Anda di halaman 1dari 17

Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

MODUL
Pertolongan Pertama Gawat Darurat
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi
Korban pada Masayarakat Awam

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN


JURUSAN KEPERAWATAN
2017
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

Pendahuluan

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan
pada saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Bantuan Hidup Dasar ini dilakukan
tanpa menggunakan obat, cairan intra vena, ataupun kejutan listrik.
Modul ini mempelajari tentang keadaan darurat yang dapat terjadi kapanpun, dimanapun dan
pada siapapun baik dalam kehidupan sehari-hari maupun bencana atau musibah. Peserta sebagai
masyarakat awam mempunyai tanggung jawab untuk meringankan dan membantu korban/penderita
sesuai dengan kemampuan anda jika pada saat kejadian tidak terdapat anggota/tim kesehatan.
Setelah mempelajari Modul ini peserta diharapkan mampu memberikan bantuan hidup dasar
pada penderita dengan kegawatdaruratan. Dalam Modul ini akan dibahas tentang bantuan hidup dasar
(BHD) secara rinci. Anda melakukan pertolongan pada korban bencana maupun penderita
kegawatdaruratan sehari-hari.
Modul ini disusun sebagai bagian dari pengabdian masyarakat (Pengabmas) oleh dosen
Poltekkes Kemenkes Banjarmasin yang merupakan salah satu dari Tridarma Perguruan Tinggi dalam
melaksanakan tugasnya. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, September 2017

Penulis
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

Materi Bantuan Hidup Dasar


dan Transportasi Korban

Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mempelajari materi ini diharapkan peserta dapat mengetahui serta dapat
mendemonstrasikan secara benar tentang prinsip-prinsip Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan
transportasi pada korban kecelakaan/bencana.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut ada beberapa tujuan khusus yang harus dicapai yaitu
peserta dapat:
1. Dapat melakukan bantuan hidup dasar pada korban bencana / kecelakaan.
2. Dapat melakukan evakuasi/transportasi pada korban kecelakaan/bancana, baik menggunakan alat
maupun tidak.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

Uraian Bantuan Hidup Dasar


Materi 1

A. Indikasi Melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)


1. Henti Napas (Apneu)
Adanya sumbatan jalan napas atau akibat depresi pernapasan baik di sentral maupun
perifer dapat menyebabkan terjadi hentinafas. Hipoksia akan terjadi bila tubuh kekurangan
oksigen. Frekuensi napas akan lebih cepat dari pada keadaan normal. Hipoksia yang lama
akan memberikan kelelahan pada otot-otot pernapasan. Kelelahan otot-otot pernapasan
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sisa-sisa pembakaran berupa gas karbondioksida/
CO2, kemudian akan mempengaruhi dan menekan Susunan Syaraf Pusat (SSP). Keadaan inilah
yang dikenal dengan istilah henti napas. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan
tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan: (1) Tenggelam, (2)
Stroke, (3) Sumbatan jalan napas, (4) Overdosis obat-obatan, (5) Tersengat listrik, (6) Infark
miokard, (7) Tersambar petir, (8) Koma akibat berbagai macam kasus.
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk beberapa menit
dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ vital lainnya, jika pada
keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan
mencegah henti jantung.
2. Henti Jantung ( Cardiac Arrest )
Semua organ dan jaringan tubuh membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidup termasuk
jantung, jantung membutuhkan oksigen untuk berkontraksinya otot jantung agar darah dapat dipompa
keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan berhentinya napas, maka semua organ tubuh kekurangan
oksigen, jantung juga akan kekurangan oksigen sehingga jantung tidak dapat berkontraksi dan
akibatnya terjadi henti jantung (cardiac arrest).
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat medik yang bertujuan :
a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang mengalami henti
jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
B. Pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu : (1) Survei Primer (Primary Surgery), yang
dapat dilakukan oleh setiap orang, (2) Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan
oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.
1. Survei Primer
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi.
Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad D, R,
C, A, B yaitu :
D = Danger
R = Respon, call for help
C = Circulation (bantuan sirkulasi)
A = Airway (jalan napas)
B = Breathing (bantuan napas)
Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
korban / pasien, yaitu :
a. Danger
Pada tahapan ini, saat penolong tiba di tempat kejadian maka hal pertama yang harus
dilakukan adalah menilai potensi bahaya di lokasi yang mungkin mengancam pasien, penolong
ataupun orang lain di sekitar tempat kejadian. Pastikan keadaan aman dan tidak
membahayakan.
b. Respon
Pada tahapan ini, kita memastikan kesadaran dari korban / pasien. Untuk memastikan
korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya agar dapat
memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan
bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan,
sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!.
c. Call for Help (Meminta pertolongan)
Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta
bantuan dengan cara berteriak “Tolong !!! Tolong !!! Disini ada orang tidak sadar” untuk
mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.
d. Cek nadi
1) Cek di arteri carotis communis.
2) Ingat tidak lebih dari 10 detik (hanya untuk memastikan
ada tidaknya nadi).
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
e. Chest Compression (Kompresi Dada)
Penekanan dada ini membuat aliran darah dengan meningkatkan tekanan intra-thoracic
dan langsung mengkompresi jantung. Ini menghasilkan pengiriman oksigen dan aliran darah ke
miokardium dan otak. Penekanan dada yang efektif sangat penting untuk menyediakan aliran
darah selama CPR. Posisi pijatan ½ bawah tulang dada pasien dengan memposisikan tumit
tangan penolong pada daerah pijatan dan tangan lain di atasnya.

Kompresi dada efektif :


1) Minimal 100 penekanan per menit dan maksimal 120 penekanan per menit.
2) Dengan kedalaman kompresi minimal 2 inchi/5 cm dan maksimal 2,4 inchi/6 cm.
3) Meminimalkan interupsi dan durasi untuk memaksimalkan jumlah penekanan yang
lakukan permenit.
4) Recoil sempurna yaitu dinding dada kembali ke posisi normal secara penuh sebelum
kompresi dada berikutnya dengan cara tangan penolong tidak bertmpu pada dada korban di
antara dua penekanan.
5) Menghindari bantuan nafas terlalu sering (avoid hiperventilation)
30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan nafas disebut 1 siklus RJP/CPR (resusitasi
jantung paru/cardiopulmonary resuscitation). 5 siklus RJP dilakukan selama 2 menit.
Setelah 5 siklus RJP, dilakukan pengkajian nadi karotis, bila belum ditemukan nadi maka
dilanjutkan 5 siklus RJP berikutnya, begitu seterusnya.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

f. Airway (Jalan napas)


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukkan
tindakan:
1) Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh
benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa
cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan
jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana
ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.

2) Membuka jalan napas


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban
tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup faring dan
laring, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah
dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tild - chin lift) dan
manuver pendorongan mandibula (jaw thrust). Teknik membuka jalan napas yang
direkomendasikan untuk orang awam dan petugas, kesehatan adalah tengadah kepala
topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
g. Breathing (pernapasan)
Terdiri dari 2 tahap:
1) Memastikan korban/pasien tidak bernapas
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan
merasakan hembusan napas korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga
di atas mulut dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap
terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

Sumber : mobilizerescue.com

2) Memberikan bantuan napas.


Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukkan melalui mulut ke
mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan)
dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang
dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,5 - 2 detik dan volume udara yang
dihembuskan adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat
mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas
agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya
16 - 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/pasien setelah diberikan
bantuan napas. Lakukan ventilasi 2 kali tiap kali selesai 30 pijat dads.
Cara memberikan bantuan pernapasan:
a) Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara
ini merupakan cara yang tepat dan efektif untuk
memberikan udara paru-paru korban/pasien. Pada saat
dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut,
penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu
dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya
mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
saat mengghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung
korban/pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700
- 1000 ml (10 ml/kg). Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat
dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.
b) Mulut ke hidung
Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak
memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka
yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup
mulut korban/pasien.
c) Mulut ke Stoma
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai
lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung
ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan
maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.

Sumber : nursekey.com
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

Uraian Evakuasi dan Transportasi


Materi 2 Korban

A. Konsep Evakuasi dan Transportasi Klien Gawat Darurat


Istilah evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban diartikan sebagai upaya
memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan atau tempat rujukan lainnya agar korban
mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut. Evakuasi korban merupakan kegiatan memindahkan
korban dari lokasi kejadian menuju ke tempat aman, sehinggga akhirnya korban mendapatkan perawatan
dan pengobatan lebih lanjut.
Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya saat evakuasi korban gawat
darurat, ketika korban harus mendapatkan perawatan dan pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi
korban harus dilakukan secara cepat dan dan waspada serta diusahakan tidak memperburuk keadaaan
korban atau menambah cidera baru.
1. Syarat korban untuk dapat dievakuasi
a. Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan keadan umum korban dipantau terus.
b. Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal.
c. Perdarahan yang ada sudah diatasi dan dikendalikan.
d. Patah tulang yang ada sudah ditangani.
e. Mutlak tidak ada cidera.
f. Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan penolong dan korban.
2. Hal-hal yang harus diperhatikan dan erat hubungannya dengan proses ekstriksi dan transportasi
a. Setelah menemukan korban dan melakukan pertolongan pertama, langkah selanjutnya adalah
membawa korban ke fasilitas kesehatan.
b. Nyeri pinggang (low back pain) merupakan hal yang paling sering dikeluhkan oleh tenaga medis
dilapangan: perhatikan cara mengangkat.
3. Prinsip Mengangkat:
a. Jangan menambah cidera kepada korban.
b. Hindari pemindahan korban jika tidak stabil.
c. Jangan membahayakan diri penolong.
d. Jelaskan apa yang akan anda lakukan kepada korban.
e. Jangan pernah lakukan sendiri.
f. Satu komando/aba-aba.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
4. Evakuasi Gawat Darurat (Emergency Moves)
Indikasi:
a. Kebakaran atau sesuatu yang akan terbakar.
b. Ledakan atau sesuatu yang akan meledak.
c. Bangunan tidak stabil.
d. Bahan-bahan kimia yang berbahaya
e. Cuaca yang berbahaya.
f. Mencari akses karena ingin mencapai penderita lain yang membutuhkan pertolongan.
g. Ketika penyelamatan tidak dapat diberikan karena lokasi atau posisi penderita tidak
memungkinkan.
5. Macam-macam evakuasi gawat darurat:
a. Tarikan bahu.
b. Tarikan selimut.
c. Tarikan lengan.
d. Tarikan kain
e. Merangkak
f. Sampir pundak

Bahaya yang mungkin terjadi akibat proses pemindahan adalah memicu terjadinya cidera tulang
leher, yang dapat dikurangi dengan melakukan gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga
kepala dan leher tetap ekstensi. Pada keadaan yang tidak darurat, pemindahan korban dilakukan apabila
semuanya telah siap dan korban selesai ditangani. Agar cidera korban tidak tambah parah, tunggu sampai
orang yang ahli dating karena penanganan yang ceroboh dapat memperparah. Misalnya tulang yang patah
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
dapat merobek pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan hebat. Pilihlah teknik pengangkatan dan
pemindahan korban yang sesuai dengan kondisi cidera, jumlah tenaga penolong, ukuran tubuh korban,
dan rute yang akan dilewati. Penggunaan tubuh penolong dalam melakukan pengangkatan dan
pemindahan korban perlu mendapatkan perhatian yang serius. Jangan sampai akibat cara melakukan yang
salah cidera atau keadaan korban bertambah parah, atau bahkan penolong mengalami cidera.
Pada korban luka berat atau terhimpit oleh benda berat atau bangunan, sangat memerlukan resusitasi
secepatnya. Oleh karena itu, dalam mengevakuasi korban, tim penolong harus memiliki keterampilan
melakukan resusitasi sebagai life saving yang dilakukan bersamaan dengan pembebasan korban dari
himpitan benda berat dan membawa korban ke tempat pelayanan yang telah disiapkan. Khusus pada
pembebasan korban yang terisolasi di suatu tempat reruntuhan harus selalu dibarengi dengan prosedur
resusitasi, tetapi prosedur ini mengalami beberapa kesulitan seperti posisi korban dan ruangan yang
sangat terbatas untuk melakukan manuver oksigenisasi. Oleh karena itu harus mempunyai keterampilan
dan alat khusus untuk membebaskannya.
Selama pembebasan (evakuasi) korban dari himpitan, tim penolong harus dapatnmenstabilkan tulang
belakang, mengimobilisasi korban untuk kemungkinan adanya fraktur tulang panjang, mengontrol rasa
nyeri, dan mencegah kematian mendadak akibat hiperkalemia atau hipotermia.

B. Evakuasi Korban
1. Evakuasi Oleh Satu Penolong
Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa korban tidak mengalami cidera
spinal, cidera tlang tengkorak, dan gegar otak.
a. Teknik Menarik Korban
Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalam jarak dekat. Pastikan
permukaan tanah cukup rata agar tidak menambah luka.
1) Menarik kemeja korban (shirt drag)
Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian punggung belakang. Jika terlalu depan, terdapat
risikokemeja lepas dan mencekik korban.
2) Menarik ketiak korban (shoulder drag)
Tempatkan kedua tangan pada masing-masing ketiak korban. Tarik korban perlahan.
Teknik menarik ketiak ini adalah teknik drag paling aman bagi korban sebab korban dipegang
langsung oleh penolong sehingga risiko terlepas lebih kecil.
3) Menarik dengan selimut (blanket drag)
Tempatkan bahan tertentu sebagai alas, seperti kain selimut, kardus dsb.
4) Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag)
Tangan korban diikat dan digantungkan di leher penolong. Cegah kepala korban agar tidak
terseret di tanah dengan menggunakan satu tangan atau menggantungkannya.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
b. Teknik Mengangkat Korban (Carry)
Teknik ini dipakai untuk memindahkan korban dengan jarak sedang atau cukup jauh. Dengan
teknik ini, penolong dapat sedikit lebih menghemat tenaga sebab tidak perlu membungkukkan
badan, tetapi harus menopang keseluruhan berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kekuatan
angkat dan berat badan korban.
1) Gendong punggung (piggy back carry)
Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri, dapat
dipindahkan dengan mengendong korban di belakang penolong.
Posisi tangan penolong dapat menopang pantat atau pengunci
kedua lengan korban.

2) Mengangkat depan/memapah (craddle carry)


Korban yang sadar tetapi lemas, tidak dapat
berjalan, dan tangan hanya dapat menggantung
pasif ke leher penolong, sebaiknya dipindahkan
dengan cara membopong.

3) Menjulang
Teknik menjulang dilakukan untuk penolong satu orang dan diperlukan pergerakan yang
cepat atau menempuh jarak jauh. Posisi ini akan membuat penolong lebih leluasa untuk
bergerak.

c. Teknik Menopang (cruth)


1) Memapah 1 orang (one rescuer crutch)
Jika masih dapat berjalan meskipun sedikit, maka korban dapat
dibantu dengan memapahnya. Tangan korban dirangkulkan di pundak
penolong, salah satu tangan penolong memegang pinggang korban
untuk mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

2) Memapah 2 orang (two rescuer crutch)


Jika tidak dapat berjalan atau dapat berjalan meskipun
sedikit, maka korban dapat dibantu dengan memapahnya.
Tangan korban dirangkulkan di pundak kedua penolong, kedua
tangan penolong memegang pinggang korban untuk
mengantisipasi jika korban pingsan atau mendadak lemas.

2. Evakuasi oleh Dua Penolong


a. Korban diangkat dengan menggunakan tangan sebagai tandu.

b. Mengusung korban dengan menggunakan kursi sebagai tandu.

3. Mengusung Korban oleh 3 Penolong


a. Pada satu sisi korban
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

b. Berhadapan

4. Mengusung Korban oleh 4 Penolong


Jika jumlah penolong lebih banyak, maka proses evakuasi akan lebih baik. Beban korban akan
semakin berkurang dan akurasi dalam proses evakuasi pun semakin baik. Tekniknya adalah dengan
saling berpegangan tangan di bawah tubuh korban dengan posisi penolong saling berhadapan.

5. Mengusung Korban oleh 6 Penolong


Jika korban memiliki berat badan yang cukup besar, maka dapat dilakukan evakuasi dengan 6
penolong. Tekniknya sama seperti evakuasi dengan 4 penolong.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam
C. Alat Ekstriksi dan Transportasi
Extrication (ekstrikasi) adalah teknik-tehnik yang dilakukan untuk melepaskan penderita dari jepitan
dan kondisi medan yang sulit dengan mengedepankan prinsip stabilisasi ABCD. Ekstrikasi dapat
dilakukan setelah keadaan aman bagi petugas penolong, dan seringkali memerlukan hal-hal yang bersifat
rescue untuk mempermudah pertolongan yang akan dilakukan dan membebaskan benda-benda yang
mempersulit pelaksanaan ekstrikasi contohnya memotong pintu kendaraan, membuka kap kendaraan,
mengangkat korban dari dasar atau tepi jurang, menolong korban terjun payung yang tersangkut di
gedung atau pohon yang tinggi dsb.
1. Kendrik Ekstrication Device (KED)
Alat untuk mempermudah mengeluarkan korban dari dalam mobil atau tempat pada saat korban
dalam posisi duduk.

2. Long Spine Board


Alat ini biasanya terbuat dari kayu/fiber yang tidak menyerap cairan. Biasanya ada lubang
dibagian sisinya untuk tali pengikat. Indikasi: untuk pasien yang dicrigai cidera tulang belakang.
Jangan meletakan psien di atas LSB terlalu lam (>2 jam). Short Spine Board: Sama seperti LSB hanya
panjangnya lebih pendek (sekitar 1 meter).

3. Scoop Strecher
Hanya untuk memindahkan pasien (dari brankard ke tempat tidur atau sebaliknya). Bukan alat
untuk imobilisasi pasien, bukan alat transportasi, dan jangan mengangkat scoop strecher hanya pada
ujungnya saja karena dapat menyebabkan scoop stretcher melengkung ditengah bahkan sampai patah.
Modul PPGD Bantuan Hidup Dasar (BHD) dan Transportasi Korban pada Masyarakat Awam

Daftar Pustaka

1. Anonim.2015.Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS).Diklat Keperawatan RS


Haji; Jakarta
2. Anonim.2016.Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS).Diklat Keperawatan RS
Haji; Jakarta
3. Musliha.2010.Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.
4. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat.2012.Basic Trauma Cardiac Life
Support. PMI Pusat Pendidikan dan Latihan DIY. Yogyakarta.
5. Seri Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD) / General Emergency Life
Support (GELS) : Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Cetakan ketiga. Dirjen Bina Yanmed Depkes RI. 2006.
6. Tanggap Darurat Bencana (Safe Community modul 4). Depkes RI. 2006.

Anda mungkin juga menyukai