DIABETES MELITUS
Oleh:
Afdhalul Mahfud, S.Ked
1102010008
Pembimbing:
dr. Teddy Ervano, SpPD, K-EMD
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Diabetes Melitus sebagai rangkaian
kegiatan Kepaniteraan Klinik di Bagian kepanitraan klinik/SMF Kedokteran Penyakit
Dalam RSUD Pasar Rebo
Penulis menyadari bahwa referat ini tentu tidak terlepas dari kekurangan
karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua. Lebih dan kurang kami ucapkan terima kasih, dan bila ada kesalahan penulis
minta maaf.
Penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang
dinyatakan dengan adanya konsentrasi gula darah tinggi dalam darah (hiperglikemia),
diakibatkan karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Penyakit DM tidak menular
yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi
kenaikan jumlahpenderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan
Pusat Statistik,diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun
adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7%
dan daerah rural sebesar7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan8,1 juta di daerah rural
(Soegondo et. al, 2006).
Efek kronik dari penyakit DM menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh
secara anatomis maupun fungsional. Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan
kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi,
infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison, 2007).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik
yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM)
tidak terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya
komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,
kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi manusia usia lanjut (Hiswani,2009).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan
kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit
diabetesmellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala
lapisan umur dansosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di
dapatkan prevalensisebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada
suatu penelitian diManado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun
1993 menunjukkanprevalensi 5,7% (Hiswani,2009).
Secara global, prevalensi diabetes mellitus meningkat drastis dari 30 juta orang pada
tahun 1985 menjadi 382 juta orang pada tahun 2013. Berdasarkan prediksi International
Diabetes Federation, diperkirakan pada tahun 2035 terdapat 592 juta orang yang
menderita diabetes mellitus. Meskipun prevalensi DM tipe 1 dan DM tipe 2 sama-sama
meningkat, namun peningkatan yang lebih signifikan terjadi pada DM tipe 2. 10 Negara
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
4
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi
insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor lain
seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada aktivitas
insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat penggunaan obat atau
bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami selama
masa kehamilan.
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Diabetes melitus tipe 1
Pada DM tipe I ( DM tergantung insulin (IDDM), sebelumnya disebut diabetes
juvenilis), terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien membutuhkan suplai
insulin dari luar. Keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas karena
mekanisme autoimun, yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. DM tipe I
terjadi lebih sering pada pembawa antigen HLA tertentu (HLA-DR3 dan HLA-DR4), hal
ini terdapat disposisi genetik. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa
Inggris: childhood-onsetdiabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus,
IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi
darah akibat defek sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhan spankreas.
IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa, namun lebih sering didapat
pada anak anak.
Genetic predisposition
Environmental factors
Autoantigens
form
on insulin-producing beta cells
and circulate in the bloodstream and lymphatics
Processing and presentation of autoantigen
by antigen presenting cells
Activation of T helper 1 lymphocytes Activation of T helper 2 lymphocytes
IFN-
IL-2
Activation of macrophages
with release of IL-1 and TNF-
IL-4
lemak dan protein dapat dipertahankan dengan baik. Jadi, diabetes tipe II cenderung
menyebabkan hiperglikemia berat tanpa disertai gangguan metabolisme lemak.
Genetic predisposition
Obesity
Diet, inactivity
Activity of incretins
Amylin
Glucagon
Insulin resistance
Hypoinsulinemia
Tissue effects and
hyperglycemia
( type 2 diabetes
)
Hyperinsulinemia
Tissue effects without
hyperglycemia (insulin
resistance without diabetes)
diatas
sehingga
meningkatkan
manifestasi
diabetes
mellitus.
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukandengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler
dengan glukometer.
2.4.1. Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan
mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasilpemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo et.al 2006).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Diabetes melitus,
toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu(GDPT), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementaramenuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untukterjadinya diabetes melitus
dan penyakit
10
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis
diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu. Berikut
adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
2.5 Penatalaksanaan
2.5.1. Tujuan penatalaksanaan
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatanmandiri dan perubahan perilaku. (PERKENI,2011)
2.5.2.`Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
Riwayat Penyakit
Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri,
hipoglikemia)
Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis serta
kaki
Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata,
Pemeriksaan Fisik
pemeriksaan neurologis
Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Elektrokardiogram
Foto sinar-x dada
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin / globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dantrigliserida
EKG
Foto sinar-X dada
Funduskopi
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori danzat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah
makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Lemak
dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 200 mg/hari.
Protein
tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/Kg BB
perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
14
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1
Serat
untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkanpenyandang diabetes. Di
antaranya adalah dengan memperhitungkankebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kalori/kgBB ideal,ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor seperti: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yangdimodifikasi adalah sbb:
15
dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Klasifikasi IMT
BB Kurang
BB Normal
BB Lebih
< 18,5
18,5-22,9
23,0
Keterangan:
o Dengan risiko 23,0-24,9
o Obes I 25,0-29,9
o Obes II > 30
*WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its
Treatment.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1. Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan kalori wanita
sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal/ kg BB.
2. Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk dekade
antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun dan
dikurangi 20%, di atas usia 70 tahun.
16
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30
menit,sifatnya sesuai CRIPE (Continuous, Rhithmical, Interval, Progressive training).
Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220/umur),
disesuaikandengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga
ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan selama 20
menit dan olahraga berat misalnya joging. (Sudaryono et.al 2006)
4. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue):sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformindan tiazolidindion
17
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang
diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin
dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin
secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping
obat tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa diusus halus, sehingga mempunyai
efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan
flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel
L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk
ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan
sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian,secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidylpeptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak
aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2.
Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat
kinerja enzim DPP-4(penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya
(analog
incretin=GLP-1
agonis).
Berbagai
obat
yang
masuk
golongan
DPP-4
inhibitor,mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang
tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat
penglepasan glukagon.
2. Suntikan
19
A. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
20
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah
belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau
kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi
pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi
OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan
pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian
dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan
harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin. (PERKENI,2011)
2.6. Komplikasi
2.6.1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM . Hal ini terjadi karena kadar
insulin sangat menurun,dan pasien akan mengalami hal berikut: (Boon et.al 2006)
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatanlipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton(asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapatmenjadi hipotensi dan mengalami syok.
(Price et.al 2005)
22
Akhirnya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalamikoma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun
tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat
dilakukan sedini mungkin.
Relative insulin insufficiency
Profound
Mild to moderate
Lipolysis
Precipitating factor
Polyuria
Ketones
in urine
Diabetic
ketoacidosis (DKA) Dehydration
Hyperosmolality
Kussmal
respirations
Hyperosmolar hyperglycemi
c
nonk etotic syndrome (HHNKS)
Thirst
Po lydipsia
Central nervous
system depression
23
1. Dehidrasi
8. Poliuria
9. Bingung
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
7. Hipotermia
Penyebab
tersering
hipoglikemia
adalah
golongan
26
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisadiperkirakan
pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
Penatalaksanaan Hipoglikemia
A. Mikrovaskular / Neuropati
Retinopati, katarak : penurunan penglihatan
Nefropati :gagal ginjal
Neuropati perifer :hilang rasa, malas bergerak
Neuropati autonomik :hipertensi, gastroparesis
Kelainan pada kaki :ulserasi, atropati
B. Makrovaskular
Sirkulasi koroner :iskemi miokardial/infark miokard
Sirkulasi serebral :transient ischaemic attack, strok
Sirkulasi :claudication, iskemik
28
obat-obat Tuberkulosis.
Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami
infeksi. Kuman stafilokokus merupakan kuman penyebab utama. Ulkus kaki
terinfeksi biasanya melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah
Diagnosis
Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin > 30 mg
dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan,
tanpa penyebab albuminuria lainnya.
Penatalaksanaan
bertambah berat, diet protein diberikan 0,6 0,8 gram/kg BB per hari.
Terapi dengan obat penyekat reseptor angiotensin II,penghambat ACE, atau
kombinasi keduanya. Jika terdapat kontraindikasi terhadap penyekat ACE atau
Prevalensi DE pada penyandang diabetes tipe 2 lebih dari 10 tahun cukup tinggi dan
kepada dokter oleh karena itu perlu ditanyakan pada saat konsultasi.
Pengelolaan DE pada diabetes dapat mengacu pada Penatalaksanaan Disfungsi Ereksi
(Materi PendidikanKedokteran Berkelanjutan, IDI, 1999). DE dapat didiagnosis
dengan menggunakan instrumen sederhana yaitu kuesioner IIEF5 (International Index
sedang berlangsung.
Penilaian adanya risiko DMG perlu dilakukan sejak kunjungan pertama untuk
pemeriksaan kehamilannya
Faktor risiko DMG antara lain: obesitas, adanya riwayat pernah mengalami DMG,
glukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya
riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan atau melahirkan bayi dengan berat
30
>4000 gram, dan adanya riwayat preeklamsia. Pada pasien dengan risiko DMG yang
jelas perlu segera dilakukan pemeriksaan glukosa darah. Bila didapat hasil glukosa
darah sewaktu 200 mg/dL atau glukosa darah puasa 126 mg/dLyang sesuai
dengan batas diagnosis untuk diabetes, maka perlu dilakukan pemeriksaan pada waktu
yang lain untuk konfirmasi. Pasien hamil dengan TGT dan GDPT dikelola sebagai
DMG.
Diagnosis berdasarkan hasil pemeriksaan TTGO dilakukan dengan memberikan
beban 75 gram glukosa setelah berpuasa814 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan
Penyandang diabetes yang terkendali dengan pengaturan makan saja tidak akan
mengalami kesulitan untuk berpuasa. Selama berpuasa Ramadhan, perlu dicermati
Penyandang diabetes yang cukup terkendali dengan OHO dosis tunggal, juga tidak
mengalami kesulitan untuk berpuasa. OHO diberikan saat berbuka puasa. Hati-hati
terhadap terjadinya hipoglikemia pada pasien yang mendapat OHO dengan dosis
maksimal.
Bagi yang terkendali dengan OHO dosis terbagi, pengaturan dosis obat diberikan
sedemikian rupa sehingga dosis sebelum berbuka lebih besar dari pada dosis sahur.
Untuk penyandang diabetes DM tipe 2 yang menggunakan insulin, dipakai insulin
dihentikan.
Untuk pasien yang harus menggunakan insulin dosis multipel dianjurkan untuk tidak
Tindakan operasi, khususnya dengan anestesi umum merupakan faktor stres pemicu
terjadinya penyulit akut diabetes, oleh karena itu setiap operasi elektif pada
penyandang diabetes harus dipersiapkan seoptimal mungkin sasaran kadar glukosa
darah puasa <150 mg/dL (PERKENI2002)
Perlu pemeriksaan profil lipid pada saat diagnosis diabetes ditegakkan. Pada pasien
dewasa pemeriksaan profil lipid sedikitnya dilakukan setahun sekali dan bila dianggap
perlu dapat dilakukan lebih sering. Sedangkan pada pasien yang pemeriksaan profil
lipid menunjukkan hasil yang baik (LDL<100mg/dL; HDL>50 mg/dL (laki-laki >40
mg/dL,wanita >50 mg/dL); trigliserid <150 mg/dL), pemeriksaan profil lipid dapat
dilakukan 2 tahun sekali.
32
dalam darah.
Dipertimbangkan untuk memberikan terapi farmakologis sedini mungkin bagi
penyandang diabetes yang disertai dislipidemia
mmHg.
Sasaran (target penurunan) tekanan darah : Tekanan darah <130/80 mmHg Bila
disertai proteinuria 1gram / 24 jam : < 125/75 mmHg
Pengelolaan:
konsumsi garam
Farmakologis : Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obatanti-hipertensi
(OAH):
Pengaruh OAH terhadap profil lipid
Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa
Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin
Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung
Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan:
Penghambat ACE
Penyekat reseptor angiotensin II
Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah
Diuretik dosis rendah
33
Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan
diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3
bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis
Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHgatau tekanan diastolik >90
Prevalensi obesitas pada DM cukup tinggi, demikian pula kejadian DM dan gangguan
insulin
Resistensi insulin pada diabetes dengan obesitas membutuhkan pendekatan khusus
Terapi aspirin 75-160 mg/hari diberikan sebagai strategi pencegahan sekunder bagi
penyandang diabetes dengan riwayat pernah mengalami penyakit kardiovaskular dan
albuminuria.
Aspirin dianjurkan tidak diberikan pada pasien dengan usia di bawah 21 tahun, seiring
dengan peningkatan kejadian sindrom Reye.
34
Terapi
kombinasi
aspirin
dengan
antiplatelet
lain
dapat
dipertimbangkan
aspirin pada pasien yang mempunyai kontra indikasi dan atau tidak tahan terhadap
penggunaan aspirin. (PERKENI, 2011)
2.7. Prognosis
Prognosis pada penderita diabetes tipe 2 bervariasi. Namun pada pasien diatas prognosisnya
dapat baik apabila pasien bisa memodifikasi (meminimalkan) risiko timbulnya komplikasi
dengan baik. Serangan jantung , stroke, dan kerusakan saraf dapat terjadi. Beberapa orang
dengan diabetes mellitus tipe 2 menjadi tergantung pada hemodialisa akibat kompilkasi gagal
ginjal. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi :
Makan makanan yang sehat / gizi seimbang (rendah lemak, rendah gula),perbanyak
konsumsi serat (buncis 150gr/hari, pepaya, kedondong, salak,tomat, semangka,
dainjurkan pisang ambon namun dalam jumlah terbatas)
Kontrol ketat kadar gula darah, HbA1c, tekanan darah, profil lipid
Konsumsi aspirin untuk cegah ateroskelrosis (pada orang dalam kategori prediabetes)
2.8.Pencegahan
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap yaitu :
Pencegahan primer: Semua aktifitas ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia
pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
Pencegahan sekunder: Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes
penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang
sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikiandapat dilakukan upaya
35
untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversible. (cegah
kompilkasi)
Pencegahan tersier: Semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi yang sudah
ada. Usaha ini meliputi:
- Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalanorgan (jangan
sampai timbul chronic kidney disease)
- Mencegah kecacatan tubuh
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami
peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi
perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the
great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Soegondo, Sidartawan. Soewondo, Pradana. Subekti, Imam. 1995. Penatalaksanaan
2.
37
38