OLEH :
Advanced Trauma Life Support (ATLS) adalah sebuah program pelatihan bagi dokter
medis dalam pengelolaan akut trauma kasus, yang dikembangkan oleh American College of
Surgeons. Program ini telah diadopsi di seluruh dunia di lebih dari 40 negara, namun ada juga
dibawah nama Emergency Management of Severe Trauma (EMST), khususnya di luar
Amerika Utara. Tujuannya adalah untuk mengajarkan pendekatan yang disederhanakan dan
standar untuk pasien trauma. Awalnya dirancang untuk situasi darurat di mana hanya satu
dokter dan satu perawat yang hadir, ATLS sekarang diterima secara luas sebagai standar
perawatan untuk penilaian awal dan pengobatan di pusat-pusat trauma.
Kursus ATLS menekankan pada kecepatan initial assesment dan primary treatment
pasien trauma, dimulai pada saat terjadi trauma dan dilanjutkan initial assesment, intervensi
lifesaving, reevaluasi, stabilisasi, dan jika diperlukan transfer ke trauma center. Kursus ATLS
di negara berkembang telah menurunkan mortalitas kasus trauma. Penurunan rate of deaths
perkapita dari kasus trauma dilaporkan oleh negara yang menerapkan prinsip ATLS.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pelatihan ini adalah:
Memberikan pemahaman arti dan pentingnya masalah penanganan kasus
Kegawatdaruratan
Memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi para dokter untuk mengidentifikasi
dan mengelola pasien trauma yang terancam jiwanya dan potensial terancam jiwanya
dalam situasi tekanan ekstrim pada lingkungan dan mencemaskan di UGD
1.3. Manfaat
Setelah menyelesaikan pelatihan ATLS ini, maka para dokter akan mampu :
1. Mendemonstrasikan konsep dan prinsip primary Assesment dan secondary
assesment pada pasien trauma
2. Menetapkan prioritas pengelolaan pasien trauma
3. Memulai primary management and secondary management yang diperlukan
dalam the golden hour agar dapat melakukan penanggulangan pada kondisi
acute life threatening
4. Memberikan simulasi klinik dan praktek keterampilan bedah
1. Registration
2. Welcome and Introduction Overview of ATLS Course
3. Initial Assesment and Management – Interactive Discussion
4. Initial Assessment Video Primary and Secondary - Discussion
5. Airway and Ventilatory management - Interactive Discussion
6. Shock - Interactive Discussion
7. Thoracic Trauma - Interactive Discussion
8. Abdominal and Pelvic Trauma - Interactive Discussion
9. Head Trauma - Interactive Discussion
10. Spine and Spinal Cord Trauma - Interactive Discussion
11. Muskuloskeletal Trauma - Interactive Discussion
12. Thermal Injury - Interactive Discussion
13. Video Skill Animal - Interactive Discussion
14. Practical Skill Session : Cric/ Breathin/ Circulation Skill Station
Vena Seksi
Needle Cricothyroidektomi
Surgical Cricothyroidektomi
Pericardiosintesis
Needle Decompresi
WSD
DPL
15. Diner Course
Advanced Trauma Life Support (ATLS) adalah sebuah program pelatihan bagi dokter
medis dalam pengelolaan akut trauma kasus, yang dikembangkan oleh American College of
Surgeons. Program serupa ada untuk perawat (ATCN) dan paramedis (PTLS).
Program ini telah diadopsi di seluruh dunia di lebih dari 40 negara, namun ada juga
dibawah nama Emergency Management of Severe Trauma (EMST), khususnya di luar
Amerika Utara. Tujuannya adalah untuk mengajarkan pendekatan yang disederhanakan dan
standar untuk pasien trauma. Awalnya dirancang untuk situasi darurat di mana hanya satu
dokter dan satu perawat yang hadir, ATLS sekarang diterima secara luas sebagai standar
perawatan untuk penilaian awal dan pengobatan di pusat-pusat trauma. Premis dari program
ATLS adalah menatalaksana ancaman terbesar bagi kehidupan. Hal ini juga pendukung
bahwa kurangnya diagnosis definitif dan rinci sejarah seharusnya tidak memperlambat
penerapan pengobatan diindikasikan untuk luka yang mengancam hidup, dengan waktu yang
paling penting dilakukan intervensi awal. Namun, bukti menunjukkan bahwa ATLS
meningkatkan prognosis pasien.
Pada bulan Februari 1976, sebuah tragedi terjadi yang mengubah sejarah perawatan
trauma bagi pasien cedera di Amerika Serikat dan di banyak bagian dunia. Dr Jim Styner,
seorang ahli bedah ortopedi, menaiki pesawat kecil yang jatuh ke dalam sebuah ladang
jagung di Nebraska pedesaan. Dr Styner menderita luka serius, tiga anak-anaknya menderita
luka kritis, dan satu anak menderita luka ringan. Istrinya tewas seketika. Perawatan yang ia
dan keluarganya terima tidak memadai oleh standar hari ini. Dokter bedah, mengenali
bagaimana perlakuan mereka tidak memadai, menyatakan, "Ketika saya dapat memberikan
perawatan yang lebih baik di lapangan dengan sumber daya yang terbatas dari apa yang anak-
anak saya dan saya diterima di fasilitas perawatan primer, ada sesuatu yang salah dengan
sistem, dan sistem harus diubah.”
Selama lebih dari seperempat abad, American College of Surgeons Komite Trauma
telah mengajarkan kursus ATLS untuk lebih dari 1 juta dokter di lebih dari 50 negara. ATLS
telah menjadi dasar dari perawatan untuk pasien cedera dengan mengajar bahasa umum dan
pendekatan umum. Hasilnya adalah ATLS yang kontemporer dan bermakna dalam komunitas
global.
Pada ATLS kita mengenal tentang initial assessment (atau penilaian awal) yang mana terdiri
dari:
1. Persiapan Awal:
Tahapan untuk mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk proses primary
survey dan resusitasi, dan yang lebih penting lagi adalah alat proteksi diri (sarung tangan,
masker, kacamata, dll) untuk mencegah penularan penyakit yang mungkin dialami oleh
penderita trauma yang nantinya akan ditolong.
2. Triage:
Adalah pengambilan keputusan oleh tenaga kesehatan untuk menentukkan pasien mana
yang harus diprioritaskan penangannanya terlebih dahulu berdasarkan jumlah sumber daya
yang tersedia. Contoh: jumlah korban yang melebihi kemampuan sumberdaya rumah
sakit, maka korban yang diprioritaskan adalah yang memiliki kemampuan survive (hidup)
lebih besar, dan sebaliknya jika jumlah korban tidak melebihi kemampuan sumberdaya
rumah sakit, maka korban yang diprioritaskan adalah korban yang sangat terancam
kehidupannya.
3. Primary Survey (ABCDE)
Merupakan penilaian cepat, untuk menemukan kondisi yang mengancam nyawa dan harus
segera ditangani pada SAAT ITU JUGA. Secara teoritis, ditulis secara berurutan
(ABCDE), namun pada kenyataannya dapat dilakukan secara simultan.
4. Resusitasi
Adalah tindakan cepat restorasi untuk penanganan kondisi yang mengancam nyawa, yang
ditemukan saat dilakukan primary survey
5. Tambahan Pada Primary Survey
Pemeriksaan penunjang "terbatas" dan pemasangan alat untuk monitor atau evaluasi pasca
resusitasi, contoh pemasangan EKG, Pulse Oxymeter, Rontgen Cervical, Thorak, Pelvis,
Kateter Urine, dan nasogastric tube (NGT).
6. Pertimbangkan Rujukan
Pada fase ini, tenaga kesehatan telah memiliki informasi yang cukup tentang keadaan
pasien, dan telah mampu untuk membuat keputusan untuk merujuk atau hanya dirawat
setempat.
7. Secondary Survey
Adalah pemeriksaan lengkap yang dimulai dari anamnesis, riwayat trauma,
pemeriksaanhead to toe, dan pemeriksaan lengkap neurologis.
8. Tambahan Pada Secondary Survey
Pada bagian ini, pemeriksaan penunjang lengkap dapat dikerjakan, contoh Ct Scan, foto
polos kepala, foto abdomen, analisa gas darah dll. Namun, keputusan untuk pemeriksaan -
pemeriksaan ini, sebaiknya tidak sampai menyebabkan penundaan pada proses rujukan
pasien.
9. Re-evaluasi
Sangat penting untuk melakukan reevaluasi pasien, karena ada dugaan late onset atau
proses on going yang berlangsung. Contoh pasien cedera kepala + epidural hematom yang
mungkin pada awal masuk RS masih sadar, kemudian menjadi tidak sadar, dll.
10. Terapi Definitif
Adalah pengobatan beradasarkan penyebab perlukaan, contoh jika trauma tersebut disertai
fraktur maka harus dilakukan operasi ORIF atau OREF, atau pada pasien cardiac
tamponadedengan darah yang telah membeku maka dibutuhkan pericardioctomy dll.
Flail chest, nafas diafragma, kelainan bentuk, tarikan antar iga, nyeri tekan, perlukaan
(luka terbuka, luka mengisap), suara ketuk/perkusi, suara nafas
4. Periksa perut
6. Periksa pelvis/genetalia
Perlukaan, angulasi, hambatan pergerakan, gangguan rasa, bengkak, denyut nadi, warna
luka
2.6.7. Hemothorax
Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh
darah interkostal atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi operasi.
Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi
dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga
pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat
dipakai dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma
traumatik.
Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi
pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang kelura dari selang dada
merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari
selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk
2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus
dipertimbangkan.
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi: nyeri tekan
diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya :
- Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
- Terjadi perdarahan intra abdominal.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal
dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam
(melena)
- Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma.
- Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
- Terdapat luka robekan pada abdomen
- Luka tusuk sampai menembus abdomen
- Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah keadaan
- Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam andomen.
2.7.2 Diagnosis
A. Riwayat trauma
Mekanisme peristiwa trauma sangat penting dalam menentukan kemungkinan
cedera organ intra-abdomen. Semua informasi harus diperoleh dari saksi mata
kejadian trauma, termasuk mekanisme cedera, tinggi jatuh, kerusakan interior dan
eksterior kendaraan dalam kecelakaan kendaraan bermotor, kematian lainnya di lokasi
kecelakaan, tanda vital, kesadaran, adanya perdarahan eksternal, jenis senjata, dan
seterusnya.
B. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan abdomen harus dilakukan dengan cara yang teliti dan sistematis
dengan urutan : inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi. Penemuannya, positif atau
negatif , harus direkam dengan teliti dalam catatan medis.
Pada saat kedatangan ke rumah sakit, mekanisme dan pemeriksaan fisik
biasanya akurat dalam menentukan cedera intra-abdomen pada pasien dengan
kesadaran yang terjaga dan responsif, meskipun terdapat keterbatasan pemeriksaan
fisik. Banyak pasien dengan perdarahan intra-abdomen yang moderat datang dalam
kondisi hemodinamik yang terkompensasi dan tidak memiliki tanda-tanda peritoneal
1. Inspeksi
Penderita harus ditelanjangi. Kemudian periksa perut depan dan
belakang, dan juga bagian bawah dada dan perineum, harus diperiksa untuk
goresan, robekan, luka, benda asing yang tertancap serta status hamil.
Penderita dapat dibalikkan dengan hati – hati untuk mempermudah
pemeriksaan lengkap.
2. Auskultasi
Melalui auskultasi ditentukan apakah bising usus ada atau tidak. Darah
intraperitoneum yang bebas atau kebocoran (ekstravasasi) abdomen dapat
memberikan ileus, mengakibatkan hilangnya bunyi usus. Cedera pada struktur
berdektan seperti tulang iga, tulang belakang, panggul juga dapat
menyebabkan ileus meskipun tidak ada cedera di abdomen dalam, sehingga
tidak adanya bunyi usus bukan berarti pasti ada cedera intra-abdominal.
3. Perkusi
Manuver ini menyebabkan pergerakan peritoneum, dan dapat
menunjukkan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat
menunjukan bunyi timpani akibat dilatasi lambung akut di kuadran atas atau
bunyi redup bila ada hemiperitoneum.
4. Palpasi
Kecenderungan untuk menggerakan dinding abdomen (voluntary
guarding) dapat menyulitjan pemeriksaan abdomen. Sebaliknya defans
muscular (involuntary guarding) adalah tanda yang handal dari iritasi
peritoneum. Tujuan palpasi adalah mendapatkan adanya dan menentukan
tempat dari nyeri tekan superfisial, nyeri tekan dalam atau nyeri lepas. Nyeri
lepas terjadi ketika tangan yang menyentuh perut dilepaskan tiba – tiba, dan
biasanya menandakan peritonitis yang timbul akibat adanya darah atau isi
usus. Dengan palpasi juga dapat ditentukan uterus yang membesar dan
diperkirakan umur janin.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pasien hemodinamik stabil dengan trauma tumpul dan kondisi yang memadai
dievaluasi oleh studi USG abdomen atau CT, kecuali luka parah lain mengambil
prioritas dan pasien harus pergi ke ruang operasi sebelum evaluasi perut objektif.
Dalam kasus seperti itu, peritoneal lavage diagnostik biasanya dilakukan di ruang
operasi untuk menyingkirkan cedera intra-abdomen dan memerlukan eksplorasi
bedah segera. Pasien trauma tumpul dengan ketidakstabilan hemodinamik harus
dievaluasi dengan USG di ruang resusitasi, jika tersedia, atau dengan lavage
peritoneum untuk menyingkirkan cedera intra-abdomen sebagai sumber hilangnya
darah dan hipotensi.
BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan laporan terakhir dari WHO dan CDC lebih dari sembilan orang
meninggal tiap menit akibat trauma atau kekerasan dan setiap tahun lebih dari 5,8 juta
orang dari semua umur dan tingkat ekonomi mengalami trauma dan kekerasan. Beban
akibat trauma sangat signifikan yaitu 12% dari beban seluruh penyakit di seluruh dunia.
Kursus ATLS di negara berkembang telah menurunkan mortalitas kasus trauma.
Penurunan rate of death per kapita dari kasus trauma dilaorkan oleh negara yang
menerapkan prinsip ATLS. Kursus ATLS merupakan pendekatan yang mudah diingat
oelh para dokter dalam mengevaluasi dan menangani kasus trauma, meskipun dalam
tekanan stress, kecemasan dan harus dihadapi dalam bersamaan melakukan proses
resusitasi.
Kursus ATLS memberikan dasar-dasar untuk melakukan evaluasi, penanganan,
edukasi dan jaminan muti. Pendeknya sistem ini dapat diukur, direproduksi dan
komprehensif. Program ATLS secara luas berdampak positif bagi institusi yang
memberikan pelayanan kasus trauma. Hal ini telah meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan bagi para dokter dan lainnya yang mengiktu kursus ATLS.