Anda di halaman 1dari 202

i

TESIS

ANALISIS PENGARUH SP2KP (SISTEM PEMBERIAN


PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESIONAL) TERHADAP
PELAKSANAAN PASIEN SAFETY INSTALASI RAWAT INAP
PALEM DAN LONTARA II RSUP DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO MAKASSAR 2015

AN ANALYSIS ON THE INFLUENCE OF SERVICE GIVING


SYSTEM OF PROFESSIONAL NURSING ON THE
IMPLEMENTATION OF PATIENT SAFETY IN
PALEM AND LONTARA II INPATIENT
ISTALLATION OF DR. WAHIDIN
SUDIROHUSODO PUBLIC
HOSPITAL, MAKASSAR
IN 2015

DEWI ASTUTI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
ii

ANALISIS PENGARUH SP2KP (SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN


KEPERAWATAN PROFESIONAL) DI INSTALASI RAWAT INAP PALEM
DAN LONTARA II RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR 2015

Tesis
Sebagai Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister

Program Studi
Kesehatan Masyarakat

Disusun dan diajukan oleh

DEWI ASTUTI

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
iii
iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini


Nama : Dewi Astuti
Nomor mahasiswi : P1806211005
Program Stuti : Kesehatan Masyarakat

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 25 Mei 2015
Yang menyatakan

DEWI ASTUTI
v

PRAKATA

Segala puji bagi Allah, atas segala rahmat dan dilapangkannya jalan

dalam menyelesaikan tesis ini. Hanya kepada-Nya kami memuji,

memohon pertolongan dan ampunan. Dan kami berlindung kepada Allah

dari kejelekan diri kami dan keburukan amal kami.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari angka

Insiden yang tidak diharapkan masih jauh dari standar pelayanan minimal

kepmenkes 129 tahun 2008, sementara telah diterapkan strategi dalam

meningkatkan mutu pelayanan yaitu sistem pemberian pelayanan

keperawatan profesional dan pelaksanaan pasien safety. Berangkat dari

kasus inilah Penulis bermaksud menyumbangkan beberapa konsep

dengan melakukan penelitian yang berjudul “penerapan sp2kp (sistem

pemberiayan pelayanan keperawatan profesional) di instalasi rawat inap

palem dan lontara II RSUP dr. Wahidin sudirohusodo makassar 2015”

Penulis sadar dalam penyusunan tesis ini terdapat berbagai macam

kendala yang dihadapi, namun karena Pertolongan dan izin Allah serta

dorongan dari berbagai pihak sehingga penulis mampu

menyelesaikannya. Olehnya itu, penulis dengan penuh rasa hormat dan

ketulusan hati menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Dr. Abdul Kadir, Sp.THT-KL(K)., MARS., Ph.D dan Dr. Ria

Mrdiana Y., SE., M.SE selaku Pembimbing I dan pembimbing II, atas

pembimbingannya yang dengan Tulus dan Ikhhlas membantu penulis


vi

selama mengikuti pendidikan di Program Pasca Sarjana Magister

Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin dan telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing dan

mengarahkan penulis mulai dari awal hingga akhir penulisan tesis ini.

2. Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin, MPH, Dr. dr. H. Noer Bahry Noor,

M.Sc dan Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Tim Penguji dengan

tulus ikhlas memberikan saran, arahan dan kritikan yang bermanfaat

selama penyusunan tesis ini.

3. Seluruh dosen dan pegawai di Lingkungan Pasca Sarjana Magister

Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin yang telah banyak

memberikan kemudahan dan menfasilitasi, informasi dan

pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan.

4. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Magister Administrasi Rumah

Sakit Universitas Hasanuddin angkatan 12 yang telah memberikan

dukungan selama penyusunan tesis ini.

5. Orang Tuaku tercinta, Ayahanda Syamsu Alam Rahimahullah yang

meskipun mengantar anakda hanya sampai kejenjang pendidikan

SMA namun kasih sayang, Didikan, pengorbanan, dan perjuangan

dalam membesarkan anakda begitu sangat berarti dan Ibu ku

Tersayang Bastu sebagai single parents yang begitu tegar, kuat, Gigih

dalam mendidik, menafkahi dan menyekolahkan anak-anaknya,

dengan Semangat tak pernah henti memberikan cinta dan kasih

sayangnya, Peluh keringat yang dikucurkan, dan seluruh doa-doa


vii

yang dipanjatkan, dan adikku Syaifullah yang selalu meluangkan

waktu, tenaga dan pikiran dalam memperhatikan akan kebutuhan

kakaknya, dan Adikku Rahmatullah yang begitu amat lucu senantiasa

menjadi motivasi-motivasi hidupku. Selalu memberikan dukungan doa,

kepercayaan, kepedulian serta motivasinya selama pendidikan

berlangsung hingga pada penyusunan tesisi ini.

6. Pamanku Tercinta DR. Drs. Syamsi Alang Mappajalang, MM dan

Zubair Alam, M.Hum yang senantiasa memberikan nasehat, motivasi,

dukungan serta memberikan kemudahan fasilitas dalam

menyelesaikan tugas kuliah

7. Rekan-rekan kerja di RSIA Wihdatul Ummah, dr. Sitti Najma Hamsir

yang senantiasa memberikan motivasi dan nasehat-nasehat, serta

kebijakan yang memudahkan saya leluasa tetap menjalankan kuliah

dan kerja, K Athifah, K dr. Tina, K Agustina yang senantiasa

memberikan kebijakan, support, dan kemudahan dalam memperlancar

berjalannya perkuliahan, Teman-teman Dokter, Perawat : K Ana,

Nurwan, Enny, K Muja’, Lhian. Bidan : K Bid. Herni, K Bid. Hilda, K

Bid. Tina, K Bid. Eny, K Bid. Putri, Bid. Chece’, Bid. Hasni, Bid. Irma,

Bid. Adry dan Bid. Fitri Syukron Jazakillah Khaer atas segala Do’a

dan motivasi yang diberikan

8. Adik-adikku tersayang di asrama yang maniz dan sholehah : Diyan,

Inna’, Fika, Indah, Emy, dan Dewi. Syukron Jazakillah Khaer atas
viii

kesabaran, kesetiaan, pengertian dan motivasinya selama

bermulazamah

9. Rekan-rekan, sahabat atas kesediaannya untuk dimintai pertolongan

setiap kami membutuhkan dan semua pihak yang tidak dapat disebut

satu per satu yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini,

baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan

tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu semua saran dan kritik

dalam penyempurnaannya akan penulis terima dengan segala

kerendahan hati. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan kiranya

ALLAH SWT senantiasa melindungi dan meridhoi setiap langkah kita.

Amin.

Makassar, 25 MEI 2015

Dewi Astuti
ix

ABSTRAK

DEWI ASTUTI. Analisis Pengaruh SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan


Keperawatan Profesional) Terhadap Pelaksanaan Pasien Safety Instalasi
Rawat Inap Palem Dan Lontara II RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar 2015 (Dibimbing oleh H. Abdul Kadir dan Ria Mardiana)

Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh Sistem Pemberian


Pelayanan Keperawatan Profesional (SP2KP) terhadap pelaksanaan
pasien safety di Instalasi Rawat Inap palem dan Lontara II.
Metode yang digunakan, yaitu kuantitatif dengan pendekatan
Retrospective Study. Populasi sebanyak 122 perawat Palem dan Lontara
II. Sampel dipilih secara purposiv, sebanyak 60 responden. Data
dikumpulkan dengan teknik kuesioner, dianalisis dengan uji statistik F dan
T dengan menggunakan SPSS.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan sistem
pemberian pelayanan keperawatan profesional terhadap pelaksanaan
pasien safety di instalasi rawat inap Palem dan Lontara II, yaitu ada
pengaruh bermakna uji variabel pelaksanaan pre conference terhadap
pelaksanaan pasien safety dengan tingkat signifikansi sebesar
0.020<0.05, dan pelaksanaan operan jaga terhadap pelaksanaan pasien
safety dengan tingkat signifikansi 0.031<0.05.

Kata kunci: SP2KP, Pasien Safety, Rawat Inap


x

ABSTRACT

DEWI ASTUTI. An analysis on the influence of service giving system of


professional nursing on the implementation of patient safety in palem and
lontara ii inpatient Istallation of dr. Wahidin Sudirohusodo public hospital,
makassar in 2015 (Supervised by. H. Abdul Kadir dan Ria Mardiana)

The aim of the research was to investigate the influence of the


implementation of Service Giving System Of Professional Nursing on the
implementation of patient in Palem and Lontara II.
The research was a quantitative study with Retrospective study
approach. The Population of 122 nurses palms and Lontara II. The
samples were selected purposively consisting of 60 respondents. The data
were obtained using questionnaire and analyzed with F and T statistic test
using SPSS.
The results of the research indicate that there is an influence of the
implementation of service giving system of professional Nursing on the
implementation of safety system in Palem and Lontara II inpatient
installation, i.e. there is a significant influence of variable test of the
implementation of pre conference on the implementation of patient safety
with a significant level of 0.02<0.05, and the implementation of guard shift
on the implementation of patient safety with significant level of 0.031<0.05.

Keywords : Service Giving System of Profesional Nursing, Safety Patient,


inpatien.
xi

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL .................................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ................................... iii

PRAKATA ......................………………………………………… iv

ABSTRAK .............................................................................. viii

ABSTRACT .............................................................................. ix

DAFTAR ISI ………………………………………………… x

DAFTAR TABEL ................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................ xvii

DAFTAR ISTILAH …………………………………………………. xviii

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 1

A. LatarBelakang ………………………………………… 1

B. Kajian masalah ………………………………… 16

C. Rumusan masalah ………………………………… 23

D. Tujuanpenelitian ………………………………………… 25

1. Tujuan Umum ........................................................ 25

2. Tujuan khusus ........................................................ 25

E. Kegunaan penelitian ………………………………………… 26

F. Ruang lingkup / Batasan penelitian ………………………… 27

G. Sistematika dan Organisasi …………………………. 28


xii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………. 29

A. Mutu Pelayanan Keperawatan …………………………. 29

B. Standar Manajemen Pelayanan Keperawatan ….…….. 32

C. Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional (SP2KP) ………………………………….. 35

D. Indicator pelayanan Manajerial Pelayanan Keperawatan


Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang pelayanan
Keperawatan 2013 RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo …. 55

E. Peran perawat dalam menerapkan Keselamatan Pasien ...... 58

F. Konsep Pasien Safety ……….………………………… 59

G. Kerangka Teori ....………………………………………………. 70

H. Kerangka Konsep .…………………………………………. 71

I. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional …………. 71

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………… 84

A. Rancangan Penelitian ....………………………………………… 84

B. Lokasi dan Waktu penelitian ...........………………………………. 85

C. Populasi dan Tehnik Sampel ...........…………………………… 85

D. Jenis dan Sumber data ………………...........…………………… 87

E. Instrumen dan Pengumpulan data ………..........…………… 88

F. Metode Analisis Data ………………………………..........…… 91

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................... 98

A. GAMBARAN UMUM RSUP DR. WAHIDIN


SUDIROHUSODO MAKASSAR .............................................. 98

a. Pendahuluan ...................................................................... 98

b. Letak Geografis ............................................................... 99


xiii

c. Visi, Misi, Falsafah, Nilai dan Tujuan Rumah Sakit ............... 100

d. Profil Instalasi rawat Inap Palem .......................................... 102

e. Profil Instalasi rawat Inap Lontara II ........................... 103

B. Standar pelaksanaan pelayanan


Keperawatan profesional ................................................. 107

C. Sistem pemberian pelayanan


Keperawatan profesional ................................................. 116

D. Hasil Penelitian ...................................................................... 118

a. Deskripsi Karakteristik Responden ...................................... 118

b. Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan


Profesional dan Pasien Safety di Instalasi rawat Inap
Palem RSUP dr. Wahidin sudirohusodo
Makassar 2015...................................................................... 124

1. Gambaran umum Instalasi Rawat Inap Palem ................... 124

2. Gambaran Pelaksanaan Sistem Pemberian


Pelayanan Keperawatan Profesional. ............................. 125

3. Pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2014 .............................. 135

4. Analisis Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pemberian


Pelayanan Keperawatan Profesional Terhadap
Pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap
Palem .............................................................. 141

c. Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan


Profesional (SP2KP) dan Pasien Safety di Instalasi
Rawat Inap Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar 2015 .............................................................. 144

1. Gambaran umum Instalasi Rawat Inap Lontara II................... 144

2. Gambaran Pelaksanaan Sistem Pemberian


Pelayanan Keperawatan Profesional. ............................. 145

3. Gambaran Pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi


Rawat Inap Lontara II RSUP dr. Wahidin
xiv

Sudirohusodo 2014 .............................................................. 155

4. Analisis Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pemberian


Pelayanan Keperawatan Profesional Terhadap
Pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap
Lontara II .............................................................. 161

d. Analisis Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan


profesional (SP2KP) dan Pasien Safety di Instalasi
Rawat Inap Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar 2015 .............................................. 163

E. PEMBAHASAN ............................................................ 166

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................... 178

A. KESIMPULAN .................................................................... 178

B. SARAN ............................................................................... 179

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pelaksanaan Enam International Patien safety Goals (IPSG)


RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Januari-Mei 2013....... 11

Tabel 1.2 Laporan Insiden Pasien safety menurut tipe insiden di RSUP
DR. Wahidin Sudirohusodo 2011-2012 ............................. 11

Tabel 1.3 Tabel 1.2 Laporan Insiden Pasien safety menurut tipe insiden di
RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo 2013 13

Tabel 4.1 Distribusi Tenaga Medis & Tenaga Keperawatan Instalasi


Lontara 2 Tahun 2014 ....................................................... 106

Tabel 4.2 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan umur bagian Instalasi


Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin
sudirohusodo Makassar 2015 ............................................ 119

Tabel 4.3 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Jenis kelamin bagian


Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin
sudirohusodo 2015 ............................................................ 121

Tabel 4.4 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Pendidikan bagian


Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II RSUP dr.
Wahidin sudirohusodo 2015 ............................................. 121

Tabel 4.5 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan status kepegawaian


bagian Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015 .............................. 122

Tabel 4.6 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Status Perkawinan


Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II RSUP dr.
Wahidin sudirohusodo 2015 ................................................ 122

Tabel 4.7 Petugas Perawat berdasarkan Masa Kerja bagian Instalasi


Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin
sudirohusodo 2015 ............................................................. 123

Tabel 4.8 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Masa Kerja bagian


Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II RSUP dr.
Wahidin sudirohusodo 2015 ............................................... 124

Tabel 4.9 Angka Kejadian di Ruang Perawatan Palem RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo 2015 ........................................................... 125
xvi

Tabel 4.10 Pelaksanaan Pre Conferens di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 .............................. 126

Tabel 4.11 Pelaksanaa Post Conferens di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............................. 128

Tabel 4.12 Pelaksanaan Orientasi Pasien Baru di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............ 130

Tabel 4.13 Penerapan Operan Jaga di Instalasi Rawat Inap Palem RSUP
dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ......................................... 132
Tabel 4.14 Pelaksanaan Ronde Keperawatan di Instalasi Rawat Inap
Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ................ 134

Tabel 4.15 Pelaksanaan Identifikasi Pasien di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 .............................. 136

Tabel 4.16 Pelaksanaan Peningkatan Komunikasi Efektif di Instalasi


Rawat Inap Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
2015 .................................................................................. 137

Tabel 4.17 Pelaksanaan Peningkatan manajemen pengobatan di Instalasi


Rawat Inap Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 138

Tabel 4.18 Pelaksanaan Manajemen Asuhan Perioperatif di Instalasi


Rawat Inap Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015.. 138

Tabel 4.19 Pencegahan Infeksi di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............................... 140

Tabel 4.20 Pencegahan Pasien Jatuh di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............................... 140

Tabel 4.21 uji ANOVA / Uji statistik F ................................................. 142

Tabel 4.22 Uji Uji t (Pengaruh parsial) ................................................ 142

Tabel 4.23 Angka Kejadian di Ruang Perawatan Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 .............................. 145

Tabel 4.24 Pelaksanaan Pre Conferens di Instalasi Rawat Inap Lontara II


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 .............................. 146

Tabel 4.25 Pelaksanaa Post Conferens di Instalasi Rawat Inap Lontara II


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............................ 148
xvii

Tabel 4.26 Pelaksanaa Orientasi Pasien Baru di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............ 150

Tabel 4.27 Pelaksanaa Operan Jaga di Instalasi Rawat Inap Lontara II


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 .............................. 151

Tabel 4.28 Pelaksanaan Ronde Keperawatan di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 ............. 153

Tabel 4.29 Pelaksanaan Identifikasi Pasien instalasi Rawat Inap Lontara


II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015 .......................... 155

Tabel 4.30 Pelaksanaan Peningkatan Komunikasi Yang Efektif perawat


instalasi Rawat Inap Palem, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015 .................................................................................... 156

Tabel 4.31 Pelaksanaan Manajemen Pengobatan perawat instalasi Rawat


Inap Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015 .................................................................................... 157

Tabel 4.32 Pelaksanaan Manajemen Asuhan Perioperatif perawat


instalasi Rawat Inap Palem, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015 ................................................................. 158

Tabel 4.33 Pelaksanaan Pencegahan Infeksi perawat instalasi Rawat Inap


Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015 .................................................................. 159

Tabel 4.34 Pelaksanaan Pencegahan Pasien Jatuh perawat instalasi


Rawat Inap Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015 .................................................................. 160

Tabel 4.35 Uji t ............................................................................ 161

Tabel 4.36 Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) ................. 163

Tabel 4.37 Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t) .................... 164
xviii

DAFTAR LAMPIRAN

I. Lampiran Kuesioner

II. Lampiran master table

III. Lampiran Frequency Tabel

IV. Lampiran analisis data

V. Lampiran Daftar Istilah

VI. Surat keterangan selesai meneliti


xix

LAMPIRAN DAFTAR ISTILAH

a. AEs : adverse events

b. IOM : Institute of Medicine

c. IPSG : International Patient Safety Goals

d. SP2KP : Sistem pemberian pelayanan keperawatan professionalis

e. MPKP :Manajemen Pemberian pelayanan keperawatan

professional

f. KTD : Kejadian tidak diharapkan

g. KNC : Kejadian Nyaris cedera

h. KPC : Kejadian Potensial Cedera

i. KTC : Kejadian Tidak Cedera

j. KS : Kejadian Sentinel

k. PPNI : Persatuan perawat nasional indonesia

l. PMK : pengembangan manajemen kinerja

m. SPM : Standar Pelayanan Minim


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi telah memberi dampak positif bagi setiap profesi

kesehatan agar selalu berupaya meningkatkan kinerja profesional. Hal ini

juga memacu dunia keperawatan untuk terus meningkatkan

keprofesionalannya melalui peningkatan kualitas asuhan keperawatan.

Upaya yang dilakukan oleh pelayanan keperawatan untuk mencapai hal

tersebut antara lain melalui pendidikan berkelanjutan, pembentukan

komite mutu asuhan keperawatan, dan pengembangan (SP2KP) Sistem

Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional (Jurnal Ners Indonesia,

2011).

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan

pelayanan keperawatan dan tuntutan perkembangan IPTEK, maka system

pemberian asuhan keperawatan harus efektif dan efisien (Nursalam,

2011). SP2KP merupakan suatu system pemberian asuhan keperawatan

di ruang rawat yang dapat memungkinkan perawat dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan yang profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki

sistem pengorganisasian yang baik dimana semua komponen yang

terlibat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan diatur secara profesional

(Sitorus, 2011).
2

Hasil penelitian direktorat keperawatan dan PPNI tentang kegiatan

perawat di puskesmas, ternyata lebih dari 75% dari seluruh kegiatan

pelayanan adalah kegiatan pelayanan keperawatan (Depkes, 2005), enam

puluh persen (60 %) tenaga kesehatan adalah perawat yang bekerja pada

berbagai sarana/tatanan pelayanan kesehatan dengan pelayanan 24 jam

sehari, tujuh hari sepekan, merupakan kontak pertama dengan system

klien.

Dengan peningkatan mutu pelayanan keperawatan melalui metode

SP2KP dapat meningkatkan Keselamatan dan kenyamanan pasien,

sehingga dapat mencegah terjadinya insiden yang tidak diharapkan.

Hasil riset tentang efektifitas pelaksanaan Model Praktik

Keperawatan Profesional atau MPKP dengan kualitas pelayanan

keperawatan di dua rumah sakit pemerintah di Jakarta menunjukkan

bahwa pada kelompok intervensi kepuasaan pasien dengan pelayanan

keperawatan sebelum penerapan MPKP yaitu dengan kategori puas

(15%), kategori cukup puas (44,1%) dan kategori kurang puas (40,9%).

Setelah penerapan MPKP hasil didapatkan yaitu kategori puas (73,9%),

kategori cukup puas (25,3%) dan kategori kurang puas (1,7%). Dari hasil

ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien pada saat penerapan

MPKP menunjukkan hasil yang baik sedangkan sebelum penerapan

MPKP kepuasan pasien sangat buruk (Sitorus, 2012). Penelitian di RS

PGI Cikini Jakarta juga menyatakan bahwa penerapan MPKP ini

mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepuasan kerja perawat


3

(Sirait, 2012). Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, nilai-nilai profesional

perawat mempunyai hubungan yang bermakna dengan pelaksanaan

pemberian pelayanan keperawatan (Waty, 2010). Demikian juga di RS

Advent Bandung juga didapatkan bahwa kepuasan pasien di ruang MPKP

dan ruang fungsional berbeda secara signifikan (Supit, 2012).

Berbagai Hasil penelitian menunjukkan tentang penerapan asuhan

keperawatn profesional. Seperti Kategori kurang baik mengenai

penerapan timbang terima pasien oleh responden ada 36,7% dan kategori

baik ada 63,3%. Data pada penerapan keselamatan pasien, ada 28,3%

responden yang termasuk pada kategori kurang baik dan ada 71,7%

responden yang termasuk pada kategori baik. Hasil analisis bivariat

menunjukkan p=0,000 (α<0,05). Kesimpulan: Jadi, dapat disimpulkan

adanya hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan

keselamatan pasien oleh perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran

Amurang (Quiteria, 2013)

Orientasi pasien juga termasuk dalam asuhan keperawatan

profesional. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh orientasi

terhadap tingkat kecemasan pasien (p=0,001 Z= -3,289). Berdasarkan

hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila perawat

melaksanakan orientasi kepada pasien sesuai dengan prosedur maka

tingkat kecemasa pasien akan menurun. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai pengaruh orientasi terhadap tingkat kecemasan pasien

yang lebih dispesifikkan.(Wellem, 2013).


4

Hasil penelitian Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan

dan perbedaan orientasi pasien dengan kepatuhan. Hasil penelitian

menunjukkan pelaksanaan orientasi baik pada kontrol (83.3%) intervensi I

(93.3%) intervensi II (96.7%). Waktu pelaksanaan orientasi baik pada

kontrol (63,7%) intervensi I (93.3%) dan intervensi II (96.7%). Kepatuhan

pasien pada kontrol (30%) intervensi I (46%) intervensi II (90%). Ada

hubungan pelaksanaan orientasi dengan kepatuhan pasien/keluarga pada

intervensi II (p=0.02), ada hubungan waktu orientasi dengan kepatuhan

pasien/keluarga pada pasien intervensi I (p=0.001), ada perbedaan

pelaksanaan orientasi pada kontrol dengan intervensi I (p<0.01), ada

perbedaaan pelaksanaan orientasi pada kontrol dengan intervensi II

(p<0.01), ada perbedaan waktu orientasi pada kontrol dengan intervensi II

(p<0.01), ada perbedaan waktu orientasi pada intervensi I dengan

intervensi II (p=0.022), ada perbedaan kepatuhan pada kontrol dengan

intervensi II (p<0.01), ada perbedaan yang bermakna kepatuhan pada

intervensi I dengan intervensi II (p<0.01) (Nasrun, 2013).

Hasil penelitian lain pelaksanaan keperawatan profesional dapat di

lihat dalam hal pelaksanaan ronde keperawatan, diketahui 21 orang (70%)

klien menyatakan cukup puas, 9 orang (30%) kurang puas sebelum

dilakukan ronde keperawatan. Terdapat 8 orang (26,7%) klien

menyatakan puas, 22 orang (73,3%) cukup puas sesudah diberikan ronde

keperawatan (Anggraini, 2012). Hasil penelitian lain juga menunjukkan

adanya pengaruh yang bermakna ronde keperawatan terhadap tingkat


5

kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap (p= 0,004 =0,05),

dengan subvariabel status profesional meningkat secara bermakna

setelah dilakukan ronde keperawatan (p=0,03 =0,05), Ronde keperawatan

merupakan strategi yang layak digunakan untuk meningkatkan kepuasan

kerja perawat didasarkan atas status profesional, otonomi, persyaratan

tugas, serta interaksi (Zainuddin, 2012).

Pelayanan kesehatan yang bermutu dan aman adalah merupakan

harapan pasien ketika mereka masuk ke Rumah sakit. Namun dalam

proses asuhan klinis, begitu banyak faktor yang mempengaruhi yang

saling terkait satu dengan lainnya. Banyaknya jumlah pasien, jenis

tindakan / prosedur, jenis obat dan jumlah/jenis tenaga berpotensi

menyebabkan terjadinya kesalahan medik/insiden baik berupa Kejadian

yang tidak diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dll.

Isu tentang keselamatan pasien mendapatkan perhatian

pemerintah seperti yang dituangkan dalam Undang-Undang Kesehatan

Nomor 36 Tahun 2009 dan Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44

Tahun 2009. Rumah sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan yang

aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif, dengan mengutamakan

kepentingan pasien. Rumah sakit wajib memenuhi hak pasien

memperoleh keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di

rumah sakit. Acuan bagi rumah sakit untuk pelaksanaan pogram

keselamatan pasien di rumah sakit sesuai standar yang ditetapkan,

tertuang dalam Permenkes RI Nomor 1961/Menkes/2011.


6

Rumah sakit sebagai tempat pelayanan diharapkan dapat

memenuhi harapan dan hak- hak pasien serta senantiasa melakukan

upaya upaya pengembangan dan perbaikan sistem secara menyeluruh

sesuai dengan perkembangan teknologi dan tingkat pendidikan staf

sehingga dapat terhindar dari tuntutan hukum.

Identifikasi pemecahan masalah dan efektifitas peningkatan mutu

asuhan keperawatan melalui program SP2KP, merupakan bagian utama

dari pelaksanaan konsep patient safety. Lebih lanjut Menurut WHO

“Safety is A Fundamental principle of Patient care and a critical

component of Quality management “

Patient safety (Keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu

system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang

meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya

cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (PMK

1691/MENKES/PER/VIII/2011)

Patient safety pada keperawatan merupakan upaya pencegahan

injuri pada pasien yang disebabkan langsung oleh pemberi pelayanan

kesehatan itu sendiri. Lebih dari 10 tahun terakhir, patient safety menjadi

prioritas utama dalam sistem pelayanan kesehatan.Tenaga kesehatan


7

termasuk perawat memiliki tanggung jawab terhadap pengobatan dan

perawatan pasien selama berada di rumah sakit.

Keselamatan pasien adalah suatu Sistem dimana RS memberikan

asuhan kepada pasien lebih aman, mencegah cedera akibat kesalahan

karena melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang

seharusnya dilakukan dan merupakan salah satu isu utama dalam

pelayanan kesehatan, sesuatu yang jauh lebih penting daripada sekedar

efisiensi pelayanan. Berbagai risiko akibat tindakan medik dapat terjadi

sebagai bagian dari pelayanan kepada pasien. Hal ini paling tidak telah

dibuktikan dari laporan the IOM (Institute of Medicine) yang menyebutkan

bahwa setiap tahun sekitar 48.000 hingga 100.000 pasien meninggal

dunia di Amerika Serikat akibat medical error yang terjadi di pusat-pusat

pelayanan kesehatan. Studi paling ekstensif mengenai adverse event

telah dilakukan oleh the Harvard Medical Practice yang melibatkan lebih

dari 30.000 pasien yang dipilih secara acak dari 51 rumah sakit di New

York pada tahun 1984 (Brennan et al, 1991).

Fakta menunjukkan bahwa banyak pasien rumah sakit (RS) yang

menjadi korban adverse events (AEs) atau dalam bahasa Indonesia

disebut kejadian yang tidak diharapkan (KTD). AEs yang disebabkan lebih

oleh kesalahan pengobatan (treatment) dan bukan karena kondisi pasien.

Korban AEs bervariasi dari yang ringan seperti mual, gatal-gatal dan diare

sehingga harus dirawat lebih lama sampai pada akibat yang fatal seperti

misalnya cacat seumur hidup dan bahkan meninggal. AEs jelas merugikan
8

pasien, selain mereka harus membayar lebih untuk pengobatan karena

suatu kesalahan namun juga kesehatan fisik dan juga jiwa mereka turut

terancam. AEs bisa terjadi di RS di mana saja termasuk juga di RS

Indonesia kendati banyak kejadian yang tidak dilaporkan.

Menurut penelitian IOM dalam buku “To Err is Human”, jika hasil

penelitian di sejumlah rumah sakit diesktrapolasi dengan mendasarkan

pada persentase AEs yang menjadi penyebab kematian dari 33.6 juta

rawat inap di Amerika (tahun 1997) maka dapat diprediksi bahwa sekitar

98.000 pasien meninggal karena kesalahan medis (medical errors). Angka

kematian akibat AEs di Amerika tersebut jauh melebihi angka kematian

karena kecelakaanmotor (43.458 orang); kanker payudara (42.297 orang)

dan AIDS (16.516 orang). Dari angka kematian akibat AEs tersebut, lebih

dari 50% disebabkan oleh errors (kesalahan) yang sebenarnya dapat

dicegah (preventableadverse events).

Masih dari sumber yang sama, hasil penelitian di Colorado dan

Utah pada tahun 1992, menunjukkan bahwa AEs terjadi 2.9 % dari jumlah

pasien yang dirawat; 6.6 % dari korban AEs tersebut meninggal; padahal

53% dari jumlah AEs tersebut adalah preventable. Hasil penelitian di

sejumlah RS di New York lebih parah; AEs terjadi 3,7 % dari pasien yang

dirawat; 58% dari jumlah tersebut adalah preventable dan 13,6 % dari

korban AEs tersebut meninggal. Data statistik nasional mengenai AEs di

Indonesia belum ada namun berdasarkan penelitian penelitian yang ada

dan kasus-kasus yang terjadi, jumlah AEs dapat diperkirakan relative


9

tinggi. Ada berbagai macam AEs, antara lain salah memberi obat, salah

membaca hasil pemeriksaan laboratorium dan salah mendiagnosis

pasien. (Jurnal Manajemen Bisnis)

Berbagai permasalahan terkait dengan pelayanan keperawatan

sehingga perlunya sebuah peningkatan kualitas dalam bidang

keperawatan, salah satunya adalah peningkatan kualitas dalam system

pemberian asuhan keperawatan. Keberhasilan suatu asuhan keperawatan

kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan metode pemberian

asuhan keperawatan professional untuk dapat diimplementasikan dalam

ruang keperawatan.

Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan

ada enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim,

model primer, model manajemen perawatan, dan model perawatan

berfokus pada pasien. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan

kelemahan. Dasar Pertimbangan Pemilihan Model Praktik Keperawatan

Profesional Terdapat enam unsur utama dalam penentuan pemilihan

metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu sesuai dengan visi-misi

Rumah Sakit, dapat diterapkannya proses keperawatan, efisien dan efektif

dalam penggunaan biaya, terpenuhinya kepuasan klien, keluarga dan

masyarakat, kepuasan kerja perawat dan terlaksananya komunikasi yang

adekuat.

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan salah satu rumah sakit

sakit pemerintah terbesar dan terlengkap di Indonesia Timur dengan visi


10

menjadi Rumah Sakit dengan Layanan Berstandar Internasional, dimana

bidang pelayanan keperawatan sebagai salah satu wadah struktural

dalam jajaran direktorat medik dan keperawatan yang memiliki peran dan

fungsinya sebagai manajemen tertinggi dalam pengelolaan pelayanan

keperawatan.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya bidang pelayanan

keperawatan memerlukan sumber daya yang handal dan professional

dibidang keperawatan dan bertanggung jawab / tanggung gugat terhadap

terlaksananya misi bidang keperawatan salah satunya yaitu, menerapkan

system pemberian pelayanan keperawatan professional (SP2KP) dan

berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas mutu keperawatan Rumah sakit

Umum Wahidin Sudirohusodo menerapkan SP2KP dengan metode

asuhan keperawatan menggunakan metode Tim (berdasarkan rujukan

kondisi SDM bagian Perawatan RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo)

Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992) menunjukkan

bahwa metode tim jika dilakukan dengan benar merupakan metode

pemberian asuhan yang tepat untuk meningkatkan pemanfaatan tenaga

keperawatan yang bervariasi kemampuannya dalam memberikan asuhan

keperawatan.

Berdasarkan data dan laporan dari bagian penjaminan mutu,

bahwa pelaksanaan implementasi pasien safety belum terlaksana secara

sempurna (lihat tabel 1.1) dan masih didapatkan banyak insiden yang

tidak diharapkan (lihat tabel 1.2 dan 1.3), hal ini dikarenakan Implementasi
11

sasaran keselamatan pasien belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan

yang diharapkan.

Tabel 1.1 Pelakasanaan Enam International Patient Safety Goals (IPSG)


RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo
Januari-Mei 2013
Enam Sasaran Standar
Realita
Pasien safety pelaksanaan
IPSG I 100 % 99,7 %
IPSG II 100 % 65%
IPSG III 100 % 70.06%
IPSG IV 100 % 65.1 %
IPSG V 85 % 58.5 %
IPSG VI 100 % 58.5 %
Sumber : Laporan Tim KPRS.WS Tahun 2011-2012
Pelaksanaan IPSG I tentang identifikasi pasien berdasarkan data

yang kami dapatkan dari bulan januari-mei 2013 99,7 % (standar 100 %),

IPSG II komunikasi yang baik / instruksi lisan dilakukan secara benar

dengan procedure read back 65% (standar 100%) , IPSG III manajemen

pengobatan 70.06% (standar 100%), IPSG IV manajemen asuhan

perioperatif 65.1 % (standar 100%), IPSG V pencegahan infeksi 58.5 %

(standar 85 %), IPSG VI pencegahan pasien jatuh 58.5 % (standar 100%)

Tabel 1.2 Laporan Insiden Patient Safety menurut tipe insiden di


RS.DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2011-2012

2011 2012 JENIS INSIDEN


Presentase

Presentase

SPM
JUMLAH
Jumlah

Jumlah

N TIPE K K 129
K
O INSIDEN T N Th.2008
S
D C

1 Pasien 100%
Jatuh 8 8,89 11 13,3 19 - - 19 tidak
terjadi
2 Kesalahan 100%
Apotik 12 13,3 10 12,1 22 - 22 tidak
memberi terjadi
12

2011 2012 JENIS INSIDEN

Presentase

Presentase
SPM

JUMLAH
Jumlah

Jumlah
N TIPE K K 129
K
O INSIDEN T N Th.2008
S
D C

kan obat

3 Hasil 100%
Laboratori- tidak
1 1,11 1 1,20 - 2 - 2
um terjadi
tertukar
4 Salah 100%
melakukan 3 3,33 2 2,41 4 1 - 5 tidak
tindakan terjadi
6 Salah area 100%
operasi 0 0 1 1,20 1 - - 1 tidak
terjadi
7 Salah 100%
Melak tidak
0 0 3 3,61 - 3 - 3
sanakan terjadi
Instruksi
Sumber : Laporan Tim KPRS.WS Tahun 2011-2012

Dengan melihat tabel I di atas, dapat kita lihat angka-angka

kejadian KTD, KNC tahun 2011 dan 2012. Kejadian Pasien Jatuh dengan

jumlah kasus 19, berdasarkan SPM Kepmenkes 129 tahun 2008 100%

tidak adanya kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan / kematian.

Kesalahan dalam memberikan obat sebanyak 22 berdasarkan SPM

Kepmenkes 129 tahun 2008, sebaiknya 100% tidak adanya kesalahan

dalam pemberian obat, Kesalahan dalam memberikan instruksi 3 orang

berdasarkan SPM Kepmenkes 129 tahun 2008 100% tidak terjadi

kesalahan dalam melaksanakan instruksi, kesalahan dalam memberikan

tindakan 5 orang berdasarkan SPM Kepmenkes 129 tahun 2008 100%

tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan tindakan. Tertukarnya


13

pemeriksaan hasil penunjang (baik hasil laboratorium dan foto thoraks)

berdasarkan SPM Kepmenkes 129 tahun 2008 100% tidak terjadi

kesalahan dalam melaksanakan meskipun prosentasenya kecil dan terjadi

penurunan, yaitu tahun 2008: 3,10%, 2009: 1,22% dan 0% pada tahun

2010, yang seharusnya 100% tidak terjadi kesalahan pemberian hasil

laboratorium (spm 129 tahun 20018). Setelah dilakukan analisis, ternyata

sebagai faktor penyebab langsung insiden adalah petugas tidak

mencocokkan identitas pasien yang ada di berkas rekam medik dengan

gelang identitas pasien pada saat memberikan hasil laboratorium atau

hasil foto, sebagai faktor yang melatar belakangi insiden tersebut adanya

faktor tergesa-gesa dari petugas oleh karena masih banyaknya

permintaan hasil yang belum diproses. Akibat adanya kesalahan ini

petugas mendapatkan komplain dari keluarga pasien karena hasil yang

diterima tidak sesuai dengan kondisi pasien (Laporan Tim KPRS.WS

Tahun 2011-2012).

Tabel 1.3 Laporan Insiden Patient Safety menurut tipe insiden


RSUP DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun 2013

N Tipe Insiden SPM 129


Jenis Insiden Jumlah %
O KTD KNC Thn 2008
100% tidak
1 Jatuh 9 9 16,4
terjadi
Salah pemberian 100% tidak
2 6 6 10,9
obat terjadi
Sumber : Laporan Tim KPRS.WS Tahun 2013

Berdasarkan data tabel II di atas dapat kita lihat bahwa Periode

Bulan Januari-september tahun 2013, Insiden kedua terbanyak adalah

kejadian jatuh yakni 16,4 %, yang lebih banyak disebabkan oleh


14

pengaman tempat tidur yang rusak dan lantai licin berdasarkan spm 129

tahun 2008 seharusnya 100% tidak terjadi pasien jatuh. Assesmen resiko

jatuh sebagai salah satu bentuk implementasi 6 tujuan keselamatan

pasien yang terdokumentasi dalam rekam medis pasien dan pemberian

alert resiko jatuh pada gelang identitas dan tempat tidur pasien

merupakan langkah identifikasi untuk melakukan intervensi penanganan

pasien selain edukasi yang diharapkan dapat mengurangi kejadian jatuh.

Kesalahan pemberian obat menempati urutan ketiga KTD yang

terjadi di Rumah Sakit, yakni sebesar 10,9% berdasarkan spm 129 tahun

2008 seharusnya 100% tidak terjadi.

Instalasi rawat inap Palem dan Lontara II, berdasarkan data yang

ada jumlah insiden yang berkaitan dengan tindakan keperawatan 3 tahun

terakhir. Insiden Instalasi RI Palem 2011, KNC : 2 orang, KTD 5 orang,

2012, KNC 1, KTD 4 orang, dan tahun 2013, KNC : tidak ada, KTD 6

orang sedangkan insiden di instalasi RI Lontara II, KNC : tidak ada, KTD 1

orang, 2012, KNC 3 orang, KTD 13 orang, dan tahun 2013, KNC : 2

orang, KTD 5 orang. Menurut salah satu bagian penjaminan mutu RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo, data yang ada berdasarkan data yang

terlaporkan, dan masih terdapat berbagai insiden yang belum terlaporkan,

karena budaya melapor belum terlaksana dengan baik.

Di RS.DR.Wahidin Sudirohusodo meskipun data tentang adverse

event belum tercatat dengan pasti namun beberapa kejadian yang

berakhir dengan tuntutan oleh pasien/keluarga pasien telah dilaporkan.


15

Meskipun tuntutan tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan

namun merupakan masalah dalam bidang pelayanan. Juga seringnya

Rumah sakit dikomplain secara langsung maupun melalui media massa

telah mencerminkan bahwa masih perlunya upaya pembenahan untuk

mencegah adverse event tesebut (Laporan Tim KPRS.WS Tahun 2011-

2012)

Secara umum pelayanan RS terdiri dari pelayanan rawat jalan dan

rawat inap. Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan terhadap pasien

RS yang menempati tempat tidur perawatan karena keperluan observasi,

diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.

Secara umum pelayanan rawat inap RS dibagi menjadi beberapa kelas

perawatan yaitu: VIP, Kelas I, Kelas II dan III, serta dibedakan atas

beberapa ruang atau bangsal perawatan. (Direktorat Rumah Sakit Umum

dan Pendidikan)

Pelayanan rawat inap merupakan pelayanan medis yang utama di

RS dan merupakan tempat untuk interaksi antara pasien dan RS

berlangsung dalam waktu yang lama. Pelayanan rawat inap melibatkan

pasien, dokter dan perawat dalam hubungan yang sensitif yang

menyangkut kepuasan pasien, mutu pelayanan dan citra RS. Semua itu

sangat membutuhkan perhatian pihak manajemen RS. (Goodler, 1996)

Berbagai kegiatan yang terkait dengan pelayanan rawat inap di

rumah sakit yaitu, penerimaan pasien, pelayanan medik (dokter),

pelayanan perawatan oleh perawat, pelayanan penunjang medik,


16

pelayanan obat, pelayanan makan, serta administrasi keuangan.

(Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan)

Dengan terjadinya berbagai insiden yang tidak diharapkan di

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo terjadi, sehingga pihak manajemen

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo melakukan berbagai strategi dalam

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. salah satu upaya yang

dilakukan dalam memaksimalkan penerapan pasien safety dengan

menerapkan SP2KP di bagian keperawatan.

Penerapan SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional) belum terlaksana sepenuhnya pada semua Instalasi Rawat

Inap. Berangkat dari kasus inilah sehingga peneliti berkeinginan untuk

meneliti tentang Analisis pengaruh penerapan SP2KP (Sistem pemberian

Pengembangan keperawatan Profesional) terhadap pelaksanaan pasien

safety pada bagian instalasi rawat inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo.

B. Kajian Masalah

Asuhan Kepuasan
Pelaksanaan
Perawat Keperawatan
Pasien Safety
Pasien dan
Profesional Petugas

Conference
Operan Jaga
Orientasi
Pasien Baru
Ronde
Keperawatan
17

Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk

meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat diantaranya melalui

program Keselamatan Pasien dimana World Health Organization (WHO)

telah memulainya pada tahun 2004. Terjadinya insiden keselamatan

pasien di suatu rumah sakit, staf dan pasien pada khususnya karena

sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan lainnya

adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan keperawatan yang

diberikan, karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu

(Flynn, 2002 dalam Cahyono, 2008)

Keselamatan pasien menurut WHO adalah tidak adanya bahaya

yang mengancam kepeada pasien selama proses pelayanan

kesehatan(Word Health Organization). Keselamatan pasien identik

dengan kualitas pelayanan, karena semakin baik kualitas layanan maka

keselamatan akan semakin baik. Standar akreditasi rumah sakit versi

2012 mengacu pada pasien centered, patient safety good governance,

dan MDGs, dengan 80% muatan standar adalah patient safety(Swensen

dkk. 2013).

Perlunya peningkatan mutu pelayanan dalam bidang keperawatan,

karena proporsi tenaga perawat di sarana kesehatan merupakan proporsi

terbesar bila dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, dimana

diagnosa penyakit dan pengobatan ke paradigm sehat yang lebih holistic

yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai
18

fokus pelayanan (Cohen, 1996), maka perawat berada sebagai posisi

kunci dalam informasi kesehatan ini. Hal ini ditopang oleh kenyataan

bahwa 40%-75% pelayanan di rumah sakit merupakan pelayanan

keperawatan (Gillies, 1994), (Swasnsburg & Swansburg 1999) dan hampir

semua pelayanan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit baik di

rumah sakit maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain dilakukan oleh

perawat.

Perawat merupakan petugas kesehatan yang mempunyai peranan

sangat penting dalam proses pengobatan pasien. Perawat memiliki peran

yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien

dengan mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pelayanan

selama menjalani keperawatan. Perawat berusaha membantu klien dalam

membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan yang

sedang dijalaninya, memberikan pendidikan kepada pasien dan

keluarganya setiap pelayanan yang diberikan turut serta bertanggung

jawab dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan yang diberikan

bersama dengan tenaga kesehatan lain (Dede Sri Mulyana, 2013)

Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan profesional bersifat

humanistis, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan

ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien,

mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika

keperawatan sebagai tuntutan utama. Profesionalisasi keperawatan

merupakan proses dinamis dimana profesi yang telah terbentuk


19

mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan

tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat (Nursalam, 2011).

Perubahan dalam bidang keperawatan, salah satunya adalah

dalam system pemberian asuhan keperawatan. Keberhasilan suatu

asuhan keperawatan kepada pasien sangat ditentukan oleh pemilihan

metode pemberian asuhan keperawatan professional untuk dapat

diimplementasikan dalam ruang keperawatan. Dengan semakin

meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan dan

tuntutan perkembangan IPTEK, maka system pemberian asuhan

keperawatan harus efektif dan efisien (Nursalam, 2011).

SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap

unit ruang rawat di rumah sakit. SP2KP ini merupakan suatu system

pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat yang dapat

memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang

baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan diatur secara profesional (Sitorus, 2011).

Pelaksanaan asuhan keperawatan profesional termasuk

pelaksanaan conference, Operan jaga / timbang terima pasien, Orientasi

Pasien baru dan Ronde keperawatan.

Hasil riset tentang kelebihan dari implementasi model praktik

keperawatan profesional di dunia secara umum antara lain berhubungan


20

dengan patient outcomes, menurunkan angka kematian di rumah sakit,

tapi tidak di ICU menurunkan angka kesalahan medikasi, menurunkan

angka pasien jatuh (Seago, 2004). Sedangkan hasil penelitian yang

berkaitan dengan MPKP di Indonesia banyak berhubungan erat dengan

penurunan beban kerja perawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

Jakarta (Tambunan, 2002), meningkatkan efektifitas komponen

kepemimpinan (peningkatan kemampuan, kesadaran diri, komunikasi,

tujuan, energi dan kreatifitas (Heriyanto, 2003), meningkatkan kepuasan

pasien dari segi tangible, reliability, responsiveness, assurance and

empathy di ruang rawat dengan MPKP lebih tinggi dibandingkan dengan

ruang Non MPKP (Suparman, 2003), menurunkan tingkat ketergantungan

pasien dan menurunkan lama waktu perawatan rata-rata yang gukup

singkat (9 hari) di ruang perawatan jiwa RSMM (Wardani., dkk. 2003).

Beberapa penelitian memberikan manfaat bagi pasien dan profesi

keperawatan (Achmad, 2009)

Salah satu upaya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan pre conference

saat pergantian dinas atau shift. Pre conference dapat mempertahankan

rencana asuhan keperawatan sesuai rencana sehingga asuhan

keperawatan dalam berjalan efektif, Hasil penelitian ini adalah

pelaksanaan pre conference sebagian besar dalam kategori baik yaitu 46

orang (92%). Pelaksanaan dokumentasi asuhan keperawatan sebagian

besar dalam kategori baik yaitu 46 orang (92%). Ada hubungan yang
21

signifikan antara pelaksanaan pre conference Dengan Pelaksanaan

Dokumentasi Asuhan Keperawatan (p = 0,001 < 0,05).

Pre dan Post Conference : Secara umum tujuan konferensi adalah

untuk menganalisa masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan

alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi

lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana

antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam pemberian

asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk

menghasilkan perubahan non kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu

koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak

terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi pemberi

asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).

Timbang terima pasien / operan jaga termasuk pada sasaran

keselamatan pasien yang tertuang dalam PMK No. 1691/MENKES/

PER/VIII/2011 yang kedua yaitu peningkatan komunikasi yang efektif.

Timbang terima pasien adalah suatu cara dalam memberikan laporan dari

perawat setiap shift sebelumnya baik itu shift pagi, siang ataupun malam

kepada perawat shift selanjutnya tentang kejadian dan perawatan yang

telah diberikan dan dijalankan. Hasil penelitian menunjukkan, kategori

kurang baik mengenai penerapan timbang terima pasien oleh responden

ada 36,7% dan kategori baik ada 63,3%. Data pada penerapan

keselamatan pasien, ada 28,3% responden yang termasuk pada kategori


22

kurang baik dan ada 71,7% responden yang termasuk pada kategori baik.

Hasil analisis bivariat menunjukkan p=0,000 (α<0,05).

Mengorientasi pasien dan keluarga merupakan kewajiban perawat

ketika pasien baru masuk rumah sakit sehingga pasien patuh terhadap

aturan yang berlaku di rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan

pelaksanaan orientasi baik pada kontrol (83.3%) intervensi I (93.3%)

intervensi II (96.7%). Waktu pelaksanaan orientasi baik pada kontrol

(63,7%) intervensi I (93.3%) dan intervensi II (96.7%). Kepatuhan pasien

pada kontrol (30%) intervensi I (46%) intervensi II (90%). Ada hubungan

pelaksanaan orientasi dengan kepatuhan pasien/keluarga pada intervensi

II (p=0.02), ada hubungan waktu orientasi dengan kepatuhan

pasien/keluarga pada pasien intervensi I (p=0.001), ada perbedaan

pelaksanaan orientasi pada kontrol dengan intervensi I (p<0.01), ada

perbedaaan pelaksanaan orientasi pada kontrol dengan intervensi II

(p<0.01), ada perbedaan waktu orientasi pada kontrol dengan intervensi II

(p<0.01), ada perbedaan waktu orientasi pada intervensi I dengan

intervensi II (p=0.022), ada perbedaan kepatuhan pada kontrol dengan

intervensi II (p<0.01), ada perbedaan yang bermakna kepatuhan pada

intervensi I dengan intervensi II (p<0.01).

Ronde Keperawatan merupakan strategi yang layak digunakan

untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat didasarkan atas status

profesional, otonomi, persyaratan tugas, serta interaksi. Hasil penelitian

menujukkan ada pengaruh yang bermakna ronde keperawatan terhadap


23

tingkat kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap. hasil penelitian lain

dapat di lihat hasil penelitian diketahui 21 orang (70%) klien menyatakan

cukup puas, 9 orang (30%) kurang puas sebelum dilakukan ronde

keperawatan. Terdapat 8 orang (26,7%) klien menyatakan puas, 22 orang

(73,3%) cukup puas sesudah diberikan ronde keperawatan (Anggraini,

2012). Hasil penelitian lain juga menunjukkan adanya pengaruh yang

bermakna ronde keperawatan terhadap tingkat kepuasan kerja perawat

pelaksana di ruang rawat inap (p= 0,004 =0,05), dengan subvariabel

status profesional meningkat secara bermakna setelah dilakukan ronde

keperawatan (p=0,03 =0,05) (Nasrun, 2013). Ronde keperawatan

merupakan strategi yang layak digunakan untuk meningkatkan kepuasan

kerja perawat didasarkan atas status profesional, otonomi, persyaratan

tugas, serta interaksi (Zainuddin, 2012).

C. Rumusan Masalah

Hasil studi pendahuluan menemukan Pelaksanaan SP2KP

merupakan upaya untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan

sehingga pelayanan keperawatan menjadi efektif dan efisien (Budi, 2009)

Rumah Sakit Umum dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan Rumah

sakit pusat rujukan yang bertaraf internasional, dalam upaya peningkatan

mutu pelayanan keperawatan rumah sakit ini menerapkan model asuhan

keperawatan professional yang dikenal dengan istilah SP2KP (system

pelayanan keperawatan profesional) dengan menggunaka metode Tim.


24

Berdasarkan data dari bagian penjaminan mutu, bahwa masih

didapatinya insiden yang tidak diharapkan (lihat tabel I dan II), dan

pelaksanaan implementasi pasien safety belum mencapai standar

pelaksanaan

Hal ini menunjukkan implementasi pasien safety belum

dilaksanakan sepenuhnya dan mutu pelayanan keperawatan yang masih

rendah (data sekunder bagian Penjaminan Mutu dan Kualitas. RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo). Oleh karena itu pihak Rumah Sakit kemudian

menerapkan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional

dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan dalam implementasi pasien

safety.

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah analisis Pengaruh SP2KP dan (Sistem pemberian Pelayanan

keperawatan Profesional) terhadap Pelaksanaan pasien safety pada

bagian instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo 2014

1. Bagaimana Pengaruh penerapan Pre Conference terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara

II ?

2. Bagaimana Pengaruh penerapan Post Conference terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara

II ?
25

3. Bagaimana pengaruh Orientasi pasien terhadap pelaksanaan Pasien

Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II ?

4. Bagaimana Pengaruh Operan jaga terhadap pelaksanaan Pasien

Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II ?

5. Bagaimana Pengaruh Ronde Keperawatan terhadap pelaksanaan

Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh SP2KP (Sistem

pemberian Pengembangan keperawatan Profesional) terhadap

pelaksanaan pasien safety pada bagian instalasi rawat inap PALEM dan

Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo

2. Tujuan kusus

1. Menganalisis Pengaruh penerapan Pre Conference terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan

Lontara II ?

2. Menganalisis Pengaruh penerapan Post Conference terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan

Lontara II ?

3. Menganalisis Pengaruh penerapan Orientasi pasien terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan

Lontara II ?
26

4. Menganalisis Pengaruh penerapan Operan jaga terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan

Lontara II ?

5. Menganalisis Pengaruh penerapan Ronde Keperawatan terhadap

pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem dan

Lontara II ?

E. Kegunaan Penelitian

Manfaat penelitian dapat disampaikan sebagai berikut :

1. Manfaat bagi magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UNHAS Makassar

Diharapkan penulisan ini dapat memperkaya bahasan dalam

peningkatan mutu Asuhan pelayanan keperawatan profesional tentang

analisis Pengaruh penerapan SP2KP (Sistem pemberian pelayananan

keperawatan Profesional) terhadap implementasi pasien safety pada

bagian instalasi rawat inap RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo.

2. Manfaat bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi dalam upaya peningkatan dan pengembangan manajemen

mutu pelayanan asuhan keperawatan, dalam penerapan SP2KP

(Sistem pemberian Pengembangan keperawatan Profesional) terhadap

implementasi pasien safety pada bagian instalasi rawat inap RSUP dr.

Wahidin Sudirohusodo.

3. Manfaat bagi peneliti


27

Menambah wawasan, tsaqofah keilmuan dan pengalaman bagi

peneliti tentang program peningkatan mutu asuhan pelayanan

keperawatan terhadap implementasi pasient safety, melalui penerapan

SP2KP di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

F. Ruang Lingkup / Batasan Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah ruang lingkup SP2KP (Sistem

pemberian Pengembangan Keperawatan Profesional) dan Pelaksanaan

pasient safety.

G. Sistematika Dan Organisasi

Dalam memberikan gambar yang menyeluruh dan memudahkan dalam

memaham isi penelitian, maka secara garis besar sistematika proposal

tesis terdiri dari :

BAB I :

Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup / batasan penelitian

penelitian, daftar istilah dan organisasi / sistematika penulisan

BAB II :

Tinjauan pustaka, berisi landasan teori yang berhubungan dengan

penelitian, kerangka teoritis, kerangka konseptual, hipotesis dan definisi

operasional
28

BAB III :

Metode penelitian, berisi tentang rancangan penelitian, lokasi dan waktu

penelitian, populasi dan tehnik sampel, Jenis dan Sumber Data, instrumen

dan pengumpul data dan metode analisis data.

BAB VI :

Gambaran umum RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo, Hasil Penelitian dan

Pembahasan

BAB V :

Kesimpulan dan Saran


29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mutu pelayanan keperawatan

Mutu pelayanan keperawatan klinik merupakan komponen penting

dalam system pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada klien. Mutu

sendiri merupakan kemampuan dari suatu produk atau pelayanan dalam

memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelanggan (Heizer dan Render, 2001).

Berkaitan dengan pelayanan keperawatan, mutu mempunyai arti caring

yang merupakan focus atau inti dari keperawatan, mutu bersifat relative

untuk setiap klien, bersifat dinamis dan selalu berubah dari waktu ke

waktu, berupa kepuasan yang harus dicapai sesuai dengan standar

operasional, merupakan pengawasan dimana diperlukan dalam

lingkungan yang kompetitif dan merupakan tantangan yang harus diterima

dan dipenuhi oleh keperawatan (Depkes RI, 2008). Tanggung jawab mutu

dalam keperawatan mencakup tiga komponen yaitu hasil dari asuhan

keperawatan, penampilan kinerja professional perawat dan pembiayaan

keperawatan.

Menurut Wijono (1999) faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi

mutu pelayanan kesehatan adalah kompetensi teknik yang terkait dengan

kemampuan ketrampilan dan penampilan pemberi pelayanan, akses atau

keterjangkauan pelayanan, efektifitas, hubungan antar manusia yang

merupakan interaksi antara pemberi pelayanan dengan pasien, sesama


30

tim kesehatan, maupun hubungan antara atasan dan bawahan. Hubungan

antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan, kredibilitas

dengan rasa saling menghargai, menjaga rahasia, menghormati,

responsive dan memberikan perhatian. Faktor yang lain yang juga dapat

mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan adalah efisiensi sumber daya

dan kesinambungan pelayanan di mana pasien akan mendapatkan

pelayanan kesehatan yang lengkap, dan mempunyai akses kepada

pelayanan yang dibutuhkan karena riwayat kesehatannya diketahui. Tidak

adanya kesinambungan pelayanan akan mengurangi efisiensi dan mutu

hubungan antar manusia.

Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan

kesehatan di Rumah Sakit di mana mutu pelayanan keperawatan harus

dikelola dengan sebaik-baiknya karena pelayanan keperawatan utamanya

di Instalasi Rawat Inap dapat menjadi indikator mutu pelayanan Rumah

Sakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2000)

menunjukkan bahwa gambaran mutu pelayanan keperawatan di berbagai

Rumah Sakit Pemerintah di Indonesia belum memuaskan, dan terdapat

beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya mutu asuhan

keperawatan, jika ditinjau dari aspek struktur dan proses (sistem)

pemberian asuhan keperawatan. Sistem pemberian asuhan keperawatan

(care delivery system) merupakan metode yang digunakan dalam

memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. (Sitorus 2006)


31

Masalah yang dihadapi saat ini adalah belum terbentuknya layanan

keperawatan professional sehingga layanan yang diberikan belum sesuai

dengan tuntutan standar profesi. Untuk mengatasi masalah tersebut

diperlukan sistem pemberian asuhan keperawatan, salah satunya melalui

pengembangan Model Praktik Keperawatan Profesional atau lebih dikenal

dengan SP2KP (system pemberian pelayanan keperawatan profesonal).

Model ini menekankan pada kualitas kinerja tenaga keperawatan yang

berfokus pada nilai profesionalisme antara lain melalui penetapan dan

fungsi setiap jenjang tenaga keperawatan, sistem pengambilan

keputusan, system penugasan dan sistem penghargaan yang memadai.

Mutu pelayanan adalah tanggung jawab bersama, setiap individu

yang berkaitan langsung dengan pelayanan, mutu tidak saja menjadi

tanggung jawab perawat pelaksana yang langsung berhadapan dengan

pasien, tetapi juga menjadi tanggung jawab manajer. Kepala Ruang

adalah manajer operasional yang merupakan pimpinan yang secara

langsung mengelola seluruh sumber daya di unit perawatan dan ikut

bertanggungjawab dalam menghasilkan pelayanan yang bermutu.

Untuk mewujudkan pelayanan keperawatan yang bermutu

memerlukan sumber daya perawat yang didukung oleh komitmen,

motivasi dan faktor eksternal lain seperti kebijakan organisasi,

kepemimpinan, struktur organisasi, system penugasan dan pembinaan.

(Sub Direktorat Keperawatan. Jenjang Karir Perawat. Departemen

Kesehatan RI.Jakarta 2004.)


32

B. Standar Manajemen Pelayanan Keperawatan

Pelayanan keperawatan adalah pelayanan kesehatan yang

didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang mencakup bio-

psikososio- spiritual yang komphrehensif ditujukan kepada individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat, baik sehat maupun sakit yang

meliputi peningkatan derajat kesehatan, pencegahan penyakit,

penyembuhan dan pemulihan kesehatan dan menggunakan proses

keperawatan. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001)

Pelayanan keperawatan di Rumah Sakit adalah pelayanan

professional yang diselenggarakan untuk melayani kebutuhan

masyarakat, khususnya dalam bidang keperawatan yang dikelola melalui

pelayanan rawat inap. Untuk dapat menjamin mutu pelayanan,

keperawatan perlu dikelola secara professional berdasarkan pada standar

yang telah ditetapkan. Departemen Kesehatan telah menyusun Standar

Manajemen Pelayanan Keperawatan untuk Rumah Sakit dan Sarana

Kesehatan lainnya yang menjadi acuan bagi para manajer keperawatan

dalam melakukan pengelolaan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.

Manajemen pelayanan keperawatan merupakan suatu proses perubahan

atau transformasi dari sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan

pelayanan keperawatan melalui pelaksanaan fungsi perencanaan,

pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan evaluasi dan

pengendalian mutu pelayanan keperawatan (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2001).


33

Perencanaan pelayanan merupakan fungsi utama pengelolaan dan

landasan kegiatan dalam upaya mencapai tujuan pelayanan, perencanaan

disusun berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data dar seluruh

sumber daya (manusia, fasilitas, peralatan dan dana) dan kegiatan

pelayanan yang ada. Pengorganisasian adalah pengaturan sumber daya

melalui integrasi dan koordinasi untuk menjamin kesinambungan

pelayanan secara efektif dan efisien. Pengaturan ketenagaan adalah

pendayagunaan tenaga keperawatan sesuai kompetensi dan potensi

pengembangan untuk terlaksananya pelayanan yang bermutu.

Pengarahan dalam pelayanan keperawatan merupakan kegiatan

yang terstruktur untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui

kemampuan interpersonal manajer dalam memotivasi dan membimbing

staf sehingga dapat meningkatkan kinerja. Evaluasi pelayanan adalah

kegiatan yang dilakukan secara obyektif sebagai upaya yang dapat

mendorong terjadinya perubahan perkembangan sistem dalam

peningkatan mutu pelayanan. Pengendalian mutu pelayanan keperawatan

adalah upaya pemantauan yang berkesinambungan yang diperlukan

untuk menilai mutu pelayanan keperawatan.

Prinsip dasar mutu pelayanan, ada empat prinsip utama dalam

manajemen mutu (Djuhaeni, 2000)

a. Kepuasan pelanggan

Konsep mengenai kualitas dan pelanggan mengalami perluasan.

Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi


34

tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu

sendiri meliputi pelanggan internal, pelanggan eksternal dan intermediate.

Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek

termasuk di dalamnya harga, kenyamanan, keamanan, dan ketepatan

waktu.

b. Penghargaan terhadap setiap orang

Dalam organisasi kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai

individu yang memiliki bakat dan kreativitas tersendiri yang unik. Dengan

demikian karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling

bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan

dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan

berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.

c. Manajemen berdasarkan fakta

Organisasi kelas dunia berorientasi fakta. Maksudnya bahwa setiap

keputusan selalu didasarkan pada data dan informasi, bukan sekedar

perasaan (Feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hat ini.

Pertama, penjenjangan prioritas (prioritization) yakni suatu konsep bahwa

perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang

bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena

itu, dengan menggunakan data dan informasi maka manajemen dan tim

dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu

yang vital. Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja

manusia. Data statistki dapat memberikan gambaran mengenai sistem


35

organisasi, dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari

setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

d. Perbaikan berkesinambungan

Agar dapat sukses, setiap organisasi perlu melakukan proses

secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan.

Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-check-action),

yang terdiri dari langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan rencana,

pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap

hasil yang diperoleh.

C. SP2KP (Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional)

SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap

unit ruang rawat di rumah sakit. SP2KP ini merupakan suatu system

pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat yang dapat

memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang

baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan diatur secara profesional (Sitorus, 2011).

SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan di

setiap unit ruang rawat di rumah sakit. Komponennya terdiri dari: perawat,

profil pasien, sistem pemberian asuhan keperawatan, kepemimpinan,

nilai-nilai profesional, fasilitas, sarana prasarana (logistik) serta


36

dokumentasi asuhan keperawatan (Direktorat Bina Pelayanan

Keperawatan DEPKES RI, 2009).

Profesionalisme dalam keperawatan bertujuan untuk menjamin

kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat. Pada

hakekatnya profesionalisme dalam keperawatan didasarkan pada

pemahaman adanya suatu landasan ilmiah yang spesifik dan menjadi

dasar pada praktek keperawatan, disertai dengan adanya kemampuan

tenaga keperawatan untuk melaksanakan praktek keperawatan tersebut

dan diterapkan untuk kesejahteraan manusia (Logan, 2002). Sedangkan

pelayanan keperawatan professional pada dasarnya memberi penekanan

pada kualitas dan akontabilitas dari pelayanan keperawatan yang

diberikan kepada masyarakat.

Profesionalisme dalam keperawatan dicapai melalui penerapan

standar pendidikan keperawatan bagi tenaga keperawatan; penerapan

standar praktek keperawatan serta kesadaran untuk menerapkan kode

etik keperawatan dalam asuhan / pelayanan keperawatan (Australian

Nursing Counsil INC, 1997). Disamping hal tersebut, dalam

pelaksanaannya profesionalisme keperawatan memerlukan dukungan

sistem regulasi dalam profesi keperawatan yang berfungsi memberikan

suatu jaminan (kontrol) kepada publik / masyarakat bahwa pelayanan

keperawatan diberikan oleh perawat yang kompeten (sesuai dengan

levelnya), serta akontable untuk pelayanan keperawatan yang

diberikannya tersebut (Jhonstone,1998). Berkaitan dengan


37

profesionalisme tenaga keperawatan, pemerintah melalui kepmenkes

No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang praktek keperawatan dan registrasi

keperawatan menggariskan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti

perawat dalam menjalankan praktek keperawatan.

Praktik keperawatan profesional mencakup kegiatan-kegiatan mulai

dari yang sangat sederhana hingga komplek. Praktik keperawatan

dilakukan dengan mengutamakan kualitas, efektifitas dan efisiensi, agar

tetap terjangkau oleh masyarakat serta berfokus pada keselamatan Klien.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan untuk tindakan keperawatan

yang sederhana dan tidak berisiko, Ners dapat bekerja sama dengan

perawat vokasi (Standar Kompetensi Perawat Indonesia 2012,

www.hpeq.dikti.go.id)

Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga

kesehatan untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat

diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu

usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional

tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional

(MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian

asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian

asuhan tersebut. MPKP yang sekarang dikenal dengan istilah SP2KP

sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP/SP2KP, perawat

dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak


38

masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang

dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.

Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan

selama tiga puluh lima tahun terakhir ini, yang meliputi keperawatan

fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan

manajemen kasus. Setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk

menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara

ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori

pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan

pasien , Usia, Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan

terapi yang dilakukan (Bron , 1987). Pelayanan yang profesional identik

dengan pelayanan yang bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan

keperawatan dalam melakukan kegiatan penerapan standart asuhan

keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam kelompok

keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya

metode penugasan tenaga keperawatan agar dapat dilaksanakan secara

teratur, efesien tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan ketrampilan

dan motivasi kerja. Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan

keperawatan ada enam macam, yaitu: model kasus, model fungsional,

model tim, model primer, model manajemen perawatan, dan model

perawatan berfokus pada pasien.


39

1. Metode Fungsional

Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada

penyelesaian tugas dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk

melakukan tugas tertentu untuk dilaksanakan kepada semua pasien yang

dirawat di suatu ruangan. Model ini digambarkan sebagai keperawatan

yang berorientasi pada tugas dimana fungsi keperawatan tertentu

ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat hanya

melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien

dibangsal. Misalnya seorang perawat bertanggung jawab untuk pemberian

obat-obatan, seorang yang lain untuk tindakan perawatan luka, seorang

lagi mengatur pemberian intravena, seorang lagi ditugaskan pada

penerimaan dan pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi dan tidak

ada perawat yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang

pasien.

Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat.

Perawat senior menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan

perawat pelaksana pada tindakan keperawatan. Penugasan yang

dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria efisiensi, tugas

didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing perawat

dan dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu

mengidentifikasm tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan

perawat yang akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang

dimaksud. Model fungsional ini merupakan metode praktek keperawatan


40

yang paling tua yang dilaksanakan oleh perawat dan berkembang pada

saat perang dunia kedua.

Kelebihan :

a. Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu

singkat dengan pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang

baik

b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga

c. Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja

d. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.

e. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang

berpengalaman untuk tugas sederhana.

f. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik

yang melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.

Kelemahan :

a. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga

kesulitan dalam penerapan proses keperawatan.

b. Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas

pekerjaan.

c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan

ketrampilan saja

d. Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.

e. Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat

f. Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk


41

Kepala Ruang

Perawat Perawat Perawat : Perawat :


Pengobatan Merawat Luka Pengobatan Merawat Luka

Pasien

Gambar 2.1 : Sistem pemberian asuhan keperawatan fungsional (Marquis


& Huston, 1988)

2. Metode Tim

Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan

dengan menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat.

Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman

kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse).

Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok /

ketua group dan ketua group bertanggung jawab dalam mengarahkan

anggota group / tim. Selain itu ketua group bertugas memberi pengarahan

dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta

membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani

kesulitan dan selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang

tentang kemajuan pelayanan / asuhan keperawatan terhadap klien.

Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat

berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim

dapat menyatukan perbedaan katagori perawat pelaksana dan sebagai

upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat penggunaan model

fungsional. Pada model tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan


42

keperawatan untuk sekelompok pasien di bawah arahan/pimpinan

seorang perawat profesional (Marquis & Huston, 2000).

Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan

dapat bekerja bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional.

Penugasan terhadap pasien dibuat untuk tim yang terdiri dari ketua tim

dan anggota tim. Model tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap

anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam merencanakan dan

memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa

tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan

kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama

yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi

setiap anggota tim saling melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat

meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa

kebersamaan dalam setiap upaya dalam pemberian asuhan keperawatan.

Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada filosofi ketua tim

apakah berorientasi pada tugas atau pada klien. Perawat yang berperan

sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan

kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan merencanakan

perawatan klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi

arahan perawatan untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan,

mengkoordinasikan aktivitas klien. Menurut Tappen (1995), ada beberapa

elemen penting yang harus diperhatikan:


43

a. Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan

bagi

b. anggota tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.

c. Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik

atau partisipatif dalam berinteraksi dengan anggota tim.

d. Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan

kepada kelompok pasien.

e. Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses.

Komunikasi meliputi: penu!isan perawatan klien, rencana perawatan

klien, laporan untuk dan dari pemimpin tim, pentemuan tim untuk

mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik informal di antara

anggota tim. :

Kelebihan metode tim :

a. Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.

b. Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.

c. Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk

belajar.

d. Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.

e. Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang

berbeda-beda secara efektif.

f. Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat

menghasilkan sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf

secara keseluruhan, memberikan anggota tim perasaan bahwa ia


44

mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan keperawatan yang

diberikan

g. Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat

dipertanggungjawabkan

h. Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama

bertugas

Kelemahan Metode Tim :

a. Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan

supervisi anggota tim dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi

baik sebagai perawat pemimpin maupun perawat klinik

b. Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila

konsepnya tidak diimplementasikan dengan total

c. Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim

ditiadakan, sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.

d. Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu

tergantung staf, berlindung kepada anggota tim yang mampu.

e. Akontabilitas dari tim menjadi kabur.

f. Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena

membutuhkan tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.

Tanggung jawab Kepala Ruang

a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar

asuhan keperawatan.

b. Mengorganisir pembagian tim dan pasien


45

c. Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan

kepemimpinan.

d. Menjadi narasumber bagi ketua tim.

e. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang

metode/model tim dalam pemberian asuhan keperawatan.

f. Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di

ruangannya,

g. Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di

ruangannya,

h. Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang

lainnya,

i. Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya,

kemudian menindak lanjutinya,

j. Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset

keperawatan.

k. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.

Tanggung jawab ketua tim :

a. Mengatur jadwal dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala

ruangan,

b. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang

didelegasikan oleh kepala ruangan.

c. Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan

keperawatan bersama-sama anggota timnya,


46

d. Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.

e. Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan

bimbingan melalui konferens.

f. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang

diharapkan serta mendokumentasikannya.

g. Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan

asuhan keperawatan,

h. Menyelenggarakan konferensi

i. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan,

j. Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab

timnya,

k. Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,

Tanggung jawab anggota tim

a. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.

b. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah

diberikan berdasarkan respon klien.

c. Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk

meningkatkan asuhan keperawatan

d. Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.

e. Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.

f. Memberikan laporan
47

Kepala Ruang

Ketua Ketua Ketua


Tim Tim Tim

Staf Staf Staf


Perawata Perawat Perawat

Paien Pasien Pasien

Gambar 2.2 : Sistem pemberian asuhan keperawatan tim (Marquis &


Huston, 1998)

3. Metode Primer.

Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an,

menggunakan beberapa konsep dan perawatan total pasien.

Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian asuhan

keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab selama 24 jam

terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaIuasi satu atau beberapa

klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang.

Selama jam kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung

secara total untuk klien. Ketika perawat primer tidak sedang bertugas,

perawatan diberikan/didelegasikan kepada perawat asosiet yang

mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh perawat primer.

Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan

akan mengetahui bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab

perawat primer tertentu. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien.

Seorang perawat primer mempunyai kewenangan untuk melakukan

rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial masyarakat

membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah, dan lain

sebagainya.
48

Dengan diberikannya kewenangan tersebut, maka dituntut

akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.

Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang

memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang

yang diberikan direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat

primer. Metode keperawatan primer mendorong praktek kemandirian

perawat, yang ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus

menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk

merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama

pasien dirawat. Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun

komunikasi yang jelas di antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan

anggota tim kesehatan lain. Walaupun perawat primer membuat rencana

keperawatan, umpan balik dari orang lain diperlukan untuk

pengkoordinasian asuhan keperawatan klien.

Dalam menetapkan seseorang menjadi perawat primer perlu

berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, di antaranya dalam

menetapkan kemampuan asertif, self direction kemampuan mengambil

keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik, akuntabel serta

mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di negara

maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer

adalah seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi

master dalam bidang keperawatan. Karakteristik modalitas keperawatan

primer adalah :
49

a. Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan

pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan

b. Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan,

kolaborasi dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan

menyusun rencana perawatan.

c. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat

primer kepada perawat sekunder selama shift lain.

d. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia.

e. Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer

Kelebihan :

a. Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan

memungkinkan untuk pengembangan diri.

b. Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi

meningkatkan motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat

c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat

primer dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang

hospitalisasi.

d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer

operasional dan administrasi

e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan

keperawatan secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat

primer adalah memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan

ilmu pengetahuan.
50

f. Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi

tentang kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi

dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui

keadaan kliennya.

g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.

h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan

supervisi dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.

i. Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena

terpenuhi kebutuhannya secara individu.

j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.

k. Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan

perawat yang mengetahui semua tentang kliennya.

l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.

m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.

n. Metode ini mendukung pelayanan profesional.

o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga

keperawatan tetapi harus berkualitas tinggi

Kelemahan :

a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional

b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki

akontabilitas dan kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan

asuhan keperawatan untuk klien.

c. Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.


51

d. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar

yang sama.

e. Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.

Ketenagaan metode primer

a. Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”

b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer

c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal

d. Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non

professional sebagai perawat asisten


Kepala Ruang Kepala Ruang Kepala Ruang

Perawat Primer

Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana Perawat Pelaksana


Evening Night Days

Gambar 2.3 : Diagram system asuhan keperawatan primer (Marquis &

Huston, 1998)

Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer

a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer

b. Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer

c. Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten

d. Orientasi dan merencanakan karyawan baru

e. Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff

Tanggung jawab perawat primer :

a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara

komprehensif
52

b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan

c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas

d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang

diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain

e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai

f. Menyipakan penyuluhan untuk pulang

g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga

sosial dimasyarakat

h. Membuat jadual perjanjian klinis

i. Mengadakan kunjungan rumah

4. Metode Kasus

Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab

terhadap pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk

satu pasien dengan pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu.

Metode penugasan kasus biasa diterapkan untuk perawatan khusus

seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan komunitas.

Kelebihan :

a. Perawat lebih memahami kasus per kasus

b. Sistem evaluasi da

Kekurangan :

a. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab

b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar

yang sama
53

5. Metode Modifikasi Tim Primer

Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan

dengan modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono (2000),

MPKP dikembangkan beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya

manusia yang ada, antara lain adalah:

a. Model Praktek Keperawatan Profesional III

Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan

keperawatan profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga

perawat dengan kemampuan doktor dalam keperawatan klinik yang

berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing para perawat

melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan

asuhan keperawatan

b. Model Praktek Keperawatan Profesional II

Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan

profesional tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan

kemampuan spesialis keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu

tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang

asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisnya.

Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil- hasil riset dalam

memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan

satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu

melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan


54

asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang

untuk perawat primer (1:10)

c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.

Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan

profesional tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama

yaitu: ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan

yang digunakan. Pada model ini adalah kombinasi metode keperawatan

primer dan metode tim disebut tim primer.

d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula

Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP)

merupakan tahap awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu

memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat pemula. Pada model

ini terdapat 3 komponen utama yaitu: ketenagaan keperawatan, metode

pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan

SP2KP Salah satu upaya dalam peningkatan indikator mutu

pelayanan keperawata. SP2KP merupakan kegiatan pengelolaan asuhan

keperawatan di setiap unit ruang rawat di rumah sakit.

Metode asuhan keperawatan yang dilaksanakan di RSUP dr. Wahidin

Sudirohusodo berdasarkan unit keperawatan mempunyai upaya untuk

menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan kesesuaian antara

ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori

pasien didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan

pasien , Usia, Diagnosa atau masalah kesehatan yang dialami pasien dan
55

terapi yang dilakukan (Bron , 1987), berdasarkan rujukan RSUP . Wahidin

Sudirohusodo menggunakan metode tim (penanggung jawab

Keperawatan RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo)

D. Indicator pelayanan manajerial pelanan keperawatan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pelayanan Keperawatan 2013

RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo)

Indicator SP2KP Indicator pelayanan manajerial pelanan

keperawatan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pelayanan

Keperawatan 2013 RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo berdasarkan

Kepmenkes Nomor 836 tahun 2005 dan Modul pelatihan SP2KP) :

1. Conference (pre dan post conferece)

Pre conference adalah kegiatan pertemuan katim dan anggota tim

setelah membaca laporan shift sebelumnya untuk menyusun rencana

kegiatan askep shift lajutannya. Pre conference dilakukan untuk

memperjelas rencana yang akan dilakukan dan pembagian tugas tim

keperawatan sehingga pelayanan / asuhan yang diberikan lebih optimal,

efisien dan efektif.

Post-conference adalah kegiatan pertemuan katim dan anggota tim

pada akhir shift atau telah melakukan askep atau mencatat dibuku laporan

untuk disampaikan pada saat overan shift berikutnya. Post conference

dilakukan untuk memperjelas hasil askep yang dilakukan dan evaluasi

pembagian tugas tim keperawatan sehingga pelayanan atau asuhan yang

diberikan lebih optimal, efisien dan efektif


56

2. Orientasi pasien

Orientasi pasien baru adalah kegiatan pengenalan dan pemberian

informasi nama petugas, tim keperawatan, dokter DPJP, hak dan

kewajiban pasien, lingkungan fisik ruang perawatan, peraturan yang

berlaku di rumah sakit yang diberikan kepada pasien yang baru masuk.

Pelaksanaan orientasi pasien baru agar hak pasien untuk diberikan

informasi dan orientasi lingkungan sehingga mampu beradaptasi dengan

lingkungan baru

3. Operan jaga

Operan jaga (timbang terima) adalah penyampaian informasi

perkembangan pasien pada shift sebelumnya yang belum dilakukan dan

yang harus diperhatikan untuk dilanjutkan oleh shift berikutnya sehingga

asuhan keperawatan berlanjut terus mulai pasien masuk sampai pasien

keluar. Operan jaga dilakukan untuk menjamin asuhan berkelanjutan

setiap shiftnya.

4. Ronde keperawatan

Ronde keperawatan adalah kegiatan kunjungan pasien oleh

perawat konsulen atau perawat manajer kasus yang menguasai

permasalahan yang kompleks dan menyusun perencanaan tindak lanjut

untuk mengatasi dan menjamin asuhan keperawatan sesuai prosedur.

Ronde keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan

yang kompleks dan memerlukan perawat konsulen dan untuk menjamin

asuhan keperawatan sesuai prosedur.


57

a. Indikator PMK :

1. Gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan merupakan kepuasan staff terhadap gaya

kepemimpinan kayan adalah perbandingan kenyataan yang diterima

dengan harapan staff dari cara dan pendekatan kayan menjalin hubungan

saling percaya untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Pencatatan dan pelaporan

Ketepatan penyampaian laporan pelayanan keperawatan adalah

penyampaian laporan tertulis sesuai form yang disediakan bidang

keperawatan pada waktu yang tidak melewati batas 10 hari dari bulan

berjalan

3. Penilaian tupoksi

Tupoksi kayan adalah tugas, pokok, dan fungsi sebagai kayan yang

menfasilitasi terselenggaranya pelayanan di unit kerjanya.

4. Penilaian kinerja

Pencapaian indicator SPM pelayanan keperawatan adalah

pencapaian indicator sesuai standar yang ditetapkan setiap tahunnya,

meliputi :

a. Indicator klinik pelayanan keperawatan :

1) Indicator keselamatan pasien

2) Indicator klinik asuhan keperawatan

b. Indicator manajerial pelayanan keperawatan :

1) Indicator SP2KP
58

2) Indicator PMK

c. Diskusi refleksi kasus

DRK adalah diskusi refleks kasus yang diselenggarakan perbulan

oleh staf keperawatan yang memiliki pengalaman pribadi dalam

melaksanakan tugas sebagai perawat direfleksikan kepada lebih enam

orang staff untuk ditanggapi secara asertif dan menghasilkan rekomendasi

perbaikan.

E. Peran perawat dalam menerapkan keselamatan pasien

Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi

standart pelayanan dan SOP yang ditetapkan. Menerapkan prinsip-prinsip

etik dalam pemberian pelayanan keperawatan. Memberikan pendidikan

kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan. Menerapkan

kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan

kesehatan. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan

keluarganya. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah

terhadap kejadian tidak diharapkan. Mendokumentasikan dengan benar

semua asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga.

Manfaat penerapan sistim keselamatan pasien antara lain : Budaya safety

meningkat dan berkembang Komunikasi dengan pasien berkembang

Kejadian tidak diharapkan menurun. peta KTD selalu ada dan terkini,

Resiko klinis menurun, Keluhan dan litigasi berkurang, Mutu pelayanan

meningkat, Citra rumah sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat.


59

Kewajiban perawat secara umum terhadap keselamatan pasien

adalah Mencegah malpraktek dan kelalaian dengan mematuhi standart.

Melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan kompetensi. Menjalin

hubungan empati dengan pasien. Mendokumentasikan secara lengkap

asuhan. Teliti, obyektif dalam kegiatan. Mengikuti peraturan dan kebijakan

institusi.Peka terhadap terjadinya cedera.

F. Konsep Patient Safety

a. Latar Belakang

Sejak awal tahun 1990, institusi rumah sakit selalu meningkatkan

mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan

bermacam-macam konsep dasar. Program regulasi yang diterapkan

terutama pada rumah sakit pemerintah seperti penerapan Standar

Pelayanan Rumah Sakit, Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi

Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical

Governance, dan ISO. Meskipun program-program tersebut telah dapat

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek struktur,

proses maupun outcome namun masih saja ada terjadi adverse event

yang tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu

penerapan program lain yang lebih mengena langsung pada hubungan

dokter-pasien untuk lebih memperbaiki proses pelayanan (Kertadikara,

2008)

Aspek Patient Safety merupakan upaya menjaga mutu dengan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat


60

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (Yahya, 2006).

Keberhasilan Patient safety juga sangat tergantung pada individu

staf medis yang terkait dengan pelayanan pasien. Akibatnya banyak

muncul hambatan internal dalam pelaksanaannya. Ada lima karakteristik

personal yang sering muncul dalam penerapan patient safety ini, yaitu (1)

visi institusi mengenai keselamatan pasien tidak jelas, (2) takut hokum, (3)

system untuk menganalisis kesalahan tidak memadai, (4) tugas masing-

masing staf yang terlalu kompleks, dan (5) teamwork yang tidak adekuat

(Kalisch BJ., Aebersold M. 2006 dalam Lestari, 2006)

b. Pengertian pasien safety

Patient safety adalah pasien bebas dari cedera yang tidak

seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi

(penyakit,cederafisik/sosial psikologis, cacat, kematian ) terkait dengan

pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2008). Patient Safety (keselamatan

pasien) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk:assesment resiko, identifikasi

dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan

dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insidendan tindak lanjutnya

serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini

mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil (DepKes,2006).


61

Menurut IOM, keselamatan pasien (Patient Safety) didefinisikan

sebagai freedom from accidental injury. Accidental Injury disebabkan

karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai

rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat

dari melaksanakan tindakan yang salah (Commission) atau tidak

mengambil tindakan (Ommission). Accidental Injury dalam prakteknya

akan berupa kejadian tidak diinginkan (near miss).

Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO World Alliance For

patient safety, Forward Programme, 2006-2007) mengungkapkan bahwa

“Safe care is not an option. It is the right of every patient who entrusts their

care to our health care system” yaitu pelayanan kesehatan yang aman

bagi pasien bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien

untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu system

pelayanan kesehatan.

Dalam PERMENKES RI (Nomor 1691/Menkes/PER/VIII/2011)

disebutkan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah susatu system

diamana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yan gmeliputi

asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

denagn resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar

dari insiden dan tindak lanjut selanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan timbulnya risiko melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

c. Enam Sasaran Keselamatan Pasien


62

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan

disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah

Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saaving Patient

Saety Solution dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan

dari Joint Commission International (JCI)

Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek

diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya

error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam

keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar

sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah

sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain.

Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang

dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai individu yang

dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan

kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu

tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif

dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses

yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat,

darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain.


63

Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk

mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor identifikasi –

umumnya digunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas

pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien

tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga

menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda

pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori

atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar

operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga

termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan

kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua

situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.

Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan

yang dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan

menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara

elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami

kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan

melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi

lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil

pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan

pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.


64

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk:

menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap

atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan

kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi

bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang adalah akurat.

Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang

diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak

memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat

darurat/emergensi di IGD atau ICU.

Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-

Alert Medications)

Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien,

maka penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk

memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai

(high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam

menyebabkan terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel

event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak

diinginkan (adverse outcome) demikian pula obat-obat yang tampak

mirip/ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau

Look-Alike Sound-Alike / LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu

diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu

keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak


65

sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau

yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar

dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan

magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa

terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan

pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya

terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat

darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau

mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan mengembangkan proses

pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan

elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan

dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu

diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan/atau prosedur

juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat

secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek

profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara

pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area

tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah

pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien

Operasi
66

Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian

yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini

adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara

anggota tim bedah, kurang/ tidak melibatkan pasien di dalam penandaan

lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi

operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat,

penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak

mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan

yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting)

dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang

sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu

kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah

yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang

memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi

dan/atau mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia

dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan

kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di

rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan.

Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical

Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint

Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong

Procedure, Wrong Person Surgery.


67

Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan

tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara

konsisten di seluruh rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan

melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika

memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti.

Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality),

struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang

belakang).

Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

1. memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

2. memastikan bahwa semua dokumen, foto − (images), dan hasil

pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan

dipampang;

Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau− implant-implant

yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan

setiap pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-siuran

dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat

sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah

sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan (secara

ringkas, misalnya menggunakan checklist)

Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi

dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk

mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan


68

keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.

Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk

infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections)

dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).

Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan

(hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara

internasional bisa diperoleh dari WHO, Pusat Pengendalian dan Pencegahan

Penyakit Amerika Serikat (US CDC) berbagai organisasi nasional dan

intemasional.

Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan

dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene

yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.

Sasaran VI : Pengurangan Risiko Pasien Jatuh

Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera

pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan

yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko

pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila

sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah

terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya/cara jalan

dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien.

Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang

tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi

jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang aau

pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang

terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus


69

diterapkan di rumah sakit agar mencegah terjadinya insiden yang tidak

diharapkan / Keselamatan pasien drumah sakit. SP2KP dan implementasi

pasien safety merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat

asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan

analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya

serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan

mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang

seharusnya diambil.

d. Jenis-Jenis Insiden Keselamatan Pasien

Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden

adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang

mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat

dicegah pada pasien,

terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian

Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera (PMK No. 1691 ttg

Keselamatan Pasien Rumah Sakit).

1. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden

yang mengakibatkan cedera pada pasien.

2. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya

insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.


70

3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang

sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang

sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.

5. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau

cedera yang serius

G. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan pada penelitian kali ini adalah :

Bentuk Komunikasi

Model Asuhan Keperawatan


Bentuk komunikasi di ruang
Manajemen Pelayanan Sasaran Keselamatan
Keperawatan Profesional (Keliat, pasien :
2006 dan Nursalam, 2007) : 1. Identifikasi Pasien
1. Timbang Terima / Operan 2. Peningkatan
2. Ronde keperawatan Komunikasi Efektif
3. Pre Conference 3. Manajemen
4. Post Conference Pengobatan
5. Pengelolaan Sentralisai 4. Manajen
Obat Perioperatif
6. Supervisi 5. Pencegahan Infeksi
7. Discharge Planning 6. Pencegahan pasien
8. Dokumentasi Keperawatan jatuh
9. Orientasi

Gambar 2.4 : kerangka teori (Sumber dari modifikasi Keliat, 2006 dan
Nursalam, 2007 & Nining, 2008
71

H. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)


(Y)Pelaksanaan
(X) SP2KP
Pasien Safety

(X1) PRE CONFERENCE SP2KP

(X2) POST CONFERENCE SP2KP

(X2) ORIENTASI PASIEN SP2KP


Pelaksanaan Pasien Safety

(X3) OPERAN JAGA SP2KP

(X4) RONDE KEPERAWATAN SP2KP

I. Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

1. Variable Independen (Variabel bebas)

a. Variable Independen (X1) Pre Conference

Perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul,

saling bertanya, mengepresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang

rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings dan Judith,

1999), menurut Reily dan Oberman (1999), kegiatan pre conference

meliputi identifikasi masalah, perencanaan dan evaluasi hasil untuk

mencari solusi.

Kegiatan pre conference dalam Mpkp jiwa, yaitu komunikasi katim

dan perawat pelaksanan setelah selesai operan untuk rencana kegiatan

pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketu tim atau penanggung jawab ti,

jika yang dinas pada shift tersebut hanya satu orang, maka pre
72

conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat

(rencana harian), dan tambahan rencana dari ketua tim atau penanggung

jawab tim yang akan dillaksanakan pada shift tersebut (Keliat 2006).

Kegiatan pre Conference merupakan komunikasi dalam diskusi

antara ketua tim dan perawat pelaksana, identifikasi masalah dan mencari

pendekatan alternatif dan kreatif dari rencana tiap perawat (rencana

harian) dan tambahan rencana dari katim atau penanggung jawab tim. Pre

conference adalah kegiatan pertemuan katim dan anggota tim setelah

membaca laporan shift sebelumnya untuk menyusun rencana kegiatan

askep shift lajutannya. Pre conference dilakukan untuk memperjelas

rencana yang akan dilakukan dan pembagian tugas tim keperawatan

sehingga pelayanan / asuhan yang diberikan lebih optimal, efisien dan

efektif.

i. Pertemuan katim dan anggota tim setelah operan

ii. Tim melakukan identifikasi masalah

iii. Tim merencanakan kegiatan askep harian

iv. Pembagian tugas tim keperawatan

Kriteria objektif : (Sugiyono, 2013)

kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban :

sangat Setuju :5

setuju :4

Ragu-ragu :3

Tidak Setuju :2
73

Sangat tidak setuju : 1

Jumlah pertanyaan : 4

Nilai skala pertayaan : 1 - 5

Skor tertinggi : 4x5 = 20(100%)

Skor terendah: 4x1 = 4 (25%)

Skor range = 20 (100%) – 4 (25%) = 16 (75%)

Interval skor = 16 (75%)/ 2 = 8 (37,5%)

Skor = 20 (100%) – 8 (37,5%) = 12 (62,5%)

Jadi kriteria objektifnya :

Cukup Baik ; jika skor jawaban responden≥12

Kurang Baik : jika skor jawaban responden <12

b. Variable Independen X2 Post Conference

Post Conference yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana

tentang hasil kegiatan khususnya perkembangan kondisi klinik pasien

setelah diberikan tindakan keperawatan sepanjang shift, dan sebelum

operan kepada shift berikut (Keliat, 2006). Perawat mendiskusikan

pengalaman klinik, menanyakan pengalaman klinik yang baru dilakukan,

menganalisis situasi klinik, klarifikasi keterkaitan maslah dan situasi,

identifikasi masalah, ventilasi perasaan, dan mengembangkan support

system (Billings & Judith, 1999). Proses diskusi pada post conference

dapat menciptakan strategi,

Post-conference adalah kegiatan pertemuan katim dan anggota

tim pada akhir shift atau telah melakukan askep atau mencatat dibuku
74

laporan untuk disampaikan pada saat overan shift berikutnya. Post

conference dilakukan untuk memperjelas hasil askep yang dilakukan dan

evaluasi pembagian tugas tim keperawatan sehingga pelayanan atau

asuhan yang diberikan lebih optimal, efisien dan efektif.

i. Pertemuan katim dan anggota tim sebelum operan

ii. Mencatat askep yang telah dilakukan

iii. Memperjelas hasil askep yang telah

iv. Evaluasi pembagian tugas tim keperawatan

Kriteria objektif : (Sugiyono, 2013)

kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban :

sangat Setuju :5

setuju :4

Ragu-ragu :3

Tidak Setuju :2

Sangat tidak setuju : 1

Jumlah pertanyaan : 4

Nilai skala pertayaan : 1 - 5

Skor tertinggi : 4x5 = 20(100%)

Skor terendah: 4x1 = 4 (25%)

Skor range = 20 (100%) – 4 (25%) = 16 (75%)

Interval skor = 16 (75%)/ 2 = 8 (37,5%)

Skor = 20 (100%) – 8 (37,5%) = 12 (62,5%)

Jadi kriteria objektifnya :


75

Cukup Baik ; jika skor jawaban responden≥12

Kurang Baik : jika skor jawaban responden <12

c. Variable Independen X2 Orientasi pasien baru SP2KP

Orientasi pasien baru merupakan kontrak antara perawat dan

pasien/keluarga dimana terdapat kesepakatan antara perawat dengan

pasien/keluarganya dalam memberikan Asuhan keperawatan. Kontrak ini

diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan pasien/

keluarga dapat terbina (Nining, 2008).

Praktik orientasi dilakukan saat pertama kali pasien datang (24 jam

pertama) dan kondisi pasien sudah tenang. Orientasi diberikan pada

pasien dan didampingi anggota keluarga yang dilakukan di kamar pasien

dengan menggunakan format orientasi. Selanjutnya pasien diinformasikan

untuk membaca lebih lengkap format orientasi yang ditempelkan di kamar

pasien.

Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu

(Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi berarti

mengenalkan segala sesuatu tentang rumah sakit meliputi lingkungan

rumah sakit, tenaga kesehatan, peraturan prosedur dan pasien lain.

Dalam orientasi, perawat dan pasien bekerja sama untuk menganalisa

situasi sehingga mereka dapat mengenali, memperjelas dan menentukan

eksistensi sebuah masalah, sehingga pasien dapat mempersiapkan diri

dari keadaan cemas kea rah kondisi yang lebih konstruktif dalam

menghadapi masalahnya.
76

Orientasi terhadap pasien baru adalah pemberian informasi kepada

pasien baru berkaitan dengan proses keperawatan yang akan dilakukan

oleh rumah sakit. Informasi adalah pesan atau isi berita yang ingin

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dengan harapan orang

tersebut mengetahui dan mengerti akan maksud dan tujuan dari isi pesan

atau berita yang disampaikan. Orientasi terhadap pasien baru merupakan

usaha memberikan informasi/sosialisasi kepada pasien dan keluarga

tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan selama di

rumah sakit (Ragusti, 2008).

Orientasi pasien baru adalah kegiatan pengenalan dan pemberian

informasi nama petugas, tim keperawatan, dokter DPJP, hak dan

kewajiban pasien, lingkungan fisik ruang perawatan, peraturan yang

berlaku di rumah sakit yang diberikan kepada pasien yang yang baru

masuk (modul latihan SP2KP, Kepmenkes 836 tahun 2005 tentang

pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan),

i. Petugas memperkenalkan tim

ii. Memahamkan hak dan kewajiban pasien dan keluarga

iii. Memahamkan aturan-aturan rumah sakit kepada pasien dan keluarga

iv. Memperkenalkan lingkungan fisik ruang perawatan

Kriteria objektif : (Sugiyono, 2013)

kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban :

sangat Setuju :5

setuju :4
77

Ragu-ragu :3

Tidak Setuju :2

Sangat tidak setuju : 1

Jumlah pertanyaan : 4

Nilai skala pertayaan : 1 - 5

Skor tertinggi : 4x5 = 20(100%)

Skor terendah: 4x1 = 4 (25%)

Skor range = 20 (100%) – 4 (25%) = 16 (75%)

Interval skor = 16 (75%)/ 2 = 8 (37,5%)

Skor = 20 (100%) – 8 (37,5%) = 12 (62,5%)

Jadi kriteria objektifnya :

Cukup Baik ; jika skor jawaban responden≥12

Kurang Baik : jika skor jawaban responden <12

c. Variable independen X3 Operan jaga SP2KP

Operan jaga (timbang terima) adalah penyampaian informasi

perkembangan pasien pada shift sebelumnya yang belum dilakukan dan

yang harus diperhatikan untuk dilanjutkan oleh shift berikutnya sehingga

asuhan keperawatan berlanjut terus mulai pasien masuk sampai pasien

keluar (modul latihan SP2KP, Kepmenkes 836 tahun 2005 tentang

pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan),

Operan merupakan sistem yang kompleks didasarkan pada kondisi

sosiotehnologi dan nilai-nilai yang dipunyai perawat dalam melakukan

komunikasi. Sistem operan menjamin kelangsungan pelayanan yang


78

berkesinambungan dan profesional. Operan shift berperan penting dalam

konteks kontinyuitas pelayanan keperawatan selama 24 jam (Kerr, 2002)

Implementasi operan di ruang MPKP berupa komunikasi dan serah

terima shift pagi, sore dan malam. Operan dari dinas malam ke dinas pagi

dan dari dinas pagi ke dinas sore dipimpin oleh penanggung jawab shift

(Keliat, 2006). Operan dilaksanakan secara tertulis dan verbaldi kantor

perawatan (nurse station) dan dilanjutkan k sisi pasien dalam rangka

validitasi data

Operan jaga (timbang terima) adalah penyampaian informasi

perkembangan pasien pada shift sebelumnya yang belum dilakukan dan

yang harus diperhatikan untuk dilanjutkan oleh shift berikutnya sehingga

asuhan keperawatan berlanjut terus mulai pasien masuk sampai pasien

keluar. Operan jaga dilakukan untuk menjamin asuhan berkelanjutan

setiap shiftnya.

i. Petugas Perawat menyampaikan kondisi dan keadaan pasien ke

petugas perawat selanjutnya (Nursalam, 2007)

ii. Petugas perawat menyampaikan hal yang sudah diberikan dalam

asuhan keperawatan kepada pasien ((Nursalam, 2007)

iii. Petugas perawat menyampaikan hal yang belum dilakukan dalam

asuhan keperawatan kepada pasien ((Nursalam, 2007)

iv. Tim menyusun rencana yang akan di informasikan kepada shift

selanjutnya

Kriteria objektif : (Sugiyono, 2013)


79

kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban :

sangat Setuju :5

setuju :4

Ragu-ragu :3

Tidak Setuju :2

Sangat tidak setuju : 1

Jumlah pertanyaan : 4

Nilai skala pertayaan : 1 - 5

Skor tertinggi : 4x5 = 20(100%)

Skor terendah: 4x1 = 4 (25%)

Skor range = 20 (100%) – 4 (25%) = 16 (75%)

Interval skor = 16 (75%)/ 2 = 8 (37,5%)

Skor = 20 (100%) – 8 (37,5%) = 12 (62,5%)

Jadi kriteria objektifnya :

Cukup Baik ; jika skor jawaban responden≥12

Kurang Baik : jika skor jawaban responden <12

d. Variable Independen X4 Ronde keperawatan SP2KP

Ronde keperawatan adalah kegiatan kunjungan pasien oleh perawat

konsulen atau perawat manajer kasus yang menguasai permasalahan

kepada pasien yang mengalami permasalahan yang kompleks dan

menyusun perencanaan tindak lanjut untuk mengatasinya dan menjamin

asuhan keperawatan sesuai prosedur.


80

Pelaksanaan ronde keperawatan kepada pasien yang memiliki

masalah keperawatan yang kompleks dan memerlukan perawat konsulen

(modul latihan SP2KP, Kepmenkes 836 tahun 2005 tentang pedoman

Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan)

i. Petugas perawat / perawat konsulen melakukan kunjungan terhadap

pasien yang mempunyai masalah yang belum teratasi meskipun telah

diberikan tindakan (Nur Salam, 2007)

ii. Petugas perawat mendiskusikan tentang masalah pasien yang belum

teratasi untuk merencanakan tidakan selanjutnya

iii. Petugas perawat menjamin pelaksanaan tindakan sesuai dengan

prosedur.

iv. Petugas perawat memberikan edukasi perawatan terhadap pasien

Kriteria objektif : (Sugiyono, 2013)

kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban :

sangat Setuju :5

setuju :4

Ragu-ragu :3

Tidak Setuju :2

Sangat tidak setuju : 1

Jumlah pertanyaan : 4

Nilai skala pertayaan : 1 - 5

Skor tertinggi : 4x5 = 20(100%)

Skor terendah: 4x1 = 4 (25%)


81

Skor range = 20 (100%) – 4 (25%) = 16 (75%)

Interval skor = 16 (75%)/ 2 = 8 (37,5%)

Skor = 20 (100%) – 8 (37,5%) = 12 (62,5%)

Jadi kriteria objektifnya :

Cukup Baik ; jika skor jawaban responden≥12

Kurang Baik : jika skor jawaban responden <12

e. Variable Dependen (Y) Pelaksanaan pasien safety dengan enam

sasaran pasien safety

I. Identifikasi pasien

a. Dengan pemasangan gelang identitas, gelang identitas warna biru

dipasangkan ke pasien laki-laki dan gelang identitas warna merah

muda dipasangkan ke pasien perempuan

b. Ketepatan dan kelengkapan gelang identitas pasien dengan

pencantuman nama pasien, tahun, bulan dan tanggal kelahiran pasien

dan nomor rekam medic pasien pada gelang identifikasi yang

terpasang pada pergelangan tangan pasien / pergelangan kaki pasien.

II. Komunikasi efektif :

Pelaksanaan prosedur read back (TBAK) adalah kegiatan untuk

memastikan intruksi lisan diterima dengan tepat dan sesuai pesan yang

disampaikan melalui kegiatan T (Tulis), BA (Baca), K (Konfirmasi) dengan

membaca kembali (read back) pesan yang disampaikan denagn

menggunakan kode “Alfabet Fonetik dari ICAO” bahwa apa yang sudah

dituliskan dan dibaca adalah akurat. Kegiatan dilanjutkan dengan


82

memberikan stempel read back pada catatan instruksi dan menempelkan

stiker sign here agar dokter segera menandatangani instruksi tersebuat

paling lambat 1 x 24 jam

III. Manajemen pengobatan :

a. Pemberian label “hight alert” adalah pemberian identitas berupa

penempelan label “hight alert” pada obat-obatan yang perlu diwaspadai

(hight alert medication) yaitu obat yang sering menyebabkan terjadi

kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang beresiko tinggi

menyebabkan dampak yang tidak diinginkn (aadverse outcome)

b. Penerapan 7 (tujuh) prinsip 1) benar pasien, 2) benar obat, 3) benar

dosis, 4) benar waktu, 5) Benar cara masuk obat, 6) Benar

terdokumentasi, 7) benar informasi pada saat memberikan obat dengan

menggunakan jarum suntik

IV. Manajemen asuhan peioperatif : Pengecekan kesiapan operasi pada

pasien sebelum operasi meliputi, ketepatan pasien, kelengkapan

informed consernt, pemberian tanda area operasi yag dilakukan dokter

, kesiapan fisik dan mental pasien

V. Pencegahan infeksi :

a. Pelaksanaan cuci tangan setiap sebelum dan setelah menyentuh

pasien / melakukan tindakan keperawatan

b. Penggunaan APD

VI. Pencegahan pasien jatuh : assessment resiko jatuh adalah

pengumpulan data untuk identifikasi resiko pasien jatuh dengan


83

menggunakan skala humpty dumpty untuk pasien anak dan skala

morse untuk pasien dewasa sebagai acuan dalam membuat rencana

perawatan untuk menimalkan pasien jatuh dan melakukan monitoring

evaluasi

Kriteria objektif : (Sugiyono, 2013)

kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban :

sangat Setuju :5

setuju :4

Ragu-ragu :3

Tidak Setuju :2

Sangat tidak setuju : 1

Jumlah pertanyaan : 18

Nilai skala pertayaan : 1 - 5

Skor tertinggi : 18x5= 90(100%)

Skor terendah: 18x1 = 18 (25%)

Skor range = 90 (100%) – 18 (25%) = 72 (75%)

Interval skor = 72 (75%)/ 2 = 36(37,5%)

Skor = 90 (100%) – 36(37,5%) = 54(62,5%)

Jadi kriteria objektifnya :

Cukup Baik ; jika skor jawaban responden≥54

Kurang Baik : jika skor jawaban responden <54


84

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini metode yang akan digunakan adalah

kuantitatif. Johson dan Christensen (2007) metode kombinasi penelitian

kombinasi (mixed research) merupakan penelitian yang menggabungkan

antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif.

Penelitian ini merupakan penelitian metode kombinasi dengan

model sequential. Creswell (2009) adalah suatu prosedur penelitian

dimana peneliti mengembangkan hasil penelitian dari satu metode dengan

metode yang lain. Metode ini dikatakan sequential karena penggunaan

dikombinasikan secara berurutan, dimana urutan pertama menggunakan

metode kuantitatif dan urutan kedua kualitatif.(Sugiyono 2013)

Penelitian ini menggunakan pendekatan Retrospective study

adalah penelitian yang berusaha melihat kebelakang (backward locking),

artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi.

Kemudian efek dari efek tersebut ditelusuri penyebabnya atau variabel-

variabel yang mempengaruhi akibat tersebut (Notoatmodjo, 2005).


85

B. Lokasi Dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo,

bagian instalasi rawat inap Palem dan Lontara II (rekomendasi bagian

Komite keperawatan), dengan lama waktu penelitian dilakukan ± 1 bulan

C. Populasi Dan Tehnik Sample

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas :

obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya.

Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-

benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada

subyek/obyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat

yang dimiliki oleh subyek / obyek itu (Sugiyono, 2013)

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh jumlah

Sumber daya perawat yang dimiliki instalasi Rawat Inap Palem (55 orang)

dan Lontara II (67 orang), jadi jumlah populasi keseluruha adalah 122

orang

2. Sampel

Tehnik sampling adalah merupakan tehnik pengambilan sampel.

Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Tehnik

pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik non

probability sampel dengan sampling purposive


86

Sampling purposive adalah tehnik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013) / memilih sampel berdasarkan

criteria tertentu (kumar, 1999).

Adapun kriteria inklusi penelitian adalah :

1. Perawat di Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II

2. Perawat tidak dalam masa cuti

3. Bersedia menjadi responden

Adapun kriteria eksklusi penelitian adalah :

Perawat instalasi rawat Inap RSUP dr. Wahidin Sudirhusodo yang

telah direkomendasikan oleh kepala bagian keperawatan Palem dan

Lontara II (67 SDM)

Pengambilan sampel pasien ditentukan dengan menggunakan

rumus dari Isaac dan Michael seperti dibawah ini:

( )
Dimana :

s = jumlah sampel

λ2= Harga Chy Kuadrat dengan derajat kebebasan 1 dan kesalahan 5%

(3,841)

N = Jumlah populasi

P = Peluang benar (0,5)

Q = Peluang salah (0,5)

d = perbedaan antara rata-rata sampel dengan rata-rata populasi (0,10)

Sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah :


87

( )

Jadi jumlah sampel = 54 perawat dibulatkan menjadi 60 petugas perawat.

D. Jenis Dan Sumber Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah

sedemikian rupa oleh peneliti yang langsug dari sumber utama. Untuk

mendapatkan data primer diperoleh dengan cara menyebarkan

kuesioner bagi para pekerja dan atasan dibagian packing yang berisi

sejumlah pernyataan tertulis guna memperoleh informasi dari

responden sebagai laporan tentang pribadinya dan hal-hal yang

diketahui (Arikunto, 1998).

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari

sumbernya dan dicatat oleh peneliti. Data primer dalam penelitian ini

diperoleh melalui hasil kuesioner pada perawat pelaksana dengan

tujuan untuk mendapatkan data kuantitatif tentang pengaruh system

pemberian pelayanan pelaksanaan keperawatan professional (SP2KP)

terhadap pelaksanaan pasien safety.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung diperoleh

dari sumbernya, tetapi melalui pihak kedua. Dalam hal ini peneliti

mempergunakan data yang diambil dari bagian manajemen mutu,

bagian kepegawaian, tim KPRS, dan data lain yang berhubungan


88

dengan insiden keselamatan pasien dan pelaksanaan program patient

safety

E. Instrumen Dan Pengumpul Data

Data yang diperlukan dalam penyusunan tesis ini adalah data

primer dan data sekunder. Menurut Umar, dari primer merupakan data

yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan

seperti hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti.

Sedangkan data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih

lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh

pihak lain misalnya dalam bentuk tabel atau diagram-diagram

Pelaksanaan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah :

1. Penelitian lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan

secara langsung guna memperoleh data yang erat kaitannya dengan

penelitian ini. Data dari lapangan dapat diperoleh dari :

a. Observasi (Observation), yaitu melakukan pengamatan secara

lagsung terhadap aktifitas keseharian

b. Kuesioner (Questionnaire)

Kuesioner merupakan instrument untuk pengumpulan data, dimana

partisipan atau responden mengisi pertanyaan / pernyataan Yang

diberikan oleh peneliti. Peneliti dapat menggunakan kuesioner untuk


89

memperoleh data yang terkait dengan pemikiran, perasaan, sikap,

kepercayaan, nilai, persepsi, kepribadian dan perilaku dari

responden. Dalam kata lain, para peneliti dapat melakukan

pengukuran bermacam-macam karakteristik dengan menggunakan

kuesioner.

Kuesioner, yaitu pengumpulan data dilakukan melalui daftar

pernyataan yang disiapkan untuk tiap responden. Kuesioner ini

dimaksudkan untuk memperoleh data deskriptif guna menguji

hipotesis dan model kajian. Untuk memperoleh data tersebut

digunakan kuesioner yang bersifat tertutup yaitu pertanyaan yang

dibuat sedemikian rupa hingga responden dibatasi dalam memberi

jawaban kepada beberapa alternatif saja atau satu jawaban saja

(Nassir, 1988). Untuk itu peneliti menyusun tentang analisis

pengaruh sistem pemberian pelayanan keperawatan Profesional

terhadap pelaksanaan pasien safety. Kuesioner ini dibagikan

langsung kepada responden yang telah direkomendasikan oleh

kepala bagian / penanggung jawab bagian di masing-masing

bagian Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II yang telah

memenuhi kriteria. Sebelum kuesioner disebar, dilakukan,

dilakukan uji caba kuesioner terlebih dahulu dengan tujuan untuk

mengetahui kelayakan instrumen penelitian pada tingkat validitas

dan reliabilitas kuesioner serta untuk mengangkat fenomena latar

belakang penelitian. Setiap poin jawaban ditentukan skornya


90

dengan skala likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap

sesseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju,

senang-tidak senang dan baik tidak baik (Kinnear dalam Umar,

2003).

Pengukuran instrumen menggunakan skala Likert, yaitu

pertanyaan tertutup yang mengukup sikap dari keadaan yang

negatif ke jenjang yang positif. Kuesioner digunakan untuk

mendapatkan data tentang dimensi-dimensi dari variable-variable

yang dianalisis dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini penskoran

atas kuesioner skala Likert yang digunakan dalam merujuk pada

lima alternatif jawaban. Skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang kejadian sosial.

Tabel 3.1 Skor Skala Likert

Jawaban Skor
Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4
Ragu-Ragu (RG) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Sangat Tidak setuju (STS) 1

2. Studi pustaka

Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data yang

dilakukan dengan membaca buku-buku, literature, jurnal-jurnal, referensi

yang berkaitan dengan penelitian ini, dan penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan.


91

F. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh

responden dan sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data

adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden,

menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk

menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah diajukan

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis data yang

diperoleh sekaligus untuk menguji hipotesis yang telah diajukan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Uji Kualitas Data

a. Uji Validitas

Validitas merupakanderajat ketepatan alat ukurpenelitian tentang isi

atau arti sebenarnya yang diukur`. Menurut Umar (2003)

b. Uji Reabilitas

Reliabilitas menyangkut ketepatan (accurancy) alat ukur (daftar

pertanyaan, wawancara, atau alat-alat penelitian lainnya) (Singarimbun

& Effendi, 1981).

2. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dimaksudkan untuk membahas dan menerangkan

data-data yang dikumpulkan dalam sebuah penelitian dengan

menggunakan penjelasan-penjelasan yang tidak dapat diukur dengan

angka. Analisis kualitatif dalam penelitian merujuk pada penjelasan


92

mengenai aspek demografis responden masa kerja, jenis kelamin, usia

dan tingkat pendidikan, gambaran umum pelaksanaan sistem

pemberian pelayanan keperawatan profesional dan pelaksanaan

pasien safety.

3. Analisis Kuantitatif

Analisis Kuantitatif dimaksudkan untuk mengolah dan

mengorganisasikan data serta merumuskan hasil yang dapat dibaca

dan dapat diinterpretasikan. Analisis Kuantitatif pada penelitian ini

menggunakan metode Analisis Regresi Linear Berganda dan Uji Beda

a. Uji Hipotesis

Apabila syarat yang ditelitinya suatu model regresi telah

terpenuhi, maka langkah selanjutnya untuk mengetahui diterima

tidaknya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dilakukan

analisis data dengan :

1. Uji t atau pengujian koefisien regresi parsial individual yang

dilakukan untuk mengetahui apajkah variable independen (X)

secara individual mempengaruhi variabel dependen (Y)

2. Uji F atau uji signifikansi persamaan (uji secara bersama-

sama/serempak)

Uji F adalah pengujian signifikansi persamaan yang

digunakan untu mengetahui seberapa besar pengaruh variable

bebas terhadap variable terikat.

b. Uji Hipotesis (independent Sample T Test)


93

Uji beda dengan menggunakan uji independent sample t test

bertujuan untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata dua variable

yang tidak berhubungan. Adapun hipotesis yang diajukan adalah :

Ho = tidak ada perbedaan antara kedua variabel yang diuji

Ha = ada perbedaan antara kedua variabel yang diuji

Sedangkan kaidah pengambilan keputusan yang digunakan

adalah dengan menggunakan program Komputer SPSS adalah :

i. Jika t hitung < t tabel atau > t tabel maka Ho di tolak

ii. Jika t hitung > t tabel atau < t tabel maka Ho di tolak

Sedangkan kaidah pengambilan keputusan dengan

menggunakan program komputer SPSS adalah :

i. Jika P Value < 0,05 maka Ha diterima

ii. Jika P Value > 0,05 maka Ha diterima

4. Uji asumsi Klasik

Untuk menjaga akurasi model regresi yag diperoleh, maka

dilakukan beberapa tahapan uji penyimpangan ekonometri atau uji asumsi

klasik. Uji asumsi klasik dibutuhkan untuk mengetahui sah atau tidaknya

suatu model regresi yang akan dipakai sebagai model regresi yang akan

dipakai sebagai model penjelas bagi pengaruh antar variabel. Uji syarat

klasik dilakukan untuk menjawab pertanyaan bahwa apakah model

analisis regresi tersebut sudah memenuhi syarat –syarat yang berlaku.

Pengujian data dengan uji regresi berganda.


94

a. Uji Multikolineritas

Uji multikolinieritas digunakan untuk menguji apakah pada model

regresi ditemukan adanya korelasi yang tinggi antar variabel independent,

jika terjadi korelasi yang tinggi, maka terjadi kolineritas. Dalam model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi diantara

variabel independent karena koefisien regresi hasil estimasi dapat

berfluktuasi dari sampel ke sampel, menjadi beresiko jika memakainya

sebagai indikator kepentingan relatif variabel prediktor. Uji multikolinieritas

dapat dilihat dari (1) Nilai toleransi dan lawannya, (2). Varince inflation

facktor (VIF). Jika nilai toleransi besar dari 0,1 atau nilai VIF lebih kecil dari

10, maka dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk mendeteksi adanya

penyebaran atau pencaran dari variabel-variabel. Selain itu menguji

apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari

residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual

satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homokedastisitas. Dan jika varians berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedaktisitas. Diagnosa

adanya Heteroskedastisitas secara kuantitatif dalam suatu regresi dapat

dilakukan dengan pengujian kolerasi Rank Spearman berupa metode

grafik untuk melihat pola dari variabel yang ada berupa sebaran data.
95

Heteroskedastisitas merujuk pada adanya disturbance atau variance yang

terlalu menyolok.

Untuk melihat adanya Heteroskedastisitas dapat dilihat dari sscattr

plot dimana sebaran data bersifat increasing variance of u, decreasing

variance of u dan kombinasi dari keduanya. Selain itu juga dapat dilihat

melalui grafik normalitasnya terhadap variabel yang digunakan. Jika data

yang dimiliki terletak dalam menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas dan tidak ada yang berpencar maka dapat dikatakan tidak

terjadi Heteroskedastisitas tetapi merupakan homokedastisitas.

c. Uji Normalitas

Uji Normalitas perlu dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah

model regresi, variabel tergantung, variabel bebas atau kesuanya

mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Syarat untuk mendapatkan

model regresi yang baik adalah distribusi datanya normal atau mendekati

normal. Suatu model dikatakan berdistribusi nomal jika model tersebut

menghasilkan grafik data yang menyebar disekitar garis diagonal dan

mengikuti arah garis diagonal pada grafik normal probability plot.

Normalitas dapat diuji dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov

dengan melihat rasio kurtosis dan skewnwss.

d. Uji Linearitas

Uji Linearitas ditujukan untuk melihat apakah spesifikasi model

sebaiknya berbentuk linear, kuadrat atau kubik. Uji Linearitas


96

dimaksudkan untuk menghindari timbulnya kesalahan spesifikasi model

regresi yang digunakan. Uji Linearitas di dalam penelitian ini

menggunakan perbandingan antar standar deviasi variabel dependent

lebih besar dari standar deviasi residual sehingga dapat disimpulkan

bahwa asumsi lineritas dipenuhi.

e. Uji Autokorelasi

Asumsi penting dalam model regresi linear klasik adalah tidak

terdapat Autokorelasi atau kondisi yang berurutan diantara gangguan

yang masuk kedalam fungsi regresi populasi. Istilah autokorelasi dapat

didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi

yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data time series) atau

ruang (seperti dalam data cross section). Konsekuensi adanya

autokorelasi diantaranya adalah selang keyakinan menjadi lebar serta

variasi dan standar error ditaksir terlalu rendah. Pendekatan ada

tidaknya autokorelasi pada penelitian ini menggunakan uji statis Dublin-

Waston. Dengan menghitung nilai d kemudian menentukan batas

bawah dL dan dU.

Adapun hipotesis yang diajukan, yaitu :

Ho : tidak ada autokorelasi baik positif maupun negatif

Ha : ada autokorelasi baik positif maupun negatif

Maka :

d<dL : menolak Ho

d>4-dL : menolak Ho
97

dU<d<4-dU : menerima Ho

dL ≤ d ≤ dU : pengujian tidak meyakinkan

4-dU ≤ d ≤ 4-dL : penguian ragu-ragu.

(Gujarati, 1993; dalam Retnowati, 2003)

5. Koefisien Determinasi ( )

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui prosentase

perubahan variabel-variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh

variabel besar (X). Jika semakin besar, maka prosentase perubahan

variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas (X)

semakin tinggi. Jika semakin kecil, maka prosentase perubahan

variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas (X)

semakin rendah.
98

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran umum RSUP dr. Wahidin sudirohusodo Makassar

a. Pendahuluan

Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (RSWS) sebagai

salah satu UPT Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pola

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU), telah melalui

perjalanan panjang dan perkembangan dengan berbagai bentuk struktur

organisasi.

Cikal bakal RSWS dimulai pada tahun 1947 didirikan rumah sakit

dengan meminjam dua bangsal RS Jiwa yang telah berdiri sejak tahun

1925 sebagai bangsal bedah dan penyakit dalam yang merupakan cikal

bakal berdirinya RSU Dadi. Kemudian pada tahun 1957 dikenal dengan

nama Rumah Sakit Umum Dadi yang berlokasi di Jalan Lanto Dg.

Pasewang No. 43 Makassar sebagai Rumah Sakit Pemerintah Daerah

Tingkat I Sulawesi Selatan. Sampai dengan tahun 1993 RS Dadi

merupakan Rumah Sakit dengan klasifikasi B dengan kapasitas tempat

tidur 500 buah dan yang tersedia sebanyak 472 tempat tidur. Dengan

keterbatasan lahan untuk pengembangan Rumah Sakit maka pada tahun

1993 Rumah Sakit Dadi dipindahkan di Jalan Perintis Kemerdekaan Km

11 berdekatan dengan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.


99

Pada tahun 1994 RS Dadi berubah menjadi rumah sakit vertikal

milik Departemen Kesehatan dengan nama RS Dr. Wahidin Sudirohusodo

berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

540/SK/VI/1994 sebagai Rumah Sakit Umum Kelas A yang digunakan

oleh Fakultas Kedokteran sebagai tempat pendidikan calon Dokter, Dokter

Spesialis dan Subspesialis serta sebagai Rumah Sakit Rujukan tertinggi di

Kawasan Timur Indonesia. Pada tanggal 10 Desember 1993 RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo ditetapkan menjadi RS Unit Swadana dan pada

tahun 1998 dengan dikeluarkannya UU No. 30 tahun 1997, maka RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo berubah status menjadi Unit Pengguna

Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah RI No. 125 Tahun 2000

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo beralih status kelembagaannya menjadi

Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

yang berakhir pada tahun 2005. Setelah itu diterbitkan SK Menkes No

1243/MENKES/VIII/2005 maka RSWS berubah menjadi UPT Depkes

yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

(PPK-BLU) pada Januari 2006.

b. Letak Geografis

Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo yang beralamat di Jalan

Perintis Kemerdekaan Km. 11, Kelurahan Biringkanaya, Kecamatan

Tamalanrea, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun batas

geografis RS. Wahidin Sudirohusodo yaitu :


100

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Rumah Sakit Pendidikan Unhas

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kavaleri

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kampus Universitas Hasanuddin

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Dinas Kesehatan Provinsi Sul-Sel

c. Visi, Misi, Falsafah, Nilai Dan Tujuan Rumah Sakit

1. Visi “Menjadi Rumah Sakit dengan Layanan Berstandar Internasional”.

2. Misi

Dalam rangka mewujudkan visi Rumah Sakit Wahidin

Sudirohusodo untuk menjadi Rumah Sakit dengan Layanan Berstandar

Internasional dalam pelayanan dan pendidikan, maka ditetapkan misi

rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan berkualitas yang terintegrasi,

holistik dan profesional.

b. Menumbuhkembangkan sistem kerja yang aman, nyaman dan produktif

c. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian yang menunjang dan

terintegrasi dengan pelayanan

3. Nilai

Perwujudan visi melalui misi organisasi memerlukan perjalanan

jangka panjang ke suatu keadaan yang belum pernah dialami. Dalam

perjalanan tersebut akan dijumpai banyak rintangan, kegagalan dan

keberhasilan. Untuk tetap eksis dalam mencapai visi tersebut maka

diperlukan suatu semangat besar untuk menempuh perjalanan panjang

yang penuh rintangan dan ketidakpastian. Tanpa semangat besar,


101

perjalanan panjang tersebut akan terhenti dan gagal untuk mencapai visi

yang diinginkan. Semangat besar hanya dimiliki oleh personel organisasi

jika mereka memiliki keyakinan dasar yang kuat melalui nilai-nilai yang

ditanamkan pada setiap personel organisasi. Adapun nilai-nilai RS. Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar sebagai berikut :

a. Ramah (kindness): Sikap dan tutur kata manis, dengan berpraduga

positif serta berbudi bahasa menarik dan selalu berusaha untuk

menolong pelanggan dengan tulus dan ikhlas

b. Peduli (empathy): Berusaha untuk segera memahami dan merespon

dengan sungguh-sungguh masalah yang dihadapi pelanggan dan

langsung membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan tuntas

dan memuaskan keinginan pelanggan

c. Jujur (honesty) : Selalu memegang teguh ketulusan dan keikhlasan

dalam memberikan pelayanan atau tidak melakukan kecurangan

apapun untuk dirinya ataupun kepentingan pelanggan.

d. Profesional : Bekerjasama sesuai dengan standar profesi.

e. Kerjasama : Bahu membahu dalam memberikan pelayanan.

f. Inovative : Kreatif dan dinamis dalam menciptakan perubahan.

4. Motto

Berdasarkan nilai-nilai tersebut diatas serta dalam upaya

mencapai visi yang telah ditetapkan, maka diperlukan suatu motto yang

tidak saja sebagai suatu hiasan tetapi merupakan perwujudan pengabdian

kepada Bangsa dan Negara . Adapun motto RS. Dr. Wahidin


102

Sudirohusodo Makassar yaitu : “ Dengan budaya sipakatau kami melayani

dengan hati “

5. Tujuan

Tujuan organisasi menunjukkan arah menyeluruh yang akan dituju

oleh organisasi, yang merupakan penjabaran visi organisasi, sehingga

dari Visi RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yaitu menjadi Center Of

Excellence dalam Pelayanan dan Pendidikan, maka tujuan RS Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar sebagai berikut :

a. Terwujudnya profesionalisme dan komitmen SDM

b. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan

c. Terwujudnya kepuasan customer

d. Terwujudnya manajemen keuangan yang akuntable

e. Terwujudnya kerjasama dgn stakeholder kesehatan dalam rangka

peningkatan Indikator Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

Pada Penelitian ini Jenis pelayanan yang dileti adalah Instalasi

rawat Inap Palem dan Lontara III untuk melihat Hubungan Peneparan

Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional terhadap

Pelayanan Pasien Safety, Berikut tentang Profil bagian pelayanan yang

diteliti

a. Profil Instalasi Rawat Inap Palem

1. Visi Misi Instalasi Rawat Inap Palem

Visi : Terwujudnya perawatan pelayanan kesehatan yang berstandar

Internasional.
103

Misi :

1. Menjadikan sistem pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas

dan terintegrasi

2. Mewujudkan sistem pembangunan manajemen kinerja dan

produktivitas pelayanan kesehatan yang berkualitas

3. Mewujudkan pusat pendidikan dan penelitian kesehatan yang bermutu

4. Menjadikan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan keselamatan

dan kenyamanan pasien & petugas.

2. Situasi Ruangan Palem terdiri atas 2 lantai :

1. Lantai 1, terdiri dari 36 tempat tidur dengan rincian :

a. 28 tempat tidur (14 kamar) untuk kelas I/ B2

b. 9 tempat tidur (8 kamar) untuk kelas VIP/ B1

2. Lantai 2, terdiri dari 35 tempat tidur dengan rincian :

a. 26 tempat tidur (13 kamar) untuk kelas I/ B2

b. 9 tempat tidur (9 kamar) untuk kelas VI

b. Profil Lontara II

Nama Lontara berasal dari kata Lontarak ( ) dalam

bahasa Makassar yang berarti “segiempat”, merupakan huruf-tulisan

lontara yang berarti huruf-tulisan dengan bentuk persegi empat (Sulapak

appak). Nama Lontara dipakai sebagai nama ruangan di setiap unit

perawatan bangsal RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar karena

bangunannya berbentuk segi empat dan dibangun secara berderet

seperti dalam penulisan huruf lontara pada helai daun pohon lontara.
104

Unit Perawatan Lontara 2 adalah unit rawat inap yang

menyelenggarakan layanan bedah (Layanan Pre dan Pasca Operasi),

terdiri atas empat yaitu : Bedah Urologi, Orthopedi, Bedah Digestif dan

Bedah Tumor. Pelayanan diberikan terhadap pasien dari seluruh lapisan

masyarakat yang datang ke rumah sakit secara mandiri maupun dengan

rujukan dari dokter praktek, rumah sakit perujuk lainnya tanpa membeda-

bedakan dalam kemampuan cara bayar pasien baik secara Umum, Askes,

Jamkesda dan jamkesmas, Ikatan Kerjasama Perusahaan/Pemerintah

Daerah.

1. Visi dan Misi

Visi : Terwujudnya standarisasi internasional dalam pelayanan lontara 2,

sejalan dengan pendidikan dan penelitian kesehatan”.

Misi :

1) Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Kasus Lontara 2 (Bedah),

Yang Berkualitas, Terintegrasi, Holistik Dan Profesional Kepada

Seluruh Lapisan Masyarakat

2) Menumbuhkembangkan Sistem Kerja Yang Aman, Nyaman Dan

Produktif

3) Menyelenggarakan Pendidikan Dan Penelitian Yang Menunjang Dan

Terintegrasi Dengan Pelayanan Lontara 2

2. Nilai

Adapun nilai-nilai Instalasi Lontara 2 mengikuti nilai-nilai RSUP.

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar sebagai berikut :


105

1. Ramah (kindness): Sikap dan tutur kata manis, dengan berpraduga

positif serta berbudi bahasa menarik dan selalu berusaha untuk

menolong pelanggan dengan tulus dan ikhlas

2. Peduli (empathy): Berusaha untuk segera memahami dan merespon

dengan sungguh-sungguh masalah yang dihadapi pelanggan dan

langsung membantu menyelesaikan masalah tersebut dengan tuntas

dan memuaskan keinginan pelanggan

3. Jujur (honesty) : Selalu memegang teguh ketulusan dan keikhlasan

dalam memberikan pelayanan atau tidak melakukan kecurangan

apapun untuk dirinya ataupun kepentingan pelanggan.

4. Profesional : Bekerjasama sesuai dengan standar profesi.

5. Kerjasama : Bahu membahu dalam memberikan pelayanan.

6. Inovative : Kreatif dan dinamis dalam menciptakan perubahan.

3. Motto

Berdasarkan nilai-nilai tersebut diatas serta dalam upaya

mencapai visi yang telah ditetapkan, maka diperlukan suatu motto yang

tidak saja sebagai suatu hiasan tetapi merupakan perwujudan

pengabdian kepada Bangsa dan Negara . Adapun motto Instalasi

Lontara 2 yaitu : “ Dengan budaya sipakatau kami melayani dengan hati

4. Keadaan Geografis

Unit perawatan Instalasi Lontara 2 terdiri dari dua lantai dengan

luas 2.838 m². Instalasi ini terdiri dari 4 ruang pelayanan yaitu : Lontara

2 Bawah Depan (Bedah Urologi), Lontara 2 Bawah Belakang


106

(Ortopedi), Lontara 2 Atas Depan (Bedah Digestif) dan Lontara 2 Atas

Belakang (Bedah Tumor). Adapun batas-batas lungkungan instalasi

lontara 2 yaitu sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Instalasi Lontara 3

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Instalasi Lontara 1

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Area Parkir

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Ruang CSSD

3. Sumber Daya Manusia (Ketenagaan)

Penyelenggaraan pelayanan di Instalasi Lontara 2 didukung oleh

tenaga yang terdiri dari :

1. Tenaga Medis (Dokter)

2. Tenaga Keperawatan

Adapun Tenaga Medis dan Tenaga Keperawatan di Instalasi Lontara 2,

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Distribusi Tenaga Medis & Tenaga Keperawatan Instalasi


Lontara 2 Tahun 2014

Jumlah Tenaga
NO Tenaga
RUANGAN Tempat Medis
Keperawatan
Tidur (DPJP)
1 Lontara 2 Bawah Depan
32 4 15
(Bedah Urologi)
2 Lontara 2 Bawah Belakang
39 3 17
(Orthopedi)
3 Lontara 2 Atas Depan
32 6 17
(Bedah Digestif)
4 Lontara 2 Atas Belakang
41 7 18
(Bedah Tumor)
JUMLAH 144 19 67
Sumber : Profil Lontara II
107

Selain tenaga medis dan tenaga keperawatan, pelayanan di Instalasi

Lontara 2 juga didukung oleh tenaga non keperawatan yaitu :

a. Verifikator Ruangan

Verifikator yang ada di Instalasi Lontara 2 berjumlah 2 tenaga. Masing-

masing bertanggung jawab terhadap pengelolaan jaminan pasien di dua

ruangan yaitu : ruangan Bedah Urologi dan Orthopedi (1 tenaga) dan

rangan Bedah Digestif dan Tumor (1 tenaga).

b. Sekretaris Instalasi

c. Cleaning Service

Clening service di Instalasi Lontara 2 berjumlah 6 tenaga. 3 tenaga

bertanggung jawab terhadap kebersihan di Ruangan Bedah Urologi dan

Orthopedi. Kemudian 3 tenaga lainnya di ruangan Bedah Digestif dan

Tumor

B. Standar Pelaksanaan Keperawatan Profesional

a. Ruang Lingkup Keperawatan

Ruang lingkup Keperawatan ini menjelaskan tentang cakupan praktik

keperawatan, tim yang terlibat, dan pendekatan dalam praktik

Keperawatan.

b. Cakupan Praktik Keperawatan

Praktik keperawatan diberikan melalui asuhan keperawatan untuk

Klien individu, Keluarga, Masyarakat dan Kelompok khusus dalam

menyelesaikan masalah kesehatan sederhana sampai komplek baik sehat

maupun sakit sepanjang rentang kehidupan manusia. Praktik


108

Keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan pada

berbagai tingkat pelayanan kesehatan (primer, sekunder dan tersier).

Praktik Keperawatan yang memiliki Surat Tanda Registrasi (STR)

Perawat.

Pelayanan Keperawatan merupakan rangkaian tindakan yang

dilandasi aspek etik legal dan peka budaya untuk memenuhi kebutuhan

Klien. Kegiatan tersebut meliputi tindakan prosedural, pengambilan

keputusan klinik yang memerlukan analisis kritis serta kegiatan advokasi

dengan menunjukkan Perilaku Caring.

Pengelolaan pelayanan keperawatan merupakan kewenangan dan

tanggung jawab perawat yang memiliki kompetensi sebagai manager.

Pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien berfokus pada

pelayanan berbasis bukti. untuk mewujudkan pelayanan tersebut

diperlukan banyak penelitian yang dilakukan oleh perawat yang memiliki

kompetensi peneliti.

Pelayanan keperawatan terdiri dari komponen tenaga keperawatan

yang salah satunya adalah mahasiswa keperawatan. Untuk menjamin

kinerja mahasiswa keperawatan agar sejalan dengan upaya peningkatan

kualitas pelayanan keperawatan maka diperlukan pendidik keperawatan

klinik maupun akademik yang kompeten.

Asuhan keperawatan dilakukan melalui tindakan keperawatan mandiri

dan atau kolaborasi oleh tim Keperawatan (Perawat Ahli Madya, Ners dan

Ners Spesialis) maupun dengan tim Kesehatan lainnya. Dalam


109

pelaksanaannya, tindakan oleh tim Keperawatan dilakukan sesuai dengan

batasan Kewenangan dan Kompetensi masing-masing jenis tenaga

Perawat.

Perawat Ahli Madya mampu menguasai sain keperawatan dasar;

melakukan asuhan keperawatan yang telah direncanakan secara terampil

dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk memenuhi

kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual secara holistik dan berdasarkan pada

standar asuhan keperawatan, standar prosedur operasional;

memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman; mampu

bekerjasama dengan tim keperawatan.

Ners mampu menguasai sain keperawatan lanjut; mengelola asuhan

keperawatan secara terampil dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual secara

holistik dan berdasarkan pada standar asuhan keperawatan serta standar

prosedur operasional; memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman

dan nyaman; menggunakan hasil riset; Mampu bekerjasama dengan tim

keperawatan maupun dengan tim kesehatan lain.

Ners Spesialis mampu menguasai sain keperawatan lanjut;

mengelola asuhan keperawatan secara terampil dan inovatif dalam upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk memenuhi kebutuhan bio-

psiko-sosio-spiritual secara holistic dan berdasarkan pada standar asuhan

keperawatan serta standar prosedur operasional; memperhatikan

keselamatan pasien, rasa aman dan nyaman; melakukan riset berbasis


110

bukti klinik dalam menjawab permasalahan sain, teknologi dalam bidang

spesialisasinya; mampu bekerja sama dengan tim keperawatan lain

(Perawat Peneliti/doctoral keperawatan) dan berkolaborasi dengan tim

kesehatan lain.

Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi

kesehatan termasuk ilmu keperawatan, dimana diperlukan kemampuan

kepakaran yang lebih tinggi dalam mengatasi masalah keperawatan yang

lebih komplek, maka diperlukan peran Ners Spesialis yang dapat

berfungsi sebagai pusat rujukan bagi tenaga keperawatan dibawahnya.

Pengakuan sebagai pusat rujukan keperawatan ditunjukan melalui

kemampuan sebagai Ners Konsultan.

Ners Manajer mampu menerapkan konsep, prinsip, teori manajemen

dalam proses pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-

fungsi manajemen keperawatan, meliputi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengerakan dan pengendalian sumber-sumber dalam

organisasi dalam meningkatkan efisiensi dan efektifiatas kerja.

Ners Manajer berperan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan yang

mencakup level bawah (Front line manager), level tengah (Midle

Manager), dan level puncak (Top Manager)

c. Peran Perawat

Peran perawat secara umum adalah memberi pelayanan/asuhan (care

provider), pemimpin kelompok (community leader), pendidik (educator),

pengelola (manager) dan peneliti (researcher)


111

Care provider: Menerapkan keterampilan berfikir kritis dan pendekatan

sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan

keperawatan dalam konteks pemberian askep yang komprehensif dan

holistik berlandaskan aspek etik dan legal.

Community leader: Menjalankan kepemimpinan di berbagai komunitas,

baik komunitas profesi maupun komunitas sosial.

Educator: Mendidik Klien dan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya

Manager: Mengaplikasikan kepemimpinan dan manajemen keperawatan

dalam asuhan klien.

Researcher: Melakukan penelitian sederhana keperawatan dengan cara

menumbuhkan kuriositas, mencari jawaban terhadap fenomena klien,

menerapkan hasil kajian dalam rangka membantu mewujudkan Evidence

Based Nursing Practice (EBNP).

d. Pendekatan dalam Praktik Keperawatan

Praktik keperawatan diselenggarakan dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan yang dinamis dan berkesinambungan

meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pada klien

dengan berbagai kondisi, baik sehat maupun sakit sepanjang rentang

kehidupan.

Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif ditujukan

untuk mengenali masalah kesehatan yang dihadapi klien dan penyebab

timbulnya masalah tersebut. Dikenalinya masalah dan penyebabnya


112

dengan tepat akan mendasari penyusunan rencana penanggulangannya

agar efektif dan efisien.

Rencana tindakan keperawatan dibuat berdasarkan kebutuhan klien.

Pelaksanaan praktik keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana yang

telah disepakati bersama antara klien dan keluarganya dengan Ners.

Pelaksanaan praktik keperawatan harus berpedoman pada standar

profesi.

Tindakan mandiri keperawatan mencakup observasi keperawatan,

intervensi keperawatan, tindakan keperawatan komplementer, tindakan

keperawatan modalitas, penyuluhan kesehatan, advokasi, edukasi dan

konseling dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan untuk

pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan klien

dan mengatasi masalah kesehatan serta melaksanakan program

pemerintah bidang kesehatan.

Tindakan kolaborasi keperawatan dilakukan dengan tim kesehatan

lain dalam pemberian asuhan keperawatan, perencanaan terhadap upaya

penyembuhan serta pemulihan kesehatan klien. Kolaborasi keperawatan

dapat juga dilakukan secara lintas sektoral untuk pengembangan dan

pelaksanaan program kesehatan dalam upaya peningkatan kesehatan

individu, keluarga dan masyarakat, Proses maupun hasil asuhan

keperawatan harus selalu dievaluasi dan dimonitor secara terus menerus

dan berkesinambungan, kemudian diadakan perbaikan dan modifikasi

sesuai dengan hasil evaluasi dan monitoring serta tujuan yang telah
113

ditetapkan bersama klien. Tujuan yang telah ditetapkan dapat berupa

hilangnya gejala, menurunnya resiko, tercegahnya komplikasi,

meningkatnya pengetahuan dan kemampuan mengatasi masalah

kesehatan serta mempersiapkan klien agar meninggal dengan damai dan

bermartabat.

Praktik keperawatan yang memenuhi kebutuhan dan harapan dapat

diselenggarakan pada semua sarana/tatanan pelayanan/asuhan

kesehatan, meliputi di rumah sakit umum maupun khusus, puskesmas,

praktik keperawatan di rumah (home care), nursing home/residential

health care, praktik keperawatan berkelompok (klinik bersama), dan

praktik keperawatan perorangan, serta praktik keperawatan fasilitas

pelayanan/asuhan kesehatan bergerak (mobile/ambulatory). Praktik

keperawatan diselenggarakan dengan memperhatikan keterjangkauan

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan/asuhan/asuhan keperawatan

dalam kontek pelayanan/asuhan kesehatan.

Praktik keperawatan profesional mencakup kegiatan-kegiatan mulai

dari yang sangat sederhana hingga komplek. Praktik keperawatan

dilakukan dengan mengutamakan kualitas, efektifitas dan efisiensi, agar

tetap terjangkau oleh masyarakat serta berfokus pada keselamatan Klien.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan untuk tindakan keperawatan

yang sederhana dan tidak berisiko, Ners dapat bekerja sama dengan

perawat vokasi.
114

Disamping berperan sebagai perawat praktisi yang dilakukan oleh

Perawat ahli madya, Ners dan Ners Spesialis, perawat juga berperan

sebagai perawat manajer oleh Ners manajer dengan kompentensi

pengembangan dan pengelolaan manajemen pelayanan keperawatan.

Dan dalam pengembangan keilmuan keperawatan dikembangkan pula

perawat peneliti dengan kompetensinya yang berfokus pada penelitian

untuk pengembangan keilmuan keperawatan. Peran ini dilakukan oleh

magister dan doktor keperawatan.

e. Standar Kompetensi Perawat Indonesia

Standar diartikan sebagai ukuran atau patokan yang disepakati,

sedangkan kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang

yang dapat terobservasi mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap

dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas dengan standar kinerja

(performance) yang ditetapkan.

Standar kompetensi perawat merefleksikan kompetensi yang harus

dimiliki oleh Perawat untuk memberikan asuhan keperawatan profesional.

Standar Kompetensi Perawat Indonesia setara dengan standar

internasional. Dengan demikian Perawat Indonesia mendapatkan

pengakuan yang sama dengan Perawat dari Negara lain.

f. Kerangka Kerja Kompetensi Perawat Indonesia

Kerangka Kerja Kompetensi Perawat dikelompokkan dalam 3 Ranah

Kompetensi sebagai, Praktik Profesional, etis, legal dan peka budaya :

a. Bertanggung gugat terhadap praktik profesional


115

b. Melaksanakan praktik keperawatan dengan prinsip etis dan peka

budaya

c. Melaksanakan praktik secara legal

2. Pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan.

a. Menerapkan prinsip dasar dalam pemberian asuhan keperawatan dan

pengelolaannya

b. Melaksanakan upaya promosi kesehatan dalam pelayanan maupun

asuhan keperawatan

c. Melakukan pengkajian keperawatan

d. Menyusun rencana keperawatan

e. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana

f. Mengevaluasi asuhan tindakan keperawatan

g. Menggunakan komunikasi terapeutik dan hubungan interpersonal

dalam pemberian pelayanan dan asuhan keperawatan

h. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan yang aman

i. Membina hubungan interprofesional dalam pelayanan maupun asuhan

keperawatan

j. Menjalankan fungsi delegasi dan supervisi baik dalam pelayanan

maupun asuhan keperawatan

3. Pengembangan kualitas personal dan profesional

a. Melaksanakan peningkatan profesional dalam praktik keperawatan

b. Melaksanakan peningkatan mutu pelayanan maupun asuhan

keperawatan
116

c. Mengikuti pendidikan berkelanjutan sebagai wujud tanggung jawab

profesi

Secara skematis uraian ranah Kompetensi digambarkan dalam Kerangka

kerja kompetensi Perawat Indonesia seperti dibawah ini;

C. Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional

Pelayanan keperawatan perlu upaya peningkatan mutu pelayanan

rumah sakit melalui upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan,

dan profesionalisme perawat dalam memberikan dan mengatur kegiatan

asuhan keperawatan kepada pasien. Tugas perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan antara lain mengkaji kebutuhan pasien,

merencanakan tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan,

mengevaluasi hasil asuhan keperawatan, mendokumentasikan asuhan

keperawatan, berperan serta dalam melakukan penyuluhan, yang

terangkum dalam system pengorganisasian, salah satu sistem

pengorganisasian tersebut adalah Model Praktik Keperawatan Profesional

( Ali, 2002).

SP2KP atau Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional adalah kegiatan pengelolaan asuhan keperawatan disetiap

unit ruang rawat di rumah sakit. SP2KP ini merupakan suatu system

pemberian asuhan keperawatan di ruang rawat yang dapat

memungkinkan perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang

profesional bagi pasien. SP2KP ini memiliki sistem pengorganisasian yang


117

baik dimana semua komponen yang terlibat dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan diatur secara profesional (Sitorus, 2011).

Praktik keperawatan profesional mencakup kegiatan-kegiatan mulai

dari yang sangat sederhana hingga komplek. Praktik keperawatan

dilakukan dengan mengutamakan kualitas, efektifitas dan efisiensi, agar

tetap terjangkau oleh masyarakat serta berfokus pada keselamatan Klien.

Dalam melaksanakan praktik keperawatan untuk tindakan keperawatan

yang sederhana dan tidak berisiko, Ners dapat bekerja sama dengan

perawat vokasi (Standar Kompetensi Perawat Indonesia 2012,

www.hpeq.dikti.go.id)

Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga

kesehatan untuk bersikap profesional. Profesionalisme perawat dapat

diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu

usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional

tersebut adalah pengembangan model praktek keperawatan profesional

(MPKP) yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian

asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian

asuhan tersebut. MPKP yang sekarang dikenal dengan istilah SP2KP

sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam

melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP/SP2KP, perawat

dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya terhadap pasien sejak

masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang

dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.


118

Pelaksanaan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional

sangat memberikan dampak positif terhadap peningkatan mutu

pelayanan, hal ini dapat dilihat tabel matriks perbedaan pelaksanaan

SP2KP (Sistem Pemberian Pelayana Keperawatan Profesional).

D. Hasil Penelitian

a. Deskripsi Karakteristik Responden

Karakteristik responden adalah profil terhadap objek penelitian

yang dapat memberikan interpretasi terhadap objectivitas penelitian.

Responden dalam penelitian ini adalah petugas perawat yang

ditempatkan di ruang Palem dan Lontara II, dengan total keseluruhan

sebanyak 60 orang. Sampling ini diambil dari seluruh populasi penelitian

ini dapat dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan,

status kepegawaian, masa kerja, dan jabatan.

Adapun distribusi responden berdasarkan kriteria tersebut adalah

sebagai berikut :

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur seseorang berpengaruh pada kepuasan kerja. Berdasarkan

riset ditemukan bahwa ada hubungan positif antara usia dan kepuasan

kerja karyawan (Robin, 2006). Semakin tua umur karyawan, mereka

cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaannya karena mereka

mempunyai pengharapan lebih sedikit, lebih adaptif terhadap lingkungan

kerjanya dan lebih berpengalaman (Handoko, 2003; Berns, 1989, Bowen


119

et al., 1994, Griffin, 1984, Herzberg et al., 1957, Nestor & Leary, 2000

dalam scott, swortzel & Taylor, 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden

perawat di ruang Perawatan Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,

distribusi umur responden yang merupakan proporsi identitas responden

yang menggambarkan tingkat pengalaman dan kedewasaan pola pikir

responden, dikategorikan berdasarkan berdasarkan kriteria umur menurut

DEPKES RI (2009) yaitu Masa Remaja Akhir 17 - 25 tahun, Masa

Dewasa 26- 45 tahun, Masa Lansia 46- 65 tahun dan Masa Manula 65 -

sampai atas.

Deskripsi umur responden pasien pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan umur bagian Instalasi


Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin sudirohusodo
Makassar 2015

Palem Lonta II
Umur
Frek. (N) % Frek. (N) (%)
17-25 6 20,0 7 23,3
26-45 22 73,3 20 66,7
46-65 2 6,7 3 10,0
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber : Data Primer

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa umur petugas perawat di Ruang

Perawatan Palem terbanyak adalah kelompok umur 26-45 tahun

sebanyak 22 orang responden (73,3 %), kemudian kelompok umur 17-25

tahuan sebanyak 6 orang responden (20 %) dan kelompok usia paling

sedikit 46-65 tahun sebanyak 2 orang responden (6,7 %).


120

Sedangkan Jumlah petugas perawat di Ruang Perawatan Lontara

II terbanyak juga adalah kelompok umur 26-45 tahun sebanyak 20 orang

responden (66,7 %), kemudian kelompok umur 17-25 tahuan sebanyak 7

orang responden (23,3 %) dan kelompok usia paling sedikit 46-65 tahun

sebanyak 3 orang responden (10 %). Jumlah Petugas perawat di Ruang

Perawatan Palem dan Lontara II didominasi oleh kelompok usia 26-45

tahun karena kategori umur remaja akhir dan dewasa merupakan

kelompok umur produktif dan kemampuan fisik yang prima

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan dari jenis kelamin, pasien dibagi menjadi dua yaitu

laki-laki dan perempuan. Dari hasil kuisioner yang disebarkan terhadap

petugas perawat bahwa petugas perawat perempuan lebih mendominasi

dibandingkan dengan petugas perawat laki-laki. Dari hasil pengolahan

data dapat dilihat bahwa Petugas perawat di Instalasi Rawat Inap Palem

yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 (empat) orang dengan tingkat

persentase 13,3% dan pasien perempuan sebanyak 26 orang dengan

tingkat persentase 86,7%.

Sedangkan Jumlah bahwa Petugas perawat di Instalasi Rawat Inap

Lontara II yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang dengan

tingkat persentase 16,7% dan pasien perempuan sebanyak 25 orang

dengan tingkat persentase 83,3%.

Adapun jumlah distribusi Petugas Perawat dapat dilihat pada tabel

4.3 berikut :
121

Tabel 4.3 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Jenis kelamin


bagian Instalasi Rawat Inap Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015

Palem Lontara II
Jenis Kelamin
Frek. (N) (%) Frek. (N) (%)
Laki-laki 4 13,3 5 16,7
Perempuan 26 86,7 25 83,3
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber : Data Primer

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

Terdapat lima klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokan

tingkat pendidikan pasien menurut DEPKES RI yaitu 1) Belum Sekolah, 2)

SD, 3)SMP, 4) SMA/SMK, 5) Perguruan Tinggi.

Hasil pengujian didapatkan seperti pada tabel 4.4 sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Pendidikan


bagian Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015
Palem Lontara II
Pendidikan
Frek. (N) (%) Frek. (N) (%)
Sarjana (S1) 16 53,3 11 36,7
DIII Keperawatan 14 46,7 18 60
SPK 0 0 1 3,3
Total 30 100,0 30 100,0
Sumber : Data Primer
Dari data pada tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa jumlah

Petugas Perawat berdasarkan Pendidikan bagian Instalasi Rawat Inap

Ruang Palem RSUP dr. Wahidin sudirohusodo terbanyak adalah Sarjana

(S1) sebanyak 16 orang responden (53,3%), dan D III Keperawatan

sebanyak 14 orang (46,7 %)

Sedangkan Petugas Ruang Lontara II RSUP dr. Wahidin

sudirohusodo terbanyak adalah D III Keperawatan sebanyak 11 orang


122

(36,7%) dan Sarjana (S1) sebanyak 18 orang responden (60%), dan SPK

sebanyak 1 orang (3,3%).

4. Karakteristik Responden Berdasarkan Status kepegawaian

Tabel 4.5 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Pendidikan


bagian Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015

Kepegawaian Palem Lontara II


Frek. (N) (%) Frek. (N) (%)
PNS 22 73,3 16 53,3
Honorer 4 13,3 14 36,7
Sukarela 2 6,7 0 0
Kotrak 2 6,7 0 0
Total 30 100 30 100
Sumber : Data Primer

Dari data pada tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa jumlah Petugas

Perawat berdasarkan Status kepegawaian bagian Instalasi Rawat Inap

Ruang Palem RSUP dr. Wahidin sudirohusodo terbanyak adalah PNS

sebanyak 22 orang responden (73,3 %), dan Honorer sebanyak 4 orang

(13,3%), tenaga sukarela sebanyak 2 orang (6,7%) dan tenaga kontrak

sebanyak 2 orang (6,7%), sedangkan Instalasi Rawat Inap Ruang Lontara

II terbanyak adalah PNS sebanyak 16 orang responden (53,3%), dan

Honorer sebanyak 14 orang (36,7%).

5. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Perkawinan

Tabel 4.6 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Status


Perkawinan Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015
S. Perkawinan Palem Lotara II
Frek. (N) (%) Frek. (N) (%)
Kawin 25 83,3 17 56,7
Belum Kawin 5 16,7 13 43,3
Total 30 100 30 100,0
Sumber : Data Primer
123

Dari data pada tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa jumlah

Petugas Perawat berdasarkan Status Perkawinan bagian Instalasi Rawat

Inap Ruang Palem RSUP dr. Wahidin sudirohusodo yang sudah kawin

sebanyak 25 orang responden (83,3%), dan yang belum menikah

sebanyak 5 orang (16,7%), sedangkan Petugas Perawat Instalasi Rawat

Inap Ruang Lontara II yang sudah kawin sebanyak 17 orang responden

(56,7 %), dan yang belum kawin sebanyak 13 orang (43,3 %)

6. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja

Penjabaran responden berdasarkan masa kerja perawat di Instalasi Rawat

Inap Palem dan Lontara II, yaitu :

Tabel 4.7 Petugas Perawat berdasarkan Masa Kerja bagian


Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015

Palem Lontara II
Masa Kerja
Frek. (N) (%) Frek. (N) (%)
<5 tahun 6 20 17 56,7
≥5 tahun 24 80 13 43,3
Total 30 100 30 100
Sumber : data primer

Dari data pada tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa jumlah

Petugas Perawat berdasarkan masa jabatan bagian Instalasi Rawat Inap

Ruang Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo yang masa kerja <5 tahun

tahun sebanyak 6 orang responden (20%), masa kerja ≥5 tahun tahun

sebanyak 24 orang responden (80%), Sedangkan Petugas Perawat

Rawat Inap Ruang Lontara II yang masa kerja <5 tahun tahun sebanyak

17 orang responden (56,7%), masa kerja ≥5 tahun tahun sebanyak 13

orang responden (43,3%)


124

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan

Tabel 4.8 Distribusi Petugas Perawat berdasarkan Masa Kerja


bagian Instalasi Rawat Inap Ruang Palem dan Lontara II
RSUP dr. Wahidin sudirohusodo 2015

Palem Lontara II
Masa Kerja
Frek. (N) (%) Frek. (N) (%)
Kepala Pelayanan 0 0 1 3,3
Ketua Tim 4 13,3 4 13,3
Anggota Tim 26 86,7 25 83,4
Total 30 100,0 30 100.0
Sumber : Data Primer

Dari data pada tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa jumlah

Petugas Perawat berdasarkan jabatan bagian Instalasi Rawat Inap Ruang

Palem RSUP dr. Wahidin sudirohusodo, yang memiliki jabatan sebagai

Ketua Tim sebanyak 4 orang (13,3%), dan jumlah Anggota Tim sebanyak

26 orang (86,7 %), sedangkan jumlah Petugas Perawat berdasarkan

jabatan bagian Instalasi Rawat Inap Ruang Lontara II yang memiliki

jabatan sebagai Kepala Pelayanan sebanyak 1 orang responden (3,3%),

Ketua Tim sebanyak 4 orang (13.3 %), dan jumlah Anggota Tim sebanyak

25 orang (83,4%)

b. Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

profesional (SP2KP) dan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap

Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2014

1. Gambaran umum Instalasi Rawat Inap Palem

Ruangan Perawatan Palem terbagi 2 yaitu Pav. Palem Atas adalah

ruang perawatan yang menerima semua jenis penyakit non infeksi dengan

jumlah tenaga perawat sebanyak 26 orang dan Pav. Palem Bawah juga
125

menerima semua jenis penyakit non infeksi dengan jumlah tenaga

perawat sebanyak 29 orang

Ruang perawatan Palem adalah salah satu instalasi rawat inap

yang telah melaksanakan suatu sistem pelayanan keperawatan untuk

meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu Sistem Pemberian pelayanan

keperawatan profesional, dan telah melaksanakan pasien safety goals,

pelaksanaan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, agar

membuat pasien nyaman dan tidak terjadi kejadian yang tidak diharapkan.

Namun melihat kenyataannya masih terdapat beberapa kejadian

yang tidak diharapkan, hal ini dapat kita lihat pada tabel 4.9

Tabel 4.9 Angka Kejadian di Ruang Perawatan Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2014
Ruang Palem
KTD KTC KPC KNC KS
2013 1 - - - -
2014 3 1 1
Sumber, data sekunder

Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini dapat kita lihat bagaimana

penerapan pelaksanakan Sistem pemberian pelayanan keperawatan

profesional terhadap pelaksanaan pasien safety perawatan ruang palem :

2. Gambaran Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional.

a. Pelaksanaan Pre Conferens

Perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul,

saling bertanya, mengepresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang

rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings dan Judith,


126

1999), menurut Reily dan Oberman (1999), kegiatan pre conference

meliputi identifikasi masalah, perencanaan dan evaluasi hasil untuk

mencari solusi.

Kegiatan pre conference dalam Mpkp jiwa, yaitu komunikasi katim

dan perawat pelaksanan setelah selesai operan untuk rencana kegiatan

pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketu tim atau penanggung jawab ti,

jika yang dinas pada shift tersebut hanya satu orangm, maka pre

conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat

(rencana harian), dan tambahan rencana dari ketua tim atau penanggung

jawab tim yang akan dillaksanakan pada shift tersebut (Keliat 2006).

Berikut gambaran pelaksanaan Pre Conference ruang Palem :

Tabel 4.10 Pelaksanaan Pre Conferens di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST RG TS
No. Pre Conference
5 4 3 2
Pertemuan katim dan
8 22
1 anggota tim setelah
(26,7%) (73,3%)
operan
Tim melakukan 8 20 1 1
2
identifikasi masalah (26,7%) (66,7%) (3,3%) (3,3%)
Tim merencanakan 8 20 1 1
3
kegiatan askep harian (26,7%) (66,7%) (3,3%) (3,3%)
Pembagian tugas tim 11 19
4
keperawatan (36,7%) (63,3%)
Sumber : Data Primer

Dari gambaran tabel 4.10 diatas dapat kita lihat deskripsi

pelaksanaan Pre Conferens petugas perawat di instalasi rawat inap

Palem, yang melaksanakan Pertemuan katim dan anggota tim yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 8 orang (26,7%) dan yang setuju


127

sebanyak 22 orang (73,3%), Tim melakukan identifikasi masalah, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 8 orang (26,7%), setuju 20 orang

(66,7%), ragu-ragu 1 orang (3,3%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang

(3,3%). Tim merencanakan kegiatan askep harian, yang menyatakan

sangat setuju sebanyak 8 orang (26,7%), setuju 20 orang (66,7%), ragu-

ragu 1 orang (3,3%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang (3,3%).

Pembagian tugas tim keperawatan, yang menyatakan sangat setuju

sebanyak 11 orang (36,7%), dan yang menyatakan setuju sebanyak 19

orang (63,3%).

Berdasarkan kriteria dikatakan Cukup baik apabila skor jawaban

responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban responden <12,5.

Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Pre Conferens petugas

perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30 orang responden

(100%) Cukup baik

b. Pelaksanaan Post Conferens

Post Conference yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana

tentang hasil kegiatan khususnya perkembangan kondisi klinik pasien

setelah diberikan tindakan keperawatan sepanjang shift, dan sebelum

operan kepada shift berikut (Keliat, 2006). Perawat mendiskusikan

pengalaman klinik, menanyakan pengalaman klinik yang baru dilakukan,

menganalisis situasi klinik, klarifikasi keterkaitan maslah dan situasi,

identifikasi masalah, ventilasi perasaan, dan mengembangkan support


128

system (Billings & Judith, 1999). Proses diskusi pada post conference

dapat menciptakan strategi,

Post-conference adalah kegiatan pertemuan katim dan anggota

tim pada akhir shift atau telah melakukan askep atau mencatat dibuku

laporan untuk disampaikan pada saat overan shift berikutnya. Post

conference dilakukan untuk memperjelas hasil askep yang dilakukan dan

evaluasi pembagian tugas tim keperawatan sehingga pelayanan atau

asuhan yang diberikan lebih optimal, efisien dan efektif

Tabel 4.11 Pelaksanaa Post Conferens di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST RG TS
No. Post Conference
5 4 3 2
Pertemuan katim dan
12 15 2 1
1. anggota tim sebelum
(40%) (50%) (6,7%) (3,3%)
operan
1
Mencatat askep yang 13 16
2. (3,3%)
telah dilakukan (43,3%) (54,%)
Memperjelas hasil
12 18
3. askep yang telah
(40%) (60%)
dilakukan
Evaluasi pembagian 11 19
4.
tugas tim keperawatan (36,7%) (63,3%)
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.11 diatas dapat kita lihat bahwa pelaksanaan post

conferens petugas perawat instalasi rawat Inap palem, yang

melaksanakan Pertemuan katim dan anggota tim sebelum operan, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 12 orang (40%), setuju 15 orang

(50%), ragu sebanyak 2 orang (6,7%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang

(3,3%). Mencatat askep yang telah dilakukan, yang menyatakan sangat


129

setuju sebanyak 13 orang (43,3%), setuju 16 orang (50%), ragu sebanyak

2 orang (6,7%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang (3,3%).

dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan konferens petugas perawat

terhadap komunikasi efektif. Dikatakan Cukup baik apabila skor jawaban

responden >10 Kurang jika skor jawaban responden <10, untuk lebih

jelasnya dapat kita lihat tabel 4.11 dibawah :

Berdasarkan kriteria, pelasanaan Post comference perawat di

instalasi rawat inap Palem, dikatakan Cukup baik apabila skor jawaban

responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban responden <12,5.

Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Post Conferens

petugas perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30 orang

responden (100%) Cukup baik

c. Pelaksanaan Orientasi Baru

Orientasi terhadap pasien baru adalah pemberian informasi kepada

pasien baru berkaitan dengan proses keperawatan yang akan dilakukan

oleh rumah sakit. Informasi adalah pesan atau isi berita yang ingin

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dengan harapan orang

tersebut mengetahui dan mengerti akan maksud dan tujuan dari isi pesan

atau berita yang disampaikan. Orientasi terhadap pasien baru merupakan

usaha memberikan informasi/sosialisasi kepada pasien dan keluarga

tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan selama di

rumah sakit (Ragusti, 2008).


130

Orientasi pasien baru adalah kegiatan pengenalan dan pemberian

informasi nama petugas, tim keperawatan, dokter DPJP, hak dan

kewajiban pasien, lingkungan fisik ruang perawatan, peraturan yang

berlaku di rumah sakit yang diberikan kepada pasien yang baru masuk.

Pelaksanaan orientasi pasien baru agar hak pasien untuk diberikan

informasi dan orientasi lingkungan sehingga mampu beradaptasi dengan

lingkungan baru

Tabel 4.12 Pelaksanaan Orientasi Pasien Baru di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST
Orientasi Pasien Baru 5 4
1 11 19
Petugas memperkenalkan tim
(36,7%) (63,3%)
2 Memahamkan hak dan 16 14
kewajiban pasien dan keluarga (53,3%) (46,7%)
3 Memahamkan aturan-aturan
12 18
rumah sakit kepada pasien dan
(40%) (60%)
keluarga
4 Memperkenalkan lingkungan 11 19
fisik ruang perawatan (36,7%) (63,3%)
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.12 dapat kita lihat bahwa Pelaksanaan Orientasi

Pasien Baru petugas perawat di instalasi rawat inap palem yaitu, Petugas

yang memperkenalkan tim, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 11

orang (36,7%) dan setuju sebanyak 19 orang (63,3%).

Memahamkan hak dan kewajiban pasien dan keluarga, yang

menyatakan sangat setuju 16 orang (53,3%) dan setuju sebanyak 14

orang (46,7%). Memahamkan aturan-aturan rumah sakit kepada pasien

dan keluarga, yang menyatakan sangat setuju 12 orang (40%) dan setuju
131

sebanyak 18 orang (60%). Memperkenalkan lingkungan fisik ruang

perawatan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 11 orang (36,7%)

dan setuju sebanyak 19 orang (63,3%).

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan

penerapan Orientasi Pasien petugas perawat ruang palem. dikatakan

Cukup baik apabila skor jawaban responden>12,5 dan Kurang Baik jika

skor jawaban responden <12,5. Berdasarkan Hasil pengolahan data

bahwa pelaksanaan Post Conferens petugas perawat di instalasi Rawat

Inap Palem semuanya 30 orang responden (100%) Cukup baik

d. Pelaksanaan Operan Jaga

Operan merupakan sistem yang kompleks didasarkan pada kondisi

sosiotehnologi dan nilai-nilai yang dipunyai perawat dalam melakukan

komunikasi. Sistem operan menjamin kelangsungan pelayanan yang

berkesinambungan dan profesional. Operan shift berperan penting dalam

konteks kontinyuitas pelayanan keperawatan selama 24 jam (Kerr, 2002)

Operan jaga (timbang terima) adalah penyampaian informasi

perkembangan pasien pada shift sebelumnya yang belum dilakukan dan

yang harus diperhatikan untuk dilanjutkan oleh shift berikutnya sehingga

asuhan keperawatan berlanjut terus mulai pasien masuk sampai pasien

keluar. Operan jaga dilakukan untuk menjamin asuhan berkelanjutan

setiap shiftnya.

Berikut ini gambaran pelaksanaan operan jaga petugas perawat di

Instalasi Rawat Inap palem :


132

Tabel 4.13 Penerapan Operan Jaga di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST RG
Operan Jaga
5 4 3
1 menyampaikan informasi
perkembangan pasien 14 14 2
pada shift berikutnya (46,7%) (46,7%) (6,6%)
2 Tim menyampaikan
16 14
tindakan yang telah
(53,3%) (46,7%)
diberikan
3 Tim menyampaikan
informasi mengenai 12 18
tindakan yang belum (40%) (60%)
diberikan
4 Tim menyusun rencana
yang akan di informasikan 11 19
kepada shift selanjutnya (36,7%) (63,3%)
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.13 dapat kita lihat bahwa Pelaksanaan Operan Jaga

perawat ruang palem, yang menyampaikan informasi perkembangan

pasien pada shift berikutnya, yang menyatakan sangat setuju sebanyak

14 orang (46,7%), setuju sebanyak 14 orang (46,7) dan yang menyatakan

ragu sebanyak 2 orang (6,6%). Tim menyampaikan tindakan yang telah

diberikan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 16 orang (53,3 %)

dan setuju sebanyak 14 orang (46,7%).

Tim menyampaikan informasi mengenai tindakan yang belum

diberikan, yang menyatakan sangat setuju 12 orang (40%) dan setuju

sebanyak 18 orang (60%). Tim menyusun rencana yang akan di

informasikan kepada shift selanjutnya, yang menyatakan sangat setuju 11

orang (36,7%) dan setuju 19 orang (63,3%)


133

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan Operan

jaga petugas perawat ruang palem. dikatakan Cukup baik apabila skor

jawaban responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban responden

<12,5. Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Post

Conferens petugas perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30

orang responden (100%) Cukup baik

e. Pelaksanaan Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan merupakan strategi yang yang efektif dalam

melalui banyak perubahan dalam aspek perawatan, terutama

meningkatkan komunikasi di antara anggota tim terkait interaksi antar

perawat (Aitken et al., 2010). Selain itu ronde keperawatan juga berguna

dalam pengembangan praktik klinis, evidence base care, dan pemahaman

pasien terhadap kondisi yang mereka alami (Close & Castledine, 2005).

Ronde keperawatan merupakan suatu metode dalam pelayanan

keperawatan yang berguna untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien

dan memberikan masukan kepada perawat tentang asuhan keperawatan

yang dilakukan.

Kozier e al. (2011) menyatakan bahwa ronde keperawatan suatu

prosedur dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan

informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan

keperawatan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk

mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan

keperawatan yang telah diterima pasien


134

Tabel 4.14 Pelaksanaan Ronde Keperawatan di Instalasi Rawat Inap


Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST TS
Ronde Keperawatan 5 4 2
1 Tim Perawat/perawat
konsulen melakukan ronde 6 23 1
keperawatan pada pasien (20%) (76,7%) (3,3%)
2 Tim Perawat/perawat
konsulen mendiskusikan 4 25 1
sistem dalam menangani (13,3%) (83,4%) (3,3%)
masalah medis pasien
3 Tim Perawat/perawat
konsulen menjamin 4 25 1
pelaksanaan tindakan (13,3%) (83,4%) (3,3%)
sesuai dengan prosedur
4 Tim Perawat/perawat
konsulen melakukan 5 24 1
edukasi perawatan pada (16,7%) (80%) (3,3%)
pasien
Sumber : data Primer

Dari tabel 4.14 dapat kita lihat bahwa Pelaksanaan Ronde

Keperawatan di instalasi rawat inap palem, Tim Perawat/perawat konsulen

melakukan ronde keperawatan pada pasien, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 6 orang (20%), setuju sebanyak 23 orang dan tidak

setuju sebanyak 1 orang (3,3%). Tim Perawat/perawat konsulen

mendiskusikan sistem dalam menangani masalah medis pasien, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 4 orang (13,3%), yang setuju

sebanyak 25 orang (83,4 %) dan tidak setuju 1 orang (3,3%).

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan Ronde

Keperawatan petugas perawat ruang palem. dikatakan Cukup baik apabila

skor jawaban responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban

responden <12,5. Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa


135

pelaksanaan Post Conferens petugas perawat di instalasi Rawat Inap

Palem semuanya 30 orang responden (100%) Cukup baik.

3. Gambaran Pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

Patient safety adalah pasien bebas dari cedera yang tidak

seharusnya terjadi atau bebas dari cedera yang potensial akan terjadi

(penyakit,cederafisik/sosial psikologis, cacat, kematian ) terkait dengan

pelayanan kesehatan (KKP-RS, 2008).

Patient Safety (keselamatan pasien) rumah sakit adalah suatu

sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini

termasuk:assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang

berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insidendan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem ini mencegah

terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan

suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

(DepKes,2006).

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan

disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah

Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saaving Patient

Safety Solution dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan

dari Joint Commission International (JCI)


136

a. Identifikasi Pasien

Berikut ini tabel tentang gambaran pelaksanaan Identifikasi Pasien

perawat di instalasi rawat Inap Palem :

Tabel 4.15 Pelaksanaan Identifikasi Pasien di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST
No. Identifikasi Pasien
5 4

Pasien diidentifikasi dengan


menggunakan dua pengidentifikasi 17 13
1
pasien, seperti nama pasien/tanggal (56,7%) (43,3%)
lahir/nomor identifikasi

Pasien diidentifikasi setiap 16 14


2
memberikan tindakan (53,3%) (46,7%)
Pasien diidentifikasi sebelum 14 16
3
diberikan perawatan (46,7) (53,3%)
Sumber : data primer

Tabel 4.15 diatas dapat dilihat pelaksanaan identifikasi pasien

perawat di instalasi rawat inap Palem, yang Pasien diidentifikasi dengan

menggunakan dua pengidentifikasi pasien, seperti nama pasien/tanggal

lahir/nomor identifikasi, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 17

orang (56,7%) danxsetuju sebanyak 13 orang (43,3%).

Pasien diidentifikasi setiap memberikan tindakan, yang menyatakan

sangat setuju sebanyak 16 orang (53,3) dan yang menyatakan setuju

sebanyak 14 orang (46,7%). Pasien diidentifikasi sebelum diberikan

perawatan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 14 orang (46,7%)

dan setuju sebanyak 16 orang (53,3%).


137

b. Peningkatan Komunikasi Efektif

Berikut ini tabel tentang gambaran pelaksanaan Komunikasi Efektif

perawat di instalasi rawat Inap Palem :

Tabel 4.16 Pelaksanaan Peningkatan Komunikasi Efektif


di Instalasi Rawat Inap Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar 2015

SS ST
Peningkatan Komunikasi
Yang Efektif 5 4

Perintah lengkap, lisan dan


12 18
1 via telpon, atau hasil tes
(40%) (60%)
dicatat si penerima
Perintah lengkap, lisan dan
14 16
2 via telpon, atau hasil tes
(46,7%) (53,3%)
dibaca ulang si penerima
Melaksanakan prosedur
komunikasi lisan dan via 14 16
3
telpon dijalankan secara (46,7%) (53,3%)
konsisten
Sumber : data primer

Tabel 4.16 di atas dapat gambaran pelaksanaan peningkatan

komunikasi perawat di instalasi Rawat Inap Palem, Perintah lengkap, lisan

dan via telpon, atau hasil tes dicatat si penerima, yang meyatakan sangat

setuju sebanyak 12 orang (40%) dan setuju sebanyak 18 orang (60%).

Perintah lengkap, lisan dan via telpon, atau hasil tes dibaca ulang si

penerima, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 14 orang (46,7%)

dan setuju sebanyak 16 orang (53,3%).

Melaksanakan prosedur komunikasi lisan dan via telpon dijalankan

secara konsisten, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 14 orang

(46,7%) dan setuju sebanyak 16 orang (53,3%).


138

c. Manajemen Pengobatan

Tabel 4.17 Pelaksanaan Peningkatan Manajemen Pengobatan di Instalasi


Rawat Inap Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS
Manajemen pengobatan ST
5 4
Memberikan obat sesuai
17 13
1 dengan prosedur yang
(56,7%) (43,3%)
diterapkan
Obat yang disimpan di unit 16 14
2
perawatan diberi label jelas (53,3%) (46,7%)
Memperhatikan tindakan
15 15
3 pemberian obat yang telah
(50%) (50%)
diberikan
Sumber : data primer

Pada tabel 4.17 di atas dapat dilihat gambaran pelaksanaan

manajemen pegobatan, yang Memberikan obat sesuai dengan prosedur

yang diterapkan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 17 orang

(56,7%) dan setuju sebanyak 13 orang (43,3%). Obat yang disimpan di

unit perawatan diberi label jelas, yang menyatakan sangat setuju

sebanyak 16 orang (53,3%) dan setuju sebanyak 14 orang (46,7%).

Memperhatikan tindakan pemberian obat yang telah diberikan, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 15 orang (50%) dan setuju sebanyak

15 orang (50%).

d. Manajemen Asuhan Perioperatif

Tabel 4.18 Pelaksanaan Manajemen Asuhan Perioperatif di Instalasi


Rawat Inap Palem RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST
Manajemen Asuhan Perioperatif
5 4
Menggunakan tanda yang 16 14
1
langsung dikenali untuk (53,3%) (46,7%)
139

SS ST
Manajemen Asuhan Perioperatif
5 4
mengidentifikasi lokasi
pembedahan
Melibatkan pasien dalam proses
17 13
2 pemberian tanda lokasi
(56,7%) (44,3%)
pembedahan
Memverifikasi kembali dipastikan
16 14
3 lokasi benar, pasien sudah benar ,
(53,3%) (46,7%)
prosedur benar
Sumber : data primer

Pada tabel 4.18 di atas dilihat gambaran pelaksanaan manajemen

asuhan perioperatif perawat di instalasi rawat inap palem, Menggunakan

tanda yang langsung dikenali untuk mengidentifikasi lokasi pembedahan,

yang menyatakan sangat setuju sebanyak 16 orang (53,3%) dan setuju

sebanyak 14 orang (46,7%). Melibatkan pasien dalam proses pemberian

tanda lokasi pembedahan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 17

orang (56,7%) dan setuju sebanyak 13 orang (44,3%). Memverifikasi

kembali dipastikan lokasi benar, pasien sudah benar , prosedur benar,

yang menyatakan sangat setuju sebanyak 16 orang (53,3%) dan setuju

sebanyak 14 orang (46,7%).

e. Pencegahan Infeksi

Tabel 4.19 Pencegahan Infeksi di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST RG TS
Pencegahan Infeksi
5 4 3 2
Menggunakan APD setiap
14 15 1
1 melakukan kontak
(46,7%) (50%) (3,3%)
langsung dengan pasien
Melakukan cuci tangan
17 13
2 sebelum dan setelah
(56,7%) (43,3%)
memberikan tindakan
140

SS ST RG TS
Pencegahan Infeksi
5 4 3 2
Memperhatikan kebersihan 16 14
3
dalam melakukan tindakan (53,3%) (46,7%)
Sumber : data primer

Pada tabel 4.19 di atas dapat dilihat pelakasanaan pencegahan

infeksi petugas perawat di instalasi rawat inap palem, Menggunakan APD

setiap melakukan kontak langsung dengan pasien, yang menyatakan

sangat setuju sebanyak 14 orang (46,7%), setuju sebanyak 15 orang (50

%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang (3,35). Melakukan cuci tangan

sebelum dan setelah memberikan tindakan, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 17 orang (56,7%) danxsetuju sebanyak 13 orang

(43,3%). Memperhatikan kebersihan dalam melakukan tindakan, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 16 orang (53,3%), dan setuju

sebanyak 14 orang (46,7%).

f. Pencegahan pasien jatuh

Tabel 4.20 Pencegahan Pasien Jatuh di Instalasi Rawat Inap Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

Pencegahan Pasien SS ST RG TS STS


Jatuh 5 4 3 2 1
Penilaian awal pasien 14 16
1
akan resikonya terjatuh (46,7%) (53,3%)
Penilaian ulang pasien
bila terlihat adanya 14 16
2
perubahan kondisi atau (46,7%) (53,3%)
obat-obatan
Melakukan pemantauan
18 12
3 terhadap perkembangan
(60%) (40%)
kondisi pasien
Sumber : data primer
141

Pada tabel 4.20 di atas dapat dilihat gambaran pelaksanakan

pencegahan pasien jatuh perawat di instalasi rawat inap Palem, Penilaian

awal pasien akan resikonya terjatuh, yang menyatakan sangat setuju

sebanyak 14 orang (46,7%), dan setuju sebanyak 16 orang (53,3%).

Penilaian ulang pasien bila terlihat adanya perubahan kondisi atau obat-

obatan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 14 orang (46,7%), dan

setuju sebanyak 16 orang (53,3%). Melakukan pemantauan terhadap

perkembangan kondisi pasien, yang menyatakan sangat setuju 18 orang

(60%) dan setuju sebanyak 12 orang (40 %).

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan Pasien

safety petugas perawat di instalasi rawat inap palem. dikatakan Cukup

baik apabila skor jawaban responden>54 dan Kurang Baik jika skor

jawaban responden <54. Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa

pelaksanaan Pasien safety petugas perawat di instalasi Rawat Inap

Palem semuanya 30 orang responden (100%) Cukup baik.

4. Analisis Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan

Keperawatan Profesional Terhadap Pelaksanaan Pasien Safety di

Instalasi Rawat Inap Palem.

1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang

dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-

sama terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan uji F adalah

sebagai berikut :
142

Tabel 4.2 1 uji ANOVA / Uji statistik F


ANOVAa
Sum of Mean
Model Squares df Square F Sig.
1 Regression 950.451 5 190.090 5.226 .002b
Residual 872.916 24 36.371
Total 1823.367 29
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X5, X3, X2, X4, X1

Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung

sebesar 5.226 dengan tingkat probabilitas 0.002. Probabilitas lebih kecil

jika dibandingkan 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi Y atau dapat dikatakan bahwa variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap Y.

2. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)

Tabel 4.22 Uji t (Pengaruh parsial)


Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
(Constant) 15.249 14.906 1.023 .317
X1 -.641 1.087 -.165 -.589 .561
X2 1.901 .919 .457 2.069 .049
1
X3 .038 1.290 .008 .029 .977
X4 1.863 1.089 .410 1.710 .100
X5 .631 .699 .162 .903 .376
a. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer, 2015

Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel


143

dependen. Berdasarkan tabel 4 dapat digunakan untuk mengetahui

apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Berikut ini dijelaskan hasil perhitungan uji t masing-masing

variabel :

1. Variabel X1

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X1

menghasilkan signifikansi sebesar 0.561. Tingkat signifikansi 0.561 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X1 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

2. Variabel X2

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X2

menghasilkan signifikansi sebesar 0,049. Tingkat signifikansi 0.049 lebih

kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X2 berpengaruh terhadap Y dapat diterima.

3. Variabel X3

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X3

menghasilkan signifikansi sebesar 0.977. Tingkat signifikansi 0.977 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X3 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

4. Variabel X4

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X4

menghasilkan signifikansi sebesar 0.100. Tingkat signifikansi 0.100 lebih


144

kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X4 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

5. Variabel X5

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X5

menghasilkan signifikansi sebesar 0.376. Tingkat signifikansi 0.376 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X5 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

c. Gambaran Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan

Keperawatan profesional (SP2KP) dan Pasien Safety di Instalasi

Rawat Inap Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2014

1. Gambaran umum Instalasi Rawat Inap Lontara II

Unit Perawatan Lontara 2 adalah unit rawat inap yang

menyelenggarakan layanan bedah (Layanan Pre dan Pasca Operasi),

terdiri atas empat yaitu : Bedah Urologi, Orthopedi, Bedah Digestif dan

Bedah Tumor.

Pelayanan diberikan terhadap pasien dari seluruh lapisan

masyarakat yang datang ke rumah sakit secara mandiri maupun dengan

rujukan dari dokter praktek, rumah sakit perujuk lainnya tanpa membeda-

bedakan dalam kemampuan cara bayar pasien baik secara Umum, Askes,

Jamkesda dan jamkesmas, Ikatan Kerjasama Perusahaan/Pemerintah

Daerah. Dengan jumlah petugas perawat sebanyak 67 orang dengan

jumlah tempat tidur 144.


145

Berdasarkan keterangan dari penanggung jawab keperawatan RSUP

dr. Wahidin Sudirohusodo, tentang pelaksanaan SP2KP sistem pemberian

pelayanan Keperawatan profesional, bahwa seluruh instalasi rawat inap

telah disosialisasikan tentang tata cara pelaksanaannya, namun pada

kenyataan berdasarkan hasil observasi awal peneliti terhadap salah satu

penanggung jawab ruangan Lontara II bahwa SP2KP kadang diterapkan,

kadang tidak tergantung dari jumlah petugas shift perawat, namun disisi

lain pelaksanaan Pasien Safety tetap terlaksana untuk tetap menjaga

kualitas pelayanan

Pada tabel berikut dapat kita lihat angka kejadian yang tidak

diharapkan, hal ini dapat kita lihat pada tabel 4.103

Tabel 4.23 Angka Kejadian di Ruang Perawatan Palem


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

Ruang Lontara II
KTD KTC KPC KNC KS
2013 2 5 - - -
2014 4 1 1
Sumber : data sekunder

Dari data di atas dapat kita lihat masih ada beberapa angka kejadian yang

terjadi di Ruang perawatan Lontara II

2. Gambaran Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

Profesional.

a. Pelaksanaan Pre Conferens

Perawat berbagi informasi tentang pengalaman yang akan muncul,

saling bertanya, mengepresikan perhatian, dan mencari klarifikasi tentang

rencana kerja atau rencana intervensi keperawatan (Billings dan Judith,


146

1999), menurut Reily dan Oberman (1999), kegiatan pre conference

meliputi identifikasi masalah, perencanaan dan evaluasi hasil untuk

mencari solusi.

Kegiatan pre conference dalam Mpkp jiwa, yaitu komunikasi katim

dan perawat pelaksanan setelah selesai operan untuk rencana kegiatan

pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketu tim atau penanggung jawab ti,

jika yang dinas pada shift tersebut hanya satu orangm, maka pre

conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat

(rencana harian), dan tambahan rencana dari ketua tim atau penanggung

jawab tim yang akan dillaksanakan pada shift tersebut (Keliat 2006).

Tabel 4.24 Pelaksanaan Pre Conferens di Instalasi Rawat Inap Lontara II


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

N SS ST TS
Pre Conference
o. 5 4 2
Pertemuan katim dan
18 12
1 anggota tim setelah
(60%) (40%)
operan
Tim melakukan 19 11
2 (63,3%)
identifikasi masalah (36,7%)
Tim merencanakan 16 14
3
kegiatan askep harian (53,3%) (46,7%)
Pembagian tugas tim 17 12 1
4
keperawatan (56,7%) (40%) (3,3%)
Sumber : Data Primer

Dari gambaran tabel 4.24 diatas dapat kita lihat deskripsi

pelaksanaan Pre Conferens petugas perawat di instalasi rawat Lontara II,

yang melaksanakan Pertemuan katim dan anggota tim yang menyatakan

sangat setuju sebanyak 18 orang (60%) dan yang setuju sebanyak 12

orang (40%), Tim melakukan identifikasi masalah, yang menyatakan


147

sangat setuju sebanyak 19 orang (63,3%) dan setuju 11 orang (36,7%).

Tim merencanakan kegiatan askep harian, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 16 orang (53,3%), dan setuju 14 orang (46,7%).

Pembagian tugas tim keperawatan, yang menyatakan sangat setuju

sebanyak 17 orang (56,7%), dan yang menyatakan setuju sebanyak 12

orang (40%) dan tidak setuju 1 orang (3,3%)

Berdasarkan kriteria dikatakan Cukup baik apabila skor jawaban

responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban responden <12,5.

Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Pre Conferens petugas

perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30 orang responden

(100%) Cukup baik

b. Pelaksanaan Post Conference

Post Conference yaitu komunikasi katim dan perawat pelaksana

tentang hasil kegiatan khususnya perkembangan kondisi klinik pasien

setelah diberikan tindakan keperawatan sepanjang shift, dan sebelum

operan kepada shift berikut (Keliat, 2006). Perawat mendiskusikan

pengalaman klinik, menanyakan pengalaman klinik yang baru dilakukan,

menganalisis situasi klinik, klarifikasi keterkaitan maslah dan situasi,

identifikasi masalah, ventilasi perasaan, dan mengembangkan support

system (Billings & Judith, 1999). Proses diskusi pada post conference

dapat menciptakan strategi,

Post-conference adalah kegiatan pertemuan katim dan anggota tim

pada akhir shift atau telah melakukan askep atau mencatat dibuku laporan
148

untuk disampaikan pada saat overan shift berikutnya. Post conference

dilakukan untuk memperjelas hasil askep yang dilakukan dan evaluasi

pembagian tugas tim keperawatan sehingga pelayanan atau asuhan yang

diberikan lebih optimal, efisien dan efektif

Tabel 4.25 Pelaksanaa Post Conferens di Instalasi Rawat Inap Lontara II


RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST RG TS
No. Post Conference
5 4 3 2
Pertemuan katim
19 10 1
1. dan anggota tim
(63,3%) (33,3%) (3,3%)
sebelum operan
Mencatat askep 21 8 1
2.
yang telah dilakukan (70%) (26,7%) (3,3%)
Memperjelas hasil
21 19
3. askep yang telah
(70%) (30%)
dilakukan
Evaluasi pembagian
19 11
4. tugas tim
(63,3%) (36,7%)
keperawatan
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.25 diatas dapat kita lihat bahwa pelaksanaan post

conferens petugas perawat instalasi rawat Inap Lontara II, yang

melaksanakan Pertemuan katim dan anggota tim sebelum operan, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 12 orang (40%), setuju 15 orang

(50%), ragu sebanyak 2 orang (6,7%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang

(3,3%). Mencatat askep yang telah dilakukan, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 13 orang (43,3%), setuju 16 orang (50%), ragu sebanyak

2 orang (6,7%) dan tidak setuju sebanyak 1 orang (3,3%).

Berdasarkan kriteria, pelasanaan Post comference perawat di

instalasi rawat inap Palem, dikatakan Cukup baik apabila skor jawaban
149

responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban responden <12,5.

Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Post Conferens

petugas perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30 orang

responden (100%) Cukup baik

c. Pelaksanaan Orientasi Pasien Baru

Orientasi terhadap pasien baru adalah pemberian informasi kepada

pasien baru berkaitan dengan proses keperawatan yang akan dilakukan

oleh rumah sakit. Informasi adalah pesan atau isi berita yang ingin

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dengan harapan orang

tersebut mengetahui dan mengerti akan maksud dan tujuan dari isi pesan

atau berita yang disampaikan. Orientasi terhadap pasien baru merupakan

usaha memberikan informasi/sosialisasi kepada pasien dan keluarga

tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan selama di

rumah sakit (Ragusti, 2008).

Orientasi pasien baru adalah kegiatan pengenalan dan pemberian

informasi nama petugas, tim keperawatan, dokter DPJP, hak dan

kewajiban pasien, lingkungan fisik ruang perawatan, peraturan yang

berlaku di rumah sakit yang diberikan kepada pasien yang baru masuk.

Pelaksanaan orientasi pasien baru agar hak pasien untuk diberikan

informasi dan orientasi lingkungan sehingga mampu beradaptasi dengan

lingkungan baru.

Berikut gambaran pelaksanaan Orientasi passien baru perawat di

instalasi rawat Inap Lontara II


150

Tabel 4.26 Pelaksanaa Orientasi Pasien Baru di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST RG
Orientasi Pasien Baru 5 4 3
1 Petugas memperkenalkan tim 14 15 1
(46,7%) (50%) (3,3%)
2 Memahamkan hak dan
17 13
kewajiban pasien dan
(56,7%) (43,3%)
keluarga
3 Memahamkan aturan-aturan
17 13
rumah sakit kepada pasien
(56,7%) (43,3%)
dan keluarga
4 Memperkenalkan lingkungan 18 12
fisik ruang perawatan (60%) (40%)
Sumber : data primer

Dari tabel 4.26 dapat kita lihat bahwa Pelaksanaan Orientasi Pasien

Baru petugas perawat di instalasi rawat inap palem yaitu, Petugas yang

memperkenalkan tim, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 14 orang

(46,7%) dan setuju sebanyak 15 orang (50%) dan ragu 1 orang (3,3%).

Memahamkan hak dan kewajiban pasien dan keluarga, yang menyatakan

sangat setuju 17 orang (56,7%) dan setuju sebanyak 13 orang (43,3%).

Memahamkan aturan-aturan rumah sakit kepada pasien dan keluarga,

yang menyatakan sangat setuju 17 orang (56,7%) dan setuju sebanyak 13

orang (43,3%). Memperkenalkan lingkungan fisik ruang perawatan, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 18 orang (60%) dan setuju sebanyak

12 orang (40%).

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan

penerapan Orientasi Pasien petugas perawat ruang palem. dikatakan


151

Cukup baik apabila skor jawaban responden>12,5 dan Kurang Baik jika

skor jawaban responden <12,5.

Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Post

Conferens petugas perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30

orang responden (100%) Cukup baik

d. Pelaksanaan Operan Jaga

Operan merupakan sistem yang kompleks didasarkan pada kondisi

sosiotehnologi dan nilai-nilai yang dipunyai perawat dalam melakukan

komunikasi. Sistem operan menjamin kelangsungan pelayanan yang

berkesinambungan dan profesional. Operan shift berperan penting dalam

konteks kontinyuitas pelayanan keperawatan selama 24 jam (Kerr, 2002)

Operan jaga (timbang terima) adalah penyampaian informasi

perkembangan pasien pada shift sebelumnya yang belum dilakukan dan

yang harus diperhatikan untuk dilanjutkan oleh shift berikutnya sehingga

asuhan keperawatan berlanjut terus mulai pasien masuk sampai pasien

keluar. Operan jaga dilakukan untuk menjamin asuhan berkelanjutan

setiap shiftnya.

Tabel 4.27 Pelaksanaa Operan Jaga di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST TS
Operan Jaga
5 4 2
1 menyampaikan informasi
perkembangan pasien 19 11
pada shift berikutnya (63,3%) (36,7%)
2 Tim menyampaikan
18 11 1
tindakan yang telah
(60%) (36,7%) (3,3%)
diberikan
152

SS ST TS
Operan Jaga
5 4 2
3 Tim menyampaikan
informasi mengenai 19 11
tindakan yang belum (63,3%) (36,7%)
diberikan
4 Tim menyusun rencana
yang akan di informasikan 19 11
kepada shift selanjutnya (63,3%) (36,7%)
Sumber : Data Primer

Dari tabel 4.27 dapat kita lihat bahwa Pelaksanaan Operan Jaga

perawat ruang palem, yang menyampaikan informasi perkembangan

pasien pada shift berikutnya, yang menyatakan sangat setuju sebanyak

19 orang (63,3%), setuju sebanyak 11 orang (36,7). Tim menyampaikan

tindakan yang telah diberikan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak

18 orang (60%) dan setuju sebanyak 11 orang (36,7%) dan ragu sebanyk

1 orang (3,3%) . Tim menyampaikan informasi mengenai tindakan yang

belum diberikan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 19 orang

(63,3%), setuju sebanyak 11 orang (36,7). Tim menyusun rencana yang

akan di informasikan kepada shift selanjutnya, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 19 orang (63,3%), setuju sebanyak 11 orang (36,7).

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan Operan

jaga petugas perawat ruang palem. dikatakan Cukup baik apabila skor

jawaban responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban responden

<12,5. Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa pelaksanaan Post

Conferens petugas perawat di instalasi Rawat Inap Palem semuanya 30

orang responden (100%) Cukup baik


153

e. Pelaksanaan Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan merupakan strategi yang yang efektif dalam

melalui banyak perubahan dalam aspek perawatan, terutama

meningkatkan komunikasi di antara anggota tim terkait interaksi antar

perawat (Aitken et al., 2010). Selain itu ronde keperawatan juga berguna

dalam pengembangan praktik klinis, evidence base care, dan pemahaman

pasien terhadap kondisi yang mereka alami (Close & Castledine, 2005).

Ronde keperawatan merupakan suatu metode dalam pelayanan

keperawatan yang berguna untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien

dan memberikan masukan kepada perawat tentang asuhan keperawatan

yang dilakukan.

Kozier e al. (2011) menyatakan bahwa ronde keperawatan suatu

prosedur dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan

informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan

keperawatan dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk

mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan

keperawatan yang telah diterima pasien.

Tabel 4.28 Pelaksanaan Ronde Keperawatan di Instalasi Rawat Inap


Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST
Ronde Keperawatan
5 4
1 Tim Perawat/perawat konsulen
melakukan ronde keperawatan pada 14 16
pasien (46,7%) (53,3%)
2 Tim Perawat/perawat konsulen
16 14
mendiskusikan sistem dalam
(53,3%) (46,7%)
menangani masalah medis pasien
154

SS ST
Ronde Keperawatan
5 4
3 Tim Perawat/perawat konsulen
menjamin pelaksanaan tindakan 17 13
sesuai dengan prosedur (56,7%) (43,3%)
4 Tim Perawat/perawat konsulen
melakukan edukasi perawatan pada 16 14
pasien (53,3%) (46,7%)
Sumber : data Primer

Dari tabel 4.28 dapat kita lihat bahwa Pelaksanaan Ronde

Keperawatan di instalasi rawat inap palem, Tim Perawat/perawat konsulen

melakukan ronde keperawatan pada pasien, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 14 orang (46,7%), dan setuju sebanyak 16 orang

(53,3%). Tim Perawat/perawat konsulen mendiskusikan sistem dalam

menangani masalah medis pasien, yang menyatakan sangat setuju

sebanyak 16 orang (53,3%) dan yang setuju sebanyak 14 orang (46,7%).

Tim Perawat/perawat konsulen menjamin pelaksanaan tindakan sesuai

dengan prosedur, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 17 orang

(56,7) dan setuju 13 orang (43,3%). Tim Perawat/perawat konsulen

melakukan edukasi perawatan pada pasien, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 16 orang (53,3) dan setuju 14 orang (46,7%)

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan Ronde

Keperawatan petugas perawat ruang palem. dikatakan Cukup baik apabila

skor jawaban responden>12,5 dan Kurang Baik jika skor jawaban

responden <12,5. Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa

pelaksanaan Post Conferens petugas perawat di instalasi Rawat Inap

Lontara II semuanya 30 orang responden (100%) Cukup baik.


155

3. Gambaran Pelaksanaan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap Palem

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2014

a. Pelaksanaan Identifikasi Pasien

Tabel 4.29 Pelaksanaan Identifikasi Pasien instalasi Rawat Inap


Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

SS ST
No. Identifikasi Pasien
5 4
Pasien diidentifikasi dengan
menggunakan dua
21 9
1 pengidentifikasi pasien, seperti
(70%) (30%)
nama pasien/tanggal
lahir/nomor identifikasi
Pasien diidentifikasi setiap 22 8
2
memberikan tindakan (73,3%) (26,7%)
Pasien diidentifikasi sebelum 22 8
3
diberikan perawatan (73,3%) (26,7%)
Sumber : data primer

Tabel 4.29 diatas dapat dilihat pelaksanaan identifikasi pasien

perawat di instalasi rawat inap Palem, yang Pasien diidentifikasi dengan

menggunakan dua pengidentifikasi pasien, seperti nama pasien/tanggal

lahir/nomor identifikasi, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 21

orang (70%) dan setuju sebanyak 9 orang (30%). Pasien diidentifikasi

setiap memberikan tindakan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak

22 orang (73,3) dan yang menyatakan setuju sebanyak 8 orang (26,7%).

Pasien diidentifikasi sebelum diberikan perawatan, yang menyatakan

sangat setuju sebanyak 22 orang (73,3%) dan setuju sebanyak 8 orang

(26,7%).
156

b. Pelaksanaan Peningkatan Komunikasi Yang Efektif

Tabel 4.30 Pelaksanaan Peningkatan Komunikasi Yang Efektif


perawat instalasi Rawat Inap Palem, RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo, Makassar 2015

SS ST TS
Peningkatan Komunikasi
Yang Efektif 5 4 2

Perintah lengkap, lisan dan


15 15
1 via telpon, atau hasil tes
(50%) (50%)
dicatat si penerima
Perintah lengkap, lisan dan
15 15
2 via telpon, atau hasil tes
(50%) (50%)
dibaca ulang si penerima
Melaksanakan prosedur
komunikasi lisan dan via 15 14 1
3
telpon dijalankan secara (50%) (46,7%) (3,3%)
konsisten
Sumber : data primer

Tabel 4.30 di atas dapat gambaran pelaksanaan peningkatan

komunikasi perawat di instalasi Rawat Inap Palem, Perintah lengkap, lisan

dan via telpon, atau hasil tes dicatat si penerima, yang meyatakan sangat

setuju sebanyak 15 orang (50%) dan setuju sebanyak 15 orang (50%).

Perintah lengkap, lisan dan via telpon, atau hasil tes dibaca ulang si

penerima, yang meyatakan sangat setuju sebanyak 15 orang (50%) dan

setuju sebanyak 15 orang (50%).

Melaksanakan prosedur komunikasi lisan dan via telpon dijalankan

secara konsisten, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 15 orang

(50%), setuju sebanyak 14 orang (46,7%) dan ragu 1 orang (3,3%).


157

c. Pelaksanaan Manajemen Pengobatan

Berikut tabel gambaran pelaksanaan Manajemen Pengobatan di

Instalasi rawat inap Lontara II :

Tabel 4.31 Pelaksanaan Manajemen Pengobatan perawat instalasi


Rawat Inap Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015

Manajemen SS ST
Pengobatan 5 4
Memberikan obat sesuai
18 12
1 dengan prosedur yang
(60%) (40%)
diterapkan
Obat yang disimpan di unit 18 12
2
perawatan diberi label jelas (60%) (40%)
Memperhatikan tindakan
17 13
3 pemberian obat yang telah
(56,7%) (43,3%)
diberikan
Sumber : data primer

Pada tabel 4.31 di atas dapat dilihat gambaran pelaksanaan

manajemen pegobatan, yang Memberikan obat sesuai dengan prosedur

yang diterapkan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 18 orang

(60%) dan setuju sebanyak 12 orang (40%).

Obat yang disimpan di unit perawatan diberi label jelas, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 18 orang (60%) dan setuju sebanyak

12 orang (40%). Memperhatikan tindakan pemberian obat yang telah

diberikan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 17 orang (56,7%)

dan setuju sebanyak 13 orang (43,3%).

d. Manajemen Asuhan Perioperatif

Berikut gambaran pelaksanaan manajemen asuhan perioperatif di

instalasi rawat inap Lontara II :


158

Tabel 4.32 Pelaksanaan Manajemen Asuhan Perioperatif perawat


instalasi Rawat Inap Palem, RSUP dr. Wahidin
Sudirohusodo,Makassar 2015

Manajemen Asuhan SS ST TS
Perioperatif
5 4 2
Menggunakan tanda yang
langsung dikenali untuk 15 15
1
mengidentifikasi lokasi (50%) (50%)
pembedahan
Melibatkan pasien dalam proses
15 14 1
2 pemberian tanda lokasi
(50%) (46,7%) (3,3%)
pembedahan
Memverifikasi kembali dipastikan
16 14
3 lokasi benar, pasien sudah benar
(53,3%) (46,7%)
, prosedur benar
Sumber : data primer

Pada tabel 4.32 di atas dilihat gambaran pelaksanaan manajemen

asuhan perioperatif perawat di instalasi rawat inap Lontaar II,

Menggunakan tanda yang langsung dikenali untuk mengidentifikasi lokasi

pembedahan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 15 orang (50%)

dan setuju sebanyak 15 orang (50%).

Melibatkan pasien dalam proses pemberian tanda lokasi

pembedahan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 15 orang (50%),

setuju sebanyak 14 orang (46,7%) dan ragu sebanyak 1 orang (3,3%).

Memverifikasi kembali dipastikan lokasi benar, pasien sudah benar ,

prosedur benar, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 16 orang

(53,3%) dan setuju sebanyak 14 orang (46,7%).


159

e. Pelaksanaan Pencegahan Infeksi

Berikut gambaran pelaksanaan manajemen asuhan perioperatif di

instalasi rawat inap Lontara II :

Tabel 4.33 Pelaksanaan Pencegahan Infeksi perawat instalasi


Rawat Inap Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015

SS ST
Pencegahan Infeksi
5 4
Menggunakan APD setiap
19 11
1 melakukan kontak langsung
(63,3%) (36,7%)
dengan pasien
Melakukan cuci tangan sebelum 20 10
2
dan setelah memberikan tindakan (66,7%) (33,3%)
Memperhatikan kebersihan dalam 19 11
3
melakukan tindakan (63,3%) (36,7%)
Sumber : data primer

Pada tabel 4.33 di atas dapat dilihat pelaksanaan pencegahan

infeksi petugas perawat di instalasi rawat inap palem, Menggunakan APD

setiap melakukan kontak langsung dengan pasien, yang menyatakan

sangat setuju sebanyak 19 orang (63,3%), dan setuju sebanyak 11 orang

(36,7%). Melakukan cuci tangan sebelum dan setelah memberikan

tindakan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 20 orang (66,7%)

danxsetuju sebanyak 10 orang (33,3%).

Memperhatikan kebersihan dalam melakukan tindakan, yang

menyatakan sangat setuju sebanyak 19 orang (63,3%), dan setuju

sebanyak 11 orang (36,7%).


160

f. Pelaksanaan Pencegahan Pasien Jatuh

Berikut gambaran pelaksanaan Pencegahan pasien jatuh di instalasi

rawat inap Lontara II :

Tabel 4.34 Pelaksanaan Pencegahan Pasien Jatuh perawat


instalasi Rawat Inap Lontara II, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar 2015

SS ST
Pencegahan Pasien Jatuh
5 4
Penilaian awal pasien akan 18 12
1
resikonya terjatuh (60%) (40%)
Penilaian ulang pasien bila terlihat
18 12
2 adanya perubahan kondisi atau
(60%) (40%)
obat-obatan
Melakukan pemantauan terhadap 18 12
3
perkembangan kondisi pasien (60%) (40%)
Sumber : data primer

Pada 4.34 tabel di atas dapat dilihat gambaran pelaksanakan

pencegahan pasien jatuh perawat di instalasi rawat inap Lontara II,

Penilaian awal pasien akan resikonya terjatuh, yang menyatakan sangat

setuju sebanyak 18 orang (60%), dan setuju sebanyak 12 orang (40%).

Penilaian ulang pasien bila terlihat adanya perubahan kondisi atau obat-

obatan, yang menyatakan sangat setuju sebanyak 18 orang (60%), dan

setuju sebanyak 12 orang (40%). Melakukan pemantauan terhadap

perkembangan kondisi pasien, yang menyatakan sangat setuju sebanyak

18 orang (60%), dan setuju sebanyak 12 orang (40%).

Dari gambaran diatas dapat kita lihat deskripsi pelaksanaan Pasien

safety petugas perawat di instalasi rawat inap palem. dikatakan Cukup

baik apabila skor jawaban responden>54 dan Kurang Baik jika skor
161

jawaban responden <54. Berdasarkan Hasil pengolahan data bahwa

pelaksanaan Pasien safety petugas perawat di instalasi Rawat Inap

Lontara II semuanya 30 orang responden (100%) Cukup baik.

4. Analisis Pengaruh Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan

Keperawatan Profesional Terhadap Pelaksanaan Pasien Safety di

Instalasi Rawat Inap Lontara II

1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang

dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel dependen.

Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung

sebesar 9.040 dengan tingkat probabilitas 0.000. Probabilitas lebih kecil

jika dibandingkan 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi Y atau dapat dikatakan bahwa variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap Y.

Tabel 4.35 Uji t


Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 13.035 10.792 1.208 .239
X1 2.803 1.118 .609 2.507 .019
X2 1.859 .921 .438 2.019 .055
X3 .487 .945 .116 .515 .611
X4 -.197 .949 -.051 -.208 .837
X5 -1.177 1.059 -.282 -1.111 .278
a. Dependent Variable: Y
162

Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Berdasarkan tabel 4 dapat digunakan untuk mengetahui

apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Berikut ini dijelaskan hasil perhitungan uji t masing-masing

variabel:

1. Variabel X1

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X1

menghasilkan signifikansi sebesar 0.019. Tingkat signifikansi 0.019 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X1 berpengaruh terhadap Y dapat diterima.

2. Variabel X2

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X2

menghasilkan signifikansi sebesar 0.055. Tingkat signifikansi 0.055 lebih

kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X2 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

3. Variabel X3

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X3

menghasilkan signifikansi sebesar 0.611. Tingkat signifikansi 0.611 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X3 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

4. Variabel X4
163

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X4

menghasilkan signifikansi sebesar 0. 837. Tingkat signifikansi 0.837 lebih

kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X4 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

5. Variabel X5

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X5

menghasilkan signifikansi sebesar 0.278. Tingkat signifikansi 0.278 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X5 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

d. Pelaksanaan Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan

profesional (SP2KP) dan Pasien Safety di Instalasi Rawat Inap

Palem dan Lontara II RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo 2015

1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F menunjukkan apakah semua variabel independen yang

dimasukkan ke dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan uji F adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.36
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)

Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares
1 Regressi
1888.178 5 377.636 11.213 .000b
on
Residual 1818.672 54 33.679
Total 3706.850 59
164

Sum of
Model df Mean Square F Sig.
Squares
1 Regressi
1888.178 5 377.636 11.213 .000b
on
Residual 1818.672 54 33.679
Total 3706.850 59
a. Predictors: (Constant), X1, X2, X3, X4, X5
b. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer, 2015

Berdasarkan uji ANOVA atau uji statistik F didapat nilai F hitung

sebesar 11.213 dengan tingkat probabilitas 0.000. Probabilitas lebih kecil

jika dibandingkan 0.05, maka model regresi dapat digunakan untuk

memprediksi Y atau dapat dikatakan bahwa variabel independen secara

bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap Y.

2. Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)

Tabel 4.37
Hasil Uji Signifikansi Pengaruh Parsial (Uji t)
Unstandardized Standardized
Model Coefficients Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 24.943 8.269 3.017 .004
X1 .247 .708 .062 .348 .729
X2 1.578 .657 .391 2.402 .020
X3 -.103 .706 -.024 -.146 .885
X4 1.475 .667 .359 2.212 .031
X5 -.026 .486 -.007 -.054 .957
a. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer, 2015
165

Uji t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel

independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Berdasarkan tabel 4 dapat digunakan untuk mengetahui

apakah variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependen. Berikut ini dijelaskan hasil perhitungan uji t masing-masing

variabel:

1. Variabel X1

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X1

menghasilkan signifikansi sebesar 0.729. Tingkat signifikansi 0.729 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X1 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.

2. Variabel X2

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X2

menghasilkan signifikansi sebesar 0.020. Tingkat signifikansi 0.020 lebih

kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X2 berpengaruh terhadap Y dapat diterima.

3. Variabel X3

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X3

menghasilkan signifikansi sebesar 0.885. Tingkat signifikansi 0.885 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X3 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima.


166

4. Variabel X4

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X4

menghasilkan signifikansi sebesar 0.031. Tingkat signifikansi 0.031 lebih

kecil dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X4 berpengaruh terhadap Y dapat diterima.

5. Variabel X5

Hasil uji signifikansi pengaruh parsial (uji t) pada variabel X5

menghasilkan signifikansi sebesar 0.957. Tingkat signifikansi 0.957 lebih

besar dari 0.05, maka dapat diketahui bahwa hipotesis yang menyatakan

X5 berpengaruh terhadap Y tidak dapat diterima

E. PEMBAHASAN

Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk

meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat diantaranya melalui

program Keselamatan Pasien dimana World Health Organization (WHO)

telah memulainya pada tahun 2004. Terjadinya insiden keselamatan

pasien di suatu rumah sakit, staf dan pasien pada khususnya karena

sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang ditimbulkan lainnya

adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan

kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan keperawatan yang

diberikan, karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu

(Flynn, 2002 dalam Cahyono, 2008)


167

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo merupakan salah satu rumah

sakit sakit pemerintah terbesar dan terlengkap di Indonesia Timur dengan

visi menjadi Rumah Sakit dengan Layanan Berstandar Internasional,

dimana bidang pelayanan keperawatan sebagai salah satu wadah

struktural dalam jajaran direktorat medik dan keperawatan yang memiliki

peran dan fungsinya sebagai manajemen tertinggi dalam pengelolaan

pelayanan keperawatan.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya bidang pelayanan

keperawatan memerlukan sumber daya yang handal dan professional

dibidang keperawatan dan bertanggung jawab / tanggung gugat terhadap

terlaksananya misi bidang keperawatan salah satunya yaitu, menerapkan

system pemberian pelayanan keperawatan professional (SP2KP) dan

berkualitas. Untuk meningkatkan kualitas mutu keperawatan Rumah sakit

Umum Wahidin Sudirohusodo menerapkan SP2KP dengan metode

asuhan keperawatan menggunakan metode Tim (berdasarkan rujukan

kondisi SDM bagian Perawatan RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo).

Hasil riset tentang kelebihan dari implementasi model praktik

keperawatan profesional di dunia secara umum antara lain berhubungan

dengan patient outcomes, menurunkan angka kematian di rumah sakit,

tapi tidak di ICU menurunkan angka kesalahan medikasi, menurunkan

angka pasien jatuh (Seago, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian pada dua bagian instalasi rawat inap

palem dan lontara II (lihat tabel 4.10 – tabel 4.15) pada umumnya
168

pelaksanaan sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional

sebanyak 60 responden pelaksanaannya cukup baik. Berdasarkan hasil

observasi bahwa Pelaksanaan asuhan keperawatan Profesional ini mulai

dilaksanakan sejak tahun 2012. Semua instalasi rawat inap telah

diberlakukan pelaksanaan asuhan keperawatan profesional, namun realita

pelaksanaan belum terlaksana dengan sepenuhnya, hal ini disebabkan

oleh berbagai faktor, seperti keterbatasan sumber daya manusia,

pemahaman setiap petugas perawat sebagian belum memahami dengan

sepenuhnya, dan masalah budaya kerja. Namun pelaksanaan asuhan

keperawatan profesional dan pelaksanaan pasien safety berdasarkan

hasil penelitian penerapannya cukup baik.

Berdasarkan hasil penelitian, dari ke lima varabel sistem pemberian

pelayanan keperawatan Profesional : pre Conference, Post Conference,

Orientasi Pasien baru, Operan Jaga dan ronde keperawatan yang memiliki

pengruh terhadap pelaksanaan pasien safety di instalasi rawat inap Palem

hanya pelaksanaan Pre Conference hal ini dapat di lihat pada tabel 4.37

dimana tingkat significan 0,019 > dari 0,005. Variabel yang lain tidak

memiliki pengaruh, begitupun juga dengan Gambaran umum pelaksanaan

sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional di instalasi rawat

Inap Lontara II, hanya pelaksanaan Post Conference yang memiliki

pengaruh terhadap pelaksanaan pasien safety hal ini dapat di lihat pada

tabel 4.23 dimana tingkat significan 0,049 > dari 0,005.


169

Berdasarkan hasil observasi, bahwa pelaksanaan asuhan

keperawatan di instalasi rawat inap Lontara II pada awalnya terkadang

tidak dilaksanakan, hal ini disebabkan oleh adanya kendala jumlah sdm

setiap shiftnya (hasil observasi 2014), dan pada tahun 2015 pelaksanaan

sistem pemberian pelayanan keperawatan Profesional mulai terlaksana

dengan baik.

Namun jika di uji secara bersama pengaruh pelaksanaan

pemberian pelayanan Keperawatan Profesional terhadap pelaksanaan

pasien safety, Berdasarkan hasil penelitian, dari ke lima varabel SP2KP :

pre Conference, Post Conference, Orientasi Pasien baru, Operan Jaga

dan ronde keperawatan yang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaan

pasien safety di instalasi rawat inap palrm dan Lontara II berdasarkan

hasil analis pada tabel 4.37, yang memiliki pengaruh adalah post

conference terhadap pelaksanaan pasien safety yang menghasilkan

signifikansi sebesar 0,020 < 0,05.

Pre dan Post Conference merupakan salah satu upaya yang dapat

digunakan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan adalah dengan

menggunakan pre conference saat pergantian dinas atau shift. Pre

conference dapat mempertahankan rencana asuhan keperawatan sesuai

rencana sehingga asuhan keperawatan dalam berjalan efektif, Hasil

penelitian ini adalah pelaksanaan pre conference sebagian besar dalam

kategori baik yaitu 46 orang (92%). Pelaksanaan dokumentasi asuhan

keperawatan sebagian besar dalam kategori baik yaitu 46 orang (92%).


170

Ada hubungan yang signifikan antara pelaksanaan pre conference

Dengan Pelaksanaan Dokumentasi Asuhan Keperawatan (p = 0,001 <

0,05).

Pre dan Post Conference : Secara umum tujuan konferensi adalah

untuk menganalisa masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan

alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi

lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana

antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam pemberian

asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif untuk

menghasilkan perubahan non kognitif (McKeachie, 1962). Juga membantu

koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak

terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi pemberi

asuhan (T.M.Marelli, et.al, 1997).

Adapun pengaruh pelaksanaan Operan Jaga terhadap

pelaksanaan pasien safety menghasilkan signifikansi sebesar 0,031<0,05.

Hal ini juga dapat di lihat pada hasil penelitian yang lain bahwa Pada

persiapan timbang terima, hasil yang didapatkan 38 responden atau

63,3% menjawab selalu berkumpul di nurse station sebelum mereka

bertugas dan 22 responden atau 36,7% menjawab kurang. Persiapan

sebelum melakukan timbang terima pasien sangat penting karena

berhubungan juga dengan kedisplinan waktu. Penelitian yang pernah

dilakukan oleh Kristianto (2009) mengenai hubungan pemberian reward

ucapan terima kasih dengan kedisiplinan waktu saat mengikuti timbang


171

terima menunjukkan adanya hubungan p value = 0,000 (α<0,05).

Kristianto (2009) berasumsi pemberian ucapan terima kasih yang

diberikan setiap hari kepada seseorang setelah dirinya melaksanakan

sesuatu hal yang baik diyakini dapat mempengaruhi kerjanya.

Hal yang masih perlu diperhatikan terhadap pelaksanaan timbang

terima pasien adalah kedua perawat berkeliling ke setiap pasien untuk

melihat keadaan pasien dan klarifikasi data. Karena pada pernyataan ini

hanya 37 responden yang menjawab selalu atau ada 61,7%. Nilai dari

pernyataan ini sedikit dibandingkan dengan pernyataan yang lainnya.Hal

ini juga sesuai dengan hasil observasi peneliti ke beberapa ruangan

perawatan, peneliti melihat masih ada ruangan-ruangan perawatan yang

perawatnya tidak melihat keadaan pasien secara langsung ke kamar

pasien, pada saat timbang terima pasien. Padahal berkeliling ke setiap

pasien dapat meningkatkan komunikasi dengan pasien dan data tentang

pasien akan lebih akurat. Pelaksanaan timbang terima pasien hal yang

paling dibutuhkan adalah komunikasi.

Maryam (2009) dalam penelitiannya menunjukkan adanya

hubungan komunikasi saat operan pasien dengan kepuasan

pasien.Maryam (2009) berasumsi banyak kesalahan terjadi akibat dari

miskinnya komunikasi lisan atau tertulis. Meningkatkan kemampuan

komunikasi dan interaksi antar anggota yang lebih baik dari tim kesehatan

dan pasien adalah sangat penting guna mencegah terjadinya kesalahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Husna (2010) juga menunjukkan adanya


172

hubungan komunikasi terapeutik perawat dengan kepuasan pasien dalam

pelayanan keperawatan di RS Siti Khodijah Sepanjang p value = 0,007

(α<0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa komunikasi antara tim kesehatan

khususnya perawat dengan pasien sangat berpengaruh pada

pelaksanaan timbang terima pasien.

Dalam penutupan timbang terima pasien, mendiskusikan data

pasien dengan teman perawat lainnya perlu diperhatikan, supaya data

pasien yang didapatkan lebih akurat. Keselamatan pasien rumah sakit

adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih

aman.Sistem tersebut meliputi pengkajian resiko, identifikasi dan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan

analisis insidensi dan pencegahan penyakit infeksi, kemampuan belajar

dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi solusi untuk

menimalkan timbulnya resiko.

Melakukan timbang terima secara komprehensif yang ada pada

pernyataan nomor 4 pada kuesioner keselamatan pasien, ada 32

responden yang menjawab selalu.Hasil ini paling sedikit dibandingkan

dengan pernyataan lainnya.Pernyataan lainnya yang berkaitan dengan

timbang terima pasien pada kuesioner keselamatan pasien menunjukkan

hasil yang sedikit. Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan peneliti

di beberapa ruangan perawatan RSU GMIM Kalooran Amurang, pada

saat timbang terima pasien, perawat pelaksana tidak sepenuhnya

menjalankannya sesuai dengan SOP.


173

Saat timbang terima pasien hal yang sangat diperlukan adalah

komunikasi.Komunikasi terbuka harus diterapkan baik oleh perawat

pelaksana, karena perawat berperan dalam meningkatkan komunikasi

dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.Komunikasi mempunyai arti

penting dalam keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan

(Depkes, 2006).

Tabulasi silang antara timbang terima pasien dengan keselamatan

pasien, didapatkan hasil 14 responden masuk pada kategori kurang baik

melaksanakan timbang terima pasien sesuai dengan SOP guna

menunjang program keselamatan pasien, dan 35 responden pada

kategori baik melaksanakan timbang terima pasien sesuai dengan SOP

dalam menunjang program keselamatan pasien. Dapat disimpulkan,

bahwa masih ada perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang

yang belum melaksanakan timbang terima pasien sesuai dengan SOP

yang telah ditetapkan guna menunjang program keselamatan pasien di

rumah sakit. Hal ini sejalan dengan hasil observasi yang dilakukan

peneliti, bahwa ada perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang,

yang tidak melakukan timbang terima pasien sesuai dengan SOP, yaitu

perawat yang datang hanya melihat catatan yang ditinggalkan oleh

perawat shift selanjutnya, kedua perawat tidak berkeliling ke setiap

pasien, dan perawat yang pulang sebelum jam kerjanya usai.

Kesenjangan dalam komunikasi saat timbang terima pasien bisa

mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang


174

tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cidera terhadap pasien.

Hasil uji statistik menggunakan chi square menunjukkan adanya

hubungan antara penerapan timbang terima pasien dengan keselamatan

pasien oleh perawat pelaksana di RSU GMIM Kalooran Amurang dengan

p value = 0,000 (<0,05). Perawat yang tidak melakukan timbang terima

pasien secara komprehensif, dapat dikatakan bahwa perawat tersebut

tidak menerapkan keselamatan pasien secara penuh disetiap

kerjanya.Karena timbang terima pasien termasuk pada sasaran

keselamatan pasien, dan semua komponen yang sudah tercantum pada

peraturan mengenai keselamatan pasien harus diperhatikan oleh perawat,

supaya tidak terjadi hal yang membuat pasien dirugikan terkait dengan

keselamatannya, dan dapat juga meningkatkan akuntabilitas rumah

sakit.Jadi, dapat disimpulkan perawat yang tidak melakukan timbang

terima pasien secara komprehensif, dapat mempengaruhi keselamatan

pasien.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukkan

adanya peningkatan bermakna terhadap penerapan keselamatan pasien

sesudah diberikan pelatihan timbang terima dengan pendekatan

komunikasi efektif (p value: 0,000, α: 0,005). Jadi, pelatihan ataupun

pengarahan kepada perawat pelaksana untuk melaksanakan timbang

terima pasien sesuai dengan SOP, dapat meningkatkan program

keselamatan pasien di rumah sakit.


175

Teori yang dikemukakan oleh Koentjoro (2007), pasien harus

memperoleh jaminan keselamatan selama mendapatkan perawatan atau

pelayanan di lembaga pelayanan kesehatan, yakni terhindar dari berbagai

kesalahan tindakan medis. Untuk itu, komunikasi terhadap berbagai

informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi kesehatan di

rumah sakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan

pasien. Semua komponen yang ada pada SOP timbang terima antar shift,

membutuhkan komunikasi yang baik, antar perawat dengan petugas

kesehatan lainnya maupun perawat dengan pasien, begitupun pada

komponen-komponen yang termasuk pada sasaran keselamatan pasien.

Komunikasi dapat menjadi sarana dalam membina hubungan.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Hanafi (2012) tentang

keterampilan komunikasi interpersonal perawat berpengaruh peningkatan

kepuasan pasien menunjukkan hasil p value = 0,000 (α<0,05) berarti ada

pengaruh komunikasi interpersonal terhadap tingkat kepuasan pasien di

IRNA Dewasa Kelas 3 RS Baptis Kediri. Jadi, dengan memperhatikan

komunikasi yang baik, dapat membuat segala informasi yang diberikan

maupun diterima dapat lebih akurat, dan hubungan baik pun akan terjalin

dari pemberi pesan dan penerima pesan.

Sebaliknya jika tidak berkomunikasi dengan baik, informasi yang

didapatkan tidak akurat, dan bisa memicu konflik.Menurut teori yang

dikemukakan oleh Soeroso (2003), konflik dapat terjadi karena komunikasi

yang tersumbat. Hasil observasi yang dilakukan pada 3 ruangan yang ada
176

di RSU GMIM Kalooran Amurang, ada 1 ruangan yang sempat terjadi

ketidakakuratan identitas pasien yang diterima oleh perawat shift.

selanjutnya dari perawat shift sebelumnya, karena tidak melakukan

timbang terima pasien.

Mengorientasi pasien dan keluarga merupakan kewajiban perawat

ketika pasien baru masuk rumah sakit sehingga pasien patuh terhadap

aturan yang berlaku di rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan

pelaksanaan orientasi baik pada kontrol (83.3%) intervensi I (93.3%)

intervensi II (96.7%). Waktu pelaksanaan orientasi baik pada kontrol

(63,7%) intervensi I (93.3%) dan intervensi II (96.7%). Kepatuhan pasien

pada kontrol (30%) intervensi I (46%) intervensi II (90%). Ada hubungan

pelaksanaan orientasi dengan kepatuhan pasien/keluarga pada intervensi

II (p=0.02), ada hubungan waktu orientasi dengan kepatuhan

pasien/keluarga pada pasien intervensi I (p=0.001), ada perbedaan

pelaksanaan orientasi pada kontrol dengan intervensi I (p<0.01), ada

perbedaaan pelaksanaan orientasi pada kontrol dengan intervensi II

(p<0.01), ada perbedaan waktu orientasi pada kontrol dengan intervensi II

(p<0.01), ada perbedaan waktu orientasi pada intervensi I dengan

intervensi II (p=0.022), ada perbedaan kepatuhan pada kontrol dengan

intervensi II (p<0.01), ada perbedaan yang bermakna kepatuhan pada

intervensi I dengan intervensi II (p<0.01).

Ronde Keperawatan merupakan strategi yang layak digunakan

untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat didasarkan atas status


177

profesional, otonomi, persyaratan tugas, serta interaksi. Hasil penelitian

menujukkan ada pengaruh yang bermakna ronde keperawatan terhadap

tingkat kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap. hasil penelitian lain

dapat di lihat hasil penelitian diketahui 21 orang (70%) klien menyatakan

cukup puas, 9 orang (30%) kurang puas sebelum dilakukan ronde

keperawatan. Terdapat 8 orang (26,7%) klien menyatakan puas, 22 orang

(73,3%) cukup puas sesudah diberikan ronde keperawatan (Anggraini,

2012). Hasil penelitian lain juga menunjukkan adanya pengaruh yang

bermakna ronde keperawatan terhadap tingkat kepuasan kerja perawat

pelaksana di ruang rawat inap (p= 0,004 =0,05), dengan subvariabel

status profesional meningkat secara bermakna setelah dilakukan ronde

keperawatan (p=0,03 =0,05) (Nasrun, 2013). Ronde keperawatan

merupakan strategi yang layak digunakan untuk meningkatkan kepuasan

kerja perawat didasarkan atas status profesional, otonomi, persyaratan

tugas, serta interaksi (Zainuddin, 2012).


178

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Pelaksanaan Pre Conference tidak berpengaruh terhadap

Pelaksanaan pasien safety, karena Pre conference sifatnya

cenderung mempertahankan rencana asuhan keperawatan sesuai

rencana sehingga asuhan keperawatan dalam berjalan efektif.

2. Pelaksanaan Post Conference berpengaruh terhadap pelaksanaan

pasien safety, pada umumnya post conference untuk menganalisa

masalah-masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif

penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai situasi

lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana

antisipasi sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam

pemberian asuhan keperawatan dan merupakan cara yang efektif

untuk menghasilkan perubahan non kognitif (McKeachie, 1962).

3. Pelaksanaan Orientasi Pasien tidak berpengaruh terhadap

pelaksanaan pasien safety. Karena Mengorientasi pasien lebih

cenderung terhadap pemberian informasi kepada pasien dan

keluarga tentang kewajiban perawat ketika pasien baru masuk

rumah sakit sehingga pasien patuh terhadap aturan yang berlaku di

rumah sakit
179

4. Pelaksanaan Operan jaga berpengaruh terhadap Pelaksanaan

Pasien safety, karena operan jaga merupakan salah satu komunikasi

yang sangat penting. Dimana berbagai informasi mengenai

perkembangan pasien antar profesi kesehatan di rumah sakit

merupakan hal komponen yang fundamental dalam perawatan

pasien. Komunikasi terbuka harus diterapkan baik oleh perawat

pelaksana, karena perawat berperan dalam meningkatkan

komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan

lainnya.Komunikasi mempunyai arti penting dalam keselamatan

pasien dan kesinambungan pelayanan (Depkes, 2006).

5. Ronde Keperawatan tidak berpengaruh terhadap pelaksanaan

Pasien Safety, Ronde Keperawatan merupakan strategi yang layak

digunakan untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat didasarkan

atas status profesional, otonomi, persyaratan tugas, serta interaksi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas serta mengkaji pembahasan

beberapa hal yang perlu dipertimbangkan :

1. Pihak manajemen Ruang Perawatan Palem dan Lontara II, terus

meningkatkan kualitas penerapan asuhan keperawatan

profesional, pengetahuan, pemahaman dan motivasi Tenaga

perawat tentang penerapan sistem pemberian pelayanan

keperawatan profesional.
180

2. Pihak manajemen Ruang Perawatan Palem dan Lontara II,

meningkatkan kualitas komunikasi baik antar perawat dengan

pasien, antar perawat dengan perawat, maupun perawat dengan

atasan demi untuk menjamin kesinambungan suatu asuhan

keperawatan.

3. Penanggung jawab keperawatan terus tingkatkan kualitas

pelayanan dengan melakukan evaluasi pelaksanaan dan

memberikan motivasi dalam pelaksanaan sistem pemberian

pelayanan keperawatan profesional.

4. Peneliti selanjutnya perlu menambahkan variabel-variabel lain

mengukur Budaya Kerja, dan evaluasi pelaksanaan Sistem

Pemberian pelayanan keperawatan profesional.


181

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. 2002. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional, Widya Medika :


Jakarta.

Anggraini S. (2012). Pengaruh Ronde Keperawatan Terhadap Tingkat


Kepuasan Klien Rawat Inap RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan
Arikunto, S. 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta.
PT Rineka Cipta
Budi. (2009). Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional
di RS. Presentasi disajikan dalam Workshop Bidang Keperawatan
RS se Jawa Timur di Surabaya. Tanggal 25 Juli 2009, diambil 23
Maret 2010

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Manajemen


Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan di Sarana Kesehatan.
Cetakan : I, Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Depkes RI.
Jakarta.2001

Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI. (2009).

Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan, Dirjen Pelayanan Medik

Departemen Kesehatan RI, Standar Pelayanan Rumah Sakit,


Jakarta.1992.

Hendriksen, K., et. Al (2008). Patien Safety and Quality : an evidence base
handbook

JURNAL APNLamIKaA OSrI aMngANAJEMEN | VOLUME 10 | NOMOR 2


| JUNI 2012 Volume 3 Nomor 2 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721

M Tamuz, E J Thomas and K E Franchois. (2002). Lessons for patient


safety reporting systems: Defining and classifying medical error. Qual
Saf Health Care.Volume 13 page 13-20

Modul Sistem pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional. Jakarta:


Departemen Kesehatan

Nasrun P., dkk. 2011. Pengaruh orientasi pasien terhadap kepatuhan


Pasien/keluarga dalam menjalankan aturan di Rumah sakit unhas
Makassar
182

Neny, L.W., Juniar, E., Nurju’ah. 2011. Analisa Pelaksanaan Pemberian


Pelayanan Keperawatan Di Ruang Murai I dan Murai II RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau. Jurnal Ners Indonesia. Vol. 1, No. 2.

Steffy R., dkk.2013. Perbedaan pendokumentasian asuhan keperawatan


ruangan sp2kp Dan non-sp2kp di irina a dan irina f RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou manado. ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 1

http://jokoblitar.gretha.web.id/?p=265

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. 2011. Profil Tahunan Rumah Sakit


Sitorus, R., 2012. The effect of implementing professional nursing
practice model on quality of nursing care in the hospital in Indonesia,
Journal of Education and Practice Vol 3. No 15,

Sirait, Y., 2012. Hubungan penerapan MPKP pemula dengan tingkat


kepuasan kerja perawat dan dokter pada ruangan MPKP pemula di
RS PGI Cikini Jakarta,

Tesis,http://lontar.ui.ac.id diakses 27 April 2013 jam 1.38 Wita

Sitorus dan Yulia. (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di


Rumah Sakit: penataan struktur & proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan di ruang rawat: panduan implementasi. Jakarta: EGC

Sitorus R. (2012). The effect of implementing professional nursing practice


model on quality of nursing care in the hospital in Indonesia, Journal
of Education and Practice Vol 3. No 15,
www.iiste.org/journal/index.php/JEP diakses 29 April 2013 jam 5.49
Wita.
Sitorus R. & Panjaitan R. (2011). Manajemen Keperawatan: Manajemen
Keperawatan di Ruang Rawat.Jakarta: CV Sagung Seto.

Sub Direktorat Keperawatan. Jenjang Karir Perawat. Departemen


Kesehatan RI.Jakarta 2004.

Supit, D. F., 2011.Efektifitas penerapan MPKP di ruang rawat inap Rumah


Sakit Advent Bandung, Tesis,

Sugiyono. Metode Penelitian Manajemen. ALFABETA Bandung 2013

Waty N. L. (2010). Analisa pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan


di ruang rawat Murai I dan Murai II RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau, http://ejournal.unri.ac.id diakses 27 April jam 3.36 Wita.
183

Wellem & Oktovina. (2013). Pengaruh Orientasi Terhadap Tingkat


Kecemasan Pasien yang di Rawat Di Ruangan Internal RSUD
Kabupaten papua barat

Wijono, D. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori Strategi dan


Aplikasi, Volume 1. Airlangga University Press. Surabaya .1999

Quiteria M., dkk 2013. Hubungan Antara Penerapan Timbang Terima


Pasien Dengan Keselamatan Pasien Oleh Perawat Pelaksana Di
Rsu Gmim Kalooran Amurang. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sam Ratulangi Manado

Zainuddin S. (2012). Pengaruh Ronde Keperawatan terhadap Tingkat


Kepuasan Kerja Perawat Pelaksanan Di Ruang Rawat Inap RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Tesis.

Anda mungkin juga menyukai