2017
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4597
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN SINDROMA
KORONER AKUT DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2016
SKRIPSI
OLEH:
ANANTA SEPTRIANDRA GINTING
140100222
SKRIPSI
OLEH:
ANANTA SEPTRIANDRA GINTING
140100222
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Hubungan Hipertensi dengan kejadian Sindroma Koroner Akut di RSUP H
Adam Malik Medan Tahun 2016”.
Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
kedokteran. Dalam proses penyusunan, penulis menyadari bahwa masih banyak
hal yang harus diperbaiki dalam penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini dapat disusun berkat dorongan, bimbingan. dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K). selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara;
2. dr. Yuke Sarastri, M.Ked(Cardio)., Sp.JP. selaku dosen pembimbing yang
telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta
pengarahan dalam penyusunan skripsi ini;
3. Prof. dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K). dan dr. Riana Miranda Sinaga,
Sp.KK, M(Ked)DV. selaku penguji yang banyak memberi masukan untuk
menyempurnakan skripsi ini;
4. dr. Lidya Imelda Laksmi, Sp.PA. selaku dosen penasihat akademik yang
telah memberikan motivasi dan nasihat selama penulis menjalani masa
studi perkuliahan;
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis;
6. Kedua orang tua penulis, Drs. H. Indra Ginting, Apt. MM., dan Dra. Hj.
Singgar Ni Rudang, Apt. MSI. yang telah memberikan dukungan moral
dan material tanpa batas;
7. Kakanda penulis, Pahmi Utama Raja Ginting ST., Msc dan Randy
Mahaputra Ginting
ii
iii
Halaman
Halaman Sampul ............................................................................................
Halaman Pengesahan .....................................................................................
Kata Pengantar .............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
Daftar Gambar ............................................................................................... v
Daftar Tabel.................................................................................................... vi
Daftar Singkatan ............................................................................................ vii
Abstrak ............................................................................................................
Abstract ........................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.3. 1. Tujuan Umum.................................................................... 3
1.3. 2. Tujuan Khusus ................................................................... 3
1.4. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 3
1.5. Manfaaat Penelitian ....................................................................... 3
1.5. 1. Bagi Peneliti ...................................................................... 4
1.5. 2. Bagi Masyarakat ................................................................ 4
1.5. 3. Bidang Petugas Kesehatan dan Pemerintah ..................... 4
iv
vi
vii
viii
Latar Belakang. Sindroma koroner akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa
penyakit koroner yaitu angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi ST dan infark
miokard dengan elevasi ST. Faktor risiko SKA dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor
risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses
aterotrombosis. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko major SKA. Menurut data Survei
Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia bahwa penyebab kematian terbanyak (16,4%) disebabkan
karena penyakit jantung dan pembuluh darah yang diantaranya adalah Hipertensi, sedangkan
kematian terbanyak akibat penyakit ini dijumpai pada usia 45 tahun keatas. Tujuan. Mengetahui
hubungan Hipertensi dengan kejadian Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan.
Metode. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan metode cross sectional study
dengan menggunakan data sekunder yaitu melihat rekam medis pasien. Sampel pada penelitian ini
adalah 85 orang penderita sindroma koroner akut. Sampel dipilih dengan metode nonprobabiity
sampling dengan teknik purposive sampling. Hasil. Pada penelitian terhadap 85 subjek, ditemukan
angka kejadian dari sindroma koroner akut lebih tinggi pada laki-laki (72,9%) daripada perempuan
(27,1%), dengan usia terendah 32 tahun, usia tertinggi 80 tahun dan rerata usia penderita 57,8
tahun, serta penderita SKA yang disertai hipertensi (76,5%) lebih tinggi dibandingkan yang tidak
disertai hipertensi (23,5%). Kesimpulan. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan sindroma
koroner akut.
ix
Foreword. Acute coronary syndrome is a syndrome consists of several coronary disease such as
unstable angina pectoris, non-ST-segment elevation myocardial infarction and ST-segment
elevation myocardial infarction. ACS risk factors are divided into 2 categories, the conventional
risk factors and recently known atherothrombosis-associated risk factors. Hypertension is one of
ACS major risk factors. According to Survei Kesehatan Rumah Tangga data in Indonesia that
most of the death (16,4%) caused by cardiovascular disesase such as hypertension, while the
deaths caused by this disease found above 45 years old. Objective. To investigate the correlation
between Hypertension and Acute Coronary Syndrome in RSUP H. Adam Malik Medan. Method.
This was an analytic study with cross-sectional study design, using the secondary data of patient’s
medical record. Sample of this study was 85 acute coronary síndrome patients. The sample was
chosen with non-probability sampling method with purposive sampling technique. Results. The
research on 85 subjects showed acute coronary syndrome was predominantly found in men
(72,9%) than woman (27,1%), with 32 years old as the youngest, 80 years old as the oldest, and
the average age was 57,8 years old, and ACS patients were more likely to have hypertension
(76,5%) than patients with no hypertension (23,5%). Conclusion. There was a correlation between
hypertension and acute coronary síndrome.
1.1.LATAR BELAKANG
Istilah Sindroma Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA
merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu,
Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS), Infark Miokard tanpa Elevasi ST (NSTEMI)
dan juga Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI). Alasan rasional
menyatukan semua penyakit itu dalam satu sindrom adalah mekanisme
patofisiologi yang sama. Disebabkan oleh terlepasnya plak yang merangsang
terjadinya agregasi trombosit dan trombosis, sehingga pada akhirnya akan
menimbulkan stenosis dan oklusi pada arteri koroner dengan atau tanpa emboli.
(Andra, 2006).
Saat ini, angka kejadian masuk ke rumah sakit akibat Sindrom Koroner
Akut (SKA) berupa Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) maupun infark miokard
akut semakin meningkat disertai dengan angka mortalitas yang masih tinggi
(Anderson et al., 2007). Data statistik American Heart Association (AHA) 2008
melaporkan bahwa dalam tahun 2005, penderita yang menjalani perawatan medis
di Amerika Serikat akibat SKA hampir mencapai 1,5 juta orang. Laporan tersebut
menyebutkan kira-kira 1,1 juta orang (80%) menunjukkan kasus APTS atau
Infark Miokard tanpa Elevasi ST (NSTEMI), sedangkan 20% kasus tercatat
menderita Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI). (Kleinschmidt, 2006).
Faktor risiko SKA dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko
konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses
aterotrombosis (Braunwald, 2008). Di antara faktor risiko konvensional, ada
empat faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah yaitu: usia, jenis kelamin, ras,
dan riwayat keluarga.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko mayor SKA selain merokok,
hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas (Santoso, 2005).
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung yang
mengakibatkan kenaikan pertahanan perifer. (Soemantri dan Nugroho, 2006).
Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah
sistolik mencapai nilai ≥140mmHg dan peningkatan tekanan darah diastolik
yang mencapai nilai ≥90mmHg atau orang yang sedang memakai obat
antihipertensi.
Hipertensi sering dikatakan sebagai silent killer atau penyakit yang dapat
menyebabkan kematian tanpa disertai dengan gejala terlebih dahulu sebagai
peringatan kepada penderita. Hal ini dikarenakan hipertensi merupakan faktor
risiko utama pada penyakit stroke, gagal jantung, penyakit arteri koroner, dan
gagal ginjal. Penyakit-penyakit tersebut adalah faktor utama mortalitas dan
morbiditas masyarakat.
Angka kejadian hipertensi di seluruh dunia mencapai 1 milyar orang dan
sekitar 7,1 juta kematian akibat Hipertensi terjadi setiap tahunnya (WHO, 2003).
Di Indonesia, menurut data SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga, 2005),
dikatakan bahwa penyebab kematian terbanyak (16,4%) disebabkan oleh penyakit
jantung dan pembuluh darah yang diantaranya adalah hipertensi, sedangkan
kematian terbanyak akibat penyakit ini dijumpai pada usia 45 tahun keatas.
Dari hasil registrasi dan data yang tersedia sampai saat ini, pasien hipertensi
dengan infark miokard dengan elevasi ST (STEMI) lebih cenderung pada usia tua,
wanita, etnis non-putih, dan memiliki komorbiditas seperti diabetes,
hiperkolesterolemia, gagal ginjal kronis, riwayat gagal jantung, infark miokard
sebelumnya, dan pernah melakukan revaskularisasi miokard (angioplasty dan
stent implantation atau coronary artery bypass graft) (Claudio Picariello et
al,2011).
Dalam studi epidemiologi yang dilakukan pada pasien Infark Miokard tanpa
Elevasi ST (NSTEMI), hipertensi kronis merupakan faktor risiko yang paling
umum terdeteksi hampir dari 2/3 seluruh populasi yang lebih terjadi dibanding
1.2.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dan tingginya penderita sindroma
koroner akut dengan riwayat hipertensi, maka rumusan masalah bagi penelitian ini
adalah:
1. Berapa angka kejadian sindroma koroner akut yang berhubungan
hipertensi?.
2. Apakah ada hubungan di antara hipertensi dengan sindroma koroner
akut?.
Terapi farmakologis :
• Fibrinolitik
• Antitrombotik
• Inhibitor ACE
• Beta-Blocker
dan APTS. Statin mempunyai manfaat lebih, selain penurun kadar Lipid
(LDL/TG) juga mempunyai efek antitrombotik dan antiagregasi platelet
melalui mekanisme hambatan terhadap eNOS (endothelial cell Nitric
Oxide Synthase), sehingga mencegah disfungsi endotel dan disebut
sebagai efek "pleiotropic".
6. Recombinan Human Erythropoeitin : Digunakan pada anemia dengan
penyakit arteri koroner, namun dapat memperberat penyakit jantung
iskemik itu sendiri.
7. PCI (Percutaneus Coronary Intervention) : Tindakan ini akan
memperbaiki risiko hidup pada berulangnya infark dalam 30 hari, yaitu
11,9%, dibandingkan terapi trombolitik yang 7,2 % dan resiko stroke.
Hasil memuaskan telah dicoba dengan PCI bersama stenting dan terapi
GPIIb/IIIa-I. PCI sendiri sebenarnya dapat menyebabkan disrupsi plak
koroner, namun telah dicoba dengan GPIIb/IIIa-I dapat menurunkan
risiko tersebut. PCI harus dipertimbangkan pada pasien STEMI usia
lanjut ( >75 tahun), sebab risiko kematian cukup tinggi dengan
trombolitik.
2.2. HIPERTENSI
2.2.1. Definisi hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan
pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa
oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi
sering kali disebut sebagai silent killer, karena termasuk penyakit yang mematikan
tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi
korbannya (Lanny Sustrani, dkk, 2004).
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus.
Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensivaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain-lain (Schrier, 2000).
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
f. Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi
Dalam studi epidemiologi yang dilakukan pada pasien infark miokard tanpa
elevasi ST (NSTEMI), hipertensi kronis merupakan faktor risiko yang paling
umum yang terdeteksi dalam hampir dua pertiga dari seluruh populasi. Ini lebih
tinggi danding pasien STEMI (sekitar 70-75% dibandingkan 30-40%) karena
biasanya pasien NSTEMI lebih tua dan memiliki lebih banyak komorbiditas
dibanding pasien STEMI. (Claudio Picariello et al,2011)
Salah satu penyebab terjadinya hipertensi pada pasien SKA adalah
terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah. Sudah diketahui dari patofisiologi
SKA sendiri bahwa aterosklerosis memainkan peran yang terpenting atas
terjadinya angina tidak stabil seterusnya STEMI dan NSTEMI. Menurut Göran
(2005), aterosklerosis merupakan salah satu penyakit inflamasi pada pembuluh
darah.
Secara patofisiologinya, hubungan terjadinya hipertensi pada pasien
ateroskeloris adalah seperti berikut :
1. Terjadinya influx kolesterol LDL pada bahagian tunica intima pembuluh
darah yang melebihi kadar normal.
2. Kolesterol LDL akan teroksidasi apabila bereaksi dengan molekul
oksigen bebas yang terbentuk dari berbagai reaksi enzimatik dan non-
enzimatik .
3. Kolesterol LDL yang teroksidasi akan memicu perlengketan dan
masuknya monosit dan limfosit T kedalam tunika intima pembuluh darah
melalui permukaan endothelium.
4. Makrofag terbentuk dari monosit dan akan memfagosit kolesterol LDL
yang teroksidasi, sehingga membentuk foam cell.
5. Foam cell yang terbentuk akan memicu perlepasan sitokin-sitokin seperti
interferon-γ, tumor necrosis factor-α, dan interleukin-1 sehingga
terjadinya aterosklerosis.
6. Lumen pembuluh darah mengecil, menyebabkan meningkatnya resistensi
vaskular sistemik total dan sehingga terjadi hipertensi.
Oleh karena itu, dengan tingginya kadar kolesterol dalam darah, maka ini
akan terjadi peningkatan tekanan darah. Semakin tinggi kadar kolesterol, maka
lebih banyak terjadinya aterosklerosis dalam pembuluh darah, sehingga
menyebabkan semakin tinggi resistensi vaskular sistemik dan memicu kepada
peningkatan tekanan darah yang lebih berat. (Claudio Picariello et al,2011)
Ruptur plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting angina pektoris tak
stabil, sehingga tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner
yang sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Secara klinis infark
miokard tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip dengan angina tidak stabil.
Yang membedakan adalah adanya enzim petanda jantung yang positif. Yang
membedakan NSTEMI dan STEMI adalah tempo gejala berlangsung dan elevasi
gelombang ST pada STEMI. (Claudio Picariello et al,2011)
Hipertensi
Aterosklerosis
Sindroma Koroner
Akut :
Hipertensi -STEMI
-NSTEMI
-APTS
𝑁𝑍 2 1 − 𝛼 2. 𝑝. (1 − 𝑝)
𝑛=
(𝑁 − 1)𝑑2 + 𝑍 2 1 − 𝛼 2. 𝑝. (1 − 𝑝)
28
Keterangan :
n = Besar Sampel
2 = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
1
(tingkat kepercayaan)
− 2
p = Estimator proporsi populasi
d = Kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
N = Besar populasi
(781). (1 9 )2 . (0 5). (1 − 0 5)
𝑛=
(781 − 1)(0 1)2 + (1 9 )2 (0 5). (1 − 0 5)
𝑛 = 85 05
4.1.HASIL PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan di instalasi rekam medis Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik, diperoleh data sekunder dari bulan Januari hingga
Desember 2016 dengan sampel sebanyak 85 rekam medis pasien. Data diperoleh
dengan melihat beberapa hal yang menjadi variabel pada penelitian ini.
Tabel 5.1 Distribusi Angka Kejadian Sindroma Koroner Akut Berdasarkan Jenis Kelamin
SKA
Jenis Kelamin APTS NSTEMI STEMI Total
N % N % n % n %
Laki-laki 24 28,22 33 38,8 5 5,9 62 72,9
Perempuan 14 16,5 7 8,2 2 2,4 23 27,1
32
Tabel 5.2. Distribusi Angka Kejadian Sindroma Koroner Akut Berdasarkan Usia
Karakteristik N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Usia 85 32 80 57.85 9,504
Tabel 5.3 Distribusi Angka Kejadian Sindroma Koroner Akut Dengan atau Tanpa
Hipertensi
4.2.PEMBAHASAN
Pada saat peneliti melakukan penelitian ini, terdapat beberapa kendala dan
kekurangan yng dijumpai. Kendala yang dijumpai berupa isi data dari rekam
medis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Pada saat
pengambilan data, peneliti terkadang mengalami kesulitan dalam memperoleh
data rekam medis, serta isi data rekam medis yang terkadang tidak lengkap.
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan dengan judul Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian
Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2016, dapat
diambil kesimpulan bahwa :
1. Prevalensi pasien Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik
Medan pada Januari – Desember 2016 berjumlah 85 orang.
2. Pada penelitian ini didapat pasien dengan diagnosa Sindroma Koroner
Akut disertai dengan Hipertensi yaitu sebanyak 65 pasien (76,5%) dan
tanpa hipertensi sebanyak 20 pasien (23,5%).
3. Pada penelitian ini dijumpai pasien laki-laki lebih banyak menderita
sindroma koroner akut yaitu sebanyak 62 orang (72,9%) dan perempuan
23 orang (27,1%).
4. Pada kelompok usia penderita sindroma koroner akut dijumpai usia
minimum 32 tahun, dan maksimum 80 tahun dengan standard deviasi
±9,504.
5. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan sindroma koroner akut
5.2. SARAN
Berdasarkan hasil yang didapat pada penelitian yang telah dilakukan maka
dapat dilakukan beberapa saran sebagai berikut :
1. Kepada masyarakat diharapkan untuk melakukan pencegahan agar tidak
terkena penyakit sindroma koroner akut dengan cara menerapkan pola
hidup sehat dan segera mengobatinya jika sudah didiagnosa oleh dokter.
2. Kepada pihak rumah sakit yang bertugas agar lebih melengkapi status
rekam medis agar lebih mudah dibaca dan dianalisis.
3. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat lebih mengembangkan penelitian
ini sehingga dapat menjadi sumber informasi yang lebih akurat.
35
Alwi, I., 2006. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1615-1625.
Anderson, R.D. and Pepine, C.J., 2007. Gender Differences in the Treatment for
Acute Myocardial Infarction. Hal: 823-826
Cowie, M.R., dan Dar, O., 2008. The Epidemiology and Diagnosis of Heart
Failure.Edisi ke 12. Vol.1. China: McGraw Hill
Departemen Kesehatan RI, 2005. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT). Depkes
RI, Jakarta
Keller, T., Post, F., Tzikas, S., Schneider, A., Arnolds, S., Scheiba, O.,
Blankenberg, S., Münzel, T. and Genth-Zotz, S., 2010. Improved outcome
in acute coronary syndrome by establishing a chest pain unit. Clinical
research in cardiology, 99(3), pp.149-155.
36
Lanny, S., dkk. 2004. Hipertensi. Jakarta: P.T Gramedia Pustaka Utama.
Picariello, C., Lazzeri, C., Attana, P., Chiostri, M., Gensini, G.F. and Valente, S.,
2011. The impact of hypertension on patients with acute coronary
syndromes. International journal of hypertension, 2011.
Schrier, R.W., 2000. The Patient with Hypertension. Edisi ke 5. USA: Lippincott
Williams & Wilkins. Hal: 231-262.
Sjaharuddin, H.,Alwi, I.,dkk, 2006.Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.Edisi 4.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: hal 1626-1632
Soemantri, dan Nugroho, J., 2006. Standar Diagnosis dan Terapi Penyakit
Jantung dan Pembuluh Darah. Edisi 4. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga. Hal.24.
Trisnohadi, H., 2006. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1606-1610.
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian skripsi
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian tertentu,
penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis
sandang dan sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :P/L
4. Berat Badan / Tinggi Badan : ….. kg / ….. cm
5. Diagnosa : STEMI :
NSTEMI :
APTS :
6. Diabetes : Ya / Tidak
7. Dislipidemia : Ya / Tidak
8. Merokok : Ya / Tidak
9. Riwayat Keluarga :
10. Riwayat PJK sebelumnya :
11. Riwayat gagal jantung :
12. Riwayat gagal ginjal :
13. Riwayat Hipertensi :
14. PF Jantung :
15. PF Paru :
16. Riwayat CABG :
17. Riwayat PCI :
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 62 72.9 72.9 72.9
Perempuan 23 27.1 27.1 100.0
Total 85 100.0 100.0
Chi-Square Tests
Asymptotic
Value df Significance (2-sided)
Pearson Chi-Square 11.347a 2 .003
Likelihood Ratio 11.753 2 .003
Linear-by-Linear Association 11.213 1 .001
N of Valid Cases 85
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.65.