensi-intervensi untuk klien pada tiga level
pencegahan, meminta perawat sebagai tenaga kesehatan utama.

PENGEMBANGAN MUTU PELAYANAN/PRODUKTIVITAS


(KOPELMEN)
Menurut Kopelman (1986) faktor penentu organisasi yakni kepemimpinan dan sistem
imbalan berpengaruh ke kinerja individu atau organisasi melalui motivasi, sedangan faktor
penentu organisasi lainnya, yakni pendidikan berpengaruh ke kinerja individu atau organisasi
melalui variabel pengetahaun, keterampilan atau kemampuan. Kemampuan dibangun oleh
pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja.
1. Organizational characteristics
a. Reward system
Pemberian penghargaan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan apa yang
diinginkan rumah sakit dalam jangka panjang untuk mengembangkan dan
menerapkan kebijakan, praktik dan proses pemberian penghargaan yang mendukung
pencapaian tujuan dan memenuhi kebutuhan (Brown, 2001). Penghargaan diartikan
sebagai suatu stimulus terhadap perbaikan kinerja perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan
b. Goal setting dan MBO
Visi adalah pernyataan tentang tujuan organisasi yang diekspresikan dalam produk dan
pelayanan yang ditawarkan, kebutuhan yang dapat ditanggulangi, kelompok
masyarakat yang dilayani, nilai-nilai yang diperoleh serta aspirasi dan cita-cita masa
depan. Tenaga keperawatan sebagai perpanjangan tangan dari rumah sakit

Environment
Reward system
Goal setting and MBO
Selection
Training and development
Leadership
Organization structure

Individual (nurse) Characteristics

Knowledge,
Skills,
Ability,
Motivation
Attitudes
Value & Norm
Organizational
Work behavior Job Performance effectiveness

Work Characteristics Caring & ASKEP Nurse & patient


MAKP
Satisfaction
Objective performance
Feedback
Correction
Job design
Work schedule

Gambar 4.16 Faktor penentu produktivitas dalam organisasi (Koperlman, 1986)

dalam menerjemahkan visi dan misi. Untuk itu perlu memahami dan menerapkan visi
dan misi organisasi dalam memberikan pelayanan keperawatan.
c. Selection
Seleksi tenaga harus didasarkan pada prinsip the right man, on the right place and on
the right time.
d. Training dan development
Pelatihan (training) adalah proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan
prosedur yang sistematis dan terorganisir dalam pembelajaran kepada tenaga
keperawatan.
e. Leadership
Pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni memengaruhi orang lain agar
mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
f. Organization structure dan culture
Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara
yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.
Dalam struktur organisasi yang baik harus menjelaskan hubungan wewenang siapa
melapor kepada siapa.
2. Nurse characteristics
a. Knowledge
Pengetahuan dapat diartikan sebagai actionable information atau information yang
dapat ditindaklanjuti atau informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk
bertindak, untuk mengambil keputusan dan untuk menempuh arah atau strategi
tertentu.
b. Skills
Kopelmen (2006) mendefinisikan skill sebagai kapasitas yang dibutuhkan dalam
melaksanakan beberapa tugas. Hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya.
c. Ability
Kemampuan seorang untuk melakukan sesuatu, ada banyak aspek yang dapat dinilai
dari variabel kemampuan, diantaranya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
(Perry and Potter,2003). Perawat perlu terus mengembangkan diri melalui uji
kompetensi, pndidikan formal dan non formal.
d. Motivation
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang
individu untuk mencapai tujuannya (Muhith & Nursalam, 2013). Tiga elemen
utama dalam motivasi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Perawat perlu dipupuk
motivasi yang tinggi sebagai bentuk pengabdian dan altruisme pada kebutuhan pasien
untuk kesembuhan.
e. Attitudes
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Komponen sikap, struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang
saling menunjang yaitum kognitif, afektif, dam konatif.
f. Value & Norm
Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem
sosial dan karya. Nilai berperan sebagai pedoman menentukan kehidupan setiap
manusia. Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral,
religi, dan sosial. Perawat perlu memperhatikan aspek nilai dan norma dalam
melayani pasien.
3. Work characteristics
a. Objective performance
Tujuan dari manajemen kinerja adalah (Armstrong & Baron, 2005; Wibisono,
2006); mengatur kinerja, mengetahui seberapa efektif dan efisien suatu kinerja
organisasi, membantu penentukan keputusan organisasi yang berkaitan dengan kinerja
organisasi, kinerja tiap bagian dalam organisasi, dan kinerja individual, meningkatkan
kemampuan organisasi dan mendorong karyawan agar bekerja sesuai prosedur, dengan
semangat, dan produktif sehingga hasil kerja optimal.
b. Feedback
Umpan balik adalah hal yang penting dalam perbaikan kinerja perawat. Hal ini
karena membetulkan (memperbaiki) kesalahan: salah satu tugas pemimpin
(Nursalam, 2013).
c. Job design
Desain pekerjaan (job design) adalah fungsi penetapan kegiatan kerja seorang atau
sekelompok karyawan secara organisasional. Tujuannya untuk mengatur penugasan
kerja supaya dapat memenuhi kebutuhan organisasi.
d. Work schedule
Dalam proses berjalan suatu organisasi dapat eksis dibidangnya, perlu pengaturan waktu
yang efektif sehingga memeperoleh hasil sesuai tujuan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Kopelman R.E., 1986. Managing productivity in organizations, Mc Graw-Hill Book
Company, New York.
Muhith A & Nursalam. 2012. “Mutu Asuhan Keperawatan Berdasarkan Analisis kinerja
Perawat dan Kepuasan Perawat dan Pasien.” Jurnal Ners. Vol 7. No. 1. Hlm. 49-58.
Nursalam. 2012. Development Model of Quality in Nursing Care. International Nursing
Conference. Mei. FKP Unair. Surabaya. Mei 2012.

MODEL MAKP (METODE ASUHAN KEPERAWATAN


PROFESIONAL) DAN ATAU MPKP
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah suatu sistem (struktur, proses dan nilai-
nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Nursalam, 2011). Pada
MAKP memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh; mendukung
pelaksanakaan proses keperawatan; dan memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik
mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim dan pelanggan. Jenis MAKP yang
diterapkan sangat bergantung dari visi misi Rumah sakit, dapat diterpkannya proses
keperawatan, memperhatikan kepuasan perawat dan pasien serta komunikasi dan kolaborasi
yang jelas antar petugas kesehatan. Jenis yang digunakan untuk rawat inap dan jalan; MAKP
Tim, primer, moduler MAKP rawat darurat adalah MAKP kasus.

Kepuasan Perawat
Kinerja bentuknya dapat berupa kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana perawat
dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang
relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang
diberikan dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah
sakit.
Model Kesenjangan (The Expectancy–Disconfirmation
Model) (Woodruff & Gardial, 2002)
Woodruff dan Gardial (2002) mendefinisikan kepuasan sebagai model kesenjangan antara
harapan (standar kinerja yang seharusnya) dengan kinerja aktual yang diterima pelanggan.
Comparison standard ialah standar yang digunakan untuk menilai ada tidaknya kesenjangan
antara apa yang dirasakan pasien dengan standar yang ditetapkan. Standar dapat berasal dari:
Perceived
Disconfirmation

Perceived Satisfaction Feeling Satisfaction Outcome


Performance

Comparison
Standard

Gambar 4.17 Teori kepuasan pelanggan Woodruff dan Gardial (2002).

a. Harapan pasien, bagaimana pasien mengharapkan produk atau jasa seharusnya dia
terima.
b. Pesaing, pasien mengadopsi standar kinerja pesaing rumah sakit untuk kategori produk
atau jasa yang sama sebagai standar perbandingan.
c. Kategori produk atau jasa lain.
d. Janji promosi dari rumah sakit.
e. Nilai jasa pelayanan kesehatan yang berlaku.

Kepuasan perawat lebih dipengaruhi penerapan standar asuhan keperawatan dapat


dilaksanakan dan adanya dukungan organisasi (fasilitas, gaji, promosi dan keseuaian jenis
pekerjaan). Nilai yang dirasakan perawat pada penerapan standar asuhan keperawatan dalam
pengkajian, diagnosis, perencanaan adalah tinggi (100% dapat dilaksanakan dengan baik),
sedangan untuk impelemtasi dan evaluasi belum bisa dilaksanak 100%. Dukungan organisasi
dirasakan oleh perawat sampai sebatas cukup puas. Perawat masih perlu di tingkatkan
kemampuan melaksanakan standar asuhan keperawatan melalui peningkatan kompetensi
(knowledge and skill). Demikian pula dukungan organisasi yang kondusif dan fasilitatif agar
perawat dapat menerapkan standar asuhan keperawatan secara penuh. Mutu kinerja profesional
perawat dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan baik on atau off the training tentang
komunikasi terapeutik yang benar; yaitu komunikasi yang menghasilkan kepuasan semua pihak
yang terlibat (win-win solution bagi dokter, perawat, pasien).

Theory of Servqual
Tinjauan mengenai konsep kualitas layanan sangat ditentukan oleh berapa besar kesenjangan
(gap) antara persepsi pelanggan atas kenyataan pelayanan yang diterima, dibandingkan dengan
harapan pelanggan atas pelayanan yang harus diterima. Kelima
kesenjangan (gap) tersebut disajikan dalam skema grand theory Parasuraman, Zeithaml dan
Berry (1985) dan diuraikan berikut ini:

Personal needs Past experiences


Words of
mouth
communicatio

Expected service
GAP 5
Perceived service

CUSTOMER
MARKETER
Translation of perceptions into service quality specifications

GAP 2
Service Delivery
Management perceptions External communications to customers
of customers expectations
GAP 4
GAP 3

Gambar 4.18 The integrated gaps model of service quality (Parasuraman, Zeithaml, Berry, 1985)

Grand teori yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam
Muninjaya (2011), penyampaian jasa oleh pihak penyedia jasa bisa terancam gagal kalau
berbagai kesenjangan dibiarkan berkembang tanpa ada intervensi untuk mencegahnya, atau tidak
ada upaya khusus untuk mengurangi dampak buruknya. Penjelasan mengenai kelima
kesenjangan tersebut yaitu:
1. Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen
Manajemen institusi pelayanan kesehatan belum mampu secara tepat mengidentifikasi dan
memahami harapan (ekspektasi) para pengguna jasa pelayanan kesehatan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa
Kesenjangan akan terjadi jika pemahaman manajemen RS (Puskesmas) tentang
harapan pengguna jasa pelayanan kesehatan tidak diterjemahkan menjadi aksi nyata yang
spesifik. Misalnya, standar prosedur pelayanan atau pelaksanaan penyampaian jasa belum
dikemas sesuai dengan harapan pengguna jasa yang semakin menuntut pelayanan yang
bermutu (cepat, ramah, tepat, dan biaya terjangkau).
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya
Standar pelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun dengan baik, tetapi muncul
kesenjangan karena staf pelaksana pelayanan di garis depan (front line staff)
seperti perawat, bidan dan dokter umum di sebuah rumah sakit belum mendapat pelatihan
khusus tentang teknik penyampaian jasa pelayanan tersebut. Akibatnya, jasa pelayanan
kesehatan yang ditawarkan kepada pasien tidak sesuai dengan standar yang sudah
ditetapkan oleh komite medik rumah sakit tersebut.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal
Harapan pengguna jasa sangat dipengaruhi oleh cara staff dan manajemen rumah sakit
berkomunikasi dengan masyarakat calon pengguna jasanya. Cara seperti ini akan
memunculkan kesenjangan. Harapan pengguna jasa pelayanan kesehatan yang sudah
mulai terbentuk melalui pemasaran tidak dapat terpenuhi karena pelayanan teknis medis
dan kelengkapan mutu pelayanan berbeda dengan ekspektasi mereka.
5. Kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapkan Kesenjangan ini
terjadi jika konsumen mengukur kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan cara
yang berbeda, termasuk persepsi pengguna yang berbeda terhadap kualitas jasa pelayanan
kesehatan yang diharapkan.
Menurut Parasuraman (2001:162) bahwa konsep kualitas layanan yang
diharapkan dan dirasakan ditentukan oleh kualitas layanan. Kualitas layanan tersebut
terdiri atas daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati dan kehandalan. Selain itu,
pelayanan yang diharapkan sangat dipengaruhi oleh berbagai persepsi komunikasi dari
mulut ke mulut, kebutuhan pribadi, pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal,
persepsi inilah yang memengaruhi pelayanan yang diharapkan (Ep = Expectation) dan
pelayanan yang dirasakan (Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas
layanan. Lebih jelasnya dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Komunikasi dari Mulut ke Mulut Kebutuhan Pribadi Pengalaman Masa Lalu Komunikasi Eksternal
Dimensi Kualitas Pelayanan yang Diharapkan (Ep)Kualitas layanan yang Dirasakan
Pelayanan

Kehandalan Daya tanggap Jaminan Empati Melebihi harapan Ep < Pp (Bermutu)


Bukti Langsung Memenuhi harapan
Ep = Pp (Memuaskan)
Tidak memenuhi harapan Ep > Pp (Tidak Bermutu)

Pelayanan yang
Dirasakan (Pp)

Gambar 4.19 Penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan (Parasuraman, 2001)

Parasuraman (2001:165) menyatakan bahwa konsep kualitas layanan adalah suatu


pengertian yang kompleks tentang mutu, tentang memuaskan atau tidak memuaskan.
Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan yang
diharapkan lebih kecil daripada pelayanan yang dirasakan (bermutu). Dikatakan
konsep kualitas layanan memenuhi harapan, apabila pelayanan yang diharapkan sama
dengan yang dirasakan (memuaskan). Demikian pula dikatakan persepsi tidak
memenuhi harapan apabila pelayanan yang diharapkan lebih besar daripada pelayanan
yang dirasakan (tidak bermutu).
Konsep kualitas layanan dari harapan yang diharapkan seperti dikemukakan di atas,
ditentukan oleh empat faktor, yang saling terkait dalam memberikan suatu persepsi yang
jelas dari harapan pelanggan dalam mendapatkan pelayanan. Keempat faktor tersebut
adalah:
1) Komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication, WOM), faktor ini
sangat menentukan dalam pembentukan harapan pelanggan atas suatu jasa/ pelayanan.
Pemilihan untuk mengkonsumsi suatu jasa/pelayanan yang bermutu dalam banyak
kasus dipengaruhi oleh informasi dari mulut ke mulut yang diperoleh dari pelanggan
yang telah mengkonsumsi jasa tersebut sebelumnya.
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program
pemasaran. Betapapun berkualitasnya suatu produk ataupun jasa, bila konsumen belum
pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut dapat berguna, maka
konsumen tidak akan pernah membeli produk tersebut. Salah satu alat promosi yang
paling ampuh adalah dengan sistem WOM (Word of Mouth) (Trarintya, 2011).
Harrison-Walker dalam Brown et al. (2005) menyatakan bahwa WOM
merupakan sebuah komunikasi informal diantara seorang pembicara yang tidak
komersil dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah merek,produk,
perusahaan atau jasa. WOM dapat diartikan sebagai aktivitas komunikasi dalam
pemasaran yang mengindikasikan seberapa mungkin customer akan bercerita kepada
orang lain tentang pengalamannya dalam proses pembelian atau mengkonsumsi suatu
produk atau jasa. Pengalaman customer tersebut dapat berupa pengalaman positif atau
pengalaman negatif. Seperti yang dinyatakan Davidow (2003):
”That word of mouth is actually an U shaped relationship, where satisfied
complainers spread positive word of mouth valance, and dissatisfied complainers
spread negative word of mouth valance”

Bahwa sebenarnya hubungan dari mulut ke mulut berbentuk U, di mana apabila


seseorang puas maka ia akan menyebarkan berita positif dari mulut ke mulut, tapi
apabila mengeluh tidak puas maka ia akan menyebarkan berita negatif dari mulut ke
mulut. Pengalaman yang kurang memuaskan pada customer dapat memunculkan
berbagai respons kepada perusahaan. Perusahaan dapat menanggapi respons tersebut
dengan berbagai cara yang dinamis. Peluang meningkatnya aktivitas WOM tersebut dapat
memberikan pengaruh yang hebat.
Menurut Setyawati (2009) dalam usaha WOM, memuaskan pelanggan adalah hal
yang sangat wajib. Karena dalam sebuah studi oleh US Office of Consumer Affairs
(Kantor Urusan Pelanggan Amerika Serikat) menunjukkan bahwa WOM
memberikan efek yang signifikan terhadap penilaian pelanggan. Dalam
studi tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata, satu pelanggan tidak puas akan
mengakibatkan sembilan calon pelanggan lain yang akan menyebabkan ketidakpuasan.
Sedangkan pelanggan yang puas hanya akan mengabarkan kepada lima calon
pelanggan lain.
2) Kebutuhan pribadi (personal need), yaitu harapan pelanggan bervariasi bergantung
pada karakteristik dan keadaan individu yang memengaruhi kebutuhan pribadinya.
3) Pengalaman masa lalu (past experience), yaitu pengalaman pelanggan merasakan suatu
pelayanan jasa tertentu di masa lalu yang memengaruhi tingkat harapannya untuk
memperoleh pelayanan jasa yang sama di masa kini dan yang akan datang.
4) Komunikasi eksternal (company’s external communication) yaitu komunikasi
eksternal yang digunakan oleh organisasi jasa sebagai pemberi pelayanan melalui
berbagai bentuk upaya promosi juga memegang peranan dalam pembentukan harapan
pelanggan.

Berdasarkan pengertian di atas terdapat tiga tingkat konsep kualitas layanan yaitu:
1) Bermutu (quality surprise), bila kenyataan pelayanan yang diterima melebihi
pelayanan yang diharapkan pelanggan.
2) Memuaskan (satisfactory quality), bila kenyataan pelayanan yang diterima sama
dengan pelayanan yang diharapkan pelanggan.
3) Tidak bermutu (unacceptable quality), bila ternyata kenyataan pelayanan yang
diterima lebih rendah dari yang diharapkan pelanggan.
Parasuraman (2001:26) mengemukakan konsep kualitas layanan yang berkaitan
dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah kualitas
layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible, empathy dan reliability).
Konsep kualitas layanan RATER intinya adalah membentuk sikap dan perilaku dari
pengembang pelayanan untuk memberikan bentuk pelayanan yang kuat dan mendasar, agar
mendapat penilaian sesuai dengan kualitas layanan yang diterima.
Inti dari konsep kualitas layanan adalah menunjukkan segala bentuk aktualisasi
kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya
tanggap (responsiveness), menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti
fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang
memberikan pelayanan sesuai dengan kehandalannya (reliability) menjalankan tugas pelayanan
yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan.
Berdasarkan inti dari konsep kualitas layanan “RATER” kebanyakan organisasi kerja
yang menjadikan konsep ini sebagai acuan dalam menerapkan aktualisasi layanan dalam
organisasi kerjanya, dalam memecahkan berbagai bentuk kesenjangan (gap) atas berbagai
pelayanan yang diberikan oleh pegawai dalam memenuhi tuntutan pelayanan masyarakat.
Aktualisasi konsep “RATER” juga diterapkan dalam penerapan kualitas layanan pegawai
baik pegawai pemerintah maupun non pemerintah dalam meningkatkan prestasi kerjanya.
Lebih jelasnya dapat diuraikan mengenai bentuk-bentuk aplikasi kualitas layanan dengan
menerapkan konsep “RATER” yang dikemukakan oleh Parasuraman (2001:32) sebagai
berikut.
1. Daya tanggap (Responsiveness)
Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan aspek
pelayanan yang sangat memengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga
diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai
dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk
pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal ini memerlukan adanya penjelasan yang
bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-
bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga
bentuk pelayanan mendapat respons positif (Parasuraman, 2001:52).
Tuntutan pelayanan yang menyikapi berbagai keluhan dari bentuk-bentuk
pelayanan yang diberikan menjadi suatu respek positif dari daya tanggap pemberi
pelayanan dan yang menerima pelayanan. Seyogyanya pihak yang memberikan pelayanan
apabila menemukan orang yang dilayani kurang mengerti atas berbagai syarat prosedur atau
mekanisme, maka perlu diberikan suatu pengertian dan pemahaman yang jelas secara
bijaksana, berwibawa dan memberikan berbagai alternatif kemudahan untuk mengikuti syarat
pelayanan yang benar, sehingga kesan dari orang yang mendapat pelayanan memahami atau
tanggap terhadap keinginan orang yang dilayani.
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi atau
aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat ketanggapan
atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya ketanggapan tersebut dari orang
yang menerima pelayanan, karena bentuk pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali,
sehingga memerlukan banyak informasi mengenai syarat dan prosedur pelayanan yang
cepat, mudah dan lancar, sehingga pihak pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya
menuntun orang yang dilayani sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail,
singkat dan jelas yang tidak menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang
menimbulkan keluh kesah dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini
dilakukan dengan baik, berarti pegawai tersebut memiliki kemampuan daya tanggap
terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi penyebab terjadinya pelayanan yang
optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan dan kelancaran dari suatu pelayanan
yang ditangani oleh pegawai (Parasuraman, 2001:63).
Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat membutuhkan
penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut jelas dan dimengerti.
Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka kualitas layanan daya tanggap
mempunyai peranan penting atas pemenuhan berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan
kepada masyarakat. Apabila pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan
yang bijaksana, penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang
mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas dimengerti oleh
individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung pelayanan daya tanggap
dianggap berhasil, dan ini
menjadi suatu bentuk keberhasilan prestasi kerja. Margaretha (2003:163) kualitas layanan
daya tanggap adalah suatu bentuk pelayanan dalam memberikan penjelasan, agar orang
yang diberi pelayanan tanggap dan menanggapi pelayanan yang diterima, sehingga
diperlukan adanya unsur kualitas layanan daya tanggap sebagai berikut.
1) Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang
dihadapinya. Penjelasan bijaksana tersebut mengantar individu yang mendapat
pelayanan mampu mengerti dan menyetujui segala bentuk pelayanan yang diterima.
2) Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan
persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat jelas, transparan, singkat dan dapat
dipertanggungjawabkan.
3) Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang
atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan.
4) Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dilayani untuk
menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus
dipenuhi.
5) Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap
bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang
berlaku.
Uraian-uraian di atas menjadi suatu interpretasi yang banyak dikembangkan dalam
suatu organisasi kerja yang memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan daya tanggap
atas berbagai pelayanan yang ditunjukkan. Inti dari pelayanan daya tanggap dalam suatu
organisasi berupa pemberian berbagai penjelasan dengan bijaksana, mendetail, membina,
mengarahkan dan membujuk. Apabila hal ini dapat diimplementasikan dengan baik, dengan
sendirinya kualitas layanan daya tanggap akan menjadi cermin prestasi kerja pegawai yang
ditunjukkan dalam pelayanannya.
2. Jaminan (Assurance)
Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan.
Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang
memberikan pelayanan, sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin
bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan selesai sesuai
dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang
diberikan (Parasuraman, 2001:69).
Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan oleh
performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa pegawai tersebut
mampu memberikan pelayanan yang handal, mandiri dan profesional yang berdampak
pada kepuasan pelayanan yang diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari
suatu pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat, yang
menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara serius dan sungguh-
sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani. Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan
terhadap pegawai yang memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik
dalam memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki watak atau
karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam memberikan pelayanan
(Margaretha, 2003: 201).
Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu kepada
kepuasan pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen organisasi yang
menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan perilaku dari pegawai dalam
memberikan pelayanan, sehingga dampak yang ditimbulkan dari segala aktivitas
pelayanan tersebut diyakini oleh orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani
dengan baik sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai dengan
kepastian pelayanan.
Melihat kenyataan kebanyakan organisasi modern dewasa ini diperhadapkan oleh
adanya berbagai bentuk penjaminan yang dapat meyakinkan atas berbagai bentuk
pelayanan yang dapat diberikan oleh suatu organisasi sesuai dengan prestasi kerja yang
ditunjukkannya. Suatu organisasi sangat membutuhkan adanya kepercayaan memberikan
pelayanan kepada orang-orang yang dilayaninya. Untuk memperoleh suatu pelayanan yang
meyakinkan, maka setiap pegawai berupaya untuk menunjukkan kualitas layanan yang
meyakinkan sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang memuaskan yang diberikan,
bentuk-bentuk pelayanan yang sesuai dengan komitmen organisasi yang ditunjukkan dan
memberikan kepastian pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Margaretha
(2003:215) suatu organisasi kerja sangat memerlukan adanya kepercayaan yang diyakini
sesuai dengan kenyataan bahwa organisasi tersebut mampu memberikan kualitas layanan
yang dapat dijamin sesuai dengan:
1) Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan
memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar dan berkualitas, dan hal
tersebut menjadi bentuk konkret yang memuaskan orang yang mendapat pelayanan.
2) Mampu menunjukkan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk
integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan aplikasi dari visi, misi
suatu organisasi dalam memberikan pelayanan.
3) Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang
ditunjukkan, agar orang yang mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang
dilihatnya.
Uraian ini menjadi suatu penilaian bagi suatu organisasi dalam menunjukkan kualitas
layanan asuransi (meyakinkan) kepada setiap orang yang diberi pelayanan sesuai dengan
bentuk-bentuk kepuasan pelayanan yang dapat diberikan, memberikan pelayanan yang
sesuai dengan komitmen kerja yang ditunjukkan dengan perilaku yang menarik,
meyakinkan dan dapat dipercaya, sehingga segala bentuk kualitas layanan yang
ditunjukkan dapat dipercaya dan menjadi aktualisasi pencerminan prestasi kerja yang
dapat dicapai atas pelayanan kerja.
3. Bukti Fisik (Tangible)
Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik
dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya
yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan
pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan
prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan (Parasuraman, 2001:32).
Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan
pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan oleh pengembang
pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan
bukti fisik biasanya berupa sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi
pelayanan yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi kerja yang dapat
diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat dilihat. Bentuk-bentuk pelayanan fisik
yang ditunjukkan sebagai kualitas layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja,
merupakan salah satu pertimbangan dalam manajemen organisasi.
Arisutha (2005:49) menyatakan prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu
sumberdaya manusia, menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang
dapat dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk pelayanan
fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan memanfaatkan segala fasilitas alat dan
perlengkapan di dalam memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan
teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari pemberi pelayanan sesuai
dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam banyak organisasi, kualitas layanan fisik
terkadang menjadi hal penting dan utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat
menilai dan merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi pelayanan
baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi fisik suatu pelayanan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,
pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa mengutamakan bentuk kualitas
kondisi fisik yang dapat memberikan apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan.
Nursalam (2011) menyatakan bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik
merupakan bentuk kualitas layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan
membentuk imej positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu
penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan tersebut
memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara fisik, baik dalam
menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan, kemampuan menginovasi dan mengadopsi
teknologi, dan menunjukkan suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan
memiliki integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang ditunjukkan
kepada orang yang mendapat pelayanan.
Selanjutnya, tinjauan Gibson, Ivancevich, Donnelly (2003) ( yang melihat
dinamika dunia kerja dewasa ini yang mengedepankan pemenuhan kebutuhan
pelayanan masyarakat maka, identifikasi kualitas layanan fisik mempunyai peranan penting
dalam memperlihatkan kondisi-kondisi fisik pelayanan tersebut. Identifikasi kualitas
layanan fisik (tangible) dapat tercermin dari aplikasi lingkungan kerja berupa:
1) Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan
perlengkapan kerja secara efisien dan efektif.
2) Kemampuan menunjukkan penguasaan teknologi dalam berbagai akses data dan
inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja
yang dihadapinya.
3) Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang
menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja.
Uraian ini secara umum memberikan suatu indikator yang jelas bahwa kualitas
layanan sangat ditentukan menurut kondisi fisik pelayanan, yang inti pelayanannya
yaitu kemampuan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja yang dapat dilihat
secara fisik, mampu menunjukkan kemampuan secara fisik dalam berbagai penguasaan
teknologi kerja dan menunjukkan penampilan yang sesuai dengan kecakapan,
kewibawaan dan dedikasi kerja.
4. Empati (Empathy)
Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian
dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan
pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak
yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy) dalam
menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama terhadap pelayanan
(Parasuraman, 2001:40).
Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian, keseriusan,
simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan dengan pelayanan
untuk mengembangkan dan melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat
pengertian dan pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang ingin dilayani.
Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan dan kemampuan orang yang
melayani, sehingga keterpaduan antara pihak yang melayani dan mendapat pelayanan
memiliki perasaan yang sama.
Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang dilayani
diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang dihadapi orang yang
membutuhkan pelayanan. Pihak yang menginginkan pelayanan membutuhkan adanya
rasa kepedulian atas segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami
kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk perubahan pelayanan
yang menyebabkan adanya keluh kesah dari bentuk pelayanan yang harus dihindari,
sehingga pelayanan tersebut berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi
pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.
Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting dalam
memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang ditunjukkan oleh seorang
pegawai. Empati tersebut mempunyai inti yaitu mampu memahami orang yang dilayani
dengan penuh perhatian, keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam
berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani. Margaretha (2003:78) bahwa
suatu bentuk kualitas layanan dari empati orang-orang pemberi pelayanan terhadap yang
mendapatkan pelayanan harus diwujudkan dalam lima hal yaitu:
1) Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberikan,
sehingga yang dilayani merasa menjadi orang yang penting.
2) Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga
yang dilayani mempunyai kesan bahwa pemberi pelayanan menyikapi pelayanan
yang diinginkan.
3) Mampu menunjukan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang
dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dilakukan.
4) Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang
diungkapkan, sehingga yang dilayani menjadi lega dalam menghadapi bentuk- bentuk
pelayanan yang dirasakan.
5) Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal
yang dilakukan, sehingga yang dilayani menjadi tertolong menghadapi berbagai
bentuk kesulitan pelayanan.
Bentuk-bentuk pelayanan ini menjadi suatu yang banyak dikembangkan oleh para
pengembang organisasi, khususnya bagi pengembang pelayanan modern, yang
bertujuan memberikan kualitas layanan yang sesuai dengan dimensi empati atas
berbagai bentuk-bentuk permasalahan pelayanan yang dihadapi oleh yang
membutuhkan pelayanan, sehingga dengan dimensi empati ini, seorang pegawai
menunjukkan kualitas layanan sesuai dengan prestasi kerja yang ditunjukkan.
5. Keandalan (Reliability)
Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam
memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan dalam
pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme kerja yang tinggi,
sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang
memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima
oleh masyarakat (Parasuraman, 2001:48).
Tuntutan kehandalan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat, tepat,
mudah dan lancar menjadi syarat penilaian bagi orang yang dilayani dalam
memperlihatkan aktualisasi kerja pegawai dalam memahami lingkup dan uraian kerja
yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap pegawai dalam memberikan
pelayanannya.
Inti pelayanan kehandalan adalah setiap pegawai memiliki kemampuan yang
handal, mengetahui mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki
berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan prosedur kerja dan
mampu menunjukkan, mengarahkan dan memberikan arahan yang benar kepada setiap
bentuk pelayanan yang belum dimengerti oleh masyarakat, sehingga memberi dampak
positif atas pelayanan tersebut yaitu pegawai memahami, menguasai, handal, mandiri dan
profesional atas uraian kerja yang ditekuninya (Parasuraman, 2001:101).
Kaitan dimensi pelayanan reliability (kehandalan) merupakan suatu yang sangat
penting dalam dinamika kerja suatu organisasi. Kehandalan merupakan bentuk ciri khas
atau karakteristik dari pegawai yang memiliki prestasi kerja tinggi. Kehandalan dalam
pemberian pelayanan dapat terlihat dari kehandalan memberikan pelayanan sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang dimiliki, kehandalan dalam terampil menguasai bidang kerja
yang diterapkan, kehandalan dalam penguasaan bidang kerja sesuai pengalaman kerja yang
ditunjukkan dan kehandalan menggunakan teknologi kerja.
Sunyoto (2004:16) kehandalan dari suatu individu organisasi dalam memberikan
pelayanan sangat diperlukan untuk menghadapi gerak dinamika kerja yang terus bergulir
menuntut kualitas layanan yang tinggi sesuai kehandalan individu pegawai. Kehandalan
dari seorang pegawai yang berprestasi, dapat dilihat dari:
1) Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan terhadap uraian kerjanya.
2) Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat
keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang
efisien dan efektif.
3) Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalaman kerja yang
dimilikinya, sehingga penguasaan tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat,
tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya.
4) Kehandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh
pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil output penggunaan teknologi yang
ditunjukkan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa kualitas
layanan dari kehandalan dalam suatu organisasi dapat ditunjukkan kehandalan pemberi
pelayanan sesuai dengan bentuk-bentuk karakteristik yang dimiliki oleh pegawai tersebut,
sesuai dengan keberadaan organisasi tersebut. Seorang pegawai dapat handal apabila
tingkat pengetahuannya digunakan dengan baik dalam memberikan pelayanan yang
handal, kemampuan keterampilan yang dimilikinya diterapkan sesuai dengan
penguasaan bakat yang terampil, pengalaman kerja mendukung setiap pegawai untuk
melaksanakan aktivitas kerjanya secara handal dan penggunaan teknologi menjadi syarat
dari setiap pegawai yang handal untuk melakukan berbagai bentuk kreasi kerja untuk
memecahkan berbagai permasalahan kerja yang dihadapinya secara handal.

DAFTAR PUSTAKA
Armstrong & Baron. 2005. Productivity in Organization. London: Philadelphia.
As’ad, M. 2003. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty. hlm 45−64.
Azwar, S. 2000. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
hlm 287−321.
Brown, D. 2001. Reward Strategies: Dari Intent to Impact. http://www.amazon.co.uk/
Reward-Strategies-Intent-Duncan-Brown/dp/0852929056
Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, J.H. Donnelly, Jr. 2003. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses,
Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hlm 119−275.
Gordon. 2004. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Bina Rupa Aksara. Hlm
119−275 .
Kopelman, R.E, 1986. Managing Productivity in Organizations. New York: McGraw-Hill.
McCaffery, J., Heerey, M & Bose, K. P. 2003. Refining Performance Improvement Tools
and Methods: lessons and Challenges, www.ispi.org.
Muhith, A. 2012. “Pengembangan model mutu asuhan keperawatan berdasarkan analisis kinerja
perawat dan kepuasan perawat serta pasien di RS Kabupaten Gresik.” Disertasi tidak
dipublikasikan. Program Pasca-Sarjana. Universitas Airlangga.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hlm 36−54.
Nursalam. 2011. Managemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keerawatan Profesional.
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Parasuraman A, Zeithamal V, Berry L. 1985. “A conceptual model of service quality and its
impact for future research.” Journal of Marketing (Musim Gugur). Hlm. 41−50.
Perry dan Potter. 2003. Pocket And Giude Basic Skill and Procedure. 3rd edition. Missouri:
Mosby.
Ruky, A.S. 2006. Sistem Manajemen Kinerja. Perfomence Management System
Panduan Praktis Untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Sudarsono. 2006. Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Woodruff dan Gardial. 2002. Practical-people Oriented Prespective. Canada: McGraw Hill.
Hlm. 36−45.

KONSEP KINERJA & TEAM WORK


Definisi Kinerja
Kinerja dalam organisasi diartikan sebagai keberhasilan menyelesaikan tugas atau
memenuhi target yang ditetapkan. Definisi kinerja (Irawan, 2003), adalah keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi atau indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu
tertentu. Kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Kinerja bila dikaitkan dengan kata benda adalah terjemahan dari kata performance, maka
pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang
atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab
individu atau kelompok dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak
melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika (Irawan, 2003).
Kinerja mengandung 2 komponen penting yaitu : (1) kompetensi berarti individu atau
organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan tingkat kinerjanya,
(2) produktifitas yaitu kompetensi tersebut dapat diterjemahkan kedalam tindakan atau kegiatan
yang tepat untuk mencapai hasil kinerja (outcome). Penentuan kinerja sangat diperlukan agar
suatu lembaga atau individu dapat mengetahui apakah mereka telah berhasil dalam mencapai
tujuan.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi
kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai selama periode waktu
tertentu dalam menjalankan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Prestasi atau kinerja individu memberikan kontribusi pada prestasi kelompok dan kinerja
kelompok memberikan kontribusi pada kinerja organiasi. Kinerja individu adalah dasar dari
kinerja organisasi (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR, James H., 1997).
Kinerja yang tidak efektif dari tiap tingkatan merupakan tanda bagi manajemen untuk segera
melakukan perbaikan.
Faktor yang Memengaruhi Kinerja
Menurut (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR, James H., 1997) ada 3
faktor yang berpengaruh terhadap kinerja yaitu faktor individu, faktor psikologis dan faktor
organisasi, seperti tampak dalam Gambar 4.9 berikut.

Psikologi:
1. Persepsi
2. Siap
3. Kepribadian
4. Belajar
Variabel Individu 5. motivasi
Variabel Organisasi
1. Kemampuan dan ketrampilan 1. Sumber daya
a. Mental 2. Kepemimpinan
b. Fisik 3. Imbalan
2. Latar belakang 4. Struktur
a. Keluarga 5. Desain pekerjaan
b. Tingkat sosial
c. Pengalaman
Gambar3.4.20
Demografis
Diagram skematis teori perilaku dan kinerja (Gibson, James
a. UmurL.,Ivancevich, John M., dan Donelly JR, James H., 1997)
b. Etnis Perilaku Individu
c. Jenis Kelamin (Apa yang dikerjakan)
Kinerja
Kelompok variabel individu terdiri atas variabel (Hasilkemampuan
yang dan keterampilan, latar
belakang pribadi dan demografis. Menurut (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly
diharapkan)
JR, James H., 1997) dalam Ilyas (2002) variabel kemampuan dan keterampilan merupakan
faktor utama yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu.
Kelompok variabel psikologis terdiri atas variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan
motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya, dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi menurut (Gibson, James L.,
Ivancevich, John M., dan Donelly JR, James H., 1997) terdiri atas variabel sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.
Indikator Kinerja
Ada beberapa pengertian tentang indikator yang disampaikan oleh para pakar yaitu : (1) indikator
adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi, (2) indikator adalah variabel
yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat
dipergunakan untuk mengukur perubahan, (3) indikator adalah variabel untuk mengukur suatu
perubahan baik langsung maupun tidak langsung.
Karakteristik suatu indikator antara lain : (1) sahih (valid): artinya indikator dapat
dipakai untuk mengukur aspek yang akan dinilai, (2) dapat dipercaya (reliable): mampu
menunjukkan hasil yang sama pada saat yang berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yang
akan datang, (3) peka (sensitive): cukup peka untuk mengukur sehingga jumlahnya tidak perlu
banyak, (4) spesifik (specific) memberikan gambaran prubahan ukuran yang jelas dan tidak
tumpang tindih, (5) relevan: sesuai dengan aspek kegiatan yang akan diukur dan kritikal.
Untuk mengukur tingkat hasil suatu kegiatan digunakan indikator sebagai alat atau
petunjuk untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan. Monitoring dilakukan
terhadap indikator kunci guna dapat mengetahui penyimpangan atau prestasi yang dicapai.
Dengan demikian setiap individu akan dapat menilai tingkat prestasinya sendiri (self
assessment).

Team Work
Pengertian Team Work
Kelompok kerja adalah kelompok atau dua atau lebih yang berinteraksi dalam berbagi
informasi dan saling bergantung untuk mencapai tujuan. Kinerja kelompok hanya merupakan
jumlah kinerja sumbangan individual dari tiap kelompok (Wahjono, TSI , 2010).
Team work dapat didefinisikan sebagai kumpulan individu yang bekerjasama untuk
mencapai suatu tujuan. Kumpulan individu tersebut memiliki aturan dan mekanisme kerja
yang jelas serta saling tergantung antara satu dengan yang lain. Tim kerja (team work)
menghasilkan sinergi yang positif melalui usaha yang terkoordinasi (Robbins, 2002). Team
work merupakan sarana yang sangat baik dalam menggabungkan berbagai talenta dan dapat
memberikan solusi inovatif suatu pendekatan yang lebih baik, selain itu kompetensi anggota tim
yang beraneka ragam juga merupakan nilai tambah yang membuat team work lebih
menguntungkan bahkan jika dibandingkan dengan seorang individu yang sangat ahli. Sebuah
team work, ada dua hal yang perlu diingat yaitu (1) adanya tugas (task), dan masalah yang
berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan, (2) proses yang terjadi di dalam team work.

Siklus Hidup sebuah Tim


Secara umum perkembangan suatu tim dapat dibagi dalam 5 tahap (Robbins, 2002).
1. Tahap pembentukan (forming stage), adalah tahapan di mana para anggota setuju untuk
bergabung dalam suatu tim. Karena kelompok baru dibentuk maka setiap orang membawa
nilai, pendapat, dan cara kerja sendiri. Konflik sangat jarang terjadi, setiap orang masih
sungkan, malu, bahkan ada anggota yang merasa gugup. Kelompok cenderung belum
dapat memilih pemimpin.
2. Tahap timbulnya konflik (storming stage), adalah tahapan di mana kekacauan mulai
timbul di dalam tim. Pemimpin yang telah dipilih seringkali dipertanyakan
kemampuannya dan anggota kelompok tidak ragu untuk mengganti pemimpin yang dinilai
tidak mampu. Pertentangan terjadi karena masalah pribadi, semua bersikeras dengan
pendapat sendiri, komunikasi yang terjadi sangat sedikit karena setiap orang tidak mau lagi
menjadi pendengar dan sebagian lagi tidak mau berbicara secara terbuka.
3. Tahap normalisasi (norming stage), adalah tahapan di mana individu yang ada dalam tim
mulai merasakan manfaat bekerja bersama dan berjuang agar tim tetap solid. Karena
semangat kerjasama sudah mulai timbul, setiap anggota mulai merasa bebas untuk
mengungkapkan perasaan dan pendapatnya kepada seluruh anggota tim. Selain itu semua
orang mulai mau menjadi pendengar yang baik. Mekanisme kerja dan aturan main
ditetapkan dan ditaati seluruh anggota.
4. Tahap keempat adalah berkinerja (performing stage), tahapan di mana tim sudah
berhasil membangun sistem yang memungkinkan untuk dapat bekerja secara
produktif dan efisien.
5. Tahap pembubaran (adjourning stage), tahap ini untuk kelompok kerja yang kerjanya tidak
permanen, misalnya tim, komisi atau panita.

Perilaku Individu dalam Tim


Tim atau kelompok kerja memiliki beberapa faktor yang membentuk perilaku anggota sehingga
dapat menjelaskan dan meramalkan perilaku individu dalam tim dan kinerja tim, dan faktor
tersebut meliputi peran, norma, status, ukuran tim, dam tingkat kekohesifan tim atau kelompok
(Robbins, 2002).
1. Peran
Setiap anggota tim mempunyai peran yang berkaitan yang terdiri atas perilaku yang
diharapkan (role expectation) dari peran tersebut. Perilaku yang diharapkan ini
umumnya disepakati oleh seluruh angggota tim. Ketika peran yang dimainkan oleh anggota
tim menyimpang dari peran yang diharapkan, maka akan timbul reaksi negatif dalam
kinerja atau kepuasan anggota atau bahkan memutuskan meninggalkan tim/kelompok
2. Norma
Norma adalah sebuah standar perilaku yang dapat diterima dalam sebuah tim yang dianut
oleh semua anggota tim. Norma mempunyai karakteristik penting bagi anggota tim, apa
yang boleh dilakukan dan apa yang dilarang.
3. Status
Status adalah sebuah posisi atau pangkat yang didefinisikan secara sosial yang
diberikan kepada tim atau kelompok oleh orang lain. Status adalah faktor penting dalam
memahami perilaku karena ini merupakan sebuah motivator signifikan yang memiliki
konsekuensi perilaku yang besar ketika individu menerimanya. Interaksi antar anggota tim
dipengaruhi oleh status, ketika terjadi ketidaksetaraan akan menimbulkan
ketidakseimbangan yang dapat menghasilkan berbagai jenis perilaku korektif.
4. Ukuran tim
Ukuran tim atau kelompok yang lebih kecil cenderung lebih cepat dalam
menyelesaikan tugas dan anggota tim berkinerja lebih baik dibanding kelompok yang
besar. Bila kelompok terlalu besar akan terjadi suatu kemalasan sosial (social loafing)
yaitu kecenderungan para individu untuk melakukan usaha yang kurang optimal ketika
bekerja secara kolektif dibanding ketika bekerja individual.
5. Kekohesifan
Suatu tingkat di mana anggota tim atau kelompok saling tertarik satu sama lain dan
termotivasi untuk tinggal di dalam kelompok tersebut, memiliki kedekatan atau
kesamaan dalam sikap, perilaku dan prestasi yang hampir sama. Kedekatan ini disebut
juga kekompakan. Kelompok atau tim yang sangat kohesif terdiri atas individu yang
mempunyai motivasi untuk bersama, maka dapat diharapkan kinerja kelompok efektif.
Tim atau kelompok sangat kohesif dengan tujuan yang sejalan dengan organisasi maka
tim akan berperilaku yang positif dan mempunyai kinerja yang efektif.

Efektivitas
Efektivitas individu akan menentukan efektivitas kelompok, dan efektivitas kelompok
menentukan efektivitas organisasi (Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donelly JR,
James H., 1997). Efektivitas individu dipengaruhi oleh kemampuan, keterampilan,
pengetahuan, sikap, motivasi dan stres. Efektivitas kelompok disebabkan oleh keterpaduan,
kepemimpinan, struktur, status, peran dan norma yang berlaku. Sedangkan efektivitas
organisasi dipengaruhi oleh lingkungan, teknologi, pilihan startegi, struktur, proses dan kultur
organisasi. Hubungan ketiga efektivitas tersebut digambarkan dalam Gambar 2.5 berikut.

Efektivitas
Individual

Efektivitas Efektivitas
Faktor penyebab: Kelompok
Faktor penyebab: Organisasi
Faktor penyebab:

1. Kemampuan 1. Keterpaduan 1. Lingkungan


2. Ketrampilan 2. Kepemimpinan 2. Teknologi
3. Pengatahuan 3. Struktur 3. Pilihan Strategi
4. Sikap 4. Status 4. Struktur
5. Motivasi 5. Peran 5. Proses
6. Stres 6. Norma-norma 6. Kultur

Gambar 4.21 Sebab efektivitas (Gibson, James L., Ivancevich, John


M., dan Donelly JR, James H., , 1997)

Dalam suatu team work yang terdiri atas berbagai macam individu dari latar belakang yang
berbeda, dengan keahlian yang berbeda maka diperlukan suatu kerja sama yang baik dan kompak
(solid) agar tujuan organisasi dapat tercapai. Suatu kelompok dikatakan sebagai team work dan
menghasilkan suatu hasil yang optimal (kinerja tim yang efektif) sangat dipengaruhi oleh peran
individu.
Agar kinerja tim efektif, sebuah tim membutuhkan tiga jenis ketrampilan yang
berbeda. Tim memerlukan individu dengan keahlian teknis, individu dengan ketrampilan
memecahkan masalah dan membuat keputusan, serta individu yang trampil dalam
mendengarkan, memberikan umpan balik, menyelesaikan konflik dan mempunyai
ketrampilan interpersonal lain yang baik.
Tim yang paling efektif bukan tim yang sangat kecil (di bawah 4 atau 5), bukan pula
tim yang sangat besar (lebih dari 12 orang). Tim yang sangat kecil mungkin tidak
mempunyai keragaman pandangan, dan tim yang lebih dari 12 orang akan kesulitan untuk
berbuat banyak.
Tim yang terbentuk dari individu fleksibel memiliki anggota yang dapat melengkapi tugas
satu sama lain. Ini jelas merupakan nilai tambah bagi suatu tim, karena fleksibilitas sangat
memperbaiki kemampuan adaptis tim dan membuat tim tidak tergantung hanya pada satu
anggota saja.
Empat faktor yang menyebabkan suatu team work dapat bekerja dengan efektif
meliputi.
1. Goal setting: suatu kelompok kerja akan dapat secara efektif menghasilkan suatu
tujuan apabila memiliki goal setting atau tujuan tim yang sama;
2. Komitmen: seberapa besar setiap komponen kelompok memiliki komitmen;
3. Effective role: setiap anggota kelompok harus memiliki peran tersendiri dan dituntut untuk
sinergis dalam melakukan usaha;
4. Leadership: komponen penting suatu kelompok akan menjadi efektif banyak
dipengaruhi oleh kepemimpinan.
Menurut Kazemak dalam Stott, K dan Walker, A, 1995 dalam (Rochmah, TN, 2006)
menyebutkan kriteria tim yang efektif adalah sebagai berikut.
1. Mempunyai tujuan organisasi yang dapat dimengerti dan disetujui oleh semua
anggota tim.
2. Konflik yang ada harus bersifat membangun.
3. Setiap anggota diharapkan terlibat secara aktif dalam proses kepemimpinan.
4. Kemampuan individu dihargai.
5. Komunikasi bersifat terbuka dan semua anggota tim dapat ikut berpartisipasi secara aktif.
6. Semua anggota tim mendukung kebijakan dan prosedur organisasi.
7. Masalah yang ada diselesaikan secara baik berdasarkan proses pengambilan keputusan yang
tepat.
8. Adanya dukungan terhadap semua kreatifitas yang sifatnya membangun.
9. Melakukan proses evaluasi secara berkala untuk mengetahui kinerja individu anggota tim
dan kinerja tim secara keseluruhan; setiap anggota tim mengerti akan peranan, tanggung
jawab dan batasan wewenang yang diberikan oleh organisasi. Penilaian semangat kerja
melalui kinerja.
Semangat Kerja
Menurut, “semangat kerja (morale) adalah perasaan seorang individu terhadap pekerjaan dan
organisasinya”. Mengukur semangat kerja berarti mengukur sikap atau perilaku yang cenderung
kualitatif berupa indikasi. Misalnya, indikasi turunnya semangat kerja dapat dilihat dari tolak
ukur yang ditampilkan sebagai berikut.
a. Turunnya produktivitas kerja atau kinerja
b. Tingkat absensi yang tinggi
c. Labour turnover yang tinggi
d. Tingkat kerusakan bahan yang tinggi
e. Kegelisahan di setiap unit kerja
f. Pihak karyawan sering menuntut
g. Pemogokan

Semangat kerja merupakan daya dorong bagi seseorang untuk berkinerja, sehingga dapat
juga dikatakan bahwa kinerja merupakan turunan langsung dari semangat kerja. Hal ini
dikarenakan naik-turunnya kinerja tidak terlepas dari naikturunnya semangat kerja. Dengan
demikian penilaian semangat kerja dapat juga dilakukan melalui penilaian kinerja.
Sistem penilaian kinerja dalam suatu organisasi mencakup beberapa elemen. Elemen
pokok sistem penilaian kinerja mencakup kriteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan
kerja, ukuran-ukuran kriteria, dan pemberian umpan balik kepada pekerja dan manajer
personalia. Meskipun manajer personalia merancang sistem penilaian kinerja, tetapi yang
melakukan penilaian kinerja pada umumnya adalah atasan langsung pekerja yang
bersangkutan.
Di dalam sistem penilaian, di samping faktor penilai, ukuran-ukuran penilaian ikut
menentukan objektivitas penilaian. Ukuran-ukuran tersebut tentunya yang diandalkan, sehingga
secara keseluruhan dapat membentuk suatu sistem penilaian yang seobjektif mungkin. Untuk
mencapai objektivitas penilaian tersebut, sistem penilaian harus mempunyai hubungan
dengan pekerjaan (job-related), praktis dan mempunyai standar pelaksanaan kerja menggunakan
ukuran-ukuran kinerja yang dapat diandalkan.
Secara ringkas eleman-eleman pokok sistem penilaian kinerja dapat digambarkan seperti
dalam Gambar 4.21 berikut ini.
Prestasi Kerja Penilaian Prestasi
Pekerja Kerja Umpan Balik
Bagi Pekerja

Kriteria yang ada hubungannya


Ukuran-ukuran
dengan pelaksanaan prestasi kerja
Prestasi Kerja

Catatan-catatan Catatan-catatan
tentang pekerja tentang pekerja

Gambar 4.22 Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja (Handoko, 2011)

Menurut (Handoko, 2001) guna mengetahui kinerja pekerja diperlukan kegiatan- kegiatan
khusus, yaitu:
1. Identifikasi dimensi kerja yang mencakup semua unsur yang akan dievaluasi dalam
pekerjaan masing-masing pekerja dalam suatu organisasi.
2. Penetapan standar kerja, penilaian prestasi kerja (performance appraisal) adalah suatu
proses melalui di mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja
pekerjanya..
Selanjutnya (Dharma, Agus, 1992) mengemukakan bahwa standar dalam penilaian prestasi
kerja mencakup:
1. Kuantitas/jumlah yang harus diselesaikan
2. Kualitas/mutu yang dihasilkan
3. Ketepatan waktu kerja/sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran kuantitatif melibatkan perhitungan output dari proses atau pelaksanaan


kegiatan. Hal ini berkaitan dengan jumlah output yang dihasilkan. Pengukuran ketepatan waktu
merupakan jenis khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu dari
suatu kejadian
Pengukuran kualitatif output mencerminkan pengukuran tingkat kepuasan yaitu
seberapa baik penyelesaian pekerjaan yang telah dilaksanakan, sering juga dinyatakan dalam
indikasi. Namun apabila diperlukan pengukuran kualitatif dapat juga dikuantitatifhan misalnya
dengan cara mengukur frekuensi terjadinya indikasi tertentu per satuan waktu tertentu atau per
siklus.
(Bernadin, H. John dan Joyce E. Russel, 1995) mengemukakan 6 kriteria primer dapat
digunakan untuk mengukur kinerja pekerja sebagai berikut:
a. Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan yang
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
b. Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, jumlah unit,
jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan
c. Timeliness, merupakan lamanya kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki,
dengan memperhatikan jumlah output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang
lain.
d. Cost effectiveness, besarnya penggunaan sumber daya organisasi guna mencapai hasil yang
maksimal atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumber daya.
e. Need for supervision, kemampuan seseorang pekerja untuk melaksanakan suatu fungsi
pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan
yang kurang diinginkan.
f. Interpersonal impact, kemampuan seseorang pegawai untuk memelihara harga diri, nama
baik dan kemampuan bekerjasama diantara rekan kerja dan bawahan.
Sedangkan menurut (Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2001) bahwa pengukuran kinerja
dapat dilakukan melalui:
a. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas yaitu kesanggupan karyawan
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
b. Penyelesaian pekerjaan melebihi target yaitu apabila karyawan menyelesaikan pekerjaan
melebihi target yang ditentukan oleh organisasi
c. Bekerja tanpa kesalahan yaitu tidak berbuat kesalahan terhadap pekerjaan merupakan
tuntutan bagi setiap karyawan.
Berdasarkan pendapat di atas, diperlukan adanya suatu ukuran standar yang ditetapkan
terlebih dahulu untuk membandingkan apakah prestasi kerja telah sesuai dengan keinginan
yang diharapkan, sekaligus untuk melihat besarnya penyimpangan yang terjadi dengan
membandingkan antara hasil kerja pekerja secara aktual dengan ukuran standarnya.
Penilaian prestasi kerja atau kinerja banyak bergantung pada bagaimana sumber daya
manusia dipandang dan diperlakukan di dalam organisasi. Jika organisasi percaya bahwa orang
tidak bekerja kecuali jika mereka diawasi dan dikendalikan dengan ketat, ia cenderung
mempunyai cara penilaian dalam bentuk laporan rahasia.
Dalam program Quality of Work Life penilaian cenderung terbuka dan apa adanya (fair)
untuk menggugah pekerja menggali lebih dalam potensi yang ada pada dirinya untuk
berkembang dan berprestasi lebih baik secara fair. Dengan penilaian dan pemberian reward &
consequencies yang sesuai dengan kenerja diharapkan akan mendorong pekerja untuk bekerja
lebih bersemangat dan bersedia mengeluarkan segala kreatifitas dan inovasi yang dimiliki.
Jika organisasi percaya bahwa setiap individu mempunyai potensi dan kekuatan-
kekuatan serta beranggapan bahwa kemampuan manusia dapat dipertajam dalam suatu
iklim yang sehat, maka dari itu organisasi akan mempunyai sistem penilaian yang berusaha
mengenali, mempertajam, mengembangkan dan memanfaatkan potensi serta kemampuan
karyawannya.

DAFTAR PUSTAKA
Gibson, James L., John M., Ivancevich dan james H., Donnely, 1996. Organisasi dan
manajemen, Erlangga, Jakarta.
Handoko, 2001. Manajemen personalia dan sumber daya manusia, BPFE., Press,
Jogjakarta.
Herzberg F., 1977. One more time: how do you Motivate employee? The manajement proces,
Edisi 2, New York; Macmillan.
Irawan H., 2003. Indonesian customer satisfaction, PT. Gramedia, Jakarta.
Robbins S.P., 2002. Organizational behavior, 10th ed. Oct 16., Prentice Hall Internationa Inc,
San Diago State University.
Siagia, S.P., 2002. Manajemen sumber daya manusia, Bumi Aksara ,Jakarta.

TEORI MOTIVASI MCCLELLAND


Pada tahun 1961 bukunya ‘The Achieving Society’, David McClelland menguraikan tentang
teorinya. Dia mengusulkan bahwa kebutuhan individu diperoleh dari waktu ke waktu dan
dibentuk oleh pengalaman hidup seseorang. Dia menggambarkan tiga jenis kebutuhan motivasi.
Dalam sebuah Teori Motivasi McClelland (Alligood & Tomey, 2006) mengemukakan adanya
tiga macam kebutuhan manusia yaitu:
1. Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi)
Kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan reflekssi dari dorongan akan tanggung jawab
untuk pemecahan masalah. Untuk mengungkap kebutuhan akan prestasi. Ini dapat
diungkap dengan teknik proyeksi. Penilitian menunjukkan bahwa orang yang mempunyai
Need for Achievement tinggi akan mempunyai performance yang lebih baik daripada orang
yang mempunyai Need for Achievement rendah. Dengan demikian dapat dikemukakan
bahwa untuk memprediksi bagaimana performance seseorang dapat dengan jalan
mengetahui Need for Achievement (kebutuhan akan prestasinya). Teori McClelland ini
penting karena ia berpendapat bahwa motif prestasi dapat diajarkan. Hal ini dapat dicapai
dengan belajar. Menurut McClelland, setiap orang memiliki motif prestasi sampai batas
tertentu. Namun, ada yang terus-menerus lebih berorientasi prestasi daripada yang lain.
Kebanyakan orang akan menempatkan lebih banyak upaya ke dalam pekerjaan mereka jika
mereka ditantang untuk berbuat lebih baik.
Ciri orang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi (Siagian, 2002):
 Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif
 Mencari feedback tentang perbuatannya
 Memilih risiko yang sedang di dalam perbuatannya.
 Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya
Masyarakat dengan keinginan berprestasi yang tinggi cenderung untuk menghindari
situasi yang berisiko terlalu rendah maupun yang berisiko sangat tinggi. Situasi dengan
risiko yang sangat kecil menjadikan prestasi yang dicapai akan terasa kurang murni, karena
sedikitnya tantangan. Sedangkan situasi dengan risiko yang terlalu tinggi juga dihindari
dengan memperhatikan pertimbangan hasil yang dihasilkan dengan usaha yang dilakukan.
Pada umumnya mereka lebih suka pada pekerjaan yang memiliki peluang atau
kemungkinan sukses yang moderat, peluangya 50%-50%. Motivasi ini membutuhkan feed
back untuk memonitor kemajuan dari hasil atau prestasi yang mereka capai. Ibu yang
memiliki kebutuhan prestasi tinggi dalam melengkapi status imunisasi anak, akan berusaha
mengimunisasikan anaknya sesuai jadwal imunisasi yang ada dan menunjukkan
partisipasinya mengikuti program yang ada di masyarakat. Karena ibu tidak menginginkan
anaknya terkena penyakit menular akibat tidak diimunisasi. Sehingga performanceyang
ditunjukkan oleh ibu yang memiliki motivasi tinggi berbeda dengan ibu yang memiliki
motivasi yang rendah.
2. Need for Affiliation (Kebutuhan untuk berafiliasi)
Afiliasi menunjukkan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan berhubungan dengan orang
lain. Kebutuhan untuk berafiliasi merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang
lain, berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
Seseorang yang kuat akan kebutuhan berafiliasi, akan selalu mencari orang lain, dan juga
mempertahankan akan hubungan yang telah dibina dengan orang lain tersebut. Sebaliknya,
apabila kebutuhan akan berafiliasi ini rendah, maka seseorang akan segan mencari
hubungan dengan orang lain, dan hubungan yang telah terjadi tidak dibina secara baik agar
tetap dapat bertahan.
Ciri orang yang memiliki kebutuhan afilasi yang tinggi (Siagian, 1999):
 Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaan daripada tugas
yang ada dalam pekerjaan tersebut.
 Melakukan pekerjaan lebih efektif apabila bekerjasama dengan orang lain dalam
suasana yang lebih kooperatif
 Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain
 Lebih suka dengan orang lain daripada sendirian
 Selalu berusaha menghindari konflik
Mereka yang memiliki motif yang besar untuk bersahabat sangat menginginkan
hubungan yang harmonis dengan orang lain dan sangat ingin merasa diterima oleh orang
lain. Mereka akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan sistem norma dan nilai dari
lingkungan mereka berada. Mereka akan memilih pekerjaan yang memberikan hasil
positif yang signifikan dalam hubungan antar pribadi. Mereka akan sangat senang
menjadi bagian dari suatu kelompok dan sangat mengutamakan interaksi sosial. Ibu yang
memiliki kebutuhan afilasi tinggi akan selalu berusaha mematuhi norma dan nilai yang
ada di lingkungannya untuk mengimunisasikan anaknya secara lengkap. Karena ingin
membangun interaksi yang baik dengan
masyarakat sekitar dan berusaha mencegah konflik akibat tidak mengikuti norma yang ada
atau program yang ada di masyarakat.
3. Need for Power (Kebutuhan untuk berkuasa)
Kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan reflekssi dari dorongan untuk mencapai
otoritas untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Dalam interaksi sosial seseorang
akan mempunyai kebutuhan untuk berkuasa (power). Orang yang mempunyai power need
tinggi akan mengadakan kontrol, mengendalikan atau memerintah orang lain, dan ini
merupakan salah satu indikasi atau salah satu menefestasi dari power need tersebut.
Ciri orang yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi (Siagian, 2002):
 Menyukai pekerjaan di mana mereka menjadi pemimpin
 Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari sebuah organisasi di manapun dia
berada
 Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat
mencerminkan prestise
 Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau
organisasi.

Seseorang dengan motif kekuasaaan dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu:
1. Personal power: mereka yang mempunyai personal power motive yang tinggi
cenderung untuk memerintah secara langsung, dan bahkan cenderung memaksakan
kehendaknya.
2. Institutional power: mereka yang mempunyai institutional power motive yang tinggi,
atau sering disebut social power motive, cenderung untuk mengorganisasikan usaha dari
rekan-rekannya untuk mencapai tujuan bersama.
Ibu yang memiliki kebutuhan berkuasa yang tinggi akan berusaha melengkapi status
imunisasi anaknya, karena orang tua memiliki pengaruh dan kontrol terhadap anaknya. Jika
orang tua saja melakukan imunisasi secara lengkap maka anak juga harus mendapatkan
imunisasi secara lengkap.

BURNOUT SYNDROME TEORI MASLACH


Konsep Dasar Burnout Syndrome
Pengertian Burnout Syndrome
Burnout syndrome adalah keadaan lelah atau frustasi yang disebabkan oleh terhalangnya
pencapaian harapan (Freundenberger, 1974). Pines dan Aronson melihat bahwa burnout
syndrome merupakan kelelahan secara fisik, emosi dan mental karena berada dalam situasi
yang menuntut emosional mengemukakan bahwa burnout syndrome sebagai suau perubahan
sikap dan perilaku dalam bentuk reaksi menarik diri secara psikologis dari pekerjaan. Burnout
syndrome adalah suatu kondisi psikologis pada seseorang yang tidak berhasil mengatasi stres
kerja sehingga menyebabkan stres berkepanjangan dan
FAKTOR PERSONAL:
1. Kepribadian
2. Harapan
3. Demografi

4. control focus
5. tingkatefisiensi

FAKTOR LINGKUNGAN:
1. Beban kerja
2. Penghargaan BURNOUT SYNDROME

3. Kontrol MBI (Maslach Burnout Inventory)


4. Kepemilikan Kelelahan emosional
5. Keadilan Depersonalisasi/Sinisme
6. Nilai Prestasipribadi
(Maslach 2004)
Diukur
Tidak Diukur

Gambar 4.23 Faktor-faktor yang memengaruhi burnout syndrome (Maslach, 2001)

mengakibatkan beberapa gejala seperti kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental
dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.
Selama dekade terakhir, beberapa istilah telah diusulkan dalam upaya untuk
menjelaskan burnout syndrome, dan definisi yang paling dapat diterima adalah yang ditulis oleh
Maslach, di mana burnout syndrome ditandai dengan tiga dimensi yaitu kelelahan
emosional, depersonalisasi dan menurunnya prestasi diri (Pouncet, 2007). Dampak yang
paling telihat dari kelelahan adalah menurunnya kinerja dan kualitas pelayanan. Individu
yang mengalami burnout syndrome akan kehilangan makna dari pekerjaan yang dikerjakannya
karena respons yang berkepanjangan dari kelelahan emosional, fisik dan mental yang mereka
alami. Akibatnya, mereka tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dan akhirnya memutuskan
untuk tidak hadir, menggunakan banyak cuti sakit atau bahkan meninggalkan pekerjaan nya
(Felton, 1998; Maslach, 2001; Poncet, 2008).
Burnout syndrome lebih sering terjadi pada kategori profesi tertentu yang menuntut
interaksi dengan orang lain seperti guru, profesi dibidang kesehatan, pekerja sosial, polisi dan
hakim. Selain bekerja dengan masyarakat, individu yang bekerja dalam lingkungan lain yang
melibatkan tanggung jawab berbahaya, presisi pada kinerja tugas, konsekuensi berat, shift kerja
atau tugas dan tanggung jawab yang tidak disukai, berada pada risiko yang berbeda untuk
berkembangnya kelelahan (Felton, 1998; Poncet, 2008; Bakker, 2000).
Penelitian telah menunjukan bahwa perawat yang bekerja di rumah sakit berada pada
risiko tertinggi kelelahan. Beberapa alasan menjadi poin utama dalam perkembangan sindrom ini,
seperti tuntutan pasien, kemungkinan bahaya dalam asuhan keperawatan, beban kerja yang berat
atau tekanan saat harus memberikan banyak perawatan bagi banyak pasien saat shift kerja,
kurangnya rasa hormat dari pasien, ketidaksukaan dan dominasi
dokter dalam sistem pelayanan kesehatan, kurangnya kejelasan peran, serta kurangnya dukungan
dari lingkungan kerja. Faktor lain yang sangat terkait dengan pengembangan burnout syndrome
adalah jenis kepribadian yang mencerminkan kapasitas individu untuk tetap bertahan pada
pekerjaannya (Felton, 1998; Poncet, 2008; Bakker, 2000).
Burnout syndrome telah dinyatakan menjadi bahaya profesi yang sangat erat
hubungannya dengan individu dan institusi tempat bekerja (Fraudenberg, 1974). Burnout
syndrome didefinisikan sebagai jumlah energi psikologis dan fisik, bertambah atau
berkurangnya kelelahan bergantung pada beberapa faktor stres pribadi dan juga stres organisasi
(Maslach, 2003). Dari dua kalimat tersebut, dapat disimpulkan bahwa burnout syndrome
merupakan sebuah hal yang negatif dari interaksi antara orang lain dan lingkungan
kerjanya.
Kelelahan emosional dinanggap sebagai elemen inti dari kelelahan yang mengakibatkan
depersonalisasi terhadap pekerjaan dan juga pada rekan kerja.Depersonalisasi yang dialami oleh
seseorang, dapat memengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien, sehingga bisa
menurunkan prestasi diri (Leiter, Harvie &Frizzel, 1998; Leiter & Maslach, 2004).

Etiologi
Penyebab terjadinya kelelahan dapat diklasifikasikan menjadi faktor personal dan atau faktor
lingkungan. Faktor personal diantaranya kepribadian, harapan, demografi, control fokus dan
tingkat efisiensi. Faktor lingkungan yang berperan diantaranya adalah beban kerja,
penghargaan, control, kepemilikan, keadilan dan nilai (Cavus, 2010).
Terlepas dari beberapa faktor tersebut diatas, ada beberapa faktor yang dianggap
mempunyai hubungan yang signifikan yaitu status perkawinan, lamanya pekerjaan,
dukungan sosial, struktur keluarga, tanggung jawab, kejelasan stabilitas emosional dan
kelelahan.

Dimensi
Sudah dijelaskan diatas, bahwa burnout syndrome tidak hanya terkait dengan faktor tunggal,
melainkan muncul sebagai hasil dari interaksi antara beberapa faktor yang ada.Burnout syndrome
pada seseorang muncul sebagai akibat dari kelelahan emosional yang meningkat, depersonalisasi
dan penurunan prestasi diri (Pouncet, 2007).
1. Kelelahan emosional
Kelelahan emosional merupakan sisi yang mengekspresikan kelelahan fisik dan
emosional yang dialami sebagai dasar dan dimulainya burnout syndrome.Kelelahan
emosional, sebagian besar berhubungan dengan stres pekerjaan (Akcamete, Kaner &
Sucuoglu, 2001; Yildmm, 1996). Hasil dari kelelahan emosional yang dialami oleh
seseorang, orang tersebut tidak responsif terhadap orang-orang yang mereka layani, dan
juga merasa bahwa pekerjaannya sebagai penyiksaan karena ia berpikir bahwa dirinya
sendiri tidak mampu menanggung hari-hari berikutnya dan selalu merasa tegang(Leiter &
Maslach, 1988; Ergin, 1995; Maslach, Schaufeli & Leiter, 2001; Cimen & Ergin, 2001).
2. Depersonalisasi
Depersonalisasi merupakan sikap yang menunjukan perilaku kers/kasar, perilaku negatif dan
acuh tak acuh terhadap orang lain. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa beberapa orang
menunjukan perilaku seperti kehilangan tujuan bekerja dan kehilangan antusiasme sebagai
akibat dari semakin menjauh dari dirinya sendiri dan pekerjaannya, menjadi acuh tak acuh
terhadap orang yang dilayani, menunjukan reaksi negative dan bermusuhan.
3. Rendahnya prestasi diri
Rendahnya prestasi diri menjadi dimensi evlusi diri dari burnout syndrome, timbul
fakta bahwa orang mulai melihat dirinya sebagai seseorang yang tidak berhasil. Dengan kata
lain, seseorang cenderung mengevaluasi dirinya sendiri sebagai hal yang negative (Maslach,
2003).Orang yang mengalami kecenderungan ini berpikir bahwa mereka tidak membuat
kemajuan dalam pekerjaan mereka, sebaliknya mereka berpikir bahwa mereka jatuh
kebelakang, pekerjaan mereka tidak berhasil dan tidak memberikan kontribusi pada
perubahan lingkungan mereka (Leiter & Maslach, 1998; Singh et al., 1994).
Burnout syndrome adalah situasi yang sangat sulit dihindari.Namun, tingkat keparahan
burnout syndrome dapat dikurangi dengan aplikasi pribadi maupun perubahan aplikasi pada
organisasi tempat melaksanakan tugas. Pada tingkat organisasi dilakukan dengan pernyataan tugas
yang jelas, partisipasi pemula untuk program orientasi dan on the job training, perencanaan personal
yang efisien dalam hubungannya dengan departemen, pertemuan tim regular dengan saran dan kritik,
akses ke dukungan sosial dan lingkungan partisipatif dapat membantu dalam mencegah burnout
syndrome(Kacmaz 2005; Schulz, Greenley & Brown, 1995; Lundy & Muda, 1994, Poulin &
Wlter, 1993). Pada tingkat pribadi dengan cara mendorong karyawan untuk mengambil tujuan
yang lebih realistis, sehingga membantu mereka untuk menurunkan ekspektasi diri agar dapat
membantu dalam menurunkan burnout syndrome.
Burnout syndrome adalah respons terhadap adanya stresor (misalnya beban kerja) yang
ditempatkan pada karyawan. Hal ini dibedakan menjadi bentuk lain dari stres karena merupakan
satu set respons ke tingkat tinggi tuntutan pekerjaan yang kronis, meliputi kewajiban pribadi dan
tanggung jawab yang sangatn penting. Karena karakteristik dari profesi kesehatan seperti
kecenderungan untuk focus pada masalah, kurangnya umpan balik yang positif, tingkat stres
emosional dan kemungkinan merasakan perubahan sikap terhadap beberapa orang tempat bekerja,
profesi kesehatan memiliki risiko lebih tinggi untk mengalami burnout syndrome (Maslach &
Jackson, 1982). Tiga dimensi Maslach yang didefinisikan dari burnout syndrome sering
digunakan untuk tujuan penelitian.
1. Kelelahan emosional : ditandai dengan kelelahan dan perasaan bahwa sumber daya
emosional telah habis digunakan.
2. Depersonalisasi : ditandai bahwa intervensi kepada klien yang dirasa hanya sebagai objek saja,
bukan sebagai orang yang harus benar-benar diperhatikan. Adanya sinisme terhadap rekan
kerja, klien bahkan dengan organisasi tempat bekerja.
3. Penurunan prestasi diri :ditandai dengan kecenderungan untuk mengevaluasi diri sendiri
secara negatif. Mencakup pengalaman penurunan kompetensi kerja dan prestasi dalam
pekerjaan/interaksi dengan orang/kurangnya kemajuan.
Bukti empiris menunjukan bahwa burnout syndrome dapat menimbulkan dampak
negatif diberbagai tingkatan termasuk tingkat individu, organisasi dan pelayanan. Pada
tingkat individu, burnout syndrome dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan fisik dan
mental negatif (Maslach & Jackson, 1982).Konsekuensi emosional termasuk konflik dan
kerusakan perkawinan hubungan keluarga dan sosial (Jackson et al., 1986).Pada tingkat organisasi,
dapat menyebabkan penurunan komitmen organisasi (Leiter dan Maslach 1988) dan kepuasan kerja
(Burke et al, 1984). Pada perawat dapat terjadi tingginya angka turn over dan ketidakhadiran
(Courage dan Williams, 1987; Stechmiller, 1990), kecenderungan untuk menarik diri dari pasien
dan beristirahat panjang termasuk kinerja secara keseluruhan yang menurun dalam kualitas dan
kuantitas kinerja. Dengan demikian, organisasi dapat mengalami pemborosan sumber daya dan
penurunan produktivitas. Pada tingkat pelayanan, penelitian menunjukan bahwa burnout syndrome
dapat mengarah ke penurunan kualitas perawatan atau pelayanan dari pasien (Maslach dan
Jackson, 1981).Pelayanan pelanggan yang buruk dapat menyebabkan pelangan tidak puas dan
mengakibatkan turunnya kemampuan untuk mempertahankan pelanggan.
MBI (Maslach Burnout Inventory) merupakan instrument yang terdiri atas 22 item yang
digunakan untuk mengukur frekuensi dari tiga aspek burnout syndrome, kelelahan emosional,
depersonalisasi dan yang terakhir adalah penurunan prestasi diri.Burnout syndrome tercermin pada
skor yang lebih tinggi pada kelelahan emosional dan subscale depersonalisasi dan skor rendah pada
prestasi subscale pribadi.
Dariperumusan kepribadian di atas disimpulkan bahwa kepribadian berubah, berkembang terus
sesuai dengan cara penyesuaian terhadap lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa kepribadian
merupakan suatu hasil dari fungsi keturunan dan lingkungan. Setiap perubahan yang terjadi pada
lingkungan juga akan diikuti dengan berubahnya kepribadian.
Dalam usaha mengerti seseorang, mengerti kepribadiannya perlu kita mengikuti
lingkungan manakah yang berperan pada proses perkembangan dan masa hidupnya.
Kalinya dipakai oleh Achille Guillard dalam karangannya berjudul “Elements de Statistique
Humaine on Demographic Compares” pada tahun 1885.

DAFTAR PUSTAKA
Burke, RL & Leiter, MP. 1998. Contemporary Organizational Realities and Professional
Efficacy: Downsizing, Reorganization and Transition. Dalam T. Cox, P. Dewe, dan
M. Leiter (ed). Coping and Health in Organizations. Washington, DC: Taylor and
Francis.
Cavus. 2010. “The Impacts of Structural and Psychological Empowerment on Burnout”. AResearch
on Staff Nurses in Turkish State Hospitals. Canadian Social Science. Hlm. 63−72.
Freudenberger , J. 1974. Staff Burnout, Journal of Social Issues. Hlm. 159−165.
Maslach, C, Jackson, S & Leiter, M. 2003. Maslach Burnout Inventory Manual. California: CPP.
Maslach, C. 1982. Understanding Burnout: Definition Issues in Analysing a Complex
Phenomenon. Dalam W. S. Pain Job Stres Burnout. Beverly Hills: Sage Publication.
Maslach, C. 2001, “Job Burnout”. Annual Review of Psychology, diakses 14 November 2003,
findarticles.com.
Maslach, C. 2004. Different Perspectives on Job Burnout. Contemporary Psychology. APA
Review of Books. Hlm. 168−170.
CONTOH KERANGKA KONSEPTUAL BERBASIS INTEGRASI
MODEL (LAWRENCE GREEN)
Need for Achievement (Kebutuhan untuk berprestasi):
menghindari risiko berat
puas dan bangga dengan hasil yang dicapai
tanggung jawab
menerima saran dan
kritikan orang

Faktor Predisposisi (Predisposing factors):


Pengetahuan Motivasi Ibu melengkapi status
Kepercayaan imunisasi dasar pada anak
Sikap (Teori Mc.Clelleand)
Nilai dan norma (Kebudayaan)

Need for Affiliation


(Kebutuhan untuk berafiliasi):
mematuhi nilai dan norma
menghindari konflik
berusaha membangun interaksi yang baik

Faktor Pendukung
(Enabling factors):
1. Adanya sarana
kesehatan Perilaku Ibu
2. Terjangkaunya sarana mengimunisasikan Need for Power
kesehatan anak (Kebutuhan untuk kekuasaan):
3. Peraturan kesehatan • mempunyai kontrol
4. Keterampilan terkait • aktif
kesehatan • peka terhadap
permasalahan

Faktor Pendorong Peningkatan


(Reinforcing factors): Kesehatan anak kualitas hidup
1. Keluarga anak
2. Guru
3. Sebaya
4. Petugas kesehatan
5. Tokoh masyarakat
6. Pengambil keputusan
Lingkungan

Keterangan
: Diukur

: Tidak diukur

Gambar 4.24 Kerangka konseptual motivasi ibu dalam melengkapi status imunisasi dasar pada
anak berbasis integrasi model Lawrance Green dan McClelleand (Eka Irawati, 2012)

Menurut Teori Lawrence Green, ada 3 faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan
seseorang. Perilaku seorang ibu dalam memberikan imunisasi pada anaknya berdasarkan
pendekatan Teori Lawrence green dipengaruhi oleh 3 faktor, antara lain: faktor predisposisi
(predisposing factors) yaitu: sikap, keyakinan, pengetahuan, kepercayaan, nilai dan
norma. Sedangkan faktor pendukung (enabling factors) yaitu: adanya sarana kesehatan,
terjangkaunya sarana kesehatan, peraturan kesehatan, dan keterampilan terkait kesehatan. Faktor
pendorong (reinforcing factors) yaitu: keluarga, guru, sebaya, petugas kesehatan, tokoh
masyarakat, dan pengambil keputusan. Dan faktor predisposisi merupakan faktor yang paling
berpengaruh terhadap motivasi ibu melengkapi status imunisasi dasar pada anak. Banyak ibu
yang tidak bersedia untuk mengimunisasikan anaknya dengan alasan yang sangat sederhana yaitu
ibu-ibu sibuk dengan urusan rumah tangga dan ketakutan ibu akan efek samping dari pemberian
imunisasi yang disertai pengetahuan ibu yang rendah tentang imunisasi (Ayubi, D, 2009).
Imunisasi yang diberikan pada anak mencakup 5 imunisasi dasar yang harus diberikan,
yaitu: imunisasi BCG, DPT, campak, polio, dan hepatitis. Tujuan dari imunisasi dasar adalah
tercapainya kekebalan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) pada masyarakat
(Depkes RI, 2005). Berdasarkan pendekatan integrasi model Lawrance Green dan McClelleand
diperoleh suatu kesimpulan mengenai motivasi ibu dalam melengkapi status imunisasi dasar
pada anak. Ini dapat dilihat dari angka cakupan imunisasi dasar. Jika angka cakupan imunisasi
dasar pada anak tinggi berarti motivasi ibu baik. Tapi jika angka cakupan imunisasi dasar pada
anak rendah berarti motivasi ibu buruk dalam melengkapi status imunisasi dasar pada anak.

Hipotesis:
H1 : Ada pengaruh faktor predisposisi: pengetahuan terhadap motivasi ibu dalam
melengkapi status imunisasi dasar pada anak
H1 : Ada pengaruh faktor predisposisi: kepercayaan terhadap motivasi ibu dalam
melengkapi status imunisasi dasar pada anak
H1 : Ada pengaruh faktor predisposisi: sikap terhadap motivasi ibu dalam melengkapi status
imunisasi dasar pada anak
H1 : Ada pengaruh faktor predisposisi: nilai dan norma (kebudayaan) terhadap motivasi ibu
dalam melengkapi status imunisasi dasar pada anak

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, M.R. & Tomey, A. M. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 6th ed. Missouri:
Mosby
Ayubi, D., (2009). Kontribusi Pengetahuan Ibu Terhadap Status Imunisasi Anak di Tujuh
Provinsi di Indonesia. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Tidak dipublikasikan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Eka Irawati. 2012. Burnout syndrome pada mahasiswa profesi berdasarkan analisis faktor
person dan faktor lingkungan dari teori maslach. Skripisi. FKp. Unair
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika Siagia,
S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
STRESS, APPRAISAL, AND COPING STRATEGY IN
TRANSACTIONAL THEORY (LAzARUS & FOLKMAN, 1984)
Konsep dari stres berkembang dari definisi fisiologis terhadap stres sebagai konsep umum yang
paling banyak diterima (Selye, 1956).

PROSES OUTCOME

Coping Effort Coping Effort Relational Meaning Revisited


Antecedents Primary Appraisal Secondary Appraisal R
(Stresors) e
“Am I okay?” l
“What, if anything, a
Adaptation Coping Effort
From person, “Am I in trouble can be done about the t
Emotional well-being Problem
environment, or being stresor?” i
unctional Status o focused coping
and an benefited, now or
Health behaviors n Emotion focused coping
interaction of in the future, and
both in what way?” a
l
(Anger, inhibited, anger, righteous, anger, pouting, hostility, envy, jealousy, anxiety-fright, guilt shame, relief, hope, sadness- depression, g
M
e
a
n
i
Resources

Psychological, social, material, & physiological health

Gambar 4.25 Stres, appraisal and coping strategy in transactional


theory (Lazarus & Folkman, 1984)

Setiap individu pasti akan mengalami stimulus atau peristiwa dalam hidupnya. Setiap
stimulus atau peristiwa terkadang menimbulkan stres bagi individu. Stimulus ini kemudian
disebut sebagai Antecedents of stresor. Lazarus & Folkman (1984) mengklasifikasikan
stresor ke dalam dua domain yakni Personal Stresor (komitmen dan kepercayaan) dan
Environmental Stresor (setiap aspek di luar personal yang dapat menjadi ancaman bagi
kondisi personal seseorang). Dalam penilaian awal (primary appraisal), individu akan
menentukan makna dari peristiwa yang dialaminya. Primary appraisal merupakan proses
penentuan makna dari suatu peristiwa yang dialami oleh individu, apakah peristiwa tersebut
dipersepsikan positif, netral ataukah negatif oleh individu. Peristiwa yang dinilai negatif
kemudian dicari kemungkinan adanya persepsi harm, threat atau challenge. Harm adalah
penilaian mengenai bahaya yang didapat dari peristiwa yang terjadi. Threat adalah penilaian
mengenai kemungkinan buruk atau ancaman yang didapat dari peritiwa yang terjadi, dan
Challenge adalah tantangan akan kesanggupan untuk mengatasi dan mendapatkan keuntungan
dari peristiwa yang terjadi pentingnya primary appraisal digambarkan dalam sebuah studi
klasik mengenai stres oleh Lazarus. Primary appraisal memiliki tiga komponen yakni:
1) Goal relevance: yakni penilaian yang mengacu kepada tujuan yang dimiliki seseorang,
yakni bagaimana hubungan peristiwa yang terjadi dengan tujuan personalnya
2) Goal congruence or incongruence: yakni penilaian yang mengacu pada apakah
hubungan antara peristiwa di lingkungan dan individu tersebut konsisten dengan
keinginan individu atau tidak, apakah hal tersebut menghalangi atau memfasilitasi tujuan
personalnya. Jika hal tersebut menghalanginya maka disebut goal incongruence. Apabila
hal tersebut memfasilitasinya disebut goal congruence.
3) Type of ego involvement: yakni penilaian yang mengacu kepada berbagai macam aspek
dari identitas ego atau komitmn seseorang
Jika individu merasa adanya ancaman dari suatu peristiwa tersebut tetapi situasi
tersebut tidak dirasa merugikan, maka akan berlanjut ke penilaian kedua (secondary
appraisal) yang merupakan penilaian kemampuan individu dalam melakukan koping.
Individu yang merasakan adanya ancaman dalam penilaian kedua, tergantung bagaimana
individu tersebut melakukan koping. Secondary appraisal memiliki tiga komponen:
1) Blame and credit : yakni penilaian siapa yang bertanggung jawab atas situasi yang
menekan yang terjadi astas diri individu
2) Coping potential : yakni penilaian mengenai bagaimana individu dapat mengatasi
situasi menekan atau mengaktualisasi komitmen pribadinya
3) Future expectancy: penilaian mengenai apakah untuk alasan tertentu individu
mungkin berubah secara psikologis untuk menjadi lebih baik ataukah lebih buruk.
Pengalaman subjektif atas stres merupakan keseimbangan antara primary dan
secondary appraisal. Ketika harm dan threat yang ada cukup besar sedangkan kemampuan
untuk mengadakan koping tidak memadai, maka stres yang besar akan dirasakan oleh
seorang individu. Sebaliknya, ketika kemampuan koping besar, stres dapat diminimalkan.
Coping strategy terdiri atas PFC (Problem Focused Coping) yakni strategi yang
digunakan untuk mengatasi situasi yang menimbulkan stres dan EFC (Emotion focused
coping) yakni strategi untuk mengatasi emosi negatif yang menyertai. Jika individu memiliki
mekanisme koping yang cukup baik maka individu tersebut akan terbebas dari stres. Sebaliknya,
apabila mekanisme koping yang dimiliki dirasa kurang, maka individu tersebut akan
mengalami stres.

DAFTAR PUSTAKA
Lazarus, RS. 1996. Psychological Stres and the Coping Process. New York: McGraw Hill.
Lazarus, RS Folkman, S. 1984. Stres, Appraisal and Coping. New York: Springer.
Lazarus & Taylor. 1991. Emotion and Adaptation. London: Oxford University Press.
Lazarus, R. S., & Folkman, S. 1987. ‘Transactional theory and research on emotions and coping.”
European Journal of Personality.Vol.1. Hlm.141−170.
Lazarus, RS & Folkman S. 1988. Ways of Coping Questionnaire. Consulting Psychologist, Inc.
MATERNAL ROLE ATTAINMENT DAN BECOMING A MOTHER
(MERCER)

yy
y

Mother-Father Relationship

Mother
Child

Empathy–sensitivity to cues Self-esteemself-concept Parenting


Temperament Ability received
to give as child Maturity/flexibility
cues Appearence Characteristics Responsiveness Health
Attitudes
Pregnancy/birth experience Health/depressions/anxiety Role conflict/strain

St
re
s

Maternal Role/Identity child’s Outcome

Competence/confidence in roleCognitive/ mental


Grafication/satisfactiondevelopment
Attachment to childBehavior/attachment
Health
Social competence

wo

lt

Gambar 4. 26 Model of maternal role attainment.


Dimodifikasi dari Mercer, R. T. 1991. Maternal role: Models and consequences. Paper
dipresentasikan pada International Research Conference yang disponsori oleh the Council
of Nurse Researchers and the American Nurses Association, Los Angeles, CA. Hak cipta
Ramona T. Mercer, 1991. Catatan: Gambar ini telah dimodifikasi melalui komunikasi
personal dengan R. T. Mercer, Kata eksosistem telah diubah menjadi mesosistem
agar lebih konsisten dengan sumber awalnya Bronfenbrener pada 4 Januari 2000.

Pencapaian Peran Ibu: Mercer’s Original Model


Maternal Role Attainment yang dikemukakan oleh Mercer merupakan sekumpulan siklus
mikrosistem, mesosistem dan makrosistem. Model ini dikembangkan oleh Mercer sejalan
pengertian yang dikemukakan Bronfenbrenner’s, yaitu:
1. Mikrosistem adalah lingkungan segera di mana peran pencapaian ibu terjadi.
Komponen mikrosistem ini antara lain fungsi keluarga, hubungan ibu-ayah, dukungan
sosial, status ekonomi, kepercayaan keluarga dan stresor bayi baru lahir yang dipandang
sebagai individu yang melekat dalam sistem keluarga. ) Keluarga dipandang sebagai sistem
semi tertutup yang memelihara batasan dan pengawasan yang lebih antar perubahan dengan
sistem keluarga dan sistem lainnya. Gambar 2.1 Mikrosistem dalam model pencapaian
peran ibu (Aligood & Tomey, 2006 )
2. Mesosistem meliputi, memengaruhi dan berinteraksi dengan individu di mikrosistem.
Mesosistem mencakup perawatan sehari-hari, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah dan
lingkungan yang umum berada dalam masyarakat.
3. Makrosistem adalah budaya pada lingkungan individu. Makrosistem terdiri atas sosial,
politik. Lingkungan pelayanan kesehatan dan kebijakan sistem kesehatan yang berdampak
pada pencapaian peran ibu.
Maternal Role Attainment adalah proses yang mengikuti empat tahap penguasaan peran, yaitu
sebagai berikut.
1. Antisipatori : tahapan antisipatori dimulai selama kehamilan mencakup data sosial,
psikologi, penyesuaian selama hamil, harapan ibu terhadap peran, belajar untuk
berperan, hubungan dengan janin dalam uterus dan mulai memainkan peran.
2. Formal : tahapan ini dimuai dari kelahiran bayi yang mencakup proses pembelajaran dan
pengambilan peran menjadi ibu. Peran perilaku menjadi petunjuk formal, harapan
konsesual yang lain dalam sistem sosial ibu.
3. Informal merupakan tahap dimulainya perkembangan ibu dengan jalan atau cara khusus
yang berhubungan dengan peran yang tidak terbawa dari sistem sosial. Wanita
membuat peran barunya dalam keberadaan kehidupannya yang berdasarkan pengalaman
masa lalu dan tujuan ke depan.
4. Personal atau identitas peran yang terjadi adalah internalisasi wanita terhadap
perannya. Perngalaman wanita yang dirasakan harmonis, percaya diri, kemampuan dalam
menampilkan perannya dan pencapaian peran ibu.

Becoming a Mother: Model Revisi


Pada tahun 2003, Mercer merevisi model maternal role attainment menjadi becoming a
mother. Pada model ini ditempatkan interaksi antara ibu, bayi dan ayah sebagai sentral
interaksi yang tinggal dalam satu lingkungan.
Society at large

Community

Family and friend

Father or intimate

Mother Infant

Gambar 4.27 Becoming a mother : a Revised Model (Dari R. T. Mercer, personal


communication, September 3, 2003; Tomey, MA & Alligood, 2006)

Dalam model ini dijelaskan variabel lingkungan keluarga dan teman meliputi
dukungan sosial, nilai dari keluarga, budaya, fungsi keluarga dan stresor. Lingkungan
komunitas meliputi perawatan sehari-hari, tempat kerja, sekolah, rumah sakit, fasilitas
rekreasi dan pusat kebudayaan. Lingkungan yang lebih besar dipengaruhi oleh hukum yang
berhubungan dengan perempuan dan anak-anak, termasuk ilmu tentang bayi baru lahir, kesehatan
reproduksi, budaya terapan dan program perawatan kesehatan nasional. Perawat berperan besar
membantu bayi lahir menjalani masa transisi dengan aman dan membantu ibu dan orang
terdekat untuk menjalani masa transisi menjadi orang tua (Boback,1995)

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, MR, & Tomey, AM. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 7th Ed. Missouri:
Mosby. Hlm. 605−619.

MODEL STRUCTURE OF CARING (SWANSON, 1993)


Model Stucture of Caring (Swanson, 1993) berkaitan dengan perilaku filosofis perawat, yaitu
selalu memberikan informasi, memahami, menyampaikan pesan, melakukan tindakan
terapeutik, serta selalu mengharapkan hasil akhir yang baik, seperti yang digambarkan pada
Gambar 4.28. (Dari Swanson, K. M. [1993]. Nursing as informed caring for well-being of others.
Image: The Journal of Nursing Scholarship, 25 [4], 352-357.)
Maintaining belief Being with Doing for Client well-
Knowing Enabling
being

rmed Philosophicalunderstanding attitudesof the clinical towards personscondition (in (ingeneral) andgeneral) and the
Intended
Therapeutic actions outcome
Message conveyed to client
the designatedsituation and client client (in specific(in specific)

Gambar 4.28 Model Structure of Caring (Swanson, 1993)

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
LoBiondo-Wood, G., danth Haber, J. (2002). Nursing Research: Methods, Critical Appraisal,
and Utilization. 5 ed. St. Louis: Mosby
Polit DF & Back, CT. (2012). Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice. 9th Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Voelker, D. H., & Orton, P. Z., & Adams, S. (2011). Cliff Quick Statistics Quick Review 2nd
ed. New York: Wiley Publications, Inc.
Bab 5 • Lingkup Masalah Penelitian Ilmu Keperawatan 141

Bab 5
Lingkup Masalah Penelitian
Ilmu Keperawatan

Pada bagian ini, penulis hanya ingin berfokus pada identifikasi masalah penelitian ilmu
keperawatan. Masalah-masalah tersebut dapat digunakan sebagai stimulus bagi para peneliti ilmu
keperawatan saat menerjemahkan fakta empiris yang ada di lapangan.
Penjabaran lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan akan dibagi menjadi 6
lingkup masalah penelitian, meliputi: (1) Ilmu Keperawatan Dasar dan Manajemen
Keperawatan, (2) Ilmu Keperawatan Anak, (3) Ilmu Keperawatan Maternitas, (4) Ilmu
Keperawatan Medikal-Bedah dan Gawat Darurat, (5) Ilmu Keperawatan Kesehatan Jiwa, serta
(6) Ilmu Keperawatan Komunitas, Keluarga, dan Gerontik.

ILMU KEPERAWATAN DASAR DAN MANAJEMEN KEPERAWATAN


Fokus masalah penelitian ilmu keperawatan dasar adalah (1) Pengembangan konsep dan teori
keperawatan; (2) Kebutuhan dasar manusia (sebab tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia)
melalui pendekatan proses keperawatan, yang meliputi faktor-faktor yang memengaruhi
pemenuhan kebutuhan, mekanisme fisiopatobiologis, dan masalah- masalah yang sering terjadi
pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia; (3) Pendidikan keperawatan; (4) Manajemen
keperawatan; dan (5) Peran organisasi profesi (Persatuan Perawat Nasional Indonesia—PPNI).
1. Lingkup Masalah Penelitian Pengembangan Konsep dan Teori Keperawatan
(Nursalam, 2008)
Masalah penelitian difokuskan pada kajian teori-teori yang sudah ada dalam upaya
meyakinkan masyarakat bahwa keperawatan adalah suatu ilmu yang berbeda dari ilmu
profesi kesehatan lain serta kesesuaian penerapan ilmu tersebut dalam bidang
keperawatan. Konsep dan teori keperawatan yang diteliti dan dikembangkan
bersumber pada:
a. Teori adaptasi dari S.C. Roy
b. Teori kesehatan lingkungan dari Florence Nightingale
c. Teori hubungan antarmanusia dari H.E. Peplau
142 Bagian 2: Masalah Penelitian dan Kerangka Konseptual

d. Teori 14 kebutuhan dasar manusia dari V. Henderson dan 21 masalah kebutuhan


manusia dari F.G. Abdellah
e. Teori hubungan antara ‘care, core, dan cure’ dari L. Hall
f. Teori defisit perawatan diri dari D.E. Orem
g. Teori model sistem perilaku dari D.E. Johnson
h. Teori hubungan dinamis antara perawat dan keluarga
i. Teori keperawatan klinik, suatu seni membantu dari E. Wiedenbach
j. Teori intervensi keperawatan pada respons adaptasi dan penyakit dari M.E.
Levine
k. Teori model sistem terbuka dari I.M. King
l. Teori prinsip ‘homeodynamics’ dari M. E. Rogers
m. Teori konsep model untuk praktik keperawatan dari B. Neuman
n. Teori filosofi dan ilmu dalam keperawatan dari J. Watson
o. Teori cultural shock diversity dari M. Lininger
p. Teori structure caring dari Swanson
q. Teori menjadi ibu dari R. Mercer (Polit & Back, 2012; Alligood & Tomey, 2006)
2. Lingkup Masalah Penelitian Kebutuhan Dasar Manusia
Lingkup masalah penelitian tentang kebutuhan dasar manusia meliputi identifikasi sebab dan
upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang meliputi:
a. Oksigenasi
b. Nutrisi
c. Cairan dan elektrolit
d. Eliminasi
e. Mobilisasi
f. Istirahat dan tidur
g. Kenyamanan dan nyeri
h. Keamanan dan keselamatan
i. Psikososial-spiritual dan seksualitas.
3. Lingkup Masalah Penelitian Pendidikan Keperawatan
Lingkup masalah penelitian tentang pendidikan keperawatan meliputi:
a. Perkembangan pengelolaan pendidikan keperawatan
b. Penerapan dan pengembangan kurikulum
c. Proses pembelajaran di kelas, laboratorium, dan klinik serta lapangan
(komunitas)
d. Sarana dan prasarana pendidikan
e. Mahasiswa dan staf pengajar
f. Metode pembelajaran
g. Sistem evaluasi
4. Lingkup Masalah Penelitian Manajemen Keperawatan
a. Sistem pengelolaan pelayanan keperawatan
b. Peran dan kinerja bidang keperawatan
c. Peran dan kinerja komite keperawatan
d. Peran dan kinerja perawat
e. Model asuhan keperawatan profesional yang diterapkan
f. Model sistem pencatatan dan pelaporan
g. Administrasi klien masuk rumah sakit
h. Pengembangan instrumen penilaian kualitas pelayanan keperawatan
i. Pengembangan instrumen penilaian kepuasan klien
j. Standar praktik keperawatan profesional
5. Lingkup Masalah Penelitian Organisasi Profesi Keperawatan PPNI
a. Peran organisasi dalam sistem regulasi praktik keperawatan (registrasi, lisensi, dan
legalisasi)
b. Peran organisasi dalam penetapan standar praktik keperawatan
c. Peran organisasi dalam pelanggaran praktik anggotanya
d. Peran organisasi dalam peningkatan pendidikan anggota dan sosialisasi profesi
e. Peran organisasi dalam pengembangan pendidikan tinggi keperawatan

Lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan anak didasarkan pada filosofi keperawatan anak
ILMU KEPERAWATAN ANAK
yang menekankan pada masalah biopsikososial anak akibat hospitalisasi dan peran keluarga
dalam asuhan keperawatan anak (Wong, 1995). Lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan
anak meliputi:
1. Stres akibat dampak hospitalisasi pada anak
2. Penerapan konsep asuhan keperawatan anak dengan paradigma perawatan atraumatik
3. Masalah deteksi dini tumbuh kembang (DDST) oleh petugas maupun orang tua
Mengkaji dan menilai tahap perkembangan pada bayi/anak menggunakan format DDST
4. Masalah stimulasi yang sesuai tahap tumbuh kembang bayi/anak
• Penilaian tumbuh kembang bayi/anak yang mengalami keterlambatan
• Intervensi stimulasi untuk mencapai tahap tumbuh kembang yang optimal
• Penyuluhan tentang cara menstimulasi bayi/anak kepada orang tua
5. Masalah pengelolaan bermain sesuai tahap tumbuh kembang anak dan jenis penyakit pada
anak yang dirawat di RS (peran petugas kesehatan/perawat dan orang tua) dalam
mempercepat proses penyembuhan anak
• Menentukan jenis permainan sesuai tahap tumbuh kembang anak dan jenis
penyakit
• Menyusun dan membuat rencana permainan
• Melaksanakan rencana permainan di setiap ruang perawatan anak
• Mengevaluasi tindakan bermain yang telah dilakukan pada bayi/anak
6. Masalah pelaksanaan imunisasi
• Mengidentifikasi kebutuhan imunisasi sesuai kebutuhan yang berlaku
• Mengidentifikasi persepsi orang tua tentang imunisasi
• Memantau pemberian imunisasi pada bayi dan anak
• Memberi penyuluhan kepada orang tua tentang efek samping dan penanganan
bayi/anak yang diimunisasi
• Memotivasi orang tua untuk memberikan imunisasi pada anaknya
7. Masalah asuhan keperawatan pada bayi/anak dengan gangguan tumbuh kembang
• Melakukan pengkajian
• Menentukan diagnosis keperawatan
• Membuat rencana tindakan
• Mengevaluasi tindakan
• Mampu mengkaji/mengidentifikasi tumbuh kembang bayi/anak
• Mampu menilai pertumbuhan bayi dan balita berdasarkan pedoman
antropometri
• Mampu menerapkan konsep bermain pada klien
8. Masalah pelaksanakan asuhan keperawatan pada klien bayi/anak yang dirawat di RS
dengan gangguan sistem tubuh yang sering terjadi pada anak
a. Gangguan sistem pernapasan:
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan berikut ini:
a. Pemberian posisi
b. Membersihkan hidung
c. Memberikan O2
d. Resusitasi jantung paru
e. Merawat anak dengan pemakaian ETT dan ventilator
f. Menghisap lendir
g. Memberikan nebulizer
h. Drainase postural/fisioterapi dada
i. Pengambilan AGD dan elektrolit
j. Perawatan trakeostomi
k. Perawatan anak dengan water sealed drainase (WSD)
b. Gangguan sistem kardiovaskular
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan berikut ini:
a. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
b. Mengukur intraventricular pressure (IVP)
c. Mengukur tekanan vena sentral (CVP)
d. Pemasangan infus
e. Perawatan pra dan pascaoperasi
f. Disease shock
c. Gangguan sistem pencernaan
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan berikut ini:
a. Memelihara kebersihan mulut
b. Pemasangan NGT
c. Melakukan bilas lambung
d. Pemberian makan lewat oral/NGT/parenteral
e. Memberikan huknah/gliserin/barium enema/obat suppositoria
f. Mengambil usapan rektum
g. Mengukur lingkar abdomen
d. Gangguan sistem hematologi dan onkologi
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Merawat klien untuk tindakan transfusi
b. Pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium
c. Mengambil darah untuk pemeriksaan gula darah
d. Memberikan cairan melalui vena dengan jarum bersayap
e. Menolong klien dengan perdarahan hidung dan gangguan pada sistem
hematologi
f. Menolong klien bayi dengan perdarahan tali pusat
g. Memberikan injeksi melalui intramuskular (IM)
h. Memberikan injeksi melalui intravena (IV)
i. Merawat anak yang mendapat tindakan bone marrow
j. Penyuluhan kepada keluarga tentang perawatan anak yang menerima tindakan
kemoterapi, radiasi
k. Perawatan luka
e. Gangguan sistem imunitas
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Melakukan uji kulit (skin test)
b. Melakukan uji mantoux (mantoux test)
c. Tes tuberkulin
f. Gangguan sistem perkemihan
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Mengukur asupan dan keluaran
b. Pemasangan kateter
c. Mangambil urine untuk pemeriksaan melalui kateter
d. Menyiapkan klien untuk tindakan pemeriksaan BNO/IVP
g. Gangguan sistem endokrin dan metabolik
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Pemberian insulin
b. Mengambil darah untuk pemeriksaan gula darah acak/post prandial
h. Gangguan sistem persarafan
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Melakukan pemeriksaan neurologis
b. Mengidentifikasi tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
c. Pemberian posisi untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial
d. Menyiapkan klien untuk tindakan lumbal fungsi
e. Menyiapkan klien untuk tindakan EEG, CT scan
f. Merawat anak dengan trepanasi
g. Merawat anak dalam keadaan kejang
i. Gangguan sistem persepsi sensori Melakukan
perawatan hidung, mata, telinga
j. Gangguan sistem integumen
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Melakukan perawatan luka
b. Merawat bayi/anak dengan varisela
c. Merawat bayi/anak dengan morbili
d. Merawat anak dengan infeksi jamur
k. Masalah pelaksanakan MTBS
Manfaat, efektivitas tindakan, dan masalah-masalah lain pada tindakan di bawah ini:
a. Mengenal gejala awal penyakit yang mengancam kehidupan
b. Klasifikasi penyakit

Lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan maternitas difokuskan pada wanita pada masa
ILMU KEPERAWATAN MATERNITAS
pranatal, natal, pascalahir, dan gangguan reproduksi yang sering terjadi pada wanita.
1. Lingkup masalah penelitian pada ibu hamil
• Pendidikan kesehatan dan tindakan pada ibu hamil
• Senam hamil
• Perawatan payudara
• Imunisasi tetanus pada ibu hamil
• Kegiatan sehari-hari
• Kebutuhan nutrisi dan pemeriksaan kehamilan
2. Lingkup masalah penelitian ibu intrapartum (kala I–IV) dan asuhan keperawatan bayi
baru lahir (pengkajian–evaluasi):
• Pemenuhan kebutuhan psikososial ibu inpartum
• Peran perawat dalam memonitor kemajuan persalinan (partograf)
• Peran perawat dalam menolong persalinan normal minimal tiga orang
• Peran perawat pada perawatan bayi setelah lahir (menghisap lendir, perawatan tali
pusat, menentukan apgar score, memandikan bayi, menimbang berat badan (BB)
mengukur panjang badan (PB), lingkar kepala, serta lingkar dada bayi)
3. Lingkup masalah penelitian keperawatan ibu pascapersalinan
• Perawatan vulva hygiene (W)
• Perawatan payudara (W)
• Peran perawatan pada pengelolaan perdarahan pascapersalinan
• Pendidikan kesehatan
1. Senam nifas
2. Cara menyusui yang benar
3. Perawatan nifas sehari-hari
4. Konseling KB dan pemberian kontrasepsi
4. Lingkup masalah penelitian keperawatan ibu dengan gangguan kesehatan sistem
reproduksi
• Faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan deteksi dini gangguan sistem
reproduksi
• Peran perawat dalam pemeriksaan diagnostik (pemeriksaan pap smear)
• Memberikan pendidikan kesehatan
• Pengembangan model asuhan keperawatan pada ibu dengan gangguan sistem
reproduksi
• Sindroma klimaktorium pada wanita menopause
• Dukungan sosial perawat dan keluarga pada tindakan pembedahan dan
kemoterapi

ILMU KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DAN GAWAT DARURAT


Lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan medikal bedah difokuskan pada asuhan
keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. Topik masalah didasarkan pada gangguan
sistem tubuh yang umum terjadi pada klien dewasa.

Ilmu Keperawatan Medikal Bedah


a. Sistem kekebalan tubuh
1) Pengaruh program latihan fisik secara teratur terhadap fungsi imunitas
2) Pengaruh pemberian vitamin terhadap peningkatan populasi leukosit tertentu
3) Hubungan antara berpikir positif dengan fungsi imunitas
4) Tindakan pengurangan nyeri apakah yang paling efektif pada nyeri sendi
5) Apakah ada perbedaan kebutuhan psikososial pada klien HIV pada berbagai
stadium
6) Keefektifan intervensi nonfarmakologi dalam mengurangi mual dan muntah pada
klien kanker
b. Sistem respirasi dan oksigenasi
1) Pengaruh frekuensi perawatan trakeostomi terhadap rata-rata kejadian infeksi
2) Frekuensi kejadian aspirasi pada klien kanker kepala leher
3) Tindakan keperawatan apa yang paling efektif untuk mengurangi dispnea pada klien
dengan gangguan pernapasan bawah
4) Apakah metode pengukuran sesak dapat diterapkan pada klien kritis dan kronis
5) Bagaimana keefektifan strategi khusus untuk mengurangi sesak seperti relaksasi,
latihan, koping, strategi perawatan diri sendiri?
6) Strategi apakah yang paling efektif untuk mengurangi sesak?
c. Sistem kardiovaskular
1) Keefektifan persiapan kulit terhadap penempatan elektroda untuk memperkecil artefak
2) Pengaruh prosedur keperawatan tertentu terhadap disritmia
3) Keakuratan teknik pengukuran tekanan darah di berbagai letak
4) Apakah ada perbedaan manifestasi penyakit koroner antara pria dan wanita
5) Bagaimana faktor risiko penyakit arteri koroner pada klien dengan penyakit
vaskular
6) Cara yang terbaik apakah yang dapat membantu merubah kebiasaan gaya hidup klien
untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit kardiovaskular
7) Apakah metode terapi oksigen nasal atau masker lebih efektif untuk
mempertahankan keadekuatan nilai PaO2
8) Mengapa perdarahan lebih banyak terjadi pada wanita setelah terapi
trombolitik
9) Apakah terapi relaksasi lebih efektif daripada imajinasi terbimbing dalam
pengendalian mual pada klien kemoterapi
10)Apakah pendidikan meningkatkan ketaatan pada sejumlah klien dengan penyakit
jantung
d. Sistem persarafan
1) Alat pengkajian neurologi apa yang paling sesuai untuk mengkaji neurologi secara
cepat
2) Intervensi keperawatan apakah yang paling baik untuk mencegah gelisah dan agitasi
pada klien dengan penyakit Alzheimer
3) Efek frekuensi pengisapan pada klien trauma kepala terhadap peningkatan TIK
4) Alat pengkajian apakah yang paling baik untuk deteksi dini penurunan
kesadaran
5) Kombinasi intervensi apa yang terbaik pada klien dengan nyeri akut setelah
pembedahan
6) Apakah sifat perawat menentukan intervensinya pada klien yang mengalami nyeri
7) Intervensi keperawatan nonfarmakologi apa yang dapat membantu mengurangi nyeri
dan kecemasan klien
8) Intervensi keperawatan apa yang paling bermanfaat dalam mengurangi nyeri selama
prosedur penggantian balutan
e. Sistem perkemihan
1) Apakah modifikasi pendidikan dan diet menghambat serangan gagal ginjal
2) Perbedaan stresor psikologi dan stresor fisiologi pada klien hemodialisis dan
dialisis peritoneal
3) Metode koping apakah yang paling efektif atau yang lazim digunakan pada klien gagal
ginjal/hemodialisis
f. Sistem pencernaan
1) Metode apakah yang efektif untuk mengurangi nyeri stomatitis
2) Adakah peran pengelolaan stres dan pengobatan stomatitis
3) Hubungan antara ketaatan diet, minum antasida, dan perubahan gaya hidup
terhadap serangan tukak peptik
4) Peran perawat dalam membantu penyesuaian klien terhadap ostomi (misalnya
hubungan sosial, seksual)
5) Pengaruh intervensi keperawatan klien hepatitis yang mengalami isolasi sosial
6) Intervensi keperawatan apa yang paling baik untuk mengurangi gatal yang disertai
ikterus
7) Intervensi keperawatan apa yang paling baik untuk mencegah diare pada klien yang
memperoleh tube feeding
g. Sistem endokrin
1) Keefektifan biaya pada pemberian terapi antitiroid dan pengobatan tetap iodin (I131)
2) Kondisi yang paling tepat untuk penyimpanan insulin
3) Apakah penggunaan ulang spuit insulin mengontaminasi insulin dan apa efek
metabolismenya
h. Sistem sensori persepsi
1) Adakah perbedaan mekanisme koping pada klien penurunan penglihatan akut dan
kronis
2) Apakah klien dengan penurunan penglihatan mengalami peningkatan risiko isolasi
sosial selama hospitalisasi
3) Pengetahuan klien tentang kerja obat yang memengaruhi pendengaran
i. Sistem muskuloskeletal
Intervensi keperawatan apa yang paling sesuai pada klien dengan frustrasi dan depresi akibat
imobilisasi dan hospitalisasi yang berkepanjangan
j. Lanjut usia
1) Teknik pengkajian spesifik apakah yang mereflekssikan status hidrasi pada klien lanjut
usia
2) Apakah pendekatan video pada penyuluhan penghitungan asupan natrium efektif pada
populasi lanjut usia

Ilmu Keperawatan Gawat Darurat


a. Lingkup masalah penelitian kegawatan sistem pernapasan
1) Identifikasi tanda-tanda gawat napas
2) Peran perawat pada tindakan terhadap klien gawat napas
3) Pengembangan teknik fisioterapi dada
• Latihan napas
• Menepuk
• Melakukan vibrasi
• Posisi drainase
• Mengisap
• Nebulizing
b. Lingkup masalah penelitian kegawatan sistem kardiovaskular
1) Identifikasi indikator gawat jantung
2) Peran perawat pada tindakan terhadap klien gawat jantung
c. Lingkup masalah penelitian pada syok
d. Lingkup masalah penelitian kegawatan sistem persarafan
1) Peran perawat pada monitor peningkatan TIK
2) Peran perawat pada tindakan gangguan sistem persarafan
e. Lingkup masalah kegawatan pada sistem muskuloskeletal
Pengembangan model pananganan kegawatan gangguan sistem muskuloskeletal (fraktur;
melakukan teknik pembidaian; melakukan teknik pembalutan; serta mengenal;
menyiapkan dan melaksanakan prosedur pemasangan gips).
f. Lingkup masalah penelitian kegawatan akibat intoksikasi
Pengembangan model tindakan asuhan keperawatan kegawatan akibat intoksikasi:
• Insektisida,
• Napza,
• Makanan dan minuman,
• Obat-obatan,
• Kimia,
• Sengatan serangga, dan
• Gigitan ular.
g. Lingkup masalah penelitian kegawatan jiwa
1) Peran perawat pada perawatan kegawatan psikiatri, seperti:
• Mengamuk
• Percobaan bunuh diri
• Depresi
2) Menyiapkan, melakukan prosedur pengikatan

ILMU KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


Lingkup masalah penelitian ilmu keperawatan jiwa ditujukan pada seluruh komponen, meliputi
klien, keluarga, dan masyarakat serta pengembangan model asuhan keperawatan kesehatan jiwa
mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Barkway, 2009; Muir
Cochrane, Barkway, Nizette, 2010)
a. Lingkup masalah pada penerapan proses keperawatan
1) Pengembangan teknik komunikasi terapeutik
2) Pengembangan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga
3) Pengembangan terapi modalitas keperawatan
4) Peran perawat dalam memfasilitasi klien dan keluarga menggunakan fasilitas dan
sarana pelayanan kesehatan
5) Peran perawat pada kolaborasi dalam penatalaksanaan pengobatan dengan
memerhatikan prinsip (5B IW) serta mendeteksi dan menangani efek samping obat
b. Lingkup masalah penelitian pada analisis proses interaksi (API)
1) Penyusunan API
2) Efektivitas penerapan API
c. Lingkup masalah penelitian pada kedaruratan psikiatri
1) Gaduh Gelisah
• Masalah indikasi dan prinsip pengekangan fisik pada klien yang mengamuk
• Masalah pengekangan fisik yang benar
b. Penelantaran Diri
• Masalah tingkat kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi pada klien yang
mengalami masalah penelantaran diri
• Masalah pemenuhan kebutuhan dasar klien dengan penelantaran diri
c. Bunuh Diri
• Masalah pelaksanaan pengkajian tingkat risiko bunuh diri pada klien
• Masalah identifikasi kategori perilaku bunuh diri: ancaman bunuh diri, upaya
bunuh diri, dan bunuh diri
• Masalah intervensi keperawatan pada klien dengan masalah risiko bunuh
diri
d. Lingkup masalah penelitian pada terapi keluarga
• Masalah pendidikan kesehatan pada keluarga berdasarkan kasus kelolaan
(individu)
• Masalah pendidikan kesehatan pada keluarga (kelompok) mengenai peran
keluarga dalam perawatan klien:
- Selama dirawat di rumah sakit
- Selama klien cuti
- Setelah klien pulang dari rumah sakit
- Masalah Penyuluhan Kesehatan Masyarakan Rumah Sakit (PKMRS) secara
rutin disesuaikan dengan jadwal ruangan jiwa
e. Lingkup masalah penelitian terapi lingkungan/manipulasi lingkungan
• Masalah kunjungan rumah pada klien kelolaan
• Masalah penyuluhan pada keluarga/masyarakat sekitar
f. Lingkup masalah penelitian terapi modalitas
1) Psikofarmaka
• Masalah penerapan asuhan prinsip 5 B I W dalam pemberian obat
• Masalah farmakokinetik dan farmakodinamik obat yang diberikan
• Masalah identifikasi dan menangani efek samping obat
2) Terapi elektrokonvulsif (Electroconvulsi therapy—ECT)
• Persiapan alat
• Persiapan klien dan pengaturan posisi
• Observasi masalah pada pascaECT dan penanganannya
3) Terapi okupasi
• Memfasilitasi dan mengoordinasikan klien dalam pelaksanaan terapi
okupasi
• Kerja sama dengan terapis yang ada di ruangan
4) Terapi aktivitas kelompok (TAK): merencanakan TAK, melaksanakan TAK, dan
melaporkan hasil TAK

ILMU KEPERAWATAN KOMUNITAS, KELUARGA, DAN GERONTIK


Lingkup masalah penelitian keperawatan komunitas adalah pengkajian tentang kondisi kesehatan
dari suatu masyarakat, yang meliputi: pemeliharaan kesehatan di masyarakat, peran serta
masyarakat dalam kesehatan, peningkatan kesehatan lingkungan, pendekatan multisektoral, dan
pengembangan penggunaan teknologi tepat guna untuk masyarakat.

Komunitas
a. Pengkajian tentang pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan
kesehatannya melalui upaya pokok puskesmas yang ada di Indonesia.
b. Pengkajian tentang pelayanan kesehatan di dalam dan luar gedung puskesmas.
c. Identifikasi masalah kesehatan prioritas di wilayah kerja puskesmas.
d. Menyusun rencana strategi untuk menghentikan kendala terhadap pencapaian program
kesehatan di puskesmas.
e. Pendekatan peran serta masyarakat secara aktif.
f. Masalah penerapan proses keperawatan di komunitas (pengkajian, diagnosis,
perencanaan, dan evaluasi).
g. Identifikasi dan pemberdayaan sumber-sumber yang ada di masyarakat dalam konteks
asuhan keperawatan komunitas.
h. Penerapan model asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi) kepada kelompok khusus yang ditemui di wilayah kerja asuhan
keperawatan komunitas.

Keluarga
a. Komunikasi terapeutik setiap berhubungan dengan keluarga.
b. Identifikasi keluarga yang perlu mendapat asuhan keperawatan.
c. Identifikasi kemampuan, kelemahan, kesempatan, dan bahaya yang dimiliki oleh
keluarga binaannya.
d. Penerapan proses keperawatan (pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi).
e. Menyusun media dan strategi pendidikan kesehatan yang tepat bagi keluarga
binaannya sesuai dengan masalah kesehatan.
f. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga binaannya sesuai dengan masalah
kesehatan.
g. Mendayagunakan kemampuan keluarga sebagai upaya promotif dan preventif.
h. Melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan keperawatan keluarga yang telah
dilakukan.

Gerontik
a. Identifikasi masalah-masalah kesehatan lansia di keluarga, komunitas, dan institusi layanan
(depresi, ketergantungan, gangguan fisik, demensia, dll).
b. Pengembangan model asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosis, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi) kepada lansia sebagai individu yang tinggal dalam
keluarga; panti/institusi pelayanan kesehatan.
c. Pemanfaatan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk meningkatkan derajat
kesehatan lansia.

DAFTAR PUSTAKA
Alligood, MR, & Tomey, AM. 2006. Nursing Theorists and Their Work. 7th Ed. St. Louis,
Missouri: Mosby.
Barkway P. 2009. Psychology for Health Professionals. London: Churchill Livingstone
Elsevier.
Muir Cochrane E., Barkway P, Nizette D. 2010. Mosby’s Pocket Book of Mental Health.
Sydney: Mosby.
Nursalam. 2000. Pendekatan Paktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back,thCT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Wong, D.L. 1995. Nursing Care of Infant and Children. 8th ed. St. Louis: Mosby
Company.
Bagian 3
METODOLOGI
PENELITIAN

• Bab 6 Rancangan Penelitian


• Bab 7 Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar
Sampel
• Bab 8 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
• Bab 9 Penyusunan Instrumen dan
Pengumpulan Data
• Bab 10 Analisis Data Penelitian Kuantitatif
• Bab 11 Penulisan Hasil Penelitian
156 Bagian 3: Metodologi Penelitian
Bab 6
Rancangan Penelitian

PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas tentang rancangan penelitian yang sering digunakan pada penelitian
ilmu keperawatan. Pembahasan akan difokuskan pada rancangan deskriptif dan eksperimen.
Rancangan penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengkaji suatu fenomena berdasarkan
fakta empiris di lapangan. Sedangkan rancangan eksperimen lebih ditekankan pada pembuktian
dan pengembangan model penerapan ilmu keperawatan di lapangan melalui suatu intervensi
keperawatan dan observasi dari intervensi yang diberikan.
Rancangan atau rancangan penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,
memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat memengaruhi akurasi
suatu hasil. Istilah rancangan penelitian digunakan dalam dua hal; pertama, rancangan
penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum
perencanaan akhir pengumpulan data; dan kedua, rancangan penelitian digunakan untuk
mendefinisikan struktur penelitian yang akan dilaksanakan.
Rancangan juga dapat digunakan peneliti sebagai petunjuk dalam perencanaan dan
pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian.
Oleh karena itu, kemampuan dalam menyeleksi dan mengimplementasikan rancangan penelitian
sangat penting untuk meningkatkan kualitas penelitian dan hasilnya akan dapat dimanfaatkan.
Rancangan penelitian merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat
oleh peneliti berhubungan dengan bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan. Rancangan sangat
erat dengan kerangka konsep sebagai petunjuk perencanaan pelaksanaan suatu penelitian. Sebagai
“blueprint”, rancangan adalah suatu pola atau petunjuk secara umum yang dapat diaplikasikan
pada beberapa penelitian. Dengan adanya permasalahan penelitian yang jelas, kerangka konsep,
dan definisi variabel yang jelas, suatu rancangan dapat digunakan sebagai gambaran tentang
perencanaan penelitian secara rinci dalam hal pengumpulan dan analisis data.
158 Bagian 3: Metodologi Penelitian

Pada tahap ini, peneliti harus mempertimbangkan beberapa keputusan sehubungan dengan
metode yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan harus secara cermat
merencanakan pengumpulan data. Peneliti harus menyadari bahwa setiap metode yang digunakan
mempunyai dampak terhadap kualitas, kesatuan, dan interpretasi dari suatu hasil. Oleh karena
itu, peneliti harus dapat mengevaluasi keputusan untuk menentukan berapa banyak kebenaran
yang akan disajikan pada hasil penelitian.
Menurut Buns & Groves (1999) ada beberapa pertanyaan yang perlu dikaji pada
bagian penentuan rancangan penelitian, seperti berikut ini:
• Apakah tujuan utama penelitian untuk menjelaskan variabel dan kelompok berdasarkan
situasi penelitian, menguji suatu hubungan, atau menguji sebab akibat pada situasi
tertentu?
• Apakah akan menggunakan suatu perlakuan (treatment)?
• Jika ya, apakah perlakuan akan dikontrol oleh peneliti?
• Apakah akan dilakukan pra-tes pada sampel perlakuan?
• Apakah sampel akan diseleksi secara acak (random)?
• Apakah sampel akan diteliti sebagai satu kelompok atau dibagi menjadi beberapa
kelompok?
• Berapa besar kelompok yang akan diteliti?
• Berapa jumlah masing-masing kelompok?
• Apakah tiap kelompok akan dikontrol?
• Apakah tiap kelompok akan diberi tanda secara acak?
• Apakah pengukuran variabelnya akan diulang?
• Apakah menggunakan pengumpulan data cross-sectional atau cross-time?
• Apakah variabel sudah diidentifikasi?
• Apakah data yang sedang dikumpulkan memiliki banyak variabel?
• Strategi apakah yang digunakan untuk mengontrol variabel yang bervariasi?
• Strategi apakah yang digunakan untuk membandingkan suatu variabel atau
kelompok?
• Apakah suatu variabel akan dikumpulkan secara singkat atau bertingkat (multiple)?
Penyusunan rancangan penelitian memerlukan suatu pertimbangan yang matang dan rinci
sebagaimana tersebut di atas. Semakin hati-hati dalam berpikir secara rinci, rancangan
penelitian akan semakin kuat.

PEMILIHAN RANCANGAN PENELITIAN


Pemilihan dan penetapan rancangan penelitian dilakukan setelah perumusan hipotesis penelitian.
Hal ini penting karena rancangan penelitian pada dasarnya merupakan strategi untuk
mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau untuk menjawab
pertanyaan penelitian serta sebagai alat untuk mengontrol atau mengendalikan pelbagai variabel
yang berpengaruh dalam penelitian. Dengan demikian, rancangan penelitian pada hakikatnya
merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan
sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian.
Apakah ada intervensi/rekayasa dari peneliti?

Tidak Ya

Deskriptif, analitik, hubungan, Eksperimen


komparasi

Apakah semua memiliki:


Apakah tujuan utama mencari hubungan? (1) Kelompok Kontrol, (2) Randomisasi, (3) Pengendalian
Ketat pada Variabel

Tidak
Tidak Ya (hanya 2 saja Ya

Desain deskriptif studi kasus


Desain
dan deskriptif
survei studi kasus dan survei
Quesi- Experimental True- Experimental

Tidak Ya Random atau Kelompok Kontrol

Desain cross-sectional Komparatif Pra-experimental


(cohort & case kontrol) - One-shot case study
- One group pre-post test design
- Static group comparasion

Gambar 6.1 Diagram alur penetapan rancangan penelitian ilmu keperawatan

Unsur-unsur yang terpenting dalam menentukan rancangan penelitian mencakup:


(1) ada/tidaknya pengobatan, (2) jumlah sampel dalam populasi, (3) frekuensi dan waktu
pengukuran, (4) metode sampling, (5) instrumen untuk pengumpulan data, dan (6) kontrol yang
dipilih untuk mengendalikan variabel-variabel perancu.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini penting saat menyusun suatu rancangan penelitian:
(1) Apakah akan ada suatu intervensi keperawatan yang perlu dilakukan kepada
responsden?
(2) Perbandingan tipe apakah yang akan digunakan?
(3) Prosedur apakah yang akan digunakan untuk mengontrol variabel?
(4) Kapan dan berapa kali data akan dikumpulkan dari responsden?
(5) Dalam situasi yang bagaimanakah penelitian akan dilaksanakan, di klinik, di rumah atau
di tempat yang lainnya?
(6) Berapakah jumlah responsden untuk setiap kelompok?
(7) Apakah setiap kelompok akan diseleksi secara random?
(8) Apakah data dikumpulkan secara cross-sectional dan cross-time?
JENIS RANCANGAN PENELITIAN
Jenis rancangan penelitian keperawatan dibedakan menjadi empat (Nursalam, 2008), yaitu:
1. Deskriptif. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan, memberi suatu nama, situasi, atau
fenomena dalam menemukan ide baru.
2. Faktor yang berhubungan (relationship). Penelitian ini dilaksanakan untuk
mengembangkan hubungan antarvariabel dan menjelaskan hubungan yang ditemukan.
Penelitian ini disebut juga penelitian tahap kedua setelah suatu fenomena ditemukan.
Hubungan tersebut tidak selalu memiliki mekanisme yang menjelaskan (secara ko-
insiden/kebetulan timbul bersamaan). Rancangan yang sering digunakan adalah cross
sectional.
3. Faktor yang berhubungan (asosiasi). Penelitian ini disebut juga explanatory atau
correlational, bertujuan untuk menentukan faktor apakah yang terjadi sebelum atau
bersama-sama tanpa adanya suatu intervensi dari peneliti. Rancangan yang
dipergunakan bisa menggunakan cross-sectional atau jenis rancangan lainnya (kohort,
case control)
4. Pengaruh (causal). Penelitian ini ditujukan untuk menguji pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Karakteristik rancangan pengaruh (causal) adalah sebagai berikut:
• Intensitas variabel independen menentukan intensitas variabel dependen (VD)
misalnya dosis
• Dapat dijelaskan mekanisme perubahannya
• (Tetapi) bukan sebagai penyebab (causation)
• Jenis rancangan yang dipergunakan adalah eksperimental. Jenis rancangan
eksperimental adalah:
(1) True experimental (satu kelompok tidak dilakukan intervensi)
(2) Quasy experimental (satu kelompok dilakukan intervensi sesuai dengan
metode yang dikehendaki, kelompok lainnya dilakukan seperti biasanya)
(3) Pre-experimental: post only atau pre-post. Satu kelompok dilakukan intervensi
X dan kelompok lainnya dilakukan intervensi Y
Secara umum, penelitian dapat diklasifikasikan menjadi (1) non-eksperimental dan (2)
eksperimental. Penjelasan berikut ini akan menguraikan mengenai dua kategori rancangan yang
sering digunakan dalam penelitian keperawatan.

Rancangan Penelitian Non–Eksperimen


a. Rancangan penelitian deskriptif
Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting
yang terjadi pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih
menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena disajikan
secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba menganalisis bagaimana dan
mengapa fenomena tersebut bisa terjadi, oleh karena itu penelitian jenis ini tidak
memerlukan adanya suatu hipotesis. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan atau
dilanjutkan dengan melakukan penelitian analitik.
Hubungan antarvariabel diidentifikasi untuk menggambarkan secara keseluruhan suatu
peristiwa yang sedang diteliti, tetapi pengujian mengenai tipe dan tingkat hubungan bukan
merupakan tujuan utama dari suatu penelitian deskriptif. Cara menghindari bias dalam suatu
penulisan dilakukan dengan: (1) menghubungkan antara konsep dan operasional definisi
variabel, (2) seleksi sampel dan besarnya sampel, (3) instrumen yang valid dan reliabel, dan
(4) prosedur pengambilan data dengan adanya suatu kontrol lingkungan.
Rancangan ini digunakan untuk menguji suatu karakteristik dari sampel (Polit & Back
(2012):

Klarifikasi Pengukuran Deskripsi


Interpretasi variabel 1 deskripsi
variabel 1
Interpretasi variabel 2 deskripsi
variabel 2
Makna/Arti Peristiwa variabel 3 deskripsi
variabel 3
Menyusun hipotesis variabel 4 deskripsi
variabel 4

Rancangan penelitian meliputi identifikasi suatu peristiwa, identifikasi variabel, serta


mengembangkan teori dan operasional definisi dari variabel. Deskripsi variabel mampu
menginterpretasi makna suatu teori yang ditemukan dan populasi yang dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya. Jenis rancangan penelitian deskriptif adalah:
1) Rancangan penelitian studi kasus
Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok, komunitas, atau
institusi. Meskipun jumlah subjek cenderung sedikit namun jumlah variabel yang
diteliti sangat luas. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui semua variabel yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
Rancangan dari suatu studi kasus bergantung pada keadaan kasus namun tetap
mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola perilaku sebelumnya
biasanya dikaji secara rinci. Keuntungan yang paling besar dari rancangan ini adalah
pengkajian secara rinci meskipun jumlah responsdennya sedikit, sehingga akan
didapatkan gambaran satu unit subjek secara jelas. Misalnya, studi kasus tentang asuhan
keperawatan klien dengan infark miokard akut pada hari pertama serangan di RS. Peneliti
akan mengkaji variabel yang sangat luas dari kasus di atas mulai dari menemukan
masalah bio-psiko-sosio-spiritual.
2) Rancangan penelitian survei
Survei adalah suatu rancangan yang digunakan untuk menyediakan informasi yang
berhubungan dengan prevalensi, distribusi, dan hubungan antarvariabel dalam suatu
populasi. Pada survei, tidak ada intervensi. Survei mengumpulkan informasi dari tindakan
seseorang, pengetahuan, kemauan, pendapat, perilaku, dan nilai. Terdapat tiga metode
yang sering digunakan dalam mengumpulkan data survei: (1) wawancara melalui telepon,
(2) wawancara langsung—tatap muka, dan (3) tanya jawab dengan penyebaran
kuesioner melalui surat. Keuntungan survei adalah dapat menjaring responsden secara luas
dan dapat memperoleh berbagai informasi serta hasil informasi dapat dipergunakan untuk
tujuan lain. Akan tetapi informasi yang didapat dari survei seringkali cenderung bersifat
superfisial. Oleh karena itu, pada penelitian survei akan lebih baik jika dilaksanakan
analisis secara bertahap.

b. Rancangan penelitian korelasional (hubungan/asosiasi)


Penelitian korelasional mengkaji hubungan antara variabel. Peneliti dapat mencari,
menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan, dan menguji berdasarkan teori yang ada. Sampel
perlu mewakili seluruh rentang nilai yang ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan
hubungan korelatif antarvariabel. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa
variasi suatu variabel diikuti oleh variasi variabel yang lain. Dengan demikian, pada rancangan
penelitian korelasional peneliti melibatkan minimal dua variabel. Contoh penelitian deskriptif
korelasional dalam keperawatan meneliti tentang hubungan antara dukungan sosial dan
kecemasan klien kanker serviks yang menjalani radioterapi. “Tujuan penelitian ini adalah untuk
menyelidiki hubungan antara dukungan sosial dan kecemasan klien kanker serviks yang
menjalani radioterapi”.

Skema Penelitian Deskriptif Korelasional

Pengukuran

Variabel Deskripsi
1 variabel

Uji Interpretasi
Hubungan makna/arti

Variabel Deskripsi
2 variabel

Penelitian korelasional biasanya dilakukan bila variabel-variabel yang diteliti dapat diukur
secara serentak dari suatu kelompok subjek. Hubungan antarvariabel ditunjukkan dengan
koefisien korelasi yang bergerak dari –1 sampai dengan +1. Korelasi –1 berarti korelasi negatif
sempurna, sedangkan korelasi +1 berarti positif sempurna. Variabel dikatakan berkorelasi
positif apabila variasi suatu variabel diikuti sejajar oleh variabel yang lain. Pada contoh
kasus di atas, makin tua usia pemberi perawatan, maka makin tinggi risiko merasa jenuh. Bila
variasi suatu variabel diikuti terbalik oleh variasi variabel lainnya, maka kedua variabel tersebut
berkorelasi negatif.
Cross Sectional (Hubungan dan Asosiasi)
Penelitian cross-sectional adalah jenis penelitian yang menekankan waktu pengukuran/ observasi
data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini, variabel
independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada tindak lanjut.
Tentunya tidak semua subjek penelitian harus diobservasi pada hari atau pada waktu yang sama,
akan tetapi baik variabel independen maupun variabel dependen dinilai hanya satu kali saja.
Dengan studi ini, akan diperoleh prevalensi atau efek suatu fenomena (variabel dependen)
dihubungkan dengan penyebab (variabel dependen). Misalnya, peneliti ingin mempelajari
hubungan antara sikap perawat dan tingkat kecemasan klien infark miokard akut yang dirawat di
ruang UGD. Peneliti pada saat itu menilai atau menanyakan sikap perawat (sebagai variabel
independen) kemudian menilai tentang kecemasan klien pada saat itu juga, misalnya dengan
menggunakan instrumen kecemasan dari Hamilto Anxiety Rating Scale (HARS)
(Nursalam, 2008).

c. Rancangan penelitian komparatif


Istilah rancangan penelitian non-eksperimen: komparatif dalam ilmu keperawatan sering
digunakan pada penelitian klinis maupun komunitas. Jenis rancangan ini mempunyai makna
yang hampir sama dengan yang dilakukan dalam epidemiologi, yang dikenal dengan istilah
kohort dan kasus kontrol. Rancangan ini difokuskan untuk mengkaji perbandingan terhadap
pengaruh (efek) pada kelompok subjek tanpa adanya suatu perlakuan dari peneliti.

1) Kohort
Menurut Sastroasmoro & Ismail (1995) istilah kohort berasal dari Romawi kuno yang
berarti sekelompok tentara yang maju berbaris ke medan perang. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian epidemiologik noneksperimental yang mengkaji antara variabel
independen (faktor risiko) dan variabel dependen (efek/kejadian penyakit). Pendekatan
yang digunakan pada rancangan penelitian kohort adalah pendekatan waktu secara
longitudinal atau time period approach. Sehingga jenis penelitian ini disebut juga
penelitian prospektif. Menurut Sastroasmoro & Ismail (1995) peneliti mengobservasi
variabel independen terlebih dahulu (faktor risiko), kemudian subjek diikuti sampai waktu
tertentu untuk melihat terjadinya pengaruh pada variabel dependen (efek atau penyakit
yang diteliti).
Pada Gambar 7.2, pembagian antara variabel risiko dan nonrisiko terbagi secara
alamiah tanpa adanya suatu intervensi dari peneliti. Kemudian peneliti mengikuti secara
prospektif terhadap efek yang ditimbulkan. Misalnya, peneliti ingin menilai bayi yang
secara alamiah diberi susu buatan dan ASI. Peneliti mengikuti sampai batas waktu tertentu
(misalnya 1 tahun), kemudian mengobservasi kejadian asma bronkial pada kedua
kelompok tersebut. Ternyata ditemukan bahwa angka kejadian asma bronkial pada
kelompok subjek yang diberi susu buatan lebih tinggi dibandingkan pada bayi berusia
kurang dari 1 tahun yang mendapatkan ASI.
Peneliti mengobservasi PROSPEKTIF
pada waktu ini

Menilai Efek

Faktor Risiko Efek +/-

Tanpa risiko & efek


ASMA

Faktor Nonrisiko
Efek +/–

Gambar 6.2 Rancangan penelitian Kohort (prospektif) (Sastroasmoro & Ismail, 1995)

2) Kasus Kontrol (Case Control)


Jenis penelitian ini merupakan kebalikan dari penelitian kohort, yaitu peneliti
melakukan pengukuran pada variabel dependen terlebih dahulu (efek, misalnya asma
bronkial), sedangkan variabel independen ditelusuri secara retrospektif untuk menetukan
ada tidaknya faktor (variabel independen) yang berperan, misalnya minum susu
buatan.

Peneliti mengobservasi
Menilai Faktor Risiko RETROSPEKTIF pada waktu ini

Faktor Risiko
Kasus: Asma

ASMA

Faktor Risiko
Kontrol: Tidak Asma

Gambar 6.3 Skema rancangan penelitian kasus kontrol

Sebagai kontrol pada jenis penelitian kasus kontrol, dipilih kelompok subjek yang berasal
dari populasi yang karakteristiknya sama dengan kasus dan hanya berbeda dalam hal
terdapatnya penyakit atau kelainan (asma bronkial).
Rancangan Penelitian Eksperimental
Penelitian eksperimental adalah suatu rancangan penelitian yang digunakan untuk mencari
hubungan sebab-akibat dengan adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi
terhadap variabel bebas. Eksperimen merupakan rancangan penelitian yang memberikan
pengujian hipotesis yang paling tertata dan cermat, sedangkan pada penelitian kohort atau kasus
kontrol hanya sampai pada tingkat dugaan kuat dengan landasan teori atau telaah logis yang
dilakukan peneliti. Akan tetapi studi ini pada umumnya mahal dan pelaksanaanya rumit,
sehingga penggunaannya terbatas.
Dilihat dari kemampuannya dalam mengontrol variabel-variabel penelitian, rancangan
penelitian eksperimental dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) pra-eksperimental; (2)
eksperimental semu; dan (3) eksperimental sungguhan.

Rancangan penelitian pra-eksperimental


Menurut Babbie (1999) rancangan penelitian pra-eksperimental dibedakan menjadi tiga,
yaitu (a) one-shot case study; (b) one-group pre-post test design; dan (c) static-group
comparison design.

1) One–shot case study


Penelitian ini dilakukan dengan melakukan intervensi/tindakan pada satu kelompok
kemudian diobservasi pada variabel dependen setelah dilakukan intervensi. Misalnya,
peneliti melakukan observasi pada percepatan penyembuhan luka pascaoperasi (dependen)
setelah dilakukan mobilisasi (independen)

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes


– I O
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan
- : tidak diobservasi sebelum tindakan
I : intervensi
O : observasi setelah intervensi

b. Rancangan pra-pascates dalam satu kelompok (One-group pra-post test design) Ciri
tipe penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara
melibatkan satu kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi. Misalnya, peneliti mengobservasi
proses involusi ibu pascasalin sebelum melakukan senam nifas, kemudian keadaan
involusi uterinya diobservasi setelah senam.

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes


K O I OI
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan
K : subjek (pascasalin)
O : observasi involusi uteri sebelum senam
I : intervensi (senam nifas)
O1 : observasi involusi uteri sesudah senam
Suatu kelompok sebelum dikenai perlakukan tertentu (I) diberi pra-tes, kemudian
setelah perlakuan, dilakukan pengukuran lagi untuk mengetahui akibat dari perlakukan.
Pengujian sebab akibat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pra-tes dengan pasca-
tes. Namun tetap tanpa melakukan pembandingan dengan pengaruh perlakuan yang
dikenakan pada kelompok lain. Penelitian ini dipandang masih sangat lemah karena
tidak melibatkan kelompok kontrol dan temuan penelitian sangat ditentukan oleh
karakteristik subjek. Apabila ditemukan atau tidak ditemukan perbedaan antara pra-tes dan
pasca-tes, maka tidak dapat dipastikan apakah perbedaan itu memang disebabkan oleh
perlakuan yang diberikan ataukah tidak.
c. Static-group comparison design
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada
kelompok subjek yang mendapat perlakuan, kemudian dibandingkan dengan kelompok
subjek yang tidak mendapatkan perlakuan.

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes


K-A O I O1-A
K-B - - O1-B
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan
K-A : subjek (pascasalin) perlakuan
K-B : subjek (pascasalin) kontrol
- : tidak diobservasi dan tidak dilakukan intervensi
O : observasi involusi uteri sebelum senam (kelompok perlakuan)
I : intervensi (senam nifas)
O1(A+B) : observasi involusi uteri sesudah senam (kelompok perlakuan dan kontrol)

Rancangan penelitian eksperimen semu (quasy-experiment)


Rancangan ini berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
kelompok kontrol di samping kelompok eksperimental. Tapi pemilihan kedua kelompok ini
tidak menggunakan teknik acak. Rancangan ini biasanya menggunakan kelompok subjek
yang telah terbentuk secara wajar (teknik rumpun), sehingga sejak awal bisa saja kedua
kelompok subjek telah memiliki karakteristik yang berbeda. Apabila pada pasca-tes ternyata
kedua kelompok itu berbeda, mungkin perbedaannya bukan disebabkan oleh perlakukan tetapi
karena sejak awal kelompok awal sudah berbeda.
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
K-A O I O1-A
K-B O - O1-B
Time 1 Time 2 Time 3
Keterangan
K.A : subjek (pascasalin) perlakuan
K-B : subjek (pascasalin) kontrol
- : aktivitas lainnya (selain senam nifas yang telah diprogramkan)
O : observasi involusi uteri sebelum senam (kelompok perlakuan)
I : intervensi (senam nifas)
O1(A+B) : observasi involusi uteri sesudah senam (kelompok perlakuan dan kontrol)
Dalam rancangan ini, kelompok eksperimental diberi perlakuan sedangkan kelompok
kontrol tidak. Pada kedua kelompok perlakuan diawali dengan pra-tes, dan setelah
pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali (pasca-tes)

Rancangan eksperimental sungguhan (true-experiment)


Ciri penelitian ini adalah mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan
kelompok kontrol di samping kelompok eksperimental yang dipilih dengan menggunakan teknik
acak. Pada kelompok perlakuan dilakukan suatu intervensi tertentu kemudian kelompok
kontrol tidak dilakukan tindakan. Penelitian ini biasanya dilakukan pada binatang
percobaan. Misalnya, peneliti ingin meneliti pengaruh pemberian obat A terhadap
penyembuhan penyakit pada kelompok perlakuan yang telah diberi bakteri penyakit tertentu.
Kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberi bakteri penyakit tertentu, tetapi
tidak diberikan obat jenis A (hanya plasebo). Pada penelitian ilmu keperawatan jenis penelitian
ini jarang dipergunakan.
Ada beberapa jenis rancangan penelitian eksperimental yang dapat digolongkan ke dalam
kelompok ini:
• Pasca-tes dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang diacak
• Pra-tes dan pasca-tes dengan kelompok eksperimen dan kontrol yang diacak
• Gabungan keduanya (Rancangan Solomon)

1) Pasca-tes dengan pemilihan


Pada rancangan ini, kelompok eksperimental diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol
tidak. Pada kedua kelompok tidak diawali dengan pra-tes. Pengukuran hanya dilakukan
setelah pemberian perlakuan selesai.
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
R - I O
R - - O
R : random (acak)
I : intervensi (senam nifas)
O : observasi involusi uteri sebelum senam

2) Pra-tes dan pasca-tes dengan pemilihan


Dalam rancangan ini, kelompok eksperimental diberi perlakuan sedangkan kelompok
kontrol tidak. Pada kedua kelompok diawali dengan pra-tes, dan setelah pemberian
perlakuan selesai diadakan pengukuran kembali (pasca-tes). Rancangan penelitian ini
mengikuti urutan prosedural yang sama dengan rancangan eksperimental semu sejenis.
Perbedaan terletak pada pemilihan subjek dengan menggunakan teknik acak.
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
R 0 I O
R 0 – O
R : random (acak)
X : variabel bebas atau perlakuan
0 : observasi (pengukuran)

c. Rancangan Solomon
Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes
R - I O
R - - O
R 0 I O
R 0 - O
R : random (acak)
X : variabel bebas atau perlakuan
0 : observasi (pengukuran)
I : intervensi (senam nifas)

Rancangan ini pada dasarnya menggabungkan dua rancangan eksperimental sebelumnya


sehingga terbentuk rancangan yang melibatkan empat kelompok. Dua kelompok sebagai
kelompok eksperimen dan dua lainnya sebagai kelompok kontrol. Pada kedua kelompok
eksperimen diberi perlakuan sedangkan pada kedua kelompok kontrol tidak. Pada satu pasangan
kelompok eksperimen dan kontrol diawali dengan pra-tes, sedangkan pada pasangan yang lain
tidak. Setelah pemberian perlakuan selesai diadakan pengukuran atau pasca-tes pada keempat
kelompok.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang kuat dan cermat terhadap hasil
penelitian dibandingkan penelitian lainnya, dan memungkinkan adanya suatu perbandingan
yang kompleks antara kelompok dan pengkajian efek dari pra-tes pada nilai pasca-tes.
Rancangan ini juga mampu menetralkan kelemahan-kelemahan rancangan sebelumnya.
Misalnya, untuk rancangan eksperimental sungguhan yang kedua, dengan memasukkan langkah
pemberian pra-tes dapat membuat subjek menjadi peka dalam memberikan jawaban dalam
pasca-tes.

DAFTAR PUSTAKA
Burns & Grove. 1999. The Practice of Nursing Research. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back,thCT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Sastroasmoro S. & Ismail S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Bab 7 • Populasi, Sampel, Sampling, dan Besar Sampel 169

Bab 7
Populasi, Sampel, Sampling,
dan Besar Sampel

Pada bab ini akan diuraikan tentang penentuan populasi, sampel, dan sampling (cara
pengambilan sampel), serta penentuan jumlah sampel. Setiap penelitian harus memiliki subjek,
bisa berupa manusia, hewan, barang-barang, dan atau tumbuhan. Pada penelitian keperawatan,
subjek penelitian hampir selalu menggunakan subjek manusia.

POPULASI
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan. Contoh: Semua klien yang telah menjalani operasi jantung di rumah
sakit.

Pembagian Populasi
Pembagian populasi menurut Sastroasmoro & Ismail (1995) meliputi: populasi target dan
populasi terjangkau.
a. Populasi target
Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling dan menjadi sasaran akhir
penelitian. Populasi menurut Polit dan Hungler (1999) target bersifat umum dan biasanya
pada penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik demografis (meliputi jenis kelamin atau
usia). Misalnya, kita mempunyai kelompok populasi target pada klien diabetes melitus di
Surabaya.
b. Populasi terjangkau (Accessible Population)
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan biasanya dapat
dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Misalnya, semua klien diabetes melitus yang
menjadi anggota Askes di Surabaya. Peneliti biasanya menjadikan sampel pada populasi
target tersebut dan diharapkan dapat dipergunakan untuk mewakili kelompok populasi
klien diabetes melitus yang ada di Surabaya.
170 Bagian 3: Metodologi Penelitian

Subjek Penelitian Karakteristik

Contoh

Dibatasi oleh
Stres hospitalisasi
karakteristik klinis dan
pada anak (jumlah
Populasi target demografis
tidak terbatas)

Dibatasi oleh tempat Anak stres hospitalisasi


Populasi terjangkau dan di RSUD Dr. Soetomo
Sampling: waktu (58/bulan)
Probabiliti/acak
1. simple
2. cluster
3. sistematik Dipilih secara acak 30 anak stres
4. stratified Sampel hospitalisasi

Gambar 7.1 Hubungan antara populasi, sampel, sampling, dan besar sampel
(Sastroasmoro & Ismail: 1995, dimodifikasi oleh Nursalam 2008)

Kriteria Populasi
Dalam mendefinisikan populasi, peneliti harus berfokus pada kriteria yang telah ditetapkan. Dasar
pertimbangan penentuan kriteria populasi, meliputi:
a. Biaya. Jika kita ingin meneliti pada populasi suku Madura, maka peneliti harus belajar
budaya dan bahasa Dayak agar dapat terjadi interaksi dengan baik. Keadaan tersebut
memerlukan waktu yang lama sehingga juga memerlukan biaya tambahan.
b. Praktik. Kesulitan dalam melibatkan populasi sebagai subjek karena berasal dari
daerah yang sulit dijangkau (misalnya, masyarakat Dayak yang tinggal terpencil di
pegunungan).
c. Kemampuan orang untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kondisi kesehatan
seseorang yang menjadi subjek harus dijadikan bahan pertimbangan dalam penentuan
populasi. Misalnya orang dengan gangguan mental, tidak sadar, dan kondisi mental yang
tidak stabil perlu dikeluarkan sebagai kriteria populasi.
d. Pertimbangan rancangan penelitian. Pada penelitian dengan menggunakan
rancangan eksperimen, maka diperlukan populasi yang mempunyai kriteria
homogenitas dalam upaya untuk mengendalikan variabel random, perancu, dan variabel
lainnya yang akan mengganggu dalam penelitian.
Penggunaan kriteria tersebut dapat digunakan untuk mendefinisikan suatu populasi dalam
penelitian dan mempunyai dampak dalam menginterpretasi dan melakukan generalisasi
hasil.
SAMPEL DAN SAMPLING
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari
populasi yang dapat mewakili populasi yang ada.

Sampel
a. Syarat-syarat sampel
Pada dasarnya ada dua syarat yang harus dipenuhi saat menetapkan sampel, yaitu
representatif (mewakili) dan (2) sampel harus cukup banyak.
1) Representatif
Sampel yang representatif adalah sampel yang dapat mewakili populasi yang ada. Untuk
memperoleh hasil/kesimpulan penelitian yang menggambarkan keadaan populasi
penelitian, maka sampel yang diambil harus mewakili populasi yang ada. Untuk itu dalam
“sampling” harus direncanakan dan jangan asal saat mengambil sampel. Misalnya,
kita ingin meneliti hubungan antara pengetahuan klien dan ketaatan diet pada klien
diabetes. Dasar pendidikan klien ada yang tidak sekolah, tidak lulus SD, Lulus SD, SMP,
SMU, akademi, perguruan tinggi, dan lain-lain. Semua tingkat pendidikan tersebut harus
terdapat dalam sampel. Istilahnya terwakili dalam sampel penelitian kalau semua tingkat
pendidikan klien yang ada dalam populasi telah terwakili.
2) Sampel harus cukup banyak
Semakin banyak sampel, maka hasil penelitian mungkin akan lebih representatif.
Meskipun keseluruhan lapisan populasi telah terwakili, kalau jumlahnya kurang
memenuhi, maka kesimpulan hasil penelitian kurang atau bahkan tidak bisa
memberikan gambaran tentang populasi yang sesungguhnya. Sebenarnya tidak ada
pedoman umum yang digunakan untuk menentukan besarnya sampel untuk suatu
penelitian. Besar kecilnya jumlah sampel sangat dipengaruhi oleh rancangan dan
ketersediaan subjek dari penelitian itu sendiri. Polit dan Hungler (1999) menyatakan bahwa
semakin besar sampel yang dipergunakan semakin baik dan representatif hasil yang
diperoleh. Dengan kata lain semakin besar sampel, semakin mengurangi angka kesalahan.
Prinsip umum yang berlaku adalah sebaiknya dalam penelitian digunakan jumlah sampel
sebanyak mungkin. Namun demikian, penggunaan sampel sebesar 10%–20% untuk
subjek dengan jumlah lebih dari 1000 dipandang sudah cukup. Makin kecil jumlah
populasi, persentasi sampel harus semakin besar. Terdapat beberapa rumus yang dapat
dipergunakan untuk menentukan besar sampel.
PENENTUAN BESAR SAMPEL

N.z2 p.q.
n = d2 (N-1) + z2 . p.q

48 (1,96)2 .05 . 0.5


= (0,05) (48 – 1) + (1,96)2 . 0,5 . 0,5

= 42,7
= 43 responsden

• Populasi infinit (populasi tidak diketahui)

Za2 .p.q
n=
d2
Keterangan:
n = perkiraan besar sampel
N = perkiraan besar populasi
z = nilai standar normal untuk  = 0,05 (1,96)
p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%
q = 1 – p (100% – p)
d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

atau

N
n=
1 + N (d)2

Keterangan (untuk prediksi):


n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat signifikansi (p)

Penentuan dengan rumus tersebut di atas tidak mutlak, khususnya jika tujuan penelitian
tidak untuk generalisasi.

b. Kriteria sampel: inklusi dan eksklusi


Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi bias hasil penelitian,
khususnya jika terhadap variabel-variabel kontrol ternyata mempunyai pengaruh terhadap
variabel yang kita teliti. Kriteria sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: inklusi dan
eksklusi (Nursalam, 2008)
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu popolusi target yang
terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman saat menentukan
kriteria inklusi. Misalnya, kita akan meneliti tentang pengaruh mobilisasi pada klien
pascaoperasi terhadap percepatan peristaltik usus, maka yang menjadi bahan pertimbangan
dalam kriteria inklusi adalah jenis anestesi yang digunakan dan umur klien, karena kedua
faktor tersebut sangat memengaruhi hasil dari intervensi yang dilakukan.
2) Kriteria ekslusi
Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi dari studi karena pelbagai sebab, antara lain:
• Terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi
hasil. Misalnya, dalam studi komparatif (kasus kontrol) yang mencari hubungan suatu
faktor risiko dengan kejadian penyembuhan luka pascaoperasi laparastomi, maka
subjek dengan kelainan imunologis tidak boleh diikutsertakan dalam kelompok
kasus.
• Terdapat keadaan yang mengganggu kemampuan pelaksanaan, seperti subjek
yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap sehingga sulit ditindaklanjuti.
• Hambatan etis
• Subjek menolak berpartisipasi
Penetapan kriteria sampel (inklusi dan eksklusi) diperlukan dalam upaya untuk
mengendalikan variabel penelitian yang tidak diteliti, tetapi ternyata berpengaruh terhadap
variabel dependen.

Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik
sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Sastroasmoro & Ismail,
1995 & Nursalam, 2008). Cara pengambilan sampel dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
probability sampling dan nonprobability sampling.

a. Probability sampling
Prinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap subjek dalam populasi mempunyai
kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. Setiap bagian populasi
mungkin berbeda satu dengan lainnya tetapi menyediakan populasi parameter, mempunyai
kesempatan menjadi sampel yang representatif. Dengan menggunakan sampling random, peneliti
tidak bisa memutuskan bahwa X lebih baik dari pada Y untuk penelitian. Demikian juga, peneliti
tidak bisa mengikutsertakan orang yang telah dipilih sebagai subjek karena mereka tidak setuju
atau tidak senang dengan subjek atau sulit untuk dilibatkan.
1) Simple random sampling
Pemilihan sampel dengan cara ini merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana.
Untuk mencapai sampling ini, setiap elemen diseleksi secara acak. Jika sampling frame
kecil, nama bisa ditulis pada secarik kertas, diletakkan di kotak, diaduk, dan diambil
secara acak setelah semuanya terkumpul. Misalnya, kita ingin mengambil sampel 30 orang
dari 100 populasi yang tersedia, maka secara acak kita mengambil 30 sampel melalui
lemparan dadu atau pengambilan nomor yang telah ditulis.
2) Stratified random sampling
Stratified artinya strata atau kedudukan subjek (seseorang) di masyarakat. Jenis
sampling ini digunakan peneliti untuk mengetahui beberapa variabel pada populasi yang
merupakan hal yang penting untuk mencapai sampel yang representatif. Misalnya, jika
kita merencanakan ada 100 sampel, peneliti mengelompokkan 25
subjek dengan tingkat pendidikan: tidak sekolah dan SD tidak tamat; dasar (SD dan SMP);
SLTA; dan perguruan tinggi. Pada jenis sampling ini harus diyakinkan bahwa semua
variabel yang diidentifikasi akan mewakili populasi.
3) Cluster sampling
Cluster berarti pengelompokan sampel berdasarkan wilayah atau lokasi populasi. Jenis
sampling ini dapat dipergunakan dalam dua situasi. Pertama jika simple random
sampling tidak memungkinkan karena alasan jarak dan biaya; kedua peneliti tidak
mengetahui alamat dari populasi secara pasti dan tidak memungkinkan menyusun
sampling frame. Misalnya, peneliti ingin meneliti anak yang mengalami stres
hospitalisasi. Maka peneliti mengambil sampel pada klien anak berdasarkan tempat klien
dirawat (di rumah sakit A, B, C) yang mempunyai karakteristik yang berbeda.
4) Systematic sampling
Pengambilan sampel secara sistematik dapat dilaksanakan jika tersedia daftar subjek yang
dibutuhkan. Jika jumlah populasi adalah N= 1200 dan sampel yang dipilih= 50, maka
setiap kelipatan 24 orang akan menjadi sampel (1200:50 = 24). Maka sampel yang
dipilih didasarkan pada nomor kelipatan 24, yaitu sampel no. 24, 48, dan seterusnya.

b. Nonprobability sampling
1) Purposive sampling
Purposive sampling disebut juga judgement sampling. Adalah suatu teknik penetapan
sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya. Misal, kita ingin meneliti
peran keluarga dalam perawatan klien skizofrenia di rumah, maka peneliti memilih subjek
pada keluarga klien yang mempunyai anak dengan skizofrenia.
2) Consecutive sampling
Pemilihan sampel dengan consecutive (berurutan) adalah pemilihan sampel dengan
menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian
sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah klien yang diperlukan terpenuhi
(Sastroasmoro & Ismail, 1995: 49). Jenis sampling ini merupakan jenis non-probability
sampling yang terbaik dan cara yang agak mudah. Untuk dapat menyerupai probability
sampling, dapat diupayakan dengan menambahkan jangka waktu pemilihan klien.
Misalnya, terjadinya wabah demam berdarah selama kurun waktu tertentu di mana waktu
tersebut menunjukkan terjadinya puncak insiden demam berdarah. Jenis sampling ini
sering dipergunakan pada penelitian epidemiologi di komunitas.
3) Convinience sampling
Pemilihan sampel convinience adalah cara penetapan sampel dengan mencari subjek atas
dasar hal-hal yang menyenangkan atau mengenakkan peneliti. Sampling ini dipilih
apabila kurangnya pendekatan dan tidak memungkinkan untuk mengontrol bias. Subjek
dijadikan sampel karena kebetulan dijumpai di tempat dan waktu
secara bersamaan pada pengumpulan data. Dengan cara ini, sampel diambil tanpa
sistematika tertentu, sehingga tidak dapat dianggap mewakili populasi sumber, apalagi
populasi target. Misalnya, pada waktu peneliti praktik di ruangan kebetulan menjumpai
klien yang diperlukan (sesuai masalah penelitian), maka peneliti langsung menetapkan
subjek tersebut untuk diambil datanya. Kemudian peneliti cuti dan tidak melanjutkan.
Setelah beberapa lama, peneliti melanjutkan lagi pemilihan subjek, demikian
seterusnya.

4) Quota sampling (Judgement sampling)


Teknik penentuan sampel dalam kuota menetapkan setiap strata populasi berdasarkan tanda-
tanda yang mempunyai pengaruh terbesar variabel yang akan diselidiki. Kuota artinya
penetapan subjek berdasarkan kapasitas/daya tampung yang diperlukan dalam penelitian.
Misal, dalam suatu penelitian didapatkan adanya 50 populasi yang tersedia, peneliti
menetapkan kuota 40 subjek untuk dijadikan sampel, maka jumlah tersebut dinamakan
kuota.

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit. DE & Hungler, BP. 1999. Nursing Research. Principles and Methods. 6th Ed.
Philadelphia: JB Lippincott.
Polit DF & Back,thCT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Sastroasmoro S. & Ismail S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Bab 8 • Variabel dan Definisi Operasional 177

Bab 8
Variabel Penelitian dan
Definisi Operasional

VARIABEL
Definisi
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda,
manusia, dan lain-lain) (Soeparto, Putra, & Haryanto, 2000). Ciri yang dimiliki oleh anggota
suatu kelompok (orang, benda, situasi) berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut
(Rafii, 1985). Dalam riset, variabel dikarakteristikkan sebagai derajat, jumlah, dan perbedaan.
Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu
fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi suatu penelitian. Konsep yang dituju dalam suatu
penelitian bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur, misalnya denyut jantung,
hemoglobin, dan pernapasan tiap menit. Sesuatu yang konkret tersebut bisa diartikan sebagai
suatu variabel dalam penelitian.

Jenis Variabel
Jenis variabel diklasifikasikan menjadi bermacam-macam tipe untuk menjelaskan
penggunaannya dalam penelitian. Beberapa variabel dimanipulasi, yang lainnya sebagai kontrol.
Beberapa variabel diidentifikasi tetapi tidak diukur dan yang lainnya diukur dengan
pengukuran sebagian. Macam-macam tipe variabel meliputi: (1) independen; (2) dependen; (3)
moderator (intervening); (4) perancu (confounding); (5) kendali/kontrol;
dan (6) (Nursalam, 2008).
(1) Variabel independen (bebas)
Variabel yang memengaruhi atau nilainya menentukan variabel lain. Suatu kegiatan
stimulus yang dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel
dependen. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui
hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain. Dalam ilmu keperawatan, variabel
bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien untuk memengaruhi tingkah laku klien.
178 Bagian 3: Metodologi Penelitian

(2) Variabel dependen (terikat)


Variabel yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons akan
muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain. Dalam ilmu perilaku,
variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai
stimulus. Dengan kata lain, variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas.
(3) Variabel moderator (intervening)
Variabel yang dapat berperan sebagai variabel bebas dan terikat. Variabel moderator
(seringkali disebut sebagai variabel bebas kedua) adalah variabel yang diangkat untuk
menentukan apakah ia memengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat.
Dengan kata lain, variabel moderator adalah faktor yang diukur, dimanipulasi atau dipilih
peneliti untuk mengungkapkan apakah faktor tersebut mengubah hubungan antara
variabel bebas dan terikat. Jika peneliti ingin mempelajari pengaruh variabel bebas X
terhadap variabel terikat Y tetapi ragu-ragu apakah hubungan antara X dan Y tersebut
berubah karena variabel Z, maka Z dapat dianalisis sebagai variabel moderator (bebas
atau terikat).
Contoh: Peneliti ingin meneliti efektivitas penyuluhan kesehatan dengan metode visual
dan audio kepada klien terhadap pengetahuan pengobatan yang diberikan. Lebih lanjut
peneliti curiga bahwa ada klien tertentu yang lebih cocok dengan metode visual sedang
klien lainnya lebih cocok dengan metode audio. Jika klien yang cocok dengan metode
visual dan audio dipisahkan, kemudian dianalisa sendiri-sendiri maka perbedaan
pengetahuan pengobatan kelompok metode visual dan kelompok metode audio akan
terlihat nyata. Dalam hal ini karakteristik klien (kecocokan metode) merupakan variabel
moderator terhadap hubungan antara variabel bebas (metode visual dan audio) dan variabel
terikat (pengetahuan pengobatan).
Konsep: A (moderator) B. Untuk mengetahui pengaruh yang lebih jelas,
biasanya dilakukan analisis jalur (path analysis).

(4) Variabel perancu (confounding)


Adalah variabel yang nilainya ikut menentukan variabel baik secara langsung maupun tidak
langsung. Variabel perancu merupakan jenis variabel yang berhubungan (asosiasi)
dengan variabel bebas dan berhubungan dengan variabel terikat, tetapi bukan merupakan
variabel antara. Identifikasi variabel perancu ini amat penting, karena bila tidak ia
dapat membawa kita pada kesimpulan yang salah, misalnya ditemukan terdapat
hubungan antarvariabel padahal sebenarnya tidak ada atau sebaliknya, tidak ditemukan
hubungan antarvariabel padahal hubungan itu ada. Misalnya dalam contoh penelitian
medis (dikutip dari Sastroasmoro dan Ismail, 1995): peneliti ingin mencari hubungan
antara kebiasaan minum kopi dan kejadian penyakit jantung koroner. Dalam hal ini
variabel bebasnya adalah kebiasaan minum kopi dan variabel tergantungnya adalah insiden
penyakit jantung koroner. Kebiasaan
merokok dapat merupakan variabel perancu, oleh karena ia berhubungan dengan kebiasaan
minum kopi (bebas) dan berhubungan pula dengan kejadian penyakit jantung
(variabel terikat).

Konsep = A B

C
Uji statistik yang dipilih adalah ANOVA (analysis of variance) Cara
menyingkirkan perancu:
• Restriksi, menyingkirkan variabel perancu dari setiap subjek penelitian dengan
memperketat kriteria sampel.
• Matching, proses menyamakan variabel perancu diantara dua kelompok.
• Randomisasi merupakan cara efektif untuk menyingkirkan pengaruh variabel
perancu. Dengan melakukan randomisasi maka variabel perancu akan terbagi secara
seimbang di antara kelompok.
(5) Variabel kendali (kontrol)
Adalah variabel yang nilainya dikendalikan dalam penelitian (baik seluruhnya ataupun
sebagian saja). Tidak semua variabel di dalam suatu penelitian dapat dipelajari
sekaligus dalam waktu yang sama. Beberapa di antara variabel tersebut harus dinetralkan
pengaruhnya untuk menjamin agar variabel tersebut tidak mengganggu hubungan antara
variabel bebas dan terikat. Variabel-variabel yang pengaruhnya harus dinetralkan
tersebut disebut variabel-variabel kontrol. Jadi variabel kontrol adalah faktor-faktor
yang dinetralkan pengaruhnya oleh peneliti karena jika tidak demikian diduga ikut
memengaruhi hubungan antara variabel bebas dan terikat. Variabel kontrol berbeda
dengan variabel moderator. Penetapan suatu variabel menjadi suatu variabel moderator
adalah untuk dipelajari (dianalisis) pengaruhnya, sedangkan penetapan suatu variabel
menjadi variabel kontrol adalah untuk dinetralkan/disamakan pengaruhnya.
Contohnya: Pada penelitian tentang pengaruh senam nifas pada ibu pascasalin
terhadap involusi uteri, maka paritas bisa dianggap sebagai variabel kontrol.
Pengontrolan dapat dilakukan dengan (1) membatasi sampel pada ibu-ibu pascasalin
dengan paritas satu saja (mengendalikan sebagian) dan (2) mengendalikan dengan analisis
statistik, artinya variabel paritas dibiarkan ada kemudian dikelompokkan menjadi
paritas 1, paritas 2, dan seterusnya.
6) Variabel random
Variabel yang tanpa diduga ternyata berperan di dalam mekanisme yang sedang kita
pelajari. Atau dengan kata lain variabel yang dengan sengaja kita abaikan
keberadaannya, meskipun kita ketahui variabel tersebut ikut berperan dalam
mekanisme tersebut.
Konsep

X
1
X
2
X3 Y
X
4
X
5

X6 (tidak diukur)
X6 dalam hal ini berperan sebagai variabel acak

DEFINISI OPERASIONAL

Konsep Pengertian dan Definisi


a. Pengertian
Ada beberapa pemahaman tentang ‘pengertian,’ yaitu:
• Pengertian merupakan bagian dari keputusan. Di dalam ilmu logika merupakan urutan
kedua (yaitu pengertian tentang fakta; kemudian keputusan: pernyataan benar atau
tidak; dan penyimpulan: pembuktian/silogisme)
• Pengertian mengandung aspek isi dan luas.
1) Isi sering disebut juga komprehensi; semua unsur dan ciri yang termuat dalam
pengertian atau realitas;
2) Luas juga disebut sebagai ekstensi, semua realitas yang dapat dinyatakan oleh
pengertian tertentu (contoh kuda: hewan). Luas dapat dibagi menjadi tiga unsur, yaitu:
• terminologi singular (menunjukkan suatu arti),
• terminologi partikular (sebagian dari seluruh luas), dan
• terminologi universal (menunjukkan seluruh luas).

b. Definisi
Definisi berasal dari kata definition (latin). Ada dua macam definisi, yaitu definisi nominal dan
definisi riil. Definisi nominal menerangkan arti kata; hakiki; ciri; maksud; dan kegunaan;
serta asal muasal (sebab). Definisi riil menerangkan objek yang dibatasinya, terdiri atas dua
unsur: unsur yang menyamakan dengan hal yang lain dan unsur yang membedakan dengan
hal lain.
Aturan membuat definisi:
1. Definisi harus dapat dibolak-balikkan dengan hal yang didefinisikan (luas keduanya harus
sama)
2. Definisi tidak boleh negatif. Misal, kepuasan adalah tidak senang
3. Apa yang didefinisikan tidak boleh masuk dalam definisi. Misalnya, kepuasan adalah
rasa puas yang dirasakan seseorang terhadap ………
4. Definisi tidak boleh dinyatakan dalam bahasa yang kabur (ambigious). Misalnya,
kepuasan adalah rasa batin yang bersifat individual ………………..

Tabel 8-1 Langkah-langkah penyusunan definisi (Jika definisi suatu istilah sangat kompleks)

Konsep Dimensi Indikator Definisi


Kepuasan Perasaan senang seseorang yang berasal dari
perbandingan antara kesenangan terhadap
aktivitas dan suatu produk dan harapannya
Meningkatnya Pencapaian kesenangan seseorang terhadap
kepuasan suatu aktivitas yang dilakukan
Persepsi 1. Kehandalan 1. Sesuai, akurat, dan Tanggapan seseorang (pelanggan: klien,
terhadap 2. Daya tanggap konsisten keluarga, masyarakat) terhadap suatu kegiatan
pelayanan 3. Kepastian 2. Cepat, mendengar, yang diterima dari produser (Institusi: RS,
4. Empati mengatasi keluhan pendidikan, dll)
5. Berwujud 3. Keyakinan, kepercayaan
4. Peduli, dan perhatian
5. Penampilan fisik:
peralatan, materi,
dan SDM

Variabel yang telah didefinisikan perlu dijelaskan secara operasional, sebab setiap istilah
(variabel) dapat diartikan secara berbeda-beda oleh orang yang berlainan. Penelitian adalah
proses komunikasi dan komunikasi memerlukan akurasi bahasa agar tidak menimbulkan
perbedaan pengertian antarorang dan agar orang lain dapat mengulangi penelitian tersebut. Jadi
definisi operasional dirumuskan untuk kepentingan akurasi, komunikasi, dan replikasi.
Contoh operasional dalam penulisan definisi operasional pada skripsi dan tesis dapat dibaca pada
bagian pedoman penulisan skripsi.
Ada berbagai cara untuk mendefinisikan suatu variabel. Ada kalanya definisi tersebut
sekadar sinonim atau konseptual. Sinonim dari suatu variabel biasanya dapat ditemukan di
kamus, sedangkan definisi yang konseptual merupakan deskripsi mengenai apa dan mengapa,
biasanya dapat ditemukan di buku teks. Definisi operasional adalah definisi berdasarkan
karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat
diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap
suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam,
2002). Sebaliknya definisi konseptual menggambarkan sesuatu berdasarkan kriteria konseptual
atau hipotetik dan bukan pada ciri-ciri yang dapat diamati.
Contoh definisi operasional lengkap sebagaimana contoh pada pedoman skripsi dan tesis
(terlampir).
DAFTAR PUSTAKA
Babbie, E. 1999. The Basics of Social Research. Belmont: Wadsworth Pub. Co.
Nursalam. 2002. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back,thCT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 Ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Rafii’. 1993. Metode Statistik analisis untuk Penarikan Kesimpulan. Jakarta: Penerbit Bina
Cipta Anggota IKAPI.
Sastroasmoro S. & Ismail S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Soeparto O, Putra ST, Haryanto. 2000. Filsafat Ilmu Kedokteran. Surabaya: GRAMIK &
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Wilson, HS. 1993. Introducing Research in Nursing. 2nd ed. Redword, California: Addison-
Wesley Nursing.
Bab 9 • Penyusunan Instrumen dan Pengumpulan Data 183

Bab 9
Penyusunan Instrumen
dan Pengumpulan Data

Pada bab ini akan dibahas tentang dua pokok bahasan. Pokok bahasan pertama membahas tentang
penyusunan instrumen pada penelitian ilmu keperawatan, yang meliputi pengkajian teori
keperawatan sebagai kerangka penyusunan instrumen, penggunaan, dan pengembangannya.
Contoh-contoh operasional tentang instrumen pada penelitian ilmu keperawatan dapat dilihat
pada bagian contoh-contoh instrumen. Pokok bahasan kedua membahas tentang prosedur
pengumpulan data, yang meliputi dasar-dasar karakteristik pengumpulan data: struktur,
pengukuran, objektivitas, dan tidak melanggar etika.

PENYUSUNAN INSTRUMEN
Pada bagian ini penulis menekankan pada prinsip-prinsip penyusunan instrumen dan jenis-jenis
instrumen yang sering dipergunakan pada penelitian ilmu keperawatan. Dua karakteristik alat
ukur yang harus diperhatikan peneliti adalah validitas dan reliabilitas. Validitas (kesahihan)
menyatakan apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas (keandalan) adalah adanya
suatu kesamaan hasil apabila pengukuran dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu
yang berbeda.

Prinsip: Validitas dan Reliabilitas


Pada pengamatan dan pengukuran observasi, harus diperhatikan beberapa hal yang secara prinsip
sangat penting, yaitu validitas, realibilitas, dan ketepatan fakta/kenyataan hidup (data) yang
dikumpulkan dari alat dan cara pengumpulan data maupun kesalahan- kesalahan yang sering
terjadi pada pengamatan/pengukuran oleh pengumpul data.
Pada suatu penelitian, dalam pengumpulan data (fakta/kenyataan hidup) diperlukan adanya
alat dan cara pengumpulan data yang baik sehingga data yang dikumpulkan merupakan data
yang valid, andal (reliable), dan aktual. Berikut ini akan dibahas tentang validitas, reliabilitas,
dan akurasi dari data yang dikumpulkan (Nursalam, 2008).
184 Bagian 3: Metodologi Penelitian

a. Prinsip validitas (kesahihan)


Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip keandalan
instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Misalnya bila kita akan mengukur tinggi badan balita maka tidak
mungkin kita mengukurnya dengan timbangan dacin. Jadi validitas disini pertama-pertama lebih
menekankan pada alat pengukur/pengamatan.
Ada dua hal penting yang harus dipenuhi dalam menentukan validitas pengukuran, yaitu
instrumen harus (1) relevan isi dan (2) relevan cara dan sasaran.
1) Relevan isi instrumen
Isi instrumen harus disesuaikan dengan tujuan penelitian (tujuan khusus) agar dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. Isi tersebut biasanya dapat dijabarkan dalam
definisi operasional. Misalnya, seorang peneliti ingin mengukur tingkat pengetahuan klien
tentang perawatan luka pascaoperasi, maka isi instrumen yang harus ada adalah pengertian,
tujuan, alat-alat apa yang diperlukan, cara merawat luka, dan akibat jika tidak dirawat.
2) Relevan sasaran subjek dan cara pengukuran
Instrumen yang disusun harus dapat memberikan gambaran terhadap perbedaan subjek
penelitian. Misalnya, peneliti ingin meneliti “harapan” subjek yang baru menikah
dibandingkan dengan harapan subjek pascapercobaan bunuh diri (tentamen suicide).
Pada prinsip ini, peneliti harus dapat mempertimbangkan kepada siapa ia
bertanya. Misalnya peneliti ingin mengamati kepuasan keluarga terhadap pelayanan
keperawatan. Peneliti harus bertanya pada keluarga (termasuk suami, istri, dan anggota
keluarga yang lain) tentang pelayanan keperawatan tersebut. Tidak diperbolehkan hanya
menanyakan kepada suami atau istri saja. Bila peneliti mengukur kadar suatu zat atau
ukuran (tinggi badan, berat badan, dll), perlu dibuatkan petunjuk cara pengukuran.
Demikian juga kalau peneliti memakai alat pengumpul data dengan kuesioner. Hal ini
sebetulnya selain untuk mendapat data yang valid, juga dipakai untuk mendapat data yang
reliabel.

b. Reliabilitas (keandalan)
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup
tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur
atau mengamati sama-sama memegang peranan yang penting dalam waktu yang bersamaan.
Perlu diperhatikan bahwa reliabel belum tentu akurat. Dalam suatu penelitian nonsosial,
reliabilitas suatu pengukuran ataupun pengamatan lebih mudah dikendalikan daripada
penelitian keperawatan, terutama dalam aspek psikososial. Biasanya, dalam penelitian
nonsosial sudah ada standar internasional untuk pengukuran atau pengamatan. Misalnya perlu
alat yang andal untuk mengukur temperatur, tekanan darah, dan lain-lain.
Sedangkan dalam penelitian keperawatan (psikosial), walaupun sudah ada beberapa
pertanyaan (kuesioner) yang sudah distandardisasi secara nasional maupun internasional,
peneliti perlu menyeleksi instrumen yang dipilih dengan mempertimbangkan keadaan sosial
budaya dari area penelitian.
Ada beberapa cara pengukuran yang dapat dipakai untuk melihat reliabilitas dalam
pengumpulan data di bidang kedokteran, yaitu prinsip (1) stabilitas: mempunyai kesamaan bila
dilakukan berulang-ulang dalam waktu yang berbeda; (2) ekuivalen: pengukuran
memberikan hasil yang sama pada kejadian yang sama; (3) homogenitas (kesamaan):
instrumen yang dipergunakan harus mempunyai isi yang sama.
Ketiga prinsip reliabilitas tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini:
(1) Dalam menanyakan suatu fakta/kenyataan hidup pada sasaran penelitian harus
memerhatikan relevansi pertanyaan bagi responsden, artinya menanyakan sesuatu yang
dikenal responsden. Misalnya jika akan menanyakan adanya mastitis pada masa kala nifas
pada ibu-ibu. Sangat mungkin subjek mastitis itu dikenal dengan istilah yang lain. Kalau
si penanya bertanya pernahkah ibu menderita mastitis, pasti semua ibu menjawab tidak
pernah. Akan tetapi kalau penanya menanyakan pernahkah lecet pada puting susu, semua
ibu akan menjawab pernah.
(2) Pertanyaan yang diajukan harus cukup jelas berdasarkan kemampuan responsden. Ini
penting mengingat tingkat intelektualitas responsden dan penanya belum tentu sama. Untuk
itu pewawancara perlu dilatih dan disamakan interprestasi pertanyaan antara peneliti dan
petugas pengumpul data, sehingga petugas dapat menjelaskan secara rinci maksud dan
tujuan pengukuran atau pengamatan pada sasaran penelitian.
(3) Perlu adanya suatu penekanan atau pengulangan. Kadang-kadang peneliti/petugas dapat
menanyakan satu pertanyaan dengan lebih dari satu kali dalam waktu yang berbeda.
Jawaban responsden harusnya sama walau ditanyakan pada waktu yang berbeda. Perlu
sekali peneliti mengukur fakta/kenyataan hidup berkali-kali pada waktu yang berbeda
(misal mengukur tekanan darah penderita dapat dilakukan tiga hari berturut-turut tiap pagi
atau diukur waktu pagi, siang, dan malam). Selain itu, dapat juga orang yang mengukur
yang berbeda sehingga tekanan darah penderita itu diukur oleh sejumlah orang.
(4) Standardisasi. Peneliti memakai ukuran atau pengamatan yang sudah distandardisasi
keandalannya. Ini mudah dalam penelitian nonkeperawatan dan nonsosial, tetapi kurang
tepat untuk penelitian keperawatan mengingat masalah keperawatan yang terjadi pada
klien lebih banyak ditemukan pada masalah-maslah klien yang berhubungan dengan psiko-
sosial-spiritual, selain juga ada faktor fisiologis.

Jenis-jenis Instrumen
Jenis instrumen penelitian yang dapat dipergunakan pada ilmu keperawatan dapat
diklasifikasikan menjadi 5 bagian, yang meliputi pengukuran (1) biofisiologis; (2) observasi;
(3) wawancara, (4) kuesioner, dan (5) skala (Nursalam, 2008).
Pada penyusunan instrumen penelitian tahap awal perlu dituliskan data-data tentang
karakteristik responsden: umur, pekerjaan, sosial ekonomi, jenis kelamin, dan data
demografi lainnya. Meskipun data tersebut tidak dianalisis, tetapi akan sangat membantu peneliti
jika sewaktu-waktu dibutuhkan daripada harus kembali mencari responsden lagi.
a. Pengukuran Biofisiologis
Pengukuran biofisiologis adalah pengukuran yang dipergunakan pada tindakan keperawatan
yang berorientasi pada dimensi fisiologi. Contoh, pengukuran aktivitas dasar klien, perawatan
kebersihan mulut, perawatan dekubitus, infeksi kontrol sehubungan dengan pemasangan
kateter, dan perawatan trakeostomi. Meskipun pengukuran tersebut sangat sederhana, untuk
mendapatkan hasil yang valid membutuhkan waktu dan biaya yang tinggi. Instrumen
pengumpulan data pada fisiologis dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1) In-vivo: Observasi proses fisiologis tubuh, tanpa pengambilan bahan/spesimen dari
tubuh klien. Misalnya pengukuran penurunan tekanan darah pada penelitian pengaruh
penggunaan obat jenis anestesi X terhadap penurunan tekanan darah pada klien selama
laparostomi.
2) In-vitro: Pengambilan suatu bahan/spesimen dari klien. Misalnya tingkat stres pada klien
IMA laki-laki dan perempuan (pengambilan urine untuk memeriksa kadar hormon
stres: kortisol, katekolamin, dan penurunan imun).

b. Pengukuran Observasi: Tidak Terstruktur dan Terstruktur


Beberapa jenis masalah keperawatan memerlukan suatu pengamatan atau observasi untuk
mengetahuinya. Pengukuran tersebut dapat dipergunakan sebagai fakta yang nyata dan akurat
dalam membuat suatu kesimpulan. Jenis pengukuran observasi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu terstruktur dan tidak terstruktur.
1) Tidak terstruktur
Pada pengukuran observasi ini peneliti secara spontan mengobservasi dan mencatat apa
yang dilihat dengan sedikit perencanaan. Metode observasi ini meliputi penjelasan informasi
yang lebih banyak dipergunakan untuk menganalisis data secara kualitatif daripada
kuantitatif. Peneliti (observer) menggunakan pedoman sesuai pertanyaan penelitian tetapi
peneliti tidak hanya mengobservasi pada hal-hal yang ada pada pedoman.
Pada penelitian keperawatan biasanya peneliti ikut terlibat sebagai peserta dalam
suatu kelompok yang diobservasi. Pada jenis penelitian partisipasi observasi, peneliti ikut
terlibat secara penuh dan berhubungan dengan subjek khususnya terhadap kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan masalah penelitian. Contoh jenis pengukuran ini
dapat dilihat pada Focus Group Discussion (FGD).
2) Terstruktur
Pengukuran observasi secara terstruktur berbeda dari jenis observasi yang tidak
terstruktur yaitu peneliti secara cermat mendefinisikan apa yang akan diobservasi melalui
suatu perencanaan yang matang. Peneliti tidak hanya mengobservasi fakta- fakta yang ada
pada subjek, tetapi lebih didasarkan pada perencanaan penelitian yang sudah disusun sesuai
pengelompokannya, pencatatan, dan pemberian kode terhadap hal-hal yang sudah
ditetapkan.
Instrumen observasi: Checklist dan Rating Scale
Pada suatu pengukuran, peneliti menggunakan pendekatan berdasarkan kategori sistem yang
telah dibuat oleh peneliti untuk mengobservasi suatu peristiwa dan perilaku dari subjek. Hal
yang sangat penting pada teknik pengukuran dengan adanya sistem kategori adalah adanya
definisi secara hati-hati terhadap perilaku yang diobservasi. Setiap kategori harus dijelaskan
secara mendalam dengan definisi operasional supaya observer dapat mengkaji kejadian yang
timbul. Menurut Polit & Back (2012) yang mengembangkan instrumen observasi pada
posisi tubuh dan aktivitas motorik terdiri atas suatu sistem kategori. Misalnya, pengamatan
kinerja perawat dalam pemasangan infus. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah kemampuan
perawat dalam komunikasi, memasukan jarum, memberikan cairan parenteral serta
kompetensi lainnya.
Tabel 9.1 Kategori analisis tanda pada activity daily of living (ADL)

Aktivitas Frekuensi atau bisa dituliskan: total, partial,


dan mandiri
Makan
• Makan dengan tangan
• Makan dengan sendok atau garpu
• Memotong makanan halus
• Memotong daging
• Minum dari sedotan
• Minum dari cangkir

Kebersihan
• Mencuci tangan atau anggota ekstremitas lain
• Menggosok gigi
• Mencuci kuku
• Menyisir rambut
• Mencukur jambang/kumis

Berpakaian/berdandan
• Mengancingkan atau melepas sabuk
• Menaikkan atau menurunkan celana
• Mengikat atau melepas tali sepatu
• Memasang dan melepas kacamata
• Memasang atau melepas cincin

c. Wawancara
1) Tidak terstruktur
Jenis pengukuran ini dipergunakan pada penelitian deskriptif dan kualitatif. Pertanyaan
yang diajukan mencakup permasalahan secara luas yang menyangkut kepribadian,
perasaan, dan emosi seseorang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali emosi dan
pendapat dari subjek terhadap suatu masalah penelitian.
Terdapat beberapa jenis pengukuran pada jenis wawancara ini:
(a) Wawancara secara langung tanpa adanya suatu topik khusus yang dibicarakan. Tujuan
dari wawancara adalah untuk menggali persepsi subjek secara umum tanpa adanya
intervensi jawaban dari peneliti. Misalnya penelitian Robertson (1992)
tentang pendapat 23 ras Afrika yang tinggal di Amerika “Apa arti ketidakpatuhan klien
terhadap program pengobatan pada klien dengan penyakit kronis” (Polit dan Back,
2012).
(b) Focus interview. Jenis ini dipergunakan oleh peneliti kepada subjek yang
menggunakan pertanyaan secara luas. Jenis pertanyaan biasanya berhubungan dengan
suatu dorongan agar subjek bersedia berbicara secara terbuka, tidak hanya pertanyaan ya
dan tidak. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh Flaskerud & Calvillo (1991)
dalam Polit dan Back (2012) tentang pendapat 59 wanita Latin dengan sosial
ekonomi rendah tentang “Apa kepercayaaan wanita Latin tentang penyebab dan
pengobatan penderita yang mengidap AIDS”.
(c) Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu teknik penelitian kualitatif yang
bertujuan untuk mendapatkan informasi (perasaan, pikiran) berdasarkan
pengamatan subjektif dari sekelompok sasaran terhadap suatu situasi/produk tertentu.
Sasaran diskusi biasanya homogen dengan jumlah kelompok berkisar 6-12 orang,
diskusi berakhir 1-2 jam dipimpin oleh moderator. Moderator berusaha menjalin
hubungan yang akrab dengan responsden sehingga responsden dapat mengemukakan
secara jujur/terbuka terhadap hal-hal yang menyangkut kepribadian, perasaan, dan
emosi yang sesungguhnya. Jenis pengukuran ini juga digunakan pada penelitian
di perusahaan/instansi. Jumlah subjek biasanya cenderung sedikit (pimpinan atau
orang yang dianggap dapat mewakili kelompoknya) (Nursalam, 2008).
(d) Riwayat hidup. Jenis penelitian ini merupakan penjabaran tentang pengalaman hidup
seseorang.
(e) Catatan kehidupan (diaries)
Penelitian ini digunakan untuk menanyakan kepada subjek tentang kehidupan yang
terjadi selama ini berdasarkan catatan kehidupannya.

(2) Terstruktur
Pengukuran wawancara terstruktur meliputi strategi yang memungkinkan adanya suatu
kontrol dari pembicaraan sesuai dengan isi yang diinginkan peneliti. Daftar pertanyaan
biasanya sudah disusun sebelum wawancara dan ditanyakan secara urut. Untuk jenis
wawancara terstruktur yang lebih ketat, peneliti hanya diperkenankan bertanya apa adanya
sesuai dengan pertanyaan yang telah disusun. Jika responsden tidak jelas, peneliti hanya
boleh mengulang pertanyaan yang sama.
Tahapan penyusunan wawancara terstruktur meliputi a) menyusun pertanyaan,
b) pilot testing, c) latihan, d) persiapan, e) pengulangan (probing), dan f) recording.

d. Kuesioner
Pada jenis pengukuran ini peneliti mengumpulkan data secara formal kepada subjek untuk
menjawab pertanyaan secara tertulis. Pertanyaan yang diajukan dapat juga dibedakan menjadi
pertanyaan terstruktur, peneliti hanya menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan
dan tidak terstruktur, yaitu subjek menjawab secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang
diajukan secara terbuka oleh peneliti. Pertanyaan dapat diajukan
secara langsung kepada subjek atau disampaikan secara lisan oleh peneliti dari pertanyaan yang
sudah tertulis. Hal ini dilakukan khususnya kepada subjek yang buta huruf, lanjut usia, dan
subjek dengan kesulitan membaca yang lain.
Macam kuesioner adalah sebagai berikut.
1) Open ended questions
Misal: Apa yang Anda lakukan apabila Anda diketahui terkena AIDS?
2) Closed ended
questions
(a) Dichotomy question
Misal: Apakah Anda pernah masuk rumah sakit? ( )
Ya
( ) Tidak
(b) Multiple choice
Seberapa pentingkah bagi Anda untuk menghindari hamil pada saat sekarang ini?
( ) Sangat penting (
) Penting
( ) Biasa saja
( ) Tidak penting
3) Rating question
Misal: Pada skala 1 sampai dengan 10, di mana 0 menandakan sangat tidak puas dan 10
sangat memuaskan, bagaimanakah kepuasan tanggapan Anda terhadap pelayanan
keperawatan di rumah sakit selama dirawat disini?
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4) Cafetaria questions
Misal: Setiap orang memiliki perbedaan dalam hal penggunaan terapi estrogen-
replacement pada menopause. Pernyataan di bawah ini manakah yang mewakili
pendapat Anda?
( ) Estrogen-Replacement (E-R) sangat berbahaya dan harus dilarang
( ) E-R mempunyai efek samping sehingga memerlukan pengawasan yang ketat dalam
pemakaiannya
( ) Saya tidak mempunyai pendapat tentang penggunaan E-R
(5) Rank order question
Misal: Orang hidup mempunyai pandangan yang berbeda. Berikut ini daftar tentang
prinsip-prinsip hidup. Silahkan menuliskan angka sesuai prioritas yang menurut Anda
benar, 1 yang Saudara anggap sangat penting, 2 kurang penting, dan seterusnya.
( ) Karier dan sukses
( ) Berhasil dalam berkeluarga
( ) Baik hati dan sosial
( ) Sehat
( ) Uang/materi (
) Agama
(6) Forced-choiced question
Misal: Pernyataan manakah yang mewakili perasaan Anda sekarang? ( )
Apa yang sedang terjadi dengan saya saat ini?
( ) Kadang-kadang saya merasa tidak bisa mengendalikan diri dalam hidup saya

e. Skala Pengukuran
Skala psikososial merupakan jenis instrumen self-report yang digunakan oleh peneliti
perawat yang dikombinasikan dengan jenis pengukuran wawancara dan kuesioner. Skala
merupakan bagian dari desain penilaian penomoran terhadap pendapat subjek mengenai hal-hal
yang dirasakan ataupun keadaan fisiologis subjek.
Jenis pengukuran ini sering dipergunakan kepada subjek tentang kecemasan, konsep diri,
koping, depresi, harapan, distres menstruasi, nyeri, kepuasan, dukungan sosial, dan stres
(contoh-contoh instrumen dapat dilihat pada bagian pembahasan tentang instrumen).
(1) Visual Analog Scale (VAS) dan Pengukuran Nyeri Lainnya (Nursalam, 2011)
Jenis pengukuran ini dipergunakan untuk mengukur pengalaman subjektif, misalnya nyeri,
mual dan sesak. Jenis ini dapat diukur dengan menggunakan suatu garis dimulai dari
garis paling awal (paling ringan) sampai garis paling akhir (paling berat). Pengunaan VAS
pada nyeri biasanya digambarkan seperti di bawah ini dengan nilai mulai dari 0 sampai
100:

Nyeri sangat berat

100

Garis ukur
sampai 100

Tidak nyeri

(2) Likert Scale


Responsden diminta pendapatnya mengenai setuju atau tidak setuju terhadap sesuatu hal.
Pendapat ini dinyatakan dalam berbagai tingkat persetujuan (1 - 5) terhadap pernyataan
yang disusun oleh peneliti.
Contoh: Riset merupakan salah satu tugas perawat. ( )
Sangat tidak setuju
( ) Tidak Setuju
( ) Tidak tahu
( ) Setuju
( ) Sangat Setuju
(3) Semantic Differential (SD)
Responsden diminta untuk memberikan tanda (v) pada skala yang sesuai pada 7 poin
skala.
Contoh:
Riset Keperawatan
Penting !_7_! ! ! ! ! !_1_!Tidak penting Menyenangkan
!_7_! ! ! ! ! !_1_!Membosankan Mudah
!_7_! ! ! ! ! !_1_!Sulit
Murah !_7_! ! ! ! ! !_1_!Mahal

PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Langkah-langkah dalam
pengumpulan data bergantung pada rancangan penelitian dan teknik instrumen yang
digunakan (Burns dan Grove, 1999). Selama proses pengumpulan data, peneliti
memfokuskan pada penyediaan subjek, melatih tenaga pengumpul data (jika diperlukan),
memerhatikan prinsip-prinsip validitas dan reliabilitas, serta menyelesaikan masalah-
masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.

Tugas Peneliti dalam Pengumpulan Data


Pada penelitian kualitatif dan kuantitatif, peneliti harus melaksanakan lima tugas dalam proses
pengumpulan data. Tugas tersebut berhubungan dan dilaksanakan secara simultan, dengan kata
lain tidak secara berurutan. Tugas tersebut meliputi (1) memilih subjek,
(2) mengumpulkan data secara konsisten, (3) mempertahankan pengendalian dalam
penelitian, (4) menjaga integritas atau validitas, dan (5) menyelesaikan masalah.

a. Memilih subjek
Subjek dapat dipilih selama proses pengumpulan data. Penentuan pemilihan subjek
bergantung pada rancangan penelitian yang digunakan peneliti. Penetapan subjek biasanya
direncanakan secara cermat karena analisis data dan interpretasi hasil bergantung pada akurasi
jumlah subjek yang dipilih. Peneliti harus mempertimbangkan faktor-faktor yang terjadi
selama proses pengumpulan data untuk menghindari terjadinya suatu bias penelitian. Faktor-
faktor penghambat dalam pemilihan subjek antara lain (1) semakin meningkatnya perawat
yang melakukan riset, sehingga jumlah subjek juga terbatas, (2) melibatkan klien atau perawat
sebagai subjek berarti juga menjadi masalah bagi perawatan dan institusi, dan (3) klien
dilindungi secara hukum dari berbagai kegiatan penelitian yang mungkin dapat merugikan
klien.
b. Mengumpulkan data secara konsisten
Konsep agar pengumpulan data dapat akurat adalah perlunya suatu konsistensi. Konsistensi
tersebut perlu untuk mempertahankan pola pengumpulan data pada setiap tahap berdasarkan
rencana yang telah ditetapkan. Hal ini penting dilakukan agar tidak terjadi perbedaan hasil antara
waktu pengumpulan data yang satu dengan yang lainnya.

c. Mempertahankan pengendalian dalam penelitian


Tujuan pengendalian penelitian adalah untuk meminimalisasi terjadinya bias pada hasil
penelitian. Peneliti perlu memerhatikan dan mengendalikan adanya variabel-variabel yang
tidak diteliti tetapi mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti. Variabel- variabel
tersebut sering timbul pada saat proses pengumpulan data dilaksanakan. Jika variabel-variabel
yang tidak diprediksikan (variabel acak) terjadi, maka peneliti harus menuliskan dalam hasil
untuk dijadikan kajian penelitian lebih lanjut atau sebagai suatu keterbatasan dalam
penelitian.

d. Menjaga integritas/validitas penelitian


Mempertahankan konsistensi dan pengendalian selama pengumpulan data berarti
mempertahankan adanya suatu integritas atau validitas penelitian. Untuk dapat
melaksanakannya, peneliti harus selalu cermat terhadap adanya setiap perubahan atau upaya
mengubah suatu rencana yang telah ditetapkan agar tidak terjadi ketidaksinambungan.

e. Memecahkan masalah
Masalah dapat dipersepsikan sebagai suatu frustrasi atau sebagai suatu tantangan. Tugas yang
terpenting dalam pengumpulan data adalah menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Jalan
yang bisa ditempuh untuk dapat menyelesaikan masalah pada pengumpulan data adalah perlu
adanya orang lain untuk memberikan masukan dan berdiskusi untuk mencari jalan keluar yang
terbaik, agar tujuan penelitian dapat dicapai.

Karakteristik Metode Pengumpulan Data


Karakteristik metode pengumpulan terdiri atas beberapa dimensi, yaitu:
a. Struktur. Pengumpulan data penelitian sering disusun berdasarkan struktur tertentu, yaitu
pengumpulan data yang benar-benar sesuai pada semua subjek.
b. Kuantitatif. Data yang dikumpulkan pada penelitian kuantitatif harus disusun
berdasarkan penghitungan sehingga dapat dianalisis secara statistik. Sebaliknya, data pada
penelitian kualitatif dapat dianalisis secara kualitatif dan dikumpulkan berdasarkan
format narasi.
c. Obstrusiveness. Pengumpulan data harus didasarkan pada kemampuan status subjek.
Pengumpulan data yang diketahui oleh subjek biasanya cenderung memperoleh feedback
yang tidak normal. Tetapi jika dilaksanakan tanpa pengetahuan subjek, maka akan
berdampak terhadap masalah etika.
d. Objektif. Pengumpulan data sebaiknya dilaksanakan secara objektif, sejauh mungkin
menghindari unsur subjektivitas. Tetapi pada penelitian sosial, pengambilan keputusan
secara subjektif jauh lebih bermakna.

Masalah-masalah pada Pengumpulan Data


Masalah-masalah yang akan dijumpai peneliti selama proses pengumpulan data sangat
bervariasi, tetapi pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua sumber masalah, yaitu masalah
yang berasal dari subjek dan masalah dari peneliti sendiri.

a. Masalah pada subjek


1) Keterbatasan jumlah subjek
Peneliti mungkin menemui hambatan karena hanya sedikit jumlah subjek yang
tersedia atau mereka menolak untuk menjadi peserta. Kesalahan tersebut terjadi karena
peneliti kurang dapat memprediksi jumlah subjek yang tersedia.
2) Subject mortality
Subjek mungkin setuju untuk menjadi responsden, akan tetapi salah dalam pengisian
ataupun tidak lengkap, ataupun beberapa subjek tidak ada di tempat pada waktu wawancara
yang kedua kalinya atau tidak mengembalikan daftar isian dari kuesioner atau terganggu
kesehatannya sehingga dia dikeluarkan dari penelitian. Pada kesalahan ini mutlak bukan
suatu kesengajaan, tetapi suatu insiden. Untuk tetap mempertahankan akurasi maka
peneliti harus melaporkan dalam hasil penelitian tentang masalah yang dihadapi.
3) Subjek sebagai objek
Peneliti pada tahap pengumpulan data ini mungkin bersifat kurang sopan ataupun menakut-
nakuti sehingga isian ataupun jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan kehendak
reponden. Peneliti memperlakukan responsden sebagai suatu objek dari subjek seperti
halnya kita memperlakukan responsden sebagai orang yang membutuhkan
perawatan.
4) Pengaruh dari luar
Semua jawaban dari subjek dipengaruhi oleh orang di sekitarnya ataupun subjek
dikeluarkan dari penelitian karena sang istri/suami pada pertengahan penelitan tidak setuju
menjadi responsden secara mendadak.
5) Passive resisten
Tidak adanya tanggapan yang baik dari tenaga kesehatan (dokter dan perawat) lain
terhadap riset yang kita laksanakan, sehingga pengumpulan data yang kita laksanakan
tidak akurat. Misal, seorang peneliti sedang melakukan eksperimen dengan
memberikan pengobatan pada kulit, akan tetapi perawat yang lain merasa bahwa tindakan
tersebut akan mengganggu kegiatan rutinitas, khususnya dalam hal mandi dan lain-lain.
b. Masalah pada peneliti
1) Interaksi
Peneliti kurang dapat melakukan interaksi dengan baik kepada subjek, sehingga
informasi yang diterima dari subjek kurang akurat.
2) Kurangnya ketrampilan
Kurangnya ketrampilan ataupun pengalaman dalam pengumpulan data berdampak
terhadap data yang dikumpulkan. Hal ini bisa dilihat pada peneliti pemula yang
biasanya hanya menekankan pada data-data yang dapat dilihat tanpa adanya upaya lain
untuk menggali/menghubungkan dengan data lain. Sebenarnya di balik semua data yang
diberikan terdapat informasi yang sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
3) Konflik peran dari peneliti
Sebagai seorang peneliti kadang kita merasa sebagai seorang petugas di lapangan,
sehingga pada waktu melakukan pengumpulan data kita melakukan intervensi
keperawatan secara emosional. Akibatnya hasil yang kita harapkan akan bias, karena kita
terlalu dominan memengaruhi pendapat dari klien (subjek).

Prinsip Etis dalam Penelitian (Pengumpulan Data)


Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia menjadi isu sentral yang
berkembang saat ini. Pada penelitian ilmu keperawatan, karena hampir 90% subjek yang
dipergunakan adalah manusia, maka peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika
penelitian. Jika hal ini tidak dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi)
manusia yang kebetulan sebagai klien. Peneliti yang sekaligus juga perawat, sering
memperlakukan subjek penelitian seperti memperlakukan kliennya, sehingga subjek harus
menurut semua anjuran yang diberikan. Padahal pada kenyataannya, hal ini sangat bertentangan
dengan prinsip-prinsip etika penelitian.
Secara umum prinsip etika dalam penelitian/pengumpulan data dapat dibedakan menjadi
tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip
keadilan.

a. Prinsip manfaat
1) Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek, khususnya
jika menggunakan tindakan khusus.
2) Bebas dari eksploitasi
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak
menguntungkan. Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian atau
informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat
merugikan subjek dalam bentuk apa pun.
3) Risiko (benefits ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan berakibat
kepada subjek pada setiap tindakan.
b. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
1) Hak untuk ikut/tidak menjadi responsden (right to self determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek mempunyai hak memutuskan apakah
mereka bersedia menjadi subjek ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun atau akan
berakibat terhadap kesembuhannya, jika mereka seorang klien.
2) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full
disclosure)
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika
ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
3) Informed consent
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang
akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi
responsden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan bahwa data yang diperoleh
hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu.

c. Prinsip keadilan (right to justice)


1) Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah
keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak
bersedia atau dikeluarkan dari penelitian.
2) Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan,
untuk itu perlu adanya tanpa nama (anonymity) dan rahasia (confidentiality).

DAFTAR PUSTAKA
Burns N & Grove, S.K. 1999. Understanding Nursing Research. 2nd ed. Philadelphia: W.B.
Saunders.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back,th CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for Nursing
Practice. 9 ed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Sastroasmoro, S. & Ismail, S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Nursalam & Siti Pariani. 2000. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:
Sagung Seto.
Bab 10 • Analisis Data Penelitian Kuantitatif 197

Bab 10
Analisis Data Penelitian
Kuantitatif

PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tahapan dan berbagai macam uji statistik yang sesuai pada analisis
data. Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok
penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap fenomena. Data
mentah yang didapat, tidak dapat menggambarkan informasi yang diinginkan untuk
menjawab masalah penelitian.
Statistik merupakan alat yang sering dipergunakan pada penelitian kuantitatif. Menurut
Windu Purnomo (2002), salah satu fungsi statistik adalah menyederhanakan data penelitian yang
berjumlah sangat besar menjadi informasi yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca.
Di samping itu, uji statistik dapat membuktikan hubungan, perbedaan, atau pengaruh hasil
yang diperoleh pada variabel-variabel yang diteliti.
Karena statistik akan digunakan sebagai ilmu bantu untuk menelaah berbagai cabang
ilmu pengetahuan, termasuk ilmu keperawatan, maka perlu diperhatikan beberapa kaidahnya.
Kaidah yang harus diingat bahwa statistik merupakan sekumpulan metode untuk membuat
keputusan yang bijaksana pada keadaan yang tidak menentu atau ketidakpastian. Untuk
membuat keputusan, statistik memberikan metode bagaimana memperoleh dan menganalisis
data dalam proses mengambil suatu kesimpulan berdasarkan data tersebut.
Tujuan mengolah data dengan statistik adalah untuk membantu menjawab pertanyaan-
pertanyaan penelitian dari kegiatan praktis maupun keilmuan. Dalam hal ini, statistika
berguna saat menetapkan bentuk dan banyaknya data yang diperlukan. Di samping itu, juga
terlibat dalam pengumpulan, tabulasi, dan penafsiran data.

Ciri-Ciri Pokok Statistik


a. Bekerja dengan angka. Statistika berhadapan dengan data kuantitatif atau data yang
dikuantifikasi.
198 Bagian 3: Metodologi Penelitian

b. Bersifat objektif. Statistika sebagai alat penilai kenyataan yang berbicara apa adanya.
c. Bersifat universal. Statistika dapat digunakan hampir dalam semua bidang penelitian.

Jenis Landasan Kerja Pokok yang Digunakan oleh Statistik


a. Variasi. Landasan yang didasarkan pada kenyataan bahwa seorang peneliti selalu
menghadapi berbagai macam gejala dalam hal jenis maupun dalam tingkat besar-
kecilnya.
b. Reduksi. Landasan kerja ini memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengamati hanya
sebagian dari seluruh gejala yang diamati.
c. Generalisasi. Pengamatan dilakukan hanya terhadap sebagian dari keseluruhan gejala
atau kejadian, tetapi kesimpulan akan dikenakan bagi keseluruhan dari mana gejala atau
kejadian itu diambil.

Sebagaimana telah dijelaskan tentang tahap-tahap penelitian, maka statistika mempunyai peran
PERAN STATISTIK DALAM TAHAPAN PENELITIAN
pada setiap tahap kegiatan keilmuan atau penelitian.
Dalam kegiatan keilmuan, kedelapan tahap tersebut saling berkaitan, sehingga kadang-
kadang sulit untuk menggambarkan perkembangan suatu penyelidikan keilmuan dalam skema
yang kaku tersebut. Kadang-kadang tahap yang satu bergabung dengan tahap lainnya, atau tahap-
tahap itu tidak terlihat jelas perbedaannya, dan sering kali tahap- tahap itu tidak timbul dalam
urutan seperti yang digambarkan. Secara umum statistika mempunyai peran yang sangat penting
pada tahap kelima (pengumpulan data); keenam (manajemen dan analisis data); ketujuh
(generalisasi dan kesimpulan); dan kadang-kadang dalam batas tertentu penting pada tahap ketiga
(formulasi hipotesis) dan tahap keempat (penentuan model untuk menguji hipotesis).
Tahap pengumpulan data sampai dengan tahap generalisasi disebut sebagai tahap pengujian
kebenaran. Pada tahap ini, sebuah hipotesis dianggap telah teruji kebenarannya jika ramalan
yang dihasilkan didukung oleh fakta. Dalam ilmu biologi, termasuk ilmu keperawatan suatu
ramalan baru teruji setelah diikuti lama baik secara prospektif dan retrospektif.
1. Masalah & rumusan
masalah

2. 8.
Studi pustaka S Laporan ilmiah
T
A
T
3. I 7.
Formulasi hipotesis S Generalisasi & kesimpulan
T
I
K 6.
4.
Model pengujian hipotesis Manajemen & analisis data

5.
Pengumpulan data

Gambar 10.1 Posisi statistika dalam penelitian

ANALISIS DATA
Analisis statistik digunakan pada data kuantitatif atau data yang dikuantifikasi. Sedangkan data
tekstular mungkin hanya dianalisis, misalnya berdasarkan isi yang disebut dengan content
analysis, yaitu analisis data yang didasarkan pada kualitas isi berdasarkan kode/ kata kunci yang
telah ditetapkan oleh peneliti. Penelitian yang metode analisisnya seperti tersebut dimasukkan
dalam kategori metode kualitatif. Pada penelitian bidang ilmu keperawatan, metode tersebut
sering dipergunakan khususnya saat menggali pendapat masyarakat atau klien tentang sesuatu hal
yang berhubungan dengan penyakitnya (Windu Purnomo, 2002).
Pada proses kuantifikasi, data maupun variabel dapat diklasifikasikan dalam empat jenis
skala pengukuran.

Klasifikasi Skala Pengukuran


a. Nominal. Data ditetapkan atas dasar proses penggolongan. Data tersebut hanya
mempunyai sifat membedakan. Misalnya, jenis kelamin perawat laki-laki dan
perempuan serta golongan darah. Angka-angka yang digunakan ini hanyalah sebagai
kategori dan tidak mempunyai makna dan tidak bisa dipergunakan untuk penghitungan
secara matematis dalam arti 1 lebih kecil daripada 2.
Misalnya, skor yang dituliskan untuk mempermudah dalam menganalisis data
pada variabel pengelompokan sikap yaitu sikap positif dan negatif (nominal dikotom).
b. Ordinal. Data yang disusun atas dasar jenjang dalam atribut tertentu. Menurut Rafii’,
1993; Polit & Back 2012; Burns & Grove 1999) data ordinal merupakan himpunan yang
beranggotakan pangkat, jabatan, tingkatan, atau order. Pada pengukuran ini, peneliti tidak
hanya mengategorikan pada persamaan, tapi bisa menyatakan lebih besar dari atau lebih
kecil dari. Misalnya dalam pengetahuan klien tentang diet pada kasus diabetes melitus 0=
jelek; 1= cukup; 2= baik; 3= sangat baik. Skor yang sering digunakan untuk mempermudah
dalam mengategorikan jenjang/peringkat dalam penelitian biasanya dituliskan dalam
persentase. Misalnya, Pengetahuan: baik = 76- 100%; cukup = 56-75; dan kurang < 56.
c. Interval. Data dihasilkan dari pengukuran yang bersifat kontinu dan dalam
pengukuran itu diasumsikan terdapat pengukuran yang sama. Pada data interval dapat
memberikan nilai interval antara ukuran kelas. Dalam pengukuran ini tiap anggota
dalam kelas mempunyai persamaan nilai interval, demikian juga terkandung nilai lebih
besar atau lebih kecil dari. Misal, pengukuran suhu badan dapat membentuk variabel
interval jika tigao buah objek A, B, dan C berturut-turut memberikan variabel suhu dengan
skala interval 36 C - 37o C; 37,1o C - 38o C; 38,1o C – 39o C dan seterusnya.
d. Rasio. Skala rasio hampir sama dangan skala interval, yang membedakannya adalah bahwa
skala pengukuran rasio mempunyai nilai nol mutlak sedangkan interval tidak. Pada
pengukuran ini nilai 0 mutlak dipergunakan dan menandakan adanya atau tidak
adanya variabel yang sedang diukur. Angka-angka ini dipergunakan untuk menyatakan
jarak dari asal murninya. Misal: berat badan, umur, kadar glukosa darah puasa, kadar
oksigen, dan sebagainya.

Langkah-langkah Analisis Data


a. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data dengan menggambarkan dan
meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Data-data yang disajikan
meliputi frekuensi, proporsi dan rasio, ukuran-ukuran kecenderungan pusat (rata-rata
hitung, median, modus), maupun ukuran-ukuran variasi (simpangan baku, variansi,
rentang, dan kuartil). Salah satu pengamatan yang dilakukan pada tahap analisis deskriptif
adalah pengamatan terhadap tabel frekuensi. Tabel frekuensi terdiri atas kolom-kolom yang
memuat frekuensi dan persentase untuk setiap kategori.
Beberapa ukuran frekuensi kejadian yang dapat dianalis dengan deskriptif
adalah:
1). Jumlah mutlak kejadian. Misal jumlah penderita AIDS pada tahun 2002 di Jawa
Timur adalah 4000 orang.
2). Proporsi. Disebut proporsi apabila pembilang merupakan bagian dari penyebut. Misal
proporsi perawat yang menggunakan sarung tangan di Instalasi Rawat Darurat
adalah 20%, berarti 20 orang dari 100 perawat menggunakan sarung tangan saat
memberikan asuhan keperawatan pada klien gawat darurat.
3). Rasio. Rasio adalah perbandingan dari dua bilangan. Misalnya rasio pendidikan
perawat di Rumah Sakit X adalah 1,3, berarti perbandingan banyaknya pendidikan
Ners dibandingkan Akper adalah 13: 10.
4). Angka (rate). Rate dipakai untuk menyatakan banyaknya kejadian pada suatu
populasi dalam jangka waktu tertentu. Misal angka kejadian demam berdarah di
Indonesia 0,25% menggambarkan bahwa perkembangan penyakit demam berdarah di
Indonesia munculnya 25 kasus baru per 10.000 orang dalam setahun.
b. Analisis inferensial (uji signifikansi)
Dalam pengujian inferensial, uji yang digunakan harus sesuai dengan rancangan
penelitian. Pengujian statistik yang tidak sesuai akan menimbulkan penafsiran yang salah
dan hasil yang tidak dapat digeneralisasi (Windu Purnomo, 2002). Terdapat beberapa
macam uji signifikansi yang dapat diaplikasikan bergantung pada tujuan analisis dan jenis
data yang ada, antara lain (1) uji korelasi: pearson, spearmen, atau kendali tau; (2) regresi:
binomial logistik, linier, ordinal, dan berganda; (3) uji chi- kuadrat; (4) uji komparasi
data kuantitatif: interval/rasio dengan uji t dan untuk data peringkat dengan uji Mann-
Whitney/Wilcoxon; dan (5) uji-uji lain yang sesuai (penjelasan lebih lengkap pada
lampiran).
1). Dasar-dasar pemilihan uji statistik adalah (Nursalam, 2008):
(a) Tujuan penelitian
(b) Skala pengukuran data
(c) Sampel, yang dituliskan meliputi distribusi populasi; jenis sampel: bebas atau
perpasangan; jumlah kelompok sampel; dan ukuran atau besar sampel
(e) Banyaknya Variabel yang dianalisis
2). Dari uji statistik akan diperoleh 2 kemungkinan hasil uji, yaitu:
(a) Signifikan/bermakna. Adanya hubungan, perbedaan atau pengaruh antara sampel
yang diteliti, pada taraf signifikansi tertentu. Misalnya 1% (0,01); 5% (0,05).
(b) Tidak signifikan/tidak bermakna. Artinya tidak ada hubungan, perbedaan, atau
pengaruh sampel yang diteliti.
Dalam kemungkinan hasil yang pertama (ada hubungan/perbedaan/pengaruh), hipotesis
penelitian (hipotesis alternatif: H 1/Ha) diterima, dan hipotesis penelitian/ nihil (Ho)
ditolak. Sebaliknya, dalam kemungkinan hasil yang kedua (tidak ada hubungan atau
perbedaan atau pengaruh) dinyatakan bahwa hipotesis nihil tidak terbukti (Ho diterima).
Statistika dalam pengolahan data hasil penelitian hanya merupakan alat, bukan
tujuan dari analisis. Karena itu, statistika tidak boleh dijadikan tujuan yang menentukan
komponen-komponen penelitian yang lain, karena yang mempunyai peran penting dalam
penelitian adalah masalah dan tujuan penelitian.
INTERPRETASI HASIL ANALISIS DATA
Interpretasi hasil analisis data merupakan bagian yang penting dalam pengolahan data. Sebelum
menarik suatu kesimpulan, hasil analisis yang masih faktual terlebih dahulu harus
diinterpretasikan dan diberi makna oleh peneliti. Hasil analisis biasanya dibandingkan
dengan hipotesis penelitian (kalau ada), kemudian dibahas dengan menghubungkannya dengan
hasil penelitian lain serupa atau terdahulu, kemudian diberi kesimpulan (Sastroasmoro &
Ismail, 1995).
a. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada interpretasi hasil adalah:
1). Kesimpulan penelitian harus dibatasi pada jawaban tujuan penelitian. Penemuan-
penemuan yang diperoleh secara kebetulan selama penelitian tidak dapat dijadikan
kesimpulan, tetapi dapat dijadikan bahan bahasan dan bisa menjadi hipotesis untuk
penelitian berikutnya.
2). Adanya korelasi antarvariabel tidak dengan sendirinya menunjukkan adanya
hubungan kausal. Adanya hubungan kausal harus mempunyai landasan teori yang
kuat.
3). Hasil suatu penelitian terutama berlaku untuk populasi yang diwakili oleh sampel yang
bersangkutan.
b. Beberapa penyebab tidak terbuktinya hipotesis penelitian (Ho diterima) atau bias suatu
hasil, yaitu:
1). Sampel tidak representatif. Bisa terjadi bila pemilihan sampel dengan
nonprobabilitas, distribusi yang tidak normal, dan ukuran sampel yang terlalu kecil.
2). Instrumen tidak valid dan reliabel. Sehingga data yang dikumpulkan tidak
mencerminkan hal yang sebenarnya (palsu).
3). Tidak dikendalikannya variabel luaran/variabel random. Variabel luaran
(extraneous & confounding variable) tidak memperhitungkan adanya variabel
tersebut padahal memberikan pengaruh yang besar terhadap sampel yang diteliti.
4). Desain penelitian yang tidak tepat. Desain penelitian merupakan hal yang
penting dalam menentukan jenis uji statistik yang digunakan dalam penelitian.
5). Metode analisis statistik yang tidak sesuai. Ketidaktepatan dalam metode analisis
statistik maupun perhitungan yang salah akan memberikan kesimpulan yang salah.
6). Landasan teori/tinjauan pustaka sudah tidak sesuai.

Apabila peneliti sudah cermat dalam merancang dan menerapkan metodologi


penelitian dengan memperkecil terjadinya bias, ternyata hipotesis penelitiannya tetap tidak
terbukti kebenarannya, maka tidak berarti penelitiannya gagal. Disini peneliti dituntut untuk
memberikan alasan yang rasional mengenai tidak terbuktinya hipotesis tersebut.
Lampiran
Dikutip dari Afifi A.A. & Clark V. (1990) diadopsi oleh Windu Purnomo (2002).

Tabel 10.1 Cara pemilihan uji statistik univariat dan bivariat

Tujuan Jumlah Sampel Jenis Variabel


uji sampel/ bebas/ Kuantitatif (rasio- Semi kuantitatif Kualitatif (nominal)/
jumlah Berpasangan interval) populasi (ordinal)/kuantitatif kategori
pasangan berdistribusi normal distribusi populasi
tak normal
2 Bebas Uji 2 sampel bebas - Uji Mann-Whitney - Uji chi-kuadrat (X2)
- Uji jumlah - Uji eksak dari
peringkat dari Fisher
Wilcoxon
Komparasi
Berpasangan Uji t sampel Uji peringkat Uji McNemar (untuk
berpasangan bertanda dari kategori dikotomik)
Wilcoxon
>2 Bebas Anova 1 arah Uji Kruskall-wallis Uji chi-kuadrat
Berpasangan Anova untuk subjek Uji Friedman Uji Cochran’s Q
yang sama (untuk kategori
dikotomi)
Korelasi - Korelasi dari - Uji Korelasi dari Koefisien kontigensi
Pearson (r) Spearman (rs) (C)
- (Regresi) - Korelasi Kappa (K) Koefisien Phi
Koefisien Kappa
Tabel 10.2 Cara Pemilihan Uji Statistik Multivariat 20
4
Variabel Tergantung Variabel Bebas
Rasio/Interval Ordinal Nominal (kategorikal)
1 variabel > 1 variabel 1 variabel > 1 variabel 1 variabel > 1 variabel
Uji t sampel Uji Analisis faktor Uji kolomogorof Model longlinear Uji chi-kuadrat 1 Model longlinear
normalitas (G) Uji t Analisis kluster Smirnov 1 sampel uji sampel
0 Variabel
sampel berpasangan Komponen prinsipal peringkat bertanda Uji binomial/McNemar
Matriks korelasi dari Wicoxon
Korelasi Korelasi ganda Korelasi Spearman Anova multifaktor Uji t 2 sampel bebas Analisis multifaktor
Regresi Regresi ganda Korelasi Kendall’s tau Regresi ganda ANOVA 1 faktor Regresi ganda
1 Variabel Analisis survival Analisis survival multiple classification Analisis survival Multiple clasfication
analysis analysis
Analisis survival Analisis survival
Rasio
Korelasi kanonikal Korelasi Kanonikal Multivariatanava Multivariatanava Multivariatanava Multivariatanava
Analisis jalur Anava pada Anava pada Anava pada Anava pada
> 1Variabel Model struktural komponen prisipal komponen prisipal komponen prinsipal komponen prinsipal
Hotteling’s T Analisis
profil
Korelasi Fungsi diskriminan Korelasi Model loglinier Uji tanda Model loglinier
Spearman Regresi logistik ganda Spearman Koefisien konkordans Uji Median Regresi logistik ganda
Korelasi Kendall’s tau Korelasi Kendall’s tau regresi logistik ganda Uji Jumlah peringkat
1 Variabel
Korelasi Kappa dari Wicoxon
Ordinal Uji Mann-Whitney
Uji Kruskall Wallis
Fungsi diskriminan Fungsi diskriminan Model loglinier Model loglinier Model loglinier Model loglinier
> 1 Variabel
Koefisien konkordas
Uji t 2 sampel bebas Fungsi diskriminan Uji tanda Regresi logistik ganda Uji chi-kuadrat Regresi logistik ganda
Anava 1 faktor Regresi logistik ganda Uji Median Model loglinier Uji pasti Fisher Model loglinier
Uji Jumlah peringkat Koefisien Phi
Nominal 1 Variabel
dari Wicoxon Korelasi Kappa Bag
(Kategorikal) Uji Mann-Whitney
ian
Uji Kruskall Wallis
3:
> Variabel Fungsi diskriminan Model loglinier Model loglinier Model loglinier Model loglinier Model loglinier
Met
odo
logi
Pen
eliti
an
Bab 10 • Analisis Data Penelitian Kuantitatif 205

DAFTAR PUSTAKA
Burns & Grove. 1999. The Practice of Nursing Research. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back, CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice. 9thed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Rafii’. 1993. Metode Statistik analisis untuk Penarikan Kesimpulan. Jakarta: Penerbit Bina
Cipta Anggota IKAPI.
Windu Purnomo. 2002. Pengolahan dan Analisis Data pada Riset Kuantitatif. Makalah
Seminar Disampaikan pada Pelatihan Metodologi Riset Keperawatan. PPNI Jawa
Timur, Surabaya, 25−28 Maret 2002.
Bab 11 • Penulisan Hasil Penelitian 207

Bab 11
Penulisan Hasil Penelitian

PENDAHULUAN
Pada bab ini hanya akan dibahas penulisan laporan skripsi atau tesis dari hasil penelitian jenis
kuantitatif. Penulisan ditekankan pada konsistensi tulisan dan konsistensi penulisan metodologi.
Konsistensi tulisan meliputi penggunaan istilah, penomoran, penggunaan huruf/angka, dan lain-
lain. Konsistensi penulisan metodologi meliputi kerangka konseptual, desain, populasi dan
sampel, variabel dan definisi operasional, pengumpulan dan analisis data, penyajian hasil dan
pembahasan, serta kesimpulan dan saran.
Penulisan hasil penelitian merupakan suatu cara mengkomunikasikan atau
menyosialisasi hasil temuan ilmiah kepada orang lain seperti perawat, tenaga kesehatan lain, dan
pengguna layanan kesehatan (Burns & Grove, 1999). Desiminasi hasil penelitian menyediakan
banyak keuntungan bagi peneliti, profesi keperawatan, dan pengguna layanan kesehatan. Dengan
menyajikan dan menerbitkan hasil penelitian, peneliti akan mampu meningkatkan disiplin ilmu
tertentu, pengakuan individu, meningkatkan eksistensi profesi keperawatan, dan pengakuan
profesionalisasi keperawatan.
Kedalaman informasi yang disajikan bergantung pada jenis penelitian (skripsi, tesis,
atau desertasi), keinginan pembaca, dan mekanisme desiminasi dari laporan hasil penelitian.

PENULISAN ISI HASIL PENELITIAN


Penulisan hasil penelitian dipersiapkan untuk tujuan dan sasaran yang berbeda. Skripsi maupun
tesis tidak hanya mengomunikasikan hasil suatu penelitian, tetapi juga menyediakan informasi
kepada orang lain atau mahasiswa dalam menelaah dan mempelajari fakta-fakta empiris yang
ditemukan. Oleh karena itu, bahasa yang dipergunakan harus menggunakan bahasa yang sudah
baku menganut aturan tata bahasa yang standar.
Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam penulisan hasil penelitian, pada prinsipnya isi
penulisan secara umum adalah sama. Isi penulisan laporan hasil penelitian meliputi
(1) pendahuluan; (2) bagian metodologi; (3) bagian hasil; (4) bagian pembahasan; dan (5)
kesimpulan dan saran (Nursalam, 2008).
208 Bagian 3: Metodologi Penelitian

Bagian Pendahuluan
Tujuan dari pendahuluan adalah membawa pembaca untuk mengenal masalah penelitian;
pentingnya masalah yang didukung oleh data-data dari jurnal dan daftar pustaka yang sesuai;
kronologis/penyebab terjadinya masalah; dan konsep solusi yang ditawarkan oleh peneliti.
Tahapan pada pendahuluan termasuk gambaran singkat tentang tinjauan pustaka, kerangka
konseptual, pernyataan masalah, serta hipotesis dan beberapa asumsi yang mendasari penelitian
serta pembahasan yang rasional dalam pengkajian masalah penelitian.
Peneliti harus menjelaskan secara jelas dan ringkas dengan menggunakan bahasa yang benar
dan baik pada latar belakang permasalahan, agar pembaca dapat mengerti dengan mudah bahwa
masalah penelitian tersebut adalah hal yang penting dan perlu dilakukan penelitian. Secara ideal,
justifikasi masalah penelitian keperawatan harus mengandung dua hal utama, yaitu praktik dan
teoretis. Tetapi pada kenyataannya, banyak penelitian yang hanya menekankan pada kepentingan
praktik atau teoretis saja.
Pernyataan masalah dalam pendahuluan harus disertai ringkasan hasil penelitian yang
sesuai supaya penelitian yang dilakukan sesuai dengan kontekstual yang berkembang saat ini.
Memperbanyak sumber dari tinjauan pustaka akan membantu peneliti memperjelas dasar-dasar
teoretis dan praktik masalah penelitian.
Dalam pendahuluan juga harus membahas tentang variabel dan definisi operasional secara
ringkas. Meskipun penjelasan secara lengkap terdapat pada bagian metodologi, tetapi penjelasan
singkat pada tahap pendahuluan tentang konsep/definisi penting akan membantu pembaca untuk
mengenal istilah-istilah sejak awal, apa yang akan dilakukan dalam penelitian tersebut.
Kesimpulannya adalah pendahuluan harus memuat penjelasan apa yang sudah
dilaksanakan dan apa yang sudah ditemukan sebelumnya. Pendahuluan juga harus menjawab
pertanyaan: Apa yang telah diketahui oleh peneliti? Apa yang ingin diketahui oleh peneliti? Dan
signifikansi apa yang berdampak terhadap teori dan praktik dalam penelitian tersebut (Polit
dan Back, 2012).

Bagian Metodologi
Penulisan pada bagian metodologi difokuskan pada bagaimana penelitian dilaksanakan agar
tujuan/masalah penelitian dapat dijawab. Ada beberapa hal penting yang harus dituliskan
pada bagian metodologi penelitian, yaitu (1) rancangan penelitian, (2) subjek penelitian, (3)
definisi operasional variabel penelitian, dan (4) instrumen dan metode/ prosedur
pengumpulan data, dan (5) analisis data.

1) Penulisan rancangan penelitian


Penulisan rancangan dalam penelitian harus secara jelas menggambarkan jenis rancangan apa
yang dipilih dalam penelitian. Jenis rancangan eksperimen biasanya ditulis secara jelas dan
rinci dibandingkan jenis rancangan non-eksperimen. Pada jenis rancangan eksperimen,
peneliti harus menuliskan variabel apa yang dilakukan manipulasi/perlakuan,
bagaimana mengelompokkan subjek, dan prosedur perlakuan apa yang digunakan. Pada bagian
ini juga perlu dituliskan tentang kerangka operasional (pentahapan) penelitian dilaksanakan,
sehingga mempermudah pembaca memahami langkah-langkah yang diikuti tentang
pelaksanaan penelitian.

2) Penulisan subjek penelitian (populasi dan sampel)


Pertama kali yang ingin diketahui oleh pembaca adalah siapa subjek penelitian. Penjelasan
tentang subjek penelitian biasanya meliputi dari mana populasi diambil dan bagaimana sampel
dipilih. Metode tentang pengambilan sampel, rasionalisasi sampling, dan jumlah sampel
harus dituliskan supaya pembaca dapat mengerti/menilai kelebihan dan keterbatasan dari
rancangan sampling. Pada bagian ini juga disarankan untuk dituliskan dasar karakteristik subjek,
misalnya usia, jenis kelamin, dan hal-hal lain yang sesuai.

3) Penulisan variabel dan definisi operasional


Variabel yang perlu dituliskan adalah variabel yang diteliti, biasanya berupa variabel
independen dan dependen serta variabel kendaliss. Kemudian isi penulisan definisi
operasional, meliputi jenis variabel, parameter, alat ukur/jenis instrumen, skala data, dan skor
yang ditetapkan.

4) Penulisan instrumen dan metode pengumpulan data


Penulisan pada bagian pengumpulan data merupakan komponen yang penting. Hal yang perlu
dituliskan adalah instrumen yang digunakan merupakan hasil pengembangan/ modifikasi
atau dari standar instrumen yang sudah baku. Perlu juga dituliskan tentang validitas dan
reliabilitas instrumen yang digunakan. Jika instrumen ternyata kurang memenuhi persyaratan,
maka peneliti harus secara jujur menuliskan kelemahan instrumen tersebut. Kedua, perlu
dituliskan tentang lokasi penelitian dan waktu pelaksanaan penelitian. Ketiga, hal yang tidak
kalah pentingnya adalah langkah-langkah/prosedur pengambilan data. Pada jenis rancangan
eksperimen, perlu dituliskan kapan pelaksanaan intervensi, berapa kali intervensi dilaksanakan?
Pada penelitian dengan instrumen wawancara, di mana dilaksanakan, siapa yang melakukan
wawancara, berapa lama waktu rata-rata yang diperlukan untuk setiap satu subjek? Pada
instrumen observasi, bagaimanakah peran observer, apa yang diobservasi? Pada instrumen
kuesioner, kapan kuesioner diberikan, bagaimana cara memberikannya, apakah ada tindak
lanjutnya? Kejelasan penulisan pada bagian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi pembaca
tentang kualitas pelaksanaan penelitian.

5) Penulisan analisis data


Pada penelitian kuantitatif, perlu dituliskan tentang jenis statistik yang dipergunakan dalam
pengolahan data. Alasan penetapan penggunaan statistik yang dipilih, sumber rujukan yang
dipergunakan. Pada bagian ini, biasanya rumus statistik tidak terlalu penting dituliskan, justru
nilai signifikan yang perlu diketahui oleh pembaca.
ASPEK METODOLOGI CONTOH

1. Rancangan penelitian Desain pra-eksperimental jenis post test only (one shot case study) digunakan
pada penelitian tentang pengaruh TAK (Terapi Aktivitas Kelompok) terhadap
peningkatan sosialisasi pada klien menarik diri.

2. Subjek penelitian Subjek diseleksi dengan menggunakan random: stratified random sampling
pada kelompok subjek ibu hamil dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD/
lulus SD dengan pendidikan SMP atau di atasnya.

3. Variabel dan definisi


operasional (DO) Perawatan diri pada klien pascaserangan stroke adalah kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan makan/minum, mandi, berpakaian, dan eliminasi
(urine/alvi). Contoh lain, respons imun adalah reaksi yang terjadi pada tingkat
sel/gen pada individu melalui tahap alarm, adaptasi, dan exaustion.
4. Instrumen dan metode
pengumpulan data Instrumen yang digunakan adalah tingkat kecemasan responsden, menurut
HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale).
Setelah mendapatkan informed consent, data dikumpulkan melalui observasi
tingkat kecemasan klien yang akan dilakukan Sectio Cesaria (SC) sebelum
diberikan penyuluhan (kelompok perlakuan dan kontrol) kemudian penyuluhan
dilakukan selama 2 kali pada kelompok perlakuan, setelah itu diukur kembali
tingkat kecemasan pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum klien
dilakukan SC.

5. Analisa Data Rata-rata dan standar deviasi dihitung pada dukungan sosial yang diberikan
keluarga pada klien dengan penyakit terminal (skala 76 – 100 – dukungan yang
baik), kemudian untuk mengetahui pengaruh dukungan terhadap penurunan
stres hospitalisasi menggunakan uji regresi linier dengan nilai signifikansi 0,05.

Bagian Penulisan Hasil Penelitian


1) Penulisan hasil
Pada bagian penulisan hasil penelitian, peneliti harus secara hati-hati melaporkan semua hasil
secara akurat dan selengkap mungkin, baik hasil tersebut menerima hipotesis, maupun
menolak hipotesis. Bagian awal penulisan hasil adalah tentang gambaran lokasi penelitian yang
meliputi karakteristik tempat penelitian dilaksanakan dan karakteristik subjek penelitian. Tahap
berikutnya adalah menuliskan hasil dalam tabel atau gambar disertai dengan penjelasan. Yang
perlu diingat dalam menuliskan tabel atau gambar harus terdapat komponen 3 W (What,
Where, When), yaitu tabel tentang apa, di mana, kapan dilaksanakan penelitian. Misalnya,
tabel hubungan antara pengetahuan dan peran keluarga dalam perawatan anak selama di rumah
sakit (apa) di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo (tempat) Bulan Maret-Mei 2013 (waktu).
Tabel atau gambar tersebut kemudian diberi penjelasan tentang hasil uji statistik yang
signifikan dan penulisan angka-angka yang mencolok. Tidak perlu dituliskan semua angka
pada setiap item variabel yang ada.
Penulisan persentase biasanya dikelompokkan menjadi mayoritas = apabila hasil
menunjukkan 90-100%; sebagian besar = 66-89%; lebih dari 50% (51-69) dan seterusnya.

2) Penulisan pembahasan
Penulisan pembahasan merupakan unsur yang penting pada bagian ini. Isi dari penulisan
pembahasan didasarkan pada tujuan penelitian, format penulisannya bisa dituliskan
sesuai yang ada di tujuan khusus atau bisa langsung dituliskan dalam beberapa paragraf
(Anderson & Poole, 1993). Isi tersebut meliputi penulisan (1) interpretasi hasil penelitian (fakta);
(2) mencantumkan literatur/tinjauan pustaka yang mendukung (Teori), dan (3)
opini/justifikasi ilustrasi dari peneliti tentang rekomendasi implikasi hasil temuannya baik
dalam hal akademik maupun praktik. Pada penelitian kuantitatif, interpretasi hasil meliputi
penjelasan hasil temuan statistik yang dihubungkan dengan makna konsep dan praktik. Peneliti
juga harus membuat suatu justifikasi tentang hasil temuannya, mengapa hasil yang ditemukan
mendukung atau bertentangan dengan hasil kajian/konsep yang ada. Pada bagian ini juga perlu
dituliskan tentang keterbatasan penelitian, khususnya ketidaksesuaian dengan konsep atau
temuan yang sudah ada.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J & Poole, M. 1993. Thesis and Assignment Writing. 2nd ed. Brisbane: John
Willey & Sons.
Burns & Grove. 1999. The Practice of Nursing Research. Philadelphia: W.B. Saunders Co.
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman
Skripsi, Tesis, dan Instrumen. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Polit DF & Back, CT. 2012. Nursing Research. Generating and Assessing Evidence for
Nursing Practice. 9thed. Philadelphia: JB. Lippincott.
Polit DF & Hngle, BP. 1999. Nursing Research. Principles and Methods. 6th ed. Philadelphia:
JB Lippincott.
Bagian 4
CONTOH PENYUSUNAN
INSTRUMEN PENELITIAN

1. Standar Kinerja Perawat pada Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori Keperawatan—


Adaptasi Roy
2. Penilaian Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Berdasarkan Pendekatan Proses
Keperawatan
3. Instrumen Beban Kerja
4. Instrumen Hubungan antara Imbalan Jasa dan Motivasi Kerja Perawat Pelaksana di
Rumah Sakit
5. Kepuasan Kerja Perawat (Aplikasi Teori Kebutuhan Maslow [Nursalam, 2002]).
6. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Berdasarkan 11 Kebutuhan Dasar Manusia dari
Henderson
7. Penampilan Dosen Keperawatan menurut Penilaian Mahasiswa
8. Beck Depression Inventory (BDI)
9. Respons Psikologis-Sosial-Spiritual (Nursalam, 2005)
10. Klasifikasi Tingkat Ketergantungan Klien (Berdasarkan Teori D. Orem: Defisit
Perawatan Diri)
11. Hubungan Dukungan Keluarga dan Tingkat Depresi pada Lansia
12. Kebutuhan Psikososial Keluarga—CCFNI (Critical Care Family Need Inventory), oleh
Motter & Leske, 1996
13. Pengaruh Terapi Bermain terhadap Sosialisasi selama Dirawat di Rumah Sakit
14. Perubahan Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine Sebelum dan Sesudah Latihan
Kegel
15. Tingkat Kecemasan–HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale)
16. Dimensi Tingkat Kepuasan Klien terhadap Pelayanan Keperawatan
17. Instrumen Autisme (Childhood Autism Rating Scale)
18. Instrumen Kemampuan Bladder-Retention Training, Frekuensi Enuresis, Skala Tingkat
Stres dan Gangguan Tidur Pada Anak
19. Instrumen Stres Kerja dan Circadian Rhythm
20. Instrumen Depression Anxiety Stress Scale (DASS 42)
21. Instrumen Motivasi Mahasiswa Mengikuti Perkuliahan, Hambatan, dan Harapan
Mahasiswa dalam Mencapai Prestasi Belajar
22. Instrumen Pengetahuan Ibu tentang Manajemen Laktasi
23. Instrumen Pengaruh Teknik Pernapasan Active Cycle of Breathing terhadap Peningkatan
Aliran Ekspirasi Maksimum pada Penderita Tuberkulosis
24. Gaya Koping, Tes Orientasi Kehidupan, dan Dukungan Sosial
214 Bagian 4: Contoh Penyusunan Instrumen Penelitian

25. Instrumen Respons Pengendalian Halusinasi Dengar TAK Stimulasi Persepsi Modifikasi, Observasi Sesi
1-2-3 TAK dan Observasi TAK Stimulasi Persepsi Modifikasi Halusinasi Dengar (Iskandar, 2006).
26. Mutu Pelayanan (Variabel–Kopelman) (Muhith, 2012)
a. Kuesioner Budaya Organisasi (Skor OCAI)
b. Kuesioner Kepemimpinan (Hersey and Blanchard)
c. Kuesioner Karakteristik Pekerjaan: Komitmen, Mental Model, Motivasi, Sikap
d. Kuesioner Mutu Asuhan Keperawatan: Standar Asuhan Keperawatan, Standar Kinerja
Profesional Perawat, Kepuasan Kerja Perawat
e. Kuesioner Kepuasan Pasien
27. Iklim Organisasi
28. Contoh Penghitungan Beban Kerja (Time and Motion Study) di Ruang Rawat Inap
29. Kepuasan Pasien dalam Caring
30. Kuesioner Terkait Burn Out pada Mahasiswa atau Karyawan
31. Ingatan atau Memori pada Lansia Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
32. Kuesioner Quality of Work Life
33. Instrumen Denyes Self-Care Agency (DSCAI-90)
34. Kuesioner Tingkat Kemandirian Pasien dalam Memenuhi Kebutuhan Perawatan Diri Postpartum
35. The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)-BREF
36. Instrumen TPB-AJZEN (2006) (Dikembangkan oleh Erna Dwi Wahyuni, 2012)
a. Pengetahuan
b. Sikap
c. Norma Subjektif
d. Intensi
36a. Lembar Observasi: Pendokumentasian Keperawatan
37. Thermometer Distres
38. Pengembangan Instrumen Survqual
39. Risiko Jatuh
40. Instrumen Nyeri
41. Instrumen Prosedur Pencegahan Infeksi
42. Kuesioner Kepribadian
43. Kuesioner Komitmen
CONTOH 1

STANDAR KINERJA PERAWAT PADA ASUHAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN TEORI KEPERAWATAN–ADAPTASI ROY

Ruangan :………………………… Umur : .……………………………


Inisial perawat :…..…………………..… Status perkawinan : ……...…………….……….
Pendidikan : ………………………… Jumlah anak : ….…………..……………..

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS

a. Memenuhi kebutuhan oksigen


Kriteria:
1. Menyiapkan tabung oksigen dan flowmeter ya tidak
2. Menyiapkan humidifier berisi air ya tidak
3. Menyiapkan slang nasal/masker ya tidak
4. Memberikan penjelasan kepada klien ya tidak
5. Mengatur posisi klien ya tidak
6. Memasang selang nasal/masker ya tidak
7. Memerhatikan reaksi klien ya tidak

b. Memenuhi kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit


Kriteria:
1. Menyiapkan peralatan dalam dressing car ya tidak
2. Menyiapkan cairan infus/makanan/darah ya tidak
3. Memberikan penjelasan pada klien ya tidak
4. Mencocokkan jenis cairan/darah/diet makanan ya tidak
5. Mengatur posisi klien ya tidak
6. Melakukan pemasangan infus/darah/makanan ya tidak
7. Mengobservasi reaksi klien ya tidak

c. Memenuhi kebutuhan eliminasi


Kriteria:
1. Menyiapkan alat pemberian huknah/gliserin/
dulkolac dan peralatan pemasangan kateter ya tidak
2. Memerhatikan suhu cairan/ukuran kateter ya tidak
3. Menutup pintu dan memasang selimut ya tidak
4. Mengobservasi keadaan feses/urine ya tidak
5. Mengobservasi reaksi klien ya tidak

d. Memenuhi kebutuhan aktivitas dan istirahat/tidur


Kriteria:
1. Melakukan latihan gerak pada klien tidak sadar ya tidak
2. Melakukan mobilisasi pada klien pascaoperasi ya tidak
3. Mengatur posisi yang nyaman pada klien ya tidak
4. Menjaga kebersihan lingkungan ya tidak
5. Mengatur jam berkunjung ya tidak

e. Memenuhi kebutuhan integritas kulit (kebersihan dan kenyamanan fisik)


Kriteria:
1. Memandikan klien yang tidak sadar/kondisi yang lemah ya tidak
2. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/kotor ya tidak
3. Merapikan alat-alat klien ya tidak
CONTOH 1

6. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis


Kriteria:
1. Mengobservasi tanda vital sesuai kebutuhan ya tidak
2. Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru ya tidak
3. Mengobservasi reaksi klien ya tidak

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI (PSIKIS)

Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual


Kriteria:
1. Melaksanakan orientasi pada klien baru ya tidak
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan
yang akan dilakukan ya tidak
3. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana ya tidak
4. Memerhatikan setiap keluhan klien ya tidak
5. Memotivasi klien untuk berdoa ya tidak
6. Membantu klien beribadah ya tidak
7. Memerhatikan pesan-pesan klien ya tidak

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN PERAN (SOSIAL)

1. Meyakinkan kepada klien bahwa dia adalah tetap sebagai individu


yang berguna bagi keluarga dan masyarakat ya tidak
2. Mendukung upaya kegiatan atau kreativitas klien ya tidak
3. Melibatkan klien dalam setiap kegiatan, terutama dalam
pengobatan pada dirinya ya tidak
4. Melibatkan klien dalam setiap pengambilan keputusan menyangkut
diri klien ya tidak
5. Bersifat terbuka dan komunikatif kepada klien ya tidak
6. Mengizinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien ya tidak
7. Perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap klien
yang dilakukan secara benar dalam perawatan ya tidak
8. Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan menerima
jika ada sikap yang negatif dari klien ya tidak

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENDENCE (KETERGANTUNGAN)

1. Membantu klien memenuhi kebutuhan makan dan minum


2. Membantu klien memnuhi kebutuhan eliminasi (urine dan alvi)
3. Membantu klien memenuhi kebutuhan kebersihan diri (mandi)
4. Membantu klien untuk berhias atau berdandan
CONTOH 2

PENILAIAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN


PENDEKATAN PROSES KEPERAWATAN
Nomor perawat (kode) : (L/P)
Penilai (kode) :
Jabatan penilai :
Ruang :
Hari/tanggal :
Petunjuk :
Berilah tanda (√) pada angka :

4 Bila telah dilakukan sepenuhnya dengan tepat


3 Bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat
2 Bila dilaksanakan hanya sebagian
1 Bila hanya sedikit yang dilaksanakan
0 Bila tidak dikerjakan sama sekali

SKOR
No Hal-hal yang dinilai
0 1 2 3 4
PENGKAJIAN
1 Melaksanakan pengkajian pada klien saat klien masuk rumah sakit
2 Melengkapi format catatan pengkajian klien (buku status klien) dengan tepat
3 Menilai kondisi klien secara terus-menerus
4 Menilai kebutuhan akan klien/keluarga
5 Membuat prioritas masalah

PERENCANAAN
1 Membuat rencana perawatan berdasarkan kebutuhan klien
2 Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan yang lain dalam merencanakan
perawatan
3 Membuat penjadwalan dalam melaksanakan rencana perawatan

IMPLEMENTASI
1 Memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh/holistik pada klien yang
menjadi tanggung jawabnya
2 Menghormati martabat dan rahasia klien
3 Mampu berfungsi secara cepat dan tepat dalam situasi kegawatan
4 Melaksanakan program pendidikan kepada klien dan keluarga
5 Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan
CONTOH 2

SKOR
No Hal-hal yang dinilai
0 1 2 3 4
EVALUASI
1 Mengevaluasi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan klien
2 Mengevaluasi praktik keperawatan dengan dibandingkan standar keperawatan
3 Evaluasi dilakukan secara terus-menerus

KETERAMPILAN KOMUNIKASI
1 Berkomunikasi dengan baik dengan rekan sekerja dan anggota tim perawatan
kesehatan lainnya
2 Mencatat pesanan secara akurat
3 Menanggapi dengan tepat terhadap permintaan dan pertanyaan klien/keluarga

HARAPAN, INSTITUSI, DAN PROFESI


1 Turut mendukung kebijakan, visi, dan misi rumah sakit
2 Terus-menerus membuat dan memperluas pengetahuan dan keterampilan pribadi
3 Menghadiri setiap penyuluhan/seminar/lokakarya yang berhubungan dengan
perawatan
4 Mau berbagi pengetahuan dengan sesama rekan kerja
5 Berpartisipasi dalam panitia keperawatan dan aktivitas lain yang memajukan
pertumbuhan dan perkembangan keperawatan
6 Berpartisipasi dalam belajar pengalaman untuk mahasiswa perawat
7 Membantu orientasi pegawai baru
8 Metampakkan penampilan yang profesional
9 Bersikap disiplin dalam berbagai perbuatan
10 Melakukan tugas-tugas sebagaimana yang diperlukan
CONTOH 3

INSTRUMEN BEBAN KERJA

1.Identitas Responden

Nama :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Agama :

Latar Belakang Pendidikan Terakhir:


SPR/SPK
Akademi Keperawatan Sarjana
Keperawatan Lainnya

2.Riwayat Pekerjaan
Sudah berapa lama Anda bekerja di Unit Gawat Darurat (UGD)?
…………………………………….
Apakah Anda pernah mendapatkan pendidikan/pelatihan mengenai keperawatan UGD, baik yang
diadakan oleh RSUD Dr. Soetomo Surabaya atau institusi lain?

 Ya/Tidak*)
 Jika ya, berapa kali dan berapa lama, sebutkan!
• …………………………………………………………
……….…………
• …………………………………………………………
……….…………
• …………………………………………………………
……….…………
• …………………………………………………………
……….…………
• …………………………………………………………
……….…………
• …………………………………………………………
……….…………

*) coret yang tidak perlu


CONTOH 3
LEMBAR KUESIONER

A. Beban Kerja Perawat UGD


Berilah tanda silang (×) pada kolom angka yang ada pada masing-masing pernyataan dengan pilihan
berikut.
Kode : 4 = tidak menjadi beban kerja 3
= beban kerja ringan
2 = beban kerja sedang 1 =
beban kerja berat

Jangan memberi tanda apa pun pada kolom skor

NO PERNYATAAN 1 2 3 4 SKOR
1 Melakukan observasi klien secara ketat selama jam kerja
2 Banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan demi
keselamatan klien
3 Beragamnya jenis pekerjaan yang harus dilakukan demi
keselamatan klien
4 Kontak langsung perawat dengan klien di ruang ICU secara
terus-menerus selama jam kerja
5 Kurangnya tenaga perawat ICU dibanding dengan klien kritis
6 Pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki tidak
mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan di ICU
7 Harapan pimpinan rumah sakit terhadap pelayanan yang
berkualitas
8 Tuntutan keluarga untuk keselamatan klien
9 Setiap saat dihadapkan pada keputusan yang tepat
10 Tanggung jawab dalam melaksanakan perawatan klien ICU
11 Setiap saat menghadapi klien dengan karakteristik tidak
berdaya, koma, dan kondisi terminal
12 Tugas pemberian obat-obat yang diberikan secara intensif
13 Tindakan penyelamatan klien
CONTOH 3

B. Kondisi Kerja Perawat UGD


Berilah tanda silang (×) pada kolom angka yang ada di sebelah kanan pada masing-masing butir
pernyataan dengan pilihan sebagai berikut.

Kode: 4 = menyenangkan
3 = kurang menyenangkan 2
= tidak menyenangkan
1 = sangat tidak menyenangkan

Jangan memberi tanda apa pun pada kolom skor

NO. PERNYATAAN 1 2 3 4 SKOR


1 Bunyi alat monitor jantung dan suara gelembung air
maupun suara udara pada mesin pengisap (suction) dan
respirator
2 Lingkungan ruang ICU yang tertutup dari dunia luar
3 Dering telepon yang berbunyi tiba-tiba
4 Bunyi mesin AC
5 Banyaknya alat-alat canggih
6 Mendengar suara rintihan/jeritan klien
7 Terdapatnya ekskresi saluran cerna, genitalia, darah,
mukosa, bekas muntahan, urine, dan feses
8 Kondisi klien dengan balutan yang lembap dengan cairan
purulen, darah, dengan pemasangan drainase, infus, slang
oksigen, dan kantong urine
9 Ketatnya aturan kerja yang harus dipatuhi
10 Aturan penggunaan pakaian dinas
11 Terbatasnya waktu untuk berkomunikasi dengan sesama
anggota tim
12 Kerja sama antara anggota tim
13 Kerjasama antara perawat dan tim kesehatan lain
14 Kondisi keluarga yang tidak kooperatif (selalu menuntut
perawat untuk berbuat lebih terhadap klien)
15 Menghadapi keluarga dengan kecemasan yang meningkat
dan selalu ingin tahu
16 Memburuknya kondisi klien secara tiba-tiba
CONTOH 3
C. Stres Kerja Perawat UGD
Petunjuk: Berilah tanda silang (×) pada kolom angka yang ada di sebelah kanan pada masing- masing
butir pernyataan dengan pilihan sesuai dengan yang Anda alami.

Kode: 4 = tidak pernah


3 = kadang-kadang
2 = sering
1 = selalu

Jangan memberi tanda apa pun pada kolom skor.

NO. PERNYATAAN 1 2 3 4 SKOR


1 Saya merasa sakit kepala saat bekerja
2 Saya bekerja berkeringat dingin
3 Saya merasa jantung berdebar saat bekerja
4 Merasa mual saat bekerja
5 Merasa sakit perut/nyeri ulu hati saat bekerja
6 Merasa sesak napas saat bekerja
7 Merasa otot kaku saat/setelah bekerja (kaku leher)
8 Mulut saya terasa kering
9 Saya merasa ada gangguan penglihatan saat bekerja
10 Saya merasa ada gangguan tidur
11 Merasa nyeri yang tidak spesifik
12 Merasa gatal yang tidak spesifik
13 Diare saat/setelah kerja
14 Merasa telapak tangan berkeringat
15 Merasa telapak tangan dingin
16 Merasa frekuensi pernapasan meningkat
17 Merasa denyut nadi meningkat
18 Merasa cemas/takut
19 Merasa tertekan karena pekerjaan
20 Menyalahkan diri sendiri
21 Hilang harapan
22 Merasa bodoh
23 Merasa tidak cocok dengan pekerjaan
24 Curiga dengan orang lain membicarakan dirinya
CONTOH 3
(Lanjutan)

NO. PERNYATAAN 1 2 3 4
25 Merasa kehilangan konsentrasi
26 Mudah lupa
27 Merasa tidak cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan
28 Menghindar dari masalah
29 Berganti-ganti rencana
30 Berpikir hal-hal kecil terlalu detail
31 Ketegangan saat berinteraksi dengan teman sejawat
32 Ketegangan saat berinteraksi dengan tim kesehatan lain
33 Mudah tersinggung
34 Mudah marah tanpa sebab yang berarti
35 Menarik diri (menolak berinteraksi dengan sejawat)
36 Menarik diri (menolak berinteraksi dengan tim kesehatan)
37 Merasa tidak suka dengan pekerjaan
38 Kecewa terhadap hasil pekerjaan
39 Merasa jenuh dalam bekerja
40 Merasa bergantung pada orang lain
41 Merasa tidak tertarik terhadap minat yang disukai
42 Merasa lambat terhadap situasi yang membahayakan
43 Makan secara berlebihan
44 Kehilangan nafsu makan
45 Perubahan kesukaan merokok/minuman keras
46 Bingung dalam menghadapi pekerjaan
47 Putus asa pada pekerjaan
48 Penurunan produktivitas kerja
49 Kepuasan terhadap pekerjaan
50 Meninggalkan kerja
Skor
CONTOH 4

INSTRUMEN HUBUNGAN ANTARA IMBALAN JASA DAN MOTIVASI KERJA


PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT

PENILAIAN PERAWAT TERHADAP


A. Imbalan Finansial
1. Gaji (honor bulanan) yang Anda terima dari rumah sakit
a. Kurang dari Rp. 500.000
b. Rp. 500.000–750.000
c. Lebih dari Rp. 750.000
2. Menurut penilaian Anda, honor tersebut adalah....
a. Masih kurang
b. Cukup
c. Lebih dari cukup
3. Tunjangan transportasi (bulanan) yang Anda terima dari rumah sakit....
a. Kurang dari Rp 60.000
b. Rp 60.000–75.000
c. Lebih dari Rp. 75.000
4. Menurut penilaian Anda, honor tersebut adalah
a. Masih kurang
b. Cukup
c. Lebih dari cukup
5. Tunjangan makan (bulanan) yang Anda terima dari rumah sakit....
d. Kurang dari Rp 60.000
e. Rp 60.000–75.000
f. Lebih dari Rp. 75.000
6. Menurut penilaian Anda, honor tersebut adalah....
a. Masih kurang
b. Cukup
c. Lebih dari cukup
7. Tunjangan lain-lain (tahunan) yang Anda terima dari RS (selain tunjangan diatas)
a. Kurang dari Rp. 500.000
b. Rp 500.000–750.000
c. Lebih dari Rp. 750.000
8. Menurut penilaian Anda, honor tersebut adalah....
a. Masih kurang
b. Cukup
c. Lebih dari cukup
CONTOH 4

B. Imbalan Psikologis dan Sosial


No. JENIS IMBALAN Tidak Perlu Sangat Kode
perlu Perlu
1. Apakah Anda membutuhkan kenaikan jabatan bila
mendapatkan penilaian prestasi baik
2. Apakah kenaikan jabatan memengaruhi semangat
kerja
3. Apakah setelah mendapatkan prestasi, Anda
mendapatkan dukungan selamat dari teman dan
atasan
4. Apakah dukungan dari teman dan atasan diperlukan
untuk mencapai prestasi yang lebih baik
5. Apakah ucapan dan dukungan tersebut memengaruhi
kepuasan Anda bekerja
6. Apakah teman-teman dan atasan Anda menghargai
kerja keras Anda
7. Apakah Anda berpikir pengawasan dalam bekerja
diperlukan

C. Motivasi Kerja
1. Bila Anda dinyatakan berprestasi dan perlu mendapatkan imbalan, maka imbalan yang paling Anda
inginkan adalah....
a. Uang
b. Pengakuan atau kepercayaan dari teman dan atasan
c. Piagam
d. Kenaikan jabatan
2. Bila pada saat Anda hendak berangkat tugas turun hujan dan kendaraan mogok, maka tindakan
Anda...
a. Tidak jadi berangkat
b. Menelpon teman untuk menggantikan
c. Berangkat setelah hujan reda dan kendaraan selesai diperbaiki
d. Tetap berangkat dengan kendaraan apapun
3. Apabila saat Anda beristirahat di rumah, kemudian Anda diminta masuk tugas untuk
menggantikan teman yang berhalangan, maka tindakan Anda....
a. Tidak mau, karena itu bukan tugas saya
b. Mau datang, bila ada imbalan
c. Datang sebentar saja terus pulang
d. Berangkat tugas dan pulang sesuai jam dinas
CONTOH 4

4. Apabila pada saat Anda bertugas, ada klien baru datang (bukan klien Anda) maka tindakan Anda....
a. Diamkan saja menunggu teman datang dan perintah dokter
b. Menerima klien saja dan melanjutkan pekerjaan lainnya
c. Membuat sebagian catatan keperawatan
d. Menerima klien, kemudian melakukan anamnesis dan observasi
5. Apabila jam tugas Anda sudah berakhir, tetapi pekerjaan Anda belum selesai apa yang Anda
lakukan?
a. Pulang
b. Meneruskan pekerjaan tersebut esok hari
c. Menitipkan kepada pengganti jaga
d. Menyelesaikan tugas sampai tuntas
6. Apabila sudah lama Anda menunggu daftar pengganti jaga, namun belum juga datang, maka tindakan
Anda....
a. Pulang saja, karena waktu tugas jaga sudah selesai
b. Menitipkan pesan kepada petugas jaga atau perawat di ruangan lainnya
c. Menunggu pengganti jaga datang, tetapi tidak mengobservasi keadaan klien
d. Menunggu sampai pengganti jaga datang, tetap mengobservasi, dan melakukan tindakan
keperawatan yang diperlukan kepada klien
CONTOH 5

KEPUASAN KERJA PERAWAT


Aplikasi Teori Kebutuhan Maslow (Nursalam, 2002)

No. PERNYATAAN STP TP CP P SP KODE


(1) (2) (3) (4) (5)
1 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pekerjaan yang
Anda lakukan
2 Sistem penggajian yang dilakukan institusi tempat Anda
bekerja
3 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pendidikan
Anda
4 Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi atau
kerja ekstra
5 Tersedianya peralatan dan perlengkapan yang
mendukung pekerjaan
6 Tersedianya fasilitas penunjang seperti kamar mandi,
tempat parkir, dan kantin
7 Kondisi ruangan kerja terutama berkaitan dengan
ventilasi udara, kebersihan, dan kebisingan
8 Adanya jaminan atas kesehatan/keselamatan kerja
9 Perhatian institusi rumah sakit terhadap Anda
10 Hubungan antar karyawan dalam kelompok kerja
11 Kemampuan dalam bekerja sama antar karyawan
12 Sikap teman-teman kerja terhadap Anda
13 Kesesuaian antara pekerjaan dan latar belakang
pendidikan Anda
14 Kemampuan dalam menggunakan waktu bekerja
dengan penugasan yang diberikan
15 Kemampuan supervisi/pengawas dalam membuat
keputusan
16 Perlakuan atasan selama Anda bekerja di sini
17 Kebebasan melakukan suatu metode sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan
18 Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan kerja
melalui pelatihan atau pendidikan tambahan
19 Kesempatan untuk mendapat posisi yang lebih tinggi
20 Kesempatan untuk membuat suatu prestasi dan
mendapatkan kenaikan pangkat

Keterangan :
STP = sangat tidak puas P = puas
TP = tidak puas
CP = cukup puas SP = sangat puas
CONTOH 6

PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


BERDASARKAN 11 KEBUTUHAN DASAR MANUSIA DARI HENDERSON

Ruangan : Umur :
………………………… ……………………
……
Inisial perawat : Status perkawinan :
………………………… ……………………
……
Pendidikan : Jumlah anak :
………………………… ……………………
……

A. Memenuhi kebutuhan oksigen


Kriteria:
1. Menyiapkan tabung oksigen dan flowmeter ya  tidak 
2. Menyiapkan humidifier berisi air ya  tidak 
3. Menyiapkan selang nasal/masker ya  tidak 
4. Memberikan penjelasan kepada klien ya  tidak 
5. Mengatur posisi klien ya  tidak 
6. Memasang slang nasal/masker ya  tidak 
7. Memerhatikan reaksi klien ya  tidak 
B. Memenuhi kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit
Kriteria:
1. Menyiapkan peralatan dalam dressing car ya  tidak 
2. Menyiapkan cairan infus/makanan/darah ya  tidak 
3. Memberikan penjelasan pada klien ya  tidak 
4. Mencocokkan jenis cairan/darah/diet makanan ya  tidak 
5. Mengatur posisi klien ya  tidak 
6. Melakukan pemasangan infus/darah/makanan ya  tidak 
7. Mengobservasi reaksi klien ya  tidak 
C. Memenuhi kebutuhan eliminasi
Kriteria:
1. Menyiapkan alat pemberian huknah/gliserin/
dulcolak dan peralatan pemasangan kateter ya  tidak 
2. Memerhatikan suhu cairan/ukuran kateter ya  tidak 
3. Menutup pintu dan memasang selimut ya  tidak 
4. Mengobservasi keadaan feses/urine ya  tidak 
5. Mengobservasi reaksi klien ya  tidak 
D. Memenuhi kebutuhan keamanan
Kriteria:
1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan  tidak 
ya
2. Memakai handschooen pada tindakan pemasangan  tidak
alat keperawatan ya 
3. Memasang alat pengaman pada klien tidak sadar/gelisah ya  tidak 
4. Penerangan ruangan/cahaya cukup terang ya  tidak 
CONTOH 6

E. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik


Kriteria:
1. Memandikan klien yang tidak sadar/kondisi
yang lemah ya  tidak 
2. Mengganti alat-alat tenun sesuai kebutuhan/kotor ya  tidak 
3. Merapikan alat-alat klien ya  tidak 
F. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria:
1. Mengatur posisi yang nyaman pada klien ya  tidak 
2. Menjaga kebersihan lingkungan ya  tidak 
3. Mengatur jam berkunjung ya  tidak 
G. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani
Kriteria:
1. Melakukan latihan gerak pada klien tidak sadar ya  tidak 
2. Melakukan mobilisasi pada klien pascaoperasi ya  tidak 
H. Memenuhi kebutuhan spiritual
Kriteria:
1. Memotivasi klien untuk berdoa ya  tidak 
2. Membantu klien beribadah ya  tidak 
I. Memenuhi kebutuhan emosional
Kriteria:
1. Melaksanakan orientasi pada klien baru ya  tidak 
2. Memberikan penjelasan tentang tindakan
yang akan dilakukan ya  tidak 
3. Memerhatikan setiap keluhan klien ya  tidak 
J. Memenuhi kebutuhan komunikasi
Kriteria:
1. Memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana ya  tidak 
2. Memerhatikan pesan-pesan klien ya  tidak 
K. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
Kriteria:
1. Mengobservasi tanda vital sesuai kebutuhan ya  tidak 
2. Melakukan tes alergi pada pemberian obat baru ya  tidak 
3. Mengobservasi reaksi klien ya  tidak 
CONTOH 6

FORMAT PENILAIAN PELAKSANAAN KERJA PERAWAT

Nomor perawat (kode) : (L/P)


Penilai (kode) :
Jabatan penilai :
Ruang :
Hari/tanggal :
Petunjuk :
Berilah tanda (√) pada angka :
4 Bila telah dilakukan sepenuhnya dengan tepat 3
Bila dilakukan sepenuhnya namun tidak tepat 2 Bila
dilaksanakan hanya sebagian
1 Bila hanya sedikit yang dilaksanakan 0
Bila tidak dikerjakan sama sekali

No Hal-hal yang dinilai Skor


0 1 2 3 4
PENGKAJIAN
1 Melaksanakan pengkajian pada klien saat klien masuk rumah sakit
2 Melengkapi format catatan pengkajian klien (buku status klien) dengan tepat
3 Menilai kondisi klien secara terus-menerus
4 Menilai kebutuhan akan klien/keluarga
5 Membuat prioritas masalah

PERENCANAAN
6 Membuat rencana perawatan berdasarkan kebutuhan klien
7 Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan yang lain dalam merencanakan
perawatan
8 Membuat penjadwalan dalam melaksanakan rencana perawatan

IMPLEMENTASI
9 Memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh/holistik pada klien yang
menjadi tanggung jawabnya
10 Menghormati martabat dan rahasia klien
11 Mampu berfungsi secara cepat dan tepat dalam situasi kegawatan
12 Melaksanakan program pendidikan kepada klien dan keluarga
13 Bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lain dalam memberikan asuhan
keperawatan
CONTOH 6

Skor
No Hal-hal yang dinilai
0 1 2 3 4
EVALUASI
14 Mengevaluasi dan menyesuaikan rencana keperawatan sesuai kebutuhan klien
15 Mengevaluasi praktik keperawatan dengan dibandingkan standar keperawatan
16 Evaluasi dilakukan secara terus-menerus

KETERAMPILAN KOMUNIKASI
17 Berkomunikasi dengan baik dengan rekan sekerja dan anggota tim perawatan
kesehatan lainnya
18 Mencatat pesanan secara akurat
19 Menanggapi dengan tepat terhadap permintaan dan pertanyaan klien/keluarga

HARAPAN INSTITUSI DAN PROFESI


20 Turut mendukung kebijakan, visi, dan misi rumah sakit
21 Terus-menerus membuat dan memperluas pengetahuan dan keterampilan pribadi
22 Menghadiri penyuluhan/seminar/lokakarya yang berhubungan dengan perawatan
setiap ada acara tersebut
23 Mau berbagi pengetahuan dengan sesama rekan kerja
24 Berpartisipasi dalam panitia keperawatan dan aktivitas lain yang memajukan
pertumbuhan dan perkembangan keperawatan
25 Berpartisipasi dalam belajar pengalaman untuk mahasiswa perawat
26 Membantu orientasi pegawai baru
27 Metampakkan penampilan profesional
28 Bersikap disiplin dalam berbagai perbuatan
29 Melakukan tugas-tugas sebagaimana yang diperlukan
CONTOH 7

PENAMPILAN DOSEN KEPERAWATAN


MENURUT PENILAIAN MAHASISWA

1. Kemampuan profesional BS B C K Kode

a Penguasaan materi (bahan) yang diajarkan b


Sistematika penyajian materi
c Cara/metode mengajar d
Persiapan mengajar

e Kemampuan membuat media pengajaran

f Kemampuan menggunakan media pengajaran g


Pengaturan ruang belajar

Berilah tanda centang (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai pendapat Anda
Ya Tidak
a Sebelum memulai pelajaran guru menjelaskan tujuan pembelajaran

b Merangkum/membuat kesimpulan pada akhir perkuliahan

c Soal-soal yang diujikan relevan dengan materi yang diajarkan

2. Hubungan interpersonal dengan siswa


a Dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif

b Dapat membangkitkan motivasi belajar siswa (hasrat belajar siswa)

c Membatasi hubungan dengan siswa (menjaga jarak)


CONTOH 7

d Memberikan kebebasan untuk mengajukan pendapat dan pertanyaan

e Menghargai siswa

f Respek terhadap permasalahan yang dialami siswa

g Membeda-bedakan status siswa

h Bersikap adil

i Ada feedback dari guru untuk setiap tugas yang diberikan pada siswa

j Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan perasaannya

3. Kualitas personel
a Pengetahuan/pengalaman/wawasan yang berkaitan dengan bahan yang diajarkan

b Cara berkomunikasi/berbicara

c Semangat/gairah mengajar

d Penampilan/kerapian/kebersihan

e Kontrol diri saat marah

f Keluwesan/fleksibilitas
CONTOH 7

g Rasa humor

h Kejujuran

i Kemampuan memberi kritik

j Kemampuan menerima kritik dari siswa

k Menciptakan kreativitas mengajar

l Penggunaan bahasa yang tepat dalam mengajar

Keterangan :
BS = Baik Sekali
B = Baik
C = Cukup
K = Kurang
CONTOH 8

BECK DEPRESSION INVENTORY (BDI)

Petunjuk : Pilihlah satu pernyataan dalam masing-masing kelompok yang paling melukiskan perasaan
Anda pada pekan lalu, termasuk hari ini. Berilah tanda silang pada kotak yang terdapat disamping
pertanyaan yang Anda pilih.

Setelah suami/istri saya meninggal, sampai sekarang:

1. 🖵 0. Saya tidak merasa sedih.


🖵 1. Saya merasa sedih.
🖵 2. Saya merasa sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat menghilangkannya.
🖵 3. Saya begitu sedih sehingga saya merasa tidak tahan lagi.
2. 🖵 0. Saya tidak berkecil hati terhadap masa depan saya.
🖵 1. Saya merasa berkecil hati terhadap masa depan saya.
🖵 2. Saya merasa tidak ada sesuatu yang saya nantikan.
🖵 3. Saya merasa bahwa tidak ada harapan di masa depan, segala sesuatunya tidak dapat diperbaiki.
3. 🖵 0. Saya tidak merasa gagal.
🖵 1. Saya merasa lebih banyak mengalami kegagalan daripada orang lain.
🖵 2. Kalau saya meninjau kembali hidup saya, yang dapat saya lihat hanyalah kegagalan.
🖵 3. Saya merasa sebagai seorang pribadi yang gagal total.
4. 🖵 0. Saya memperoleh kepuasan atas segala sesuatu seperti biasanya.
🖵 1. Saya tidak dapat menikmati segala sesuatu seperti biasanya.
🖵 2. Saya tidak lagi memperoleh kepuasan yang nyata dari segala sesuatu.
🖵 3. Saya merasa tidak puas atau bosan terhadap apa saja.
5. 🖵 0. Saya tidak merasa bersalah.
🖵 1. Saya cukup sering merasa bersalah.
🖵 2. Saya sering merasa sangat bersalah.
🖵 3. Saya merasa bersalah sepanjang waktu.

6. 🖵 0. Saya tidak merasa bahwa saya sedang dihukum.


🖵 1. Saya merasa bahwa saya mungkin dihukum.
🖵 2. Saya mengharapkan agar dihukum.
🖵 3. Saya merasa bahwa saya sedang dihukum.
CONTOH 8

7. 🖵 0. Saya tidak merasa kecewa terhadap diri saya sendiri.


🖵 1. Saya merasa kecewa terhadap diri saya sendiri.
🖵 2. Saya merasa jijik terhadap diri saya sendiri.
🖵 3. Saya membenci diri saya sendiri.

8. 🖵 0. Saya tidak merasa bahwa saya lebih buruk daripada orang lain
🖵 1. Saya selalu mencela diri saya sendiri karena kelemahan/kekeliruan saya.
🖵 2. Saya menyalahkan diri saya sendiri sepanjang waktu atas kesalahan-kesalahan saya.
🖵 3. Saya menyalahkan diri saya sendiri atas semua hal buruk yang terjadi.

9. 🖵 0. Saya tidak mempunyai pikiran untuk bunuh diri.


🖵 1. Saya mempunyai pikiran untuk bunuh diri, tetapi saya tidak akan
melaksanakannya.
🖵 2. Saya ingin bunuh diri.
🖵 3. Saya bunuh diri kalau ada kesempatan.

10. 🖵 0. Saya tidak menangis lebih dari biasanya.


🖵 1. Sekarang saya lebih banyak menangis daripada biasanya.
🖵 2. Sekarang saya menangis sepanjang waktu.
🖵 3. Saya biasanya dapat menangis, tetapi sekarang saya tidak dapat menangis meskipun saya ingin
menangis.

11. 🖵 0. Sekarang saya tidak merasa lebih jengkel daripada sebelumnya.


🖵 1. Saya lebih mudah jengkel/marah daripada biasanya.
🖵 2. Saya sekarang merasa jengkel sepanjang waktu
🖵 3. Saya tidak dibuat jengkel oleh hal-hal yang biasanya menjengkelkan saya.
12. 🖵 0. Saya masih tetap senang bergaul dengan orang lain.
🖵 1. Saya kurang berminat terhadap orang lain dibanding biasanya.
🖵 2. Saya kehilangan sebagian besar minat saya terhadap orang lain.
🖵 3. Saya telah kehilangan seluruh minat saya terhadap orang lain.
13. 🖵 0. Saya mengambil keputusan-keputusan sama baiknya dengan sebelumnya.
🖵 1. Saya lebih banyak menunda keputusan daripada biasanya.
🖵 2. Saya mempunyai kesulitan yang lebih besar dalam mengambil keputusan daripada sebelumnya.
🖵 3. Saya sama sekali tidak dapat mengambil keputusan apapun.
CONTOH 8

14. 🖵 0. Saya tidak merasa bahwa saya kelihatan lebih jelek daripada biasanya.
🖵 1. Saya merasa cemas jangan-jangan saya tua dan tidak menarik.
🖵 2. Saya merasa ada perubahan-perubahan tetap pada penmapilan saya yang membuat saya
kelihatan tidak menarik.
🖵 3. Saya yakin bahwa saya kelihatan jelek.

15. 🖵 0. Saya dapat bekerja dengan baik sebelumnya.


🖵 1. Saya membutuhkan usaha istimewa untuk mulai mengerjakan sesuatu.
🖵 2. Saya harus memaksa diri saya untuk mengerjakan sesuatu.
🖵 3. Saya sama sekali tidak dapat mengerjakan apa-apa.
16. 🖵 0. Saya dapat tidur nyenyak seperti biasanya.
🖵 1. Saya tidak dapat tidur nyenyak seperti biasanya.
🖵 2. Saya bangun 2−3 jam lebih awal dari biasanya dan sukar tidur kembali.
🖵 3. Saya bangun beberapa jam lebih awal dari biasanya dan tidak dapat tidur kembali.
17. 🖵 0. Saya tidak lebih mudah lelah daripada biasanya
🖵 1. Saya lebih mudah lelah dari biasanya.
🖵 2. Saya hampir selalu merasa lelah dalam mengerjakan sesuatu.
🖵 3. Saya merasa terlalu lelah untuk mengerjakan apa-apa.

18. 🖵 0. Nafsu makan saya masih seperti biasanya.


🖵 1. Nafsu makan saya tidak sebesar biasanya.
🖵 2. Sekarang nafsu makan saya jauh lebih berkurang.
🖵 3. Saya tidak mempunyai nafsu makan sama sekali.

19. 🖵 0. Saya tidak merencanakan kesehatan saya melebihi biasanya.


🖵 1. Saya cemas akan masalah kesehatan fisik saya.
🖵 2. Saya sangat cemas akan masalah kesehatan fisik saya dan sulit memikirkan hal-hal lain.
🖵 3. Saya begitu cemas akan kesehatan fisik saya sehingga saya tidak dapat berpikir mengenai
hal-hal lain.
20. 🖵 0. Saya tidak merasa ada perubahan dalam minat saya terhadap seks pada akhir- akhir ini.
🖵 1. Saya kurang berminat terhadap seks kalau dibandingkan dengan sebelumnya.
🖵 2. Sekarang saya sangat kurang berminat terhadap seks.
🖵 3. Saya sama sekali kehilangan minat terhadap seks.
CONTOH 9
KUESIONER RESPONS PSIKOLOGIS–SOSIAL–SPIRITUAL (NURSALAM, 2005)

PETUNJUK PENGISIAN: BERILAH TANDA (✓) PADA PERNYATAAN

1. RESPONS PSIKOLOGIS

Tidak
Selalu Sering Kadang pernah
No Respons 4 3 2 1 kode
Menyangkal/denial (-)
1 Saya tidak percaya kalau saya menderita HIV
2 Saya berpikir hasil pemeriksaan dokter itu salah
3 Saya harus memeriksakan sakit saya ke dokter atau
orang pintar
4 Saya berusaha untuk merahasiakan sakit saya
kepada orang lain
5 Saya malu bila orang lain mengetahui sakit saya
Marah/anger (-)
1 Saya menyalahkan orang lain mengapa harus saya
yang menderita HIV
2 Saya menyalahkan Tuhan mengapa harus saya yang
menderita HIV
3 Saya marah bila orang lain mengetahui sakit saya
4 Saya menyalahkan tim medis karena kurang cepat
pengobatannya
5 Saya marah dan tersinggung jika ada orang lain yang
membicarakan sakit saya
Tawar-menawar/bargaining (-)
1 Saya berpikir seandainya bukan saya yang
menderita, tentu tidak akan jadi begini
2 Saya berpikir seandainya saya sembuh, saya akan
selalu menjaga kesehatan saya
3 Seandainya sakit saya tidak kambuh lagi, saya akan
berbuat baik dan beramal
4 Seandainya saya hidup teratur dan rajin kontrol maka
saya tidak akan sakit
5 Seandainya saya mengikuti nasihat dokter dan
keluarga saya tidak akan jatuh sakit
Depresi/depression (-)
1 Saya merasa sangat terpukul ketika diberitahu
penyakit saya
2 Saat ini saya merasa tidak berdaya
3 Saya merasa sedih dan menangis jika memikirkan
penyakit saya
CONTOH 9

Tidak
Selalu Sering Kadang pernah
No Respons 4 3 2 1 kode
4 Saya merasa gagal dalam hidup karena tidak bisa
mencapai kebahagiaan
5 Saya kadang berpikir untuk bunuh diri dan mati
dengan tenang daripada mengalami HIV
Menerima/acceptance (-)
1 Saya saat ini berpikir akan menyerahkan sepenuhnya
kepada dokter/perawat tentang perawatan penyakit
saya
2 Saya telah menyediakan semua keperluan untuk
kesembuhan penyakit saya, tapi mana hasilnya
3 Saya tidak akan meminta penjelasan lagi kepada
dokter dan perawat tentang penyakit saya dan
kemungkinan kesembuhannya
4 Saya sudah pasrah dan tidak akan berusaha
semaksimal mungkin untuk kesembuhan
5 Saya berpikir bahwa penyakit yang saya derita adalah
musibah yang tiada akhirnya.

Setiap respons psikologis nilai maksimal adalah 20

2. RESPONS SOSIAL

No RESPONS SOSIAL SS S TS STS Kode


(4) (3) (2 (1)
1 Keluarga sangat berperan aktif dalam setiap pengobatan dan
perawatan sakit saya
2 Keluarga tetap mencintai dan memerhatikan keadaan selama saya
sakit
3 Hampir semua keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang
saya alami sebagai suatu musibah
4 Keluarga memberi perhatian yang baik setiap saya membutuhkan
bantuan
5 Selama saya sakit, jika ada masalah saya sering bimbang dalam
bertindak
6 Saya mencemaskan keadaan penyakit saya yang tidak kunjung
membaik
7 Saya khawatir penyakit saya akan menular kepada keluarga
8 Saya mencemaskan biaya pengobatan penyakit saya yang banyak
9 Sejak dinyatakan positif HIV, istri/suami saya tidak bersedia
berhubungan suami/istri
10 Saya tidak pernah dilibatkan dalam kegiatan keluarga dan kegiatan
sosial di kampung saya
CONTOH 9

No RESPONS SOSIAL SS S TS STS Kode


(4) (3) (2 (1)
11 Hampir semua orang sering menghindar jika berpapasan dengan
saya
12 Selama ini tokoh agama dan tokoh masyarakat kurang memberikan
dukungan pada penyakit saya
13 Selama ini hanya LSM yang peduli dan mendukung selama saya
sakit

E: Emosi = No. 1−4 (16) C: Cemas = No. 5−8 (14) S: Sosial (Interaksi sosial) = No. 9−3 (20)

RESPONS PENILAIAN PASIEN TERHADAP DUKUNGAN KELUARGA (SOSIAL)

No Dukungan Kadang- Tdk


Selalu Sering kadang Pernah Kode
(3) (2) (1) (0)
DUKUNGAN EMOSIONAL & PENGHARGAAN
1 Keluarga selalu mendampingi saya dalam perawatan
2 Keluarga selalu memberi pujian dan perhatian kepada saya
3 Keluarga tetap mencintai dan memerhatikan keadaan saya
selama saya sakit
4 Keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya
alami sebagai suatu musibah
DUKUNGAN FASILITAS
1 Keluarga selalu menyediakan waktu dan fasilitas jika saya
memerlukan untuk keperluan pengobatan
2 Keluarga sangat berperan aktif dalam setiap pengobatan
dan perawatan sakit saya
3 Keluarga bersedia membiayai biaya perawatan dan
pengobatan
4 Keluarga selalu berusaha untuk mencarikan kekurangan
sarana dan peralatan perawatan yang saya perlukan

DUKUNGAN INFORMASI/PENGETAHUAN
1 Keluarga selalu memberitahu tentang hasil pemeriksaan
dan pengobatan dari dokter yang merawat kepada saya
2 Keluarga selalu mengingatkan saya untuk kontrol, minum
obat, latihan, dan makan
3 Keluarga selalu mengingatkan saya tentang perilaku-
perilaku yang memperburuk penyakit saya
4 Keluarga selalu menjelaskan kepada saya setiap saya
bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit saya
CONTOH 9
3. RESPONS SPIRITUAL (10 × 3) = 30

Tidak
Selalu Sering Kadang pernah
No Pertanyaan 3 2 1 0 Kode
1 Saya percaya tanpa bantuan Tuhan saya tidak
mungkin sembuh
2 Selama dirawat di rumah sakit saya menggunakan
waktu lebih banyak untuk mendekatkan diri pada
Tuhan
3 Saya yakin dengan usaha keras, sakit yang saya
alami bisa disembuhkan
4 Dengan berdoa saya mendapat semangat untuk
tabah menanggung sakit
5 Kalau saya banyak berdoa saya merasa tenang
dan damai
6 Saya tetap sabar menghadapi cobaan berupa sakit
ini
7 Saya merasa hidup lebih berarti kalau saya tabah
dalam menghadapi cobaan
8 Saya merasa sakit yang saya alami merupakan
peringatan dari Tuhan
9 Sakit yang saya alami merupakan cara dari Tuhan
agar bisa menerima dan memahami diri dan orang
lain
10 Saya percaya bahwa di balik penderitaan ini pasti
ada hikmahnya

Harapan: 1−3 (9); Tabah/Sabar: 4−7 (12); Hikmah: 8−10 (9)


CONTOH 9
PEDOMAN WAWANCARA/INTERVIU
DAN OBSERVASI PADA PASIEN HIV

DATA BIOLOGIS, PSIKOLOGIS, SOSIAL, SPIRITUAL.

No Variabel Parameter Pertanyaan dan observasi


1 Biologis 1. Cortisol
(IMUN) 2. IFN
3. CD4
4. Anti-HIV
2 Psikologis 1. Menyangkal 1. Bagaimana tanggapan Anda ketika pertama kali mendengar
(denial) hasil-hasil pemeriksaan dan penyakit yang Anda derita?
2. Marah (anger) 1. Bagaimana tanggapan Anda bila ada orang yang membicarakan
sakit Anda?
2. Menurut Anda, penyakit ini Anda derita karena salah siapa?
3. Tawar-menawar 1. Andaikata Anda sembuh, apa yang hendak dilakukan atau
(bargaining) punya niat apa?
4. Depresi 1. Adakah perasaan tertekan dengan kondisi saat ini?
2. Bagaimana perasaan Anda bila ingat penyakit dan pengobatan
yang harus Anda jalani?
5. Menerima 1. Apakah Anda bisa menerima apa pun kondisi Anda saat ini dan
yang akan datang?
3 Respons Sosial 1. Emosi Apa yang Anda rasakan terhadap perasaan dicintai, dihargai,
diperhatikan oleh keluarga atau tetangga?
2. Cemas Apa yang Anda cemaskan dengan penyakit ini? (biaya,
kesembuhan?)
2. Interaksi sosial Bagaimanakah interaksi Anda dengan keluarga serumah, tetangga,
dan masyarakat?
Dukungan 1. Dukungan Emosi & 1. Adakah orang yang paling dekat dengan Anda? Siapa?
Sosial Pengharga an 2. Apakah dia selalu menjaga atau mengunjungi?
3. Bagaimana tanggapan mereka terhadap Anda yang sedang
sakit?
4. Apakah keluarga tetap menghormati Anda bagaimanapun
keadaannya?
5. Apakah keluarga memberi pujian bila Anda berhasil dalam
latihan?
2. Instrumen 1. Siapa yang membiayai pengobatan?
2. Apakah keluarga bersedia membelikan alat bantu bila
dibutuhkan?
3. Informasi 1. Apakah keluarga berusaha mencari tahu keadaan Anda?
2. Apakah keluarga mengingatkan Anda, seperti kontrol, minum
obat, aktivitas, dan diet, agar Anda cepat sembuh?
4 Spiritual 1. Harapan yg 1. Bagaimana harapan Anda terhadap kesembuhan penyakit yang
realistis Anda alami?
2. Tabah dan sabar 1. Bagaimanakah kesabaran Anda terhadap penyakit yang Anda
alami?
3. Pandai mengambil 1. Apakah Anda berpikir bahwa dengan sakit ini, ada hikmah
hikmah dibaliknya?
CONTOH 10
KLASIFIKASI TINGKAT KETERGANTUNGAN KLIEN
(BERDASARKAN TEORI OREM: DEFISIT PERAWATAN DIRI)

NO KLASIFIKASI DAN KRITERIA YA TIDAK KET


I. MINIMAL CARE
1 Klien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan bantuan
1. Mampu naik-turun tempat tidur
2. Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
3. Mampu makan dan minum sendiri
4. Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan
5. Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
6. Mampu berpakaian dan berdandan dengan sedikit bantuan
7. Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
2 Status psikologis stabil
3 Klien dirawat untuk prosedur diagnostik
4 Operasi ringan

II PARTIAL CARE
1 Klien memerlukan bantuan perawat sebagian
1. Membutuhkan bantuan 1 orang untuk naik-turun tempat tidur
2. Membutuhkan bantuan untuk ambulasi/berjalan
3. Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
4. Membutuhkan bantuan untuk makan (disuap)
5. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
6. Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
7. Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)
2 Pascaoperasi minor (24 jam)
3 Melewati fase akut dari pascaoperasi mayor
4 Fase awal dari penyembuhan
5 Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
CONTOH 10

NO KLASIFIKASI DAN KRITERIA YA TIDAK KET


III TOTAL CARE
1 Klien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu
perawat yang lebih lama
1. Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur ke
kursi roda
2. Membutuhkan latihan pasif
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena (infus)
atau NG Tube (sonde)
4. Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
5. Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
6. Dimandikan perawat
7. Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
2 Klien tidak sadar
3 Keadaan klien tidak stabil
4 Observasi TTV setiap kurang dari 8 jam
5 Perawatan luka bakar
6 Perawatan kolostomi
7 Menggunakan alat bantu pernapasan (respirator)
8 Menggunakan WSD
9 Irigasi kandung kemih secara terus-menerus
10 Menggunakan alat traksi (skeletal traksi)
11 Faktur dan atau pascaoperasi tulang belakang/leher
12 Gangguan emosional berat, bingung, dan disorientasi
CONTOH 11
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN
TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA

Jawablah dengan memberi tanda () pada pilihan yang Anda anggap tepat!
A. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan pada lansia
1. Apakah keluarga menganggap kebiasaan lansia seperti Anda suka menyendiri,
murung, atau sedih sebagai suatu hal yang tidak wajar?
2. Apakah keluarga menganggap keluhan lansia seperti tidak bisa tidur, nafsu makan
Tidak Ya
turun, atau tidak mau makan sebagai hal yang tidak wajar?
Tidak
Ya
3. Apakah keluarga tahu atau memerhatikan bila lansia menjadi kehilangan minat/ gairah
dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukannya?
4. Apakah keluarga menganggap sosialisasi pada lansia seperti membina hubungan
Tidak Ya
dengan orang lain/tetangga, bercakap-cakap dengan orang yang sebaya, ikut dalam
suatu perkumpulan lansia masih perlu/penting bagi lansia?
Tidak
Ya
5. Apakah keluarga menganggap pemenuhan kebutuhan spiritual seperti melaksanakan
ibadah/kegiatan spiritual lain merupakan hal yang masih perlu diperhatikan dalam
kehidupan lansia?

Tidak Ya
B. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat pada lansia
1. Apakah keluarga pernah memberikan aktivitas seperti senam atau kegiatan lain sesuai
kemampuan fisik lansia untuk mempertahankan kebugaran tubuhnya?
2. Apakah keluarga menganggap lansia memerlukan tempat tinggal tertentu, seperti
Tidak Ya
kamar/ruangan khusus untuk lansia?
Tidak
Ya
CONTOH 11
3. Apakah keluarga tahu aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh lansia,
seperti memberi kesempatan kepada lansia untuk beraktivitas sesuai dengan hobi
lansia?
4. Apakah keluarga tahu makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh lansia?
Tidak Ya
Tidak
Ya
5. Apakah keluarga memandang perlu untuk meminta pendapat kepada lansia
terhadap suatu permasalahan?

Tidak Ya
C. Memberikan perawatan kepada lansia yang sakit
Pertanyaan 1−5 di bawah ini ditanyakan pada keluarga bila lansia sakit.
1. Apakah lansia sering mengubah posisi miring kiri-kanan untuk mencegah luka tekan?
2. Apakah keluarga pernah melakukan latihan berkemih pada lansia bila lansia sering
mengompol?
Tidak Ya
Tidak
Ya
3. Apakah keluarga pernah melatih otot-otot lengan dan kaki bila lansia tidak mampu
bergerak sendiri?
4. Apakah keluarga selalu/pernah membantu lansia dalam merawat diri seperti
Tidak Ya
mandi, berpakaian, kebersihan diri?
Tidak
Ya
5. Adakah orang lain yang menemani/merawat lansia selain keluarga?

Tidak Ya
CONTOH 11
D. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian lansia
1. Apakah keluarga mampu menyediakan alat-alat yang diperlukan untuk keperluan
sehari-hari lansia seperti perlengkapan makan, mandi, dan perlengkapan untuk
merawat diri?
2. Apakah keluarga mampu menyiapkan dan mengatur jenis-jenis makanan,
Tidak Ya
menyuapi atau membujuk untuk makan bila lansia tidak mau makan?
Tidak
Ya
3. Dalam berkomunikasi apakah keluarga berbicara pelan-pelan dengan suara agak keras
tetapi tetap sopan?
4. Apakah keluarga mampu meluangkan waktunya untuk bercakap-cakap bila lansia
Tidak Ya
sedang sendiri/diam saja?
Tidak
Ya
5. Apakah keluarga mampu menciptakan lingkungan yang aman bagi lansia? (kamar dan
tempat tidur bersih, cukup luas, penerangan cukup, tidak licin, serta terhindar dari
perabotan/benda tajam)?

Tidak Ya
E. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga
kesehatan
1. Apakah keluarga merasakan manfaat dengan adanya lansia di keluarga?

Tidak Ya
2. Apakah keluarga memandang perlu mengajak lansia berobat ke fasilitas pelayanan
kesehatan yang diinginkannya?
Tidak
Ya
3. Apakah keluarga memberi kesempatan kepada lansia untuk memilih sendiri
fasilitas kesehatan yang diinginkan?

Tidak Ya
CONTOH 11
4. Apakah keluarga tahu jadwal berobat/kontrol lansia di klinik/rumah sakit?

Tidak Ya
5. Apakah keluarga tahu obat-obat yang diminum lansia saat ini?
Tidak
Ya

Penilaian:
Masing-masing pertanyaan pada masing-masing item mempunyai skor 1 untuk jawaban ya dan
skor 0 untuk jawaban tidak.
• Skor maksimal = 25
• Skor < 10 = dukungan keluarga kurang
• Skor 11−15 = dukungan keluarga sedang
• Skor 16−25 = dukungan keluarga baik

SKALA DEPRESI GERIATRIK (GDS 15)

Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan Anda dalam satu minggu
terakhir!

1. Apakah Anda sebenarnya puas dengan kehidupan Anda?

Tidak Ya
2. Apakah Anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan Anda?
Tidak
Ya
3. Apakah Anda merasa kehidupan Anda kosong?

Tidak Ya
4. Apakah Anda sering merasa bosan?
Tidak
Ya
5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?

Tidak Ya
6. Apakah Anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada Anda?
Tidak
Ya
CONTOH 11
7. Apakah Anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup Anda?

Tidak Ya
8. Apakah Anda sering merasa tak berdaya?
Tidak
Ya
9. Apakah Anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu hal
yang baru?
10. Apakah Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat Anda
Tidak Ya
dibandingkan kebanyakan orang?
Tidak
Ya
11. Apakah Anda pikir bahwa hidup Anda sekarang ini menyenangkan?

Tidak Ya
12. Apakah Anda tidak merasa berharga seperti perasaan Anda saat ini?
Tidak
Ya
13. Apakah Anda merasa penuh semangat?

Tidak Ya
14. Apakah Anda merasa keadaan Anda tidak ada harapan?
Tidak
Ya
15. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari Anda?

Tidak Ya
Penilaian:
Jawaban yang mengindikasikan depresi adalah pilihan jawaban yang dicetak tebal dan miring.
Berikan nilai 1 untuk masing-masing jawaban yang dicetak tebal dan miring.
• Skor < 5 menunjukkan tidak depresi
• Skor antara 5−9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
• Skor 10 atau lebih menunjukkan depresi
Sumber: Pitt, B (1988) & Lovestone (1999).
CONTOH 12
KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL KELUARGA—CCFNI (CRITICAL CARE FAMILY NEED
INVENTORY) OLEH MOTTER & LESKE, 1996

NO KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL Tidak Kurang Penting Sangat Kode


penting penting penting
INFORMASI
1. Mengetahui perkembangan penyakit anak
2. Mengetahui mengapa tindakan tertentu dilakukan pada
anak saya
3. Mengetahui kondisi sesungguhnya mengenai
perkembangan penyakit
4. Mengetahui bagaimana kondisi anak saya setelah
dilakukan tindakan/pengobatan
5. Mendapat informasi paling sedikit sehari sekali
6. Pemberitahuan tentang rencana pindah/keluar dari
ruangan
7. Mendapatkan penjelasan tentang peraturan di ruang ICU

DUKUNGAN MENTAL
1. Mendapatkan jawaban yang tepat dari petugas
2. Merasa ada personel ruang ICU yang memerhatikan saya
3. Berkonsultasi tentang kondisi anak setiap hari dengan
dokter/perawat yang merawat
4. Ada pelayanan rohaniwan di ruang ICU

RASA NYAMAN
1. Mengetahui bahwa anak saya masih bisa mendengarkan
dan mengenali suara saya
2. Ada pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan kondisi
secara mendadak pada anak saya
3. Mempunyai kenyamanan dengan peralatan yang ada di
ruang tunggu
4. Mempunyai waktu khusus/istimewa saat menjenguk anak
5. Ada jam kunjung yang tepat waktu

KEDEKATAN DENGAN ANAK


1. Dapat melihat/menjenguk anak di Ruang ICU secara
teratur
2. Bercakap/konsultasi dengan perawat yang sama tentang
anak setiap hari
3. Membantu merawat fisik anak (membersihkan, menyeka,
menyisir rambut, dan lain-lain)
4. Membantu memberi dukungan mental kepada anak saya
di ruang ICU
CONTOH 12

NO KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL Tidak Kurang Penting Sangat Kode


penting penting penting
JAMINAN PELAYANAN
1. Merasakan ada harapan tentang kesembuhan anak
2. Mengetahui bahwa semua tindakan yang dilaksanakan
bertujuan mengurangi/menyembuhkan penyakit anak
saya
3. Mempunyai makanan yang terbaik bermutu untuk anak
saya
4. Ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan
kepada anak saya
5. Perlindungan diri dari anak
CONTOH 13
PENGARUH TERAPI BERMAIN TERHADAP SOSIALISASI
SELAMA DIRAWAT DI RUMAH SAKIT

PROSEDUR BERMAIN DOKTER-DOKTERAN


1. Memberitahukan kepada anak dan orang tua bahwa akan diadakan bermain dokter-
dokteran
2. Menyiapkan dan membawa alat-alat ke dekat tempat tidur klien
3. Menganjurkan anak untuk berkenalan dengan teman bermain lainnya
4. Membagi peran (dokter, perawat, klien)
5. Membuka pembungkus permainan
6. Memperkenalkan alat permainan dokter-dokteran
7. Memperkenalkan fungsi dari masing-masing alat permainan
8. Memperagakan cara menggunakan masing-masing alat
9. Memberi kesempatan anak untuk memegang alat-alat
10. Memberi kesempatan anak untuk memperagakan
11. Mempersilakan orang tua untuk mendampingi dan membantu anak
memperagakan
12. Mengakhiri permainan dan menjelaskan kontrak bermain berikutnya

OBSERVASI SOSIALISASI

No SOSIALISASI Selalu Sering Kadang Tidak


pernah
1. Kerja sama dengan teman dan petugas yang akan melakukan
tindakan
2. Memberi/meminjamkan barang dan makanan kepada teman
lainnya
3. Mengajak bicara dengan teman dan petugas
4. Sikap peduli terhadap teman (membantu jika ada teman yang
memerlukan bantuan)
5. Mengalah kepada teman
6. Berbicara baik dan tidak marah-marah
7. Emosi stabil (menangis, tertawa)
CONTOH 14
PERUBAHAN PEMENUHAN KEBUTUHAN Eliminasi URINE SEBELUM DAN
SESUDAH LATIHAN KEGEL

Berilah tanda silang (×) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
No Responden:
A . Data Demografi

1. Jenis kelamin :

🖵1) Laki–laki

🖵2) Perempuan

2. Pendidikan :

🖵1) Tidak sekolah

🖵2) SD

🖵3) SMP

🖵4) SMA

🖵5) Pendidikan Tinggi

3. Umur :

🖵1) 45−55 tahun

🖵2) 56−65 tahun

🖵3) 66−75 tahun

🖵4) 75 tahun
CONTOH 14

4. Status perkawinan :
🖵1) Tidak kawin

🖵2) Janda/Duda

🖵3) Kawin

5. Lama menghuni panti wreda :


🖵1) 0−5 tahun

🖵2) 6−10 tahun

🖵3) Lebih dari 10 tahun

6. Pekerjaan sebelum menghuni panti wreda :


🖵1) Tidak bekerja

🖵2) Pensiunan

🖵3) Petani

🖵4) Nelayan

🖵5) Wiraswasta

🖵6) Lain-lain

7. Agama/kepercayaan :
🖵1) Islam

🖵2) Kristen

🖵3) Hindu

🖵4) Budha

🖵5) Lain-lain
CONTOH 14

8. Minuman yang diminum dalam minggu ini :

🖵1) Teh

🖵2) Kopi

🖵3) Susu

🖵4) Minuman beralkohol

🖵5) Air putih

9. Obat-obat yang diminum dalam minggu ini :

🖵1) Chlorothiazide

🖵2) Furozemide

🖵3) Ethacimyc acid

10. Riwayat penyakit atau penyakit yang pernah diderita :

🖵1) DM

🖵2) Jantung

🖵3) BPH

🖵4) Infeksi Saluran Perkemihan


CONTOH 14
B. Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Urine
No Daftar Pernyataan Ya Tidak Kode

1. Apakah ada perasaan sulit menahan kencing saat membuang air kecil?

2. Apakah Anda pernah mengeluarkan urine padahal Anda tidak ingin


berkemih?

3. Apakah Anda mengalami kesulitan untuk memulai mengeluarkan air


kecil?

4. Apakah Anda merasa adanya rangsangan untuk membuang air kecil?

5. Apakah Anda mengompol pada malam hari?

6. Apakah Anda membuang air kecil pada malam hari lebih dari 4 kali?

7. Apakah Anda membuang air kecil setiap jam atau kurang dari 1 jam?

8. Apakah Anda mengompol saat batuk atau tertawa?

9. Apakah saat Anda membuang air kecil keluarnya menetes?

10. Apakah Anda merasa nyeri saat atau setelah membuang air kecil?
CONTOH 15
TINGKAT KECEMASAN—HARS (HAMILTON ANXIETY RATING SCALE)

A. Penilaian :
0: Tidak ada (tidak ada gejala sama sekali)
1: Ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)
2: Sedang (separuh dari gejala yang ada)
3: Berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)
4: Sangat berat (semua gejala ada)

B. Penilaian Derajat Kecemasan


Skor < 6 (tidak ada kecemasan)
6−14 (kecemasan ringan)
15−27 (kecemasan sedang)
> 27 (kecemasan berat)
III. Berilah tanda () jika terdapat gejala yang terjadi selama menderita kanker serviks
(dimulai dari diagnosis kanker serviks)

1) Perasaan cemas

🖵 Firasat buruk

🖵 Takut akan pikiran sendiri

🖵 Mudah tersinggung
2) Ketegangan

🖵 Merasa tegang

🖵 Lesu
🖵 Mudah terkejut

🖵 Tidak dapat istirahat dengan nyenyak

🖵 Mudah menangis

🖵 Gemetar
🖵 Gelisah
CONTOH 15

3) Ketakutan

🖵 Pada gelap

🖵 Ditinggal sendiri

🖵 Pada orang asing

🖵 Pada binatang besar

🖵 Pada keramaian lalu lintas

🖵 Pada kerumunan banyak orang


4) Gangguan tidur

🖵 Sukar memulai tidur

🖵 Terbangun malam hari

🖵 Tidak pulas

🖵 Mimpi buruk

🖵 Mimpi yang menakutkan


5) Gangguan kecerdasan

🖵 Daya ingat buruk

🖵 Sulit berkonsentrasi

🖵 Sering bingung
6) Perasaan Depresi

🖵 Kehilangan minat

🖵 Sedih
CONTOH 15

🖵 Bangun dini hari

🖵 Berkurangnya kesukaan pada hobi

🖵 Perasaan berubah-ubah sepanjang hari


7) Gejala somatik (otot-otot)

🖵 Nyeri otot

🖵 Kaku

🖵 Kedutan otot

🖵 Gigi gemeretak

🖵 Suara tak stabil


8) Gejala sensorik

🖵 Telinga berdengung

🖵 Penglihatan kabur

🖵 Muka merah dan pucat

🖵 Merasa lemah

🖵 Perasaan ditusuk-tusuk
9) Gejala kardiovaskular

🖵 Denyut nadi cepat

🖵 Berdebar-debar
🖵 Nyeri dada

🖵 Denyut nadi mengeras


CONTOH 15

🖵 Rasa lemah seperti mau pingsan

🖵 Detak jantung hilang sekejap


10) Gejala pernapasan

🖵 Rasa tertekan di dada

🖵 Perasaan tercekik

🖵 Merasa napas pendek/sesak

🖵 Sering menarik napas panjang


11) Gejala gastrointestinal

🖵 Sulit menelan

🖵 Mual muntah

🖵 Berat badan menurun

🖵 Konstipasi/sulit buang air besar

🖵 Perut melilit

🖵 Gangguan pencernaan

🖵 Nyeri lambung sebelum/sesudah makan

🖵 Rasa panas di perut

🖵 Perut terasa penuh/kembung


12) Gejala urogenitalia

🖵 Sering kencing

🖵 Tidak dapat menahan kencing


CONTOH 15

🖵 Amenor/menstruasi yang tidak teratur

🖵 Frigiditas
13) Gejala vegetatif/otonom

🖵 Mulut kering

🖵 Muka kering

🖵 Mudah berkeringat

🖵 Pusing/sakit kepala

🖵 Bulu roma berdiri


14) Apakah Ibu merasakan

🖵 Gelisah
🖵 Tidak terang

🖵 Mengerutkan dahi muka tegang

🖵 Tonus/ketegangan otot meningkat

🖵 Napas pendek dan cepat

🖵 Muka merah
Jumlah skor: …………………

Kesimpulan : 🖵 Tidak ada kecemasan

🖵 Kecemasan ringan

🖵 Kecemasan sedang

🖵 Kecemasan berat
CONTOH 15a

PENILAIAN TINGKAT KECEMASAN

Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh
William WK Zung, dikembangkan berdasar gejala kecemasan dalam DSM-II (Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders). Terdapat 20 pertanyaan, di mana setiap pertanyaan dinilai 1–4 (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang,
3: sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu. Terdapat lima belas pertanyaan ke arah peningkatkan kecemasan dan lima
pertanyaan ke arah penurunan kecemasan. (Zung Self-Rating Anxiety Scale [SAS/SRAS] dalam Ian Mcdowell [2006].)

Rentang penilaian 20–80, dengan pengelompokan sebagai berikut.

• Skor 20–44 → Normal/tidak cemas


• Skor 45–59 → Kecemasan ringan
• Skor 60–74 → Kecemasan sedang
• Skor 75–80 → kecemasan berat

Lingkarilah untuk setiap item yang paling menggambarkan seberapa sering Anda merasa atau berperilaku seperti
beberapa pernyataan di bawah ini.

Hampir
Tidak Kadang- Sebagian
No Pernyataan setiap
pernah kadang waktu
waktu
1 Saya merasa lebih gugup dan cemas dari biasanya. 1 2 3 4
2 Saya merasa takut tanpa alasan sama sekali. 1 2 3 4
3 Saya mudah marah atau merasa panik. 1 2 3 4
4 Saya merasa seperti jatuh terpisah dan akan hancur 1 2 3 4
berkeping-keping.
5 Saya merasa bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak 4 3 2 1
ada hal buruk akan terjadi.
6 Lengan dan kaki saya gemetar. 1 2 3 4
7 Saya terganggu oleh nyeri kepala leher dan nyeri 1 2 3 4
punggung.
8 Saya merasa lemah dan mudah lelah. 1 2 3 4
9 Saya merasa tenang dan dapat duduk diam dengan 4 3 2 1
mudah.
10 Saya merasakan jantung saya berdebar-debar. 1 2 3 4
11 Saya merasa pusing tujuh keliling. 1 2 3 4
12 Saya telah pingsan atau merasa seperti itu. 1 2 3 4
13 Saya dapat bernapas dengan mudah. 4 3 2 1
14 Saya merasa jari-jari tangan dan kaki mati rasa dan 1 2 3 4
kesemutan.
15 Saya terganggu oleh nyeri lambung atau gangguan 1 2 3 4
pencernaan.
16 Saya sering buang air kecil. 1 2 3 4
17 Tangan saya biasanya kering dan hangat. 4 3 2 1
Hampir
Tidak Kadang- Sebagian
No Pernyataan setiap
pernah kadang waktu
waktu
18 Wajah Saya terasa panas dan merah merona. 1 2 3 4
19 Saya mudah tertidur dan dapat istirahat malam dengan 4 3 2 1
baik.
20 Saya mimpi buruk. 1 2 3 4
CONTOH 16
DIMENSI TINGKAT KEPUASAN KLIEN TERHADAP
PELAYANAN KEPERAWATAN

No PERNYATAAN R JAWABAN KODE

SP P TP STP
Dimensi Reliability (Keandalan)
1. Anda percaya bahwa perawat yang merawat Anda
mampu menangani kasus Anda dengan tepat.
2. Secara keseluruhan pelayanan perawatan klien di rumah
sakit ini baik.
3. Perawat memberitahu dengan jelas, suatu hal yang harus
dipatuhi oleh klien tentang anjuran dalam perawatan.
4. Perawat mampu menangani masalah perawatan klien
dengan tepat dan profesional.
5. Perawat memberitahu dengan jelas sesuatu hal yang
dilarang demi perawatan klien.
6. Perawatan sudah diupayakan agar klien merasa puas
selama dirawat.

No PERNYATAAN A JAWABAN KODE

SP P TP STP

D Tingkat Assurance (Kepercayaan)

1. Pelayanan perawat membuat keluhan Anda makin


berkurang

2. Pelayanan perawatan klien sudah memenuhi standar


asuhan keperawatan.

3. Perawat di ruang rawat ini sudah profesional


CONTOH 16

No PERNYATAAN T JAWABAN KODE


SP P TP STP
E Dimensi Emphaty (Empati)
1. Perawat membantu klien pada waktu BAK (Buang Air
Kecil/kencing).
2. Perhatian yang cukup tinggi kepada klien selalu diberikan
oleh perawat.
3. Perawat membantu klien pada waktu BAB (Buang Air
Besar).
4. Perawat selalu berusaha agar klien merasa puas dengan
kepedulian yang baik.
5. Perawat merawat klien dengan penuh kesabaran.

No PERNYATAAN E JAWABAN KODE


SP P TP STP
A X1: Dimensi Tangibles (Kenyataan)
1. Informasi tentang tarif sudah diberitahukan dengan jelas
oleh petugas perawat.
2. Prosedur pelayanan perawatan bagi klien rawat inap
sudah diterapkan dengan baik.
3. Perawat menjaga agar kondisi ruangan rawat inap selalu
bersih.
4. Perawat menjaga agar kondisi peralatan yang digunakan
selalu bersih.
5. Perawat menciptakan agar kondisi kamar mandi dan WC
bersih.

No PERTANYAAN R JAWABAN KODE


SP P TP STP
C X3: Dimensi Responsiveness (Tanggung jawab)
1. Begitu Anda sampai di RS ini sebagai klien rawat inap,
perawat segera menangani Anda.
2. Perawat membantu Anda untuk memperoleh obat.
3. Perawat membantu Anda untuk memperoleh pelayanan
foto (radiologi) di RS ini.
4. Perawat membantu Anda dalam pelayanan laboratorium
di RS ini.
CONTOH 17

INSTRUMEN AUTISME (CHILDHOOD AUTISM RATING SCALE)

Nama:

Tanggal lahir: Tanggal pengujian:


I. Hubungan dengan orang lain
II. Imitasi
III. Respons emosi
IV. Penggunaan badan
V. Penggunaan objek
VI. Adaptasi terhadap perubahan
VII. Respons visual
VIII. Respons mendengar
IX. Respons dan penggunaan rasa, bau, dan raba
X. Takut atau gugup
XI. Komunikasi verbal
XII. Komunikasi nonverbal
XIII. Level aktivitas
XIV. Level konsistensi dari respons intelektual
XV. Kesan umum

SKOR : --------------------------------------------------------------------------
15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
tidak autis ringan sedang berat

KETERANGAN (Terlampir)
CONTOH 17
I. HUBUNGAN DENGAN ORANG
LAIN
• Tak ada kesulitan atau abnormalitas dalam berhubungan dengan orang lain.
Perilaku anak sesuai dengan umur, sikap malu, ngambek, ribut ketika ditegur bisa
tampak tetapi tidak sampai berlebih.
• Hubungan abnormal ringan: anak menghindari kontak mata, berontak bila dipaksa,
malu berlebihan, tidak responsif terhadap orang dewasa sebagaimana mestinya atau
lengket dengan orang tua melebihi anak sebayanya.
• Hubungan abnormal sedang: anak kadang-kadang tampak mengasingkan diri
(seperti tak peduli orang dewasa). Kadang-kadang perlu dipaksa untuk mau
memerhatikan. Kontak terkadang dimulai oleh anak.
• Hubungan abnormal berat: Anak terus-menerus menyendiri, tidak peduli sama
sekali terhadap apa yang dilakukan orang dewasa. Tidak pernah menunjukkan respons
atau memulai kontak dengan dewasa. Hanya dengan usaha yang terus- menerus yang
akan memberi hasil, agar anak mau menunjukan perhatiannya.

II. IMITASI
• Anak dapat menirukan suara, kata-kata dan gerakan yang sesuai dengan
umurnya.
• Imitasi abnormal ringan: Anak menirukan perilaku sederhana seperti bertepuk atau
satu bunyi suara pada sebagian besar waktunya, kadang-kadang meniru sesuatu.
• Imitasi abnormal sedang: Anak meniru hanya pada sebagian waktu dan butuh
usaha yang hebat dan terus-menerus, sering meniru sesuatu.
• Imitasi abnormal berat: Jarang/tidak pernah meniru suara, kata-kata atau gerakan
walau dibantu.

III. RESPONS EMOSI


• Respons emosi sesuai usia dan situasi
Anak menunjukkan respons emosi dengan tipe dan derajat yang sesuai dan
ditunjukkan dengan ekspresi wajah, sikap tubuh, dan tingkahnya.
• Respons emosi abnormal ringan
Anak kadang-kadang menunjukkan respons emosi dengan tipe dan derajat yang kurang
sesuai. Reaksi kadang-kadang tidak berkaitan dengan objek atau situasi sekitarnya.
• Respons emosi abnormal sedang
Anak menunjukkan respons emosi yang secara nyata tidak sesuai baik dalam tipe
maupun derajatnya. Reaksi mungkin sangat terhambat atau berlebihan dan tidak sesuai
dengan situasi; mungkin meringis, tertawa atau menjadi kaku (rigid) tanpa adanya
objek atau situasi yang menyebabkan.
• Respons emosi abnormal berat
Respons jarang sesuai dengan situasi; sekali anak menunjukkan satu suasana hati
tertentu, maka akan sulit mengubahnya. Sebaliknya, anak akan menunjukkan
perubahan emosi yang sangat besar tanpa ada sesuatu yang berubah.
CONTOH 17
IV. PENGGUNAAN BADAN
• Penggunaan badan sesuai umur
Anak bergerak dengan kemampuan dan koordinasi sesuai dengan anak normal
seusianya.
• Penggunaan badan abnormal ringan
Beberapa kekhasan kecil tertentu tampak, gerakan-gerakan berulang, koordinasi yang
jelek, atau kadang-kadang tampak gerakan-gerakan yang tidak biasanya.
• Penggunaan badan abnormal sedang
Perilaku-perilaku yang jelas aneh dan tidak biasa untuk anak seusianya. Termasuk
gerakan-gerakan jari yang aneh, posisi jari atau badan tertentu, melihat terus- menerus
atau menusuk-nusuk (picking) badan, agresi terhadap diri sendiri, menggulung-
gulung, berputar-putar, jinjit-jinjit, meliuk-liuk.
• Penggunaan badan abnormal berat
Gerakan-gerakan atau kondisi yang lebih berat dan lebih sering dari di atas.
Tingkah laku ini tetap dipertahankan walaupun sudah dicoba menghentikannya atau
menyertakan anak pada kegiatan lain.

V. PENGGUNAAN OBJEK
• Menggunakan dan menunjukkan ketertarikan yang sesuai terhadap mainan dan
benda-benda lain.
Anak menunjukkan rasa tertarik yang normal terhadap mainan dan objek-objek lain
yang sesuai dengan tingkat keterampilannya dan menggunakan mainan sesuai
fungsinya.
• Ketidaksesuaian ringan dalam menunjukkan ketertarikan dan menggunakan
mainan atau objek lain.
Anak dapat menunjukkan ketertarikan yang kurang tepat (tidak normal) terhadap
mainan dan bermain dengan cara yang kekanak-kanakan (misal dibanting atau
dimasukkan mulut)
• Ketidaksesuaian sedang
Anak kurang menunjukkan ketertarikan terhadap mainan atau objek lain, atau
preokupasi dengan menggunakannya dengan cara yang aneh, mungkin perhatiannya
terfokus pada bagian-bagian tertentu dari mainan atau terpesona dengan pantulan
cahaya dari benda atau menggerakkan secara berulang-ulang sebagian dari benda atau
bermain dengan satu benda melulu.
• Ketidaksesuaian berat
Anak menunjukkan perilaku di atas dengan intensitas dan frekuensi lebih
mencolok. Anak sukar dialihkan apabila sudah terlibat dalam aktivitas tersebut.

VI. ADAPTASI TERHADAP PERUBAHAN


• Respons terhadap perubahan sesuai umur.
Anak mungkin menyaksikan dan berkomentar terhadap perubahan-perubahan rutin, ia
bisa menerima perubahan tersebut tanpa distres.
CONTOH 17
• Abnormal ringan dalam adaptasi terhadap
badan.
Ketika seorang dewasa mencoba mengubah tugas maka anak mungkin melanjutkan
aktivitas yang sama atau memakai materi yang sama.
• Abnormal sedang
Anak secara aktif menolak perubahan-perubahan rutin, berusaha meneruskan
aktivitasnya semula dan sulit dialihkan. Ia akan marah dan tak bahagia bila
kegiatan rutinnya diubah.
• Abnormal berat
Reaksi terhadap perubahan hebat; marah berlebihan dan tantrum.

VII. RESPONS VISUAL


• Respons visual sesuai umur
Perilaku visual anak tampak biasa dan sesuai umur. Pandangan dipakai bersama- sama
dengan indra lain sebagai cara eksplorasi benda-benda baru.
• Respons visual abnormal ringan
Anak kadang-kadang harus diingatkan untuk melihat/memerhatikan benda- benda.
Anak mungkin lebih tertarik untuk melihat ke kaca atau sinar-sinar daripada teman,
kadang-kadang melihat ke langit atau menghindari kontak mata dengan orang lain.
• Respons abnormal sedang
Anak harus diingatkan berulang-ulang untuk melihat/memerhatikan apa yang sedang
dilakukannya. Ia mungkin menerawang ke udara, menghindari kontak mata, melihat
objek dari sudut yang tidak biasanya, atau memegang benda sangat dekat ke matanya.
• Respons visual abnormal berat
Anak terus-menerus menghindari kontak mata atau objek tertentu atau bentuk- bentuk
pandangan ekstrim yang digambarkan di atas.

VIII. RESPONS MENDENGAR


• Respons mendengar sesuai umur
Perilaku mendengar sesuai umur, mendengar dipakai bersama dengan indra yang lain.
• Respons mendengar abnormal ringan
Respons mungkin kurang atau reaksi yang berlebihan ringan terhadap suara
tertentu. Respons terhadap suara tertentu mungkin lambat dan perlu diulang- ulang
untuk menarik perhatiannya. Anak bisa menunjukkan distraksi oleh respons-
respons yang tak biasa.
• Respons mendengar abnormal sedang
Respons terhadap suara bervariasi, kadang-kadang mengabaikan suara-suara beberapa
saat sesudah dibuat; atau menutup telinga ketika mendengar suara- suara.
CONTOH 17
• Respons mendengar abnormal berat
Anak bereaksi terhadap suara mulai derajat ringan sampai derajat yang berat, tanpa
peduli tipe suara.

IX. RESPONS DAN PENGGUNAAN RASA, BAU, DAN RABA


• Respons dan penggunaan normal
Anak mengeksplorasi benda-benda di sekitarnya dengan cara sesuai umur,
umumnya dengan perasaan (lidah), dan penciuman mungkin dipakai bila sesuai
(kebutuhan). Reaksi terhadap nyeri ringan dalam bentuk rasa tak enak tetapi tidak
bereaksi secara berlebihan.
• Respons dan penggunaan abnormal ringan
Anak dapat tetap meletakkan objek dalam mulutnya; mungkin mencium dan
merasakan objek yang tak dapat dimakan, dapat mengabaikan atau bereaksi secara
berlebihan terhadap nyeri ringan yang akan menyebabkan perasaan tak enak pada
anak normal.
• Respons dan penggunaan abnormal sedang
Anak meraba, mencium, atau merasakan (dengan lidah) benda-benda atau orang secara
agak berlebihan. Anak dapat menunjukkan reaksi sangat hebat (berlebihan) atau sangat
kurang.
• Respons dan penggunaan abnormal berat
Anak preokupasi dengan membau, merasakan (dengan lidah), serta meraba lebih
banyak untuk memuaskan sensasi, bukan untuk eksplorasi atau penggunaan objek.

X. TAKUT ATAU GUGUP


• Takut dan gugup yang normal
Perilaku anak sesuai umur dan situasi.
• Takut dan gugup abnormal ringan
Dibandingkan anak normal pada umur dan situasi yang sama, anak autis kadang-
kadang menunjukkaan reaksi yang berlebihan atau justru sangat kurang.
• Takut dan gugup abnormal sedang
Anak menunjukkan reaksi takut agak berlebih atau kurang sekali.
• Takut dan gugup abnormal berat
Rasa takut tetap ada walaupun sudah berulang kali dihadapkan pada keadaan yang
tidak membahayakan (menakutkan) sangat sukar untuk menenangkan sebaliknya
anak mungkin tidak “bisa” menunjukkan rasa segan atau “rasa adanya bahaya” yang
sesuai, seperti pada anak normal umumnya akan menghindar.

XI. KOMUNIKASI VERBAL


• Komunikasi verbal normal, sesuai umur dan situasi
• Abnormal ringan
Menunjukkan kelambatan bicara yang menyeluruh. Kebanyakan bicaranya punya
CONTOH 17
arti, tetapi beberapa ekolalia dan pembalikan kata ganti bisa terlihat. Kadang- kadang
ada kata-kata tertentu atau “aneh”.
• Abnormal sedang:
Anak mungkin tidak bisa bicara. Bila bicara mungkin dalam bentuk campuran
antara kata-kata yang ada artinya, ekolalia, atau logat khusus atau kata ganti orang yang
terbalik. Kekhususan dalam bicaranya yang berarti punya arti termasuk pertanyaan
yang diulang-ulang atau preokupasi dengan topik tertentu.
• Abnormal berat
Tidak menunjukkan bicara yang punya arti. Anak mungkin hanya menjerit, aneh,
suara-suara seperti binatang, atau terus-menerus mengucapkan kata-kata atau kalimat
secara aneh.
XII. KOMUNIKASI NONVERBAL
• Penggunaan komunikasi nonverbal secara normal sesuai umur dan situasi.
• Abnormal ringan
Komunikasi nonverbal yang digunakan secara imatur mungkin menunjuk secara samar-
samar/ragu-ragu; menggapai/meraih apa yang diinginkan yang dalam situasi yang sama
anak normal dapat menunjuk atau bersikap secara lebih spesifik untuk menunjukkan
apa yang diinginkan.
• Abnormal sedang
Anak tidak dapat mengekspresikan keinginan secara nonverbal dan tidak bisa/
mengerti komunikasi nonverbal dengan orang lain.
• Abnormal berat
Anak menunjukkan sikap yang aneh dan tidak punya arti dan tidak menunjukkan
kepedulian terhadap arti yang menyertai sikap dan ekspresi wajah orang lain.
XIII. LEVEL AKTIVITAS
• Level aktivitas normal sesuai umur dan keadaan
Anak tidak lebih aktif/kurang aktif dibanding anak lain seusianya dalam situasi yang
sama.
• Level aktivitas abnormal ringan
Anak kadang-kadang sedikit lebih banyak gerakan/kurang gerak (malas) Level
aktivitas anak ini sedikit berpengaruh pada penampilannya.
• Level aktivitas abnormal sedang
Anak cukup aktif dan sulit ditahan. Energinya berlebihan dan sulit tidur di malam hari.
Sebaliknya anak bisa tampak kuat untuk bergerak.
• Level aktivitas abnormal berat
Anak menunjukkan ekstrim aktif atau ekstrim malas dan bisa terjadi pergantian dari
keduanya.
XIV. LEVEL DAN KONSISTENSI DARI RESPONS INTELEKTUAL
• Inteligensi normal dan diperkirakan konsisten antara beberapa area
Anak cerdas seperti anak umumnya pada umur yang sama dan tidak menunjukkan
adanya masalah intelektual dan keterampilan.
CONTOH 17
• Fungsi intelektual abnormal
ringan
Anak tidak secerdas anak seusianya, keterampilan, tampak agak terhambat pada semua
area.
• Fungsi intelektual abnormal sedang
Secara umum anak tidak secerdas anak seusianya, tetapi anak bisa menunjukkan fungsi
yang mendekati normal pada beberapa area intelektual.
• Fungsi intelektual abnormal berat
Secara umum anak tidak secerdas anak seusianya, tetapi dalam satu/beberapa kali
bahkan lebih baik dari anak normal seusianya.
CONTOH 18
LEMBAR WAWANCARA TERSTRUKTUR
KEMAMPUAN BLADDER-RETENTION TRAINING PADA ANAK

Petunjuk Pengisian:

Dinilai berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua

Nilai
No. Kemampuan bladder-retention training
Ya Tidak Kode
1 Apakah anak meminum 500 ml air putih?

2 Apakah anak mengomunikasikan secara verbal


dan nonverbal keinginan berkemih?

3 Apakah anak mampu menahan keinginan


berkemih sampai batas toleransi?

4 Apakah anak mampu berkemih di toilet?

5 Pada pelaksanaan berikutnya apakah anak


mampu menahan keinginan berkemih
lebih lama dari waktu penundaan berkemih
sebelumnya≥1–2 menit?
CONTOH 18
LEMBAR OBSERVASI FREKUENSI ENURESIS (MENGOMPOL) PADA ANAK

Petunjuk pengisian:

 Diisi oleh orang tua


 Berikan tanda positif ( + ) jika anak mengompol
 Berikan tanda negatif ( – ) jika anak tidak mengompol

Nama anak: Tanggal mulai:

Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu

Minggu I

Minggu II

Minggu III

Minggu IV
CONTOH 18
SKALA TINGKAT STRES
ANAK
1. Ketika kamu mengalami situasi yang sulit seperti kematian, perceraian, perpisahan orang
tua apakah kamu sering merasa:
2. Akhir-akhir ini, apabila kamu mendapatkan perhatian dari orang tua yang kurang, apakah
kamu sering merasa:
3. Apabila kamu mendapatkan adik baru, kamu merasa perhatian dari orang tua kamu
berkurang, apakah hal itu menyebabkan kamu sering merasa:
4. Ketika kamu dituntut untuk masuk sekolah pagi, apakah kamu sering merasa:
5. Ketika kamu mengalami situasi yang sulit seperti disiplin orang tua yang ketat, apakah
kamu sering merasa:
6. Ketika kamu mendapatkan tugas-tugas dari sekolah (PR), apakah kamu sering
merasa:
7. Ketika mendapatkan tuntutan berprestasi di sekolah (memperoleh nilai yang tinggi) dari
orang tua, apakah kamu sering merasa:
8. Ketika melakukan penyesuaian dengan suasana baru di sekolah (guru, teman sebaya),
apakah kamu sering merasa:

1 Pusing, sakit kepala YA TIDAK


2 Sulit konsentrasi YA TIDAK
3 Capek, lelah YA TIDAK
4 Ingin marah, mudah tersinggung YA TIDAK
5 Sakit perut, mual-mual YA TIDAK
6 Gelisah, bingung, sedih YA TIDAK
7 Berdebar-debar, deg-degan YA TIDAK
8 Cemas, khawatir, takut YA TIDAK
9 Keringat dingin keluar YA TIDAK
10 Merasa malas, tidak punya semangat YA TIDAK
CONTOH 18
LEMBAR WAWANCARA TERSTRUKTUR GANGGUAN TIDUR ANAK

Petunjuk Pengisian:

 Dinilai berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan orang tua

No. Gangguan tidur yang terjadi Nilai Kode

Selalu Sering Kadang- Tidak


kadang pernah

1 Apakah tanda-tanda vital anak


(nadi, respirasi) menurun secara
bermakna dibanding selama
terjaga?

2 Apakah anak tidur sambil berjalan?

3 Apakah anak mengalami tidur


dalam/pulas, sulit dibangunkan
malam hari untuk ke kamar mandi?

4 Apakah anak jarang bergerak ketika


tidur?
CONTOH 18

DAFTAR PUSTAKA
Butler, RJ. (1994). Nocturnal Enuresis: The Child’s Experience. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd,
hlm: 132–135.
Goliszek, A. (2005). Manajemen Stres. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, hlm: 12–15.
Harjaningrum, AT. (2005). Sudah Besar Masih Ngompol, Bolehkah Dibiarkan? http://www.
tonangardyanto.com/content/view//22/37/(akses tanggal 27 September 2006 jam 14.30)
Iswinarti. (1996). Tingkat Stres dan Prestasi Belajar Anak Usia Sekolah yang Memperoleh Pengayaan.
Thesis. Tidak diterbitkan. Yogya: Program Pasca Sarjana UGM, hlm: 16, 30.
Nursalam. (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skipsi,
Tesis, dan Instrumen Penelitian. Jakarta: Salemba Medika, hlm: 16–21.
Potter, PA. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Ed/4, Vol.1.
Jakarta: EGC, hlm: 476, 482.
Walidah P. (2007). Pengaruh Bladder Retention Training Terhadap Perubahan Kemampuan dan
Enuresis Pada Anak Usia Sekolah (7-10 Tahun). Skripsi: Tidak Dipublikasikan.
CONTOH 19
Kode 4 : Selalu INSTRUMEN STRES KERJA
3 : Sering
2 : Kadang-kadang
1 : Tidak pernah

No. PERNYATAAN 1 2 3 4
Stres Biologis
1. Saya merasa jantung berdebar saat bekerja
2. Merasa sakit perut/nyeri ulu hati saat bekerja
3. Merasa otot kaku saat/setelah bekerja (kaku leher)
4. Merasa frekuensi pernapasan meningkat
5. Merasa denyut nadi meningkat
6. Makan secara berlebihan
7. Kehilangan nafsu makan
8. Perut terasa mulas, tegang, dan kembung
9. Tangan terasa capek
10. Betis terasa pegal
11. Persendian terasa ngilu
12. Nyeri punggung
13. Nyeri pinggang
Stres Psikologis
14. Merasa tertekan karena pekerjaan
15. Menyalahkan diri sendiri
16. Merasa tidak cocok dengan pekerjaan
17. Merasa kehilangan konsentrasi atau konsentrasi menurun
18. Mudah lupa
19. Merasa tidak cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaan
20. Menghindar dari masalah
21. Berganti-ganti rencana
22. Berpikir hal-hal kecil terlalu detail
23. Merasa tidak tertarik terhadap minat yang disukai
24. Merasa lambat terhadap situasi yang membahayakan
25. Kecewa terhadap hasil pekerjaan
26. Merasa jenuh dalam bekerja
27. Bingung dalam menghadapi pekerjaan
28. Penurunan produktivitas kerja
29. Merasa tidak puas terhadap pekerjaan
30. Meninggalkan kerja
Stres Sosial
31. Ketegangan dalam berinteraksi dengan teman sejawat
32. Ketegangan dalam berinteraksi dengan tim kesehatan lain
33. Mudah tersinggung
34. Mudah marah tanpa sebab yang berarti
35. Merasa tidak suka dengan pekerjaan
CONTOH 19

KUESIONER GANGGUAN RITME SIRKARDIAN

No. PERNYATAAN Ya Tidak


1. Sulit memulai tidur (lebih dari 30 menit)
2. Terbangun di malam hari
3. Setelah terbangun sulit memulai tidur lagi
4. Tidur tidak nyenyak/sering terbangun
5. Merasa lelah setelah bangun tidur
6. Merasa pusing setelah bangun tidur
7. Bangun terlalu pagi
8. Mengantuk saat bekerja
9. Tertidur saat bekerja
10. Mengalami penurunan mood, motivasi
11. Mengalami kesulitan menyelesaikan pekerjaan rutin
12. Merasa kehilangan fokus perhatian
13. Penurunan daya tahan tubuh (mudah terserang flu, alergi berulang)
14. Tidur kurang dari 6 jam per hari
15. Mudah marah/tersinggung
16. Mengalami gangguan pencernaan, mual
17. Sulit terbangun pada waktu yang diinginkan
18. Merasa lambat berespons terhadap sesuatu

DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Rahmatul, F. (2007). Hubungan Sif Kerja dengan Stres Kerja dan Circardian Rhythm Perawat
di Ruang Intermediet Bedah Flamboyan RSU Dr. Soetomo Surabaya. PSIK FK Unair.
Skripsi: Tidak dipublikasikan.
CONTOH 20
Keterangan Instrumen Depression Anxiety Stres Scale (DASS 42)
0 : Tidak ada atau tidak pernah.
1 : Sesuai dengan yang dialami sampai tingkat tertentu, atau kadang-kadang
2 : Sering.
3 : Sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat.

No. Aspek Penilaian 0 1 2 3


1. Menjadi marah karena hal-hal kecil/sepele
2. Mulut terasa kering
3. Tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu kejadian
4. Merasakan gangguan dalam bernapas (napas cepat, sulit bernapas)
5. Merasa sepertinya tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan
6. Cenderung bereaksi berlebihan pada situasi
7. Kelemahan pada anggota tubuh
8. Kesulitan untuk relaksasi/bersantai
9. Cemas yang berlebihan dalam suatu situasi namun bisa lega jika hal/situasi
itu berakhir
10. Pesimis
11. Mudah merasa kesal
12. Merasa banyak menghabiskan energi karena cemas
13. Merasa sedih dan depresi
14. Tidak sabaran
15. Kelelahan
16. Kehilangan minat pada banyak hal (misal; makan, ambulasi, sosialisasi)
17. Merasa diri tidak layak
18. Mudah tersinggung
19. Berkeringat (misal; tangan berkeringat) tanpa stimulasi oleh cuaca maupun
latihan fisik
20. Ketakutan tanpa alasan yang jelas
21. Merasa hidup tidak berharga
22. Sulit untuk beristirahat
23 Kesulitan dalam menelan
24. Tidak dapat menikmati hal-hal yang saya lakukan
25. Perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi tanpa stimulasi oleh latihan fisik
26. Merasa hilang harapan dan putus asa
27. Mudah marah
28. Mudah panik
29. Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu yang mengganggu
30. Takut diri terhambat oleh tugas-tugas yang tidak biasa dilakukan
31. Sulit untuk antusias pada banyak hal
CONTOH 20

No. Aspek Penilaian 0 1 2 3


32. Sulit mentoleransi gangguan-gangguan terhadap hal yang sedang dilakukan
33. Berada pada keadaan tegang
34. Merasa tidak berharga
35. Tidak dapat memaklumi hal apa pun yang menghalangi Anda untuk
menyelesaikan hal yang sedang Anda lakukan
36. Ketakutan
37. Tidak ada harapan untuk masa depan
38. Merasa hidup tidak berarti
39. Mudah gelisah
40. Khawatir dengan situasi saat diri Anda mungkin menjadi panik dan
mempermalukan diri sendiri
41. Gemetar
42. Sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu

DAFTAR PUSTAKA
Lovibond. (1995). Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42). http://www.swin.edu.au. Tanggal 11
Maret 2007. Pukul 22.05 WIB.
Arina, N. (2007). Hubungan Stres dengan Fase Penyembuhan Luka pada Klien Pasca Seksio Sesarea
di RB I RSU Dr. Soetomo Surabaya. PSIK FK Unair. Skripsi Tidak Dipublikasikan.
CONTOH 21
INSTRUMEN MOTIVASI MAHASISWA
MENGIKUTI PERKULIAHAN

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Saya mengikuti perkuliahan dengan penuh konsentrasi dan memerhatikan dengan  


saksama saat dosen menerangkan materi perkuliahan

2. Cara menyampaikan bahasa tubuh dan cara dosen membawa diri di hadapan  
mahasiswa menarik, sehingga saya bersemangat mengikuti perkuliahan

3. Saya menyampaikan pendapat, ide atau bertanya jika dalam penyampaian materi  
kuliah saya mengalami kesulitan memahami

4. Saya meluangkan waktu khusus untuk belajar untuk mempersiapkan diri mengikuti  
perkuliahan

5. Saya merasa mampu untuk mengikuti perkuliahan dan mencapai nilai yang saya  
inginkan

6. Saya mempelajari kembali materi yang saya dapatkan saat proses perkuliahan di  
kelas

7. Saya berusaha untuk mendapatkan tambahan informasi dari referensi atau buku  
yang melengkapi pengetahuan yang saya dapatkan dalam perkuliahan

8. Saya merasa harus mendapatkan tambahan pengetahuan dari perkuliahan yang  


tidak bisa saya dapatkan dari buku atau literatur lain

9. Saya yakin bahwa tugas yang diberikan dosen akan dapat saya kerjakan dengan  
baik

10. Saya mengerjakan tugas yang diberikan dosen baik tugas individu maupun tugas  
kelompok dengan penuh tanggung jawab baik terhadap diri saya sendiri maupun
kepada kelompok

11. Saya merasa puas dengan tugas-tugas yang diberikan, karena saya dapat  
menyelesaikannya dengan baik

12. Saya dapat mengumpulkan tugas tepat waktu, tidak memerlukan tambahan waktu  
dan tidak terlambat

13. Saya akan mendapatkan umpan balik dari tugas-tugas yang saya kerjakan, karena  
itu saya bersemangat dalam mengerjakan tugas yang diberikan

Skor: ……
CONTOH 21
HAMBATAN DAN HARAPAN MAHASISWA DALAM
MENCAPAI PRESTASI BELAJAR

No. Pertanyaan Jawaban


A. Hambatan
1. Apa yang menjadi hambatan selama mengikuti
perkuliahan? (fasilitas, kurikulum, dan lain-lain)
Jelaskan!
2. Apakah Saudara mengalami kesulitan dalam
menerima pembelajaran? Jelaskan!
3. Apakah ada masalah dengan motivasi belajar
Saudara selama mengikuti perkuliahan?
4. Apakah ada permasalahan dalam mencapai
indeks prestasi yang Saudara harapkan?
B. Harapan
1. Apa yang Saudara harapkan dalam mencapai
prestasi belajar?
2. Apa yang Saudara harapkan dari institusi
pendidikan untuk peningkatan dan perbaikan
mutu perkuliahan?
3. Bagaimana harapan Saudara terhadap
penampilan dosen/staf pengajar PSIK?
4. Apakah prestasi belajar yang Saudara capai
sudah sesuai dengan yang diharapkan?
Jelaskan!

DAFTAR PUSTAKA
Saridewi, N. (2006). Hubungan penerapan Metode Pembelajaran Klinik dan Motivasi dengan
pencapaian kompetensi manajemen keperawatan program profesi ners pada mahasiswa
program
A angkatan 1 PSIK FK Unair. Tidak dipublikasikan. Skripsi S-1 Keperawatan, PSIK FK Unair
Surabaya.
Setho, H. (2007). Hubungan Persepsi Mahasiswa Tentang Penampilan Dosen Dengan Motivasi Dan
Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Ners Jalur A Tahap Akademik. Tidak dipublikasikan. Skripsi
S-1 Keperawatan, PSIK FK Unair Surabaya.
Toeti S. dan Winataputra. (1997). Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran: Bahan Ajar Pekerti
untuk Dosen Muda. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, hlm: 39-50.
CONTOH 22
KUESIONER
PENGETAHUAN IBU TENTANG MANAJEMEN LAKTASI

No Pernyataan Benar Salah

1. ASI eksklusif adalah memberikan ASI saja

2. Pemberian ASI bisa ditambah dengan bubur pisang dan susu kaleng
sebelum usia 6 bulan

3. Memberikan ASI Eksklusif dapat membuat bayi sehat dan dapat


menghemat uang

4. Setelah melahirkan, ibu tidak diperbolehkan untuk minum banyak (lebih


dari 8 gelas sehari)

5. Ibu harus mengonsumsi makanan yang lebih banyak mengandung protein


(telur, ikan) daripada sebelum hamil

6. Ibu dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin


(sayur dan buah-buahan)

7. Salah satu tujuan dari manajemen laktasi yang benar adalah untuk
mencegah agar payudara tidak lecet dan tidak sakit saat menyusui

8. Sebelum mulai menyusui, payudara dibersihkan dengan menggunakan air


hangat; puting dan areola payudara diolesi dengan ASI

9. Posisi menyusui yang benar adalah dagu bayi menempel pada payudara
ibu

10. Cara menyusui yang benar adalah bayi hanya mengisap bagian puting
payudara saja

11. Lama dan seringnya ibu menyusui bayinya adalah tanpa dijadwal atau
sesuai keinginan bayi

12 Cara melepaskan isapan bayi setelah bayi selesai menyusu adalah dengan
cara memasukkan jari kelingking ibu ke sudut

13. Setelah menyusui, payudara ibu diolesi dengan mengunakan ASI

14. Cara menyendawakan bayi adalah bayi digendong tegak dengan


bersandar pada bahu ibu, kemudian punggung ditepuk-tepuk perlahan

15. Salah satu manfaat memeras ASI adalah untuk menghilangkan bendungan
payudara
CONTOH 22
KUESIONER SIKAP IBU DALAM MANAJEMAN LAKTASI

Berilah tanda centang (√) pada kolom jawaban

SS : Sangat Setuju (4)


S : Setuju (3)
TS : Tidak setuju (2)
STS : Sangat Tidak Setuju (1)

No Penyataan SS S TS STS

1. ASI merupakan makanan yang lengkap zat gizinya

2. Ibu bisa memberikan makanan pendamping ASI seperti pisang sebelum


bayi berusia 6 bulan

3. Memberikan ASI Eksklusif dapat menyebabkan pertumbuhan yang baik


pada bayi (berat badan bayi naik sesuai umur)

4. Ibu harus minum air minimal 8 gelas per hari

5. Saat bayi menyusu hanya sampai pada puting payudara saja

6. Payudara dibersihkan dengan menggunakan air hangat sebelum menyusui

7. Pemberian ASI malam hari tidak baik untuk bayi

8. Saat menyusui perut bayi menempel pada badan ibu, telinga, dan lengan
bayi terletak pada satu garis lurus

9. Saat bayi menyusu, mulut bayi sampai ke bagian hitam di sekitar puting
(areola payudara)

10. Jika bayi menangis, ibu langsung menyusui tanpa menunggu jadwal

11. Setiap kali menyusui, ibu hanya memberikan satu payudara saja (tidak
bergantian)

12. Ibu menyusui selama 10–15 menit setiap kali menyusui/sampai payudara
kosong

13. Selesai menyusui payudara ibu dibersihkan dengan menggunakan sabun

14. Bayi tidak perlu disendawakan setelah menyusu

15. Bila ASI terlalu penuh, maka sebaiknya diperas dulu dengan tangan,
kemudian disusukan pada bayi
CONTOH 22
LEMBAR OBSERVASI DAN WAWANCARA TINDAKAN
IBU DALAM MANAJEMEN LAKTASI

Tidak
No Tindakan Dilakukan dilakukan

1. Cuci tangan sebelum mulai menyusui

2. Payudara dibersihkan dengan menggunakan air hangat, kemudian dilap


menggunakan handuk/kain bersih

3. ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola

4. Ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk menggunakan kursi yang rendah
dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi

5. Bayi dipegang dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada lengkung siku
ibu dan bokong bayi terletak pada lengan (kepala tidak boleh menengadah
dan bokong bayi disangga dengan telapak tangan).

6. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan.

7. Perut bayi menempel pada perut ibu, kepala bayi menghadap payudara.

8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus

9. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di
bawah

10. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut dengan cara menyentuh pipi
dengan puting susu atau menyentuh sisi mulut bayi

11. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi

11. Sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi saat menyusui

12. Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak disangga/tidak dipegang lagi.

13. Menyusui satu payudara sampai kosong, kemudian diganti dengan payudara
yang lain

14. Selesai bayi menyusui, isapan bayi dilepaskan dengan memasukkan jari
kelingking ibu ke mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke
bawah.

15. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada
puting susu dan areola sekitarnya, biarkan kering dengan sendirinya

16. Bayi disendawakan dengan cara bayi digendong tegak dengan bersandar
pada bahu ibu kemudian punggungnya ditepuk perlahan-lahan atau bayi di
tengkurapkan di pangkuan ibu, kemudian punggungnya ditepuk perlahan-
lahan.

17. Mengonsumsi makanan sebanyak 2.500–2.700 kalori dalam satu hari (dari
diet recall 24 jam, lampiran 8)

18. Minum air lebih dari 8 gelas dalam satu hari


CONTOH 22
RECALL DIET 24 JAM IBU PASCASALIN

Tanggal:

No Waktu Menu Bahan Makanan Jumlah (URT) Jumlah (berat)

1. Pagi

Jam

2. Siang

Jam

3. Malam

Jam

No Responden:
Jumlah kalori :
CONTOH 22
LEMBAR OBSERVASI DAN WAWANCARA PRODUKSI DAN PENGELUARAN ASI

No. Kriteria Observasi dan Wawancara Ya Tidak

1. ASI keluar memancar saat areola dipencet

2. ASI keluar memancar tanpa memencet payudara

3. ASI keluar memancar dalam 72 jam pertama pascasalin

4. Payudara terasa penuh atau tegang sebelum menyusui

5. Payudara terasa kosong setelah menyusui

6. ASI keluar segera setelah bayi mulai menyusu

7. Tidak terjadi rasa nyeri/lecet dan bendungan dalam payudara

8. 24 jam pascasalin ASI telah keluar

9. Masih menetes setelah menyusui

10. Payudara terasa lunak/lentur setelah menyusui

11. Setelah menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3–4 jam

12. Bayi buang air kencing sekitar 8 kali sehari dan warna air kencing kuning pucat
seperti jerami.

13. Berat badan bayi naik antara 140–200 gram dalam 1 minggu

DAFTAR PUSTAKA
Heny, F., (2007). Hubungan Perilaku Ibu Pascasalin dalam Manajemen Laktasi dengan Produksi
dan Pengeluaran ASI di Praktik Bidan Desa Ny. Hamilatul RU Desa Karangsambigalih
Kecamatan Sugio Lamongan. PSIK FK Unair. Skripsi tidak dipublikasikan.
Bobak, et all., (2005), Bahan bacaan manajemen laktasi oleh Perinasia (2004), mengenal ASI eksklusif oleh
Utami Roesli (2000), ASI petunjuk untuk tenaga kesehatan oleh Suetjiningsih (1997), dan
modul manajemen laktasi, Depkes (1995)
LEMBAR OBSERVASI Ba
PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN SIKLUS AKTIF TERHADAP PENINGKATAN ALIRAN EKSPIRASI MAKSIMUM gia
PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU n 4:
Co
Nama Responden :
Usia : nto
Kelompok (diisi peneliti) : h
Pen
Sebelum Sesudah yus

Komponen yang Hari ke- una


No diukur Hari ke-1 2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7 Hari ke-8 Hari ke-9 Hari ke-10 n
1 Peak Expiratory Flow Inst
Rate (PERF) ru

2 Laju Pernapasan me

3 Keluhan Sesak

Keterangan :
1. Laju pernapasan : 12–20 kali/menit
2. PEFR : berdasar nilai penum mobile (tergantung umur, jenis kelamin, tinggi badan)
3. Keluhan sesak : 1. Ringan, 2. Sedang, 3.Berat

C
O
N
T
O 28
H 9
290 Bagian 4: Contoh Penyusunan Instrumen Penelitian

CONTOH 24
LEMBAR KUESIONER GAYA KOPING, TES ORIENTASI KEHIDUPAN,
DAN DUKUNGAN SOSIAL

Tanggal Penelitian :
No Kode Responden :
Petunjuk:
Berilah tanda (√) jika terdapat gejala yang dirasakan saat ini

PEDOMAN WAWANCARA GAYA


KOPING (KOPING KEHILANGAN
KUBLER-ROSS)

1. Apabila Anda mendapat kabar atau menemui suami Anda terkena musibah (misalnya
kecelakaan), bagaimana reaksi pertama Anda menghadapi hal tersebut?
2. Kenapa Anda bereaksi demikian?

Tes Orientasi Kehidupan

Petunjuk:
Perhatikan apakah tiap pertanyaan menggambarkan perasaan Anda atau tidak. Silang (×)
jawaban yang paling tepat menurut Anda!

Skoring:
1. Setuju = 4
2. Netral = 3
3. Tidak setuju = 2

1. Pada waktu tertentu biasanya saya mengharapkan yang terbaik.


a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju
2. Apabila saya berpikir bahwa hal yang jelek dapat terjadi pada diri saya, maka biasanya hal
tersebut akan terjadi.
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak setuju
3. Saya selalu melihat/mengambil sisi baik (hikmah) dari sesuatu yang terjadi pada diri saya.
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak Setuju
CONTOH 24

4. Saya adalah orang yang tidak mudah menyerah.


a. Setuju
b. Netral
c. Tidak Setuju

5. Saya tidak pernah berharap sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan saya.
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak Setuju

6. Segala sesuatu tidak pernah berjalan mulus seperti keinginan saya


a. Setuju
b. Netral
c. Tidak Setuju

7. Saya termasuk orang yang percaya bahwa “ dalam setiap mendung pasti ada secercah
cahaya”
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak Setuju

8. Saya jarang mengharapkan bahwa hal-hal baik akan terjadi pada diri saya.
a. Setuju
b. Netral
c. Tidak Setuju

Skor:
1−16 = pesimis
di antara = rentang rata-rata
> 26 = optimis
CONTOH 24

PEDOMAN WAWANCARA DUKUNGAN SOSIAL

A. Dukungan Emosional
1. Jika Anda punya suatu masalah, apakah Anda memiliki kebiasaan untuk bercerita/
berbagi dengan orang lain?
2. Apa alasan Anda melakukan hal tersebut?
3. Kepada siapa saja biasanya Anda mengungkapkan perasaan Anda?

B. Dukungan Informasi
1. Apabila ada sesuatu yang Anda tidak mengerti, apakah Anda memiliki kebiasaan untuk
berusaha mencari tahu tentang informasi yang Anda butuhkan tersebut?
2. Apa alasan Anda melakukan hal tersebut?
3. Apa yang Anda lakukan untuk memperoleh informasi tersebut?

DAFTAR PUSTAKA
Atiek, N. (2007). Analisis Faktor Koping, Orientasi Kehidupan, dan Dukungan Sosial yang
Berhubungan dengan Kecemasan pada Suami/Istri Klien Stroke. Skripsi tidak dipublikasikan.
PSIK FK Unair.
CONTOH 25
OBSERVASI RESPONS PENGENDALIAN HALUSINASI DENGAR TAK STIMULASI
PERSEPSI MODIFIKASI

No Komponen yang dinilai Ya Tidak Kode Skor


1. Afektif
1. Klien tidak ketakutan
2. Klien tidak sedih & cemas
3. Klien tidak marah-marah
4. Klien mampu membina kepercayaan dengan orang lain
5. Klien mampu membina hubungan secara baik
6. Klien tidak merasa kesepian
7. Respons verbal klien baik

2. Kognitif
1. Klien bisa membedakan antara realita dan nonrealita
2. Klien mampu berkonsentrasi
3. Klien mampu menceritakan tentang pengalaman
halusinasi yang dialami
4. Klien mampu berespons terhadap petunjuk yang
kompleks
5. Klien mampu berespons terhadap lebih dari satu orang
6. Klien mampu memulai pembicaraan dengan orang lain

3. Psikomotor
1. Klien tidak mondar-mandir
2. Klien tidak berbicara sendiri
3. Klien tidak tersenyum & tertawa sendiri
4. Klien tidak agresif destruktif
5. Klien tidak menyendiri
6. Klien mampu memulai untuk berhubungan dengan
orang lain
7. Klien mampu melakukan kegiatan sehari hari

Catatan:
Cara mengisi dengan membubuhkan angka:

1 : Bila klien “Tidak”


2 : Bila Klien “Ya”
CONTOH 25
Observasi Sesi 1 TAK
Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan Mengenal Halusinasi

No Aspek yang dinilai Nama klien

1. Menyebutkan isi dari halusinasi

2. Menyebut waktu terjadi halusinasi

3. Menyeritakan apa yang telah dilakukan saat


terjadi halusinasi
4. Menyebutkan atau mengungkapkan perasaan
saat halusinasi

Observasi Sesi 2 TAK


Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan Mengontrol dan Mengendalikan Halusinasi

No Aspek yang dinilai Nama klien

1. Menyebutkan cara yang selama ini digunakan


mengatasi halusinasi

2. Menyebutkan efektivitas cara menghardik


halusinasi

3. Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan


menghardik

4. Memperagakan cara menghardik halusinasi

5. Menyebutkan orang yang biasa diajak bicara

6. Memperagakan percakapan

7. Menyusun jadwal percakapan

8. Menyebutkan dua cara mengontrol dan


mencegah halusinasi

Catatan:
Cara mengisi evaluasi TAK dengan membubuhkan angka:
1 : Bila klien “Tidak”
2 : Bila Klien “Ya”
CONTOH 25

Observasi Sesi 3 TAK


Stimulasi Persepsi: Halusinasi
Kemampuan Mencegah Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan dan Minum Obat

No Aspek yang dinilai Nama klien

1. Menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan

2. Memperagakan kegiatan yang biasa dilakukan

3. Menyusun jadwal kegiatan harian

4. Menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi

5. Menyebutkan 5 benar cara minum obat

6. Menyebutkan keuntungan minum obat

7. Menyebutkan akibat tidak patuh minum obat

Catatan:
Cara mengisi evaluasi TAK dengan membubuhkan angka:
1 : Bila klien “Tidak”
2 : Bila Klien “Ya”

CONTOH 25
LEMBAR
OBSERVASI
TAK STIMULASI PERSEPSI MODIFIKASI HALUSINASI DENGAR
Nama Klien : Umur :
No. RM : Jenis Kelamin :
Ruang :

Sesi Aspek yang dinilai Ya Tidak Skor Keterangan


1 Kemampuan mengenal halusinasi dengan cara:
• Menyebutkan isi halusinasi
• Menyebut waktu terjadi halusinasi
• Menceritakan apa yang telah dilakukan saat terjadi halusinasi
• Menyebutkan atau mengungkapkan perasaan saat halusinasi
2 Mengontrol dan mengendalikan halusinasi dengan menghardik dan
bercakap-cakap dengan cara:
• Menyebutkan cara yang selama ini digunakan mengatasi
halusinasi
• Menyebutkan efektivitas cara menghardik halusinasi
• Menyebutkan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
• Memperagakan cara menghardik halusinasi
• Menyebutkan orang yang biasa diajak bicara
• Memperagakan percakapan
• Menyusun jadwal percakapan
• Menyebutkan dua cara mengontrol dan mencegah halusinasi
3. Kemampuan mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan dan
minum obat dengan cara:
• Menyebutkan kegiatan yang biasa dilakukan
• Memperagakan kegiatan yang biasa dilakukan
• Menyusun jadwal kegiatan harian
• Menyebutkan dua cara mengontrol halusinasi
• Menyebutkan 5 benar cara minum obat
• Menyebutkan keuntungan minum obat
• Menyebutkan akibat tidak patuh minum obat

Catatan:
Cara mengisi evaluasi TAK dengan membubuhkan angka:
1 : Bila klien “Tidak”
2 : Bila Klien “Ya”

DAFTAR PUSTAKA
Iskandar., 2006. Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Modifikasi terhadap
Pengendalian Halusinasi Dengar pada Klien Skizofrenia di RSJ Menur Surabaya. Skripsi:
Tidak Dipublikasikan.
CONTOH 26

MUTU PELAYANAN (VARIABEL–KOPELMEN)

KUESIONER BUDAYA ORGANISASI


(Skor OCAI, Muhith 2012)

INSTRUMEN BUDAYA ORGANISASI


(Diisi Kepala Ruang Keperawatan)

Nama : ………………………………………..……...……………….
Ruang Keperawatan : ………………………….……………………………………..
Rumah Sakit : ..................................................................................................
Pendidikan Terakhir : ...................................................................................................

Petunjuk OCAI: BUDAYA ORGANISASI (Diisi oleh Kepala Ruangan)


Rating 3 = sama (similar)
2 = beberapa sama (somewhat similar)
1 = tidak sama (hardly similar)

Skor item (A,B,C,D) untuk tiap aspek yang dinilai adalah nilai rating item dibagi jumlah total rating × 100.

Tabel 1.1 Orientasi Organisasi


1. Orientasi Organisasi Rating Skor
A Tim perawat di ruang ini adalah sebuah wadah yang sangat personal. Hal Ini
seperti keluarga besar. Setiap anggota memiliki konstribusi (berkolaborasi)
B Tim perawat di ruang ini sangat dinamis dan merupakan tempat berwirausaha.
Perawat di ruang ini bersedia berkreasi dan menanggung risiko (kreatif
inovatif)
C Tim perawat sangat berorientasi pada hasil kerja. Perhatian utama adalah
melakukan pekerjaan. Perawat berorientasi kompetisi dan berorientasi
pencapaian hasil kerja (semangat berkompetisi)
D Tim perawat sangat terkontrol dan berstruktur jelas. Prosedur formal
merupakan acuan untuk bertindak bagi anggotanya (pengawasan dan
pengendalian)
Total 100

Tabel 1.2 Kepemimpinan Organisasi


2. Kepemimpinan Organisasi Rating Skor
A Pimpinan keperawatan di ruang ini umumnya bertindak sebagai mentor,
fasilitator, atau sebagai orang tua
B Pimpinan di dalam ruang ini umumnya memiliki cara berpikir kewirausahaan,
inovator atau berani mengambil risiko
C Kepemimpinan di dalam ruang ini umumnya fokus pada hasil kerja atau
bersifat agresif
D Kepemimpinan di dalam ruang ini umumnya berkoordinasi, pengorganisasian,
atau bertindak efisiensi

Total 100
Tabel 1.3 Pengelolaan Staf
3. Pengelolaan Staf Rating Skor
A Gaya manajemen keperawatan di dalam ruang ini dicirikan adanya kerja tim,
konsensus, dan partisipasi anggota

B Gaya manajemen di dalam ruang ini dicirikan pengambilan risiko individu,


inovasi, kebebasan dan keunikan.
C Pengelolaan anggota tim didorong oleh kompetisi, permintaan tinggi pasien,
dan pencapaian tujuan keperawatan
D Tim perawat sangat terkontrol dan berstruktur jelas. Prosedur formal merupakan
acuan untuk bertindak (kontrol kuat). Rasa aman dan pengembangan karier
menjadi hal yang penting
Total 100

Tabel 1.4 Kerekatan Organisasi


4. Kerekatan Organisasi Rating Skor
A Kerekatan yang membangun kebersamaan di ruang ini menjadikan saling
percayaan dan loyalitas. Komitmen anggota adalah tinggi
B Kerekatan yang membangun kebersamaan, menjadikan komitmen terhadap
inovasi produk, pelayanan dan pengembangannya. Ada penekanan menjadi
pemimpin layanan
C Kerekatan yang membangun kebersamaan menekankan pada pencapaian
atau kemenangan. Reputasi dan pemenuhan sasaran, tujuan (sukses) menjadi
perhatian pada umumnya
D Kerekatan yang membangun kebersamaan adalah aturan formal dan kebijakan.
Mempertahankan jalannya organisasi yang lancar adalah hal penting

Total 100

Tabel 1.5 Penekanan Strategi

5. Penekanan Strategi Rating Skor


A Tim keperawatan di ruang ini menekankan pengembangan manfaat
(pengembangan anggota, kepercayaan yang tinggi, keterbukaan) jangka
panjang
B Tim keperawatan menekankan perolehan sumber daya baru dan memimpin
layanan keperawatan. Tim menekankan pertumbuhan jangka panjang
C Tim keperawatan fokus pada persaingan dan pencapaian hasil kerja.
(tercapainya goal dan target). Reputasi dan sukses menjadi perhatiannya
D Tim keperawatan menekankan stabilitas dan kinerja yang efisiensi dan
pengendalian operasi yang efektif

Total 100
Tabel 1.6 Kriteria Sukses

6. Kriteria Sukses Rating Skor


A Tim keperawatan di ruang ini mendefinisikan suskes atas dasar kepekaan
pada pasien, masyarakat, dan anggota. Pengembangan kerja sama tim,
partisipasi dan konsensus adalah penting.
B Tim keperawatan mendefinisikan sukses atas dasar perolehan sisa usaha
(profit), pemilikan layanan yang unik dan baru. Menjadikan pemimpin, inovasi
layanan keperawatan adalah penting.
C Tim keperawatan di ruang ini mendefinisikan sukses atas dasar besar pasien
rawat inap, penerimaan pasien (penetrasi). Menjadi pemimpin layanan dan
pemimpin tarif rawat inap adalah penting.
D Tim keperawatan di ruang ini mendefinisikan sukses atas dasar efisiensi kerja.
Produktivitas, biaya layanan yang murah, prosedur layanan nyaman.

Total 100

Lembar kerja untuk skor OCAI


Lembar kerja untuk kondisi saat ini, Anda dapat juga melakukan hal yang sama untuk lima tahun mendatang

Skor item A Skor Item B Skor Item C Skor Item D

1A 1B 1C 1D

2A 2B 2C 2D

3A 3B 3C 3D

4A 4B 4C 4D

5A 5B 5C 5D

6A 6B 6C 6D

Total skor Total skor Total skor Total skor

Rerata skor Rerata skor Rerata skor Rerata skor


KUESIONER KEPEMIMPINAN

Instrumen Kepemimpinan Situasional


Diadaptasi dari: Hersey and Blanchar
(Diisi oleh Kepala ruangan)

Self-assessment questions: Baca pertanyaan pada kolom situasi dan kemudian pilih pernyataan alternatif pilihan
(hanya satu) yang sesuai dengan perasaan Anda, respons (hanya satu)

Situasi Tindakan Pilihan (Alternative Action)


1. Kelompok kerja Anda tidak merespons A. Menekankan penggunaan prosedur dan uniform
percakapan secara bersahabat dan perhatian kepentingan yang sama uniform untuk penyelesaian
yang jelas untuk kesejahteraan anggota. Kinerja tugas.
mereka menurun dengan cepat. B. Menyiapkan diri untuk diskusi, tetapi bukan untuk
mendorong keterlibatan Anda.
C. Berbicara dengan mereka dan kemudian menetapkan
tujuan
D. Tidak berniat untuk memengaruhi

2. Kinerja kelompok yang bisa diamati meningkat. A. Lakukan interaksi yang bersahabat, tetapi
Anda telah yakin bahwa semua anggota tim berkesinambungan untuk memastikan bahwa semua
perawat sadar atas tanggung jawabnya dan anggota tim perawat sadar tentang tanggung jawabnya
standar kinerja yang diharapkan. dan harapan standar kinerjanya
B. Tidak mengambil tindakan yang definitif
C. Lakukan sesuatu yang Anda dapat membuat tim perawat
merasa penting dan terlibat
D. Penekanan pentingnya batas waktu pencapaian tujuan
dan tugas

3. Anggota tim perawat tidak sanggup A. Bekerja bersama sebagai tim kerja perawat di ruang
menyelesaikan masalah tim. Anda telah keperawatan saat ini
meninggalkan mereka sendiri. Kinerja kelompok B. Membiarkan tim kerja perawat bekerja sendiri
dan hubungan interpersonal telah baik. C. Bertindak secara cepat dan keras untuk melakukan
tindakan koreksi
D. Mendorong kelompok tetap bekerja dan mendorong
upaya mereka
4. Anda mempertimbangkan suatu perubahan A. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam
Askep. Tim perawat sudah memiliki catatan mengembangkan perubahan, tetapi tidak begitu
baik tentang penyelesaian pekerjaan. Tim Anda mengarahkan
perhatian akan kebutuhan perubahan. B. Mengumumkan perubahan dan mereka menerapkannya
dengan pengawasan yang ketat
C. Mengizinkan tim perawat untuk merumuskan
pengarahannya sendiri
D. Sertakan anjuran atau pujian untuk tim perawat, tetapi
Anda tetap mengawasi secara langsung perubahannya
5. Penampilan dari tim perawat Anda yang telah A. Mengizinkan tim perawat untuk merumuskan
diturunkan selama beberapa bulan yang lalu. pengarahannya sendiri
Anggota yang tidak peduli dengan hasil rapat. B. Sertakan anjuran atau pujian untuk tim perawat, tetapi
Pembagian kembali peran dan tanggung jawab lihat apakah sasaran hasil telah tercapai
telah membantu pada saat yang lalu. Mereka C. Pembagian kembali peran dan tanggung jawab dan
terus-menerus butuh diingatkan tentang tugas pengarahan dengan hati-hati.
mereka yang harus diselesaikan tepat waktu. D. Mengizinkan keterlibatan tim perawat di dalam
menentukan peraturan dan tanggung jawab tetapi tidak
begitu mengarahkan.
Situasi Tindakan Pilihan (Alternative Action)
6. Anda masuk ke dalam sebuah kelompok cepat A. Lakukan sesuatu yang Anda dapat membuat tim perawat
dengan efisien. Pemimpin sebelumnya sangat merasa penting dan terlibat
mengawasi situasi. Anda ingin memelihara B. Menekankan pentingnya ketepatan waktu dan tugas
sebuah situasi yang produktif, tetapi akan dimulai C. Dengan sengaja tidak campur tangan
dengan membangun hubungan interpersonal D. Bentuk tim perawat yang dilibatkan dalam diskusi, tetapi
yang lebih baik di antara anggota tim perawat. lihat apakah sasaran hasil telah tercapai

7. Anda mempertimbangkan suatu perubahan A. Gambarkan perubahan dan awasi dengan hati-hati
struktur baru dalam tim perawat Anda. Anggota B. Berpartisipasi di dalam tim perawat dalam
tim perawat telah membuat usulan tentang mengembangkan perubahan tetapi izinkan anggota
perubahan yang dibutuhkan. Tim perawat yang untuk mengatur pelaksanaannya
telah produktif dan telah ditunjukkan dengan C. Laksanakan perubahan sebagai suatu rekomendasi,
fleksibel. tetapi tetap awasi pelaksanaannya
D. Dukung diskusi kelompok tetapi jangan terlalu mengatur
8. Kinerja tim keperawatan dan hubungan A. Meninggalkan tim kerja sendiri
interpersonal adalah baik. Anda merasa tidak B. Mendiskusikan situasi dengan tim dan kemudian
begitu yakin tentang kekurangan Anda dalam mengajukan rencana perubahan yang perlu
mengarahkan tim. C. Menentukan kembali tujuan dan awasi dengan hati-hati
D. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam
penentuan tujuan, tetapi jangan memaksa

9. Anda telah ditunjuk untuk memimpin sebuah A. Biarkan tim perawat bekerja sendiri
kelompok belajar yang terlambat jauh membuat B. Sertakan anjuran atau pujian untuk tim perawat, tetapi
permohonan untuk merekomendasi perubahan. lihat apakah sasaran hasil telah tercapai
Kelompok yang tidak jelas tujuannya. Kehadiran C. Menentukan kembali tujuan dan awasi dengan hati-hati
pada sesinya jarang atau lemah. Pertemuan D. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam
mereka sudah berubah menjadi pergaulan sosial. penentuan tujuan, tetapi jangan memaksa
Dengan kemampuan yang mereka punya dan
bakat yang dibutuhkan untuk membantu.

10. Kelompok tim perawat biasanya mampu A. Memperbolehkan keterlibatan tim perawat dalam
bertanggung jawab, tidak berespons pada menetapkan kembali standar tetapi tidak mengambil
pembagian tanggung jawab pekerjaan yang kontrol
baru sebagai sebuah hasil dari anggota yang B. Menetapkan kembali standar dan awasi dengan hati-hati
meninggalkan pekerjaan. C. Hindari pertengkaran dengan tidak melakukan
penekanan, hindari situasi sendirian
D. Sertakan anjuran atau pujian untuk kelompok, tetapi lihat
apakah tanggung jawab terhadap pekerjaan baru telah
tercapai
11. Anda telah dipromosikan pada posisi pemimpin. A. Ambil langkah untuk mengarahkan kelompok bekerja
Pemimpin sebelumnya telah dilibatkan dalam dengan cara sebaik mungkin.
urusan kelompok. Kelompok yang telah B. Melibatkan kelompok untuk membuat diskusi dan
mencukupi merangkap tugas dan arahan. penguatan kontribusi yang baik
Hubungan interpersonal dalam kelompok adalah C. Diskusikan penampilan yang lalu dengan kelompok dan
baik. kemudian Anda menguji kebutuhan untuk praktik baru
D. Melanjutkan untuk meninggalkan kelompok sendirian
12. Informasi akhir menunjukan beberapa kesulitan A. Mencoba penyelesaian dengan tim perawat dan
internal diantara anggota tim. Tim memiliki memeriksa kebutuhan akan prosedur baru
catatan tentang penyelesaian pekerjaan. Anggota B. Memperbolehkan anggota tim bekerja sendiri
tim secara berhasil memelihara tujuan jangka C. Bertindak cepat dan kuat untuk mengoreksi
panjang. Tim telah bekerja harmonis untuk D. Berpartisipasi dalam diskusi masalah, sementara itu
saat lampau. Semua sangat bermutu dalam menyediakan dukungan untuk anggota tim.
menjalankan tugas.
Pengkajian Diri Kepemimpinan Situasional (Skor)
Diambil dari: Hersey and Blanchar

Penilaian pengkajian diri Anda: Lingkari jawaban yang telah Anda pilih pada lembar di bawah ini. Kolom yang
terbanyak terpilih akan menentukan gaya kepemimpinan Anda berdasarkan model Hersey dan Blanchard.

Pilihan Tindakan

1 A C B D

2 D A C B

3 C A D B

4 B D A C

5 C B D A

6 B D A C

7 A C B D

8 C B D A

9 C B D A

10 B D A C

11 A C B D

12 C A D B

TOTAL

LEADERSHIP TELLING SELLING PARTICIPATING DELEGATING


STYLE (DIRECTING) (COACHING) (FACILITATING) (OBSERVING)
KUESIONER KARAKTERISTIK PEKERJAAN, KARAKTERISTIK INDIVIDU
PERAWAT, DAN MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

Kuesioner A sampai C diisi oleh perawat

Karakteristik Responden
Nama :
……………………………………………………...…
Umur..................................................................................................................tahun

Lama kerja di ruangan ini :..………………………………………………………..


Tugas Utama : …………………………………………………...
……
Tugas Tambahan : 1)……………………………………………..
……….
2) ……………………………….
…………………….
Pendidikan Terakhir : SPK, AKPER, S-1, S-2 *(lingkari yang sesuai)
Tahun Lulus :
…………………………………………………...……
Status Kepegawaian : PNS, Honorer, Kontrak, Magang *(lingkari yang sesuai)

A. Kuesioner Karakteristik Pekerjaan


1) Umpan Balik Pekerjaan
Bagaimana tentang umpan balik pekerjaan Anda (pilih yang paling sesuai)

No Umpan Balik Pekerjaan Ada Tidak Ada


1. Responsibility (tanggung jawab)

2. Accountability (kemampuan/kompetensi)

3 Authority (kepatuhan/ketaatan)

2) Variasi Tugas
Bagaimana tentang variasi tugas Anda (pilih yang paling sesuai)

No Variasi Tugas Pekerjaan Ya Tidak


1. Monoton
2. Sedikit bervariasi
3 Bervariasi
B. Kuesioner Karakteristik Individu Perawat
1) Komitmen
Petunjuk: Beri tanda silang (×) pada kolom tanggapan, sesuai dengan pernyataan yang
ada.
1. Sangat Kurang Setuju
2. Kurang Setuju
3. Agak Setuju
4. Setuju
5. Sangat Setuju

Indikator rasa kepemilikan

No Pernyataan Tanggapan
1. Mengerahkan segala upaya perawat untuk memajukan ruang 1 2 3 4 5
rawat inap
2. Sulit beradaptasi dengan ruang rawat inap baru 1 2 3 4 5

3. Merasa bangga sebagai perawat dan bangga atas segala 1 2 3 4 5


sesuatu yg dicapai di ruang inap

Indikator rasa keterkaitan

No Pernyataan Tanggapan

1. Anda akan menyelesaikan hampir setiap tugas yang diberikan 1 2 3 4 5


ruang rawat inap yang menjadi tangung jawab
2. Akan sulit bagi keluarga Anda, tim perawat sejawat dan tim 1 2 3 4 5
medis lainnya memutuskan untuk meningalkan ruang rawat
inap
3. Ruang rawat inap memberi peluang kepada Anda untuk 1 2 3 4 5
mengembangkan karier

Indikator percaya pada pimpinan

No Pernyataan Tanggapan
1. Anda senantiasa menyetujui segala kebijaksanan dan 1 2 3 4 5
kepemimpinan ruang rawat inap selama ini
3. Kepemimpinan ruang rawat inap menjadi inspirator Anda dalam 1 2 3 4 5
bekerja

3. Pemimpinan ruang rawat inap menjadi menambah rasa percaya 1 2 3 4 5


diri Anda
Indikator kesesuaian nilai

No Pernyataan Tanggapan

1. Anda menemukan bahwa nilai-nilai yang Anda yakini sama dengan 1 2 3 4 5


nilai nilai yang berlaku di ruang rawat inap ini
2. Anda merasa sebagai bagian dari ruang rawat inap ini 1 2 3 4 5

3. Anda merasa peduli pada kelangsungan ruang rawat inap ini 1 2 3 4 5

2) Mental model
Petunjuk: Beri tanda centang (√) pada kolom tanggapan dengan memerhatikan bahwa
aktivitas yang dikerjakan di tempat kerja. Seorang perawat, apakah mengerjakan tugas pokok
keperawatan atau tugas pokok di luar tugas pokok keperawatan.

Mengerjakan juga aktivitas yang bukan


1 2 3 4 5 Mengerjakan hanya
menjadi tanggung
aktivitas yang menjadi
jawab perawat
tanggung jawab perawat

No Pernyataan Tanggapan

1 2 3 4 5
1 Melaksanakan aktivitas keperawatan holistik

2 Melaksanakan aktivitas keperawatan secara


humanistik
3 Caring

a. Komunikasi (lengkap, akurat, cepat dan


menyenangkan)

b. Activitas (dapat dilakukan, tanggap, dan


empati)

c. Evaluasi/Review (wajar, ada pembenarannya,


ada pertimbanganan)

d. Pendidikan pasien (sesuai komitmen, bersifat


akademik, didasarkan hasil penelitian)

Berapa % yang menjadi tugas mandiri perawat.........% dan berapa untuk tugas tambahan di luar
kewenangan atau tugas mandiri perawat (tambahan sebagai pelimpahan, tugas dokter)............%
3) Motivasi
Petunjuk Jawaban tanggapan terhadap pernyataan:
1. Sangat tidak setuju
2. Tidak setuju
3. Ragu-ragu
4. Setuju
5. Sangat setuju

No Pernyataan Tanggapan
1 2 3 4 5
1 Saya merasa bangga dengan prestasi saya
Pimpinan memberikan pujian/sanjungan terhadap pekerjaan yang saya
2
lakukan
Saya bersedia bertanggung jawab terhadap pekerjaan (tugas pokok dan
3
di luar tugas pokok) yang telah dibebankan kepada saya
4 Saya merasa senang dan menikmati pekerjaan saya
Rumah sakit mengadakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
5
pengetahuan dan keterampilan saya

6 Saya merasa puas dengan gaji yang saya terima


7 Saya merasa puas dengan kondisi kerja tempat saya berkerja
8 Saya patuh dengan peraturan yang ada di rumah sakit

9 Hubungan kerja sesama tim perawat di ruang kerja saya adalah erat

Pengawasan yang dilakukan pimpinan dapat memengaruhi saya dalam


10
bekerja

4) Sikap
Petunjuk pengisian pada kolom tanggapan.
• STS = Sangat Tidak Setuju
• TS = Tidak Setuju
• RR = Ragu Ragu
• S = Setuju
• SS = Sangat Setuju
No. Pernyataan STS TS RR S SS
1 Saya menyukai atau senang dengan tugas pokok dan fungsi
perawat yang menjadi tanggung jawab saya saat ini

2. Saya menyukai, senang dengan tugas tambahan di luar tugas


pokok perawat (menjalankan tugas dari dokter)

3 Saya menyukai, senang kerja sama sesama perawat disini

4 Saya menyukai, senang dengan fasilitas dan sarana kesehatan di


ruangan ini
C. Kuesioner Mutu Asuhan Keperawatan (Standar
Asuhan Keperawatan, Standar Kinerja Profesional
Perawat, Kepuasan Kerja Perawat)
1) Standar asuhan keperawatan
Isilah pada kolom tanggapan dari pernyataan Standar Asuhan Keperawatan 3 bulan terakhir
di ruangan yang Anda bekerja, dengan sejujurnya. Beri tanda (√) pilihan Anda.
Petunjuk pengisian pada kolom tanggapan:
1. Tidak pernah dilaksanakan
2. Kadang-kadang dilaksanakan
3. Sebagian dilaksanakan
4. Sering dilaksanakan
5. Selalu dilaksanakan

Tidak pernah dilakukan 1 2 3 4 5 Selalu dilakukan

No Pelaksanaan Standar Asuhan Keperawatan 1 2 3 4 5

I Pengkajian

1 Mencatat identitas pasien


2 Riwayat penyakit saat sebelumnya
3 Mencatat hasil pemeriksaan fisik
4 Mencatat hasil pemeriksaan pola fungsi kebiasaan

5 Mencatat hasil pemeriksaan hasil laboratorium

II Diagnosis
6 Diagnosis keperawatan sesuai dengan masalah yang telah
dirumuskan
7 Diagnosis keperawatan terdiri atas PE/PES

8 Merumuskan diagnosis keperawatan aktual/risiko


9 Menuliskan diagnosis keperawatan sesuai dengan prioritas masalah
pasien
10 Menuliskan pada format yang baku
III Perencanaan
11 Disusun menurut urutan prioritas
12 Rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah,
terperinci, dan jelas
13 Rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien atau
keluarga
14 Rencana tindakan menggambarkan kerja sama dengan tim
kesehatan lain
15 Pencatatan dilakukan sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan

IV Tindakan
16 Tindakan yang dilaksanakan mengacu pada perencanaan
keperawatan

17 Bekerja sama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan


keperawatan
18 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam melakukan tindakan

19 Perawat mengobservasi pada respons pasien terhadap tindakan


keperawatan yang telah diberikan

20 Melakukan tindakan keperawatan untuk menguasai kesehatan klien

V Evaluasi
21 Bekerja sama dengan keluarga klien dalam memodifikasikan rencana
asuhan keperawatan
22 Evaluasi mengacu pada tujuan
23 Hasil evaluasi dicatat dan memodifikasi perencanaan
24 Pencatatan ditulis dengan jelas, ringkas, istilah yang baku dan benar
25 Setiap melakukan tindakan/kegiatan perawat membubuhkan paraf/
nama jelas, tanggal, dan jam dilakukan tindakan

2) Standar Kinerja Profesional

B STANDAR KINERJA PROFESIONAL 1 2 3 4 5


1 CARING
Saya siap tanggap bila pasien membutuhkan dan saya mudah di
hubungi perawat.
Perawat memerhatikan keluhan pasien.
2 KOLABORASI
Saya bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam
menyelesaikan masalah.
Saya bekerja sama dengan tim sejawat perawat, dan tim medis
dalam menyelesaikan masalah pasien.
3 EMPATI
Saya dalam memberikan pelayanan kepada pasien penuh perhatian
sesuai dengan kebutuhan/harapan pasien.
Saya mendengarkan keluhan pasien dan saya tidak acuh tak acuh.

4 KECEPATAN RESPONS
Saya dalam memberikan pelayanan selalu cepat dan tepat.
Kecepatan saya dalam memberikan pelayanan membutuhkan waktu
tunggu yang pendek.

5 COURTESY
Saya sopan terhadap pasien, keluarga pasien, tim sejawat perawat
dan tim kesehatan lain.
Saya menghargai pasien, keluarga pasien, tim sejawat perawat, dan
tim kesehatan lain.
6 SINCERETY
Saya jujur antara pikiran dan tindakan.
Saya bertanggung jawab atas tindakan dan menjaga kerahasian
pasien.
3) Kepuasan Perawat
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda √ pada kolom pilihan, yang sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam
pertanyaan/pernyataan hal
STP = Sangat Tidak Puas TP
= Tidak Puas
CP = Cukup Puas
P = Puas
SP = Sangat Puas
No PERNYATAAN STP TP CP P SP

Gaji
1 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pekerjaan yang
Saudara lakukan saat ini
2 Sistem penggajian yang dilakukan institusi tempat Saudara
bekerja
3 Jumlah gaji yang diterima dibandingkan pendidikan Saudara
4 Pemberian insentif tambahan atas suatu prestasi atau kerja
ekstra
Fasilitas
5 Tersedianya peralatan dan perlengkapan yang mendukung
pekerjaan
6 Tersedianya fasilitas penunjang seperti kamar mandi, tempat
parkir, dan kantin
7 Kondisi ruangan kerja terutama berkaitan dengan ventilasi
udara, kebersihan, dan kebisingan
8 Adanya jaminan atas kesehatan/keselamatan kerja
9 Perhatian institusi rumah sakit terhadap Saudara
Hubungan Kerja
10 Hubungan antarkaryawan dalam kelompok kerja
11 Kemampuan dalam bekerja sama antarkaryawan
12 Sikap teman-teman sekerja terhadap Saudara

Kesesuaian Kerja
13 Kesesuaian antara pekerjaan dan latar belakang pendidikan
Saudara
14 Kemampuan dalam menggunakan waktu bekerja dengan
penugasan yang diberikan
Pengawasan
15 Kemampuan supervisi/pengawas dalam membuat keputusan
16 Perlakuan atasan selama saya bekerja di sini
17 Kebebasan melakukan suatu metode sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan
Promosi
18 Kesempatan untuk meningkatkan kemampuan kerja melalui
pelatihan atau pendidikan tambahan
19 Kesempatan untuk mendapat posisi yang lebih tinggi
20 Kesempatan untuk membuat suatu prestasi dan mendapatkan
kenaikan pangkat

D. Kuesioner Kepuasan Pasien

KUESIONER KEPUASAN PASIEN

Diisi oleh pasien dan keluarga pasien.

Nama : ………………………………………………….……..
Umur............................................................................................................................tahun
Jenis kelamin :……………………………..…………..………………
Diagnosis medis :…………………………………………..……….…….

PETUNJUK PENGISIAN
VALUE JUDGMENT (PENILAIAN) KEPUASAN
1. Sangat tidak setuju (STS) 1. Sangat tidak puas (STP)
2. Tidak setuju (TS) 2. Tidak puas (TP)
3. Setuju (S) 3. Puas (P)
4. Sangat setuju (SS) 4. Sangat puas (SP)

No. Pernyataan Penilaian Kepuasan

S TS S SS S TP P SP
T T
S P
1. Caring
Perawat mudah dihubungi dan selalu memberikan
perhatian kepada klien, memerhatikan keluhan pasien
(sebagai mahkluk individu dan sosial keluarga dan
masyarakat)
a. Perawat siap tanggap bila pasien membutuhkan dan
perawat mudah dihubungi perawat

b. Perawat memerhatikan keluhan pasien


2. Kolaborasi
Perawat memotivasi, bersama-sama menyelesaikan masalah
pasien
a. Perawat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya
dalam menyelesaikan masalah

b. Perawat bekerja sama dengan tim sejawat perawat, dan


tim medis dalam menyelesaikan masalah pasien
No. Pernyataan Penilaian Kepuasan

S TS S SS S TP P SP
T T
S P
3 Kecepatan
keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan yang
dibutuhkan dengan segera. Indikatornya adalah kecepatan
dilayani bila pasien membutuhkan, waktu tunggu yang
pendek untuk mendapatkan pelayanan.
a. Perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien
penuh perhatian sesuai dengan kebutuhan/harapan
pasien.

b. Perawat mau mendengarkan keluhan pasien dan perawat


tidak acuh tak acuh.

4 Empati
pemberian layanan secara individual dengan penuh perhatian
dan sesuai kebutuhan/harapan pasien. Petugas mau
mendengarkan keluhan, memerhatikan dan membantu
menyelesaikan; petugas acuh dan acuh tak acuh.
a. Perawat dalam memberikan pelayanan cepat dan tepat.

b. Kecepatan perawat dalam memberikan pelayanan


membutuh kan waktu tunggu yang pendek.

5 Courtesy
Perilaku perawat yang sopan dengan menghargai pasien,
tenaga kesehatan lain dan sesama perawat.
a. Perawat sopan terhadap pasien, keluarga pasien, tim
sejawat perawat dan tim kesehatan lain.

b. Perawat menggargai pasien, keluarga pasien, tim


sejawat perawat dan tim kesehatan lain.

6 Sincerity Kondisi
kualitas perawat yang didasarkan pada kejujuran antara
pikiran dan tindakannya.
a. Perawat jujur antara pikiran dan tindakannya.

b. Perawat bertanggung jawab atas tindakannya dan


bisa menjaga kerahasiaan pasien.
CONTOH 27

IKLIM ORGANISASI

Petunjuk: berilah tanda centang (√) pada kolom yang tersedia di sebelah kanan pada masing-masing butir pernyataan
dengan pilihan sebagai berikut.
Kode: STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
KS = Kurang Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

IKLIM ORGANISASI
No PERNYATAAN STS TS KS S SS SKOR

1. STRUKTUR

1.1 Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah peraturan


yang diterapkan oleh kepala ruangan tidak terlalu kaku

1.2 Aliran tugas dan wewenang yang dijalankan organisasi


sangat membantu saya dalam menyelesaikan tugas

1.3 Kebijakan yang diambil oleh kepala ruangan selalu sejalan


dengan kepentingan saya sebagai perawat

1.4 Tugas-tugas/pekerjaan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit


Sumberglagah dideskripsikan dengan jelas

2. TANGGUNG JAWAB STS TS KS S SS SKOR

2.1 Saya dapat mengambil keputusan sendiri dan keputusan


tersebut dipercaya atau diakui oleh pimpinan (karu)

2.2 Saya mengetahui dengan pasti tugas dan tanggung jawab


saya di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah
3. IMBALAN STS TS KS S SS SKOR

3.1 Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah selalu


diberikan pengakuan dan penghargaan bagi yang
melaksanakan pekerjaan dengan baik
3.2 Kebijakan pembayaran imbalan yang saya terima ditetapkan
dengan adil oleh organisasi
3.3 Adanya sistem kenaikan pangkat yang jelas

4. RISIKO STS TS KS S SS SKOR

4.1 Organisasi Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah


berjalan cepat dan dinamis karena pimpinan (karu) dan
perawat berani mengambil risiko atas pekerjaan yang
dilakukan
No PERNYATAAN STS TS KS S SS SKOR

4.2 Dalam mengembangkan organisasi, pihak manajemen


Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah memberikan
kesempatan kepada saya sebagai perawat untuk berani
mencoba ide-ide baru
5. TOLERANSI STS TS KS S SS SKOR
5.1 Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah terasa
adanya hubungan akrab antarrekan sekerja

5.1 Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Sumberglagah sangat


terasa kehangatan hubungan antar pimpinan (karu) dengan
staf
5.2 Kesediaan pimpinan (karu) dan rekan kerja untuk membantu
saya dalam penyelesaian tugas
6. KONFLIK STS TS KS S SS SKOR
6.1 Pihak manajemen selalu menghargai perbedaan pendapat
yang dimiliki anggotanya

6.2 Kesungguhan pihak manajemen dalam menyelesaikan


konflik yang terjadi

6.3 Masalah yang ada di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit


Sumberglagah diusahakan untuk diselesaikan secara
terbuka
JUMLAH
CONTOH 28

CONTOH PENGHITUNGAN BEBAN KERJA (TIME AND MOTION STUDY)


DI RUANG RAWAT INAP
Pengukuran beban kerja objektif dilakukan untuk mengetahui penggunaan waktu tenaga keperawatan dalam
melaksanakan aktivitas baik untuk tugas pokok, tugas penunjang, kepentingan pribadi, dan lain-lain. Adapun
pembagian kerja secara normatif pada setiap sif kerja yaitu sif pagi, sore, dan malam. Adapun pembagian jam kerja
secara normatif pada setiap sif di suatu ruang bedah RS X sebagai berikut.

1. Sif Pagi dimulai pukul 07.30–14.00 (6,5 Jam)


2. Sif Sore dimulai pukul 14.00–21.00 (7 Jam)
3. Sif Malam dimulai pukul 21.00–07.30 (10,5)

A. TINDAKAN PRODUKTIF
1. Tindakan Langsung
No Tindakan Keperawatan Langsung Waktu Frekuensi Rerata waktu
(Jam) tindakan (Jam)

1 Memberikan obat kepada pasien


2 Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta nutrisi
3 Memenuhi kebutuhan eliminasi BAB
4 Memenuhi kebutuhan eliminasi urine
5 Memenuhi kebutuhan integritas jaringan (rawat luka)
6 Memenuhi kebutuhan oksigen
7 Menyiapkan spesimen lab
8 Memenuhi kebutuhan rasa nyaman dan aman
9 Observasi Pasien
10 Melakukan resusitasi
11 Perawatan jenazah
12 Melakukan tindakan EKG
13 Mengukur TTV
14 Menerima pasien baru
15 Pendidikan kesehatan
16 Persiapan operasi
Total

2. Tindakan Tidak Langsung


No Tindakan Keperawatan tidak langsung Waktu (Jam) Frekuensi Rerata Waktu
(Jam)
1 Pendokumentasian catatan medis
2 Telekomunikasi dengan ruang lain
3 Timbang terima pasien
4 Memenuhi kebutuhan kebersihan dan lingkungan
5 Persiapan dan sterilisasi alat
Total
B. TINDAKAN NONPRODUKTIF

No Kegiatan Nonproduktif Waktu Frekuensi Rerata Waktu


(Jam) (Jam)
1 Makan dan minum
2 Salat
3 Toilet
4 Telepon Pribadi
5 Duduk di Ners Station
Total

C. PENILAIAN BEBAN KERJA OBJEKTIF

Sif BEBAN KERJA OBJEKTIF

Persentase Kategori (rendah, sedang, Tinggi)


PAGI
SORE
MALAM

Keterangan: Beban kerja berat jika mencapai lebih dari 80%.


CONTOH 29

KEPUASAN PASIEN DALAM CARING

Nama : ……………………………………………………..
Umur..............................................................................................tahun
Jenis kelamin :……………………………..………………………
Diagnosis Medis :……………………………………………….…….

PETUNJUK PENGISIAN
VALUE JUDGMENT (PENILAIAN) KEPUASAN
1. Sangat tidak setuju (STS) 1. Sangat tidak puas (STP)
2. Tidak setuju (TS) 2. Tidak puas (TP)
3. Setuju (S) 3. Puas (P)
4. Sangat setuju (SS) 4. Sangat puas (SP)

No Pernyataan Penilaian Kepuasan


STS TS S SS STP TP P SP
1. Caring:
Perawat mudah dihubungi dan selalu memberikan perhatian
kepada klien, memerhatikan keluhan pasien (sebagai
makhluk individu dan sosial keluarga dan masyarakat)
a. Perawat selalu siap tanggap bila pasien membutukan
dan perawat mudah dihubungi perawat.
b. Perawat memerhatikan keluhan pasien

2. Kolaborasi
Perawat memotivasi, bersama-sama menyelesaikan masalah
pasien
a. Perawat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya
dalam menyelesaikan masalah
b. Perawat bekerja sama dengan tim sejawat perawat, dan
tim medis dalam menyelesaikan masalah pasien.

3 Kecepatan
keinginan untuk membantu dan menyediakan pelayanan
yang dibutuhkan dengan segera. Indikatornya adalah
kecepatan dilayani bila pasien membutuhkan, waktu tunggu
yang pendek untuk mendapatkan pelayanan.
a. Perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien
penuh perhatian sesuai dengan kebutuhan/harapan
pasien.
b. Perawat selalu mendengarkan keluhan pasien dan
perawat tidak acuh tak acuh.
No Pernyataan Penilaian Kepuasan
STS TS S SS STP TP P SP
4 Empati
pemberian layanan secara individual dengan penuh
perhatian dan sesuai kebutuhan/harapan pasien. Petugas
mau mendengarkan keluhan, memerhatikan dan membantu
menyelesaikan; petugas acuh dan acuh tak acuh.
Perawat dalam memberikan pelayanan selalu cepat dan
tepat.
Kecepatan perawat dalam memberikan pelayanan
membutukan waktu tunggu yang pendek.

5 Courtesy
Perilaku perawat yang sopan dengan menghargai pasien,
tenaga kesehatan lain dan sesama perawat.
Perawat selalu sopan terhadap pasien, keluarga pasien, tim
sejawat perawat dan tim kesehatan lain.
Perawat selalu menggargai pasien, keluarga pasien, tim
sejawat perawat dan tim kesehatan lain.

6 Sincerity
Kondisi kualitas perawat yang didasarkan pada kejujuran
antara pikiran dan tindakannya.

Perawat selalu jujur antara pikiran dan tindakannya.


Perawat selalu bertanggung jawab atas tindakannya dan bisa
menjaga kerahasian pasien.
CONTOH 29

INSTRUMEN CARING (SWANSON)

No. Pernyataan YA TIDAK SKOR


Maintaining Belief
1 Ners memperkenalkan diri pada pasien.
2 Ners menemui pasien untuk menawarkan bantuan (misalnya
menghilangkan rasa sakit, menggosok punggung pasien,
mengompres, dll).
3 Ners membantu pasien membangun hasil akhir yang realistis/nyata.
4 Ners menunjukkan perhatian kepada pasien (menanyakan keadaan/
keluhan yang dirasakan pada saat menemui pasien).
Knowing
5 Ners melibatkan keluarga pasien atau orang yang dianggap berarti ke
dalam perawatan pasien.
6 Ners menjelaskan kepada pasien dan keluarga, terutama mereka
yang menjadi tanggung jawab.
7 Ners melakukan penilaian/pengkajian tentang kondisi pasien secara
meyeluruh.
8 Ners menanyakan apa yang dirasakan pasien dan apa yang bisa saya
lakukan untuk membantu pasien.
9 Ners memiliki pendekatan yang konsisten pada pasien.
Being With
10 Ners senantiasa mendampingi pasien saat pasien membutuhkan.
11 Ners melakukan proses keperawatan pada pasien dengan
kemampuan yang kompeten.
12 Ners suka mendengarkan keluhan, perasaan, dan masukan dari
pasien.
13 Ners menunjukkan sikap sabar dalam melakukan proses keperawatan
pada pasien.
Doing for
14 Ners memberikan kenyamanan yang mendasar seperti ketenangan
(kontrol suara), selimut yang memadai, dan tempat tidur yang bersih.
15 Ners menyarankan kepada pasien untuk memanggilnya pabila pasien
mengalami kesulitan/menemui masalah.
16 Ners melakukan tindakan sesuai profesional dalam penampilannya
sebagai ners profesional.
17 Ners memberikan perawatan dan pengobatan pada pasien dengan
tepat waktu dan sesuai SPO yang ada.
18 Ners menghormati hak-hak pasien.
No. Pernyataan YA TIDAK SKOR
Enabling
19 Ners membantu pasien memberikan kesempatan untuk memandirikan
pasien dalam mengatasi masalah.
20 Ners memberikan motivasi pasien untuk berpikir positif tentang
kondisi sakitnya.
21 Ners selalu mendahulukan kepentingan pasien
22 Ners mengajarkan pada pasien cara untuk merawat diri sendiri, setiap
kali memungkinkan.
23 Ners mendiskusikan kondisi pasien dan memberikan umpan balik
pada pasien.
CONTOH 30

KUESIONER TERKAIT BURN OUT PADA MAHASISWA ATAU KARYAWAN

Kuesioner Faktor Personal

1. Data Demografi

Nama : ……………………………………………
Umur.................................................................thn

Jenis kelamin :
Laki-laki
Perempuan
Agama :
Islam
Kristen
Katolik
Hindu
Budha
Tempat tinggal di Surabaya : Rumah (bersama orang tua)
Kos (tinggal sendiri)

2. Kepribadian
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dari saya ini dengan “ya” bila sesuai dengan Saudara, atau “tidak” bila tidak sesuai
dengan Saudara (kosongi kolom kode)!

No Pertanyaan Ya Tidak Kode


1 Apakah Anda kadang merasa ingin mengumpat caci/kata-kata kotor?
2 Apakah Anda pandai melawak/bergurau?
3 Apakah Anda senang pergi ke pesta dan acara keramaian?
4 Apakah Anda ingin mengenal beberapa orang penting yang ada di klinik/
lapangan karena dengan demikian Anda merasa menjadi orang penting juga?
5 Apakah Anda canggung berbuat sesuatu yang menonjolkan diri dalam suatu
acara, walaupun orang lain melakukannya?
6 Apakah Anda sulit memulai percakapan bila bertemu dengan orang baru
dikenal?
7 Bila Anda bosan, Anda suka bikin ribut suasana?
8 Apakah Anda mudah/terbiasa minta pertolongan dari teman-teman, walaupun
Anda tidak bisa membalasnya?
9 Apakah dengan berkumpul dengan teman-teman dapat menghilangkan
kesedihan?
10 Pada saat berkumpul dengan teman-teman, Anda mengalami kesulitan untuk
memulai pembicaraan?
11 Anda cenderung untuk tidak menyapa orang lain sebelum mereka menyapa
lebih dahulu?
No Pertanyaan Ya Tidak Kode
12 Apakah Anda pernah merasa gembira sekali tanpa alasan yang khusus?
13 Apakah Anda malu berbicara di depan orang banyak?
14 Bila di ruangan perawat ada banyak orang yang sedang berbicara, apakah Anda
tidak takut masuk sendirian ke ruangan tersebut?
15 Apakah Anda pernah mengerjakan sesuatu (keinginan sendiri) sampai Anda
merasa lelah/capek?
16 Apakah Anda terganggu bila orang-orang yang tidak dikenal memerhatikan
Anda waktu sedang jalan-jalan?
17 Apakah Anda senang mengikuti kegiatan hanya untuk bersama-sama orang lain
(berkumpul)?
18 Apakah Anda sering beranggapan bahwa jika ada orang yang iri hati pada ide
Anda, itu hanya karena mereka tidak menemukan ide tersebut lebih dahulu?
19 Bila ada kesibukan di ruangan, apakah Anda akan menghindar dan lebih baik
diam saja?
20 Kadang-kadang sukar bagi Anda untuk mempertahankan hak Anda, karena
Anda terlalu pendiam.
21 Apakah Anda protes bila keinginan Anda tidak terpenuhi?
22 Pada waktu ada pertemuan apakah Anda berani mengemukakan pendapat/
bertanya?
23 Apakah Anda senang membaca koran, majalah, atau nonton berita TV?
24 Apakah Anda teliti dalam berdandan?
25 Sebelum orang lain menyapa, Anda tidak akan menyapa orang itu?
26 Apakah Anda pandai melawak/bergurau?
27 Apakah perasaan Anda tidak mudah tersinggung?
28 Apakah Anda merasa kurang percaya diri?
29 Apakah Anda sering menyembunyikan rasa malu?
30 Apakah ada berkeinginan untuk lebih berani tampil dan percaya diri?
31 Apakah Anda yakin dengan diri Anda sendiri?
32 Apakah Anda cenderung tidak menyapa orang lain sebelum mereka menyapa
lebih dahulu?
33 Apakah Anda mudah bergaul dengan orang-orang di klinik seperti yang lain?
34 Apakah Anda merasa punya perasaan sensitif/peka dari pada orang lain?
35 Apakah Anda mudah merasa malu?
36 Bila di ruangan perawat ada beberapa orang yang sedang berbicara, apakah
Anda takut masuk sendirian?
37 Apakah Anda menghargai diri secara wajar?
38 Apakah Anda suka menyendiri?
39 Apakah Anda bersedia dijadikan ketua kegiatan di klinik?
40 Apakah Anda senang mengikuti kegiatan hanya untuk bersama orang lain
(berkumpul)?
41 Apakah Anda bersedia tinggal sekamar dengan teman baru Anda?
42 Jika dikendaraan umum, apakah Anda sering berbicara dengan penumpang
lain?
No Pertanyaan Ya Tidak Kode
43 Pada waktu ada pertemuan, apakah Anda berani mengemukakan pendapat/
bertanya?
44 Apakah Anda senang menghadiri kegiatan atau acara pertemuan sosial?
JUMLAH SKOR

3. Harapan

Berilah tanda (√) pada jawaban yang Anda kehendaki (Kosongi kolom kode) STD
= sangat tidak diinginkan D = diinginkan
TD = tidak diinginkan SD = sangat diinginkan
BS = biasa saja

No. Pernyataan Skor Kode


STD TD BS D SD
1. Anda berharap bisa meraih prestasi/nilai
yang Anda inginkan?
2. Anda bisa mendapatkan beasiswa ke
tingkat selanjutnya setelah lulus Ners?
3. Anda berharap, selama menjalani
pendidikan Ners, Anda memperoleh
bekal yang cukup untuk modal Anda
bekerja?
4. Anda berharap bisa diterima di
pekerjaan/di bidang yang Anda inginkan
setelah menjadi Ners?
5. Anda berharap bisa memulai karir
dengan baik setelah menjadi Ners?

Kuesioner Faktor Lingkungan

1. Beban kerja
Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan apa yang Anda pikirkan (kosongi kolom kode) SM
= sangat membebani TM = tidak membebani
M = membebani STM = sangat tidak membebani

No. Pernyataan SM M TM STM Kode


1. Berkomunikasi secara efektif dalam menjalin hubungan
interpersonal
2. Melaksanakan asuhan keperawatan profesional di tatanan klinik
dengan menerapkan aspek etik dan legal
3. Melaksanakan asuhan keperawatan profesional di tatanan
komunitas
4. Mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan
5. Tuntutan sikap yang harus ditunjukkan selama praktik profesi
(kedisiplinan, tanggung jawab, tanggap, dan menjunjung tinggi
prinsip etika keperawatan)
No. Pernyataan SM M TM STM Kode
6. Beban SKS yang ditetapkan oleh akademik, yaitu 36 SKS.
7. Syarat kelulusan yang harus dicapai
8. Peraturan yang ditetapkan oleh akademik (jam masuk, jam pulang,
pergantian sif, jumlah hari kerja)
9. Lokasi tempat praktik yang ditetapkan oleh pihak akademik
10. Sistem evaluasi/ujian yang ditetapkan akademik (ujian secara
komprehensif)

2. Penghargaan

Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan pemikiran Anda (kosongi kolom kode)

No. Jenis penghargaan Tidak Perlu Sangat Kode


perlu perlu

1. Pujian dari pembimbing memengaruhi semangat Saya saat


melaksanakan praktik

2. Setelah mendapatkan prestasi, Saya mendapatkan dukungan


selamat dari pembimbing

3. Dukungan pembimbing diperlukan untuk mencapai prestasi


yang lebih baik

4. Pembimbing menghargai kerja keras Saya saat melaksanakan


praktik profesi

5. Saya berpikir, pengawasan saat melaksanakan praktik profesi


diperlukan untuk meningkatkan prestasi saya
Kuesioner Burnout Syndrome

Berilah tanda (√) pada jawaban yang Anda kehendaki


0 = tidak pernah 4 = satu minggu sekali
1 = beberapa kali dalam setahun 5 = beberapa kali dalam seminggu 2
= satu bulan sekali/kurang 6 = setiap hari
3 = beberapa kali dalam sebulan

No. Pernyataan 0 1 2 3 4 5 6
Kelelahan Emosional
1. Saya merasa, pengalaman profesi itu menguras emosi (saat
jam praktik & saat mengerjakan tugas)
2. Saya merasa saat berada di klinik/lapangan, saya
didayagunakan secara berlebihan di akhir jam praktik
(waktunya pulang masih disuruh-suruh oleh pembimbing klinik)

3. Saya merasa lelah saat bangun pagi karena membayangkan


beratnya menjalani praktik profesi (banyaknya kompetensi
serta tugas yang harus dikerjakan)

4. Bekerja dengan orang-orang (perawat ruangan) membuat saya


tegang dan tidak nyaman

5. Saya merasa lelah menjalani parktik profesi

6. Saya merasa frustasi dengan pekerjaan saya selama menjalani


praktik profesi

7. Saya merasa saya bekerja terlalu keras saat melaksanakan


praktik profesi di klinik/lapangan

8. Bekerja dengan orang secara langsung, membuat saya stres


(bertemu dengan pasien, perawat ruangan/pembimbing klinik
yang menurut saya kurang menyenangkan)

9. Saya merasa saya sudah seperti diujung tanduk saat tugas


paktik profesi yang saya rasakan sudah sangat berat

Depersonalisasi

1. Saya merasa saya memperlakukan pasien sebagai objek yang


tidak perlu dipahami secara personal (yang penting, saya bisa
mendapatkan kompetensi)

2. Sejak saya melaksanakan praktik profesi, saya tidak banyak


melibatkan perasaan

3. Saya khawatir jika tugas saya saat praktik profesi membuat


emosional saya tidak peka (tidak mudah dikontrol)

4. Saya tidak peduli dengan apa yang dialami pasien dan hanya
menjalankan tugas saya seperlunya saja

5. Saya merasa pasien berbohong mengenai apa yang mereka


keluhkan (pasien suka cari perhatian)
No. Pernyataan 0 1 2 3 4 5 6
Pencapaian Prestasi Diri
1. Saya bisa dengan mudah memahami perasaan pasien

2. Saya bisa menyelesaikan masalah pasien secara efektif

3. Saya merasa bahwa saya bisa memberikan pengaruh positif


pada kehidupan orang lain melalui pekerjaan saya
4. Saya merasa, saya sangat energik saat melaksanakan praktik
profesi

5. Saya bisa dengan mudah menciptakan suasana nyaman


dengan pasien

6. Saya merasa senang menjalankan praktik profesi dan bisa


dekat dengan pasien

7. Saya merasa tujuan saya sudah tercapai dan saya sudah


mendapatkan banyak hal saat praktik profesi

8. Dalam melaksanakan tugas, saya bisa menyelesaikan masalah


emosional dengan tenang
CONTOH 31

INGATAN ATAU MEMORI PADA LANSIA


SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE (SPMSQ)

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Tanggal berapa, bulan apa dan tahun berapakah sekarang?


2 Hari apakah hari ini?
3 Apakah nama tempat ini?
4 Berapa nomor telepon Anda?
5 Berapa usia Anda?
6 Kapan Anda lahir (tanggal/bulan/tahun)
7 Siapakah nama presiden sekarang?
8 Siapakah nama presiden sebelum beliau?
9 Siapakah nama ibu Anda?
10 Tuliskan hitungan mundur setiap kelipatan 3 dimulai dari angka 20

Keterangan:
Kesalahan 0–2 : kemampuan mengingat baik
Kesalahan 3–4 : gangguan mengingat ringan
Kesalahan 5–7 : gangguan mengingat sedang
Kesalahan 8–10 : gangguan mengingat berat

DAFTAR PUSTAKA
Pfeiffer. 1975. A short portable mental status questionnaire for the assessment of organic brain deficit in
elderly patients. Journal of American Geriatrics Society. Vol. 23, hlm. 433–41.
CONTOH 32

KUESIONER QUALITY OF WORK LIFE

A. Restrukturasi Kerja
NO. PERTANYAAN Jawaban
SS S TS STS

1 Jam kerja yang ditetapkan oleh Rumah Sakit Kusta Sumberglagah


Mojokerto memampukan saya bekerja dengan baik
2 Pekerjaan memberikan kesempatan untuk menerapkan
keterampilan yang saya miliki
3 Pekerjaan memberikan kesempatan untuk meningkatkan
keterampilan yang saya miliki
4 Selalu ada arahan jelas untuk melakukan pekerjaan
5 Pekerjaan memberikan kesempatan untuk menunjukkan
kemampuan yang saya miliki

B. Sistem Imbalan
NO. PERTANYAAN Jawaban

SS S TS STS

1 Imbalan yang saya terima dari Rumah Sakit Kusta Sumberglagah


Mojokerto memenuhi kebutuhan hidup
2 Kelangsungan hidup saya terjamin dengan bekerja di Rumah
Sakit Kusta Sumberglagah Mojokerto ini
3 Sistem imbalan sudah mencerminkan azas keadilan
4 Gaji yang diterima sesuai dengan kebutuhan pekerja
5 Pekerjaan ini sangat berarti dalam mendukung kebutuhan
ekonomi keluarga saya

C. Partisipasi Kerja Kerja

NO. PERTANYAAN Jawaban

SS S TS STS

1 Adakah keterlibatan perawat ruangan dalam menyusun suatu


kebijakan Keperawatan di RS Kusta Sumberglagah
2 Komunikasi antarperawat terjalin dengan baik
3 Perawat bangga bekerja di rumah sakit Kusta Sumberglagah
4 Perawat terlibat dalam penyelesaian konflik bidang keperawatan
5 Adakah wadah perawat yang mampu menghimpun aspirasi di
rumah sakit
D. Lingkungan Kerja

NO. PERTANYAAN Jawaban

SS S TS STS

1 Lingkungan kerja yang ada memberikan rasa aman dalam bekerja


2 Kebersihan dan kesehatan lingkungan kerja terjamin
3 Kondisi kenyamanan di Rumah Sakit Kusta Sumberglagah
Mojokerto secara umum memuaskan
4 Jaminan keselamatan kerja pada pekerjaan memadai
5 Kondisi lingkungan kerja mendukung kesuksesan dalam
menyelesaikan pekerjaan

DAFTAR PUSTAKA
Kuesioner ini diadaptasi dari:

Cascio Wayne F. 1992. Managing Human Resource, Productivity, Quality of Work Life, Propits, ed.
Graduate School of Bussiness University of Colorado. Denver. Singapura: McGraw Hill.
CONTOH 32

KUALITAS KEHIDUPAN KERJA PERAWAT


(QUALITY OF NURSING WORK LIFE [QNWL])

Petunjuk :
Berilah tanda centang (√) pada kolom yang tersedia di sebelah kanan pada masing-masing pernyataan, sesuai
dengan yang Anda rasakan, dengan kategori pilihan sebagai berikut.
STS = Sangat tidak setuju
TS = Tidak setuju
R = Ragu-ragu
S = Setuju
SS = Sangat setuju

No Pernyataan Tanggapan
a. Work Life-Home Life Dimensions STS TS R S SS
1. Saya mampu menyeimbangkan pekerjaan dengan kebutuhan keluarga
saya.
2. Saya mampu mengatur perawatan anak meskipun saya bekerja.
3. Saya memiliki energi yang tersisa setelah bekerja.
4. Saya merasa bahwa jadwal sif jaga membawa dampak sehingga
mempengaruhi hidup saya (UF).
5. Kebijakan organisasi saya untuk waktu cuti bersama keluarga sudah
memadai.
6. Saya mampu untuk mengatur penitipan merawat orang tua yang sudah
tua.
7. Saya mampu mengatur perawatan sehari-hari untuk anak saya ketika
sakit.
b. Work Design Dimensions STS TS R S SS
1. Saya menerima bantuan dan dukungan yang cukup dari perawat yang
memenuhi syarat.
2. Saya puas dengan pekerjaan saya.
3. Beban pekerjaan saya rasakan terlalu berat (UF: Unfavourable).
4. Saya memiliki otonomi untuk membuat keputusan perawatan pasien.
5. Saya melakukan banyak tugas nonkeperawatan (UF).
6. Saya mengalami banyak interupsi dalam tugas rutinitas pekerjaan saya
sehari-hari (UF).
7. Saya memiliki cukup waktu untuk melakukan pekerjaan saya dengan
baik.
8. Saya mampu memberikan kualitas perawatan pasien dengan baik.
9. Saya menerima bantuan dan dukungan dari perawat yang berkualitas.
c. Work Context Dimensions STS TS R S SS
1. Saya mampu berkomunikasi dengan baik dengan perawat manajer atau
supervisor saya.
2. Saya memiliki persediaan peralatan yang memadai untuk perawatan
pasien.
3. Perawat manajer atau supervisor saya memberikan pengawasan yang
memadai.
4. Persahabatan dengan rekan kerja, penting bagi saya.
5. Pengaturan pekerjaan saya memberikan peluang kemajuan karier.
6. Saya merasa perlu ada kerja sama tim dalam pengaturan pekerjaan.
7. Saya merasa senang bekerja, seperti dalam keluarga.
8. Saya mampu berkomunikasi dengan terapis atau tenaga kesehatan
lainnya.
9. Saya menerima umpan balik atas kinerja saya dari perawat manager
atau supervisor saya.
10. Saya dapat berpartisipasi dalam keputusan yang dibuat oleh perawat
manajer atau supervisor saya
11. Saya merasa dihormati oleh dokter dan tim kesehatan lain dalam
pekerjaan saya.
12. Ruang istirahat atau ruang ganti perawat saya nyaman.
13. Saya memiliki akses ke program pendidikan melalui pengaturan
pekerjaan saya.
14. Saya menerima dukungan dalam layanan dan program pendidikan
berkelanjutan.
15. Saya dapat dengan mudah berkomunikasi dengan dokter dalam
pekerjaan saya.
16. Kemampuan dan prestasi saya diakui oleh manajer atau supervisor saya.
17. Kebijakan keperawatan dan prosedur tindakan memfasilitasi pekerjaan
saya.
18. Saya merasa rumah sakit menyediakan lingkungan yang aman.
19. Saya merasa aman dari bahaya pribadi (fisik, emosi, maupun lisan) di
tempat kerja.
20. Saya merasa bahwa manajemen tingkat atas memiliki rasa hormat
terhadap keperawatan.
d. Work World Dimensions STS TS R S SS
1. Saya percaya bahwa, umumnya, masyarakat memiliki gambaran yang
benar tentang profesi perawat.
2. Gaji saya saat ini sudah cukup memadai bila dibandingkan dengan
kondisi pekerjaan perawat saat ini.
3. Saya dapat menemukan pekerjaan yang sama di organisasi lain dengan
gaji dan manfaat yang sama.
4. Saya merasa profesi pekerjaan perawat sebagai profesi yang aman.
5. Saya percaya, pekerjaan ini memengaruhi dan bermanfaat bagi
kehidupan pasien/keluarga.
CONTOH 33

INSTRUMEN DENYES SELF-CARE AGENCY (DSCAI-90)

Petunjuk umum pengisian:


A. Isilah dengan setiap pertanyaan dengan angka yang menurut Anda sesuai dengan keadaan Anda
B. Tidak ada jawaban SALAH atau BENAR
C. Diperbolehkan menuliskan komentar pada setiap pertanyaan
D. Untuk setiap pertanyaan tentang kesehatan Anda, jawablah berdasarkan apa yang Anda pikirkan tentang
kesehatan menurut anda

Cara pengisian
Isilah kolom kosong dari setiap pertanyaan dengan angka antara 0 sampai dengan 100 yang menurut Anda sesuai
dengan keadaan Anda. 0 berarti “tidak ada”; 100 berarti “seluruhnya”.

0 50 100

1. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda memahami tubuh Anda dan bagaimana tubuh
Anda bekerja?
2. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda mengerti tentang pola makan sehubungan dengan
kesehatan Anda?
3. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda mengerti tentang olahraga sehubungan dengan
kesehatan Anda?
4. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda mengerti tentang kecukupan tidur dan istirahat sehubungan
dengan kesehatan Anda?
5. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda mengerti tentang merokok sehubungan dengan
kesehatan Anda?
6. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda mengerti tentang stres sehubungan dengan kesehatan
Anda?
7. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda mengerti tentang kekuatan diri Anda sendiri?

Pertanyaan di bawah ini sedikit berubah dibanding sebelumnya; isilah kolom kosong dari tiap pertanyaan dengan
angka 0 sampai dengan 100. 0 berarti “tidak sama sekali”; 100 berarti “seluruhnya”.

8. Pada skala 0 sampai dengan 100, sesadar apa Anda tentang seksualitas Anda?
9. Pada skala 0 sampai dengan 100, sesadar apa Anda tentang perasaan Anda?
10. Pada skala 0 sampai dengan 100, semampu apa Anda menggambarkan berbagai perasaan yang sudah
Anda alami?
11. Pada skala 0 sampai dengan 100, semampu apa Anda membicarakan tentang perasaan Anda?
12. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa pengalaman Anda mengambil keputusan tentang
kesehatan Anda?
13. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa Anda menilai kesehatan Anda?
14. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa keluarga Anda menilai kesehatan mereka?
15. Pada skala 0 sampai dengan 100, sebesar apa teman Anda menilai kesehatan mereka?
Untuk pertanyaan selanjutnya, isilah kolom kosong dari tiap pertanyaan dengan persentase dari 0% sampai dengan
100%. 0% berarti “tidak ada”; 100% berarti “seluruhnya”.

0 50 100

% 16. Berapa persen dari waktu Anda, bahwa Anda membuat keputusan yang tepat tentang kesehatan
Anda?
% 17. Berapa persen dari waktu Anda, Anda berpikir jelas dan logis tentang kesehatan Anda?
% 18. Berapa persen dari waktu Anda, Anda terlibat dengan apa yang terjadi dengan kesehatan Anda?
% 19. Berapa persen dari waktu Anda, Anda berpikir tentang kesehatan Anda?
% 20. Berapa persen dari waktu Anda, bahwa kurangnya informasi terkait dengan bagaimana Anda merawat
kesehatan Anda?
% 21. Berapa persen dari waktu Anda, Anda merasa terlalu lelah untuk merawat kesehatan Anda sendiri?
% 22. Berapa persen dari waktu Anda, Anda mempunyai firasat baik tentang kesehatan Anda?
% 23. Berapa persen dari waktu Anda, Anda merasa bangga bahwa Anda telah melakukan suatu hal dengan
benar?
% 24. Berapa persen dari waktu Anda, Anda merasa badan Anda baik?
% 25. Berapa persen dari waktu Anda, Anda mempunyai kontrol terhadap kesehatan Anda?
% 26. Berapa persen dari waktu Anda, Anda berpikir tentang bagaimana kesehatan Anda di masa yang akan
datang?
% 27. Berapa persen dari waktu Anda, teman Anda mengatakan atau melakukan hal yang membuat Anda
bersemangat merawat kesehatan Anda?
% 28. Berapa persen dari waktu Anda, keluarga Anda mengatakan atau melakukan hal yang membuat Anda
bersemangat merawat kesehatan Anda?
% 29. Ketika Anda membutuhkan informasi, berapa persen dari waktu Anda disediakan untuk mencari
informasi tersebut?
% 30. Berapa persen dari waktu Anda, Anda merasa tidak berdaya merawat kesehatan Anda?
% 31. Berapa persen dari waktu Anda, sebaya Anda menekan Anda untuk melakukan hal yang tidak baik
bagi kesehatan Anda?
% 32. Berapa persen dari waktu Anda, Anda merasa nyaman tentang diri Anda?
% 33. Berapa persen dari waktu Anda, Anda merasa nyaman karena melakukan sesuatu dengan baik?
% 34. Berapa persen dari waktu Anda, Anda membuat keputusan yang tepat tentang kesehatan Anda?

∞“Terima kasih atas kesediaan Anda mengisi kuesioner ini”∞


INSTRUMEN DENYES SELF-CARE AGENCY-90 (DSCAI-90)

Petunjuk Skoring

1. Jumlahkan skor seluruhnya dan skor dari 6 skala


2. Lakukan pengodingan pada jawaban pertanyaan no. 20, 21, 30, 31. Lakukan pengodingan dengan cara
mengurangkan skor pertanyaan dari 100 (contoh: skor pertanyaan no. 20 = 30, maka pengodingan dilakukan
dengan 100 – 30 = 70)
3. Jumlahkan total skor dari dari pertanyaan no. 1 sampai dengan 34 (jumlahkan seluruhnya dan bagi dengan 34).
Jangan lupa melakukan pengodingan pada skor pertanyaan no. 20, 21, 30, 31)
4. Jumlahkan skor dari 6 skala:

Skala 1: Kekuatan ego (ego strength)


Jumlahkan skor pertanyaan no. 22–24, 23–33

Skala 2: Penilaian kesehatan (valuing health)


Jumlahkan skor pertanyaan no. 13–15

Skala 3: Pengetahuan tentang kesehatan dan kemampuan mengambil keputusan (Health knowledge and
decision-making capability)

Skala 4: Energi (energy)


Jumlahkan skor pertanyaan no. 20, 21, 30, 31
(jangan lupa melakukan pengodingan sesuai petunjuk

Skala 5: Perasaan (feelings)


Jumlahkan skor pertanyaan no. 8–11

Skala 6: Perhatian terhadap kesehatan (attention tohealth)


Jumlahkan skor pertanyaan no. 19, 26–29
CONTOH 34
KUESIONER TINGKAT KEMANDIRIAN PASIEN DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN
PERAWATAN DIRI POSTPARTUM

Berilah tanda centang (🗸) pada salah satu kolom untuk setiap jawaban yang paling sesuai.
Nomor Responden :
Hari nifas ke :
No Perawatan diri ibu nifas
A Kebutuhan dalam memenuhi nutrisi ibu postpartum atau menyusui YA TIDAK
Penyediaan menu gizi seimbang yang terdiri
1. Memilih jenis makanan untuk ibu menyusui/nifas (bobot 2)
a. Memilih sayur yang berwana hijau tua dan buah yang segar
b. Mengurangi makanan yang manis-manis dan berlemak
2. Menyediakan menu gizi seimbang (bobot 6)
a. Makanan pokok
b. Lauk pauk (daging/ikan/ayam, kacang-kacangan/tahu/tempe )
c. Sayuran dan buah berwarna hijau (bayam, kangkung, pepaya,
pisang, jeruk, dan lain-lain)
d. Snacking padat kalori (bubur kacang hijau
e. Susu atau 2 butir telur.
f. Minum 3 liter/8−10 gelas perhari
3. Mengolah makanan (bobot 2)
a. Sayuran atau buah dicuci dulu baru di potong
b. Mengupayakan makanan selalu segar
4. Mengonsumsi kebutuhan nutrisi yang diperlukan (bobot 1)
a. Mampu makan dan minum sendiri
5. Kemampuan mengontrol makanan yang dilarang selama menyusui (bobot 3)
a. Tidak boleh merokok, minum-minuman keras, dan diet yang terlalu
ketat
b. Mengurangi minum kopi dan minuman bersoda
c. Mengurangi makanan atau minuman yang terlalu manis
SKOR
B Aktivitas (bergerak) YA TIDAK
1. Bergerak yang dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan miring kanan
atau kiri, duduk kemudian berjalan
2. Bangun dari tempat tidur 24−48 jam setelah melahirkan
SKOR
C Cara memenuhi kebutuhan kebersihan diri YA TIDAK
Pelaksanaan kebersihan diri yang terdiri atas:
1. Mandi 2 kali sehari
2. Mampu membersihkan mulut (gosok gigi sendiri)
3. Menyediakan air bersih untuk mandi
4. Mengganti pakaian dan alas tempat tidur.
5. Mencuci tangan setiap membersihkan daerah genetalia
SKOR
Minum Obat
1.
2.
ANC
D Perawatan Perineum YA TIDAK
No Perawatan diri ibu nifas
Pelaksanaan perawatan perineum yang terdiri atas:
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah perawatan perineum/kemaluan
2. Mengganti pembalut setiap 4−6 jam atau setiap selesai BAB/BAK
3. Memasang pembalut dari muka ke belakang
4. Mengalirkan/membilas perineum setiap selesai BAB/BAB dan
mengeringkan
5. Melakukan rendam duduk jika takut memegang daerah kemaluan
6. Mengoleskan salep jika ada indikasi
7. Berbaring pada sisi tubuh untuk menghindari tekanan/hindari duduk/
berdiri lama
SKOR
E Perawatan payudara YA TIDAK

1. Cuci tangan sebelum masase. Lalu tuangkan minyak kedua belah telapak
tangan secukupnya. Pengurutan dimulai dengan ujung jari, caraya:
2. Sokong payudara kiri dengan tangan kiri. Lakukan gerakan kecil dengan
dua atau tiga jari tangan kanan. Mulai dari pangkal payudara dan berakhir
dengan gerakan spiral pada daerah puting susu.
3. Selanjutnya buatlah gerakan memutar sambil menekan dari pangkal
payudara dan berakhir pada puting susu diseluruh bagian payudara.
Lakukan gerakan seperti ini pada payudara kanan
4. Gerakan selanjutnya letakkan kedua kelompok tangan di antara dua
payudara. Urutlah dari tengan ke atas sambil mengangkat kedua payudara
dan lepaskan keduanya berlahan. lalukan gerakan ini ± 30 kali
5. Lalu cobalah posisi tangan pararel. Sangga payudara dengan satu tangan,
sedangkan tangan lain mengurut payudara dengan sisi kelingking dari
arah pangkal payudara ke arah puting susu. lakukan gerakan ini sekitar
30 kali. Setelah itu, letakkan satu tangan disebelah atas dan satu lagi di
bawah payudara. Luncurkan kedua tangan secara bersamaan ke arah
puting susu dengan cara memutar tangan. Ulangi gerakan ini sampai
semua bagian payudara terkena urutan.
SKOR

F Memenuhi Kebutuhan eliminasi urine (Buang air kecil) YA TIDAK


1. Dapat BAK setiap 3−4 jam setelah melahirkan
2. Bila kesulitan BAK, perbanyak minum, menyiram perineum dengan air
hangat, bangun dari tempat tidur dan berjalan segera setelah melahirkan
3. Latihan kegel 2−3 kali sehari sebanyak 10 kali
SKOR

G Memenuhi kebutuhan eliminasi feses (Buang Air Besar) YA TIDAK


1. Bab dapat dilakukan 3−4 hari setelah melahirkan
2. Bila kesulitan BAB: perbanyak buah dan sayur dan melakukan aktivitas
dini seperti bangun dari tempat tidur atau jalan-jalan
SKOR

Catatan
NILAI YANG DIPEROLEH Skor Terendah 10
Skor pelaksanaan memenuhi nutrisi = Skor Tertinggi 38
skor pelaksanaan mobilisasi =
skor pelaksanaan kebersihan diri = Akan dikategori menjadi:
skor pelaksanaan perawatan perineum = Mandiri : Skor: 30−38
skor pelaksanaan perawatan payudara = Memerlukan Bantuan : Skor: 20−29
skor pelaksanaan eliminasi BAK = Tergantung : Skor: 10−19
skor pelaksanaan eliminasi BAB = +
TOTAL
CONTOH 35

THE WORLD HEALTH ORGANIZATION


QUALITY OF LIFE (WHOQOL) −BREF

The World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)-BREF

© World Health Organization 2004

All rights reserved. Publications of the World Health Organization can be obtained from
Marketing and Dissemination, World Health Organization, 20 Avenue Appia, 1211 Geneva 27,
Switzerland (tel: +41 22 791 2476; fax: +41 22 791 4857; email: bookorders@who.int).
Requests for permission to reproduce or translate WHO publications—whether for sale or for
noncommercial distribution—should be addressed to Publications, at the above address (fax:
+41 22 791 4806; email: permissions@who.int).

The designations employed and the presentation of the material in this publication do not
imply the expression of any opinion whatsoever on the part of the World Health Organization
concerning the legal status of any country, territory, city or area or of its authorities, or
concerning the delimitation of its frontiers or boundaries. Dotted lines on maps represent
approximate border lines for which there may not yet be full agreement.

The mention of specific companies or of certain manufacturers’ products does not imply that
they are endorsed or recommended by the World Health Organization in preference to others
of a similar nature that are not mentioned. Errors and omissions excepted, the names of
proprietary products are distinguished by initial capital letters.

The World Health Organization does not warrant that the information contained in this
publication is complete and correct and shall not be liable for any damages incurred as a
result of its use.

Acknowledgements

Translation of this document was performed on behalf of the World Health Organization by Dr Ratna
Mardiati; Satya Joewana, Catholic University Atma Jaya, Jakarta; Dr Hartati Kurniadi; Isfandari,
Indonesia Ministry of Health and Riza Sarasvita, Fatmawati Drug Dependence Hospital, Jakarta.
WHOQOL-BREF

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaan anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal-
hal lain dalam hidup anda. Saya akan membacakan setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan
dengan pilihan jawaban. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda
tidak yakin tentang jawaban yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan,
pikiran pertama yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik.
Camkanlah dalam pikiran anda segala standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian anda.
Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu
terakhir.
Sangat
Sangat buruk Buruk Biasa-biasa saja Baik
baik

1. Bagaimana menurut anda kualitas


1 2 3 4 5
hidup anda?

Sangat
Sangat tdk Tdk Memuas-
Biasa-biasa saja memuas-
memuaskan memuaskan kan
kan

2. Seberapa puas anda terhadap


1 2 3 4 5
kesehatan anda?

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini
dalam empat minggu terakhir.
Tdk sama Dlm jumlah Sangat Dlm jumlah
Sedikit
sekali sedang sering berlebihan

3. Seberapa jauh rasa sakit fisik anda


mencegah anda dalam beraktivitas 5 4 3 2 1
sesuai kebutuhan anda?
4. Seberapa sering anda membutuhkan
terapi medis untuk dpt berfungsi dlm 5 4 3 2 1
kehidupan sehari-hari anda?
5. Seberapa jauh anda menikmati hidup anda? 1 2 3 4 5
6. Seberapa jauh anda merasa hidup
1 2 3 4 5
anda berarti?
7. Seberapa jauh anda mampu berkonsentrasi? 1 2 3 4 5
8. Secara umum, seberapa aman anda
1 2 3 4 5
rasakan dlm kehidupan anda sehari-hari?
9. Seberapa sehat lingkungan dimana anda
1 2 3 4 5
tinggal (berkaitan dgn sarana dan
prasarana)
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini dalam 4
minggu terakhir?
Tdk sama Sepenuhnya
sekali Sedikit Sedang Seringkali dialami
10. Apakah anda memiliki vitalitas
1 2 3 4 5
yg cukup untuk beraktivitas
sehari2?
11. Apakah anda dapat menerima
1 2 3 4 5
penampilan tubuh anda?
12. Apakah anda memiliki cukup uang
1 2 3 4 5
utk memenuhi kebutuhan anda?
13. Seberapa jauh ketersediaan
informasi bagi kehidupan anda dari 1 2 3 4 5
hari ke hari?
14. Seberapa sering anda memiliki
kesempatan untuk bersenang- 1 2 3 4 5
senang /rekreasi?

Biasa-biasa
Sangat buruk Buruk saja Baik Sangat baik

15. Seberapa baik kemampuan anda


1 2 3 4 5
dalam bergaul?

Sangat tdk Tdk Biasa-biasa Sangat


memuaskan memuaskan saja Memuaskan memuaskan
16. Seberapa puaskah anda dg tidur
1 2 3 4 5
anda?
17. Seberapa puaskah anda dg
kemampuan anda untuk
1 2 3 4 5
menampilkan aktivitas kehidupan
anda sehari-hari?
18. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
kemampuan anda untuk bekerja?
19. Seberapa puaskah anda terhadap
1 2 3 4 5
diri anda?
20. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
hubungan personal / sosial anda?
21. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
kehidupan seksual anda?
22. Seberapa puaskah anda dengan
dukungan yg anda peroleh dr 1 2 3 4 5
teman anda?
23. Seberapa puaskah anda dengan
kondisi tempat anda tinggal saat 1 2 3 4 5
ini?
24. Seberapa puaskah anda dgn akses
1 2 3 4 5
anda pd layanan kesehatan?
25. Seberapa puaskah anda dengan
1 2 3 4 5
transportasi yg hrs anda jalani?

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal
berikut dalam empat minggu terakhir.

Tdk pernah Jarang Cukup sering Sangat sering Selalu

26. Seberapa sering anda memiliki


perasaan negatif seperti ‘feeling
5 4 3 2 1
blue’ (kesepian), putus asa, cemas
dan depresi?
Komentar pewawancara tentang penilaian ini?

[Tabel berikut ini harus dilengkapi setelah wawancara selesai]

Transformed scores*
Equations for computing domain scores Raw score
4-20 0-100
27. Domain 1 (6-Q3) + (6-Q4) + Q10 + Q15 + Q16 + Q17 + Q18
a. = b: c:
 +  +  +  +  +  + 
28. Domain 2 Q5 + Q6 + Q7 + Q11 + Q19 + (6-Q26)
a. = b: c:
+++  +  + 
29. Domain 3 Q20 + Q21 + Q22
a. = b: c:
 +  + 
30. Domain 4 Q8 + Q9 + Q12 + Q13 + Q14 + Q23 + Q24 + Q25
a. = b: c:
+++  +  +  +  + 
CONTOH 36

INSTRUMEN TPB−AJZEN (2006)


(Dikembangkan oleh Erna Dwi Wahyuni, 2012)

Petunjuk:
Berilah tanda centang (√) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Saudara.

No. Responden :…….


Tanggal Pengisian :……..

A. Data Demografi

1. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

2. Pendidikan
Sekolah Perawat Kesehatan
D-3 Keperawatan/D-4 Keperawatan
S-1 Keperawatan
S-2 Keperawatan

3. Usia
21–30 tahun
31–40 tahun
41–50 tahun
>50 tahun

B. Pengetahuan
C. Sikap
D. Norma Subjektif
E. Intensi
Kuesioner Pengetahuan
Petunjuk: berilah tanda (×) pada pernyataan yang diangap benar pada kotak di depan pernyataan.
Jawaban boleh lebih dari satu.

Skor
1. Pengertian dokumentasi asuhan keperawatan adalah:
Catatan yang dapat dibuktikan kebenaranya secara hukum
Kumpulan informasi yang dikumpulkan oleh perawat sebagai pertanggung
jawaban terhadap pelayanan yang telah diberikan
Catatan yang memuat seluruh informasi untuk mengukur diagnosis,
menyusun rencana, melaksanakan, dan mengevaluasi
2. Dokumentasi merupakan hal yang penting dalam kaitannya pada pemberian asuhan
keperawatan karena:

Bisa digunakan sebagai sarana komunikasi


Sebagai metode pengambilan keputusan
Merupakan fakta kemampuan perawat dalam menulis sesuai standar
3. Tujuan pendokumentasian asuhan keperawatan adalah:
Perlindungan hukum terhadap perawat Memberikan
data pada peneliti
Sebagai sarana komunikasi
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi tenaga keperawatan
4. Manfaat dokumentasi asuhan keperawatan adalah:
Membantu perawat dalam menyelesaikan masalah pasien
Sebagai alat perekam terhadap masalah yang ada kaitannya dengan pasien Dapat
bernilai uang
Sebagai jaminan mutu pelayanan, bisa mengetahui sampai di mana masalah pasien bisa
teratasi
5. Sumber data dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
Pasien
Orang terdekat
Perawat lain Kepustakaan
6. Kapan seharusnya dilakukan penulisan dokumentasi asuhan keperawatan
Setelah pasien diterima
Setelah pasien pulang
Selama pasien dirawat
Setelah pasien diterima sampai dengan pasien pulang
7. Syarat penulisan pendokumentasian asuhan keperawatan Baru
Akurat, berdasarkan fakta
Relevan
Lengkap, mencantumkan semua pelayanan keperawatan yang telah
diberikan
8. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan Salah
satu tugas perawat
Satu-satunya tugas perawat
Bukan tugas perawat
Tugas sampingan dari perawat
9. Dalam penulisan dokumentasi asuhan keperawatan merupakan pelaksanaan fungsi
Dependen perawat
Independen perawat
Interdependen perawat
10. Manfaat dilakukan perencanaan keperawatan
Untuk mencapai tujuan
Untuk merencanakan tindakan
Untuk mengatasi masalah pasien
Item yang harus ada dalam pembuatan perencanaan keperawatan adalah Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi
12. Evaluasi dilakukan
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan
Dilakukan setelah tahap tindakan Untuk
melihat perkembangan pasien
13. Pelaksanaan evaluasi proses dilakukan oleh
Perawat pelaksana tindakan
Kepala bangsal
Perawat sif berikutnya
14. Rumusan penulisan tujuan dalam intervensi keperawatan harus memenuhi syarat
Specific, berfokus pada pasien, singkat dan jelas
Measurable, dapat diukur
Achievable, realistis
Reasonable, rasional ditentukan oleh perawat dan klien
Time, kriteria waktu tertentu

15. Tindakan keperawatan


Dilakukan setelah tahapan perencanaan Untuk
mengatasi masalah pasien
Untuk mengetahui ketercapaian tujuan

Total skor
KUESIONER SIKAP

BAGIAN 1
Berikut ini akan diberikan beberapa pernyataan. Anda diminta untuk memberikan penilaian
sesuai dengan apa yang Anda pikirkan/rasakan, dengan mengisi titik-titik dengan pilihan jawaban
yang disediakan. Pilihan jawabannya adalah sebagai berikut.

SBu = Sangat Buruk


Bu = Buruk
B = Baik
SB = Sangat Baik

Cara menilainya adalah dengan memberikan tanda silang (×) pada kolom jawaban yang ada di
sebelah kanan pernyataan.

Misal:
No N Pernyataan SBu Bu B SB
1 Bagi saya, olahraga adalah kegiatan yang…….……… X

Jawaban di atas berarti: Menurut Anda, olahraga adalah kegiatan yang sangat baik.
Berikut ini adalah pernyataan yang harus Anda isi. Kerjakanlah dengan cermat dan teliti.
Mohon Bantuan untuk Mengerjakan dengan Cermat dan Teliti
No Pernyataan Sangat Buruk Baik Sangat
Buruk Baik
1 Bagi saya, penulisan asuhan keperawatan adalah
tindakan yang …...........
2 Bagi saya, tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
adalah sesuatu hal yang …...........
3 Bagi saya, menghabiskan banyak waktu untuk sampai
tujuan adalah suatu hal yang …...........
4 Bagi saya, memberikan perlindungan hukum kepada
perawat adalah hal yang …...........
5 Bagi saya, melakukan monitoring terhadap
perkembangan pasien adalah suatu hal yang …...........
6 Bagi saya, melakukan perawatan yang berfokus dan
sesuai dengan kondisi pasien adalah suatu hal yang
…...........
7 Bagi saya, menambah beban kerja untuk sampai tujuan
adalah suatu hal yang …...........
8 Bagi saya, membuat bukti tertulis tindakan yang telah
perawat lakukan adalah suatu hal yang …...........
9 Bagi saya, komunikasi antara perawat dengan perawat
dan tim kesehatan lain adalah suatu hal yang …...........
10 Bagi saya, membuat bukti fisik penilaian angka kredit
adalah tindakan yang …...........
11 Bagi saya, menghabiskan banyak form untuk mencapai
tujuan adalah tindakan yang …...........
12 Bagi saya, memudahkan penghitungan tarif adalah hal
yang …...........
13 Bagi saya, menyediakan sumber data untuk penelitian
adalah hal yang …...........

Bagian 1 selesai. Silakan lanjutkan ke bagian 2


Berikut ini akan diberikan beberapa pernyataan. Anda diminta untuk memberikan penilaian
sesuai dengan apa yang Anda pikirkan/rasakan. Pilihan jawabannya adalah sebagai berikut.

STS = Sangat Tidak Setuju


TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

Cara menilainya adalah dengan memberikan tanda silang (×) pada kolom jawaban yang ada di
sebelah kanan pernyataan.
Misal:
No Pernyataan STS TS S SS
1 Olahraga adalah kegiatan yang menyehatkan X

Jawaban di atas berarti: Anda sangat setuju bahwa olahraga adalah kegiatan yang
menyehatkan.
Berikut ini adalah pernyataan yang harus Anda isi. Kerjakanlah dengan cermat dan
teliti.
Mohon Bantuan untuk Mengerjakan dengan Cermat dan Teliti

No. Pernyataan STS TS S SS


1 Perilaku pendokumentasian asuhan keperawatan berarti
penulisan asuhan keperawatan.

2 Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan tanggung


jawab dan tanggung gugat perawat.

3 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan


membutuhkan banyak waktu.

4 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan dapat


memberikan perlindungan hukum.

5 Saya melakukan monitoring terhadap perkembangan pasien


dengan melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

6 Saya dapat melakukan perawatan yang berfokus dan sesuai


dengan kondisi pasien jika saya melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan dengan benar.

7 Beban kerja saya bertambah dengan saya melakukan


pendokumentasian asuhan keperawatan.

8 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan berarti


membuat bukti tertulis tindakan yang telah saya/perawat lakukan.

9 Komunikasi antara perawat dengan perawat dan tim kesehatan


lain dapat melalui dokumentasi asuhan keperawatan.

10 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan berarti telah


membuat bukti fisik penilaian angka kredit perawat.

11 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan


menghabiskan banyak form.

12 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan


memudahkan penghitungan tarif tindakan keperawatan.

13 Melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan berarti telah


menyediakan sumber data untuk penelitian.

Demikian kuesioner A. Silakan lanjutkan ke kuesioner B.


KUESIONER NORMA SUBJEKTIF

Berikut ini akan diberikan beberapa pernyataan. Anda diminta untuk memberikan penilaian
sesuai dengan apa yang Anda pikirkan/rasakan. Pilihan jawabannya adalah sebagai berikut.

STS = Sangat Tidak Setuju


TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

Cara menilainya adalah dengan memberikan tanda silang (×) pada kolom jawaban yang ada di
sebelah kanan pernyataan.
BAGIAN 1
Misal:
No Pernyataan STS TS S SS
1 Biasanya, saya akan mengikuti apa yang disarankan oleh X
orang tua saya

Jawaban di atas berarti: Anda setuju untuk mengikuti saran yang disampaikan oleh orang tua
Anda

Berikut ini adalah pernyataan yang harus Anda isi. Kerjakanlah dengan cermat dan
teliti.

No Pernyataan STS TS S SS
1 Biasanya, saya akan mengikuti apa yang disampaikan oleh komite
keperawatan
2 Biasanya, saya akan melakukan hal yang dianjurkan oleh kepala
bidang keperawatan
3 Biasanya, saya akan mengikuti apa yang disampaikan oleh kepala
Instalasi Rawat Inap
4 Biasanya, saya akan melakukan hal yang dianjurkan oleh kepala
ruangan
5 Biasanya, saya akan melakukan hal yang disarankan oleh rekan
sejawat saya
6 Biasanya, saya akan melakukan hal yang disarankan oleh tim
kesehatan lain (salah satunya dokter)

Kuesioner bagian 1 telah selesai. Silakan lanjutkan ke bagian 2.


BAGIAN 2
Misal:
No Pernyataan STS TS S SS

1 Orang tua saya akan mendukung saya untuk bekerja sebagai X


perawat

Jawaban di atas berarti: Anda setuju bahwa orang tua Anda mendukung Anda untuk bekerja
sebagai seorang perawat.

Berikut ini adalah pernyataan yang harus Anda isi. Kerjakanlah dengan cermat dan
teliti.

No Pernyataan STS TS S SS

1 Komite keperawatan saya mendukung saya untuk melakukan


pendokumentasian asuhan keperawatan.
2 Kepala bidang keperawatan saya mendukung saya untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
3 Kepala Instalasi Rawat Inap saya mendukung saya untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
4 Kepala ruangan saya mendukung saya untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
5 Rekan sejawat saya tidak mendukung saya untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
6 Tim kesehatan lain (salah satunya dokter) tidak mendukung
saya untuk melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan.

Demikian kuesioner B. silakan lanjutkan ke kuesioner C


KUESIONER PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

BAGIAN 1
Berikut ini terdapat dua bagian kuesioner (bagian 1 dan 2) yang masing-masing berisi
beberapa pernyataan. Anda diminta untuk memberikan penilaian sesuai dengan apa yang Anda
pikirkan/rasakan. Pilihan jawabannya adalah sebagai berikut.

STS = Sangat Tidak Setuju


TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju

Cara menilainya adalah dengan memberikan tanda silang (×) pada kolom jawaban yang ada di
sebelah kanan pernyataan.

BAGIAN 1

Misal:
No Pernyataan STS TS S SS
1 Malas dapat menjadi hambatan untuk berolahraga X

Jawaban di atas berarti: Anda setuju bahwa malas dapat menjadi faktor penghambat untuk
berolahraga.

Berikut ini adalah pernyataan yang harus Anda isi. Kerjakanlah dengan cermat dan
teliti.
Mohon Bantuan untuk Mengerjakan dengan Cermat dan Teliti

No Pernyataan STS TS S SS
1 Peraturan RS merupakan faktor pendorong untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
2 Kesadaran akan pentingnya bukti legal etik pelayanan kepada klien
menjadi faktor pndorong untuk melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
3 Motivasi untuk menjalankan kewajiban, tanggung jawab perawat
menjadi faktor pendukung untuk melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
4 Kondisi ruangan yang sibuk dengan Bed Occupation Rate (BOR)
yang tinggi dan rutinitas ruangan merupakan hambatan untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
5 Adanya supervisi dari atasan merupakan faktor pendorong untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
6 Kebutuhan akreditasi RS atau evaluasi mutu merupakan faktor
pendorong untuk melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan.
7 Kebutuhan akan ada media komunikasi tertulis antar perawat dan
dengan tim kesehatan lain menjadi pendorong untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
8 Belum ada pedoman baku dan format tidak sesuai dengan standar
akreditasi menjadi hambatan untuk melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
9 Faktor pengetahuan perawat tentang pentingnya pendokumentasian
asuhan keperawatan merupakan faktor pendorong untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
10 Faktor malas dan ribet merupakan faktor penghambat untuk saya
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
11 Tersedianya sarana dan prasarana (format, petunjuk teknis dan lain-
lain) menjadi faktor pendukung untuk melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
12 Kondisi pasien yang gawat menjadi faktor penghambat untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
13 Faktor beban kerja merupakan penghambat untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
14 Faktor waktu merupakan penghambat untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.
15 Minimumnya reward merupakan penghambat untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan.

Demikian bagian 1 telah selesai. Silakan lanjutkan ke bagian 2.


BAGIAN 2

Berikut ini akan diberikan beberapa pernyataan. Anda diminta untuk memberikan penilaian
sesuai dengan apa yang Anda pikirkan/rasakan. Pilihan jawabannya adalah sebagai berikut.

SK = Sangat Kecil
K = Kecil
B = Besar
SB = Sangat Besar

Cara menilainya adalah dengan memberikan tanda silang (×) pada kolom jawaban yang ada di
sebelah kanan pernyataan.

BAGIAN 1
Misal:
No Pernyataan SK K B SB
1 Bagi saya malas menjadi faktor penghambat yang................Untuk X
berolahraga

Jawaban di atas berarti: Bagi Anda, faktor malas menjadi penghambat yang besar untuk
berolahraga.
Berikut ini adalah pernyataan yang harus Anda isi. Kerjakanlah dengan cermat dan
teliti!
Mohon Bantuan untuk Mengerjakan dengan Cermat dan Teliti

No Pernyataan Sangat Kecil Besar Sangat


Kecil Besar
1 Bagi saya, peraturan RS merupakan faktor pendorong untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
………………………
2 Bagi saya, kesadaran akan pentingnya bukti legal etik
pelayanan kepada klien merupakan faktor pndorong untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
………………………
3 Bagi saya, motivasi untuk menjalankan kewajiban, tanggung
jawab perawat menjadi faktor pendukung untuk melakukan
pendokumentasian asuhan keperawatan yang…..
4 Kondisi ruangan yang sibuk dengan Bed Occupation Rate
(BOR) yang tinggi dan rutinitas ruangan merupakan hambatan
yang...................bagi saya untuk melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
5 Adanya supervisi dari atasan merupakan faktor pendorong yang
……………. bagi saya untuk melakukan pendokumentasian
asuhan keperawatan.
6 Bagi saya, kebutuhan akreditasi RS/evaluasi mutu merupakan
faktor pendorong untuk melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan yang……………………………….
7 Bagi saya, kebutuhan akan ada media komunikasi tertulis antar
perawat dan dengan tim kesehatan lain menjadi pendorong
untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
………………………………
8 Belum ada pedoman baku dan format tidak sesuai dengan
standar akreditasi menjadi hambatan yang..................bagi saya
untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
9 Bagi saya, faktor pengetahuan perawat tentang pentingnya
pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan faktor
pendorong untuk melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan yang ………………………………
10 Faktor malas dan ribet merupakan faktor penghambat yang
………... bagi saya untuk melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan
11 Bagi saya, Tersedianya sarana dan prasarana (format,
petunjuk teknis dan lain-lain) menjadi faktor pendukung untuk
melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
………………………
12 Kondisi pasien yang gawat menjadi faktor penghambat yang
………… bagi saya untuk melakukan pendokumentasian asuhan
keperawatan.
13 Faktor beban kerja merupakan penghambat yang....................bagi
saya untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

14 Bagi saya, Faktor waktu merupakan penghambat untuk


melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.
15 Minimnya reward merupakan penghambat yang....................bagi
saya untuk melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Kuesioner bagian ini sudah selesai. Silakan lanjutkan ke bagian berikutnya.


KUESIONER UNTUK INTENSI

Petunjuk Pengisian
Jawablah sesuai dengan apa yang pikirkan/inginkan saat ini:
Jawaban 1 = sangat tidak setuju, pilih bila menurut persepsi/niat Anda sangat tidak
sesuai dengan pernyataan dalam kalimat.
Jawaban 2 = tidak setuju, pilih bila menurut persepsi/niat Anda tidak sesuai dengan
pernyataan dalam kalimat.
Jawaban 3 = setuju, pilih bila menurut persepsi/niat Anda sesuai dengan pernyataan dalam
kalimat.
Jawaban 4 = sangat setuju, pilih bila menurut persepsi/niat Anda sangat sesuai dengan
pernyataan dalam kalimat.

Pertanyaan

1. Saya memiliki keinginan untuk melakukan pendokumentasian pengkajian secara lengkap,


akurat, baru dan relevan sesuai dengan format dan pedoman pengkajian yang baku

1 2 3 4

2. Saya memiliki keinginan untuk melakukan pendokumentasian diagnosis keperawatan sesuai


dengan masalah keperawatan pasien yang mencerminkan problem dan etiologi (PE)

1 2 3 4

3. Saya memiliki keinginan untuk melakukan pendokumentasian perencanaan


keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan dan disusun menurut urutan
prioritas dengan menggunakan kalimat perintah, terinci, dan jelas.

1 2 3 4

4. Saya memiliki keinginan untuk mendokumentasikan tindakan keperawatan yang telah


saya lakukan baik yang menggambarkan tindakan mandiri, kolaborasi, mandiri atau
ketergantungan dengan tetap menghargai hak-hak klien.

1 2 3 4
5. Saya memiliki keinginan untuk mendokumentasikan evalusi yang telah saya lakukan
terhadap klien, dengan menggunakan pendekatan SOAP dan mengacu kepada tujuan dan
kriteria hasil.

1 2 3 4

6. Saya memiliki keinginan untuk melakukan dokumentasi asuhan keperawatan dengan jelas,
ringkas dan memiliki istilah baku dan benar, selalu mencantumkan paraf, nama, tanggal
dan jam tindakan dilakukan dan menyimpan berkas sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

1 2 3 4
LEMBAR OBSERVASI: PENDOKUMENTASIAN KEPERAWATAN

No Uraian tidak jarang kadang sering selalu


A Pengkajian
1 Melakukan pengkajian data klien pada saat klien masuk
rumah sakit
2 Setiap melakukan pengkajian data, dilakukan dengan
wawancara, pemeriksaan fisik dan pengamatan serta
pemeriksaan penunjang (misal: laboratorium, foto rontgen,
dan lain-lain)
3 Data yang diperoleh melalui pengkajian dikelompokkan
menjadi data bio-psiko-sosio-spiritual
4 Mengkaji data subjektif dan objektif berdasarkan keluhan
klien dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
5 Mencatat data yang dikaji sesuai dengan format dan
pedoman pengkajian yang baku
B Diagnosis Keperawatan
1 Merumuskan diagnosis/masalah keperawatan klien
berdasarkan kesenjangan antara status kesehatan dengan
pola fungsi kehidupan (kondisi normal)
2 Rumusan diagnosis keperawatan dilakukan berdasarkan
masalah keperawatan yang telah ditetapkan
3 Rumusan diagnosis keperawatan dapat juga mencerminkan
problem etiology (PE)
4 Rumusan diagnosis keperawatan bisa dalam bentuk aktual
dan risiko
5 Menyusun prioritas diagnosis keperawatan lengkap problem
etiology (PE)
C Intervensi/perencanaan
1 Rencana keperawatan dibuat berdasarkan diagnosis
keperawatan dan disusun menurut urutan prioritas
2 Rumusan tujuan keperawatan yang dibuat mengandung
komponen tujuan dan kriteria hasil
3 Rencana tindakan yang dibuat mengacu pada tujuan dengan
kalimat perintah, terperinci, dan jelas
4 Rencana tindakan keperawatan yang dibuat menggambarkan
keterlibatan klien dan keluarga di dalamnya
5 Rencana tindakan keperawatan yang dibuat menggambarkan
kerjasama dengan tim kesehatan lain
D Implementasi
1 Implementasi tindakan keperawatan menggambarkan
tindakan mandiri, kolaborasi dan ketergantungan sesuai
dengan rencana keperawatan
2 Observasi terhadap setiap respons klien setelah dilakukan
tindakan keperawatan
3 Implementasi tindakan keperawatan bertujuan untuk promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, dan mekanisme koping
4 Implementasi tindakan keperawatan bersifat holistik dan
menghargai hak-hak klien
5 Implementasi tindakan keperawatan melibatkan partisipasi
aktif klien
E Evaluasi
1 Komponen yang dievaluasi mengenai status kesehatan klien
meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotor klien melakukan
tindakan, perubahan fungsi tubuh, tanda dan gejala
2 Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
3 Evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
mengacu kepada tujuan dan kriteria hasil
4 Evaluasi terhadap pengetahuan klien tentang penyakitnya,
pengobatan dan risiko komplikasi setelah diberikan promosi
kesehatan
5 Evaluasi terhadap perubahan fungsi tubuh dan kesehatan
klien setelah dilakukan tindakan
F Dokumentasi Keperawatan
1 Pendokumentasian setiap tahap proses keperawatan ditulis
dengan jelas, ringkas, dapat dibaca, serta memakai istilah
yang baku dan benar dengan menggunakan tinta.
2 Setiap melakukan tindakan keperawatan, perawat
mencantumkan paraf, nama jelas, tanggal, dan jam dilakukan
tindakan
3 Dokumentasi proses keperawatan di ruangan ditulis
menggunakan format yang baku sesuai pedoman di RS
4 Prinsip dalam pendokumentasian asuhan keperawatan
adalah: tulis apa yang telah dilakukan dan jangan lakukan
apa yang tidak ditulis
5 Setiap melakukan pencatatan yang bersambung pada
halaman baru, tanda tangani dan tulis kembali waktu dan
tanggal serta identitas klien pada bagian halaman tersaebut
Thermometer Distres 35
8

Pertama, lingkarilah angka (0-10) yang paling tepat untuk Kedua, perhaatikan jika salah satu dari hal dibawah ini menjadi masalah bagi anda Salama minggu
Menggambarkan seberapa besar distres yang anda alami pada minggu ini ini, termasuk hari ini. Pastikan memberikan tanda check (√)
termasuk hari ini. Pada jawaban YA atau TIDAK pada setiap hal.
Masalah Praktis
Perawatan Anak Penampilan
Perawatan rumah Mandi/Berpakaian
Keuangan Bernapas
Distres Berat Transportasi Perubahan pola berkemih
Sekolah/pekerjaan Konstipas/sembelit
Diare
Masalah Keluarga Makan
Menghadapi anak Menghadapi Lelah
suami Menghadapi Bengkak
teman/saudara dekat Demam
Gelisah
Masalah Emosi Gangguan pencernaan
Depresi Ingatan/Konsentrasi
Ketakutan Gugup Sariawan
Sedih Mual
Khawatir Hidung kering/ buntu
Hilang keinginan untuk Nyeri
Ba
Tidak Distres melakukan kegiatan seperti Gangguan seksual
biasa Kulit kering/Gatal gia
Tidur n 4:
Kesemutan di tangan/kaki Co
nto
Spiritual/Reliji Masalah Lainnya:
h
Pen
C
yus
O una
N n
T Inst
ru
O me
H
Bagian 4: Contoh Penyusunan Instrumen Penelitian 359

CONTOH 38

KUESIONER PENGEMBANGAN INSTRUMEN SURVQUAL

Rekomendasi dari orang lain, kebutuhan customer, dan pengalaman masa lalu dimodifikasi dari instrument of
SERVQUAL

Petunjuk Pengisian:

Beri tanda (√) pada kotak jawaban yang menurut Anda paling benar, tepat, dan sesuai (kami menjamin jawaban yang
diberikan akan sangat dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja).

Kuesioner Rekomendasi Dari Orang Lain

1. Tidak pernah : skor 1


2. Hampir tidak pernah : skor 2
3. Jarang : skor 3
4. Biasanya : skor 4
5. Kadang-kadang : skor 5
6. Hampir selalu : skor 6
7. Selalu : skor 7

Nilai
No. Atribut
1 2 3 4 5 6 7
1. Anda mendengar dari orang lain (teman, kerabat, tetangga, dan
lain-lain) bahwa puskesmas memiliki peralatan perawatan dan
pemeriksaan yang terkini (up to date)
2. Anda mendengar dari orang lain (teman, kerabat, tetangga, dan
lain-lain) bahwa fasilitas fisik di puskesmas lengkap dan menarik
perhatian
3. Banyak yang membicarakan pelayanan di puskesmas ramah dan
menyenangkan
4. Anda mendengar dari orang lain bahwa fasilitas yang tersedia sesuai
dengan jenis pelayanan yang diberikan
5. Banyak yang membicarakan keterampilan dan keahlian perawat di
puskesmas dalam menangani kondisi pasien
6. Banyak yang menceritakan kebaikan hati perawat di puskesmas yang
murah senyum dan selalu siap membantu pelanggan
Kuesioner Kebutuhan Customer

Tidak membutuhkan : skor 1


Hampir tidak membutuhkan : skor 2
Jarang membutuhkan : skor 3
Biasanya membutuhkan : skor 4
Kadang membutuhkan : skor 5
Hampir selalu butuh : skor 6
Selalu membutuhkan : skor 7

Nilai
No. Atribut
1 2 3 4 5 6 7
1. Anda membutuhkan pelayanan di puskesmas yang dapat dipercaya/
diandalkan
2. Anda ingin dilayani sesuai waktu yang dijanjikan
3. Pendokumentasian hasil pemeriksaan harus ditulis dengan akurat
4. Anda harus mengetahui semua prosedur tindakan pemeriksaan yang
akan dilakukan oleh perawat di puskesmas kepada Anda
5. Anda harus mendapatkan pelayanan yang cepat dan tanggap dari
puskesmas sesuai keinginan Anda
6. Anda tidak harus selalu mendapat bantuan dari perawat ketika
memerlukan pertolongan
7. Anda langsung menyalahkan perawat jika perawat terlalu sibuk dan
tidak segera membantu keperluan Anda
Kuesioner Pengalaman Masa Lalu
Tidak pernah : skor 1
Hampir tidak pernah : skor 2
Jarang : skor 3
Biasanya : skor 4
Kadang-kadang : skor 5
Hampir selalu : skor 6
Selalu : skor 7

Nilai
No. Atribut
1 2 3 4 5 6 7
1. Anda dapat mempercayai sepenuhnya tindakan pemeriksaan dan
perawatan di puskesmas
2. Anda merasa sangat aman saat berinteraksi dengan perawat di
puskesmas
3. Perawat di puskesmas bersikap ramah dan sopan santun terhadap
Anda
4. Perawat di puskesmas tidak pernah terlihat marah dan cemberut saat
melakukan pelayanan karena ditunjang fasilitas yang memadai dari
puskesmas
5. Perawat di puskesmas memberikan perhatian khusus pada Anda
dengan berbicara dari hati ke hati
6. Perawat tidak bisa memberikan pilihan solusi atas masalah Anda
7. Perawat puskesmas tidak tahu dan tidak berusaha memahami apa
yang Anda butuhkan
8. Puskesmas ini adalah pilihan pertama Anda untuk mencari
pengobatan
9. Jam kerja puskesmas sangat pendek sehingga Anda tidak pernah
sempat berobat ke puskesmas setiap kali Anda sakit
CONTOH 39

RISIKO JATUH

A. PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN DEWASA SKALA MORSE FALL SCALE


B. PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN ANAK SKALA HUMPTY DUMPTY
C. PENILAIAN RISIKO JATUH PADA PASIEN GERIATRI
A. RISIKO JATUH
PASIEN DEWASA

PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN DEWASA SKALA MORSE FALL SCALE

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Risiko Skor Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1. Mempunyai riwayat jatuh, baru
atau dalam 3 bulan terakhir
Tidak 0
ya 25
2. Diagnosis sekunder > 1
Tidak 0
ya 25
3. Ambulasi berjalan
Tirah baring/dibantu perawat 0
Penyangga/tongkat/walker/
threepot/kursi roda 15
Mencengkeram furnitur 30
4. Terpasang IV line/pemberian
anti koagulan (heparin)/
obat lain yang digunakan
mempunyai efek samping
terjatuh 0
Tidak 20
ya
5. Cara berjalan/berpindah
Normal/tirah baring/ 0
immobilisasi 10
Kelelahan dan lemah 20
Keterbatasan/terganggu
6. Status mental
Normal/sesuai kemampuan 0
diri
Lupa keterbatasan diri/ 15
penurunan kesadaran
TOTAL SKOR

Nama & paraf petugas


yang melakukan penilaian
A. RISIKO JATUH
PASIEN ANAK

Keterangan:
Tingkat risik:
Skor >51 risiko tinggi, lakukan intervensi jatuh risiko tinggi
Skor 25–50 risiko rendah, lakukan intervensi jatuh standar
Skor 0–24 tidak berisiko, perawatan yang baik
PENILAIAN RISIKO JATUH PASIEN ANAK SKALA HUMPTY DUMPTY

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Umur
< 3 tahun 4
3–7 tahun 3
7–13 tahun 2
13–18 tahun 1
2 Jenis kelamin
Laki-laki 2
Perempuan 1
3 Diagnosis
Kelainan neurologi 4
Gangguan oksigenasi 3
(gangguan pernapasan,
dehidrasi, anemia, anoreksia,
sinkop, sakit kepala, dan lain- 2
lain) 1
Kelemahan fisik/kelainan psikis
Ada diagnosa tambahan
4 Gangguan kognitif
Tidak memahami keterbatasan 3
Lupa keterbatasan 2
Orientasi terhadap kelemahan 1
C. RISIKO JATUH
PASIEN GERIATRI

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
5 Faktor lingkungan
Riwayat jatuh dari tempat 4
tidur Pasien menggunakan 3
alat bantu
Pasien berada di tempat tidur 2
Pasien berada di luar area 1
ruang perawatan
6 Respons terhadap operasi/obat
penenang/efek anestesi
Kurang dari 24 jam 3
Kurang dari 48 jam 2
Lebih dari 48 jam 1
7 Penggunaan obat
Penggunaan obat sedative 3
(kecuali pasien ICU yang
menggunakan sedasi dan
paralisis). Hipnotik, barbitural,
fenotazin, antidepresan,
laksatif/diuretik, narotik/
metadon
Salah satu obat di atas 2
Pengobatan lain 1
TOTAL SKOR
Nama & paraf yang
melakukan penilaian

KETERANGAN:
Tingkat Risiko dan Tindakan
Skor 7−11: Risiko Rendah untuk Jatuh
Skor ≥12: Risiko Tinggi untuk Jatuh
Skor minimal: 7
Skor maksimal : 23
PENILAIAN RISIKO JATUH PADA PASIEN GERIATRI

Skor Hari Perawatan Ke


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Risiko Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....

1. Gangguan gaya berjalan (diseret, 4


menghentak, berayun)
2. Pusing/pingsan pada posisi tegak 3
3. Kebingungan setiap saat 3
4. Nokturia/inkontinen 3
5. Kebingungan Intermitten 2
6. Kelemahan umum 2
7. Obat-obat berisiko tinggi
(diuretik,narkotik, sedatif, anti
psikotik, laksatif, vasodilator,
antiangina, antihipertensi, obat 2
hipoglikemik, anti depresan,
neuroleptik, NSAID)
8. Riwayat jatuh dalam waktu 2
12 bulan sebelumnya
9. Osteoporosis 1
10. Gangguan pendengaran dan atau 1
penglihatan
11. Usia > 70 tahun 1
TOTAL SKOR

Nama & paraf petugas


yang melakukan penilaian

Keterangan:
Tingkat risiko:
Risiko Rendah bila skor 1−3 : Lakukan intervensi risiko rendah
Risiko Tinggi bila skor > 4: Lakukan intervensi risiko tinggi
CONTOH 40

INSTRUMEN NYERI
A. PENGKAJIAN NYERI PADA NEONATUS-NEONATAL (NIPS)
B. PENGKAJIAN NYERI PADA BAYI USIA 0−1 TAHUN FLACC PAIN SCALE
C. PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN DEWASA (VISUAL AID SCALE)
D. PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN TIDAK SADAR (BEHAVIOURAL PAIN SCALE/BPS)
A. NYERI PADA
NEONATUS−NEONATAL (NIPS)

PENGKAJIAN NYERI PADA PASIEN NEONATUS−NEONATAL


NEONATAL−INFANT PAIN SCALE (NIPS)

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Ekspresi Wajah
Wajah tenang, ekspresi netral 0
Otot wajah tegang, alis 1
berkerut, dagu dan rahang
tegang (ekspresi wajah
negatif-hidung, mulut dan
alis)
2 Menangis
Tenang, tidak menangis 0
Merengek ringan, kadang- 1
kadang
Berteriak kencang, menarik, 2
melengking terus-terusan
(catatan: menangis lirih
mungkin dinilai jika bayi
diintubasi yang dibuktikan
melalui gerakan mulut dan
wajah yang jelas)
3 Pola Pernapasan
Pola pernapasan bayi normal 0
Tidak teratur, lebih cepat dari 1
biasanya, tersedak, nafas
tertahan
4 Lengan
Tidak ada kekakuan otot, 0
gerakan tangan acak sekali-
sekali
Tegang, lengan lurus, kaku, 1
dan/atau ekstensi, cepat
ekstensi, fleksi
5 Kaki
Tidak ada kekakuan otot, 0
gerakan kaki acak sekali-
sekali
Tegang, kaki lurus, kaku, 1
dan/ atau ekstensi, ekstensi
cepat, fleksi
6 Kesadaran
Tenang, tidur damai 0
atau gerakan kaki acak
yang terjaga 1
Terjaga, gelisah, dan meronta-
ronta
TOTAL SKOR
Nama & paraf yang
melakukan penilaian
B. NYERI PADA BAYI
USIA 0–1 TAHUN

Keterangan:
Skala Nyeri Intervensi
1. 0−2 = Nyeri ringan tidak nyeri Tidak ada
: Intervensi tanpa obat, dievaluasi selama 30 menit
2. 3−4 = Nyeri sedang- Nyeri ringan : Intervensi tanpa obat, bila masih nyeri bisa diberikan
3. > 4 = Nyeri hebat analgesik dan dievaluasi selama 30 menit
:
FLACC PAIN SCALE

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Face (wajah)
Tidak ada ekspresi tertentu 0
atau senyum, kontak mata
Kadang meringis atau 1
mengerutkan kening, menarik
diri, tidak tertarik, wajah
terlihat cemas, alis diturunkan,
mata sebagian tertutup, pipi
terangkat, mulut mengerucut
Sering cemberut, konstan, 2
rahang terkatup. Dagu
bergetar, kerutan yang dalam
di dahi, mata tertutup, mulut
terbuka, garis yang dalam di
sekitar hidung/bibir
2 Leg (kaki)
Posisi normal atau santai 0
Tidak nyaman, gelisah, tegang, 1
tonus meningkat, kaku fleksi/
ekstensi anggota badan
intermiten
Menendang atau kaki disusun, 2
hipertonis fleksi/ekstensi
anggota badan secara
berlebihan, tremor
3 Activity (aktivitas)
Berbaring dengan tenang, 0
posisi normal, bergerak
dengan bebas dan mudah
Menggeliat, menggeser maju 1
mundur, tegang, ragu-ragu
untuk bergerak, menjaga,
tekanan pada bagian tubuh
Melengkung, kaku, atau 2
menyentak, posisi tetap,
goyang gerakan kepala dari
sisi ke sisi, menggosok
bagian tubuh
Skor Hari Perawatan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
4 Cry (menangis)
Tidak ada teriakan/erangan 0
(terjaga/tertidur)
Erangan/rengekan, sesekali 1
menangis, sesekali mengeluh
Terus menerus menangis, 2
menjerit, isak tangis,
mengeram, menggeram, sering
mengeluh
5 Consolability
Tenang, santai, tidak perlu 0
dihibur
Perlu keyakinan dengan sekali 1
kali menyentuh, sekali-kali
memeluk, atau berbicara.
Perhatian mudah beralih
Sulit untuk dibujuk atau dibuat 2
nyaman
TOTAL SKOR
Nama & paraf yang
melakukan penilaian

Keterangan:
0= Relaks dan nyaman (relaxed and comfortable)
1−3= Sedikit tidak nyaman (mild discomfort)
4−6= Nyeri sedang (moderate pain)
7−10 = Sangat tidak nyaman/nyeri hebat (severe discomfort/pain)
C. NYERI
PADA PASIEN
DEWASA

INSTRUMEN PENILAIAN NYERI


VISUAL AID SCALE

Pencetus Kualitas Lokasi Skala (1–10) Waktu Penyebab nyeri


(P) (Q) (R) (S) (T) hilang/
berkurang

Skor Hari Perawatan Ke-

No Skala Nyeri 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skor Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Tidak Nyeri 0
2 Minor
Nyeri Sangat ringan 1
Nyeri Tidak nyaman 2
Nyeri Dapat ditoleransi 3
3 Sedang
Menyusahkan 4
Sangat menyusahkan 5
Nyeri hebat 6
4 Berat
Sangat hebat 7
Sangat menyiksa 8
Tak tertahankan 9
Tak dapat diungkapkan 10
TOTAL SKOR

Nama & paraf yang


melakukan penilaian

Keterangan: Skala Nyeri© Mosby

0= Relaks dan nyaman Tidak


Nyeri
Mungkin
(relaxed and comfortable) Nyeri Berat
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1−3= Sedikit tidak nyaman 10
(mild discomfort) Tidak Nyeri Ringan Sedang Berat
4−6= Nyeri sedang
(moderate pain)
7−10 = Sangat tidak nyaman/nyeri hebat
(severe discomfort/pain)

0 2 4 6 8 10
Tidak Sakit Sedikit Sedikit Lebih Nyeri Sangat Sangat
Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Sekali
D. NYERI PADA
PASIEN TIDAK SADAR

BEHAVIOURAL PAIN SCALE (BPS)

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Face (wajah)
Tenang/Rileks 1
Mengerutkan alis 2
Kelopak mata tertutup 3
Meringis 4
2 Anggota badan sebelah atas
Tidak ada pergerakan 1
Sebagian ditekuk 2
Sepenuhnya ditekuk dengan fleksi 3
jari-jari 4
Retraksi permanen
3 Ventilasi
Pergerakan dapat ditoleransi 1
Batuk dengan pergerakan 2
Melawan ventilator 3
Tidak dapat mengontrol ventilasi 4
TOTAL SKOR

Nama & paraf yang


melakukan penilaian

Keterangan:
0= Tidak nyeri (No pain)
1−3 = Nyeri ringan (Mild pain)
4−6 = Nyeri sedang (Moderate pain)
≥ 6 = Nyeri yang tidak terkendali (Uncontrolled pain)
CONTOH 41

INSTRUMEN PROSEDUR PENCEGAHAN INFEKSI (PPI)

A. FLEBITIS
B. DEKUBITUS
C. PNEUMONIA
D. INFEKSI LUKA OPERASI (ILO)
E. INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK
A. FLEBITIS

INSTRUMEN PENILAIAN KEJADIAN FLEBITIS MENGGUNAKAN VIP SCORE


(VISUAL INFUSION PHLEBITIS SCORE)

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 IV line nampak sehat 0
2 Salah satu tanda-tanda berikut jelas:
Sedikit nyeri dekat IV line atau 1
Sedikit kemerahan dekat IV line
3 Dua dari tanda berikut:
Nyeri pada IV line
Kemerahan 2
Pembengkakan
4 Semua tanda-tanda berikut jelas:
Nyeri sepanjang kanul
Kemerahan 3
Pembengkakan
5 Semua tanda-tanda berikut jelas:
Nyeri sepanjang kanul
Kemerahan 4
Pembengkakan
Vena teraba keras
6 Semua tanda-tanda berikut jelas:
Nyeri sepanjang kanul
Kemerahan
Pembengkakan 5
Vena teraba keras
Pireksia
TOTAL SKOR 5
Nama & paraf yang
melakukan penilaian

Keterangan:
Skala Nyeri Intervensi
1. 0 = Tidak ada tanda flebitis 1. Observasi kanul
2. 1–2 = Tahap Awal flebitis 2. Resite kanul
3. 3–4 = Awal Tromboflebitis 3. Resite kanul dan pertimbangkan perawatan
4. 5 = Stadium lanjut Tromboflebitis 4. Memulai perawatan
B. DEKUBITUS

NORTON SCALE

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Kondisi Fisik:
Baik 4
Cukup baik 3
Buruk 2
Sangat buruk 1
2 Kondisi Mental:
Waspada 4
Apatis 3
Bingung 2
Pingsan/Tidak Sadar 1
3 Kegiatan:
Dapat berpindah 4
Berjalan dengan bantuan 3
Terbatas kursi 2
Terbatas di tempat tidur 1
4 Mobilitas:
Penuh 4
Agak terbatas 3
Sangat terbatas 2
Sulit bergerak 1
5 Inkontinensia:
Tidak ngompol 4
Kadang-kadang 3
Biasanya yang keluar urine 2
Yang keluar kencing dan kotoran 1
TOTAL SKOR

Nama & paraf yang


melakukan penilaian

Interpretasi:
Nilai maksimum 20
Nilai minimum 5
Pasien berisiko dekubitus jika nilai < 14
C. PNEUMONIA

CPIS (CLINICAL PULMONARY INFECTION SCORE)

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Skor
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Suhu:
≥36,5°C dan ≤ 38,4°C 0
≥38,5°C dan ≤ 38,9°C 1
≥39°C dan ≤ 36°C 2
2 Leukosit dalam Darah:
≥ 4000 dan ≤ 11.000 0
> 4000 dan < 11.000 1
> 4000 dan < 11.000 + band form 2
≥ 50%
3 Sekret Trakeal:
Tidak terdapat sekret 0
Terdapat sekret trakeal non 1
purulent Terdapat sekret trakeal 2
purulent
4 Oksigenasi: PaO2/FIO2, mmHg:
> 240 atau ARDS (PaO2/FIO2 ≤ 200) 0
pulmonary arterial wedge pressure 1
≤18 dan adanya infiltrasi bilateral
≤ 240 dan tidak terdapat ARDS 2
5 Gambaran Radiologi Paru:
Tidak terdapat infiltrasi 0
Adanya difusi infiltrat 1
Infiltrat di daerah lokal 2
6 Kultur dari cairan
trakeal: Negatif 0
Positif 2
TOTAL SKOR

Nama & paraf yang


melakukan penilaian

Interpretasi: skor > 6 menandakan pneumonia


D. ILO
(INFEKSI LUKA OPERASI)

SOUTHAMPTON SCORING SYSTEM

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Grade
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Proses Penyembuhan Normal 0
2 Proses penyembuhan normal
dengan kemerahan sedang:
A. Ditemukan beberapa kemerahan I
B. Kemerahan
C. Eritema Sedang
3 Erythema dengan tanda inflamasi:
A. Pada satu tempat
B. Di sekitar luka jahitan II
C. Sepanjang luka
D. Di sekeliling luka
4 Luka bersih atau ditemukan
cairan haemoserous:
A. Hanya pada satu tempat (<2
cm) III
B. Di sepanjang luka (>2 cm)
C. Ditemukan banyak haemoserous
D. Memanjang (>3 hari)
5 Pus:
A. Hanya pada satu tempat (<2 IV
cm)
B. Di sepanjang luka (>2 cm)
6 Adanya infeksi yang dalam dengan
atau tanpa kerusakan jaringan, V
hematoma requiring aspiration
KESIMPULAN

Nama & paraf yang


melakukan penilaian
E. ISK
(INFEKSI SALURAN KEMIH)

Lembar 1

Untuk memastikan diagnosa ISK, harus ada minimal 1 dari 4 kriteria di bawah ini.

Skor Hari Perawatan Ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Kriteria
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
1 Pasien sedang terpasang kateter
urine saat pengambilan sampel
urine dan ada sedikitnya satu dari
tanda atau gejala di bawah ini
tanpa diketahui penyebabnya:
Demam (>38°C).
Nyeri pada daerah suprapubik 1
atau kostovertebral.
DAN
hasil kultur urine positif adanya
≥105 colony-forming units (CFU)/
ml dengan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme.
ATAU
kateter urine pasien sudah terlepas
dalam waktu 48 jam sebelum
pengambilan sampel urine dan
ada sedikitnya satu dari tanda atau
gejala di bawah ini tanpa diketahui
penyebabnya:
Demam (>38°C)
Pasien mengalami inkontinensia
urgency, inkontenensia frekuensi,
disuria, nyeri di suprapubic atau
costovertebral.
2 Pasien sedang terpasang kateter
urine saat pengambilan sampel
urine dan ada sedikitnya satu dari
tanda atau gejala di bawah ini
tanpa diketahui penyebabnya:
Demam (>38°C). 2
Nyeri pada daerah suprapubik
atau costovertebral.
DAN
hasil pemeriksaan urine ditemukan
paling tidak terdapat satu dari hal di
bawah ini:
Adanya leukosit atau nitrat dari
hasil pemeriksaan urine
Pyuria ( terdapat ≥ 10 (WBC)/
mm3 or ≥ 3 WBC/high power
field of unspun urine)
Skor Hari Perawatan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Kriteria
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Adanya mikroorganisme gram
dalam sample urine dan hasil
kultur urine menunjukkan
hasil ≥103 and <105
CFU/ml
dengan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme
ATAU
kateter urine pasien sudah terlepas
dalam waktu 48 jam sebelum
pengambilan sampel urine dan
ada sedikitnya satu dari tanda atau
gejala di bawah ini tanpa diketahui
penyebabnya:
Demam (>38°C).
Pasien mengalami inkontinensia
urgency, inkontenensia frekuensi,
disuria, nyeri di suprapubik atau
costovertebral
3 Pasien ≤1 tahun yang lalu dengan
atau tanpa riwayat pemasangan
kateter urine mempunyai paling
tidak satu dari tanda dan gejala
berikut ini tanpa diketahui penyebab
yang tidak diketahui: 3
Demam (>38°C)
Hipotermi (<36°C)
Apnea
Bradikardia
Disuria
Letargi
Vomiting
DAN
hasil kultur urine positif adanya
≥105 colony-forming units (CFU)/
ml dengan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme.
4 Pasien ≤1 tahun yang lalu dengan
atau tanpa riwayat pemasangan
kateter urine mempunyai paling
tidak satu dari tanda dan gejala
berikut ini tanpa diketahui penyebab
yang tidak diketahui:
Demam (>38°C).
Hipotermia (<36°C) 4
Apnea
Bradikardia
Disuria
Letargi
Vomiting
Skor Hari Perawatan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
No Parameter Kriteria
Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl Tgl
..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
DAN
hasil pemeriksaan urine ditemukan
paling tidak terdapat satu dari hal di
bawah ini:
Adanya leukosit atau nitrat dari
hasil pemeriksaan urine
Pyuria ( terdapat ≥ 10 (WBC)/
mm3 or ≥ 3 WBC/high power
field of unspun urine)
Adanya mikroorganisme gram
dalam sample urine dan hasil
kultur urine menunjukkan
hasil ≥103 and <105
CFU/ml
dengan tidak lebih dari 2 spesies
mikroorganisme
KESIMPULAN

Nama & paraf yang melakukan


penilaian
CONTOH 42

KUESIONER KEPRIBADIAN
BIG FIVE PERSONALITY
(John OP, Robins RW & Pervin, 2008; dlm buku: Handbook of Personality: Theory
and Research 3rd. New York: Guilford Press)

Petunjuk pengisian :
1. Jawablah pernyataan berikut dengan memberi tanda centang (√) pada kolom yang tersedia.
2. Di dalam pernyataan tidak ada salah dan benar. Pernyataan berikut merupakan persepsi Anda tentang
diri Anda dalam berbagai situasi. Jawaban menunjukkan kecenderungan kekuatan terhadap pernyataan.
Jawablah sesuai dengan pilihan berikut.
STS = Sangat Tidak Setuju S = Setuju
TS = Tidak Setuju SS = Sangat Setuju R
= Ragu-Ragu

No. Pernyataan Pilihan Jawaban Skor


STS TS R S SS
Saya melihat diri saya sebagai seseorang yang:
1 Aktif berbicara
2 Seorang yang pendiam
3 Penuh energi
4 Cenderung diam
5 Menyebabkan banyak antusiasme
6 Kadang-kadang pemalu dan segan
7 Memiliki kepribadian yang tegas
8 Pergi keluar, suka bergaul
9 Mengalami depresi
10 Santai, manangani stress dengan baik
11 Dapat tegang
12 Memiliki emosi stabil, tidak mudah marah
13 Banyak kekwatiran
14 Tetap tenang dalam situasi tegang
15 Moody (suasana hati yang seringkali berubah-ubah)
16 Mudah gugup
17 Dengan asli muncul dengan ide-ide baru
18 Ingin tahu tentang banyak hal yang berbeda
19 Banyak akal, pemikir yang mendalam
20 Aktif dalam berimajinasi
No. Pernyataan Pilihan Jawaban Skor
STS TS R S SS
21 Berdaya cipta
22 Menilai artistik, estetika pengalaman
23 Lebih menyukai pekerjaan yang rutin
24 Suka merenung, bermain dengan ide-ide
25 Memiliki sedikit ketertarikan pada seni
26 Ahli dalam seni, musik dan sastra
27 Sangat suka membantu dan tidak mementingkan diri sendiri
28 Cenderung mencari kesalahan orang lain
29 Memiliki sifat pemaaf
30 Memulai perselisihan dengan orang lain
31 Umumnya mempercayai
32 Dapat menjadi dingin dan menyendiri
33 Perhatian dan baik untuk hampir semua orang
34 Kadang-kadang kasar kepada orang lain
35 Suka bekerja sama dengan orang lain
36 Mengerjakan pekerjaan dengan menyeluruh
37 Dapat menjadi agak ceroboh
38 Dapat diandalkan
39 Cenderung malas
40 Melakukan hal-hal yang efisien
41 Mudah terganggu
42 Membuat rencana dan mematuhi/mengikuti rencana tersebut
43 Cenderung untuk tidak teratur
44 Tekun sampai tugas selesai
Big Five Personality (John OP, Robins RW & Pervin, 2008)

Bagaimana saya secara umum


Berikut ini adalah beberapa karakteristik yang mungkin ada atau tidak ada dalam diri Anda. Sebagai contoh,
apakah Anda setuju bahwa Anda adalah orang yang senang menghabiskan waktu bersama orang lain? Berikan
tanda centang (√) pada nomor yang sesuai dengan pendapat Anda terhadap pernyataan tersebut.
1 = Sangat tidak setuju 4 = Setuju
2 = Kurang setuju 5 = Sangat setuju 3
= Ragu-ragu

No. Pernyataan Pilihan Jawaban Nomor Skor


1 2 3 4 5
Saya adalah orang yang:
1 Aktif berbicara
2 Cenderung menemukan kesalahan dengan lain
3 Sangat teliti
4 Mudah tertekan
5 Apa adanya, selalu muncul dengan ide baru
6 Pemalu
7 Penolong dan tidak malu-malu terhadap orang lain
8 Kadang ceroboh
9 Santai, dapat mengatasi stres dengan baik
10 Selalu ingin tahu terhadap berbagai hal
11 Penuh energi
12 Sering memulai pertengkaran dengan orang lain
13 Pekerja yang andal
14 Mudah merasa tegang
15 Cerdik, pemikir yang mendalam
16 Selalu antusias
17 Memiliki sifat pemaaf
18 Cenderung tidak terorganisasi saat bekerja
19 Sering merasa khawatir
20 Memiliki banyak impian/cita-cita
21 Cenderung pendiam
22 Umumnya dapat dipercaya
23 Cenderung malas
24 Emosi cenderung stabil, jarang merasa sedih
25 Menciptakan hal-hal baru
26 Memiliki kepribadian yang asertif
27 Cuek dan penyendiri
28 Fokus hingga tugas selesai
No. Pernyataan Pilihan Jawaban Nomor Skor
1 2 3 4 5
29 Sering berubah suasana hati
30 Menghargai seni, menyukai keindahan
31 Kadang merasa malu
32 Perhatian dan baik kepada semua orang
33 Melakukan pekerjaan secara efisien
34 Tetap tenang meski berada di situasi yang penuh tekanan
35 Lebih memilih pekerjaan yang bersifat rutin
36 Lebih suka berpergian, berkenalan dengan orang baru
37 Kadang bersikap kasar kepada orang lain
38 Membuat rencana dan diikuti orang lain
39 Mudah merasa gugup
40 Suka menciptakan ide-ide baru
41 Sedikit tertarik dengan seni
CONTOH 43

KUESIONER KOMITMEN

Berilah tanda centang (√) pada kolom yang tersedia di sebelah kanan pada masing-masing pernyataan, sesuai
dengan yang Anda rasakan, dengan kategori pilihan sebagai berikut.
STS = Sangat tidak setuju
TS = Tidak setuju
R = Ragu-ragu
S = Setuju
SS = Sangat setuju

Pernyataan Tanggapan
Komitmen Afektif STS TS R S SS
1. Saya akan sangat senang untuk menghabiskan sisa karier saya di
(INSTITUSI)
2. Saya senang membicarakan tentang (INSTITUSI) dengan orang lain
3. Saya merasa bahwa masalah (INSTITUSI) juga merupakan masalah saya
4. Saya dapat dengan mudah menyatu dengan tempat kerja yang lain
seperti saya menyatu dengan (INSTITUSI)
5. Saya tidak merasa menjadi bagian dari keluarga besar (INSTITUSI)
6. Saya tidak merasa terikat secara emosional dengan (INSTITUSI)
7. (INSTITUSI) memiliki makna yang besar bagi diri saya
8. Saya mempunyai rasa memiliki yang kuat terhadap (INSTITUSI)
Komitmen Kontinuan STS TS R S SS
1. Saya tidak takut dengan apa yang mungkin terjadi jika saya keluar dari
pekerjaan saya dan putus hubungan dengan (INSTITUSI) – (UF)
2. Saya merasa berat untuk meninggalkan (INSTITUSI) sekarang, bahkan
saya merasa ingin tetap.
3. Akan terjadi banyak masalah dalam hidup saya jika saya keluar dari
(INSTITUSI)
4. Saya tidak akan merasa rugi jika meninggalkan (INSTITUSI) dalam waktu
dekat (UF)
5. Saat ini, bekerja di (INSTITUSI) adalah suatu keharusan bagi saya
6. Saya tidak memiliki cukup alasan untuk meninggalkan (INSTITUSI)
7. Saya tidak keluar dari (INSTITUSI) karena sulit untuk mendapatkan
alternatif pekerjaan di tempat lain
8. Salah satu alasan utama saya melanjutkan bekerja di (INSTITUSI) adalah
karena jika keluar akan lebih merugikan saya; Rumah sakit lain mungkin
tidak memberikan keuntungan yang sama seperti yang saya dapat di
(INSTITUSI).
9. Jika saja saya belum memberikan banyak kontribusi pada (INSTITUSI),
saya mungkin akan mempertimbangkan untuk berkerja ke tempat lain
(UF)
Pernyataan Tanggapan
Komitmen Normatif STS TS R S SS
1. Saya merasa tidak ada keharusan untuk tetap bekerja pada institusi (UF)
2. Saya merasa tidak dibenarkan jika saya keluar dari (INSTITUSI),
meskipun itu menguntungkan saya
3. Saya merasa bersalah jika saya keluar dari (INSTITUSI)
4. (INSTITUSI) pantas mendapatkan loyalitas saya
5. Saya tidak akan keluar dari (INSTITUSI) karena saya merasa berutang
pada seseorang di (INSTITUSI)
6. Saya berhutang banyak pada (INSTITUSI)
Bagian 5
PEDOMAN PENULISAN
USULAN PENELITIAN DAN
SKRIPSI

• Pendahuluan
• Pedoman Penulisan
• Pedoman Penulisan Usulan Penelitian (Proposal)
• Pedoman Penulisan Skripsi dan Tesis
• Penulisan Daftar Pustaka
• Lampiran-lampiran
390 Bagian 5: Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi

PENDAHULUAN
Berdasarkan Undang-Undang No. 20/2003 Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 60/1999
– LN Tahun 1999 yang dijabarkan ke dalam Kurikulum Inti Pendidikan Ners Indonesia I
(KIPNI I) No. 129/1999, Program Pendidikan Ners merupakan salah satu lembaga
Pendidikan Universitas yang menyelenggarakan program pendidikan akademik dan
profesional. Pada Program Akademik diarahkan untuk mendidik ilmuwan keperawatan yang
mampu meningkatkan perannya dalam keilmuan. Sehingga mereka yang menempuh Program
Pendidikan Ners dituntut untuk dapat meningkatkan keilmuan melalui jalur penelitian dan
pengembangannya.
Penelitian yang dilakukan untuk menyusun skripsi adalah kegiatan akademik ilmiah yang
menggunakan penalaran empiris atau non-empiris dan memenuhi syarat metodologi disiplin ilmu
keperawatan, dilaksanakan berdasarkan usulan penelitian yang telah disetujui oleh pembimbing
dan panitia penilai usulan penelitian.
Skripsi merupakan karya akademik hasil penelitian mendalam yang dilakukan oleh
mahasiswa Program Pendidikan Ners secara mandiri dan berisi sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan, merupakan karya ilmiah yang 1)
Disusun menurut format skripsi yang ditetapkan; 2) Menunjukkan kesahihan metodologi,
ketajaman penalaran, dan kedalaman penguasaan teori; 3) Menunjukkan keruntutan
pemikiran, kecermatan, perumusan masalah, batasan penelitian, dan kesimpulan.
Sebagai karya ilmiah, isi dan cara penulisan skripsi dapat bervariasi, namun demikian tetap
dipandang perlu adanya suatu pedoman umum.
Pedoman ini berlaku bagi Program Pendidikan Ners Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran. Dalam batas tertentu keterbatasan tetap diberikan kepada
program studi, terutama karena alasan kekhususan bidang ilmu pada program studi yang
bersangkutan, namun harus tetap taat pada asas penulisan karya ilmiah penelitian.

TUJUAN
Buku pedoman penyusunan proposal dan skripsi ini digunakan sebagai pedoman:
1. Peserta Program Pendidikan Ners Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga dalam penyusunan proposal dan skripsi.
2. Pembimbing untuk proses pembimbingan kepada peserta didik.

PEDOMAN PENULISAN
1. Bahasa yang digunakan
1) Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang baik dan benar
2) Bila diperlukan atau belum ada istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia, boleh
menggunakan bahasa aslinya dengan memperhatikan tata cara penulisan bahasa asing.
2. Kertas dan sampul
1) Kertas sampul: Bufallo atau Linnen
2) Kertas sampul untuk Program Pendidikan Ners warna biru dan DIV-Perawat
Pendidik berwarna hitam.
3) Format sampul lihat contoh Lampiran 1a dan 1b
3. Kertas untuk materi:
Kertas HVS berat 70 gram atau 80 gram, ukuran kuarto (21,5 x 29,7) warna putih
4. Tabel dan gambar disajikan di kertas untuk materi, kecuali dalam keadaan tertentu dapat
menggunakan kertas dan ukuran yang berbeda.
5. Pengetikan naskah
1. Naskah diketik dengan mesin ketik standar IBM atau menggunakan komputer
dengan jenis huruf Times New Roman
2. Jarak 2 (dua) spasi, kecuali pada grafik dan tabel 1 (satu) spasi
3. Seluruh naskah mulai dari halaman sampul sampai dengan daftar pustaka
menggunakan huruf yang berukuran sama (12pt), kecuali kata asing dicetak
miring (Italic)
4. Awal paragraf dimulai pada ketukan ke-5 atau 6 dari tepi kiri ( atau TAB pada
Komputer)
5. Setiap bab diberi nomor urut sampai pada lampiran, sesuai dengan tata cara yang
dipilih
6. Jarak tepi
1. 3 cm atau 1 inci dari tepi atas
2. 3 cm atau 1 inci dari tepi bawah
3. 4 cm atau 1,5 inci dari tepi kiri
4. 3 cm atau 1 inci dari tepi kanan
7. Nomor halaman
1. Halaman untuk bagian awal diberi nomor dengan huruf Romawi kecil
(i,ii,iii,iv,v,dst), ditulis di bagian bawah tengah, empat spasi di bawah teks.
2. Halaman sampul depan tidak dihitung tetapi halaman sampul dalam dihitung tetapi
tidak diberi nomor.
3. Bab pendahuluan dan seterusnya diberi nomor dengan angka Arab (1,2,3,dst) pada
pojok kanan atas.
4. Pada halaman dengan judul bab, nomor halaman ditulis di bawah tengah (empat spasi
di bawah teks)
5. Pada halaman lain, nomor halaman ditulis di kanan atas (1,5 cm dari teks)
8. Tabel dan gambar
1) Tabel diberi nomor dengan angka Arab, sesuai dengan nomor bab tempat tabel
dicantumkan, diikuti dengan nomor urut tabel dengan angka Arab. Contoh
penulisan nomor tabel : Tabel 2.1 (Tabel ini berada di Bab 2 merupakan tabel
pertama).
2) Tabel diberi judul di atas tabel, berjarak 1 spasi.
3) Gambar diberi nomor urut dengan angka Arab, sesuai dengan nomor urut gambar
tersebut pada setiap bab. Nomor bab ditulis di depan nomor urut gambar dengan angka
Arab. Contoh penulisan nomor gambar: Gambar 2.1 (Gambar ini berada di Bab 2 dan
merupakan gambar pertama).
4) Gambar diberi judul di bawah gambar, berjarak 1 spasi.
5) Tabel dan gambar yang digunakan disajikan di lembar yang lebih luas, dapat
dilipat, disesuaikan dengan luas halaman materi.
6) Tabel dan gambar yang dikutip dari buku lain harus dicantumkan sumbernya.
7) Judul tabel dan gambar mengandung unsur 3 W (What, Where, dan When)
9. Kutipan
1) Kutipan atau cuplikan ditulis sesuai naskah aslinya, sedangkan kutipan yang
berbahasa asing harus disertai terjemahannya.
2) Kutipan ditulis dengan jarak tepi kiri dan tepi kanan yang berbeda dengan teks yang
lain.
3) Ditulis dengan jarak 1 spasi, diawali dengan tanda petik (“) dan juga diakhiri
dengan tanda petik (“).
10. Tingkatan judul dan penomoran
Tingkatan judul dan penomoran perlu mendapat perhatian. Untuk penomoran yang berkaitan
dengan tingkatan judul dapat dilihat pada Lampiran 12.
11. Cara penulisan daftar pustaka
Penulisan daftar pustaka tidak memerlukan pencantum Bab, sebab daftar pustaka tidak
termasuk bagian inti karya dan ditulis sesuai dengan cara penulisan daftar pustaka yang
digunakan. Pedoman penulisan daftar pustaka menggunakan “HARVARD SYSTEM”

PEDOMAN PENULISAN USULAN PENELITIAN (PROPOSAL)


Kerangka penulisan usulan penelitian adalah sebagai berikut:

BAGIAN AWAL
Bagian awal usulan penelitian terdiri atas:
1. Halaman sampul depan
2. Halaman sampul dalam
3. Halaman persetujuan
4. Halaman penetapan panitia penguji
5. Halaman daftar isi
6. Halaman daftar tabel
7. Halaman daftar gambar
8. Halaman daftar lampiran
9. Daftar arti lambang, singkatan, dan istilah
BAGIAN INTI
Bagian inti usulan penelitian memuat hal sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
1.4.2 Praktis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN

BAGIAN AKHIR
Bagian akhir terdiri atas:
1. Daftar Pustaka
2. Lampiran
1. Jadwal Kegiatan
2. Rincian Biaya
3. Penjelasan dan Informasi (Informed Consent)
4. Pernyataan Persetujuan
5. Instrumen

BAGIAN AWAL
Secara berurutan bagian awal terdiri atas 9 komponen seperti tersebut di bawah ini:
1. Halaman Sampul Depan
Halaman ini memuat berturut-turut: usulan penelitian (Proposal), judul, lambang
Universitas Airlangga, nama peserta NERS, kalimat: “Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan tahun
Proposal diseminarkan.”
Halaman ini menggunakan kertas Buffalo atau Linen warna merah.
Contoh: Lihat lampiran 1
2. Halaman Sampul Dalam
Halaman ini berisi materi yang sama dengan halaman sampul depan, tetapi
menggunakan kertas putih sesuai dengan ketentuan Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
3. Halaman Persetujuan
Halaman ini memuat nama lengkap dan tanda tangan para pembimbing.
4. Halaman Penetapan Panitia Penguji
Halaman ini memuat tanggal, bulan, tahun pelaksanaan, tujuan, nama ketua, dan anggota
penguji Proposal.
5. Halaman Daftar Isi
Daftar ini memuat semua bagian dalam usulan penelitian termasuk urutan Bab, Sub Bab, dan
Anak Sub Bab dengan nomor halamannya.
6. Halaman Daftar Tabel
Daftar tabel memuat nomor urut tabel, judul tabel, dan nomor halaman.
7. Halaman Daftar Gambar
Daftar gambar memuat nomor urut gambar, judul gambar, dan nomor halaman.
8. Halaman Daftar Lampiran
Daftar lampiran memuat nomor urut lampiran, judul lampiran, dan nomor
halamannya.
9. Daftar Arti Lambang, Singkatan, dan Istilah
Daftar ini memuat arti lambang, singkatan, dan istilah yang digunakan dalam
penulisan proposal.

BAGIAN INTI
Penjelasan bagian inti sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Identifikasi masalah penelitian merupakan langkah awal seorang peneliti yang harus
dilaksanakan. Masalah kesehatan atau keperawatan terjadi apabila terdapat kesenjangan antara
apa yang seharusnya ada (teori) dengan kenyataan yang dijumpai di lapangan dan memerlukan
suatu pemecahan (Sastroasmoro & Ismael, 1995; Praktiknya, 1993; Abedo, 1974).

Contoh:
Sebagian besar klien yang akan dilakukan tindakan pembedahan mengalami stres. Salah satu
faktor yang berhubungan dengan stres pada klien yang menghadapi tindakan operasi antara lain
adalah pengetahuan dan sikap, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tanda-tanda vital
yang dapat memperburuk keadaan. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang mengkaji
pengaruh penyuluhan terhadap penurunan stres dan perubahan tanda vital tersebut.
Latar belakang berisi uraian tentang apa yang menjadi masalah penelitian, alasan mengapa
masalah itu penting dan perlu diteliti. Masalah tersebut harus didukung oleh fakta empiris
(pemikiran induktif) sehingga jelas memang ada masalah yang perlu diteliti. Juga harus
ditunjukkan letak masalah yang akan diteliti dalam konteks teori (pemikiran deduktif) dengan
permasalahan yang lebih luas, serta peranan penelitian tersebut dalam
pemecahan permasalahan yang lebih luas. Dalam latar belakang ini ditulis secara berurutan
masalah penelitian, skala masalah, kronologi masalah, dan konsep solusi (MSKS):
1) Masalah penelitian berupa fenomena atau faktor yang ada dan teori atau referensi yang
mendukung.
2) Skala masalah berupa besarnya masalah dan pengaruh yang timbul terhadap kesehatan;
waktu terjadi pada saat ini (apakah semakin meningkat); tempat kejadian, karakteristik
masyarakat yang terkena.
3) Kronologis masalah berupa penyebab masalah dan dampak dari masalah serta kajian hasil-
hasil penelitian sebelumnya.
4) Solusi berupa konsep pemecahan yang sudah dan dan akan digunakan.
Contoh:
• Kejadian gangguan konsep diri pada klien pascamastektomi ……. secara umum
(Nasional) ……. di Surabaya (RSU Dr. Soetomo)
• Dampak dari gangguan konsep diri dan angka/insiden kejadian, waktu, tempat
• Kronologis (hasil penelitian sebelumnya) ……..
• Konsep solusi adalah ……

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah adalah rumusan secara konkret masalah yang ada, dalam bentuk
pertanyaan penelitian yang dilandasi oleh pemikiran teoritis yang kebenarannya perlu
dibuktikan. Rumusan masalah merupakan masalah-masalah yang memerlukan suatu
penyelesaian segera. Rumusan masalah setidaknya harus mengandung unsur (Q: Question; S:
Specific; dan S: Separated).
Contoh:
Rumusan masalah secara umum dimulai dengan kalimat tanya What (apakah) atau How
(bagaimanakah).
1. Apakah ada pengaruh konseling pra bedah terhadap perubahan tanda-tanda vital pada klien
yang dilakukan pembedahan (ortopedi)?

Atau lebih dari dua masalah:


1. Apakah ada pengaruh A terhadap B (penurunan stres)
2. Apakah ada pengaruh A terhadap C (penurunan tanda-tanda vital)
3. Apakah ada pengaruh A terhadap D (....................................................)

1.3 Tujuan Penelitian


Bagian ini mengemukakan tujuan yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Tujuan
penelitian harus jelas dan tegas. Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi: (1) Tujuan umum dan
(2) Tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan penelitian secara keseluruhan yang ingin dicapai melalui
penelitian. Rumus dalam pembuatan tujuan adalah:
Taxonomi Bloom (C2-C6)+Tujuan penelitian+(V+Variabel)
• Gambaran (Deskripsi)
• Perbedaan
• Hubungan
• Pengaruh

Contoh:
Menjelaskan pengaruh penyuluhan terhadap penurunan stres dan tanda-tanda vital pada klien
yang dilakukan tindakan pembedahan (ortopedi).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan penjabaran atau pentahapan tujuan umum, sifatnya lebih
operasional dan spesifik, dapat dilihat pada kerangka konseptual. Bila semua tujuan khusus
tercapai, maka tujuan umum penelitian juga terpenuhi. Kata-kata operasional dalam tujuan
khusus adalah mengukur, mengidentifikasi, menganalisis, membandingkan, membuktikan dan
menilai. Tujuan khusus dapat ditulis sesuai dengan rumusan masalah (lebih dari dua).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Adalah manfaat penelitian terhadap perkembangan ilmu keperawatan.
Contoh:
Diketahuinya mekanisme peningkatan respons adaptasi (modulasi respons imun,
psikologisis dan sosial) setelah PAKAR psikososial digunakan sebagai dasar dalam
penelitian ilmu keperawatan dengan pendekatan Model Adaptasi dari Roy.
1.4.2 Praktis
Adalah manfaat penelitian yang dapat diterapkan secara langsung.
Contoh:
Model PAKAR dapat digunakan sebagai teknik alternatif untuk respons adaptif yang efektif dalam
mengatasi stres pada klien HIV.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Tinjauan pustaka memuat uraian yang sistematik tentang teori dasar yang relevan, fakta dan hasil
penelitian sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir serta memuat teori, proposisi, konsep,
atau pendekatan terbaru yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Teori dan fakta
yang digunakan seharusnya diambil dari sumber primer serta mencantumkan nama sumbernya.
Tata cara penulisan kepustakaan harus sesuai dengan ketentuan pada pedoman yang
digunakan.

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual disintesis, diabstraksi, dan diekstrapolasi dari berbagai teori dan
pemikiran ilmiah, yang mencerminkan paradigma sekaligus tuntunan untuk memecahkan
masalah penelitian dan merumuskan hipotesis. Kerangka konseptual penelitian dapat
berbentuk bagan, model matematik, atau persamaan fungsional, yang dilengkapi dengan uraian
kualitatif.
Syarat kerangka konsep adalah 1) Harus didasarkan pada konsep atau teori yang ada,
2) Ada hubungan antara variabel, dan 3) Berupa gambar atau diagram.

Stres Pasien Praoperasi

Konseling

Proses Belajar
AIETA Persepsi + Koping Individu +

Kognisi

Emosi

H. P.
Stres A Axis
berkurang

Hipotalamus (CRF )
Katekolamin
Pituitari (ACTH )

Penurunan TTV (TD, N, RR, Suhu)


Korteks Adrenal
(Kortisol )

Modulasi Respons imun

Diukur Tidak Diukur

Gambar 3.1: Kerangka Konseptual Pengaruh Konseling Pra Bedah terhadap


Penurunan Stres dan Perubahan Tanda-tanda bal.
Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan mekanisme pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
penurunan stres dan perubahan tanda-tanda vital. Pada klien yang mengalami persalinan lama
dan tindakan pembedahan akan mengalami stres yang dipengaruhi faktor internal antara lain;
umur, pendidikan, pekerjaan, dan agama; disamping juga faktor eksternal antara lain; sosial
budaya, dukungan dan lingkungan. Adapun tingkat stres yaitu ringan, sedang dan berat. Untuk
mengurangi stres pada klien yang akan dilakukan tindakan pembedahan dan partus lama
diperlukan koping yang positif. Koping yang positif menimbulkan perubahan tanda-tanda vital
(normal), apabila koping negatif dapat menimbulkan HPA axis yang memengaruhi
hipotalamus CRF, pituitari, saraf simpatis, medula adrenalis yang menyebabkan terbentuknya
katekolamin meningkat sehingga menyebabkan perubahan tanda-tanda vital.
3.2 Hipotesis (bila ada)
Hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka konseptual penelitian
dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi, yang dapat diuji
kebenarannya berdasarkan fakta empiris. Hipotesis yang digunakan adalah H1.
Contoh:
H1:
1. Ada pengaruh penyuluhan terhadap perubahan tanda-tanda vital dengan persalinan
lama yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
2. Ada pengaruh penyuluhan terhadap penurunan stres.

BAB 4 METODE PENELITIAN


Format bab metode penelitian untuk penelitian kualitatif menyesuaikan dengan kaidah metode
kualitatif. Sedangkan untuk penelitian kuantitatif, bab metode penelitian secara rinci memuat
hal berikut:
4.1 Rancangan penelitian yang digunakan.
4.2 Populasi, sampel, besar sampel dan teknik pengambilan sampel.
4.3 Variabel penelitian meliputi klasifikasi variabel dan definisi operasional variabel.
4.4 Bahan penelitian
Berisi uraian mengenai macam dan spesifikasi bahan penelitian yang digunakan.
Bahan adalah segala sesuatu yang dikenai perlakuan atau yang dipakai untuk
perlakuan.
4.5 Instrumen penelitian
Bagian ini berisi uraian tentang macam spesifikasi instrumen yang digunakan dalam
pengumpulan data. Perlu disertai uraian tentang reliabilitas dan validitasnya, serta
pembenaran atau alasan menggunakan instrumen tersebut.
4.6 Lokasi dan waktu penelitian
4.7 Prosedur pengambilan atau pengumpulan data
Bagian ini memuat uraian tentang cara dan prosedur pengumpulan data secara rinci.
Bila pengumpulan data dilakukan oleh orang lain, perlu dijelaskan berbagai
langkah yang ditempuh oleh peneliti untuk menjamin reliabilitas dan validitas data yang
diperoleh.
4.8 Kerangka operasional
4.9 Cara analisis data
Bagian ini berisi uraian tentang cara yang digunakan dalam analisis data disertai
pembenaran atau alasan penggunaan cara analisis tersebut, termasuk penggunaan uji
statistik.

BAGIAN AKHIR
Bagian akhir usulan penelitian meliputi:
1. Daftar pustaka (lihat cara penulisan kepustakaan)
2. Lampiran
Lampiran ini terdiri atas jadwal kegiatan, rincian biaya, dan bila ada penjelasan serta
informasi serta pernyataan persetujuan.
Catatan:
Nomor halaman bagian akhir merupakan kelanjutan nomor halaman bagian inti.

PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI DAN TESIS


Secara berurutan kerangka penulisan skripsi terdiri atas 3 bagian seperti tersebut di bawah ini:
4.1 BAGIAN AWAL
Bagian awal skripsi terdiri atas:
1. Halaman sampul depan
2. Halaman sampul dalam dan prasyarat gelar
3. Halaman pernyataan
4. Halaman persetujuan
5. Halaman penetapan panitia penguji
6. Halaman ucapan terima kasih
7. Halaman abstrak
8. Halaman daftar isi
9. Halaman daftar tabel
10.Halaman daftar gambar
11.Halaman daftar lampiran
12.Daftar arti lambang, singkatan dan istilah

4.2 BAGIAN INTI


Bagian inti skripsi memuat hal sebagai berikut: BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
1.4.2 Praktis
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN BAB 4 METODE PENELITIAN
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.2 Pembahasan
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
6.2 Saran
4.3 BAGIAN AKHIR
Bagian akhir terdiri atas:
1. Daftar Pustaka
2. Lampiran
2.1 Surat Izin Penelitian
2.2 Informed consent
2.3 Alat ukur / instrumen
2.4 SAP (satuan acara pembelajaran)
2.5 Raw data
2.6 Hasil analisis

BAGIAN AWAL
Secara berurutan bagian awal terdiri atas 12 komponen seperti di bawah ini:
1. Halaman Sampul Depan
Halaman ini memuat berturut-turut: skripsi, judul, lambang Universitas Airlangga, nama
peserta program studi S1 ilmu keperawatan, kalimat: “Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya dan tahun skripsi diujikan.” Halaman ini
menggunakan kertas Buffalo atau Linen warna biru dongker.
Contoh: Lihat lampiran 2a.
2. Halaman Sampul Dalam
Halaman ini berisi materi yang sama dengan halaman sampul depan, tetapi
menggunakan kertas putih sesuai dengan ketentuan Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Universitas Airlangga.
Contoh: Lihat lampiran 2b.
3. Halaman Pernyataan
Halaman ini memuat pernyataan peneliti tentang keaslian Skripsi. Contoh:
Lihat lampiran 3.
4. Halaman Persetujuan
Halaman ini memuat nama lengkap dan tanda tangan para pembimbing atau promotor
dan kompromotor.
Contoh: Lihat lampiran 4.
5. Halaman Penetapan Panitia Penguji
Halaman ini memuat tanggal, bulan tahun pelaksanaan, ujian, nama ketua dan anggota
penguji skripsi.
Contoh: Lihat lampiran 5
6. Halaman Ucapan Terima Kasih
Halaman ini memuat pernyataan terima kasih mahasiswa kepada mereka yang telah
membantu dalam melakukan penelitian dan dalam penyusunan naskah, bantuan beberapa
pihak yang dianggap penting dan berperan penting dalam penyelesaian karya tulis.
Contoh: Lihat lampiran 6
7. Halaman Abstrak
Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris dengan mengikuti kaidah IMRAD (Introduksi
masalah & tujuan, Metodologi, Hasil (Result), dan Diskusi (Discussion) dengan
disertai kata kunci (Keyword) di akhir halaman abstrak. Jumlah kata dalam abstrak paling
banyak 250 kata.
Contoh: Lihat lampiran 7
8. Halaman Daftar Isi
Daftar ini memuat semua bagian dalam skripsi, termasuk urutan Bab, Sub Bab, dan Anak
Sub Bab dengan nomor halamannya.
Contoh: Lihat lampiran 8
9. Halaman Daftar Isi
Daftar ini memuat semua bagian dalam usulan penelitian, skripsi, termasuk urutan bab, sub
bab, dan anak sub bab dengan nomor halamannya.
Contoh: Lihat lampiran 9
10. Halaman Daftar Gambar
Daftar gambar memuat nomor urut gambar, judul gambar, dan nomor halaman. Contoh:
Lihat lampiran 10
11. Halaman Daftar Lampiran
Daftar lampiran memuat nomor urut lampiran, judul lampiran, dan nomor
halamannya.
Contoh: Lihat lampiran 11
12. Daftar Arti Lambang, Singkatan, dan Istilah
Daftar ini memuat arti lambang, singkatan, dan istilah yang digunakan dalam
penulisan skripsi.
BAGIAN INTI
Penjelasan bagian inti sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Identifikasi masalah penelitian merupakan langkah awal seorang peneliti yang harus
dilaksanakan. Masalah kesehatan atau keperawatan terjadi apabila terdapat kesenjangan antara
apa yang seharusnya ada (teori) dengan kenyataan yang dijumpai di lapangan dan memerlukan
suatu pemecahan (Sastroasmoro & Ismael, 1995; Praktiknya, 1993; Abedo, 1974).
Contoh:
Sebagian besar klien yang akan dilakukan tindakan pembedahan mengalami stres. Salah satu
faktor yang berhubungan dengan stres pada klien yang menghadapi tindakan operasi antara lain
adalah pengetahuan dan sikap, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tanda-tanda vital
yang dapat memperburuk keadaan. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang mengkaji
pengaruh penyuluhan terhadap penurunan stres dan perubahan tanda vital tersebut.
Latar belakang berisi uraian tentang apa yang menjadi masalah penelitian, alasan mengapa
masalah itu penting dan perlu diteliti. Masalah tersebut harus didukung oleh fakta empiris
(pemikiran induktif) sehingga jelas, memang ada masalah yang perlu diteliti. Juga harus
ditunjukkan letak masalah yang akan diteliti dalam konteks teori (pemikiran deduktif)
dengan permasalahan yang lebih luas, serta peranan penelitian tersebut dalam pemecahan
permasalahan yang lebih luas. Dalam latar belakang ini ditulis secara berurutan masalah
penelitian, skala masalah, kronologi masalah dan konsep solusi (MSKS):
1) Masalah penelitian berupa fenomena atau faktor yang ada dan teori atau referensi yang
mendukung.
2) Skala masalah berupa besarnya masalah dan pengaruh yang timbul terhadap kesehatan;
waktu terjadi pada saat ini (apakah semakin meningkat); tempat kejadian, karakteristik
masyarakat yang terkena.
3) Kronologis masalah berupa penyebab masalah dan dampak dari masalah.
4) Solusi berupa konsep pemecahan yang sudah dan yang akan digunakan.

Contoh:
• Kejadian gangguan konsep diri pada klien pascamastektomi ……. secara umum
(Nasional) ……. di Surabaya (RSU Dr. Soetomo)
• Dampak dari gangguan konsep diri dan angka / insiden kejadian, waktu, tempat
• Kronologis (hasil penelitian sebelumnya) ……..
• Konsep solusi adalah ……
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah rumusan secara konkret masalah yang ada, dalam bentuk
pertanyaan penelitian yang dilandasi oleh pemikiran teoritis yang kebenarannya perlu
dibuktikan. Rumusan masalah merupakan masalah-masalah yang memerlukan suatu
penyelesaian segera. Rumusan masalah setidaknya harus mengandung unsur (Q: Question–
pertanyaan; S: Specific; dan S: Separated).

Contoh:
Jika dibuat satu rumusan masalah:
1. Apakah ada pengaruh penyuluhan terhadap perubahan tanda-tanda vital pada klien dilakukan
pembedahan (ortopedi)?
Atau lebih dari dua masalah:
1. Apakah ada pengaruh A terhadap B (penurunan stres)
2. Apakah ada pengaruh A terhadap C (penurunan tanda-tanda vital)
3. Apakah ada pengaruh A terhadap D (...........................................................)

1.3 Tujuan
Bagian ini mengemukakan tujuan yang ingin dicapai melalui proses penelitian. Tujuan
penelitian harus jelas dan tegas. Tujuan penelitian dapat dibagi menjadi: (1) Tujuan umum dan
(2) Tujuan khusus.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum merupakan tujuan penelitian secara keseluruhan yang ingin dicapai melalui
penelitian. Rumus dalam pembuatan tujuan adalah:
Taxonomi Bloom (C2-C6) + Tujuan penelitian + (V + Variabel)
• Perbedaan
• Hubungan
• Pengaruh

Contoh:
Menjelaskan pengaruh konseling prabedah terhadap penurunan stres dan tanda-tanda vital pada
klien yang dilakukan tindakan pembedahan (ortopedi).
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan penjabaran atau pentahapan tujuan umum, sifatnya lebih
operasional dan spesifik. Bila semua tujuan khusus tercapai, maka tujuan umum penelitian
juga terpenuhi. Kata-kata operasional dalam tujuan khusus adalah mengukur, mengidentifikasi,
menganalisis, membandingkan, membuktikan, dan menilai. Tujuan khusus dapat ditulis
sesuai dengan rumusan masalah (lebih dari dua).
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Adalah manfaat penelitian terhadap perkembangan ilmu keperawatan.
Contoh:
Diketahuinya mekanisme peningkatan respons adaptasi (modulasi respons imun, psikologis,
dan sosial) setelah PAKAR NERSososial digunakan sebagai dasar dalam penelitian ilmu
keperawatan dengan pendekatan Model Adaptasi dari Roy.
1.4.2 Praktis
Adalah manfaat penelitian yang dapat diterapkan secara langsung.
Contoh:
Model PAKAR dapat digunakan sebagai teknik alternatif untuk respons adaptif yang efektif dalam
mengatasi stres pada klien HIV.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka memuat uraian yang sistematik tentang teori dasar yang relevan, fakta, hasil
penelitian sebelumnya, yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori, proposisi,
konsep, atau pendekatan terbaru yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Teori
dan fakta yang digunakan seharusnya diambil dari sumber primer serta mencantumkan nama
sumbernya. Tata cara penulisan kepustakaan harus sesuai dengan ketentuan pada pedoman
yang digunakan.

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual disintesis, diabstraksi dan diekstrapolasi dari berbagai teori dan
pemikiran ilmiah, yang mencerminkan paradigma sekaligus tuntunan untuk memecahkan
masalah penelitian dan merumuskan hipotesis. Kerangka konseptual penelitian dapat
berbentuk bagan, model matematik, atau persamaan fungsional, yang dilengkapi dengan uraian
kualitatif.
Syarat kerangka konsep adalah 1) Harus didasarkan pada konsep atau teori yang ada, 2)
Adanya hubungan antara variabel, dan 3) Berupa gambar atau diagram.
Stres Pasien Praoperasi

Konseling

Proses Belajar
AIETA

Kognisi
Persepsi + Koping Individu +

Emosi

Stres berkurang

H. P. A Axis

Hipotalamus (CRF )
Katekolamin
Pituitari (ACTH )

Penurunan TTV (TD, N, RR, Suhu)


Korteks Adrenal
(Kortisol )

Modulasi Respons imun

Diukur Tidak Diukur

Gambar 3.2 Kerangka Konseptual Pengaruh Penyuluhan Kesehatan terhadap


Penurunan Stres dan Perubahan Tanda-tanda Vital.
Dari gambar 3.2 dapat dijelaskan mekanisme pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
penurunan stres dan perubahan tanda-tanda vital. Pada klien yang mengalami persalinan lama
dan tindakan pembedahan akan mengalami stres yang dipengaruhi faktor internal antara lain;
umur, pendidikan, pekerjaan dan agama; disamping juga faktor eksternal antara lain; sosial
budaya, dukungan dan lingkungan. Adapun tingkat stres yaitu; ringan, sedang dan berat. Untuk
mengurangi stres pada klien yang akan dilakukan tindakan pembedahan dan partus lama
diperlukan koping yang positif. Koping yang positif menimbulkan perubahan tanda-tanda
vital (normal), apabila koping negatif dapat menimbulkan HPA axis yang memengaruhi
hipotalamus CRF, pituitari, saraf simpatis, medula adrenalis yang menyebabkan terbentuknya
katekolamin meningkat sehingga menyebabkan perubahan tanda-tanda vital.
3.2 Hipotesis (bila ada)
Hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka konseptual penelitian
dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi serta dapat diuji
kebenarannya berdasarkan fakta empiris. Hipotesis yang digunakan adalah H1.
Contoh:
H1:
1. Ada pengaruh penyuluhan terhadap perubahan tanda-tanda vital dengan persalinan lama
yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
2. Ada pengaruh penyuluhan terhadap penurunan stres.

BAB 4 METODE PENELITIAN


Format bab metode penelitian untuk penelitian kualitatif menyesuaikan dengan kaidah metode
kualitatif. Sedangkan untuk penelitian kuantitatif, bab metode penelitian secara rinci memuat
hal berikut:
4.1 Rancangan penelitian yang digunakan.
4.2 Populasi, sampel, besar sampel, dan teknik pengambilan sampel.
4.3 Variabel penelitian meliputi klasifikasi variabel dan definisi operasional variabel.
4.4 Bahan penelitian
Berisi uraian mengenai macam dan spesifikasi bahan penelitian yang digunakan.
Bahan adalah segala sesuatu yang dikenai perlakuan atau yang dipakai untuk
perlakuan.
4.5 Instrumen penelitian
Bagian ini berisi uraian tentang macam spesifikasi instrumen yang digunakan dalam
pengumpulan data. Perlu disertai uraian tentang reliabilitas dan validitasnya, serta
pembenaran atau alasan menggunakan instrumen tersebut.
4.6 Lokasi dan waktu penelitian.
4.7 Prosedur pengambilan atau pengumpulan data
Bagian ini memuat uraian tentang cara dan prosedur pengumpulan data secara rinci. Bila
pengumpulan data dilakukan oleh orang lain perlu dijelaskan berbagai langkah yang
ditempuh oleh peneliti untuk menjamin reliabilitas dan validitas data yang diperoleh.
4.8 Kerangka Operasional
4.9 Cara analisis data
Bagian ini berisi uraian tentang cara yang digunakan dalam analisis data disertai
pembenaran atau alasan penggunaan cara tersebut, termasuk penggunaan statistik.
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian merupakan wadah untuk menjawab pertanyaan penelitian atau menguji
kesahihaan hipotesis. Macam tipe rancangan penelitian yang sering digunakan dalam
keperawatan, misalnya: Deskriptif-Analitik: Studi kasus, Korelasi, Cross-sectional, Komparasi;
Experiment: Pre-post nonrandomised experiment, Quasy-experiment dan True-experiment.

Hal–hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan rancangan penelitian:


1. Apakah akan ada intervensi keperawatan yang perlu dilakukan kepada
responsden?
2. Perbandingan tipe apakah yang akan digunakan?
3. Prosedur apakah yang akan digunakan untuk mengontrol variabel?
4. Kapan dan berapa kali data akan dikumpulkan dari responsden?
5. Dalam situasi yang bagaimanakah riset akan dilaksanakan, di klinik, di rumah, atau di
tempat lain?
Contoh Kerangka Kerja Pengaruh Pendampingan Suami dalam Mempercepat Pembukaan
KALA I pada Proses Persalinan: Pre-Post Nonrondomised Experiment
Oa P Oa1

Ob - Ob1

Contoh:
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk menentukan hubungan antara faktor
demografi dan gangguan konsep diri pada klien ……………….
Populasi
:

sampling
Sampel
:

Pengumpulan Data
(Instumen)

Analisis
(Uji ….)

Hasil

Populasi, Sampel, dan Sampling


Populasi adalah seluruh subjek atau data dengan karateristik tertentu yang akan diteliti. Sampel
adalah bagian dari populasi yang diteliti. Agar hasil dapat dianalisa dengan uji statistik untuk
penelitian kuantitatif, jumlah minimal 30 sampel.

PENENTUAN BESAR SAMPEL

N.z2 p.q
n = d (N-1) + z2 . p.q
2

48 (1,96)2 .05 . 0.5


= (0,05) (48 – 1) + (1,96)2 .0,5. 0,5

= 42,7 = 43 Responsden

Keterangan:
n = Perkiraan besar sampel
N = Perkiraan besar populasi
z = Nilai standar normal untuk a = 0,05 (1,96)
p = Perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q =
1 – p (100% – p)
d = Tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)
N
N =
1 + N (d) 2

Atau

Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat signifikansi (p)

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili suatu
populasi.
Contoh:
Populasi:
Penelitian ini adalah semua klien pascamastektomi yang dirawat di Ruang Bedah RSU Dr.
Soetomo Surabaya
Sampel:
Klien Pasca Mastektomi yang memenuhi kriteria inklusi...................(misal: telah mendapatkan
informasi pembedahan, pasien yang telah berusia di atas 30 tahun; pendidikan terakhir SLTA;
belum pernah dirawat di Rumah sakit dengan kasus yang sama…........................................).
Jumlah sampel: 50 klien

Sampling:
Stratified random sampling, simple random sampling, dll.

Identifikasi Variabel
Variabel adalah karakteristik yang dimiliki oleh subjek (orang, benda, situasi) yang berbeda
dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Semua variabel yang diteliti harus diidentifikasi,
mana yang termasuk variabel bebas (independent variable), variabel terikat (dependent variable),
dan variabel pengontrol, serta variabel perancu. Untuk itu rancang bangun penelitian atau
diagram kerangka konsep sangat membantu dalam identifikasi variabel. Identifikasi variabel
merupakan hal yang sangat penting yang menyangkut seluruh bagian penelitian, terutama dalam
manajemen dan analisa data.
Contoh:
Variabel bebas : Demografi, informasi praoperasi …………………………
Variabel tergantung : Gangguan konsep diri ……………………..

Definisi Operasional
Menjelaskan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara
operasional, sehingga mempermudah pembaca/penguji dalam mengartikan makna penelitian.
Contoh:
Informasi praoperasi adalah semua informasi yang diberikan sebelum pembedahan, yang meliputi:
tujuan operasi, risiko, manfaat, obat yang digunakan, dll ………)
(Definisi operasional secara lengkap pada bagian definisi operasional)

Definisi
Variabel Parameter Alat Ukur Skala Skor
Oprasional
Independen: Tingkat o Pengertian penyakit SAP
konseling pengetahuan o Tujuan operasi
klien yang o Manfaat
akan dilakukan o Persiapan
tindakan operasi o Prosedur
o Paska operasi
o Risiko/komplikasi
Dependen Respons emosi Manifestasi tubuh terhadap stres Kuesioner Ordinal Penilaian
Stres klien yang menurut Kozier: - < 3 tidak stres
akan dilakukan 4 - 10 stres ringan
tindakan operasi 1. Reaksi Fisiologis: 10 - 14 stres sedang
o Pupil melebar 14 - 18 stres berat
o Keringat meningkat
o Denyut nadi meningkat
o Kulit dingin
o Tekanan darah meningkat
o Frekwensi dan kedalaman
meningkat
o Pengeluaran urine menurun
o Mulut kering
o Peristaltik menurun
o Ketegangan otot
o Gula darah meningkat

2. Reaksi Psikologis:
o Menyangkal
o Menyalahkan
o Tergantung
o Kebencian
o Isolasi
o Supresi
o Menangis
o Tertawa
o Teriak
o Memukul dan menyepak
o Menggenggam dan meremas
o Mencerca
Dependen: Penilaian Peningkatan tanda-tanda vital: Observasi Rasio Penilaian peningkatan
Peningkatan peningkatan o Suhu tanda-tanda vital:
tanda-tanda tanda-tanda o Nadi Stres ringan:
vital vital terhadap o Tekanan Sistolik T: 130/85 -139/95mmHg
persepsi dan o Tekanan Diastolik N: 80 x/ menit
kesiapan RR: 20 - 24 x / menit
diri dalam S: 36,5 - 37,5oC
menghadapi Stres sedang:
operasi T: 140/90 -159/99
mmHg
N: 80 - 90 x/ menit
RR: 24 - 25 x/ menit
S: 36,5 - 37,5oC
Stres berat:
T: > 160/100 mmHg
N: > 100 x/ menit
RR: > 25 x/ menit
S: > 37,5oC
PENGUMPULAN DAN ANALISIS DATA
Bahan Penelitian (jika ada, misalnya urine, feses, darah, dll)
Instrumen
Pada bagian ini disebutkan secara ringkas jenis instrumen pengumpulan data, misalnya: kuesioner,
wawancara, observasi, atau pengukuran fisiologis (in vivo & in vitro).
Contoh:
Pengumpulan data pada penelitian ini melalui observasi dan kuesioner pada responsden yang
diteliti. …… Instrumen yang digunakan adalah instrumen dari ……
Lokasi
Adalah lokasi penelitian dilaksanakan. Contoh:
Lokasi penelitian adalah di Bagian Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya ……………

Prosedur
Adalah penjelasan prosedur yang dilakukan dalam penelitian.
Contoh:
Responsden yang diintervensi untuk melakukan latihan atau exercise (kegle exercise),
sebelumnya di observasi mengenai ketegangan kandung kemih, diwawancarai tentang frekuensi
berkemih dalam 24 jam serta sensasi rangsangan untuk berkemih. Setelah siap kemudian diberi
intervensi latihan terutama latihan kandung kemih dan sfingter uretra (kegle exercise) yang
diberikan langsung oleh peneliti. Setelah latihan selama 4 minggu, responsden kemudian
diobservasi dan diwawancarai mengenai frekuensi berkemih, jumlah urine dalam 24 jam dan,
sensasi rangsangan untuk berkemih.
Cara Analisis Data
Pada penelitian kuantitatif perlu disebutkan analisa statistik yang akan digunakan (jika
menggunakan) dan sebutkan macam datanya (misal; Kategorikal: nominal dan ordinal; Numerik:
interval & Rasio). Apabila ada beberapa variabel yang akan dianalisis, dirinci cara analisis
yang akan dicapai untuk setiap variabel. Data yang terkumpul dalam penelitian keperawatan
biasanya dianalisis secara deskriptif dengan menyajikan data secara tabulasi silang dan atau
penghitungan sederhana (misal uji Chi-Kuadrat untuk mengetahui prosentase distribusi antar
variabel) serta untuk mengetahui hubungan atau perbedaan variabel independen dan
dependen.
Pedoman pemilihan uji statistik didasarkan pada (TSSV):
1. Tujuan penelitian
2. Skala data (ordinal, nominal, interval dan ratio)
3. Sampel (bebas/berpasangan)
4. Variabel (Independen dan Dependen)
Contoh:
Data yang telah disunting kemudian diolah yang meliputi: identifikasi masalah penelitian,
pengujian masalah penelitian, dengan uji “Wilcoxon Signed Rank Test“ untuk mengetahui
perbedaan variabel dependen sebelum dan setelah perlakuan dengan tingkat kemaknaan á < 0,05.
Selanjutnya dibandingkan, frekuensi berkemih, jumlah urine selama 24 jam, dan sensasi atau
rangsangan untuk berkemih sebelum dan sesudah dilakukan latihan atau exercise. Tujuan
dari analisis uji diatas adalah untuk mengetahui signifikasi pengaruh latihan kegel terhadap
pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, analisis ini menggunakan versi terbaru SPSS 13 PS.
Masalah Etik (Ethical Clearance)
Penelitian apapun, khususnya yang menggunakan manusia sebagai subjek tidak boleh
bertentangan dengan etika. Oleh karena itu, setiap penelitian yang menggunakan subjek manusia
harus tidak bertentangan dengan etika. Oleh karena itu setiap penelitian yang menggunakan
subjek manusia harus mendapatkan persetujuan dari Komisi Etika Medis/ Keperawatan setempat.
Beberapa prinsip dalam pertimbangan etika meliputi; bebas dari exploitasi, bebas dari
penderitaan, kerahasiaan, bebas menolak menjadi responsden, perlu surat persetujuan (informed
consent) dan mempunyai hak untuk mendapatkan pengobatan yang sama jika klien telah
menolak menjadi responsden.
Yang perlu dituliskan pada penelitian meliputi:
1. Surat persetujuan (Informed consent)
2. Tanpa nama (Anonimity)
3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Keterbatasan
Keterbatasan mengenai penulisan karya tulis atau riset perlu disebutkan pada bagian ini atau
bagian pembahasan. Misalnya, keterbatasan dalam pengambilan sampel, jumlah sampel yang
diteliti, instrumen pengumpulan data, keterbatasan waktu atau peneliti dan lainnya yang
dipandang perlu.
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian
Penulisan hasil penelitian merupakan hal yang penting dilakukan oleh peneliti, diajukan sebagai
karya tulis ilmiah atau penelitian ilmiah. Pada bab ini disajikan secara ringkas format
laporan penelitian berdasarkan rancangan penelitian yang sudah dibuat dan dijelaskan tiap–
tiap tabel atau gambaran hasil penelitian serta mengacu pada tujuan khusus dan
mencantumkan angka yang paling menonjol sesuai hasil penelitian (dapat menggunakan kata-
kata mayoritas, sebagian besar). Oleh karena penulisan karya tulis dilaporkan kepada masyarakat
ilmiah dan dipertanggungjawabkan kepada tim penguji, format penulisan dan berbagai segi
lainnya disesuaikan dengan aturan yang berlaku di akademik atau sekolah setempat. Perlu
diingat bahwa pada bagian ini peneliti tidak diperbolehkan memberi suatu tanggapan, ulasan, dan
komentar terhadap permasalahan yang timbul, karena akan diuraikan secara detail pada bagian
berikutnya (pembahasan).
Bagian ini memuat data penelitian yang relevan dengan tujuan dan hipotesisnya. Penyajian
data hasil penelitian dapat berupa tabel, grafik, gambar, bagan, foto atau bentuk penyajian data
yang lain. Tata cara penyajian tabel, grafik, gambar, bagan, foto harus sesuai dengan ketentuan.
Isi dari hasil penelitian meliputi:
1. Pengantar
2. Gambaran umum lokasi penelitian
3. Penyajian karakteristik data umum
4. Penyajian hasil yang diukur.

Catatan:
1. Format untuk Bab 5 (Hasil Penelitian dan Pembahasan) dapat ditulis dengan
menggunakan model buku teks ilmiah.
2. Bagian ini memuat data penelitian. Jika digunakan analisis statistik hanya dimuat
tampilan akhir yang menunjukkan hasilnya, sedangkan perhitungan statistik dimuat
sebagai lampiran.
5.2 Pembahasan
Pada bagian ini peneliti perlu mengemukakan dan menganalisis makna penemuan penelitian
yang telah dinyatakan dalam hasil dan menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian atau
hipotesis. Hal ini biasanya dilakukan dengan membandingkan penemuan tersebut dengan
penemuan sebelumnya, apakah ia memperkuat, berlawanan, atau yang sama sekali baru. Tiap
pernyataan harus jelas dan didukung oleh kepustakaan yang memadai.
Bagian ini merupakan bagian terpenting pada skripsi. Bagian ini menunjukkan tingkat
penguasaan peneliti terhadap perkembangan ilmu, paradigma, konsep dan teori, yang dipadukan
dengan hasil penelitian. Pembahasan mencakup bagaimana dan mengapa sekurang-kurangnya
mencakup hal berikut:
1. Penalaran hasil penelitian baik secara teoritis, empiris maupun non empiris, sehingga dapat
menjawab dengan menjelaskan rumusan masalah yang diajukan.
2. Perpaduan temuan penelitian dengan hasil penelitian sebelumnya dan konsekuensi serta
pengembangannya di masa yang akan datang.
3. Perumusan teori yang dihasilkan dari penelitian (khususnya untuk disertasi).
4. Pemahaman terhadap keterbatasan penelitian yang dilakukan sehingga dapat memberikan
saran bagi penelitian selanjutnya.
5. Semua dibahas per bagian tidak perlu per variabel.
Secara operasional, isi pembahasan meliputi:
1. Fakta berdasarkan hasil penelitian: perlu dijabarkan mengapa dan bagaimana (tidak
mengulang–ulang angka yang sudah dianalisa pada bagian hasil)
2. Teori: hasil penelitian dikaitkan dengan teori yang relevan (apakah memperkuat atau
bertentangan)
3. Opini: merupakan pendapat/pandangan peneliti terhadap komparasi fakta dan teori yang
ada termasuk keterbatasan penelitian yang dilakukan.
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Simpulan merupakan sintesis dari pembahasan, yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
1. Jawaban terhadap rumusan masalah dan tujuan penelitian.
2. Hal baru yang ditemukan dan prospek temuan.
3. Pemaknaan teoritik dari hal baru yang ditemukan.

6.2 Saran
Saran merupakan implikasi hasil penelitian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan
penggunaan praktis. Sekurang-kurangnya memberi saran bagi penelitian selanjutnya, sebagai
hasil pemikiran penelitian atas keterbatasan penelitian yang dilakukan. Saran diharapkan
spesifik mengacu pada hasil penelitian dan operasional dalam pelaksanaannya (kapan, siapa,
dan dimana).

BAGIAN AKHIR
Bagian akhir Skripsi meliputi:
1. Daftar pustaka (lihat cara penulisan kepustakaan)
2. Lampiran merupakan bagian yang memuat keterangan atau data tambahan. Di
dalamnya dapat dihimpun cara penelitian, contoh penghitungan statistik dan sesuatu yang
dianggap dapat melengkapi penulisan skripsi.
1) Surat Izin Penelitian
2) Informed consent
3) Alat ukur/instrumen
4) SAP (satuan acara pembelajaran)
5) Data dasar
6) Hasil Analisis

Catatan:
Nomor halaman bagian akhir merupakan kelanjutan nomor halaman bagian inti.

PENULISAN DAFTAR PUSTAKA


Dalam merumuskan permasalahan penelitian (dalam Pendahuluan dan Tinjauan Pustaka) dan
mendiskusikan hasil penelitian (di dalam Pembahasan), harus disertakan dasar yang mengacu
pada kepustakaan. Uraian dalam makalah ilmiah bukan merupakan pendapat pribadi, melainkan
hasil penelitian orang lain, maka pernyataan–pernyataan dalam makalah tersebut harus
mencantumkan rujukan yang akurat. Rujukan ini kemudian harus dituliskan dalam Daftar
Pustaka, yakni pada bagian akhir suatu makalah ilmiah (Sastroasmoro & Ismael, 1995).
Sumber Rujukan
Sumber informasi atau rujukan dapat berupa makalah ilmiah dalam majalah ilmiah, buku laporan
atau dokumen resmi dari suatu institusi pemerintah, misalnya DEPKES R.I atau BKKBN atau
dari badan–badan internasional (WHO atau UNICEF). Urutan sumber rujukan dalam
penelitian meliputi:
1) Jurnal; 2) Buku (paling lama terbitan 10 tahun yang lalu); 3) Internet; 4) Hasil penelitian
(skripsi/tesis/disertasi); 5) Makalah yang sudah diseminarkan (regional/nasional – tidak
dipublikasikan).
Model penulisan Daftar Pustaka di NERS mengacu pada sistem nama dan tahun
(HARVARD).

Jumlah daftar pustaka minimal 25 (15 dari buku dan 10 dari jurnal atau internet).

Daftar pustaka disusun secara alfabetik berdasarkan nama penulis, dengan meletakkan nama
keluarga atau pengganti nama keluarga di depan. Penulisannya di dalam makalah dengan
mencantumkan tahun dalam tanda kurung di belakang nama (keluarga) penulis. Apabila nama
penulis lebih dari satu orang, maka di belakang tahun dibubuhkan tanda koma dan yang terakhir
dengan tanda (& / dan ) sebelum nama penulis berikutnya.

Contoh:
1. Jurnal: Nursalam, Armini N.K, Suarliah, I; Triharini M (2007). “Pengaruh senam
kebugaran terhadap peningkatan kebugaran pada wanita menopause”. Jurnal Ners. vol. 1,
No. 2 (Hlm.71–78)
2. Buku: Nursalam, (2007). Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika. hlm.1–38.
3. Skripsi/Tesis/Disertasi: Nursalam. (1998). Development Nursing Research in
Indonesia. Unpublished Thesis for Honours Master of Nursing, University of
Wollongong, NSW, Australia
4. Internet: Ievut. (2002). Trends Nursing Practice. www//http: nurs.com.net.id. Tanggal
23 Mei 2007. Jam 16.00 WIB
5. Makalah: Nursalam, (2002). Peluang Riset Keperawatan di Masa Depan. Makalah
Seminar Nasional pada TELMIKI di UNIBRAW MALANG tidak dipublikasikan. 13
Februari 2002.
416 Bagian 5: Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Skripsi
LAMPIRAN

• Lampiran 1
• Lampiran 2
• Lampiran 3
• Lampiran 4
• Lampiran 5
• Lampiran 6
• Lampiran 7
• Lampiran 8
• Lampiran 9
• Lampiran 10
• Lampiran 11
• Lampiran 12
• Lampiran 13
L-2 Lampiran

LAMPIRAN 1
Halaman sampul depan Proposal

PROPOSAL

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENURUNAN RESPONS STRES DAN


TANDA-TANDA VITAL PADA PASIEN YANG DILAKUKAN PEMBEDAHAN
(ORTHOPEDI) DI RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL

Oleh:
Nama :
NIM.

NAMA PROGRAM STUDI DAN INSTITUSI


2007
Lampiran L-3

LAMPIRAN 2 A
Halaman sampul depan Skripsi
SKRIPSI
PENGARUH KONSELING TERHADAP PENURUNAN Respons STRES
DAN TANDA-TANDA VITAL PADA PASIEN YANG DILAKUKAN
PEMBEDAHAN (ORTHOPEDI) DI RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL

Oleh:
Nama :
NIM.

NAMA PROGRAM STUDI DAN INSTITUSI


2007
L-4 Lampiran

LAMPIRAN 2 B
Halaman sampul dalam Skripsi

SKRIPSI

PENGARUH KONSELING TERHADAP PENURUNAN Respons STRES DAN


TANDA-TANDA VITAL PADA PASIEN YANG DILAKUKAN
PEMBEDAHAN (ORTHOPEDI) DI RSU Dr. SOETOMO SURABAYA

PENELITIAN PRA-EXPERIMENTAL

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)


dalam Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan (nama Institusi)

Oleh:
Nama :
NIM.

NAMA NAMA PROGRAM STUDI DAN ISNTITUSI


2007
Lampiran L-5

LAMPIRAN 3

Surat Pernyataan

SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah dikumpulkan
oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi
manapun

Surabaya,……………….
Yang Menyatakan

Nama
NIM
L-6 Lampiran

LAMPIRAN 4

Lembar Pengesahan

PERSETUJUAN SKRIPSI

Lembar Pengesahan

SKRIPSI INI TELAH


DISETUJUI TANGGAL

Oleh
Pembimbing Ketua

Nama & Gelar


NIP:

Pembimbing

Nama Lengkap & Gelar


NIP.:

Mengetahui
Ketua Program Studi .......................

Nama Lengkap & Gelar


NIP.:
Lampiran L-7

LAMPIRAN 5

Halaman Penetapan Panitia Penguji Skripsi

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Telah diuji
Pada tanggal,
PANITIA PENGUJI

Ketua : ……………………
Anggota : 1. ……………………
2. ……………………

Mengetahui
Ketua Program Studi ....................

Nama Lengkap & Gelar


NIP.:
L-8 Lampiran

LAMPIRAN 6

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbinganNya kami
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP
PENURUNAN Respons STRES DAN TANDA-TANDA VITAL PADA
PASIEN YANG DILAKUKAN PEMBEDAHAN (ORTHOPEDI) DI RSU Dr.
SOETOMO
SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
keperawatan (S.Kep) pada Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dengan hati
yang tulus kepada:
1. Nama Pejabat), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya
yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan Program Studi S1 Ilmu Keperawatan.
2. Nama pejabat, selaku ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan yang telah memberikan
kesempatan dan dorongan kepada kami untuk menyelesaikan Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan.
3. Dan seterusnya.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kami sadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi kami berharap skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

Surabaya, ………………………..
Penulis,
Lampiran L-9

LAMPIRAN 7

ABSTRACT

THE ROLE OF NURSE IN MANAGING VENTILATOR-AIDED RESPIRATORY


FAILURE
Cross Sectional Study in Integrated Central Operating Theater (GBPT),
Dr. Soetomo Hospital

By.: Name

Ventilator or mechanical ventilation is a device that may partially or totally take over the
function of pulmonary gas exchange for survival. Clients who use ventilator have higher risks of
barotraumas, oxygen distribution disorder, oxygen intoxication, infections, circulation
disorder, etc. In dealing with ventilator users, a nurse should have attentive attitude,
responsibility, as well as adequate knowledge and skill.
This study was aimed to investigate factors correlating with nurses’ role in Integrated
Central Operating Theater Dr. Soetomo Hospital, Surabaya.
Design used in this study was cross sectional design. The population was all nurses
working in ICU, Integrated Central Operating Theater, Dr. Soetomo Hospital, Surabaya, whom
deal directly with the clients. Total sampel was 30 responsdents, taken according to inclusion
criteria. The independent variabels were knowledge attitude, and skill in providing nursing
intervention for ventilator-aided respiratory failure clients. The dependent variabel was nurse’s
role in nursing intervention for those clients. Data were collected using structured
questionnaire and responsdent observation. Data were then analyzed using logistic regression test
with level of significance of ≤ 0,05.
Results showed that nurse’s knowledge in providing nursing intervention to those clients
had no correlation with nurse’s role (p = 0,106), nurse’s attitude in providing nursing
intervention did have correlation with their role (p = 0,052), and their skill in providing
nursing intervention to the clients had no correlation with the nurses’s role (p = 0,898). It can be
concluded that nurse’s role in providing nursing intervention to ventilator-aided respiratory
failure clients has correlation with their attitude, but has no correlation with their knowledge
and skill. Further studies should involve larger responsdents and better measurement tools to
obtain more accurate results.

Keywords: nurse’s role, ventilator, respiratory failure, ICU


L-10 Lampiran

LAMPIRAN 8
Halaman daftar isi
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul dan Prasyarat Gelar i
Lembar Pernyataan ii
Lembar Persetujuan iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji iv
Ucapan Terima Kasih v
Abstract vii
Daftar Isi viii
Daftar Gambar ix
Daftar Tabel x
Daftar Bagan xi
Daftar Lampiran xii
Daftar Lambang, Singkatan dan Istilah xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.2.1 Identifikasi Masalah 3
1.2.2 Pertanyaan Masalah 3
1.3 Tujuan 4
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat 4
1.4.1 Teoritis 5
1.4.2 Praktis 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6


2.1 6
2.1.1 6
2.1.2 6
2.1.3 7
2.1.4 10
2.1.5 17
2.2 18
2.2.1 18
2.2.2 20
2.2.3 22
2.2.4 22
2.2.5 24
2.2.6 25
Lampiran L-11

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 31


3.1 Kerangka Konseptual 31
3.2 Hipotesis 33

BAB 4 METODE PENELITIAN 34


4.1 Desain Penelitian 34
4.2 Kerangka Kerja 35
4.3 Populasi, Sampel dan Sampling 35
4.3.1 Populasi 35
4.3.2 Sampel 36
4.3.3 Sampling 36
4.4 Identifikasi Variabel 37
4.4.1 Variabel Independen 37
4.4.2 Variabel Dependen 39
4.5 Definisi Operasional 42
4.6 Pengumpulan dan pengolahan data 44
4.6.1 Instrumen 44
4.6.2 Lokasi 45
4.6.3 Prosedur 45
4.6.4 Cara analisis data 45
4.7 Masalah Etika 46
4.7.1 Lembar persetujuan menjadi responsden 46
4.7.2 Anonimity (tanpa nama) 46
4.7.3 Confidentiality (kerahasiaan) 47
4.8 Keterbatasan 47

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 48


5.1 Hasil penelitian 48
5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 48
5.1.2 Karakteristik Demografi Responsden 48
5.1.3 Variabel yang diukur 52
5.2 Pembahasan 57
5.2.1 57
5.2.2 59
5.2.3 60
5.2.4 61
5.2.5 63
5.3 ………………………… 66

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 70


6.1 Simpulan 70
6.2 Saran 70

Daftar Pustaka 71
Lampiran 1 74
L-12 Lampiran

LAMPIRAN 9
Halaman daftar tabel

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1*............................................................................................................52
Tabel 5.2..............................................................................................................53
Tabel 5.3..............................................................................................................54
Tabel 5.4..............................................................................................................55

Catatan*:
Angka 5 menunjukkan bahwa tabel berada pada Bab 5
Angka 1 menunjukkan bahwa tabel tersebut merupakan tabel ke-1
Lampiran L-13

LAMPIRAN 10
Halaman daftar gambar
DAFTAR GAMBAR

1 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual...............................................................................31


2 Gambar 4.1.............................................................................................................34
3 Gambar 4.2..............................................................................................................35
4 Gambar 5.1*............................................................................................................48
5 Gambar 5.2..............................................................................................................48
6 Gambar 5.3..............................................................................................................49
7 Gambar 5.4..............................................................................................................49
8 Gambar 5.5..............................................................................................................49

Catatan*:
Angka 5 menunjukkan bahwa gambar berada pada Bab 5
Angka 1 menunjukkan bahwa gambar tersebut merupakan gambar ke-1
L-14 Lampiran

LAMPIRAN 11
Halaman daftar lampiran

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Pelaksanaan Konseling 74


Lampiran 2 Format Persetujuan Menjadi Responsden 81
Lampiran 3
Kuesioner 82
Lampiran 4
Hasil Uji Statistik 89
Lampiran 5
92

Catatan:
Nomor halaman daftar pustaka dan lampiran merupakan kelanjutan dari nomor halaman
bagian inti
Lampiran L-15

LAMPIRAN 12

KERANGKA ISI
SKRIPSI
PADA
MAHASISWA PROGRAM STUDI .....................
============================================================

HALAMAN JUDUL
SURAT PERNYATAAN
HALAMAN PENGESAHAN
MOTO
KATA PENGANTAR
ABSTRAK (BAHASA INGGRIS: IMRAD – Introduksi, Metodologi, Result And
Discussion)
DAFTAR ISI, TABEL, GAMBAR, LAMPIRAN

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang (Masalah, Skala masalah, Kronologis masalah, Solusi)


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus (operasional – disesuaikan dengan tujuan penelitian)
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
1.4.2 Praktis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Didahului dengan prolog/pengantar


2.1 Isi: disesuaikan dengan judul/variabel yang akan diteliti

BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian (studi kasus, cross sectional, praquasi experimental)


4.2 Populasi, Sampel, dan Besar sampel, Teknik pengambilan sampel, serta Kerangka Kerja
(framework)
L-16 Lampiran

4.3 Variabel penelitian


1) Klasifikasi (independen, dependen, kontrol)
2) Definisi operasional (berupa tabel: macam variabel, definisi, parameter, alat ukur,
skala pengukuran, skor)

4.4 Pengumpulan data


4.4.1 Bahan penelitian
4.4.2 Instrumen
4.4.3 Lokasi dan waktu penelitian
4.4.4 Prosedur pengumpulan data
4.4.5 Cara analisis data

4.5 Masalah Etik


1) Lembar persetujuan menjadi responsden
2) Anonimity (tanpa nama)
3) Confidentiality (kerahasiaan)

4.6 Keterbatasan
1) Instrument
2) Sampling: populasi, sampel, besar sampel, dan sampling
3) Faktor F: feasibility (waktu, kemampuan peneliti, ketersediaan subjek, hambatan etik
dll)

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil (isi menjawab tujuan/masalah )


5.2 Pembahasan

BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan (isi menjawab hipotesa atau pertanyaan masalah)


6.2 Saran (isi pengembangan dan rekomendasi dari hasil)

DAFTAR PUSTAKA ….. (HARVARD

SYSTEM) LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Izin PENELITIAN (Institusi tempat pengambilan data & Komisi Etik)
2. INFORMED CONSENT / ETHICAL CLEARANCE
3. INSTRUMEN
4. PENGOLAHAN DATA (RAW) DAN PRINT-OUT UJI STATISTIK
Lampiran L-17

LAMPIRAN 13

Pedoman Penilaian Ujian SKRIPSI

Nama Peserta :
…………………………………………………………
Nomor Induk Mahasiswa :
…………………………………………………………
Nama Penguji :
…………………………………………………………

I. Penulisan Skripsi : Bobot Nilai


Nilai
(0 – 100)

A. Penguasaan Penulisan 1 .…….


B. Segi IlmiahTulisan 2 .…….
II. Penyajian Skripsi:

A. Kemampuan Penyajian 1 .…….


B. Kemampuan Berdiskusi 1 .…….

Jumlah = .…….

Jumlah
Nilai rata-rata = = ....................
5

Surabaya,

………………………………………
…... Penguji,

NIP.
L-18 Lampiran

ACUAN PENILAIAN SKRIPSI

I. Penulisan Skripsi:
A. Penguasaan Penulisan:
1. Sistematika penulisan
2. Ketepatan penggunaan bahasa dan istilah
3. Kerapian penulisan

B. Segi Ilmiah Tulisan:


1. Kesesuaian judul dan isi
2. Penulisan latar belakang masalah (pada Pendahuluan)
3. Kemampuan merumuskan masalah (Problematika atau Research
Question)
4. Tujuan dan manfaat penelitian
5. Ketepatan menuliskan tinjauan pustaka
6. Penyusunan kerangka konseptual (berdasarkan teori)
7. Perumusan hipotesis
8. Penggunaan metode penelitian dan statistik yang tepat (bila ada)
9. Kemampuan menganalisis data
10. Pembahasan hasil penelitian
11. Kemampuan menarik simpulan dan saran
12. Penggunaan kepustakaan

II. Penyajian Skripsi:


A. Kemampuan Penyajian
B. Kemampuan Berdiskusi

PARAMETER PENILAIAN SKRIPSI

ASPEK YANG DINILAI PARAMETER


NO

I PENULISAN
A. PENGUASAAN PENULISAN
1. Sistematika penulisan Sesuai tata urutan yang berlaku:
1. Bagian Pendahuluan: Halaman Judul,
Pengesahan, Kata Pengantar, Daftar
Isi, Abstrak (IMRAD)
2. Bagian Isi: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka,
Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Simpulan
dan Saran
3. Daftar Pustaka dan lampiran-lampiran
2. Ketepatan penggunaan bahasa 1. Pungtuasi (Penggunaan tanda baca yang
& istilah tepat)
2. Diksi (Pemilihan kata yang tepat)

B. SEGI ILMIAH TULISAN


Lampiran L-19

ASPEK YANG DINILAI PARAMETER


NO

1. Kesesuaian judul 1. Isi tulisan sesuai judul: lingkup riset


keperawatan
2. Memungkinkan untuk diteliti: penyelesaian
masalah-masalah keperawatan
3. Memberikan kontribusi terhadap
pengembangan praktik dan ilmu keperawatan

2. Ketepatan penulisan masalah 1. Pernyataan masalah jelas


pada Latar Belakang 2. Skala/justifikasi masalah
3. Kronologis masalah (sebab dan akibat)
4. Konsep solusi (dituliskan secara urut)

3. Rumusan Masalah 1. Jelas dan ringkas


2. Didukung oleh fakta
3. Penting untuk diteliti
4. Pertanyaan masalah (berupa pertanyaan,
spesifik dan terpisah)

4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Menggunakan kata kerja yang operasional


2. Dapat dicapai
3. Spesifik
4. Tertulis manfaat bagi: Praktik (klinik/
komunitas) dan Pengembangan ilmu

5. Ketepatan menuliskan Tinjauan 1. Semua variabel dan faktor yang berhubungan


Pustaka dengan masalah yang diteliti dituliskan
2. Setiap pernyataan didukung oleh Pustaka yang
sesuai (Pengarang, tahun dan no. hal)
3. Kejelasan dalam membuat “paraphrase” setiap
pernyataan

6. Penyusunan Kerangka 1. Berdasarkan teori/model yang berlaku secara


Konseptual umum
2. Menggambarkan semua yang tertulis pada
Tinjauan Teori

7. Perumusan Hipotesis 1. Kalimat pernyataan (antara variabel)


2. Hipotesis Kerja/nol
3. Dapat diuji
4. Berdasarkan teori
5. Memprediksi

8. Penggunaan Metode Penelitian 1. Pemilihan rancangan yang tepat


& Statistik 2. Sesuai dengan tujuan penelitian
3. Variabel yang diukur dinyatakan dengan jelas
4. Penentuan subjek penelitian tepat
5. Penjelasan pengumpulan data
6. Penentuan instrumen penelitian tepat (valid
dan reliable) menjawab pertanyaan masalah
7. Penggunaan pengolahan data yang tepat
(kualitatif/kuantitatif: statistik)
8. Dituliskan keterbatasan (sampling desain,
instrumen, dan feasibility)
9. Penulisan Ethical Clearance
L-20 Lampiran

ASPEK YANG DINILAI PARAMETER


NO

9. Kemampuan menulis hasil 1. Kalimat pengantar


2. Penulisan karakteristik tempat dan responsden/
sampel (data demografi)
3. Data dianalisa berdasarkan hasil; mencari data/
angka yang menyimpang; hubungan pokok
yang diuji.
4. Hanya menjelaskan apa (tidak ada penjelasan
kenapa dan bagaimana)

10. Pembahasan 1. Menganalisis makna hasil penelitian


dihubungkan dengan tujuan penelitian
(menjelaskan kenapa dan bagaimana)
2. Penulisan mengandung unsur; fakta
(dianalisa); teori/pustaka; opini (pendapat
peneliti)
3. Isi tulisan; disesuaikan dengan tujuan khusus
penelitian
4. Dituliskan keterbatasan penelitian
5. Penulisan secara wajar, tidak berlebihan

11. Kemampuan dalam menarik 1. Simpulan ditulis untuk menjawab masalah/


simpulan dan membuat saran tujuan penelitian
2. Didasarkan pada hasil dan pembahasan
3. Ringkas dan jelas dalam memberi makna hasil,
dengan meminimalkan penulisan angka-angka
hasil uji statistik

12. Penggunaan kepustakaan 1. Konsisten dengan model penulisan pustaka


yang digunakan (misal: HARVARD).
2. Pustaka diambil dari tahun terbit maksimal 10
tahun terakhir.
3. Pustaka yang dianjurkan adalah jurnal-jurnal
hasil penelitian terbaru (internet); buku.

II PENYAJIAN SKRIPSI
A. Kemampuan penyajian 1. Kemampuan mengemukakan konsep dan teori
2. Kemampuan berbicara dengan jelas
3. Kemampuan menyajikan materi secara
sistematis
4. Kemampuan dalam menekankan beberapa hal
yang penting
5. Kemampuan teknik penyajian secara
keseluruhan

B. Kemampuan berdiskusi 1. Kemampuan berkomunikasi atau dialog


2. Kemampuan menjawab dengan tepat
3. Kemampuan menerima fakta baru secara
terbuka
4. Kemampuan menerima pendapat lain secara
kritis
5. Kemampuan mengendalikan emosi
6. Kejujuran mengemukakan pendapat
Lampiran L-21

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, H. (1994). Manajemen Upaya Kesehatan Lansia di Puskesmas. Makalah AKPER Dr.
Otten. Bandung tidak dipublikasikan.
Burns, N. & Grove,ndS. K. (1991). The Practice of Nursing Research: Conduct, Critques and
Utilisation. 2 ed. Philadelpia: W.B Saunders CO.
Bouchard, C. (1990). The Filed of The Phisical Activity Science. Champain: Human Konetics
Books.
Carpernito, L. J. (2000). Nursing Diagnosis; Application to Clinical Practice. Philadelphia:
Lippincott.
Chandra, B. (1995). Pengantar Statistik Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Darmojo dan Martono. (1999). Geriatri. Jakarta: Percetakan Yudistira.
Djojosugito. A.H.M. (2000). Wujud Nyata Pelayanan Individu dari Profesi Perawat.
Makalah disampaikan dalam Munas PPNI VI di Bandung tidak dipublikasikan. Depkes
RI. (1994). Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Pusdiknakes. Ekosusilo dan
Bambang Triyanto. (1999). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Semarang:
Effhar.
Guyton, A. C. (1991). Textbook of Medical Physiologi. 8th Edition. London:WB.
Sounders.
Kozier. (1995). Fundamental of Nursing; Concepts, Process, and Practice. California:
Redwood City.
Laksman, T. Dkk. (1997), Kamus Kedokteran. Jakarta: Penerbit Djambatan. Lueckenotte.
(1998) (Alih Bahasa Maryunani). Pengkajian Gerentologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Marselly, R.E. (1987). Informasi Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: Penerbit Pusat
Komunikasi Pemuda.
Nugroho, W. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Nuryati, M. (1994). Proses Menua. Makalah AKPER Dr. Otten Bandung tidak
dipublikasikan.
Nurgiwiati, E. (1994). Perubahan-Perubahan NERSososial Pada Usia Lanjut. Makalah
AKPER Dr. Otten Bandung tidak dipublikasikan.
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Russhall, BS. & Pyke FS. (1990). Training For Support and Fitness. Melbourne: Mc Millan
Co.
Sastroasmoro dan Sofyan Ismael. (1995). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Soedoso. (1995). Cedera Olahraga. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Srikandi,
K. (1997). Pengantar Statistik. Surabaya: Citra Media.
Wolf and Weitzel. (1984). Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Jakarta: Gunung Agung.
Westcott, L. (1999). Kembali Bugar Setelah Lima Puluh. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zainudin, M. (1998). Metodologi Penelitian. Surabaya: Impress.
__________ (2002). Pedoman Penulisan Tesis dan Desertasi Program Pasca Sarjana.
Surabaya: NERS
L-22 Lampiran
INDEKS

A cause, 38, 98 doktrin otonomi, 15


ability, 101, 102, 136 closed ended questions, 189 doktrin teleologik, 15
cluster sampling, 87, 174
adjourning stage, 119 Common Sense Model, 97 DSCAI, 57
aksiologis, 13 company’s external communication, DYAD, 63
108
aktual, 183 compatibility, 52 Dynamic Interacting Systems, 60
analisis deskriptif, 200 consecutive sampling, 73, 174
analisis inferensial, 201 analisis consequences, 98, 174
inferensial (uji signifi- E
kansi), 201 content analysis, 199
efektor, 18
analisis jalur (path analysis), 178 control beliefs, 87, 159, 160, 163,
analisis proses interaksi (API), 151 ego strength, 57
andal, 183 controllability, 98, 159
Adeno Cortico Tyroid Hormone elektrokardiogram (EKG), 144
(ACTH), 17 convinience sampling, 174
emotion focused coping, 33, 135
ANOVA (analysis of variance), 179 coping potential, 135
ASA, 57 empiris, 6
coping strategy, 38
ASA-S, 57 empiris—induktif, 33, 82, 133
core, 142
asosiasi, 160 enabling, 50, 133
cross sectional, 37, 158
attention to health, 57 enabling factors, 82
cross-time, 158
attitude toward behavior, 87 energy, 57
cultural shock diversity, 142
entry point, 65
culture care, 71
B epistemologis, 13
cure, 142 ESCA, 57
base rate, 93
ethical, 31
behavioral beliefs, 87, 88, 89 D etiologi, 22
behavior causes, 80
dab praexperiment, 37 evaluasi, 65
belief, 89, 91, 93−96, 139
data, 155 E. Wiedenbach, 142
berpikir logis, 3
Berry, 105, 116 David McClelland, 125
blame and credit, 135 DDST, 143 F
blueprint, 157
brainstorming, 34 deductive reasoning, 15, 29
FAKHA, 49
burnout syndrome, 38, 127−131, deduktif, 5
family-centered nursing, 65−70
definisi operasional, 155
133 deskriptif, 159, 160, 162 deteksi feasibility, 35
dini tumbuh kembang feasible, 31
C (DDST), 143 feedback, 101, 102
diagnosis, 65 feelings, 57
cafetaria questions, 189 dichotomy question, 189 F.G. Abdellah, 142
Caplan, 38, 75 doktrin, 15, 57 filsafat ilmu, 13
care, 142 FINER, 31
doktrin biologi organisme, 15 doktrin fisiologis, 18
kesejajaran historis dalam
causal, 160 perkembangan organisme, 15 Florence Nightingale, 141
forced-choiced question, 190
forming stage, 118
future expectancy, 135
I-2 Indeks

Gu 6
e
G 3
n
a c
r e
H
d , H
1 a
i
3
a 4 l
l g l
, o ,
a
1
l
0 r
1
4 e
, l 4
e 2
1 v
health
1 a k
6 n n
o
g c w
e e l
n , e
d
e 1 g
r 3 e
a 4
a
l g n
i o d
z a
d
e l e
d s c
e i
s
u t i
n t o
d i n
e n m
r g a
s k
t d -
a a i
n n n
d g
i M c
n B a
g O p
a
, , b
5 1 i
g 0 l
i
o 0 t
a g y
l r ,

o 5
c 7
o u h
n p e
g , m
a
r t
osp
ita
e
p e 2
l lis
oas ka d s ,
gi, su a
i,14 n i
3,
114 s a o 1
49 k s
5H u n 3
Hu o m
. s e 3
Em nt i l
. , r
Pan ro e
e 5 , a
pIn l,
l k 1 d
a te 1 r 8 e
ura i
, 6 t 4 r
1cti e
4 4 r , s
1on K i h
h a 1
i M eg i
pod e 8 p
o el k
t el, , s 5 ,
e l
si60 4 u ,
s, 0 s 1
3 i 1
, I ke , 0
4 8 1
9id pe 1
, ra 7 9 ,
5e 2
3 w k
hnt at , 1
i r
pit an i 1 2
o 1
t y, , t 9
e 8 e L
si98 0
s K r e
a id in i , n
lt a
e io g, 1 i
r gr n
n 1 i 9
a af 4 n g
tiik, 3
f, 2 k e
55 l r
3il k u L
hm o ,
i u, s L
p4 g i
o na a 7
t ,
e to 1 w 4
si 7 ,
s r, r
n 7, 2
o k a 7
l, 9
5 k u n 5
3
h o a ,
o c
l
li h e
s or i 1
ti t G 4
k t,
, 3 a r 2
1
4 7, s L
h e
o 1 e
m 6 h e v
e i n i
o 3
d k d , n
y o
n m u e
a pa 5
m ra p ,
i tif , 0
c , 8 1
s 1 ,
1 6 1 4
4 3 1
2 k k 2
h o 3
o ns L
u
i ric o m a
North t
k al- A , m
e ve m c 5 e
er a 0
r rif ic s t
e O
t ik an e
s ati N s r r
ur t
c f, se u g ,
a5 sD d
y a
l lo ia , 5
g n
e gi n 1 P
1ka os 6 a
is 5
9, 7 ( t r
1lo N A
o a
n a
, N k s
gi D o r
1 A l u
9s, ), o g r
3 g
06 0 i e a
li N , m
n MO t a
M 1
gasl
ac 4 ( n
h, V 5
k12
8−
13 o e ,
1 E
u n n
n L t 1
g , o d 0
a 3 l o 5
o
n 1 −
g t
, i e 1
8 O s 1
li o , r 6
t bj 1 i p
e 3
e ct a
o n
r iv e p s
a p e ) t
n
l erf ,
i o e 1 e
r n
n m d 7 x
e
c an d p
o c P e
e, q
n 1 u r
s 0 e p i
1, s
i 1 t a e
s 02 i n
o r
t o n c
n s a
e e- , e
n g d ,
r 1
c o 8 i
y up 9 1
g
, p o 0
9 e-
r r m 8
d
2 po i a p
n
l st a , e
o te st
l
, 3 n
g d c
e 2 ,
i si 0 e
c gn, 0 5 r
,
o 1 , n
- 65 2 9 a
0
e o 4 p a
n
m e O a n
p –s r ,
e h e r
1eli p n n u
4tia e d , l
5n r u a
ppr c k 1 r
e a- ei t 9 (
nek v i i I
e sp e f n M
lieri d , t )
tim b 5 e ,
a en e i r 1
ntal h n e 4
k, a s s 5
u16 vi t t i
a5 o i i n
npe r t n t
ting al u g r
t ka c t , a
a jia o i v
tin, nt o 3 e
f,66 r n 1 n
1Pe ol a i a
5pl , l n
5au 8 t (
p, 7, p e I
e 14 9 o r V
n1 2 w v )
i e a ,
p
l r l 1
e
, , 4
r
1 5
c
2 2 i
ei
7 0
v n
i 0
e t
n ,
d
p s r
o t 2 a
w r 0
v
e u 4
m i e
r,
8 e n n
7,123 n t t
, e
il m n r
m 1 r
u pl is 6 v i
ne
om a 8 e c
m si , n
oe u
t nt , 1 s
e 1 5 i l
ti as
k i, 4 5 , a
,6
5 4 i r
I 5, i n 6
m6
o m t 5
g 6, u e i p
e6
n 8, n r n r
e
M6 it d t e
9, a e r
K s
i 9 s, p a
n9 1 e m s
gi
, 4 n u u
6m
0 5 d s r
iu i e k
, 2
em f
137 1 n
(p 0 o
M 4 e
I li B r e
m
Vn I, o d
d
Pg 1 e a
3 l f
), 1 c
1 p h o
17 , r r
45 1 o i
m
o
4 2 s e
p
K8 i
v
o
Jk M k e
w
ar e e e
j r s m r
di e
oo c h e ,
a
bv e t n 1
as r, a 2
d n
k 1 , t 7
e ul 4 ,
7 ,
s ar 2 5 1
,
i M m 1 3
1 H o 2
g4 t 2 N
- i e
n4 S v 5 u
a m
, C t , a
i n
1 A o ,
, n
0 5 , 1 1
1 7 4
8 3 2
Model 8
, A
m 2 N
1 su o
u n l
0 ha l e
a
3 nK t
e J
J ep d .
i P
o e p f e
h ra n
l o d
n w e
a e r r
s t ,
o an
n P c a 7
5
, ro h f
1 f f n
o
e i o
4 - i l mi
2 si c i n
j on a
e a l
,
u al, , t
d 10 1 i 19
g 3m 8 o 9,
e od 9 n
, 2
m el 0
4
N
e ke 1 n
n 2 o
n se
e 6 m
t nj o
e , t
s an
d e
a ga 1 t
n 3 i
kb p p l e
, el e e a d
5 ie r r s i
, f s s
8 fs or o i p
7, m n , o
n8 a a s
o7 n l 1 i
c 5 n
nn e
n 5 g
bo a ,
e
e p e
, 5
r p
h r d 0
am a , 1 P
vi i 1 6 r
s 0 9
in a e
o l 8 p
o -
rg p p p e
e e u
c st r l x
aa f r a p
s s
ug o i e
r o
s m t r
e
e i n e i
a r
s1 n j m
g l a
,1 s n e
8 t g n
9 p k
0 ag t
n e o au a
o , w , l
n 11 e 1 ,
p 9 r 6 1
9
r p , , 0
o e 1 1 ,
b r 2 7 1
a e
k 7 0 6
b m P P 0
i i E re p
l h S c r
e
a , d
i n i
t , 3 e n
y 1 0 P s
p r
s 4 o i
a 5 o c
e p
Persatuan l e
m P
u d
p er k
l a l M e
w a o
i a d a
n tN s e d
i l
g a , i
, si o
t
8 l
1 n a 1 a
a r
7 l p n
4 In g r ,
e e
n d d 1
o on t i
c 9
r e , t 4
s 1 i
m i v p
a a— 6 e r
9 ,
t P i
i P N
p 5
2 n
v I, o s
1 p p
e 4 r i
1 u
p bl
e
mm
/r
a es
n po
fn
a s,
2
a2
t, p
1 si
ki
9 s,
41
prinsip 8
m
ep
n si
g
hk
a
r of
g ar
a
im
h
aa
kk
-
h a,
a1
k
s5
u
b2
-p
j
e
ku
,
1r
9
4p
p
ro
o
b si
a
bv
i
le
i
ts
y
sa
a
mm
p
lp
i
n li
g
,n
1
7g
3
p1
r
o7
b
l4
e
m
f
o
c
u
s
e
d
c
o
p
i
n
g
,
1
3
5
p
r
o
Indeks I-3

Q
quadriplegic, 36 Social Cognitive Theory, 120 timeline, 98, 167
Quality of Life, 82 social loafing, 19 training dan development, 101
quality surprise, 108 TRIAD, 63
quasy-experiment, 10, 37, 160, 166 sosial, 43 true-eksperimental, 10
quota sampling (judgement spider web, 30 true-experiment, 160, 167
sam- pling), 175
stimulus fokal, 20 trust-experiment, 37
stimulus kontekstual, 20, 173 tumbuh kembang, 143
R stimulus residual, 119
type of ego involvement, 135
rancangan penelitian, 155, 157, storming stage, 38
159, 160, 164, 165 stratified random sampling, 173
Rancangan Solomon, 167, 168
stres, 7, 51 U
stres hospitalisasi, 37
randomisasi, 10 uji kulit (skin test), 145
studi kasus, 71
rank order question, 189, 190 Sunrise Model, 59 uji mantoux (mantoux test), 145
rasio, 200, 201, 204 Supportif –Educative System, 142 unacceptable quality, 108
Swanson, 174
RATER, 108, 38, 133
rating question, 189 V
regulator, 7, 9 T
valid, 183, 184, 186
reinforcing, 50, 32 team work, 118, 120, 121 tekanan
vena sentral (CVP), 144 validitas (kesahihan), 183
reinforcing factors, 133 teori 14 kebutuhan dasar manusia, value & norm, 9, 10, 102
relational meaning, 38, 101 142 valuing of health, 57
teori adaptasi, 141 variabel, 5
relationship, 160 teori cultural shock diversity, 142 variabel dan parameter, 5
relevance, 52 teori—deduksi, 33 variabel dependen, 178
RELEVANT, 31 teori defisit perawatan diri, 142 teori variabel independen, 177
filosofi dan ilmu dalam kep- variabel kendali, 179
reliabilitas (keandalan), 183 erawatan, 142 variabel moderator (intervening),
replikasi, 33 teori hubungan antara ‘care, core, 178
dan cure’, 142
respect human dignity, 195 teori hubungan antarmanusia, 141 variabel penelitian, 155
review, 29 teori keperawatan klinik, 142 variabel perancu, 178, 179 variabel
reward system, 100 teori kesehatan lingkungan, 141 teori perancu (confounding),
right to justice, 195 konsep model untuk praktik 178
Rogers, 142 keperawatan, 142
teori menjadi ibu, 142 variabel random, 179
S teori model sistem perilaku, 142 V. Henderson, 142
teori motivasi, 125 Visual Analog Scale (VAS), 190
sampel, 169−175 teori prinsip ‘homeodynamics’, 142
teori structure caring, 142 vulva hygiene, 147
satisfactory quality, 108 terapi aktivitas kelompok (TAK),
152
SCDNT, 54, 141 terapi elektrokonvulsif, 152
SCI, 57 W
terapi okupasi, 152
S.C. Roy, 20, 141 water sealed drainase (WSD), 144
secondary appraisal, 135 terminologi partikular, 180 Watson, 142
selection, 20, 54, 101 terminologi singular, 180 WHOQOL-100, 83, 107
self-care, 20, 38, 54 WHOQOL-BREF, 84, 104, 116
terminologi universal, 180
self-care agency, 38, 54, 78 WOM, 101, 107
testability, 52
self care deficit, 50 Woodruff, 104
theoritical construction, 5
self efficacy, 20, 38, 77, 78 theory of reasoned action, 87
tidak signifikan/tidak bermakna, work schedule, 103
semantic differential, 191
signifikan/bermakna, 201 201
signs/symptom, 22 Z
simple random sampling, 173 Zeithaml, 105
simplicity, 52
skills, 75
I-4 Indeks

Anda mungkin juga menyukai