61 Tahun Melalui
Pendekatan Kedokteran Keluarga
Abstrak
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid sering terjadi
di beberapa negara di dunia dan umumnya terjadi di negara-negara dengan tingkat kebersihan yang rendah. Berdasarkan
data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia sekitar 17 juta jiwa per tahun,
angka kematian akibat demam tifoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Mengidentifikasi faktor resiko dan
masalah serta penatalaksanaan pasien berdasarkn kerangka penyelesaian masalah pasien dengan melalui pendekatan
kedokteran keluarga. Studi ini merupakan laporan kasus. Data primer diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan
kunjungan ke rumah. Data sekunder didapat dari rekam medis pasien. Penilaian berdasarkan diagnosis holistik dari hingga
akhir studi secara kualitiatif dan kuantitatif. Pasien memiliki derajat fungsional 2 dengan demam tifoid yang memiliki faktor
resiko internal yaitu pengetahuan yang kurang mengenai penyakit demam tifoid serta proses infeksi kepada lingkungan
sekitar. Faktor resiko eksternal yaitu lingkungan rumah tidak bersih, kemudian dilakukan edukasi terhadap pasien dan
keluarganya mengenai penyakit demam tifoid beserta perilaku hidup bersih dan sehat. Setelah dilakukan evaluasi telah
terlihat sedikit perubahan perilaku dimana pasien. Masalah klinis pada pasien membutuhkan perhatian dalam mengubah
perilaku hidup bersih. Petugas kesehatan bertugas tidak hanya menyelesaikan masalah klinis, tetapi juga mencari dan
memberi solusi atas permasalahan dalam lingkungan yang mempengaruhi kesehatan pasien dan keluarga.
Korespondensi: Karine Meynda Putri, alamat jalan dr. wahidin sudirohusodo no 89 pengajaran teluk betung utara bandar
lampung, lampung, No Hp : 081279615684, email : karinemeynda85@gmail.com
di Indonesia, dan jarang dijumpai secara terus menerus dan bertambah tinggi saat
epidemik, tetapi lebih sering bersifat sporadis, malam hari, demam disertai mual dan
terpisah di suatu daerah, dan jarang muntah dengan frekuensi muntah lebih dari
menimbulkan lebih dari satu kasus pada 2x dalam sehari. Pasien juga mengeluhkan
orang-orang serumah. Kasus tersangka tifoid sakit kepala, dan nyeri pada ulu-hati. Pasien
menunjukan kecenderungan meningkat dari mengatakan tidak nafsu untuk makan sejak
tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan tiga hari yang lalu sehingga pasien tampak
500/100.000 penduduk dengan kematian lemas dan mengakibatkan terganggunya
antara 0,6- 5%. Di Indonesia sendiri, penyakit aktivitas pasien, pasien juga buang air besar
tifoid bersifat endemik, angka penderita (BAB) cair sejak tiga hari yang lalu. Pasien
demam tifoid di Indonesia mencapai 81% per belum pernah merasakan keluhan yang sama
100.000. 2,3 sebelumnya. Pasien memiliki kebiasaaan
Hygene perseorangan merupakan buruk seperti tidak mencuci tangan ketika
faktor risiko yang dapat menyebabkan ingin makan. Pasien tinggal bersama suami
terjadinya demam tifoid. Kebersihan yang baik dan anaknya. Hubungan pasien dengan
merupakan intervensi yang penting bagi keluarga yang tinggal serumah terjalin baik.
banyak penyakit menular. Hal tersebut dapat Studi ini merupakan laporan kasus. Data
dilaksanakan dengan beberapa cara di primer diperoleh melalui anamnesis
antaranya mencuci tangan mempergunakan (autoanamnesis dan alloanamnesis) dari
sabun setelah buang air besar dan sebelum anggota keluarga), pemeriksaan fisik dan
makan. Selain itu, faktor risiko demam tifoid kunjungan rumah, untuk melengkapi data
lainnya meliputi usia, jenis kelamin, keluarga, data okupasi dan psikososial serta
pendidikan, status sosial ekonomi, kebiasaan lingkungan. Penilaian dilakukan berdasarkan
cuci tangan, serta kebiasaan buang air besar diagnosis holistik dari awal, proses, dan akhir
(BAB) di jamban. 3,4 studi secara kuantitatif dan kualitatif.
Penyakit demam tifoid ini sangat Demam sejak enam hari yang lalu,
beresiko terjadi pada individu yang yang demam dirasakan terjadi terus menerus dan
higienitasnya buruk, termasuk dari kebiasaan demam dirasakan lebih tinggi saat sore dan
mencuci tangan, cara memproduksi dan malam hari. Pasien mengeluhkan keluhan
mengelola makanan yang buruk serta disertai mual dan muntah dengan frekuensi
lingkungan yang buruk. 5 muntah lebih dari 2x dalam sehari. Pasien juga
Pada kasus ini, pasien dengan penyakit mengeluhkan sakit kepala, dan nyeri pada ulu-
demam tifoid perlu dilakukan hati. Pasien juga buang air besar (BAB) cair
penatalaksanaan yang lebih menyeluruh sejak tiga hari yang lalu. Keluhan memberat
dalam hal kuratif, promotif, dan preventif dalam 2 hari terakhir. Pola pengobatan pada
serta tidak hanya melibatkan pasien dalam keluarga pasien yaitu jika memiliki keluhan
upaya penatalaksaan, juga dibutuhkan peran yang sudah mengganggu aktivitas baru
serta keluarga untuk mencapai tujuan terapi berobat ke Puskesmas. Keadaaan umum:
semaksimal mungkin. Tampak sakit sedang; Berat badan: 50 kg; TB :
Penerapan pelayanan dokter keluarga 155 cm; IMT : 20,8 kg/m2; tekanan darah:
berbasis evidence based medicine pada pasien 110/70 mmHg; frekuensi nadi: 102 x/menit;
dengan mengidentifikasi faktor risiko, masalah frekuensi nafas: 20 x/menit; suhu: 38,7oC.
klinis, serta penatalaksanaan pasien Pada pemeriksaan di kepala, terdapat
berdasarkan kerangka penyelesaian masalah lidah kotor. Pada pemeriksaan mata, telinga,
pasien dengan pendekatan patient centered hidung, dalam batas normal. Pada leher, tidak
dan family approach. ada peningkatan JVP, tidak terdapat
pembesaran KGB maupun kelainan pada
Kasus trakea, dalam batas normal. Pada thorax,
Pasien Ny. S, seorang wanita berusia 61 pemeriksaan paru pergerakan dinding dada
tahun datang dengan keluhan demam sejak dan fremitus taktil simetris, tidak didapatkan
enam hari yang lalu. Demam dirasa terjadi bunyi suara nafas tambahan seperti rhonki
dugaan terinfeksi Salmonella typhi pada demam tifoid karena efektif, murah, mudah
penderita. Dalam pemeriksaan uji Widal didapat, dan dapat diberikan secara oral.
pasien di dapatkan titer O 1/320, titer AO Pemberian paracetamol sebesar 3x500 mg
1/320, titer BO 1/320, dan titer H 1/320, perhari hanya dikonsumsi jika demam masih
menandakan hasil positif dari uji Widal terjadi. Pada kasus ini paracetamol sebagai
dimana jika ditemukan titer Widal >1/160 terapi simptomatik. Vitamin B kompleks
menandakan terinfeksi Salmonella typhi.8 diberikan sebanyak 2x1 sebagai suplemen.
Pembinaan pada pasien ini dilakukan Demam tifoid merupakan penyakit
dengan mengintervensi pasien beserta infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
keluarga sebanyak dua kali, dimana dilakukan tropis terutama di daerah dengan kualitas
kunjungan pertama pada tanggal 11 Maret sumber air yang tidak memadai dengan
2020 saat pasien pertama kali datang untuk standar hygiene dan sanitas yang rendah.
berobat ke puskesmas, dan kunjungan kedua Berikut merupakan faktor environment yang
tanggal 20 Maret 2020 untuk melakukan mempercepat terjadinya penyebaran demam
intervensi pada pasien dan keluarga pasien di tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk,
rumah pasien. Pada kunjungan keluarga sumber air minum dan standart hygiene
pertama dilakukan pendekatan dan industri pengolahan makanan yang masih
perkenalan terhadap pasien serta rendah.
menerangkan maksud dan tujuan kedatangan, Dengan memahami pilar tata laksana
diikuti dengan anamnesis tentang keluarga demam tifoid ini, maka dapat dipahami bahwa
dan perihal penyakit yang telah diderita. yang menjadi dasar utama untuk mencegah
Pasien diberikan obat penurun panas, terjadinya demam tifoid adalah perilaku hidup
antibiotik, serta diberikan edukasi berupa sehat. Adapun terapi non farmakologi yang
menjaga pola makan yang baik dan kebersihan harus dilakukan pada pasien demam tifoid
bagi penderita demam tifoid. Terapi pada adalah tirah baring untuk mencegah
demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan komplikasi perforasi usus atau perdarahan
bebas demam dan gejala, mencegah usus. Tirah baring dilakukan sampai minimal
komplikasi, dan menghindari kematian. tujuh hari bebas demam atau kurang lebih
Eradikasi total bakteri untuk mencegah sampai 14 hari. Mobilisasi harus dilakukan
kekambuhan dan keadaan carrier merupakan secara bertahap sesuai dengan pulihnya
hal yang penting untuk dilakukan. 7,8 kekuatan pasien. Jenis makanan yang harus
Kloramfenikol masih merupakan pilihan dijaga adalah diet lunak karena pada demam
pertama pada terapi demam tifoid, hal ini tifoid terjadi gangguan pada sistem
dapat dibenarkan apabila sensitivitas pencernaan. Makanan haruslah cukup kalori,
Salmonella typhi masih tinggi terhadap obat protein, lemak, mineral dan vitamin. 8,9
tersebut. Tetapi penelitian–penelitian yang Pada kunjungan pertama sangat
telah dilakukan sebelumnya, pada keadaan ditekankan sekali terkait dengan higienitas
seperti yang ditemukan strain Salmonella typhi yang perlu diperbaiki baik dengan
yang sensitivitasnya berkurang terhadap mengedukasi untuk lebih memperhatikan
kloramfenikol, sehingga dapat dilakukan lingkungan sekitar rumah, proses dan
pemberian antibiotik lain seperti ceftriakson, pembuatan makanan serta menyarankan
ampisilin, kotrimoksasol atau cefotaxime yang untuk mengurangi membeli makanan di luar
dapat digunakan sebagai pilihan terapi demam yang tidak jelas kebersihannya. Intervensi
tifoid.8 dilakukan dengan memberikan edukasi dan
Di puskesmas pasien diberikan terapi menjelaskan mengenai demam tifoid dan
farmakologis berupa obat antibiotik yaitu memberikan poster PHBS dan demam tifoid
ciprofloxacin 2x500mg perhari selama 7 hari. baik penjelasan dari definisi hingga
Pemberian terapi tersebut sudah tepat pencegahan agar tidak teinfeksi kembali. 9
walaupun kloramfenikol dengan dosis Human biology, suami pasien
4x500mg perhari selama 10-14 hari masih merasakan penyakit demam tifoid yang
merupakan pilihan utama untuk pengobatan dideritanya menimbulkan keluhan–keluhan
yang mengganggu aktifitas istrinya. Suami dan meningkatkan terjadinya demam tifoid, cara
anak-anak pasien juga memahami bahwa penularan, komplikasis erta pencegahan yang
penyakit demam tifoid ini berkaitan dengan dapat dilakukan agar demam tifoid tidak
kebersihan seperti melakukan perilaku hidup kambuh lagi. Pada tanggal 20 Maret 2020
bersih dan sehat contohnya tidak jajan dilakukan intervensi pada keluarga Ny. S.
sembarangan dan membiasakan cuci tangan Ketika dilakukan intervensi pada pasien,
sebelum makan dan mengkonsumsi makanan keluarga juga turut serta mendampingi dan
selagi hangat. Aspek dalam lingkungan mendengarkan apa yang disampaikan pada
psikososial, pasien merasa bahagia dengan pasien. Intervensi ini dilakukan dengan tujuan
keadaan keluarganya saat ini, hubungan antar untuk merubah pola perilaku pasien terhadap
anggota keluarga juga terbilang dekat dan kebersihan dan pengelolaan makanan di
jarang mengalami suatu masalah. 9, 10 rumah agar tetap higenis serta peran keluarga
Aspek ekonomi, dalam hal materi untuk dalam memperhatikan makanan yang
memenuhi kebutuhan rumah tangga dikonsumsi dan kebersihan rumah serta
bergantung pada ayah yang bekerja sebagai lingkungan sekitar.
buruh lepas. Pasien bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Dalam hal lingkungan rumah, pasien Tabel 1. Nilai Pretest dan Post
sering keluar rumah dan bersosialisasi dengan No Pertanyaan Skor Skor
tetangga sekitar rumah. Lingkungan fisik, Pretest Postest
pemukiman sekitar padat penduduk. 1 Demam tifoid 1 1
Lingkungan terkesan kurang bersih. Life style, merupakan
penyakit pada
pola makan belum sesuai dengan anjuran
pencernaan
dokter, pasien belum dapat membiasakan 2 Demam tifoid 1 1
memanaskan makanan sebelum makan dan disebabkan
mengkonsumsi makanan selagi hangat. Pasien karena pola
belum bisa mengurangi kebiasaan jajan dan makan yang
sering kali kurang memperhatikan kebersihan tidak bersih
makanan di rumah. 3 Jajan sembarang 0 1
Keadaan rumah masih jauh dari ideal, dapat menjadi
dikarenakan belum cukup bersih dan rapi faktor risiko
serta ventilasi dan pencahayaan yang kurang. terjadinya
demam tifoid
Kunjungan dilakukan sebanyak dua kali,
4 PHBS dapat 1 1
dengan kunjungan pertama dilakukan tanggal mencegah
11 Maret 2020. Kunjungan kedua kerumah penyakit demam
pasien di laksanakan pada tanggal 20 Maret tifoid
2020 untuk melengkapi beberapa data yang 5 Demam tifoid 0 1
dirasakan masih kurang. Sebelum dilakukan diawali dengan
intervensi dilakukan pretest dan post test demam, mual,
dengan tujuan untuk menilai tingkat muntah yang
pengetahuan pasien. Selanjutnya hasil pretest dapat disertai
dan postest tersebut dijadikan tolak ukur dengan diare
atau sembelit
peningkatan pengetahuan pasien. Pretest dan
6 Demam tifoid 0 1
postest yang diberikan berkaitan dengan ditularkan lewat
definisi, penyebab, faktor risiko, pengobatan fecal- oral
dan komplikasi. Pretest yang dilakukan 7 Demam tifoid 0 1
menggunakan pilihan “iya” atau “tidak” dapat diobati
dengan bobot setiap pertanyaan adalah 8 Komplikasi 0 0
bernilai skor 1 dan jawaban salah skor 0. demam tifoid
Kuesioner yang dibuat memiliki alur dapat
yang menjelaskan mulai dari definisi demam menyebabkan
tifoid sendiri, faktor faktor yang dapat kematian jika
perilaku untuk selalu menerapkan pola hidup AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 6
yang bersih dan sehat. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2017.
7. Vollard AM, Ali S, Ansten H, Widjaja S,
Daftar Pustaka Visser L, Dissel JT, et al.,. Risk factor for
1. Rahmasari V, Lestari K. Review Artikel : typhoid fever in Jakarta, Indonesia. Am
Manajemen Terapi Demam Tifoid: Kajian Med Association J. 2014;291(2):1–9
Terapi Farmakologis dan Non 8. Rachman AF, Arkhaesi N. Uji Diagnostik
Farmakologis. Jurnal Farmaka. 2018; Tes Serologi Widal Dibandingkan Dengan
16(1): 184-195 kultur Darah Sebagai Baku Emas Untuk
2. Kementrian Kesehatan Republik Diagnosis Demam Tifoid Pada Anak Di
Indonesia (Kemenkes RI). Pedoman RSUP Dr. Kariadi Semarang. Jurnal
Pengendalian Demam Tifoid : Keputusan Kedokteran Diponegoro. 2012;1(1): 1-15
Menteri Kesehatan Republik Indonesia 9. Chowta MN, Chowta NK. Study of Clinical
Nomor 364/MENKES/SK/V/2006. 2015. Profile and Antibiotic Response in
3. Setiati S, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam Thypoid Fever. Indian Journal of Medical
AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 5 Microbiology. 2005;23(2): 125-127
Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2010. 10. Paputungan W, Rombot D, Akili RH.
4. World Health Organization (WHO). Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih
Background Document : The diagnosis, dan Sehat dengan Kejadian Demam Tifoid
treatment, and prevention of thypoid di Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kota
fever. 2003. Kotamobagu Tahun 2015. Pharmacon:
5. Alba S, Bakker MI, Hatta M, Scheelbeek Jurnal Ilmiah Farmasi. 2016;5(2):266-275
PFD, Dwiyanti R, Usman R, et al., Risk
Factors of Thypoid Infection in the
Indonesian Archipelago. Plos One Journal.
2016; 11(6): 1-14
6. Setiati S, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam